• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sagu) dan Koro Pedang (Canavalia ensiformis) Dalam Produk Sup Krim Instan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sagu) dan Koro Pedang (Canavalia ensiformis) Dalam Produk Sup Krim Instan."

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN PATI SAGU (Metroxylon sagu) DAN

KORO PEDANG (Canavalia ensiformis) DALAM

PRODUK SUP KRIM INSTAN

MEGA PUSPA WANGI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sagu) dan Koro Pedang (Canavalia ensiformis) Dalam Produk Sup Krim Instan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Mega Puspa Wangi

(4)
(5)

ABSTRAK

MEGA PUSPA WANGI. Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sagu) dan Koro Pedang (Canavalia ensiformis) Dalam Produk Sup Krim Instan. Dibimbing oleh C.C NURWITRI dan ENDANG YULI PURWANI.

Sagu dan koro pedang merupakan komoditas lokal yang potensial untuk dikembangkan menjadi produk pangan. Salah satunya adalah menjadi sup krim instan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan pati sagu dan koro pedang dalam pembuatan produk sup krim instan, mendapatkan formula terpilih, menguji daya cerna pati dan protein secara in vitro, dan melakukan karakterisasi kimia, fisik, dan organoleptik. Bahan-bahan penyusun sup krim instan adalah air kaldu ayam, susu full cream, pati sagu fakale, pati sagu pregelatinisasi (sagu lempeng ambon), tepung tempe koro pedang, garam, butter, gula, dan lada bubuk. Tahapan penelitian ini terdiri dari tahap penelitian pendahuluan (analisis profil gelatinisasi pati) dan penelitian utama (formulasi sup krim instan, analisis organoleptik, proksimat, daya cerna pati in vitro, daya cerna protein in vitro, dan fisik). Hasil analisis kimia menunjukkan sup krim instan pati sagu fakale memiliki kadar air 3.08±0.01%(bb), abu 4.15±0.01%(bb), protein 15.06±0.10%(bb), lemak 14.11±0.01%(bb), karbohidrat 63.60±0.12%(bb), daya cerna protein 16.47%, dan daya cerna pati 76.48%. Sup krim instan pati sagu pregelatinisasi memiliki kadar air 2.38±0.02%(bb), abu 4.76±0.03%(bb), protein 10.62±0.16%(bb), lemak 9.67±0.02%(bb), karbohidrat 72.57±0.17%(bb), daya cerna protein 12.23%, dan daya cerna pati 79.39%. Kedua produk sup krim instan pati sagu ini telah memenuhi SNI sup krim instan dalam hal kadar air, lemak, dan protein. Hasil pengukuran rendemen, daya rehidrasi, dan viskositas untuk sup krim instan pati sagu fakale berturut-turut adalah 20.69%, 0.87 mL/g, dan 782 cP. Sedangkan untuk sup krim instan pati sagu pregelatinisasi adalah 19.05%, 1.63 mL/g, dan 917 cP. Analisis warna untuk kedua produk menghasilkan nilai hue pada kisaran merah-kuning. Uji organoleptik rating hedonik pada taraf kepercayaan 95% menunjukkan kedua produk tidak berbeda nyata dan memiliki skor penilaian pada kisaran agak suka hingga suka.

(6)

ABSTRACT

MEGA PUSPA WANGI. Utilization of Sago Starch (Metroxylon sagu) and Jack Bean (Canavalia ensiformis ) on Instant Cream Soup Product. Supervised by C.C NURWITRI and ENDANG YULI PURWANI.

Sago and jack bean are local commodities with potential to be developed into food product. One of the alternatives is to be instant cream soup. The purpose of this research was to optimize the utilization of sago starch and jack bean on instant cream soup product, to get selected formula, to find out starch and protein

in vitro digestibility and to perform product chemical, physical and sensory characterization. The ingredients of instant cream soup are chicken broth, full cream

milk, fakale sago starch, pregelatinized sago starch (lempeng ambon sago), jack bean tempeh flour, salt, butter, sugar, and pepper powder. Stages of this research consisted of preliminary study phase (starch gelatinization profile analysis) and primary research (instant creamy soup formulation, organoleptic analysis, proximate, in vitro starch digestibility, in vitro protein digestibility and physical). The results of chemical analysis showed that fakale sago starch instant cream soup has moisture content 3.08±0.01%(wb), ash 4.15±0.01%(wb), protein 15.06±0.10%(wb), fat 14.11±0.01%(wb), carbohydrates 63.60±0.12%(wb), digestibility of protein 16.47% and starch digestibility 76.48%. Pregelatinized sago starch instant cream soup has moisture content 2.38±0.02%(wb), ash 4.76±0.03%(wb), protein 10.62±0.16%(wb), fat 9.67±0.02%(wb), carbohydrate 72.57±0.17%(wb), digestibility of protein 12.23% and starch digestibility of 79.39%. Both instant cream soup products have met SNI standard for instant cream soup in terms of water, fat and protein content. Yield measurement, rehydrability, and viscosity measurement results of fakale sago starch instant cream soup respectively are 20.69%, 0.87 mL/g and 782 cP. While pregelatinized sago starch instant cream soup are 19:05%, 1.63 mL/g and 917 cP. Analysis of color on both products showed that Hue value is in the range of red-yellow. Hedonic rating

sensory test on significance rate 95% indicates the two products do not significantly different and has assessment score in the range of slightly like to like.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

PEMANFAATAN PATI SAGU (Metroxylon sagu) DAN

KORO PEDANG (Canavalia ensiformis) DALAM

PRODUK SUP KRIM INSTAN

MEGA PUSPA WANGI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyususnan skripsi yang berjudul Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sagu) dan Koro Pedang (Canavalia ensiformis) Dalam Produk Sup Krim Instan. Skripsi ini dibuat setelah melakukan penelitian yang dimulai bulan Februari 2015 sampai bulan Juli 2015 di Balai Besar Pascapanen Pertanian.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir C.C Nurwitri, DAA dan Dr Ir Endang Yuli Purwani, M Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran dan arahan dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini, sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan baik. Terima kasih juga kepada Bapak Dr Tjahja Muhandri, STP, MT selaku dosen penguji. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Balai Besar Pascapanen Pertanian yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan seluruh pegawai Balai Besar Pascapanen yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, mbak Sasa; teman satu bimbinganku Anindita Shabrina; teman seperjuanganku di BB Pascapanen Harry, Lusy, dan Lukman, serta keluarga besar Autoclave ITP 48, atas segala doa, motivasi, dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

METODE ... 3

Waktu dan Tempat Penelitian ... 3

Bahan ... 4

Alat ... 4

Prosedur Penelitian ... 4

Penelitian Pendahuluan ... 4

Penelitian Utama ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

Penelitian Pendahuluan ... 13

Analisis Profil Gelatinisasi Pati Sagu Fakale dan Pati Sagu Pregelatinisasi ... 13

Penelitian Utama ... 16

Pembuatan Sup Krim Instan ... 16

Uji Organoleptik Sup Krim Instan ... 19

Analisis Kimia ... 21

Kadar Proksimat ... 21

Daya Cerna Pati ... 23

Daya Cerna Protein secara in Vitro... 24

Analisis Fisik ... 26

Rendemen ... 26

Daya Rehidrasi ... 26

Viskositas ... 27

Warna ... 28

(12)

Simpulan ... 29

Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

LAMPIRAN ... 34

RIWAYAT HIDUP ... 44

DAFTAR TABEL

1 Komposisi kimia pati sagu per 100 g bahan 1

2 Kandungan Gizi Koro pedang per 100 g Bahan 2

3 Tabel Luff Schroll 10

4 Profil Gelatinisasi Pati Sagu Fakale dan Pati Sagu Pregelatinisasi 15 5 Formula Sup Krim Instan Basis 250 g Pati Sagu 17 6 Hasil Uji Rating Hedonik Sup Krim Instan 20

7 Hasil Analisis Proksimat Sup Krim Instan 21

8 Hasil Analisis Daya Cerna Pati Metode Glukometri 23 9 Hasil Analisis Daya Cerna Protein in Vitro Sup Krim Instan 25

10 Hasil Pengujian Fisik Sup Krim Instan 26

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir proses pembuatan adonan sup krim 6 2 Diagram alir proses pembuatan sup krim instan 7 3 Profil gelatinisasi pati sagu fakale dan pati sagu pregelatinisasi 15 4 Penampakan tepung sup krim instan pati sagu 17 5 Sup krim instan pati sagu setelah diseduh air panas 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lembar penilaian uji rating hedonik sup krim instan 34

2 Hasil uji kadar air (BB) 35

3 Hasil uji kadar air (BK) 35

4 Hasil uji kadar abu (BB) 36

(13)

