• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi, Enkapsulasi Dan Karakterisasi Nanoemulsi Ekstrak Kurkuminoid Berbasis Medium Chain Triglycerides (Mct)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi, Enkapsulasi Dan Karakterisasi Nanoemulsi Ekstrak Kurkuminoid Berbasis Medium Chain Triglycerides (Mct)"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI, ENKAPSULASI DAN KARAKTERISASI

NANOEMULSI EKSTRAK KURKUMINOID BERBASIS

MEDIUM CHAIN TRIGLYCERIDES (MCT)

ANIS WAMTAZUL LIANA

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi, Enkapsulasi dan Karakterisasi Nanoemulsi Ekstrak Kurkuminoid Berbasis Medium Chain Triglycerides (MCT) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ANIS WAMTAZUL LIANA. Formulasi, Enkapsulasi dan Karakterisasi Nanoemulsi Ekstrak Kurkuminoid Berbasis Medium Chain Triglycerides (MCT). Dibimbing oleh LAKSMI AMBARSARI dan SRI YULIANI.

Kurkuminoid merupakan sub-kelompok senyawa fenolik pada rimpang famili Zingiberaceae yang terbukti memiliki banyak aktivitas farmakologis, tetapi bioavabilitasnya rendah. Tujuan dari penelitian ini yaitu membuat nanoemulsi sebagai sistem penghantaran ekstrak kurkuminoid dengan metode emulsion inversion point yang berbasis Medium Chain Triglycerides (MCT), memformulasikan kadar Tween 80 selaku pengemulsi sehingga diperoleh nanoemulsi terbaik berdasarkan ukuran partikel, Indeks Polidispersitas (IP) dan potensial zeta serta melakukan enkapsulasi terhadap nanoemulsi terbaik menggunakan maltodekstrin dengan metode spray dry. Berdasarkan hasil penelitian, formula A dengan kadar pengemulsi 50% memiliki ukuran partikel 234.2 nm, IP 0.2315 dan potensial zeta -37.9 dan dipilih sebagai formula terbaik untuk dienkapsulasi. Spray drying menghasilkan serbuk halus, tidak berbau dengan rendemen 47.19%. Serbuk enkapsulat memiliki karakteristik warna Yellow Red (YR) dengan nilai CIE L, a*, b* berturut-turut 67.33, +3.93, +73.94, kadar air 6.75%, aktivitas air (aw) 0.407 dan retensi minyak 88.6%. Morfologi permukaan kapsul berbentuk bulat seperti bola dengan permukaan yang halus dan ukuran bervariasi.

Kata kunci: enkapsulasi, kering hambur, kurkuminoid, MCT, nanoemulsi

ABSTRACT

ANIS WAMTAZUL LIANA. Formulation, Encapsulation and Characterization of Medium Chain Triglycerides (MCT) Based Curcuminoid Extract Nanoemulsion. Supervised by LAKSMI AMBARSARI and SRI YULIANI.

Curcuminoid is a group of phenolic compound from Zingiberaceae family which has been proven with a lot of pharmacological activities but low of bioavaibility. The aims of this research are to create nanoemulsion as curcuminoid extract carrier system with emulsion inversion point method which based on Medium Chain Tryglicerides (MCT), to formulate Tween 80 concentration as emulsifier to get the best nanoemulsion based on its particle size, Poly-Dispersion Index (PDI) and zeta potential and to encapsulate it with maltodextin by spray dry method. Formula A with 50% emulsifier has particle size of 234.2 nm, PDI value of 0.2315 and zeta potential of -37.9 and was chosen as the best formula for encapsulation. Spray drying resulted soft, odorless powder with encapsulation yield of 47.19%. The powder has Yellow Red (YR) colour with CIE L, a*, b* value in order are 67.33, +3.93, +73.94. The powder contains 6.75% water with water activity (aw) of 0.407 and oil retention of 88.6%. Morphological surface of the capsule showed oval-ball like shapes with soft surface and in various sizes.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biokimia

FORMULASI, ENKAPSULASI DAN KARAKTERISASI

NANOEMULSI EKSTRAK KURKUMINOID BERBASIS

MEDIUM CHAIN TRIGLYCERIDES (MCT)

ANIS WAMTAZUL LIANA

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Formulasi, Enkapsulasi dan Karakterisasi Nanoemulsi Ekstrak Kurkuminoid Berbasis Medium Chain Triglycerides (MCT)

Nama : Anis Wamtazul Liana NIM : G84120072

Disetujui oleh

Dr Laksmi Ambarsari, MS Pembimbing I

Dr Sri Yuliani, MT Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, MAppSc. Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, penelitian dan penyusunan karya ilmiah dengan judul “Formulasi, Enkapsulasi dan Karakterisasi Nanoemulsi Ekstrak Kurkuminoid Berbasis Medium Chain Triglycerides (MCT)” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktu yang telah direncanakan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2016 di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB. Penulisan karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains dari Departemen Biokimia.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Dr Laksmi Ambarsari, MS selaku dosen pembimbing I dan Dr Sri Yuliani, MT selaku pembimbing II atas segala bimbingan dan arahan baik yang bersifat teori maupun praktik. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta keluarga atas segala doa dan restu yang diberikan. Tidak lupa terima kasih disampaikan kepada keluarga besar Pusat Studi Biofarmaka dan rekan mahasiswa Biokimia angkatan 49 yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis.

Penulis sadar bahwa tulisan dalam karya ilmiah ini kemungkinan masih belum sempurna. Oleh karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun penulis harapkan dari semua pihak. Karya ilmiah ini diharapkan memberi manfaat dan dapat dijadikan acuan dalam penelitian lebih lanjut.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE PENELITIAN 2

Waktu dan Tempat 2

Alat 2

Bahan 2

Prosedur Penelitian 3

HASIL 5

Kadar Air dan Rendemen Ekstrak Temulawak 5

Kadar Kurkuminoid Ekstrak Temulawak 6

Ukuran, Distribusi dan Potensial Zeta Nanoemulsi 6

Enkapsulasi Nanoemulsi Ekstrak Kurkuminoid 7

Karakterisasi Serbuk Enkapsulat Nanoekstrak Kurkuminid 7

PEMBAHASAN 9

Kadar Air dan Rendemen Ekstrak Temulawak 9

Kadar Kurkuminoid Ekstrak Temulawak 10

Ukuran, Distribusi dan Potensial Zeta Nanoemulsi 10 Enkapsulasi Nanoemulsi Ekstrak Kurkuminoid 13 Karakterisasi Serbuk Enkapsulat Nanoekstrak Kurkuminoid 14

SIMPULAN DAN SARAN 17

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 22

(10)

DAFTAR TABEL

1 Pengukuran kadar air dan rendemen ekstrak temulawak 6 2 Ukuran partikel, Indeks Polidispersitas (IP) dan potensial zeta 7 3 Karakteristik serbuk enkapsulat nanoekstrak kurkuminoid 8

DAFTAR GAMBAR

1 Kadar kurkuminoid ekstrak etanol temulawak 6

2 Nanoemulsi setelah penyimpanan minggu ke-3 7

3 Serbuk enkapsulat nanoekstrak kurkuminoid 7

4 Morfologi permukaan serbuk enkapsulat hasil analisis SEM 8

5 Skema metode fase inversi 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan alir penelitian 23

2 Bobot penimbangan simplisia dalam analisis kadar air 24

3 Perhitungan rendemen ekstraksi 24

4 Kadar kurkuminoid ekstrak temulawak 25

5 Hasil uji PSA nanoemulsi ekstrak kurkuminoid 26

6 Potensial zeta nanoemulsi ekstrak kurkuminoid 27

7 Hasil uji kromameter 28

8 Bobot penimbangan serbuk dalam analisis kadar air 28

9 Hasil uji water activity meter 28

10 Perhitungan kadar minyak total dan retensi minyak 29

11 Perhitungan kadar minyak permukaan 29

(11)

PENDAHULUAN

Kurkuminoid merupakan sub-kelompok senyawa fenolik sebagai hasil metabolisme sekunder dari rimpang famili Zingiberaceae. Berdasarkan penelitian sebelumnya, kurkuminoid diketahui memiliki beberapa aktivitas farmakologis seperti antiinflamasi, antioksidan, antikolestrol, antibakteri (Krup et al. 2013), penyembuhan luka, antijamur, kemosensitisasi, radiosensitisasi, antikanker, imunomodulator dan antihepatotoksik (Narlawar et al. 2008). Pemanfaatan kurkuminoid dalam bidang farmasi oleh karena itu sangat luas baik secara tradisional seperti pada jamu herbal maupun secara modern seperti obat-obatan berbentuk sediaan ekstrak.

