ABSTRACT
Role of the International Organization for Migration (IOM) and the Relationship with the United Nations High Commissioner for Refugees
(UNHCR) for Handling Immigrants and Refugees in Indonesia By
LUKMAN PRAYITNO
The world is open to the public, free to travel and move anywhere. However, there are some people who move not because the will of their own will but by necessity. They save themselves because of economic factors or conflicts in their countries who encourage them to go from his country. In some cases, those who go into the country using a travel agent or penyelundup (people smuggler) to go to another country that can protect them. Armed with makeshift, limited knowledge and the smugglers who act less responsible, make them stranded in a place completely unknown before. Indonesia is a transit country for illegal immigrants, asylum seekers and refugees. International protection of refugees set in the 1951 Convention and 1967 Protocol on the Status of Refugees. Indonesia has yet to ratify the 1951 Convention and 1967 Protocol on refugees, so there is no specific national law governing the status and whereabouts of asylum seekers and refugees in Indonesia. Therefore, the Indonesian government deems it necessary in cooperation with the International Organization for Migration (IOM) and United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) in dealing with immigrants and refugees in Indonesia.
This study discusses how the role of IOM and its relationship to the UNHCR in dealing with immigrants and refugees in Indonesia. The research method used in this research is to use normative legal research methods and methods of empirical legal research and preparation of descriptive and qualitative manner.
Management of Irregular Migration - RMIM), handle and care for Non-immigrant Regular programs Management and Care of Irregular Immigrants Project - MCIIP, provide assistance to migrants who transit destinations in Indonesia with Australia or New Zealand through an agreement triparte - Models of Regional Cooperation, or Regional Coorperation Model (RCM), which was established by the Indonesian government, Australia and IOM, to give an explanation to migrants about their rights in asking for asylum and referring those who wish to submit a request to the United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), and provide service and handling when the status of migrants was processed by the UNHCR. The relationship between IOM and UNHCR are the second such international organizations together to help the Indonesian government in dealing with immigrants and refugees in Indonesia. IOM helped the Indonesian government in upholding the rights of immigrants by providing humanitarian assistance in the form of food, clothing, etc., while the UNHCR to help the Indonesian government in finding a third country for migrants who proposes himself as a refugee.
ABSTRAK
PERANAN INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION (IOM) DAN HUBUNGANNYA DENGAN UNITED NATION HIGH
COMMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM MENANGANI IMIGRAN DAN PENGUNGSI DI INDONESIA
Oleh
LUKMAN PRAYITNO
Dunia terbuka untuk umum, bebas untuk berpergian dan berpindah kemana saja. Namun, ada beberapa orang yang berpindah bukan karena atas kehendak mereka sendiri akan tetapi karena terpaksa. Mereka menyelamatkan diri karena faktor perekonomian atau konflik di negara mereka yang mendorong mereka untuk pergi dari negaranya. Dalam beberapa kasus yang terjadi, mereka yang pergi ke negaranya menggunakan biro perjalanan atau penyelundung (people smuggler) untuk pergi ke negara lain yang dapat melindungi mereka. Berbekal seadanya, keterbatasan pengetahuan serta ulah para penyelundup yang kurang bertanggung jawab, menjadikan mereka terdampar di suatu tempat yang tidak diketahui sama sekali sebelumnya. Indonesia merupakan negara transit bagi para imigran gelap, pencari suaka, dan pengungsi. Perlindungan internasional atas para pengungsi diatur di dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi. Indonesia sampai saat ini belum meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang pengungsi, sehingga tidak ada hukum nasional khusus yang mengatur tentang status dan keberadaan pencari suaka dan pengungsi di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia memandang perlu bekerjasama dengan
International Organization for Migration (IOM) dan United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR) dalam menangani imigran dan pengungsi di Indonesia.