6 Hasil uji kadar lemak (BB) 37

7 Hasil uji kadar lemak (BK) 37

8 Hasil uji kadar protein (BB) 38

9 Hasil uji kadar protein (BK) 38

10 Hasil uji kadar karbohidrat (BB) 39

11 Hasil uji kadar karbohidrat (BK) 39

12 Hasil analisis daya cerna protein in vitro 40

13 Hasil analisis daya cerna pati 40

14 Grafik daya cerna pati sup krim instan pati sagu 41 15 Hasil analisis warna sup krim instan pati sagu 41 16 Hasil uji T-test kadar proksimat basis basah 42 17 Hasil uji T-test kadar proksimat basis kering 42 18 Hasil uji T-test daya cerna protein in vitro 42

19 Hasil uji T-test rating hedonik 43

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sagu merupakan salah satu komoditas pangan lokal yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif bagi masyarakat Indonesia selain beras. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan karbohidratnya yang tinggi, kemampuan subtitusi tepung dalam industri pangan, peluang meningkatkan produktivitas, potensi areal dan perluasannya, serta kemungkinan diversifikasi produk (Alfons dan Bustaman 2005). Pohon sagu banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia, terutama di Papua. Luas areal tanaman sagu di dunia diperkirakan kurang lebih 2 200 000 ha, 1 128 000 ha diantaranya terdapat di Indonesia (Alfons dan Rivaie 2011). Sagu mampu menghasilkan pati kering hingga 25 ton per hektar, jauh melebihi produksi pati beras atau jagung yang masing-masing hanya 6 ton dan 5.5 ton per hektar. Sagu tidak hanya menghasilkan pati terbesar, tetapi juga menjanjikan produksi pati sepanjang tahun. Setiap batang bisa memproduksi sekitar 200 kg tepung sagu basah per tahun (Prihandana dan Hendroko 2008). Kandungan gizi pati sagu secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia pati sagu per 100 g bahan

Komponen Jumlah

Kalori (kkal) 353

Protein (g) 0.7

Lemak (g) 0.2

Karbohidrat (g) 84.7

Air (g) 14.0

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1990).

Ketersediaan yang melimpah dan kandungan pada sagu menjadikan prospek dan peluang pengembangan sagu sebagai bahan pangan cukup menjanjikan. Sayangnya angka konsumsi sagu dan pemanfaatan sagu sebagai sumber karbohidrat masih rendah dan terbatas. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan sagu dan usaha peningkatan nilai tambah melalui perbaikan dan peningkatan produk olahan berbasis sagu yang berdaya saing tinggi, salah satunya dengan mengaplikasikannya sebagai sumber karbohidrat dan pengental dalam produk sup krim instan. Pembuatan sup krim instan pada penelitian ini menggunakan dua jenis pati sagu yaitu pati sagu fakale dan pati sagu pregelatinisasi (sagu lempeng ambon).

(16)

2

ready to cook adalah sup krim instan. Sup krim instan dapat menjadi alternatif untuk sarapan karena kecukupan energi dan gizinya yang diberikan untuk tubuh, praktis dalam persiapan, dan tidak membutuhkan waktu lama dalam penyajiannya. Bahan utama dalam pembuatan sup krim instan adalah air kaldu, pati, dan susu full cream. Sup krim berbeda dengan sup pada umumnya karena teksturnya yang kental.

Sebagai sumber energi, sagu setara dengan beras, jagung, singkong, kentang, dan tepung terigu. Demikian pula kadar karbohidratnya, setara pula dengan yang terdapat pada tepung beras, singkong, dan kentang. Dibandingkan dengan tepung jagung dan tepung terigu, kandungan karbohidrat tepung sagu relatif lebih tinggi. Sayangnya, sagu termasuk bahan pangan yang sangat miskin akan protein. Menyadari potensi gizi sagu yang tidak selengkap dan sebaik bahan makanan pokok lain, sagu harus dikonsumsi bersama-sama dengan bahan lain yang dapat saling melengkapi. Oleh karena itu dalam pembuatan sup krim instan ini, selain memanfaatkan potensi dari sagu juga digunakan bahan lain sebagai sumber protein yaitu kacang koro pedang. Koro pedang merupakan salah satu jenis koro-koroan yang dapat digunakan sebagai sumber protein nabati dengan kandungan protein 27.4% (Suciati 2012).

Tabel 2. Kandungan Gizi Koro pedang per 100 g Bahan

Komposisi Nilai

(17)

3 menghilangkan kandungan asam sianida pada koro pedang. Penghilangan asam sianida dengan cara perebusan dan perendaman merupakan teknik yang paling mudah dilakukan dan cukup efektif karena HCN bersifat mudah menguap dan mudah larut dalam air (Sulistyawati et al. 2012). Proses seperti perendaman dan perebusan serta fermentasi dilakukan pada pembuatan tempe koro pedang yang akan digunakan pada pembuatan sup krim instan, sehingga dapat dipastikan bahwa kandungan asam sianida pada koro pedang sudah berkurang bahkan hilang.

Perumusan Masalah

Sagu dan koro pedang merupakan komoditi pangan lokal yang potensial untuk dikembangkan. Jumlah produksi yang melimpah dan kandungan gizi yang baik tidak diimbangi dengan upaya pemanfaatan yang optimal. Salah satu upaya untuk memanfaatkan sagu dan koro pedang adalah mengolahnya menjadi sup krim instan, mengingat gaya hidup masyarakat yang mengarah ke kehidupan serba praktis. Dalam penelitian ini akan dihasilkan dua produk yaitu sup krim instan pati sagu fakale dan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi. Kedua sup krim instan akan dianalisis dari segi kimia, fisik, dan organoleptik.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memanfaatkan pati sagu dan koro pedang dalam pembuatan produk sup krim instan. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah mendapatkan formula terpilih, menguji daya cerna pati dan protein secara in vitro, dan melakukan karakterisasi kimia, fisik, dan organoleptik.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif dalam diversifikasi pangan yang sesuai dengan gaya hidup masyarakat saat ini. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi pemanfaatan pati sagu dan tempe koro pedang pada produk sup krim instan. Hal tersebut berkaitan dengan usaha peningkatan nilai tambah dan upaya dalam meningkatkan potensi produk lokal.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

(18)

4

Bahan

Pada penelitian ini bahan yang digunakan untuk memproduksi sup krim instan adalah punggung ayam, susu cair full cream, susu bubuk full cream, pati sagu fakale, pati sagu pregelatinisasi (sagu lempeng ambon), tepung tempe koro pedang, garam, gula, butter, lada bubuk, daun bawang, daun seledri, bawang putih, minyak sawit, dan maltodekstrin. Bahan untuk analisis kimia adalah NaOH, H2SO4 pekat, HCl, akuades, pelarut hexana, HgO, Na2S2O3, H3BO3, K2SO4, indikator MRMB, TCA, Na2CO3, Folin Ciocalteau, kasein, enzim tripsin (Merck 108444 EC 3.4.21.4 from porcine pancreas), enzim kimotripsin (Merck 230900 EC 3.4.21.1

from human pancreas), enzim α-amilase (Sigma A-3176 Type VI-B), enzim pepsin (Sigma P-6887 from gastric porcine mucosa), enzim pankreatin (Sigma p1750 from porcine pancreas), enzim amiloglukosidase (Sigma A-7420 from Aspergillus niger), KI, buffer karbonat, buffer asetat, larutan Luff Schroll, dan bahan kimia lainnya.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk memproduksi adonan sup krim, drum drier double drum, ayakan 80 mesh, brabender amilograph, boiler, oven, tanur listrik, vortex, sentrifuge, labu Kjehldal, kondensor, pH meter, glukometer glucoDR™ AGM-2100, chromameter Minolta CR-310,kertas saring, alat ekstraksi Soxhlet, spektrofotometer UV-VIS, inkubator, mikropipet, Brookfield viscometer, tabung sentrifuge, desikator, cawan porselen, aluminium, dan alat gelas untuk analisis kimia.

Prosedur Penelitian

Penelitian Pendahuluan

Analisis Profil Gelatinisasi (AACC 22-12 dalam Hung dan Morita 2005) Sebanyak 450 mL akuades diukur dengan menggunakan gelas ukur. Sampel sebanyak 45 g dimasukkan ke dalam gelas piala kemudian dilarutkan dengan sebagian akuades hingga terbentuk suspensi. Suspensi dimasukkan ke dalam bowl amilograph dan sisa akuades digunakan untuk membilas gelas piala kemudian dimasukkan ke dalam bowl amilograph. Lengan sensor dipasang dan dimasukkan ke dalam bowl dengan cara menurunkan head amilograph. Suhu awal diatur dengan termoregulator pada suhu 30 oC kemudian diubah pengatur suhu berada di bawah suhu 97 oC dan mesin amilograph dinyalakan sehingga bowl berputar pada kecepatan 75 rpm dengan kenaikan suhu 1.5 oC per menit. Mesin

(19)

5 komputer menggunakan program amilografi. Hasil grafik perubahan viskositas dapat langsung dicetak dengan printer.

