• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Dakwah Politik Baitul Muslimin Indonesia Dalam Meningkatkan Dukungan Politik Pdi Perjuangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Dakwah Politik Baitul Muslimin Indonesia Dalam Meningkatkan Dukungan Politik Pdi Perjuangan"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI DAKWAH POLITIK BAITUL MUSLIMIN INDONESIA DALAM MENINGKATKAN DUKUNGAN POLITIK PDI PERJUANGAN

Skripsi

DiajukankepadaFakultasIlmuDakwahdanIlmuKomunikasi

UntukMemenuhiPersyaratanMemperoleh

GelarSarjanaKomunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

Fahd Riyadi NIM. 108051000132

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

Bismillahirrohmanirrohim

Dengan Ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk emmenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata 1 di Universitas Islam negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jiak dikemusian hari terbuktibahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang

berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Oktober 2013

(3)
(4)
(5)

i

ABSTRAK Fahd Riyadi

Strategi Dakwah Politik Baitul Muslimin Indonesia dalam Meningkatkan Dukungan Politik PDI Perjuangan.

Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, yakni 87,12% penduduk beragama Islam dari 250 juta penduduk dan sekitar 185 juta pemilih yang akan berpartisipasi dalam pemilu, merupakan potensi yang diperebutkan oleh partai-partai politik di Indonesia selain parpol Islam yang memang menjadikan Islam. Hal ini mendorong partai-partai politik di Indonesia yang beasaskan nasionalis mendirikan sayap keagamaan sebagai kendaraan dakwah politiknya. Salah satunya adalah, PDI Perjuangan yang mendirikan Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) sebagai kendaraan dakwah politiknya dalam strategi untuk merebut dukungan politik dari kalangan Islamis di Indonesia. Beberapa hal menarik muncul dari adanya Bamusi tersebut, diantaranya adalah melekatnya stigma, bahwa PDI Perjuangan merupakan partai yang mengusung sekulerisme di Indonesia, dan merupakan partainya orang-orang non kristen, selain itu juga identik dengan kalangan komunis.

Berdasarkan pemaparan diatas, menimbulkan ketertarikan peneliti untuk mengetahui bagaimanakah strategi dakwah politik Bamusi dalam meraih dukungan dan simpati dari masyarakat Islam. Selain itu, peluang dan hambatan apa sajakah yang dihadapi oleh Bamusi dalam dakwah politiknya. Hal ini menarik untuk diketahui, karena akan memberi kita pada khasanah keilmuan, khususnya komunikasi politik dan dinamika politik di Indonesia yang tak pernah terlepas dari Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia.

Dalam kasus penelitian ini, peneliti menguji kasusnya dengan teori disonansi kognitif Leon Festinger, dengan menggunakan metode analisis deskriptif sebagai pisau analisa, dan pendekatan kualitatif dalam menjabarkan objek dan subjek yang diteliti. Pada akhirnya peneliti menemukan jawaban bahwa dalam konstelasi politik di Indonesia, PDI mengalami hambatan politik tertentu, dalam menjangkau kalangan-kalangan Islamis di Indonesia, selain itu ditemukan pula bahwa peran Bamusi dalam membantu usaha untuk menigatkan dulungan pilitik bagi PDI Perjuangan sangat strategis dan krusial, hal ini terlihat dari beberapa agenda politik PDI Perjuangan yang melibatkan Bamusi.

Kesimpulannya, dalam konteks Islam di Indonesia, Islam juga menjadi agenda politisasi massa, dengan membenarkan suatu kebijakan politik sebagai representasi doktrin aqidah. Argumentasi tersebut dirasa sangat relevan, mengingat, Islam bukan hanya sebagai agama saja, melainkan sebagai sekupulan otoritas yang mengatur setiap aturan hidup manusia, termasuk mengatur pilihan politik bagi manusia.

(6)

ii

PENGANTAR

Proses dialektika keilmuan yang dijalani penulis selama lima tahun belajar di

Ciputat merupakan moment paling penting dalam menentukan arah masa depan

penulis. Lima tahun ini terasa sangat cepat, dan ini diluar kesadaran karena

sesungguhnya ini sanngat lama, karena biar bagaimanapun proses ini adalah jalan

menuju gerbang masa depan selanjutnya.

