• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Pemberian Biskuit Biosuplemen terhadap Daya Cerna Ransum, Kadar Laktosa dan Kalsium Susu pada Kambing Peranakan Etawah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Pemberian Biskuit Biosuplemen terhadap Daya Cerna Ransum, Kadar Laktosa dan Kalsium Susu pada Kambing Peranakan Etawah"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK PEMBERIAN BISKUIT BIOSUPLEMEN TERHADAP DAYA

CERNA RANSUM, KADAR LAKTOSA DAN KALSIUM SUSU

PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH

AMALIA IKHWANTI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efek Pemberian Biskuit Biosuplemen terhadap Daya Cerna Ransum, Kadar Laktosa dan Kalsium Susu pada Kambing Peranakan Etawah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

AMALIA IKHWANTI. Efek Pemberian Biskuit Biosuplemen terhadap Daya Cerna Ransum, Kadar Laktosa dan Kalsium Susu pada Kambing Peranakan Etawah. Dibimbing oleh IDAT GALIH PERMANA dan YULI RETNANI.

Kualitas pakan mempengaruhi produksi dan kualitas susu. Pada musim kemarau, kualitas pakan relatif rendah. Oleh sebab itu, peternak membutuhkan pakan efektif dan efisien untuk ternak. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas susu kambing perah (kambing Peranakan Etawah) dengan penambahan biskuit biosuplemen pada pakan ternak. Biskuit biosuplemen adalah pakan kering berbentuk seperti biskuit, aman dan mudah ditangani. Biskuit biosuplemen merupakan ransum komplit, terdiri dari daun papaya, Indigofera sp., konsentrat dan premix. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2013 di Cordero Farm, Ciapus, Bogor. Perlakuan terdiri dari T0 (pakan basal + tanpa biskuit) dan T1 (pakan basal + biskuit 15%), digunakan Uji T untuk analisis data. Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan biskuit biosuplemen secara signifikan mempengaruhi kecernaan bahan kering ransum (p<0.05) tetapi tidak berpengaruh terhadap kecernaan bahan organik ransum (p>0.05). Penambahan biskuit dapat meningkatkan kadar Ca susu (p<0.05) tetapi penambahan biskuit tidak mempengaruhi kadar laktosa susu (p>0.05).

Kata kunci : biskuit, biosuplemen, kalsium, susu, kualitas susu

ABSTRACT

AMALIA IKHWANTI. The Effect of Biosupplement Biscuit on Ration Digestibility, Milk Lactose and Calcium Level of Etawah Breed Goat. Supervised by IDAT GALIH PERMANA and YULI RETNANI.

Feed quality determines milk production and quality. In dry season, feed quality is low. Therefore, farmers need to feed their livestock effectively and efficiently. A study aimed to increase dairy goat’s milk quality (Etawah Breed Goat) had been conducted by adding biscuit biosupplement of their diet. Biscuit biosupplement is dried feed, round shaped, saved and easily handled. The biscuit is a completed ration, consists of papaya leaves, Indigofera sp., concentrate, and premix. The study was conducted from May 2013 until August 2013 at Dairy Goat Cordero Farm, Ciapus, Bogor. The T0 (Basal diet + without biscuit) and T1 (Basal diet + Biscuit 15 %) used T-Test to analize data. The addition biscuit biosupplement in daily diet significantly increased drymatter digestibility (p<0.05) but it did not influence organic matter digestibility (p>0.05). The study showed milk Ca level was significantly increased by adding biscuit biosupplement (p<0.05) but it did not influence milk lactose level (p>0.05).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

EFEK PEMBERIAN BISKUIT BIOSUPLEMEN TERHADAP DAYA

CERNA RANSUM, KADAR LAKTOSA DAN KALSIUM SUSU

PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH

AMALIA IKHWANTI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Efek Pemberian Biskuit Biosuplemen terhadap Daya Cerna Ransum, Kadar Laktosa dan Kalsium Susu pada Kambing Peranakan Etawah

Nama : Amalia Ikhwanti

NIM : D24100092

Disetujui oleh

Dr Ir Idat Galih Permana MSc Agr Pembimbing I

Prof Dr Ir Yuli Retnani MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah penambahan biskuit biosuplemen terhadap daya cerna ransum, kalsium susu dan laktosa susu. Pemilihan kambing Peranakan Etawah didasarkan atas potensi genetik dan ketersediaannya di Bogor, Jawa Barat. Efektivitas dan efisiensi pemberian pakan merupakan fokus utama peternak dalam menjalankan usahanya. Disamping itu, ketersediaan pakan pada umumnya masih fluktuatif, terutama pada musim kemarau. Oleh sebab itu, biskuit biosuplemen yang mudah disimpan dan ditangani, merupakan pakan solutif dan berkualitas.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun, penulis harapkan untuk penyempurnaan pada masa yang akan datang. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan wawasan bagi seluruh pembaca, khususnya di bidang peternakan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan 2

Ternak 2

Pakan 2

Kandang dan Perlengkapan 2

Lokasi dan Waktu 3

Prosedur 3

Pembuatan Biskuit Biosuplemen 3

Persiapan Kandang dan Peralatan 4

Pemeliharaan 4

Pengambilan dan Analisis Kualitas Sampel Susu 4

Koleksi dan Analisis Feses 4

Rancangan dan Analisis Data 5

Perlakuan 5

Peubah yang Diamati 5

Rancangan Percobaan 5

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Konsumsi dan Kecernaan Ransum 5