Ekstrak kurkuminoid memiliki banyak fungsi biologis, akan tetapi bioavabilitas kurkuminoid di dalam tubuh tikus dan manusia berdasarkan penelitian Chirio et al. (2011) tergolong rendah. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan sistem koloid pembawa. Sistem koloid pembawa atau sistem penghantar untuk kurkuminoid dapat berupa nanopartikel, kompleks fosfolipid, kompleks polisakarida ataupun nanoemulsi dengan sistem berbasis lemak (Solanki 2012). Berdasarkan penelitian Huda (2012), nanokurkumin tersalut Virgin Coconut Oil (VCO) dengan Na-kaseinat sebagai emulgator menghasilkan efisiensi penjerapan sebesar 43.54% dengan aktivitas disolusi yang meningkat. Penggunaan sistem koloid pembawa untuk penghantaran obat dapat meningkatkan stabilitas kurkuminoid serta efektivitas kurkuminoid mencapai sel target.

Sektor pembuatan obat herbal akhir-akhir ini semakin berkembang menuju produksi sediaan ekstrak yang terstandardisasi atau sediaan ekstrak kering. Produksi ekstrak kering yang terstandar oleh karena itu semakin berkembang dan cenderung menggantikan sediaan tradisional dalam bentuk cair. Kecenderungan ini diantaranya disebabkan oleh beberapa kelebihan sediaan ekstrak kering (serbuk) dibandingkan dengan sediaan cair, yaitu konsentrasi yang lebih besar, stabil dan mudah untuk dilakukan standardisasi terhadap senyawa bioaktif dalam ekstrak, volume dan bobot yang lebih rendah sehingga memudahkan transportasi dan penyimpanan serta kemungkinan kontaminasi mikroba yang sangat rendah selama masa penyimpanan akibat aktivitas air yang rendah, sehingga sediaan ekstrak kering jauh lebih mudah beradaptasi terhadap kebutuhan farmasi modern (Oliveira et al. 2010).

Pembuatan sediaan ekstrak kering kurkuminoid dapat dilakukan dengan berbagai macam teknologi kombinasi enkapsulasi dan pengeringan. Metode yang umum digunakan yaitu kering hambur (spray dry) dan kering beku (freeze dry) seperti pada penelitian Ekaputra (2013). Energi yang dibutuhkan dari masing-masing metode menjadi dasar pertimbangan metode spray dry lebih dipilih untuk skala industri karena energi untuk operasionalnya jauh lebih rendah dibandingkan metode freeze dry (Sadikoglu 2010). Formulasi sistem penghantaran kurkumin dengan Solid Lipid Nanoparticle (SLN) pada penelitian Ekaputra (2013) tidak memungkinkan untuk dienkapsulasi dengan metode spray dry, karena lemak penyalut dapat rusak akibat suhu tinggi sehingga tidak terbentuk serbuk.

(12)

2

diteliti dan terbukti efektif untuk beberapa senyawa bioaktif seperti oleoresin jahe (Yuliani et al. 2007); kurkumin (Ahmed et al. 2012), akan tetapi belum banyak diaplikasikan pada kurkuminoid. Nanoemulsi ekstrak kurkuminoid dengan MCT ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penyampaian kurkuminoid pada sel target, serta dapat dienkapsulasi dengan metode spray dry untuk memperlambat laju pelepasan kurkuminoid dan meningkatkan stabilitas selama penyimpanan.

Cakupan tujuan dari penelitian ini yaitu membuat nanoemulsi ekstrak kurkuminoid temulawak dengan variasi persen Tween 80 sebagai pengemulsi menggunakan metode Emulsion Inversion Point (EIP). Formula nanoemulsi dengan karakteristik ukuran partikel, indeks polidispersitas dan potensial zeta terbaik kemudian diperbanyak untuk dienkapsulasi dengan metode spray dry. Serbuk enkapsulat kemudian dikarakterisasi dengan analisis rendemen, warna serbuk, kadar air, aktivitas air, kadar minyak total, kadar minyak permukaan, retensi minyak dan morfologi permukaan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian berlangsung selama lima bulan, yakni pada bulan Maret sampai dengan bulan Juli 2016. Keseluruhan alur tahapan penelitian terlampir pada bagan alir penelitian (Lampiran 1). Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Pusat Studi Biofarmaka IPB, yang beralamat di Jl. Taman Kencana Kampus IPB Taman Kencana No.3, Babakan, Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat, Indonesia.

Alat

Peralatan yang digunakan untuk formulasi nanoemulsi yaitu pengaduk magnetik, Particle Size Analizer (Malvern) dan zetasizer (Malvern). Peralatan untuk enkapsulasi yaitu Spray Dryer (BUCHI-B190), sedangkan untuk karakterisasi yaitu Aw-meter (HYGROLAB), Kromameter (KONICA MINOLTA CR-310) dan Scanning Electron Microscope (SEM). Peralatan pendukung yang digunakan diantaranya penguap putar, HPLC dan oven.

Bahan

(13)

3 Prosedur Penelitian

Penentuan Kadar Air Simplisia (AOAC 2005)

Cawan porselin kosong yang telah bersih dikeringkan di dalam oven pada suhu 105ºC selama 30 menit. Cawan tersebut kemudian didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang sebagai bobot cawan kosong (A). Sebanyak 3 g serbuk simplisia temulawak ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan lalu ditimbang (B), kemudian dikeringkan pada suhu 105ºC hingga mencapai bobot konstan di dalam oven. Cawan yang berisi simplisia hasil pemanasan setelah itu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang kembali (C). Penentuan kadar air sampel dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

Kadar Air (%) = -

-- x 100 %

Ekstraksi Kurkuminoid dari Simplisia Temulawak (Sutrisno et al. 2008) Simplisia rimpang temulawak kering yang didapatkan dari laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB ditimbang sebanyak 250 g dan diekstraksi secara maserasi dengan etanol 96% selama 24 jam dengan perbandingan 1:10. Ekstrak disaring dan filtratnya dikumpulkan dalam labu ekstraksi. Ekstrak etanol hasil maserasi diekstraksi cair-cair dengan n-heksana (1:1). Fraksi etanol kemudian dipekatkan dengan penguap putar. Ekstrak etanol yang diperoleh dihitung nilai rendemennya.

Analisis Kurkuminoid dengan HPLC (Modifikasi Hastati et al. 2015)

Sebanyak 0.05 g sampel ditimbang dan dilarutkan dengan metanol di dalam labu ukur 50 mL hingga garis tera. Larutan kemudian diencerkan dengan faktor pengenceran 50 x. Larutan disaring dengan kertas saring whatman berukuran 0.45 μm, kemudian disonikasi selama 30 menit dan dimasukkan ke dalam vial HPLC. Sebanyak 20 μL diinjeksikan ke dalam kolom HPLC. Standar kurkuminoid dibuat dengan konsentrasi 0.5 ppm. Fase diam yang digunakan adalah senyawa C18, sedangkan fase geraknya adalah asetonitril dan asam asetat 2%. Panjang diameter kolom 25 x 4.6 mm, laju alir 1 mL/menit, panjang gelombang 425 nm, dan menggunakan detektor UV. Kadar kurkuminoid dihitung dengan rumus:

Kadar Kurkuminoid (mg/g) =

(14)

4

Pembuatan nanoemulsi kurkuminoid untuk optimasi pengemulsi dilakukan dengan basis total 20 g di dalam gelas piala 50 ml. Proses diawali dengan melarutkan 0.2 g ekstrak kurkuminoid ke dalam 2 g MCT. Setelah ekstrak larut, kemudian Tween 80 ditambahkan sesuai dengan persentase masing-masing formula dan dihomogenasi dengan pengaduk magnetik selama 30 menit. Setelah menit ke-30, 14.4 g akuades ditambahkan pada larutan dengan kecepatan penetesan 4 ml/menit. Selama penambahan akuades, homogenasi tetap dilangsungkan dan dilanjutkan hingga 60 menit. Nanoemulsi kemudian dipindahkan dalam tabung kaca dan dianalisis lebih lanjut.

Analisis Potensial Zeta dan Ukuran Partikel Nanoemulsi (Huda 2012)

Nilai potensial zeta dan ukuran partikel nanoemulsi dianalisis dengan menggunakan alat Particle Size Analyzer (PSA) merk Malvern. Dua tetes sampel nanoemulsi dilarutkan kedalam 20 ml akuades di dalam gelas piala. Sejumlah cairan kemudian dimasukkan ke dalam kuvet dan diletakkan ke dalam slot PSA dan dioperasikan. Nilai potensial zeta kemudian diukur dengan Zetasizer. Dari analisis PSA didapatkan data rata-rata ukuran partikel dan juga distribusi ukuran partikel yang dinyatakan dalam Indeks Polidispersitas (IP).

