• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Susu Formula pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Kelurahan Helvetia Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Susu Formula pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Kelurahan Helvetia Timur"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN SUSU FORMULA PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI

KELURAHAN HELVETIA TIMUR

TESIS

Oleh HENI TRIANA 107032123/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

FACTORS RELATING TO THE GRANTING INFANT FORMULA MILK AT AGE IN 0-6 MONTHS

HELVETIA KELURAHAN EAST

THESIS

By HENI TRIANA 107032123/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN SUSU FORMULA PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI

KELUARAHAN HELVETIA TIMUR

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh HENI TRIANA 107032123/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN SUSU FORMULA PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI KELURAHAN

HELVETIA TIMUR Nama Mahasiswa : Heni Triana

Nomor Induk Mahasiswa : 107032123

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D) (Drs. Tukiman, M.K.M Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 31 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D Anggota : 1. Drs. Tukiman, M.K.M

(6)

PERNYATAAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN SUSU FORMULA PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI

KELURAHAN HELVETIA TIMUR

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

(7)

ABSTRAK

Rendahnya cakupan ASI eksklusif di Kecamatan Helvetia berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kota medan sebesar 0,00% dan tingginya pemberian susu formula kepada bayi umur 0-6 bulan. Hal ini terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan di Kelurahan Helvetia Timur. Jenis penelitian ini adalah retrospective study. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu di kelurahan Helvetia Timur yang mempunyai bayi 0-6 bulan berjumlah 256 orang.Sampel sebanyak 191 orang dan diambil secara convinience sampling.Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan chi-squarepada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil uji eksak fisher di peroleh nilai P= 0,583 > 0,05 artinya tidak ada hubungan antara umur dengan pemberian susu formula. hasil uji statistik chi square diperoleh nilai P=0,002< 0,05 artinya ada hubungan antara pengetahuan dengan pemberian susu formula, hasil uji statistik chi square di peroleh nilai P=0,007 < 0,05 artinya ada hubungan antara pendidikan ibu dengan pemberian susu formula, hasil uji statistik chisquare diperoleh nilai P= 0,010 < 0,05 artinya ada hubungan pekerjaan ibu dengan pemberian susu formula, hasil uji statistik chi square di peroleh nilai P= 0,027 < 0,05 artinya ada hubungan antara penghasilan dengan pemberian susu formula, hasil uji statistik chi square diperoleh nilai P= 0,296 >0,05 artinya tidak ada hubungan antara jumlah tanggungan dengan pemberian susu formula, hasil uji statistik chi square diperoleh nilai P=0,011 < 0,05 artinya ada hubungan lingkungan sanak saudara dengan pemberian susu formula, hasil uji statistik chi square diperoleh nilai P= 0,047 < 0,05 artinya ada hubungan antara tempat bersalin dengan pemberian susu formula, hasil uji statistik chi square di peroleh nilai P = 0,045 > 0,05 artinya ada hubungan antara media informasi dengan pemberian susu formula.

Disarankan kepada tenaga kesehatan perlu meningkatkan pemahaman ibu tentang pentingnya pemberian Asi ekslusif pada bayi melalui penyuluhan atau pendidikan kesehatan kepada ibu untartinya ada hubungan antara pendidikan dengan pemberian susu formula, uk meningkatkan cakupan pemberian Asi ekslusif pada bayi, diharapkan ibu untuk tidak memberikan susu formula pada bayi dengan umur 0-6 bulan dan kepada ibu untuk lebih meningkatkan pengetahuan tentang manfaat pemberian ASI ekslusif pada bayi sampai umur 6 bulan.

(8)

ABSTRACT

The low coverage of exclusive breast feeding in the District of Helvetia and a high of 0,00% formula feeding to infants age 0-6 months. This is related to factor sassociated with formula feeding in infant saged 0-6 months.

This study aimstodetermine the factors associated with formula feeding in infants aged 0-6 months in the Village of East Helvetia. This type of researchis aretrospective study. The population in thi sstudy wereall mothersin the village of East Helvetia has a baby 0-6 months amounted to 256 people. Sample of 191 people and taken convenience sampling. Data obtained through interviews using questionnaires, were analyzed bychi-square at theα=5%.

The results showed that the results obtained by fisher's exact test p-value = 0.583> 0.05 means that there is no relationship between age and formula feeding. The test results obtained chi square statistic p-value = 0.002 <0.05 means that there is a relationship between knowledge with formula feeding, the results obtained by chi-square statistical test p-value = 0.007 <0.05 means that there is a relationship between maternal education with formula feeding, results chi-square statistical test obtained p-value = 0.010 <0.05 means that there is a relationship work with formula feeding mothers, the results obtained by chi-square statistical test p-value = 0.027 <0.05 means that there is a relationship between income formula feeding, the results of statistical tests obtained chi square p-value = 0.296> 0.05 means that there is no relationship between the number of dependents with formula feeding, the results obtained by chi-square statistical test p-value = 0.011 <0.05 means that there is a relationship between the environment relative to formula feeding, results chi-square statistical test obtained p-value = 0.047 <0.05 means that there is a relationship between place of birth with formula feeding, the results obtained by chi-square statistical test p value = 0.045> 0.05 means that there is a relationship with the media with formula feeding

It is recommended to health professionals need to improve understanding of theim portance of mothers exclusively breast milkto infant sthrough counseling or health education to mothers to improve the cover age of exclusive breast feeding in infants, mother sare expected not to give formula in infant sto age 0-6 months and them other to further improve the knowledge about the benefit sof exclusive breast feeding in infants up to age 6 months.

(9)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur yang tiada henti dan tak terhingga kepada

Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Susu Formula pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Kelurahan Helvetia Timur ”.

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi Magister Ilmu Kesehatan

Masyarakat Jurusan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat

dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan moral maupun material dari banyak pihak.

Untuk itu izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

5. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D, sebagai ketua komisi pembimbing yang dengan

(10)

waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis

selesai.

6. Drs. Tukiman, M.K.M selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh

perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu

untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

7. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes sebagai

komisi penguji atau pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan

masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

8. Kepala Puskesmas Helvetia Kota Medan dan jajarannya yang telah berkenan

memberikan kesempatan kepada penulis untuk memberikan izin sampai selesai

penelitian ini.

9. Lurah Kelurahan Helvetia Timur dan jajarannya yang telah berkenan

memberikan kesempatan kepada penulis untuk memberikan izin sampai selesai

penelitian ini.

10. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi Magister Ilmu KesehataMasyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu perilaku, Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

11. Ketua Stikes Flora Medan yaitu dr. H. Muara P Lubis, Sp.OG yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan pendidikan pada

Program Studi Megister Ilmu Kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara.

12. Kaprodi DIII Keperawatan yaitu Bapak dr. Martua Lubis, M.Sc yang setiap saat

(11)

13. Rekan-rekan mahasiswa S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi

Kesehatan dan Ilmu Perilaku tahun 2010, terima kasih atas semangat

kebersamaan selama menjalani perkuliahan semoga kita masih bisa menjalin

silaturahmi di masa mendatang.

14. Orang tua penulis ayahanda Almarhum Thamrin A malik dan Ibunda Tengku

Darnawati terima kasih atas kasih sayang doa dan dukungan baik moril maupun

materil kepada penulis

15. Mertua penulis ayahanda H. M. Syofan dan Ibunda Sarni yang telah memberikan

dukungan dan semangat kepada penulis.

16. Secara khusus buat Suami ku tercinta Ibrahim AMP dan anaku tersayang Jihan

Fatika yang telah memberikan pengertian, semangat dan dukungannya semoga

ALLAH SWT membalas semuanya dengan kebahagian dan suka cita.

Kiranya penelitian ini mampu memberikan manfaat yang sebesar – besarnya

pada berbagai pihak yang berkepentingan. Penulis menyadari atas segala

keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan

demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi

pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi

penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2012 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Heni Triana, lahir pada tanggal 8 Agustus 1977 di Langsa, anak ketiga dari

tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda Alm. Thamrin A. Malik dan Ibunda T.