Perhitungan analisis amilograph dilakukan dengan rumus : Suhu awal gelatinisasi = suhu pada saat kurva mulai naik

Suhu puncak gelatinisasi = suhu saat viskositas maksimum dicapai Perhitungan suhu gelatinisasi = suhu awal + [waktu (menit) x 1.5 oC/mnt] Viskositas maksimum = viskositas pasta pada puncak gelatinisasi

Breakdown viscosity = viskositas maksimum – viskositas pada suhu 95 oC setelah 10 menit formulasi dari Inglett dan Inglett (1982). Formula modifikasi hasil trial error yang akan digunakan adalah air kaldu ayam, susu full cream, tepung pati sagu, tepung tempe koro pedang, butter, gula, garam, dan lada bubuk.

Tahapan pertama dalam pembuatan sup krim ini adalah pembuatan kaldu ayam. Persiapan kaldu ayam terdiri dari dua tahapan, yaitu perebusan punggung ayam dan penumisan bawang. Perebusan punggung yang telah dicacah dilakukan dengan perbandingan antara punggung ayam dan air sebesar 1:3 pada suhu 90 oC selama 20 menit. Sementara penumisan bawang putih, daun bawang, dan daun seledri dengan minyak sawit dilakukan selama 3 sampai 5 menit. Pada saat air mulai mendidih, tumisan daun bawang, daun seledri, dan bawang putih dimasukkan ke dalam air rebusan punggung ayam. Perbandingan antara punggung ayam, daun bawang, daun seledri, bawang putih, dan minyak sawit adalah 1 : 0.15 : 0.08 : 0.03 : 0.007. Setelah perebusan selesai, air kaldu ayam ditiriskan dan disaring.

Tahapan berikutnya adalah penimbangan semua bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan sup krim dan pemasakan. Pemasakan sup krim dimulai dengan memanaskan bahan I yang terdiri dari kaldu ayam, susu full cream, dan gula hingga mencapai suhu 72 oC untuk pati sagu fakale dan suhu 55.5 oC untuk pati sagu pragelatinisasi sambil diaduk perlahan agar homogen. Selanjutnya bahan II yang terdiri dari pati sagu yang telah dicampur dengan air kaldu ayam ditambahkan ke dalam campuran bahan I dan diaduk perlahan hingga tercampur rata. Terakhir adalah menambahkan bahan III yang terdiri dari tepung tempe koro pedang, butter, garam, dan lada bubuk ke dalam adonan hasil pencampuran bahan I dan bahan II lalu diaduk dan dibiarkan sampai mengental.

(20)

6

Tahap selanjutnya adalah melakukan uji organoleptik, uji kimia, uji daya cerna pati dan protein in vitro, serta uji fisik. Diagram alir proses pembuatan sup krim instan dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1 Diagram alir proses pembuatan adonan sup krim Bahan I Air Kaldu Ayam , Susu Full cream, Gula

Dipanaskan (suhu 72 oC (pati sagu fakale)/suhu 55.5 oC (pati sagu pragelatinisasi)) sambil diaduk perlahan agar

homogen

Adonan I Bahan II

Pati Sagu, Air Kaldu Ayam

Adonan II (Bahan I dan

Bahan II) Bahan III

Tepung Tempe Koro Pedang, Butter, Garam,

Lada Bubuk

Diaduk dan dibiarkan sampai mengental

(suhu dipertahankan pada kisaran suhu gelatinisasi pati)

(21)

7

Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan sup krim instan

Uji Organoleptik Sup Krim Instan (BSN 2006)

Sifat organoleptik dari produk tepung sup krim instan dianalisis dengan menggunakan uji rating hedonik. Panelis dipilih secara acak (panelis non standar) dan berjumlah 30 orang. Panelis menilai sifat spesifik sampel sup krim instan yang disajikan dalam gelas kecil dalam keadaan hangat. Penilaian terhadap sup krim instan ini dimulai dari warna kemudian dilanjutkan rasa, aroma, tekstur, kekentalan, dan yang terakhir penampakan umum. Penilaian terhadap sampel sup krim instan ini dalam bentuk tingkat kesukaan dari selang 1 sampai 7, dengan (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) netral, (5) agak suka, (6) suka, dan (7) sangat suka.

Analisis Kimia

Kadar Air Metode Oven (AOAC 2006)

Analisis kadar air dilakukan dengan cara sebagai berikut: cawan aluminium kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang (A). Sejumlah sampel dengan bobot tertentu (B) dimasukkan ke dalam cawan. Tutup cawan dibuka, cawan berisi sampel beserta tutupnya dikeringkan dalam oven suhu 105 oC selama 6 jam. Selanjutnya cawan dipindahkan ke dalam desikator dan didinginkan selama 15 menit, lalu ditimbang kembali (C). Kadar air contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut.

Adonan Sup Krim

Dimasukkan ke dalam Drum Drier

(double drum, diameter 25 cm) dengan parameter proses tekanan boiler 2-3 bar

dan putaran silinder 3 rpm

Lempengan dihaluskan dengan mesin penggiling dan ayakan 80

mesh

(22)

8

Kadar Air (%bb) = − − × Kadar Air (%bk) = %

− % ×

Keterangan : bb = basis basah bk = basis kering

Analisis Kadar Abu (AOAC 2006)

Cawan porselen yang dipersiapkan untuk pengabuan dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel dengan bobot tertentu (B) dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya, dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400–600 oC selama 4–6 jam hingga terbentuk abu berwarna putih dan memiliki bobot konstan. Abu beserta cawan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang (C). Kadar abu contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Kadar Abu (%bb) = − × Kadar Abu (%bk) = � %

− ×

Analisis Kadar Protein (AOAC 2006)

Sebanyak 0.1-0.25 gram sampel ditimbang di dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1.0 ± 0.1 gram K2SO4, 40 ± 10 mL HgO, dan 2.0 ± 0.1 mL H2SO4, selanjutnya sampel didihkan sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu Kjeldahl dibilas dengan 1-2 mL air destilata, kemudian air cuciannya dimasukkan ke dalam alat destilasi, pembilasan dilakukan sebanyak 5–6 kali. Larutan 60% NaOH – 5% Na2S2O3.5H2O ditambahkan sebanyak 8–10 mL ke dalam alat destilasi.

Di bawah kondensor diletakkan Erlenmeyer yang berisi 5 mL larutan H3BO3 jenuh dan 2–4 tetes indikator (campuran 2 bagian 0.2% metilen merah dan 1 bagian 0.2% metilen biru dalam etanol 95%). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3, kemudian dilakukan destilasi sehingga diperoleh sekitar 15 mL destilat. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0.1N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Kadar protein kasar dapat dihitung dengan persamaan :

Kadar N (%bb) = − x x . ×

Kadar Protein (%bb) = %N x Fk Kadar Protein (%bk) = P

(23)

9 Keterangan :

Fk : Faktor konversi (5.70 untuk tepung dan 6.25 untuk campuran) Analisis Kadar Lemak (AOAC 2006)

Sebanyak 1–2 gram sampel dimasukkan ke dalam kertas saring. Kertas saring berisi contoh tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C hingga kering. Kertas saring yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam selo selongsong dengan sumbat kapas. Selongsong tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet dan dihubungkan dengan kondensor dan labu lemak. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut hexana dimasukan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 6 jam. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan diulangi hingga mencapai berat tetap. Kadar lemak dapat diperoleh dengan persamaan berikut :

Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by difference

(24)

10

Tabel 3 Tabel Luff Schroll Selisih titrasi

Kadar pati dihitung dengan rumus sebagai berikut : Kadar pati % =� � .9 � �w � %

Keterangan:

a = jumlah C6H12O6 berdasarkan Tabel 3 (mg) p = faktor pengenceran

w = bobot contoh (mg)

Daya Cerna Pati (Sopade dan Gidley 2009)

Sebanyak 500 mg sampel ditimbang di dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 1 mL artificial saliva yang mengandung α-amilase selama 15

– 20 detik. Sampel ditambahkan 5 mL pepsin (1 mL per mL 0.02 M HCl). Sampel diinkubasi pada suhu 37 °C selama 30 menit dan dinetralisasi dengan 5 mL 0.02 M NaOH. Sebelum pH menuju 6, sampel ditambahkan 25 mL 0.2 M bufer natrium asetat, 5 mL pankreatin (2 mg per mL bufer asetat), dan 5 mL amiloglukosidase (28 U per mL bufer asetat). Larutan diinkubasi dan dilanjutkan dengan pengukuran konsentrasi glukosa dengan menggunakan glukometer GlucoDr™ pada menit ke- 30. Daya cerna pati dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.

