• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEBIJAKAN

PENANGGULANGAN BENCANA

DALAM UU NO. 24/2007

DECEMBER 2, 2010ADMIN LEAVE A COMMENT

Policy Paper

Prodi : Disaster Management for National Defense

Pendahuluan

Sebagaimana kita ketahui bersama Indonesia merupakan wilayah yang rawan bencana. Selain akibat faktor geologis – dimana terdapat dua garis pertemuan lempeng tektonik di barat dan di timur indonesia – , faktor hidroklimatologi dan kerusakan ekosistem menjadi beberapa penyebab umum terjadinya bencana. Dalam definisi yang mengacu pada UN-ISDR (International Strategy for Disaster Reduction), bencana didefinisikan sebagai “gangguan serius terhadap suatu sistem, komunitas atau masyarakat yang menyebabkan kerugian manusia, material, ekonomi atau lingkungan yang meluas melampaui kemampuan mereka (komunitas atau masyarakat yang terkena dampak) untuk mengatasinya dengan sumber daya mereka sendiri“.

(2)

landasan hukum yang mengatur mengenai penanggulangan bencana, yang telah disahkan pada 26 April 2007 menjadi Undang-Undang No. 24/2007 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana. UU ini diharapkan dapat mendorong sinergi berbagai pihak dalam usaha penanggulangan bencana di Indonesia.

Sekilas UU No. 24/2007

Dalam Undang-Undang No. 24/2007 bencana didefinisikan sebagai “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis“.

Secara garis besar, Undang-Undang No. 24/2007 membahas mengenai penyelenggaraan penanggulangan bencana dari landasan nilai, kelembagaan, distribusi kewenangan dan aturan hukum. Berdasarkan fokus bahasan dari tiap pasal, maka Undang-Undang No. 24/2007 dapat dibagi menjadi beberapa segmen sebagai berikut:

1. Pasal 1-4 Definisi dan nilai dasar

Pasal 1 berisi pengertian dari istilah-istilah yang menjadi acuan dalam undang-undang ini. Pasal-pasal selanjutnya berisi nilai dasar, prinsip-prinsip dan tujuan dari penanggulangan bencana.

2. Pasal 5-9 Distribusi kewenangan

(3)

3. Pasal 10-25 Lembaga Pemerintah dalam penanggulangan bencana Segmen ini membahas mengenai institusi pemerintah yang secara khusus ditunjuk untuk menangani penanggulangan bencana, baik ditingkat pusat maupun daerah beserta struktur, tugas dan fungsinya. Institusi tersebut adalah BNPB di pusat dan BPBD di daerah.

4. Pasal 26-30 Peran masyarakat dan entitas non pemerintah

Segmen ini menjelaskan mengenai hak dan distribusi peran dari pihak diluar pemerintah, yaitu masyarakat, lembaga usaha (perusahaan) serta lembaga internasional.

5. Pasal 31-59 Penyelenggaraan penanggulangan bencana

Segmen ini membahas mengenai prinsip dasar penyelenggaraan penanggulangan bencana dan tahapan-tahapan beserta alur penyelenggaraan dari tiap tahap.

(4)

7. Pasal 71-73 Pengawasan

8. Pasal 74-85 Hukum dan aturan pelengkap

Bahasan

Meski UU 24/2007 ini merupakan suatu terobosan dalam penanggulangan bencana, namun masih banyak yang menjadi persoalan dan butuh untuk dibenahi. Dalam opini penulis, ada beberapa bagian yang butuh untuk dikaji kembali:

 Dalam Undang-Undang tersebut, didefinisikan 13 jenis bencana

yang dapat terjadi di wilayah Indonesia, yaitu gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, tanah longsor, gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Namun mengenai definisi/batasan arti dari beberapa klasifikasi bencana tidak dijelaskan sama sekali, baik di badan UU maupun di bagian penjelasan. Diantara istilah yang sama sekali tidak dijelaskan batasannya adalah ‘gagal modernisasi’.

 BNPB dibentuk sebagai pusat koordinasi antara berbagai institusi

(5)

 Perlu ada penegasan mengenai struktur komando dalam

penanganan situasi darurat. Jika memang BNPB menjadi pusat koordinasi, maka hal ini secara khusus butuh untuk ditegaskan.