Hasil penelitian dalam skripsi ini yaitu peranan IOM dalam menangani imigran di Indonesia adalah menyediakan layanan konseling, perawatan medis, makanan dan perumahan, dan bantuan pemulangan sukarela (Assisted Voluntary Return– AVR) bagi para imigran, memberikan pelatihan dan memberikan bantuan teknis kepada pihak keimigrasian Indonesia dalam mengidentifikasi imigran gelap dan dokumen-dokumen di tempat-tempat yang rawan dimasuki oleh para imigran, mendeteksi dan memantau pola arus migrasi gelap di Indonesia dengan program Penguatan Penanganan Migrasi Gelap (Reinforcing Management of Irregular Migration – RMIM), menangani dan merawat imigran Non-Reguler dengan program Management and Care of Irregular Immigrants Project – MCIIP, memberikan bantuan kepada migran yang melakukan transit di Indonesia dengan negara tujuan Australia atau Selandia Baru melalui kesepakatan triparte – Model Kerjasama Regional atau Regional Coorperation Model (RCM) yang didirikan oleh pemerintah Indonesia, Australia dan IOM, memberikan penjelasan kepada para migran mengenai hak-hak mereka dalam meminta suaka dan merujuk mereka yang ingin mengajukan permintaan kepada United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR), dan memberikan layanan dan penanganan ketika status para migran tengah diproses oleh UNHCR. Hubungan antara IOM dan UNHCR yaitu kedua organisasi internasional tersebut bersama-sama membantu pemerintah Indonesia dalam menangani imigran dan pengungsi di Indonesia. IOM membantu pemerintah Indonesia dalam memperhatikan hak asasi para imigran dengan memberikan bantuan kemanusiaan yang berupa makanan, pakaian dan lain-lain, sedangkan UNHCR membantu pemerintah Indonesia dalam mencarikan negara ketiga bagi para imigran yang mengajukan dirinya sebagai pengungsi.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia.
Keterkaitannya selalu menjadi bagian dari perilaku umat manusia dan setua
dengan sejarah fenomena itu sendiri. Tidak diragukan lagi bahwa orang selalu
"bermigrasi" yang dalam arti luas yaitu berpindah dari satu pemukiman ke yang
lain, dari desa ke desa, dan dari kota ke kota1, dan hal itu akan menjadi suatu kesalahan untuk mengasumsikan bahwa migrasi yang terjadi seperti sekarang ini
adalah sama seperti di masa lalu.
Perpindahan penduduk secara massal dimulai pada zaman prasejarah. Perubahan
iklim yang terus menerus berubah telah mendorong manusia untuk bertahan hidup
ke daerah lain yang menurut mereka aman untuk dijadikan tempat tinggal. Di
wilayah baru tersebut, mereka berkolonialisasi dengan membangun tempat-tempat
seperti perumahan, area perdagangan, lahan pertanian, dan lain-lain sehingga
wilayah tersebut menjadi berkembang dan maju. Akibatnya, kebutuhan akan
1
tenaga kerja manusia meningkat dan berdampak negatif dengan kemunculan
perdagangan buruh lintas negara di abad ke-162.
Perkembangan manusia yang begitu cepat dan pesat, menjadikan munculnya
teknologi baru dalam dunia perindustrian yang kemudian disebut dengan revolusi
industri. Mekanisme alat-alat produksi yang serba canggih dan otomatis
menjadikan berubahnya pola kerja dari tenaga manusia menjadi tenaga mesin. Hal
inilah yang membuat banyaknya buruh yang diberhentikan dan berdampak sosial
dalam kehidupan sehari-hari mereka. Inggris merupakan salah satu negara
pertama yang merasakan dampak dari revolusi industri. Tercatat sekitar 17 juta
orang3 meninggalkan Eropa untuk bermigrasi ke wilayah baru diantara tahun 1846 dan 1890.
Faktor lainnya yang mendorong perpindahan penduduk secara massal yakni
dikarenakan oleh pertikaian-pertikaian atau konflik yang terjadi dalam suatu
negara atau antara negara satu dengan negara lainnya. Kecemasan, ketakutan,
serta penderitaan akibat konflik membuat mereka berkeinginan untuk mencari
perlindungan di negara-negara lain. Sebagai contoh, selama perang dunia I dan II
berlangsung, berjuta-juta manusia terpaksa harus meninggalkan negaranya demi
kelangsungan hidup mereka.