Enkapsulasi dengan Spray Drying (Modifikasi Huda 2012)

Nanoemulsi ekstrak kurkuminoid dengan karakteristik ukuran partikel, indeks polidispersitas dan potensial zeta yang terbaik diperbanyak dan dienkapsulasi menggunakan metode spray dry. Basis total 600 gram nanoemulsi ditambahkan dengan 30% maltodekstrin dan dihomogenasi. Campuran kemudian dikeringhamburkan dengan suhu inlet 160oC dan laju alir 20 ml/menit. Serbuk enkapsulat kemudian ditampung dalam tabung melalui siklon satu dan siklon dua kemudian ditimbang untuk penghitungan rendemen proses enkapsulasi. Serbuk disimpan dalam botol kaca yang dilapis alumunium foil supaya kedap cahaya untuk analisis lebih lanjut.

Penentuan Warna Enkapsulat (KONICA MINOLTA 2013)

Pengukuran warna serbuk enkapsulat dilakukan dengan sistem notasi warna HunterLab. Sampel diletakkan pada wadah sampel kromameter yang terlebih dulu telah dikalibrasi dengan standar putih pada alat, kemudian diukur. Hasil pengukuran dikonversikan ke dalam nilai Lightness (L), warna kromatik campuran merah-hijau (a*) dan warna kromatik campuran biru-kuning (b*). Kadar Air dan Aktivitas Air (aw) Enkapsulat

Penentuan kadar air serbuk enkapsulat sama dengan metode penentuan kadar air simplisia (AOAC 2005). Aktivitas air (aw) diukur menggunakan water activity meter (HYGROLAB). Sampel dimasukkan dalam wadah sampel, kemudian diletakkan ke dalam alat pengukur. Nilai aw akan terlihat pada layar alat pengukur ketika keseimbangan RH di dalamnya sudah tercapai dalam waktu 5 hingga 10 menit.

Kadar Minyak Total dan Retensi Minyak pada Enkapsulat

(15)

5 (a) ditambahkan dengan 100 mL akuades di dalam erlenmeyer 250 mL kemudian dimaserasi dengan shaker waterbath pada kecepatan 130 rpm dan suhu 36oC selama 2 jam. Hasil ekstraksi kemudian difraksinasi dengan penambahan heksan pada perbandingan 1:1. Fraksi air kemudian dipisahkan dari fraksi n-heksan. Fraksi n-heksan ditampung dalam labu yang diketahui bobotnya (b) dan diuapkan dengan penguap putar. Labu berisi residu ditimbang (c) dan kadar minyak total dihitung dengan persaman:

Kadar minyak total = - x 100%

Hasil perhitungan minyak total kemudian digunakan untuk menentukan retensi minyak, yaitu persentase minyak yang diperoleh kembali setelah enkapsulasi. Retensi minyak diketahui dengan membandingkan jumlah minyak total dengan jumlah minyak yang ditambahkan pada proses enkapsulasi kemudian dikalikan dengan 100% sehingga dapat dinyatakan dalam persentase.

Kadar Minyak Permukaan Enkapsulat (Modifikasi Yuliani et al. 2007)

Penentuan kadar minyak permukaan pada penelitian ini diadopsi dari metode yang dilakukan oleh Yuliani et al. (2007), tetapi dimodifikasi pada perbandingan sampel dan pelarut serta pengadukan sampel. Sampel sebanyak 15 gram (a) ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL yang telah diketahui beratnya. Ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 150 mL n-heksan dan diaduk dengan shaker pada kecepatan 100 rpm selama 2 jam. Maserat kemudian disaring ke dalam labu yang telah diketahui beratnya (b) menggunakan kertas saring lalu diuapkan dengan penguap putar. Labu berisi residu minyak kemudian ditimbang (c) dan minyak yang tertinggal dihitung sebagai minyak permukaan dengan persamaan:

Kadar minyak permukaan = - x 100%

Pengamatan Bentuk dan Morfologi Enkapsulat (Yuliani et al. 2007)

Struktur enkapsulat nanoekstrak kurkuminoid diamati dengan Scanning Electron Microscope (SEM). Sejumlah sampel ditempatkan di atas stubs (dudukan sampel) kemudian dilapisi dengan emas menggunakan alat gold sputter coater selama 30 menit. Sampel yang telah terlapisi dianalisis dengan SEM pada voltase akselerasi 20 kV. Gambar hasil pengamatan direkam dan dicetak.

HASIL

Kadar Air dan Rendemen Ekstrak Temulawak

(16)

6

sebagai faktor koreksi bobot pada penentuan rendemen ekstraksi sehingga diperoleh rendemen ekstrak temulawak terkoreksi sebesar 4.53%.

Tabel 1 Pengukuran kadar air dan rendemen ekstrak temulawak

Parameter Jumlah (%)

Kadar air simplisia temulawak 9.61

Rendemen ekstrak temulawak 4.48

Rendemen ekstrak temulawak terkoreksi kadar air 4.53

Kadar Kurkuminoid Ekstrak Temulawak

Analisis HPLC dilakukan untuk mengukur kadar kurkuminoid yang terkandung dalam ekstrak etanol temulawak yang diperoleh. Kurkuminoid merupakan kelompok senyawa yang terdiri dari tiga senyawa utama yaitu kurkumin, demetoksi kurkumin dan bisdemetoksi kurkumin. Berdasarkan pembacaan kromatogram (Lampiran 4), hasil perhitungan menunjukkan kadar kurkuminoid ekstrak etanol temulawak sebesar 130.84 mg/g dengan rincian kadar bisdemetoksi kurkumin sebesar 3.90 mg/g, demetoksi kurkumin sebesar 36.10 mg/g dan kurkumin sebesar 90.84 mg/g (Gambar 1).

Gambar 1 Kadar kurkuminoid ekstrak etanol temulawak

Ukuran, Distribusi dan Potensial Zeta Nanoemulsi

Ukuran partikel yang diamati dengan Particle Size Analyzer (PSA) menunjukkan hasil yang berbeda untuk masing-masing formula (Lampiran 5). Penambahan kadar Tween 80 dalam sistem menghasilkan penurunan ukuran partikel (Tabel 2). Rata-rata Indeks Polidispersitas (IP) pada setiap formula juga bervariasi, dengan nilai IP tertinggi pada formula A dan terendah pada formula B. Potensial zeta yang terukur pada formula A lebih besar daripada formula B dengan muatan negatif, sedangkan formula C tidak diukur dengan melihat nilai ukuran dan IP. Nanoemulsi ekstrak kurkuminoid pada masing-masing formula

(17)

7 berbentuk cair dengan warna kuning dan cukup stabil hingga penyimpanan minggu ke-3 pada suhu ruang pendingin (~40C) (Gambar 2).

Tabel 2 Ukuran partikel, Indeks Polidispersitas (IP) dan potensial zeta

Formula Kadar Tween-80 (%)

Rata-rata ukuran partikel (nm)

Rata-rata IP

Rata-rata potensial zeta

A 50 234.2 0.2315 -37.9

B 75 195.7 0.0940 -33.7

C 100 179.8 0.0970 Tidak diukur

Gambar 2 Nanoemulsi formula B setelah penyimpanan minggu ke-3

Enkapsulasi Nanoemulsi Ekstrak Kurkuminoid

Formula A dengan 50% Tween 80 dipilih untuk diperbanyak hingga 600.00 gram kemudian dienkapsulasi menggunakan 30% maltodekstrin dengan metode spray dry. Serbuk enkapsulat yang dihasilkan memiliki tekstur yang sangat lembut, tidak berbau, dan berwarna kuning (Gambar 3). Hasil serbuk enkapsulat yang diperoleh yaitu 116.10 gram, dengan rendemen enkapsulasi 47.19%.

Gambar 3 Serbuk enkapsulat nanoekstrak kurkuminoid

Karakterisasi Serbuk Enkapsulat Nanoekstrak Kurkuminoid

(18)

8

air, aktivitas air (aw), kadar minyak total, retensi minyak, kadar minyak permukaan, kadar kurkuminoid dan morfologi (Tabel 3). Warna serbuk enkapsulat nanoekstrak kurkuminoid yang didapatkan dari proses spray drying dinyatakan dalam sistem notasi warna Hunter La*b*. Notasi warna La*b* merupakan pemodelan warna yang diajukan oleh International d’Eclairage (CIE) dan dijadikan standar internasional untuk ukuran warna. Hasil pengukuran menunjukkan angka 67.33 untuk nilai L (Lightness), +3.93 untuk nilai a*, +73.94 untuk nilai b*, 74.4 untuk nilai C (chroma) dan 87.03 untuk nilai h (hue). Kadar air serbuk enkapsulat hasil analisis gravimetri dari ketiga ulangan percobaan (Lampiran 8) yaitu 6.75% berat kering. Aktivitas air (aw) adalah jumlah air bebas dalam suatu bahan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Aw serbuk enkapsulat yang ditentukan dengan water activity meter dari ketiga ulangan pada penelitian ini yaitu 0.407 (Lampiran 9).

