1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurang gizi dan anemia saat ini masih merupakan masalah gizi utama di Indonesia. Prevalensinya cukup tinggi pada golongan rawan gizi, khususnya bayi dan anak-anak. Karakteristik kurang gizi selain mengalami defisiensi zat-zat gizi makro, juga disertai defisiensi zat-zat gizi mikro seperti Fe dan Zn. Baik defisiensi Fe maupun Zn dapat menyebabkan anemia dan menurunkan nafsu makan serta menurunkan sistem pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit infeksi. Akibatnya tingkat kesakitan atau morbiditas meningkat, pertumbuhan anak menurun dengan ditandai rendahnya kadar albumin dalam darah (Kralik, 1996; Whittaker, 1998; Murray & Robert, 2000).
Albumin merupakan protein simpanan dalam tubuh yang merupakan indikator kecukupan asupan protein. Dalam tubuh, albumin merupakan protein pengangkut utama zat gizi mikro yaitu Zn sehingga dalam darah Zn akan terikat dalam albumin. Pada anak kurang gizi, kadar albumin dalam darah akan rendah karena defisiensi zat gizi mikro seperti Fe dan Zn. Kondisi ini akan menyebabkan terganggunya metabolisme protein, lemak dan karbohidrat sehingga pertumbuhan terhambat. Di samping itu dapat menyebabkan gangguan pada indra rasa dan menurunnya sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi. Untuk mencegahnya, diperlukan upaya untuk meningkatkan asupan zat gizi makro dan zat gizi mikro, seperti Fe dan Zn.
2 gizinya, aman dikonsumsi bagi penderita kurang gizi, serta efektif meningkatkan pertumbuhan, mengingat harga beberapa produk makanan yang berasal dari tepung terigu, telur, dan susu relatif cukup mahal, khususnya bagi kalangan ekonomi rendah. Disisi lain, bagi sebagian anak kurang gizi berat sering menunjukkan tanda-tanda lactose intolerant, sehingga pemberian susu sapi justru semakin memperburuk kondisi anak.
Kedelai dan bekatul merupakan bahan makanan tradisional Indonesia yang relatif murah dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Beberapa studi klinis menunjukkan bahwa kualitas nilai gizi kedelai meningkat selama proses fermentasi sehingga lebih mudah dicerna dan diabsorbsi, kandungan vitamin B12 dan asam folat juga meningkat serta mengandung enzim fitase yang berperan dalam degradasi asam fitat. Asam fitat merupakan inhibitor Fe dan Zn, sehingga tempe dapat mencegah anemia. Sedangkan bekatul, mengandung seng yang baik untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan memperbaiki nafsu makan (Rao, 2001).Tempe dan bekatul juga mengandung senyawa bioaktif berupa isoflavon dan fitokimia, yang dapat bersifat sebagai antioksidan dan antikarsinogenik yang melindungi tubuh dari beberapa penyakit infeksi. Di samping itu tempe mengandung anti bakteria penyebab diare.
Beberapa penelitian menunjukkan pertumbuhan anak yang mendapat formula kedelai maupun tempe tidak berbeda dengan anak yang mendapat formula susu sapi maupun ASI (Lasekan, 1999; Mendez et al., 2002; Russell, 2004;). Bayi yang mendapat formula kedelai mempunyai pertumbuhan dan perkembangan yang normal (Mendez et al., 2002; AAP, 1998), serum albumin dan hemoglobinnya normal (Lasekan, 1999), serta mineralisasi tulang sekurang-kurngnya sama dengan anak yang mendapatkan formula susu sapi maupun susu ibu (Russell et al., 2004). Pemberian tepung bekatul terbukti memperbaiki kekebalan tubuh penderita kurang gizi terhadap penyakit infeksi, sedangkan percobaan menggunakan tikus menunjukkan bekatul yang telah difermentasi mempunyai aktifitas biologi dalam meningkatkan aktivasi makrofag dan sistem kekebalan tubuh (Narasinga, 1999; Bob, 2001).
