• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Awal Analisa Metamfetamin Dalam Rambut Pengguna Sabu-Sabu Dengan Metode Ekstrak si Cair- Cair Dengan Sonikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Awal Analisa Metamfetamin Dalam Rambut Pengguna Sabu-Sabu Dengan Metode Ekstrak si Cair- Cair Dengan Sonikasi"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

 

Lampiran 1. Proses Pencucian Rambut Dengan Metanol Setelah Rambut Digiling Hingga Halus

 

   

Lampiran 2. Proses Penyaringan Dengan Kertas Saring Setelah Proses Pencucian Dengan Metanol

(2)

 

Lampiran 3. Proses Sonikasi Dengan Alat Ultrasonicbath

 

 

     

(3)

 

Lampiran 5 Warna Kesepuluh Sampel Dengan Sistem Pelarut Metanol:Aseton:Amonia (5:1,2:0,08) Dengan Pereaksi Marquis

       

a. Sampel 1 Dengan Sistem Pelarut Metanol:Aseton:Amonia (5:1,2:0,08)  

     

(4)

 

 

c. Sampel 3 Dengan Sistem Pelarut Metanol:Aseton:Amonia (5:1,2:0,08)  

         

(5)

 

e. Sampel 5 Dengan Sistem Pelarut Metanol:Aseton:Amonia (5:1,2:0,08)  

         

 

(6)

 

g. Sampel 7 Dengan Sistem Pelarut Metanol:Aseton:Amonia (5:1,2:0,08)

 

           

 

(7)

 

 

i. Sampel 9 Dengan Sistem Pelarut Metanol:Aseton:Amonia (5:1,2:0,08)  

         

(8)

 

Lampiran 6 Warna Kesepuluh Sampel Dengan Sistem Pelarut Etilasetat:Metanol:Amonia (8,5:1:0,5) Dengan Pereaksi Marquis

       

 

a. Sampel 1 Dengan Sistem Pelarut Etilasetat:Metanol:Amonia (5:1:0,5)  

         

(9)

 

c. Sampel 3 Dengan Sistem Pelarut Etilasetat:Metanol:Amonia (5:1:0,5)  

         

 

(10)

 

 

e. Sampel 5 Dengan Sistem Pelarut Etilasetat:Metanol:Amonia (5:1:0,5)

 

           

 

(11)

 

 

g. Sampel 7 Dengan Sistem Pelarut Etilasetat:Metanol:Amonia (5:1:0,5)  

       

(12)

 

i. Sampel 9 Dengan Sistem Pelarut Etilasetat:Metanol:Amonia (5:1:0,5)  

 

(13)

 

Lampiran 7 Warna Kesepuluh Sampel Dengan Sistem Pelarut Kloroform:Metanol:Asam asetat (7,5:2:0,5) Dengan Pereaksi Marquis  

 

 

 

a. Sampel 1 Dengan Sistem Pelarut Kloroform:Metanol:Asam asetat(7,5:2:0,5)  

       

   

(14)

 

c. Sampel 3 Dengan Sistem Pelarut Kloroform:Metanol:Asam asetat(7,5:2:0,5)

 

     

(15)

 

 

e. Sampel 5 Dengan Sistem Pelarut Kloroform:Metanol:Asam asetat(7,5:2:0,5)  

   

 

 

(16)

 

 

g. Sampel 7 Dengan Sistem Pelarut Kloroform:Metanol:Asam asetat(7,5:2:0,5)  

                                                     

(17)

 

i. Sampel 9 Dengan Sistem Pelarut Kloroform:Metanol:Asam asetat(7,5:2:0,5)  

     

 

 

(18)

 

Lampiran 8 Standar Metamfetamin yang Dibuat di Laboratorium Forensik Polda Sumatera Utara Tahun 2016

(19)

 

DAFTAR PUSTAKA

 

   

Abdi, K.,2004. Detection Of Morphine in Opioid Abusers Hair By GC-MS. Volume

 

12

 

Ashley , K. 2001. Ultrasonic Extraction As a Sample Preparation Technique For

Elemental Analysis By Atomic Spectrometry. America.John Wiley

 

Badan Narkotika Nasional Indonesia, 2011, Data tindak pidana Narkoba tahun 2007- 2011

 

Badan Narkotika Nasional, 2010, Jurnal Data Pencegahan Penyalahgunaan Pemberantasan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN)

 

Baumgartner A., 1979, Radioimmunoassay of Hair for Determining Opiate Abuse

Histories, The Journal of Nuclear Medicine, Hal. 748 – 752

 

Darmono, 2008. Farmasi Forensik Dan Toksikologi.UI-Press.Jakarta

 

Clarke, 2004. Pharmaceutical.Third Edition.USA.Great Britain by The Bath Press

 

Harborne, J.B.1987. Metode Fitokimia.Bandung.Penerbit ITB

 

Hidayat, N. 2008. Pengembangan Produk dan Teknologi Poses Diunduh dari http://ptp2--7.wordpress.com

 

Hegstd, S. 2008. Drug Screening of Hair br Liquid Chromatography- Tandem Mass

Spectrometry, Journal of Analytical Toxicology, Vol. 32 Hal. 364 – 372.

 

Ikin A. Ghani dan Abu Chontraruf, 1993.Bahaya Penyalahgunaan Narkotika dan Penanggulangannya

 

Ikrar, 2014, Bahaya Narkotika dan Penanggulangannya, University of California,

School of Medicine, Irvine, USA, website : http://www.kabarinews. com.

 

Jose-Luis Capelo-Martinez, 2009. Ultrasound in Chemistry.Weinheim.Wiley-VCH

Verlag GmbH&Co

 

John,K. 2002. Analytical Chemistry for Technicians. Third Edition. America. CRC

Press LLC

Kenkel, J. 2003. Analytical Chemistry For Technicians. America.CRC Press LLC

Kolodziejska,I.2007.Effect of Extracting Time and Temperature On Yield Of Gelatin

From Different Fish Offal.Food Chem

 

Maryadele, J.O.N., 2006. The Merck Index, An Encyclopedia of Chemicals, Drugs,

(20)

 

 

Melecchi, 2006. Optimization of The Sonication Extraction Method Of Hibiscus

tiliaceus L.Flowers.Ultrasonic Sonochemistry

 

Moffat, A.C., Oselton, M.D., and Widdop,B. 2004. Clark’s Analysis of Drugs and

Poison.Third Edition. London.Pharmaceutical Press

 

Remberg,B.,Stead, A.H. 1999. Drugs Characterization/impurity profiling, with

special focus on metamphetamine: recent work of united Nations International Drugs Control Programme, Scientifics Section, UNDCP, Bulletin on Narcotics, Vol LI, Nos I and 2.Vienna

 

Republik Indonesia, 149 (2) Hal. 199 – 207, Dalam dasar menimbang Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, poin c

 

Rosani, S, 2003, Standar Pelayanan Minimal Terapi Medik Ketergantungan Narkotika, Psikotropika dan Bahan Aktif Lainnya (Narkoba), BNN, Jakarta.

 

Syamsudin, A., 2015, Pengguna narkoba di Indonesia pada 2015 mencapai 5,8 Juta

Jiwa. website : http. :// www/merdeka.com/peritiwa/?.

 

Ulialbab, A. 2012. Metode Ekstraksi Vanili yang Baik. Diunduh dari website http://aryaulialbab-fkm12.web.unair.ac.id/artikel_detail-61638

 

Undang - Undang RI No 35 Tahun 2009, Narkotika, diunduh dari website

http://www.bnn. go.id/portal/_uploads/perundangan/2009/10/27/uunomor- 35-tahun-2009-tentang-narkotika-ok.pdf.

 

United Nations International Drug Control Programme. 2001. Drug characterization/impurity profiling, Background and concepts, Manual for use by national law enforcement authorithies and drug testing laboratories, Scientific Section, New York

 

Widayati, D. T., 2008, Analisis Forensik, Departemen Narkoba, BNN, Jakarta.

(21)

      BAB 3       METODE PENELITIAN        

3.1. Alat-alat Penelitian

 

   

- Ultrasonicbath

 

- Beaker glass (Pyrex)

 

- Pipet tetes

 

- Tabung Reaksi (Pyrex)

 

- Rak tabung reaksi

 

- Maat Pipet (Pyrex)

 

- Pipet Volume (Pyrex)

 

- Statif dan klem

 

- Corong pisah (Pyrex)

 

   

3.2. Bahan-bahan Penelitian

 

-Kloroform p.a (E.Merck)

 

-Etil Asetat p.a (E.Merck)

 

-Metanol p.a (E.Merck)

 

-Asam Asetat Glasial p.a (E.Merck)

 

-Aseton p.a (E.Merck)

 

-Amonia p.a (E.Merck)

 

-Formaldehida 37% p.a (E.Merck)

 

-Asam Sulfat Pekat p.a (E.Merck)

 

(22)

 

3.3 Prosedur Penelitian

 

   

3.3.1 Pembuatan Pereaksi Marquis

 

   

Pereaksi Marquist terdiri dari dua pereaksi, pereaksi pertama dibuat dengan

mencampurkan sebanyak 8-10 tetes formaldehida 37% kedalam asam asetat glasial

dan pereaksi kedua adalah asam sulfat pekat.