Darnawati.

Pendidikan formal penulis dimulai dari Sekolah Dasar di sekolah Dasar

Negeri Desa Gohor Kecamatan Wampu, selesai Tahun 1989, Sekolah Menengah

Pertama di MTs Bustanul Ulum Langsa, selesai tahun 1992, Sekolah Menengah Atas

di MAN I Tanjung Pura, selesai Tahun 1995, Akademi Keperawatan Flora Medan,

selesai Tahun 1998, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,

selesai Tahun 2003.

Penulis mulai bekerja sebagai staf pengajar di Akademi Keperawatan Flora

Medan tahun 1999 sampai sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi Magister Ilmu

Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku , Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2010 dan

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Konsep Dasar Perilaku ... 9

2.1.1. Pengertian Perilaku ... 9

2.1.2. Bentuk Perilaku ... 9

2.1.3. Proses Adopsi Perilaku ... 14

2.1.4. Perilaku Kesehatan ... 15

2.1.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku ... 16

2.2. Konsep Dasar Susu Formula ... 17

2.2.1. Pengertian Susu Formula ... 17

2.2.2. Klasifikasi Susu Formula ... 17

2.2.3. Komposisi Susu Formula dan Kekurangannya Dibandingkan ASI ... 19

2.2.4. Manfaat ASI Eksklusif Dibandingkan Bahaya Susu Formula ... 22

2.2.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penggunaan Susu Susu Formula ... 25

2.3. Landasan Teori ... 26

2.4. Kerangka Konsep ... 27

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 28

3.1. Jenis Penelitian ... 28

(14)

3.3. Populasi dan Sampel ... 28

3.3.1. Populasi ... 28

3.3.2. Sampel ... 29

3.3.2.1. Besar Sampel ... 29

3.3.2.2. Kriteria Eksklusi Sampel ... 29

3.3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel ... 30

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 30

3.4.1. Data Primer ... 30

3.4.2. Data Sekunder ... 30

3.5. Validitas dan Reliabilitas ... 31

3.5.1. Validitas ... 31

3.5.2. Reliabilitas ... 32

3.6. Variabel dan Defini Operasional ... 33

3.6.1. Variabel Bebas ... 33

3.6.2. Variabel Terikat ... 36

3.7. Metode Pengukuran ... 36

3.8. Metode Analisis Data ... 37

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 38

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 38

4.1.1. Distribusi Penduduk Helvetia Timur Berdasarkan Lingkungan ... 38

4.1.2. Distribusi Jumlah Bayi Helvetia Timur Berdasarkan Kelompok Umur ... 39

4.1.3. Distribusi Kunjungan Bayi Melakukan Pemeriksaan di Posyandu Helvetia Timur …... ... 40

4.1.4. Sarana Pendukung Kesehatan di Helvetia Timur... 40

4.2. Analisis Univariat ... 41

4.2.1. Umur ... 41

4.2.2. Pengetahuan ... 41

4.2.3. Pendidikan ... 44

4.2.4. Pekerjaan ... 44

4.2.5. Penghasilan Keluarga ... 45

4.2.6. Jumlah Tanggungan ... 45

4.2.7. Lingkungan Sanak Saudara ………... ... 46

4.2.8. Tempat Bersalin ... 46

4.2.9. Media Informasi ... 46

4.2.10. Pemberian Susu Formula ... 47

4.2.11. Pemberian Susu Formula Berdasarkan Umur Bayi ... 47

4.2.12. Hasil Wawancara Mendalam Khusus Pada Ibu yang Memberikan Susu Formula pada Bayi ... 48

(15)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 55

5.1. Hubungan Umur dengan Pemberian Susu Formula di Kelurahan Helvetia Timur... 55

5.2. Hubungan Pengetahuan dengan Pemberian Susu Formula di Kelurahan Helvetia Timur ... 56

5.3. Hubungan Pendidikan dengan Pemberian Susu Formula di Kelurahan Helvetia Timur ... 59

5.4. Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian Susu Formula di Kelurahan Helvetia Timur ... 62

5.5. Hubungan Penghasilan Keluarga dengan Pemberian Susu Formula di Kelurahan Helvetia Timur ... 64

5.6. Hubungan Jumlah Tanggungan Keluarga dengan Pemberian Susu Formula di Kelurahan Helvetia Timur ... 65

5.7. Hubungan Lingkungan Sanak Saudara dengan Pemberian Susu Formula di Kelurahan Helvetia Timur ... 67

5.8. Hubungan Tempat Bersalin dengan Pemberian Susu Formula di Kelurahan Helvetia Timur ... 68

5.9. Hubungan Media Informasi dengan Pemberian Susu Formula di Kelurahan Helvetia Timur ... 70

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

6.1. Kesimpulan ... 73

6.2. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1

3.2

Hasil Uji Validitas Variabel Pengetahuan ...

Hasil Uji Reliabilitas Variabel Pengetahuan ...

31

33

3.7 Variabel, Cara, ALat, Skala dan Hasil Ukur ... 36

4.1

4.2

4.3

Distribusi Penduduk di Kelurahan Helvetia Timur Berdasarkan Lingkungan ...

Distribusi Jumlah Bayi Helvetia Timur Berdasarkan Kelompok Umur ...

Distribusi Jumlah Bayi Helvetia Timur Berdasarkan Kelompok Umur ...

39

39

40

4.4 Distribusi Frekuensi Umur Responden di Kelurahan Helvetia

Timur ... 41

4.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Susu

Formula pada Bayi Usia 0-6 bulan ... 42

4.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu yang Mempunyai Bayi

6-11 Bulan di Kelurahan Helvetia Timur ... 44

4.7 Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu yang Mempunyai Bayi

6-11 Bulan di Kelurahan Helvetia Timur ... 44

4.8 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu yang Mempunyai Bayi

6-11 Bulan di Kelurahan Helvetia Timur ... 44

4.9 Distribusi Frekuensi Penghasilan Keluarga Ibu yang

Mempunyai Bayi 6-11 Bulan di Kelurahan Helvetia Timur ... 45

4.10 Distribusi Frekuensi Jumlah Tanggungan Keluarga Ibu yang

(17)

4.11 Distribusi Frekuensi Lingkungan Sanak Saudara Responden

di Kelurahan Helvetia Timur ... 46

4.12 Distribusi Frekuensi Tempat Bersalin Responden di

Kelurahan Helvetia Timur ... 46

4.13 Distribusi Frekuensi Media Informasi Responden di

Kelurahan Helvetia Timur ... 47

4.14 Distribusi Frekuensi Pemberian Susu Formula Responden di

Kelurahan Helvetia Timur ... 47

4.15 Distribusi Frekuensi Pemberian Susu Formula Berdasarkan

Umur Bayi di Kelurahan Helvetia Timur ... 48

4.16 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Susu Formula Berdasarkan Umur Bayi di Kelurahan Helvetia

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.3. Modifikasi Teori L. Green tentang Faktor-faktor yang

Memengaruhi Terjadinya Suatu Perilaku……….…………... 26

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 79

2. Master Data Validitas dan Reliabilitas ... 85

3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 86

4. Master Data Penelitian ... 88

5. Hasil Uji Statistik ... 102

(20)