Total Solid dan Laktosa Susu 7

Kalsium Susu 8

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 10

LAMPIRAN 13

(10)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan nutrien bahan pakan penelitian (dalam bahan kering) 2 2 Rataan konsumsi bahan kering dan nutrien ransum penelitian 6

3 Jumlah feses selama koleksi 6

4 Rataan KBK dan KBO 6

5 Rataan kadar total solid dan laktosa susu 7

6 Analisis kadar kalsium susu 8

DAFTAR GAMBAR

1 Biskuit biosuplemen 3

2 Perubahan laktosa dan kalsium susu 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil T-test konsumsi bahan kering (BK) ransum 13 2 Hasil T-test konsumsi protein kasar (PK) ransum 13

3 Hasil T-test konsumsi lemak kasar (LK) ransum 13

4 Hasil T-test konsumsi serat kasar (SK) ransum 13

5 Hasil T-test konsumsi BETN ransum 13

6 Hasil T-test kecernaan bahan kering (KBK) ransum 13 7 Hasil T-test kecernaan bahan organik (KBO) ransum 14

8 Hasil T-test jumlah as fed feses 14

9 Hasil T-test jumlah bahan kering feses 14

10 Hasil T-test jumlah bahan organik feses 14

11 Kadar total solid susu 14

12 Kadar laktosa susu 14

(11)

1

PENDAHULUAN

Tingkat konsumsi susu di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya dan negara-negara maju. Konsumsi susu masyarakat Indonesia terbilang rendah dengan kisaran 11.09 liter per kapita per tahun dibandingkan sejumlah negara di ASEAN sekitar 20 liter per kapita per tahun (Kemenperin 2013). Rendahnya konsumsi susu di Indonesia, disebabkan oleh beberapa faktor. Selain faktor ekonomi, terdapat faktor internal dari masing-masing individu untuk mengonsumsi susu, yakni adanya cara pandang bahwa lemak susu dapat menyebabkan kegemukan atau obesitas. Selain itu, adanya studi kasus mengenai gejala lactose intolerant setelah mengonsumsi susu yang terjadi pada orang tertentu. Lactose intolerant adalah kondisi ketika bakteri dalam saluran pencernaan tidak mampu memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa sehingga menyebabkan perut kembung, diare dan sakit perut. Ada beberapa cara mengatasi lactose intolerant, antara lain menghindari bahan pangan yang mengandung laktosa, memilih makanan fermentasi, konsumsi enzim lactase, konsumsi probiotik, adaptasi kolon, dan pendekatan psikologi serta tingkah laku (Mummah et al. 2014).

Rendahnya konsumsi susu di Indonesia dapat disebabkan oleh produksi susu yang relatif rendah karena faktor pakan yang berkualitas rendah. Permintaan susu meningkat 14.01% selama periode antara tahun 2002 sampai tahun 2007. Namun, produksi susu Indonesia hanya tumbuh 2% (Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia, 2010).

Selain sapi perah, kambing perah juga memiliki potensi sebagai penghasil susu yang dapat berkontribusi terhadap produksi susu nasional. Kambing peranakan etawah (PE) merupakan bangsa kambing perah hasil persilangan antara kambing etawah (India) dan kambing kacang (Indonesia). Rataan produksi susu harian kambing PE adalah 1.12 liter ekor-1 hari-1 (Marwah et al. 2010). Potensi genetik dan ketersediaan kambing PE yang relatif baik di Indonesia, umumnya mendorong banyak peternak yang mengembangkan kambing PE.

(12)

2

METODE

Bahan Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kambing Peranakan Etawah (PE) betina laktasi. Kambing yang diamati berjumlah 12 ekor, umur 4 tahun, periode laktasi 3 – 4 dan lama laktasi 7- 9 bulan. dengan rataan bobot badan 36.65 ± 3.17 kg.

Pakan

Perlakuan terdiri dari ransum basal (rumput gajah dan konsentrat) dan biskuit biosuplemen dari daun pepaya dan daun Indigofera sp. Diberikan rumput gajah 2 kg ekor-1 hari-1. Pakan konsentrat merupakan hasil pencampuran antara 8.35 kg konsentrat komersil dan sekitar 230 kg ampas tempe setiap pengadukan. Campuran konsentrat diberikan 4 kg ekor-1 hari-1. Penelitian ini menggunakan pakan ransum basal dan biskuit biosuplemen sebagai perlakuan.

1. Ransum basal terdiri atas konsentrat (campuran antara konsentrat komersil dan ampas tempe) dan rumput gajah (Penissetum purpureum) sebagai hijauan.

2. Biskuit biosuplemen yang digunakan merupakan campuran dari daun pepaya, daun Indigofera sp., bungkil kelapa, bungkil kedelai, corn gluten meal, molasses dan kapur. Kandungan nutrien bahan pakan penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan nutrien bahan pakan penelitian (dalam bahan kering) Nutrien BK Dianalisis di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2013) ; BK: bahan kering, PK: protein kasar, LK: lemak kasar, SK: serat kasar, ransum T0: hijauan campuran + konsentrat + tanpa biskuit, ransum T1: hijauan campuran + konsentrat + biskuit 15%,, BETN: bahan ekstrak tanpa nitrogen, TDN: total digestible nutrient; *) Rumus perhitungan TDN menurut Wardeh (1981): TDN hijauan = 1.6899 + 1.3844 (%protein kasar) - 0.8279 (%lemak kasar) + 0.3673 (%serat kasar) + 0.7526 (%BETN), TDN konsentrat dan biskuit =2.6407 + 0.6964 (%protein kasar) + 1.2159 (%lemak kasar) – 0.1043 (%serat kasar) + 0.9194 (%BETN).