   

3.3.2 Preparasi Rambut

 

   

Sebanyak 30-40mg rambut pengguna methamphetamine dihaluskan dengan

menggunakan alu dan lumpang. Kemudian dicuci dengan menggunakan metanol

sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit. Selanjutnya disonikasi dengan

menggunakan sistem pelarut yaitu metanol:aseton:amonia, etiasetat:metanol:amonia

dan kloroform:metanol:asam asetat dengan perbandingan berturut-turut 5 : 1.2 : 0.08 ,

8.5 : 1 : 0.5 dan 7.5 : 2 : 0.5 pada suhu kamar selama 30 menit. Selanjutnya disonikasi

kembali dengan kloroform selama 5 menit. Diekstraksi cair-cair dengan menggunakan

metanol. Didinginkan pada suhu ruangan. Disaring dengan menggunakan kertas

saring. Diidentifikasi filtrat dengan menggunakan pereaksi Marquist. Diamati

(23)

 

3.4 Bagan Penelitian

 

   

3.4.1 Preparasi Sampel Rambut Pengguna Metamfetamin

 

Rambut Pengguna Metamf etamin

 

 

Ditimbang sebanyak 30-40 mg

 

Dihaluskan dengan menggunakan alu dan lumpang

 

Dicuci dengan menggunakan metanol sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit

 

Disaring dengan menggunakan kertas saring

 

Disonikasi rambut pengguna yang telah dicuci dengan menggunakan perbandingan sistem pelarut yaitu metanol:aseton:amonia , etilasetat:metanol:amonia dan

klorof orm:metanol:asam asetat dengan

perbandingan secara berturut-turut 5 : 1.2 : 0.08 , 8.5 : 1 : 0.5 dan 7.5 : 2 : 0.5 selama 30 menit pada suhu kamar

 

Diekstraksi cair-cair dengan menggunakan metanol

 

Didinginkan pada suhu kamar

 

Disaring menggunakan kertas saring

 

Ditampung f iltrat dalam botol vial

           

(24)

 

3.4.2 Uji Kualitatif Filtrat Hasil Sonikasi

 

Filtrat Hasil Sonikasi

 

 

Diambil sekitar 4-6 tetes f iltrat dengan pipet tetes

   

Dimasukkan kedalam tabung reaksi

   

Ditambahkan 3-4 tetes f ormaldehid yang telah dicampur dengan asam asetat glasial kedalam masing-masing f iltrat hasil sonikasi

   

Ditambahkan H2SO4(p) secukupnya

 

Diamati perubahan warna yang terjadi  

   

(25)

Nama Sampel Marquis Test

Rambut Pengguna 1 Kuning Kecoklatan

Rambut Pengguna 2 Kuning Kecoklatan

Rambut Pengguna 3 Kuning Kecoklatan

Rambut Pengguna 4 Kuning Kecoklatan

Rambut Pengguna 5 Kuning Kecoklatan

Rambut Pengguna 6 Kuning Kecoklatan

Rambut Pengguna 7 Kuning Kecoklatan

Rambut Pengguna 8 Kuning Kecoklatan

Rambut Pengguna 9 Kuning Kecoklatan

Rambut Pengguna 10 Kuning Kecoklatan

 

BAB 4

 

   

HASIL DAN PEMBAHASAN  

 

 

4.1. Hasil Penelitian

 

   

4.1.1. Uji Kualitatif Filtrat Hasil Sonikasi dengan Perbandingan Sistem Pelarut

 

Metanol:Aseton:Amonia menggunakan Pereaksi Marquis

 

   

Melalui serangkaian proses pencucian, sonikasi dan ekstraksi maka diperoleh hasil

positif methamphetamine pada rambut pengguna narkotika. Pada tahap sonikasi

digunakan perbandingan sistem pelarut Metanol:Aseton:Amonia dengan perbandingan

5 : 1.2 : 0.08 dan pada akhir proses dihasilkan filtrat berwarna kuning kecoklatan

setelah diidentifikasi menggunakan pereaksi Marquist. Hasil positif methamphetamine

yang diperoleh dari penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1 dibawah ini :

 

Tabel 4.1. Hasil Positif Methamphetamine dengan sistem pelarut

(26)

 

Warna yang dihasilkan dari pereaksi Marquis dengan sistem pelarut

metanol:aseton:amonia terhadap kesepuluh sampel adalah kuning kecoklatan yang

dapat dilihat dari Gambar 4.1 dibawah ini :

   

Gambar 4.1 Warna Positif Metamfetamin dengan sistem pelarut

metanol:aseton:amonia

 

   

4.1.2. Uji Kualitatif Filtrat Hasil Sonikasi dengan Perbandingan Sistem Pelarut

 

Metanol:Aseton:Amonia menggunakan Pereaksi Marquis

 

   

Melalui serangkaian proses pencucian, sonikasi dan ekstraksi maka diperoleh hasil

positif metamfetamin pada rambut pengguna narkotika. Pada tahap sonikasi

digunakan perbandingan sistem pelarut Etilasetat:Metanol:Amonia dengan

perbandingan 8.5 : 1 : 0.5 dan pada akhir proses dihasilkan filtrat berwarna kuning

kecoklatan setelah diidentifikasi menggunakan pereaksi Marquis. Hasil positif

metamfetamin yang diperoleh dari penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.2 dibawah ini

(27)

 

Tabel 4.2. Hasil Positif Metamfetamin dengan sistem pelarut

etilasetat:metanol:amonia

Nama Sampel Marquist Test

 

Rambut Pengguna 1 Kuning Kecoklatan (+)

 

Rambut Pengguna 2 Kuning Kecoklatan (+)

Rambut Pengguna 3 Kuning Kecoklatan (+)

Rambut Pengguna 4 Kuning Kecoklatan (+)

Rambut Pengguna 5 Kuning Kecoklatan (+)

Rambut Pengguna 6 Kuning Kecoklatan (+)

Rambut Pengguna 7 Kuning Kecoklatan (+)

Rambut Pengguna 8 Kuning Kecoklatan (+)

Rambut Pengguna 9 Kuning Kecoklatan (+)

Rambut Pengguna 10 Kuning Kecoklatan (+)

Warna yang dihasilkan dari pereaksi Marquis dengan sistem pelarut

etilasetat:metanol:amonia terhadap kesepuluh sampel adalah kuning kecoklatan yang

lemah yang dapat dilihat dari Gambar 4.2 dibawah ini :

   

Gambar 4.2 Warna Positif Metamfetamin dengan sistem pelarut

etilasetat:metanol:amonia

(28)

Nama Sampel Marquist Test

Rambut Pengguna 1 Kuning Kecoklatan

 

Rambut Pengguna 2 Kuning Kecoklatan

Rambut Pengguna 3 Kuning Kecoklatan

Rambut Pengguna 4 Kuning Kecoklatan

Rambut Pengguna 5 Kuning Kecoklatan

Rambut Pengguna 6 Kuning Kecoklatan

Rambut Pengguna 7 Kuning Kecoklatan

Rambut Pengguna 8 Kuning Kecoklatan

Rambut Pengguna 9 Kuning Kecoklatan

Rambut Pengguna 10 Kuning Kecoklatan

 

4.1.3. Uji Kualitatif Filtrat Hasil Sonikasi dengan Perbandingan Sistem Pelarut

 

Metanol:Aseton:Amonia menggunakan Pereaksi Marquis

 

   

Melalui serangkaian proses pencucian, sonikasi dan ekstraksi maka diperoleh hasil

positif methamphetamine pada rambut pengguna narkotika. Pada tahap sonikasi

digunakan perbandingan sistem pelarut Kloroform : Metanol: Asam asetat dengan

perbandingan 7.5 : 2 : 0.5 dan pada akhir proses dihasilkan filtrat berwarna kuning

kecoklatan yang lemah setelah diidentifikasi menggunakan pereaksi Marquis. Hasil

positif methamphetamine yang diperoleh dari penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.3

dibawah ini :

 

Tabel 4.3. Hasil Positif Metamfetamin dengan sistem pelarut kloroform:metanol:asam

asetat

         

(+)

 

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(29)

 

Warna yang dihasilkan dari pereaksi Marquis dengan sistem pelarut

kloroform:metanol:asam asetat terhadap kesepuluh sampel adalah kuning kecoklatan

yang lemah yang dapat dilihat dari Gambar 4.3 dibawah ini :

   

Gambar 4.3 Warna Positif Metamfetamin dengan sistem pelarut

kloroform:metanol:asamasetat

(30)

 

4.3. Pembahasan

 

   

Analisis dari senyawaan narkotika menggunakan sampel rambut memiliki peranan

yang sangat penting dalam bidang toksikologi forensik terhadap riwayat

penyalahgunaan narkotika. Sampel rambut yang diambil adalah rambut yang terdapat

pada bagian belakang kepala dan yang dekat dengan kulit kepala.Alasan utama

pemilihan rambut sebagai sampel adalah karena rambut memiliki kemampuan untuk

menyerap zat-zat eksogen dan zat-zat tersebut akan tetap tidak berubah selama

beberapa tahun serta penarikan sampel dan pengangkutannya yang mudah. Obat-

obatan, dalam hal ini metamfetamin, dapat terdeteksi beberapa bulan setelah konsumsi

terakhir, karena obat-obatan tersebut memasuki akar rambut melalui kapiler dan akan

tertanam di batang rambut. Karena tertanam di batang rambut, diperlukan perlakuan

khusus untuk.dapat mengeluarkannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sonikasi. Sonikasi adalah suatu metode yang memanfaatkan energi gelombang

suara untuk mengganggu partikel dalam sampel rambut. Getaran yang dihasilkan

dapat mempercepat waktu kontak antara sampel dengan pelarut meskipun pada suhu

ruang. Hal ini menyebabkan proses perpindahan senyawa metamfetamin dari dalam

rambut ke pelarut menjadi lebih cepat. Pelarut yang digunakan dalam tahap sonikasi

adalah metanol:aseton:amonia, etilasetat:metanol:amonia dan

kloroform:metanol:asam asetat. Pemilihan pelarut didasari oleh prinsip like dissolve

like dimana senyawa yang bersifat polar akan larut pada pelarut polar dan senyawa yang bersifat non polar akan larut pada pelarut non polar. Metamfetamin merupakan

senyawa yang bersifat polar maka metamfetamin akan larut pada pelarut polar.

