GAMBARAN PENGETAHUAN PENDERITA DM TIPE 2
TERHADAP PENYAKIT DAN PENGELOLAAN
DM TIPE 2 DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
JULI - AGUSTUS 2010
OLEH:
FITRI NUR MALINI.S.
070100016
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBARAN PENGETAHUAN PENDERITA DM TIPE 2
TERHADAP PENYAKIT DAN PENGELOLAAN
DM TIPE 2 DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
JULI - AGUSTUS 2010
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilimiah ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
OLEH:
FITRI NUR MALINI.S.
070100016
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Gambaran Pengetahuan Penderita DM Tipe 2 terhadap Penyakit dan Pengelolaan DM Tipe 2 di RSUP. H. Adam Malik Medan
Juli – Agustus 2010
NAMA : FITRI NUR MALINI . S. NIM : 070100016
Pembimbing Penguji I
(dr. Deske Muhadi Rangkuti, Sp.PD) (dr.Mustafa. M. Amin, Sp.KJ) NIP. 19711227 200501 1 002 NIP. 19780330 200501 1 003
Penguji II
ABSTRAK
Di antara penyakit degeneratif, Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu
penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa yang akan datang. Dari semua populasi DM, lebih dari 90% menderita DM tipe 2. Dan saat ini DM sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad ke-21. Dalam hal penanggulangan DM, penderita DM harus memiliki pengetahuan tentang DM yang baik dan akhirnya dapat mencegah penderita DM dari mortalitas dan morbiditas penyakit DM. Pengetahuan yang harus diberikan kepada penderita DM tipe 2 meliputi pengetahuan tentang penyakit DM tipe 2, pelatihan penderita DM tipe 2 dalam melakukan pengelolaan penyakit DM tipe 2 serta kapasitas penderita DM tipe 2 dalam mengatur gaya hidupnya yang sinkron dalam pengelolaan penyakit DM tipe 2. Untuk itu perlu diadakan penelitian tentang gambaran pengetahuan penderita DM tipe 2 terhadap penyakit dan pengelolaan DM tipe 2.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini adalah penderita DM tipe 2 rawat jalan poliklinik bagian endokrin RSUP. H. Adam Malik Medan selama 1 bulan. Sampel penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik consecutive sampling yaitu sebanyak 99 orang. Pengambilan data menggunakan kuesioner.
Dari hasil penelitian didapat gambaran pengetahuan penderita DM tipe 2 sebagian besar dalam kategori sedang yaitu sebanyak 52,5% ( 52 orang). Untuk karakteristik responden terbanyak berdasarkan data sosiodemografi dan riwayat penyakit DM-nya yaitu : kelompok umur 40-60 tahun sebanyak 55,6%(55 orang) ; Jenis kelamin perempuan sebanyak 66,7% (66 orang) ; pendidikan SMA dan sederajat sebanyak 37,4% (37 orang) ; pekerjaan Ibu Rumah Tangga sebanyak 37,4% (37 orang) ; lama menderita DM selama 1-10 tahun sebanyak 54,5% (54 orang) dan KGD pertama terdiagnosa DM > 300 mg/dl sebanyak 59,6% (59 orang).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka perugas kesehatan hendaknya terus meningkat dalam hal pemberian edukasi yang berkesinambungan agar penderita DM tipe 2 dapat mengontrol penyakitnya sendiri.
ABSTRACT
Among all of degenerative diseases, Diabetes Mellitus (DM) is a kind of non-infectious disease that will be increased in frequency in future. Of all population of DM patients, more than 90% is having type II DM. And nowadays, DM has become a main threat of health in 21st century. In order to cure DM, the patient need to know about DM itself correctly and further they may prevent death and morbidity of DM. The knowledge which need to be told to patient of DM type II is the DM itself, the training to patient in managing the DM, and the capacity of the patient to set their lifestyle and synchronize it with the management of DM. Therefore, a study must be made about the descryption of knowledge among DM type II patients about the disease and the management of DM type II.
This research is made with descryptive approach and xross-sectional design. The population of research is DM type II patients which is in ambulatory care of endocrine subdivision of RSUP H.Adam Malik Medan in one month. The research samples are taken with consecutive sampling method as much as 99 person. The data is collected by using questionnaire.
From the research, it has been known that the descryption of knowledge among DM type II patients mostly are in medium rate, it is 52,5% (52 person). The most type of characteristic that occured in population based on sociodemographical data and history of the DM, is age group 40-60 years old as much as 55,6% (55 person); gender-group of female as much as 66,7% (66 person); education grade-group of Senior High School (SMA) as much as 37,4% (37 person); type of work-group of housewife as much as 37,4% (37 person); duration of disease-group of 1-10 years as much as 54,5% (54 person); and first diagnosed blood glucose level-group as >300 mg/dl as much as 59,6% (59 person).
Based on the result, it is concluded that medical worker might increase the spreading of followed-up education so that the patients of DM type II may control their own disease.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, syukur yang luar biasa atas segala nikmat Allah SWT yang
telah menanzilkan Al Qur’an ke dalam qalbu setiap insan. Dengan nikmat yang
agung itulah penulis memiliki semangat untuk berusaha menyelesaikan karya tulis
ilmiah yang berjudul “Gambaran Pengetahuan Penderita DM Tipe 2 terhadap
Penyakit dan Pengelolaan DM Tipe 2 di RSUP. H. Adam Malik Medan Juli – Agustus 2010”.
Karya tulis ilmiah ini disusun sebagai persyaratan untuk kelulusan
kesarjanaan kedokteran. Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan, mohon
kiranya untuk memberi masukan yang konstruktif untuk perbaikan di masa
mendatang.
Banyak pihak yang telah membantu sehingga karya tulis ilmiah ini dapat
diselesaikan. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
dan penghargaan yang tulis kepada :
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar
Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH.
2. Dosen Pembimbing, dr. Deske Muhadi Rangkuti, Sp.PD yang telah
bersedia meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk,
saran serta bimbingan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
3. Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas (IKK) Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
4. Bagian Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan.
5. Bagian Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan.
6. Bagian Poliklinik Endokrin Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan.
7. Dosen Penguji I dr. Mustafa.M.Amin, Sp.KJ dan dosen Penguji II dr.
8. Seluruh Responden yang telah bersedia mengisi kuesioner sehingga data
dapat diperoleh dan diolah menjadi karya tulis ilmiah ini.
9. Yang tercinta Ayahanda Darma Halim Siregar, S.E., M.Kes dan Ibunda
Hartini yang selalu menjadi alasan untuk menggapai cita. Terima kasih
yang sedalam-dalamnya untuk setiap cinta kasih yang mengalun indah dan
dukungan di setiap langkah yang telah dipilih. Bapak yang telah
mengajarkan arti tanggung jawab dan Ibu yang mengajarkan tentang kasih
sayang serta ketegaran.
10.Adinda Ade Maya Sari. S. dan Aulia Doli Rizki. S. yang memberikan tawa
di hari-hari yang dilewati.
11.Teman-teman seperjuangan Ade Keumala Putri dan Anggi Hanifa yang
selama ini telah bersama-sama berjuang dalam menyelesaikan karya tulis
ilmiah.