Keadiran karya tulis ini menandai lahirnya seorang manusia baru yang telah

mengakhiri masa studi jenjang strata satu, yang kelak berharap diterima di

masyarakat. Maka dari itu, tanda kelahiran ini haruslah sesuatu yang penting dan

dapat bermanfaat bagi dunia profesional yang kelak dimasuki penulis.

Sehingga, sungguh sujud dan syukur kepada Allah SWT yang teah memberi

kesadaran pentingnya pendidikan serta memberikan kekuatan berupa sumberdaya

untuk penulis, sehingga skripsi berjudul “Dakwah Politik Baitul Muslimin Indonesia:

Strategi Meningkatkan Dukungan Politik PDI Perjuangan”. Dapat tersusun dengan segala karunia-Nya.

Beberapa pihak yang ingin penulis abadikan namanya dalam skripsi ini, karena

atas jasa-jasanya, penulis dapat menyelesaikan studi yang telah ditempuh sebelas

semester..

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang juga dosen

pembimibing, Dr.Arief Subhan, MA. Yang selalu santai dan menyempatkan

(7)

iii

(Bidang Akademik), Drs. Studi Rizal,MA (Bidang Kemahasiswaan), dan Drs.

Mahmud jalal, MA (Bidang Administrasi).

2. Selurus dosen Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, baik yang sempat

mengajar saya secara langsung atau tidak. Terutama Bapak Gun Gun

Heryanto (pemberi stimulus kajian ilmu komunikasi politik) Bapak Mahmud

Jalal (Senior di Organisasi), Kang Arul (Terimakasih atas masukan mengenai

proposal penelitian), Ibu Bintan Humaera, Ibu Umi Musyarofah.

3. Ketua dan Sekretaris Jurusan KPI yang telah membantu saya memperlancar

kuliah hingga penyelesaian.

4. Yang saya Cintai Ibu (Muviah), Papa (Toto Suryanto), yang telah menjadi

motivasi saya untuk menuntut ilmu ke Jakarta, terimakasih atas doa-doanya.

5. Yang menjadi panutan saya, Om (Edi Kuscayahto), terimakasih atas segala

sumberdaya dan kebaikan yang telah Om berikan terhadap saya, ini adalah

hutang motivasi saya, yang akan saya bayarkan terhadap generasi-generasi di

bawah saya. Sungguh terimakasih.

6. Untuk Hendra Gun (Kakak), Didit Budi Aji Sridadi (Kakak), Dodi Lukito

Husada (Kakak), Hendra Ken (Kakak), Nindiya Kusumastuti Paramita

(Kakak), Aning Wijayanti (Kakak) dan Mbak Ning (Alm) yang selalu suport

saya dan membantu saya ketika mengalami kesulitan dalam menempuh

pendidikan.

(8)

8. Narasumber di Pimpinan Pusat baitul Muslimin Indonesia, Ketua Umum PP

Bamusi Prof, Dr. Hamka Haq, MA. Sekjend PP Bamusi Nurmansyah E

Tanjung, yang telah meluangkan waktu, tenaga dan Pikiran terhadap

penelitian saya.

9. Sahabat dan teman seperjuangan di LS-ADI, Reza, Ipunk, Bibir, Faris, Ipin,

Ede, Bunga, Bagus, dan senior-senior LS-ADI.