Akibat perubahan pola hidup manusia yang terus menerus berkembang dari
zaman ke zaman, ternyata faktor pendorong migrasi juga turut berubah. Diawali
dengan faktor iklim yang kemudian berubah menjadi faktor ekonomi atau konflik
2
Ibid. 3
3
bersenjata menyebabkan adanya perbedaan pengertian antara migran dan
pengungsi. Migran atau dapat disebut sebagai pelaku migrasi adalah seseorang
yang secara sukarela atau dengan alasan tertentu berpindah dari negara asalnya ke
negara lain dengan maksud menetap di wilayah negara tersebut4. Definisi ini hanya mencakup pada perpindahan seseorang yang tidak memiliki dokumentasi
yang sah seperti paspor, visa, izin kerja dan izin tinggal. Migran dibedakan
menjadi 3 menurut latar belakang perpindahannya5 : a. Economic migrant
Economic migrant adalah orang yang meninggalkan negaranya ke negara lain dengan maksud memperoleh kehidupan yang lebih baik.
b. Irregular migrant
Irregular migrant adalah orang yang mencari suaka di suatu negara tanpa sebab akibat yang jelas.
c. Migrant worker
Migrant worker adalah orang yang bekerja di suatu negara tertentu secara ilegal atau dapat disebut dengan buruh migrasi.
Sedangkan yang dimaksud dengan pengungsi adalah orang yang memiliki
kecemasan yang sungguh-sungguh berdasarkan persekusi karena alasan-alasan
ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau
pandangan politik tertentu6.
4
http://www.iom.int/jahia/Jahia/about-migration/migration-management-foundation/terminology/migration-typologies diakses pada tanggal 25 Februari 2010.
5
http://www.iom.int/jahia/Jahia/about-migration/migration-management-foundations/terminology/commonly-used-migration-terms diakses pada tanggal 26 Februari 2010
6
Adanya pengungsi ataupun migran yang datang ke negara-negara yang
dimasukinya menimbulkan dampak yang negatif. Dampak yang ditimbulkannya
yaitu7 :
1. Masuknya budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.
2. Imigran yang masuk adakalanya di antara mereka memiliki tujuan yang
kurang baik seperti pengedaran narkoba, human trafficking, bertujuan politik, dan lain-lain.
Atas dasar dampak negatif yang ditimbulkan oleh pengungsi dan migran tersebut,
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai badan yang bertugas untuk menjaga
keamanan dunia dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia memberikan
perhatian yang sangat besar atas permasalahan tersebut yaitu menjadikan
permasalahan pengungsi sebagai salah satu agenda pertama dalam proses
perancangan Piagam PBB untuk melakukan kerjasama internasional dalam
memecahkan permasalahan internasional yang bernuansa ekonomi, sosial, budaya
dan kemanusiaan , dan untuk memajukan dan mendorong penghormatan terhadap
Hak Asasi Manusia dan untuk kebebasan dasar bagi semua orang tanpa perbedaan
ras, jenis kelamin, bahasa atau agama8.
Sebagai upaya menangani masalah pengungsi yang meningkat drastis setelah
perang dunia II meletus, tepatnya pada di akhir tahun 1946, Majelis Umum PBB
mendirikan organisasi sementara dalam menanggulangi masalah pengungsi, yang
disebut International Refugee Organization (IRO). Sejak Juli 1947 sampai
7
http://www.e-dukasi.net/mapok/mp_full.php?id=188&fname=materi5.html diakses pada tanggal
2 februari 2010. 8
http://komnasham.go.id/portal/file/Lembar_fakta_20_HAM _dan_Pengungsi.pdf diakses pada
5
Januari 1951, IRO telah menampung lebih dari satu juta pengungsi, memulangkan
73.000 pengungsi ke negara asal, dan membuat rencana bagi 410.000 pengungsi
lainnya untuk dipindahkan ke dalam negara sendiri. Para pengungsi tersebut
berasal dari 30 negara yang sebagian besar berasal dari Eropa Timur. Dengan
semakin bertambahnya jumlah pengungsi, membuat Majelis Umum PBB melihat
bahwa upaya internasional sangat diperlukan yaitu membentuk badan khusus
untuk menangani masalah pengungsi dan peraturan internasional yang mengatur
khusus mengenai pengungsi. Sesuai resolusi 319A (IV), pada tanggal 3 Desember
1949, Majelis Umum memutuskan untuk mendirikan Kantor Komisi Tinggi untuk
Pengungsi PBB di Jenewa. Komisi Tinggi tersebut yaitu United Nation High Commisioner for Refugee (UNHCR) didirikan pada tahun 1950 dan baru menjalankan mandat pada tahun 1951 setelah IRO dibubarkan9.
