• Tidak ada hasil yang ditemukan

LKP : Membuat Alat Pengukur Tinggi Badan Berbasis Microcontroller pada RS Grhasia Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "LKP : Membuat Alat Pengukur Tinggi Badan Berbasis Microcontroller pada RS Grhasia Yogyakarta."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

RS GRHASIA YOGYAKARTA

KERJA PRAKTEK

Disusun Oleh :

Rengga Khrismadianto

(08.41020.0081)

SEKOLAH TINGGI

MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER

SURABAYA

(2)

ii

Alat ukur tinggi badan manusia merupakan alat yang berfungsi untuk mengetahui

tinggi manusia. Alat tinggi badan yang digunakan oleh manusia kebanyakan masih

menggunakan alat ukur tinggi badan analog, tetapi tidak menggunakan sistem

penginformasian tinggi badan manusia dalam bentuk digital.

Perencanaan alat ukur tinggi badan manusia dengan output LCD ini menggunakan

unit kontrol sistem (ATmega8), unit pendeteksi tinggi badan manusia (sensor ultrasonic

SRF05), unit pengkonversi analog ke digital (ADC), dan unit penginformasi huruf atau

angka (LCD). Sistem ini bekerja pada saat sensor pendeteksi tinggi mendeteksi obyek

maka akan menyebabkan sensor ultrasonic terjadi perubahan reristansi. Keluaran dari

sensor akan dikonversi oleh ADC. Output ADC akan diproses oleh Mikrokontroller dan

keluaran akhirnya akan ditampilkan pada LCD.

Pengujian pada unit pendeteksi tinggi badan manusia (sensor ultrasonic SRF05),

sensor dapat berfungsi dengan baik. Pengujian pada unit pengubah sinyal analog ke

digital (ADC) mampu mengubah masukkan dari sensor menjadi keluaran biner. LCD

mampu menampilkan data hasil pengukuran dari sensor berupa ukuran tinggi badan

manusia. Operasi keseluruhan alat bekerja sesuai dengan perencanaan walaupun ada

sedikit kesalahan pada saat pengukuran tinggi badan kurang lebih selisih 0.097cm dengan

(3)

iii

(4)

vi

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAKSI ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Perumusan Masalah...2

1.3 Batasan Masalah...2

1.4 Tujuan...2

1.5 Kontribusi...3

1.6 Sistematika Penulisan...3

BAB II GAMBARAN UMUM RS GRHASIA YOGYAKARTA 2.1 Sejarah Berdirinya RSJ.GRHASIA...………...6

2.1.1 Pelayanan DI RSJ.GRHASIA...6

2.1.2 Urutan Hierarki Blok Diagnosis Gangguan Jiwa... 8

2.2 Visi………...14

2.3 Misi...14

BAB III TEORI PENUNJANG 3.1 Microcontroller ATmega8………...15

(5)

vii

3.2 Sensor ultrasonic SRF05...19

3.3 LCD (16x2)...20

3.3.1 Pin-Pin Konfigurasi LCD 16x2...21

BAB IV RANCANG BANGUN ALAT PENGUKUR TINGGI BADAN MANUSIA MENGGUNAKAN MICROCONTROLLER 4.1 Minimum System ATmega8...22

4.5 Kebutuhan system...25

4.5 Sistem Kerja Alat...26

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tujuan……...34

5.2 Alat yang Digunakan………...34

5.3 Prosedur Pengukuran………...34

5.4 Hasil pengukuran…..………...35

5.2 Pembahasan………..………...36

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan……….37

6.1 Saran……..……….37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(6)

1

1.1 Latar Belakang Masalah

Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Teknik Komputer Surabaya

merupakan salah satu lembaga pendidikan yang melahirkan lulusan-lulusan muda

yang berpola pikir akademik bertindak profesional dan berakhlak. Selain itu juga

berupaya melaksanakan program-program pendidikan yang bertujuan

menghasilkan lulusan-lulusan yang tidak saja memahami ilmu pengetahuan dan

teknologi, akan tetapi juga mampu mempraktekkan serta mengembangkannya

baik di dunia pendidikan maupun di dunia industri. Dengan mengikuti Kerja

Praktek ini diharapkan mahasiswa bisa mendapatkan nilai tambahan terhadap

materi kuliah yang telah diberikan serta dapat menambah ilmu pengetahuan dan

keterampilan mahasiswa tentang dunia kerja sekaligus mendapatkan pengalaman

kerja secara nyata di perusahaan/instansi dan bekerja sama dengan orang lain

dengan disiplin ilmu yang berbeda-beda. Sekaligus mencoba menerapkan ilmu

pengetahuan yang telah diperoleh dalam kuliah.

RS GRHASIA Yogyakarta adalah Rumah Sakit yang berada di Yogyakarta

yang memberikan pelayanana kesehatan untuk masyarakat. Rumah sakit tersebut

banyak melakukan pelayanan kesehatan yang masih dilakukan secara manual

salah satunya adalah pengukuran tinggi badan. Pengukuran tinggi badan di sana

masih menggunakan penggaris berukuran 200cm dan masih menggunakan

(7)

mengukur tinggi badan dengan menggunakan penggaris itu membutuhkan bayak

kegiatan dari seorang manusia. Apabila pengukuran tersebut di lakukan dengan

alat pengukur tinggi badan berbasis microcontroll, maka kegiatan yang dilakukan

oleh manusia akan berkurang atau tergantikan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas,

maka didapatkan suatu rumusan masalah, yaitu: Bagaimana membuat dan

merancang alat pengukur tinggi badan berbasis microcontroller.

