• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan Penderita DM Tipe 2 terhadap Penyakit dan Pengelolaan DM Tipe 2 di RSUP. H. Adam Malik Medan Juli – Agustus 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Pengetahuan Penderita DM Tipe 2 terhadap Penyakit dan Pengelolaan DM Tipe 2 di RSUP. H. Adam Malik Medan Juli – Agustus 2010"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN PENDERITA DM TIPE 2

TERHADAP PENYAKIT DAN PENGELOLAAN

DM TIPE 2 DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

JULI - AGUSTUS 2010

OLEH:

FITRI NUR MALINI.S.

070100016

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN PENGETAHUAN PENDERITA DM TIPE 2

TERHADAP PENYAKIT DAN PENGELOLAAN

DM TIPE 2 DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

JULI - AGUSTUS 2010

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilimiah ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

OLEH:

FITRI NUR MALINI.S.

070100016

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Gambaran Pengetahuan Penderita DM Tipe 2 terhadap Penyakit dan Pengelolaan DM Tipe 2 di RSUP. H. Adam Malik Medan

Juli – Agustus 2010

NAMA : FITRI NUR MALINI . S. NIM : 070100016

Pembimbing Penguji I

(dr. Deske Muhadi Rangkuti, Sp.PD) (dr.Mustafa. M. Amin, Sp.KJ) NIP. 19711227 200501 1 002 NIP. 19780330 200501 1 003

Penguji II

(4)

ABSTRAK

Di antara penyakit degeneratif, Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu

penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa yang akan datang. Dari semua populasi DM, lebih dari 90% menderita DM tipe 2. Dan saat ini DM sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad ke-21. Dalam hal penanggulangan DM, penderita DM harus memiliki pengetahuan tentang DM yang baik dan akhirnya dapat mencegah penderita DM dari mortalitas dan morbiditas penyakit DM. Pengetahuan yang harus diberikan kepada penderita DM tipe 2 meliputi pengetahuan tentang penyakit DM tipe 2, pelatihan penderita DM tipe 2 dalam melakukan pengelolaan penyakit DM tipe 2 serta kapasitas penderita DM tipe 2 dalam mengatur gaya hidupnya yang sinkron dalam pengelolaan penyakit DM tipe 2. Untuk itu perlu diadakan penelitian tentang gambaran pengetahuan penderita DM tipe 2 terhadap penyakit dan pengelolaan DM tipe 2.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini adalah penderita DM tipe 2 rawat jalan poliklinik bagian endokrin RSUP. H. Adam Malik Medan selama 1 bulan. Sampel penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik consecutive sampling yaitu sebanyak 99 orang. Pengambilan data menggunakan kuesioner.

Dari hasil penelitian didapat gambaran pengetahuan penderita DM tipe 2 sebagian besar dalam kategori sedang yaitu sebanyak 52,5% ( 52 orang). Untuk karakteristik responden terbanyak berdasarkan data sosiodemografi dan riwayat penyakit DM-nya yaitu : kelompok umur 40-60 tahun sebanyak 55,6%(55 orang) ; Jenis kelamin perempuan sebanyak 66,7% (66 orang) ; pendidikan SMA dan sederajat sebanyak 37,4% (37 orang) ; pekerjaan Ibu Rumah Tangga sebanyak 37,4% (37 orang) ; lama menderita DM selama 1-10 tahun sebanyak 54,5% (54 orang) dan KGD pertama terdiagnosa DM > 300 mg/dl sebanyak 59,6% (59 orang).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka perugas kesehatan hendaknya terus meningkat dalam hal pemberian edukasi yang berkesinambungan agar penderita DM tipe 2 dapat mengontrol penyakitnya sendiri.

(5)

ABSTRACT

Among all of degenerative diseases, Diabetes Mellitus (DM) is a kind of non-infectious disease that will be increased in frequency in future. Of all population of DM patients, more than 90% is having type II DM. And nowadays, DM has become a main threat of health in 21st century. In order to cure DM, the patient need to know about DM itself correctly and further they may prevent death and morbidity of DM. The knowledge which need to be told to patient of DM type II is the DM itself, the training to patient in managing the DM, and the capacity of the patient to set their lifestyle and synchronize it with the management of DM. Therefore, a study must be made about the descryption of knowledge among DM type II patients about the disease and the management of DM type II.

This research is made with descryptive approach and xross-sectional design. The population of research is DM type II patients which is in ambulatory care of endocrine subdivision of RSUP H.Adam Malik Medan in one month. The research samples are taken with consecutive sampling method as much as 99 person. The data is collected by using questionnaire.

From the research, it has been known that the descryption of knowledge among DM type II patients mostly are in medium rate, it is 52,5% (52 person). The most type of characteristic that occured in population based on sociodemographical data and history of the DM, is age group 40-60 years old as much as 55,6% (55 person); gender-group of female as much as 66,7% (66 person); education grade-group of Senior High School (SMA) as much as 37,4% (37 person); type of work-group of housewife as much as 37,4% (37 person); duration of disease-group of 1-10 years as much as 54,5% (54 person); and first diagnosed blood glucose level-group as >300 mg/dl as much as 59,6% (59 person).

Based on the result, it is concluded that medical worker might increase the spreading of followed-up education so that the patients of DM type II may control their own disease.

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, syukur yang luar biasa atas segala nikmat Allah SWT yang

telah menanzilkan Al Qur’an ke dalam qalbu setiap insan. Dengan nikmat yang

agung itulah penulis memiliki semangat untuk berusaha menyelesaikan karya tulis

ilmiah yang berjudul “Gambaran Pengetahuan Penderita DM Tipe 2 terhadap

Penyakit dan Pengelolaan DM Tipe 2 di RSUP. H. Adam Malik Medan Juli – Agustus 2010”.

Karya tulis ilmiah ini disusun sebagai persyaratan untuk kelulusan

kesarjanaan kedokteran. Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan, mohon

kiranya untuk memberi masukan yang konstruktif untuk perbaikan di masa

mendatang.

Banyak pihak yang telah membantu sehingga karya tulis ilmiah ini dapat

diselesaikan. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih

dan penghargaan yang tulis kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar

Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH.

2. Dosen Pembimbing, dr. Deske Muhadi Rangkuti, Sp.PD yang telah

bersedia meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk,

saran serta bimbingan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

3. Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas (IKK) Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

4. Bagian Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) Rumah Sakit Umum

Pusat Haji Adam Malik Medan.

5. Bagian Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) Rumah Sakit Umum Pusat

Haji Adam Malik Medan.

6. Bagian Poliklinik Endokrin Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat

Haji Adam Malik Medan.

7. Dosen Penguji I dr. Mustafa.M.Amin, Sp.KJ dan dosen Penguji II dr.

(7)

8. Seluruh Responden yang telah bersedia mengisi kuesioner sehingga data

dapat diperoleh dan diolah menjadi karya tulis ilmiah ini.

9. Yang tercinta Ayahanda Darma Halim Siregar, S.E., M.Kes dan Ibunda

Hartini yang selalu menjadi alasan untuk menggapai cita. Terima kasih

yang sedalam-dalamnya untuk setiap cinta kasih yang mengalun indah dan

dukungan di setiap langkah yang telah dipilih. Bapak yang telah

mengajarkan arti tanggung jawab dan Ibu yang mengajarkan tentang kasih

sayang serta ketegaran.

10.Adinda Ade Maya Sari. S. dan Aulia Doli Rizki. S. yang memberikan tawa

di hari-hari yang dilewati.