ABSTRAK

Rendahnya cakupan ASI eksklusif di Kecamatan Helvetia berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kota medan sebesar 0,00% dan tingginya pemberian susu formula kepada bayi umur 0-6 bulan. Hal ini terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan di Kelurahan Helvetia Timur. Jenis penelitian ini adalah retrospective study. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu di kelurahan Helvetia Timur yang mempunyai bayi 0-6 bulan berjumlah 256 orang.Sampel sebanyak 191 orang dan diambil secara convinience sampling.Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan chi-squarepada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil uji eksak fisher di peroleh nilai P= 0,583 > 0,05 artinya tidak ada hubungan antara umur dengan pemberian susu formula. hasil uji statistik chi square diperoleh nilai P=0,002< 0,05 artinya ada hubungan antara pengetahuan dengan pemberian susu formula, hasil uji statistik chi square di peroleh nilai P=0,007 < 0,05 artinya ada hubungan antara pendidikan ibu dengan pemberian susu formula, hasil uji statistik chisquare diperoleh nilai P= 0,010 < 0,05 artinya ada hubungan pekerjaan ibu dengan pemberian susu formula, hasil uji statistik chi square di peroleh nilai P= 0,027 < 0,05 artinya ada hubungan antara penghasilan dengan pemberian susu formula, hasil uji statistik chi square diperoleh nilai P= 0,296 >0,05 artinya tidak ada hubungan antara jumlah tanggungan dengan pemberian susu formula, hasil uji statistik chi square diperoleh nilai P=0,011 < 0,05 artinya ada hubungan lingkungan sanak saudara dengan pemberian susu formula, hasil uji statistik chi square diperoleh nilai P= 0,047 < 0,05 artinya ada hubungan antara tempat bersalin dengan pemberian susu formula, hasil uji statistik chi square di peroleh nilai P = 0,045 > 0,05 artinya ada hubungan antara media informasi dengan pemberian susu formula.

Disarankan kepada tenaga kesehatan perlu meningkatkan pemahaman ibu tentang pentingnya pemberian Asi ekslusif pada bayi melalui penyuluhan atau pendidikan kesehatan kepada ibu untartinya ada hubungan antara pendidikan dengan pemberian susu formula, uk meningkatkan cakupan pemberian Asi ekslusif pada bayi, diharapkan ibu untuk tidak memberikan susu formula pada bayi dengan umur 0-6 bulan dan kepada ibu untuk lebih meningkatkan pengetahuan tentang manfaat pemberian ASI ekslusif pada bayi sampai umur 6 bulan.

(21)

ABSTRACT

The low coverage of exclusive breast feeding in the District of Helvetia and a high of 0,00% formula feeding to infants age 0-6 months. This is related to factor sassociated with formula feeding in infant saged 0-6 months.

This study aimstodetermine the factors associated with formula feeding in infants aged 0-6 months in the Village of East Helvetia. This type of researchis aretrospective study. The population in thi sstudy wereall mothersin the village of East Helvetia has a baby 0-6 months amounted to 256 people. Sample of 191 people and taken convenience sampling. Data obtained through interviews using questionnaires, were analyzed bychi-square at theα=5%.

The results showed that the results obtained by fisher's exact test p-value = 0.583> 0.05 means that there is no relationship between age and formula feeding. The test results obtained chi square statistic p-value = 0.002 <0.05 means that there is a relationship between knowledge with formula feeding, the results obtained by chi-square statistical test p-value = 0.007 <0.05 means that there is a relationship between maternal education with formula feeding, results chi-square statistical test obtained p-value = 0.010 <0.05 means that there is a relationship work with formula feeding mothers, the results obtained by chi-square statistical test p-value = 0.027 <0.05 means that there is a relationship between income formula feeding, the results of statistical tests obtained chi square p-value = 0.296> 0.05 means that there is no relationship between the number of dependents with formula feeding, the results obtained by chi-square statistical test p-value = 0.011 <0.05 means that there is a relationship between the environment relative to formula feeding, results chi-square statistical test obtained p-value = 0.047 <0.05 means that there is a relationship between place of birth with formula feeding, the results obtained by chi-square statistical test p value = 0.045> 0.05 means that there is a relationship with the media with formula feeding

It is recommended to health professionals need to improve understanding of theim portance of mothers exclusively breast milkto infant sthrough counseling or health education to mothers to improve the cover age of exclusive breast feeding in infants, mother sare expected not to give formula in infant sto age 0-6 months and them other to further improve the knowledge about the benefit sof exclusive breast feeding in infants up to age 6 months.

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemberian air susu ibu (ASI) sangat penting bagi tumbuh kembang yang

optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasan bayi. Oleh karena itu, pemberian

ASI perlu mendapat perhatian para ibu dan tenaga kesehatan agar proses menyusui

dapat terlaksana dengan benar (Afifah, 2007). Selain itu, pemberian ASI dapat

menurunkan risiko kematian bayi. Kita ketahui bahwa Angka Kematian Bayi (AKB)

merupakan salah satu indikator kesehatan di suatu negara. Data SDKI tahun 2007

menunjukkan AKB di Indonesia cukup tinggi yaitu 34/1000.

Di negara berkembang, lebih dari 10 juta bayi meninggal dunia per tahun, 2/3

dari kematian tersebut terkait dengan masalah gizi yang sebenarnya dapat

dihindarkan. Penelitian di 42 negara berkembang menunjukkan bahwa pemberian

ASI secara eksklusif selama 6 bulan merupakan intervensi kesehatan masyarakat

yang mempunyai dampak positif terbesar untuk menurunkan angka kematian balita,

yaitu sekitar 13% (Sentra Laktasi Indonesia, 2007).

Masih menurut Sentra Laktasi Indonesia (2007), pemberian makanan

pendamping ASI yang benar dapat menurunkan angka kematian balita sebesar 6%.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, perilaku memberikan ASI secara eksklusif pada

bayi sejak lahir hingga usia 6 bulan dapat menurunkan angka kematian 30.000 bayi di

(23)

Walaupun bayi umur 0-6 bulan mengalami pertumbuhan yang pesat, namun

sebelum mencapai usia 6 bulan, sistem pencernaan bayi belum mampu berfungsi

dengan sempurna, sehingga ia belum mampu mencerna makanan selain ASI. ASI

merupakan gizi bayi terbaik, sumber makanan utama dan paling sempurna bagi bayi

usia 0-6 bulan. ASI mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan seorang bayi yaitu

energi, laktosa, lemak, protein, mineral, immunoglobulin, lisosin dan laktoferin.WHO

merekomendasikan untuk memberikan ASI eksklusif selama 4-6 bulan.Namun pada

tahun 2001, setelah melakukan telah artikel penelitian secara sistemik dan

berkonsultasi dengan para pakar, WHO merevisi rekomendasi ASI eksklusif tersebut

dari 4-6 bulan menjadi 6 bulan (Fikawati dan Syafiq, 2010).

ASI terbukti melindungi anak terhadap berbagai penyakit infeksi seperti diare,

ISPA, dan lain-lain. Meningkatnya pemberian ASI di seluruh dunia diperkirakan

dapat menurunkan angka kematian akibat ISPA sebanyak 40% sampai 50% pada

anak berusia <18 bulan (Oddy,dkk, 2002). Di Amerika, 400 bayi meninggal per tahun

akibat muntah mencret. Sebanyak 300 bayi diantaranya adalah bayi yang tidak

disusui. Kematian meningkat 23,5 kali pada bayi susu formula. Menurut Vic yang

dikutip Roesli (2008), kemungkinan bayi akan mengalami mencret 17 kali lebih

banyak pada bayi yang menggunakan susu formula.

Menurut Hop yang di kutip Novianda (2011), hasil penelitian di Vietnam

terlihat bahwa lamanya ASI eksklusif berhubungan dengan prevalensi diare dan

ISPA.Pada anak dengan ASI eksklusif kurang dari 3 bulan, diare muncul lebih awal

(24)

eksklusif lebih dari 3 bulan.Pada anak yang mendapat ASI eksklusif, diare muncul

lebih jarang dan bila terjadi diare mempunyai dampak negatif yang lebih sedikit pada

status gizi si anak untuk kehilangan berat badan dan terganggu pertumbuhan

linearnya lebih kecil. Penelitian Wijayanti (2010) di Puskesmas Gilingan, Bajarsari

Surakarta menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI

eksklusif dengan penurunan kejadian diare pada bayi. Penelitian Ariefudin,dkk

(2010) menunjukkan bayi yang tidak diberi ASI eksklusif lebih banyak yang

mengalami ISPA dibandingkan bayi yang diberikan ASI eksklusif.