Setelah disonikasi maka filtrat hasil sonikasi di ekstraksi dengan menggunakan

metanol. Tujuannya adalah untuk menarik senyawa metamfetamin yang sudah keluar

dari rambut. Setelah didapat ekstrak pekat yang mengandung metamfetamin, maka

dilakukan uji kualitatif dengan menggunakan pereaksi marquis yang akan

menghasilkan warna orange kecoklatan. Dari hasil uji kualitatif dengan 3(tiga)

perbandingan sistem pelarut, maka warna yang dihasilkan memiliki intensitas yang

(31)

 

BAB 5

 

   

KESIMPULAN DAN SARAN  

     

5.1 Kesimpulan

 

   

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa sistem

pelarut yang baik digunakan menarik senyawa metamfetamin ketika proses sonikasi

adalah aseton:metanol:amonia.

   

5.2 Saran

 

   

Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian ini secara

kuantitatif dengan menggunakan instrumen GC-MS agar dapat ditentukan kadar

(32)

 

BAB 2

 

   

TINJAUAN PUSTAKA  

 

 

2.1. Narkotika dan Obat Berbahaya (Narkoba)

 

   

Narkotika dan obat-obat berbahaya (Narkoba) dan alkohol adalah obat yang termasuk

berefek adiksi bila dikonsumsi. Dewasa ini bahan kimia tersebut beredar secara luas

dan dikonsumsi oleh banyak orang, terutama dalam dunia orang yang melawan

hukum. Bahan kimia tersebut banyak disalahgunakan (drug abuse), sehingga

seseorang yang mengonsuksi obat tersebut banyak melanggar aturan masyarakat yang

ada.

   

Yang termasuk dalam golongan narkotika dan obat-obat berbahaya adalah obat-

obat yang berefek pada sistem saraf pusat. Ada yang bersifat depresan atau

menghambat kerja sistem saraf pusat, misalnya golongan mariyuana dan golongan

morfin. Ada yang bersifat stimulansia seperti kokain. Sedangkan obat yang termasuk

psikotropika yang disintesis dari bahan kimia/obat adalah ekstasi yang zat aktifnya

adalah metampetamin, disamping itu zat lain yang bukan termasuk narkoba tetapi juga

bersifat adiktif adalah alkohol (etanol). Obat tersebut dapat menyebabkan pengguna

menjadi bertindak berlebihan serta meningkatkan keberanian dan menimbulkan hal-

hal yang negatif dalam bertindak dan berpikir yang kadang merugikan orang lain dan

masyarakat sekitarnya. Di samping itu obat yang disintesis kimiawi maupun biologik

yang digunakan untuk menstimulir secara fisiologik untuk meningkatkan stamina

dalam peningkatan prestasi olahraga disebut doping. Karena efeknya yang dapat

mengakibatkan toksisitas bagi penggunanya maka obat ini termasuk obat terlarang

(Darmono, 2009).

   

Dari hal tersebut maka narkoba dan zat adiktif lain dikelompokkan berdasarkan

asalnya atau jenisnya, yaitu berasal dari ekstraksi tanaman, berasal dari sintesis dan

(33)

 

1. Yang berasal dari tanaman dan produknya ialah (kelompok narkotika) :

 

a) Cannabis sativa: mariyuana, hashis, kanabis, ganja

b) Papaver somniverum: morfin, heroin

c) Erythroxylum coca: kokain

 

2. Yang disintesis (kelompok psikotropika): ekstasi zat aktifnya adalah Metylen

dioksi metyl amphetamine (MDMA), beserta jenis produk yang dihasilkan

3. Hasil fermentasi bijian (zat adiktif lainnya): alkohol (etanol) dan produknya

 

4. Obat yang diberikan atau digunakan untuk para olahragawan yang dapat

memacu/menstimulir stamina supaya dapat mencapai prestasi tinggi dalam

suatu pertandingan olahraga (doping). Misalnya obat sitesis untuk menstimulir

saraf pusat, obat hormonal yang dapat memacu peningkatan pembentukan sel

darah merah dan sebagainya.

Dari beberapa jenis obat tersebut diatas, kelompok 1 dan 2 adalah kelompok

narkoba, dimana jenis obat tersebut disintesis secara ilegal dan diedarkan

sebagai obat terlarang. Efek farmakologik dari obat tersebut sangat

membahayakan karena dapat mempengaruhi pikiran yang menyebabkan

korban tidak sadar apa yang sedang dilakukannya. Karena efeknya yang

menyebabkan adiksi maka obat tersebut akan dikonsumsi terus-menerus oleh

penderita kecanduan, semakin lama semakin meningkat dosisnya, apabila hal

tersebut tidak segera diobati akan menyebabkan overdosis yang berakhir

dengan kematian si penderita. (Darmono, 2009)

   

2.1.1. Jenis-Jenis Narkoba

 

   

2.1.1.1.Narkotika

 

   

Merujuk pada Undang – Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika,

pengertian Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,

dan dapat menimbulkan ketergantungan. Dari aturan tersebut maka narkotika dibagi

(34)

 

a. Narkotika golongan I: dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan,

dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi, kecuali dalam

jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi. Contoh: ganja, morphine, putauw adalah heroin tidak murni berupa

bubuk.

b. Narkotika golongan II : adalah narkotika yang memilki daya adiktif kuat, tetapi

bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin dan turunannya,

benzetidin, betametadol.

c. Narkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi

dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : codein dan turunannya.

   

2.1.1.2. Psikotropika

 

   

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang – Undang RI No. 5 Tahun 1997 tentang

Psikotropika, pengertian psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun

sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada

susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan

perilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa.

Menurut Undang-Undang No.5 tahun 1997, psikotropika digolongkan lagi

menjadi 4 kelompok, yaitu:

a. Golongan I adalah dengan daya adiktif yang sangat kuat, belum diketahui

manfaatnya untuk pengobatan dan sedang diteliti khasiatnya. Contoh: MDMA,

LSD, STP, dan ekstasi.

b. Golongan II adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna untuk

pengobatan dan penelitian. Contoh: amfetamin, metamfetamin, dan metakualon.

c. Golongan III adalah psikotropika dengan daya adiksi sedang serta berguna untuk

pengobatan dan penelitian. Contoh: lumibal, buprenorsina, dan fleenitrazepam.

d. Golongan IV adalah psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta berguna

untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: nitrazepam ( BK, mogadon, dumolid )

(35)

 

2.1.1.3 Zat adiktif lain

 

   

Selain norkotika dan psikotropika, kita juga mengenal zat adiktif lainnya. Zat adiktif

adalah obat serta bahan – bahan aktif yang jika dikonsumsi oleh organisme hidup

dapat menyebabkan kerja biologi serta menimbulkan ketergantungan atau adiksi yang

sulit untuk dihentikan. Dan sesuai dengan Undang-Undang RI No.5 Tahun 1997

tentang Psikotropika menyebutkan beberapa obat yang mengandung zat adiktif di

antaranya adalah amfetamin, metamfetamin, amobarbital, flunitrazepam, diahepam,

bromazepam, fenobarbital, minuman beralkohol atau miras, tembakau atau rokok,

halusinogen, bahan pelarut seperti bensin, tiner, lem, cat, solvent (Undang-Undang RI

No. 35 Tahun 2009) dan (Undang - Undang RI No.5 Tahun 1997). Contoh-contoh

yang senada juga diungkapkan oleh Alifa, bahwa rokok, kelompok alkohol dan

minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan serta thiner dan zat

lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton, cat, bensin yang bila dihirup

akan dapat memabukkan (Alifa U, 2008).

   

2.2 Sabu-sabu  

 

2.2.1 Sejarah Metamfetamin

 

Metamfetamin disintesis pertama kali pada tahun 1919 oleh seorang kimiawan dari

Jepang. Metamfetamin merupakan suatu stimulan dengan efek stimulan yang lebih

kuat dibandingkan kokain atau stimulan alam lainnya. Penggunaan dalam jumlah

besar dapat menyebabkan “violence” , halusinasi dan psikosis. Umumnya

metamfetamin diproduksi sebagai kristal menyerupai serbuk, gumpalan besar kristal

atau dalam bentuk tablet. Penggunaannya dapat dihisap dengan hidung, diminum,

dihisap seperti rokok atau diinjeksikan.