11.Teman-teman seperjuangan Ade Keumala Putri dan Anggi Hanifa yang

selama ini telah bersama-sama berjuang dalam menyelesaikan karya tulis

ilmiah.

12.Sahabat – sahabat dan teman spesial yaitu Ismail, Hanum, Isra, Uty, Hasbi,

Iqbal, Nanda B, Ananda M, Iwan, Rayhan, Vani, Ella, Putri, Memes, Ade,

Nia dan Rinaldi Sani Nst yang selalu ada dalam segala kesulitan dalam

penyelesaian karya tulis ini dan masalah lain. Terima kasih atas semua

dukungan, kasih, sayang dan persahabatan yang kalian berikan selama ini.

Semoga persahabatan ini akan terus terjalin.

13.Teman-teman stambuk 2007 dan semua pihak yang telah membantu baik

secara moril maupun materil dalam proses penelitian dan penyusunan

karya tulis ini.

Demikianlah kata pengantar ini penulis sampaikan. Tidak akan pernah ada

ilmu pengetahuan baru yang diperoleh jika kita berhenti bertanya dan mencari

jawabnya. Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat untuk bidang

kedokteran dan kesehatan masyarakat.

Medan, 24 November 2010

(8)

DAFTAR ISI

2.2. Diabetes Melitus Tipe 2 2.2.1. Definisi ... 7

2.2.2. Faktor Risiko ... 7

2.2.3. Patogenesis ... 8

2.2.4. Patofisiologi dan GK ... 8

2.2.5. Diagnosis ... 9

2.2.6. Penatalaksanaan DM Tipe 2... 12

2.2.7. Penilaian Hasil Terapi ... 18

2.2.8. Kriteria Pengendalian DM Tipe 2 ... 20

2.2.9. Komplikasi ... 21

(9)

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 24

3.2. Definisi Operasional ... 24

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian ... 27

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 27

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 29

4.5. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 30

4.6. Pengolahan data dan Analisa Data ... 31

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 32

5.2. Karakteristik Responden ... 32

5.3. Hasil Analisa Data Pengetahuan ... 36

5.4. Pembahasan ... 38

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 41

6.2. Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Kadar Gula Darah Sewaktu dan Puasa 10

2.2. Kriteria Diagnosa DM 10

2.3. Edukasi Perawatan Kaki 18

2.4. Prosedur Pemantauan 19

2.5. Kriteria Pengendalian DM 20

3.1. Skor Kuesioner 25

4.1. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas 30

5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

33

5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

33

5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

34

5.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

34

5.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menderita DM

35

5.6. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan KGD Pertama Terdiagnosa

36

5.7. Distribusi Frekuensi Gambaran Pengetahuan Responden

36

(12)

DAFTAR BAGAN

Nomor Judul Halaman

Bagan 1.

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Lembar Penjelasan

Lampiran 3 Kuesioner

Lampiran 4 Surat Persetujuan Setelah Penjelasan ( informed consent)

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian dari RSUP. H. Adam Malik Medan

Lampiran 6 Data induk validitas

Lampiran 7 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas

Lampiran 8 Data Induk Penelitian

Lampiran 9 Hasil Analisa Data dengan SPSS Karakteristik Responden, Distribusi Jawaban Responden dan Gambaran Pengetahuan

Responden tentang Penyakit dan Pengelolaan DM Tipe 2

(14)

DAFTAR SINGKATAN

ADA : American Diabetic Association

BB : Berat Badan

DEPKES RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

DM : Diabetes Melitus

DNA : Deoxyribonucleat Acid

HLA : Human Leukocyte Antigen

IL-1β : Interleukin

IMT : Indeks Massa Tubuh

KAD : Ketoasidosis Diabetik

KGD : Kadar Glukosa Darah

LDL : Low Density Lipoprotein

NF-κB : Necroting Factor Κb

OHO : Obat Hipoglikemik Oral

PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

SPSS : Statistical Package for Social Sciences

(15)

ABSTRAK

Di antara penyakit degeneratif, Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu

penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa yang akan datang. Dari semua populasi DM, lebih dari 90% menderita DM tipe 2. Dan saat ini DM sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad ke-21. Dalam hal penanggulangan DM, penderita DM harus memiliki pengetahuan tentang DM yang baik dan akhirnya dapat mencegah penderita DM dari mortalitas dan morbiditas penyakit DM. Pengetahuan yang harus diberikan kepada penderita DM tipe 2 meliputi pengetahuan tentang penyakit DM tipe 2, pelatihan penderita DM tipe 2 dalam melakukan pengelolaan penyakit DM tipe 2 serta kapasitas penderita DM tipe 2 dalam mengatur gaya hidupnya yang sinkron dalam pengelolaan penyakit DM tipe 2. Untuk itu perlu diadakan penelitian tentang gambaran pengetahuan penderita DM tipe 2 terhadap penyakit dan pengelolaan DM tipe 2.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini adalah penderita DM tipe 2 rawat jalan poliklinik bagian endokrin RSUP. H. Adam Malik Medan selama 1 bulan. Sampel penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik consecutive sampling yaitu sebanyak 99 orang. Pengambilan data menggunakan kuesioner.

Dari hasil penelitian didapat gambaran pengetahuan penderita DM tipe 2 sebagian besar dalam kategori sedang yaitu sebanyak 52,5% ( 52 orang). Untuk karakteristik responden terbanyak berdasarkan data sosiodemografi dan riwayat penyakit DM-nya yaitu : kelompok umur 40-60 tahun sebanyak 55,6%(55 orang) ; Jenis kelamin perempuan sebanyak 66,7% (66 orang) ; pendidikan SMA dan sederajat sebanyak 37,4% (37 orang) ; pekerjaan Ibu Rumah Tangga sebanyak 37,4% (37 orang) ; lama menderita DM selama 1-10 tahun sebanyak 54,5% (54 orang) dan KGD pertama terdiagnosa DM > 300 mg/dl sebanyak 59,6% (59 orang).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka perugas kesehatan hendaknya terus meningkat dalam hal pemberian edukasi yang berkesinambungan agar penderita DM tipe 2 dapat mengontrol penyakitnya sendiri.

(16)

ABSTRACT

Among all of degenerative diseases, Diabetes Mellitus (DM) is a kind of non-infectious disease that will be increased in frequency in future. Of all population of DM patients, more than 90% is having type II DM. And nowadays, DM has become a main threat of health in 21st century. In order to cure DM, the patient need to know about DM itself correctly and further they may prevent death and morbidity of DM. The knowledge which need to be told to patient of DM type II is the DM itself, the training to patient in managing the DM, and the capacity of the patient to set their lifestyle and synchronize it with the management of DM. Therefore, a study must be made about the descryption of knowledge among DM type II patients about the disease and the management of DM type II.

This research is made with descryptive approach and xross-sectional design. The population of research is DM type II patients which is in ambulatory care of endocrine subdivision of RSUP H.Adam Malik Medan in one month. The research samples are taken with consecutive sampling method as much as 99 person. The data is collected by using questionnaire.

From the research, it has been known that the descryption of knowledge among DM type II patients mostly are in medium rate, it is 52,5% (52 person). The most type of characteristic that occured in population based on sociodemographical data and history of the DM, is age group 40-60 years old as much as 55,6% (55 person); gender-group of female as much as 66,7% (66 person); education grade-group of Senior High School (SMA) as much as 37,4% (37 person); type of work-group of housewife as much as 37,4% (37 person); duration of disease-group of 1-10 years as much as 54,5% (54 person); and first diagnosed blood glucose level-group as >300 mg/dl as much as 59,6% (59 person).