Dampak dari perang dunia II juga sangat dirasakan di kawasan Eropa. Selain
masalah pengungsi, masalah mengenai para migran juga berkembang dengan
sangat cepat di negara tersebut. Untuk itu, atas prakarsa Belgia dan Amerika
Serikat dalam konferensi migrasi internasional, dibentuklah Provisional Intergovernmental Committee for the Movements of Migrants from Europe
(PICMME) pada tahun 1951 yang tidak lama kemudian berubah nama menjadi
Intergovernmental Committee for European Migration (ICEM)10. Dalam menjalankan tugasnya, ICEM tidak hanya mengurusi para migran saja, akan tetapi
juga mengurusi masalah pengungsi dan orang-orang yang diusir dari negaranya.
Hal ini dibuktikan pada tahun 1950-an, ICEM menangani sebanyak 406.000
9
http://www.unhcr.org/pages/49c3646cbc.html diakses pada tanggal 5 Februari 2010. 10
pengungsi, orang-orang yang terusir dari negaranya dan para migran yang
kesulitan ekonomi dari Eropa ke negara lain11.
Banyak kasus-kasus mengenai masalah pengungsi ataupun migran yang telah
ditangani oleh ICEM, beberapa kasus tersebut yaitu12 :
a. Pada tahun 1956/1957, ICEM bertanggung jawab atas 180.000 pengungsi
Hungaria yang melarikan diri ke Negara Austria dan Yugoslavia.
b. Pada tahun 1968, ICEM mengorganisir sebanyak 40.000 pengungsi
Czechoslovak dari Austria.
c. Pada tahun 1971, ICEM menyediakan bantuan kepada para pengungsi
Yahudi dari Uni Soviet dan membantu UNHCR dalam mengurusi 130.000
pengungsi yang berasal dari Bangladesh dan Nepal ke Pakistan.
d. Di tahun 1975, ICEM memprakarsai program transmigrasi untuk
pengungsi Indo-Cina dan orang-orang yang diusir dari negaranya.
ICEM kemudian berubah nama menjadi Intergovernmental Committee for Migration (ICM) di tahun 1980 dan berganti nama lagi pada tanggal 14 November 1989 menjadi International Organization for Migration (IOM) berdasarkan amandemen dan ratifikasi konstitusi tahun 195313.
Dalam menjalankan fungsinya, IOM akan bekerjasama penuh dengan
organisasi-organisasi internasional, baik itu organisasi-organisasi pemerintah maupun non pemerintah,
yang terkait dengan masalah migran, pengungsi, dan sumber daya manusia dalam
11
Ibid.
12
Ibid.
13
7
kerjasama memfasilitasi aktifitas internasional. Sehingga menimbulkan rasa saling
hormat-menghormati antar organisasi tersebut.