3 B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pentingnya masalah yang akan diteliti, maka beberapa permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan kadar albumin pada anak balita kurang gizi yang anemia yang mendapatkan biskuit tempe-bekatul fortifikasi Fe dan Zn dengan yang tidak?.
29
DAFTAR PUSTAKA
AAP (American Academy of Pediatrics) Committee on Nutrition. 1998. Soy protein-based formulas: recommendations for use in infant feeding. Clin. Pediatr. 1001:148-153.
Anonim. 2005. Tempe. Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Tempe
Davidson, L., Peter, K., Hanna, S., Richard, F. H., & Benis, B. 2000. Iron bioavailability in infants from an infant cereal fortified with ferric pyrophosphate or ferrous fumarate. Am J Clin Nutr. 71:1597-1602
Dull, B. J. 2001. Bread that taste bran new. Asia Pacific Food Industry.
Emily, Ho., Cantal, C., & Bruce, N. A. 2003. Zn Deficiency induces oxidative DNA damage and increases P53 expression in human lung fibroblasts. J Nutr. 133: 2543-2548.
Ismawati, R. 2000. Pengaruh pemberian makanan tambahan dari tepung formula tempe dengan fortifikasi Fe terhadap penambahan berat badan dan kadar hemoglobin pada Balita KEP Anemia di Kecamatan Benowo Kota Surabaya. JKPKBPPK.
Kralik, A., Eder, K., & Kirchgessner, M. 1996. Influence of Zinc and Selenium deficiency on parameters relating to thyroid hormone metabolism. Horm Metab Res. 28:223-26.
Lasekan, J. B., Ostrom, K. M., Jacobs, J. R., Blatter, M. M., Ndife, L. I., & Gooch, W. M. 1999. Growth of newborn, term infants fed soy formulas for one year. Clin. Pediatr. 38: 563-571.
Mendez, M. A., Mary, S. A., & Lenore, A. 2002. Soy-Based Formulae and Infant Growth and Development: A review. American Society for Nutritional Sciences: 2127-2130.
Mendoza, C., Janet, M. P., Kenneth, H. B., & Bo Lonnerdal. 2004. Effect of micronutrient fortificant mixture and 2 amounds of calcium on iron and zink absorption in from a processed food supplement. Am J Clin Nutr. 79:244-50.
Murray & Robert, K. 2000. Harper’s Biochemestry. Amerika
Partawihardja I.S., 1990. Pengaruh suplementasi tempe terhadap kecepatan tumbuh pada penderita diare anak umur 6-24 bulan. Disertasi. UNDIP Semarang.
30 Ratnasari, N., Siti, N., & Paulus. 2001. Diet tempe kedelai pada penderita sirosis hati
dalam upaya meningkatkan kadar albumin dan perbaikan encefalopati hepatik. B.I.Ked. vol 33, 1: 19-26.
Rao, N. 2001. Nutritive Value of Rice bran. NFI Bulletin.
Russell, J., Merritt, & Belinda, H. J. 2004. Safety of Soy-Based Formulas Containing Isoflavones: The Clinical Evidence. American Society for Nutritional Sciences: 1220S-1224S.
Sarbini D., Rahmawaty S., Kurnia P. 2007. Efektivitas Fortifikasi Fe dan Zn pada Biskuit Tempe-Bekatul terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Motorik Anak Balita KEP yang Anemia. Laporan Hibah Bersaing tahun ke-1.
Widianarko, B. A., Rika P., Retnaningsih. 2000. Tempe, makanan populer dan bergizi tinggi. http://www.ristek.go.id.
Whittaker, P. 1998. Iron and Zinc interactions in human. Am J Clin Nutr. 68 (2S): 442S.