Kandang dan Perlengkapan

(13)

3 Spectrophotometer (AAS), botol kaca terang, erlenmeyer dan timbangan digital. Peralatan yang digunakan untuk analisis sampel pakan antara lain oven 60oC, oven 105oC, dan tanur.

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Cordero Farm, Ciapus, Bogor selama 3 (tiga) bulan yaitu pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2013. Cordero Farm merupakan peternakan mandiri milik Bapak Syauqi Masyhal yang terletak di Ciapus, Bogor, Jawa Barat. Ternak yang dipelihara antara lain, 5 ekor sapi dan 100 ekor kambing. Peternakan ini bergerak pada bidang pemeliharaan dan produksi. Manajemen pemeliharaan ditangani langsung oleh teknisi kandang yang berjumlah 7 orang. Pakan yang digunakan adalah rumput gajah dan konsentrat yang terdiri atas ampas tempe dan konsentrat komersil. Cordero Farm menjual susu kambing segar dengan harga Rp 35.000 liter-1. Produksi susu kambing per ekor per hari di peternakan ini mencapai rataan 1 liter ekor-1 hari-1. Oleh sebab itu, penelitian ini menetapkan tempat di Cordero Farm.

Analisa kualitas susu dilakukan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisa kalsium susu dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Bersama Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Analisis sampel pakan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Prosedur Pembuatan Biskuit Biosuplemen

Gambar 1 Biskuit biosuplemen Sumber : dokumentasi pribadi

(14)

bahan-4

bahan yang lain, yaitu bungkil kelapa, bungkil kedelai, corn gluten meal, molasses dan kapur. Pencampuran dilakukan dengan menggunakan mesin mixer. Setelah menjadi campuran homogen, dicetak dengan mesin biskuit yang menggunakan prinsip panas dan press. Satu kali pencetakan membutuhkan waktu 15 menit dengan jumlah biskuit yang dihasilkan sebanyak 42 biskuit. Ukuran biskuit yang dihasilkan berdiameter 7 cm dengan ketebalan 1.5 cm.

Persiapan Kandang dan Peralatan

Sebelum dilakukan penelitian, kandang dibersihkan terlebih dahulu dan dilakukan perbaikan. Sebanyak 12 ekor kambing PE dengan umur 3 – 4 tahun dan bobot badan 36.65 ± 3.17 kg digunakan dalam penelitian ini. Pembuatan biskuit biosuplemen dilakukan dengan menggunakan mesin press.

Pemeliharaan

Ransum perlakuan dicobakan selama dua minggu sebelum penelitian dimulai sebagai penelitian pendahuluan (preliminary periode). Pakan diberikan 3 kali sehari, yaitu pagi hari pukul 07.00-08.00, siang hari pukul 14.00-15.00, sore hari pukul 17.00-18.00. Pada pagi hari diberikan biskuit biosuplemen dan konsentrat campuran, siang hari diberikan konsentrat sedangkan sore hari hanya diberikan campuran rumput gajah dan legum Clitoria sp.

Pemerahan dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan. Pemerahan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi hari pukul 05.00-06.00 dan sore hari pukul 17.00-18.00. Susu hasil pemerahan diukur dalam gelas ukur dan diambil sebagian untuk kepentingan analisis dan dimasukkan dalam termos es. Pengambilan dan Analisis Kualitas Sampel Susu

Sampel susu diambil pagi dan sore setiap dua minggu dari masing-masing ternak penelitian. Sebanyak 50 ml sampel susu per ekor diambil dan dimasukkan ke dalam plastik food grade, kemudian dikomposit antara pemerahan pagi dan sore untuk setiap ternak. Setelah itu dianalisis kualitasnya dengan milkotester. Temperatur susu dijaga dengan dimasukannya masing-masing sampel ke dalam termos. Analisis kalsium susu dilakukan dengan Atomic Absorption Spectrophotometre (AAS). Sebelumnya dilakukan preparasi sampel, terdiri atas destruksi basah dengan campuran HNO3, H2SO4 dan HClO4, pemanasan dengan

hotplate dan filtrasi.

Koleksi dan Analisis Feses

(15)

5

Rancangan dan Analisa Data Perlakuan

Perlakuan yang diberikan adalah :

T0 : Hijauan campuran + Konsentrat + tanpa Biskuit T1 : Hijauan campuran + Konsentrat + Biskuit 15 % Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi (bahan kering, bahan organik dan nutrien) ransum, kecernaan bahan kering (KBK) dan kecernaan bahan organik (KBO). Data bahan segar, kering dan organik feses pun diamati untuk mendukung data kecernaan ransum. Selain itu, total solid, laktosa dan kalsium susu serta perubahannya pun diamati.

Rancangan Percobaan

Sebanyak 12 kambing PE (Peranakan Etawah) digunakan dalam penelitian. Penempatan ternak di kandang dan pemberian perlakuan dilakukan secara acak. Penelitian ini terdiri dari perlakuan T0 (pakan basal + biskuit 0%) dan T1 (pakan basal + biskuit 15%) dengan 6 (enam) ulangan.

