• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kasus Granulosa-Theca Cell Tumor (Gtct) Pada Kuda Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Kasus Granulosa-Theca Cell Tumor (Gtct) Pada Kuda Di Indonesia"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KASUS

GRANULOSA-THECA CELL TUMOR

(GTCT)

PADA KUDA DI INDONESIA

LUSI PARWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Kasus Granulosa-Theca Cell Tumor (GTCT) pada Kuda di Indonesia adalah benar karya Saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini Saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis Saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

LUSI PARWATI. Studi Kasus Granulosa-Theca Cell Tumor (GTCT) pada Kuda di Indonesia. Dibimbing oleh AMROZI dan LIGAYA ITA TUMBELAKA.

Granulosa-theca cell tumor (GTCT) adalah tumor yang paling sering ditemukan pada kuda yang mengalami neoplastik. Beberapa perubahan perilaku, seperti stallion like behaviour, nimfomania, dan anestrus dapat disebabkan oleh tumor ini. Studi ini ditujukan untuk mengukur prevalensi GTCT pada kuda di Indonesia. Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan terhadap ovarium pada kuda-kuda yang diperiksa di Pulau Jawa dan Madura. Hasil ultrasonografi yang ditemukan pada penderita berupa gambaran sarang lebah pada ovarium yang terkena tumor dan hipofungsi ovarium kontralateralnya. Sebanyak 15 kuda didiagnosa terkena GTCT dari 2913 kuda yang diperiksa dan prevalensi per tahun kasus GTCT dari kuda yang diperiksa sebesar 0.51 %. Pada kuda yang terkena GTCT, siklus reproduksinya akan normal kembali dengan ovariektomi. Kebuntingan masih ditemukan pada beberapa penderita GTCT.

Kata kunci: granulosa-theca cell tumor, kuda betina, ovariektomi, prevalensi.

ABSTRACT

LUSI PARWATI. Case Study Granulosa-Theca Cell Tumor in Mares in Indonesia. Supervised by AMROZI dan LIGAYA ITA TUMBELAKA.

Granulosa-theca cell tumor (GTCT) is the most common tumor case in neoplastic mares. Behavioural changes like stallion-like behaviour, nymphomania, and anestrous could be caused by this tumor. This study was conducted to measure the prevalence of GTCT in mares in Indonesia. Ultrasound examination of ovaries were performed on mares in Java and Madura Island. The result of ultrasound showed that in affected ovary has a honeycomb appearance in affected ovary and hipofunction of contralateral ovary. Fifteen mares out of 2913 were diagnosed with GTCT and the prevalence is 0.51 %. Ovariectomy on GTCT mares will bring to a normal reproductive cycle. It was found that gestation still can be occurred on some GTCT mares.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

STUDI KASUS

GRANULOSA-THECA CELL TUMOR

(GTCT)

PADA KUDA DI INDONESIA

LUSI PARWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Penulis memanjatkan syukur kepada Allah SWT atas berkah dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Granulosa-theca cell tumor pada kuda merupakan tema yang diangkat oleh Penulis sejak Maret 2015. Berdasarkan tema tersebut, Penulis memberikan judul karya ilmiah Granulosa-Theca Cell Tumor (GTCT) pada Kuda di Indonesia.

Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada Bapak Drh Amrozi, PhD dan Ibu Dr Drh Ligaya ITA Tumbelaka, SpMP, MSc selaku pembimbing, serta Drh Budhy Jasa Widyananta, MSi selaku pembimbing akademik yang telah memberikan saran. Apresiasi yang sebesar-besarnya juga Penulis berikan kepada para staf Unit Rehabilitasi Reproduksi FKH IPB atas bantuannya dalam penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga Penulis sampaikan kepada orang tua, keluarga, beserta seluruh teman-teman atas segala doa beserta dukungannya kepada Penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR TABEL vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Studi Kasus 1

Manfaat Studi Kasus 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Perkembangan Kuda (Equus cabalus) 2

Saluran Reproduksi Kuda Betina 2

Ovarium 3

Sel Granulosa dan Sel Teka 4

Granulosa-Theca Cell Tumor (GTCT) 4

Ultrasonografi 5

METODE 6

Tempat dan Waktu Studi Kasus 6

Materi dan Metode Studi Kasus 6

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 13

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Saluran reproduksi pada kuda betina 3

2 Bagian-bagian ovarium pada kuda betina secara skematis 4 3 Granulosa-Theca Cell Tumor (GTCT) 5 4 Hasil USG pada ovarium kuda penderita GTCT terlihat bentuk seperti

sarang lebah pada ovarium yang terkena dan hipofungsi pada ovarium

kontralateralnya 7

5 Grafik prevalensi GTCT pada kuda di Indonesia tahun 2006-2014 8 6 Tumor yang ruptur akibat GTCT tidak ditangani sehingga terjadi

internal bleeding yang menyebabkan kematian 10 7 Pasca operasi ovariektomi dengan penyayatan pada flank kanan secara

vertikal sepanjang 30 cm untuk pengangkatan GTCT 11 8 Ovarium yang terkena GTCT pasca ovariektomi dan potongan

melintang tumor terlihat adanya multikista 12

9 Hasil USG uterus kuda yang terdapat fetus dan ovariumnya yang

terkena GTCT dengan gambaran multikista 13

DAFTAR TABEL

1 Jumlah dan prevalensi kasus GTCT pada kuda di Indonesia tahun

2006-2014 8

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kegagalan kebuntingan pada kuda dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu penyebabnya adalah abnormalitas dari organ reproduksi, terutama pada ovarium. Adanya abnormalitas pada ovarium menyebabkan sel ova tidak dapat terbentuk sehingga fertilisasi tidak terjadi. Korpus luteum persisten, kista ovarium, maupun tumor ovarium, seperti teratoma, kista adenoma, dan granulosa-theca cell tumor (GTCT) merupakan beberapa contoh abnormalitas ovarium.