Berdasarkan pengamatan peneliti di lingkungan peneliti tinggal dan melalui

berita-berita di surat kabar dan televisi, kesadaran akan pentingnya ASI eksklusif bagi

bayi semakin banyak disadari oleh para wanita. Namun data di kelurahan Helvetia

Timur menunjukkan semakin sedikit ibu yang memberikan ASI eksklusif pada

bayinya dan menggantinya dengan susu formula.

Penggunaan susu formula berisiko tercemar berbagai virus, tetapi

kebalikannya ASI mengandung antibodi terhadap berbagai jenis virus, antara lain

poliovorus, coxsakievirus, echovirus, influenza virus, reovirus, respiratory syncytial

virus (RSV), rotavirus dan rhinovirus. Telah terbukti bahwa ASI menghambat

pertumbuhan virus-virus tersebut, misalnya kolostrum yang terdapat dalam ASI

mempunyai aktivitas menetralisasi terhadap RSV. Virus ini mengancam jiwa dan

sering sebagai penyebab bayi dirawat di beberapa negara berkembang. Bayi yang

(25)

mendapat ASI dibanding bayi yang mendapat susu formula (7% vs 28%) (Tumbelaka

dan Karyanti, 2012).

Di Inggris, berdasarkan data yang didapat pada tahun 2000, sebanyak 30%

ibu-ibu di Inggris sama sekali tidak memberikan ASI kepada bayinya dan sebanyak

58% menukar secara penuh dengan susu formula pada saat bayi usia 4-10 minggu

(Novianda, 2011). Menurut data SDKI 1997-2007, di Indonesia hampir semua anak

pernah memperoleh ASI (96%), namun persentase pemberian ASI semakin menurun

dengan bertambahnya umur (Fikawati dan Syafiq, 2010).

Target pencapaian ASI eksklusif menurut Indonesia Sehat adalah 80%

(Fikawati dan Syafiq, 2010). Program-program atau kebijakan-kebijakan telah

dilakukan pemerintah untuk mencapai target ini seperti Kebijakan ASI Eksklusif dan

Inisiasi Menyusui Dini. Angka ini terlihat terlalu tinggi karena trend ASI eksklusif

justru menurun. Data SDKI 1997-2007 memperlihatkan terjadinya penurunan

prevalensi ASI eksklusif dari 40,2% pada tahun 1997 menjadi 39,5% dan 32% pada

tahun 2003. Perbandingan target yang ditetapkan dengan hasil yang dicapai

menunjukkan seakan-akan apa yang telah dilakukan pemerintah dalam meningkatkan

prevalensi ASI eksklusif tidak atau kurang berhasil, yaitu prevalensi pemberian ASI

eksklusif justru menurun.

Salah satu prakondisi yang menyebabkan pemberian ASI eksklusif menurun

adalah masih kurangnya pengetahuan masyarakat di bidang kesehatan. Khususnya

ibu-ibu yang mempunyai bayi dan tidak menyusui bayi secara eksklusif. Kurangnya

(26)

ASI eksklusif dibuktikan oleh banyak penelitian, seperti penelitian The American

Academy of Pediatrics (2005) dan Ozelci, dkk (2006) dalam Rachmadewi (2009)

yang menyebutkan bahwa salah satu faktor yang menjadi kendala yang dihadapi

dalam praktek ASI eksklusif adalah kurangnya pengetahuan ibu.

Berdasarkan data dari DepKes RI tahun 2008 dalam Profil Kesehatan

Indonesia 2007 bahwa wilayah Sumatera Utara tergolong memiliki persentase

terendah (30,31%) untuk perkotaan dan 30,01% untuk pedesaan setelah propinsi

Maluku (25,22%) di daerah perkotaan dan 19,35% di daerah pedesaan. Berdasarkan

DepKes RI angka tersebut masih di bawah angka indikator Indonesia Sehat 2010.

Di Propinsi Sumatera Utara angka cakupan ASI eksklusif pada tahun 2007

sebesar 33% dan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka cakupan

tahun 2006 sebesar 36% (Dinkes Prop.Sumut, 2007). Kota Medan dengan wilayah

kerja 39 puskesmas dan 40 pustu yang tersebar di 21 kecamatan mempunyai angka

cakupan ASI eksklusif pada tahun 2006 sebesar 4,8%, tahun 2007 sebesar 1,8% dan

pada tahun 2008 cakupan ASI eksklusif sebesar 3,04% (DinKes Kota Medan, 2009).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Profil Dinas Kesehatan Kota Medan

Tahun 2010, kecamatan yang cakupan ASI eksklusifnya terendah adalah Kecamatan

Helvetia (0,00%). Padahal target angka cakupan ASI eksklusif di kecamatan Helvetia

yang telah ditetapkan begitu tinggi. Target angka cakupan ASI eksklusif untuk tahun

2010 (65%).

Rendahnya cakupan ASI eksklusif ini diiringi dengan peningkatan pemberian

(27)

formula meningkat dari 16,7% dari tahun 2002 menjadi 27,9 % pada tahun 2003.

Menurut WHO yang dikutip dalam Roesli (2008), susu formula adalah susu yang

sesuai dan bisa diterima sistem tubuh bayi. Susu formula yang baik tidak

menimbulkan gangguan saluran cerna seperti diare, muntah atau kesulitan buang air

besar. Gangguan lainnya seperti batuk, sesak, dan gangguan kulit.Penelitian yang

dilakukan oleh Kerkhof (2003) yang dikutip dalam Roesli (2008) pada 76 anak di

Belanda dengan penyakit alergi kulit dan 228 anak tanpa penyakit alergi kulit

menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif hanya 3 bulan pertama terbukti

memiliki efek perlindungan terhadap penyakit kulit.

Baik tenaga kesehatan maupun masyarakat luas masih banyak yang berpikir

bahwa susu formula memiliki kualitas gizi yang sama baiknya atau bahkan lebih baik

dari ASI, sehingga sering kita dengar, sebagian masyarakat mengatakan dengan

bangga bahwa buah hatinya minum susu dengan merk tertentu dimana semakin mahal

harga sebuah produk susu formula maka semakin tinggi derajat orangtua di mata

masyarakat. Faktanya ternyata susu formula memiliki risiko tinggi terhadap masa

depan kesehatan anak manusia. Bukan sekedar risiko jangka pendek dan menengah,

namun yang perlu diperhatikan adalah risiko jangka panjang dari penggunaan susu

formula. Kontroversi susu formula berbakteri mencuat sejak Institut Pertanian Bogor

(IPB) melakukan penelitian tentang bakteri E.sakazakii pada tahun 2006 dan

menemukan kontaminasi pada beberapa susu formula.

Selain faktor pengetahuan ibu, atau kurangnya informasi yang ibu dapat

(28)

juga menyebabkan ibu-ibu di perkotaan umumnya, memberikan susu formula, karena

susu formula merupakan alternatif tercepat yang mereka pilih untuk mengatasi

kebutuhan bayi selama mereka bekerja, hal ini menjadi kendala tersendiri bagi

kelangsungan pemberian ASI eksklusif (Depkes RI, 2002). Konsumsi susu formula

juga tampaknya sangat erat berhubungan dengan tempat melahirkan. Diantara ibu-ibu

yang melahirkan di rumah, tidak lebih dari 9% menerima/membeli sampel susu

formula atau menerima informasi mengenai susu formula. Sedangkan ibu-ibu yang

melahirkan anaknya di rumah bidan, klinik bersalin atau rumah sakit di perkotaan

(78%) hampir sepertiganya menerima sampel gratis susu formula, seperempat

membeli sampel dan 6-8% hanya menerima informasi. Di pedesaan, 35% ibu-ibu

yang melahirkan pada fasilitas-fasilitas seperti diatas dan hanya 10% menerima

sampel gratis, 25% membeli sampel dan 10% menerima informasi mengenai susu

formula. Sedangkan untuk ibu-ibu yang melahirkan di puskesmas (11% di perkotaan

dan 4% di pedesaan) proporsinya sedikit lebih rendah (Novianda, 2011).