12.Sahabat – sahabat dan teman spesial yaitu Ismail, Hanum, Isra, Uty, Hasbi,
Iqbal, Nanda B, Ananda M, Iwan, Rayhan, Vani, Ella, Putri, Memes, Ade,
Nia dan Rinaldi Sani Nst yang selalu ada dalam segala kesulitan dalam
penyelesaian karya tulis ini dan masalah lain. Terima kasih atas semua
dukungan, kasih, sayang dan persahabatan yang kalian berikan selama ini.
Semoga persahabatan ini akan terus terjalin.
13.Teman-teman stambuk 2007 dan semua pihak yang telah membantu baik
secara moril maupun materil dalam proses penelitian dan penyusunan
karya tulis ini.
Demikianlah kata pengantar ini penulis sampaikan. Tidak akan pernah ada
ilmu pengetahuan baru yang diperoleh jika kita berhenti bertanya dan mencari
jawabnya. Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat untuk bidang
kedokteran dan kesehatan masyarakat.
Medan, 24 November 2010
DAFTAR ISI
2.2. Diabetes Melitus Tipe 2 2.2.1. Definisi ... 7
2.2.2. Faktor Risiko ... 7
2.2.3. Patogenesis ... 8
2.2.4. Patofisiologi dan GK ... 8
2.2.5. Diagnosis ... 9
2.2.6. Penatalaksanaan DM Tipe 2... 12
2.2.7. Penilaian Hasil Terapi ... 18
2.2.8. Kriteria Pengendalian DM Tipe 2 ... 20
2.2.9. Komplikasi ... 21
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 24
3.2. Definisi Operasional ... 24
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian ... 27
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 27
4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 29
4.5. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 30
4.6. Pengolahan data dan Analisa Data ... 31
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 32
5.2. Karakteristik Responden ... 32
5.3. Hasil Analisa Data Pengetahuan ... 36
5.4. Pembahasan ... 38
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 41
6.2. Saran ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 43
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Kadar Gula Darah Sewaktu dan Puasa 10
2.2. Kriteria Diagnosa DM 10
2.3. Edukasi Perawatan Kaki 18
2.4. Prosedur Pemantauan 19
2.5. Kriteria Pengendalian DM 20
3.1. Skor Kuesioner 25
4.1. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas 30
5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
33
5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
33
5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
34
5.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
34
5.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menderita DM
35
5.6. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan KGD Pertama Terdiagnosa
36
5.7. Distribusi Frekuensi Gambaran Pengetahuan Responden
36
DAFTAR BAGAN
Nomor Judul Halaman
Bagan 1.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Lembar Penjelasan
Lampiran 3 Kuesioner
Lampiran 4 Surat Persetujuan Setelah Penjelasan ( informed consent)
Lampiran 5 Surat Izin Penelitian dari RSUP. H. Adam Malik Medan
Lampiran 6 Data induk validitas
Lampiran 7 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas
Lampiran 8 Data Induk Penelitian
Lampiran 9 Hasil Analisa Data dengan SPSS Karakteristik Responden, Distribusi Jawaban Responden dan Gambaran Pengetahuan
Responden tentang Penyakit dan Pengelolaan DM Tipe 2
DAFTAR SINGKATAN
ADA : American Diabetic Association
BB : Berat Badan
DEPKES RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
DM : Diabetes Melitus
DNA : Deoxyribonucleat Acid
HLA : Human Leukocyte Antigen
IL-1β : Interleukin 1β
IMT : Indeks Massa Tubuh
KAD : Ketoasidosis Diabetik
KGD : Kadar Glukosa Darah
LDL : Low Density Lipoprotein
NF-κB : Necroting Factor Κb
OHO : Obat Hipoglikemik Oral
PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
SPSS : Statistical Package for Social Sciences
ABSTRAK
Di antara penyakit degeneratif, Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu
penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa yang akan datang. Dari semua populasi DM, lebih dari 90% menderita DM tipe 2. Dan saat ini DM sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad ke-21. Dalam hal penanggulangan DM, penderita DM harus memiliki pengetahuan tentang DM yang baik dan akhirnya dapat mencegah penderita DM dari mortalitas dan morbiditas penyakit DM. Pengetahuan yang harus diberikan kepada penderita DM tipe 2 meliputi pengetahuan tentang penyakit DM tipe 2, pelatihan penderita DM tipe 2 dalam melakukan pengelolaan penyakit DM tipe 2 serta kapasitas penderita DM tipe 2 dalam mengatur gaya hidupnya yang sinkron dalam pengelolaan penyakit DM tipe 2. Untuk itu perlu diadakan penelitian tentang gambaran pengetahuan penderita DM tipe 2 terhadap penyakit dan pengelolaan DM tipe 2.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini adalah penderita DM tipe 2 rawat jalan poliklinik bagian endokrin RSUP. H. Adam Malik Medan selama 1 bulan. Sampel penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik consecutive sampling yaitu sebanyak 99 orang. Pengambilan data menggunakan kuesioner.
Dari hasil penelitian didapat gambaran pengetahuan penderita DM tipe 2 sebagian besar dalam kategori sedang yaitu sebanyak 52,5% ( 52 orang). Untuk karakteristik responden terbanyak berdasarkan data sosiodemografi dan riwayat penyakit DM-nya yaitu : kelompok umur 40-60 tahun sebanyak 55,6%(55 orang) ; Jenis kelamin perempuan sebanyak 66,7% (66 orang) ; pendidikan SMA dan sederajat sebanyak 37,4% (37 orang) ; pekerjaan Ibu Rumah Tangga sebanyak 37,4% (37 orang) ; lama menderita DM selama 1-10 tahun sebanyak 54,5% (54 orang) dan KGD pertama terdiagnosa DM > 300 mg/dl sebanyak 59,6% (59 orang).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka perugas kesehatan hendaknya terus meningkat dalam hal pemberian edukasi yang berkesinambungan agar penderita DM tipe 2 dapat mengontrol penyakitnya sendiri.
ABSTRACT
Among all of degenerative diseases, Diabetes Mellitus (DM) is a kind of non-infectious disease that will be increased in frequency in future. Of all population of DM patients, more than 90% is having type II DM. And nowadays, DM has become a main threat of health in 21st century. In order to cure DM, the patient need to know about DM itself correctly and further they may prevent death and morbidity of DM. The knowledge which need to be told to patient of DM type II is the DM itself, the training to patient in managing the DM, and the capacity of the patient to set their lifestyle and synchronize it with the management of DM. Therefore, a study must be made about the descryption of knowledge among DM type II patients about the disease and the management of DM type II.
This research is made with descryptive approach and xross-sectional design. The population of research is DM type II patients which is in ambulatory care of endocrine subdivision of RSUP H.Adam Malik Medan in one month. The research samples are taken with consecutive sampling method as much as 99 person. The data is collected by using questionnaire.
