• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simulasi Thermal Stress Pada Tube Superheater Package Boiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Simulasi Thermal Stress Pada Tube Superheater Package Boiler"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

HAMDANI

097015011/MTM

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik

Pada Program Studi Magister Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

HAMDANI

097015011/MTM

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(3)

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME

ANGGOTA : 1. Dr. Eng. Ir. Indra, MT

2. Dr. -Ing. Ikhwansyah Isranuri

3. Ir. Tugiman, MT

(4)

Nama Mahasiswa : HAMDANI

Nomor Pokok : 097015011

Program Studi : MAGISTER TEKNIK MESIN

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua Program Studi Dekan Fakultas Teknik USU

Tanggal Lulus: 06 Juni 2012

Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME Ketua

Dr. Eng. Ir. Indra, MT Anggota

(5)

Penelitian ini menginvestigasi perilaku thermal stress dan mekanisme kegagalan tube superheater dengan metode eksperimental dan analisa numerik. Kajian pertama menggunakan prosedur analisa kegagalan untuk menentukan akar penyebab, kemudian tube yang gagal dievaluasi dengan pengujian tak merusak. Untuk analisa numerik, kajian pertama adalah tegangan elastis akibat tekanan internal. Berikutnya efek gradien temperatur dan kombinasi temperatur dengan tekanan internal. Kemudian beban tekanan pada titik mulur dinaikkan untuk menimbulkan perilaku plastis dengan pengerasan regangan material isotropic hardening. Akhirnya tube superheater dievaluasi dengan teori kegagalan von-Mises. Hasil pengamatan visual menunjukkan penyumbatan dalam header akibat diaphragma yang yang telah bergeser dari posisinya menyebabkan temperatur pada dinding tube menjadi naik. Tube yang gagal ditandai dengan "bulging" atau kembung dan adanya efek mulut ikan atau "fish mouth". Gejala ini menunjukkan bahwa tube telah mengalami pemanasan berlebih dalam periode waktu yang lama. Hasil pengujian eksperimental pada tube yang gagal menunjukkan bahwa diameter dan ketebalan rata-rata tidak sesuai dengan standar, kekerasan rata-rata pada lokasi kegagalan meningkat dan komposisi elemen sisa masih sesuai dengan yang tertera dalam spesifikasi material. Untuk tegangan elastis, model elemen hingga memberikan korelasi yang baik dengan solusi analitis, dan tube superheater masih dapat menahan tegangan elastis. Kombinasi temperatur dan tekanan internal menunjukkan temperatur dan fluks panas maksimum terjadi di bagian dalam tube, sedangkan thermal stress meningkat tajam dan mencapai batas elastis. Pengaruh strain hardening pada permukaan mulur tidak mampu menghambat kegagalan akibat deformasi plastis.

(6)

This project investigates the thermal stress behavior and the mechanisms of superheater tube failure with experimental method and numerical analysis. First of all the procedures for failure analysis were applied to determine the root cause of them. A visual assessment of boiler critical pressure parts was carried out, and then the failed tube is examined by nondestructive evaluation. For the numerical domain, initially the elastic solution for a superheater tube subjected to an internal pressure is discussed. Next the effects of a temperature gradient across the tube were examined both by itself and in combination with a pressure load. Then the yield pressure load is increased to induce plastic behavior in the tube for an isotropic hardening material. Finally the tube was evaluated using von-Mises yield criteria. Results of the visual examination showed that the clogging inside the header caused by a failed diaphragm affects the imbalance steam flow and makes excessive heat input at the tube wall. The failed tube was characterized by “bulging” and “fish mouth” effects. It is shown that the tube has experienced overheating for a long period of time. The experimental results indicate that the mean diameter and thickness of the failed tube are out of standard. The average hardness on the failure location increases and the remaining elements composition still range as in the appropriate material specification. For the elastic domain, the finite-element models provide excellent correlation with analytical solutions, and tube can still withstand elastic stress. In the combination of temperature and internal pressure, the maximum temperature and heat flux are on the inside of the tube, while the thermal stresses quickly increase and exceed the elastic limit. The effect of strain hardening on the yielding surface is not able to resist the failure due to plastic deformation.

(7)

Data Pribadi

N a m a : Hamdani

Tempat/tgl. lahir : Lb. Kt. Barat, 11 Juli 1974 Alamat Kantor : Departemen Teknik Mesin

Politeknik Negeri Lhokseumawe

Jl. Banda Aceh - Medan Km. 280,3 P.O. Box 90 Buketrata - Lhokseumawe

Alamat Rumah : Jl. Banda Aceh Medan, Gampong Tingkeum Manyang Kec. Kutablang Kab. BIREUEN – ACEH 24356

Telepon & E-mail : Mobile +62 085 260 462 751

Pendidikan

1981 - 1986 : Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) - Makmur 1986 - 1989 : Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) - Gandapura 1990 - 1993 : Madrasah Aliyah Negeri (MAN) - Banda Aceh

1993 - 1996 : Politeknik Negeri Lhokseumawe

2001 - 2003 : Politeknik Negeri Bandung (Politeknik ITB), Program D4

2009 - 2012 : Program Studi Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara (USU)

Kursus & Training

1996 : Training CAD CAM Programmer for Laser Cut & Punching. Advanced Metal Form Industry (AMFI) SDN BHD, Penang – Malaysia

1998 : Training Autocad 2D & 3D. Netindo, Lhokseumawe.

2000 : Training Jurnalistik Islam. Politeknik Negeri Lhokseumawe. 2002 : Training Corrosion Prevention for Gas Supply Pipe. PT

Arun NGL Co., Lhokseumawe.

(8)

2003 : Indonesian Microstructure Competition and Exhibition 2003. Bandung. Material Engineering Study Program Institut Teknologi Bandung (ITB).

2003 : In House Training Total Quality Management.

Lhokseumawe. Politeknik Negeri Lhokseumawe.

: Managemen Laboratorium dan Bengkel (Workshop). Lhokseumawe. Politeknik Negeri Lhokseumawe.

: In House Training AutoCad 2D & Catia Part Design. Lhokseumawe. Politeknik Negeri Lhokseumawe.

2004 : Seminar Nasional; Reposisi & Reorientasi Jurusan Teknik Mesin. Lhokseumawe. Politeknik Negeri Lhokseumawe. : Metodologi Pengajaran Menggunakan Audio Visual.

Lhokseumawe. Politeknik Negeri Lhokseumawe.

: Workshop Metodologi Pengajaran. Lhokseumawe. Politeknik Negeri Lhokseumawe.

: In House Training Perawatan Mesin Perkakas. Lhokseumawe. Politeknik Negeri Lhokseumawe.

: Standard Operational Procedure (SOP) Laboratorium dan Bengkel (Workshop) Teknik Mesin. Lhokseumawe. Politeknik Negeri Lhokseumawe.

2006 : Seminar Nasional; Kurikulum dan Silabus Berbasis Kompetensi Sesuai dengan Pasar Kerja. Lhokseumawe. Politeknik Negeri Lhokseumawe.

2009 : In House Training for Biomass Gasification and Seminar on Numerical & Experimental Mechanics. Medan. Program Studi Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

2010 : The 5th

2010 : The 2nd IT Exhibition on IT Education & Products. Medan. IC-STRAR USU

Regional Seminar on Materials, Energy, and Structure (MAESTRUCT 2010). Medan. Program Studi Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

2010 : Seminar Nasional II Teknologi dan Rekayasa. Medan. Fakultas Teknik Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) 2011 : The 6th

2011 : Seminar Ilmiah dalam rangka Dies Natalis USU ke-59. Medan. Universitas Sumatera Utara (USU).

(9)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan akhir penelitian tesis yang berjudul “SIMULASI THERMAL STRESS PADA TUBE SUPERHEATER

PACKAGE BOILER“.

Laporan akhir tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa agar mendapatkan gelar Magister Teknik di Program Studi Magister Teknik Mesin FT-USU. Laporan akhir tesis ini merupakan suatu studi kasus kegagalan komponen di industri petrokimia, yaitu PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) Lhokseumawe yang kemudian diintensifkan pengkajiannya oleh penulis dibawah arahan komisi pembimbing.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME., selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Eng. Ir. Indra, MT., selaku anggota komisi pembimbing. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh Dosen dan Staf Administrasi Program Studi Magister Teknik Mesin FT-USU, yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan dan bantuan administratif selama penulis mengikuti pendidikan.

(10)

sabar, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.

Harapan penulis semoga dengan penelitian tesis ini dapat memberikan manfaat yang berarti terutama kepada penulis sendiri, dan penulis sangat berbesar hati jika tulisan ini dapat berguna bagi orang lain.