Tumor yang paling sering ditemukan pada kuda yang mengalami kegagalan kebuntingan adalah GTCT dengan kejadian 2.5 % dari seluruh kasus neoplasma (Sundberg et al. 1977). Granulosa-theca cell tumor merupakan tumor yang berkembang pada sel-sel granulosa maupun sel-sel teka di folikel ovarium. Keberadaannya menyebabkan ketidakseimbangan hormonal yang dapat menghambat hormon lain yang dibutuhkan dalam masa bunting ataupun masa estrus. Terlihat pula perubahan perilaku, seperti timbulnya perilaku “stallion like behaviour”, nimfomania, dan anestrus (Samper et al. 2007). Kejadian tumor ini biasanya hanya unilateral. Penanganan yang biasa dilakukan adalah insisi dan pembuangan ovarium yang memiliki tumor.

Frekuensi kejadian yang tinggi pada GTCT sangat menghambat perkembangbiakan kuda. Perilaku abnormal yang timbul dari kuda yang menderita GTCT dapat menimbulkan masalah lainnya, seperti cedera pada kuda tersebut maupun kuda yang sekandang dengan penderita. Apabila tidak dilakukan penanganan, tumor akan ruptur sehingga terjadi internal bleeding yang menyebabkan kuda mati akibat kehabisan darah. Kondisi tersebut tentunya sangat merugikan bagi pemilik kuda. Berdasarkan hal diatas Penulis tertarik untuk membahas kasus-kasus GTCT pada kuda yang terjadi di Indonesia khususnya pada tahun 2006-2014. Diharapkan karya tulis ini dapat memberikan acuan informasi mengenai prevalensi GTCT dan keberhasilan penanganannya pada kuda betina.

Tujuan Studi Kasus

Studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui rata-rata prevalensi kasus GTCT pada tahun 2006-2014 pada kuda di Indonesia yang diperiksa di Pulau Jawa dan Madura berdasarkan diagnosis secara ultrasonografi serta mengetahui keberhasilan penanganan GTCT secara ovariektomi.

Manfaat Studi Kasus

(12)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Kuda (Equus cabalus)

Kuda memiliki nama latin Equus caballus dalam Famili Equidae, yaitu hewan berkuku satu. Semula kuda hidup liar dan berkelompok hingga suatu saat dijinakkan bangsa nomade di Asia Tengah pada 3000 SM. Penjinakan ini menghasilkan kuda tunggangan dan kuda penghela. Umumnya kuda tunggangan akan dirawat dengan lebih baik dibandingkan dengan kuda penghela (Maswarni dan Rachman 2014).

Kuda memiliki beragam ras. Ras yang digunakan pada studi kasus ini, yaitu lokal, generasi (G), kuda pacu Indonesia (KPI), thoroughbred, dan warmblood. Ras kuda lokal di Indonesia sangat beragam. Ukuran dari kuda lokal yang kecil, sekitar 1.13-1.33 m mengklasifikasikan kuda Indonesia termasuk ke kuda poni (Siregar 2011). Berdasarkan dari letak geografisnya, umumnya ras kuda lokal disebut dari wilayah kuda tersebut berada. Contoh dari kuda lokal Indonesia diantaranya, kuda gayo, batak, priangan, jawa, sandel, timor, flores, sumba, padang, makassar, dan bima (Astari 2011; Siregar 2011).

Berdasarkan dari perkawinan antara kuda lokal dengan kuda thoroughbred, didapatkan kuda generasi (G). Perkawinan antar kuda G3, G3 dan G4, serta antar G4 akan menghasilkan kuda pacu Indonesia (KPI). Keturunan dari persilangan ini diharapkan memiliki tinggi badan 1.50 m, bentuk tubuh yang serasi, daya tahan yang kuat, dan dapat beradaptasi dengan lingkungan (Maswarni dan Rachman 2014).

Kuda thoroughbred merupakan kuda yang berasal dari Inggris, yang merupakan percampuran dari kuda pejantan timur tengah mediterania dengan kuda betina “royal mares”. Tinggi kuda thoroughbred rata-rata 152.40–172.72 cm dan memiliki berat 1000 sampai 1200 pon, berwarna abu-abu, coklat, hitam, maupun coklat kemerahan. Temperamen dari kuda ini energik dan sangat berperasaan. Kuda thoroughbred memiliki stamina dan kecepatan yang baik. Fungsi lain dari kuda warmblood sebagai kuda pacu, jumping horse, dan dressage horse (Siegal 1996).

Kuda warmblood merupakan percampuran antara kuda hotblood dan coldblood (Price et al. 1998). Kuda ini sangat kuat tetapi memiliki konformasi

(13)

3 (Reeder et al. 2009). Serviks terletak di mulut dari uterus yang memiliki otot sfingter, dinding yang tebal, dan berfungsi sebagai sistem proteksi (Morel 2008).