From the research, it has been known that the descryption of knowledge among DM type II patients mostly are in medium rate, it is 52,5% (52 person). The most type of characteristic that occured in population based on sociodemographical data and history of the DM, is age group 40-60 years old as much as 55,6% (55 person); gender-group of female as much as 66,7% (66 person); education grade-group of Senior High School (SMA) as much as 37,4% (37 person); type of work-group of housewife as much as 37,4% (37 person); duration of disease-group of 1-10 years as much as 54,5% (54 person); and first diagnosed blood glucose level-group as >300 mg/dl as much as 59,6% (59 person).
Based on the result, it is concluded that medical worker might increase the spreading of followed-up education so that the patients of DM type II may control their own disease.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Di antara penyakit degeneratif, Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu
penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa yang akan
datang. Dan saat ini DM sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi
kesehatan umat manusia pada abad ke-21. Dari semua populasi DM, lebih dari
90% menderita DM tipe 2. Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih dewasa
berkisar 3-6%. Angka tersebut merupakan baku emas untuk membandingkan
prevalensi di suatu negara-negara berkembang yang laju pertumbuhan
ekonominya sangat menonjol, misalnya Singapura yang prevalensi DM-nya
meningkat dibandingkan 10 tahun yang lalu. Angka tersebut juga dapat
membandingkan suatu kelompok etnis tertentu dengan kelompok etnis kulit putih
(Suryono,2009).
Selain itu, masalah DM di negara-negara berkembang juga pada akhir-akhir
ini mendapat perhatian, dan dari data terakhir menunjukkan justru peningkatan
tertinggi jumlah penderita DM terjadi di negara Asia Tenggara termasuk
Indonesia. Meningkatnya prevalensi DM di beberapa negara berkembang akibat
peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan juga turut disoroti (WHO,
2006).
Wild, Roglic, Green, Sicree and King (2004) menyatakan bahwa Indonesia
merupakan negara ke-4 yang prevalensi kejadian DMnya meningkat di tahun
2030. Pada tahun 2000, prevalensi kejadian DM sekitar 8,4% dan diperkirakan di
tahun 2030 prevalensi kejadian DMnya menjadi 21,3% dan mayoritas kelompok
usia yang terkena DM sekitar 45 sampai 64 tahun.
Data terakhir yang dikeluarkan Departemen Kesehatan RI (2008) menyatakan
bahwa kasus DM tipe 2 termasuk dalam 50 peringkat utama penyebab kematian,
rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit Indonesia selama tahun 2007.
Riskesdas (2007) melakukan wawancara dan pemeriksaan kadar glukosa darah
kriteria WHO 1999 dan American Diabetic Association 2003 dan diperoleh hasil
prevalensi total DM pada penduduk perkotaan sebesar 5,7 %, namun hanya 1,5 %
yang mengetahui dirinya menderita DM (DEPKES RI, 2009).
Dikatakan DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya (Gustaviani, 2006). Kunci dari pengobatan DM ini
adalah pengelolaan yang baik, sehingga dapat menghilangkan keluhan atau gejala
dan mempertahan rasa nyaman dan sehat, serta dapat memperbaiki kelainan
metabolik. Tetapi apabila DM tidak dikelola dengan baik akan mengakibat
berbagai penyulit menahun, seperti penyakit serebrovaskular, penyakit jantung
koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, penyulit pada mata, ginjal dan syaraf
(Waspadji, 2009).
Dalam hal penanggulangan DM, penderita DM harus memiliki pengetahuan
tentang DM yang baik serta akhirnya dapat mencegah penderita DM dari
mortalitas dan morbiditas penyakit DM. Oleh karena itu peran edukasi
meruapakan hal yang penting. Edukasi merupakan bagian integral dalam
perawatan diabetes. Edukasi ini meliputi pendidikan dan pelatihan mengenai
pengetahuan dan keterampilan dalam pengeloaan DM yang diberikan kepada
setiap penderita DM. Hal-hal yang diberikan pada edukasi meliputi pengetahuan
tentang DM, pelatihan penderita DM dalam melakukan pengelolaan DM serta
kapasitas penderita DM dalam mengatur gaya hidupnya yang sinkron dalam
pengelolaan DM. Faktanya, banyak negara yang masih sedikit memberikan
edukasi pada penderita DM ( Adil, Alam dan Jaffery, 2005).
Adil, Alam dan Jaffery (2005) menyatakan bahwa sebagian besar dari
penderita DM yang menjadi sampel penelitiannya mempunyai pengetahuan yang
rendah tentang penyakit DM tipe 2 dan pengeloaannya. Hasil penelitiannya
menyatakan bahwa diantara 50 penderita DM yang ditelitinya mempunyai
seluruhnya rata-rata mempunyai berat badan yang berlebih, 27 penderita yang
menderita DM tipe 2, 37,5% mengalami hipertensi. Hal ini membuktikan bahwa
pengetahuan yang rendah sangat berpengaruh pada morbiditas dan mortalitas
Sebuah penelitian dari Pakistan menyatakan bahwa terbukti edukasi yang
baik dapat mengubah perilaku penderita DM dan akan dapat mengendalikan
kondisi penyakitnya sehingga penderita tersebut dapat hidup lebih berkualitas
(Upadhyay, 2007). Dari fakta tersebut dapat timbul suatu pertanyaan, bagaimana
gambaran pengetahuan penderita DM tipe 2 terhadap penyakit DM tipe 2 di
Indonesia khususnya di Medan.
Sampai saat ini belum terdapat data-data yang menggambarkan sejauh mana
pengetahuan penderita DM tipe 2 terhadap penyakit dan pengeloaan DM tipe 2.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk
mengetahui gambaran pengetahuan penderita DM tipe 2 terhadap penyakit dan
pengeloaan DM tipe 2 di Medan.
1.2. Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah bagi peneliti adalah bagaimana gambaran
pengetahuan penderita DM tipe 2 terhadap penyakit dan pengelolaan DM tipe 2 ?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan penderita DM tipe 2 terhadap
penyakit dan pengelolaan DM tipe 2
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengetahuan penderita DM tipe 2 tersebut termasuk
kategori baik, sedang atau kurang.
2. Mengetahui distribusi proporsi pengetahuan penderita DM berdasarkan
sosiodemografi (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan) dan
riwayat penyakit DM-nya (lama menderita DM dan KGD pertama
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai:
1. Memberikan informasi bagi institusi kesehatan dan lembaga-lembaga
perkumpulan penderita DM tentang gambaran pengetahuan penderita DM tipe
2 terhadap penyakit yang dideritanya serta pengelolaannya.