1.3 Batasan Masalah

1. Microcontroller yang digunakan adalah ATmega8

2. Sensor yang digunakan adalah sensor ultrasonic SRF05

3. Menggunakan LCD untuk display atau output-nya

4. Alat yang dibuat hanya berfungsi untuk mengukur tinggi manusia dengan

range 100cm – 200cm

1.4 Tujuan

Adapun tujuan dari Kerja Praktek yang dilaksanakan mahasiswa di

perusahaan maupun di instansi pemerintah adalah sebagai berikut:

1. Memberikan pengalaman kerja kepada mahasiswa agar lebih siap dalam

menghadapi tantangan yang ada pada dunia kerja secara langsung

khususnya bidang Sistem Komputer.

2. Memberikan pengetahuan tambahan mengenai hal-hal yang belum di

(8)

3. Mahasiswa dapat menerapkan dan mempraktikkan secara langsung teori

yang telah didapat di bangku perkuliahan pada saat melaksanakan Kerja

Praktek di bidang microcontroller.

4. Mahasiswa dapat belajar bersikap dan berperilaku dalam lingkungan kerja

sesuai dengan kode etik yang berlaku di perusahaan tersebut.

5. Mahasiswa dapat melihat serta merasakan kondisi dan keadaan real yang

ada pada dunia kerja sehingga mendapatkan pengalaman yang lebih

banyak lagi.

Sedangkan tujuan khusus dari Kerja Praktek ini adalah memberikan solusi

permasalahan pada RS GRHASIA dalam melakukan pengukuran tinggi badan

manusia. Karena pada RS GRHASIA dalam melakukan pengukuran tinggi badan

manusia masih di lakukan dengan bantuan manusia, dan masih menggunakan

penggaris yang berukuran 200cm dalam melakukan pengukuran.

1.5 Kontribusi

Adapun kontribusi dari Kerja Praktek terhadap RS GRHASIA

Yogyakarta adalah memberikan solusi permasalahan yang ada pada RS

GRHASIA, khususnya dalam pengukuran tinggi badan manusia, yang semula

dilakukan dengan bantuan manusia bisa dilakukan dengan alat yang di buat

dengan maksud untuk mengurangi kegiatan yang di lakukan oleh manusia, yaitu

dengan membuat alat pengukur tinggi badan manusia.

1.6 Sistematika Penulisan

(9)

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini membahas tentang uraian mengenai latar belakang masalah,

perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan, kontribusi serta sistematika

penulisan dalam penyusunan laporan Kerja Praktek.

BAB II: GAMBARAN UMUM RS GRHASIA YOGYAKARTA

Bab ini berisi sejarah, visi, misi, dan kebijakan mutu RS GRHASIA

sebagai tempat Kerja Praktek.

BAB III: TEORI PENUNJANG

Pada bab landasan teori ini menjelaskan tentang fungsi microcontroller

ATmega8, cara menggunakan chip ATmega8, Sensor SRF05, LCD ( 16x2 ).

BAB IV: METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang skema rangkaian alat yang akan dibuat,

menjelaskan system kerja pada alat pengukur tinggi badan manusia, serta cara

menggunakan program CVAVR.

.

BAB V: HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang proses serta setting alat, dan menampilkan

(10)

BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian akhir dari laporan Kerja Praktek yang

membahas tentang kesimpulan dari keseluruhan hasil dari Kerja Praktek serta

(11)

6

BAB II

GAMBARAN UMUM RS GRHASIA YOGYAKARTA

2.1 Sejarah Berdirinya RSJ.GRHASIA

Rumah Sakit GRHASIA Berdiri tahun 1938, sekitar 70 tahun yang lalu.

Pertama kali belum dijadikan sebagai rumah sakit jiwa seperti sekarang, dan

belum dinamakan GRHASIA, namun hanya berupa rumah tempat penampungan

orang-orang yang menderita gangguan jiwa. Selain di Yogyakarta, tempat

penampungan penderita gangguan jiwa juga didirikan di daerah-daerah yang

mayoritas berhawa dingin. Disebabkan di setiap penampungan masih

menggunakan sistem terapi tradisional yang hanya berupa hydroterapy (penderita

di guyur air dari kepala hingga ke seluruh tubuh, dan suasana dingin sengaja

digunakan sebagai ’pendingin’ jiwa alami).

Pertengahan tahun 1960, tempat penampungan penderita gangguan jiwa

dikenal dengan sebutan Rumah Sakit Lali Jiwa (dalam bahasa Jawa- apabila

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti Rumah Sakit Orang yang Lupa

akan Jiwanya). Konotasi yang negatif tersebut memberikan inisiatif Pemerintah

Kota Yogyakarta untuk menggantinya pada tahun 1992. Rumah Sakit ini pernah

mengikuti perlombaan se-Asia. Maka dari itu dinamakan GRH Asia (GRH- Graha

Tumbuh Kembang Laras Jiwa) yang disingkat menjadi GRHASIA.