Daya Cerna Pati (%) = . x x P x . x x

x S −

0.9 = Konstanta stoikiometri dari gula ke pati G = Angka terbaca pada glukometer (mg/dl) 180 = Berat molekul glukosa

0.0555 = Konversi satuan mg/dl menjadi mmol/l FP = Faktor pengenceran

V = Volume total sampel (mL) W = Berat sampel (g)

(25)

11 M = Kadar air (%)

Analisis Daya Cerna Protein secara in Vitro (Saputra 2014)

Sampel dibuat menjadi bentuk serbuk kering. Kasein standar (kontrol) dan sampel yang berbentuk serbuk kering diambil sebanyak 0.5 g untuk 2 ulangan. Sampel kemudian ditambahkan dengan 30 mL aquades pH 8.0 dan diaduk dengan vortex hingga homogen. Campuran yang telah homogen kemudian diambil sebanyak 20 mL untuk dilakukan perlakuan sementara sisanya dilakukan pengukuran pH awal. Dari 20 mL sampel yang telah diambil kemudian dibagi dua untuk 2 perlakuan. Perlakuan pertama, yakni sebagai blanko (ditambahkan 1 mL akuades) dan perlakuan kedua diberi 1 mL larutan campuran enzim. Kedua sampel tersebut kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37 oC. Larutan yang telah diinkubasi

tersebut kemudian diambil sebanyak 2 mL dan dimasukkan ke tabung reaksi, sementara sisanya dilakukan pengukuran pH setelah diinkubasi. Dua mL larutan pada tabung reaksi kemudian ditambahkan TCA 0.1 M sebanyak 4 mL lalu divorteks dan disentrifugasi 3500 rpm selama 10 menit. Supernatan yang dihasilkan dari hasil sentrifugasi diambil sebanyak 1.5 mL kemudian ditambahkan Na2CO3 sebanyak 5 mL serta folin sebanyak 1 mL. Larutan tersebut kemudian diinkubasi selama 20 menit pada suhu 37 oC; dan terakhir

dilakukan pengukuran absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 578 nm.

Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui efisiensi proses pembuatan tepung sup instan jamur kuping. Persentase rendemen dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Rendemen (%) = ×100%

Daya Rehidrasi (Yoanasari 2003)

Sampel sebanyak 1 gram ditambah 10 mL akuades dan diaduk dengan vorteks. Selama 30 menit didiamkan pada suhu kamar. Selanjutnya campuran tersebut disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Daya rehidrasi dihitung dengan rumus :

Daya rehidrasi (mL/g) = − Keterangan :

a = volume air mula-mula (mL) c = bobot sampel (g) b = volume supernatant (mL)

Uji Viskositas Fluida (Faridah et al. 2012)

(26)

12

menggunakan air sebanyak 400 mL selama ± 4 menit. Sampel diukur pada suhu 50 oC. Instrumen viskometer dipersiapkan pada posisi operasi. Sampel yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam gelas viskometer. Rotor pengukur dikaitkan pada lubang yang menghubungkan rotor dengan instrumen, lalu dimasukkan ke dalam gelas viskometer untuk mengukur sampel. Kemudian instrumen dinyalakan dan ditunggu sampai jarum angka stabil berhenti pada kisaran angka yang terdapat didalam instrumen. Besar angka yang diperoleh merupakan nilai viskositas dari sampel yang diukur. Satuan yang digunakan adalah centipoise (cP).

Lightness dan Hue (McLellan et al. 1994)

Pengukuran lightness sampel secara objektif dilakukan dengan menggunakan chromameter. Chromameter dikalibrasi terlebih dahulu dengan plat kalibrasi. Pengukuran lightness dilakukan sebanyak lima kali untuk setiap sampel. Hasil pengukuran dengan chromameter berupa nilai Hunter L*, a*, dan b* dengan interpretasi sebagai berikut.

L* = Lightness (kecerahan) dengan kisaran 0 – 100 Nilai hue dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.

hue º = tan- b* a* a* = Nilai warna campuran merah – hijau

a* positif (+) antara 0 – 100 untuk warna merah a* negatif (-) antara 0 – (-80) untuk warna hijau b* = Nilai warna campuran biru – kuning

b* positif (+) antara 0 – 70 untuk warna kuning b* negatif (-) antara 0 – (-80) untuk warna biru Analisis Data

Data hasil analisis yang diperoleh disajikan dalam bentuk rata-rata dan dianalisis statistik dengan menggunakan SPSS 20.0 dengan uji T-test

(27)

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan

Analisis Profil Gelatinisasi Pati Sagu Fakale dan Pati Sagu Pregelatinisasi

Struktur semikristal granula pati bersifat tidak larut dalam air dingin. Apabila granula pati disuspensikan dalam air maka pati berangsur-angsur akan mengendap, namun granula pati akan mengembang alam air panas setelah melewati suhu tertentu. Proses pengembangan granula pati tersebut bersifat bolak-balik (reversible) jika tidak melewati suhu gelatinisasi dan akan menjadi tidak bolak-balik (irreversible) apabila telah mencapai suhu gelatinisasi (Greenwood dan Munro 1979). Gelatinisasi merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan serangkaian kejadian tidak dapat balik (irreversible) yang terjadi pada pati saat dipanaskan dalam sistem air (Winarno 2008). Gelatinisasi disebut juga sebagai peristiwa koagulasi koloid yang mengakibatkan terperangkapnya air.

Mekanisme gelatinisasi diawali dengan adanya pemberian air yang akan mengganggu kristalinitas amilosa dan mengganggu struktur heliksnya. Pembengkakan diawali pada bagian amorf atau bagian yang kurang rapat, merusak ikatan antara molekul yang lemah dan menghidrasinya. Kemudian granula pati akan mengembang dan volumenya menjadi 20–30 kalinya. Bila panas dan air diberikan terus maka amilosa mulai keluar dari granula. Jika proses gelatinisasi terus berlanjut maka granula akan pecah dan terbentuklah struktur gel koloidal (Remsen dan Clark 1978).

Pengujian profil gelatinisasi sagu bertujuan untuk mengetahui suhu yang tepat untuk menggelatinisasi sempurna pati sagu yang terdapat dalam formula sup krim instan. Profil gelatinisasi pati diukur dengan Brabender Amilograf. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 3.

Pada tahap pemanasan awal dari 30 oC hingga 93 oC dapat diketahui suhu gelatinisasi, waktu gelatinisasi, viskositas puncak, suhu puncak gelatinisasi, dan waktu puncak gelatinisasi pati. Suhu gelatinisasi tidak sama pada berbagai jenis pati dan merupakan suatu kisaran. Hal ini disebabkan karena populasi granula yang bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan energi yang diperlukan untuk mengembang. Suhu gelatinisasi diawali dengan pembengkakan yang irreversible granula pati dalam air panas dan diakhiri tepat ketika granula pati telah kehilangan sifat kristalnya (Kusnandar 2010). Dalam pengukuran dengan Brabender Amilograf, suhu gelatinisasi merupakan suhu pada saat nilai viskositas mulai terbaca atau peningkatan viskositas mulai terdeteksi. Kisaran suhu gelatinisasi bahan dapat memprediksi suhu pemasakan adonan sup krim yang mengharapkan terjadinya gelatinisasi pati. Jika suhu proses jauh lebih rendah dibandingkan suhu gelatinisasi mengakibatkan konsistensi dan kekentalan adonan sup krim tidak sempurna. Begitu juga dengan penggunaan suhu yang terlalu tinggi, mengakibatkan adonan sup krim cepat mengental namun memiliki konsistensi yang kurang bagus sehingga padatan dan cairan dalam adonan sup krim mudah memisah (Ardiansyah 2014).

(28)

14

pregelatinisasi memiliki suhu dan waktu gelatinisasi yang lebih rendah dibandingkan dengan pati sagu fakale. Hal ini disebabkan oleh proses gelatinisasi awal yang dialami pati sagu pregelatinisasi pada saat pembuatannya akan melemahkan ikatan hidrogen antara amilosa dan amilopektin dalam granula pati. Gelatinisasi mengakibatkan konversi dari bentuk amarphous amilosa ke bentuk helik. Bentuk helik menjadi bagian yang lemah dari kristal granula pati (Palupi et al. 2008). Menurut Zallie (1988) temperatur gelatinisasi dipengaruhi oleh kuat lemahnya ikatan di dalam granula. Ikatan hidrogen molekul struktur granula pati yang lemah mempengaruhi struktur granula pati menjadi kurang kompak, mengakibatkan kemudahan air terdifusi ke dalam granula. Hal ini menyebabkan menggelembungnya granula pati lebih cepat dan berhubungan dengan naiknya viskositas suspensi pati, sehingga suhu pembentukan pasta akan turun atau membutuhkan panas yang lebih rendah untuk terjadinya gelatinisasi.

Dengan meningkatnya suhu pemanasan di atas suhu gelatinisasi, granula pati akan semakin mengembang dan tidak akan mampu lagi menampung air. Sebagai akibatnya, granula pati akan pecah dan molekul amilosa dan amilopektin akan menyatu dengan fase air. Saat granula pati mencapai ukuran maksimum sebelum pecah merupakan saat suspensi pati mencapai viskositas maksimal atau viskositas puncak. Viskositas puncak adalah titik maksimum viskositas pati selama proses pemanasan (Kusnandar 2010). Viskositas puncak yang tinggi menunjukkan bahwa pati memiliki water binding (pengikatan air) yang sangat tinggi (Daramola dan Osanyinlusi 2006). Viskositas puncak menggambarkan fragilitas dari granula pati yang mengembang, yaitu pada saat pertama kali mengembang sampai pecah karena adanya proses pengadukan. Viskositas puncak dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kadar amilosa, kadar protein, kadar lemak, dan ukuran granula (Deetae

et al. 2008). Nilai viskositas puncak untuk pati sagu fakale adalah 760 BU yang dicapai pada suhu 87 oC dalam waktu 38 menit. Pati sagu pregelatinisasi memiliki nilai viskositas puncak yang lebih rendah yaitu 240 BU dengan suhu pencapaian 85.5 oC dan waktu 37 menit.