Uterus merupakan organ muskular berongga dari serviks ke tuba fallopi. Organ ini dibagi menjadi 2 daerah, yaitu bagian badan dan tanduk. Dinding uterus terdiri dari tiga lapis, yaitu perimetrium, miometrium, dan endometrium. Miometrium berfungsi dalam kebuntingan dan untuk kontraksi saat kelahiran, sementara endometrium berfungsi untuk membantu perkembangan konsepsi dan perkembangan serta penempelan plasenta. Endometrium juga memiliki glandula yang berpengaruh pada siklus perubahan hormon (Morel 2008).

Tuba fallopi merupakan perpanjangan dari tanduk uterus yang biasanya memiliki panjang 25-30 cm. Terbagi menjadi dua bagian yang sama rata pada tuba fallopi, yaitu ismus dan ampula. Fertilisasi akan terjadi di ampula. Pada bagian akhir dari tanduk uterus terdapat infundibulum yang dekat pula dengan fosa ovulasi. Infundibulum berbentuk seperti corong yang akan menangkap dan mengirimkan sel ova ke tuba fallopi (Morel 2008). GTCT terjadi di ovarium, sehingga ovarium akan dibahas lebih jelas di subbab berikutnya.

Ovarium

Ovarium pada kuda dewasa berbentuk seperti ginjal, sedangkan pada kuda neonatal dan sebelum pubertas ovariumnya berbentuk oval (Samper 2009; Riegel dan Hakola 2002). Perubahan bentuk ovarium dimulai saat kuda mengalami pubertas pada umur 5-7 bulan. Bentuk ovarium yang awalnya oval kemudian terjadi invaginasi pada korteks sehingga membentuk seperti ginjal (Samper 2009). Ovarium umumnya berada di dorsal abdomen pada sayap tulang iliaka dan tulang lumbal kelima (Samper 2009). Struktur ovarium dari kuda, yaitu zona parenkimatosa berada di bagian dalam dan zona vaskular berada di bagian luar. Zona vaskular terdiri dari pembuluh darah, saraf pembuluh limfatik, serat otot halus, dan jaringan ikat. Zona parenkimatosa terdiri dari berbagai folikel dan korpus luteum pada berbagai tingkat perkembangan dan regresi (König dan Liebich 2007). Zona parenkimatosa hanya mencapai permukaan pada fosa ovulasi,

(14)

4

yang merupakan tempat normal terjadinya ovulasi. Korpus luteum juga terlihat di fosa ovulasi (Riegel dan Hakola 2002).

Sel Granulosa dan Sel Teka

Sel granulosa merupakan lapis tipis dari folikel (Verma 2001). Berdasarkan dari susunan sel granulosa, ukuran sel granulosa, dan tingkat maturasi dari oosit folikel ovarium dapat dibedakan menjadi primordial, primer, sekunder, dan tersier (Verma 2001). Menurut Heffner dan Schust (2005), sel granulosa akan mengubah androgen yang diproduksi sel teka menjadi estrogen.

Saat folikel berkembang, sel teka terbentuk dari diferensiasi fibroblas sehingga membentuk lapisan yang melingkari folikel (Peters dan McNatty 1980). Menurut Verma (2001), sel stroma akan berdiferensiasi membentuk sel sekretori dan sel nonsekretori. Sel yang terlebih dahulu tersusun di lapisan yang mengelilingi folikel disebut sel teka interna, sementara yang mengelilingi lapisan sel teka interna membentuk sel teka eksterna. Testosteron yang disekresikan oleh sel teka secara keseluruhan akan menstimulasi sel granulosa pada hewan domestik (Cupps 1991).

Granulosa-Theca Cell Tumor (GTCT)

Granulosa-theca cell tumor (GTCT) merupakan tumor tipe sex cord-gonadostromal yang akan menyerang sel granulosa dan sel teka (Samper et al. 2007). Kemunculan dari tumor ini berasal dari sex cord stroma yang segaris dengan fosa ovulasi (Hoque et al. 2003). Kista dan multikista umumnya akan ditemukan pula pada ovarium yang terkena GTCT yang terlihat pada Gambar 2 (Samper 2009). Pada ovarium dari penderita akan ditemukan bagian yang nekrohemoragi (Patrick et al. 2003).

(15)

5 Penanganan yang dapat dilakukan adalah insisi dan ovariektomi pada ovarium yang terkena. Pembuangan ovarium yang terkena GTCT dapat menyebabkan ovarium kontralateral yang sebelumnya tidak fertil menjadi fertil kembali. Aktifitas siklus kembali normal dan dapat menyebabkan prognosis fertilitas (Riegel dan Hakola 2002). Diagnosis banding dari GTCT adalah hematoma ovarium, kista adenoma, teratoma, dan neoplasma ovarium lainnya, seperti limfosarkoma/limfoma (Munroe dan Weese 2011).

Ultrasonografi

Ultrasonografi merupakan salah satu alat diagnostik dengan berprinsipkan gelombang suara yang melewati jaringan yang kemudian direfleksi, direfraksi, dan diabsorbsi. Transduser akan merubah gelombang suara yang kembali (echo) menjadi bentuk gambar. Gelombang suara yang digunakan merupakan gelombang suara frekuensi tinggi yang melebihi 20 KHz. Umumnya frekuensi yang digunakan untuk diagnostik adalah 2-10 MHz (Mannion 2006). Frekuensi yang digunakan untuk diagnostik pada ovarium, yaitu 5.0-7.5 MHz (Corley dan Stephen 2008).