2.1.1 Pelayanan DI RSJ.GRHASIA

Selain menangani penderita gangguan jiwa, RS GRHASIA juga

(12)

penunjang kesembuhan pasien. Seperti telah diketahui bersama, seorang penderita

gangguan jiwa akan kehilangan kemampuan motoriknya, sehingga sekedar

menjaga kebersihan diripun mereka memerlukan bantuan. Tak jarang berbagai

penyakit kulit diderita pula oleh penderita. Sedangkan layanan lain meliputi :

1. Instalasi Rawat Jalan

Pasien di RS GRHASIA juga diberikan Ocupational Therapy. Diharapkan

pasien dapat bersosialisasi dengan masyarakat setelah sembuh dari gangguannya

dengan kemampuan bekerja yang dimilikinya. Sebagian pasien yang sekiranya

sudah sedikit normal, diajarkan membuat telur asin (bagi pasien wanita) dan

membuat kerajian kayu dan membuat batu bata (bagi pasien pria) tentunya tetap

dengan pengawasan yang ketat.

2.1.2 Urutan Hierarki Blok Diagnosis Gangguan Jiwa

Pada beberapa jenis gangguan jiwa (misalnya gangguan mental organik)

terdapat berbagai tanda dan gejala yang sangat luas. Pada beberapa gangguan

(13)

terbatas. Atas dasar ini, dilakukan suatu penyusunan urutan blok-blok diagnosis

yang berdasarkan suatu hierarki, dimana suatu gangguan yang terdapat dalam

urutan hierarki yang lebih tinggi, mungkin memiliki ciri-ciri dari gangguan yang

terletak dari hierarki lebih rendah, tetapi tidak sebaliknya. Terdapatnya hubungan

hierarki ini memungkinkan untuk penyajian diagnosis banding dari berbagai jenis

gejala utama.

Urutan hierarki blok diagnosis gangguan jiwa berdasarkan PPDGJ-III :

I. Gangguan Mental Organik dan Simptomatik (F00-F09) Gangguan Mental

dan Perilaku Akibat Zat Psikoaktif (F10-F19).

Ciri khas : etiologi organik / fisik jelas, primer / sekunder.

II. Skizofrenia, gangguan Skizotipal dan gangguan Waham (F20-F29).

Ciri khas : gejala psikotik, etiologi organic tidak jelas.

III. Gangguan Suasana Perasaan (Mood / Afektif) (F30-F39).

Ciri khas : gangguan afek (psikotik non psikotik).

IV. Gangguan Neurotik, gangguan Somatoform, dan Gangguan Stress

(F40-F48).

Ciri khas : gejala non psikotik, gejala non organik.

V. Sindrom Perilaku yang berhubungan dengan gangguan Fisiologisa dan

faktor fisik (F50-F59).

Ciri khas : gejala disfungsi fisiologis, etiologi non organic.

VI. Gangguan Kepribadian dan Gangguan Masa Dewasa (F60-F69).

Ciri khas : gejala perilaku, etiologi non organik.

VII. Retardasi Mental (F70-F79).

(14)

VIII. Gangguan Perkembangan Psikologis (F80-F89).

Ciri khas : gejala perkembangan khusus, onset masa kanak.

IX. Gejala Perilaku dan Emosional dengan Onset Masa Kanak dan Remaja

(F90-F98).

Ciri khas : gejala perilaku / emosional, onset masa kanak.

X. Kondisi Lain yang menjadi fokus perhatian klinis (Kode Z).

Ciri khas : tidak tergolong gangguan jiwa.

2.1.4 Diagnosis Multiaksial

Aksis I : 1. Gangguan klinis.

2. Kondisi Lain Yang Menjadi Fokus Perhatian Klinis.

Aksis II : 1. Gangguan Kepribadian.

2. Retardasi Mental.

Aksis III : Kondisi Medik Umum.

Aksis IV : Masalah Psikososial dan Lingkungan.

Aksis V : Penilaian Fungsi Secara Global.

Catatan :

1. Antara Aksis I, II, III tidak selalu harus ada hubungan etiologi atau

patogenesis.

2. Hubungan antara ’Aksis I-II-III dan Aksis IV’ dapat timbal balik saling

mempengaruhi.

(15)

1. Mencakup informasi yang komperhensif (Gangguan Jiwa, Kondisi Medik

Umum, Masalah Psikososial, dan Lingkungan, Taraf Fungsi Secara

Global) sehingga dapat membantu dalam :

a. Perencanaan terapi.

b. Meramalkan ‘outcome’ atau prognosis .

2. Format yang mudah dan sistemati, sehingga dapat membantu dalam :

a. menata dan mengkomunikasikan informasi klinis.

b. menangkap kompleksitas situasi klinis.

c. menggambarkan heterogenitas individual dengan diagnosis klinis

yang sama.

3. Memacu penggunaan model bio-psiko-sosial dalam klinis, pendidikan, dan

penelitian.

AKSIS I

F00-F09 : Gangguan Mental Organik (+Simtomatik).

F10-F19 : Gangguan Mental dan Perilaku – Zat Psikoaktif.

F20-F29 : Skizofrenia, gangguan Skizotipal dan gangguan Waham.

F30-F39 : Gangguan suasana serasaan (Mood / Afektif).

F40-F48 : Gangguan Neurotik, gangguan Somatoform, dan gangguan stress.

F50-F59 : Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan Fisiologis dan

faktor fisik.

F62-F68 : Perubahan kepribadian non-organik, Gangguan Impuls Seks.