2. Memberikan masukan kepada dokter dalam hal penambahan edukasi pada penderita DM tipe 2.
3. Memberikan kontribusi bagi para tenaga kesehatan dalam hal menyusun
perencanaan upaya kesehatan dalam rangka meningkatkan kualitas
penanganan terhadap penderita diabetes sehingga nantinya akan menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil ingin tahu dan terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
pancaindera manusia, yakni: indra penglihatan, oendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena itu dari pengalaman
dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Rogers (1974)
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri
orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni ( Notoatmodjo, 2007) :
a. Kesadaran (awareness), keadaan saat orang tersebut menyadari atau
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Merasa tertarik (interest) terhadap stimulus atau objek tersebut. Dalam hal ini
sikap subjek sudah mulai terbentuk.
c. Menimbang-nimbang (evaluation) terhadap baik atau tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Uji coba (trial), keadaan saat subjek mulai mencoba melakukan sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adopsi (adoption) dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Roger menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila
penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana
didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku
tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu
tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku tersebut tidak akan
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat,
yakni (Notoatmodjo, 2007):
1. Tahu (know)
Tahu merupakan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap suatu yang spesfik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu ‘tahu’ ini adalah merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan dan menyatakan.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tenteng objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah pahamterhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan terhadap
objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan
prinsip dalam konteks atau situasi lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini
dapat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan (membuat
bagan), membedakan, memisahkan, dan mengelompokkan.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemapuan untuk meletakkan atau
Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas (Notoatmojo, 2007).
2.2. Diabetes Melitus Tipe 2 ( DM Tipe 2) 2.2.1. Definisi
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2005).
2.2.2. Faktor Risiko
Menurut Suyono (2009), DM Tipe 2 di Indonesia akan terus meningkat
disebabkan beberapa faktor antara lain :
1. Faktor keturunan (genetik)
2. Faktor kegemukan atau obesitas ( IMT > 25 kg/m2)
a. Perubahan gaya hidup dari tradisional ke gaya hidup barat
b. Makan berlebihan
c. Hidup santai, kurang gerak badan
3. Faktor demografi
a. Jumlah penduduk meningkat
b. Urbanisasi
c. Penduduk berumur di atas 40 tahun meningkat
2.2.3. Patogenesis
Patogenesis DM Tipe 2 ditandai adanya resistensi insulin perifer, gangguan
“ Hepatic Glucose Production (HGP)”, dan penurunan fungsi sel beta, yang
akhirnya akan menuju ke kerusakan total sel beta. Penurunan fungsi sel beta
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu (Suyono, 2009):
a. Glukotoksisitas
Kadar glukosa darah yang tinggi dan berlangsung lama akan menyebabkan
peningkatan stres oksidatif, IL-1β dan NF-κB dengan akibat peningkatan
apoptosis sel beta.
b. Lipotoksisitas
Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa dalam
proses lipolisis akan mengalami metabolisme non oksidatif menjadi ceramide
yang toksik terhadap sel beta hingga menjadi apoptosis.
c. Penumpukan amiloid
Akibat kadar glukosa darah yang terus meningkat, maka sel beta akan
berusaha mengkompensasi dengan meningkatkan sekresi insulin sehingga
terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi insulin juga diikuti dengan
sekresi amylin dari sel beta akan ditumpuk disekitar sel beta sehingga menjadi
jaringan amiloid dan akan mendesak sel beta itu sendiri hingga akhirnya
jumlah sel beta dalam pulau langerhans jadi berkurang. Pada DM tipe 2
jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari normal.
2.2.4. Patofisiologi dan Gejala klinis
Insulin memegang peranan yang sangat penting yaitu bertugas
memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai
bahan bakar. Insulin ini adalah hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di
pankreas. Pada orang yang menderita DM, jumlah insulin yang dihasilkan sel beta
kurang atau kualitas insulinnya kurang baik (resistensi insulin), sehingga tubuh
tidak dapat mempertahankan kadar glukosa normal dalam darah setelah memakan
karbohidrat (Suyono, 2009). Jika hiperglikemia berat dan melebihi ambang ginjal
diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa
haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urin, maka penderita mengalami
keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin
besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Penderita
mengeluh lelah dan mengantuk (Schteingart, 2005).
Pada penderita DM tipe 2 mungkin sama sekali tidak merasakan gejala apa
pun dan diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan
melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang berat, penderita
tersebut mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya
penderita DM tipe 2 tidak mengalami ketoasidosis karena penderita ini tidak
defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif. Artinya, sejumlah insulin
tetap disekresikan dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis (Schteingart,
2005).
2.2.5. Diagnosis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut
di bawah ini (PERKENI, 2006).
a. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada laki-laki serta pruritus vulva pada perempuan.
Selain dengan keluhan, diagnosa DM harus ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan kadar glukosa darah dengan cara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena. Selain itu dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood) vena
atau kapiler sesuai kondisi dengan memperhatikan angka-angka kriteria
diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan WHO. Untuk pemantauan hasil
Tabel 2.1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
Sumber: PERKENI, 2006
Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis DM adalah (PERKENI,
2006) :
a. Didahului dengan adanya keluhan keluhan khas yang dirasakan dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan glukosa darah.
b. Pemeriksaan glukosa darah menunjukkan hasil: pemeriksaan glukosa darah
sewaktu ≥ 200 mg/dl (sudah cukup menegakkan diagnosis), pemeriksaan
glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl (patokan diagnosis DM).
Tabel 2.2. kriteria diagnosis DM
Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah
yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosa
DM. Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka
abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah
sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau hasil tes toleransi glukosa oral
(TTGO) didapatkan kadar glukosa darah setelah pembebanan ≥ 200 mg/dl.
Gambar 2.1. langkah-langkah diagnosis DM dan gangguan Sumber: PERKENI, 2006
Untuk pelaksanaan tes toleransi glukosa oral dilakukan dengan cara (WHO,
1994):
a. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani
seperti biasa.
b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
c. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
d. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),
e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesai.
f. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
g. Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok
Untuk diagnosa dan klasifikasi ada indeks tambahan yang dapt dibagi atas
2 bagian (Gustaviani, 2006) :
1. Indeks penentuan derajat kerusakan sel beta:
Hal ini dapai nilai dengan pemeriksaan kadar insulin, proinsulin dan sekresi
peptide penghubung (C-peptide). Nilai-nilai ”glycosilated hemoglobin”
(WHO memakai istilah ” Glycated hemoglobin”), nilai derajat glikosilasi dari
protein lain dan tingkat gangguan toleransi glukosa juga bermanfaat untuk
penilaian kerusakan ini.
2. Indeks proses diabetogenik:
Untuk penilaian proses diabetogenik pada saat ini telah dapat dilakukan
penentuan tipe dan sub-tipe HLA. Ada tipe dan titer antibodi dalam sirkulasi
yang ditujukan pada pulau langerhans (islet cell antibodies), Anti GAD
(Glutamic Acid Decarboxylase) dan sel endokrin lainnya; adanya
Cell-mediated immunity terhadap pankreas yang susunan DNAnya spesifik pada
genoma manusia dan ditemukan pada penyakit pankreas lainnya dan penyakit
endokrin lainnya.
Secara epidemiologis diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan
onset atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosa ditegakkan,
sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus tidak terdeteksi dini.