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan pada

penelitian ini adalah apakah ada faktor-faktor yang berhubungan (umur, pengetahuan,

pendidikan, pekerjaan, penghasilan keluarga, jumlah tanggungan, lingkungan, tempat

bersalin, media informasi) dengan pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan

(29)

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian susu

formula pada bayi usia 0-6 bulan di kelurahan Helvetia Timur.

1.4. Hipotesa

Faktor umur, pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, penghasilan keluarga,

jumlah tanggungan, lingkungan, tempat bersalin, media informasi berhubungan

dengan pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan di kelurahan Helvetia

Timur.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Untuk Institusi Pendidikan

Sebagai bahan kepustakaan dan masukan yang berarti dan bermanfaat bagi

mahasiswa FKM USU.

1.5.2. Untuk Dinas Kesehatan Kota Medan

Sebagai informasi terbaru bagi Dinas Kesehatan Kota Medan untuk

penyusunan program kesehatan berikutnya.

1.5.3. Untuk Peneliti Selanjutnya

Sebagai masukan untuk penelitian selanjutnya tentang pemakaian susu

formula pada bayi dengan disain penelitian yang berbeda dan

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Perilaku 2.1.1. Pengertian Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku manusia adalah semua tindakan atau

aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, baik

yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati. Dari segi biologis,

perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup yang

bersangkutan). Sedangkan dari segi kepentingan kerangka analisis, perilaku adalah

apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut baik dapat diamati secara langsung

maupun tidak langsung.

2.1.2. Bentuk Perilaku

Teori Bloom (1908) yang dikutip dalam Notoatmodjo (2010) membedakan

perilaku dalam 3 domain perilaku yaitu : kognitif (cognitive), afektif (affective) dan

psikomotor (psychomotor). Untuk kepentingan pendidikan praktis, teori ini kemudian

dikembangkan menjadi 3 ranah perilaku yaitu :

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

indra manusia. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

(31)

a. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif (Notoatmodjo, 2007), tercakup

dalam 6 tingkatan, yaitu:

1. Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Contoh : dapat

menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak kita

2. Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan suatu materi tersebut secara benar. Contoh : dapat

menjelaskan mengapa harus makan makanan bergizi

3. Aplikasi (application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

Contoh : dapat menggunakan rumus-rumus statistik dalam

perhitungan-perhitungan hasil penelitian

4. Analisis (analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi

atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Contoh :

dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan dan sebagainya

5. Sintesis (synthesis), merupakan kemampuan untuk meletakkan atau

(32)

baru. Contoh : dapat menyusun, dapat merencanakan dan sebagainya

terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada

6. Evaluasi (evaluation), tingkat pengetahuan yang berkaitan dengan

kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu

materi atau objek. Contoh : dapat membandingkan antara anak yang cukup

gizi dengan yang kekurangan gizi

b. Cara memperoleh pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (2002) ada 2 cara

memperoleh pengetahuan, yaitu :

1. Cara tradisional atau non ilmiah

a. Cara coba-salah (trial and error), memperoleh pengetahuan dari cara

coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error

b. Cara kekuasaan atau otoritas. Kebiasaan ini bisa diwariskan turun

temurun dari generasi ke generasi berikutnya

c. Berdasarkan pengalaman pribadi. Pengalaman adalah guru yang

terbaik, mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan

sumber pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuam

2. Cara modern.

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini

lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian

ilmiah atau lebih populer disebut metodologi penelitian (research

(33)

2. Sikap (attitude)

Masih menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau respon

yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Dapat

disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya

dapat ditafsirkan terlebih dahulu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Alport (1954)

yang dikutip Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3

komponen pokok yaitu :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend tobehave)

Newcomb (1998), salah seorang psikolog sosial menyatakan bahwa sikap

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. Dengan kata lain, fungsi sikap merupakan (reaksi

terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau

reaksi tertutup. Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa tingkatan

yaitu :

a. menerima (receiving), yaitu sikap dimana seseorang atau subjek mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek)

b. menanggapi (responding), yaitu sikap memberikan jawaban atau tanggapan

(34)

c. menghargai (valuing), yaitu sikap dimana subjek atau seseorang memberikan

nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. Dalam arti membahasnya

dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain

merespon

d. bertanggungjawab (responsible), sikap yang paling tinggi tindakannya adalah

bertanggungjawab terhadap apa yang diyakininya

3. Tindakan (practice)

Seperti telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk

bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam bentuk tindakan. Untuk

mewujudkan sikap menjadi suatu tindakan diperlukan faktor pendukung atau suatu

kondisi yang memungkinkan, seperti fasilitas atau sarana dan prasarana. Setelah

seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan

penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia

akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai

baik). Inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan (Notoatmodjo, 2005)

Menurut Notoatmodjo (2010), praktik atau tindakan ini dapat dibedakan

menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yakni :

a. Praktik terpimpin (guided response), yaitu apabila subjek atau seseorang telah

melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan

panduan, contoh : seorang ibu memeriksakan kehamilannya tetapi masih

(35)

b. Praktik secara mekanisme (mechanism), yaitu apabila subjek atau seseorang telah

melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis. Misal : seorang anak

secara otomatis menggosok gigi setelah makan, tanpa disuruh ibunya

c. Adopsi (adoption), yaitu suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang.

Artinya apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi

sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

Misalnya menggosok gigi, bukan sekedar gosok gigi, melainkan dengan

teknik-teknik yang benar.

2.1.3. Proses Adopsi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2007), dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa

perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang

tidak didasari pengetahuan. Penelitian Roger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum

orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut

terjadi proses yang berurutan, yakni :

1. Awareness : orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek)

terlebih dahulu

2. Interest : orang mulai tertarik kepada stimulus

3. Evaluation : orang mulai menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya

4. Trial : orang mulai mencoba perilaku baru

5. Adoption : orang tersebut telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

(36)

2.1.4. Perilaku Kesehatan

Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skiner (1997), maka perilaku

kesehatan (health behaviour) adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek

yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang memengaruhi

sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan

kesehatan. Dengan perkataan lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau

kegiatan seseorang baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat

diamati (unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari

penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari

penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan. Oleh sebab itu perilaku

kesehatan ini pada garis besarnya dikelompokkan menjadi dua yakni (Notoatmodjo,

2010) :

1. Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat. Oleh sebab itu perilaku

ini disebut perilaku sehat (healthy behaviour). Contoh : makan dengan gizi

seimbang.

2. Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan, untuk

memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya. Oleh sebab itu

perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health seeking

behaviour). Tempat pencarian kesembuhan ini adalah tempat atau fasilitas

(37)

2.1.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2010), faktor penentu atau determinan perilaku

manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor,

baik internal maupun eksternal (lingkungan). Dari berbagai determinan perilaku

manusia, banyak ahli telah merumuskan teori-teori atau model-model terbentuknya

perilaku. Masing-masing teori, konsep atau model tersebut dapat diuraikan seperti

berikut.

Berdasarkan pengalaman empiris di lapangan, disimpulkan bahwa garis

besarnya perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek, yakni aspek fisik, psikis, dan

sosial. Salah satu teori yang terkenal tentang terbentuknya perilaku adalah ”Teori

Precede-Procede” (1991), yaitu teori yang dikembangkan oleh Lawrence Green,

yang dirintis sejak tahun 1980. Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari

tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor

pokok, yaitu faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar perilaku (

non-behaviour causes). Selanjutnya perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang

dirangkum dalam akronim PRECEDE : Predisposing, Enabling, dan Reinforcing

Causes in Educational Diagnosis and Evaluation. Precede adalah merupakan fase

diagnosis masalah. Sedangkan PROCEDE : Policy, Regulatory, Organizational

Construct in Educational and Environmental Development, adalah merupakan arahan

dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi pendidikan (promosi) kesehatan.