Akhirnya penulis akan menampung saran dan kritik yang membangun dari pihak-pihak yang terlibat dalam penyelesaian penelitian ini sehingga dapat membantu memperbaiki dan agar diperoleh hasil yang lebih baik.

Medan, Mei 2012 Penulis,

(11)

Halaman

2.4. Gejala dan Penyebab Kegagalan pada Komponen Boiler ... 23

2.5. Analisa Kegagalan ……….. 24

2.6. Metode Analisa Kegagalan ………. 25

2.7. Tegangan Elastis pada Silinder ………... 27

2.7.1. Tegangan tangensial ……… 27

(12)

2.9. Tegangan Equivalen (von-Mises) ……… 29

2.10. Regangan Equivalen (von-Mises) ……… 30

2.11. Distribusi Temperatur ……….. 30

2.12. Fluks Panas ……….. 31

2.13. Tegangan Termal pada Silinder ……….. 31

2.13.1. Tegangan termal arah tangensial ………. 31

(13)

3.5.3.1. Data material (engineering data) ………… 65

4.4.1. Tegangan tangensial dan tegangan radial ………….. 81

4.4.2. Tegangan aksial dan tegangan von-Mises …………. 81

4.4.3. Regangan tangensial dan regangan radial ………… 82

4.4.4. Regangan von-Mises dan deformasi total …………. 82

4.6.4. Regangan elastis equivalen (von Mises) …………... 89

4.6.5. Regangan termal ……… 89

4.6.6. Regangan plastis equivalen (von-Mises) ………….. 90

4.6.7. Deformasi total ………. 90

4.6.8. Hasil analisa kriteria kegagalan ………. 91

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

5.1. Kesimpulan ……….. 93

5.2. Saran ... 94

(14)

Nomor Judul Halaman

2.1 Material yang biasa digunakan untuk tube superheater ... 22

3.1 Tempat dan aktivitas penelitian ... 42

3.2 Kondisi operasi pada saat kegagalan ... 46

3.3 Material komponen superheater ... 46

3.4 Spesifikasi material superheater pada temperatur kamar ... 47

3.5 Komposisi kimia material superheater ... 47

3.6 Temperatur maksimum SA 213 T11 ... 47

3.7 Pengaruh laju pendinginan dan kekerasan ... 49

3.8 Identifikasi elemen dengan X-MET5100 Type XRF ... 57

3.9 Data material SA 213 T11 ... 59

3.10 Tegangan desain izin maksimum SA 213 T11 ... 64

3.11 Data material SA 213 T11 (temperature-dependent) ... 66

3.12 Sifat multilinear isotropic hardening ... 67

4.1 Toleransi ukuran SA 213 T11 ... 77

4.2 Hasil pengukuran diameter ... 78

4.3 Hasil pengukuran tebal dinding ... 78

4.4 Hasil pengujian kekerasan ... 79

4.5 Hasil pengujian komposisi kimia ... 80

(15)

Nomor Judul Halaman

2.12. Distribusi temperatur pada silinder ... 30

2.13. Konsep tegangan equivalen (von-Mises) ... 35

2.14. Kriteria pemuluran (yielding) ... 35

2.15. Isotropic hardening ... 36

2.16. Kinematic hardening ... 36

2.17. Cara memulai analisa dengan program Ansys Workbench ... 39

2.18. Interface pada program Ansys Workbench ... 39

2.19. Workbench environment ... 41

3.1. Diagram penelitian ... 43

(16)

3.5. Diagram TTT SA 213 T11 ... 48

3.16. Langkah-langkah simulasi tegangan ... 58

(17)

4.3. Lokasi tube yang gagal ... 74

4.4. Sampel tube yang gagal ... 75

4.5. Arah bengkak akibat overheating ... 76

4.6. Titik pengujian kekerasan ... 79

4.7. Distribusi kekerasan pada titik-titik pengujian ... 79

4.8. (a) Tegangan tangensial (σH), dan (b) Tegangan radial (σR) ... 81

4.9. (a) Tegangan aksial (σZ), dan (b) Tegangan von-Mises (σe) ... 81

4.10. (a) Regangan tangensial (εH), dan (b) Regangan radial (εR) ... 82

4.11. (a) Regangan von-Mises (εe), dan (b) Deformasi total (εtot) ... 82

4.12. Distribusi tegangan tangensial elastis pada dinding tube ... 84

(18)

Nomor Keterangan Halaman 1. Modulus elastisitas, rasio Poison, dan reduksi penampang

SA 213 T11 ... 100

2. Sifat termal SA 213 T11 ... 101

3. Surat Izin Survey Lapangan untuk Penelitian ... 102

4. Surat Izin Pengambilan Data di PT PIM Lhokseumawe ... 103

5. Berita Acara Serah Terima Sampel dari PT PIM Lhokseumawe ... 104

6. Izin Pengeluaran Sampel dari PT PIM Lhokseumawe ... 105

(19)

Simbol Keterangan Satuan

σe Tegangan equivalen (von-Mises) ... N/mm

ε

2

Regangan equivalent (von-Mises) ...

(20)

σZt Tegangan termal arah aksial ... N/mm

ε

2

Regangan termal arah tangensial ...

(21)

Penelitian ini menginvestigasi perilaku thermal stress dan mekanisme kegagalan tube superheater dengan metode eksperimental dan analisa numerik. Kajian pertama menggunakan prosedur analisa kegagalan untuk menentukan akar penyebab, kemudian tube yang gagal dievaluasi dengan pengujian tak merusak. Untuk analisa numerik, kajian pertama adalah tegangan elastis akibat tekanan internal. Berikutnya efek gradien temperatur dan kombinasi temperatur dengan tekanan internal. Kemudian beban tekanan pada titik mulur dinaikkan untuk menimbulkan perilaku plastis dengan pengerasan regangan material isotropic hardening. Akhirnya tube superheater dievaluasi dengan teori kegagalan von-Mises. Hasil pengamatan visual menunjukkan penyumbatan dalam header akibat diaphragma yang yang telah bergeser dari posisinya menyebabkan temperatur pada dinding tube menjadi naik. Tube yang gagal ditandai dengan "bulging" atau kembung dan adanya efek mulut ikan atau "fish mouth". Gejala ini menunjukkan bahwa tube telah mengalami pemanasan berlebih dalam periode waktu yang lama. Hasil pengujian eksperimental pada tube yang gagal menunjukkan bahwa diameter dan ketebalan rata-rata tidak sesuai dengan standar, kekerasan rata-rata pada lokasi kegagalan meningkat dan komposisi elemen sisa masih sesuai dengan yang tertera dalam spesifikasi material. Untuk tegangan elastis, model elemen hingga memberikan korelasi yang baik dengan solusi analitis, dan tube superheater masih dapat menahan tegangan elastis. Kombinasi temperatur dan tekanan internal menunjukkan temperatur dan fluks panas maksimum terjadi di bagian dalam tube, sedangkan thermal stress meningkat tajam dan mencapai batas elastis. Pengaruh strain hardening pada permukaan mulur tidak mampu menghambat kegagalan akibat deformasi plastis.

(22)

This project investigates the thermal stress behavior and the mechanisms of superheater tube failure with experimental method and numerical analysis. First of all the procedures for failure analysis were applied to determine the root cause of them. A visual assessment of boiler critical pressure parts was carried out, and then the failed tube is examined by nondestructive evaluation. For the numerical domain, initially the elastic solution for a superheater tube subjected to an internal pressure is discussed. Next the effects of a temperature gradient across the tube were examined both by itself and in combination with a pressure load. Then the yield pressure load is increased to induce plastic behavior in the tube for an isotropic hardening material. Finally the tube was evaluated using von-Mises yield criteria. Results of the visual examination showed that the clogging inside the header caused by a failed diaphragm affects the imbalance steam flow and makes excessive heat input at the tube wall. The failed tube was characterized by “bulging” and “fish mouth” effects. It is shown that the tube has experienced overheating for a long period of time. The experimental results indicate that the mean diameter and thickness of the failed tube are out of standard. The average hardness on the failure location increases and the remaining elements composition still range as in the appropriate material specification. For the elastic domain, the finite-element models provide excellent correlation with analytical solutions, and tube can still withstand elastic stress. In the combination of temperature and internal pressure, the maximum temperature and heat flux are on the inside of the tube, while the thermal stresses quickly increase and exceed the elastic limit. The effect of strain hardening on the yielding surface is not able to resist the failure due to plastic deformation.