Setelah fase puncak, viskositas akan menurun secara tiba-tiba. Penurunan viskositas (breakdown viscocity) ini akan terus berlangsung dengan meningkatnya suhu pemanasan. Fase penurunan viskositas ini melewati viskositas pada suhu 93 oC (sebelum holding) hingga viskositas suhu 93 oC selama 20 menit (setelah holding) pada kurva profil gelatinisasi. Nilai viskositas breakdown diperoleh sebagai selisih antara viskositas maksimum dengan viskositas pasta pati setelah mencapai 93 oC di tahap pemanasan (setelah holding). Viskositas pada suhu 93 oC merupakan viskositas di akhir fase pemanasan sebelum holding. Nilai viskositas

(29)

15 Tabel 4 Profil Gelatinisasi Pati Sagu Fakale dan Pati Sagu Pregelatinisasi

Data Satuan Pati Sagu

Fakale

Pati Sagu Pregelatinisasi

Waktu Gelatinisasi Menit 28 17

Suhu Gelatinisasi Celcius 72 55.5

Waktu Puncak Menit 38 37

Suhu Puncak Celcius 87 85.5

Viskositas Puncak BU

(Brabender Unit) 760 240

Viskositas 93 oC BU

(Brabender Unit) 620 230

Viskositas 93 oC holding

20 menit

BU

(Brabender Unit) 430 190

Penurunan viskositas selama holding

BU

(Brabender Unit) 190 40

Viskositas breakdown BU

(Brabender Unit) 330 50

Viskositas 50 oC BU

(Brabender Unit) 840 370

Viskositas Setback BU

(Brabender Unit) 410 180

(30)

16

mengakibatkan peningkatan viskositas pasta pati secara berangsur-angsur. Dengan kata lain pasta pati mengalami viskositas setback. Proses ini terjadi oleh adanya pembentukan kembali ikatan-ikatan hidrogen yang telah terputus di antara molekul amilosa atau amilopektin. Viskositas setback menggambarkan tingkat kecenderungan proses retrogradasi pasta pati. Viskositas setback merupakan selisih antara viskositas pada suhu 50 oC dengan viskositas pada suhu 93 oC setelah holding

(Kusnandar 2010). Nilai viskositas setback untuk pati sagu fakale (410 BU) lebih tinggi daripada pati sagu pregelatinisasi (180 BU). Hal ini menunjukkan bahwa pati sagu fakale lebih mudah mengalami retrogradasi dibandingkan pati sagu pregelatinisasi. Molekul-molekul amilosa dalam pati sagu fakale akan memiliki kecenderungan yang besar untuk kembali berikatan satu sama lain saat proses pendinginan.

Hasil pengukuran profil gelatinisasi pati menunjukkan semua data viskositas dari pati sagu pregelatinisasi lebih rendah dibandingkan dengan pati sagu fakale. Menurut Pukkahuta dan Varavinit (2007), modifikasi pati (pregelatinisasi) menyebabkan profil pasta pati memiliki viskositas yang lebih rendah. Hal ini berhubungan dengan berkurangnya gaya ikatan antara granula-granula pati yang telah mengembang dan tergelatinasi oleh pemanasan pada saat proses modifikasi pati (pregelatinisasi).

Penelitian Utama

Pembuatan Sup Krim Instan

(31)

17 Tabel 5 Formula Sup Krim Instan Basis 250 g Pati Sagu

Bahan Satuan Sup Krim Instan Pati Sagu Fakale

Sup Krim Instan Pati Sagu Pregelatinisasi

Air Kaldu Ayam Liter 7.5 3

Susu Bubuk Full

cream Gram 750 -

Susu Cair Full

cream Liter - 3

Pati Sagu Gram 250 250

Tepung Tempe

Koro Pedang Gram 150 150

Garam Gram 50 50

Butter Gram 50 50

Lada Bubuk Gram 25 25

Gula Gram 30 30

Gambar 4 Penampakan tepung sup krim instan pati sagu fakale (kanan) dan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi (kiri)

Gambar 5 Sup krim instan pati sagu fakale (kanan) dan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi (kiri) setelah diseduh dengan air panas

(32)

18

yang berbeda. Pati sagu pregelatinisasi telah mengalami modifikasi sehingga tidak dapat menahan air sebanyak pati yang tidak dimodifikasi. Jenis susu full cream

yang digunakan juga berbeda pada kedua formula sup krim pati sagu. Kandungan lemak yang terlalu tinggi pada susu bubuk full cream menyebabkan proses gelatinisasi pati sagu pregelatinisasi terganggu. Oleh karena itu, dipilihlah susu cair

full cream yang kandungan lemaknya lebih rendah dan masih mampu memberikan rasa creamy.

Bahan-bahan yang ada di formula akan dimasak menjadi adonan sup krim, kemudian dilakukan pengeringan dengan drum drier. Namun sebelum adonan sup krim dimasukkan ke dalam drum drier, adonan sup krim perlu ditambahkan dengan maltodekstrin sejumlah 10% dari berat adonan sup krim. Maltodekstrin ini digunakan untuk memperbaiki tekstur dan warna sup krim setelah dikeringkan dengan drum drier. Maltodekstrin biasa digunakan sebagai bahan pengisi karena memiliki kelarutan tinggi, mempercepat proses pengeringan, dan cenderung tidak membentuk zat warna pada reaksi pencoklatan, sehingga baik untuk produk-produk tepung (Ernawati 2010). Gustavo dan Canovas dalam Baharuddin (2006) menyatakan maltodekstrin juga dapat melindungi stabilitas flavor selama proses pengeringan.

Sup krim yang telah dikeringkan akan dihaluskan dan diayak dengan ayakan 80 mesh menghasilkan tepung sup krim instan. Sup krim instan ini selanjutnya harus diseduh menggunakan air panas sebelum dikonsumsi. Perbandingan jumlah sup krim instan dan air panas untuk menghasilkan kekentalan yang mendekati sup krim instan sebelum pengeringan, yaitu 1:4.

Bahan penyusun dalam sup krim instan ini memiliki fungsi tersendiri baik dalam hal nutrisi ataupun perannya dalam proses pembuatan sup krim instan. Bahan pertama yang digunakan adalah air kaldu ayam. Air kaldu ayam berfungsi untuk menambah rasa gurih dan aroma harum pada sup krim. Bahan yang digunakan untuk membuat air kaldu ayam ini adalah air, punggung ayam, bawang putih, minyak goreng, daun bawang, dan daun seledri. Bawang putih (Allium sativum L.)

berfungsi sebagai penambah aroma dan meningkatkan citarasa produk yang dihasilkan. Bawang putih merupakan bahan alami yang biasa ditambahkan kedalam bahan makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera makan (Palungkun dan Budiarti 1992).

Bahan kedua yaitu susu full cream. Penambahan susu full cream dalam proses pembuatan sup krim akan mempengaruhi secara langsung terhadap warna, aroma, rasa, tekstur dan penampilan sup krim yang dihasilkan. Kandungan lemaknya tinggi akan memberikan cita rasa gurih dan memperkuat aroma. Dalam pembuatan adonan sup krim, susu full cream juga dapat membentuk tekstur yang lembut di mulut dan meningkatkan viskositas (U. S. Dairy Export Council 2006)

Bahan utama selanjutnya adalah pati sagu. Pati sagu berfungsi sebagai bahan pengental dalam pengolahan sup krim karena kandungan amilopektinnya yang tinggi yaitu 73%. Pati dengan amilopektin yang tinggi sesuai digunakan sebagai pengental (thickening agent) karena struktur amilopektin yang besar membentuk ikatan hidrogen yang relatif lemah (Kusnandar 2010).

(33)

19 tempe koro pedang pada formula sup krim instan tidak terlalu banyak karena aroma alkoholik hasil fermentasi dapat mempengaruhi aroma dari sup krim instan.

Selanjutnya bahan yang digunakan adalah butter. Butter terbuat dari lemak susu. Penggunaan butter dalam formula sup krim berfungsi untuk meningkatkan aroma yang kaya akan susu. Bahan terakhir yang digunakan adalah bumbu-bumbu. Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan sup yaitu garam, gula pasir, dan lada. Lada memiliki dua sifat penting yaitu rasanya yang pedas dan aromanya yang khas. Rasa pedas lada disebabkan oleh zat piperin dan piperanin serta khavisin yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkoloida. Garam berfungsi untuk memberikan rasa asin pada produk. Garam juga digunakan sebagai penegas cita rasa dan berfungsi sebagai bahan pengawet. Makanan yang mengandung garam kurang dari 0.3% akan terasa hambar dan tidak disukai (Milantisari 2005). Sedangkan gula berfungsi untuk mengurangi rasa asin yang berlebihan, memberikan rasa lembut, dan juga berpengaruh terhadap citarasa dan warna produk (Soetedjo 2009).