2.2.6. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes adalah suatu penyakit kronik yang memerlukan pengobatan
medis yang berkelanjutan dan edukasi perawatan mandiri untuk mencegah
komplikasi akut dan untuk mengurangi resiko komplikasi (ADA,2008). Tujuan
penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup penyandang
mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah
(Subekti, 2007). Sedangkan tujuan jangka panjang antara lain: mencegah dan
menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati sehingga
dapat menekan angka morbiditas dan mortalitas DM (Syahbudin, 2002). Untuk
mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan penderita secara holistik
dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku. Untuk itu
didalam penatalaksanaan DM dikenal Empat Pilar Penatalaksanaan Diabetes
Melitus yaitu ( PERKENI, 2006): 1. Terapi gizi medis
Tujuan terapi gizi medis atau perencanaan makan dalam pengelolaan diabetes
adalah sebagai berikut (Syahbudin, 2002):
a. Mempertahan kadar glukosa darah dan lipid dalam batas-batas normal.
b. Menjamin nutrisi yang optimal untuk pertumbuhan anak dan remaja, ibu hamil
dan janinnya.
c. Mencapai dan mempertahankan berat badan idaman.
Terapi gizi medis ini adalah:
1. Memakan makanan dengan komposisi yang seimbang yaitu : Karbohidrat
(45-60 %), Protein (10-20 %) dan Lemak (20-25 %), sesuai dengan Angka
Kecukupan Gizi Seimbang (Waspadji, 2009).
2. Memperhitungkan jumlah kalori yang disesuaikan dengan pertumbuhan status
gizi, umur, stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan idaman.
3. Makanan yang telah dihitung jumlah kalori tersebut dibagi atas 3 porsi yaitu
untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan
ringan (10-15%) diantara 2 waktu makan (setiap 3 jam harus makan untuk
mencegah hipoglikemia) dan harus teratur.
4. Jumlah serat yang dikonsumsi 25-50 gram per hari ( sumber makanan:
5. Jumlah sukrosa tidak perlu dibatasi, namuan jangan sampai lebih dari total
kalori per hari (sumber makanan: gula merah, buah, sayuran, gula pasir ,
permen) (Almatsier, 2001).
6. Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram / hari ( sumber makanan : madu,
pemanis buatan, buah dan minuman ringan) ( Almatsier, 2001).
7. Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/ hari. Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100
mg/dl, maka maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg/hari (sumber
makanan yang mengandung tinggi kolesterol : hati, ginjal, kuning telur,
daging, susu penuh, keju, udang dan kerang, sedangkan ikan dan ayam bahan
makanan yang mengandung rendah kolesterol) (Almatsier, 2001).
8. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak
tidak jenuh rantai panjang dan membatasi pengkonsumsian asam lemak
bentuk trans (Canadian Diabetes Association, 2008).
9. Makanan yang harus dihindari adalah mengandung gula murni, sirup, roti,
cake dan lain-lain karena sangat cepat diserap sehingga kadar glukosa darah
mudah naik (Suyono, 2002).
10.Menu makanan sehari-hari disesuaikan dengan Daftar Bahan Makanan
Penukar (Sukardji, 2009).
2. Latihan jasmani
Dalam pengelolaan DM, latihan jasmani yang teratur memegang peran
penting terutama pada DM tipe 2. Manfaat latihan jasmani yang teratur pada
diabetes antara lain adalah (PERKENI, 2006):
1. Memperbaiki metabolisme : menormalkan kadar glukosa darah dan lipid darah
2. Meningkatkan kerja insulin
3. Membantu menurunkan berat badan
4. Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri
5. Mengurangi risiko penyakit kardiovaskular
Latihan jasmani dilakukan secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang
lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM Tipe 2.
berkebun harus tetap dilakukan. Selain untuk menjaga kebugaran, latihan jasmani
juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,
bersepeda santai, jogging dan berenang. Sedapat mungkin mencapai zona sasaran
75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuiakan dengan kemampuan dan
kondisi penyakit penyerta. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan
jasmani bisa ditingkatkan. Sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat
dikurangi (Syahbudin, 2002).
Tetapi pada DM yang tidak terkendali kadar glukosa darahnya, olahraga akan
menyebabkan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah dan benda keton yang
dapat bersifat fatal. Pada suatu penelitian didapatkan bahwa DM tidak terkontrol
dengan glukosa darah sekitar 332 mg/dl, olahraga tidak menguntungkan malah
membahayakan. Oleh karena itu olahraga harus disertai terapi gizi medis (Ilyas,
2009).
3. Intervensi Farmakologis
Jika penderita telah melaksanakan program makan dan latihan jasmani teratur,
namun pengendalian kadar glukosa darah belum tercapai, perlu ditambahkan obat
hipoglikemik baik oral maupun insulin. Sarana pengelolaan farmakologis DM
dapat berupa (PERKENI, 2006) :
A.
1. Pemicu sekresi insulin Obat Hipoglikemik Oral
Obat ini golongan ini bekerja dengan menstimulasi sel beta pankreas untuk
melepaskan insulin yang tersimpan. Karena itu obat ini tentu saja hanya dapat
bermanfaat pada penderita yang masih mempunyai kemampuan untuk
mensekresikan insulin sehingga obat ini tidak dipakai pada DM tipe 2. Contoh
obatnya adalah sulfonylurea dan glinid (Soegondo, 2009).
2. Penambah Sensitivitas terhadap insulin
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di perifer (Suherman, 2009).
3. Penghambat glukoneogenesis
i. Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis) dan memperbaiki pengambilan glukosa perifer (PERKENI,
2006).
4. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia (Soegondo, 2006).
B.
Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pada penderita DM tipe 2 akan
memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk
penderita yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan
kombinasi sulfonilurea dan metformin (PERKENI, 2006). Insulin
Insulin harus disimpan di lemari es pada temperatur 2˚C sapai 8˚C tetapi dapat
juga disimpan pada suhu kamar dengan penyejuk 15-20˚C bila seluruh isi vial
akan digunakan dalam satu bulan. Penelitian menunjukkan bahwa insulin yang
disimpan pada suhu kamar yang lebih dari 30˚C akan lebih cepat kehilangan
kekuatannya (Soegondo, 2009).
Teknik penyuntikan insulin antara lain (Soegondo, 2009) :
Sebelum menyuntikan insulin, kedua tangan dan daerah yang akan disuntikan
haruslah bersih. Tutup vial harus diusap dengan isopropyl alkohol 70%. Untuk
semua macam insulin kecuali kerja cepat, harus digulungkan secara
perlahan-lahan dengan kedua telapak tangan (jangan dikocok) untuk melarutkan kembali
suspensi. Ambilan udara sejumlah insulin yang akan diberikan dan suntikanlah ke
dalam vial untuk mencegah terjadinya ruang vakum dalam vial. Setelah insulin
ketukan pada alat suntik dalam posisi tegak akan dapat mengurangi gelembung.
Gelembung tersebut sebenarnya tidak terlalu berbahaya tetapi dapat mengurangi
dosis insulin.
Penyuntikan dilakukan pada jaringan subkutan. Penyuntikan dilakukan
dengan sudut 90 derajat. Pada penderita kurus dan anak-anak setelah kulit dijepit
dan insulin disuntikan dengan sudut 45 derajat agar tidak terjadi penyuntikan
intramuskular. Aspirasi tidak diperlukan secara rutin. Bila suntikan terasa sakit
atau mengalami perdarahan, setelah proses penyuntikan maka daerah tersebut
sebaiknya ditekan selama 5-8 menit.