LAPORAN PENELITIAN
DOSEN MUDA
Efek Fortifikasi Fe dan Zn pada Biskuit
yang Diolah dari Kombinasi Tempe dan Bekatul
untuk Meningkatkan Kadar Albumin
Anak Balita Kurang Gizi yang Anemia
Oleh:
Pramudya Kurnia, STP, MAgr
Setyaningrum Rahmawaty, SST, MKes
DIBIAYAI OLEH KOORDINASI PERGURUAN TINGGI SWASTA WILAYAH VI SEMARANG SESUAI DENGAN SURAT PERJANJIAN PELAKSANAAN DOSEN
MUDA DAN KAJIAN WANITA NOMOR: 019/O06.2/PP/KT/2009, TERTANGGAL 16 MARET 2009
JURUSAN GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
ii
Ringkasan
Pendahuluan : Kurang gizi dan anemia masih merupakan masalah gizi utama di
Indonesia. Baik defisiensi Fe maupun Zn dapat menyebabkan anemia dan menurunkan
nafsu makan serta menurunkan sistem pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit
infeksi. Akibatnya tingkat kesakitan atau morbiditas meningkat, pertumbuhan anak
menurun dengan ditandai rendahnya kadar albumin dalam darah. Perlu adanya
penambahan Fe dan Zn pad balita untuk memperbaiki kondisi gizi mereka.
Tujuan : Membandingkan kadar albumin anak balita yang mendapat biskuit
tempe-bekatul fortifikasi Fe dan Zn dengan yang tanpa fortifikasi Fe dan Zn dan
membandingkan tingkat pertumbuhan anak balita yang mendapat biskuit tempe-bekatul
fortifikasi Fe dan Zn dengan yang tanpa fortifikasi Fe dan Zn
Metode : Subyek penelitian dikelompokkan menjadi tiga. Pada penelitian ini
menggunakan tiga kelompok perlakuan yaitu 1 kelompok intervensi dan 2 kelompok
kontrol atau pembanding. Kelompok intervensi adalah anak balita KEP anemia yang
diberi biskuit tempe bekatul dengan fortifikasi Fe dan Zn, kelompok pembanding 1 diberi
biskuit tempe bekatul tanpa fortifikasi Fe dan Zn, sedangkan kelompok pembanding 2
diberi biskuit tempe terigu. Ketiga kelompok diukur pertumbuhan dan kadar albumin
darahnya setelah diberi perlakuan selama 12 minggu.
Hasil : Perubahan asupan zat gizi, berat badan, dan kadar albumin subjek penelitian
diukur setelah 12 minggu intervensi. Adanya perubahan pada beberapa indikator ini
digunakan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan penelitian yang telah dilakukan.
Berdasarkan data akhir penelitian tampak bahwa terjadi peningkatan asupan energi dan
protein, berat badan, dan kadar albumin pada semua kelompok penelitian, baik untuk
kelompok intervensi maupun pembanding. Peningkatan skor pada masing-masing
variabel menunjukkan angka yang berbeda-beda pada tiap kelompok, akan tetapi
berdasarkan hasil uji statistik (Anova) ternyata tidak terdapat perbedaan yang nyata, baik
untuk peningkatan berat badan maupun kadar albumin pada ke-3 kelompok. Rerata
prosentase peningkatan asupan energi dibanding AKG terbesar tampak pada kelompok
intervensi (2.49±36.98), sedangkan untuk asupan protein tampak pada kelompok
iii pembanding 1 (0.99±1.45 kg) diikuti kelompok intervensi (0.61±2.34 kg) dan kelompok
pembanding 2 (0.24±0.65 kg). Sejalan dengan peningkatan berat badan, terjadi pula
peningkatan albumin. Peningkatan level albumin tertinggi terdapat pada kelompok
pembanding 1 (1.09±1.38), diikuti kelompok pembanding 2 (0.92±0.41) dan kelompok
intervensi (0.95±0.50). Hasil analisis statistik dengan memperhitungkan variabel-variabel
pengganggu seperti jenis kelamin, morbiditas ISPA, status gizi awal, tingkat asupan
energi dan protein, kadar albumin awal, pengetahuan dan pekerjaan ibu, serta pendapatan
orang tua menunjukkan bahwa pemberian biskuit tempe bekatul fortifikasi Fe dan Zn
tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan berat badan subjek setelah 12 minggu
intervensi, baik dibandingkan dengan kelompok pembanding 1 (p=0.141) maupun
kelompok pembanding 2 (p=0.667) (Tabel 4 dan Tabel 5).