Kadar minyak total merupakan nilai yang menyatakan jumlah minyak yang berada di dalam kapsul maupun yang menempel pada permukaan kapsul. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan, kadar minyak total kapsul sebesar 8.86%. Kadar minyak total tersebut digunakan untuk menghitung retensi minyak dengan membandingkan kadar minyak total terhadap kadar minyak sebelum enkapsulasi (Lampiran 10). Retensi minyak yang didapatkan yaitu 88.6%. Kadar minyak permukaan menunjukkan jumlah minyak yang tidak tersalut di dalam, akan tetapi menempel pada permukaan kapsul. Kadar minyak permukaan yang terhitung pada penelitian ini yaitu 1.74% dari total sampel. Morfologi permukaan enkapsulat ditentukan dengan SEM pada perbesaran 1000x (Gambar 4).

Tabel 3 Karakteristik serbuk enkapsulat nanoekstrak kurkuminoid

Parameter Hasil

Warna CIE L 67.33

CIE a* +3.93

CIE b* +73.94

Kadar air 6.75%

Aktivitas air (aw) 0.407

Kadar minyak total 8.86%

Retensi minyak 88.6%

Kadar minyak permukaan 1.74%

(19)

9 Kapsul terlihat berbentuk bulat dengan permukaan halus dan terdapat partikel kecil yang teragregasi. Beberapa partikel terlihat memiliki permukaan yang pecah, dan ada juga beberapa yang terlihat mengempis. Ukuran partikel kapsul sangat beragam, sehingga sulit ditentukan ukuran rata-rata serbuk. Ukuran terkecil yang terdeteksi yaitu 630.2 nm (Lampiran 12).

PEMBAHASAN

Kadar Air dan Rendemen Ekstrak Temulawak

Simplisia temulawak yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari PSB IPB, yang merupakan simplisia dari rimpang temulawak aksesi wonogiri sediaan September 2014. Temulawak dipilih karena memiliki efikasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kunyit (Setyowati dan Suryani 2013). Penentuan kadar air perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas simplisia setelah penyimpanan yang cukup lama. Menurut Solihin et al. (2015), perbedaan masa simpan berpengaruh nyata terhadap kadar air dan kualitas fisik bahan. Kadar air simplisia temulawak yang terukur pada penelitian ini yaitu 9.61%. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa simplisia masih dalam kondisi baik selama penyimpanan, karena standar yang ditetapkan oleh BPOM (2014) untuk simplisia kering adalah di bawah 10%. Simplisia yang memiliki kadar air sesuai standar diharapkan masih memiliki kandungan metabolit yang tinggi serta tidak terkontaminasi oleh mikroba.

Ekstraksi simplisia temulawak dalam penelitian ini dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96% teknis selama 24 jam pada suhu ruang. Ektraksi temulawak dengan metode maserasi menggunakan etanol telah banyak diteliti dan terbukti mampu mengekstrak kurkuminoid dalam temulawak (Nurcholis et al. 2015; Maulia 2014). Pemilihan waktu ekstraksi hingga 24 jam mengacu pada Anggoro et al. (2015), bahwa semakin lama waktu ekstraksi maka semakin lama waktu kontak antara pelarut dan simplisia sehingga proses penetrasi pelarut ke dalam simplisia akan semakin baik yang menyebabkan semakin banyaknya senyawa yang berdifusi keluar sel dan terekstrak oleh pelarut. Tahap ekstraksi dilakukan sebanyak tiga kali untuk memaksimalkan kandungan metabolit sekunder yang terekstrak, karena pemberian pelarut baru pada setiap tahap akan menghasilkan driving force yang lebih besar untuk proses difusi ekstrak ke dalam pelarut (Anggoro et al. 2015).

Maserasi dipilih sebagai metode ekstraksi karena sederhana dan tanpa penggunaan suhu tinggi sehingga diharapkan bahan aktif dalam simplisia tidak rusak. Pemilihan pelarut etanol mengacu pada hasil penelitian Popuri dan Pagala (2013), bahwa rendemen ekstrak etanol paling tinggi dibandingkan aseton, etil asetat, metanol dan isopropanol. Etanol merupakan pelarut yang sesuai untuk melarutkan senyawa dengan polaritas medium seperti kurkuminoid dan bersifat mudah diuapkan (Setyowati dan Suryani 2013). Filtrat etanol temulawak hasil maserasi kemudian diekstraksi cair-cair menggunakan pelarut n-heksana untuk menghilangkan komponen non-polar yang kemungkinan ikut terekstrak dan menyebabkan ekstrak tidak kering sempurna (Sari et al. 2013).

(20)

10

ekstraksi yaitu 4.53%. Hasil ini lebih kecil tetapi tidak berbeda jauh dengan hasil dari penelitian Devaraj et al. (2010) yang menggunakan rimpang temulawak dari Johor, Malaysia, yaitu 5.2%. Perbedaan hasil rendemen ini dapat disebabkan oleh perbedaan produktivitas metabolit sekunder dari rimpang temulawak akibat faktor genetik, enzim, umur tanaman, dan interaksi lingkungan baik biotik maupun abiotik. Faktor-faktor tersebut yang mempengaruhi mekanisme biokimiawi komplek dalam anabolisme kurkuminoid sehingga kadar kurkuminoid dapat berbeda pada setiap rimpang temulawak (Nurcholis 2008).

Kadar Kurkuminoid Ekstrak Temulawak

Rimpang temulawak kering memiliki beberapa kandungan senyawa metabolit yang terbagi ke dalam tiga fraksi yaitu fraksi pati (48.18% - 59.64%), fraksi minyak atsiri (6.00% - 10.00%) dan fraksi kurkuminoid (1.60% - 2.20%) (EMA 2013). Kurkuminoid merupakan sub-kelompok senyawa fenolik sebagai hasil metabolisme sekunder dari rimpang famili Zingiberaceae. Kurkuminoid terdiri dari campuran beberapa senyawa fenolik seperti diferuloilmetana (kurkumin), demetoksi kurkumin, dan bisdemetoksi kurkumin (Chainani 2003). Ketiga senyawa dengan gugus fenolik tersebut membuat kurkuminoid bersifat cenderung non-polar dan larut dalam pelarut yang memiliki polaritas medium.

Kadar kurkuminoid dalam ekstrak etanol yang diperoleh dianalisis dengan instrumen High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Hasil pembacaan pada kromatogram berupa kurva dengan berbagai puncak yang mencirikan waktu retensi dari masing-masing senyawa dalam ekstrak (Lampiran 4). Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, senyawa utama yang terdapat dalam ekstrak adalah kurkumin (69.43%), demetoksi kurkumin (27.59%) dan bisdemetoksi kurkumin (2.98%). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Anand et al. (2007), bahwa kurkuminoid komerisal memiliki kandungan tertinggi berupa kurkumin (77%), kemudian demetoksi kurkumin (17%) dan terendah bisdemetoksi kurkumin (6%).

Kurkuminoid total dalam ekstrak etanol temulawak pada penelitian ini cukup besar, yaitu 130.8387 mg/g ekstrak. Hasil ini lebih besar dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yaitu 85.19 mg/g (Nurcholis et al. 2015) dan 75.78 mg/g (Maulia 2014). Semakin tinggi kadar kurkuminoid dalam ekstrak mengindikasikan bahwa proses ekstraksi dan pelarut yang digunakan semakin baik. Pada penelitian ini dilakukan defatiasi, yaitu pencucian hasil maserasi dengan n-heksana untuk mengeliminasi senyawa non-polar yang kemungkinan masih terdapat dalam ekstrak, sehingga diharapkan ekstrak mengandung lebih banyak senyawa kurkuminoid ataupun turunannya. Ekstrak yang mengandung senyawa kurkuminoid rendah menunjukkan bahwa kemurnian ekstrak rendah, karena masih banyak senyawa lain yang terkandung dalam ekstrak.

Ukuran, Distribusi dan Potensial Zeta Nanoemulsi

(21)

11 dan senyawa turunannya atau berbasis lipid. Salah satu sistem penghantaran obat yang berbasis lipid yaitu sistem nanoemulsi. Nanoemulsi merupakan sistem heterogen yang terdiri dari dua cairan yang tidak dapat saling bercampur. Salah satu cairan tersebut terdispersi sebagai droplet dengan ukuran diameter 20 – 500 nm dalam cairan yang lain (Gupta et al. 2016). Keunggulan utama nanoemulsi sebagai sistem pembawa obat meliputi peningkatan kapasitas pemuatan obat, peningkatan kelarutan dan bioavabilitas, membuat pelepasan obat lebih terkontrol, serta melindungi obat dari degradasi enzimatis (Chime et al. 2014). Sistem nanoemulsi terbukti dapat meningkatkan bioaksesibilitas kurkumin (Ahmed et al. 2012) serta meningkatkan bioavabilitas dan efek anti-inflamasi kurkumin (Vecchione et al. 2016).