F80-F89 : Gangguan perkembangan Psikologis

F90-F98 : Gejala perilaku dan emosional dengan Onset masa kanak dan

(16)

F99 : Gangguan jiwa YTT (Yang Tidak Tergolongkan) kondisi lain yang

menjadi focus perhatian klinis

Z 03.2 : Tidak ada diagnosis Aksis I

R.69 : Diagnosis Aksis I tertunda

AKSIS II

F60 : Gangguan kepribadian khas

F60.0 : Gangguan kepribadian paranoid

F60.1 : Gangguan kepribadian skizoid

F60.2 : Gangguan kepribadian dissosial

F60.3 : Gangguan kepribadian emosional tidak stabil

F60.4 : Gangguan kepribadian histrionik

F60.5 : Gangguan kepribadian anankastik

F60.6 : Gangguan kepribadian cemas (menghindar)

F60.7 : Gangguan kepribadian dependen

F60.8 : Gangguan kepribadian khas lainnya

F60.9 : Gangguan kepribadian YTT

F61.0 : Gangguan kepribadian campuran dan lainnya

F61.1 : Gangguan kepribadian campuran

F61.2 : Perubahan kepribdaian yang bermasalah

F70-F79 : Retardasi mental

Z 03.2 : Tidak ada diagnosis Aksis II

(17)

AKSIS III

Bab VIII H60-H95 Penyakit telinga dan proses mastoid

Bab IX I00-I99 Penyakit system sirkulasi

Bab X J00-J99 Penyakit system pernapasan

Bab XI K00-K93 Penyakit system pencernaan

Bab XII L00-L99 Penyakit kulit dan jaringan subkutan

Bab XIII M00-M99 Penyakit system musculoskeletal dan jaringan ikat

Bab XIV N00-N99 Penyakit system genitourinaria

Bab XV O00-O99 Kehamilan, Kelahiran anak dan masa nifas

Bab XVII Q00-Q99 Malformasi congenital, deformasi

Bab XVIII R00-R99 Gejala, tanda dan temuan klinis laboratorium

Bab XIX S00-S98 Cidera, keracunan dan akibat kausa ekst

Bab XX V01-Y98 Kausa eksternal dari morb dan mortalitas

Bab XXI Z00-Z99 Faktor, status kesehatan dan pelayanan kesehatan.

AKSIS IV

1. Masalah dengan ‘primary support group’ (keluarga)

2. Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial

(18)

4. Masalah pekerjaan

5. Masalah perumahan

6. Masalah ekonomi

7. Masalah akses ke pelayanan kesehatan

8. Masalah berkaitan dengan hokum / kriminal

9. Masalah psikososial dan lingkungan lain

AKSIS V

Global assesment of functioning (GAF) Scale :

100-91 : gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang

tidak Tertanggulangi

90-81 : gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah

harian yang biasa

80-71 : gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam social,

pekerjaan, sekolah dan lain-lain

70-61 : beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi,

secara umum masih baik

60-51 : gejala sedang (moderate), disability sedang

50-41 : gejala berat (serious), disability berat

40-31 : beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi,

disabilitas berat dalam beberapa fungsi

30-21 : disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu

(19)

20-11 : bahaya menciderai diri / orang lain, disabilitas sangat berat dalam

komunikasi dan mengurus diri

10-01 : seperti di atas, persisten dan lebih serius

2.2 Visi

Menjadi Rumah Sakit badan layanan umum daerah unggulan khusu

pelayanan psikiatri dan Napza di DIY dan Jawa Tengah pada Tahun 2013.

2.3 Misi

1. Meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa melalui Tri upaya bina jiwa dan

pelayanan rehabilitasi medis NAPZA

2. Meningkatkan pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan spesialistik lain

yang terkait dengan kesehatan jiwa.

3. Meningkatkan kualitas SDM.

4. Mewujudkan peningkatan pelayanan administrasi dan kesekretariatan yang

efisien dan efektif.

5. Mewujudkan peningkatan sarana dan prasarana Rumah Sakit.

2.4 Kebijakan Mutu RS GRHASIA

Menjadikan pusat pelayanan kesehatan jiwa yang prima dengan

mengutamakan kepuasan pelanggan melalui sasaran mutu yang terukur dan

disempurnakan secara berkelanjutan berdasarkan standar profesi dan standar

Rumah Sakit serta sesuai dengan peraturan yang berlaku.

(20)

15 3.1. Microcontroller ATmega8

Microcontroller adalah sebuah sistem fungsional dalam sebuah chip. Di

dalamnya terkandung sebuah inti proccesor, memori (sejumlah kecil RAM, memori

program, atau keduanya), dan perlengkapan input output. Dalam rangkaian ini kami

menggunakan Microcontroller ATmega8 karena pada rangkaian ini kami tidak

membutuhkan port yang banyak. Microcontroller ATmega8 juga bisa berfungsi

dalam berbagai macam program aplikasi (misalnya pengolah kata, pengolah angka,

dan lain sebagainya).

Microcontroller tidak digunakan untuk satu aplikasi tertentu saja. Perbedaan

lain microcontroller ATmega8 dengan MCS-51 terletak pada perbandingan RAM

dan ROM-nya. Pada sistem komputer perbandingan RAM dan ROM-nya besar,

artinya program-program pengguna disimpan dalam ruang RAM yang relatif besar.

Sedangkan pada microcontroller, perbandingan ROM dan RAM-nya yang besar

artinya program control disimpan dalam ROM yang ukurannya relatif lebih besar,

sedangkan RAM digunakan sebagai tempat penyimpanan sederhana sementara,

termasuk register-register yang digunakan pada microcontroller yang bersangkutan.