Di Asia, terutama negara berkembang seperti Indonesia, pertumbuhan arus
pengungsi, pencari suaka, serta imigran justru terus menerus bertambah. Dimulai
dari tahun 1975, ketika terjadinya perang saudara antara Vietnam Selatan dan
Vietnam Utara (Vietkong)14, tercatat sekitar 250 ribu pengungsi mendarat di Pulau Galang, Kepulauan Riau, Indonesia. Atas dasar kemanusiaan, pemerintah
Indonesia memutuskan untuk bekerjasama dengan UNHCR membuat
penampungan bagi para pengungsi Vietnam yang didanai oleh UNHCR. Selama
18 tahun para pengungsi tersebut bertempat tinggal di Indonesia hingga pada
tahun 1996 UNHCR memutuskan untuk memulangkan para pengungsi ke negara
asalnya karena dana yang tidak mencukupi untuk membiayai penampungan
tersebut, sehingga penampungan tersebut dibubarkan dan ditutup untuk
pengungsi.
Peristiwa tersebut tidak sampai di situ saja, setelah pemulangan pengungsi dari
Vietnam tersebut, Indonesia saat ini telah menjadi negara transit bagi para migran,
pencari suaka dan pengungsi dengan negara tujuan Australia. Data UNHCR
menunjukan terdapat 773 pencari suaka dan pengungsi telah berada di wilayah
Indonesia15. Selain pencari suaka dan pengungsi, terdapat 514 imigran berada di Indonesia16. Para imigran, pencari suaka, dan pengungsi yang datang dari Ajazair,
14
Http://www.dewo.wordpress.com/2006/02/16/kisah-pilu-manusia-perahu-vietnam/ diakses pada
tanggal 2 februari 2009. 15
UNHCR, data pengungsi dan pencari suaka per 31 Desember 2008. 16
Afganistan, Iran, Cina, Srilanka dan lain-lain telah tersebar luas di wilayah tanah
air.
Kedatangan para imigran, pencari suaka dan pengungsi tersebut didorong oleh
adanya beberapa faktor yang menyebabkan Indonesia menjadi negara transit yaitu
secara geografis Indonesia memiliki letak strategis dengan wilayah berupa
kepulauan yang memiliki sejumlah selat atau lintas perairan laut yang dapat
dijadikan akses terdekat ke berbagai negara, khususnya Australia. Selain itu,
Indonesia telah hidup rukun dengan berbagai macam agama dan budaya yang
beranekaragam serta ekonomi yang sedang berkembang dan kondisi politik yang
stabil dan tidak terjadi suatu kemelut. Faktor inilah yang membuat para
pengungsi, migran bahkan pencari suaka memilih Indonesia sebagai negara
transit.
Berdasarkan kondisi tersebut, yang pada kenyataannya Indonesia bukan negara
pihak dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status pengungsi serta
belum adanya hukum nasional Indonesia yang mengatur khusus mengenai
pengungsi, maka pemerintah Indonesia memandang perlu menjalin kerjasama
dengan Organisasi PBB yaitu UNHCR dalam penanganan pengungsi dan pencari
suaka dengan membuat MoU (Memorandum of Understanding) pada tanggal 10 Juni 200517. Indonesia juga bekerjasama dengan IOM dalam penanganan imigran pada bulan Oktober 2000 dengan penandatanganan Model Kerjasama Regional
(MKR)18.
17
http://www.unhcr.or.id/PROGERPORT/LAPORAN1.pdf diakses pada tanggal 12 Februari 2010.
18
9
Usaha penanganan pengungsi, imigran, ataupun pencari suaka di Indonesia terus
menerus diperhatikan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan jumlah imigran,
pengungsi ataupun pencari suaka kian bertambah. Contohnya yaitu kedatangan
para imigran gelap19 dari Sri Langka pada bulan Oktober 2009. Tercatat sekitar 255 imigran gelap memasuki perairan Indonesia dengan menggunakan perahu
motor Jaya Lestari di Dermaga I Indah Kiat Merak Cilegon, Banten20. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia bekerjasama dengan IOM dan UNHCR untuk membuat
tempat tinggal sementara karena rumah detensi yang berada di daerah-daerah lain
sudah penuh oleh imigran gelap yang berasal dari Afghanistan. Selama berada di
tempat tinggal sementara tersebut, para ibu dan anak-anak diberikan aktivitas
menggambar dan mewarnai sebagai salah satu bentuk program penanganan
imigran gelap yang dilakukan oleh IOM.
