DAFTAR PUSTAKA
AAK, 1990.BudidayaTanamanPadi,Yogyakarta.,
Adiratma, E. Roekasah 2004. Stop TanamanPadi ?:
MemikirkanKondisiPetaniPsdiSawah Indonesia danUpayaMeningkatkanKesejahteraan.PenebarSwadaya, Jakarta.
Ahmadi, A. 2003.IlmuSosialDasar.RinekaCipta, Jakarta. Anonimus.2001.
EvaluasiPenyuluhanPertanian
CF8AADuyo-81/Rika%20Eva.doc?nmid=148657139
Anonimus, 2007.Evaluasi Program SLPHT
TanamanJagungdenganMenggunakanModel CIPP di DesaNgunutKecamatanJumantonoKabupaten Karanganyar.H0404055’s Blog.
Anonimus. 2009 TehnikdanBudidayaPenanamanPadi System of Rice
Intensification(SR SRI TA. 2012. DepartemenPertanian. Jakarta.
Deptan. 2012. BudidayaTanamPadiMetode SRI (System of Rice
Intensification)
12:25.
Hasan, I. 2004. Analisis Data PenelitianDenganStatistik.BumiAksara. Jakarta.
Hasyim, Hasman. 2006. AnalisisHubunganKarakteristikPetani Kopi
TerhadapPendapatan (studikasus: DesaDolokSeribuKecamatanPaguranKabupatanTapanuli Utara).
JurnalKomunikasiPenelitian. LembagaPenelitian. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Lubis, N, L. 2000. AdopsiTeknologidanfaktor yang mempengaruhinya.USU Press. Medan.
Mardikanto, T., 1993.Penyuluhan Pembangunan Pertanian. SebelasMaret University Press, Surakarta.
Mutakin, J. 2005. KehilanganHasilPadiSawahAkibatKompetisiGulmapadaKondisi SRI (System of Rice Intensification).Tesis.Pascasarjana.Unpad Bandung. Pitojo, setijo, Ir. 2003.BertanamPadiSawahTabela. PenebarSwadaya, Jakarta.
Ratag, J,. 1982. Dasar – DasarPengelolaanUsahatani. FakultasPertanianUniversitas Sam Ratulangi. Manado.
Riduan, 2010.BelajarMudahPenelitian. CV. Alfabeta. Bandung.
Sato, S. and N. Uphoff. 2006. Raising Factor Productivity in Irrigated Rice Production:Opportunities with The System of Rice Intensification. DISIMP. Soekartawi. 1999. Agribisnis: TeoridanAplikasi. PT. Raja GrafindoPersada. Jakarta. _________. 2002. PrinsipDasarEkonomiPertanianTeoridanAplikasi.PT. Raja
GrafindoPersada. Jakarta.
_________. dkk. 1986. Ilmu Usaha Tani Dan PenelitianUntukPengembanganPetani Kecil. PenerbitUniversitas Indonesia.
Soepomo. 1997. MetodePenelitian. PenerbitGhalia Indonesia. Jakarta.
Sukmana, Soleh, MahyuddinSyam, AbdurachmanAdimihardja (Peny). 1990. PetunjukTehnisUsahataniKonsrvasi Daerah Aliran Sungai.
ProyekPenelitianPenyelamatanHutan Tanah dan Air.BalitbangPertanianDepartemenPertanian.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian di tentukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan tertentu. Penelitian ini dilakukan di Desa Pematang Setrak Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Desa Pematang Setrak dipilih karena petani di desa tersebut menerapkan penanaman padi sawah menggunakan SRI (System of Rice Intensification).
3.2 Metode Penentuan Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan di anggap data menggambarkan populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang melakukan penanaman padi sawah sistem SRI (System of Rice Intensification) di Pematang Setrak di Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupatan Serdang Bedagai. Penetapan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan simple random sampling dimana cara pengambilan sampel dari anggota populasi dengan acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut (Riduan, 2010).
menggunakan sistem SRI dengan luas paling besar di desa Pematang Setrak. Informasi tersebut dapat di lihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Tanam Padi Sawah Menggunakan Sistem SRI Menurut Kelompok Tani Desa Pematang Setrak Tahun 2012.
No Kelompok Tani JumlahAnggota (orang)
Sumber : Ketua Gapoktan Desa Pematang Setrak 2012
Dari Tabel 1 diketahui bahwa di desa Pematang Setrak kelompok tani yang paling
luas menggunakan sistem tanam SRI adalah kelompok tanim Sri Murni 2 dengan jumlah
anggota 69 orang dengan luas lahan 43 ha menggunakan sistem SRI seluas 25 ha.
3.3 Metode Pengumpulan Data
3.4 Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini terlebih dahulu ditabulasi, lalu dijabarkan dan dianalisis dengan metode analisis yang sesuai. Untuk hipotesis (1), dianalisis dengan secara deskriptif yaitu dengan menjelaskan secara rinci mengenai pelaksanaan program sistem SRI (System of Rice Intensification) pada usahatani padi sawah di daerah penelitian. Untuk hipotesis (2), dianalisis dengan menggunakan metode regresi linear yaitu dengan menggunakan model fungsi produksi yaitu fungsi produksi Cobb-Douglas dengan rumus sebagai berikut :
� = �0 �1�1 �2�2�3�3�
(Soekartawi, 1994).
Fungsi produksi tersebut diubah menjadi bentuk fungsi linear berganda dengan cara mentransformasikan persamaan tersebut ke dalam log-natural (ln). Bentuk persamaan fungsi produksi menjadi :
LnY = ln bo + b1ln X1+ b2ln X2+ b3ln X3+ b4ln X4+b5ln X5 + u ln e
Dimana :
Y = Pendapatan (Rp) X1
X
= Umur
2
X
= Tingkat Pendidikan
3
X
= Lamanya berusaha tani
X5
bo = Intersep
= Jumlah tanggungan
b1…bn = Koefisien regresi u = Faktor pengganggu
Nilai-nilai parameter dari persamaan tersebut diselesaikan dengan menggunakan Metode Kuadrat Terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Pendugaan dengan Metode Kuadrat Terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) memiliki beberapa persyaratan untuk memperoleh the best linear unbiased estimated (BLUE) sehingga dilakukan uji asumsi klasik. Namun pada penelitian ini hanya asumsi normalitas, multikolinieritas, dan heteroskedastisitas yang diuji. Sedangkan autokorelasi tidak diuji sebab asumsi ini sering terjadi pada penelitian dengan data time series (Soekartawi, 1994).
Hal ini dikemukakan Supranto (2005) bahwa autokorelasi merupakan korelasi antara anggota seri observasi yang disusun menurut urutan waktu. Sehingga pada penelitian ini uji asumsi klasik yang digunakan yaitu :
3.4.1 Asumsi Normalitas Untuk Karakteristik Petani
Untuk menguji normalitas dengan pendekatan grafik digunakan Normal Probability Plot, yaitu dengan membandingkan distribusi kumulatif data sesungguhnya (yang digambarkan dengan ploting) dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal (yang digambarkan dengan garis lurus normal dari kiri ke kanan atas). Jika data normal, maka garis yang digambarkan data akan mengikuti atau merapat ke garis diagonalnya (Sulianto, 2011).
3.4.2 Asumsi Multikolinieritas Untuk Karakteristik Petani
Menurut Ragner Frish dalam Supranto (2005) istilah kolinieritas sendiri berarti hubungan linear tunggal, sedangkan kolinieritas ganda (milticollinearity) menunjukkan adanya lebih dari satu hubungan linear yang sempurna. Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat ditinjau dari beberapa hal berikut :
1. nilai toleransi lebih kecil dari 0,1 2. nilai VIF lebih besar dari 10 3. R² = 1
Jika terjadi masalah multikolinearitas maka dapat dilakukan beberapa metode untuk mengatasinya. Metode-metode yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Memperbesar ukuran sampel
2. Menggabungkan data time series dan data cross-section, atau 3. Dengan menghilangkan salah satu atau lebih variabel bebas 3.4.3 Asumsi Heteroskedastisitas Untuk Karakteristik Petani
scatterplot jika menyebar secara acak maka hal itu menunjukkan tidak terjadinya masalah heteroskedastisitas (Santoso, 2010)
3.4.4 Uji f Untuk Karakteristik Petani
Untuk menguji apakah variabel bebas yakni input produksi Xi bersama-sama (serempak) berpengaruh terhadap variabel tidak bebas (Y) digunakan uji-F. Hipotesis yang digunakan dalam uji ini adalah :
H0 : bi = 0
MRS : Mean Square Regression (Rata-rata Kuadrat Regresi) MSE : Mean Square Error (Rata-rata Kuadrat Sisa)
R² : Koefisien Determinasi
SSR = Sum Square Regression (Jumlah Kuadrat Regresi) SST = Sum Square Total (Jumlah Kuadrat Total)
Kesimpulan statistik:
Bila nilai F-hitung > F-tabel maka H0 ditolak, artinya variabel bebas yakni input produksi (Xi) secara serempak berpengaruh nyata terhadap tingkat produksi (Y) (Soekartawi, 1994).