Based on the result, it is concluded that medical worker might increase the spreading of followed-up education so that the patients of DM type II may control their own disease.

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Di antara penyakit degeneratif, Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu

penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa yang akan

datang. Dan saat ini DM sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi

kesehatan umat manusia pada abad ke-21. Dari semua populasi DM, lebih dari

90% menderita DM tipe 2. Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih dewasa

berkisar 3-6%. Angka tersebut merupakan baku emas untuk membandingkan

prevalensi di suatu negara-negara berkembang yang laju pertumbuhan

ekonominya sangat menonjol, misalnya Singapura yang prevalensi DM-nya

meningkat dibandingkan 10 tahun yang lalu. Angka tersebut juga dapat

membandingkan suatu kelompok etnis tertentu dengan kelompok etnis kulit putih

(Suryono,2009).

Selain itu, masalah DM di negara-negara berkembang juga pada akhir-akhir

ini mendapat perhatian, dan dari data terakhir menunjukkan justru peningkatan

tertinggi jumlah penderita DM terjadi di negara Asia Tenggara termasuk

Indonesia. Meningkatnya prevalensi DM di beberapa negara berkembang akibat

peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan juga turut disoroti (WHO,

2006).

Wild, Roglic, Green, Sicree and King (2004) menyatakan bahwa Indonesia

merupakan negara ke-4 yang prevalensi kejadian DMnya meningkat di tahun

2030. Pada tahun 2000, prevalensi kejadian DM sekitar 8,4% dan diperkirakan di

tahun 2030 prevalensi kejadian DMnya menjadi 21,3% dan mayoritas kelompok

usia yang terkena DM sekitar 45 sampai 64 tahun.

Data terakhir yang dikeluarkan Departemen Kesehatan RI (2008) menyatakan

bahwa kasus DM tipe 2 termasuk dalam 50 peringkat utama penyebab kematian,

rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit Indonesia selama tahun 2007.

Riskesdas (2007) melakukan wawancara dan pemeriksaan kadar glukosa darah

(18)

kriteria WHO 1999 dan American Diabetic Association 2003 dan diperoleh hasil

prevalensi total DM pada penduduk perkotaan sebesar 5,7 %, namun hanya 1,5 %

yang mengetahui dirinya menderita DM (DEPKES RI, 2009).

Dikatakan DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya (Gustaviani, 2006). Kunci dari pengobatan DM ini

adalah pengelolaan yang baik, sehingga dapat menghilangkan keluhan atau gejala

dan mempertahan rasa nyaman dan sehat, serta dapat memperbaiki kelainan

metabolik. Tetapi apabila DM tidak dikelola dengan baik akan mengakibat

berbagai penyulit menahun, seperti penyakit serebrovaskular, penyakit jantung

koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, penyulit pada mata, ginjal dan syaraf

(Waspadji, 2009).

Dalam hal penanggulangan DM, penderita DM harus memiliki pengetahuan

tentang DM yang baik serta akhirnya dapat mencegah penderita DM dari

mortalitas dan morbiditas penyakit DM. Oleh karena itu peran edukasi

meruapakan hal yang penting. Edukasi merupakan bagian integral dalam

perawatan diabetes. Edukasi ini meliputi pendidikan dan pelatihan mengenai

pengetahuan dan keterampilan dalam pengeloaan DM yang diberikan kepada

setiap penderita DM. Hal-hal yang diberikan pada edukasi meliputi pengetahuan

tentang DM, pelatihan penderita DM dalam melakukan pengelolaan DM serta

kapasitas penderita DM dalam mengatur gaya hidupnya yang sinkron dalam

pengelolaan DM. Faktanya, banyak negara yang masih sedikit memberikan

edukasi pada penderita DM ( Adil, Alam dan Jaffery, 2005).

Adil, Alam dan Jaffery (2005) menyatakan bahwa sebagian besar dari

penderita DM yang menjadi sampel penelitiannya mempunyai pengetahuan yang

rendah tentang penyakit DM tipe 2 dan pengeloaannya. Hasil penelitiannya

menyatakan bahwa diantara 50 penderita DM yang ditelitinya mempunyai

seluruhnya rata-rata mempunyai berat badan yang berlebih, 27 penderita yang

menderita DM tipe 2, 37,5% mengalami hipertensi. Hal ini membuktikan bahwa

pengetahuan yang rendah sangat berpengaruh pada morbiditas dan mortalitas

(19)

Sebuah penelitian dari Pakistan menyatakan bahwa terbukti edukasi yang

baik dapat mengubah perilaku penderita DM dan akan dapat mengendalikan

kondisi penyakitnya sehingga penderita tersebut dapat hidup lebih berkualitas

(Upadhyay, 2007). Dari fakta tersebut dapat timbul suatu pertanyaan, bagaimana

gambaran pengetahuan penderita DM tipe 2 terhadap penyakit DM tipe 2 di

Indonesia khususnya di Medan.

Sampai saat ini belum terdapat data-data yang menggambarkan sejauh mana

pengetahuan penderita DM tipe 2 terhadap penyakit dan pengeloaan DM tipe 2.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk

mengetahui gambaran pengetahuan penderita DM tipe 2 terhadap penyakit dan

pengeloaan DM tipe 2 di Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah bagi peneliti adalah bagaimana gambaran

pengetahuan penderita DM tipe 2 terhadap penyakit dan pengelolaan DM tipe 2 ?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan penderita DM tipe 2 terhadap

penyakit dan pengelolaan DM tipe 2

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengetahuan penderita DM tipe 2 tersebut termasuk

kategori baik, sedang atau kurang.

2. Mengetahui distribusi proporsi pengetahuan penderita DM berdasarkan

sosiodemografi (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan) dan

riwayat penyakit DM-nya (lama menderita DM dan KGD pertama

(20)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai:

1. Memberikan informasi bagi institusi kesehatan dan lembaga-lembaga

perkumpulan penderita DM tentang gambaran pengetahuan penderita DM tipe

2 terhadap penyakit yang dideritanya serta pengelolaannya.

2. Memberikan masukan kepada dokter dalam hal penambahan edukasi pada penderita DM tipe 2.

3. Memberikan kontribusi bagi para tenaga kesehatan dalam hal menyusun

perencanaan upaya kesehatan dalam rangka meningkatkan kualitas

penanganan terhadap penderita diabetes sehingga nantinya akan menurunkan

angka morbiditas dan mortalitas.

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil ingin tahu dan terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pancaindera manusia, yakni: indra penglihatan, oendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena itu dari pengalaman

dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Rogers (1974)

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri

orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni ( Notoatmodjo, 2007) :

a. Kesadaran (awareness), keadaan saat orang tersebut menyadari atau

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Merasa tertarik (interest) terhadap stimulus atau objek tersebut. Dalam hal ini

sikap subjek sudah mulai terbentuk.

c. Menimbang-nimbang (evaluation) terhadap baik atau tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Uji coba (trial), keadaan saat subjek mulai mencoba melakukan sesuai dengan

apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adopsi (adoption) dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Roger menyimpulkan bahwa

perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila

penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana

didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku

tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu

tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku tersebut tidak akan

(22)

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat,

yakni (Notoatmodjo, 2007):

1. Tahu (know)

Tahu merupakan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) terhadap suatu yang spesfik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu ‘tahu’ ini adalah merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang

tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan dan menyatakan.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tenteng objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah pahamterhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan terhadap

objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat

diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan

prinsip dalam konteks atau situasi lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke

dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini

dapat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan (membuat

bagan), membedakan, memisahkan, dan mengelompokkan.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemapuan untuk meletakkan atau

(23)

Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu

berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas (Notoatmojo, 2007).

