• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan parameter genetik beberapa karakter kualitatif dan kuantitatif pada tiga kelompok cabai (Capsicum annuum L)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan parameter genetik beberapa karakter kualitatif dan kuantitatif pada tiga kelompok cabai (Capsicum annuum L)"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF

PADA TIGA KELOMPOK CABAI (Capsicum annuum L.)

ABDULLAH BIN ARIF

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pendugaan Parameter Genetik Beberapa Karakter Kualitatif dan Kuantitatif pada Tiga Kelompok Cabai (Capsicum annuum L.) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2010

(3)

ABSTRACT

ABDULLAH BIN ARIF. Estimation of Genetic Parameter on Several Qualitative and Quantitative Characters of Three Groups of Chili (Capsicum annuum L.). Supervised by SRIANI SUJIPRIHATI, MUHAMAD SYUKUR.

Selection method is one of the most important factors in determining the success of chili breeding program. Selection method will be effective if it is supported by a complete knowledge of genetic character inheritance. The objective of this study is to obtain information about inheritance pattern of qualitative and quantitative characters of chili. The research was carried out in stepwise way : step1 AND step 2 i.e development genetic materials; and field evaluation to study of qualitative and quantitative characters inheritance. The result showed that all qualitative characters are controlled by one gene. Several qualitative characters are influenced by completely-dominant gene action while other characters are influenced by partially-dominant gene action. There are no significant differences between F1 and F1 reciprocal for all quantitative characters, except productivity per plant. The m[d][h] genetic model is the most suitable for dicotomous height and fruit wall thickness. The m[d][h][i][j] genetic model is suitable for fruit weight of (IPB C9 x IPB C10) hybrid. The m[d][h][i][l] genetic model is suitable for days to harvest and fruit diameter of (IPB C-9 x IPB C-10) hybrid; and fruit weight of (IPB C105 x IPB C5) hybrid. The m[d][h][j][l] genetic model is suitable for days to harvest of (IPB C105 x IPB C5) hybrid. The gene action of productivity and days to flowering are complementer epistasis. Broad-sense and narrow-sense heritabilities range from low to high.

(4)

RINGKASAN

ABDULLAH BIN ARIF. Pendugaan Parameter Genetik Beberapa Karakter Kualitatif dan Kuantitatif pada Tiga Kelompok Cabai (Capsicum annuum L.). Dibimbing oleh SRIANI SUJIPRIHATI, MUHAMAD SYUKUR.

Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas hortikultura unggulan nasional dan memiliki keragaman genetik yang tinggi. Luasnya daerah tumbuh yang tersebar menjadi salah satu indikasi tingginya keragaman genetik tanaman cabai. Sayuran buah ini mempunyai prospek ekonomi yang menguntungkan, digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, industri makanan, minuman, dan farmasi yang meningkat pesat di Indonesia. Berdasarkan data statistik diperoleh total pertanaman sayuran di Indonesia sebesar 1 001 606 ha dan 19.42% dari total areal pertanaman sayuran tersebut ditanami oleh komoditas cabai. Produktivitas cabai merah di Indonesia rata-rata 6.3 ton/ha. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya produkivitas cabai di Indonesia diantaranya adalah belum banyak digunakannya varietas berdaya hasil tinggi dan serangan hama penyakit.

Upaya perbaikan sifat tanaman, baik sifat kualitatif maupun kuantitatif, memerlukan beberapa tahapan pemuliaan antara lain: perluasan keragaman genetik, analisis pewarisan sifat, seleksi, pengujian dan pelepasan varietas. Analisis pewarisan sifat (karakter) kualitatif dan kuantitatif sangat penting dalam program pemuliaan tanaman. Analisis pewarisan sifat digunakan untuk mendapatkan informasi tentang jumlah gen yang mengendalikan sifat tersebut, aksi gen yang mengendalikan, serta informasi-informasi genetik lainnya. Informasi genetik tersebut sangat berguna dalam tahapan seleksi, sehingga seleksi dapat lebih efektif dan efisien.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang pola pewarisan sifat kualitatif dan kuantitatif pada tanaman cabai. Tahapan pembentukan materi genetik bertujuan untuk membentuk rekombinasi baru dan tanaman silang balik (back cross) yang digunakan untuk bahan tanaman studi pewarisan pada persilangan cabai besar dengan cabai rawit dan persilangan cabai keriting dengan cabai besar. Percobaan studi pewarisan sifat kualitatif dan kuantitatif di lapangan bertujuan untuk memperoleh informasi tentang: (1) pengaruh tetua betina (maternal effect) terhadap karakter-karakter yang diamati, (2) jumlah gen yang mengendalikan terhadap masing-masing karakter yang diamati, (3) model interaksi gen, (4) nilai ragam genetik, ragam aditif, ragam lingkungan dan ragam fenotipik, dan (5) nilai heritabilitas.

Penelitian ini dilakukan di KP Leuwikopo IPB dan Laboratorium Pemuliaan Tanaman IPB. Penelitian ini terdiri dari dua penelitian yang berbeda genotipe persilangan yaitu (1) Studi pewarisan antara persilangan cabai besar dengan cabai rawit, (2) Studi pewarisan antara persilangan cabai keriting dengan cabai besar. Masing-masing penelitian terdapat dua tahapan yaitu (1) Pembentukan materi genetik, (2) Studi pewarisan sifat kualitatif dan kuantitatif di lapangan. Bahan tanaman yang digunakan adalah tiga kelompok tetua cabai (Capsicum annuum L.) yaitu cabai besar (IPB C9 & IPB C5), cabai keriting (IPB C105) dan cabai rawit (IPB C10).

(5)

oleh aksi gen dominan penuh dan yang lainnya dipengaruhi oleh aksi gen dominan tidak penuh (sebagian). Tidak terdapat perbedaan antara F1 dan F1R untuk semua karakter kuantitatif kecuali karakter produktivitas per tanaman. Model genetik m[d][h] sesuai untuk karakter tinggi dikotomous dan tebal daging buah. Model genetik m[d][h][i][j] sesuai untuk karakter bobot per buah pada persilangan IPB C9 x IPB C10. Model genetik m[d][h][i][l] sesuai untuk karakter umur panen dan diameter buah pada persilangan IPB C9 x IPB C10 dan bobot per buah pada persilangan IPB C105 x IPB C5. Model genetik m[d][h][j][l] sesuai untuk karakter umur panen pada persilangan IPB C105 x IPB C5. Karakter umur berbunga dan bobot buah total per tanaman dikendalikan oleh aksi gen epistasis komplementer. Heritabilitas dalam arti luas dan dalam arti sempit berada pada kisaran rendah sampai tinggi.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau peninjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK BEBERAPA

KARAKTER KUALITATIF DAN KUANTITATIF

PADA TIGA KELOMPOK CABAI (Capsicum annuum L.)

ABDULLAH BIN ARIF

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tesis : Pendugaan Parameter Genetik Beberapa Karakter Kualitatif dan Kuantitatif pada Tiga Kelompok Cabai (Capsicum annuum L.)

Nama : Abdullah Bin Arif

NIM : A253080131

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS. Dr. Muhamad Syukur, SP. MSi. Ketua Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ Pendugaan Parameter Genetik Beberapa Karakter Kualitatif dan Kuantitatif pada Tiga Kelompok Cabai (Capsicum annuum L.)”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Allah SWT atas karunia dan limpahan rahmat yang telah diberikan kepada hamba sehingga dapat menyelesaikan tesis ini

2. Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS dan Dr. Muhamad Syukur SP. MSi selaku dosen pembimbing untuk semua ilmu, bimbingan, arahan, saran dan masukan yang sangat berarti sejak penyusunan sampai selesainya tesis ini

3. Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E. Kusumo MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, arahan dan saran sehingga tesis ini menjadi lebih baik 4. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas MSc selaku Ketua Program Studi Pemuliaan dan

Bioteknologi tanaman yang telah memberikan masukan, arahan dan saran sehingga tesis ini menjadi lebih baik

5. Dr. Rahmi Yunianti, SP. MSi yang telah memberikan masukan, arahan dan saran selama penelitian

6. Seluruh staf pengajar Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman atas ilmu yang telah diberikan

7. Orang tua yang tercinta (Bapak Arifin dan Ibu Kamarya) atas doa yang tidak pernah putus, harapan, motivasi, kepercayaan, jerih payah, dukungan moril dan materiil serta limpahan kasih sayang yang tiada pernah henti

8. Saudara-saudara penulis (Diana, Teddy, Ina, Mitha dan Deby) yang tiada henti mendukung kemajuan penulis

9. Linda Oktaviana yang selalu setia menemani penulis

10.DIKTI atas beasiswa yang telah diberikan melalui program beasiswa unggulan 11.Maksum, Amin, Mba Nofi, Bang Anton, Resqi, Astri, Santi, Mba Cici, Mba Mawi, Joko, Mitha, Ady, Hakim, Tiara, Ita, Nehemia dan Pak Darwa atas bantuannya

12.Teman-teman S2 di Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman atas doa dan bantuannya

13.Semua pihak yang telah membantu kelancaran dalam menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis harapkan saran. Semoga tesis ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan juga bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, April 2010

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bangkalan, Madura tanggal 24 Januari 1986 dari Bapak Moh Arifin dan ibu Kamarya. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Hipotesis... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Botani dan Morfologi ... 4