(23)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) berlokasi di Krueng Geukuh, Lhokseumawe, Provinsi Aceh, sekitar 274 km sebelah timur Kota Banda Aceh. PT Pupuk Iskandar Muda (Gambar 1.1) didirikan pada tanggal 24 Februari 1982 dan mulai beroperasi secara komersil pada tanggal 1 April 1985. Gas alam sebagai sumber energi dipasok melalui PT ARUN NGL dari ladang Lhoksukon, Aceh Utara, yang dikelola

Exxon Mobil Indonesia. Untuk saat ini PT PIM mengoperasikan PIM-1 untuk produksi ammonia dan PIM-2 untuk produksi urea. Ini dilakukan karena terbatasnya suplai gas [1].

(24)

Macchi Package Boiler seperti tampak pada gambar 1.2 adalah sumber pembangkit uap di pabrik PIM-2 dan mulai dioperasikan pada tahun 2003, diproduksi pada tahun 2000 oleh Macchi S.p.A, Italia. Boiler ini merupakan tipe water tube dan pembakarannya menggunakan gas alam, sedangkan fluida yang mengalir di dalamnya berasal dari demineralizer yang disimpan di water drum. Sistem boiler mengalami kegagalan sehingga produksi urea terganggu. Kegagalan terjadi pada tube

superheater, material tube SA 213 T 11 (1¼ Cr - ½Mo). Sejarah kegagalan menunjukkan kegagalan pertama terjadi pada tahun 2006, atau lebih kurang 25.000 jam operasi, sedangkan rancangan umur material ini adalah 100.000 jam [2]. Kemudian kegagalan pada tahun 2008 sebanyak 5 kali, dan kegagalan pada bulan Mei 2011.

(25)

Kasus kegagalan ini menarik, mengingat kegagalan selalu terjadi pada baris

tube yang berbeda, namun pada nomor yang sama, seperti tampak pada gambar 1.3.

Gambar 1.3. Superheater header sebelum dan sesuda dibuka casing

Tube superheater seperti tampak pada gambar 1.4 bekerja pada temperatur tinggi yaitu sekitar 570oC dan tekanan 28 MPa hanya dapat dijamin keandalannya dengan melakukan analisa tegangan [3]. Suatu struktur yang menerima beban termal dan mekanik, maka analisa numerik merupakan solusi yang ekonomis untuk mendukung analisa kegagalan [4].

(26)

Data survey menunjukkan sejauh ini PT PIM belum melakukan suatu analisa kegagalan yang konprehensif terhadap kasus ini, namun usaha-usaha perbaikan yang dilakukan terhadap kegagalan ini adalah dengan memotong bagian tube yang gagal lalu menyambung dengan material yang sama dengan cara dilas. Cara lainnya yang dilakukan adalah dengan menutup (plug-insitu) bagian tube yang gagal, proses penutupan juga dilakukan dengan pengelasan, seperti tampak pada gambar 1.5. Dua metode yang dilakukan ini tidak sepenuhnya dapat menyelesaikan masalah, buktinya kegagalan pada tahun 2008 yang memiliki intensitas paling tinggi merupakan kegagalan pada tube yang sama yang telah diperbaiki sebelumnya.

Gambar 1.5.Perbaikan yang dilakukan pada package boiler di PT PIM

Oleh karena itu perlu dilakukan suatu investigasi terhadap penyebab kegagalan tube superheater package boiler terutama pada pada tiga komponen kritis

(27)

penyumbang utama kegagalan, yaitu; (1) piping system (2) tubing dan (3) header [5]. Pada survey tahap kedua, setelah dilakukan diskusi bersama dengan pihak inspektor

boiler di PT PIM, maka diputuskan untuk memotong tube yang gagal pada posisi dekat dengan header, karena komponen ini sering meyebabkan kegagalan pada tube

superheater [5].

Analisa kegagalan merupakan masalah yang kompleks, meliputi aspek mekanik, termal, fisik, metalurgi, kimia, korosi, proses manufaktur, analisa tegangan, dan termasuk analisa numerik dengan program Finite Element Method (FEM). Oleh karena itu, kasus kegagalan ini dikaji oleh dua orang peneliti yaitu Hamdani dan Sariyusda. Penulis sendiri lebih fokus pada uji simulasi dengan program Ansys

Workbench, sedangkan Sariyusda menekankan pada kajian struktur mikro hasil pengujian menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).

1.2. Perumusan Masalah

Kegagalan tube superheater dianalisa menggunakan prosedur analisa kegagalan untuk menentukan akar penyebab, kemudian tube yang gagal dievaluasi dengan

pengujian tak merusak.

Analisa pertama adalah tegangan elastis, tujuannya untuk mengetahui respon

tube superheater akibat tekanan internal tanpa beban termal. Disini, hasil analisa numerik dan teoritis keduanya divalidasi. Tegangan elastis maksimum dibandingkan dengan tegangan desain izin maksimum tube superheater.

(28)

Selanjutnya adalah analisa thermal stress, yaitu dengan menggabungkan dua domain fisik yang berbeda (termal-struktur). Analisa termal dilakukan terlebih dahulu, pada analisa ini didapat hasil distribusi temperatur dan fluks panas. Kemudian analisa struktur dengan mengikutkan hasil pada analisa termal.

Kegagalan akan terjadi pada tube superheater jika thermal stress melebihi batas elastis, sehingga komponen akan memulur akibat terjadinya deformasi plastis. Teori kegagalan von-Mises menyatakan bahwa suatu material akan mulai gagal jika tegangan equivalen melebihi kekuatan mulurnya. Strain hardening merespon pemuluran ini dengan berekspansi seragam (isotropik) ke arah mulurnya. Jika plastic

flow yang menyebabkan permukaan plastis setelah penambahan beban melebihi kekuatan mulurnya, maka komponen dinyatakan gagal akibat thermal stress.

Hasil kajian, baik pengamatan visual, pengujian eksperimental, dan analisa numerik menggunakan program Ansys Workbench didiskusikan untuk mengevaluasi kegagalan tube superheater package boiler yang kemudian dinyatakan dengan kesimpulan dan saran.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah dapat mensimulasikan thermal stress pada

(29)

1.3.2. Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:

1. Menemukan penyebab utama dan menganalisa mekanisme kegagalan tube

superheater.

2. Menganalisa tegangan elastis pada tube superheater, baik dengan simulasi numerik maupun secara teoritis.

3. Menganalisa kegagalan akibat thermal stress pada tube superheater

package boiler.

1.4. Manfaat Penelitian

Setelah melakukan penelitian yang berhubungan dengan kegagalan komponen di industri, baik dengan pengamatan visual, pengujian eksperimental, maupun simulasi numerik, diharapkan dapat memberikan masukan untuk pengembangan metode analisa kegagalan. Hal ini diperlukan dalam kajian kekuatan atau kegagalan komponen yang menerima beban kombinasi antara termal dan mekanik.

Adapun hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. Pembuat kebijakan, penyalur, inspektor, maupun bagi operator boiler secara umum dan kepada manajemen PT PIM Lhokseumawe pada khususnya.

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

Boiler merupakan peralatan yang digunakan untuk mengkonversi air menjadi uap

(steam) untuk berbagai keperluan. Air pada tekanan atmosfir dipanaskan menjadi uap maka volumenya akan meningkat sekitar 1600 kali, menghasilkan kekuatan yang hampir sama dengan bahan peledak seperti gunpowder. Oleh karena itu boiler merupakan peralatan yang harus diperlakukan dengan seksama [6].

Komponen boiler yang beroperasi pada temperatur tinggi akan gagal jika kondisi operasi berfluktuasi, desain yang kurang baik, kesalahan fabrikasi, dan pemilihan material yang kurang tepat. Pada temperatur tinggi, suatu komponen akan dihadapkan pada dua masalah utama yang cenderung memperlemah komponen itu sendiri. Pertama, kekuatan yang cenderung menurun seiring dengan naiknya temperatur. Kedua, terjadinya thermal stress akibat ekspansi yang dihalangi, baik oleh bentuk geometri, kerena dikonstrain, atau karena adanya gradien temperatur [5].

(31)

2.2. Review Literatur

Pada penelitian ini, program Ansys Workbench digunakan untuk menganalisa

thermal stress pada tube superheater dengan mengkombinasikan antara beban termal dan mekanik. Oleh karena itu, untuk mempelajari kegagalan komponen boiler, dan khususnya thermal stress pada tube superheater, beberapa literatur yang berkenaan telah dipelajari, antara lain adalah:

J. Dobrzanski et al. [2], mempelajari sifat mekanik komponen boiler

(low-alloy steel) yang telah lama beroperasi dengan menguji komponen melebihi 100 ribu jam dan mengamati struktur mikro dengan Scanning Electron Microscope (SEM).