   

Pada 1950-an dan 1960-an, metamfetamin diproduksi secara legal dan dijual

sebagai obat OTC (over the counter) dengan nama Methedrine dan dipasarkan secara

rumahan sebagai antidot depresi dan untuk penurun berat badan di Amerika. Saat ini,

metamfetamin masih diproduksi secara legal, meskipun jarang diresepkan, untuk

terapi gangguan konsentrasi dengan hiperaktifitas (ADHD-attention deficit

(36)

 

Adanya penyalahgunaan yang meluas dan menyebabkan paranoid serta

psikotik pada para penyalahguna metamfetamin tersebut, menyebabkan keberadaan

metamfetamin sangan dibatasi oleh suatu badan “Federal Controlled Substances Act”

di Amerika pada tahun 1970. Pembatasan tersebut ternyata menimbulkan

permasalahan berupa tidak terpenuhinya kebutuhan para penyalahguna sehingga

timbul produksi metamfetamin secara ilegal dan disebut sebagai clandestine industry

atau clandestine laboratory.

   

Efek metamfetamin dalam jangka pendek antara lain meningkatkan

konsentrasi, meningkatkan aktifitas, menurunkan kelelahan, menahan rasa lapar, rasa

gembira berlebihan (euphoria), peningkatan respirasi dan peningkatan suhu badan

(hipertemia). Sedangkan efek dalam jangka panjang adalah terjadinya ketergantungan,

paranoid, halusinasi dan psikosis, gangguan mood, gangguan aktifitas motorik, stroke

dan penurunan berat badan (Mehling, 2007)

   

2.2.2 Tinjauan Kimia Metamfetamin

 

   

Metamfetamin dikenali dengan beberapa nama kimia sebagai (αS)-N, α-Dimethyl-

benzene ethanamine, (S)-(+)-N, α-dimethylphenethyl amine, d-N-

methylamphetamine, d-deoxyephedrine, l-phenyl-2-methylaminopropane, d-

phenylisopropylmethylamine, methyl-β-phenylisopropylamine, Norodin (Maryadele,

2006). Rumus bangun metamfetamin dapat dilihat dari Gambar 2.1 dibawah ini :

 

                   

Gambar 2.1. Rumus Bangun Metamfetamin (Kovar, 1989)

Metamfetamin, C10 H15 N, memiliki berat molekul 149,23, merupakan suatu

 

stimulan saraf pusat. Metamfetmin umumnya tersedia dalam bentuk garam HCl dan

disebut speed, meth, ice. Dikenal pula dengan nama “crank dan crystal”(Mehling,

(37)

 

Pada penggunaan oral, metamfetamin diekskresikan sebagai obat tidak berubah 44%

dan segaia metabolit utamanya adalah amfetamin (6-20%) dan 4-

hidroksimetamfetamin (10%). Urin sam akan meningkatkan kecepatan ekskresi dan

persen ekskresi obat yang tidak berubah (United Nation Office on Drugs and Crime,

1995; Moffat, Osselton & Widdop, 2004).

 

   

2.2.3 Rute Sintesis Metamfetamin

 

   

Metamfetamin dapat disintesis atau diproduksi melalui beberapa rute. Sedikitnya ada

 

6 (enam) rute sintesis metamfetamin yang seringkali digunakan dan ditemukan dalam

produksi ilegalnya.

   

Berdasarkan bahan baku dasarnya, terdapat 2 (dua) grup rute sintesis

metamfetamin yaitu (a) sintesis dimulai dengan fenil-2-propanon, menghasilkan

metamfetamin rasemat, seperti rute leuckart dan reductive amination dan (b) rute

sintesis menggunakan bahan murni bersifat optis l-efedrin atau d-pseudoefedrin

sebagai bahan baku awal menghasilkan d-metamfetamin yang efek stimulannya lebih

baik. Rute yang digunakan adalah Nagai route, Birch reduction, Rosenmund

hydrogenation dan Emde route dengan kloro efedrin sebagai produk intermediet

(Remberg&Stead, 1999).

   

Salah satu senyawa kimia yang sangat popular digunakan pada sintesis

metamfetamin adalah fenil-2-propanon. Rute sintesis metamfetamin dengan senyawa

ini sangat mudah yang disebabkan oleh struktur senyawa yang relatif sederhana dan

juga sudah popular penggunaannya. Senyawa fenil-2-propanon ini sangat mudah

disintesis dari benzil sianida, asam fenil asetat, kloroaseton ataupun benzil klorida dan

asetonitril ( United Nations on Drug and Crime, Characterization/Impurity Profiling of

Methamfetamine Tablets In South-East Asia).

Senyawa/bahan kimia lain yang digunakan sebagai bahan awal sintesis

metamfetamin adalah efedrin serta pseudoefedrin. Senyawa ini secara ilegal telah

lama digunakan dalam produksi metamfetamin. Namun larutan efedrintidak stabil

terhadap sinar matahari langsungdan oksigen. Oksidasi efedrin atau pseudoefedrin

(38)

 

United Nations on Drug and Crime, Characterization/Impurity Profiling of

 

Methamfetamine Tablets In South-East Asia).

 

   

Pengalaman menunjukkan bahwa perubahan kecil dalam sintesis dapat

berpengaruh pada formasi yang dihasilkan dan tentunya mempengaruhi kompleksitas

pengotornya. Hal-hal yang mempengaruhi profil pengotor dalam metamfetamin hasil

akhir dari sintesis antara lain : a) temperatur reaksi, b) waktu reaksi, c)skala reaksi dan

proporsi bahan kimia awal yang digunakan dan d)tingkatan dan cara pemurnian

produk intermediet dan produk akhir (Remberg&Stead, 1999) .

   

2.2.4. Mekanisme Kerja

 

   

Metamfetamin adalah senyawa yang mempunyai efek simpatomimetik tak langsung

dengan aktivitas sentral maupun perifer. Strukturnya sangat mirip dengan katekolamin

endogen seperti epinefrin, norepinefrin dan dopamin. Efek alfa dan beta adrenergik

disebabkan oleh keluarnya neurotransmiter dari daerah presinap. Metampetamin juga

mempunyai efek menghalangi re-uptake dari katekolamin oleh neuron presinap dan

menginhibisi aktivitas monoamin aksidase, sehingga konsentrasi dari neurotransmitter

cenderung meningkat dalam sinapsis. Mekanisme kerja metampetamin pada susunan

saraf pusat dipengaruhi oleh pelepasan biogenik amine yaitu dopamin, norepinefrin

dan serotonis atau ketiganya dari tempat penyimpanan pada presinap yang terletak

pada akhiran saraf. Efek yang dihasilkan dapat melibatkan neurotransmitter atau

sistim monoamine oxidase (MAO) pada ujung presinaps saraf.

   

2.2.5 PATOFISIOLOGI

 

   

Penggunaan metampetamin kronis dan dosis tinggi menimbulkan perubahan toksik

secara patofisiologi. Efek toksik penggunaan metampetamin kronis dengan dosis

tinggi terhadap:

   

a. Otak

 

Penggunaan metampetamin secara kronis dengan dosis tinggi akan

(39)

 

kawan melakukan penelitian pada kera dengan menyuntikkan sebanyak 8kali/hari

(dosis 3-6,5 mg/kg) selama 3-6 bulan. Setelah 24 jam pemberian dosis terakhir

memperlihatkan kekosongan norepinefrin pada semua bagian otak (pons, medula, otak

tengah, hipothalamus dan korteks frontal). Setelah 3-6 bulan suntikan terakhir,

norepinefrin masih tetap rendah di otak tengah dan korteks frontal. Sedangkan pada

hipothalamus dan pons kadar norepinefrin sudah meningkat. Kadar dopamin

terdepresi hanya pada darah, bagian otak lain tidak terpengaruh. Kondisi toksik

metampetamin ini juga mempengaruhi sistim serotoninergik, hal ini diperlihatkan

dengan perubahan aktivitas triptophan hidroksilase terutama pada penggunaan

fenfluramin. Rumbaugh melaporkan pada pemakaian amfetamine kronis dengan dosis

tinggi mempengaruhi vaskularisasi otak. Penelitian pada kera yang diberi injeksi

metamfetamin selama 1 tahun menunjukkan perubahan yang luas dari arteriola kecill

dan pembuluh kapiler.

   

b. Perifer  

Efek yang menonjol adalah terhadap kerja jantung. Katekolamin

mempengaruhi sensitivitas miokardium pada stimulus ektopik, karena itu akan

menambah resiko dari aritmia jantung yang fatal. Efek perifer yang lain adalah

terhadap pengaruh suhu (thermo-regulation). Amfetamine mempengaruhi pengaturan

suhu secara sentral di otak oleh peningkatan aktivitas hipothalamus anterior. Penyebab

kematian yang besar pada toksisitas amfetamine disebabkan oleh hiperpireksia.

Mekanisme toksisitas dari amfetamine terutama melalui aktivitas sistim saraf simpatis

melalui situmulasi susunan saraf pusat, pengeluaran ketekholamin perifer, inhibisi re

uptake katekholamine atau inhibisi dari monoamin aksidase. Dosis toksik biasanya

hanya sedikit diatas dosis biasa. Amfetamine juga merupakan obat/zat yang sering

disalahgunakan.