Hal serupa juga tampak pada peningkatan albumin, baik untuk kelompok intervensi yang
dibandingkan dengan kelompok pembanding 1 maupun kelompok pembanding 2. Hasil
analisis logistik linier berganda pada Tabel 6 sampai dengan Tabel 11 menunjukkan
bahwa pemberian biskuit tempe bekatul fortifikasi Fe dan Zn tidak berpengaruh nyata
terhadap peningkatan albumin subjek penelitian setelah 12 minggu intervensi.
Kesimpulan : Berat badan anak balita yang mendapat biskuit tempe-bekatul fortifikasi
Fe-Zn meningkat sama dengan anak balita yang mendapat biskuit tempe bekatul tanpa
fortifikasi Fe-Zn maupun biskuit tempe terigu dan kadar albumin anak balita yang
mendapat biskuit tempe-bekatul fortifikasi Fe-Zn meningkat sama dengan anak balita
yang mendapat biskuit tempe bekatul tanpa fortifikasi Fe-Zn maupun biskuit tempe
iv
Summary
Background : Under nutrition and anemia have been the major nutrition problems in
Indonesia. Deficiency in both Fe and Zn, may cause anemia, reduce appetite, and body
immunity. Therefore, morbidity increases, growth decelerates as can be seen from the
level of albumin in children’s blood. It is important to increase Fe and Zn intake to better
their nutrition level.
Aims : first, Comparing level of blood albumin between children who received
tempeh-rice bran biscuit fortified with both Fe and Zn and who received same biscuit without
fortification ; second, comparing the growth between children who received tempeh-rice
bran biscuit fortified with both Fe and Zn and without fortification
Method : Subjects of the study were classified into three groups, i.e. one intervened
group and two control groups. Intervened group was the group which received
tempeh-rice bran biscuit fortified with both Fe and Zn, first comparing group received same
biscuit without fortification whereas second comparing group received tempeh-wheat
biscuit. Growth and blood albumin level of all of those three groups were measured after
treated for 12 weeks.
Result : Change in intake, body weight and blood albumin level were measured after 12
weeks. Changes in those indicators were used to understand to what extent the
successfulness of this research. Protein and energy intake, body weight and blood
albumin level increased in all groups. Increasing score in each variable showed different
number in each group; however, based on analysis of variance result, there is no
significant difference either in body weight or in blood albumin level. The greatest Mean
of increasing intake in energy, compared to RDA was found in intervened group, whereas
for protein intake was found in second comparing group. The greatest Mean of
increasing body weight was gained by first comparing group while for blood albumin
level was found in first comparing group. Result of statistical analysis, which was
counted interrupting variables such as sex, morbidity, previous nutrition status etc shows
that providing tempeh-rice bran biscuit fortified with both Fe and Zn did not give
significant effect compared to the other two groups. The same result found for albumin
v Conclusion : Children under five years old body weight, who received fortified biscuit,
increased in the same level as children who got unfortified biscuit. The same
vi
Prakata
Kurang gizi dan anemia saat ini masih merupakan masalah gizi utama di
Indonesia. Prevalensinya cukup tinggi pada golongan rawan gizi, khususnya bayi dan
anak-anak. Karakteristik kurang gizi selain mengalami defisiensi zat-zat gizi makro, juga
disertai defisiensi zat-zat gizi mikro seperti Fe dan Zn. Baik defisiensi Fe maupun Zn
dapat menyebabkan anemia dan menurunkan nafsu makan serta menurunkan sistem
pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit infeksi.