3.4.5 Uji t Untuk Karakteristik Petani
Untuk menguji apakah pengaruh bebas yakni input (Xi) yang digunakan dari usaha perikanan budidaya secara parsial berpengaruh nyata terhadap hasil produksi (Y) digunakan uji-t. Semua variabel bebas (Xi) diuji satu per satu. Hipotesis yang diajukan adalah:
H0 : bi ≠ 0 H1 : bi ≠ 0
t-hitung = �� �� (��)
Dimana :
bi = Koefisien Regresi Se = Simpanan Baku Kesimpulan Statistik :
koefisien determinasi (R²). Selain itu untuk mengetahui keeratan hubungan antara regresor (Xi) dan regresi (Y) digunakan koefisien korelasi (R).
Untuk hipotesis (3), dianalisis dengan menggunakan metode regresi linear sama seperti hipotesis (2) yaitu dengan menggunakan model fungsi produksi yaitu fungsi produksi Cobb-Douglas dengan rumus sebagai berikut :
� = �0 �1�1 �2�2�3�3�
(Soekartawi, 1994).
Fungsi produksi tersebut diubah menjadi bentuk fungsi linear berganda dengan cara mentransformasikan persamaan tersebut ke dalam log-natural (ln). Bentuk persamaan fungsi produksi menjadi :
LnY = ln bo + b1ln X1+ b2ln X2+ b3ln X3+ b4ln X4+b5ln X5 + u ln e
= Biaya pestisida (Rp)
4
X
= Biaya tenaga kerja (Rp)
5
bo = Intersep
= Biaya penyusutan (Rp)
Nilai-nilai parameter dari persamaan tersebut diselesaikan dengan menggunakan Metode Kuadrat Terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Pendugaan dengan Metode Kuadrat Terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) memiliki beberapa persyaratan untuk memperoleh the best linear unbiased estimated (BLUE) sehingga dilakukan uji asumsi klasik. Namun pada penelitian ini hanya asumsi normalitas, multikolinieritas, dan heteroskedastisitas yang diuji. Sedangkan autokorelasi tidak diuji sebab asumsi ini sering terjadi pada penelitian dengan data time series (Soekartawi, 1994).
Hal ini dikemukakan Supranto (2005) bahwa autokorelasi merupakan korelasi antara anggota seri observasi yang disusun menurut urutan waktu. Sehingga pada penelitian ini uji asumsi klasik yang digunakan yaitu :
3.4.3 Asumsi Normalitas Untuk Biaya Usahatani
Asumsi kenormalan sangat diperlukan dalam menghadapi sampel kecil untuk keperluan pengujian hipotesis (Supranto, 2005). Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah distribusi data mengikuti atau mendekati distribusi normal, yakni distribusi data dengan bentuk lonceng (Santoso, 2010).
3.4.4 Asumsi Multikolinieritas Biaya Usahatani
Menurut Ragner Frish dalam Supranto (2005) istilah kolinieritas sendiri berarti hubungan linear tunggal, sedangkan kolinieritas ganda (milticollinearity) menunjukkan adanya lebih dari satu hubungan linear yang sempurna. Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat ditinjau dari beberapa hal berikut :
4. nilai toleransi lebih kecil dari 0,1 5. nilai VIF lebih besar dari 10 6. R² = 1
Jika terjadi masalah multikolinearitas maka dapat dilakukan beberapa metode untuk mengatasinya. Metode-metode yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: 4. Memperbesar ukuran sampel
5. Menggabungkan data time series dan data cross-section, atau 6. Dengan menghilangkan salah satu atau lebih variabel bebas 3.4.8 Asumsi Heteroskedastisitas Biaya Usahatani
Heteroskedastisitas dideteksi dengan metode grafik dengan mengamati scatterplot. Jika scatterplot membentuk pola tertentu, hal itu bisa menunjukkan adanya masalah heteroskedastisitas pada model regresi yang dibentuk. Sedangkan scatterplot jika menyebar secara acak maka hal itu menunjukkan tidak terjadinya masalah heteroskedastisitas (Santoso, 2010).
3.4.9 Uji f Biaya Usahatani Biaya Usahatani
H0 : bi = 0
MRS : Mean Square Regression (Rata-rata Kuadrat Regresi) MSE : Mean Square Error (Rata-rata Kuadrat Sisa)
R² : Koefisien Determinasi
SSR = Sum Square Regression (Jumlah Kuadrat Regresi) SST = Sum Square Total (Jumlah Kuadrat Total)
R² = Koefisien Determinasi Kesimpulan statistik:
Bila nilai F-hitung > F-tabel maka H0 ditolak, artinya variabel bebas yakni input produksi (Xi) secara serempak berpengaruh nyata terhadap tingkat produksi (Y) (Soekartawi, 1994).
Untuk menguji apakah pengaruh bebas yakni input (Xi) yang digunakan dari usaha perikanan budidaya secara parsial berpengaruh nyata terhadap hasil produksi (Y) digunakan uji-t. Semua variabel bebas (Xi) diuji satu per satu. Hipotesis yang diajukan adalah:
H0 : bi ≠ 0 H1 : bi ≠ 0
t-hitung = �� �� (��)
Dimana :
bi = Koefisien Regresi Se = Simpanan Baku Kesimpulan Statistik :
Jika t-hitung > t-tabel maka H0 ditolak, artinya variabel bebas (Xi) secara nyata berpengaruh terhadap produksi. Selanjutnya untuk mengetahui sejauh mana variabel bebas (Xi) dapat menjelaskan variabel tak bebas (Y) digunakan nilai koefisien determinasi (R²). Selain itu untuk mengetahui keeratan hubungan antara regresor (Xi) dan regresi (Y) digunakan koefisien korelasi (R).
Untuk hipotesis (4), dan(5) dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu dengan mengamati masala-masalah apa saja yang dihadapi petani dan upaya-upaya apa saja yang dilakukan petani di daerah penelitian.
Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan atas pengertian dalam penelitian ini, maka diberikan beberapa defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:
3.5.1 Defenisi
1. Petani adalah seseorang yang menjalankan usaha pertaniannya dan bertanggung jawab pada usahataninya seperti komoditi padi mulai dari persiapan lahan hingga proses panen. Dalam penerapan sistem SRI (System of Rice Intensification) pada padi sawah berbeda-beda.
2. SRI (System of rice Intensification) adalah teknik budidaya tanaman padi yang mampu meningkatkan produktivitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktivitas padi sebesar 50% bahkan dibeberapa tempat mencapai lebih dari 100%.
3. Karakteristik sosial ekonomi petani merupakan suatu karakter dari petani dalam hal ini terdiri dari luas lahan, umur, lama berusaha tani, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan.
4. Umur adalah diukur berdasarkan usia petani sampel yang dihitung sejak dia dilahirkan hingga saat penelitian dilaksanakan dengan satuan tahun.
5. Tingkat pendidikan adalah tingkat jenjang pendidikan yang telah ditempuh oleh responden untuk memperoleh pengajaran di bangku sekolah (pendidikan formal).
7. Luas lahan adalah areal pertanaman padi sawah sistem SRI (System of Rice Intensification), yang dimiliki oleh petani yang diukur dengan satuan (ha). 8. Jumlah Tanggungan adalah petani sampel yang mempunyai jumlah orang
yang tinggal bersama atau yang tidak tinggal bersama yang masih tanggungan keluarga hingga saat penelitian dilaksanakan dengan satuan orang.
9. Biaya bibit (X1
10.Biaya pupuk (X
)adalah biaya yang dikeluarkan dari pembelian bibit sampai dengan menanam dengan satuan rupiah.
2
11.Biaya pestisida (X
) adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemupukan dengan satuan rupiah.
3
12.Biaya tenaga kerja (X
) adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemberantasan hama penyakit dengan satuan rupiah.
4
13.Biaya penyusutan (X
) adalah biaya yang di keluarkan mulai pengolahan tanah sampai panen dihitung dengan satuan rupiah
5
14.Bibit adalah bahan tanaman padi sawah atau benih padi yang sudah siap tanam (Kg)
) adalah biaya yang di keluarkan untuk biaya penyusutan dihitung dengan satuan rupiah
15.Pupuk adalah makanan (hara) untuk pertumbuhan tanaman padi sawah (Kg) 16.Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai hama (Liter)
18.Upaya pemecahan masalah diartikan sebagai tindakan yang dilakukan petani dan penyuluh dalam merespon masalah dalam menerapkan sistem SRI (System of Rice Intensification).