Pembentukan nanoemulsi membutuhkan suatu energi, baik energi tinggi dengan penggunaan alat mekanis seperti High Pressure Homogenizer (HPH), high-shear stirring, ultrasonikator, ataupun energi rendah dengan memanfaatkan potensial kimia dari komponen yang digunakan (Chime et al. 2014). Metode emulsifikasi dengan energi rendah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode fase inversi, dengan mengubah komposisi emulsi pada suhu konstan atau yang disebut dengan metode Emulsion Inversion Point (EIP). Metode EIP didasarkan pada fase katastropik yang terjadi ketika sejumlah air dititrasikan pada sistem yang mengandung campuran minyak dan suatu surfaktan hidrofilik (Ostertag etal. 2012).

Fase minyak yang digunakan dalam penelitian ini adalah Medium Chain Triglycerides (MCT). MCT merupakan ester asam lemak rantai menengah (C6-C12) dari gliserol. MCT dalam tubuh manusia diserap secara cepat dari usus halus diikuti dengan proses hidrolisis menjadi Medium Chain Fatty Acid (MCFA). Berbeda halnya dengan Long chain Triglycerides (LCT), maka MCT tidak membutuhkan enzim pankreas dan garam empedu dalam pencernaannya maupun penyerapannya sehingga MCT lebih mudah diserap tubuh (Syah 2005). MCT juga telah diteliti sebagai fase minyak dalam nanoemulsi kurkumin dan terbukti lebih optimal dalam meningkatkan bioaksesibilitas kurkumin dibandingkan dengan LCT dan Short Chain Triglycerides SCT (Ahmed et al. 2012).

Nanoemulsi selain terdiri dari fase internal (terdispersi) dan fase eksternal (pendispersi), juga terdiri dari fase interface yang merupakan suatu senyawa dengan dua gugus fungsi (hidrofilik dan lipofilik) yang disebut sebagai pengemulsi. Pengemulsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Polisorbat 80 (Tween 80). Tween 80 merupakan pengemulsi nonionik yang dinyatakan Generally Recognized as Safe (GRAS) oleh FDA, bersifat hidrofilik dengan Hydrophilic Lipophilic Balance (HLB) 15 sehingga cocok digunakan untuk pembuatan sistem nanoemulsi minyak dalam air (Salager 2000). Pada metode EIP, ukuran partikel sangat bergantung pada komponen dalam sistem, termasuk jenis minyak, jenis surfaktan, dan konsentrasi surfaktan yang digunakan (Noor et al. 2015). Tween 80 yang digunakan dalam formulasi pada penelitian ini yaitu dengan konsentrasi 50% (formula A), 75% (Formula B) dan 100% (formula C) dari fase organik.

(22)

12

metode Dynamic Light Scattering (DLS). PSA lebih akurat dibandingkan dengan metode lain karena hasil pengukuran berada dalam bentuk distribusi partikel, sehingga dapat menggambarkan keseluruhan kondisi sampel (Rawle 2010). Berdasarkan data pada Tabel 2, ukuran partikel mengecil seiring dengan penambahan konsentrasi Tween 80. Hal ini sesuai dengan penelitian Ostertag et al. (2012), bahwa ukuran droplet MCT dalam nanoemulsi semakin kecil dengan meningkatnya nilai SOR.

Pada metode EIP, pembentukan droplet ditentukan oleh fase katastropik, sehingga mengandalkan perubahan perbandingan komposisi air dan minyak untuk mengubah sistem emulsi w/o menjadi o/w (Gambar 5). Pada fase intermediet, akan terbentuk multi-emulsi o/w/o yang merupakan kunci penentu ukuran droplet. Saat nilai SOR tinggi, multi-emulsi akan terbentuk selama proses titrasi dan ukuran akhir droplet ditentukan pada saat mencapai fase o/w/o ini. Pada saat nilai SOR rendah, proses pembentukan fase o/w/o akan ditekan sehingga ukuran akhir droplet ditentukan saat sudah terbentuk fase o/w (Ostertag et al. 2012).

Keseragaman ukuran droplet dan distribusinya dalam nanoemulsi dapat terbaca dengan PSA dan dinyatakan sebagai Indeks Polidispersitas (IP). Nilai IP memiliki tiga rentang, yaitu monodispersi (kurang dari 0.3), polidispersi (0.3-0.7), dan superdispersi (lebih dari 0.7). Nilai IP di bawah 0.3 menunjukkan bahwa ukuran partikel mempunyai distribusi yang sempit sedangkan nilai di atas 0.3 menunjukkan distribusi yang lebar (Nanocomposix 2015). Penambahan nilai SOR menghasilkan emulsi dengan nilai IP yang semakin kecil, akan tetapi secara keseluruhan ketiga formula pada penelitian ini memiliki nilai IP di bawah 0.3 (Tabel 2), yang berarti bahwa ukuran partikel dalam emulsi seragam (monodispersi).

Ukuran partikel dan distribusinya dalam suatu emulsi akan sangat berpengaruh terhadap karakter penghantaran obat serta stabilitas emulsi. Ukuran partikel yang tidak seragam dapat mengakibatkan terjadinya Ostwald ripening, yaitu proses yang melibatkan pertumbuhan ukuran droplet akibat meleburnya droplet berukuran besar dengan droplet lain yang lebih kecil (Wooster et al. 2008).

(23)

13 Data ukuran partikel dan nilai IP menjadi dasar pemilihan konsentrasi Tween 80 yang akan diperbanyak untuk tahap Spray Drying. Formula B memiliki ukuran partikel yang lebih kecil (195.7 nm) dibandingkan dengan formula A (234.2 nm). Akan tetapi untuk keperluan farmakologi terutama secara oral, ukuran partikel pada formula A lebih dipilih karena selain ukuran partikel yang seragam dan masih masuk dalam rentang ukuran nanoemulsi, apabila ukuran partikel terlalu kecil dikhawatirkan penyebaran obat dalam tubuh tidak terkendali. Formula C tidak diuji lanjut karena pertimbangan konsentrasi Tween 80 dalam formula yang terlalu tinggi, mencapai 100% dari fase organik, mengingat bahwa Tween 80 hanya berperan sebagai pengemulsi, bukan bahan utama yang ditargetkan untuk dikonsumsi.

Potensial zeta diukur sebagai parameter muatan listrik antara partikel koloid. Potensial zeta adalah potensial yang terdapat antara stern layer dan difuse layer. Stern layer adalah lapisan kuat ion positif yang berdekatan dengan lapisan negatif dari koloid. Difus layer adalah keseimbangan dinamik antara ion positif dan ion negatif tersebut (Barnes dan Gentle 2005). Potensial zeta dapat digunakan untuk mengetahui kestabilan suatu emulsi dan untuk mengetahui muatan permukaan atau surface charge (Gogoi dan Sarma 2013). Potensial zeta pada formula A yaitu -37.9 sedangkan pada formula B yaitu -33.7 (Lampiran 6). Nilai potensial zeta pada kedua formula yang diuji menunjukkan bahwa partikel bermuatan negatif, dengan peningkatan nilai potensial zeta seiring penambahan nilai SOR. Secara keseluruhan, nilai potensial zeta pada kedua formula sangat baik, karena kestabilan morfologi yang baik berada pada rentang ± 30 mV hingga 100 mV. Hal ini juga dibuktikan dari tampilan fisik emulsi yang terlihat stabil setelah penyimpanan minggu ke-3 (Gambar 2). Semakin tinggi nilai potensial zeta maka akan semakin mencegah terjadinya flokulasi, yaitu peristiwa penggabungan koloid dari yang kecil menjadi besar (Sinko 2006).

Enkapsulasi Nanoemulsi Ekstrak Kurkuminoid

Teknologi enkapsulasi merupakan suatu teknik untuk mengubah sediaan cair suatu bahan menjadi bentuk serbuk yang terbungkus oleh suatu bahan pengkapsul (encapsulating agent). Pengkapsul dalam hal ini dapat melindungi bahan aktif dari pengaruh lingkungan yang merugikan seperti kerusakan akibat oksidasi, hidrolisis, penguapan, degradasi panas serta membuat pelepasan bahan obat lebih terkendali. Faktor penentu dalam teknologi enkapsulasi yaitu pemilihan teknik serta bahan pengkapsul yang digunakan (Yuliani et al. 2007).