4. Penyuluhan atau edukasi
Edukasi merupakan bagian integral asuhan perawatan DM. Edukasi DM
adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan dan keterampilan dalam
pengelolaan DM yang diberikan kepada setiap penderita DM yang bertujuan
menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman penderita akan
penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan
penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. Tujuan
perubahan perilaku yang diharapkan antara lain ( Syahbudin, 2002):
a. Mengikut i pola makan sehat
b. Meningkatkan kegiatan jasmani
c. Menggunakan obat DM dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman dan
teratur
d. Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan
data yang ada
e. Melakukan perawat kaki secara berkala
f. Memiliki kemampuan mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan
tepat
g. Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana dan mau
bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga
untuk mengerti pengelolaan penyandang DM.
Tabel 2.3. Edukasi Perawatan Kaki
( sumber: PERKENI, 2006)
2.2.7. Penilaian Hasil Terapi
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan kadar glukosa darah
Pemeriksaan kadar glukosa darah bertujuan untuk mengetahui apakah
sasaran terapi telah tercapai dan untuk melakukan penyesuaian dosis obat bila
belum tercapai sasaran terapi. Pemeriksaan kadar glukosa darah yang
dilakukan adalah pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan glukosa 2 jam
postprandial secara berkala sesuai dengan kebutuhan. Kalau karena salah satu
hal terpaksa hanya diperiksa 1 kali dianjurkan pemeriksaan 2 jam
postprandial.
b. Pemeriksaan A1C
Tes Hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai
glikohemoblobin, hemoglobin glikosilasi disingkat A1C, merupkan cara yang
ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek.
Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam setahun.
c. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)
Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat
ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering
yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi
dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan standar
yang dianjurkan.
PGDM dianjurkan bagi penderita dengan pengobatan insulin atau
pemicu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung
pada terapi. Waktu yang dianjurkan adalah pada saat sebelum makan, 2 jam
setelah makan (menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang tidur (menilai
risiko hipoglikemia) dan diantara siklus tidur (untuk menilai adanya
hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala) dan atau ketika mengalami
gejala seperti hypoglikemic spells.
(sumber: PERKENI, 2006)
d. Pemeriksaan Glukosa Urin
Pengukuran glukosa urin memberikan penilaian yang tidak langsung.
Hanya digunakan pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau
memeriksa kadar glukosa darah. Batas ekskresi glukosa renal rata-rata
sekitar 180 mg/dl, dapat bervariasi pada beberapa penderita, bahkan pada
penderita yang sama dalam jangka waktu lama. Hasil pemeriksaan pada
fungsi ginjal dan tidak dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan
terapi.
e. Penentuan Benda Keton
Pengukuran benda keton dalam darah maupun urin cukup penting
terutama pada penyandang DM tipe 2 yang terkendali buruk (KGD > 300
mg/dl). Pemeriksaan benda keton juga diperlukan pada penyandang
diabetes yang sedang hamil. Tes benda keton urin mengukur kadar
asetoasetat, sementara benda keton yang penting adalah asam beta
hidroksibutirat. Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan kadar asam
beta hidroksibutirat dalam darah secara langsung dengan menggunakan
strip khusus. Kadar asam beta hidroksibutirat darah < 0,6 mmol/L
dianggap normal, diatas 1,0 mmol/dl disebut ketosis dan melebihi 3,0
mmol/L indikasi adanya Ketoasidosis Diabetik (KAD)
2.2.8. Kriteria Pengendalian DM
Untuk mencegah terjadinya komplikasi kronik diperlukan pengendalian
DM yang baik yang merupakan sasaran terapi. Kriteria pengendalian DM dapat
dilihat pada tabel dibawah ini (PERKENI, 2006).
( sumber: PERKENI, 2006)
Untuk penderita berumur > 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih
tinggi dari pada biasa (puasa <150 mg/dl dan sesudah makan < 200 mg/dl.
Demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain mengacu pada batasan
kriteria pengendalian sedang. Hal ini mengingat sifat-sifat khusus penderita usia
lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping
hipoglikemia dan interaksi obat (PERKENI, 2006).
2.2.9. Komplikasi
Kompilikasi akut pada diabetes melitus antara lain (Boedisantoso R,
2009):
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah < 60 mg/dl. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala
adrinergic (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala
neuroglikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma) (WHO,
2006). Penyebab tersering hipoglikemia adalah akibat obat hipoglikemik oral
golongan sulfonilurea, khususnya klorpropamida dan glibenklamida.
ditentukan, berat badan turun, sesudah olahraga, sesudah melahirkan dan
lain-lain.
b. Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari
suatu perjalanan penyakit DM yang ditandai dengan trias hiperglikemia,
asidosis dan ketosis. Timbulnya KAD merupakan ancaman kematian pada
penderita DM.
c. Hiperglikemia Non Ketotik
Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik ditandai dengan hiperglikemia,
hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah
dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan sering kali gangguan neurologis
dengan atau tanpa adanya ketosis.
Akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol dan meninggi terus menerus
yang dikarenakan tidak dikelola dengan baik mengakibatkan adanya pertumbuhan
sel dan juga kematian sel yang tidak normal. Perubahan dasar itu terjadi pada
endotel pembuluh darah, sel otot pembuluh darah maupun pada sel masingeal
ginjal, semuanya menyebabkan perubahan pada pertumbuhan dan kematian sel
yang akhirnya akan mejadi komplikasi vaskular DM. Struktur pembuluh darah,
saraf dan struktur lainnya akan menjadi rusak. Zat kompleks yang terdiri dari gula
di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan
mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang,
terutama menuju ke kulit dan saraf. Akibat mekanisme di atas akan menyebabkan
beberapa komplikasi antara lain (Waspadji, 2006):
a. Retinopati
Terjadinya gangguan aliran pembuluh darah sehingga mengakibatkan
terjadi penyumbatan kapiler. Semua kelainan tersebut akan menyebabkan
kelainan mikrovaskular. Selanjutnya sel retina akan berespon dengan
meningkatnya ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskular yang selanjutnya
akan terbentuk neovaskularisasi pembuluh darah yang menyebabkan
glaukoma. Hal inilah yang menyebabkan kebutaan.