3.5.2 Batasan Operasional
1. Lokasi penelitian dilakukan di Desa Pematang Sentrak Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai
2. Waktu penelitian dilakukan padabulan oktober tahun 2013
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
4.1 Kondisi Geografis
Desa Pematang Setrak merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai, dengan luas wilayah desa 670,64 ha. Desa Pematang Setrak terbentuk dari 8 dusun dengan perincian sebagai berikut :
1. Dusun I : 83,53 ha. 2. Dusun II : 59,12 ha. 3. Dusun III : 63,12 ha. 4. Dusun IV : 38,18 ha. 5. Dusun V : 151,04 ha. 6. Dusun VI : 63,27 ha. 7. Dusun VII : 98,80 ha. 8. Dusun VIII : 113, 58 ha.
Desa Pematang Setrak memiliki iklim tropis atau iklim sedang. Tanah di Desa Pematang Setrak merupakan tanah galong dan sebagian tanah pasir yang berada di Dusun I, VIII. Dengan demikian sebagian besar lahan di Desa Pematang Setrak cocok untuk lahan pertanian pangan seperti padi. Keadaan tanah yang tergolong datar sehingga mudah untuk membuat jaringan irigasi sebagai sarana penunjang pola pertanian teknis. Desa Pematang Setrak berada pada ketinggian antara 150 m – 180 m diatas permukaan laut.
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pasar Baru. - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Liberia.
Desa Pematang Setrak berjarak ± 7 Km dari ibukota Kecamatan dan jarak ke ibukota kabupaten ± 20 Km. Desa Pematang Setrak merupakan desa yang sebagian besar lahannya digunakan untuk lahan usahatani, terutama usahatani padi sawah. Pemanfaatan lahan telah dimanfaatkan oleh penduduk secara optimal, terbukti dengan luasnya areal untuk kegiatan pertanian dan pemukiman. Secara rinci pemanfaatan lahan di Desa Pematang Setrak dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini :
Tabel 2. Pembagian Luas Wilayah Desa Pematang Setrak
No. Keterangan Luas Wilayah (Ha) Persentase (%)
1. Persawahan 265 ha 39,51 %
2 Tegal / Perladangan 103 ha 15,35 %
3. Perkebunan 96,23 ha 14,34 %
4. Perumahan / Pemukiman 202,92 ha 30,25 %
5. Kolam / Perikanan - -
6. Perkantoran / Sarana Sosial: a. Kantor / Balai Desa b. Puskesmas / Puskesdes c. 4 Unit Mesjid
f. Lapangan Olah Raga g. Pasar Desa
h. Jalan Umum/Jalan Dusun i. Saluran Irigasi Tersier j. Saluran Pembuangan
Sumber : Kantor Kepala Desa Tahun 2012
banyak ditanami komoditas padi sawah, sedangkan penggunaan lahan yang terkecil terdapat pada lahan puskesmas atau puskesdes yang seluas 0,06 Ha.
4.2Kondisi Demografis
4.2.1 Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah penduduk di Desa Pematang Setrak berjumlah sebesar 4.082 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebesar 1.029 KK yang terdiri dari 8 dusun. Berikut ini dijelaskan pada Tabel 3, dimana jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin. Tabel 3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 Laki – Laki 2.043 50,05 %
2 Perempuan 2.039 49,95 %
TOTAL 4.082 100
Sumber : Kantor Kepala Desa Tahun 2012
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk laki – laki relatif dominan 2.043 jiwa atau 50,05 % daripada penduduk perempuan 2.039 jiwa atau 49,95 %.
4.2.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan Umur
Tabel 4. Keadaan Penduduk Berdasarkan Umur
Sumber : Kantor Kepala Desa Tahun 2012
Berdasarkan Tabel 4 diketahui jumlah penduduk yang berusia produktif sebanyak 2.985 jiwa dengan persentase 73,12% yang berarti bahwa sebagian besar penduduk di Desa Pematang Setrak ini masih berusia produktif. Dengan melihat masih banyaknya penduduk yang berusia produktif maka dapat memudahkan proses masuknya teknologi di Desa Pematang Setrak ini, karena umur produktif yang tinggi berarti sektor perekonomian masih potensial untuk ditingkatkan serta kemungkinan tingkat kesejahteraan masyarakat lebih terjamin.
4.2.3 Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
sulit untuk menerapkan suatu inovasi baru sehingga dalam hal ini akan mempersulit pembangunan. Tingkat pendidikan digunakan sebagai parameter kemampuan sumber daya manusia dan kemajuan suatu wilayah. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pemikiran yang rasional. Distribusi penduduk berdasarkan tingkat pendidikannya dilihat pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Dusun Sumber : Kantor Kepala Desa Tahun 2012
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa penduduk di Desa Pematang Setrak sebagian besar tingkat pendidikannya adalah tamat sekolah dasar (SD) yaitu 1.594 jiwa dengan persentase 44,46%. Tingkat pendidikan penduduk yang paling sedikit adalah tamat perguruan tinggi (PT) yaitu 79 jiwa dengan persentase 2,20%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan penduduk Desa Pematang Setrak sebagian besar tergolong sedang, hal ini dapat mendorong pembangunan desa tersebut dikarenakan orang yang berpendidikan akan mudah menerima inovasi baru dan selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan.
Masyarakat Desa Pematang Setrak sebagian besar beragama Islam, sebagai sarana tempat melaksanakan kegiatan ibadah terdapat mesjid dan musholla, kehidupan dan kegiatan kerohanian cukup baik. Selain agama islam ada juga penduduk yang beragama kristen yang hidup berdampingan dengan rukun dan damai. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini :
Tabel 6. Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama
No Dusun
Agama
Jumlah Islam Protestan Katolik Hindu Budha
1 I 591 23 14 - - 628
Sumber : Kantor Kepala Desa Tahun 2012
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa penduduk Desa Pematang Setrak yang memeluk agama Islam lebih banyak yaitu 3.837 jiwa dengan persentase 94%, sedangkan paling sedikit adalah yang memeluk agama kristen protestan yaitu 107 jiwa dengan persentase 2,62%.
4.2.5 Keadaan Penduduk Berdasarkan Suku
Tabel 7. Keadaan penduduk berdasarkan Suku Bangsa
Sumber : Kantor Kepala Desa Tahun 2012
Lanjutan Tabel 7. Keadaan penduduk berdasarkan Suku Bangsa
No Dusun
Sumber : Kantor Kepala Desa Tahun 2012
4.2.6 Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk di suatu wilayah menunjukkan struktur perekonomian yang ada pada suatu wilayah tersebut. Mata pencaharian penduduk Desa Pematang Setrak mayoritas sebagai petani. Untuk lebih jelasnya, distribusi penduduk menurut mata pencaharian di Desa Pematang Setrak dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.
Tabel 8. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No Dusun
Pekerjaan/Mata Pencaharian
PNS TNI/POLRI KARYAWAN WIRASWASTA JASA
1 I 12 1 23 84 22
Sumber : Kantor Kepala Desa Tahun 2012
Lanjutan Tabel 8. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Persentase (%) 37,83 - 7,33 20,01 99,97 Sumber : Kantor Kepala Desa Tahun 2012
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa penduduk Desa Pematang Setrak paling banyak bermata pencaharian di sektor pertanian sebagai petani sebanyak 743 jiwa dengan persentase 37,83%. Mata pencaharian yang paling sedikit dijumpai di Desa Pematang Setrak adalah sebagai TNI/POLRI yaitu sebanyak 7 jiwa dengan persentase 0,35%.
Tingginya jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani menunjukkan bahwa Desa Pematang Setrak merupakan daerah pertanian. Hal ini juga didukung dengan kondisi alam yang cocok untuk kegiatan pertanian, misalnya hamparan sawah yang masih luas, kondisi tanah yang cocok untuk pertanian dan adanya jaringan irigasi sebagai sarana penunjang pola pertanian teknis. Sedangkan sisanya yaitu sebanyak 2.118 jiwa yang merupakan penduduk
yang mencari kerja dan penduduk bukan angkatan kerja seperti masih sekolah, ibu rumah tangga. Berdasarkan hal itu dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk di Desa Pematang Setrak tergolong angkatan kerja yang bekerja lebih banyak daripada penduduk yang bukan angkatan kerja.
4.3 Kondisi Sarana dan Prasarana
4.3.1 Sarana
Tabel 9. Kondisi Sarana Desa
No. Sarana Desa Jumlah (Unit)
1. Jalan Desa 8,5 Km
2. Jalan Dusun 18 Km
3. Jembatan Desa 2
4. Transportasi Darat Sepeda Motor
5. Puskesmas / Puskesdes 1
Sumber : Kantor Kepala Desa Tahun 2012 4.3.2 Prasarana
Prasarana merupakan segala sesuatu yang mendukung terselenggaranya suatu proses terutama yang menunjang perubahan di Desa Pematang Setrak tersebut. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini.