Skala abu-abu yang didapatkan sesuai dengan amplitudo atau kekuatan dari echo yang kembali. Terdapat istilah untuk menggambarkan hasil USG, yaitu anechoic, hyperechoic, hypoechoic, dan isoechoic (Mattoon dan Nyland 2015). Anechoic akan terlihat hitam, yaitu di tempat dengan tidak ada echo yang biasanya merupakan struktur yang berisi cairan. Hyperechoic akan berwarna abu-abu hingga putih karena merupakan area dengan intenitas echo yang tinggi. Berbeda dengan hyperechoic, hypoechoic akan berwarna abu-abu gelap karena intensitasnya rendah. Sementara isoechoic merupakan organ atau jaringan yang memiliki intensitas yang sama ketika dibandingkan pada kedalaman yang sama dan pengaturan di mesin atau secara esensial akan sama dengan gambaran normal parenkim.

(16)

6

METODE

Tempat dan Waktu Studi Kasus

Kajian ini dilaksanakan di Unit Rehabilitasi Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB pada bulan Maret-Juli 2015 terhadap rekam medis yang didapatkan pada tahun 2006-2014 dari kuda yang diperiksa di Pulau Jawa dan Madura.

Materi dan Metode Studi Kasus

Dilakukan kajian terhadap data sekunder yang berasal dari rekam medis dari kasus-kasus yang ditangani oleh Unit Rehabilitasi Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB pada kuda-kuda yang berada di Pulau Jawa dan Madura tahun 2006-2014. Pengambilan data ini dilakukan dalam rangka peningkatan populasi kuda di Indonesia. Ras kuda yang digunakan adalah ras lokal, warmblood, thoroughbred, G, dan KPI. Kuda tersebut berasal dari Pulau Sumatera, Jawa, Madura, Bali, Lombok, Sumba, Sulawesi dan Maluku. Pemeriksaan dilakukan dengan mendatangi istal-istal kuda yang berada di daerah Jawa dan Madura. Pemeriksaan yang dilakukan berkaitan dengan pemeriksaan kesehatan secara umum, terutama pemeriksaan kesehatan reproduksi. Pada pemeriksaan reproduksi, ditemukan adanya GTCT pada beberapa kuda yang diperiksa.

(17)

7 Analisis Data

Data ditabulasikan menggunakan Microsoft Excel 2010 kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Seluruh kuda diperiksa menggunakan USG dan hasilnya digunakan untuk mendiagnosa adanya kelainan pada ovarium. Hasil USG ovarium dari penderita GTCT (Gambar 4A) terlihat seperti sarang lebah yang hipoechoic. Hal ini disebabkan ovarium terisi beberapa area seperti kista yang berisi cairan. Jarak antara multikista terlihat tidak teratur. Terlihat pula masa padat yang terlihat hiperechoic. Hal ini seperti yang dilaporkan oleh Maurice (2005). Ovarium lainnya mengalami hipofungsi (Gambar 4B) yang ditandai adanya bagian hipoechoic yang merupakan ovarium dengan folikel yang inaktif dan terlihat ukurannya yang mengecil. Hasil ini sesuai dengan hasil beberapa penelitian dari Watson (1999), McCue et al. (2006), dan Gündüz et al. (2010) yang menyatakan bahwa kuda dengan GTCT pada satu ovariumnya biasanya diikuti dengan hipofungsi dari ovarium lainnya (kontralateral). Diagnosa dapat dilakukan berdasarkan gejala klinis, palpasi transrektal, dan tes laboratorium, seperti analisis hormon inhibin, hormon testosteron, dan histopatologi (Bailey et al. 2002).

Berdasarkan dari diagnosa yang telah dilakukan, dihitung prevalensi kasus GTCT setiap tahunnya (2006-2014). Prevalensi GTCT tahun 2006-2014 berturut-turut sebesar 4.71 %, 11.11 %, 0.36 %, 0.00 %, 0.76 %, 0.25 %, 0.00 %, 0.16 %, dan 0.45 % (Gambar 5). Prevalensi GTCT pada tahun 2007 mencapai angka 11.11 % sementara tahun 2009 dan 2012 hanya 0.00 % karena tidak ditemukannya penderita GTCT. Adanya peningkatan prevalensi pada tahun 2007 diduga karena kurangnya pengetahuan pemilik terhadap perawatan kuda, terutama penggunaan anabolic steroid sebagai penekan estrus yang tidak sesuai dengan dosis dan digunakan terus menerus (Skelton et al. 1991). Berdasarkan pada

Gambar 4 Hasil USG pada ovarium kuda penderita GTCT (A) terlihat bentuk seperti sarang lebah pada ovarium yang terkena dan (B) hipofungsi pada ovarium kontralateralnya

(18)

8

Gambar 5, terlihat bahwa GTCT dapat terjadi setiap tahunnya, walaupun dalam jumlah yang sedikit.

Kuda yang diperiksa dari tahun 2006-2014 sebanyak 2913 ekor dengan 15 ekor terkena GTCT. Kasus GTCT paling banyak ditemukan pada tahun 2006 dan 2007, yaitu sebanyak 4 ekor. Namun, tahun 2009 dan tahun 2012 tidak ada satu ekor pun kuda yang ditemukan mengalami GTCT. Rata-rata prevalensi kasus GTCT dari seluruh penyakit per tahun adalah sebesar 0.51 %. Menurut Sundberg et al. (1977), insidensi kasus GTCT sebesar 2.5 % dari seluruh kasus neoplasma. McCue et al. (2006) menyatakan kasus GTCT terjadi lebih dari 85 % dari seluruh kasus tumor pada saluran reproduksi.