Syarat Tumbuh Cabai... 7

Pemuliaan Tanaman Cabai... 8

Karakter Kualitatif dan Kuantitatif ... 9

Heritabilitas ... 11

Pewarisan Ekstrakromosomal ... 13

Derajat Dominansi dan Jumlah Gen Pengendali... 14

Aksi Gen ... 15

BAHAN DAN METODE ... 17

Tahapan Pembentukan Materi Genetik... 17

Studi Pewarisan Sifat Kualitatif dan Kuantitatif di Lapangan ... 19

Pengamatan ... 21

Analisis Data ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN... 26

Bentuk Daun ... 26

Warna Batang Muda ... 28

Posisi Bunga... 30

Warna Buah Muda ... 34

Tekstur Permukaan Buah ... 35

Tinggi Dikotomous ... 37

Umur Berbunga... 40

Umur Panen... 45

Bobot per Buah ... 50

Diameter Buah ... 56

Panjang Buah ... 60

Tebal Daging Buah ... 64

Bobot Buah Total per Tanaman ... 67

Pembahasan Umum... 71

KESIMPULAN DAN SARAN... 76

Kesimpulan ... 76

(12)

Halaman

DAFTAR PUSTAKA ... 78

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Nisbah Sebaran Populasi F2 pada Karakter Resistensi Tanaman Terhadap Penyakit... 10

2. Bentuk Daun pada Beberapa Populasi Hasil Persilangan IPB C105 x

IPB C5... 26

3. Nilai X2hitung Bentuk Daun pada Populasi (F1 x IPB C105) dan F2

IPB C105 x IPB C5 ... 27

4. Warna Batang Muda pada Beberapa Populasi Hasil Persilangan IPB C9 x IPB C10... 28

5. Nilai X2hitung Warna Batang Muda pada Populasi F1 x IPB C9 dan F2

IPB C9 x IPB C10 ... 29

6. Posisi Bunga pada Beberapa Populasi Hasil Persilangan IPB C9 x

IPB C10... 31

7. Nilai X2hitung Posisi Bunga pada Populasi Hasil Persilangan IPB C9 x

IPB C10... 31

8. Posisi Bunga pada Beberapa Populasi Hasil Persilangan IPB C5 x

IPB C10... 33

9. Nilai X2hitung Posisi Bunga pada Populasi F2 IPB C5 x IPB C10 ... 33

10. Warna Buah Muda pada Beberapa Populasi Hasil Persilangan IPB C5 x IPB C10... 34

11. Nilai X2hitung Warna Buah Muda pada Populasi F2 IPB C5 x IPB C10 ... 35

12. Tekstur Permukaan Buah pada Beberapa Populasi Hasil Persilangan

IPB C105 x IPB C5 ... 36

13. Nilai X2hitung Tekstur Permukaan Buah pada Populasi F1 x IPB C105

dan F2 IPB C105 x IPB C5 ... 36

14. Uji t-student Populasi F1 dan F1R pada Karakter Tinggi Dikotomous ... 38

15. Nilai Potensi Rasio dan Jumlah Gen Pengendali Karakter Tinggi

Dikotomous ... 39

16. Nilai Parameter Genetik dan t-hitung pada Karakter Tinggi Dikotomous Persilangan IPB C105 x IPB C5 ... 40

17. Komponen Ragam dan Nilai Heritabilitas pada Karakter Tinggi

Dikotomous ... 40

18. Uji t-student Populasi F1 dan F1R pada Karakter Umur Berbunga... 41

19. Nilai Potensi Rasio Karakter Umur Berbunga pada Dua Persilangan ... 41

(14)

Halaman

21. Komponen Ragam dan Nilai Heritabilitas pada Karakter Umur Berbunga.. 44

22. Uji t-student Populasi F1 dan F1R pada Karakter Umur Panen ... 45

23. Nilai Potensi Rasio dan Jumlah Gen Pengendali Karakter Umur Panen ... 46

24. Uji Skala Individu pada Karakter Umur Panen... 47

25. Nilai Parameter Genetik dan X2hitung pada Karakter Umur Panen ... 49

26. Komponen Ragam dan Nilai Heritabilitas pada Karakter Umur Panen ... 50

27. Uji t-student Populasi F1 dan F1R pada Karakter Bobot per Buah ... 51

28. Nilai Potensi Rasio dan Jumlah Gen Pengendali Karakter Bobot per Buah ... 52

29. Uji Skala Individu pada Karakter Bobot per Buah ... 53

30. Nilai Parameter Genetik dan X2hitung pada Karakter Bobot per Buah ... 54

31. Komponen Ragam dan Nilai Heritabilitas pada Karakter Bobot per Buah .. 56

32. Uji t-student Populasi F1 dan F1R pada Karakter Diameter Buah ... 57

33. Nilai Potensi Rasio dan Jumlah Gen Pengendali Karakter Diameter Buah ... 57

34. Uji Skala Individu pada Karakter Diameter Buah ... 58

35. Nilai Parameter Genetik dan X2hitung pada Karakter Diameter Buah ... 59

36. Komponen Ragam dan Nilai Heritabilitas pada Karakter Diameter Buah .. 59

37. Uji t-student Populasi F1 dan F1R pada Karakter Panjang Buah ... 61

38. Nilai Potensi Rasio dan Jumlah Gen Pengendali Karakter Panjang Buah.... 62

39. Uji Skala Individu pada Karakter Panjang Buah ... 63

40. Nilai Skewness dan Kurtosis pada Karakter Panjang Buah... 64

41. Komponen Ragam dan Nilai Heritabilitas pada Karakter Panjang Buah ... 64

42. Uji t-student Populasi F1 dan F1R pada Karakter Tebal Daging Buah ... 65

43. Nilai Potensi Rasio dan Jumlah Gen Pengendali Karakter Tebal Daging Buah ... 65

44. Nilai Parameter Genetik dan t-hitung pada Karakter Tebal Daging Buah.... 66

45. Komponen Ragam dan Nilai Heritabilitas pada Karakter Tebal Daging Buah ... 67

(15)

Halaman

47. Nilai Tengah dan Simpangan Baku Karakter Bobot Buah Total per

Tanaman pada Beberapa Populasi ... 68

48. Nilai Skewness dan Kurtosis pada Karakter Bobot Buah Total per

Tanaman... 70

49. Nilai Heritabilitas Karakter Bobot Buah Total per Tanaman pada Tiga

Persilangan ... 70

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bagan Alir Penelitian Studi Pewarisan Persilangan Cabai Besar dengan Cabai Rawit atau Cabai Keriting... 17

2. Bentuk Daun ... 26

3. Bagan Persilangan dan Model Genetik untuk Gen yang Mengendalikan

Karakter Bentuk Daun... 27

4. Warna Batang Muda ... 28

5. Bagan Persilangan dan Model Genetik untuk Gen yang Mengendalikan

Karakter Warna Batang Muda ... 29

6. Posisi Bunga... 30

7. Bagan Persilangan dan Model Genetik untuk Gen yang Mengendalikan Karakter Posisi Bunga Hasil Persilangan IPB C9 x IPB C10... 32

8. Bagan Persilangan dan Model Genetik untuk Gen yang Mengendalikan

Karakter Posisi Bunga Hasil Persilangan IPB C5 x IPB C10... 33

9. Warna buah muda ... 34

10.Bagan Persilangan dan Model Genetik untuk Gen yang Mengendalikan

Karakter Warna Buah Muda Hasil Persilangan IPB C5 x IPB C10 ... 35

11. Bagan Persilangan dan Model Genetik untuk Gen yang Mengendalikan

Karakter Tekstur Permukaan Buah ... 37

12. Sebaran Populasi F2 IPB C105 x IPB C5 Karakter Tinggi Dikotomous... 37

13. Skema Posisi Relatif Nilai Tengah F1 Terhadap Kedua Tetuanya pada

Karakter Tinggi Dikotomous ... 38

14. Skema Posisi Relatif Nilai Tengah F1 Terhadap Kedua Tetuanya pada

Karakter Umur Berbunga... 42

15. Sebaran Populasi F2 Karakter Umur Berbunga ... 43

16. Sebaran Populasi F2 Karakter Umur Panen... 45

17. Skema Posisi Relatif Nilai Tengah F1 Terhadap Kedua Tetuanya pada

Karakter Umur Panen... 46

18. Sebaran Populasi F2 Karakter Bobot per Buah... 51

19. Skema Posisi Relatif Nilai Tengah F1 Terhadap Kedua Tetuanya pada

Karakter Bobot per Buah ... 52

20. Sebaran Populasi F2 IPB C9 x IPB C10 Karakter Diameter Buah... 56

21. Skema Posisi Relatif Nilai Tengah F1 Terhadap Kedua Tetuanya pada

Karakter Diameter Buah ... 58

(17)

Halaman

23. Skema Posisi Relatif Nilai Tengah F1 Terhadap Kedua Tetuanya pada

Karakter Panjang Buah ... 62

24. Sebaran Populasi F2 IPB C9 x IPB C10 Karakter Tebal Daging Buah... 64

25. Skema Posisi Relatif Nilai Tengah F1 Terhadap Kedua Tetuanya pada

Karakter Tebal Daging Buah ... 66

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(19)

Latar Belakang

Capsicum annuum L. secara ekonomi merupakan spesies yang paling

berpotensi karena paling luas dibudidayakan sehingga banyak menghasilkan

kultivar-kultivar baru yang mempunyai keunggulan tertentu (Djarwaningsih

2005). Sayuran buah ini mempunyai prospek ekonomi yang menguntungkan,

digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, industri makanan, dan farmasi yang

meningkat pesat di Indonesia. Manfaat utama cabai bagi konsumen adalah sebagai

bahan penyedap atau bumbu masakan. Selain dapat dikonsumsi dalam bentuk

segar, cabai sangat dibutuhkan sebagai bahan baku bagi beberapa industri seperti

sambal, saus, variasi bumbu, oleoresin, pewarna dan lain-lain (Duriat 1996), juga

digunakan untuk pembuatan obat-obatan (analgesik) (Hilmayanti et al. 2006).