X-Ray Diffraction Phase Analysis digunakan untuk mengamati proses presipitasi. Hasil menunjukkan adanya korelasi antara presipitasi karbida pada struktur mikro dengan umur pemakaian komponen. Juga struktur mikro dan fasa logam mengalami degradasi selama pemakaian sehingga dapat menurunkan sifat mekanik komponen.

O. M. Al-Habahbeh et al. [7], mempelajari thermal stress dan mengestimasi umur pada silinder akibat beban kombinasi termal dan mekanik. Pada penelitian ini, model dikembangkan dengan Ansys Workbench dengan melibatkan simulasi

(32)

didasarkan pada aliran transient lebih dominan dibandingkan dengan aliran steady. Terakhir, thermal stress yang diterima oleh komponen dapat memperpendek masa pakai komponen tersebut.

I. Nonaka [8], mempelajari kerusakan-kerusakan yang sering terjadi pada

header dan cara untuk menginspeksinya. Penelitian ini didasarkan pada kenyataan bahwa komponen boiler di Jepang pada umumnya dapat beroperasi melebihi umur desain, walaupun tanpa mengabaikan faktor efesiensi dan keselamatan. Sistem inspeksi yang didukung oleh peralatan canggih, seperti penggunaan sensor dan kamera pemantau sehingga dapat memonitor kerusakan sejak dini. Dari penelitian ini didapat bahwa kerusakan yang paling potensial pada header adalah kerusakan pada daerah lasan.

Nakoneczny, G.J & Schultz, C.C. [9], mempelajari header yang beroperasi pada temperatur melebihi 900°F (482°C) dan material SA-335 P 11 (1¼Cr-½Mo). Metode analisa yang digunakan adalah survey, eksperimental, dan dengan simulasi numerik. Dari beberapa kasus kerusakan pada header yang diteliti menunjukkan bahwa kerusakan yang paling dominan adalah kerusakan lasan. Hasil menunjukkan bahwa dengan penelitian, pengujian material, simulasi numerik, dan inpeksi rutin dapat meminimalisir kegagalan komponen dimasa yang akan datang.

(33)

daerah Heat Affected Zone (HAZ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Non

Destructive Evalution (NDE) dan inpeksi berkelanjutan dapat meminimalisir kegagagalan komponen boiler.

A. Kandil et al. [11], mempelajari thermal stress pada silinder berdinding tebal (thick-wall cylinder) akibat laju aliran panas transient dan tekanan internal. Kondisi batas yang dipakai adalah distribusi temperatur time-dependent, regangan longitudinal dianggap nol, dan temperatur luar adalah temperatur ambien. Dengan mengaplikasikan hal tersebut di atas, dapat diamati thermal stress dan tegangan efektif (von-Mises). Hasil menunjukkan tegangan efektif selalu terjadi pada bagian dalam silinder yang terjadi pada beban start-up. Variasi waktu hingga mencapai kondisi steady dipengaruhi oleh diameter silinder dan waktu pemanasan.

Behera, P. [12], mempelajari perpindahan panas konduksi transient pada silinder dan slab dengan mengadopsi sistem lumped (distribusi temperatur merupakan fungsi waktu), modifikasi Biot Number dan menggunakan metode pendekatan

polynomial untuk mengamati distribusi temperatur pada slab dan silinder. Hasil analisa menunjukkan kecocokan jika dibandingkan dengan dengan kajian teoritis dan numerik sebelumnya. Biot Number memainkan peranan yang penting dalam mendapatkan distribusi temperatur transient pada slab dan silinder

(34)

material, terutama koefisien perpindahan panas dan modulus elastisitas, dan juga ketidakstabilan pada saat pengereman termasuk hal yang dianalisa. Hasil simulasi menunjukkan distribusi tegangan tangensial lebih besar dibanding dengan tegangan tekan, sehingga tegangan ini dapat dijadikan acuan dalam analisa kerusakan rem. Juga efek gesekan material dapat mempengaruhi koefisien perpindahan panas dan modulus elastisitas material itu sendiri.

Latfi R., & Moawiah S. [14], melakukan studi kasus pada kegagalan tube

superheater SA-213 T2 (tebal 5,6 mm) akibat deformasi lasan pelat diaphragms dalam header. Tahap pertama perbaikan dilakukan dengan mengganti tube yang gagal dengan tube lain yang dianggap sama yaitu SA-213 T22 (tebal 4,8 mm). Setelah dilakukan perbaikan dan boiler diuji coba, maka tube yang telah diganti kembali gagal. Kemudian diputuskan untuk memotong dua kolom tube yang gagal, dan dijumpai posisi diaphragms telah bergeser. Perbaikan pada diaphragms dilakukan dengan memotong header pada dua sisi hingga memudahkan tangan masuk, kemudian posisi diaphragms ditempatkan pada posisi semula dan dilas. Penutupan lubang dilakukan dengan pengelasan dan dicek dengan dye penetrant test. Untuk perbaikan yang terakhir ini, dua kolom tube yang sudah dipotong juga ditutup dengan plug-insitu. Hasil uji coba setelah perbaikan terakhir menunjukkan kondisi

superheater yang aman dengan performansi yang dapat diterima.

(35)

Spectroscopy (EDS). Hasil pengujian didapati bahwa struktur mikro dan lapisan scale menunjukkan tube beroperasi diatas temperatur desain. Juga tube telah mengalami beberapa kali overheating dan setidaknya dari beberapa kali kejadian tersebut tube pernah menerima temperatur melebihi 1350°F (732°C). Hal ini ditandai dengan adanya dua tipe karbida pada bagian internal. Satu tipe karbida berbentuk aglomerat sepanjang batas butir, dan tipe lainnya bergerombol pada pada struktur mikro halus. Adanya dua tipe karbida ini menunjukkan bahwa tube telah beroperasi atau pernah menerima beban temperatur yang melebihi batas kritis bawah temperatur transformasinya.

V. Radu et al. [16], mempelajari termo-elastisitas pada silinder dengan kondisi batas temperatur time-dependent. Adapun langkah-langkah analisa adalah; pertama, menggunakan transformasi finite Hankel untuk distribusi temperatur pada dinding silinder. Kedua, menyelesaikan solusi analitis untuk distribusi temperatur transient pada dinding silinder. Ketiga, komponen tegangan termal dan perpindahan diperoleh pada silinder dengan menggunakan kasus satu dimensi. Terakhir, hasil simulasi dibandingkan dengan jurnal-jurnal terdahulu yang menganalisa permasalahan yang sama. Verifikasi hasil dilakukan dengan program ABAQUS.

(36)

non dimensi β. Hasil simulasi tegangan versus radius pada beberapa harga β menunjukkan harga β yang ideal dapat diperoleh dengan kondisi batas tertentu.

Poworoznek, P.P. [18], mempelajari fenomena termo-mekanikal pada silinder yang menerima beban kombinasi dengan menggunakan program ABAQUS. Simulasi menggunakan konsep 2D pada segmen silinder ukuran 3 inci (76.2 mm), dan material yang diuji adalah ASTM-A36. Analisa pertama pada solusi elastis, dengan membandingkan hasil antara formulasi silinder berdinding tipis dengan silinder berdinding tebal. Kemudian dikombinasikan dengan beban termal. Hasil menunjukkan korelasi yang baik antara analitis dan simulasi. Pada deformasi plastis diasumsikan tidak terjadinya strain hardening, sehingga model material elastis-plastis dipilih elastic-perfecly plastic.

A. B.Ayob et al. [19], mempelajari desain yang optimal pada thick-wall

cylinder yang menerima tekanan internal, yaitu dengan mengamati pengaruh tegangan sisa pada dinding silinder setelah beban ditiadakan. Terdapat tiga skenario yang menjadi variabel penelitian ini. Pertama, autofrettege process. Pada proses ini tekanan internal yang besar diberikan pada bagian dalam silinder. Setelah beban dihilangkan, tegangan sisa pada dinding silinder diamati. Kedua, optimum

(37)

2.3. Package Boiler

Boiler merupakan suatu peralatan yang digunakan untuk mengkonversi air menjadi uap untuk berbagai keperluan. Sedangkan package boiler, seperti tampak pada gambar 2.1 merupakan tipe boiler yang sudah tersedia sebagai paket lengkap. Pada saat dikirim ke pabrik hanya memerlukan pipa uap, pipa air, suplai bahan bakar dan sambungan listrik untuk dapat beroperasi [6].