Analisis Data

Data peubah dianalisis dengan T-Test (Paired T-Test) untuk membandingkan kontrol (T0) dan perlakuan (T1). Software SPSS (versi 16.0 for Windows) digunakan untuk uji statistik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi dan Kecernaan Ransum

Kecernaan ransum sangat berkaitan dengan jumlah konsumsi ransum yang diberikan. Konsumsi ransum akan lebih banyak ketika aliran digesta berlangsung cepat, misanya dipengaruhi oleh ukuran partikel ransum yang diberikan. Konsumsi pakan yang maksimum bergantung pada keseimbangan nutrien dalam pencernaan (Paramita et al. 2008).

Retani et al. (2009) menyatakan bahwa palatabilitas ransum menentukan konsumsi ransum. Berdasarkan uji statistik, konsumsi ransum kontrol dan perlakuan tidak menunjukkan adanya perbedaan (p>0.05). NRC (2007) menyatakan bahwa kebutuhan bahan kering kambing laktasi dengan bobot 36.65 kg adalah 1.38 kg hari-1. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi BK lebih tinggi daripada standar kebutuhan pada ransum T0 dan T1, dengan standar kebutuhan sebesar 1.39 kg hari-1.

(16)

6

ini dilakukan secara in vivo dengan menghitung konsumsi bahan kering pakan dan bahan kering feses ternak. Rataan konsumsi bahan kering dan nutrien ransum penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rataan konsumsi bahan kering dan nutrien ransum penelitian Bahan Konsumsi (g ekor-1 hari-1) BK = Bahan Kering; BO = Bahan Organik; PK = Protein Kasar; LK = Lemak Kasar; SK = Serat Kasar; BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen. Dianalisis di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor, 2013.

Kecernaan bahan kering dipengaruhi faktor internal dan eksternal, faktor internal terdiri atas bobot badan ternak, produksi dan status fisiologis ternak. Faktor eksternal dipengaruhi oleh komposisi nutrisi pakan, bentuk pengolahan atau penyajian pakan dan lingkungan. Kualitas dan umur hijauan mempengaruhi intake dan kecernaannya (Bohnert et al. 2011). Jumlah feses selama koleksi disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah feses selama koleksi Perlakuan Jumlah feses (g ekor-1 hari-1)

As Fed Bahan Kering Bahan Organik T0 360.31 ± 139.74 114.20 ± 36.95 a 96.88 ± 31.59 T1 170.64 ± 46.20 76.45 ± 21.94 b 66.67 ± 18.81 Dianalisis di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor, 2013 ; Superskrip pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.05).

Menurut Zhao et al. (2011), panjang partikel hijauan mempengaruhi kecernaan pakan. Uji statistik menunjukkan bahwa pemberian biskuit biosuplemen memberikan pengaruh nyata (p<0.05) terhadap KBK karena kecernaan BK perlakuan T1 meningkat dengan penambahan biskuit. Rataan kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Rataan KBK dan KBO

Perlakuan KBK (%) KBO (%)

T0 54.75 ± 14.19 b 60.58 ± 15.47 T1 70.62 ± 9.71 a 75.83 ± 8.29

(17)

7 Pada ransum T1, sebanyak 150 g biskuit yang diberikan, konsumsi BK-nya 138.59 g ekor-1 hari-1. Jumlah konsumsi ransum tidak hanya dipengaruhi oleh bahan baku, pengolahan pembuatan biskuit yang dilakukan pun menjadi salah satu indikasi tingginya kandungan BK biskuit dan secara langsung mempengaruhi konsumsi BK biskuit. Pengolahan pada tahap pemanasan dan pencetakkan menyebabkan partikel bahan menjadi lebih matang, lunak dan beraroma.

Kecernaan bahan organik memiliki hubungan positif dengan kecernaan bahan kering karena didalam bahan kering, terdapat pula kandungan bahan organik. Menurut Sutardi (1980), kualitas pakan dapat ditentukan oleh kecernaan bahan organik pakan tersebut. Penelitian ini menghasilkan KBO yang lebih tinggi dari pada penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa KBO pakan kambing berada pada kisaran 59.46% (Elita 2006).

Kebutuhan konsumsi bahan kering kambing perah dengan rataan bobot badan 36.65 kg pada pertengahan laktasi dengan produksi susu (672 ± 221) ml adalah 1.39 kg hari-1, kebutuhan protein sebesar 0.08 kg hari-1 dan kebutuhan energi TDN 0.73 kg hari-1 (NRC 2007). Konsumsi ternak perlakuan T0 (hijauan dan konsentrat) adalah bahan kering 1.76 kg hari-1, protein kasar 0.23 kg hari-1, TDN 1.06 kg hari-1 . Ransum tinggi protein memperbaiki performa hewan ternak (Freeman et al. 2008). Pakan tinggi protein dan pati diperlukan hewan ternak ketika laktasi untuk menghindari kehilangan bobot badan dan produksi susu sebelum penyapihan (Appeddu et al. 2004). Selain itu, keberadaan protein yang selanjutnya akan dipecah menjadi asam amino pun diperlukan kontribusinya kedalam air susu yang dihasilkan untuk menentukan kualitas susu. Ransum T0 telah memenuhi kebutuhan kambing perah pada status fisiologi yang telah disebutkan. Terpenuhinya kebutuhan oleh pakan yang biasa diberikan di Cordero Farm disebabkan oleh pencampuran ampas tempe dan konsentrat komersil ke dalam ransum (konsentrat).