Selain mengandung zat yang rasanya pedas (capcaisin), cabai juga mengandung

provitamin A dan Vitamin C (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).

Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas hortikultura unggulan

nasional dan memiliki keragaman genetik yang tinggi. Luasnya daerah tumbuh

yang tersebar menjadi salah satu indikasi tingginya keragaman genetik tanaman

cabai. Berdasarkan data statistik diperoleh total pertanaman sayuran di Indonesia

sebesar 1 001 606 ha dan 19.42% dari total areal pertanaman sayuran tersebut

ditanami oleh komoditas cabai (Direktorat Jenderal Hortikultura 2009). Pada

tahun 2007 terjadi penambahan areal pertanaman cabai dari 187 236 ha menjadi

204 048 ha. Namun luasnya areal pertanaman belum diikuti dengan tingginya

produktivitas. Produktivitas cabai merah di Indonesia rata-rata 6.3 ton/ha

(Direkorat Jenderal Hortikultura 2009). Potensi hasil cabai merah dapat mencapai

12-20 ton/ha (Duriat 1996), sedangkan potensi hasil yang dapat dicapai adalah

18-36 ton/ha untuk cabai hibrida (Prajnanta 2007). Banyak faktor yang menyebabkan

rendahnya produktivitas cabai di Indonesia diantaranya adalah belum banyak

digunakannya varietas berdaya hasil tinggi, kurang tersedianya benih berkualitas,

kurangnya penerapan teknologi budidaya yang sesuai, penanganan pasca panen

(20)

Keragaman genetik yang luas pada cabai, merupakan modal dasar bagi

program pemuliaan tanaman. Mangoendidjojo (2003) menyatakan bahwa

keanekaragaman pada suatu populasi tanaman memiliki arti penting dalam

kegiatan pemuliaan tanaman. Demikian juga Poehlman (1979) menyatakan

bahwa pemulia tidak akan dapat melakukan perbaikan karakter tanaman jika tidak

ada keragaman genetik. Keragaman genetik dapat diperoleh melalui berbagai

macam cara antara lain introduksi, mutasi, hibridisasi dan ploidisasi. Hilmayanti

et al. (2006) menyatakan pada umumnya pemuliaan cabai dilakukan melalui

hibridisasi yang diikuti dengan seleksi.

Produktivitas dan kualitas cabai yang masih rendah, mendorong pemulia

untuk melakukan perbaikan karakter cabai. Upaya perbaikan

karakter-karakter pada cabai, baik karakter-karakter kualitatif maupun kuantitatif memerlukan

beberapa tahapan pemuliaan antara lain: perluasan keragaman genetik, analisis

pewarisan karakter, seleksi, pengujian dan pelepasan varietas. Analisis pewarisan

karakter kualitatif dan kuantitaif sangat penting dalam program pemuliaan

tanaman. Analisis pewarisan karakter digunakan untuk mendapatkan informasi

tentang jumlah gen yang mengendalikan karakter tersebut, aksi gen yang

mengendalikan, serta informasi-informasi genetik lainnya. Informasi genetik

tersebut sangat berguna dalam tahapan seleksi, sehingga seleksi dapat lebih efektif

dan efisien (Allard 1960). Falconer (1988) mengemukakan bahwa dalam

mempelajari pewarisan karakter, pendugaan besarnya ragam aditif, ragam

dominan, serta heritabilitas merupakan hal penting. Ragam aditif merupakan

kontribusi utama kemiripan di antara falmili, sehingga merupakan faktor penentu

utama dalam penurunan karakter. Ragam dominan merupakan hasil interaksi

dalam suatu alel dari beberapa gen pada lokus yang bersegregasi. Poelhman

(1979) menyatakan bahwa pendugaan heritabilitas mengantarkan pada suatu

kesimpulan apakah pewarisan karakter tersebut diperankan oleh faktor genetik

atau faktor lingkungan, sehingga dapat diketahui sampai sejauh mana karakter

tersebut dapat diturunkan pada generasi selanjutnya.

Seleksi pada cabai akan memberikan kemajuan genetik yang tinggi jika

karakter yang dilibatkan dalam seleksi mempunyai heritabilitas yang tinggi. Jika

(21)

genetik, maka seleksi akan memperoleh kemajuan genetik. Seleksi terhadap

karakter yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi dapat dilakukan pada generasi

awal, sedangkan untuk karakter yang menunjukkan nilai heritabilitas rendah,

seleksi dapat dilakukan pada generasi akhir (Zen 1995). Informasi-informasi

tersebut dapat membantu pemulia dalam mempercepat perakitan varietas unggul.

Tujuan

Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang

pola pewarisan beberapa karakter kualitatif dan kuantitatif pada tanaman cabai.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Ada pewarisan ekstrakromosomal untuk semua karakter yang diamati.

2. Karakter kualitatif dan kuantitatif pada tanaman cabai dikendalikan oleh

pengaruh aditif-dominan.

3. Karakter kuantitatif pada tanaman cabai memiliki nilai heritabilitas yang

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Morfologi Cabai

Cabai termasuk tanaman dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta,

kelas Magnoliopsida, ordo Solanales, famili Solanaceae, genus Capsicum dan

spesies Capsicum annuum L. Terdapat lima spesies cabai yang telah

dibudidayakan yaitu Capsicum annuum (cabai besar), Capsicum frutescens (cabai

rawit), Capsicum chinense, Capsicum baccatum, dan Capsicum pubescens (cabai

gendot). C. annuum, C. chinense dan C. frutescens mempunyai sifat yang mirip.

Terdapat sembilan varietas dalam Capsicum annuum yaitu Capsicum annuum var.

abreviatum, Capsicum annuum var. acuminatum, Capsicum annuum var.

cerasiforme, Capsicum annuum var. conoides, Capsicum annuum var.

fasciculatum, Capsicum annuum var. grossum, Capsicum annuum var. annuum,

Capsicum annuum var. glabriusculum dan Capsicum annuum var. longum (Irish

1898 dalam: Djarwaningsih 2005). Sembilan varietas tersebut dapat dibedakan

berdasarkan bentuk, ukuran, posisi buah (tegak atau menggantung), warna dan

rasanya.

Capsicum annuum L. berupa terna atau setengah perdu, dengan tinggi

45-100 cm, biasanya hanya semusim. Bunga tunggal dan muncul di bagian ujung

ranting, posisinya menggantung, mahkota bunga berwarna putih atau ungu,

berbentuk seperti bintang. Kelopak seperti lonceng. Buah tunggal pada setiap

ruas, bervariasi dalam ukuran, bentuk, warna dan tingkat kepedasan; bentuk buah

seperti garis, menyerupai kerucut, seperti tabung memanjang, seperti lonceng atau

berbentuk bulat; warna buah setelah masak bervariasi dari merah, jingga, kuning

atau keunguan; posisi buah menggantung. Biji berwarna kuning pucat. C. annuum

var. glabriusculum diduga merupakan nenek moyang liar dari tanaman budidaya

C. annuum var. annuum dan di antara keduanya dapat terjadi persilangan secara

bebas dan mudah. Varietas glabriusculum ini mempunyai ciri-ciri buah dengan

rasa sangat pedas, garis tengah kurang dari 13 mm, posisi buah tegak dan mudah

luruh yang berlawanan dengan ciri-ciri budidayanya (Djarwaningsih 2005).

Capsicum baccatum L. berupa terna atau setengah perdu, dengan tinggi

(23)

bagian ujung ranting, posisinya tegak atau menggantung; mahkota bunga

berwarna putih dengan bercak-bercak kuning pada tabung mahkotanya, berbentuk

seperti bintang. Kelopak seperti lonceng. Buah tunggal pada setiap ruas; bentuk

buah bulat memanjang; warna buah ketika masih muda dapat merah, jingga,

kuning, hijau atau coklat dan setelah masakpun bervariasi dari jingga, kuning

sampai merah; posisi buah tegak atau menggantung. Biji berwarna kuning pucat.

Capsicum baccatum var. baccatum mempunyai ciri-ciri: mahkota bunga berwarna

putih dengan bercak kuning pada tabung mahkotanya, kepala sari berwarna

kuning, buahnya berwarna merah dengan posisi tegak dan mudah luruh bila sudah

masak. C. baccatum var. baccatum tersebut diduga merupakan nenek moyang liar

dari C. baccatum var. pendulum karena keduanya dapat menghasilkan hibrid fertil

(Djarwaningsih 2005).