Tabel 1 Jumlah dan prevalensi kasus GTCT pada kuda di Indonesia tahun 2006-2014

No. Tahun Jumlah Populasi

yang diperiksa Jumlah Kasus GTCT Prevalensi (%)

1. 2006 85 4 4.71

2. 2007 38 4 11.11

3. 2008 280 1 0.36

4. 2009 371 0 0.00

5. 2010 394 3 0.76

6. 2011 408 1 0.25

7. 2012 506 0 0.00

8. 2013 608 1 0.16

9. 2014 223 1 0.45

Jumlah 2913 15 -

Rata-rata 324 - 0.51

Umumnya penderita GTCT akan mengalami perubahan perilaku. Hal ini disebabkan adanya ketidakseimbangan hormonal akibat adanya hormon yang dikeluarkan oleh tumor. Tumor yang menyerang sel teka di ovarium akan menyebabkan peningkatan sekresi hormon testosteron. Kegagalan ekspresi enzim

(19)

9 aromatase juga berpengaruh karena hal ini menyebabkan enzim aromatase tidak dapat mengubah testosteron menjadi estradiol sehingga testosteron tertimbun (Hoque et al. 2003). Hormon testosteron yang berlebihan ini akan mengakibatkan perubahan perilaku “stallion like behaviour” yang khas pada penderita GTCT (Stabenfeldt et al. 1979; Crabtree 2011). Pada studi ini diketahui bahwa 14 dari 15 penderita GTCT mengalami gejala “stallion like behavior”. Menurut Ball et al. (2013), sebanyak 55 % dari penderita GTCT mengalami peningkatan testosteron. Pemberian anabolic steroid jangka panjang sebagai penekan estrus juga dapat menimbulkan gejala “stallion like behaviour” (Turner dan Irvine 1982). Namun, belum ada penelitian yang mendukung bahwa pemberian anabolic steroid akan menyebabkan tumor pada kuda.

Apabila tumor menyerang sel granulosa, maka hormon estrogen akan diproduksi berlebihan. Peningkatan hormon estrogen ini menimbulkan gejala nimfomania. Berdasarkan dari penelitian Yoshida et al. (2000) adanya sedikit peningkatan level estradiol pada penderita akan menimbulkan gejala nimfomania. Berbeda dengan Elleberger et al. (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pada kasus malignan GTCT, level estradiol mengalami peningkatan yang abnormal sehingga gejala nimfomania lebih jelas terlihat. Pada studi ini tidak ditemukan penderita dengan gejala nimfomania.

Tumor juga mensekresikan hormon inhibin yang dapat menghambat aktifitas reseptor FSH di ovarium kontralateralnya (Zelli et al. 2006). Hal tersebut menyebabkan folikel tidak dapat tumbuh dengan optimal dan menyebabkan penderita menjadi infertil yang ditandai dengan gejala anestrus. Kuda yang menunjukkan gejala anestrus pada studi ini hanya 1 dari 15 kuda penderita. Namun berdasarkan pemeriksaan USG (Gambar 4B), 13 dari 15 ekor kuda (Tabel 2) yang terkena GTCT mengalami hipofungsi ovarium kontralateral. Menurut Ball et al. (2013), peningkatan level inhibin akan terjadi pada 85 % penderita GTCT. Oleh sebab itu, folikel tidak dapat tumbuh optimal pada ovarium yang abnormal dan menyebabkan penderita menjadi infertil.

(20)

10

Keterangan : (+) = positif bunting; (-) = tidak bunting.

Beberapa tahun sebelum dilakukan pengambilan data studi ini, terdapat kasus GTCT yang menyebabkan kematian pada penderita. Hal tersebut akibat rupturnya GTCT (Gambar 6) sehingga menyebabkan hemaperitoneum, seperti yang dilaporkan Alexander et al. (2004). Selanjutnya, terjadi internal bleeding dan mengakibatkan kematian karena kehilangan darah. Oleh sebab itu, kasus GTCT harus segera dilakukan penanganan yang sesuai sehingga kematian dari pasien dapat dihindari.

Penanganan GTCT dilakukan dengan ovariektomi. Kuda diberikan anastesi general dengan pemberian sedasi terlebih dahulu menggunakan xylazin 10 % dilanjutkan dengan pemberian anastesi ketamin 10 %. Kemudian kuda dibaringkan lateral rekumbensi. Diberikan anastesi lokal, lidokain 2 % pada sekitar fosa paralumbal. Penyayatan dilakukan dengan orientasi di fosa paralumbal sepanjang ± 30 cm. Penyayatan pada bagian flank kanan atau kiri ditentukan oleh adanya tumor. Pada Gambar 7 mengilustrasikan penyayatan yang dilakukan di bagian flank kanan karena tumor yang terbentuk pada ovarium kanan.

Gambar 6 Tumor yang ruptur akibat GTCT tidak ditangani sehingga terjadi internal bleeding yang menyebabkan kematian

(21)

11

Pada flank bagian kanan juga lebih mudah menjangkau ovarium karena tidak tertutupi oleh intestin. Perawatan pasca operasi dilakukan dengan pemberian antibiotik pensilin dan streptomisin serta antiinflamatori, deksametason. Setelah 6 bulan pasca ovariektomi pada kuda penderita, estrus kembali terjadi sehingga kuda dikawinkan. Kembalinya siklus estrus terjadi sendirinya setelah dilakukan ovariektomi. Setelah itu, pada pengecekan kebuntingan setelah 30 hari pasca perkawinan menggunakan USG menyatakan hasil yang positif bunting. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Hoque et al. (2003) yang menyatakan bahwa pengangkatan GTCT dapat mengakibatkan terjadinya kembali siklus dari ovarium kontralateral.