10.Sahabat-sahabat saya di KPI D yang telah memberikan pengalaman dan kesan

yang menakjubkan ketika belajar di kelas, ketika jalan-jalan di Bandung,

(9)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK……….... i

KATA PENGANTAR……….. ii

DAFTAR ISI……… v

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah………... 1

B. BatasandanRumusanMasalah………... 13

1. PembatasanMasalah... 13

2. PerumusanMasalah... 13

C. TujuanPenelitian... 14

D. Manfaat Penelitian... 14

1. Manfaat Akademis... 14

2. Manfaat Praktis... 14

E. Metodologi Penelitian... 15

1. PendekatanPenelitian... 15

2. TeknikPengumpulan Data... 16

3. Waktu Penelitian... 17

4. Sumber Data... 17

F. Tinjauan Pustaka... 17

G. Sistematika Penulisan... 19

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Dakwah Politik... 20

B. TeoriDisonansiKognitif... 23

1. PengaruhDisonansiKognitifPengambilan Keputusan... 22

2. StrategiPersuasiDalamDakwahPolitikatau PenyampaianPesan... 28

3. Prinsip-prinsipUmumPersuasiDalamTeori Disonansi Kognitif... 32

4. PaparanSelektifdanPerhatianSelektif... 35

5. DisonansiKognitifSebagaiUpaya Propaganda Politik... 37

a. Suatumekanismekontrolsosial... 39

BAB III GAMBARAN UMUM A. ProfilBaitulMuslimin Indonesia... 41

1. Sejarah... 41

(10)

vi

b. GagasanKebangsaan Said AgilSiradjdalam

MendirikanBamusi... 49

3. Tujuan Bamusi... 50

a. Tujuanumum... 50

b. Tujuan khusus... 50

BAB IV HASIL TEMUAN LAPANGAN A. StrategiDakwahPolitikBaitulMuslimin Indonesia... 51

1. Identifikasi Isu... 51

2. Counter Isu... 52

a. Dikotomi Muslim-Non Muslim dalamPilkada DKIJakarta... 53

b. Isu Gender danSekulerismedalamPilkadaJawa Barat... 60

B. Agenda IdeologidalamDakwahPolitikBamusi... 68

1. DoktrinideologiPDI PerjuangandalamDakwah PolitikBamusi... 70

2. Kanan liberal... 72

C. FaktorPendukungdanPenghambatDakwahPolitik Bamusi... 74

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 76

Munculnyakonflikideologisdalamdakwahpolitik... 79

B. Saran... 80

DAFTAR PUSTAKA... vi

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia dengan 87,18% atau

sebanyak 207.176.162 juta penduduk dari total populasi1, dan negara demokratis

terbesar ketiga di dunia dengan lebih dari 185 juta pemilih2, merupakan hal potensial

yang diperebutkan oleh partai politik di Indonesia menjelang agenda politik pesta

demokrasi baik itu Pemilu tingkat daerah maupun Pemilu Nasional. Kolaborasi antara

Islam dan demokrasi inilah, Islam menjadi komoditas politik yang paling potensial

guna meraih dukungan politik sebesar-besarnya.

Dalam Islam dikenal sebuah Istilah dakwah, dakwah dapat diartikan sebagai

seruan, ajakan, dan panggilan.3 Dapat pula diartikan mengajak, menyeru, memanggil

dengan lisan ataupun dengan tingkah laku atau perbuatan nyata.4 Atau lebih tegasnya

bahwa dakwah adalah proses penyampaian ajaran Islam dari seseorang kepada orang

lain, baik secara individu maupun secara kelompok. Penyampaian ajaran tersebut

dapat berupa perintah untuk melakukan kebaikan dan mencegah dari perbuatan yang

dibenci oleh Allah dan Rasulnya (amr ma’ruf nahy al-munkar). Usaha dakwah hendaknya dilakukan secara sadar dengan tujuan untuk terbentuknya individu dan

1

http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321 diakses pada 1 Oktober, 2013, pukl 22.11 2

http://www.kpu.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=5380&Itemid=76Diaks es 11 Desember, 2012, pukul 20:27

3

Mahmud Yunus , Kamus Arab- Indonesia ( Jakarta : Yayasan Penyelengara Penerjemah / Penafsiran Al-Quran.1972 ), h. 127.

(12)

keluarga yang bahagia (khayr al-usrah) dan masyarakat atau umat yang terbaik (khayr al-ummah) dengan cara taat menjalankan ajaran Islam yang bisa dilakukan melalui bahasa lisan, tulisan, maupun perbuatan/ keteladanan.5

Sehingga, kegiatan dakwah yang sejatinya menjadi domain spiritual dianggap

sangat strategis guna meraih dukungan politik dari kalangan masyarakat luas. Tidak

heran dakwah yang merupakan dari domain ibadah yang merepresentasikan tindakan

hablu minanas antara umat Islam dengan umat Islam lainnya yang memiliki orientasi transeden ataupun ukhrawi ketika dilakukan dalam sebuah agenda politik, maka

dakwah tidak hanya aktivitas transenden, melainkan juga menjadi ajang perebutan

pengaruh dan simpati politik antara partai dan umat Islam.