Kelebihan package boiler antara lain adalah:

1. Kecilnya ruang pembakaran dan tingginya panas yang dilepas menghasilkan penguapan yang lebih cepat.

2. Banyaknya jumlah pipa yang berdiameter kecil membuatnya memiliki tingkat efesiensi termisnya yang lebih baik.

(38)

2.3.1. Skema package boiler

Gambar 2.2 menjelaskan skema package boiler dalam mengkonversi air menjadi uap yang siap digunakan. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Boiler feed water memompa fluida cair (temperatur 110°C dan tekanan 6,5 MPa) ke economizer. Disini terjadi pemanasan akibat flue gas sisa pembakaran hingga temperatur 182°C.

2. Kemudian fluida (temperatur 182°C, tekanan 5,2 MPa) masuk ke steam drum, diteruskan ke seluruh tube evaporator untuk diubah fasanya menjadi uap jenuh dan kembali lagi ke steam drum hingga temperatur 268°C.

(39)

3. Uap jenuh dari steam drum (temperatur 268°C, tekanan 5 MPa) masuk ke

primary upper header. Disini uap panas lanjut bersirkulasi dari primary upper header ke primary lower header melalui tube superheater, dan dipanaskan hinga temperatur 390°C.

4. Dari primary lower header, uap panas lanjut (temperatur 390°C, tekanan 5 MPa) diteruskan ke desuperheater, yang berfungsi menjaga temperatur keluaran tetap dalam batas kontrol (395°C - 400°C).

5. Desuperheater menyemprotkan uap panas lanjut (temperatur 395°C, tekanan 5 MPa) ke secondary upper header (final). Disini uap panas lanjut bersirkulasi dari secondary upper header ke secondary lower header melalui tubesuperheater, dan dipanaskan hinga temperatur 400°C.

6. Secondary lower header merupakan pengumpul uap final (main steam) yang siap digunakan untuk menggerakkan turbin dan keperluan proses (temperatur 400°C dan tekanan 5 MPa).

Jika langkah-langkah pembentukan uap tesebut di atas kita analisa dengan siklus Rankine, seperti tampak pada gambar 2.3, maka langkah nomor 1 s.d. 2 proses pembentukan uap berada pada titik 1-2 pada siklus Rankine, kemudian langkah nomor 2 s.d. 3 berada pada titik 2-3, dan langkah nomor 3 s.d. 6 pada titik 3-3’.

(40)

uap. Pada titik 4-1; uap sisa memasuki kondenser, kemudian diembunkan pada tekanan dan temperatur tetap hingga menjadi cairan jenuh.

Gambar 2.3. Siklus Rankine pada pembentukan uap (Google Image)

2.3.2. Superheater

Superheater merupakan komponen boiler yang berfungsi untuk menaikkan temperatur uap jenuh hingga temperatur tertentu menjadi uap final, seperti ditunjukkan pada gambar 2.4.

(41)

Sumber panas (flue gas) dari furnace mengenai water tube, kemudian lintasan flue

gas membelok hingga 180° mengenai seluruh tube dalam boiler.

Superheater dibagi menjadi dua tingkat, primary dan secondary. Primary superheater berfungsi mengalirkan uap ke desuperheater, kemudian uap yang telah dikabutkan disemprot kembali ke secondary superheater. Banyaknya air yang akan disemprotkan dikontrol oleh valve sesuai dengan temperatur kontrol. Pada package

boiler,superheater terdiri dari tube, header, piping, support dan spacer. Superheater terdiri dari tiga model yaitu, horizontal, vertikal dan inverted loop. Model yang sering digunakan adalah model inverted loop, seperti tampak pada gambar 2.5. Hal ini didasarkan pada lintasan tube yang dapat menghasilkan efisiensi perpindahan panas yang baik dan juga tidak membutuhkan ruangan yang luas [20].

(42)

2.3.3. Header dan tubing

Header, seperti tampak pada gambar 2.6 adalah pipa tempat pengelasan tube membentuk baris dan kolom baik secara aksial dan melingkar. Header merupakan komponen utama superheater yang digunakan untuk mengoleksi dan mendustribusikan steam ke tubing dan piping. Header biasanya didesain menurut

ASME Boiler and Pressure Code, Section VIII [5].

Beberapa pertimbangan khusus pada desain header adalah sebagai berikut: 1. Semua header harus terbuat dari pipa seamless.

2. Semua tee pada header harus menggunakan desain forging.

3. Ligament spacing pada arah circumferential minimum 12,7 mm diukur pada diameter dalam header.

4. Hindari penetrasi tube stub joint pada pengelasan circumferential pada daerah transisi antara header dan tee.

5. Semua pengelasan plat header harus diinspeksi dengan ultrasonic testing.

(43)

Kerusakan yang paling sering terjadi pada header adalah pada header temperatur tinggi (secondary superheater header), yang merupakan pengumpul uap final. Temperatur yang bervariasi pada header, seperti tampak pada gambar 2.7, akan berakibat kegagalan jika terdapat kelemahan desain dan fabrikasi, faktor operasional, dan pemilihan material yang tidak sesuai. Adapun bentuk kerusakannya yang paling sering terjadi adalah creep/overheating, thermal fatigue, dan thermal stress [10].

Gbr 2.7. Variasi temperatur padaheader

Semua komponen yang melekat pada header, baik support, tubing, steam

(44)

Gambar 2.8.Bentuk pengelasanpada header

Suatu komponen yang beroperasi pada temperatur tinggi akan dihadapkan pada dua masalah utama yang cenderung memperlemah komponen itu sendiri. Pertama, kekuatan yang cenderung menurun seiring dengan naiknya temperatur. Kedua, terjadinya thermal stress akibat ekspansi yang dihalangi, baik oleh bentuk geometri, kerena dikonstrain, atau karena adanya gradien temperatur [5].

Pemilihan material yang tepat merupakan salah satu syarat utama untuk konstruksi komponen boiler. Komposisi unsur chrome, moly, dan nickel akan meningkatkan ketahanan terhadap temperatur tinggi, tidak korosif. Material yang sering digunakan untuk tube boiler seperti ditunjukkan pada tabel 2.1.

(45)

2.4. Gejala dan Penyebab Kegagalan padaKomponen Boiler

Kegagalan pada komponen boiler merupakan salah satu penyebab menurunnya produktivitas dalam industri proses. Penyebab kegagalan yang sering terjadi pada komponen boiler adalah mengalami kegagalan akibat 5 hal berikut, yaitu: (1) overheating/creep (2) fatik (3) korosi (4) erosi dan (5) kurangnya kontrol kualitas, seperti tampak pada gambar 2.9.

Gambar 2.9. Penyebab kegagalan komponen boiler[23]

(46)

2.5.Analisa Kegagalan

Pada malam 14 April 1912, kapal penumpang, RMS Titanic, menabrak gunung es terapung dan tenggelam 2 jam 40 menit kemudian. Kecelakaan yang mengakibatkan kematian 1,517 orang, menjadikannya salah satu bencana yang paling mematikan dalam sejarah. Analisa dan penyelidikan yang intensif terhadap kegagalan tersebut mendorong pengembangan suatu konsep baru yaitu “ductile to brittle

transition” tentang baja. Pada era teknologi sekarang, konsep ini merupakan pengetahuan dasar bagi mahasiswa dibidang ilmu material dan rekayasa. Analisa kegagalan merupakan suatu investigasi yang konprehensif untuk menemukan mekanisme kejadian kegagalan dan akar penyebabnya [24].

Kegagalan suatu komponen dan struktur sering kita jumpai dalam industri, biasanya tanpa peringatan. Beberapa kegagalan mungkin dianggap sepele, sedangkan yang lainnya memiliki konsekuensi serius. Kegagalan

1. Kematian

6. Timbulnya masalah ekologi seperti bocornya bahan berbahaya

(47)

Semua kejadian kegagalan suatu komponen dan struktur ditunjukkan dengan gejala-gejala awal, misalnya performansi yang menurun, tidak nyaman saat digunakan, tidak mau start, dan lain-lain. Analisa kegagalan merupakan masalah yang kompleks, meliputi aspek mekanik, termal, fisik, metalurgi, kimia, korosi, proses manufaktur, analisa tegangan termasuk simulasi numerik dengan software

finite element method [FEM] [25].

2.6. Metode Analisa Kegagalan

Jika suatu analisa kegagalan akan dilakukan, pada awalnya, sangat penting untuk mengumpulkan informasi latar belakang yang relevan. Ini akan memudahkan dalam pengembangan sejarah kasus yang lengkap tentang kegagalan [26].