Dalam urusannya menangani setiap orang asing yang masuk secara imigran gelap
baik illegal entry maupun illegal stay21, pemerintah Indonesia berwenang untuk menangkap dan memasukkan mereka ke dalam rumah karantina (rumah
detensi)22. Adapun penetapan statusnya sebagai pengungsi, pemerintah Indonesia menyerahkannya kepada UNHCR sebagai badan internasional yang berwenang
dalam hal pengungsi.
Selama berada di rumah detensi, setiap orang asing baik illegal immigrant
maupun orang asing yang mengakui dirinya sebagai pengungsi diberikan
19
Imigran gelap/illegal immigrant adalah orang-orang yang masuk ke Indonesia baik secara sah
maupun tidak yang dikarenakan satu hal menjadi tidak jelas statusnya. 20
http://erabaru.net/nasional/50-jakarta/6046
-ratusan-pengungsi-sri-lanka-ngotot-bertahan-di-kapal diakses pada tanggal 16 Februari 2010. 21
Walaupun mereka mengaku sebagai pencari suaka ataupun pengungsi. 22
kesempatan untuk berhubungan dengan IOM untuk meminta bantuan pemulangan
ke negara asal dan illegal immigrant yang mengaku dirinya sebagai pencari suaka dapat berhubungan dengan UNHCR dalam upaya mendapatkan pengakuan dan
perlindungan sebagai pengungsi. Penanganan dan pemulangan illegal immigrant, pencari suaka, dan pengungsi sepenuhnya diserahkan kepada IOM dan UNHCR.
Seluruh biaya dalam melakukan penanganan atas illegal immigrant, pencari suaka dan pengungsi merupakan tanggung jawab IOM dan UNHCR.
Berdasarkan fakta bahwa Indonesia menjadi tempat transit bagi para imigran dan
pengungsi dari berbagai negara, Indonesia belum menjadi peserta Konvensi
Jenewa 1951 tentang pengungsi, dan di Indonesia terdapat perwakilan UNHCR
dan IOM untuk membantu mengatasi masalah imigran gelap, maka penulis
tertarik untuk menyusun skripsi dengan judul “Peranan International
Organization for Migration (IOM) dan Hubungannya dengan United Nation High Commissioner for Refugee (UNHCR) dalam menangani Imigran dan Pengungsi di Indonesia”.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peranan International Organization for Migration (IOM) dalam menangani imigran dan pengungsi di Indonesia?
2. Bagaimana hubungan antara IOM dan UNHCR dalam menangani
11
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan utama peneltian
ini adalah:
1. Mengetahui dan menjelaskan secara umum peranan IOM dalam
menangani imigran dan pengungsi di Indonesia.
2. Mengetahui dan menganalisis hubungan antara IOM dan UNHCR
dalam menangani pengungsi, pencari suaka, dan imigran di Indonesia.
1.3.2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan teoritis
Berguna untuk mengembangkan kemapuan berkarya ilmiah dan daya nalar
dengan acuan yang disesuaikan dengan disiplin ilmu yang telah dipelajari yaitu
ilmu hukum pada umumnya dan hukum internasional pada khususnya.
b. Kegunaan praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis dalam memperluas
pengetahuan di bidang ilmu hukum dan mengembangkan ilmu hukum khususnya
hukum internasional, serta diharapkan berguna bagi para mahasiswa, dosen, dan
masyarakat umum untuk menambah pengetahuan mengenai peranan IOM di
Indonesia.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini hanya membahas sebatas peranan IOM di Indonesia dan
hubungannya dengan UNHCR dalam menangani pengungsi, pencari suaka dan
1.5. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam penulisan, maka diperlukan kerangka penulisan yang
sistematis. Oleh karena itu penulis mengemukakan secara perbab yang terdiri dari:
BAB I: PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi uraian Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Kegunaan Penelitiaan dan Sistematika Penulisan.