2.2. Diabetes Melitus Tipe 2 ( DM Tipe 2) 2.2.1. Definisi

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2005).

2.2.2. Faktor Risiko

Menurut Suyono (2009), DM Tipe 2 di Indonesia akan terus meningkat

disebabkan beberapa faktor antara lain :

1. Faktor keturunan (genetik)

2. Faktor kegemukan atau obesitas ( IMT > 25 kg/m2)

a. Perubahan gaya hidup dari tradisional ke gaya hidup barat

b. Makan berlebihan

c. Hidup santai, kurang gerak badan

3. Faktor demografi

a. Jumlah penduduk meningkat

b. Urbanisasi

c. Penduduk berumur di atas 40 tahun meningkat

(24)

2.2.3. Patogenesis

Patogenesis DM Tipe 2 ditandai adanya resistensi insulin perifer, gangguan

“ Hepatic Glucose Production (HGP)”, dan penurunan fungsi sel beta, yang

akhirnya akan menuju ke kerusakan total sel beta. Penurunan fungsi sel beta

disebabkan oleh beberapa faktor yaitu (Suyono, 2009):

a. Glukotoksisitas

Kadar glukosa darah yang tinggi dan berlangsung lama akan menyebabkan

peningkatan stres oksidatif, IL-1β dan NF-κB dengan akibat peningkatan

apoptosis sel beta.

b. Lipotoksisitas

Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa dalam

proses lipolisis akan mengalami metabolisme non oksidatif menjadi ceramide

yang toksik terhadap sel beta hingga menjadi apoptosis.

c. Penumpukan amiloid

Akibat kadar glukosa darah yang terus meningkat, maka sel beta akan

berusaha mengkompensasi dengan meningkatkan sekresi insulin sehingga

terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi insulin juga diikuti dengan

sekresi amylin dari sel beta akan ditumpuk disekitar sel beta sehingga menjadi

jaringan amiloid dan akan mendesak sel beta itu sendiri hingga akhirnya

jumlah sel beta dalam pulau langerhans jadi berkurang. Pada DM tipe 2

jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari normal.

2.2.4. Patofisiologi dan Gejala klinis

Insulin memegang peranan yang sangat penting yaitu bertugas

memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai

bahan bakar. Insulin ini adalah hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di

pankreas. Pada orang yang menderita DM, jumlah insulin yang dihasilkan sel beta

kurang atau kualitas insulinnya kurang baik (resistensi insulin), sehingga tubuh

tidak dapat mempertahankan kadar glukosa normal dalam darah setelah memakan

karbohidrat (Suyono, 2009). Jika hiperglikemia berat dan melebihi ambang ginjal

(25)

diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa

haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urin, maka penderita mengalami

keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin

besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Penderita

mengeluh lelah dan mengantuk (Schteingart, 2005).

Pada penderita DM tipe 2 mungkin sama sekali tidak merasakan gejala apa

pun dan diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan

melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang berat, penderita

tersebut mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya

penderita DM tipe 2 tidak mengalami ketoasidosis karena penderita ini tidak

defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif. Artinya, sejumlah insulin

tetap disekresikan dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis (Schteingart,

2005).

2.2.5. Diagnosis

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan

adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut

di bawah ini (PERKENI, 2006).

a. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polifagia, dan penurunan berat badan

yang tidak dijelaskan sebabnya.

b. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan

disfungsi ereksi pada laki-laki serta pruritus vulva pada perempuan.

Selain dengan keluhan, diagnosa DM harus ditegakkan berdasarkan

pemeriksaan kadar glukosa darah dengan cara enzimatik dengan bahan darah

plasma vena. Selain itu dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood) vena

atau kapiler sesuai kondisi dengan memperhatikan angka-angka kriteria

diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan WHO. Untuk pemantauan hasil

(26)

Tabel 2.1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Sumber: PERKENI, 2006

Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis DM adalah (PERKENI,

2006) :

a. Didahului dengan adanya keluhan keluhan khas yang dirasakan dan

dilanjutkan dengan pemeriksaan glukosa darah.

b. Pemeriksaan glukosa darah menunjukkan hasil: pemeriksaan glukosa darah

sewaktu ≥ 200 mg/dl (sudah cukup menegakkan diagnosis), pemeriksaan

glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl (patokan diagnosis DM).

Tabel 2.2. kriteria diagnosis DM

(27)

Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah

yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosa

DM. Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka

abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah

sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau hasil tes toleransi glukosa oral

(TTGO) didapatkan kadar glukosa darah setelah pembebanan ≥ 200 mg/dl.

Gambar 2.1. langkah-langkah diagnosis DM dan gangguan Sumber: PERKENI, 2006

Untuk pelaksanaan tes toleransi glukosa oral dilakukan dengan cara (WHO,

1994):

a. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari

(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani

seperti biasa.

b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,

minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.

c. Diperiksa kadar glukosa darah puasa

d. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),

(28)

e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam

setelah minum larutan glukosa selesai.

f. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa

g. Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

merokok

Untuk diagnosa dan klasifikasi ada indeks tambahan yang dapt dibagi atas

2 bagian (Gustaviani, 2006) :

1. Indeks penentuan derajat kerusakan sel beta:

Hal ini dapai nilai dengan pemeriksaan kadar insulin, proinsulin dan sekresi

peptide penghubung (C-peptide). Nilai-nilai ”glycosilated hemoglobin”

(WHO memakai istilah ” Glycated hemoglobin”), nilai derajat glikosilasi dari

protein lain dan tingkat gangguan toleransi glukosa juga bermanfaat untuk

penilaian kerusakan ini.

2. Indeks proses diabetogenik:

Untuk penilaian proses diabetogenik pada saat ini telah dapat dilakukan

penentuan tipe dan sub-tipe HLA. Ada tipe dan titer antibodi dalam sirkulasi

yang ditujukan pada pulau langerhans (islet cell antibodies), Anti GAD

(Glutamic Acid Decarboxylase) dan sel endokrin lainnya; adanya

Cell-mediated immunity terhadap pankreas yang susunan DNAnya spesifik pada

genoma manusia dan ditemukan pada penyakit pankreas lainnya dan penyakit

endokrin lainnya.

Secara epidemiologis diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan

onset atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosa ditegakkan,

sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus tidak terdeteksi dini.

2.2.6. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes adalah suatu penyakit kronik yang memerlukan pengobatan

medis yang berkelanjutan dan edukasi perawatan mandiri untuk mencegah

komplikasi akut dan untuk mengurangi resiko komplikasi (ADA,2008). Tujuan

penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup penyandang

(29)

mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah

(Subekti, 2007). Sedangkan tujuan jangka panjang antara lain: mencegah dan

menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati sehingga

dapat menekan angka morbiditas dan mortalitas DM (Syahbudin, 2002). Untuk

mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan

darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan penderita secara holistik

dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku. Untuk itu

didalam penatalaksanaan DM dikenal Empat Pilar Penatalaksanaan Diabetes

Melitus yaitu ( PERKENI, 2006): 1. Terapi gizi medis

Tujuan terapi gizi medis atau perencanaan makan dalam pengelolaan diabetes

adalah sebagai berikut (Syahbudin, 2002):

a. Mempertahan kadar glukosa darah dan lipid dalam batas-batas normal.

b. Menjamin nutrisi yang optimal untuk pertumbuhan anak dan remaja, ibu hamil

dan janinnya.

c. Mencapai dan mempertahankan berat badan idaman.