Apabila Precede merupakan fase diagnosis masalah, maka Proceed adalah merupakan

(38)

2.2. Konsep Dasar Susu Formula 2.2.1. Pengertian Susu Formula

Menurut WHO, susu formula adalah susu yang sesuai dan bisa diterima

sistem tubuh bayi. Susu formula yang baik tidak menimbulkan gangguan saluran

cerna seperti diare, muntah atau kesulitan buang air besar.

Susu formula bayi juga merupakan cairan atau bubuk dengan formula tertentu

yang diberikan pada bayi. Susu formula berfungsi sebagai pengganti ASI. Susu

formula memiliki peranan yang penting dalam makanan bayi karena seringkali

digunakan sebagai satu-satunya sumber gizi bagi bayi. Oleh karena itu komposisi

susu formula yang diperdagangkan dikontrol dengan hati-hati. Oleh FDA (Food and

Drugs Association) atau BPOM Amerika mensyaratkan produk ini harus memenuhi

standar ketat tertentu.

Menurut Pudjiadi (2002) susu formula adalah susu yang dibuat dari susu sapi

atau susu buatan yang diubah komposisinya sehingga dapat dipakai sebagai pengganti

ASI. Sedangkan menurut FKUI (2005), susu formula disebut juga dengan susu

buatan, oleh karena minuman buatan ini fungsinya sebagai pengganti susu ibu.

2.2.2. Klasifikasi Susu Formula

Umumnya susu formula untuk bayi yang beredar di pasaran berasal dari susu

sapi yang diolah dengan membawa segera susu sapi ke kamar susu untuk dilakukan

penyaringan agar kuman atau kotoran yang terdapat di dalamnya tidak berkesempatan

untuk berkembang, setelah susu sapi dari beberapa sapi disatukan sampai menjadi air

(39)

selama 2-3 jam yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri sehingga

susu bisa bertahan lama dan setelah proses pendinginan maka susu dimasukkan

kedalam botol-botol untuk dikirim kepada konsumen.

Klasifikasi susu formula dapat dibedakan :

1. Menurut Usia (Supartini, 2004)

a. Starting formula, formula ini diberikan pada 6 bulan pertama usia bayi sampai

dengan usia 1 tahun sebagai pelengkap jenis makanan lain

b. Formula adaptasi, formula ini diberikan dengan komposisi mendekati ASI

sebagai adaptasi

c. Formula lanjutan, formula ini diberikan setelah bayi berusia diatas 6 bulan

sebagai makanan tambahan

d. Medical formula (formula khusus), formula ini khusus diberikan untuk bayi

dengan kondisi khusus, seperti bayi prematur, bayi dengan kelainan metabolik

kongenital, atau bayi dengan intoleransi terhadap formula biasa

2. Menurut Jenis (FKUI, 2005)

a. Menurut rasa : manis, misalnya susu sapi yang diencerkan sendiri, SGM,

S26,Almiron, Meiji Manis, Entamil, Vitalac, dan lain-lain

b. Menurut pH cairan : diasamkan (acidified, acidulated) dan tidak diasamkan

(non acidified, non acidulated) contoh dan sifat serupa dengan pengganti Asi

yang manis.

c. Menurut kadar nutrien, yaitu :

(40)

2. Rendah lemak, misalnya Heldon

3. Dengan lemak yang terdiri atas asam lemak dengan rantai 8-10 (middle

chain triglycerides atau MCT), misalnya Protagen, terutama untuk bayi

dengan BBLR.

d. menurut sumber protein : dibuat dari kacang kedelai misalnya Sobee, Isomil.

Umumnya bahan makanan itu tidak berasal dari susu sapi dan digunakan

untuk bayi yang alergik terhadap susu sapi

e. menurut maksud penggunaan : dimaksudkan untuk makanan bagi bayi dengan

gangguan penyerapan atau kelainan metabolik bawaan (inborn error of

metabolist) misalnya Lifenalac untuk bayi dengan fenilketonuria, Portagen

untuk gangguan pencernaan pada fibrosis sufika, Nutramigen Sobee, Isomil

untuk bayi dengan galaktosemik, dan sebagainya

f. menurut penggolongan berdasarkan komposisi nutrien : yaitu adapted formula

yang mempunyai komposisi nutrien serupa ASI (contohnya Vitalac, S26,

Nutrilon) dan complete formula, yaitu formula lain yang mengandung lengkap

nutrien (contohnya : SGM,Lactogen, entamil, Morinaga).

2.2.3. Komposisi Susu Formula dan Kekurangannya Dibandingkan ASI

Sama halnya dengan ASI, susu formula juga mengandung zat-zat gizi yang

dibutuhkan bayi seperti lemak, protein, karbohidrat,mineral, dan vitamin. Susu

formula juga mengandung kandungan zat tambahan lain seperti DHA. Penambahan

ini dibolehkan karena zat tambahan tersebut merupakan zat-zat mikro (Novianda,

(41)

Meskipun pembuatan susu formula dibuat semirip mungkin dengan ASI, tetap

saja susu formula tidak sebaik ASI. Menurut Purwanti (2002), ASI mengandung lebih

dari 200 unsur pokok antara lain protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor

pertumbuhan, hormon enzim, zat kekebalan dan sel darah putih. Semua zat ini

terdapat dalam kadar yang proporsional dan seimbang satu dengan yang lainnya.

1. Protein dalam ASI. ASI mengandung protein lebih rendah dari susu formula,

tetapi protein ASI ini mempunyai nilai nutrisi yang tinggi (lebih mudah dicerna).

Adapun keistimewaan protein ASI antara lain :

Rasio protein whey : kasein = 60:40 dan susu formula rasio 20:80. Hal ini

menguntungkan bayi karena pengendapan dari protein whey lebih halus daripada

kasein sehingga protein whey lebih mudah dicerna.

a. ASI mengandung alfa lactabumin sedang susu formula mengandung beta

lactaglobulin dan bovine serum albumin yang sering menyebabkan alergi

b. ASI mengandung asam amino esensiil taurin yang tinggi dan penting untuk

pertumbuhan retina dan konjugasi bilirubin (protein otak)

c. Kadar metionin dalam ASI lebih rendah dari susu formula, sedangkan sistin

lebih tinggi. Hal ini sangat menguntungkan karena enzim sistationase yaitu

enzim yang akan mengubah metionin menjadi sistin pada bayi sangat rendah /

tidak ada. Sistin ini merupakan asam amino yang sangat penting untuk

(42)

2. Karbohidrat dalam ASI

Karbohidrat utama ASI adalah laktosa. ASI mengandung lebih banyak laktosa

dibandingkan susu formula lainnya atau sekitar 20-30% lebih banyak dari susu

formula. Hal ini sangat menguntungkan karena :

a. laktosa diperlukan untuk pertumbuhan otak

b. laktosa meningkatkan penyerapan kalsium yang sangat penting untuk

pertumbuhan tulang

c. laktosa juga meningkatkan pertumbuhan bakteri usus yang baik yaitu

lactobacillus bifidus

d. laktosa oleh fermentasi diubah menjadi asam laktat , ini memberikan suasana

asam dalam usus bagi bayi sehingga akan memberikan keuntungan yaitu :

menghambat pertumbuhan bakteri yang patologis, memacu pertumbuhan

mikroorganisme yang memproduksi asam organik dan mensintesis vitamin,

memudahkan terjadinya pengendapan ca-caseinat serta memudahkan absorbsi

mineral kalsium, fosfor dan magnesium

e. laktosa juga relatif tidak larut sehingga waktu proses digesti di dalam usus

bayi lebih lama tetapi dampak diabsorbsi dengan baik oleh usus bayi.