Diskursus dakwah politik memunculkan kekhawatiran akan terjadinya distorsi

pemetaan antara dakwah dan politik di ranah keagamaan. Politik identik dengan

kekuasaan yang berarti menghalalkan segala cara, sementara dakwah adalah untuk

kebaikan dan perbaikan masyarakat yang jelas tujuan dan misi yang diembannya.

Yang menarik adalah, ditengah merosotnya elektabilitas partai-partai politik

berbasaskan Islam, berdasarkan rilis Lembaga Survei Nasional yang hasil surveinya

dipublikasikan oleh Harian Kompas.com edisi Minggu, 24/03/2013. Dimana Partai

Kedilan Sejahtera (PKS) dengan tingkat elektabilitas hanya 4,6%, Partai Amanat

nasional (PAN) 4,1%, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 4,1%, Partai Persatuan

Pembangunan (PPP) 3,4%, dan Partai Bulan Bintang 0,4%. Perolehan elektabilitas

tersebut jauh berada di bawah partai-partai nasionalis seperti Partai Demokrasi

5

(13)

3

Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) yang mencapai 20,5%, Partai Golkar 19,2%,

Partai Gerindra 11,9%, dan partai Hanura 6,2%.6 Bahwa keberadaan Islam yang

dominan tidak hanya menjadi target marketing politik bagi partai-partai politik berbasiskan Islam, atau massa Islam seperti PKS, PKB, PAN, PPP dan PBB. Selain

itu, setiap Parpol berasaskan nasionalis juga memiliki sayap partai yang secara

khusus dibentuk untuk merebut simpati dan dukungan dari massa Islam. Diantara lain

partai-partai tersebut adalah, Partai Demokrat membentuk Ikhwanul Mubaligh,

Partati Golongan Karya (GOLKAR) membentuk Majelis Dakwah Isamiyah, Partai

Nasional Demokrat (NASDEM), Partai GERINDRA membentuk Gerakan Muslim

Indonesia Raya membentuk Majelis Munajat Nasdem, dan PDI Perjuangan

membentuk Baitul Muslimin Indonesia.

Fenomena ini mengingatkan peneliti pada slogan yang popular di era Orde

Baru “Islam Yes, Partai Islam No”, meskipun ini sebuah survey namun, jika melihat

pengalaman pada saat menjelang Pemilu tahun 2009 yang lalu, ketika lembaga survei

merilisnya, mereka tidak percaya, Mereka mengatakan survei tidak objektif dan

kebanyakan berdasarkan pesanan saja7,

Namun meskipun muncul skeptisme dalam menganggapi hasil survei tersebut.

Fenomena kecenderungan elektabilitas partai Islam yang kian menurun ini tentu saja

menjadi peluang bagi partai-partai nasionalis yang memiliki sayap organisasi agama,

untuk meningkatkan elektabilitas politiknya di kalangan pemilih Islamis. Dengan

6

http://nasional.kompas.com/read/2013/03/24/14575253/twitter.com, Diakses 5 Juni, 2013, pukul 19.07 WIB

7

(14)

memaksimalkan organisasi sayap keagamaan partai politik untuk lebih proaktif

membuat program-program yang dapat menarik simpatik masyarakat, khususnya

menjangkau pemilih Muslim untuk memenangkan partainya.

Keberadaan dan fungsi sayap organisasi agama di partai politik nasionalis

yang dipercaya dapat meningkatkan tingkat keterpilihan (elektabilitas) parpol

nasionalis diperkuat oleh Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tanjung

yang berpendapat “Untuk memiliki basis politik di Indonesia yang mayoritas

beragama Islam, parpol membutuhkan organisasi Islam.”8

Sependapat dengan

pendapat Akbar Tanjung, Nurul Arifin selaku Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar

menuturkan, “dari pengalaman pemilu sebelumnya, keberadaan organisasi sayap

bercorak keagamaan menyumbang sekitar 30% suara. Ini terlihat banyaknya anggota

DPR dari tokoh organisasi sayap keagamaan di Golkar.”9

Disisi lain, Tjahjo Kumolo

Sekjen PDI Perjuangan berpendapat “Keberadaan Baitul Muslimin, diharapkan juga

bisa menarik anggota baru, terutama dari pemilih muslim yang selama ini masih ada

diluar PDI Perjuangan10.”