Terapi gizi medis ini adalah:

1. Memakan makanan dengan komposisi yang seimbang yaitu : Karbohidrat

(45-60 %), Protein (10-20 %) dan Lemak (20-25 %), sesuai dengan Angka

Kecukupan Gizi Seimbang (Waspadji, 2009).

2. Memperhitungkan jumlah kalori yang disesuaikan dengan pertumbuhan status

gizi, umur, stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan

mempertahankan berat badan idaman.

3. Makanan yang telah dihitung jumlah kalori tersebut dibagi atas 3 porsi yaitu

untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan

ringan (10-15%) diantara 2 waktu makan (setiap 3 jam harus makan untuk

mencegah hipoglikemia) dan harus teratur.

4. Jumlah serat yang dikonsumsi 25-50 gram per hari ( sumber makanan:

(30)

5. Jumlah sukrosa tidak perlu dibatasi, namuan jangan sampai lebih dari total

kalori per hari (sumber makanan: gula merah, buah, sayuran, gula pasir ,

permen) (Almatsier, 2001).

6. Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram / hari ( sumber makanan : madu,

pemanis buatan, buah dan minuman ringan) ( Almatsier, 2001).

7. Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/ hari. Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100

mg/dl, maka maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg/hari (sumber

makanan yang mengandung tinggi kolesterol : hati, ginjal, kuning telur,

daging, susu penuh, keju, udang dan kerang, sedangkan ikan dan ayam bahan

makanan yang mengandung rendah kolesterol) (Almatsier, 2001).

8. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak

tidak jenuh rantai panjang dan membatasi pengkonsumsian asam lemak

bentuk trans (Canadian Diabetes Association, 2008).

9. Makanan yang harus dihindari adalah mengandung gula murni, sirup, roti,

cake dan lain-lain karena sangat cepat diserap sehingga kadar glukosa darah

mudah naik (Suyono, 2002).

10.Menu makanan sehari-hari disesuaikan dengan Daftar Bahan Makanan

Penukar (Sukardji, 2009).

2. Latihan jasmani

Dalam pengelolaan DM, latihan jasmani yang teratur memegang peran

penting terutama pada DM tipe 2. Manfaat latihan jasmani yang teratur pada

diabetes antara lain adalah (PERKENI, 2006):

1. Memperbaiki metabolisme : menormalkan kadar glukosa darah dan lipid darah

2. Meningkatkan kerja insulin

3. Membantu menurunkan berat badan

4. Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri

5. Mengurangi risiko penyakit kardiovaskular

Latihan jasmani dilakukan secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang

lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM Tipe 2.

(31)

berkebun harus tetap dilakukan. Selain untuk menjaga kebugaran, latihan jasmani

juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,

sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang

dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,

bersepeda santai, jogging dan berenang. Sedapat mungkin mencapai zona sasaran

75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuiakan dengan kemampuan dan

kondisi penyakit penyerta. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan

jasmani bisa ditingkatkan. Sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat

dikurangi (Syahbudin, 2002).

Tetapi pada DM yang tidak terkendali kadar glukosa darahnya, olahraga akan

menyebabkan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah dan benda keton yang

dapat bersifat fatal. Pada suatu penelitian didapatkan bahwa DM tidak terkontrol

dengan glukosa darah sekitar 332 mg/dl, olahraga tidak menguntungkan malah

membahayakan. Oleh karena itu olahraga harus disertai terapi gizi medis (Ilyas,

2009).

3. Intervensi Farmakologis

Jika penderita telah melaksanakan program makan dan latihan jasmani teratur,

namun pengendalian kadar glukosa darah belum tercapai, perlu ditambahkan obat

hipoglikemik baik oral maupun insulin. Sarana pengelolaan farmakologis DM

dapat berupa (PERKENI, 2006) :

A.

1. Pemicu sekresi insulin Obat Hipoglikemik Oral

Obat ini golongan ini bekerja dengan menstimulasi sel beta pankreas untuk

melepaskan insulin yang tersimpan. Karena itu obat ini tentu saja hanya dapat

bermanfaat pada penderita yang masih mempunyai kemampuan untuk

mensekresikan insulin sehingga obat ini tidak dipakai pada DM tipe 2. Contoh

obatnya adalah sulfonylurea dan glinid (Soegondo, 2009).

2. Penambah Sensitivitas terhadap insulin

(32)

Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan

ambilan glukosa di perifer (Suherman, 2009).

3. Penghambat glukoneogenesis

i. Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis) dan memperbaiki pengambilan glukosa perifer (PERKENI,

2006).

4. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus,

sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.

Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia (Soegondo, 2006).

B.

Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pada penderita DM tipe 2 akan

memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk

penderita yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan

kombinasi sulfonilurea dan metformin (PERKENI, 2006). Insulin

Insulin harus disimpan di lemari es pada temperatur 2˚C sapai 8˚C tetapi dapat

juga disimpan pada suhu kamar dengan penyejuk 15-20˚C bila seluruh isi vial

akan digunakan dalam satu bulan. Penelitian menunjukkan bahwa insulin yang

disimpan pada suhu kamar yang lebih dari 30˚C akan lebih cepat kehilangan

kekuatannya (Soegondo, 2009).

Teknik penyuntikan insulin antara lain (Soegondo, 2009) :

Sebelum menyuntikan insulin, kedua tangan dan daerah yang akan disuntikan

haruslah bersih. Tutup vial harus diusap dengan isopropyl alkohol 70%. Untuk

semua macam insulin kecuali kerja cepat, harus digulungkan secara

perlahan-lahan dengan kedua telapak tangan (jangan dikocok) untuk melarutkan kembali

suspensi. Ambilan udara sejumlah insulin yang akan diberikan dan suntikanlah ke

dalam vial untuk mencegah terjadinya ruang vakum dalam vial. Setelah insulin

(33)

ketukan pada alat suntik dalam posisi tegak akan dapat mengurangi gelembung.

Gelembung tersebut sebenarnya tidak terlalu berbahaya tetapi dapat mengurangi

dosis insulin.

Penyuntikan dilakukan pada jaringan subkutan. Penyuntikan dilakukan

dengan sudut 90 derajat. Pada penderita kurus dan anak-anak setelah kulit dijepit

dan insulin disuntikan dengan sudut 45 derajat agar tidak terjadi penyuntikan

intramuskular. Aspirasi tidak diperlukan secara rutin. Bila suntikan terasa sakit

atau mengalami perdarahan, setelah proses penyuntikan maka daerah tersebut

sebaiknya ditekan selama 5-8 menit.

4. Penyuluhan atau edukasi

Edukasi merupakan bagian integral asuhan perawatan DM. Edukasi DM

adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan dan keterampilan dalam

pengelolaan DM yang diberikan kepada setiap penderita DM yang bertujuan

menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman penderita akan

penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan

penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. Tujuan

perubahan perilaku yang diharapkan antara lain ( Syahbudin, 2002):

a. Mengikut i pola makan sehat

b. Meningkatkan kegiatan jasmani

c. Menggunakan obat DM dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman dan

teratur

d. Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan

data yang ada

e. Melakukan perawat kaki secara berkala

f. Memiliki kemampuan mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan

tepat

g. Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana dan mau

bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga

untuk mengerti pengelolaan penyandang DM.