 UU ini sama sekali tidak menyebutkan peran penting TNI sebagai

bagian vital dalam penanggulangan bencana dan hubungannya dengan BNPB.

 Dalam UU tersebut hanya dibahas mengenai peran lembaga internasional, NGO internasional dan Perusahaan. Yang luput dari pembahasan dalam UU tersebut adalah NGO/LSM lokal dan lembaga-lembaga kerelawanan.

 Kasus-kasus dilapangan menunjukkan seringkali NGO atau Lembaga

non-pemerintah kurang sinergis dan tidak berkoordinasi dalam penanganan bencana. Menurut opini penulis hal ini perlu dipertegas, program dari NGO atau Lembaga non-pemerintah wajib terkoordinasi dan sinergis dengan langkah yang diambil pemerintah. Hal ini harus diatur sedemikian rupa dapat berjalan efektif tanpa menghambat aksi NGO atau Lembaga non-pemerintah tersebut.

 Pelaporan penerimaan dan pendayagunaan sumbangan/bantuan yang dikoordinir oleh pihak non pemerintah butuh untuk diatur agar menjamin transparansi dan ketersampaian bantuan tersebut. Harus ada kewajiban bagi pihak-pihak yang melakukan penggalangan bantuan untuk melaporkan penerimaan dan pendayagunaan bantuan bencana kepada publik.

 ada baiknya BNPB diberikan peran sebagai pemegang

otorisasi/pengesahan laporan pendayagunaan dana/logistik bantuan dari pihak-pihak tersebut, sebelum dilaporkan ke publik. Laporan yang tidak diotorisasi oleh BNPB sebaiknya dianggap ilegal dan tidak layak dilaporkan ke publik.

 Bencana merupakan masalah serius untuk pertahanan nasional,

(6)

Penutup

Potensi bencana yang dapat datang kapan saja membuat penanganannya membutuhkan keterlibatan semua pihak. Atas dasar kondisi tersebut, BNPB dibentuk sebagai pusat koordinasi antara berbagai institusi dan lembaga yang berkaitan dengan penanganan bencana. Namun demikian, karena luasnya cakupan tugas yang diemban BNPB dan koordinasi antar lembaga sering kali terbentur oleh masalah birokrasi serta aturan, maka hingga saat ini sulit untuk berharap BNPB dapat menjadi solusi dari semua permasalahan bencana di Indonesia. Karena itulah langkah proaktif dari elemen masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam mengurangi dampak merugikan dari bencana diharapkan dapat

Referensi

Dokumen terkait

Tapi sebagai kakek Saya ya mending tidak usah, takut nanti di sawer-sawer mbak, tapi kalau cucu Saya berminat tentunya nanti dalam pengawasan Saya karena Dolalak kan

Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa umur (p= 0,000), Indeks Massa Tubuh (p= 0,002), riwayat keluarga yang menderita hipertensi (p= 0,001), dan lama merokok (p= 0,000)

performance (QLP). Seberapa kuat hubungan kausal antar konstruk eksogen terhadap konstruk endogen terjawab dengan perhitungan F 2. Nilai F 2 konstruk MGL memiliki

Berdasarkan fenomena yang terlihat tampaknya M lacustris relatifberbeda dengan ikan pelangi lainnya karena memiliki komosom diploid sebanyak 46 dengan 9 pasang

Karena pengelolaan data kesiswaan tidak hanya dilakukan oleh sistem informasi manajemen Kanwil Depdikbud propinsi Sumatera Barat yang ditangani oleh Bagian Perencanaan tetapi

dah ditangkap, langsung dikuliti dan digotong dengan usungan. Mereka merasa senang setiap kali mendapatkan hasil buruan. Tidak terasa para pemburu itu sudah sampai di tengah

Kalau pembangunan hanya melihat secara parsial dari masing- masing unsur pembangunan maka pembangunan tidak akan berkelanjutan untuk lebih jelasnya hubungan dari

Pada saat pengakuan awal, aset keuangan diukur pada nilai wajarnya, ditambah, dalam hal aset keuangan tidak diukur pada nilai wajar dalam laporan laba rugi,