(24)

14

Serbuk hasil enkapsulasi yang diperoleh pada penelitian ini memiliki tekstur lembut, tidak berbau dan berwarna kuning dengan rendemen 47.19% dari total padatan dalam nanoemulsi. Persentase rendemen dapat mengindikasikan bahwa beberapa padatan dalam nanoemulsi hilang dalam proses enkapsulasi. Variabel penentu utama dalam proses spray drying meliputi komposisi enkapsulasi, suhu inlet dan outlet, kelembaban dalam pengering, waktu tinggal dan geometri dari ruang pengering (Oliveira et al. 2010). Komposisi maltodekstrin yang ditambahkan dalam penelitian ini adalah 30% dari total bobot nanoemulsi. Peningkatan kadar rendemen dapat dilakukan dengan cara optimasi terhadap konsentrasi bahan pengkapsul ataupun memadukan maltodekstrin dengan bahan lain seperti gum arab (Yuliani et al. 2007); atau sodium kaseinat (Huda 2012). Suhu inlet selama proses ini juga tidak stabil, akibat pasokan udara kering dari blower yang selalu berubah-ubah. Tempat pengumpulan serbuk pada alat yang digunakan terdiri dari dua siklon. Antara siklon pertama dan kedua terdapat exhaust fan untuk menarik udara dari siklon pertama ke siklon kedua. Produk pada siklon pertama dalam hal ini masih mengandung udara dan banyak yang menempel pada dinding tabung pengering (Arwizet 2009). Proses pengambilan dari dinding tabung dengan spatula menyebabkan banyak produk masih menempel dan tertinggal pada tabung sehingga menyebabkan rendemen rendah.

Karakterisasi Serbuk Enkapsulat Nanoekstrak Kurkuminoid

Bahan obat hendaknya dikarakterisasi terlebih dahulu sebelum diuji aktivitas biologisnya baik secara in vitro maupaun in vivo. Hal ini dilakukan untuk pengamatan awal terhadap kesesuaian obat secara fisik. Karakterisasi serbuk enkapsulat yang dilakukan pada penelitian ini meliputi karakterisasi warna, kadar air, aktivitas air (aw), kadar minyak total, retensi minyak, kadar minyak permukaan dan morfologi permukaan kapsul.

Warna Serbuk Enkpasulat

Warna serbuk enkapsulat diukur menggunakan alat kromameter dengan menentukan nilai X, Y, x, y dan kemudian dikonversikan menjadi notasi warna Hunter La*b* sesuai standar internasional ukuran warna. Nilai L (Lightness) menyatakan derajat kecerahan, dengan kisaran nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a* menyatakan derajat warna kromatik campuran merah (0 sampai +120) dan hijau (0 sampai -120). Nilai b* menyatakan derajat warna kromatik kuning (0 sampai +120) dan biru (0 sampai -120). Nilai C (Chroma ) menyatakan intensitas warna yang dihasilkan. Warna yang semakin kuat memiliki nilai C yang semakin tinggi. Nilai h (hue) menunjukkan panjang gelombang yang dominan yang akan menentukan warna bahan, yaitu bisa berwarna merah, biru, hijau ataupun kuning (KONICA MINOLTA 2013).

(25)

15 warna Yellow Red (YR) yaitu 54 – 90 (KONICA MINOLTA 2013). Pengukuran warna serbuk enkapsulat ini selain sesuai standar internasional untuk ukuran warna juga dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui stabilitas serbuk selama penyimpanan. Afrianti et al. (2013) menyatakan bahwa lama simpan berpengaruh nyata terhadap karakteristik warna suatu bahan.

Kadar Air

Kadar air merupakan persentase kandungan air dalam suatu bahan. Kadar air merupakan salah satu faktor penentu dalam daya tahan bahan selama kurun waktu penyimpanan. Kadar air serbuk enkapsulat pada penelitian adalah 6.75%. Kadar tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kisaran kadar air tipikal produk mikrokapsul dari spray drying yaitu 2-6 % (Reineccius 2004), akan tetapi kadar air serbuk enkapsulat masih tergolong baik, karena masih berada pada standar yang ditetapkan oleh BPOM (2014q) untuk bahan kering adalah di bawah 10%. Nilai kadar air enkapsulat dapat dipengaruhi oleh suhu inlet serta laju alir selama proses spray drying (Yuliani et al. 2007). Suhu inlet pada spray dryer yang digunakan pada penelitian ini tidak stabil, berkisar antara 160-180oC. Ketidakstabilan suhu tersebut diakibatkan oleh performa blower yang tidak baik sehingga pasokan udara kering yang masuk ke dalam ruang pengering tidak stabil. Air yang terdapat dalam suatu bahn menurut derajat keterikatannya terbagi menjadi empat tipe. Tipe pertama adalah jenis air yang terikat pada molekul lain melalui ikatan hidrogen. Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses pembekuan tetapi sebagian dapat hilang pada proses pengeringan. Tipe kedua adalah molekul air yang membentuk ikatan hidrogen dengan sesama molekul air, lebih sulit dihilangkan dan berpengaruh terhadap reaksi browning, hidrolis serta oksidasi lemak pada bahan. Tipe ketiga adalah tipe air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan. Tipe ini bersifat air bebas, mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba serta media reaksi kimiawi. Tipe keempat adalah molekul air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni (Anthony dan Fontana 2008).

Aktivitas Air (aw)

(26)

16

Kadar Minyak Total dan Retensi Minyak

Kadar minyak total diukur untuk mengetahui jumlah minyak secara keseluruhan, baik yang tersalut di dalam kapsul maupun minyak yang menempel pada permukaan kapsul. Kadar minyak total digunakan untuk menghitung retensi minyak, yaitu persentase minyak yang berhasil diperoleh kembali setelah proses spray drying. Kadar minyak awal yang terkandung dalam nanoemulsi yaitu 10%. Kadar minyak total pada serbuk enkapsulat hasil spray drying adalah 8.86% dengan nilai retensi minyak 88.6%. Nilai retensi minyak yang baik adalah mendekati angka 100%. Nilai retensi minyak dapat ditingkatkan dengan melakukan optimasi pada komposisi bahan pengkapsul. Bahan pengkapsul yang digunakan dalam penelitian ini adalah maltodekstrin dengan kadar 30% dari total bobot nanoemulsi. Maltodekstrin merupakan bahan pengkapsul yang paling umum digunakan karena harganya yang terjangkau serta efektifitasnya yang tinggi karena viskositasnya rendah pada konsentrasi padatan tinggi, akan tetapi memiliki kapasitas emulsifikasi serta retensi terhadap komponen volatil yang rendah (Oliveira et al. 2010). Penggunaan maltodekstrin oleh karena itu seringkali dikombinasikan dengan bahan pengkapsul lain seperti gum arab dan secara efektif mampu menghasilkan retensi minyak 92.1% (Yuliani et al. 2007).

Kadar Minyak Permukaan

Kadar minyak permukaan menunjukkan persentase minyak yang terkandung pada enkapsulat akan tetapi tidak terkapsulkan dan hanya menempel pada permukaan dinding kapsul. Kadar minyak permukaan pada percobaan ini adalah 1.74% dari minyak total yang terkandung dalam nanoemulsi. Kadar minyak permukaan sangat ditentukan oleh struktur kapsul yang bergantung pada karakteristik pembentukuan dinding kapsul. Proses pembentukan dinding kapsul ini dipengaruhi oleh suhu inlet dan juga laju alir saat spray drying (Yuliani et al. 2007). Kekuatan dinding kapsul selain itu juga dipengaruhi oleh jenis bahan pengkapsul. Karakteristik maltodekstrin sebagai pembentuk dinding kapsul sangat bergantung pada nilai Dextrose Equivalency (DE). Nilai DE menunjukkan derajat hidrolisis polimer pati. Pada beberapa penelitian, meningkatnya nilai DE dapat menurunkan kadar minyak permukaan (Oliveira et al. 2010). Kadar minyak permukaan yang rendah diharapkan dapat mencegah terjadinya kerusakan kapsul akibat oksidasi minyak sehingga dapat meningkatkan stabilitas kapsul.