Capsicum frutescens L. berupa terna atau setengah perdu, tinggi 50-

150 cm, hidupnya dapat mencapai 2 atau 3 tahun. Bunganya muncul berpasangan

atau bahkan lebih di bagian ujung ranting, posisinya tegak, mahkota bunga

berwarna kuning kehijauan, berbentuk seperti bintang. Buah muncul berpasangan

atau bahkan lebih pada setiap ruas, biasanya rasanya sangat pedas, kadang-kadang

mempunyai bentuk buah bulat memanjang atau berbentuk setengah kerucut.

Warna buah setelah masak adalah merah, posisi buah tegak. Biji berwarna kuning

pucat (Djarwaningsih 2005).

Capsicum pubescens, berupa perdu, tinggi 45-113 cm, biasanya hanya

semusim. Bunga tunggal atau kadang-kadang menggerombol berjumlah 2-3 pada

tiap ruas, posisinya tegak; mahkota bunga berwarna ungu, berbulu, berbentuk

seperti bintang. Kelopak berwarna hijau, berbulu. Buah tunggal atau muncul

bergerombol berjumlah 2-3 pada setiap ruas, rasanya pedas; buahnya berbentuk

bulat telur; warna buah setelah masak bervariasi ada yang merah, jingga atau

coklat; posisi buah menggantung, biji berwarna hitam (Djarwaningsih 2005).

Nenek moyang liarnya masih belum diketahui, tetapi jenis ini menunjukkan

kekerabatan yang erat dengan jenis-jenis liar dari Amerika Selatan yaitu C.

eximium, C. cardenasii dan C. tovari, dan salah satu di antaranya diduga

(24)

ditanam di Jawa (Ciwidey, Sindanglaya, Cibodas dan dataran tinggi Dieng)

(Djarwaningsih 1986).

Capsicum chinense, berupa terna atau setengah perdu, tinggi 45-90 cm.

Bunga menggerombol berjumlah 3-5 pada tiap ruas, posisinya tegak atau

merunduk; mahkota bunga berwarna kuning kehijauan, berbentuk seperti bintang.

Buah muncul bergerombol berjumlah 3 -5 pada setiap ruas, panjangnya dapat

mencapai 12 cm, rasanya sangat pedas; mempunyai bentuk buah yang bervariasi

dari bulat dengan ujung berpapila, berbentuk seperti lonceng atau kerucut. Biji

berwarna kuning pucat (Djarwaningsih 2005). Jenis ini tersebar hampir meluas di

Amerika Selatan bagian utara dan India Barat serta dibudidayakan sangat umum

di daerah Amazone. Buahnya bervariasi dalam ukuran dan warna serta

mempunyai rasa yang sangat pedas. Sejauh ini nenek moyang liarnya belum

ditemukan, tetapi diduga berasal dari tipe liar C. frutescens. Hal ini dimungkinkan

karena C. chinense berkerabat dekat dengan C. frutescens (Heiser 1986).

Cabai termasuk tanaman dikotil yang berbentuk semak, batangnya

berkayu, tipe percabanganya tegak atau menyebar dengan karakter yang

berbeda-beda tergantung spesiesnya. Untuk memberbeda-bedakan ketiganya dapat mengamati

komposisi bunga dan buah dari masing-masing spesies (Kusandriani 1996).

Diantara kultivar-kultivar cabai terdapat perbedaan kepala putik terhadap kotak

sari yang disebut heterostyly. Tanaman cabai merupakan tanaman tropika yang

memiliki sifat menyerbuk sendiri dengan variasi penyerbukan silang yang tinggi

tergantung genotipe dan lingkungan (Dascalov 1998). Persilangan (crossing)

sering terjadi pada bunga yang memiliki tangkai putik (stilus) yang panjang dan

kepala putik (stigma) lebih tinggi dari pada kotak sari. Penyerbukan sendiri terjadi

pada bunga yang memiliki tangkai sari yang pendek, sehingga letak kepala putik

lebih rendah dari pada kepala sari (Kusandriani dan Permadi 1996).

Capsicum annuum L. merupakan spesies yang paling banyak

dibudidayakan dan bernilai secara ekonomis. Spesies ini secara umum memiliki

ciri-ciri morfologi dengan struktur perakaran yang diawali dari akar tunggang

yang sangat kuat dan bercabang-cabang ke samping dengan akar-akar rambut

(Kusandriani 1996). Rubatzky dan Yamaguchi (1999) menyatakan bahwa akar

(25)

kedalaman satu meter bahkan lebih. Spesies ini diperkirakan mempunyai pusat

asal di Meksiko, kemudian menyebar ke daerah Amerika Selatan dan Tengah, ke

Eropa dan sekarang telah tersebar luas di daerah tropik dan subtropik.

Tanaman cabai memiliki tangkai daun yang panjang, daun tunggal dengan

helai daun berbentuk ovate atau lanceolate, agak kaku, berwarna hijau sampai

hijau tua dengan tepinya rata. Daun tumbuh pada tunas-tunas samping secara

berurutan, sedangkan pada batang utama daun tersebut tersusun secara spiral.

Daun berbulu lebat atau jarang, tergantung pada spesiesnya (Kusandriani 1996).

Bunga tanaman cabai umumnya bersifat tunggal dan tumbuh pada ujung

ruas, serta merupakan bunga sempurna (hermafrodit). Bunga jantan dan betina

terdapat pada satu bunga. Mahkota bunga berwarna putih atau ungu tergantung

kultivarnya, helaian mahkota bunga berjumlah lima atau enam helai. Pada dasar

bunga terdapat daun buah berjumlah lima helai kadang-kadang bergerigi. Setiap

bunga mempunyai satu putik, kepala putik berbentuk bulat. Benang sari berjumlah

lima sampai delapan helai benang sari dengan kepala sari berbentuk lonjong.

Ukuran buah cabai beragam dari pendek sampai panjang, sedangkan

ujungnya runcing atau tumpul. Bentuk buah umumnya memanjang. Kedudukan

buah adalah buah tunggal pada masing-masing ruas (ketiak daun) atau

kadang-kadang fasciculate (bergerombol). Permukaan kulit dan warna buah bervariasi

dari halus sampai bergelombang, warna mengkilat sampai kusam, hijau, kuning,

coklat atau kadang-kadang ungu pada waktu muda dan menjadi merah ketika

matang (Kusandriani 1996).

Syarat Tumbuh Cabai

Tanaman cabai dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi

hingga mencapai ketinggian 1 400 m dpl, namun pertumbuhan cabai akan lebih

cepat pada dataran rendah (Sutarya dan Grubben 1995). Sumarni (1996)

menyatakan tanaman cabai dapat dibudidayakan pada daerah dengan ketinggian

tempat hingga 2 000 m dpl. Cabai tumbuh optimal di tanah regosol dan andosol.

Kadar keasaman (pH) tanah yang cocok untuk penanaman cabai secara intensif

adalah 6-7. Apabila ditanam pada tanah yang mempunyai pH lebih dari tujuh

(26)

klorosis atau daun menguning yang disebabkan kekurangan unsur hara besi (Fe).

Pada tanah yang mempunyai pH yang kurang dari lima tanaman cabai juga akan

menjadi kerdil karena kekurangan unsur hara kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg)

atau keracunan Aluminium (Al). Ketinggian tempat berpengaruh pada jenis hama

dan penyakit yang menyerang cabai. Di dataran tinggi, penyakit yang menyerang

biasanya disebabkan oleh cendawan. Di lahan dataran rendah biasanya penyakit

yang menyerang disebabkan oleh bakteri.

Curah hujan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan produksi buah

cabai. Curah hujan yang ideal untuk bertanam cabai adalah 1 000 mm/tahun.

Curah hujan yang rendah menyebabkan tanaman kekeringan dan membutuhkan

air untuk penyiraman. Sebaliknya, curah hujan yang tinggi bisa merusak tanaman

cabai serta membuat lahan penanaman dengan kelembaban yang tinggi.

Kelembaban yang cocok bagi tanaman cabai berkisar antara 70-80%, terutama

saat pembentukan bunga dan buah. Kelembaban yang melebihi 80% memacu

pertumbuhan cendawan yang berpotensi menyerang dan merusak tanaman.

Sebaliknya, iklim yang kurang dari 70% membuat cabai kering dan mengganggu

pertumbuhan generatifnya, terutama saat pembentukan bunga, penyerbukan, dan

pembentukan buah.

Suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai yaitu

20 – 250C untuk siang hari dan 200C untuk malam hari. Tanaman dan buah cabai

rentan terhadap kerusakan suhu dingin. Suhu rendah cenderung membatasi

perkembangan aroma dan warna. Penyerbukan dan pembuahan optimum pada

suhu antara 20 – 250C, namun bunga tidak akan terbuahi pada suhu di bawah

160C atau di atas 320C karena produksi tepung sari yang tidak baik (Rubatzky dan

Yamaguchi 1997). Menurut Pitojo (2003) curah hujan yang terlalu tinggi dapat

menyebabkan kelembaban udara meningkat dan mendorong pertumbuhan

penyakit tanaman.