BAB II:TINJAUAN PUSTAKA
Berisi mengenai tinjauan umum tentang pengertian peranan, imigran dan
pengungsi, pengertian organisasi internasional, struktur dan keanggotaan
organisasi internasional, klasifikasi organisasi internasional, pengertian subjek
hukum internasional, organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional,
International Organization for Migrant (IOM) sebagai subjek hukum internasional, dan United Nation High Commissioner for Refugee (UNHCR).
BAB III: METODE PENELITIAN
Merupakan bab yang berisi tentang uraian metode yang digunakan dalam
penulisan skripsi, yaitu tentang pendekatan masalah, sumber data, prosedur
pengumpulan data dan pengolahan data serta analisis data untuk mengetahui
cara-cara yang digunakan penulis dalam penelitian.
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini mengandung hasil penelitian beserta uraian mengenai pembahasannya.
Dalam bab ini dibahas secara jelas mengenai gambaran umum mengenai IOM,
13
UNHCR beserta analisis komparatif dari peranan kedua organisasi internasional
tersebut.
BAB V PENUTUP
Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran terhadap
permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Kesimpulan merupakan inti dari
keseluruhan uraian yang dibuat setelah permasalahan selesai dibahas secara
menyeluruh sehingga diharapkan lebih memudahkan dalam memahami tulisan ini.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan dan dihubungkan dengan hasil
penelitian dan pembahasan, maka disimpulkan sebagai berikut :
1. Adapun peranan IOM di Indonesia dalam imigran adalah sebagai berikut :
a. Menyediakan layanan konseling, perawatan medis, makanan dan
perumahan, dan bantuan pemulangan sukarela (Assisted Voluntary Return – AVR) bagi para imigran.
b. Memberikan pelatihan dan memberikan bantuan teknis kepada
pihak keimigrasian Indonesia dalam mengidentifikasi imigran
gelap dan dokumen-dokumen di tempat-tempat yang rawan
dimasuki oleh para imigran.
c. Mendeteksi dan memantau pola arus migrasi gelap di Indonesia
dengan program Penguatan Penanganan Migrasi Gelap
79
d. Menangani dan merawat imigran Non-Reguler dengan program
Management and Care of Irregular Immigrants Project– MCIIP. e. Memberikan bantuan kepada migran yang melakukan transit di
Indonesia dengan negara tujuan Australia atau Selandia Baru
melalui kesepakatan triparte – Model Kerjasama Regional atau
Regional Coorperation Model (RCM) yang didirikan oleh
pemerintah Indonesia, Australia dan IOM.
f. Memberikan penjelasan kepada para migran mengenai hak-hak
mereka dalam meminta suaka dan merujuk mereka yang ingin
mengajukan permintaan kepada United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR).
g. Memberikan layanan dan penanganan ketika status para migran
tengah diproses oleh UNHCR.
2. Dalam menangani imigran di Indonesia, IOM bekerjasama dengan
UNHCR atas permintaan Dirjen Keimigrasian Indonesia dalam hal
memproses status para imigran gelap yang berada di wilayah Indonesia.
IOM memberikan bantuan berupa makanan, pakaian, dan bantuan lainnya
kepada para migran yang sedang dalam proses pemeriksaan sedangkan
bagi imigran yang meminta suaka akan dirujuk ke UNHCR. Apabila
permohonan suaka mereka diterima oleh UNHCR, maka UNHCR
5.2. Saran
Berdasarkan data, saran penulis yaitu International Organization for Migration
(IOM) dan United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR) harus lebih cepat bereaksi dan tanggap terhadap para imigran yang datang ke Indonesia agar
para imigran tersebut tidak terlantar di wilayah Indonesia. Selain itu, IOM juga
harus lebih aktif dalam memberikan sosialisasi di masyarakat yang tinggal di
tempat-tempat yang rawan didatangi oleh imigran gelap agar masyarakat tersebut
cepat mengambil tindakan untuk melapor kepada pejabat berwenang setempat.
Bagi pihak kepolisian sebaiknya terus melakukan patroli di wilayah perairan
Indonesia dan di pelabuhan-pelabuhan yang dianggap rawan untuk dimasuki oleh