Pengangkatan tumor dapat juga dilakukan dengan laparoskopi menggunakan vessel sealing dan motorized morcellator serta dengan kolpotomi (Bont et al. 2010; Kummer et al. 2009; Hubert et al. 2006; Bosu et al. 1982). Kolpotomi dilakukan dengan penyayatan pada bagian vagina. Keuntungan dari metode ini, yaitu waktu yang digunakan singkat dan fungsi atletik dapat kembali dengan cepat. Metode ini juga memiliki kerugian, yaitu ovariektomi dilakukan dengan visualisasi yang buruk, sehingga hemoragi tidak dapat dideteksi serta rantai écraseur juga dapat menghancurkan mesovarium. Operator yang melakukan operasi ini harus terlatih (Sebaugh dan Schumacher 2014). Kerugian lainnya, yaitu terjadinya iatrogenik peritonitis, pada pasca operatif dapat terjadi exsangunations, dan hernia intestin melalu sayatan tersebut (Packer dan McKane 2012).

Pengangkatan ovarium dengan cara laparoskopi dilakukan dengan penyayatan pada tiga tempat antara kaudal dari tulang rusuk terakhir dengan kranial dari tuber coxae (Lloyd et al. 2007). Penggunaan vessel sealing seperti gunting dengan gagang panjang yang akan memotong mesovarium yang terkena GTCT (Bont et al. 2010; Lloyd et al. 2007; Hubert et al. 2006). Pada motorized morcellator dilakukan pemotongan jaringan ovarium GTCT dengan ujung pisau kerucut yang berputar (Kummer et al. 2009). Penggunaan kedua alat ini biasanya disertai dengan alat kauterisasi sehingga akan menghentikan pendarahan yang terjadi. Namun, di Indonesia penggunaan laparoskopi untuk pengangkatan GTCT belum dilakukan.

Gambar 7 Pasca operasi ovariektomi dengan penyayatan pada flank kanan secara vertikal sepanjang 30 cm untuk pengangkatan GTCT

(22)

12

Ukuran tumor yang ditemukan pada studi ini berkisar 8.08-19.50 cm (Gambar 8A). Bobot ovarium yang terkena GTCT bervariasi tergantung dari ukuran tumor yang terbentuk. Kecepatan perkembangan dari GTCT sampai saat ini belum diketahui. Namun, menurut Crabtree (2011), level inhibin berkorelasi positif dengan bobot tumor. Ellenberger et al. (2007) telah melaporkan GTCT yang sangat besar, yaitu berukuran 65 x 51 x 24 cm dan bobot sebesar 35.52 kg. Menurut McCue et al. (2006) tumor akan bertambah beratnya secara perlahan. Pada Gambar 8B terlihat potongan secara melintang dari tumor. Potongan ini sesuai dengan diagnosa berdasarkan USG yang memperlihatkan adanya multikista pada tumor yang sesuai dengan gambaran USG. Multiple hemoragi juga terlihat jelas saat dilakukan penyayatan pada tumor, seperti yang dilaporkan Ellenberger et al. (2007).

Kebuntingan dapat terjadi pada kuda dengan GTCT. Kasus ini ditemukan pada pemeriksaan kesehatan reproduksi kuda tahun 2015. Hal ini dibuktikan pada Gambar 9 merupakan hasil USG pada kuda bunting yang menderita GTCT. Pada Gambar 9B yang menunjukkan adanya bentuk seperti sarang lebah hipoechoic yang merupakan salah satu diagnosa dari GTCT. Uterus penderita menunjukkan adanya kebuntingan (Gambar 9A). Kebuntingan ini dapat terjadi jika ovarium kontralateral tidak mengalami hipofungsi. Ovarium mengalami fase folikuler sehingga folikel akan berkembang dengan baik. Folikel yang matang kemudian akan ovulasi, sehingga sel ova akan disalurkan ke bagian tuba Fallopi. Sel ova dan sperma akan mengalami fertilisasi dan terjadi perkembangan fetus dalam uterus. Kebuntingan ini bertahan hingga kuda partus dan tetap memiliki GTCT.

Telah dilaporkan juga oleh Gee et al. (2012) dan Murphy et al. (2005) kejadian GTCT pada kuda bunting. Perubahan perilaku”stallion like behaviour” juga ditunjukkan pada kedua penderita tersebut. Gee et al. (2012) telah melakukan pengukuran level inhibin dan testosteron. Terjadi peningkatan level inihibin dan testosteron pada kuda bunting penderita GTCT saat sebelum dilakukannya pengangkatan ovarium GTCT dan mengalami penurunan setelahnya. Menurut Daels et al. (1995) peningkatan level inhibin dan testosteron pada kuda bunting merupakan peningkatan yang biologis pada awal kebuntingan dan akhir kebuntingan. Kedua ovarium secara normal akan membesar pada awal kebuntingan. Hal tersebut menyebabkan kesalahan penafsiran dengan GTCT pada kuda di awal kebuntingan (Gee et al. 2012).