Tabel 10. Kondisi Prasarana Desa
No. Prasarana Desa Jumlah (Unit)
1. Hand Traktor Ada
2. Mesin Panen Ada
3. Saluran Irigasi Ada
4. Saluran Pembuangan Ada
5. Pompa Air Ada
6. Kilang Padi 2
7. Kios Saprodi 2
8. Toko Pupuk 1
Sumber : Kantor Kepala Desa Tahun 2012
4.4 Karakteristik Petani Sampel
4.4.1 Umur
Berdasarkan penelitian, rata-rata umur petani sampel sebesar 45.67 tahun. Data mengenai luas lahan yang dimiliki petani dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Umur yang dimiliki petani sampel
Umur (tahun) Jumlah (orang) Presentase (%)
< 40 10 33,33
42-50 13 43,33
51-60 5 16,67
> 60 2 6,67
Jumlah 30 100%
Sumber : Lampiran 1
Dari tabel 11 dapat diketahui bahwa dari 30 orang petani padi sawah yang menggunakan metode SRI (System of Rice Intensification) sebanyak 10 orang atau 33,33% yang memiliki umur < 40 tahun , 13 atau 43,33% petani yang memiliki umur 42-50 tahun, 5 orang atau 16,67% petani yang memiliki umur 51-60 tahun, 2 atau 6,67% petani memiliki umur > 60 tahun.
4.4.2 Pendidikan
Berdasarkan penelitian, rata-rata umur petani sampel sebesar 17.57 tahun. Data mengenai luas lahan yang dimiliki petani dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12. Pendidikan yang dimiliki petani sampel
Pendidikan (tahun) Jumlah (orang) Presentase (%)
SD 11 36,67
SMP 11 36,67
SMA 8 28,66
Jumlah 30 100%
Dari tabel 12 dapat diketahui bahwa dari 30 orang petani padi sawah yang menggunakan metode SRI (System of Rice Intensification) sebanyak 11 orang atau 36,67% yang memiliki pendidikan SD, 11 atau 636,67% petani. yang memiliki pendidikan SMP, 8 orang atau 28,66% petani yang memiliki pendidikan SMA.
4.4.3 Lama Berusaha Tani
Berdasarkan penelitian, rata-rata umur petani sampel sebesar 17.57 tahun. Data mengenai luas lahan yang dimiliki petani dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Lama Berusaha Tani yang dimiliki petani sampel Lama berusaha tani
(tahun) Jumlah (orang) Presentase (%)
< 10 6 20,00
11-20 19 63,34
21-30 4 13,33
> 31 1 3,33
Jumlah 30 100%
Sumber : Lampiran 1
Dari Tabel 13 dapat diketahui bahwa dari 30 orang petani padi sawah yang menggunakan metode SRI (System of Rice Intensification) sebanyak 6 orang atau 20,00% yang memiliki lama berusaha tani< 10 tahun , 19 atau 63,34% petani. yang memiliki lama berusaha tani 11-20, 4 orang atau 13,33% petani yang memiliki lama berusaha tani 21-30 tahun, 1atau 3,33% petani memiliki lama berusaha tani >31 tahun.
4.4.4 Luas lahan
Tabel 14. Luas lahan yang dimiliki petani sampel
Luas lahan (ha) Jumlah (orang) Presentase (%)
< 0,5 12 40,00
0.5-1 15 50,00
> 1 3 10,00
Jumlah 30 100%
Sumber : Lampiran 1
Dari Tabel 14 dapat diketahui bahwa dari 30 orang petani padi sawah yang menggunakan metode SRI (System of Rice Intensification) sebanyak 12 orang atau 40% yang memiliki luas lahan < 0,5 ha, 15 atau 50% petani yang memiliki luas lahan 0,5-1, 3 atau 10% petani memiliki luas lahan > 1.
4.4.5 Jumlah Tanggungan
Berdasarkan penelitian, rata-rata umur petani sampel sebesar 17.57 tahun. Data mengenai luas lahan yang dimiliki petani dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Jumlah Tanggungan yang dimiliki petani sampel Jumlah Tanggungan
(orang) Jumlah (orang) Presentase (%)
2 8 26,67
Sumber : Lampiran 1
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pelaksanaan sistem tanam SRI (System Rice Intensification) di Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai
5.2 Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Terhadap Pendapatan dalam Penerapan SRI (System of Rice Intensification).
Setelah dilakukan analisis data menggunakan SPSS 16 dengan variable independent (X) yang meliputi variable biaya bibit, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya tenaga kerja, biaya penyusutan dan pendapatan sebagai variable independent (Y).
Tabel.16 Hasil Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Terhadap Pendapatan dalam Penerapan SRI (System of Rice Intensification)
Variabel Koefisien
Regresi Std. Error t hitung Sig Keterangan Constant 2135000 5063000 0.442 0.677 Tidak Nyata X1 = Umur 14116.58 88263.078 0.160 0.874 Tidak Nyata X2 = Tingkat 93967.91
Pendidikan
269301.872 0.349 0.730 Tidak Nyata
X3= Lama -174645.48 berusaha tani
113800.693 -1.535 0.138 Tidak Nyata X4=Luas 16960000
lahan
1526000 11.117 0.000 Nyata X5=Jumlah 33685.11
tanggungan
Sumber : Analisa Data Primer,Lampiran 11
X1 X
= Umur
2
X
= Tingkat Pendidikan
3
X
= Lama Berusaha Tani
4
X
= Luas Lahan
5
Dari Tabel 16. diketahui bahwa nilai koefisien determinasi (R = Jumlah tanggungan
2
) yang diperoleh sebesar 0,847. Koefisien determinasi ini menunjukkan bahwa pendapatan (Y) dapat dijelaskan oleh variabel Umur (x1) tingkat pendidikan (x2), lama berusaha tani (x3), luas lahan (x4) dan jumlah tanggungan (x5
Untuk menguji hipotesis secara serempak, dilakukan dengan uji F, dan secara parsial dilakukan dengan uji t, dengan tingkat signifikansi dalam penelitian ini menggunakan α 5% atau 0,05. Hasil pengujian hipotesis diuraikan sebagai berikut:
) sebesar 84,7% sedangkan sisanya sebesar 15,3% dipengaruhi oleh faktor lainnya.
5.2.1 Uji pengaruh Variabel Secara Serempak
Hasil uji pengaruh variabel secara serempak dengan menggunakan uji F disajikan pada tabel 16, menunjukkan bahwa nilai signifikansi F adalah sebesar 0,000. Nilai yang diperoleh lebih kecil dari probabilitas kesalahan yang ditolerir yaitu α 5% atau 0,05 atau dapat diketahui melalui uji F. dimana F hitung yang diperoleh
sebesar 26,589 dan F tabel sebesar 2,53 . Sehingga F hitung > F tabel. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak atau H1 diterima , yaitu variabel Umur (x1) tingkat pendidikan (x2), lama berusaha tani (x3), luas lahan (x4) dan jumlah tanggungan (x5
5.2.2 Uji pengaruh Variabel Secara Parsial
Setelah dilakukan uji pengaruh variabel secara serempak, pembahasan dilanjutkan dengan pengujian pengaruh variabel secara parsial. Uji pengaruh variabel secara parsial dapat diketahui dengan menggunakan uji t, berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa:
• Tabel 16 menunjukkan bahwa umur (x1) diperoleh t-hitung = 0,160> t-tabel = 1,697 dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,874 lebih kecil dari α (0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa H0 diterima atau H1
• Tabel 16 menunjukkan tingkat pendidikan (x
ditolak, yaitu umur secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan.
2) diperoleh t-hitung = 0,349 < t-tabel = 1,697 dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,730 lebih besar dari α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima atau H1
• Tabel 16 menunjukkan bahwa lama berusaha tani (x
ditolak, yaitu tingkat pendidikan secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan.
3) diperoleh t-hitung = -1,535 > t-tabel = 1,697dan memiliki nilai signifikansi sebesar lebih besar dari 0,138 lebih besar dari α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima atau H1
• Tabel 16 menunjukkan bahwa luas lahan (x
ditolak, yaitu lama berusaha tani secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan.
4) diperoleh t-hitung = 11,117 < t-tabel = 1,697 dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih besar dari α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak atau H1
• Tabel 16 menunjukkan bahwa jumlah tanggungan (x
diterima, yaitu biaya tenaga kerja secara parsial berpengaruh nyata terhadap pendapatan.
5) diperoleh t-hitung = 0,55 <
Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima atau H1 ditolak, yaitu jumlah tanggungan secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan.
5.2.3 Uji Asumsi Klasik
Pendugaan dengan Metode Kuadrat Terkecil (Ordinary Least Square) memiliki beberapa persyaratan untuk memperoleh the best linear unbiased estimated (BLUE) yaitu terpenuhi beberapa uji asumsi klasik. Dalam penelitian ini asumsi klasik yang digunakan adalah sebagai berikut :
5.2.4 Uji Normalitas
Untuk mengetahui apakah distribusi data mengikuti atau mendekati distribusi normal, dilakukan uji normalitas. Pada penelitian ini normalitas dilakukan dengan pendekatan grafik. Uji normalitas dengan pendekatan grafik dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 3. Normal P-P Plot of Regression Standarized Residual
Distribusi data mengikuti atau mendekati distribusi normal, apabila distribusi data berbentuk lonceng (bell shaped) (Santoso, 2010). Berdasarkan tampilan histogram pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa distribusi data berbentuk lonceng (bell shaped), sehingga data tersebut dikatakan berdistribusi normal. Kemudian tampilan Normal P-P Plot of Regression Standarized Residual pada Gambar 3 terlihat bahwa titik-titik menyebar di sekitar dan mengikuti garis diagonal. Suatu data dikatakan berdistribusi normal apabila garis yang digambarkan data menyebar atau merapat ke garis diagonalnya (Sulianto, 2011). Dengan demikian data tersebut dikatakan berdistribusi normal, sehingga asumsi normalitas terpenuhi.