(48)

Sebagian besar kegagalan adalah hasil akhir dari retakan yang berasal dari kelemahan komponen yang sudah ada atau yang terbentuk selama operasi. Oleh karena itu, pengujian laboratorium dapat menyediakan informasi mengenai setiap penyimpangan dari spesifikasi standar, komposisi yang tidak homogen, pembebanan yang berlebih, produk korosi, inklusi, segregasi. Hal ini juga membantu dalam mengidentifikasi sifat komponen

Jika suatu komponen menerima pembebanan eksternal, respon material tersebut akan bergantung pada beberapa faktor, yaitu; tipe pembebanan, temperatur, cacat, pengaruh unsur kimia, dan ukuran komponen [27]. Simulasi numerik

dan gangguan eksternal.

(49)

2.7. Tegangan Elastis pada Silinder

Jika suatu silinder, seperti tampak pada gambar 2.10 menerima tekanan internal, maka ada tiga tegangan normal yang akan timbul yaitu: tegangan tangensial (σH), dantegangan radial (σR), dan tegangan aksial (σZ) [28, 29, 30].

Gambar 2.10. Tegangan normal pada silinder

2.7.1. Tegangan tangensial (σH

Tegangan tangensial atau tegangan keliling (hoop stress), yaitu tegangan yang searah dengan garis singgung penampang silinder. Tegangan tangensial

)

H

Pada radius tertentu:

σH = Piri

2

ro2−ri2

�1 +ro

2

r2� … … … …. (2.1)

(50)

pada permukaan dalam, r=r

radius dalam, radius luar, dan radius pada lokasi tertentu.

2.7.2. Tegangan radial (σR

Tegangan radial (radial stress), yaitu tegangan yang searah dengan jari-jari penampang silinder, seperti pada gambar 2.10. Besarnya tegangan radial

)

pada permukaan dalam, r=ri

σR =−Pi … . … … … . .. (2.6)

2.7.3. Tegangan aksial (σZ

Tegangan aksial (axial stress), yaitu tegangan yang searah dengan panjang silinder, seperti pada gambar 2.10. Besarnya tegangan aksial

(51)

2.8. Regangan Elastis pada Silinder

Regangan dihitung berdasarkan bentuk geometri dan Hukum Hooke, dengan asumsi material linier isotropik. Jika modulus elastisitas E, dan rasio Poison v, maka besarnya regangan tangensial (εH), radial(εR), dan aksial(εZ), akibat tegangan elastis

berturut-turut adalah [28, 29, 30]:

εH =

Tegangan equivalen atau von-Mises (σe), seperti tampak pada gambar 2.11

adalah tegangan prinsipal yang bekerja pada suatu bidang tanpa tegangan geser [31].

Gambar 2.11. Tegangan equivalen (von-Mises)

Jika tegangan tangensial, radial, dan aksial berturut-turut adalah (σH), (σR),

(52)

2.10. Regangan Equivalen (von-Mises)

Jika regangan tangensial, radial, dan aksial berturut-turut adalah (εH), (εR),

dan (εZ), maka besarnya regangan equivalen (εe) dapat ditulis:

Dengan v’ adalah rasio Poison, yang dihitung berdasarkan temperatur pada komponen, dan 0,5 untuk regangan plastis (plastic strain) [32, 33].

2.11. Distribusi Temperatur

Silinder, seperti tampak pada gambar 2.12 dalam aplikasinya menerima pemanasan dari luar dan dalam sehingga memiliki gradien temperatur pada dindingnya sebagai akibat perpindahan panas [34, 35, 36].

Gambar 2.12. Distribusi temperatur pada silinder

Jika temperatur dalam, temperatur luar, temperatur rata-rata, radius dalam, radius luar, dan radius rata-rata, berturut-turut adalah Ti, To,T, ri, ro, dan r, maka

distribusi temperatur pada dinding dapat ditulis dengan persamaan berikut:

T(r) = ∆T ln�TTo

1�

ln�To

(53)

2.12. Fluks Panas

Silinder, seperti tampak pada gambar 2.12 dengan k adalah konduktivitas termal dalam satuan (W/mm°C), L adalah panjang silinder, maka fluks akibat gradien temperatur dapat ditulis dengan persamaan Fourier sebagai berikut [35, 36, 37]:

Q = 2πL k (Ti−To) ln�ro

ri

� � … … … (2.14)

2.13. Tegangan Termal pada Silinder

Jika tube superheater yang identik dengan silinder seperti gambar 2.12 menerima beban termal, maka akan timbul regangan akibat temperatur. Silinder dengan temperatur dalam dan luar masing-masing Ti dan To, beda temperatur

ΔT=Ti–To, modulus elastisitas E, rasio Poison v, dan koefisien ekspansi termal α

dalam satuan (1/°C), maka tegangan termal arah tangensial (σHt), radial (σRt), dan

aksial (σZt) akibat beban termal dapat dihitung berturut-turut dengan pers. (2.15),

(2.16), dan (2.17) pada penjelasan berikut [4, 27, 30]:

2.13.1. Tegangan termal arah tangensial

Tegangan tangensial akibat beban termal (σHt) dapat ditulis dengan

(54)

2.13.2. Tegangan termal arah radial

Besarnya tegangan radial akibat beban termal (σHt

σRt =

2.13.3. Tegangan termal arah aksial

Besarnya tegangan radial akibat beban termal (σHt) dapat ditulis dengan

persamaan:

2.14. Regangan Termal pada Silinder

Regangan termal arah tangensial (εHt), arah radial (εRt), dan aksial (εZt) akibat

(55)

2.15. Thermal Stress pada Silinder

Thermal stress merupakan penggabungan antara beban elastis ditambah dengan beban termal. Jika silinder menerima pembebanan kombinasi antara termal dan mekanik maka terjadi thermal stress pada dindingnya [4, 18, 27, 30].

2.15.1. Thermal stress arah tangensial

Thermal stress akibat beban kombinasi arah tangensial (σHt

σHts =

2.15.2. Thermal stress arah radial

Thermal stress akibat beban kombinasi arah radial (σRts

σRts =

2.15.3. Thermal stress arah aksial

Thermal stress akibat beban kombinasi arah aksial (σZts

(56)

2.15.4. Thermal stress maksimum

2.16. Teori Kegagalan (Failure/Yield Criteria)

Jika suatu material yang ulet dibebani melewati batas elastis, ia akan memulur akibat deformasi plastis. Material yang gagal akibat deformasi plastis yang kecil dikatatan rapuh (brittle). Respon material yang tidak bergantung pada pembebanan atau deformasi dinamakan rate-independent. Jika sebaliknya, maka dinamakan

rete-dependent. Kebanyakan material logam menunjukkan rete-independent pada temperatur (1/4 atau 1/3 titik cairnya) dan laju regangan rendah [31, 32, 38].

2.16.1. Teori kegagalan von-Mises

Pada umumnya material menunjukkan fenomena tegangan multiaksial, sehingga kriteria mulur digunakan untuk menghubungkan tegangan multiaksial dengan tegangan uniaksial. Teori kegagalan von-Mises memprediksi bahwa pemuluran akan terjadi jika tegangan equivalen melebihi tegangan mulur uniaksial, dirumuskan dengan [31, 32, 38]:

�(�1− �2)2+ (�2− �3)2+ (�3− �1)2

2 �

1 2⁄

(57)

Plot dua demensi tegangan prinsipal, seperti tampak pada gambar 2.13 a menunjukkan permukaan mulur berbentuk elip. Sedangkan plot tiga dimensi, gambar 2.13 b permukaan mulur adalah silinder. Silinder ditandai dengan sumbu σ1= σ2= σ3.

Jika tegangan berada di dalam silinder, maka tidak terjadi pemuluran.

(a) dua dimensi (b) tiga dimensi

Gambar 2.13. Konsep tegangan equivalen (von-Mises)

2.16.2. Hardening rule

Suatu material akan mulai gagal jika tegangan equivalen melebihi kekuatan

mulurnya. Dengan kata lain tidak boleh ada tegangan yang melebihi diameter lingkaran, seperti tampak pada gambar 2.14. Tetapi, hardening rule merespon pemuluran ini dengan perubahan ukuran, bentuk, dan titik pusat komponen.

Hardening rule menentukan pemuluran jika beban ditambah atau dibalik [32, 39].

(58)

Hardening rule dibagi menjadi dua tipe yaitu; isotropic hardening, dan kinematic hardening. Pada isotropic hardening, seperti tampak pada gambar 2.15, permukaan mulur setelah beban ditambah berekspansi seragam ke semua arah aliran plastis (plastic flow). Isotropic hardening biasa digunakan untuk simulasi dengan regangan yang besar atau pembebanan yang proporsional. Model ini tidak cocok untuk pembebanan berulang (cyclic loading).