Total Solid dan Laktosa Susu

Kadar total solid dan laktosa merupakan komponen penting dalam susu. Laktosa susu merupakan bagian dari total solid susu serta berasal dari glukosa dan galaktosa darah. Total solid berkorelasi positif terhadap kadar protein dan kasein susu (Maga et al. 2009). Dalam penelitian ini, kadar total solid dan laktosa susu dianalisis pada awal dan akhir penelitian. Rataan kadar total solid dan laktosa susu disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Rataan kadar total solid dan laktosa susu

Peubah Perlakuan Awal (%) Akhir (%) Perubahan (%) Total Solid T0 20.93 ± 3.53 18.56 ± 0.45 -2.37 ± 1.99

T1 17.76 ± 1.41 18.56 ± 1.41 0.80 ± 1.41 Laktosa T0 3.57 ± 0.80 3.58 ± 0.24 0.01 ± 0.93 T1 3.37 ± 0.16 3.57 ± 0.29 0.21 ± 0.23 Dianalisis di Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2013).

(18)

8

terdiri atas lemak, protein, laktosa, vitamin dan mineral susu (Marwah et al. 2010). Total solid pada penelitian ini relatif lebih tinggi (17.76% - 20.93%) daripada penelitian sebelumnya (17.33% - 18.75%) dengan biskuit biosuplemen (Pembayu 2013). Kadar total solid sangat dipengaruhi oleh kadar nutrien penyusunnya. Kandungan laktosa dalam penelitian ini (3.37% – 3.57%) relatif rendah daripada hasil penelitian sebelumnya (3.57% - 3.85%) yang menggunakan biskuit biosuplemen di DAY Farm Leuwiliang (Pembayu 2013). Perubahan kadar laktosa T1 lebih tinggi daripada T0, hal ini sebanding dengan kecernaan bahan kering dan bahan organik masing-masing perlakuan. Kecernaan bahan kering dan organik mempengaruhi komponen glukosa darah, yang selanjutnya akan disekresikan menjadi laktosa susu oleh sel-sel sekresi. Selain itu, kenaikan laktosa mempengaruhi peningkatan produksi susu. Selain itu, jumlah sel somatik memegang peran penting dalam produksi susu (Campos et al. 2006).

Laktosa merupakan indikator rasa manis susu. Glukosa merupakan faktor pembatas sintesis susu yang dihasilkan, sebab itu glukosa sebaiknya terdapat dalam jumlah yang cukup dalam darah. Ukuran globula susu kambing lebih kecil daripada susu sapi (Heyman 2006). Akibatnya, globula susu kambing tidak mengalami klusterisasi sehingga mudah dicerna dan lebih aman dikonsumsi oleh penderita lactose intolerant.

Kalsium Susu

Kalsium adalah salah satu komponen mineral makro dan menjadi indikator keberadaan mineral fosfor dan vitamin D. Rataan kadar kalsium susu disajikan pada Tabel 6. Kadar kalsium susu di akhir penelitian pada perlakuan T0 menunjukkan hasil konversi dengan BJ 1.03 (Fitriyanto et al. 2013), sebesar 107.19 mg 100 g-1, sedangkan kadar kalsium perlakuan T1 dengan kadar BJ yang sama adalah 146.9 mg 100 g-1. Penambahan biskuit bio-suplemen pada ransum memberikan pengaruh terhadap peningkatan kadar kalsium susu sebesar 84.34 mg 100 g-1 pada perlakuan T1.

Tabel 6 Analisis kadar kalsium susu

Perlakuan Awal Akhir Rataan

% mg 100 g-1 % mg 100 g-1 mg 100 g-1 T0 0.07 ± 0.03 68.30 ± 25.90 0.11 ± 0.07 107.19 ± 69.86 87.75 ± 47.88 b T1 0.06 ± 0.03 62.56 ± 30.76 0.15 ± 0.01 146.90 ± 6.36 104.73 ± 18.56 a Dianalisis di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2013) ; Superskrip pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.05).

(19)

9 terdapat dalam darah. Penyerapan mineral dalam susu terjadi melalui proses transport aktif oleh sel sekresi dari dalam darah tanpa mengubah kandungan awal mineral. Sel sekresi berperan sebagai penyaring (filter) dalam penyerapan mineral. Pada hewan laktasi, kalsium akan dideposit sebagai komponen mineral susu.

Bagi manusia, konsumsi susu diperlukan guna meningkatkan konsumsi nutrien (kalsium dan vitamin D) sebanyak 68.7% (Miller et al. 2007). Kalsium dideposit di tulang guna mendukung ketahanan tulang dan mencegah kerapuhan tulang karena penuaan (Huertaz et al. 2006). Selain itu, konsumsi kalsium yang tinggi akan menurunkan risiko hipertensi. Ketersediaan kalsium yang tinggi dalam darah akan menurunkan kadar NaCl darah yang sebelumnya dapat menstimulasi tekanan darah. Selanjutnya, dengan mengonsumsi kalsium dari susu, risiko hipertensi pada saat kehamilan dapat dikurangi (Miller et al. 2007). Menurut Larsson et al. (2013), kalsium dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dengan mengontrol mekanisme pada konsentrasi kolesterol darah, tekanan darah, sekresi insulin, sensitivitas dan obesitas. Selain itu, konsumsi kalsium bagi ibu hamil pun diperlukan untuk suplai kalsium ke fetus. Mineralisasi skeleton yang melibatkan kalsium disuplai dari induk ke fetus melalui plasenta, hal tersebut berlangsung terus-menerus sampai kelahiran, setelah itu suplai kalsium berubah menjadi air susu. Pada saat kelahiran, kalsium tubuh bayi sekitar 20 – 30 g yang dideposit di skeleton pada saat kehamilan. Pembentukan mineral tulang bayi yang berlangsung setelah kelahiran, mengalami kenaikan yang signifikan, yakni umur 20 minggu setelah dilahirkan mengandung 50 mg hari-1 , sedangkan umur 30 minggu setelah dilahirkan mengandung 330 mg hari-1 (Jarjou et. al. 2006).