Microcontroller ATmega8 merupakan salah satu keluarga dari MCS-51 keluaran

Atmel. Jenis microcontroller ini pada prinsipnya dapat digunakan untuk mengolah

data per bit ataupun data 8 bit secara bersamaan. Pada prinsipnya program pada

microcontroller dijalankan bertahap, jadi pada program itu sendiri terdapat beberapa

(21)

Beberapa fasilitas yang dimiliki oleh microcontroller ATmega8 adalah

sebagai berikut :

1. Saluran I/O sebanyak 23 buah terbagi menjadi 3 port

2. ADC sebanyak 6 saluran dengan 4 saluran 10 bit dan 2 saluran 8 bit

3. Tiga buah timer counter, dua diantaranya memiliki fasilitas pembanding.

4. CPU dengan 32 buah register.

5. EEPROM sebesar 512 byte.

6. Empat buah programable port I/O yang masing-masing terdiri dari delapan buah

jalur I/O

7. Memori flash sebesar 8K bites system Self-progamable Flash

8. Kemampuan untuk melaksanakan operasi aritmatika dan operasi logika

9. Kecepatan dalam melaksanakan instruksi per siklus 1 mikrodetik pada frekuensi

16 MHz.

3.1.1. Pin-Pin pada Microcontroller ATmega8

Deskripsi pin-pin pada microcontroller ATmega8 :

(22)

VCC

Suplai tegangan digital. Besarnya tegangan berkisar antara 4,5 – 5,5V untuk

ATmega8 dan 2,7 – 5,5V untuk ATmega8L.

GND

Ground Referensi nol suplai tegangan digital.

PORTB (PB7..PB0)

PORTB adalah port I/O dua-arah (bidirectional) 8-bit dengan resistor pull-up internal

yang dapat dipilih. Buffer keluaran port ini memiliki karakteristik yang simetrik

ketika digunakan sebagai source ataupun sink. Ketika digunakan sebagai input, pin

yang di pull-low secara eksternal akan memancarkan arus jika resistor pull-up-nya

diaktifkan. Pin-pin PORTB akan berada pada kondisi tri-state ketika RESET aktif,

meskipun clock tidak running.

PORTC (PC5..PC0)

PORTC adalah port I/O dua-arah (bidirectional) 7-bit dengan resistor pull-up internal

yang dapat dipilih. Buffer keluaran port ini memiliki karakteristik yang simetrik

ketika digunakan sebagai source ataupun sink. Ketika digunakan sebagai input, pin

yang di pull-low secara eksternal akan memancarkan arus jika resistor pull-up-nya

diaktifkan. Pin-pin PORTC akan berada pada kondisi tri-state ketika RESET aktif,

meskipun clock tidak running.

PC6/RESET

Jika Fuse RST diprogram, maka PC6 berfungsi sebagai pin I/O akan tetapi dengan

karakteristik yang berbeda dengan PC5..PC0. Jika Fuse RSTDISBL tidak diprogram,

(23)

minimum 1,5 micro second akan membawa microcontroller ke kondisi Reset,

meskipun clock tidak running.

PORTD (PD7..PD0)

PORTD adalah port I/O dua-arah (bidirectional) 8-bit dengan resistor pull-up internal

yang dapat dipilih. Buffer keluaran port ini memiliki karakteristik yang simetrik

ketika digunakan sebagai source ataupun sink. Ketika digunakan sebagai input, pin

yang di pull-low secara eksternal akan memancarkan arus jika resistor pull-up-nya

diaktifkan. Pin-pin PORTD akan berada pada kondisi tri-state ketika RESET aktif,

meskipun clock tidak running.

RESET

Pin masukan Reset. Sinyal LOW pada pin ini dengan lebar minimum system 1,5

micro second akan membawa microcontroller ke kondisi Reset, meskipun clock tidak

running. Sinyal dengan lebar kurang dari 1,5 mikrodetik tidak menjamin terjadinya

kondisi Reset.

AVCC

AVCC adalah pin suplai tegangan untuk ADC, PC3..PC0, dan ADC7..ADC6. Pin ini

harus dihubungkan dengan VCC, meskipun ADC tidak digunakan. Jika ADC

digunakan, VCC harus dihubungkan ke AVCC melalui low-pass filter untuk

mengurangi noise.

AREF

Pin Analog Reference untuk ADC.

ADC7..ADC6

(24)

dirancang untuk mengubah sinyal-sinyal analog menjadi sinyal – sinyal digital. Agar

dapat diproses secara digital oleh minimum system.Sumber (ATMEL,2011)

3.2 Sensor ultrasonic SRF05

Gambar 3.2 SRF05 (Anonim,2012)

SRF05 merupakan langkah evolusioner dari SRF04, dan telah dirancang

untuk meningkatkan fleksibilitas, meningkatkan jangkauan, dan untuk mengurangi

biaya lebih jauh. Dengan demikian, SRF05 adalah sepenuhnya kompatibel dengan

SRF04. Rentang meningkat dari 1 meter sampai 1,5 meter.