Pemuliaan Tanaman Cabai

Cabai termasuk jenis tanaman menyerbuk sendiri, walaupun ada

kemungkinan menyerbuk silang, dimana penyerbukan silang sering terjadi di

(27)

diawali dengan mendapatkan variabilitas genetik, kemudian melalui kegiatan

seleksi pada sumber genetik yang bervariasi dilakukan persilangan dan seleksi

lanjutan (Kusandriani dan Permadi 1996). Proses selanjutnya adalah pemurnian,

uji generasi lanjut, uji multilokasi, kemudian pelepasan varietas.

Salah satu kegiatan pemuliaan yang sangat penting adalah menciptakan

keragaman genetik. Sumber keragaman genetik dapat diperoleh dengan cara

introduksi, hibridisasi, mutasi dan lain-lain. Hibridisasi antara tanaman dengan

sifat yang berbeda merupakan cara yang umum dilakukan untuk mendapatkan

variasi genetik dalam populasi. Menurut Hilmayanti et al. (2006) pada umumnya

pemuliaan tanaman cabai dilakukan melalui hibridisasi yang diikuti dengan

seleksi. Poehlman dan Sleper (1995) menyatakan keragaman genetik juga dapat

terjadi melalui mutasi, poliploidisasi, persilangan interspesifik dan rekayasa

genetika.

Setelah terbentuk keragaman genetik maka perlu dilakukan tahapan

seleksi. Kusandriani dan Permadi (1996) mengemukkan bahwa metode pemuliaan

pada tanaman cabai yang digunakan pada umumnya adalah seleksi massa, seleksi

galur murni, silang balik (backcross), seleksi pedigree, dan SSD (Single Seed

Descent). Seleksi merupakan inti dari pemuliaan tanaman yang memiliki

hubungan erat dengan tujuan pemuliaan tanaman. Allard (1960) menyatakan

bahwa kenaikan hasil merupakan tujuan utama bagi pemuliaan tanaman dan

upaya untuk meningkatkan hasil atau perbaikan sifat tanaman, diperlukan

kegiatan pemuliaan tanaman. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan

seleksi, namun kegiatan seleksi memerlukan informasi tentang genetik dan

pewarisannya sehingga seleksi dapat efektif dan efisien.

Karakter kualitatif dan kuantitatif

Karakter kualitatif adalah karakter yang dapat dibedakan berdasarkan

kelas atau jenis, misal: warna bunga, ketahanan terhadap penyakit, bentuk buah

dan lain-lain. Bentuk sebaran karakter kualitatif adalah tegas, gen pengendali

karakter kualitatif berupa gen mayor, serta karakter kualitatif sangat sedikit

dipengaruhi oleh lingkungan. Mangoendidjojo (2003) menyatakan bahwa cara

(28)

dengan kontrol yang telah distandarisasi maupun dengan skoring (penilaian).

Karakter kualitatif lebih cenderung mengikuti sebaran Mendel yaitu sebarannya

tidak normal.

Tanaman pada generasi F2 akan mengalami segregasi sesuai dengan

hukum Mendel. Aksi dan interaksi gen yang berbeda akan membuat pola

segregasi berbeda. Tipe aksi gen dapat dibedakan menjadi dua, yaitu interaksi

antar alel pada lokus yang berbeda (interlokus) dan interaksi antar alel pada lokus

yang sama (intralokus). Karakter kualitatif yang dikendalikan oleh satu lokus dua

alel per lokus maka interaksi intralokus dominan akan menghasilkan

perbandingan segregasi fenotipe 3 : 1 pada keturunan F2, sedangkan jika tidak ada

dominansi menghasilkan nisbah 1 : 2 : 1. Pada karakter yang dikendalikan dua

lokus dengan dua alel per lokus akan menghasilkan nisbah 12 : 3 : 1 jika interaksi

interlokus epistasis dominan, 9 : 3 : 4 untuk epistasis resesif, 15 : 1 untuk

duplikasi epistasis dominan, 9 : 7 untuk duplikasi epistasis resesif, dan 13 : 3

untuk interaksi inhibitor/epistasis dominan-resesif (Welsh 1991). Tabel 1,

menunjukkan contoh nisbah sebaran fenotipik populasi F2 pada karakter resistensi

tanaman terhadap penyakit.

Tabel 1. Nisbah Sebaran Populasi F2 pada Karakter Resistensi Tanaman Terhadap Penyakit (Roy 2000 dimodifikasi oleh Yunianti 2007)

Tipe Ketahanan Tahan Agak

Tahan Rentan

Sangat Rentan 1. Dikendalikan 1 pasang gen

a. Dominan 3 - - 1

b. Resesif 1 - - 3

2. Dikendalikan 2 pasang gen

a. Dominan 9 3 3 1

b. Epistasis resesif 9 3 - 4

c. Epistasis dominan 12 - 3 1

d. Epistasis dominan-resesif 13 - - 3

e. Epistasis resesif duplikat 9 - - 7

f. Epistasis dominan duplikat 15 - - 1

g. Interaksi duplikat 9 6 - 1

h. Interaksi kompleks 10 3 - 3

Karakter kuantitatif adalah karakter yang dapat dibedakan berdasarkan

dari segi nilai ukuran dan bukan jenisnya, atau karakter-karakter yang

(29)

merupakan karakter-karakter yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Hal ini

dapat terjadi karena karakter-karakter ini dikendalikan oleh sejumlah gen dimana

pengaruh masing-masing gen terhadap penampilan karakter (fenotipe) lebih kecil

dibandingkan pengaruh lingkungan, walaupun secara bersama-sama gen-gen

tersebut dapat mempunyai pengaruh yang lebih besar dari pengaruh lingkungan.

Gen-gen yang demikian disebut gen minor. Mangoendidjojo (2003) menyatakan

bahwa pada karakter kuantitatif, pengambilan data memerlukan pengukuran

terhadap peubah yang diamati. Karakter kuantitatif lebih cenderung mengikuti

sebaran normal. Pada penelitian Hari et al. (2005) menunjukkan bahwa sebaran

frekuensi karakter panjang dan diameter buah pada populasi F2 tanaman tomat

menyebar normal dan dikendalikan oleh banyak gen.

Karakter kuantitatif cenderung mengikuti sebaran normal dan kontinyu.

Pantalone et al. (1996) menyatakan bahwa data yang bersifat poligenik

mempunyai sebaran normal dan bersifat kontinyu. Selanjutnya Roy (2000)

menambahkan bahwa karakter yang dikendalikan oleh banyak gen ditunjukkan

oleh nilai kurtosis < 3 (berbentuk platykurtic), sedangkan karakter yang

dikendalikan oleh sedikit gen ditunjukkan oleh nilai kurtosis > 3 (berbentuk

leptokurtic). Karakter yang dikendalikan oleh aksi gen aditif dengan pengaruh

aksi gen epistasis duplikat ditunjukkan oleh sebaran yang tidak normal dan nilai

skewness yang bertanda negatif, sedangkan karakter yang dikendalikan oleh aksi

gen aditif dengan pengaruh aksi gen epistasis komplementer ditunjukkan oleh

sebaran yang tidak normal dan nilai skewness yang bertanda positif.

Heritabilitas

Heritabilitas adalah hubungan antara ragam genotipe dengan ragam

fenotipenya (potensi suatu individu untuk mewariskan karakter tertentu pada

keturunannya). Seberapa besar keragaman fenotipe yang terwariskan, diukur oleh

parameter yang disebut heritabilitas (Sujiprihati et al. 2003). Hubungan ini

menggambarkan seberapa jauh fenotipe yang tampak merupakan refleksi dari

genotipe. Sesuai dengan komponen ragam genetiknya. heritabilitas dibedakan

menjadi dua yaitu heritabilitas dalam arti luas (broad-sense heritability) dan

(30)

luas merupakan perbandingan antara ragam genetik total dengan ragam fenotipe

(h2bs = σ2g / σ2p). Poehlman (1995) menambahkan ragam genetik total (σ2g)

terdiri dari ragam genetik aditif (σ2a) ragam genetik dominan (σ2d) dan ragam

genetik epistasis (σ2i). Heritabilitas dalam arti sempit merupakan perbandingan

antara ragam aditif dan ragam fenotipe (h2ns = σ2a / σ2p).

Umumnya heritabilitas dalam arti sempit banyak mendapatkan perhatian

karena pengaruh aditif dari tiap alelnya diwariskan dari tetua kepada

keturunannya. Kontribusi penampilan tidak tergantung pada adanya interaksi antar

alel. Dalam pemuliaan tanaman, seleksi sifat-sifat yang dikendalikan oleh gen

aditif diharapkan mendapatkan kemajuan seleksi yang besar dan cepat.

Pada tanaman, ada banyak metode untuk menduga nilai heritabilitas dan

komponen ragam. Heritabilitas dapat diduga dengan menggunakan cara antara

lain dengan perhitungan ragam turunan, dengan regresi parent offspring dan

dengan perhitungan komponen ragam dari analisis ragam. Metode yang

digunakan untuk menduga nilai tersebut tergantung dari populasi yang dimiliki

oleh pemulia dan tujuan yang ingin dicapai. Nilai heritabilitas dikatakan rendah

apabila kurang dari 20%, cukup tinggi pada 20-50%, tinggi jika lebih dari 50%.

Akan tetapi nilai-nilai ini sangat tergantung dari metode dan populasi yang

digunakan (Sujiprihati et al. 2003).