Gambar 2 Perubahan laktosa dan kalsium susu perlakuan T0 dan T1

Perubahan kadar kalsium T1 lebih tinggi daripada T0 mengindikasikan bahwa pemberian biskuit biosuplemen melengkapi kadar kalsium ransum T1. Kadar kalsium biskuit adalah 1.97 g dan kebutuhan kalsium adalah 5.57 g hari-1 (NRC 2007). Oleh sebab itu, terdapat kalsium biskuit sebanyak 35.37% dari total kebutuhan dalam ransum. Kalsium biskuit merupakan hasil kontribusi dari mineral yang terkandung di dalam Indigofera sp. Kohler et al. (2013) menyatakan

(20)

10

bahwa kalsium yang terdapat dalam legum lebih besar daripada kalsium rumput, sedangkan fosfor rumput lebih besar daripada fosfor legum. Konsumsi mineral organik pada hewan laktasi dapat menstimulasi produksi dan kualitas susu yang dihasilkan (Hackbart et al. 2010). Disamping itu, konsumsi kalsium ransum meningkatkan ekskresi fosfor, mangan dan zink melaui ion karbonat yang ada dalam CaCO3. Oleh sebab itu, konsumsi kalsium ransum dapat menstimulasi dan

meningkatkan ekskresi kadar abu feses.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian biskuit biosuplemen dapat meningkatkan nilai kecernaan bahan kering (KBK) ransum dan kadar kalsium susu, tetapi tidak berpengaruh terhadap kecernaan bahan organik (KBO) ransum serta laktosa susu.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh pemberian biskuit biosuplemen dengan level yang lebih tinggi terhadap peningkatan kadar kalsium susu. Hal ini merupakan upaya memenuhi kebutuhan kalsium pada tubuh manusia, untuk kekompakkan tulang dan meminimalkan risiko hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

Appeddu LA, Ely DG, Aaron DK, Deweese WP, Fink E. 2004. Effect of supplementing with calcium salts of palm oil fatty acids or hydrogenated tallow on ewe milk production andtwin lamb growth. J Anim Sci. 82:2780-2789.

Bohnert DW, DelCurto T, Clark AA, Merrill ML, Falck SJ, Harmon DL. 2011. Protein supplementation of ruminants consuming low-quality cool-or warm-season forage: Difference in intake and digestibility. J Anim Sci. 89:3707-3717.

Campos G, Gianola D, Boettcher P, Moroni P. 2006. A structural equation model for describing relationship between somatic cell score and milk yield in dairy goats. J Anim Sci. 84:2934-2941.

Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia. 2010. Road Map Revitalisasi Persusuan Nasional. Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia Tahun 2010-2014. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Elita AS. 2006. Studi perbandingan dan penampilan umum dan kecernaan bahan pakan pada kambing dan domba lokal [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(21)

11 Fitriyanto, Astuti TY, Utami S. 2013. Kajian viskositas dan berat jenis susu kambing peranakan etawah (PE) pada awal, puncak dan akhir laktasi. JIP. 1(1):299-306.

Freeman SR, Poore MH, Huntington GB, Middleton TF. 2008. Evaluation of secondary protein nutrients as a substitute for soybean meal in diets for beef steers and meat goats. J Anim Sci. 86:146-158.

Hackbart KS, Ferreira RM, Dietsche AA, Socha MT, Shaver RD, Wiltbank MC, Fricke PM. 2010. Effect of dietary organic zinc, manganese, copper, and cobalt supplementation on milk production, follicular growth, embryo quality and tissue mineral concentrations in dairy cows. J Anim Sci. 88:3856-3870.

Heyman MB. 2006. Lactose intolerance in infants, children and adolescents. Pediatrics. 118(3):1279-1286.

Hijar GC, Ruiz DR, Garcia AI, Alcaide EM. 2009. Effects of forage:concentrate ratio and forage type on apparent digestibility, ruminal fermentation and microbial growth in goats. J Anim Sci. 87:622-631.

Huertaz EL, Teucher B, Boza JJ, Ferez AM, Newman GM, Baro L, Carrero JJ, Santiago MG, Fonolla J, Tait SF. 2006. Absorption of calcium from milk enriched with fructo-oligosaccharides, caseinophosphopeptides, tricalcium phosphate, and milk solids. Am J Clin Nutr. 83:310-316.

Jarjou LMA, Prentice A, Sawo Y, Laskey MA, Bennett J, Goldberg GR, Cole TJ. 2006. Randomized, placebo-controlled, calcium supplementation study in pregnant Gambian women: effects on breast –milk calcium concentration and infant birth weight, growth, and bone mineral accretion in the first year of life. Am J Clin Nutr. 83:657 – 666.

[Kemenperin] Kementerian Perindustrian (ID). 2013. Konsumsi susu masih 11.9

liter per kapita. [terhubung berkala]

http://www.kemenperin.go.id/artikel/8890/Konsumsi-Susu-Masih-11,09-Liter-per-Kapita [26 April 2014].