(34)

Tabel 2.3. Edukasi Perawatan Kaki

( sumber: PERKENI, 2006)

2.2.7. Penilaian Hasil Terapi

Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:

a. Pemeriksaan kadar glukosa darah

Pemeriksaan kadar glukosa darah bertujuan untuk mengetahui apakah

sasaran terapi telah tercapai dan untuk melakukan penyesuaian dosis obat bila

belum tercapai sasaran terapi. Pemeriksaan kadar glukosa darah yang

dilakukan adalah pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan glukosa 2 jam

postprandial secara berkala sesuai dengan kebutuhan. Kalau karena salah satu

hal terpaksa hanya diperiksa 1 kali dianjurkan pemeriksaan 2 jam

postprandial.

b. Pemeriksaan A1C

Tes Hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai

glikohemoblobin, hemoglobin glikosilasi disingkat A1C, merupkan cara yang

(35)

ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek.

Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam setahun.

c. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)

Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat

ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering

yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar

glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi

dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan standar

yang dianjurkan.

PGDM dianjurkan bagi penderita dengan pengobatan insulin atau

pemicu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung

pada terapi. Waktu yang dianjurkan adalah pada saat sebelum makan, 2 jam

setelah makan (menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang tidur (menilai

risiko hipoglikemia) dan diantara siklus tidur (untuk menilai adanya

hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala) dan atau ketika mengalami

gejala seperti hypoglikemic spells.

(36)

(sumber: PERKENI, 2006)

d. Pemeriksaan Glukosa Urin

Pengukuran glukosa urin memberikan penilaian yang tidak langsung.

Hanya digunakan pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau

memeriksa kadar glukosa darah. Batas ekskresi glukosa renal rata-rata

sekitar 180 mg/dl, dapat bervariasi pada beberapa penderita, bahkan pada

penderita yang sama dalam jangka waktu lama. Hasil pemeriksaan pada

fungsi ginjal dan tidak dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan

terapi.

e. Penentuan Benda Keton

Pengukuran benda keton dalam darah maupun urin cukup penting

terutama pada penyandang DM tipe 2 yang terkendali buruk (KGD > 300

mg/dl). Pemeriksaan benda keton juga diperlukan pada penyandang

diabetes yang sedang hamil. Tes benda keton urin mengukur kadar

asetoasetat, sementara benda keton yang penting adalah asam beta

hidroksibutirat. Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan kadar asam

beta hidroksibutirat dalam darah secara langsung dengan menggunakan

strip khusus. Kadar asam beta hidroksibutirat darah < 0,6 mmol/L

dianggap normal, diatas 1,0 mmol/dl disebut ketosis dan melebihi 3,0

mmol/L indikasi adanya Ketoasidosis Diabetik (KAD)

2.2.8. Kriteria Pengendalian DM

Untuk mencegah terjadinya komplikasi kronik diperlukan pengendalian

DM yang baik yang merupakan sasaran terapi. Kriteria pengendalian DM dapat

dilihat pada tabel dibawah ini (PERKENI, 2006).

(37)

( sumber: PERKENI, 2006)

Untuk penderita berumur > 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih

tinggi dari pada biasa (puasa <150 mg/dl dan sesudah makan < 200 mg/dl.

Demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain mengacu pada batasan

kriteria pengendalian sedang. Hal ini mengingat sifat-sifat khusus penderita usia

lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping

hipoglikemia dan interaksi obat (PERKENI, 2006).

2.2.9. Komplikasi

Kompilikasi akut pada diabetes melitus antara lain (Boedisantoso R,

2009):

a. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan

penurunan glukosa darah < 60 mg/dl. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala

adrinergic (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala

neuroglikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma) (WHO,

2006). Penyebab tersering hipoglikemia adalah akibat obat hipoglikemik oral

golongan sulfonilurea, khususnya klorpropamida dan glibenklamida.

(38)

ditentukan, berat badan turun, sesudah olahraga, sesudah melahirkan dan

lain-lain.

b. Ketoasidosis Diabetik

Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari

suatu perjalanan penyakit DM yang ditandai dengan trias hiperglikemia,

asidosis dan ketosis. Timbulnya KAD merupakan ancaman kematian pada

penderita DM.

c. Hiperglikemia Non Ketotik

Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik ditandai dengan hiperglikemia,

hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah

dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan sering kali gangguan neurologis

dengan atau tanpa adanya ketosis.

Akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol dan meninggi terus menerus

yang dikarenakan tidak dikelola dengan baik mengakibatkan adanya pertumbuhan

sel dan juga kematian sel yang tidak normal. Perubahan dasar itu terjadi pada

endotel pembuluh darah, sel otot pembuluh darah maupun pada sel masingeal

ginjal, semuanya menyebabkan perubahan pada pertumbuhan dan kematian sel

yang akhirnya akan mejadi komplikasi vaskular DM. Struktur pembuluh darah,

saraf dan struktur lainnya akan menjadi rusak. Zat kompleks yang terdiri dari gula

di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan

mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang,

terutama menuju ke kulit dan saraf. Akibat mekanisme di atas akan menyebabkan

beberapa komplikasi antara lain (Waspadji, 2006):

a. Retinopati

Terjadinya gangguan aliran pembuluh darah sehingga mengakibatkan

terjadi penyumbatan kapiler. Semua kelainan tersebut akan menyebabkan

kelainan mikrovaskular. Selanjutnya sel retina akan berespon dengan

meningkatnya ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskular yang selanjutnya

akan terbentuk neovaskularisasi pembuluh darah yang menyebabkan

glaukoma. Hal inilah yang menyebabkan kebutaan.

(39)

Hal-hal yang dapat terjadi antara lain: peningkatan tekanan glomerular dan

disertai meningkatnya matriks ekstraseluler akan menyebabkan terjadinya

penebalan membran basal yang akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi

dan kemudian terjadi perubahan selanjutnya yang mengarah terjadinya

glomerulosklerosis. Gejala-gejala yang akan timbul dimulai dengan

mikroalbuminuria dan kemudian berkembang menjadi proteinuria secara

klinis selanjutnya akan terjadi penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan

berakhir dengan gagal ginjal.

c. Neuropati

Yang paling sering dan paling penting gejala yang timbul berupa hilangnya

sensasi distal atau seperti kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih

terasa sakit di malam hari.

d. Penyakit jantung koroner

Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar

zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat aterosklerosis

(penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali

lebih sering terjadi pada penderita DM. Akibat aterosklerosis akan

menyebabkan penyumbatan dan kemudian menjadi penyakit jantung koroner.

e. Penyakit pembuluh darah perifer

Mengenali dan mengelola berbagai faktor risiko terkait terjadinya kaki

diabetes dan ulkus diabetes merupakan hal yang paling sering pada penyakit

(40)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

a. Penderita DM Tipe 2 adalah penderita-penderita rawat jalan Diabetes Melitus

tipe 2 poliklinik endokrin di RSUP. H. Adam Malik Medan.

b. Umur adalah usia penderita DM tipe 2 yang berobat ke poliklinik endokrin

sesuai dengan yang tercatat pada kartu status penderita yang dikategorikan :

1. < 40 tahun

2. 40-60 tahun

3. > 60 tahun

c. Jenis kelamin adalah ciri khas tertentu yang dimiliki penderita DM tipe 2 yang

sesuai dengan yang tercatat pada kartu status, yang dibedakan atas:

1. Laki-laki

2. Perempuan

d. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh

dan berhasil diselesaikan oleh penderita DM tipe 2 yang tercatat dalam kartu

status.