Nilai heritabilitas sangat diperlukan dalam memilih karakter yang akan

dijadikan kriteria seleksi. Seleksi dapat dilakukan secara langsung terhadap

karakter yang ingin diperbaiki atau secara tidak langsung dengan menggunakan

karakter yang lainnya, misalnya seleksi untuk meningkatkan daya hasil dapat

dilakukan secara langsung dengan memilih genotipe yang mempunyai daya hasil

tinggi jika daya hasil mempunyai nilai heritabilitas tergolong sedang atau tinggi.

Jika daya hasil mempunyai nilai heritabilitas rendah maka lebih baik seleksi

dilakukan secara tidak langsung menggunakan karakter yang lain. Pemilihan

karakter selain daya hasil untuk dijadikan kriteria seleksi adalah berdasarkan nilai

(31)

Pewarisan Ekstrakromosomal

Yunianti dan Sujiprihati (2006) menyatakan bahwa pewarisan

ekstrakromosomal adalah pewarisan yang dikendalikan oleh gen yang ada di luar

inti. Ciri-ciri suatu karakter diwariskan secara ekstrakromosomal adalah (1) zuriat

hasil persilangan berbeda dengan zuriat hasil persilangan resiprokalnya, (2) tetua

betina memberikan sumbangan yang lebih besar kepada zuriatnya dibandingkan

tetua jantan, sehingga karakter-karakter keturunan mewarisi karakter dari tetua

betinanya, (3) karakter-karakter tersebut tidak dapat dipetakan pada kromosom

atau kelompok keterpautan tertentu, (4) tidak terjadi segregasi pada karakter

tersebut, (5) nisbah segregasi tidak mengikuti hukum Mendel.

Terdapat tiga kategori pewarisan ekstrakromosomal, yaitu pewarisan

menular, pewarisan sitoplasmik (pewarisan maternal) dan efek maternal (Yunianti

dan Sujiprihati 2006). Pada tanaman umumnya hanya dikenal 2 tipe yaitu

pewarisan sitoplasmik dan efek maternal.

Pewarisan sitoplasmik terjadi apabila faktor yang menentukan karakter

zuriat terdapat di luar nukleus. Pemindahan faktor tersebut hanya berlangsung

melalui sitoplasma dan bertahan selama beberapa generasi. Organel di luar

nukleus yang berpotensi sebagai pembawa faktor pewarisan sitoplasmik pada

tanaman adalah kloroplas dan mitokondria. Menurut Mogensen dan Rusche

(2000) plastid pada tanaman dapat diwariskan dari tetua kepada zuriat melalui tiga

cara yaitu maternal, paternal dan biparental. Namun studi pada kebanyakan

tanaman berbunga menunjukkan bahwa plastid tanaman diwariskan secara

maternal. Disamping itu menurut Russel (1998) pewarisan sitoplasmik terjadi

karena jumlah sitoplasma gamet betina biasanya jauh lebih banyak daripada

sitoplasma gamet jantan.

Efek maternal terjadi apabila genotipe nukleus dari tetua betina

menentukan fenotipe zuriatnya, tanpa dipengaruhi oleh tetua jantan, sehingga

apapun genotipe zuriatnya, fenotipenya akan sama dengan tetua betina. Biasanya

efek ini hanya berpengaruh pada satu generasi. Roach dan Wuff (1987)

mengemukakan terdapat tiga tipe efek maternal yaitu genetik sitoplasmik,

fenotipik maternal dan pembuahan ganda. Yunianti dan Sujiprihati (2006)

(32)

kecambah tanaman lupin. Efek maternal dapat terlihat dengan cara

membandingkan turunan pertama (F1) dan turunan pertama resiprokal (F1R).

Menurut Stansfield (1991) apabila suatu karakter dipengaruhi oleh tetua betina

maka keturunan persilangan resiprokalnya akan memberikan hasil yang berbeda,

dan keturunannya hanya memperlihatkan ciri dari tetua betina. Gardner dan

Snustad (1984) menyatakan bahwa antara keturunan F1 dengan keturunan F1

resiproknya tidak dapat digabung karena segregasi populasi F2 akan berbeda dan

tidak mengikuti hukum Mendel. Sebaliknya, apabila tidak terdapat pengaruh tetua

betina (dikendalikan oleh gen inti), persilangan resiprokal dapat digabungkan

untuk memperoleh keturunan berikutnya dan segregasi F2 akan mengikuti hukum

Mendel.

Derajat Dominansi dan Jumlah Gen Pengendali

Derajat dominansi terkait dengan besaran nilai potensi gen tetua yang

terwariskan kepada zuriat. Terdapat dua tipe derajat dominansi yaitu derajat

dominansi yang berupa interaksi alel pada lokus yang sama (intralokus) dan

derajat dominansi yang berupa interaksi alel pada lokus yang berbeda (interlokus).

Gen yang saling berinteraksi memiliki beberapa kemungkinan pengaruh

derajat dominansi yaitu derajat dominansi aditif, dominan dan epistasis. Derajat

dominansi aditif merupakan besarnya nilai tengah populasi heterozigot (F1) yang

sama dengan rataan nilai tengah antar populasi homozigot/tetua (MP). Derajat

dominansi dominan merupakan besarnya populasi heterozigot (F1) yang melebihi

rataan nilai tengah populasi tetua/MP (dominan parsial) atau setara dengan nilai

tengah populasi tetua (dominan lengkap) atau melebihi nilai tengah populasi tetua

(over dominan). Mangoendidjojo (2003) mengemukakan derajat dominansi

epistasis memiliki pola perbandingan nilai tengah F1 yang beragam terhadap nilai

tengah populasi tetua, hal ini disebabkan derajat dominansi pada suatu lokus yang

bersifat saling menutupi pengaruh gen pada lokus lain.

Derajat dominansi dapat diduga dengan menghitung nilai potensi rasio

(hp). Menurut Petr dan Frey (1966) jika nilai hp suatu karakter yang berada pada

kisaran 0 dan 1 menunjukkan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh aksi gen

(33)

kisaran -1 dan 0 menunjukkan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh aksi gen

dominan negatif tidak sempurna, jika nilai hp = 0 menunjukkan karakter tesebut

tidak ada dominansi, jika hp = 1 atau hp = -1 menunjukkan karakter tersebut

dikendalikan aksi gen dominan sempurna dan jika hp < -1 atau hp > 1

menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen over dominan.

Jumlah gen pengendali menunjukkan jumlah gen-gen yang efektif yang

mengendalikan ekspresi suatu karakter. Jumlah gen yang sebenarnya tidak dapat

diketahui, hanya menduga jumlah gen-gen yang berkumpul dalam mengendalikan

ekspresi suatu karakter.

Aksi Gen

Aksi gen adalah bagaimana gen mengendalikan ekspresi fenotipe. Aksi

gen ditentukan oleh bentuk interaksi yang terjadi baik interaksi antar alel pada

lokus yang sama (dominan), maupun interaksi antar alel pada lokus yang berbeda

(epistasis). Untuk karakter kuantitatif maka interaksi gen dapat terlihat dari

perbedaan penambahan nilai oleh suatu alel pada total nilai suatu genotipe.

Menurut Mather dan Jink (1982) untuk menentukan tipe dan besaran aksi

gen yang terlibat pada suatu pewarisan karakter kuantitatif dapat dilakukan

dengan menguji kesesuaian model aditif dan dominan dengan uji skala individu

dan uji skala gabungan. Uji nyata secara statistik untuk berbagai efek gen dari

model ini ditentukan dengan perhitungan galat baku dari ragam nilai tengah

populasi-populasi yang bersangkutan.

Jika model aditif-dominan dapat menjelaskan pengaruh gen terhadap nilai

tengah suatu generasi dan tidak terdapat interaksi antar lokus, maka selisih antara

nilai tengah yang diamati dengan nilai harapan suatu generasi sama dengan nol.

Dalam penentuan model genetik dengan menggunakan komponen rata-rata

generasi harus memenuhi beberapa asumsi antara lain kedua tetua homozigot,

pola pewarisan diploid, tidak ada keterpautan gen, tidak ada pengaruh tetua

betina, tidak ada interaksi antara genotipe dengan lingkungan dan interaksi hanya

terjadi antara dua gen dengan dua alel (Allard 1960).

Mather dan Jink (1982) menyatakan terdapat enam komponen genetik

(34)

[m], jumlah pengaruh aditif [d], jumlah pengaruh dominan [h], jumlah pengaruh

interaksi aditif x aditif [i], jumlah pengaruh interaksi aditif x dominan [j] dan

jumlah pengaruh interaksi dominan x dominan [l]. Model genetik yang diuji

adalah kombinasi dari keenam komponen genetik tersebut. Ada maksimum

delapan model genetik yang dapat diuji yaitu satu model dua komponen genetik

(m[d]), satu model tiga komponen (m[d][h]) yang merupakan model

aditif-dominan, tiga model empat komponen (m[d][h][i], m[d][h][j], dan m[d][h][l]),

tiga model lima komponen (m[d][h][i][j], m[d][h][i][l], dan m[d][h][j][l]),

sedangkan model genetik enam komponen tidak dapat diuji.