Gambar 2.15. Isotropic hardening

Sedangkan pada kinematik hardening, seperti tampak pada gambar 2.16, ukuran permukaan mulur setelah beban ditambah tetap konstan dan bertranslasi ke arah mulur. Kebanyakan material logam memiliki prilaku kinematic hardening untuk regangan yang kecil dan pembebanan berulang [31, 32, 39].

(59)

2.17. Simulasi Numerik

Berbagai fenomena dalam dunia science dan engineering dapat dideskripsikan dengan formulasi persamaan diferensial menggunakan model kontinum mekanik. Penyelesaian persamaan diferensial dengan kondisi yang bervariasi seperti kondisi batas atau kondisi inisial dapat membantu memahami fenomena dan dapat mengestimasi fenomena pada masa yang akan datang. Untuk persamaan diferensial, umumnya sulit diperoleh solusi analitisnya, ini disebabkan oleh kompleksitas sifat material, kondisi batas, dan juga bentuk struktur itu sendiri. Solusi yang mungkin untuk permasalahan yang demikian adalah dengan menggunakan analisa numerik menggunakan metode elemen hingga. Metode elemen hingga menerjemahkan pemasalahan persamaan diferensial parsial menjadi persamaan aljabar linier dengan mengadopsi metode numerik untuk mendapatkan solusi pendekatan [40].

2.17.1. Simulasi struktur

Analisa struktur merupakan aplikasi metode elemen hingga yang paling sering digunakan. Struktur disini tidak dibatasi hanya pada bangunan dan jembatan, melainkan meliputi aeronautical, naval, dan struktur mechanical. Analisa struktur

(60)

2.17.2. Simulasi termal

Analisa termal memperhitungkan distribusi temperatur dan besaran termal lainnya pada suatu komponen atau sistem. Simulasi termal memainkan peran yang penting dalam aplikasi engineering, seperti pada heat exchanger, piping systems,

combustion engine, turbin, dan komponen elektronik. Pada kasus tertentu, analisis termal dimasukkan untuk memperhitungkan thermal stress [32, 37].

2.17.3. Simulasi thermal stress

Simulasi thermal stress memungkinkan solusi dari analisa termal dimasukkan ke analisa struktur. Fitur ini berguna untuk menentukan efek distribusi temperatur terhadap respon struktur. User dapat memberikan beban termal secara terpisah atau dihubungkan dengan beban mekanik dalam satu seri dengan mengimpor beban termal Analisa termal dilakukan terlebih dahulu. Dari analisa ini didapat hasil seperti distribusi temperatur sesuai dengan kondisi batas yang diberikan. Temperatur dari solusi termal kemudian digunakan sebagai beban (load) dengan preprocessing dan solusi untuk analisa struktur [32].

2.18. Ansys Workbench

(61)

Untuk memulai analisa menggunakan Ansys Workbench dapat dilakukan dengan langkah-langkah seperti pada gambar 2.17.

Gambar 2.17. Cara memulai analisa dengan program Ansys Workbench

Kelebihan program ini adalah dapat mengoperasikan beberapa solver dalam satu paket dengan interface yang berbeda namun data tetap terintegrasi dalam suatu sistem, seperti tampak pada gambar 2.18.

(62)

2.18.1. Workbench environment

Ansys Workbench menyediakan metode yang memungkinkan untuk berinteraksi dengan Ansys family solver. Workbench environment memberikan integrasi yang unik dengan sistem CAD. Ansys Workbench terdiri dari berbagai aplikasi

Mechanical; untuk melakukan analisa struktur dan termal menggunakan solver Ansys. Meshing juga termasuk dalam aplikasi mechanical

[44, 45]:

Fluid Flow (CFX); untuk melakukan analisa CFD menggunakan CFXFluid Flow (FLUENT); untuk melakukan analisa CFD menggunakan

FLUENT

Geometry (DesignModeler); untuk membuat geometri dan menyiapkan model solid yang digunakan dalam aplikasi Mechanical.

Engineering Data; untuk mendifinisikan sifat-sifat material

Meshing Application; untuk menghasilkan mesh CFD dan Explicit Dynamics

Design Exploration; untuk analisa optimasi

Finite Element Modeler (FE Modeler); untuk menterjemahkan mesh NASTRAN dan ABAQUS agar dapat digunakan di Ansys Workbench.

BladeGen (Blade Geometry); untuk membuat geometri sudu

(63)

Workbench environment mendukung dua tipe aplikasi, seperti tampak pada gambar 2.19 yaitu; (1) Native applications (workspaces); Aplikasi asli (native) terkini adalah Project Schematic, Engineering Data, dan Design Exploration. Aplikasi asli yang diluncurkan dan dijalankan di jendela Workbench. (2) Data Integrated

Applications; aplikasi terkini mencakup Mechanical, Mechanical APDL, FLUENT, CFX, AUTODYN dan aplikasi lainnya.

Gambar 2.19. Workbench environment

Native application

(64)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

3.1.1. Tempat

Penelitian ini merupakan studi kasus di industri petrokimia, yaitu kegagalan komponen tube superheaterpackage boiler di PT PIM Lhokseumawe. Tahapan dan kegiatan penelitian ini dilakukan di dua tempat, seperti ditunjukkan pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Tempat dan aktifitas penelitian

No Kegiatan Tempat Keterangan

1 Survey pendahuluan dan Pengambilan data

PT PIM

Lhokseumawe Biro Inspeksi Statik

2 Survey lanjutan, focus pada penyebab, pengambilan sampel dan pengujian eksperimental 4 Analisa hasil dan pembuatan

laporan akhir Medan

Software Ms. Office

3.1.2. Waktu

(65)

3.2. Diagram Penelitian

Metodologi dan langkah-langkah penyelesaian penelitian adalah seperti ditunjukkan pada gambar 3.1.

4. Pengujian Komposisi Kimia Simulasi Numerik

1. Simulasi Tegangan Elastis dan Validasi 2. Simulasi Thermal Stress (transien termal + tekanan)

Evaluasi Hasil

(66)

3.3. Pengamatan Visual

Pengamatan visual pada komponen utama penyumbang kegagalan untuk mengungkapkan adanya tanda-tanda penyimpangan pada komponen, kualitas pengerjaan, dan perlakuan terhadap komponen selama dioperasikan. Semua penyimpangan dicatat, diukur, dan didokumentasikan untuk keperluan analisa selanjutnya.

Superheater yang memiliki 102 tube ∅44,5 mm dipasang secara diagonal pada header, seperti ditunjukkan pada gambar 3.2. Panjang 1650 mm dengan membentuk baris dan kolom (nomor).

Gambar 3.2. Header dan gambar bentangannya.

Tube yang gagal Baris 1 No.8

Baris

Nomor/kolom

1 2

Diaphragms bergeser dari posisi asalnya

(67)

Temperatur yang bervariasi menyebabkan superheater menerima beban kombinasi antara termal dan mekanik pada saat pada dioperasikan, terlebih lagi jika ada pengelasan pada komponen, seperti tampak pada gambar 3.3, dimana pada daerah lasan terdapat efek tegangan sisa (residual stress) [5].

Gambar 3.3.Pengelasan diaphragms dalam header

Pada tahap pemeriksaan secara visual, alat-alat bantu seperti kamera digital, pita ukur, busur derajat, dan jangka sorongdiperlukan untuk kelancaran pengambilan data, seperti ditunjukkan pada gambar 3.4.

(c) Busur derajat (b) Pita ukur

(a) Kamera digital

(68)

Pada keadaan normal, package boiler beroperasi dengan kondisi sebagai berikut:

Kapasitas : 120 ton/jam (Maximum Continuous Rate) Temperatur uap : 400°C (Uap final)

Temperatur desain : 500°C (header dan tube superheater) Tekanan operasi : 53 Kg/cm2

Sedangkan pada saat kegagalan, kondisi operasi menurun drastis. Ini menunjukkan adanya kebocoran tube superheater, seperti ditunjukkan pada tabel 3.2.

( 5 MPa - header dan tube superheater)

Tabel 3.2.Kondisi operasi pada saat kegagalan (PT PIM)

Material, dimensi, dan jumlah komponen superheater seperti ditunjukkan pada tabel 3.3.

Tabel 3.3. Material komponen superheater (PT PIM) Nama

Komponen Material

Ukuran

(mm) Jumlah Keterangan

(69)

Spesifikasi material superheater adalah berturut-turut untuk tube, header, dan

diaphragms adalah seperti tabel 3.4.

Tabel 3.4. Spesifikasi material supeheater pada temperatur kamar [48].