1. Tidak sekolah

2. SD dan sederajat

3. SMP dan sederajat

4. SMA dan sederajat

5. Akademi/Perguruan tinggi

(41)

e. Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan penderita DM tipe 2 untuk

memenuhi kebutuhan nafkah keluarganya sesuai yang tercantum pada kartu

status, dikelompokkan atas:

1. Pegawai Negeri Sipil (PNS/TNI/POLRI)

2. Pensiunan

3. Wiraswasta / pedagang

4. Ibu Rumah Tangga

5. Pelajar / mahasiswa

f. Lama menderita Diabetes Melitus adalah jangka waktu penderita menderita

DM tipe 2 dari waktu terdiagnosanya sampai saat penderita mengisi kuesioner

ini. Hal ini dikelompokkan dalam beberapa bagian antara lain:

1. 0 – 12 bulan

2. 1-10 tahun

3. > 10 tahun

g. KGD pertama terdiagnosa kencing manis adalah kadar glukosa darah saat

pertama sekali terdiagnosa menderita DM tipe 2, dikelompokkan atas:

1. 200 – 300 mg/dl

2. > 300 mg/dl

3. Tidak tahu

h. Pengetahuan

a. Definisi pengetahuan adalah segala informasi yang diketahui penderita

DM tipe 2 tentang penyakit Diabetes Melitus Tipe 2

b. Cara ukur : metode wawancara

c. Alat ukur : kuesioner, pertanyaan yang diajukan sebanyak 18 pertanyaan

dengansistem skornya sebagai berikut.

Tabel 3.1 Skor Kuesioner

NO SKOR

1. A=1 B=0 C=0 D=0

2. A=0 B=1 C=0 D=0

(42)

4. A=1 B=0 C=0 D=0

5. A=1 B=0 C=0 D=0

6. A=1 B=0 C=0 D=0

7. A=1 B=0 C=0 D=0

8. A=0 B=1 C=0 D=0

9. A=1 B=0 C=0 D=0

10. A=1 B=0 C=0 D=0

11. A=1 B=0 C=0 D=0

12. A=0 B=1 C=0 D=0

13. A=0 B=1 C=0 D=0

14. A=0 B=1 C=0 D=0

15. A=0 B=0 C=1 D=0

16. A=0 B=0 C=1 D=0

17. A=0 B=1 C=0 D=0

18. A=0 B=1 C=0 D=0

Total Skor Skor : 18

d. Kategori:

Dengan memakai skala pengukuran menurut Pratomo (1986) yaitu:

1) Baik, bila jawaban responden benar > 75% dari total nilai angket

pengetahuan.

2) Sedang, bila jawaban responden benar antara 40-75% dari total nilai

angket pengetahuan.

3) Kurang, bila jawaban responden benar <40% dari total nilai angket

pengetahuan.

Maka penilaian terhadap pengetahuan responden adalah:

1. Skor 15 - 18 : baik

2. Skor 7 - 14 : sedang

3. Skor < 7 : kurang

(43)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian

cross sectional, yaitu suatu jenis penelitian yang menggambarkan pengetahuan

penderita DM tipe 2 terhadap penyakit dan penanganan DM tipe 2 dan

pengukuran dilakukan pada satu saat .

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan selama 1 bulan yaitu pada 14 Juli – 14

Agustus 2010.

4.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di bagian Poliklinik Endokrin RSUP. H.

Adam Malik Medan. Alasan pemilihan Rumah Sakit tersebut karena RSUP. H.

Adam Malik Medan merupakan rumah sakit umum pusat yang terdapat di Medan

dan terdapat banyak penderita DM yang berobat ke rumah sakit tersebut.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian tersebut adalah seluruh penderita DM tipe 2 rawat

jalan poliklinik bagian endokrin RSUP. H. Adam Malik Medan selama satu

bulan.

4.3.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah menggunakan teknik pengambilan

sample “consecutive sample” yaitu mengambil sampel berdasarkan

kriteria-kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan teori. Adapun kriteria-kriteria inklusi sampel

(44)

1. Penderita DM tipe 2 yang rawat jalan di poliklinik endokrin bulan Juli

– Agustus 2010

2. Penderita DM tipe 2 yang bersedia untuk menjadi sampel pada

penelitian ini.

Adapun kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

1. Penderita DM selain DM tipe 2 yaitu DM tipe 1, DM pada kehamilan

dan DM tipe lain.

2. Penderita DM tipe 2 yang tidak bersedia untuk menjadi sampel

penelitian.

4.3.3 Besar Sampel

Besarnya sampel penelitian ini dihitung dengan menggunakan perhitungan

besar sampel data nominal Simple Random Sampling yaitu sampel tunggal untuk

estimasi proporsi suatu populasi (Madiyono dan Sastroasmoro, 2008) dengan

rumus :

Keterangan:

n = Besar Sampel Zα = Deviasi baku alpha P = Proporsi kategori

Q = 1 – P

d = Presisi

Pada penelitian ini, tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95 % sehingga untuk Z duah arah diperoleh nilai Zα = 1,96. Nilai P yang ditetapkan adalah 0,50 karena peneliti belum mengetahui proporsi sebelumnya, selain itu

karena penggunaan P = 0,50 mempunyai nilai P x (1 – P) paling besar sehingga

dihasilkan besar sampel paling banyak. Kesalahan absolut atau ketetapan relatif

yang diinginkan adalah sebesar 0,1. Berdasarkan rumus tersebut maka besar

sampel dapat dihitung sebagai berikut :

(45)

Zα = 1,96 P = 0,50

Q = (1 – 0,50)

d = 0,10 , maka n adalah

dibulatkan menjadi 97 orang.

4.4. Teknik Pengumpula Data

Data-data yang menyangkut variabel dalam penelitian dikumpulkan dalam

waktu yang bersamaan melalui penjawaban kuesioner yang sudah disebar.

Data-data yang terkait pada penelitian ini antara lain:

1. Data primer

Data primer yang diperoleh dari penyebaran kuesioner. Kuesioner berisi

pertanyaan-pertanyaan yang telah disesuaikan dengan variabel-variabel yang

dinilai, yaitu pengetahuan penderita DM tipe 2 terhadap penyakit DM tipe 2.

Sebelum dibagikan kepada responden, kuesioner akan dilakukan uji validitas

dan reabilitas. Pengumpulan data langsung dilakukan oleh peneliti.

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari data mengenai penyakit DM tipe 2 yang telah

dipublikasikan baik dari data rumah sakit yaitu kartu status penderita DM tipe

(46)

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan 20 orang responden. Uji validitas

dilakukan di RSUD. Abdul Manan Simatupang Kab. Asahan. Dari 20 pertanyaan

yang tertera pada kuesioner, terdapat 18 pertanyaan yang valid dan reliabel yang

tercantum pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas

(47)

20 0,336 Tidak

valid

Tidak

realibel

4.6.Pengolahan Data dan Analisa Data

Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau

angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara tertentu. Adapun rencana

pengolahan data terdiri dari (Wahyuni, 2006):

a. Editing

Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Apabila

data belum lengkap atau terdapat kesalahan, maka data akan dilengkapi

kembali dengan penyebaran kuesioner kembali kepada responden.

b. Coding

Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya

kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan

program computer.

c. Entry

Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam program

komputer. Program komputer yang rencananya akan dipakai adalah SPSS.

d. Cleaning data

Data-data yang telah dientri diperiksa kembali untuk menghindari terjadinya

kesalahan dalam pemasukan data.

e. Saving

Data-data yang telah melewati tahapan yang di atas akan disimpan untuk

keperluan analisa data selanjutnya.

f. Analisa data

Variabel pengetahuan yang berupa data kuantitatif (skor hasil pengisian

kuesioner) diubah menjadi data kualitatif (baik, sedang dan kurang) dengan

analisis kualitatif yaitu proses berpikir induktif dimulai dari

keputusan-keputusan khusus (data yang terkumpul) kemudian diambil kesimpulan secara

umum. Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk narasi dan tabel

(48)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan yang terletak di

Jalan Bungalow No. 17, Medan. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit umum

daerah untuk wilayah Sumatera Utara dan merupakan rumah sakit rujukan tipe A.