Apabila model menunjukkan kesesuaian dengan model aditif-dominan

(m[d][h]) dengan uji-t, maka pengujian tidak dilanjutkan ke model selanjutnya

karena dianggap tidak ada interaksi non alelik (Hill et al. 1998). Apabila model

aditif-dominan tidak sesuai maka dilakukan pengujian secara bertahap mulai dari

model dua, tiga, empat, hingga lima komponen genetik. Model paling sesuai jika

nilai X2hitung menunjukkan nilai terkecil dan lebih kecil dari X2tabel.

Berdasarkan model genetik yang paling sesuai, maka dapat diduga

besarnya nilai komponen genetik tersebut beserta dengan galat bakunya. Nyata

tidaknya peran komponen genetik tersebut diuji dengan membandingkan t-hitung

dengan t-tabel = 1.96, seperti pada uji skala individu (Singh dan Chaudhary 1979;

(35)

BAHAN DAN METODE

Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur

persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar

dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan persilangan antara cabai keriting dengan

cabai besar. Masing-masing penelitian terdapat dua tahap percobaan yaitu (1)

pembentukan materi genetik, (2) studi pewarisan karakter kualitatif dan kuantitatif

di lapangan. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bagan Alir Penelitian Studi Pewarisan Persilangan Cabai Besar dengan Cabai Rawit atau Cabai Keriting

Tahapan 1. Pembentukan Materi Genetik

Pembentukan materi genetik yang akan digunakan untuk studi pewarisan

karakter kualitatif dan kuantitatif dilakukan dengan cara persilangan cabai besar

dengan cabai rawit, persilangan cabai keriting dengan cabai besar dan selfing pada

masing-masing tetua dan F1.

Waktu dan Tempat

Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Lwikopo IPB Bogor. Percobaan

dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2009.

Galur Cabai Besar

Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental)

Studi Pewarisan Karakter Kualitatif dan Kuantitatif di Lapangan

Analisis Data

Galur Cabai Rawit

(36)

Bahan Tanaman

Bahan tanaman yang digunakan adalah tiga tetua cabai yaitu cabai besar

(IPB C9 & IPB C5), cabai keriting (IPB C105) dan cabai rawit (IPB C10). Bahan

tanaman tersebut dipilih berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh Dzikri

(2008) dan Syukur (2007). Lampiran 1 menunjukkan gambar tetua-tetua cabai

yang digunakan.

Rancangan Persilangan

Rancangan persilangan yang digunakan adalah Rancangan Biparental dan

Rancangan Silang Balik (backcross). Tetua cabai besar dan cabai rawit

disilangkan (hibridisasi) untuk mendapatkan tanaman F1 dan F1R, begitu juga

tetua cabai keriting dan cabai besar disilangkan (hibridisasi) untuk mendapatkan

tanaman F1 dan F1R. Dari masing-masing persilangan, sebagian benihnya

disimpan dan yang lainnya ditanam untuk dilakukan silang balik dengan tetuanya

masing-masing serta dilakukan penyerbukan sendiri. Dengan demikian, diperoleh

materi genetik F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2, F2 (F1 selfing), BCP1 (F1 x P1)

dan BCP2 (F1 x P2).

Pelaksanan Percobaan

Percobaan ini meliputi persiapan pembentukan materi genetik. Terdapat

dua cara dalam pembentukan materi genetik tersebut yaitu melalui persilangan

(crossing) dan melalui penyerbukan sendiri (selfing). Materi genetik yang

diperoleh dengan cara persilangan adalah F1, F1R, BCP1 dan BCP2.

Pelaksanaanya meliputi: (1) persiapan, (2) kastrasi, (3) emaskulasi, (4) isolasi, (5)

pengumpulan serbuk sari, (6) polenasi, (7) pelabelan. Materi genetik yang

diperoleh dengan cara selfing adalah P1, P2 dan F2. Selfing dapat dilakukan

dengan cara menyungkup tanaman tetua dan turunan pertama (F1), sehingga

terjadi penyerbukan sendiri pada P1, P2 dan F1. Dari hal tersebut, akan diperoleh

beih P1, P2 dan F2. Setelah buah berumur 6-8 Minggu Setelah Penyerbukan, buah

(37)

Tahapan 2. Studi Pewarisan Karakter Kualitatif dan Kuantitatif di Lapangan

Percobaan studi pewarisan karakter kualitatif dan kuantitatif di lapangan

bertujuan untuk mempelajari pola pewarisan pada karakter kualitatif dan

kuantitatif. Dari percobaan ini diharapkan diperoleh informasi tentang:

(1) pengaruh tetua betina (maternal effect) pada karakter-karakter yang diamati,

(2) jumlah gen yang mengendalikan pada masing-masing karakter yang diamati,

(3) model interaksi gen, (4) nilai ragam genetik, ragam aditif, ragam lingkungan

dan ragam fenotipik, dan (5) nilai heritabilitas.

Waktu dan Tempat

Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Lwikopo IPB Bogor. Percobaan

dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan Januari 2010.

Bahan Tanaman

Bahan tanaman yang digunakan dalam percobaan ini adalah: tetua cabai

rawit (IPB C10), tetua cabai besar (IPB C5 & IPB C9) dan tetua cabai keriting

(IPB C105), turunan pertama (F1), turunan pertama resiprokal (F1R), backcross

ke tetua betina (BCP1), backcross ke tetua jantan (BCP2) dan turunan kedua (F2).

Masing-masing populasi memiliki jumlah tanaman sebagai berikut:

Tetua cabai rawit yaitu IPB C10 = 20 tanaman

Tetua cabai besar yaitu IPB C5 = 20 tanaman

Tetua cabai besar yaitu IPB C9 = 20 tanaman

Tetua cabai keriting yaitu IPB C105 = 20 tanaman

F1 yaitu IPB C5 x IPB C10 = 20 tanaman

F1 yaitu IPB C9 x IPB C10 = 20 tanaman

F1 yaitu IPB C5 x IPB C105 = 20 tanaman

F1R yaitu IPB C10 x IPB C5 = 20 tanaman

F1R yaitu IPB C10 x IPB C9 = 20 tanaman

F1R yaitu IPB C105 x IPB C5 = 20 tanaman

BCP1 yaitu IPB (C9 x IPB C10) x IPB C9 = 100 tanaman

BCP1 yaitu IPB (C5 x IPB C105) x IPB C5 = 100 tanaman

(38)

BCP2 yaitu IPB (C5 x IPB C105) x IPB C105 = 100 tanaman

F2 yaitu (IPB C5 x IPB C10) x (IPB C5 x IPB C10) = 260 tanaman

F2 yaitu (IPB C9 x IPB C10) x (IPB C9 x IPB C10) = 260 tanaman

F2 yaitu (IPB C5 x IPB C105) x (IPB C5 x IPB C105) = 260 tanaman

Pelaksanaan Percobaan

Pada percobaan ini setiap genotipe dari ketiga persilangan ditanam secara

bersamaan, masing-masing tetua, turuanan pertama (F1), turunan pertama

resiprokal (F1R) dari masing-masing persilangan ditanam dalam 1 bedeng.

Backcross ke tetua betina (BCP1) dan backcross ke tetua jantan (BCP2) dari

masing-masing persilangan ditanam dalam 5 bedeng. Turunan kedua (F2) dari

masing-masing persilangan ditanam dalam 13 bedeng, dengan asumsi jumlah

tersebut cukup representatif dalam peluang kemunculan genotipe bersegregasi

tanaman F2.

Pada percobaan ini terdapat beberapa kegiatan yaitu persemaian,

pengolahan lahan, penanaman di lapangan, pemeliharaan, pengamatan dan

pengambilan data, serta analisis data. Persemaian dan pengolahan lahan dapat

dilakukan pada waktu yang bersamaan.

Pada kegiatan persemaian, media tanam disterilisasi terlebih dahulu dalam

oven pada suhu 1500C selama tiga jam, kemudian didinginkan dan dilanjutkan

dengan penyemaian benih. Benih yang telah disemai disiram setiap hari dengan

tujuan menjaga kelembaban media tanam. Pemupukan dilakukan setiap satu

minggu sekali setelah tanaman berumur 2 Minggu Setelah Semai (MSS), pupuk

yang digunakan adalah pupuk kocor (NPK Mutiara) dengan dosis 10 g/l serta

gandasil D dengan dosis 2 g/l dua kali tiap minggu. Penyemprotan pestisida,

bakterisida dan fungisida dilakuakn jika terdapat hama, bakteri dan cendawan.

Proses persemaian tersebut dilakukan selama ± 50 hari.

Pengolahan lahan meliputi kegiatan pembukaan lahan, pembalikan tanah

yang diikuti dengan pemberian pupuk kandang dan pembentukan bedengan

sebanyak 69 bedeng yang masing-masing berukuran 1 m x 5 m. Kemudian

dilanjutkan dengan pemasangan mulsa hitam perak serta pelubangan mulsa untuk

(39)

Kegiatan penanaman di lapangan dimulai dengan pemindahan bibit yang

telah berumur ± 50 hari setelah semai (HSS) atau sudah memiliki empat lembar

daun dewasa. Bibit diadaptasikan selama tiga hari di lapangan sebelum dilakukan

penanaman. Penanaman (transplanting) dilakukan pada sore hari dan tiap lubang

tanam diberi ajir yang akan digunakan untuk mengikat tanaman.

Kegiatan pemeliharaan dapat meliputi penyiraman, pemupukan,

penyemprotan pestisida, fungisida, pewiwilan tunas bawah/air dan penyiangan

gulma. Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari (jika tidak hujan).