Uji Organoleptik Sup Krim Instan

Uji organolpetik dimaksudkan untuk mengetahui penilaian panelis terhadap produk yang dihasilkan. Jenis pengujian yang dilakukan dalam uji organoleptik ini adalah uji rating hedonik. Uji rating hedonik merupakan pengujian yang paling banyak digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk. Uji rating

hedonik dilakukan untuk mengungkapkan tanggapan panelis berupa tingkat kesukaan terhadap parameter rasa, aroma, tekstur/kekentalan, warna dan penerimaan keseluruhan (overall) dari produk yang akan diujikan. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik, misalnya sangat suka, suka, agak suka, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan lain-lain. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala yang dikehendaki. Dalam analisis datanya, skala hedonik ditransformasikan ke dalam skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan (dapat 5, 7, atau 9 tingkat kesukaan). Data numerik tersebut dapat dilakukan analisis statistik (Susiwi 2009). Skala hedonik yang digunakan pada pengujian organoleptik rating hedonik untuk produk sup krim instan pati sagu ini adalah 1–7 (1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=agak tidak suka, 4=netral, 5=agak suka, 6=suka, 7=sangat suka).

Tahap uji organoleptik ini akan dilakukan uji rating hedonik dengan 2 produk sup krim instan yang telah diseduh dengan air panas, yaitu sup krim instan pati sagu fakale dan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi. Dalam pengujian rating

hedonik ini, panelis tidak diperbolehkan untuk membandingkan antar sampel. Hasil uji rating hedonik dengan student test (independent sample test) pada taraf kepercayaan 95% menghasilkan data pada Tabel 6.

(34)

20

Tabel 6 Hasil Uji Rating Hedonik Sup Krim Instan

Produk Kekentalan Rasa Aroma Warna Overall

Sup Krim Instan Pati Sagu Keterangan : *Notasi yang sama menunjukkan sampel tidak berbeda nyata (α=0.05)

Parameter lainnya yang diujikan dalam produk sup instan ini adalah rasa dan aroma. Secara statistik, kedua parameter ini tidak berbeda nyata. Tingkat penilaian panelis pada rasa dan aroma sup krim instan setelah diseduh air panas ada di kisaran agak suka hingga suka. Skor penilaian rata-rata untuk rasa adalah 5.27 (sup krim instan pati sagu fakale) dan 5.00 (sup krim instan pati sagu pregelatinisasi). Sedangkan untuk parameter aroma adalah 5.97 (sup krim instan pati sagu fakale) dan 5.57 (sup krim instan pati sagu pregelatinisasi). Kedua parameter tersebut memberikan skor penilaian sup krim instan pati sagu fakale lebih tinggi atau lebih disukai panelis dibandingan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi. Rasa dalam sup krim instan pati sagu dibentuk oleh susu full cream (komponen protein, lemak, dan laktosa), air kaldu ayam, dan bumbu-bumbu (garam, lada, dan gula). Asam glutamat sebagai salah satu asam amino pembentuk protein memberikan rasa lezat dalam produk makanan. Protein whey dari susu yang memiliki rasa hambar, mampu meningkatkan rasa dari bumbu. Laktosa dalam susu full cream memiliki tingkat kemanisan 15% - 30% dari tingkat kemanisan sukrosa dan memiliki kemampuan yang kuat sebagai penambah rasa. Sedangkan lemak dalam susu full cream

memberikan rasa yang kaya akan susu atau creamy (Sunyoto dan Ranti 2012). Bumbu-bumbu seperti garam digunakan sebagai penegas cita rasa. Sedangkan lada yang mengandung zat kimia berupa zat piperin dan piperidin memberi rasa pedas. Aroma sup krim instan pati sagu dipengaruhi oleh bahan yang digunakan seperti air kaldu, susu full cream, butter, dan lada. Aroma sup krim instan yang telah diseduh air panas terbentuk selama proses pengeringan pada drum drier karena reaksi Maillard. Reaksi Maillard menghasilkan aroma khas yang berasal dari kombinasi gula pereduksi dengan gugus amina primer (Sunyoto dan Ranti 2012). Tepung tempe koro pedang yang digunakan pada formulasi juga mempengaruhi aroma pada sup krim instan pati sagu. Tepung tempe koro pedang mempunyai aroma yang khas yaitu alkoholik yang terbentuk akibat proses fermentasi. Kandungan karbohidrat yang relatif tinggi pada koro pedang menyebabkan karbohidrat seperti pati, dan gula-gula sederhana diurai menjadi asam dan alkohol saat proses fermentasi berlangsung (Windrati et al. 2014). Sehingga pada formulasi, tepung tempe koro pedang tidak digunakan dalam jumlah yang banyak karena akan mengurangi penerimaan aroma.

(35)

21 Maillard antara gula pereduksi dan protein, peptida, dan asam amino yang menghasilkan warna kuning kecoklatan (U. S. Dairy Export Council 2006).

Parameter terakhir adalah penampakan sup krim instan yang telah diseduh air panas secara keseluruhan (overall). Dilihat dari nilai rataan, sup krim instan pati sagu fakale lebih disukai panelis dibandingkan dengan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi. Namun setelah diuji secara statistik, kedua sup krim instan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Artinya sup krim instan pati sagu fakale dinyatakan mirip dengan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi secara keseluruhan (overall) dalam hal sensori oleh panelis.

Analisis Kimia

Kadar Proksimat

Hasil pengujian kadar proksimat dapat dilihat pada Tabel 7. Kadar air sup krim instan pati sagu fakale adalah 3.08±0.01%(bb)/3.18±0.01%(bk) dan kadar air sup krim instan pati sagu pregelatinisasi adalah 2.38±0.02%(bb)/2.44±0.02%(bk). Kedua hasil analisis kadar air menunjukkan hasil yang berbeda nyata dan memenuhi SNI untuk kadar air sup krim instan yaitu maksimal 8%. Perbedaan kadar air kedua produk ini disebabkan oleh jumlah bahan fase cair yang berbeda pada kedua formula produk. Pengukuran kadar air bahan pangan penting dalam menentukan umur simpan bahan pangan tersebut. Hal ini karena kadar air dapat mempengaruhi sifat fisik seperti pengerasan atau penggumpalan pada produk berbentuk bubuk (Buckle et al. 1987). Kadar air dalam bakan pangan juga menetukan penampakan, tekstur, serta citarasa makanan. Nilai kadar air dari kedua produk termasuk rendah yang menunjukkan bahwa produk sup krim instan ini memiliki daya tahan yang lama karena kadar air yang rendah akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak Semakin rendah kadar air suatu bahan pangan, maka semakin tinggi daya tahan bahan pangan tersebut. Bahan dengan kadar air 3–7% dapat mengurangi pertumbuhan mikroorganisme dan reaksi kimia yang merusak, seperti hidrolisis dan oksidasi lemak (Winarno 2008).

Tabel 7 Hasil Analisis Proksimat Sup Krim Instan Parameter Keterangan : *Notasi yang sama menunjukkan sampel tidak berbeda nyata (α=0.05)

(36)

22

tingkat kemurnian bahan pangan seperti tepung dan gula, serta tingkat kebersihan pengolahan suatu bahan pangan (Maharajay 2014). Tabel 7 menunjukkan nilai kadar abu pada sup krim instan pati sagu fakale adalah 4.15±0.01%(bb)/4.28±0.01%(bk) dan untuk sup krim instan pati sagu pregelatinisasi adalah 4.76±0.03%(bb)/4.88±0.03%(bk). Kedua sup krim instan pati sagu memberikan nilai kadar abu yang berbeda nyata. Nilai kadar abu sup krim instan pati sagu pregelatinisasi lebih tinggi dibandingkan dengan kadar abu sup krim instan pati sagu fakale. Hasil ini menunjukkan bahwa kandungan zat-zat anorganik atau mineral pada sup krim instan pregelatinisasi lebih tinggi. Namun, kadar abu tidak selalu ekivalen dengan bahan mineral, karena ada beberapa mineral yang hilang selama volatilisasi atau interaksi antara konstituen (Rudianto et al.

2014).

Kadar protein berdasarkan hasil analisis untuk sup krim instan pati sagu fakale adalah 15.06±0.10%(bb)/15.54±0.11%(bk) dan untuk sup krim instan pati sagu pregelatinisasi adalah 10.62±0.16%(bb)/10.88±0.16%(bk). Kedua produk sup krim instan ini memberikan hasil yang berbeda nyata dan telah memenuhi SNI untuk sup krim instan yaitu minimal 10%. Perbedaan nilai kadar protein kedua produk sup krim instan ini berasal dari formula yang sedikit berbeda. Sup krim instan pati sagu fakale menggunakan jumlah air kaldu ayam yang lebih banyak dan susu bubuk full cream yang kadar proteinnya 24% pada formulasinya. Hal ini menyebabkan nilai kadar protein sup krim instan pati sagu fakale lebih tinggi. Sedangkan untuk sup krim instan pati sagu pregelatinisasi menggunakan air kaldu ayam lebih sedikit dan susu cair full cream berkadar protein 3.2%. Pada formulasi, selain air kaldu ayam dan susu full cream, digunakan pula tepung tempe koro pedang sebagai penyumbang protein. Penggunaan tepung tempe koro pedang ini tidak memberikan perbedaan kadar protein yang nyata terhadap kedua formula sup krim instan, karena jumlah yang digunakan untuk kedua formula sama.