Kohler M, Leiber F, Willems H, Merbold L, Liesegang A. 2013. Influence of altitude on vitamin D and bone metabolism of lactating sheep and goats. J Anim Sci. 91:5259-5268.

Larsson SC, Orsini N, Wolk A. 2013. Dietary calcium intake and risk of stroke: a dose response meta-analysis. Am J Clin Nutr. 97: 951-957.

Maga EA, Daftari P, Kultz D, Penedo MCT. 2009. Prevalence of αs1-casein

genotypes in American dairy goats. J Anim Sci. 87: 3464-3469.

Marwah MP, Suranindyah YY, Murti TW. 2010. Produksi dan komposisi susu kambing PE yang diberi suplemen daun katuk (Sauropus androgynous (L.) Merr) pada awal masa laktasi. Buletin Peternakan. 34(2):94-102.

Miller GD, Jarvis JK, McBean LD. 2007. Dairy Food and Nutrition. 3rd Edition. Boca Raton (US) : CRC Press.

Mummah S, Oelrich B, Hope J, Vu Q, Gardner CD. 2014. Effect of raw milk on lactose intolerance : A randomized controlled pilot study. Ann Fam Med. 12(2):134-141.

(22)

12

Paramita W, Susanto WE, Yulianto AB. 2008. Konsumsi dan kecernaan bahan kering dan bahan organik dalam haylase pakan lengkap ternak sapi peranakan ongole. Media Kedokteran Hewan. 24(1):59-62.

Pembayu DR. 2013. Uji kualitas dan hedonik susu kambing peranakan etawah (pe) yang diberi biskuit biosuplemen [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Retnani Y, Widiarti W, Amiroh I, Herawati L, Satoto KB. 2009. Daya simpan dan palatabilitas wafer ransum komplit pucuk dan ampas tebu untuk sapi pedet. Med Pet. 32(2):130-136.

Retnani Y, Permana IG, Purba LC. 2014. Physical characteristic and palatability of biscuit bio-supplement for dairy goat. Pakistan J Biol Sci. 13 (1):1-3. Sodiq A, Abidin Z. 2010. Meningkatkan Produksi Susu Kambing Peranakan

Etawa. Jakarta (ID) : Agro Media.

Sutardi T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Trilaksani W, Salamah E, Nabil M. 2006. Pemanfaatan limbah tulang ikan tuna (Thunnus sp.) sebagai sumber kalsium dengan metode hidrolisis protein. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. 9(2):34-45.

Wardeh MF. 1981. Models for estimating energy and protein utilization for feed [disertasi]. Logan (US) : Utah State University.

Whiteley PR. 1971. Biscuit Manufacture. London (UK): Applied Science Publisher.

(23)

13 Lampiran 1 Hasil T-test konsumsi bahan kering (BK) ransum

N Rataan SD Sig.

T0 6 1761.87 50.47 0.884

T1 6 1860.25 108.69

T0: perlakuan pakan basal + biskuit 0% ; T1: perlakuan pakan basal + biskuit 15% ; N: jumlah sampel ; SD: standar deviasi ; Sig: signifikansi (p<0.05)

Lampiran 2 Hasil T-test konsumsi protein kasar (PK) ransum

N Rataan SD Sig.

T0 6 230.98 6.07 0.931

T1 6 277.42 12.99

T0: perlakuan pakan basal + biskuit 0% ; T1: perlakuan pakan basal + biskuit 15% ; N: jumlah sampel ; SD: standar deviasi ; Sig: signifikansi (p<0.05)

Lampiran 3 Hasil T-test konsumsi lemak kasar (LK) ransum

N Rataan SD Sig.

T0 6 67.60 1.55 0.545

T1 6 72.12 2.99

T0: perlakuan pakan basal + biskuit 0% ; T1: perlakuan pakan basal + biskuit 15% ; N: jumlah sampel ; SD: standar deviasi ; Sig: signifikansi (p<0.05)

Lampiran 4 Hasil T-test konsumsi serat kasar (SK) ransum

N Rataan SD Sig.

T0 6 378.18 12.32 0.789

T1 6 395.58 27.65

T0: perlakuan pakan basal + biskuit 0% ; T1: perlakuan pakan basal + biskuit 15% ; N: jumlah sampel ; SD: standar deviasi ; Sig: signifikansi (p<0.05)

Lampiran 5 Hasil T-test konsumsi BETN ransum

N Rataan SD Sig.

T0 6 852.57 24.25 0.906

T1 6 875.89 51.72

T0: perlakuan pakan basal + biskuit 0% ; T1: perlakuan pakan basal + biskuit 15% ; N: jumlah sampel ; SD: standar deviasi ; Sig: signifikansi (p<0.05)

Lampiran 6 Hasil T-test kecernaan bahan kering (KBK) ransum

N Rataan SD Sig.

T0 6 54.75 14.19 0.470

T1 6 70.62 9.71

(24)

14

Lampiran 7 Hasil T-test kecernaan bahan organik (KBO) ransum

N Rataan SD Sig.

T0 6 60.58 15.47 0.146

T1 6 75.83 8.29

T0: perlakuan pakan basal + biskuit 0% ; T1: perlakuan pakan basal + biskuit 15% ; N: jumlah sampel ; SD: standar deviasi ; Sig: signifikansi (p<0.05)

Lampiran 8 Hasil T-test jumlah as fed feses

N Rataan SD Sig.