Pemupukan diberikan setiap satu minggu dengan menggunakan pupuk NPK

Mutiara dengan dosis 10 g/l. Penyemprotan pestisida, fungisida, insektisida, dan

bakterisida dilakukan sebagai pencegahan dan pengendalian OPT (Organisme

Pengganggu Tanaman). Pewiwilan tunas dilakukan agar tanaman dapat tumbuh

dengan ketinggian optimal. Penyiangan gulma dilakukan di sekitar lubang tanam

atau bedengan, hal ini bertujuan untuk mengurangi vektor hama.

Pengamatan dan pengambilan data dilakukan secara berkala pada waktu

pemeliharaan dan pemanenan. Pengambilan data untuk peubah hasil panen

dilakukan di Laboratorium Pendidikan Pemuliaan Tanaman Departemen

Agronomi & Hortikultura IPB.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap karakter kualitatif dan kuantitatif.

Karakter kualitatif dan kuantitatif yang diamati berdasarkan perbedaan karakter

yang jelas antara masing-masing tetua dan mengacu pada deskriptor cabai.

Pengamatan yang dilakukan meliputi:

1. Bentuk daun, diamati pada tanaman dewasa (fase vegetatif) untuk persilangan

IPB C105 x IPB C5.

2. Posisi Bunga, diamati pada fase generatif saat tanaman mulai berbunga untuk

persilangan IPB C5 x IPB C10 dan IPB C9 x IPB C10.

3. Warna Buah Muda, diamati pada buah masih muda untuk persilangan IPB C5

(40)

4. Warna Batang Muda, diamati pada batang tanaman cabai (fase vegetatif) yang

berumur 3-4 Minggu Setelah Tanam (MST) untuk persilangan IPB C9 x IPB

C10.

5. Tekstur permukaan buah, diamati pada fase generatif atau saat panen untuk

persilangan IPB C105 x IPB C5.

6. Umur Berbunga, diamati pada saat pertama kali bunga pertama mekar untuk

persilangan IPB C5 x IPB C10 dan IPB C9 x IPB C10.

7. Umur Panen, diamati pada saat pertama kali buah pertama masak (75%

berwarna kemerahan) dan dihitung sejak muncul bunga pertama, untuk

persilangan IPB C9 x IPB C10 dan IPB C105 x IPB C5.

8. Tinggi dikotomous (cm), diamati pada tanaman dewasa (fase vegetatif atau

generatif) dengan cara mengukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh

dikotomous pertama dengan menggunakan meteran untuk persilangan IPB

C105 x IPB C5.

9. Panjang buah (cm), diamati pada buah hasil panen dengan cara mengukur

panjang dari pangkal buah sampai ujung buah, dengan menggunakan

penggaris untuk persilangan IPB C5 x IPB C10 dan IPB C9 x IPB C10.

10.Diameter buah (mm), diamati pada buah hasil panen dengan cara mengukur

panjang diameter pada sisi tengah buah dengan menggunakan jangka sorong

untuk persilangan IPB C9 x IPB C10.

11.Tebal kulit buah (mm), diamati pada buah hasil panen dengan cara mengukur

tebal kulit dengan menggunakan jangka sorong untuk persilangan IPB C9 x

IPB C10.

12.Bobot per buah (g), diamati pada buah hasil panen dengan cara menimbang

satu buah dengan menggunakan timbangan neraca analitik untuk persilangan

IPB C9 x IPB C10 dan IPB C105 x IPB C5.

13.Produksi per tanaman (g), diamati pada seluruh buah hasil panen per tanaman

dengan cara menimbang dengan timbangan neraca analitik IPB C5 x IPB C10,

(41)

Analisis Data

Analisis data terdiri atas dua macam yaitu berdasarkan data kualitatif dan

data kuantitatif. Data kualitatif dianalisis dengan uji Chi-kuadrat untuk

menentukan nisbah Mendel pada populasi F2, serta untuk menentukan jumlah

pasang gen yang mengendalikan karakter. Data kuantitatif pada populasi F2 yang

bersegregasi dianalisis dengan uji Normalitas. Apabila karakter yang diuji

menyebar normal maka dilanjutkan dengan analisis ragam yang dilakukan pada

rataan setiap populasi, setelah itu dilakukan analisis heritabilitas arti luas dan arti

sempit.

Analisis data kualitatif dan kuantitatif tersebut terdiri atas:

1. Pendugaan pewarisan ekstrakromosomal

Keberadaan pengaruh tetua betina pada pewarisan sifat kualitatif dan

kuantitatif pada cabai dilakukan dengan membandingkan rata-rata dari

generasi F1 dan resiprokalnya (F1R) dengan menggunakan uji-t menurut

Strickberger (1976). t= R F Y F Y R F F

S

Y

Y

1 1 1 1 −

Keterangan: YF1 = Nilai tengah populasi F1

YF1R = Nilai tengah populasi F1R

SYF1−YF1R = Simpangan baku populasi selisih F1 – F1R

2. Pendugaan nisbah fenotipe

Pendugaan nisbah fenotipe bersegregasi menggunakan uji Chi-kuadrat.

menurut Singh dan Chaudhary (1979):

X2 =

     Ei Ei Oi 2 ) (

Keterangan: X2 = X2hitung

Oi = Nilai pengamatan lapangan

(42)

3. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui sebaran frekuensi pada populasi

F2, serta menduga aksi gen yang mengendalikan dari masing-masing karakter

yang diamati berdasarkan pola sebarannya.

4. Pendugaan jumlah gen-gen pengendali karakter

Pendugaan jumlah pasang gen pengendali karakter menggunakan perhitungan

jumlah gen menurut Lande (1981):

N =

+

+

)

4

/

)

2

(

(

8

)

(

2 1 1 2 2 2 1 p p F F p p

V

V

V

V

X

X

5. Pendugaan besaran nilai derajat dominansi

Pendugaan besaran nilai derajat dominansi menggunakan analisis potensi rasio

(hp) menurut Petr dan Frey (1966):

hp =

MP

HP

MP

X

F

1 Keterangan:

hp = potensi rasio HP = Nilai tengah tetua tertinggi

1

F

X = Nilai rata-rata F1 MP = Nilai tengah/mid parent kedua tetua

6. Pendugaan komponen ragam

Komponen ragam yang dihitung terdiri dari ragam fenotipe pada generasi F2

(VF2), ragam fenotipe pada populasi backcross (VBC), ragam genotipe (VG). ragam aditif (VA), ragam dominan (VD), dan ragam lingkungan (VE).

7. Kelayakan model genetik

Kelayakan model aditif-dominan diduga dengan menggunakan metode Joint Scaling Test (Mather & Jink 1982) dengan 3 parameter genetik yaitu nilai rataan/nilai tengah (m), jumlah pengaruh gen aditif (d), dan jumlah pengaruh

(43)

dilakukan pengujian untuk mengetahui ada tidaknya interaksi gen non-alelik

menggunakan model epistatik d

Gambar

Tabel 1. Nisbah Sebaran Populasi F2 pada Karakter Resistensi Tanaman Terhadap  Penyakit (Roy 2000 dimodifikasi oleh Yunianti 2007)
Gambar  1.      Bagan  Alir  Penelitian  Studi  Pewarisan  Persilangan  Cabai  Besar  dengan Cabai Rawit atau Cabai Keriting
Tabel 2.  Bentuk Daun pada Beberapa Populasi Hasil Persilangan IPB C105 x IPB  C5
Tabel 4. Warna Batang Muda pada Beberapa Populasi Hasil Persilangan IPB C9 x  IPB C10
+7

Referensi

Dokumen terkait

Heritabilitas arti sempit tergolong tinggi untuk karakter diameter batang, tinggi dikotomus, dan umur berbunga; sedang untuk karakter kejadian penyakit, tinggi tanaman,

PenlMian ketahanan terhadap patogen penyebab penya1cit antraknosa menggunakan enarn genotipe terpilih untuk membentuk populasi foil diallel yang terdiri dari enam

Gen-gen dominan lebih banyak terdapat di dalam tetua pada karakter bobot buah per tanaman (IPBC120), tebal daging buah (IPBC2), diameter buah (IPBC159) dan panjang buah (IPBC2)..

Uji skala individu menunjukkan bahwa model genetik yang sesuai untuk karakter tinggi dikotomous adalah model aditif-dominan (m[d][h]) karena nilai t-hitung lebih lebih kecil

Genotipe C5 dapat dipilih sebagai salah satu tetua hibrida karena memiliki nilai DGU yang cocok untuk memperbaiki karakter umur berbunga, diameter batang, lebar

Ada beberapa karakter kualitatif yang dipengaruhi oleh gen dominan penuh (warna batang muda dan tekstur permukaan buah) dan karakter lain- nya dipengaruhi oleh gen dominan

Analisis ragam daya gabung menggunakan metode 1 Griffing menunjukkan pengaruh daya gabung umum (GCA) sangat nyata untuk karakter tinggi dikotomous dan bobot per

Gen-gen dominan lebih banyak terdapat di dalam tetua pada karakter bobot buah per tanaman (IPBC120), tebal daging buah (IPBC2), diameter buah (IPBC159) dan panjang buah (IPBC2)..