Morfologi Permukaan Dinding Kapsul

(27)

17 Huda (2012) melakukan SEM terhadap serbuk kurkumin standar tanpa enkapsulasi dan nanokurkumin hasil enkpasulasi spray drying dengan bahan pengkapsul campuran maltodekstrin dan sodium kaseinat. Serbuk kurkumin standar pada penelitian tersebut memiliki bentuk kristal seperti jarum patah, sedangkan enkapsulat nanokurkumin memiliki bentuk bulat tidak beraturan dengan permukaaan halus dan berpori. Hasil pengamatan dengan SEM pada penelitian ini mengindikasikan bahwa kurkuminoid telah terkapsulkan oleh bahan pengkapsul, ditunjukkan dengan permukaan dinding kapsul yang halus (Gambar 4). Beberapa partikel yang menempel pada permukaan dinding dapat disebabkan oleh jarak spray drying dan analisis SEM yang cukup lama, sehingga partikel serbuk saling menggumpal. Mengempisnya beberapa partikel disebabkan oleh peristiwa ballooning, yaitu pecahnya dinding kapsul akibat tidak kuat menahan penggelembungan yang bisa saja disebabkan suhu spray drying yang terlalu tinggi (Yuliani et al. 2007). Permukaan beberapa partikel yang terlihat pecah dapat disebabkan oleh preparasi sampel yang kurang baik sehingga tidak seluruh permukaan kapsul terlapisi emas. Ukuran partikel sangat beragam, sehingga sulit untuk diprediksikan ukuran rata-rata dari serbuk enkapsulat. Partikel terkecil yang teramati memiliki ukuran 630.2 nm.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nanoemulsi esktrak kurkuminoid yang optimal tercapai pada kadar pengemulsi 50% dari fase organik dengan rata-rata ukuran partikel 234.2 nm, nilai IP 0.2315 dan potensial zeta -37.9. Proses enkapsulasi menggunakan spray dryer menghasilkan serbuk enkapsulat yang halus, tidak berbau dengan rendemen hasil enkapsulasi sebesar 47.19%. Serbuk enkapsulat memiliki karakteristik warna Yellow Red (YR) dengan nilai CIE L, a*, b* berturut-turut 67.33, +3.93, +73.94. Kadar air yang terukur pada serbuk yaitu 6.75% dengan nilai aktivitas air (aw) 0.407. Kadar minyak total pada serbuk yaitu 8.86%, dengan 1.74% nya berada pada permukaan luar dinding kapsul. Retensi minyak yang terhitung setelah proses enkapsulasi yaitu 88.6%. Morfologi permukaan kapsul terlihat berbentuk bulat seperti bola dengan permukaan dinding yang halus dan ukuran yang bervariasi.

Saran

(28)

18

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah M dan Khairurrijal. 2009. Review: Karakterisasi Nanomaterial. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi. 1(2):1-9.

Afrianti M, Dwiloka B, Setiani B. 2013. Perubahan warna, profil protein dan mutu organoleptik daging ayam broiler setelah direndam dengan ekstrak daun senduduk. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 2(3): 116-120.

Ahmed K, Li Y, McClements D, Xiao H. 2012. Nano and emulsion-based delivery systems for curcumin: encapsulation and release properties. Food Chemistry. 132: 799-807. doi:10.1016/j.foodchem.2011.11.039.

Anand P, Kunnumakkara AB, Newman RA, Aggarwal BB. 2007. Bioavailability of curcumin: problems and promises. Molecular Pharmaceutics. 4: 807-818. doi: 10.1021/mp700113r.

Anggoro D, Rezki R, Siswarni M.Z. 2015. Ekstraksi multi tahap dari temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) menggunakan pelarut etanol. Jurnal Teknik Kimia USU. 4(2): 39-45.

Anthony J, Fontana Jr. 2008. Water Activity in Foods: Fundamental and Application. Oxford (UK): Blackwell Publishing and the Institute of Food Technologists.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of The Association Analytical of Chemist-18th Ed. Arlington (US): The Association of Official Analysis Chemist, Inc.

Arwizet K. 2009. Uji prestasi kerja mesin pembuatan santan kering sistem spray drying. Jurnal Teknik Mesin. 6(2): 54-66.

Barnes GT, Gentle IR. 2005. Interfacial Science: An Introduction. Oxford (GB): Oxford University Press.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2014. Persyaratan Mutu Obat Tradisional. Jakarta (ID): Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Chainani W. 2003. Safety and anti-inflammatory activity of curcumin: a componenet of turmeric. Journal of Alternative and Complementary Medicine. 9: 161-168.

Chime SA, Kenechukwu FC, Attama AA. 2014. Nanoemulsions- Advances in formulation, characterization and application in drug delivery. InTech. 3: 77-126. http://dx.doi.org/10.5772/15371.

Chirio D, Gallarate M, Peira E, Battaglia L, Serpe L, Trotta M. 2011. Formulation of Curcumin-Loaded Solid Lipid Nanoparticles Produced by Fatty Acids Coacervation Technique. Journal of Microencapsulation. 28(6): 537-548. doi: 10.3109/02652048.2011.590615.

(29)

19 Ekaputra RH. 2013. Optimasi dan karakterisasi nanokurkuminoid tersalut asam

palmitat. [Skripsi]. Bogor (ID): Biokimia – Institut Pertanian Bogor.

[EMA] European Medicines Agency. 2013. Assessment report on Curcuma xanthorrhiza Roxb. (C. xanthorrhiza D. Dietrich)., rhizoma. Science Medicines Health. EMA/HMPC/604598

Gogoi B, Sarma NS. 2013. Enhanced fluorescence quenching of hemin detected by a novel polymer of curcumin. The Royal Society of Chemistry.

Gupta A, Eral B, Hatton A, Doyle P. 2016. Review- Nanoemulsions: formation, properties and applications. Royal Society of Biochemistry. doi: 10.1039/c5sm02958a.

Hastati S, Hadju V, Nusratuddin. 2015. Determination of the curcumin pigment in extract Curcuma domestica Val. from south Sulawesi, Indonesia, by high performance liquid chromatography. International Journal of Scientific and Technology Research. 4(4): 95-98.

Huda M. 2012. Pembuatan nanopartikel lipid padat untuk meningkatkan laju disolusi kurkumin. [Skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

KONICA MINOLTA. 2013. Choma Meter CR-400/410: Instruction Manual. Japan: Konica Minolta Inc.

Krup V, Prakash H, Harini A. 2013. Pharmacological activities of turmeric (Curcuma longa linn): a review. Homeopathy &Ayurvedic Medicine. 2(4): 1-4. doi:10.4172/2167-1206.1000133.

Loret C, William JF, Peter F. 2006. Mechanical and structural properties of maltodextrin/agarose microgels composites. Applied Rheology. 17(3): 1-13. Maulia P. 2014. Aktivitas antiinflamasi sediaan nanopartikel ekstrak kurkuminoid

temulawak tersalut asam palmitat secara in vivo. [Skripsi]. Departemen Biokimia – Institut Pertanian Bogor.

Nanocomposix. 2015. Nanocomposix’s Guide to Dynamic Light Scattering Measurement and Analysis. San Diego (US): Ronson CT STEK.

Narlawar J, Marcus P, Stefanie L, Karlheinz B, Sabine K, Thomas D, Sascha W, Eckhard M, Boris S. 2008. Curcumin-derived pyrazoles and isoxazoles: swis army knives or blunt tools for alzheimer’s disease?. ChemMedChem. 3: 165-172. doi: 10.1002/cmdc.200700218.

Noor E, Harmi L, Maddu A, Yusron M. 2015. Fabrication of nanogingerol by combining phase inversion composition and temperature. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences. 6(1) : 38-47.

Nurcholis W. 2008. Profil senyawa penciri bioaktivitas tanaman temulawak pada agrobiofisik berbeda [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(30)

20

Oliveira WP, Souza CR, Kurozawa LE, Park KL. 2010. Spray drying of food and herbal products. Spray Drying Technology. 1(5): 113-156.

Ostertag F, Weiss J, McClements DJ. 2012. Low-energy formation of edible nanoemulsions: Factors influencing droplet size produced by emulsion phase inversion. Journal of Colloid and Interface Science. 388: 95-102. doi: 10.1016/j.jcis.2012.07.089

Popuri AK, Pagala B. 2013. Extraction of curcumin from turmeric roots. International Journal of Innovative Research & Studies. 2(5): 289-299. Rawle A. 2010. Technical Paper: Basic Principles of Particle Size Analysis.

Worcestershire (GB): Malvern Instruments Limited.

Reineccius GA. 2004. The spray drying of food flavours. Drying Technology. 22(6): 1289-1324. doi: 10.1081/drt-120038731.

Sadikoglu H. 2010. Spray freeze drying. Spray Drying Technology. 1(6): 157-182. Salager J. 2000. Pharmaceutical Emulsions and Suspensions. New York (USA):

Marcel Dekker Inc.

Sari DL, Cahyono B, Kumoro AC. 2013. Pengaruh pelarut pada ekstraksi kurkuminoid dari rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb). Chem Info. 1(1): 101-107.

Setyowati A, Suryani C. 2013. Peningkatan kadar kurkuminoid dan aktivitas antioksidan minuman instan temulawak dan kunyit. Journal Agritech. 33(4): 363-370.