Hal-hal yang dapat terjadi antara lain: peningkatan tekanan glomerular dan
disertai meningkatnya matriks ekstraseluler akan menyebabkan terjadinya
penebalan membran basal yang akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi
dan kemudian terjadi perubahan selanjutnya yang mengarah terjadinya
glomerulosklerosis. Gejala-gejala yang akan timbul dimulai dengan
mikroalbuminuria dan kemudian berkembang menjadi proteinuria secara
klinis selanjutnya akan terjadi penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan
berakhir dengan gagal ginjal.
c. Neuropati
Yang paling sering dan paling penting gejala yang timbul berupa hilangnya
sensasi distal atau seperti kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih
terasa sakit di malam hari.
d. Penyakit jantung koroner
Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar
zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat aterosklerosis
(penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali
lebih sering terjadi pada penderita DM. Akibat aterosklerosis akan
menyebabkan penyumbatan dan kemudian menjadi penyakit jantung koroner.
e. Penyakit pembuluh darah perifer
Mengenali dan mengelola berbagai faktor risiko terkait terjadinya kaki
diabetes dan ulkus diabetes merupakan hal yang paling sering pada penyakit
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Definisi Operasional
a. Penderita DM Tipe 2 adalah penderita-penderita rawat jalan Diabetes Melitus
tipe 2 poliklinik endokrin di RSUP. H. Adam Malik Medan.
b. Umur adalah usia penderita DM tipe 2 yang berobat ke poliklinik endokrin
sesuai dengan yang tercatat pada kartu status penderita yang dikategorikan :
1. < 40 tahun
2. 40-60 tahun
3. > 60 tahun
c. Jenis kelamin adalah ciri khas tertentu yang dimiliki penderita DM tipe 2 yang
sesuai dengan yang tercatat pada kartu status, yang dibedakan atas:
1. Laki-laki
2. Perempuan
d. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh
dan berhasil diselesaikan oleh penderita DM tipe 2 yang tercatat dalam kartu
status.
1. Tidak sekolah
2. SD dan sederajat
3. SMP dan sederajat
4. SMA dan sederajat
5. Akademi/Perguruan tinggi
e. Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan penderita DM tipe 2 untuk
memenuhi kebutuhan nafkah keluarganya sesuai yang tercantum pada kartu
status, dikelompokkan atas:
1. Pegawai Negeri Sipil (PNS/TNI/POLRI)
2. Pensiunan
3. Wiraswasta / pedagang
4. Ibu Rumah Tangga
5. Pelajar / mahasiswa
f. Lama menderita Diabetes Melitus adalah jangka waktu penderita menderita
DM tipe 2 dari waktu terdiagnosanya sampai saat penderita mengisi kuesioner
ini. Hal ini dikelompokkan dalam beberapa bagian antara lain:
1. 0 – 12 bulan
2. 1-10 tahun
3. > 10 tahun
g. KGD pertama terdiagnosa kencing manis adalah kadar glukosa darah saat
pertama sekali terdiagnosa menderita DM tipe 2, dikelompokkan atas:
1. 200 – 300 mg/dl
2. > 300 mg/dl
3. Tidak tahu
h. Pengetahuan
a. Definisi pengetahuan adalah segala informasi yang diketahui penderita
DM tipe 2 tentang penyakit Diabetes Melitus Tipe 2
b. Cara ukur : metode wawancara
c. Alat ukur : kuesioner, pertanyaan yang diajukan sebanyak 18 pertanyaan
dengansistem skornya sebagai berikut.
Tabel 3.1 Skor Kuesioner
NO SKOR
1. A=1 B=0 C=0 D=0
2. A=0 B=1 C=0 D=0
4. A=1 B=0 C=0 D=0
5. A=1 B=0 C=0 D=0
6. A=1 B=0 C=0 D=0
7. A=1 B=0 C=0 D=0
8. A=0 B=1 C=0 D=0
9. A=1 B=0 C=0 D=0
10. A=1 B=0 C=0 D=0
11. A=1 B=0 C=0 D=0
12. A=0 B=1 C=0 D=0
13. A=0 B=1 C=0 D=0
14. A=0 B=1 C=0 D=0
15. A=0 B=0 C=1 D=0
16. A=0 B=0 C=1 D=0
17. A=0 B=1 C=0 D=0
18. A=0 B=1 C=0 D=0
Total Skor Skor : 18
d. Kategori:
Dengan memakai skala pengukuran menurut Pratomo (1986) yaitu:
1) Baik, bila jawaban responden benar > 75% dari total nilai angket
pengetahuan.
2) Sedang, bila jawaban responden benar antara 40-75% dari total nilai
angket pengetahuan.
3) Kurang, bila jawaban responden benar <40% dari total nilai angket
pengetahuan.
Maka penilaian terhadap pengetahuan responden adalah:
1. Skor 15 - 18 : baik
2. Skor 7 - 14 : sedang
3. Skor < 7 : kurang
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian
cross sectional, yaitu suatu jenis penelitian yang menggambarkan pengetahuan
penderita DM tipe 2 terhadap penyakit dan penanganan DM tipe 2 dan
pengukuran dilakukan pada satu saat .
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan selama 1 bulan yaitu pada 14 Juli – 14
Agustus 2010.
4.2.2. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di bagian Poliklinik Endokrin RSUP. H.
Adam Malik Medan. Alasan pemilihan Rumah Sakit tersebut karena RSUP. H.
Adam Malik Medan merupakan rumah sakit umum pusat yang terdapat di Medan
dan terdapat banyak penderita DM yang berobat ke rumah sakit tersebut.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi
Populasi penelitian tersebut adalah seluruh penderita DM tipe 2 rawat
jalan poliklinik bagian endokrin RSUP. H. Adam Malik Medan selama satu
bulan.
4.3.2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah menggunakan teknik pengambilan
sample “consecutive sample” yaitu mengambil sampel berdasarkan
kriteria-kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan teori. Adapun kriteria-kriteria inklusi sampel
1. Penderita DM tipe 2 yang rawat jalan di poliklinik endokrin bulan Juli
– Agustus 2010
2. Penderita DM tipe 2 yang bersedia untuk menjadi sampel pada
penelitian ini.
Adapun kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:
1. Penderita DM selain DM tipe 2 yaitu DM tipe 1, DM pada kehamilan
dan DM tipe lain.
2. Penderita DM tipe 2 yang tidak bersedia untuk menjadi sampel
penelitian.
4.3.3 Besar Sampel
Besarnya sampel penelitian ini dihitung dengan menggunakan perhitungan
besar sampel data nominal Simple Random Sampling yaitu sampel tunggal untuk
estimasi proporsi suatu populasi (Madiyono dan Sastroasmoro, 2008) dengan
rumus :
Keterangan:
n = Besar Sampel Zα = Deviasi baku alpha P = Proporsi kategori
Q = 1 – P
d = Presisi
Pada penelitian ini, tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95 % sehingga untuk Z duah arah diperoleh nilai Zα = 1,96. Nilai P yang ditetapkan adalah 0,50 karena peneliti belum mengetahui proporsi sebelumnya, selain itu
karena penggunaan P = 0,50 mempunyai nilai P x (1 – P) paling besar sehingga
dihasilkan besar sampel paling banyak. Kesalahan absolut atau ketetapan relatif
yang diinginkan adalah sebesar 0,1. Berdasarkan rumus tersebut maka besar
sampel dapat dihitung sebagai berikut :
Zα = 1,96 P = 0,50
Q = (1 – 0,50)
d = 0,10 , maka n adalah
dibulatkan menjadi 97 orang.
4.4. Teknik Pengumpula Data
Data-data yang menyangkut variabel dalam penelitian dikumpulkan dalam
waktu yang bersamaan melalui penjawaban kuesioner yang sudah disebar.