Dinamika politik di Indonesia tak pernah lepas dari kontribusi Islam,

khususnya dalam hal ini adalah pada sistem demokrasi di Indonesia. Dengan 255 juta

penduduk dan terlebih 85,2% dari total populasi adalah penduduk yang beragama

Islam. Namun populasi umat Islam yang besar tersebut hanya membawa Islam

8

http://news.detik.com/read/2013/03/30/002022/2207064/10/akbar-tandjung-parpol-perlu-sayap-organisasi-islam. Diakses 5 Juni, 2013. Pukul 16.22 WIB.

9

http://nasional.kompas.com/read/2011/05/10/04152487/Sayap.Agama.Bisa.Tingkatkan.Suara. Diakses pada 5 Juni, 2013. Pukul 16.15 WIB

10

(15)

5

sebagai tren yang diterapkan di aspek ekonomi, lifestyle, tetapi tidak menjadi sebuah tren dalam perilaku politik.

Secara teoritis, Islam adalah suatu agama dengan otoritas pengaturan yang

tinggi, yakni suatu sistem keagamaan yang menawarkan aturan-atauran yang rinci

dan komprehensif yang mengurus hampir segala aspek kehidupan manusia. Syariat

merupakan suatu katalog yang komprehensif tentang perintah-perintah dan anjuran

Tuhan yang disediakan sebagai pedoman bagi umat manusia. Dalam sistem

keagamaan “organik” seperti Islam, ekspresi kolektif keagamaan yang utama terdapat

pada struktur-struktur sosial yang mengatur seluruh masyarakat.11

Disisi lain, masyarakat muslim di Indonesia tergolong konservatif, hal ini

terepresentasikan berdasarkan hasil survei yang dirilis Lembaga Survei Indonesia

(LSI) bersama Goethe Institute, Friedrich Naumann Stiftung dan Fur Die Freiheit

bekerjasama dalam program jajak pendapat yang diadakan di 33 provinsi di Indonesia

dengan 1.496 responden yang berusia 15-25 tahun. Penelitian tersebut dimaksud

untuk mengetahui pandangan hidup kaum muda di Indonesia, hasilnya cukup

mencengangkan, dalam publikasi tersebut diketahui bahwa mayoritas Pemuda Islam

di Indonesia yang menggunakan identitas nasional sebagai warga negara hanya

40,8%, sementara yang menggunakan Islam sebagai identitas utamanyamencapai

11

(16)

47,5%. Selain itu dalam aspek hukum yang setuju diterapkannya hukum syariah

Islam di Indonesia, yaitu presentasenya cukup tinggi dengan rata-rata diatas 40%.12

Jika ditarik kesimpulan sederhana dari hasil survei diatas cukup untuk

menguatkan argumentasi bahwa di Indonesia sangat potensial bagi partai politik

islam. Namun pada tahapan aplikatif dan realitas di lapangan tidak sesuai dengan

asumsi tersebut. Setidaknya ini terbukti dalam proses politik yang terjadi di

Indonesia. Akan tetapi fenomena tersebut adalah menjadi sebuah indikasi yang kuat

bahwa Islam adalah sebuah peluang politik dan elektoral yang kuat dan potensial.

Pemilih dikalangan Islam diyakini memiliki presentase besar dan digolongkan

kedalam kelompok flying voter (pemilih mengambang) yang belum menentukan pilihannya, terlebih saat ini partai-partai Islam yang diharapkan oleh pemiih Islam

sudah jauh dari arang untuk mewakili aspirasi mereka, hal ini terlihat dari hasil

survei-survei elektabilitas parpol peserta pemilu 2014.