Efek amfetamine yang berhubungan dengan penyalahguaan dapat dibedakan

dalam 2 fase:

1. Fase awal Selama fase ini efek akut dari amfetamine ditentukan oleh

efek farmakologinya (pelepasan dopamin) dan akan menimbulkan:

a) Euforia

 

b) Energi yang meningkat  

(40)

 

Efek ini timbul sesaat setelah mengkonsumsi  

2. Fase konsilidasi Konsumsi yang lama dan intermiten, membuat

individu akan meningkatkan dosis untuk mendapatkan efek yang lebih

besar. Pada pemakaian yang terus-menerus individu akan meningkatkan

frekuensi dan dosis zat untuk merasakan flash atau rush dari penggunaan

amphetamine. Selama masa transisi penggunaan dosis tinggi, individu

menggunakan amfetamine yang bereaksi cepat, yaitu secara intravena atau

dihisap.

   

2.3.Sonikasi

 

   

Sonikasi termasuk kedalam ekstraksi cair-cair. Pada ektraksi cair-cair, satu komponen

bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi

cair-cair terutama digunakan bila pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak

mungkin dilakukan misalnya karena pembentukan azeotrop atau karena kepekaannya

terhadap panas atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair

selalu terdiri dari sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif bahan

ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fase cair itu sesempurna mungkin.

Sonikasi memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 42kHz yang dapat

mempercepat waktu kontak antara sampel dan pelarut meskupun pada suhu ruang. Hal

ini menyebabkan proses perpindahan massa senyawa bioaktif dari dalam sel tanaman

ke pelarut menjadi lebih cepat. Sonikasi mengandalkan energi gelombang yang

menyebabkan proses kavitasi, yaitu proses pembentukan gelembung-gelembung kecil

akibat adanya transmisi gelombang ultrasonik untuk membantu difusi pelarut kedalam

dinding sel tanaman .(Ashley, et.al ,2001). Metode ekstraksi sonikasi juga efisien dan

mempersingkat waktu ekstraksi (Melecchi et al.2006)

   

Energi dalam ultrasonik merupakan intensitas gelombang ultrasonik yang

merambat dan membawa energi pada suatu luas permukaan per satuan waktu. Jika

energi gelombang ultrasonik tersebut melalui jaringan, maka akan melepaskan energi

kalor sehingga terjadi pemanasan yang mengakibatkan suhu jaringan meningkat dan

kemudian menimbulkan efek kavitasi, yaitu pembentukan, pertumbuhan dan pecahnya

(41)

 

mendekati atau pada permukaan solid, maka permukaan solid tersebut memberikan

resistensi terhadap aliran cairan. (Bendicho, 2000)

   

Sedangkan kelemahan metode sonikasi yaitu harganya yang mahal dan

membutuhkan proses curing (Ulilalbab, 2012). Proses curing pada prinsipnya

merupakan suatu proses terjadinya reaksi kimia awal jaringan ikat kolagen kulit

dengan bahan curing baik dengan menggunakan bahan curing asam, basa ataupun

enzim. Proses curing menyebabkan struktur ikatan intermolekuler dan intramolekuler

pada protein kolagen kulit melemah ataupun terjadi proses pemutusan rantai ikatan

asam amino secara parsial (Kolodziejska,2007;Hidayat,2008)

Gambar 2.2 menunjukkan perangkat ultrasonik yang paling umum digunakan

saat ini dalam aplikasi analitis. Tidak semua perangkat berkinerja sama dan tidak

semua ditujukan untuk aplikasi yang sama. Oleh karena itu, hal pertama yang perlu

ketika mengembangkan kimia analitik dengan bantuan ultrasonikasi adalah

pengetahuan tentang perbedaan antara peralatan ultrasonik yang tersedia, terutama

dari keuntungan dan kerugian yang telah diperkirakan untuk masing-masing.

[image:41.595.159.474.438.579.2]

                                    2009) (Luis,

 

Gambar 2.2 Teknologi ultrasonik : (a) probe kaca silika; (b) probe spiral; (c) probe ganda; (d) sonoreaktor; (e) dan (f) prob multi; (g) horn microplate; (h) horn cup

 

 

2.3.1. Kavitasi

 

Suara, termasuk ultrasonik, yang diteruskan melalui media fisik oleh gelombang yang

mengkompresi dan meregangkan jarak molekul dari medium yang dilalui hilang.

Karena ultrasound yang melalui medium pada Gambar 2.2 dimana jarak rata-rata

(42)

 

rata mereka. Bila tekanan negatif yang ditimbulkan karena gelombang ultrasonik

melintasi cairan cukup besar, maka jarak antara molekul cairan melebihi molekul

minimum jarak yang dibutuhkan untuk menahan cairan tetap utuh, dan kemudian

cairan akan pecah dan turun ke bawah dan ruang kosong dibuat. Ruang kosong itu

yang disebut gelembung kavitasi. Karna cairan mengalami kompresi dan peregangan,

maka gelembung kavitasi dapat berperilaku dalam dua cara. Pada bagian pertama,

yang disebut kavitasi stabil, gelembung terbentuk pada ultrasonik yang cukup rendah

dengan intensitas osilasi (10–3 W cm-2 ) mengenai beberapa ukuran keseimbangan

 

bagi banyak siklus akustik. Pada bagian kedua, yang disebut kavitasi sementara,

gelembung terbentuk menggunakan suara intensitas lebih dari 10 W cm-2 .

(Luis, 2009)

 

Gambar 2.2 (a) Pergeseran grafik (x); (b) Kavitasi Sementara; (c) Kavitasi Sementara; (d) Kavitasi Stabil; (d) Tekanan grafik (P)

 

Dari sudut pandang kimia analitik, efek yang paling menarik mengenai

ultrasonikasi berhubungan erat dengan kavitasi. Kavitasi menyebabkan zat terlarut

termolisis bersamaan dengan pembentukan radikal yang sangat reaktif dan reagen,

seperti radikal hidroksil dan hidrogen peroksida, yang menginduksi kondisi reaktif

drastis dalam media cairan.

   

Secara umum, ultrasonikasi membantu analisis kimia dengan:

 

1.meningkatkan ekstraksi padat-cair suatu unsur;

 

2. memperpendek skema ekstraksi sekuensial untuk penentuan unsur

[image:42.595.130.499.290.515.2]
(43)

 

4. mempercepat ekstraksi padat-cair spesies organik

 

5. mempercepat pengukuran elektroanalitik dengan meningkatkan transportasi

efesiensi massa

6. mempercepat reaksi enzimatik

 

7. mempercepat teknik ekstraksi cair-cair

 

8. meningkatkan kinerja dalam ekstraksi fase padat dan microekstraksi

 

9. meningkatkan akurasi dalam teknik dispersi matrix padat.  

2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kavitasi ultrasonik

 

   

Adapun faktor-faktor yang mempengarui kavitasi ultrasonik adalah sebagai berikut :

 

   

1. Frekuensi

 

Pada frekuensi sonik yang tinggi, pada urutan MHz, produksi kavitasi

gelembung menjadi lebih sulit dari pada frekuensi sonik yang rendah, dari urutan kHz

.

 

Untuk mencapai kavitasi, dengan meningkatnya frekuensi sonik, maka intensitas suara

yang dipakai harus ditingkatkan, untuk memastikan bahwa kekuatan kohesif dari

media cair dapat diatasi dan ruang kosong dapat diciptakan. Fenomena ini dapat

dengan mudah dipahami dengan melihat Gambar 2.3, yang menunjukkan variasi

frekuensi ambang terhadap intensitas aerasi air dan udara bebas air. Seperti yang bisa

dilihat, kekuatan yang

diperlukan sepuluh kali untuk menginduksi kavitasi dalam air pada 400 kHz daripada

 

10 kHz. Penjelasan fisik untuk ini terletak pada kenyataan bahwa, pada frekuensi yang

sangat tinggi, siklus kompresi dan dekompresi disebabkan oleh gelombang ultrasonik

menjadi begitu pendek sehingga molekul cairan tidak dapat dipisahkan untuk

(44)

                                         

[image:44.595.196.497.84.297.2]

. (Luis, 2009)

Gambar 2.3 Variasi intensitas sonikasi terhadap frekuensi ambang

       

2. Intensitas

 

Intensitas sonikasi berbanding lurus dengan amplitudo getaran ultrasonik dan dengan

demikian, kenaikan dalam amplitudo getaran akan menyebabkan peningkatan

intensitas getaran dan peningkatan efek sonokimia . Untuk mencapai ambang kavitasi,

intensitas minimum diperlukan. Ini berarti bahwa amplitudo yang lebih tinggi tidak

selalu diperlukan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Di samping itu,

amplitudo tinggi sonikasi dapat menyebabkan kerusakan yang cepat dari transduser

ultrasonik, mengakibatkan agitasi cairan daripada kavitasi dan transmisi yang lemah

dalam ultrasonik melalui media cairan. Akan tetapi, amplitudo harus meningkat

ketika bekerja dengan sampel yang memiliki viskositas tinggi, seperti darah. Hal ini

karena saat viskositas sampel meningkat demikian juga hambatan dari sampel ke

perpindahan perangkat ultrasonik, misalnya ujung probe ultrasonik. Oleh karena itu,

intensitas tinggi (yaitu, amplitudo tinggi) diperlukan untuk mengatur perangkat

ultrasonik untuk mendapatkan getaran mekanik yang diperlukan sehingga dapat

mendorong kavitasi dalam sampel.