Selain berpengaruh kepada kadar protein, perbedaan jumlah air kaldu ayam, jenis susu full cream, dan jumlah susu full cream yang digunakan juga mempengaruhi kadar lemak kedua sup krim instan pati sagu. Susu bubuk full cream

yang digunakan pada formula sup krim instan pati sagu fakale mengandung lemak 28%. Susu cair full cream yang digunakan pada formula sup krim sagu pregelatinisasi mengandung lemak 3.2%. Kadar lemak untuk sup krim instan pati sagu fakale adalah 14.11±0.01%(bb)/14.56±0.01%(bk) dan untuk sup krim instan pati sagu pregelatinisasi adalah 9.67±0.02%(bb)/9.91±0.02%(bk). Hasil analisis kadar lemak kedua produk menunjukkan perbedaan yang nyata dan telah sesuai dengan SNI kadar lemak untuk sup krim instan yaitu minimal 5%. Kandungan lemak dalam sup krim instan berkaitan erat dengan kualitas yang dihasilkan sup krim intan, yaitu dalam hal kapasitas rehidrasi dan viskositas. Semakin tinggi kadar lemak, maka semakin rendah kapasitas rehidrasi dan viskositas (Sunyoto dan Ranti 2012).

(37)

23 Daya Cerna Pati

Daya cerna pati merupakan kemampuan suatu enzim pemecah pati untuk menghidrolisis pati menjadi unit-unit yang lebih kecil. Daya cerna pati ditentukan dengan banyaknya pati yang dapat dihidrolisis menjadi komponen yang lebih sederhana dalam waktu tertentu (Jacobs dan Delcour 1998). Berdasarkan kemudahannya untuk dicerna dalam saluran pencernaan, pati dapat diklasifikasikan menjadi pati yang dapat dicerna dengan cepat atau rapidly digestible starch (RDS), pati yang memiliki daya cerna lambat atau slowly digestible starch (SDS), dan pati yang tidak dicerna di dalam usus halus atau resistant starch (RS). Perbedaan antara RDS, SDS, dan RS adalah pada kecepatan penyerapan. Rapidly digestible starch

(RDS)dicerna dengan cepat di mulut dan usus halus. Berdasarkan uji in vitro, pati jenis ini dihidrolisis menjadi glukosa dalam waktu 20–30 menit. Pati yang terserap cepat ini biasanya banyak terdapat pada pati yang sudah dimasak, dalam hal ini granula pati telah tergelatinisasi sehingga lebih memudahkan enzim pencernaan untuk menghidrolisis (Singh et al. 2010). Sedangkan slowly digestible starch (SDS) dicerna lebih lambat di usus halus dan membutuhkan waktu antara 20–120 menit untuk mengubah pati menjadi glukosa. Resistant starch (RS) tidak dicerna dalam saluran pencernaan usus halus, tetapi terfermentasi di usus besar menghasilkan asam lemak rantai pendek yang bermanfaat bagi kesehatan kolon. RS merupakan jumlah total pati dikurangi jumlah glukosa yang dilepaskan dalam 120 menit hidrolisis pati (Englyst et al. 1992). RDS adalah fraksi pati yang menyebabkan kenaikan glukosa darah setelah makanan masuk ke dalam saluran pencernaan, sedangkan SDS adalah fraksi pati yang dicerna sempurna dalam usus halus dengan kecepatan yang lebih lambat dibandingkan RDS (Kusnandar 2010).

Daya cerna pati dipengaruhi oleh komposisi amilosa dan amilopektin, ukuran granula pati, dan proses pengolahan (Singh et al. 2010). Kandungan amilosa pada suatu bahan berbanding lurus dengan kadar pati resisten dan berbanding terbalik dengan dengan daya cerna pati bahan tersebut. Semakin banyak kandungan amilosa, maka pati semakin sulit dicerna sehingga daya cerna pati menjadi rendah. Struktur amilosa yang cenderung lurus sebagian besar berada pada bagian amorphous dari granula pati dan sebagian kecil menyusun bagian kristalin pati. Sementara itu, molekul amilopektin berperan sebagai komponen utama penyusun bagian kristalin pati. Daerah kristalin pati yang luas lebih cepat dicerna dibandingkan daerah amorf (Vasanthan dan Bhatty 1996). Oleh karena itu, semakin banyak kandungan amilopektin pada pati menunjukkan semakin tinggi daya cerna pati tersebut. Ukuran partikel pati berkaitan dengan kemudahan pati didegradasi oleh enzim. Semakin kecil ukuran partikel, semakin mudah pati terdegradasi oleh enzim sehingga semakin cepat pencernaan karbohidrat pati (Rimbawan dan Siagian 2004). Proses pengolahan yang mempengaruhi daya cerna pati adalah proses retrogradasi dan gelatinisasi. Proses gelatinisasi dapat meningkatkan kecernaan pati. Sedangkan pada proses retrogradasi terjadi penurunan daya cerna pati karena jumlah pati yang dicerna menurun yang disebabkan oleh perubahan kristalinitas pati (Patel et al.

2014).

Tabel 8 Hasil Analisis Daya Cerna Pati Metode Glukometri

Produk RDS (%)

Sup Krim Instan Pati Sagu Fakale 76.48

(38)

24

Hasil pengukuran nilai daya cerna pati metode glukometri pada menit ke-30 untuk sup krim instan pati sagu fakale yaitu 76.48%. Sedangkan nilai daya cerna pati menit ke-30 untuk sup krim instan pati sagu pregelatinisasi yaitu 79.39%. Kriteria yang diinginkan pada daya cerna pati adalah daya cerna pati yang cepat (rapidly digested starch) untuk keperluan asupan energi pada saat sarapan. Oleh karena itu pengukuran yang dipilih adalah pada menit ke-30. Nilai daya cerna pati hasil analisis menunjukkan sup krim instan pati sagu fakale lebih lambat dicerna dibandingkan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi. Hal ini disebabkan oleh jumlah amilosa pada pati sagu fakale lebih banyak, terlihat dari profil gelatinisasi pati sagu fakale yang memiliki kecenderungan lebih besar terjadinya retrogradasi. Profil gelatinisasi pati sagu fakale menunjukkan viskositas setback yang besar. Menurut Charles et al. (2005), viskositas setback yang semakin besar menunjukkan semakin tingginya kadar amilosa. Selain itu proses pregelatinisasi pada pati pregelatinisasi menurunkan kadar amilosa, karena energi panas pada saat proses gelatinisasi awal pati menyebabkan ikatan hidrogen pati menjadi melemah. Ikatan yang lemah memudahkan air masuk ke dalam granula dan memungkinkan sedikit melarutnya dan terjadi pertukaran molekul amilosa menuju ke air (Palupi et al.

2008). Kandungan amilosa yang lebih tinggi pada bahan pangan menurunkan daya cerna pati karena amilosa mempunyai struktur tidak bercabang sehingga amilosa terikat lebih kuat. Granula pati yang lebih banyak kandungan amilosanya memiliki struktur yang lebih solid. Dengan demikian amilosa sulit tergelatinisasi dan sulit dicerna. Selain itu, amilosa juga mudah bergabung dan mengkristal sehingga mudah mengalami retrogradasi yang bersifat sulit untuk dicerna (Akhyar 2009).

Kandungan lemak yang lebih tinggi pada sup krim instan pati sagu fakale juga dapat menurunkan daya cerna pati. Lemak dapat membentuk ikatan kompleks dengan amilosa. Ikatan kompleks ini menyebabkan pati menjadi tahan terhadap enzim pencernaan (Singh et al. 2010).

Daya Cerna Protein secara in Vitro

Nilai gizi protein bahan pangan tidak hanya dilihat dari segi kuantitas saja, akan tetapi segi kualitas juga perlu diperhatikan. Kualitas protein dapat ditentukan oleh daya cerna protein. Daya cerna protein menentukan ketersediaan asam amino secara biologis. Daya cerna protein adalah kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim-enzim pencernaan (Muchtadi 1989). Menurut Winarno dalam Ridwan (2006), daya cerna protein diartikan sebagai jumlah fraksi nitrogen dari bahan makanan yang dapat diserap oleh tubuh. Tingginya daya cerna protein menunjukkan bahwa jumlah asam-asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh tinggi. Sedangkan daya cerna protein rendah menunjukkan protein sulit untuk dihidrolisis menjadi asam amino, sehingga jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh rendah karena sebagian besar akan dibuang oleh tubuh bersama feses.

(39)

25 selulosa atau polisakarida lainnya, faktor anti nutrisi, ukuran dan luas permukaan partikel protein dan pengaruh proses panas atau perlakuan dengan alkali. Konformasi protein dapat berhubungan dengan proses pengolahan produk. Pemanasan merupakan suatu proses termal yang dapat mengubah konformasi protein.