3. Lemak dalam ASI

Kadar lemak dalam ASI dan susu formula relatif sama,merupakan sumber kalori

yang utama bagi bayi, sumber vitamin yang larut dalam lemak (A,D,E dan K) dan

sumber asam lemak yang esensial. Keistimewaan lemak dalam ASI dibandingkan

(43)

a. Bentuk emulsi lebih sempurna. Hal ini disebabkan karena ASI mengandung

enzim lipase yang mengubah trigliserida menjadi digliserida dan kemudian

menjadi monogliserida sebelum pemecahan di usus terjadi

b. Kadar asam lemak tak jenuh dalam ASI 7-8 kali lebih tinggi dibandingkan

dalam susu formula. Kadar asam lemak tak jenuh yang terdapat dalam kadar

yang tinggi yang terpenting adalah : rasio asam linoleic sama dengan oleic

yang cukup akan memacu absorbsi lemak, kalsium dan adanya garam kalsium

dari asam lemak ini akan memacu perkembangan otak bayi dan mencegah

terjadinya hipokalsemia.

2.2.4. Manfaat ASI Eksklusif Dibandingkan Bahaya Susu Formula

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi

hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu,

air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubuk

susu, biskuit, bubur nasi dan tim (Rusli, 2012). Ibu-ibu yang memilih untuk

memberikan ASI eksklusif merupakan langkah yang tepat. Banyak hal positif yang

dapat dirasakan oleh bayi dan ibu. Memberikan ASI eksklusif berarti keuntungan

untuk semua, bayi akan lebih sehat, cerdas dan berkpribadian baik, ibu akan lebih

sehat dan menarik. Sementara bayi yang diberi susu formula sangat rentan terserang

penyakit.

Berikut ini deretan penyakit yang mengintai bayi susu formula berdasarkan

(44)

1. Infeksi saluran pencernaan (muntah, mencret). Bayi menjadi muntah-mencret dan

mencret menahun. Di Amerika , 400 bayi meninggal per tahun akibat muntah

mencret, 300 diantaranya adalah bayi yang tidak disusui. Kematian meningkat

23,5 kali pada bayi susu formula. Kemungkinan mencret 17 kali lebih banyak

pada bayi susu formula

2. Infeksi saluran pernafasan. Di negara maju, bayi yang diberi susu formula

mengalami penyakit saluran pernafasan 3 kali lebih parah dan memerlukan rawat

inap di rumah sakit dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif selama 4

bulan

3. Meningkatkan risiko alergi . Berdasarkan penelitian pada anak-anak di Finlandia,

semakin lama diberi ASI, semakin rendah kemungkinan bayi menderita penyakit

alergi, penyakit kulit (eksim), alergi makanan dan alergi saluran nafas.

4. Meningkatkan risiko serangan asma. Sebuah penelitian yang melibatkan 2184

anak yang dilakukan oleh Rumah Sakit Anak di Toronto menemukan bahwa

risiko asma dan kesulitan bernafas 50% lebih tinggi terjadi pada bayi yang diberi

susu formula dibandingkan dengan bayi yang diberikan ASI selama 9 bulan atau

lebih

5. Menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif. Penelitian Richards et al (2002)

yang dikutip dalam Roesli (2008) yang menguji 1736 anak menunjukkan hasil

bahwa anak ASI secara bermakna menunjukkan hasil pendidikan yang lebih baik.

(45)

6. Meningkatkan risiko kegemukan (obesitas). Penelitian Von Kries R (1999) yang

dikutip dalam Roesli (2008) pada 6650 anak Jerman usia sekolah yang berumur

5-14 tahun memberi gambaran bahwa pemberian ASI terbukti menjadi faktor

pelindung terhadap obesitas. Efek perlindungannya menjadi lebih besar ketika

bayi diberi secara eksklusif

7. Meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Penelitian Singhal

A,dkk (2001) yang dikutip dalam Roesli (2008) di Inggris menunjukkan mereka

yang mendapat susu formula bayi sangat awal atau susu formula secara rutin,

tekanan darahnya lebih tinggi daripada mereka yang mendapat ASI selama masa

bayi.

8. Meningkatkan risiko kencing manis (diabetes). Penelitian Kuehne,dkk (2004)

yang dikutip dalam Roesli (2008) di Lithuania menunjukkan bayi yang terlalu

awal mengenalkan susu formula, makanan padat dan susu sapi terbukti

meningkatkan kejadian kencing manis (diabetes) tipe I di masa depannya.

9. Meningkatkan risiko kanker pada anak. Tidak mendapat ASI diketahui dapat

meningkatkan risiko terkena kanker. Penelitian Dundaroz R, dkk (2002) yang

dikutip dalam Roesli (2008) menemukan bahwa kerusakan genetik tingkat

signifikan terjadi pada bayi berusia 9-12 bulan yang tidak diberi ASI. Para

penelitinya berspekulasi bahwa hal ini mungkin berperan pada perkembangan

kanker di masa kanak-kanak atau dimasa depannya.

10.Meningkatkan risiko penyakit menahun. Penelitian Davis MK (2001) yang

(46)

tipe I, celiac (usus besar), beberapa kanker di masa kanak-kanak dan penyakit

infeksi pada bayi yang diberikan makanan formula

11.Meningkatkan risiko infeksi yang berasal dari susu formula yang tercemar.

Wabah necroting enterocolitis (NEC) di Belgia pada 2001 oleh Van Acker, dkk

yang dikutip dalam Roesli (2008) terlacak pada susu formula bayi yang tercemar

Enterobacter sakazakii. Sejumlah 12 bayi menderita NEC selama wabah tersebut

dan 2 bayi meninggal.

2.2.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penggunaan Susu Formula

Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa beberapa faktor-faktor yang

memengaruhi penggunaan susu formula adalah :

1. Perubahan sosial budaya :

a. Ibu-ibu bekerja atau kesibukan lainnya

b. Meniru teman,tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol

c. Merasa ketinggalan zaman jika tidak menyusui bayinya dengan susu botol

2. Faktor psikologis:

a. Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita

b. Tekanan batin

3. Faktor fisik : ibu sakit, misalnya mastitis, panas dan sebagainya

4. Faktor kurangnya petugas kesehatan, sehingga masyarakat kurang mendapat

penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI

(47)

6. Penerangan yang salah justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri yang

menganjurkan penggantian ASI dengan susu formula

[image:47.612.127.523.202.491.2]

2.3.Landasan Teori

Gambar 2.3. Modifikasi Teori L. Green tentang Faktor-faktor yang Memengaruhi Terjadinya Suatu Perilaku

Faktor Predisposisi : 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Keyakinan 4. Kepercayaan 5. Nilai-Nilai

Faktor Pemungkin : 1. Adanya Puskesmas 2. adanya Obat-obatan 3. Adanya Sarana Kesehatan

Faktor Penguat :

1. Sikap dan Perilaku Petugas Kesehatan 2. Undang-Undang Kesehatan

3. Peraturan-Peraturan Tentang Kesehatan

(48)
[image:48.612.132.508.129.357.2]

2.4. Kerangka Konsep

Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Dari gambar diatas diketahui bahwasanya faktor predisposisi yaitu faktor-

faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku pada diri seseorang atau

masyarakat terhadap pemberian susu formula adalah (Umur, Pengetahuan,

Pendidikan, Pekerjaan, Penghasilan keluarga.) dan faktor pemungkin perilaku

(Jumlah tanggungan, Tempat bersalin, Media informasi) dan faktor penguat

(Lingkungan) dari ketiga faktor ini berhubungan dengan pemberian susu formula. Faktor Predisposisi :

1. Umur 2. Pengetahuan 3. Pendidikan 4. Pekerjaan

5. Penghasilan Keluarga

Faktor Pemungkin: 1. Jumlah Tanggungan 2. Tempat Bersalin 3..Media Informasi

Faktor penguat : 1 Lingkungan

(49)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan disain retrospective study yang bertujuan untuk

mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian susu formula pada

bayi usia 0-6 bulan di Kelurahan Helvetia Timur.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Helvetia yang

berlokasi di Jl. Sultan Oloan, Kelurahan Helvetia Timur Medan. Alasan pemilihan

lokasi ini adalah karena berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kotamadya Medan,

kecamatan yang cakupan ASI eksklusifnya terendah adalah Kecamatan Helvetia

dimana cakupan ASI Eksklusifnya hanya mencapai 0,00% dan penelitian tentang

faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian susu formula pada bayi usia 0-6

bulan di kelurahan tersebut belum pernah dilakukan.