Data-data yang terkait pada penelitian ini antara lain:
1. Data primer
Data primer yang diperoleh dari penyebaran kuesioner. Kuesioner berisi
pertanyaan-pertanyaan yang telah disesuaikan dengan variabel-variabel yang
dinilai, yaitu pengetahuan penderita DM tipe 2 terhadap penyakit DM tipe 2.
Sebelum dibagikan kepada responden, kuesioner akan dilakukan uji validitas
dan reabilitas. Pengumpulan data langsung dilakukan oleh peneliti.
2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari data mengenai penyakit DM tipe 2 yang telah
dipublikasikan baik dari data rumah sakit yaitu kartu status penderita DM tipe
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan 20 orang responden. Uji validitas
dilakukan di RSUD. Abdul Manan Simatupang Kab. Asahan. Dari 20 pertanyaan
yang tertera pada kuesioner, terdapat 18 pertanyaan yang valid dan reliabel yang
tercantum pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas
20 0,336 Tidak
valid
Tidak
realibel
4.6.Pengolahan Data dan Analisa Data
Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau
angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara tertentu. Adapun rencana
pengolahan data terdiri dari (Wahyuni, 2006):
a. Editing
Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Apabila
data belum lengkap atau terdapat kesalahan, maka data akan dilengkapi
kembali dengan penyebaran kuesioner kembali kepada responden.
b. Coding
Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya
kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan
program computer.
c. Entry
Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam program
komputer. Program komputer yang rencananya akan dipakai adalah SPSS.
d. Cleaning data
Data-data yang telah dientri diperiksa kembali untuk menghindari terjadinya
kesalahan dalam pemasukan data.
e. Saving
Data-data yang telah melewati tahapan yang di atas akan disimpan untuk
keperluan analisa data selanjutnya.
f. Analisa data
Variabel pengetahuan yang berupa data kuantitatif (skor hasil pengisian
kuesioner) diubah menjadi data kualitatif (baik, sedang dan kurang) dengan
analisis kualitatif yaitu proses berpikir induktif dimulai dari
keputusan-keputusan khusus (data yang terkumpul) kemudian diambil kesimpulan secara
umum. Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk narasi dan tabel
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan yang terletak di
Jalan Bungalow No. 17, Medan. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit umum
daerah untuk wilayah Sumatera Utara dan merupakan rumah sakit rujukan tipe A.
Rumah sakit ini juga merupakan rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. Rumah sakit ini memiliki
departemen Ilmu Penyakit Dalam dan poliklinik khusus penyakit endokrin yang
dibuka 3 kali dalam 1 minggu yaitu hari Senin, Rabu dan Kamis. Poliklinik ini
merupakan lokasi pengambilan data untuk penelitian saya.
5.2. Karakteristik Responden
Penelitian ini dilakukan pada 99 orang responden yang merupakan pasien
rawat jalan Poliklinik Endokrin, khususnya penderita Diabetes Melitus Tipe 2.
Karakteristik yang diamati terhadap responden mencakup umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, pekerjaan, lama menderita DM dan KGD pertama terdiagnosa
DM.
Berdasarkan karakteristik kelompok umur, hasil penelitian ini menyatakan
bahwa kelompok umur terbanyak berada pada kelompok respoden berumur 40-60
tahun sebanyak 55,6% responden (55 orang) dan yang paling sedikit adalah
kelompok umur < 40 tahun yang sebanyak 3,0% (3 orang). Hal ini dapat dilihat
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Kelompok umur Jumlah (orang) Persentase %
< 40 tahun 3 3,0
40 – 60 tahun 55 55,6
> 60 tahun 41 41,4
Jumlah 99 100
Berdasarkan karakteristik kelompok jenis kelamin, hasil penelitian ini
menyatakan bahwa terdapat laki-laki sebanyak 33,3% (33 orang) dan perempuan
yang merupakan kelompok responden terbanyak yaitu sebanyak 66,7% (66
orang). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase %
Laki – laki 33 33,3
Perempuan 66 66,7
Jumlah 99 100
Untuk karakteristik responden menurut tingkat pendidikan, penelitian ini
memperoleh data distribusi bahwa tingkat pendidikan SMA atau sederajat
memiliki frekuensi terbanyak yaitu 39,4% (39 orang), sedangkan untuk data
frekuensi tidak sekolah sebanyak 2% (2 orang). Hasil ini dapat dilihat pada tabel
5.3
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase %
Tidak Sekolah 2 2,0
SMP dan sederajat 14 14,1
SMA dan sederajat 39 39,4
Akademi / Perguruan Tinggi 27 27,3
Jumlah 99 100
Menurut distribusi jenis pekerjaan, penelitian ini memperoleh hasil bahwa
distribusi frekuensi terbanyak berada pada jenis pekerjaan Ibu Rumah Tangga
yaitu 37,4% (37 orang) dan distribusi frekuensi yang paling sedikit adalah tidak
bekerja yang sebanyak 6,1% (6 orang). Hasil ini dapat dilihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase %
PNS/TNI/POLRI 19 19,2
Pensiunan 23 23,2
Wiraswasta / Pedagang 14 14,1
Ibu Rumah Tangga 37 37,4
Tidak Bekerja 6 6,1
Jumlah 99 100
Berdasarkan karakteristik lama menderita DM, hasil penelitian ini
menyatakan bahwa responden yang lama menderita DM 0-12 bulan memiliki
frekuensi yang paling sedikit sebanyak 10,1% (10 orang), sedangkan responden
yang lama menderita DM 1-10 tahun merupakan kelompok lama menderita DM
yang paling banyak frekuensi respondennya yaitu sebanyak 54,5% (54 orang).
Hasil ini dapat dilihat pada tabel 5.5
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menderita DM
Lama Menderita DM Jumlah (orang) Persentase %
1-10 tahun 54 54,5
> 10 tahun 35 35,4
Jumlah 99 100
Berdasarkan karakteristik KGD pertama terdiagnosa DM, penelitian ini
menyatakan bahwa sebagian besar responden, yaitu 59,6 % responden (59 orang)
yang mempunyai KGD pertama terdiagnosa > 300 mg/dl sedangkan hanya 6,1 %
responden (6 orang) yang tidak mengetahui KGD pertama terdiagnosa DM. Hasil
ini dapat dilihat pada tabel 5.6.
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan KGD pertama terdiagnosa
KGD pertama
terdiagnosa DM
Jumlah (orang) Persentase %
200 – 299 mg/dl 34 34,3
> 300 mg/dl 59 59,6
Tidak tahu 6 6,1
Jumlah 99 100
5.3. Hasil Analisa Data Pengetahuan
Variabel pengetahuan dalam penelitian ini diukur dengan 18 pertanyaan
dalam kuesioner mengenai pengetahuan responden terhadap penyakit dan
pengelolaan DM tipe 2. Selanjutnya gambaran pengetahuan ini akan
diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu baik, sedang dan cukup.
Dari hasil penelitian ini diperoleh kelompok responden tertinggi memiliki
gambaran pengetahuan dengan kategori sedang yaitu sebanyak 52,5% (52 orang)
dan kelompok responden terendah memiliki gambaran pengetahuan dengan
kategori cukup yaitu 9,1% (9 orang).