Karena itulah sangat diperlukan sebuah alternatif pemecahan masalah dengan
sebisa mungkin memanfaatkan potensi pangan lokal Indonesia. Tempe dan bekatul
diketahui memiliki potensi yang sangat baik untuk memperbaiki gizi masyarakat
Indonesia. Penambahan Fe dan Zn pada makanan diharapkan dapat membantu
masyarakat memperbaiki keadaan gizi masyarakat.
Peneliti berterima kasih kepada semua pihak yang membentu pelaksanaan
penelitian ini. Bantuan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalui Kopertis
merupakan bantuan yang sangat berharga bagi penelitian ini.
vii
Daftar Isi
Halaman pengesahan ... i
Ringkasan dan Summary ... ii
Prakata ... vi
Daftar Isi ... vii
Daftar Tabel ... viii
Daftar Lampiran ... ix
Bab I Pendahuluan ... 1
Bab II Tinjauan Pustaka ... 4
Bab III Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
Bab IV Metode Penelitian ... 9
Bab V Hasil dan Pembahasan ... 14
Bab VI Kesimpulan dan Saran ... 28
Daftar Pustaka ... 29
viii Daftar Tabel
Tabel 1. Karakteristik Subjek Awal Penelitian ... 16
Tabel 2. Karakteristik Keluarga ... 18
Tabel 3. Peningkatan Asupan Zat Gizi, Berat Badan, Kadar Albumin dan Skor
Perkembangan pada Anak Balita KEP Anemia setelah 12 Minggu Pengamatan
... 19
Tabel 4. Efek Pemberian Biskuit Tempe Bekatul (TB) Fortifikasi Fe dan Zn terhadap
Peningkatan Berat Badan Anak Balita KEP setelah 12 Minggu Intervensi
(kontrol: Biskuit TB tanpa Fortifikasi) ... 23
Tabel 5. Efek Pemberian Biskuit Tempe Bekatul (TB) Fortifikasi Fe dan Zn terhadap
Peningkatan Berat Badan Anak Balita KEP setelah 12 Minggu Intervensi
(kontrol: Biskuit Tempe Terigu) ... 24
Tabel 6. Efek Pemberian Biskuit Tempe Bekatul (TB) Fortifikasi Fe dan Zn terhadap
Peningkatan Kadar Albumin Anak Balita KEP setelah 12 Minggu Intervensi
(kontrol: Biskuit TB tanpa Fortifikasi) ... 26
Tabel 7. Efek Pemberian Biskuit Tempe Bekatul (TB) Fortifikasi Fe dan Zn terhadap
Peningkatan Kadar Albumin Anak Balita KEP setelah 12 Minggu Intervensi
ix Daftar Lampiran
Ringkasan
Efek Fortifikasi Fe dan Zn pada Biskuit yang Diolah dari
Kombinasi Tempe dan Bekatul untuk Meningkatkan Kadar
Albumin Anak Balita Kurang Gizi yang Anemia
Pramudya Kurnia, Setyaningrum Rahmawaty
Pendahuluan : Kurang gizi dan anemia masih merupakan masalah gizi utama di
Indonesia. Baik defisiensi Fe maupun Zn dapat menyebabkan anemia dan menurunkan
nafsu makan serta menurunkan sistem pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit
infeksi. Akibatnya tingkat kesakitan atau morbiditas meningkat, pertumbuhan anak
menurun dengan ditandai rendahnya kadar albumin dalam darah. Perlu adanya
penambahan Fe dan Zn pad balita untuk memperbaiki kondisi gizi mereka.