Gambar 8 (A) Ovarium yang GTCT pasca ovariektomi. (B) Potongan melintang tumor terlihat adanya multikista

(23)

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Rata-rata prevalensi kasus GTCT pada kuda di Indonesia tahun 2006-2014 sebesar 0.51 %. Penanganan GTCT dengan ovariektomi dapat mengembalikan siklus normal dari penderita GTCT. Kebuntingan dapat terjadi bersamaan dengan GTCT.

Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme terjadinya kebuntingan pada pasien yang terkena GTCT, terutama pada kuda.

DAFTAR PUSTAKA

Alexander GR, Tweedie MA, Lescun TB, McKinnon AO. 2004. Haemaperitoneum secondary to granulosa cell tumour in two mares. Aust Vet J. 82(8):481-484. doi: 10.1111/j.1751-0813.2004.tb11163x.

Ali A, Alamaary M, Al-Sobayil F, Mehana E, Fathy A. 2013. Ovarian tumours in arabian mares. Comp Clin Pathol. 24(1):157-162. doi: 10.1007/s00580-013-1877-3.

Astari D. 2011. Karakteristik karkas kuda dengan umur, jenis kelamin dan pemanfaatan yang berbeda di kecamatan Binamu, kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Gambar 9 Hasil USG (A) uterus kuda yang terdapat fetus dan (B) ovariumnya yang terkena GTCT dengan gambaran multikista

(24)

14

Bailey MT, Troedsson MHT, Wheaton JE. 2002. Inhibin concentrations in mares with granulosa cell tumours. Theriogenology. 57(7): 1885-1895. doi: 10.1016/s0093-691x(02)00658-1

Ball BA, Conley AJ, Almeida J, Vico AE, Crabtree J, Munro C, Liu IKM. 2013. A retrospective analysis of 2253 cases submitted for endocrine diagnosis of possible granulosa cell tumors in mares. J Equine Vet Sci. 34(2):307-313. doi: 10.1016_j.jevs.2013.07.005.

Bont MPD, Wilderjans H, Simon O. 2010. Standing laparoscopic ovariectomy technique with intraabdominal dissection for removal of large pathologic ovaries in mares. Vet Surg. 39(6):737-741. doi:10.1111/j.1532-950X.2010.00695.x.

Bosu WTK, Camp SCV, Miller RB, Owen RR. 1982. Ovarian disorder: clinical and morphological observations in 30 mares. J Can Vet. 23(1):6-14.

Charman RE, McKinnon AO. 2007. A granulosa-theca cell tumor in a 15-month-old thoroughbred fily. Aust Vet J. 85(3):124-125. doi: 10.1111/j.1751-0813.2007.00110.x.

Corley K, Stephen J. 2008. The Equine Hospital Manual. Oxford (GB): Blackwell Publishing.

Crabtree J. 2011. Review of seven cases of granulosa cell tumour of the equine ovary. Vet Rec. 169(10):251-258. doi: 10.1136/vr.d4635.

Cupps PT. 1991. Reproduction in Domestic Animal. California (US): Academic Press.

Daels PF, Chang GC, Hansen B, Mohammed HO. 1995. Testosterone secretion during pregnancy in mare. Theriogenology. 45(6):1211-1219. doi: 10.1016_0093-691x(96)00076-3.

Ellenberger C, Bartman CP, Hoppen HO, Kratzsch J, Aupperle H, Klug E, Schoon D, Schoon HA. 2007. Histomorphological and immunohistochemical characterization of equine granulosa cell tumor. J Comp Path. 136(2):167-176. doi :10.1016/j.jcpa.2007.01.011. Reproductive performance following unilateral ovariectomy for treatment of ovarian tumors in 7 mares. Turk J Vet Anim Sci. 34(3):283-287. doi: 10.3906/vet-0812-20.

Heffner LJ, Schust DJ. 2005. At A Glance Sistem Reproduksi. Ed ke-2. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.

Hoque SMD, Senba H, Tsunoda N, Derar RI, Watanabe G, Taya K, Osawa T, Miyake YI. 2003. Endocronological change before and after removal of the granulosa-theca cell tumor (GTCT) affected ovary in 6 mares. J Vet Med Sci. 65(8):887-891. doi: 10.1292/jvms.65.887.

Hubert JD, Burba DJ, Moore RM. 2006. Evaluation of a vessel-sealing device for laparoscopic granulosa cell tumor removal in standing mares. Vet Surg. 35(4):324-329. doi: 10.1111/j.1532-950X.2006.00151.x

(25)

15 Johnson S, Daniel J. 2008. Horse Breeds: 65 Popular Horse, Pony, & Draft

Horse Breeds. Minneapolis (US): Voyageur Press.

König HE, Libiech HG. 2007. Veterinary Anatomy of Domestic Mamals Textbook and Colour Atlas. Stuttgart (DE): Schattauer.

Kummer M, Theiss F, Jackson M, Früst A. 2009. Evaluation of a motorized morcellator for laparoscopic removal of granulosa-theca cell tumors in standing mares. Vet Surg. 39(5):649-653. doi:10.1111/j.1532-950X.2010.00688.x.

Lloyd D, Walmsey JP, Greet TRC, Payne RJ, Newton JR, Phillips. 2007. Electrosurgery as the sole means of haemostatis during the laparoscopic removal of pathologically enlarged ovaries in mares: a report case of 55 cases. Equine vet J. 39(3):210-214. doi: 10.2746/042516407X171165225. Mannion P. 2006. Diagnostic Ultrasound in Small Animal Practice. Oxford (GB):

Blackwell Publishing.