Untuk uji multikolinearitas pada penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai VIF pada tiap independent variable yang dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Hasil Uji Multikolinearitas
Independent Variable Collinierity Statistics
Tollerance VIF
Umur 0,451 2,220
Tingkat Pendidikan 0,869 1,151 Lama berusaha tani 0,473 2,115
Luas lahan 0,879 1,138
Jumlah tanggungan 0,874 1,144 Sumber :Lampiran 12
Menurut Ragner Frish dalam Supranto (2005) untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat ditinjau dari beberapa hal berikut :
1. nilai toleransi lebih kecil dari 0,1 2. nilai VIF lebih besar dari 10 3. R² = 1
Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa nilai VIF masing-masing variabel berada dibawah 10. Nilai VIF jumlah umur 2,220 < 10, nilai VIF tingkat pendidikan sebesar 1,151 < 10, nilai VIF lama berusaha tani sebesar 2,115 < 10, nilai VIF luas lahan sebesar 1,138 < 10 nilai VIF jumlah tanggungan sebesar 1,144 < 10 dan tolerance semua input produksi di atas 0,1. Hal ini menunjukkan bahwa model tidak mengandung multikolinearitas.
Heteroskedastisitas dideteksi dengan metode grafik dengan mengamati scatterplot. Uji asumsi klasik heteroskedastisitas dengan menggunakan analisis grafik dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Scatterplot Uji Heteroskedastitas
Heteroskedastisitas dideteksi dengan metode grafik dengan mengamati scatterplot. Jika scatterplot membentuk pola tertentu, hal itu menunjukkan adanya masalah heteroskedastisitas pada model regresi yang dibentuk. Sedangkan scatterplot jika menyebar secara acak maka hal itu menunjukkan tidak terjadinya masalah heteroskedastisitas.
Hasil uji asumsi heteroskedastisitas dengan melihat Gambar 4 menunjukkan bahwa scatterplot menyebar secara acak dan titik-titik data menyebar di bawah dan di atas angka 0. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. 5.3 Pengaruh Biaya Terhadap Pendapatan dalam Penerapan SRI (System of
Setelah dilakukan analisis data menggunakan SPSS 16 dengan variable independent (X) yang meliputi variable biaya bibit, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya tenaga kerja, biaya penyusutan dan pendapatan sebagai variable independent (Y).
Tabel.18 Hasil Pengaruh Biaya Terhadap Pendapatan dalam Penerapan SRI (System of Rice Intensification)
Variabel
Constant -3611000 2139000 -1,688 0,164 Tidak Nyata X1 = Biaya bibit 86,242 30,208 2,855 0.009 Nyata
Sumber : Analisa Data Primer,Lampiran 12
X4 X
= Biaya tenaga kerja
5
Dari Tabel 18. diketahui bahwa nilai koefisien determinasi (R = Biaya penyusutan
2
) yang diperoleh sebesar 0,845. Koefisien determinasi ini menunjukkan bahwa pendapatan (Y) dapat dijelaskan oleh variabel biaya bibit (x1) biaya pupuk (x2), biaya pestisida (x3), biaya tenaga kerja (x4) dan biaya penyusutan (x5
Untuk menguji hipotesis secara serempak, dilakukan dengan uji F, dan secara parsial dilakukan dengan uji t, dengan tingkat signifikansi dalam penelitian ini menggunakan α 5% atau 0,05. Hasil pengujian hipotesis diuraikan sebagai berikut:
) sebesar 84,5% sedangkan sisanya sebesar 15,5% dipengaruhi oleh faktor lainnya.
5.3.1Uji pengaruh Variabel Secara Serempak
Hasil uji pengaruh variabel secara serempak dengan menggunakan uji F disajikan pada tabel 18, menunjukkan bahwa nilai signifikansi F adalah sebesar 0,000. Nilai yang diperoleh lebih kecil dari probabilitas kesalahan yang ditolerir yaitu α 5% atau 0,05 atau dapat diketahui melalui uji F. dimana F hitung yang diperoleh
sebesar 26,196 dan F tabel sebesar 2,53 . Sehingga F hitung > F tabel. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak atau H1 diterima , yaitu variabel biaya bibit (x1) biaya pupuk (x2), biaya pestisida (x3), biaya tenaga kerja (x4) dan biaya penyusutan (x5
5.3.2 Uji pengaruh Variabel Secara Parsial
) secara serempak berpengaruh nyata terhadap pendapatan (Y).
secara parsial dapat diketahui dengan menggunakan uji t, berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa:
• Tabel 18 menunjukkan bahwa biaya bibit (x1) diperoleh t-hitung = 2,855> t-tabel =
1,697 dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,009 lebih kecil dari α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak atau H1
• Tabel 18 menunjukkan biaya pupuk (x
diterima, yaitu biaya bibit secara parsial berpengaruh nyata terhadap pendapatan.
2) diperoleh t-hitung = 0,961 < t-tabel = 1,697 dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,346 lebih besar dari α (0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa H0 ditolak atau H1
• Tabel 18 menunjukkan bahwa biaya pestisida (x
diterima, yaitu biaya pupuk secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan.
3) diperoleh t-hitung = 2,357 > t-tabel ex= 1,697dan memiliki nilai signifikansi sebesar lebih besar dari 0,027 lebih besar
dari α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak atau H1
• Tabel 18 menunjukkan bahwa biaya tenaga kerja (x
diterima, yaitu biaya pestisida secara parsial berpengaruh nyata terhadap pendapatan.
4) diperoleh t-hitung = -0,693 < t-tabel = 1,697 dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,529 lebih besar dari α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima atau H1
• Tabel 18 menunjukkan bahwa biaya penyusutan (x
ditolak, yaitu biaya tenaga kerja secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan.
5.3.3 Uji Asumsi Klasik
Pendugaan dengan Metode Kuadrat Terkecil (Ordinary Least Square) memiliki beberapa persyaratan untuk memperoleh the best linear unbiased estimated (BLUE) yaitu terpenuhi beberapa uji asumsi klasik. Dalam penelitian ini asumsi klasik yang digunakan adalah sebagai berikut :
5.3.4 Uji Normalitas
Untuk mengetahui apakah distribusi data mengikuti atau mendekati distribusi normal, dilakukan uji normalitas. Pada penelitian ini normalitas dilakukan dengan pendekatan grafik. Uji normalitas dengan pendekatan grafik dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.
Gambar 6. Normal P-P Plot of Regression Standarized Residual
Distribusi data mengikuti atau mendekati distribusi normal, apabila distribusi data berbentuk lonceng (bell shaped) (Santoso, 2010). Berdasarkan tampilan histogram pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa distribusi data berbentuk lonceng (bell shaped), sehingga data tersebut dikatakan berdistribusi normal. Kemudian tampilan Normal P-P Plot of Regression Standarized Residual pada Gambar 6 terlihat bahwa titik-titik menyebar di sekitar dan mengikuti garis diagonal. Suatu data dikatakan berdistribusi normal apabila garis yang digambarkan data menyebar atau merapat ke garis diagonalnya (Sulianto, 2011). Dengan demikian data tersebut dikatakan berdistribusi normal, sehingga asumsi normalitas terpenuhi.
5.3.5 Uji Multikolinieritas
Tabel 19. Hasil Uji Multikolinearitas
Independent Variable Collinierity Statistics
Tollerance VIF Biaya bibit 0,124 8,050
Biaya pupuk 0,320 3,121
Biaya pestisida 0,438 2,285
Biaya tenaga kerja 0,138 7,269 Biaya penyusutan 0,296 3,377 Sumber :Lampiran 12
Menurut Ragner Frish dalam Supranto (2005) untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat ditinjau dari beberapa hal berikut :
4. nilai toleransi lebih kecil dari 0,1 5. nilai VIF lebih besar dari 10 6. R² = 1
Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa nilai VIF masing-masing variabel berada dibawah 10. Nilai VIF Biaya bibit 8,050 < 10, nilai VIF Biaya pupuk sebesar 3,121< 10, nilai VIF Biaya pestisida sebesar 2,285< 10, nilai VIF Biaya tenaga kerja sebesar 7,269< 10 nilai VIF Biaya penyusutan sebesar 3,337 < 10 dan tolerance semua input produksi di atas 0,1. Hal ini menunjukkan bahwa model tidak mengandung multikolinearitas.