Tujuan : Membandingkan kadar albumin anak balita yang mendapat biskuit
tempe-bekatul fortifikasi Fe dan Zn dengan yang tanpa fortifikasi Fe dan Zn dan
membandingkan tingkat pertumbuhan anak balita yang mendapat biskuit tempe-bekatul
fortifikasi Fe dan Zn dengan yang tanpa fortifikasi Fe dan Zn
Metode : Subyek penelitian dikelompokkan menjadi tiga. Pada penelitian ini
menggunakan tiga kelompok perlakuan yaitu 1 kelompok intervensi dan 2 kelompok
kontrol atau pembanding. Kelompok intervensi adalah anak balita KEP anemia yang
diberi biskuit tempe bekatul dengan fortifikasi Fe dan Zn, kelompok pembanding 1 diberi
biskuit tempe bekatul tanpa fortifikasi Fe dan Zn, sedangkan kelompok pembanding 2
diberi biskuit tempe terigu. Ketiga kelompok diukur pertumbuhan dan kadar albumin
darahnya setelah diberi perlakuan selama 12 minggu.
Hasil : Perubahan asupan zat gizi, berat badan, dan kadar albumin subjek penelitian
diukur setelah 12 minggu intervensi. Adanya perubahan pada beberapa indikator ini
digunakan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan penelitian yang telah dilakukan.
Berdasarkan data akhir penelitian tampak bahwa terjadi peningkatan asupan energi dan
protein, berat badan, dan kadar albumin pada semua kelompok penelitian, baik untuk
variabel menunjukkan angka yang berbeda-beda pada tiap kelompok, akan tetapi
berdasarkan hasil uji statistik (Anova) ternyata tidak terdapat perbedaan yang nyata, baik
untuk peningkatan berat badan maupun kadar albumin pada ke-3 kelompok. Rerata
prosentase peningkatan asupan energi dibanding AKG terbesar tampak pada kelompok
intervensi (2.49±36.98), sedangkan untuk asupan protein tampak pada kelompok
pembanding 2 (10.1±58.18). Rerata peningkatan berat badan terbesar adalah kelompok
pembanding 1 (0.99±1.45 kg) diikuti kelompok intervensi (0.61±2.34 kg) dan kelompok
pembanding 2 (0.24±0.65 kg). Sejalan dengan peningkatan berat badan, terjadi pula
peningkatan albumin. Peningkatan level albumin tertinggi terdapat pada kelompok
pembanding 1 (1.09±1.38), diikuti kelompok pembanding 2 (0.92±0.41) dan kelompok
intervensi (0.95±0.50). Hasil analisis statistik dengan memperhitungkan variabel-variabel
pengganggu seperti jenis kelamin, morbiditas ISPA, status gizi awal, tingkat asupan
energi dan protein, kadar albumin awal, pengetahuan dan pekerjaan ibu, serta pendapatan
orang tua menunjukkan bahwa pemberian biskuit tempe bekatul fortifikasi Fe dan Zn
tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan berat badan subjek setelah 12 minggu
intervensi, baik dibandingkan dengan kelompok pembanding 1 (p=0.141) maupun
kelompok pembanding 2 (p=0.667).
Hal serupa juga tampak pada peningkatan albumin, baik untuk kelompok intervensi yang
dibandingkan dengan kelompok pembanding 1 maupun kelompok pembanding 2. Hasil
analisis logistik linier berganda menunjukkan bahwa pemberian biskuit tempe bekatul
fortifikasi Fe dan Zn tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan albumin subjek
penelitian setelah 12 minggu intervensi.
Kesimpulan : Berat badan anak balita yang mendapat biskuit tempe-bekatul fortifikasi
Fe-Zn meningkat sama dengan anak balita yang mendapat biskuit tempe bekatul tanpa
fortifikasi Fe-Zn maupun biskuit tempe terigu dan kadar albumin anak balita yang
mendapat biskuit tempe-bekatul fortifikasi Fe-Zn meningkat sama dengan anak balita
yang mendapat biskuit tempe bekatul tanpa fortifikasi Fe-Zn maupun biskuit tempe