3. Pelarut

 

Pelarut yang digunakan untuk melakukan penanganan sampel dengan ultrasonikasi

harus hati-hati dipilih . Sebagai aturan umum, sebagian besar aplikasi dilakukan di

(45)

 

organik, dapat juga digunakan, tergantung pada tujuan yang diinginkan. Kedua

viskositas pelarut dan tegangan permukaan diharapkan untuk menghambat kavitasi.

Semakin tinggi kekuatan kohesif alami yang bertindak dalam cairan (misalnya, tinggi

viskositas dan tegangan permukaan tinggi), semakin sulit adalah untuk mencapai

kavitasi.

4. Temperatur

 

Suhu pelarut memainkan dua peran dalam ultrasonikasi. Di satu sisi, suhu yang tinggi

membantu untuk mengganggu interaksi zat terlarut-matrix yang kuat, yang melibatkan

gaya Van der Waals, ikatan hidrogen dan atraksi dipol antara molekul zat terlarut dan

situs aktif pada matriks. Selain itu, tingkat difusi lebih cepat terjadi pada suhu yang

lebih tinggi. Di sisi lain, kavitasi lebih baik dicapai pada suhu yang lebih rendah

ketika kekuatan ultrasonik dari generatoris adalah konstan. Hal ini karena suhu pelarut

naik sehingga untuk melakukan tekanan uap dan begitu banyak uap pelarut mengisi

gelembung kavitasi, yang kemudian cenderung jatuh kurang keras, yaitu, efek

sonikasi kurang intens dari yang diharapkan. Oleh karena itu kompromi antara suhu

dan kavitasi harus dicapai. Misalnya, rasio ekstraksi hidrokarbon aromatik polisiklik

dari sedimen yang meningkat antara 6% dan 14% saat ekstraksi ultrasonik dengan

probe dilakukan di bawah kondisi non-pendinginan.

   

2.4 Ekstraksi cair-cair (Liqud-liquid Extraction)

 

   

Salah satu metode populer dari pemisahan suatu analit dalam sampel cairan yang

kompleks adalah teknik yang dikenal dengan ekstraksi cair-cair atau ekstraksi cair-

padat. Dalam ekstraksi cair-cair, cairan yang mengandung analit (biasanya air) dibawa

dalam kontak dengan pelarut cair (biasanya pelarut organik nonpolar) yang tidak larut

dengan pelarut pertama. Wadah yang digunakan adalah biasanya corong pisah. Karena

dua pelarut tidak bercampur, ada dua lapisan cairan dalam corong pisah.

Menggoncang corong pisah menyebabkan dua pelarut kedalak kontak yang menyatu

sehingga analit kemudian berpindah dari pelarut pertama menuju pelarut

kedua.Karena tidak saling bercampur, dua lapisan dapat kemudian dipisahkan dari

satu sama lain dengan membiarkan kedua lapisan untuk mengeluarkan satu lapisan

melalui stopcock pada bagian bawah corong. Larutan yang diinginkan selanjutnya

(46)

     

2.4.1 Kestabilan Sampel

 

   

Apabila sampel tidak dibawa selanjutnya melalui prosedur metode analitik karena

analit yang tidak stabil, menjadi penting untuk melindungi sampel dari dekomposisi

dalam beberapa bagian atau membuat derivat analit. Perlindungan dari dekomposisi

dapat berarti menyimpan sampel seperti sampel biologik kedalam kulkas, menghindari

dari cahaya , menghindari dari paparan terhadap udara atau kelembaban. Derivatisasi

analit adalah secara kimia mengubah analit kedalam bentuk yang stabil sehingga

kuantitas analit dapat ditentukan secara tidak langsung melalui analisis derivat

(Kenkel,J.2003)

   

2.5 Analisis Narkotika dari sampel Rambut

 

   

Analisis dari senyawaan narkotika menggunakan sampel rambut memiliki peranan

yang sangat penting dalam bidang toksikologi forensik terhadap riwayat

penyalahgunaan narkotika. Obat-obatan dapat terdeteksi beberapa bulan setelah

konsumsi terakhir, karena obat-obatan tersebut memasuki akar rambut melalui kapiler

dan akan tertanam di batang rambut, dimana rata-rata pertumbuhannya 0.9-1.2 cm per

bulan. Oleh karena itu, rambut dapat digunakan sebagai “kalender” dari kegiatan masa

lalu dalam obat-obatan.

   

Kelebihan dari analisis rambut dibandingkan dengan uji darah, urin, dan saliva

adalah sebagai berikut :

1. Rambut memiliki kemampuan untuk menyerap zat-zat eksogen menuju batang

rambut dimana zat-zat eksogen tersebut tetap tidak berubah selama beberapa

tahun berlawanan dengan matriks tradisional dimana materi dalam 24 jam

akan terjadi tanda eliminasi atau dekomposisi analit.

2. Uji dengan menggunakan rambut, penarikan sampel dan pengangkutan mudah.

 

Penarikan sampel tidak bersifat invasive, tanpa ketidaksesuaian terhadap

subjek, dan dilakukan dengan peralatan sederhana. Transportasi tidak

membutuhkan kondisi khusus, hanya dengan nenggunakan aluminium foil dan

(47)

 

3. Sampel rambut sangat sulit untuk dipalsukan sehingga sangat bermanfaat

dalam kasus-kasus forensik.

Dengan fasilitas laboratorium yang maju, sedikit dan sedikit jumlah sampel akan

terdeteksi dalam rambut dan demikian beberapa senyawa-senyawa lain yang

berbahaya akan menarik perhatian analis. Kelemahan dalam analisis rambut yang

diketahui dan harus dipertimbangkan :

1. Sulit untuk mempersiapkan standar rambut referensi yang mengandung

konsentrasi akurat obat yang diperlukan untuk kalibrasi.

2. Efisiensi ekstraksi obat dari matriks padat adalah sangat penting dan parameter

ini perlu dievaluasi untuk setiap jenis obat dalam setiap laboiratorium.

Standarisasi dekontaminasi dan prosedur ekstraksi juga diperlukan.

3. Standar kerja minimum harus ada dalam berbagai laboratorium

 

(Abdi,dkk.,2004)

 

   

2.6. Rambut

 

   

2.6.1. Struktur Rambut

 

   

Analisis rambut merupakan masalah yang lebih rumit. Rambut dapat

dibedakan menjadi bagian-bagian sebagai berikut yang dapat dilihat pada Gambar 2.4

dibawah ini :

a. Folikel Rambut, yaitu suatu tonjolan epidermis kedalam berupa tabung yang

meliputi :

1. Akar rambut (folicullus pili), yaitu bagian rambut yang tertanam secara

miring di dalam kulit dan terselubung oleh folikel rambut.

2. Umbi rambut (bulbus pili), yaitu ujung akar rambut terbawah yang

melebar. Bagian terbawah umbi rambut adalah matriks rambut, yaitu

daerah yang terdiri dari sel-sel yang membelah dengan cepat dan berperan

dalam pembentukan batang rambut.

b. Batang rambut, yaitu bagian rambut yang berada di atas permukaan kulit

berupa benang-benang halus yang terdiri dari zat tanduk atau keratin. Batang

rambut terdiri ata 3 bagian, yaitu kutikula (selaput rambut), korteks(kulit

(48)

c. Otot penegak rambut (muskulus arector pili) merupakan otot polos yang berasal

dari batas dermo-epidermis dan melekat di bagian bawah kandung rambut.

[image:48.595.173.446.124.327.2]

                                         

Gambar 2.4 Struktur Rambut

(Abdi, 2004)

   

 

2.6.2 Pertumbuhan Rambut

 

   

Batang rambut diawali dalam sel yang terletak di pusat germinasi yang disebut

matriks, yang terletak di dasar folikel. Rambut tidak tumbuh terus-menerus, tetapi

dalam siklus, bergantian antara periode pertumbuhan dan peristirahatan. Sebuah

folikel yang secara aktif menghasilkan rambut dikatakan berada dalam fase anagen.

Rambut dihasilkan selama 4 hingga 8 tahun untuk rambut kepala (<12 bulan untuk

rambut bukan kepala) dengan laju sekitar 0.22 hingga 0.52 mm/hari atau 0.6 hingga

1.42 cm/bulan (Saitoh, 1969) untuk rambut kepala (laju pertumbuhan bergantung

pada tipe rambut dan lokasi anatomi). Setelah periode ini dikenal sebagai fase

katagen, selama pembelahan sel berhenti dan folikel mulai mengalami degenerasi.