Penelitian ini telah dilakukan selama bulan Mei 2012 pada saat jam kerja di

Kelurahan Helvetia Timur 2012.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu di kelurahan Helvetia Timur

yang mempunyai bayi 6-11 bulan. Jumlah ibu-ibu yang memiliki bayi 6-11 bulan di

(50)

3.3.2. Sampel

3.3.2.1.Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus besar sampel

berdasarkan uji hipotesis menurut Lameshow,dkk (1997) :

dimana :

n = besar sampel

Z1-α

Z

= nilai distribusi normal baku (tabel z ) pada α = 1,96

1-β

P

= nilai distribusi normal baku (tabel z) pada β = 1,64

0

Pa = perkiraan proporsi pemberian susu formula di populasi = 0,7

= perkiraan proporsi pemberian susu formula oleh ibu pada bayinya = 0,6

P0

= 0,6 – 0,7 = -0,10

– Pa = perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi

= 190,44 ≈ 191

3.3.2.2. Kriteria Eksklusi Sampel

1. Ibu yang melahirkan bayi yang lahir prematur

2. Ibu yang melahirkan bayi dengan berat < 2500 gr atau BBLR

3. Ibu yang ketika melahirkan bayinya memiliki gangguan kesehatan pada

(51)

Setelah dilakukan kriteria eksklusi pada sampel maka jumlah populasi pada

penelitian ini sebesar 234 orang.

3.3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah convinience sampling,

dimana subjek dijadikan sampel karena kebetulan dijumpai di tempat dan waktu

bersamaan pada pengumpulan data. Pengambilan sampel dilakukan di Kelurahan

Helvetia Timur. Semua sampel yang dijumpai memenuhi kriteria sampel yang telah

ditetapkan diambil semua hingga memenuhi besar sampel minimal (Sastroasmoro,

2002).

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini mencakup data primer dan data

sekunder.

3.4.1. Data Primer

Data yang dikumpulkan langsung dengan wawancara menggunakan

kuesioner.

3.4.2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari Puskesmas Helvetia berupa jumlah seluruh ibu yang

mempunyai bayi usia 6-11 bulan, literatur dan jurnal kesehatan yang berhubungan

dengan penelitian ini. Data sekunder meliputi : gambaran lokasi penelitian, jumlah

(52)

3.5. Validitas dan Reliabilitas 3.5.1. Validitas

Menurut Azwar (1997) uji validitas kuesioner diuji pada kuesioner dengan

menggunakan uji Korelasi Pearson, yang tujuannya untuk mengetahui sejauhmana

suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu

alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total

variabel menggunakan rumus teknik Korelasi Pearson product moment (r), dengan

ketentuan:

1. Jika nilai r-hitung> r-tabel, maka dinyatakan valid

2. Jika nilai r-hitung< r-tabel, maka dinyatakan tidak valid

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada ibu di kelurahan Helvetia Barat

yang mempunyai bayi 0-6 bulan sebanyak 30 orang dengan asumsi karakteristik ibu

di kelurahan Helvetia Timur dan kelurahan Helvetia Barat relatif sama

Berdasarkan hasil uji validitas variabel pengetahuan terlihat hasil korelasi

diketahui bahwa semua item mempunyai korelasi > 0,361 maka dapat dikatakan

bahwa item alat ukur tersebut valid dan dapat digunakan dalam pengumpulan data

[image:52.612.112.528.610.699.2]

penelitian, dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut :

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas Variabel Pengetahuan

No Variabel Corrected Item-Total Correlation Keterangan 1 Pengetahuan

Item1 0,908 Valid

Item2 0,859 Valid

Item3 0,935 Valid

(53)

Tabel 3.1 (Lanjutan)

Item5 0,826 Valid

Item6 0,492 Valid

Item7 0,935 Valid

Item8 0,826 Valid

Item9 0,559 Valid

Item10 0,492 Valid

Item11 0,601 Valid

Item12 0,621 Valid

Item13 0,908 Valid

Item14 0,419 Valid

Item15 0,601 Valid

Item16 0,621 Valid

Item17 0,866 Valid

Item18 0,601 Valid

Item10 0,621 Valid

Item20 0,876 Valid

3.5.2. Reliabilitas

Masih menurut Azwar (1997) reliabilitas data merupakan indeks yang

menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan

dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis

reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran dengan ketentuan :

1. jika nilai r-Alpha≥ r-tabel maka dikatakan reliabel

2. jika nilai r-Alpha < r-tabel maka dikatakan tidak reliable

Berdasarkan hasil uji reliabilitas variabel pengetahuan terlihat nilai

cronbach’s alpha > 0,361 maka kuesioner tersebut dikatakan reliabel, dapat dilihat

[image:53.612.116.528.141.377.2]
(54)

Tabel 3.2. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Pengetahuan

No Variabel Cronbach’s Alpha Keterangan

1 Pengetahuan 0,763 Reliabel

3.6. Variabel dan Definisi Operasional 3.6.1. Variabel Bebas

1. Umur adalah jumlah tahun hidup responden pada saat wawancara yang

dihitung sejak lahir hingga ulang tahun terakhir responden.

Kategori Umur : 0 = 20-35 tahun

1 = > 35 tahun (Manuaba, 1998)

Kriteria umur ini dibuat dengan asumsi bahwa kelompok umur tersebut

merupakan umur yang beresiko tinggi pada ibu.

2. Pengetahuan adalah tingkat pengetahuan ibu akan pengertian susu formula,

kandungan susu formula dibandingkan ASI, manfaat ASI di bandingkan susu

formula dan dampak pemberian susu formula.

Kategori Pengetahuan :0 = Buruk, apabila total skor responden < 76%

1 = Baik, apabila total skr responden ≥ 76%

(Nursalam, 2011)

Untuk mengukur tin

Gambar

Gambar 2.3. Modifikasi Teori L. Green tentang Faktor-faktor yang Memengaruhi Terjadinya Suatu Perilaku
Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas Variabel Pengetahuan
Tabel 3.1 (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak – Navigasi Wall following merupakan salah satu sistem navigasi robot yang digunakan dalam perlombaan seperti Kontes Robot Cerdas Indonesia dimana robot

Dengan demikian diharapkan mereka siap untuk bersaing dengan sumber daya manusia atau tenaga kerja dari negara lainnya ketika besok pada tahun 2015 Masyarakat Ekonomi ASEAN

Puji syukur Penulis panjatkan kepada AllahSWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir dengan

Berdasarkan temuan-temuan sebe- lumnya, peneliti menduga bahwa individu yang terbiasa menyebut diri dengan na- ma, saat refleksi diri menggunakan nama menilai pemicu stres

Ada beberapa hal yang perlu dikaji secara mendalam sebelum mengimplementasikan program konsorsium repositori institusional, yaitu: politik kebijakan masing-masing universitas

Implikasi Yuridis terhadap istri dari perkawinan kedua/ketiga/keempat Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pria yang tidak dicatatkan ditinjau dari Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974

Proses pemilihan melibatkan analisajenis-jenis penyakit yang wujud, jeriis rawatan yang sesuai, pemilihan ubat-ubatan dan dosej yang sesuai dan menentukan jenis ubat yang

Setelah itu, toksin yang sudah dinetralkan diubah menjadi senyawa larut air kemudian dibuang melalui urin, keringat atau buang air besar (Nuraini, 2014, hal. Mandi yang dilakukan