Sebuah modus operasi baru (modus mengikat pin ke tanah) memungkinkan

SRF05 untuk menggunakan pin tunggal untuk baik pemicu dan echo, sehingga

menghemat pin yang berharga pada controller. Ketika pin mode dibiarkan tidak

tersambung, yang RF05 beroperasi dengan memicu pin terpisah dan gema, seperti

SRF04. Para SRF05 termasuk penundaan kecil sebelum gema pulsa untuk

memberikan pengendali lambat seperti Basic Stamp dan waktu PICAXE untuk

mengeksekusi perintah pulsa mereka. Mode 1 (SRF05 compatibel) Pemicu terpisah

dan Echo Mode ini menggunakan pemicu terpisah dan pin gema, dan merupakan

modus paling sederhana untuk digunakan. Semua contoh kode untuk SRF04 akan

(25)

meninggalkan modus pin tidak berhubungan. SRF05 juga memiliki internal pull-up

resistor pada pinnya. Sumber (SRF05tech,2012)

3.3. LCD (16x2)

Gambar 3.3. LCD16x2 (Tinkerforge GmbH,2012)

LCD ( Liquid Cell Display ) merupakan suatu alat yang dapat menampilkan

karakter ascii sehingga kita bisa menampilkan campuran huruf dan angka sekaligus.

LCD didalamnya terdapat sebuah microprocesor yang mengendalikan tampilan, kita

hanya perlu membuat program untuk berkomunikasi. Ukuran LCD seperti LCD (

16x2 ) ada 16 kolom dan 2 baris.

Karakter yang ditampilkan oleh LCD beraneka ragam tergantung dari jenis

LCD tersebut. Untuk melihat karakter yang ditampilkan serta spesifikasi lebih jelas

maka anda dapat melihat pada data sheet. Dalam antarmuka LCD dengan

microcontroller maka kita harus menambakan command yang berisi perintah dan data

yaitu berupa text yang kita ingin tampilkan. Supaya LCD dapat menampilkan text,

(26)

3.3.1. Pin-Pin Konfigurasi LCD 16x2

Konfigurasi pin dari LCD ditunjukkan pada Gambar dibawah ini:

Gambar 3.4.1 Konfigurasi LCD 16x2 (Anonim,2011)

Fungsi pin yang terdapat pada LCD ditunjukkan seperti pada Tabel 3.4.1.

Tabel 3.3.1 Pin-pin LCD 16x2 (Autotecno,2010)

(27)

22

4.1 Minimum System ATmega8

Minimum system ATmega8 adalah sebuah perangkat keras yang berfurngsi

untuk men-download program yang telah dibuat dengan menggunakan DB25

serta menghubungkan pin mosi, sck, gnd, vcc, miso, serta reset. Lalu di

implementasikan dengan dihubungkan dengan perangkat keras yang lain melalui

port – port yang ada pada Microcontroller.

Minimum system ATmega8 membutuhkan catu daya sebesar 5 volt dan

GND. Maka dalam rangkaian minimum system tersebut menggunakan sebuah

rangkaian regulator untuk mengeluarkan tegangan 5 volt, karena cukup sulit untuk

mendapatkan tegangan 5 volt, jika tidak menggunakan rangkaian regulator.Karena

pada minimum system yang akan dibuat menggunakan power supply yang

menghasilkan tegangan 12 volt, maka dari itu menggunakan rangkaian regulator

dengan input 12 volt dan mengeluarkan output sebesar 5 volt, karena pada proses

pengolahan data pada rangkaian minimum system hanya di butuhkan tegangan

sebesar 5 volt saja. Minimum system pada project yang saya buat berfungsi untuk

mengolah data yang berasal dari input-an sensor ultrasonic untuk ditampilkan

pada LCD Alphanumberik, yang di fungsikan untuk mengukur tinggi badan

(28)

Gambar 4.1. adalah gambar skematik rangkaian minimum system:

Gambar 4.1. Skematik minimum system ATmega8.

(29)

Gambar 4.3. adalah rangkaian skematik regulator :

Gambar 4.3. Rangkaian Regulator

Rangkaian regulator merupakan rangkaian pengubah tegangan. Pada

perancangan ini supply pada perangkat keras memerlukan tegangan sebesar 5V

sedangkan sumber tegangan sebesar 12 V sehingga tegangan perlu diturunkan

untuk mendapatkan tegangan yang sesuai dengan tegangan kerja perangkat keras

dengan menggunakan rangkaian regulator step-down yang menggunakan IC

regulator LM7805.

(30)

4.5. Kebutuhan system

Untuk dapat menjalankan peralatan hardware microcontroller diperlukan

suatu software yang dapat digunakan untuk memprogram microcontroller

tersebut, oleh karenanya digunakan software yang bernama CVAVR.

CODE VISION AVR (CVAVR).

Gambar 4.5. Code Vision AVR (CVAVR).

CodeVisionAVR merupakan cross-compiler c, Integrated Development

Environtment (IDE), dan Automatic Program Generator yang didesain untuk

microcontroller buatan Atmel seri AVR. CodeVisionAVR dapat dijalankan pada

operasi windows 95,98,Me,NT4,200,dan XP.

Cross-compiler C mampu menerjemahkan hampir semua perintah dari bahasa

(31)

beberapa fitur untuk mengambil kelebihan dari arsitektur AVR dan kebutuhan

pada system embedded.