5.3.6 Uji Heteroskedastisitas
Gambar 7. Scatterplot Uji Heteroskedastitas
Heteroskedastisitas dideteksi dengan metode grafik dengan mengamati scatterplot. Jika scatterplot membentuk pola tertentu, hal itu menunjukkan adanya masalah heteroskedastisitas pada model regresi yang dibentuk. Sedangkan scatterplot jika menyebar secara acak maka hal itu menunjukkan tidak terjadinya masalah heteroskedastisitas.
Masalah dan kendala dari proyek SRI dalam penerapannya yang telah dipelajari meliputi: petani atau buruh tanam kesulitan tanam bibit muda, petani kesulitan mencari tenaga kerja, petani atau buruh tanam kesulitan menanam jarak lebar, pola pikir petani masih mainded pupuk kimia, dan petani kesulitan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman secara terpadu. Adapun masalah dan kendala penerapan SRI sebagai berikut:
1. Petani atau buruh tanam kesulitan menanam dengan bibit muda.
besar petani yang berhenti menerapkan SRI karena ada hambatan yaitu pada kegiatan menanam. Terutama adalah sulit untuk menemukan pekerja yang siap untuk menanam bibit muda. Kalaupun ada yang siap tentu ada konsekuensi tersendiri yaitu memerlukan dana yang besar untuk buruh tanam bibit muda. Jadi masalah ini yang merupakan faktor sebagian petani yang awalnya menerapkan SRI kemudian berhenti menerapkan SRI.
2. Petani kesulitan mencari tenaga kerja atau buruh.
sudah tetap sehingga responden tersebut tidak mengalami kesulitan dalam mengelola sawahnya. Sehingga ada group (kelompok) tenaga kerjanya Pak A atau Pak B dan seterusnya. Responden yang memiliki tenaga kerja (buruh tani) tetap ini dari sisi ekonomi lebih mapan (ekonomi menengah keatas).
3. Petani atau buruh tanam kesulitan menanam dengan jarak tanam renggang atau lebar.
Untuk menanam dalam pola jarak tanam lebar atau jarak yang teratur, salah satu metode yang digunakan adalah dengan menggunakan baris (tali) yang diikat di antara tongkat di pinggir lapangan, jarak 25 cm - atau 30 cm, atau 40 cm, atau mungkin 50 cm jika tanah sangat subur dan dikelola dengan baik. Garis harus ditandai (atau diikat) pada interval yang sama untuk menyesuaikan lebar baris sehingga akan ada jarak seragam yang memfasilitasi penyiangan. Atau seseorang dapat menggunakan seperti sikat terbuat dari bambu dan ada celah atau spasi atau jarak yang diinginkan. Alternatif lain untuk menanam adalah dengan menggunakan garu khusus untuk mencetak permukaan lapangan di sebuah pola persegi untuk menanam bibit di persimpangan dari garis-garis. Ada sebagian petani merasakan garu khusus ini bisa menjadi metode yang lebih cepat dari pada menggunakan tali.
Ternyata ada sebagian petani yang kesulitan menerapkan model seperti itu. Alasan lain adalah kalau cara konvensional tidak ada ukuran dan langsung tanam sehingga cepat dalam pengerjaannya, tidak menyita, selain itu jika buruh tanam menanam dengan jarak lebar ada sebagian buruh mengeluhkan nyeri punggung dan susah jangakauan tangan atau kaki sehingga dianggap tidak praktis dan ribet.
Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara mendalam dapat diketahui bahwasanya penggunaan pupuk kimia yang dilakukan oleh petani Q-SRI relative tinggi. Mereka masih mengandalkan pupuk kimia untuk mengatasi permasalahan pertanian. Sebagaimana yang dipaparkan oleh Petugas Penyuluh Lapangan yang menyampaikan bahwa Kebutuhan akan pupuk ini masih tinggi, terutama jenis urea,. Samidi (ketua kelompok tani) menjelaskan bahwa para petani masih mengandalkan pupuk kimia untuk menyuburkan serta mempercepat pertumbuhan tanaman miliknya. Terutama bagi tanaman padi yang penanganannya dianggap susah.
Dijelaskan, tanaman terutama padi tidak hanya memerluka Urea saja namun juga ada pupuk NPK, Phonzka, SP36 dan seterusnya. Beda halnya dengan penggunakan pupuk organik yang kecenderungannya masih rendah. Sebab, para petani cenderung ingin segera melihat hasilnya secara langsung disbanding untuk penggunaan jangka panjang. Sehingga pupuk kimia masih dianggap cepat menyelesaikan permasalahan seperti tanaman cepat gemuk serta tahan hama dibandingkan pupuk organik. Pasalnya, pupuk organik itu penggunaannya jangka panjang yaitu untuk pemulihan atau perbaikan tanah. Karena bagaimanapun juga pendekatan SRI ini juga mengarah pada penggunaan pupuk organik.
5. Petani kesulitan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman
hama tetap bertahan dan terus berkembangbiak, dampak lain yang ditimbulkan adalah penurunan kualitas lahan itu sendiri. Lambat-laun jika dibiarkan terus seperti itu lahan akan kering, rusak dan tidak dapat digunakan lagi. Selain itu penanaman yang tidak serempak menyebabkan hama wereng hijau terus bertahan dengan berpindah menyebar virus pada musim tanam selanjutnya.
Begitupun dengan penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang tidak bijaksana dapat membunuh musuh alami yang seyogyanya dapat mengendalikan hama-hama yang ada di lahan pertanian. Jalan untuk mengendalikan hama dan penyakit yang timbul ini adalah bisa dengan mengurangi penggunaan pestisida dan pupuk kimia, sehingga musuh alami tidak terbunuh dan hama bisa tertangani. Ditambah lagi rotasi tanaman atau pergantian tanaman dengan komoditas lain perlu untuk dilakukan, yang tentu dengan hal tersebut bisa menekan perkembangbiakan hama bahkan memutus rantai hidup hama pembawa penyakit ini. Rotasi tanaman memiliki dampak positif antara lain tanah tidak akan terlalu capek dan dapat dipulihkan secara perlahan. Penanaman secara serempak pun adalah cara lain yang dirasa cukup bagus untuk mengendalikan hama wereng hijau dalam pergerakannya menularkan virus tungro. Dengan sistem tanam yang serempak wereng hijau tidak akan terus-terusan berkembangbiak setelah masa panen usai.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh antara lain :
1. Pelaksanaan SRI di Desa Pematang Setrak sudah dilakukan dengan baik, namun belum mengarah kepada pertanian organik seutuhnya karena petani masih menggunakan pupuk kimia.
2. a. Nilai koefisien determinasi (R2) diperoleh sebesar 0,847. Koefisien determinasi ini menunjukkan bahwa pendapatan (Y) dapat dijelaskan oleh variabel luas lahan (X1) umur (X2), lamanya berusaha tani (X3), pendidikan (X4) dan jumlah tanggungan (X5
b. Secara Parsial karakteristik sosial ekonomi yang mempengaruhi pendapatan usaha tani padi sawah metode SRI (System of Rice Intensification) adalah luas lahan, sedangkan umur, pendidikan, lama berusaha tani, dan jumlah tanggungan tidak mempengaruhi pendapatan uasaha tani padi sawah pada metode SRI (System of Rice Intensification).
) sebesar 84,7% sedangkan sisanya sebesar 15,3% dipengaruhi oleh faktor lainnya.
d. Secara Parsial biaya yang mempengaruhi pendapatan usaha tani padi sawah metode SRI (System of Rice Intensification) adalah biaya bibit dan biaya pestisida, sedangkan biaya pupuk, biaya tenaga kerja, dan biaya penyusutan tidak mempengaruhi pendapatan uasaha tani padi sawah pada metode SRI (System of Rice Intensification).
e. Masalah yang dihadapi petani dalam penerapan padi sawah metode SRI (System of Rice Intensification) adalah petani kesulitan menanam dengan bibit muda, petani kesulitan mencari tenaga kerja, petani kesulitan menanam dengan jarak tanam renggang atau lebar, petani masih senang pada pupuk kimia, dan petani kesulitan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman.
f. Upaya yang dilakukan petani dalam mengatasi masalah yang dihadapi petani padi sawah metode SRI yaitu mengaktifkan kelompok tani yang sudah terbentuk dengan bantuan penyuluh dan membuat jadwal diskusi penanganan masalah SRI kemudian hasil diskusi direalisasikan ke lapangan
6.2 Saran
1. Diharapkan kepada petani dapat meningkatkan produksi dan berpengaruh kepada pendapatan usaha tani.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Padi Sawah Sistem SRI (System of Rice Intensification)
Padi atau Oryza Sativa termasuk suku rumput-rumputan dan berakar serabut. Seperti tanaman rumput-rumputan lainnya, padi beranak melalui tunas yang tumbuh dari pangkal batang sehingga membentuk rumpun. Setiap batang padi umumnya dapat beranak lebih dari satu batang. Tetapi tidak semua anak padi ini menghasilkan buah padi yang berkualitas, dalam arti digunakan sebagai bibit (Yandianto, 2003).