Sinko PJ. 2006. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. Ed ke-5. Joshita, Amalia, penerjemah. Jakarta: EGC. hlm 585-587.

Solanki K. 2012. Incorporation of curcumin in lipid based delivery system and assessment of its bioaccessibility. [Tesis]. New Jersey (US): The State University of New Jersey.

Solihin, Muhtarudin, Satrisna R. 2015. Pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar air kualitas fisik dan sebaran jamur wafer limbah sayuran dan umbi-umbian. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 3(2) : 48-54.

Sutrisno, Sukarianingsih D, Saiful M, Putrika A, Kusumaningtyas DI. 2008. Curcuminoids from curcuma xanthorriza roxb: isolation, characterization, identification, and analysis of antioxidant activity. Proceedings of The First International Symposium on Temulawak, Bogor, 27–29 Mei 2008.

Syah ANA. 2005. Virgin Coconut Oil: Minyak Penakluk Aneka Penyakit. Depok (ID): Agromedia Pustaka.

Vecchione R, Quagliariello V, Calabria D, Calcagno V, Luca E, V.Laffaioli R, Netti P. 2016. Curcumin bioavailability from oil in water nano-emulsions: in vitro and in vivo study o the dimensional, compositional and interactional dependence. Journal of Controlled Release. 233: 88-100. doi: 10.1016/ j.jconrel.2016.05.004

(31)
(32)

22

(33)
(34)

24

Lampiran 2 Bobot penimbangan simplisia dalam analisis kadar air Ulangan Bobot

Cawan Kosong (A)

Bobot Cawan + Sampel (B)

Bobot Setelah Pemanasan (C)

Kadar Air

Rata- Rata Kadar Air Simplo 4.5266 g 7.5468 g 7.2461 g 9.95%

Duplo 4.7338 g 7.7759 g 7.4836 g 9.61% 9.61% Triplo 4.9370 g 7.9773 g 7.5197 g 9.27%

Contoh perhitungan:

Kadar Air Simplo (%) = -

-- x 100 %

Kadar Air Simplo (%) = - -

-- x 100 %

Kadar Air Simplo (%) = 9.61% Rata-Rata Kadar Air =

=

= 9.61%

Lampiran 3 Perhitungan rendemen ekstraksi Bobot ekstrak = 11.2 g

Bobot simplisia terkoreksi = bobot simplisia – (bobot simplisia x kadar air) = 250 g – (250 g x 9.61%)

= 9.75 g

Rendemen terkreksi = x 100 % = x 100 %

(35)

25 Lampiran 4 Kadar kurkuminoid ekstrak temulawak

Hasil UV-VIS standar

Waktu Retensi Area Area % Tinggi Tinggi %

7.817 344980 33.93 20794 38.39

8.427 299625 29.47 16945 31.28

9.070 372048 36.60 16430 30.33

Total 1016653 100.00 54169 100.00

Kromatogram ekstrak temulawak

Hasil UV-VIS ekstrak

Waktu Retensi Area Area % Tinggi Tinggi %

1.097 5393 0.29 533 0.57

1.330 5600 0.30 382 0.41

2.947 6182 0.33 376 0.40

4.270 6623 0.35 468 0.50

5.350 5914 0.31 312 0.33

5.827 18411 0.98 1008 1.08

7.840 53815 2.85 3252 3.48

8.450 432649 22.93 26048 27.90

9.097 1351868 71.66 60988 65.32

Total 1886455 100.00 93367 100.00

Konsentrasi standar = 0.5 ppm Volum labu = 50 ml Faktor pengenceran = 50 x

Contoh perhitungan kadar bisdemetoksikurkumin pada waktu retensi 7.840 menit: Kadar (mg/g) =

Kadar (mg/g) =

(36)

26

Lampiran 5 Hasil uji PSA nanoemulsi ekstrak kurkuminoid

Parameter Formula A Formula B Formula C

Simplo Duplo Simplo Duplo Simplo Duplo Ukuran Partikel

(nm)

228.9 239.5 196.5 194.9 171.2 188.4 Indeks Polidispersi 0.243 0.220 0.107 0.081 0.106 0.088 Grafik formula A (simplo) Grafik formula A (duplo)

Grafik formula B (simplo) Grafik formula B (duplo)

(37)

27 Lampiran 6 Potensial zeta nanoemulsi ekstrak kurkuminoid

Formula A

(38)

28

Lampiran 7 Hasil uji kromameter

Ulangan CIE L CIE a* CIE b* CIE C CIE h

Simplo 67.34 +3.93 +73.93 74.03 87.0

Duplo 67.29 +3.98 +74.01 74.11 87.0

Triplo 67.35 +3.87 +73.87 73.97 87.1

Rata-rata 67.33 +3.93 +73.94 74.04 87.03

Lampiran 8 Bobot penimbangan serbuk dalam analisis kadar air Ulangan Bobot

Cawan Kosong (A)

Bobot Cawan + Sampel (B)

Bobot Setelah Pemanasan

(C)

Kadar Air

Rata- Rata Kadar Air Simplo 4.5022 g 6.0128 g 5.9350 g 5.15%

Duplo 4.6265 g 6.1451 g 6.0204 g 8.21% 6.75% Triplo 5.1085 g 6.6310 g 6.5261 g 6.89%

Contoh perhitungan:

Kadar Air Simplo (%) = -

-- x 100 %

Kadar Air Simplo (%) = - -

-- x 100 %

Kadar Air Simplo (%) = 5.15%

Lampiran 9 Hasil uji water activity meter

Ulangan Bobot (g) Aktivitas Air Suhu (0C)

Simplo 1.0220 0.410 22.06

Duplo 1.0210 0.406 22.13

Triplo 1.0246 0.406 22.18

(39)

29 Lampiran 10 Perhitungan kadar minyak total dan retensi minyak

Ulangan Bobot Sampel

Lampiran 11 Perhitungan kadar minyak permukaan Ulangan Bobot Sampel

Kadar minyak permukaan = - x 100%

Kadar minyak Tota l= - x 100%

(40)

30

Lampiran 12 Hasil SEM permukaan kapsul dalam berbagai perbesaran

Perbesaran 500 x Perbesaran 1000 x

Perbesaran 2000 x Perbesaran 5000 x

(41)

31

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Trenggalek, 15 November 1994. Penulis merupakan putri ke-2 dari 2 bersaudara dari ayah Triyono dan ibu Ismiatin. Penulis lulus dari SMAN 10 Malang Sampoerna Academy pada tahun 2012. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Tertulis. Penulis mengambil kuliah mayor pada Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan kuliah minor pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan. Penulis menerima dana hibah penelitian dari DIKTI untuk ajang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2013. Pada tahun 2014 penulis dianugerahi sebagi inovator atas karyanya pada “106 Inovasi Indonesia” oleh Bussiness Innovation Center (BIC). Penulis juga pernah diundang ke Hokkaido University, Jepang, untuk mengikuti acara The 13th Hokkaido Indonesian Students Association and Scientific meeting (HISAS) pada tahun 2016 sebagai presenter. Di luar kompetisi, penulis juga pernah mengabdikan diri sebagai asisten praktikum mata kuliah dasar-dasar komunikasi (semester ganjil dan genap, tahun ajaran 2015/2016).

Gambar

Tabel 2  Ukuran partikel, Indeks Polidispersitas (IP) dan potensial zeta
Grafik formula A (simplo)

Referensi

Dokumen terkait

Obyek dari pendidikan formal adalah peserta didik sebagai generasi penerus bangsa yang berkualitas dalam segi intelek dan segi moral, karena pendidikan nasional pada hakekatnya

Dari penelitian ini dihasilkan sebuah sistem informasi manajemen bantuan logistik pasca bencana alam berbasis mobile web yang dapat memberikan informasi kepada

Sebagian kecil pertanyaaan dijawab dengan jawaban yang berkualitas (didukung dengan penjelasan yang rasional).Dapat mempertahankan argumen secara rasional dan tetapi kurang

a) Dengan strategi pembelajaran Direct Instruction , guru mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga dapat mempertahankan

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan

Dalam membincangkan interpretasi seni catan Melayu tradisional dalam karya ‘Siri Dungun’ oleh Ruzaika Omar Basaree ini, kaedah apresiasi seni digunakan ke atas penelitian

KELURAHAN DAN DESA SEWILAYAH PUSKESMAS KOTARATU * Kegiatan utk meningkatkan 'engeta(uan an 'at i!i'a!i /a$ga !ek%la( alam be$-PH.S" #$%!!tabulati%n.. Kegiatan utk

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui suatu tingkat kepuasan dalam simak online dengan menggunakan model EUCS yang berfokus pada kepuasan pengguna yang terdiri