CodeVision AVR juga mempunyai Automatic Program Generator

bernama CodeWizardAVR, yang mengijinkan anda untuk menulis dalam

hitungan menit. Semua instruksi yang diperlukan untuk membuat fungsi-fungsi

berikut :

1. Set-up akses memori eksternal

2. Identifikasi sumber reset untuk chip

3. Inisialisasi port input/output

4. Inisialisasi interupsi eksternal

5. Inisialisasi Timer/Counter

6. Inisialisasi Watchdog-Timer

7. Inisialisasi ADC

8. Inisialisasi modul LCD

4.6. Sistem Kerja Alat

Alat pengukur tinggi badan adalah salah satu alat yang pernah dirancang

dan di realisasikan pembuatannya. ide dasar sistem kerja alat tersebut ada pada

(32)

Gambar 4.6. Alat pengukur tinggi badan.

Sebagai contoh sensor di posisikan diatas kepala dengan ketinggian 200 cm / 2

meter. maka jarak yang akan terbaca (d) oleh sensor, merupakan nilai pengurang

untuk mendapatkan tinggi badan:

tinggi badan = 200 cm - jarak terbaca

Komponen yang digunakan untuk membuat alat ini :

- Ultra Sonic SRF05

- LCD (16x2)

- Minimum system ATMega8

Untuk dapat menjalankan peralatan hardware Microcontroller diperlukan

suatu software yang dapat digunakan untuk memprogram Microcontroller

tersebut, oleh karenanya digunakan software yang bernama CVAVR.

CVAVR Programmer adalah software yang digunakan untuk membuat

(33)

digunakan untuk microcontroller tipe Atmel yang memiliki beberapa kelebihan

dari pada tipe MCS. Salah satu kelebihan CVAVR yaitu program yang diketikkan

dengan menggunakan bahasa C dapat di-compile secara langsung tanpa compiler

lain untuk men-download ke dalam chip microcontroller. Berikut

langkah-langkah menjalankan CVAVR :

1. Jalankan program CVAVR yang ada pada komputer, hingga muncul

jendela awal sesuai pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7. Tampilan awal CVAVR

2. Langkah-langkah membuat program sebagai berikut :

a) Pilih menu file new, jika muncul dialog seperti pada Gambar 4.8. pilih

(34)

Gambar 4.8. Create new file

b) Setelah itu pilih OK dan akan muncul dialog konfirmasi pilih yes.

c) Setelah itu akan muncul pemilihan tipe ic microcontroller yang akan

dibuat.

Gambar 4.9. pemilihan tipe ic microcontroller

3. Kemudian muncul codewizardAVR yang digunakan untuk konfigurasi pin

(35)

Gambar 4.10. CodewizardAVR

a) Langkah selanjutnya pilih program  generate, save and exit

b) Setelah itu akan muncul dialog untuk penyimpanan file dan dialog tersebut

akan muncul sebanyak 3 kali dengan ekstensi .c, .prj, dan .cwp.

(36)

Gambar 4.11. Lembar kerja CVAVR

Berikut contoh program :

while (1)

{

// Place your code here

a=read_adc(0);

adc=(((a/255)*50)+150);

itoa (tinggi,adc);

lcd_gotoxy(0.1);

lcd_puts(tinggi);

lcd_clear();

delay_ms(50);

}

d) Setelah pembuatan program selesai, maka program siap di-download ke

microcontroller.

e) Sebelum download program setting project configure : pilih menu

(37)

Gambar 4.12. Configure project

f) Setelah itu OK

g) Kemudian pilih menu settings programmer pilih kanda system

STK200+/300 (untuk konfigurasi paralel port), seperti muncul pada

Gambar 4.13.

Gambar 4.13. Programmer settings

(38)

i) Pilih menu project build all  hingga muncul dialog pada Gambar

4.14.

j) Jika tidak ada error, klik program the chip

Gambar 4.14. Proses download program

(39)

34

Hasil dan pembahasan yang dilakukan penulis merupakan hasil dan

pembahasan terhadap perangkat keras dan perangkat lunak dari keseluruhan

system. Hasil dan pembahasan tersebut meliputi range dari hasil keakuratan data

pengukuran tinggi badan manusia.

5. 1 Tujuan

Tujuan dari pengukuran alat pengukur tinggi ini adalah untuk mengetahui

berapa batas jarak yang akan diukur. Selain itu pengukuran ini bisa menjadi

sebagai dasar pengukuran alat pengukur tinggi yang dibuat. Pada alat pengukur

tinggi tersebut mempunyai batas pengukuran 50cm dari tinggi maksimal, yaitu

200cm.

5. 2 Alat yang Digunakan

1. Sistem pengukur tinggi badan secara otomatis.

2. Penggaris berukuran 200cm.

3. Triplek yang dijadikan obyek pengukuran.

5. 3 Prosedur Pengukuran

1. Hubungkan alat pada catu daya berukuran 12volt.

2. Letakkan posisi subjek yang akan diukur tinggi badannya pada alat

pengukur tinggi seperti pada Gambar 4.6.

3. Catat hasil pengukuran yang di tampilkan LCD.

(40)

5. Catat hasil pengukuran dari alat ukur manual.

6. Ulangi langkah 2 hingga 5 sampai 10 subjek yang ukurannya

berbeda-beda.

5. 4 Hasil Pengukuran

Pada Tabel 5.4 ini adalah catatan dari hasil percobaan pengukuran alat

otomatis dan manual untuk di jadikan sebagai dasar pengukuran.