T0 6 360.31 139.75 0.066

T1 6 170.64 46.20

T0: perlakuan pakan basal + biskuit 0% ; T1: perlakuan pakan basal + biskuit 15% ; N: jumlah sampel ; SD: standar deviasi ; Sig: signifikansi (p<0.05)

Lampiran 9 Hasil T-test jumlah bahan kering feses

N Rataan SD Sig.

T0 6 114.20 36.95 0.029

T1 6 76.45 21.94

T0: perlakuan pakan basal + biskuit 0% ; T1: perlakuan pakan basal + biskuit 15% ; N: jumlah sampel ; SD: standar deviasi ; Sig: signifikansi (p<0.05)

Lampiran 10 Hasil T-test jumlah bahan organik feses

N Rataan SD Sig.

T0 6 96.88 31.59 0.062

T1 6 66.67 18.81

T0: perlakuan pakan basal + biskuit 0% ; T1: perlakuan pakan basal + biskuit 15% ; N: jumlah sampel ; SD: standar deviasi ; Sig: signifikansi (p<0.05)

Lampiran 11 Kadar total solid susu

N Rataan SD Sig.

Awal Akhir Awal Akhir

T0 5 20.93 18.56 3.53 0.45 0.057

T1 5 17.76 18.56 1.41 1.41

T0: perlakuan pakan basal + biskuit 0% ; T1: perlakuan pakan basal + biskuit 15% ; N: jumlah sampel ; SD: standar deviasi ; Sig: signifikansi (p<0.05)

Lampiran 12 Kadar laktosa susu

N Rataan SD Sig.

Awal Akhir Awal Akhir

T0 5 3.57 3.58 0.80 0.24 0.816

T1 5 3.37 3.57 0.16 0.29

(25)

15 Lampiran 13 Kadar kalsium susu

N Rataan SD Sig.

Awal Akhir Awal Akhir

T0 5 68.30 107.19 25.90 69.86 0.018

T1 5 62.56 146.90 30.76 6.36

(26)

16

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 22 Februari 1992 dan diberi nama Amalia Ikhwanti. Penulis adalah anak pertama dari Alm. Drs. Sad Rasiono dan Nuryani. Penulis merupakan sulung dari tiga bersaudara Atin Hanifah dan Arif Rahman. Penulis menyelesaikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 2 Brebes pada tahun 2004 sampai dengan 2007 kemudian melanjutkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Tegal pada tahun 2007 sampai dengan 2010. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN

(Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) pada bulan Juli 2010, di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, antara lain PKM-P didanai 2012-2014, BEM TPB periode 2010-2011, UKM Agria Swara periode 2010- 2010-2011, BEM Fakultas Peternakan periode 2011-2012, BEM Fakultas Peternakan periode 2012-2013, SEAASS-Net (South East Asia Animal Science Student Networking) Indonesia, Delegasi IPB credit earning “International Program on Beef Industry” The University of Adelaide dan peserta Intercollegiate Meat Judging 2014 The Charles Sturt University, Australia (2 Juli 2014 – 20 Juli 2014). mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing atas segala ilmu dan bimbingan untuk menyelesaikan skripsi ini, Dr Ir Idat Galih Permana MSc Agr dan Prof Dr Ir Yuli Retnani MSc. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Despal MSc Agr selaku dosen pembahas dan Dr Ir Iwan Prihantoro SPt selaku panitia seminar pada tanggal 22 April 2014. Terima kasih penulis sampakan kepada Dr Ir Afton Atabany MSi, Dr Ir Despal MSc Agr, dan Dr Ir Widya Hermana MSi selaku dosen penguji dan panitia ujian akhir sarjana pada tanggal 24 Juni 2014.

Gambar

Tabel 1 Kandungan nutrien bahan pakan penelitian (dalam bahan kering)
Gambar 1 Biskuit biosuplemen Sumber : dokumentasi pribadi
Tabel 2 Rataan konsumsi bahan kering dan nutrien ransum penelitian -1-1
Tabel 5 Rataan kadar total solid dan laktosa susu
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sportivitas adalah sikap dan perilaku yang ditunjukan oleh individu dalam seting olahraga yang menunjukan penghormatan terhadap aturan, official, konvesi sosial dan hormat pada

Gambar 1.3 Tampilan Instagram Online Shop The Kanza Accesories

Data yang diperoleh dari kuesioner disajikan dalam bentuk tabel distribusi, kecenderungan pola komunikasi, kecenderungan kemandirian anak, hubungan karakteristik orang tua tunggal

kebutuhan yang timbul karena perjalanan dan kunjungan. g) Membangkitkan kewiraswastaan dan menumbuhkan usaha-usaha ekonomi dalam rangka pembangunan ekonomi nasional. h) Mendorong

3 Senada dengan hal tersebut Nasaruddin Umar yang menyatakan bahwa Islam memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun urusan

1 PERSAMAAN DAN FUNGSI EKSPONEN SERTA LOGARITMAC. SOAL LATIHAN

Peranan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah mundur ketika pusat kekua- saannya pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Ada beberapa pendapat mengenai pemindahan pusat kerajaan

lrogtu srudi, Penbinbing I dr Penbiobine tr ban*a poyet inl nme.uni leFymrd druk dijadi*o topik pemdalahan d.l!m pmulisan Tug6 Akln. l: llrkud d!tr Tujurd