Metode yang digunakan untuk menentukan daya cerna protein adalah secara

in vitro. Metode in vitro dilakukan dengan cara menggunakan enzim-enzim pencernaan dan membuat kondisi yang mirip dengan yang sesungguhnya terjadi dalam pencernaan tubuh manusia. Enzim-enzim tersebut diantaranya pepsin, pankreatin, tripsin, kimotripsin, peptidase, dan multi enzim (Muchtadi 1989). Daya cerna protein secara in vitro dapat diamati dari terbentuknya asam amino pada proses hidrolisis protein oleh enzim-enzim protease pencernaan tersebut. Semakin tinggi daya cerna suatu protein ditunjukkan oleh semakin banyaknya asam amino yang dihasilkan dalam waktu tertentu. Jumlah asam amino yang terbentuk dapat diamati secara kualitatif maupun kuantitatif.

Tabel 9 Hasil Analisis Daya Cerna Protein in Vitro Sup Krim Instan Parameter Sup krim Instan Pati

Sagu Fakale

Keterangan : *Notasi yang sama menunjukkan sampel tidak berbeda nyata (α=0.05)

Tabel 9 menunjukkan nilai daya cerna protein sup krim instan pati sagu fakale yaitu 16.47% dan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi yaitu 12.23%. Kedua hasil analisis daya cerna protein sup krim instan pati sagu tersebut berbeda nyata. Menurut Sediaoetama (1991) daya cerna protein tergolong tinggi bila daya cernanya sama atau lebih besar dari 80%, sehingga nilai daya cerna protein kedua sup krim instan pati sagu tergolong rendah. Rendahnya nilai daya cerna protein sup krim instan pati sagu disebabkan oleh proses pengolahannya. Proses pengolahan tersebut adalah pemanasan pada suhu tinggi pada saat adonan sup krim dimasukkan ke dalam drum drier dan adanya pemanasan berulang. Suhu pengeringan yang digunakan dalam pembuatan sup krim isntan dengan drum drier adalah sekitar 130

– 145 oC. Winarno dalam Suhairi (2007) menyatakan bahwa penggunaan suhu pemasakan lebih dari 100 oC menyebabkan menurunnya kecernaan. Suhu tinggi menyebabkan tidak hanya membuka lipatan protein akan tetapi sudah sampai memotong potein menjadi bagian-bagian kecil yang mungkin sudah menjadi protein asing bagi enzim. Denaturasi berat menyebabkan protein terpotong dan bersifat irreversible. Protein yang telah terdegradasi tidak dikenali lagi oleh enzim. Enzim memiliki daya kerja yang spesifik sehingga hanya memecah protein-protein yang dikenalinya saja.

(40)

26

amino esensial yang akhirnya menentukan nilai gizi protein yang dikandungnya. Reaksi Maillard dapat menurunkan nilai gizi protein selama pengolahan (Muchtadi

et al. 1993).

Reaksi Maillard pada sup krim instan pati sagu terjadi saat pemanasan laktosa dari susu. Reaksi Maillard ini akan menyebabkan kehilangan atau kerusakan asam amino lisin. Lisin merupakan asam amino yang paling reaktif karena memiliki gugus �-amino bebas. Lisin merupakan asam amino pembatas dalam protein makanan dan kerusakannya dapat menurunkan nilai gizi protein makanan (Muchtadi 1989).

Analisis Fisik

Dilakukan analisis fisik terhadap sampel sup krim instan pati sagu fakale dan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi yang meliputi pengujian rendemen, daya rehidrasi, viskositas, dan warna. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Hasil Pengujian Fisik Sup Krim Instan Parameter Sup Krim Instan Pati

Sagu Fakale

Nilai Lightness 93.26a 91.78b

Nilai Hue0 88.74a 85.45b

Keterangan : *Notasi yang sama menunjukkan sampel tidak berbeda nyata (α=0.05)

Rendemen

Pengukuran rendemen bertujuan untuk mengetahui efisiensi proses pembuatan produk tepung sup krim instan. Jika rendemen yang dihasilkan suatu produk akhir besar, maka semakin efisien proses pembuatan produk tersebut. Tinggi rendahnya rendemen dapat ditentukan dari kefektifan alat yang digunakan dan sifat bahan baku produk tersebut (Deddy 2006). Bahan baku yang memiliki jumlah padatan tinggi akan menyebabkan total padatan produk tinggi, sehingga rendemen yang dihasilkan juga tinggi. Jumlah padatan pada bahan baku yang ditambahkan ke dalam formulasi sup krim instan pati sagu berupa karbohidrat, protein, lemak, dan padatan bukan lemak lainnya. Hasil pengukuran rendemen sup krim instan pati sagu fakale yaitu 20.69% dan rendemen sup krim instan pati sagu pregelatinisasi yaitu 19.05%.

Daya Rehidrasi

(41)

27 1988). Komposisi kimia yang mempengaruhi daya rehidrasi, yaitu kadar air, kandungan amilosa, dan kandungan lemak. Kadar air produk yang semakin rendah akan mendorong pengikatan air dari luar yang lebih tinggi (Rahman et al. 2015). Kandungan amilosa yang tinggi pada produk akan menyebabkan semakin tingginya daya rehidrasi produk. Hal tersebut berkaitan dengan peningkatan jumlah gugus hidrofilik yang memiliki kemampuan menyerap air lebih besar (Hidayat et al.

2009).

Daya rehidrasi sup krim instan pati sagu fakale (0.87mL/g) lebih kecil dibandingkan sup krim instan pati sagu pregelatinisasi (1.63mL/g). Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa sup krim instan pati sagu pregelatinisasi lebih mudah menyerap air dibandingkan dengan krim instan pati sagu fakale. Hal ini disebabkan oleh kandungan lemak dan kandungan air pada sup krim instan pati sagu pregelatinisasi lebih rendah.

Kandungan lemak pada produk dapat menghambat penyerapan air selama rehidrasi. Pada produk sup krim instan pati sagu, lemak dapat membentuk lapisan atau ikatan pada sekitar granula pati. Lapisan lemak yang terbentuk pada permukaan granula ini dapat menyebabkan penetrasi air ke dalam pati terhalangi. Hal ini mempengaruhi proses gelatinisasi pati menjadi tidak sempurna yang menyebabkan granula pati mengembang kurang sempurna (Sunyoto dan Ranti 2012). Granula pati yang mengembang kurang sempurna akan menghasilkan struktur produk menjadi kurang berpori ketika proses pengeringan sup krim intan pati sagu. Struktur produk yang kurang berpori ini mengakibatkan kemampuan sup krim instan untuk menyerap air berkurang. Sehingga semakin tinggi kandungan lemak pada produk sup krim instan pati sagu, semakin kecil daya rehidrasinya. Viskositas

Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas merupakan salah satu sifat reologi yang penting dalam produk, sifat ini menggambarkan besarnya hambatan atau resistensi suatu cairan terhadap aliran dan pengadukan (Muchtadi dan Sugiyono 1989). Viskositas pada sup krim instan terbentuk karena adanya granula pati. Besarnya viskositas tergantung pada jenis dan konsentrasi pati. Semakin tinggi konsentrasi pati maka semakin tinggi viskositas yang dihasilkan. (Pomeranz 1991).

Gambar

Gambar 1 Diagram alir proses pembuatan adonan sup krim
Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan sup krim instan
Tabel 4 Profil Gelatinisasi Pati Sagu Fakale dan Pati Sagu Pregelatinisasi
Tabel 5 Formula Sup Krim Instan Basis 250 g Pati Sagu

Referensi

Dokumen terkait

Jelaskan tentang transfer logam pada pengelasan GMAW (MIG) dan jenis transfer mana yang saudara pilih bila digunakan untuk mengelas pelat

Untuk melihat kinerja dan keandalan dari potongan program dalam penelitian yang telah dibuat, maka dilakukan beberapa uji coba yaitu uji coba kebenaran/validasi, uji

Sedangkan rata-rata hasil uji indeks keseragaman (E) sebesar 0,035 yang mendekati nilai 0, yang berarti komunitas plankton di perairan tambak tersebut tidak menyebar secara

perbuatan seseorang diketahui oleh orang lain, tetapi dirinya sendiri tidak menyadari apa yang dilakukannya. 

Kemudian, kajian ini mengenal pasti kedudukan elemen kemahiran insaniah berdasarkan persepsi pelajar dan juga persepsi jurulatih terhadap tahap penguasaan kemahiran

Pemanfaatan Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis) Sebagai Bahan Subtitusi Dalam Pembuatan Tempe Kedelai.. Fakultas Teknologi

Cipta Bina Sejati pelanggan harus bersabar menunggu beberapa hari karena pengiriman sampel dilakukan lewat jasa pengiriman paket, jika ada informasi baru tentang

Bangunan peredam kebisingan merupakan bangunan penghalang pada jalur perambatan suara dengan bentuk dan bahan tertentu yang diperuntukkan sebagai alat menurunkan