Selanjutnya fase transisi, folikel rambut memasuki periode peristirahatan atau diam,

dikenal sebagai fase telogen (10 minggu), selama batang rambut berhenti tumbuh

sepenuhnya dan pertumbuhan rambut mulai terhenti. Faktor-faktornya adalah ras,

kondisi penyakit, kekurangan nutrisi dan usia dikenal mempengaruhi baik laju

pertumbuhan dan lamanya periode istirahat. Pada kulit kepala orang dewasa, sekitar

85% rambut berada dalam fase pertumbuhan dan 15% sisanya dalam keadaan

(49)

 

2.6.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi penggabungan obat-obatan

 

   

Ada tiga faktor yang mempengaruhi penggabungan obat-obatan kedalam rambut ,

yaitu :

1. Kandungan melanin dalam rambut .pH melanosit berada diantara 3 dan 5 dan

afinitas melanin yang signifikan untuk obat dasar telah dibuktikan dalam

beberapa penelitian eksperimental baik dengan hewan dan manusia atau in

vitro .

2. Polaritas obat atau metabolitnya .Telah beberapa kali didokumentasikan bahwa

metabolit yang lebih polar seperti benzoylecgonin, morfin, atau amfetamin

memasuki rambut dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan prekursor

yang lebih lipofilik seperti kokain atau 6-monoasetilmorfin atau

metamfetamin.

3. Keasaman atau kebasaan suatu zat obat adalah faktor penting. Matriks rambut

lebih asam dibandingkan darah pH 7.4. Oleh karena itu gradient pH lebih

sesuai untuk transfer basa dibandingkan molekul netral atau asam. Sebagai

contoh, keasamaan metabolit karboksi dalam delta-9-tetrahidrokanabinol

masuk ke dalam rambut hanya dalam jumlah yang sangat sedikit

(Balikova,M.2005)

   

Senyawa narkotika yang merupakan hasil metabolit juga akan terdapat dalam

rambut sesuai dengan waktu pemakaiannya. Setelah pemakaian 7 (tujuh) hari

narkotika akan terdeteksi pada dasar rambut dan selanjutnya dengan bertambahnya

waktu akan terus naik ke ujung rambut. Hal inilah yang dapat memberikan informasi

berapa lama seorang pemakai mengkonsumsi narkotika sehingga akan diketahui

dengan mudah riwayat penggunaan narkotikia tersebut. (Romadhon, 2011)

   

2.6.4. Biologis Rambut

 

   

Rambut adalah produk dari organ yang dibedakan dalam kulit mamalia.

Rambut berbeda dalam setiap individu hanya dalam warna, kuantitas dan tekstur.

Rambut memiliki kandungan utama protein (65 hingga 95%, pada dasarnya keratin),

(50)

 

dalam rambut sekitar 0.25 hingga 0.95%. Total jumlah folikel rambut dalam rambut

dewasa diperkirakan sekitar 5 juta, dengan 1 juta ditemukan di kepala (Harvey, 1989).

Folikel rambut tertanam dalam epidermis epitelium kulit, sekitar 3 hingga 4mm

dibawah permukaan kulit (Clarke, 2004).

   

2.7. Mekanisme Penggabungan Obat Menuju Rambut

 

   

Mekanisme penggabungan obat-obatan secara umum, diakui bahwa obat-

obatan dapat masuk kedalam rambut melalui dua proses yaitu adsorpsi dari

lingkungan luar dan penggabungan menjadi pertumbuhan batang rambut dari darah

yang menghasilkan folikel rambut. Obat-obatan dapat masuk ke rambut dari paparan

aerosol kimia. Sekresi dari keringat dan kelenjar minyak. Rambut sangat berpori dan

dapat meningkat massanya hingga 18% dengan mengabsorpsi cairan, obat-obatan

dapat ditransfer dengan mudah kedalam rambut melalui keringat. Zat kimia yang ada

dalam udara (asap,uap,dll) dapat didepositkan keatas rambut. Obat tampaknya

dimasukkan kedalam rambut melalui 3 mekanisme :

1. Dari darah selama pembentukan rambut

 

2. Dari keringat dan sebum

 

3. Dari lingkungan luar

 

   

Petunjuk transfer obat-obatan melalui keringat dan sebum adalah bahwa obat-

obatan dan metabolit hadir dalam keringat dan sebum pada konsentrasi yang tinggi

dan tetap dalam sekresi lebih lama dibandingkan didalam darah.

Mekanisme yang tepat melalui bahan-bahan kimia menuju rambut tidak diketahui. Hal

tersebut telah disarankan bahwa difusi pasif dapat diperbesar melalui ikatan obat-

obatan menuju menuju komponen intraseluler sel rambut, seperti pigmen rambut

melanin. Kandungan melanin (Kronstrand, 1999). Bagaimanapun, tidak mungkin

hanya mekanisme ini, karena obat-obatan tertahan didalam rambut hewan albino yang

kekurangan melanin.Mekanisme lain yang ditujukan adalah ikatan obat-obatan dengan

sulfidril,kandungan asam amino yang ada dalam rambut. Banyak sekali asam amino,

seperti sistin, dalam rambut bentuk ikatan silang ini S-S untuk menstabilkan jaringan

fiber protein. Obat-obatan yang menyebar kedalam sel rambut dapat membatasi cara

(51)

 

2.8 Pengumpulan Spesimen

 

   

Prosedur pengumpulan untuk analisa rambut untuk obat-obatan belum dibakukan.

Dalam banyak penyelidikan yang dipublikasikan, sampel didapat kan dari lokasi yang

acak pada kulit kepala. Rambut yang baik dikumpulkan dari area belakang kepala,

yang disebut dengan posterior vertex. Dibandingkan dengan area lain pada kepala,

area ini memiliki keadaan yang sedikit berubah-ubah dalam laju pertumbuhan rambut,

jumlah rambut dalam fase pertumbuhan lebih konstan dan rambut kurang tunduk

terhadap usia dan pengaruh seks terkait. Helaian rambut dipotong sedekat mungkin

dari kulit kepala, dan lokasinya pada kulit kepala dicatat. Pengumpulan pertama,

sampel rambut disimpan pada temperatur ambient dalam aluminium foil, amplop atau

tabung plastik. Ukuran sampel diambil bermacam-macam jauh lebih antara

laboratorium dan bergantung pada obat-obatan yang akan dianalisis dan metodologi

tesnya. Sebagai contoh, ketika fentanil atau buprenorpin diselidiki, 100mg sampel

disarankan. Ukuran sampel dilaporkan dalam beberapa literatur dari satu rambut

hingga 200mg, dipotong sedekat mungkin dengan kulit kepala. Ketika menurut bagian

analisis dilakukan, rambut dipotong menjadi bagian-bagian sekitar 1,2 atau 3 cm, yang

mirip dengan sekitar 1,2 atau 3 bulan pertumbuhan (Clarke, 2004)

   

2.9. Identifikasi ATS Secara Kualitatif

 

   

Upaya untuk menentukan identitas obat, pendekatan analitis harus memerlukan

penentuan setidaknya menggunakan dua parameter. Hal ini diakui bahwa pemilihan

parameter dalam kasus tertentu akan mempertimbangkan obat yang terlibat dan

sumber daya laboratorium yang tersedia untuk analis.

   

2.9.1. Test Presumtif

 

   

Test presumtif merupakan prosedur skrining yang cepat terdiri dari dua atau tiga test

independen yang memberikan indikasi ada atau tidak adanya obat dalam sampel uji.

Test presumtif ini baik, karena semua teknik analisis ,memaksimalkan kemungkinan

(52)

 

presumtif tidak dianggap cukup untuk identifikasi obat dan hasil harus dikonfirmasi

dengan test laboratorium tambahan.

   

Test presumtif yang lebih sering digunakan sebagai uji lapangan adalah test

warna, meskipun juga dilakukan di laboratorium sebagai prosedur skrining .Untuk

ATS test skrining, test warna, atau test spot, biasanya dilakukan, meskipun test

immunoassay dan sejumlah teknik instrumental cepat dan portable juga tersedia. Test

warna merupakan test kimia sederhana dan tercepat yang dapat diterapkan pada

sampel. Kebanyakan test warna sangat sensitive, hanya beberapa menit yang

diperlukan untuk menyelesaikan test yang sukses, dan sering hasil terbaik diperoleh

dengan jumlah sampel terkecil, sering kurang dari satu mg.

   

Karena sampel dapat bervariasi dalam kemurnian (konsentrasi ATS), dan zat-

zat yang tidak terkait mungkin ada, warna yang ditunjukkan oleh test ini harus

ditafsirkan dengan hati-hati. Uji Marquis memungkinkan perbedaan antara

amphetamine dan cincin analog tersubstitusi.Tes Simon umumnya digunakan sebagai

tes untuk amina sekunder, seperti cincin methamphetamine dan amfetamin

tersubstitusi sekunder, termasuk MDMA dan MDE. Namun, amina sekunder lainnya,

misalnya, dietilamina dan piperidin, dapat memberikan warna yang sama. Secara

umum, warna yang intens namun mungkin memudar di hadapan beberapa

kotoran.Penting untuk analis mengkonfirmasi hasil tes Simon dengan melakukan tes

tambahan, misalnya tes Marquis.

   

Uji Marquis

 

i. Tempatkan sejumlah kecil (1-2mg bubuk atau 1-2 tetes cairan) di piring spot.

 

ii. Tambahkan satu tetes reagen Marquis 1 yaitu 8-10 tetes (sekitar 0.25 ml)

formaldehid 37% kedalam 10 ml asam asetat glasial, satu tetes reagen 2 yaitu

asam sulfat pekat dan aduk.

iii. Amati warna.