Rumah sakit ini juga merupakan rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. Rumah sakit ini memiliki

departemen Ilmu Penyakit Dalam dan poliklinik khusus penyakit endokrin yang

dibuka 3 kali dalam 1 minggu yaitu hari Senin, Rabu dan Kamis. Poliklinik ini

merupakan lokasi pengambilan data untuk penelitian saya.

5.2. Karakteristik Responden

Penelitian ini dilakukan pada 99 orang responden yang merupakan pasien

rawat jalan Poliklinik Endokrin, khususnya penderita Diabetes Melitus Tipe 2.

Karakteristik yang diamati terhadap responden mencakup umur, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, pekerjaan, lama menderita DM dan KGD pertama terdiagnosa

DM.

Berdasarkan karakteristik kelompok umur, hasil penelitian ini menyatakan

bahwa kelompok umur terbanyak berada pada kelompok respoden berumur 40-60

tahun sebanyak 55,6% responden (55 orang) dan yang paling sedikit adalah

kelompok umur < 40 tahun yang sebanyak 3,0% (3 orang). Hal ini dapat dilihat

(49)

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Kelompok umur Jumlah (orang) Persentase %

< 40 tahun 3 3,0

40 – 60 tahun 55 55,6

> 60 tahun 41 41,4

Jumlah 99 100

Berdasarkan karakteristik kelompok jenis kelamin, hasil penelitian ini

menyatakan bahwa terdapat laki-laki sebanyak 33,3% (33 orang) dan perempuan

yang merupakan kelompok responden terbanyak yaitu sebanyak 66,7% (66

orang). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase %

Laki – laki 33 33,3

Perempuan 66 66,7

Jumlah 99 100

Untuk karakteristik responden menurut tingkat pendidikan, penelitian ini

memperoleh data distribusi bahwa tingkat pendidikan SMA atau sederajat

memiliki frekuensi terbanyak yaitu 39,4% (39 orang), sedangkan untuk data

frekuensi tidak sekolah sebanyak 2% (2 orang). Hasil ini dapat dilihat pada tabel

5.3

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase %

Tidak Sekolah 2 2,0

(50)

SMP dan sederajat 14 14,1

SMA dan sederajat 39 39,4

Akademi / Perguruan Tinggi 27 27,3

Jumlah 99 100

Menurut distribusi jenis pekerjaan, penelitian ini memperoleh hasil bahwa

distribusi frekuensi terbanyak berada pada jenis pekerjaan Ibu Rumah Tangga

yaitu 37,4% (37 orang) dan distribusi frekuensi yang paling sedikit adalah tidak

bekerja yang sebanyak 6,1% (6 orang). Hasil ini dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase %

PNS/TNI/POLRI 19 19,2

Pensiunan 23 23,2

Wiraswasta / Pedagang 14 14,1

Ibu Rumah Tangga 37 37,4

Tidak Bekerja 6 6,1

Jumlah 99 100

Berdasarkan karakteristik lama menderita DM, hasil penelitian ini

menyatakan bahwa responden yang lama menderita DM 0-12 bulan memiliki

frekuensi yang paling sedikit sebanyak 10,1% (10 orang), sedangkan responden

yang lama menderita DM 1-10 tahun merupakan kelompok lama menderita DM

yang paling banyak frekuensi respondennya yaitu sebanyak 54,5% (54 orang).

Hasil ini dapat dilihat pada tabel 5.5

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menderita DM

Lama Menderita DM Jumlah (orang) Persentase %

(51)

1-10 tahun 54 54,5

> 10 tahun 35 35,4

Jumlah 99 100

Berdasarkan karakteristik KGD pertama terdiagnosa DM, penelitian ini

menyatakan bahwa sebagian besar responden, yaitu 59,6 % responden (59 orang)

yang mempunyai KGD pertama terdiagnosa > 300 mg/dl sedangkan hanya 6,1 %

responden (6 orang) yang tidak mengetahui KGD pertama terdiagnosa DM. Hasil

ini dapat dilihat pada tabel 5.6.

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan KGD pertama terdiagnosa

KGD pertama

terdiagnosa DM

Jumlah (orang) Persentase %

200 – 299 mg/dl 34 34,3

> 300 mg/dl 59 59,6

Tidak tahu 6 6,1

Jumlah 99 100

5.3. Hasil Analisa Data Pengetahuan

Variabel pengetahuan dalam penelitian ini diukur dengan 18 pertanyaan

dalam kuesioner mengenai pengetahuan responden terhadap penyakit dan

pengelolaan DM tipe 2. Selanjutnya gambaran pengetahuan ini akan

diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu baik, sedang dan cukup.

Dari hasil penelitian ini diperoleh kelompok responden tertinggi memiliki

gambaran pengetahuan dengan kategori sedang yaitu sebanyak 52,5% (52 orang)

dan kelompok responden terendah memiliki gambaran pengetahuan dengan

kategori cukup yaitu 9,1% (9 orang).

Gambar

Tabel 2.2. kriteria diagnosis DM
Gambar 2.1. langkah-langkah diagnosis DM dan gangguan
Tabel 3.1 Skor Kuesioner
Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas
+5

Referensi

Dokumen terkait

Fasa ini menekankan kepada tindakan susulan dan langkah pencegahan yang perlu diberi perhatian bagi memastikan semua maklum balas yang dikemukakan oleh pasukan Program Turun

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan pemahaman siswa tentang metode kerja kelompok, untuk menggambarkan profil kecerdasan interpersonal siswa, untuk

Setelah UU Dikti berlaku, izin pembukaan Program Studi akan diterbitkan apabila proposal pembukaan Program Studi telah memenuhi syarat minimum akreditasi Program Studi,

Penulis ilmiah membahas tentang aplikasi sistem pakar untuk mendiagnosa penyakit pencernaan dengan tiga gejala umum yaitu Diare, Sembelit, Perut Kembung. Untuk memperoleh diagosa

Bahwa hasil evaluasi terhadap kegiatan Orietitasi Studi dan Pengenalan Kampus (OSPEK) atau sejenisnya yang dikaitkan dengan acara/upacara penerimaan mahasiswa baru pada

Sistem penjualan tanaman anggrek pada Toko panchids Florist masih dilakukan secara manual, oleh karena itu penulis mencoba menerapkan komputerisasi pada sistem penjualan tanaman

Daerah rawan konflik adalah daerah yang rawan menurut pertimbangan keamanan, baik untuk keamanan Peneliti Asing sendiri maupun keamanan setempat; daerah yang

Seperti telah diutarakan, novel ini adalah novel biasa tentang obsesi, ambisi, harta dan cinta --- dengan kata lain, tema yang diusung oleh pengarang novel ini adalah