McAuliffe S. 2013. Color Atlas of disease and Disorders of The Horse. Liverpool (GB): Saunders Elsevier.

McCue PM, Roser JF, Munro CJ, Liu IKM, Lasley BL. 2006. Granulosa cell tumors of the equine ovary. Vet Clin Equine. 22(3):799-817. doi: 10.1016/j.cveq.2006.08.008.

Meagher DM, Wheat JD, Hughes JP, Stabenfeldt GH, Harris BA. 1977. Granulosa cell tumors in mares-a review of 78 cases. Proc Am Assoc Equine Pract. 23:133-143.

Morel MCCD. 2008. Equine Reproductive Physiology, Rasing, and Stud Management. Wallingford (GB): CABI.

Munroe GA, Weese JS. 2011. Equine Clinical Medicine Surgery and Reproduction. New York (US): CRC Press.

Murphy J, Hendrickson DA, Hendrix S. 2005. Right flank laparoscopic ovariectomy of a regressing granulosa theca cell tumor of a pregnant mare: case review. J Equine Vet Sci. 25(7):309-311. tumor in a two years old miniature horse. J Vet Diagn Invest. 15(1):60-63. doi: 10.1177/104063870301500114.

Peters H, McNatty KP. 1980. The Ovary: Correlation of Structure and Function in Mamals. California (US): Univ of California Pr.

Price DP, Dolensek BB, Rentsch G, Spector DA, Rentsch W. 1998. The Whole Horse Catalog. New York (US): Simon & Schuster.

(26)

16

Riegel RJ, Hakola SE. 2002. Illustrated Atlas of Clinical Equine Anatomy and Common Disorder of the Horse, Volume Two: Reproduction, Internal, and Skin. Ohio (US): Equistar Publications.

Seabaugh KA, Schumacher J. 2014. Urogenital surgery performed with the mare standing. Vet Clin Equine. 30(1):191-209. doi: 10.1016/j.cveq.2013.11.007. Samper JC, Pycock JF, McKinnon A. 2007. Current Therapy In Equine

Reproduction. Missipi (US): Saunders Elsevier.

Samper JC. 2009. Equine Rasing Management and Artificial Insemination. Missouri (US): Saunders Elsevier.

Siegal M. 1996. UC Davis Book of Horses: A Complete Medical Refference Guide For Horses and Foals. New York (US): Harper Collins Pub.

Siregar R. 2011. Kuda beban sebagai alat transportasi di kecamatan Saipar Dolok Hole kabupaten Tapanuli Selatan provinsi Sumatera Utara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Skelton KV, Dowsett KF, McMeniman NP. 1991. Ovarian activity in fillies treated with anabolic steroids prior to the onset of puberty. J Reprod Fertil. 44: 351–356.

Stabenfeldt GH, Hughes JP, Kennedy PC, Meagher DM, Neely DP. 1979. Clinical findings, pathological changes and endocrinological secretory patterns in mare with ovarian tumours. J Reprod Fertil Suppl. 1979(27):277-285.

Sundberg JP, Burnstein T, Page EH, Kirkham WW, Robinson FR. 1977. Neoplasms of equidae. J Am Vet Med. 170(2):150-152.

Turner JE, Irvine CH. 1982. Effect of prolonged administration of anabolic and studies of mares with granulosa-theca cell tumor. J Equine Sci. 11(2):35-43. doi: 10.1294/jes.11.35.

(27)

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 13 September 1992 dari Ayah Eddy Partamihardja dan Ibu Eko Kelonowati. Penulis adalah putri kedua dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Empang 4 Bogor tahun 2004, sekolah menengah pertama di SMP Taruna Andigha Bogor tahun 2007, dan sekolah menengah atas di Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBo) pada tahun 2011.

Gambar

Gambar 1  Saluran reproduksi pada kuda betina (Morel 2008)
Gambar 3    Granulosa-theca cell tumor (GTCT) (McAullife 2013)
Gambar 5, terlihat bahwa GTCT dapat terjadi setiap tahunnya, walaupun dalam jumlah yang sedikit
Tabel 2   Ringkasan kasus GTCT yang terjadi pada kuda di Indonesia tahun 2006-2014
+2

Referensi

Dokumen terkait

Upaya Peningkatan Peran Serta Keluarga Dalam Pemberian Pengobatan dan Pengawasan Obat Serta Penanganan dengan Metode KIE pada Pasien Tuberculosis Paru (studi

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prevalensi penderita hidronefrosis pada kasus batu saluran kemih (nefrolitiasis dan vesicolitiasis) berdasarka temuan

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode etnografi dengan memfokuskan pada studi kasus mengenai lapangan pekerjaan bangunan pada masyarakat sub urban di

Oleh karenanya, hal tersebut yang melandasi peneliti memilih metode studi kasus, karena dapat menghimpun informasi secara detail dan mendalam mengenai strategi komunikasi

Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Berbasis Komputer dengan Metode Rapid Application Development (RAD) : Studi Kasus

Metode penulisan yang digunakan dalam studi kasus ini adalah metode deskriptifanalitik melalui studi kasus menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan memfokuskan pada

Hasil laporan studi kasus komprehensif dapat memberikan informasi kepada orang tua dan anak penderita leukemia limfoblastik akut (LLA) tentang pelaksanaan

Adapun mengenai Peranan Lembaga Bantuan Hukum Dalam Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum (Studi Kasus: 2011- 2015 di Kota Makassar), terkait yang diteliti oleh penulis,