Tanaman padi memerlukan sinar matahari. Hal ini sesuai dengan syarat tumbuh tanaman padi yang hanya dapat hidup didaerah berhawa panas. Angin juga memberi pengaruh positif dalam proses penyerbukan dan pembuahan. Musim berhubungan erat dengan hujan yang berperan dalam penyediaan air dan hujan dapat berpengaruh terhadap pembentukan buah sehingga sering terjadi bahwa penanaman padi pada musim kemarau mendapat hasil yang lebih tinggi daripada penanaman padi pada musim hujan dengan catatan apabila pengairan baik (AAK, 1990).
Ada beberapa keunggulan metode SRI antara lain :
1. Tanaman hemat air, selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen pemberian air maksimum 2 cm paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak (irigasi terputus).
3. Hemat waktu bila ditanam bibit muda 5-12 hari setelah semai, dan waktu panen akan lebih awal.
4. Produksi meningkat di beberapa tempat mencapai 11 ton/ha.
5. Ramah lingkungan, secara bertahap penggunaan pupuk kimia (urea, Sp36, KCI) akan dikurangi dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan MOL), begitu juga penggunaan pestisida
(Anonimus, 2009). 2.2 Landasan Teori
2.2.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Petani
1. Umur
Umur seseorang akan menentukan prestasi kerja atau kinerja orang tersebut. Semakin berat pekerjaan secara fisik maka semakin tua tenaga kerja, akan semakin turun prestasinya. Namun, dalam hal tanggung jawab semakin tua umur tenaga kerja, tidak akan berpengaruh karena justru akan semakin berpengalaman (Suratyah, 2008).
Umur petani adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usahatani, umur dapat dijadikan tolak ukur dalam melihat aktifitas seseorang dalam bekerja bilamana dalam kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal (Hasyim, 2006).
Pendidikan dinilai sebagai sarana meningkatkan pengetahuan tentang teknologi pertanian yang baru, karena pendidikan merupakan sarana belajar dimana selanjutnya diperkirakan akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju praktik pertanian yang modern (Soekartawi, 1999).
Pendidikan merupakan sarana belajar, yang menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju pembangunan praktek pertanian yang lebih modern. Mereka yang berpendidikan tinggi adalah yang relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi. Begitu pula sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah, agak sulit melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat (Lubis, 2000).
3. Lama Berusahatani
Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani pemula atau petani baru. Petani yang sudah lama berusahatani lebih mudah menerapkan anjuran penyuluhan demikian juga dengan penerapan teknologi (Soekartawi, 1999).
Jika petani mempunyai pengalaman yang relatif berhasil dalam mengusahakan usahataninya, biasanya mempunyai pengetahuan, sikap dan keterampilan yang lebih baik dibandingkan dengan petani yang kurang berpengalaman. Namun jika petani mengalami kegagalan dalam mengusahakan usahatani tertentu, maka dapat menimbulkan rasa enggan untuk mengusahakan usahataninya tersebut (Lubis, 2000).
4. Luas lahan
luasnya. Pengukuran luas usahatani dapat diukur dengan berdasarkan hal-hal sebagai berikut :
a. Luas total lahan adalah jumlah seluruh tanah yang ada dalam usahatani termasuk sawah, tegal, pekarangan, jalan saluran dan sebagainya.
b. Luas lahan pertanaman adalah jumlah seluruh tanah yang dapat ditanami atau diusahakan.
c. Luas tanaman adalah jumlah luas tanaman yang ada pada suatu saat.
Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha dan akhirnya mempengaruhi efisien tidaknya suatu usaha pertanian. Makin luas lahan pertanian maka lahan semakin tidak efisien, sebaliknya pada lahan yang sempit upaya pengawasan terhadap pemakaian faktor produksi semakin baik sehingga lebih efisien. Meskipun demikian, luas lahan yang terlalu kecil cenderung menghasilkan usaha yang tidak efisien (Soekartawi, 1989).
5. Jumlah tanggungan
Semakin banyak anggota keluarga akan semakin besar pula beban hidup yang akan ditanggung atau harus dipenuhi. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi keputusan petani dalam usahatani (Soekartawi, 1999).
2.2.2 Pelaksanaan Sistem Tanam SRI
A. Persiapan Lahan
Persiapan lahan dilakukan dalam penerapan metode SRI Organik Indonesia
meliputi kegiatan penataan sistem aliran air, penetapan bagian sawah yang terhindar
dari genangan air, dan pengolahan tanah.
1. Penataan Sistem Aliran Air
Metode lama sasarannya adalaha penggenangan, sedangkan SRI Organik Indonesia
tidak menginginkan penggenangan air. Oleh karena itu, hal terpenting yang harus
dilakukan dalam persiapan lahan pada penerapan metode SRI Organik Indoesia
adalah penataan kembali sistem aliran air. Sisa pemasukan air ke sawah, terutama
yang berasal dari sawah yang belum menggunakan metode SRI Organik Indonesia,
terlebih dahulu harus di tamping dalam suatu kolam yang dilengkapi oleh saringan
hayati seperti eceng gondok untuk menyaring residu bahan kimia atau logam berat
berlarut.
Biasanya selokan pemasok air untuk persawahan berada lebih tinggi dari
permukaan sawah karena memang semula di rancang untuk menggenangi sawah.
Akan tetapi, dalam penerapan metode SRI Organik Indonesia kadang ini kurang
menguntungkan karena bila terjadi kebocoran selokan maka air akan menggenangi
sawah yang seharusnya terdrainase. Untuk menghindari bahaya kebocoran ini, di
perlukan penguatan konstruksi selokan dengan bantuan teras hayati. Caranya adalah
sistem selokan dalam sawah untuk memudahkan distribusi air sekaligus untuk
drainase.
2. Penetapan Bagian Sawah yang terhindar dari genangan
Hal lain yang harus dilakukan dalam persiapan lahan adalah menetapkan
bagian dari sawah yang terhindar dari genangan. Bagian tersebut bias dijadikan
sebagai lokasi untuk pengomposan.
3. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah mengutamakan penggunaan bahan organik kompos dengan
dosis 5-7 ton per hektar atau disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah yang ada.
Kompos adalah bahan organik yang telah lapuk yang merupakan tanah dengan
struktur remah berasal dari berbagai jenis bahan organik (kotoran hewan, hijauan,
sisa-sisa tanaman, limbah organik) dan sengaja di fermentasi dengan memanfaatkan
peran mikroorganisme dan dilakukan pada suhu tertentu.
Kompos diberikan pada saat seminggu sebelum bibit padi ditanam dan pada
pengolahan tanah kedua atau saat perataan (ketika kondisi air di petakan
macak-macak/lembab). Dalam pertanian kompos berfungsi sebagai berikut
a. Memperbaiki kondisi fisik tanah
b. Mendorok berbagai kehidupan di dalam tanah seperti cacing, dan untuk
berkembangnya mikroorganisme.
c. Memperbaiki kondisi kimia tanah yakni memperbaiki PH (derajat keasaman)
tanah dan mampu menyediakan nutrisi bagi tanaman.
Kegiatan yang perlu dilakukan dalam Persiapan benih antara lain seleksi
benih dan persemaian. Seleksi benih dilakukan agara dapat diperoleh benih yang
benar-benar memiliki sifat unggul. Sementara itu persemaian dilakukan agar nantinya
benih dapat berproduksi dengan optimal.
1. Seleksi Benih
Benih yang sehat memiliki ciri-ciri bernas (Penuh Berisi). Untuk memperoleh
benih tersebut maka benih padi perlu diuji terlebih dahulu. Pengujian dilakukan
melalui perendaman benih dalam larutan air yang di campur garam. Namun,
sebelumnya masukkan telur mentah (telur ayam, telur itik) ke dalam larutan tersebut.
Kalau telur sudah mengapung ke atas maka larutan tersebut sudah dapat di gunakan
untuk menguji benih. Benih di masukkan ke dalam larutan garam. Benih yang
mengapung merupakan benih yang jelek maka dapat di buang. Sementara itu, benih
yang gelam merupakan benih yang bagus dan sehat. Benih yang tenggelam dapat
diambil, dapat dicuci dan di siapkan untuk di semaikan.
2. Persemaian Benih
Metode SRI Organik Indonesia tidak banyak menggunakan benih yaitu
hanya 3-5 Kg per hektar. Oleh karena itu persemaian bias dilakukan di atas nampan
atau baki/besek. Selain itu, persemaian benih juga bias dilakukan dengan plastik
dengan lebar 1,0–1,2 m dan panjang meyesuaikan. Campuran media lebih banyak
bahan organik komposnya dan benih di tabur garam. Hal tersebut dilakukan agar
mudah waktu mencabutnya dan benih tetap utuh, baik akar maupun keping bijinya,
waktu di pindahkan ke sawah.