 

   

Uji Simon

 

i. Tempatkan sejumlah kecil (1-2mg bubuk atau 1-2 tetes cairan) dari bahan

(53)

 

ii. Tambahkan satu tetes reagen Simon 1 dan aduk

 

iii. Tambahkan satu tetes reagen Simon 2 dan kemudian satu tetes reagen 3

iv. Amati warna

   

2.9.2. Pereaksi Marquis dengan Metamfetamin

 

   

Pereaksi Marquis digunakan untuk penentuan secara kualitatif senyawa aromatik

seperti metamfetamin (8). Ion karbonium (9), yang dibentuk dari formaldehid,

bereaksi dengan struktur aromatik dari senyawa. Dibawah pengaruh asam sulfat, ion

karbenium (11) dihasilkan dan distabilkan melalui reaksi dengan molekul kedua dari

komponen aromatik. Kehadiran logam berat dalam asam sulfat, seperti besi,

menyebabkan oksidasi (12) ke (13). Karena media (13) asam, maka dihasilkan ion

karbenium berwarna hijau kekuningan (14) yang dapat dilihat pada Gambar 2.5

dibawah ini :

[image:53.595.110.481.394.685.2]

                8                                             ,1989)        

Gambar 2.5 Tahapan Pembentukan Ion Karbenium

(54)

 

BAB 1

 

   

PENDAHULUAN  

 

 

I.1. Latar Belakang

 

   

Istilah narkoba sudah tidak asing lagi dalam keseharian masyarakat kita. Menurut UU

RI No. 35 tahun 2009 narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran,hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan

kedalam golongan-golongan sebagaimana yang terlampir dalam undang-undang.

   

Metamfetamin merupakan psikotropika golongan 2 yang merupakan obat

stimulan yang dapat mempengaruhi dengan kuat sistem saraf pusat yang menimbulkan

efek adiksi bila dikonsumsi. Menurut data terakhir dari Badan Narkotika Nasional

(BNN) Tahun 2012, jenis narkoba yang paling banyak digunakan oleh pecandu yang

mendapatkan pelayanan terapi dan rehabilitasi adalah sabu – sabu / metamfetamin

(4.697 orang), selanjutnya secara berurutan adalah jenis ganja (4.175 orang), heroin

(3. 455 orang), ekstasi (1.536 orang) dan opiat (736 orang). Berdasarkan data dari

Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2015 diperoleh bahwa sampai dengan Januari

2015 pengguna narkotika mencapai 5.800.000 jiwa dengan 2.320.000 jiwa pengguna

sabu – sabu. Di Sumatera Utara tercatat 288.226 Jiwa pengguna dengan 115.290

pengguna sabu – sabu. Di kalangan pelajar sendiri tercatat 104.269 jiwa dengan

87.800 adalah pengguna sabu – sabu (Syamsudin, 2015).

 

   

Jumlah kasus penyalah gunaan obat terlarang di Indonesia dalam lima tahun

terakhir paling didominasi oleh metamfetamin, dimana jumlah kasusnya meningkat

lebih dari 1000 kasus per tahun. Pemeriksaan narkotika di laboratorium sangat

memerlukan metode – metode yang cukup teruji dengan hasil yang optimal (Hegstd,

2008). Sampel yang digunakan saat analisa dapat meliputi tanaman yang

(55)

 

pemakai.Sampel hasil metabolit yang digunakan juga bervariasi tergantung dari

kebutuhan pemeriksaan.Untuk senyawa hasil metabolit ini memerlukan perlakuan

khusus untuk mendapatkan hasil analisis yang optimal. Dalam hal ini, metode

standard dalam analisis narkotika jenis sabu-sabu sangat diperlukan untuk

memastikan apakah seseorang itu pernah menggunakan narkotika ataupun tidak.

(Rosani, 2003).

   

Ekstraksi merupakan metode pemisahan suatu zat terlarut secara selektif dari

suatu bahan dengan pelarut tertentu. Pemilihan metode yang tepat tergantung pada

tekstur, kandungan air tanaman yang diekstraksi dan jenis senyawa yang akan

diisolasi.( Harborne, 1987). Ekstraksi dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu ekstraksi

padat-cair dan ekstraksi cair-cair. Pada ekstraksi padat-cair, satu atau beberapa

komponen yang dapat larut dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut

sedangkan pada ekstraksi cair-cair, zat terlarut atau solut dipisahkan dari cairan

pembawa(diluen) menggunakan pelarut(solven) cair. Campuran diluen dan solven ini

merupakan campuran yang heterogen yang jika dipisahkan akan menghasilkan dua

fase yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven ( ekstrak). Seperti halnya pada proses

ekstraski padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnnya dua tahap yaitu

pencampuran bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fasa cair itu

sesempurna mungkin.

   

Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa yaitu ekstrak

meninggalkan pelarut yang pertama (media pembawa) kemudian masuk kedalam

pelarut kedua (media ekstraksi). Bahan ekstraksi dan pelarut tidak boleh saling

melarutkan atau ketika pun terjadi proses pelarutan hanya dalam jumlah yang sangat

kecil. Agar terjadi perpindahan massa yang baik maka haruslah diusahakan agar luas

kontak yang besar di antara kedua cairan tersebut.

   

Sonikasi merupakan salah satu metode ekstraksi cair-cair yang

memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 42 kHz yang dapat

mempercepat waktu kontakantara sampel dan pelarut meskipun pada suhu ruang. Hal

ini menyebabkan proses perpindahan massa senyawa bioaktif dari dalam sampel

(56)

 

yang menyebabkan proses kavitasi, yaitu proses pembentukan gelumbung-gelembung

kecil akibat adanya transmisi gelombang ultrasonik untuk membantu difusi pelarut

kedalam dinding sel tanaman. (Ashley, 2001).Metode ekstraksi sonikasi juga efisien

dan mempersingkat waktu ekstraksi.(Melecchi, 2006).

   

Pelarut yang digunakan pada tahap sonikasi menentukan jumlah

metamfetamin yang terkandung. Dalam penelitian ini digunakan perbandingan sistem

pelarut pada tahap sonikasi. Pengaruh pelarut dipilih untuk mendapatkan hasil yang

terbaik. Pelarut polar dipakai untuk ekstraksi senyawa polar. Metamfetamin

merupakan senyawa polar sehingga dipakai pelarut polar dalam penelitian.

Berdasarkan latar belakang diatas,timbul keinginan penulis melakukan penelitian

dengan judul “Studi Awal Analisa Kualitatif Metamfetamin Dalam Rambut Pengguna

Sabu-Sabu Dengan Metode Ekstraksi Cair-Cair Dengan Sonikasi ”

   

I.2. Permasalahan

 

   

1. Bagaimana pengaruh perbedaan sistem pelarut terhadap sonikasi dalam analisa

kualitatif methamfetamin dalam rambut pengguna sabu-sabu?

   

I.3. Pembatasan Masalah

 

   

1. Sabu-sabu sebagai pembanding diambil dari Barang Bukti yang dikumpulkan di

 

Laboratorium Forensik Cabang Medan.

 

2. Sampel rambut diambil dan dikumpulkan secara acak dari rambut pengguna sabu-

sabu.

   

1.4. Tujuan Penelitian

 

   

-Untuk mengetahui pengaruh sistem pelarut yang optimum digunakan pada ekstraksi

metode sonikasi dalam analisis kualitatif methamphetamine dalam rambut pengguna

(57)

 

1.5. Manfaat Penelitian

 

   

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai

standarisasi metode preparasi sonikasi dan ekstraksi, analisis dan identifikasi senyawa

hasil metabolit pengguna narkotika jenis sabu – sabu (metamfetamin) dalam rambut .

   

1.6. Lokasi Penelitian

 

   

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Forensik Polda Sumatera Utara dan

Laboratorium Kimia Analitik Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan

rambut pengguna narkotika jenis sabu – sabu sebagai sampel.

   

1.7. Metodologi Percobaan

 

   

1. Penelitian ini dilakukan secara eksperimen laboratorium.

 

2. Preparasi rambut pengguna sabu-sabu dilakukan dengan mencuci rambut

menggunakan metanol sebanyak tiga kali. Kemudian dilakukan sonikasi

dengan perbandingan sistem pelarut metanol:aseton:amonia ,

etilasetat:metanol:amonia dan kloroform:metanol:asam asetat dengan

perbandingan secara berturut-turut 5:1,2:0,08 , 8,5:1:0,5 dan 7,5:2:0,5. Setelah

disonikasi, dilakukan ekstraksi cair-cair dengan metanol. Ekstrak yang didapat

diuji secara kualitatif menggunakan pereaksi Marquis yang akan menghasilkan

(58)

 

STUDI AWAL ANALISIS KUALITATIF METAMFETAMIN DALAM RAMBUT PENGGUNA SABU-SABU DENGAN METOD

Gambar

Tabel 4.1. Hasil Positif Methamphetamine dengan sistem pelarut
Gambar 4.1
Tabel 4.2.
Tabel 4.3. Hasil Positif Metamfetamin dengan sistem pelarut kloroform:metanol:asam
+7

Referensi

Dokumen terkait