Tabel 5.4 Hasil Pengukuran Manual dan Otomatis

Percobaan Manual (cm) Otomatis (cm) Error

1 150 150.03 0.03

2 155 155.05 0.05

3 160 160.06 0.06

4 165 165.08 0.08

5 170 170.10 0.10

6 175 175.12 0.12

7 180 180.13 0.13

8 182 182.13 0.13

9 184 184.13 0.13

10 186 186.14 0.14

∑ manual = 1707 ∑ otomatis = 1707.97 ∑ error = 0.97

(41)

Error rata-rata dari 10 kali hasil pengukuran yaitu ( ∑ error / 10 ).

Eror rata-rata = 0.97 / 10

= 0.097 cm

Standart deviasi / simpang baku error dari 10 kali hasil pengukuran yaitu

= 0.0685 cm

5. 5 Pembahasan

Dari hasil percobaan pengukuran tinggi badan secara manual dan otamatis

tersebut, maka keakurasian dalam pengukuran tinggi badan dapat ditentukan oleh

rata-rata dari nilai errornya. Dan dapat dilihat pada Tabel 5.4 semakin pendek

jarak yang di konversi semakin besar nilai selisih error yang diukur bila

dibandingkan dengan alat ukur tinggi badan manusia yang sudah ada yaitu alat

ukur tinggi badan manusia yang secara manual atau dengan menggunakan

(42)

37

6.1 Kesimpulan

Setelah melakukan perancangan dan pembuatan alat ini, penulis

mengambil Kesimpulan dari perancangan alat ukur tinggi badan dengan

output LCD ini adalah: (1) sistem ini mampu mengukur tinggi badan

manusia dari 150 cm hingga 190 cm. (2) LCD mampu menginformasikan

data dari hasil pengukuran sensor. Dan pada pengukuran tersebut, alat

mempunyai nilai error rata-rata pada pengukuran sebesar 0.097cm.

Perancangan alat seperti ini semata hanya untuk memudahkan manusia

dalam melakukan pengukuran pada tinggi badannya. Dan dalam

perkembangan teknologi agar dapat mempersingkat waktu dalam bekerja

atau beraktifitas.

6.2 Saran

Pada pelaporan kerja praktek ini, penulis ingin agar inovasi seperti ini

dapat lebih berkembang dan lebih bermanfaat di mata masyarakat. Mungkin

apabila alat yang terbuat ini lebih dikembangkan, mungkin dalam pengambangan

alat tersebut juga bisa menambahkan komunikasi antara komputer dengan alat dan

diproses dalam database, karena apabila data itu dibutuhkan untuk diproses atau

dicetak, maka bisa secara otomatis langsung digunakan tanpa menginput secara

manual. Dan pengembangan-pengembangan tersebut bisa dipelajari dari

(43)

38

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. SRF05-Ultra-Sonic Ranger Technical Specification. (Online). (http://www.robotstorehk.com/sensors/doc/srf05tech.pdf). Diakses pada tanggal 24 januari 2012.

Anonim. 2011. AKSES LCD 16*2. (Online).

(http://hendryagata.blogspot.com/2012/04/akses-lcd-16x2.html). Diakses pada tanggal 19 juni 2012.

ATMEL Corporation. 2011. 8-bit Microcontroller with 8K Bytes In-System

ProgrammableFlash.(Online).

(http://www.hvwtech.com/products_view.asp?ProductID=595). Diakses pada tanggal 24 Januari 2012.

Reehok. 2010. Akses LCD 16x2. (Online).

(http://reehokstyle.blogspot.com/2010/03/akses-lcd-16x2.html). Diakses pada tanggal 24 januari 2012.

Texas instruments Corporation. 2004. LM 7805 (Online). (http://www.sparkfun.com/datasheets/Components/LM7805.pdf). Diakses pada tanggal 24 januari 2012.

Gambar

Gambar 3.1.  IC microcontroller ATmega8 (ATMEL,2011)
Gambar 3.2 SRF05 (Anonim,2012)
Gambar 3.3. LCD16x2  (Tinkerforge GmbH,2012)
Gambar 3.4.1 Konfigurasi LCD 16x2 (Anonim,2011)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan utama penelitian dan perancangan dari Tugas Akhir ini adalah untuk mendapatkan alat pengukur tinggi badan yang posisi tubuh berdiri dan

Alat pengukur tinggi badan berbasis arduino, membutuhkan sensor ultrasonik sebagai sensor dan seven segment sebagai tampilan hasil dari pengukuran.. Untuk tata

Alat ini menggunakan keypad yang digunakan untuk menginputkan umur, sensor load cell untuk mengukur berat badan dan sensor ultrasonik untuk mengukur tinggi lutut, serta

Alat pengukur tinggi badan berbasis arduino, membutuhkan sensor ultrasonik sebagai sensor dan seven segment sebagai tampilan hasil dari pengukuran.. Untuk tata

Sistem yang akan dibuat pada proyek akhir ini adalah sebuah aplikasi yang dapat mendeteksi dan menghitung tinggi badan manusia manusia dengan menggunakan kamera pada aplikasi

adalah untuk mengetahui apakah anggaran yang disusun oleh Badan Perencanaan. Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Tebing Tinggi telah berfungsi

3.3 Perhitungan Akurasi dan Eror Untuk mengukur akurasi dan error pada perhitungan alat ukur tinggi badan menggunakan rumus perhitungan yaitu: Rumus Perhitungan alat pengukur tinggi

Dalam diagram alir tersebut beberapa proses yang dijelaskan dalam tabel 3.3 Gambar 3.9Diagram Alir Perangkat Lunak Alat Ukur Tinggi Badan Tabel 3.3Penjelasan Diagram Alir Proses awal