Material komponen superheater terbuat dari low alloy ferritic steel (1¼ Cr-½ Mo), dan memiliki komposisi kimia seperti tabel 3.5.

Tabel 3.5. Komposisi kimia material superheater [48]

Kode

Temperatur maksimum tube superheater menurut beberapa standar adalah seperti tabel 3.6.

Tabel 3.6 Temperatur maksimum SA 213 T11[5].

Material ASME

(70)

Diagram Time-Temperature-Transformation digunakan untuk menentukan awal terjadinya transformasi hingga berakhir pada temperatur konstan (isothermal) untuk perlakuan panas baja paduan austenite, seperti ditunjukkan pada gambar 3.5

Gambar 3.5.Diagram TTT SA 213 T11 [48]

Pada AC1: mulai terbe ntuknya austenit pada pemanasan 780°C (1430°F).

AC3: transformasi ferit ke austenit selesai pada pemanasan 890°C (1635°F).

AR1: transformasi austenit ke ferit atau ferit + sementit selesai pada pendinginan

696°C (1285°F). AR3: austenit mulai bertransformasi ke ferit pada pendinginan

843°C (1550°F). AR4: transformasi delta ferit ke austenit selama pendinginan.

B(s): austenit mulai bertransformasi ke bainit pada pendinginan 611°C (1130°F).

M(s): austenit mulai bertransformasi ke martensit pada pendinginan 433°C (810°F).

(71)

Diagram Continuous Cooling Transformation menentukan struktur mikro yang terbentuk akibat siklus termal yang diterapkan. Pendinginan sangat cepat menghasilkan struktur yang didominasi martensit. Pada komponen boiler, pembentukan bainit mendominasi pada laju pendinginan cepat, dengan pembentukan ferit mendominasi selama pendinginan lambat, seperti ditunjukkan pada gambar 3.6.

Gambar 3.6.Diagram CCT SA 213 T11 [48]

Tabel 3.7 Pengaruh laju pendinginan dan kekerasan [48].

(72)

3.4. Pengujian Eksperimental

Pengujian eksperimental yang dilakukan merupakan jenis Non-Destructive

Testing (NDT) meliputi pengukuran dimensi, pengujian kekerasan, dan pengujian komposisi kimia.

3.4.1. Pengukuran dimensi

Pengukuran dimensi, seperti tampak pada gambar 3.7 untuk mengetahui perubahan ukuran, baik diameter maupun tebal dinding. Pengukuran dimensi sesuai dengan standar ASTM A 213 T11 Standard Spesification for Seamless Ferritic and

Austenitic Alloy-Steel Boiler, Superheater, and Heat-Exchanger Tubes [48].

Langkah-langkah pengukuran dimensi menggunakan jangka sorong jangka sorong dan busur derjat adalah sebagai berikut:

1. Masing-masing sisi tube dibagi menjadi 8 bagian dengan busur derajat 2. Tandai dengan huruf yang saling tegak lurus, yaitu AE, BF, CG, dan DH 3. Ukur diameter luar bagian yang ditandai menggunakan jangka sorong

(73)

4. Catat dan tabulasi hasil pengukuran

5. Dengan cara yang sama, ukur diameter dalam

6. Ukur tebal pada tiap 8 titik yang telah ditandai, yaitu A, B, C, D, E, F, G dan H

7. Catat dan tabulasi hasil pengukuran 8. Lakukan langkah yang sama pada sisi 2.

3.4.2. Pengujian kekerasan

Pengujian kekerasan pada delapan titik pengujian, seperti tampak pada gambar 3.8 menggunakan TIME Leeb Portable Hardness Tester Type HLN-11A, seperti tampak pada gambar 3.9, sesuai dengan standar ASTM A956 Standard Test

Method for Leeb Hardness Testing of Steel Products [49].

Gambar 3.8. Titik pengujian kekerasan metode Leeb

(74)

Pengujian kekerasan dilakukan dengan menekan bagian atas batang impak, seperti tampak pada gambar 3.10, sehingga massa test tip, yaitu tungsten karbide jatuh akibat gaya pegas, lalu sensor elektronik mengukur kecepatan sebelum/sesudak impak pada permukaan benda uji. Hasil pengujian dapat langsung dicetak dan dikonversi menjadi nilai kekerasan Brinell, Vickers, atau Rockwell.

Gambar 3.10.Pengujian kekerasan tube superheater

Langkah-langkah pengujian kekerasan adalah sebagai berikut: 1. Bersihkan permukaan sampel tube yang akan diuji

2. Hubungkan batang impak ke instrumen dan hidupkan peralatan pada POWER ON

3. Tempatkan batang impak pada titik pengujian yang telah ditandai

4. Pegang sampel tube dengan satu tangan agar tidak bergeser, sementara satu tangan lagi menekan tombol bagian atas batang impak

5. Baca hasil pengukuran pada layar

6. Ulangi pengukuran hingga 3 kali pada tiap titik

(75)

3.4.3. Pengujian komposisi kimia

Pengujian komposisi kimia (Positive Material Identification) pada sampel

tube superheater menggunakan X-MET5100 for PMI Type X-Ray Fluorescence (XRF), seperti tampak pada gambar 3.11a, sesuai dengan standar ASTM E 1724 – 95 Standard Guide for Testing and Certification of Metal and Metal-Related Reference Materials [51].

.

Gambar 3.11. X-MET5100for PMI Type XRF [52]

(76)

Langkah-langkah pengujian komposisi kimia, seperti tampak pada gambar 3.12, adalah sebagai berikut:

1. Bersihkan permukaan tube yang akan diuji

2. Masukkan PDA (Portable Digital Assistant) pada slot analyzer X-MET5100

3. Hidupkan X-MET (Gambar 3.12a) dan PDA (Gambar 3.12 b) dengan menekan tombol POWER ON

4. Klik Start>X-MET untuk masuk ke menu

Gambar 3.12.Pengujian komposisi kimia (PT PIM)

5. Klik LOGON, masukkan pasword

6. Klik sembarang di layar hingga keluar menu utama

7. Cek kalibrasi sampel yang tersedia. Kemudian pilih Display

(77)

8. Pilih Name Sample untuk menamakan sampel uji

9. Pilih Select Method>Low Alloys_LE>Select Method untuk metode pengujian, seperti tampak pada gambar 3.13.

Gambar 3.13. Memilih metode pengujian

10. Pilih Output Setting> conteng pada Log File Name\SD Card >masukkan

nama file>Save, seperti tampak pada gambar 3.14.

11. Pilih Setting>Configuration>Timed Esay>Yes, untuk penekanan trigger

dan langsung lepas

(78)

12. Pilih Measurement Time>isikan 6>ok, untuk lama pembacaan sinar – X selama 6 detik

13. Tempelkan X-MET5100 pada sampel uji, hingga muncul warna kuning pada background User Mode/Supervisor Mode yang menunjukkan posisi

pengujian sudah pas

14. Tekan trigger pada handle dan langsung lepaskan. Pastikan X-MET5100 bekerja dengan adanya lampu merah menyala pada X-RAY ON, seperti tampak pada gambar 3.15.

Gambar 3.15. X-RAY ON

(79)

Tabel 3.8. Identifikasi elemen dengan X-MET5100 Type XRF [52]

3.5. Simulasi Numerik

Analisa pertama adalah tegangan elastis. Pada analisa ini, hasil analisa numerik dan perhitungan teoritis keduanya divalidasi. Selanjutnya adalah analisa

(80)

3.5.1. Simulasi tegangan elastis

Sebagian tube superheater yang dipotong pada daerah gagal sepanjang 100 mm dikaji terhadap pembebanan mekanis akibat tekanan internal sebesar 5 MPa. Model dipilih 1/8 silinder dan ditutup pada ujungnya. Radius dalam (ro), radius luar (ri), tebal (t), modulus elastis (E), dan rasio Poison (v) berturut-turut adalah (18,25 mm), (22,5 mm), (4 mm), (2 x 105

Langkah-langkah simulasi tegangan memiliki urutan yaitu; (1) memilih

analysis systems pada toolbox; (2) klik ganda Static Structural; (3) menyelasaikan simulasi tegangan sesuai dengan urutan program seperti tampak pada gambar 3.16.

MPa), dan (0,3).

Gambar 3.16. Langkah-langkah simulasi tegangan 1

2

Gambar

Gambar 2.1. Package boiler (Babcock & Wilcox)
Gambar 2.2. Skema package boiler pada pembentukan uap (Data survey di PT PIM)
Gambar 2.5. Inverted loop superheater (Babcock & Wilcox).
Gambar 2.9. Penyebab kegagalan komponen  boiler[23]
+7

Referensi

Dokumen terkait