Secara umum tahapan penanaman dengan metode SRI Organik Indonesia
tidak jauh berbeda dengan metode biasanya namun, pada metode SRI Organik
Indonesia dilakukan beberapa teknik khusus yang relatif3e berbeda dengan metode
biasanya. Teknik khusus di terapkan agar pertumbuhan padi berjalan dengan baik
mulai dari awal tanam hingga panen. Beberapa teknik khusus meliputi hal-hal
berikut.
• Umur benih muda 7-10 hari
• Benih di tanam tunggal, satu tanaman untuk satu titik tanam
• Benih di tanam dangkal
• Akar diletakkan horizontal, seperti membentuk huruf L
• Jarak tanam lebar, kurang dari 30cm x 30cm
1. Tanam Bibit Tunggal
Setiap 1 titik tanam cukup ditanam 1 bibit saja agar pembentukan bioreaktor
tanamannya bisa utuh dan sempurna. Hal ini dilakukan untuk menghindari persaingan
pemenuhan kebutuhan nutrisi energi hingga aktifitas perakaran. Sistem tanam ini
menghasilkan bulir padi yang lebih sempurna, berukuran sama, bahkan matang secara
bersamaan.
2. Tanam Dangkal
Penanaman dengan model tanam dangkal memeberi efek pada pertumbuhan
akar sehingga lebih cepat dan ruas-ruas batang muncul segera. Dengn demikian
dan tidak terendam maka kebutuhan udara untuk pertumbuha awal tanaman terutama
akarnya dpat terpenuhi dengan leluasa tanpa hambatan.
3. Letak Akar Horizontal
Posisi horizontal akan mempercepat proses keluarnya ruas atau buku batang
padi sebagai media anakan padi. Hal ini juga sejalan dengan upaya penanaman
dangkal, terkait dengan kemudahan bagi tanaman untuk memenuhi kebutuhan
udaranya pada tahap awal pertumbuhannya.
4. Jarak Tanam
Ukuran petak sebagai tanda jarak tanam bibit pada metode SRI Organik
Indonesia, yaitu minimal 30cm x 30cm. apabila tanah sudah dianggap subur maka
jarak tanam bisa 40cm x 40cm. Bahkan bias mencapai 50cmx 50cm. Pada prinsipnya
jarak tanam menentukan produksi anakan. Semakin jarang maka semakin banyak
hasil anakan yang diperoleh.
D. Pemeliharaan Tanaman
Salah satu kriteria penerapan metode SRI Organik Indonesia yang baik dan
seksama di lapangan adalah memberikan keseragaman pertumbuhan tanaman yang
sama dan serentak. Keseragaman pertumbuhan tanaman tentunya juga akan
berpengaruh terhadap produktifitas hasil panen.
1. Penyulaman
Penyulaman biasanya dilakukan pada saat penyiangan pertama atau kedua.
Penyulaman dilakukan dengan memindahkan tanaman lengkap dengan tanahnya. Ini
lainnya yang telah ada. Oleh karena itu pada saat penanaman dilebihkan 1-2% untuk
penyulaman.
2. Penyiangan
Penyiangan tanaman dilakukan sebanyak 4 kali yaitu waktu tanaman berumur
10, 20, 30, dan 40 hari setelah tanam. Frekuensi penyiangan hingga 4 kali bertujuan
untuk menjaga ketersediaan oksigen di dalam tanah, memperbaiki pasokan udara
dalam tanah, membantu tanah agar tetap gembur, dan mengembalikan biomasa
gulma sebagai nutrisi bagi tanaman padi. Hilang 1 kali penyiangan akan setara
dengan kehilangan produksi padi 1-2 ton per hektar.
3. Pengelolaan Air
Air tidak menggenakan dalam petakan, tetapi hanya dalam parit petakan. Air
menggenang pada saat penyiangan agar tanah lunak dan mudah dikerjakan. Untuk
selanjutnya kondisi tanah dalam petakan dibiarkan lembab. Dalam kondisi lembab
tanah akan memiliki kecukupan udara dan air sekaligus sehingga peran dan potongan
melintang akar jenis padi dataran tinggi yang tumbuh dalam kondisi tidak tergenang
fungsi akar akan lebih terjamin. Dalam hal ini akar berfungsi sebagai pengambil dan
penyimpan nutrisi. Oleh karena itu, apabila tanaman tergenang maka akan terjadi
perubahan dan perusakan dalam jaringan akar yang dpat berakibat pada pembusukan
akar.
Metode SRI Organik Indonesia cenderung mengoptimalkan fungsi akar organik
kompos menjadi generator ruang yang akan memicu aliran energi pada permukaan
lahan. Fungsi ini menciptakan keseimbangan pada rantai makanan dalam ekosistem
tersebut artinya musuh-musuh alami akan memakan dan menghambat kehadiran
yang dianggap sebagai hama tersebut.
5. Pemupukan
Dalam penerapannya, tidak menggunakan pupuk dan bahan kimia sintesis.
Upaya ini menjadi bagian yang sagat mendasar untuk melestarikan alam dan
kehidupan serta tidak merusak keseimbangan ekosistem, termasuk unsur-unsurnya.
E. Panen
Pemanenan padi harus dilakukan pada umur panen yang tepat, menggunakan
alat dan mesin panen yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, ekonomi, dan
ergonomis, serta menerapkan sistem panen yang tepat. Ketidaktepatan dalam
pemanenan padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan mutu hasil
yang rendah. Pada tahap ini kehilangan hasil dapat mencapai 9,52% pabila
pemanenan tidak dilakukan secara tepat. Pemanenan padi biasanya dilakukan setelah
malai berumur 30-35 hari setelah berbunga merata dan 90-95% gabah dari malai
sudah tampak menguning.
F. Pasca Panen
1. Penumpukan dan Pengumpulan
Penumpukan dan pengumpulan merupakan tahap penanaman pascapanen
setelah padi di panen. Ketidakseksamaan dalam penumpukan dan pengumpulan padi
mengurangi terjadinya hasil, penumpukan dan pengumpulan setelah panen sebaiknya
diletakkan di atas alas terpal atau menggunakan wadah karung. Dengan tindakan
antisipasi tersebut dapat menekan kehilangan hasil 1-,5%.
2. Kerontokan
Kerontokan merupakan tahap penangan pascapanen, penumpukan, dan
pengumpulan padi. Pada tahap ini kehilangan hasil akibat ketidaktepatan dalam
melakukan perontokan dapat mencapai hasil lebih dari 5%.
3. Penjemuran
Penjemuran gabah di lakukan di lantai jemur. Atur ketebalannya 5-7 cm pada
musim kemarau dan 1-5 cm pada musim hujan. Lakukan pembalikan setiap 1-2 jam
atau 4-5 kali perhari dengan menggunakan garukan. Waktu pengeringan mencakup
pagi hari pukul 8.00 sampai 11.00 pada siang hari pukul 14.00 sampai 17.00.
Sebaiknya tidak dilakukan pada pukul 11.00 sampai 14.00.
Mutu gabah kualitas 1 memiliki kriteria maksimum hampa 2% sedangkan
kualitas 2 maksimum hampa 3%. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa
aplikasi SRI Organik Indonesia sangat berhasil menekan tingkat kehampaan bulir
padi.
4. Penyimpanan
Kesalahan dalam penyimpanan menyebabkan terjadinya respirasi, tumbuh
jamur, serangga, binatang mengerat, dan kutu beras, sehingga sangat menurunkan
mutu produk. Penyimpanan dapat dilakukan secara curah menggunakan karung
dengan cara yang cermat dan seksama menggunakan kearifan budaya setempat yang
masih ada.
5. Penggilingan
Penggilingan gabar menjari beras mencakup mekanisme pengupasan sekam,
pemisahan gabah, penyosohan, pengemasan dan penyimpanan. Pengaturan ruang
antar rol karet pengupas sekam perlu selalu di sesuaikan dengan ukuran gabah yang
digiling sehingga menghasilkan kupasan 90% pecah kulit dan 10% gabah serta
bentuk utuh atau pecah dua. Syarat kualitas mutu beras SNI 01-6128-1999
mengharuskan beras bebas penyakit bebas bau, bebas bekatul dan bebas bahan kimia
(Sutaryat, 2012).
2.2.3 Evaluasi
1. Evaluasi program
Evaluasi yang dilakukan untuk mengkaji kembali draft/usulan program yang sudah dirumuskan sebelum program itu dilaksanakan. Kegiatan evaluasi seperti ini selain bertujuan untuk mengkaji kembali keberhasilan program untuk mencapai tujuan yang diinginkan sesuai dengan pedoman/patokan-patokan yang diberikan, juga dimaksudkan agar semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program tersebut merasa ikut bertanggung jawab terhadap keberhasilan program yang mereka rumuskan itu (Mardikanto. T, 1993).
Dalam pelaksanaan program dapat juga dibedakan tiga tahap evaluasi, yaitu : a. Evaluasi sewaktu berjalan (on going)