Menyadari hal-hal tersebut, belakangan ini terdapat banyak

organisasi-organisasi sayap keagamaan Islam pada partai nasionalis gencar mengadakan

aktivitas dakwah yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Dalam hal ini,

kontent ataupun materi dakwah yang dilakukan oleh organisasi sayap agama partai

politik memuat unsur-unsur politik tertentu, yang bertujuan untuk mempengaruhi

khalayak agar memilih sikap politik tertentu yang dianjurkan dalam dakwah tersebut.

12

(17)

7

Begitu strategisnya dakwah sebagai media komunikasi dikalangan umat

Islam, dan media menyebarkan pengaruh. Dimana juga dipertegas oleh HM. Arifin,

M. Pd: Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan baik dalam

bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan

berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun

secara kelompok agar supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap

penghayatan serta pengamalan terhadap amalan ajaran agama sebagai message yang disampaikan kepadanya dengan tanpa unsur paksaan.13

Kegiatan dakwah yang sesungguhnya baik dan bermanfaat bagi kemaslahatan

umat dalam memperkuat iman dan taqwa, juga merupakan upaya yang strategis untuk

lebih mendekatkan partai kepada kalangan masyarakat dan memberikan keuntungan

politik bagi partai politik tertentu jika dilakukan oleh oknum partai politik .atau

organisasi yang berafiliasi dengan partai politik. sehingga, hal tersebut membawa

peneliti pada sebuah term atau istilah, yaitu dakwah politik, term menjadi populer manakala, banyak dijumpai kegiatan-kegiatan politik yang menggunakan

simbol-simbol dakwah dalam aktivitas politiknya.

Penggunaan Term dakwah politik diantaranya di ungkapkan Atabik Lutfi, ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) dalam artikelnya yang “Dakwah Politik vs Politik

Dakwah”, dalam hal ini jelas kebenaran ajaran Islam bahwa berpolitik bagian dari

dakwah dan dakwah merupakan tujuan dari berpolitik. Karena Islam tidak hanya

hadir di wilayah kematian, formalitas pertemuan dan wilayah kaku lainnya. Itu semua

13

(18)

tidak membutuhkan ijtihad berat untuk mengusungnya. Semua sepakat dan siap

melakukan ajaran Islam pada tataran simbolis demikian.14

Selain itu term dakwah politik juga diungkapkan oleh Din Syamsuddin dalam sebuah wawancara, bahwa dakwah politik, atau dakwah melalui jalur politik, sama

saja mengisi subtansi nilai-nilai agama dalam berpolitik.15 Penegasan yang lebih

spesifik mengenai term dakwah politik, tercantum dalam butir-butir yang terdapat dalam Manhaj Hizbut Tahrir, dimana ditegaskan, bahwa penggabungan dua istilah

yaitu dakwah (da’wah) dan politik (siyasiyah), penggabungan dua unsur istilah tersebut melahirkan sebuah istilah dakwah politik (da’wah siyasiyah) artinya adalah

mengemban dakwah Islam melalui jalur politik, yaitu dakwah dengan metode

melakukan aktivitas politik, demi tercapainya politik dari organisasi.16

Jadi, dengan demikian, dakwah politik juga merupakan sebuah tindakan

kampanye politik, orang sering mempersamakan kampanye dengan propaganda. Hal

ini tidak sepenuhnya salah karena keduanya memang merupakan wujud tindakan

komunikasi yang terencana dan sama-sama ditunjujan untuk mempengaruhi

khalayak17

Disamping itu, Rogers dan Storey (1987) mendefinisikan kampanye sebagai

“serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek

14

http://ikadi.or.id/artikel/opini/71-dakwah-politik-vs-politik-dakwah.html, diakses pada 2 Oktober, 2013, pukul 00.07

15

Tribunnews.com, Din Syamsuddin Beri Nasehat Pada Baitul Muslimin Indonesia, edisi jumat, 6 Januari 2012. Diakses pada: 24 Agustus 2013, pukul 16.35.

16

Manhaj Hizbut Tahrir fi Taghyiir, (Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia), h. 14 17

(19)

9

tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada

kurun waktu tertentu”18

. Mengambil kesimpulan bahwa aktivitas-aktivitas organisasi

sayap keagamaan tersebut sebagai upaya kampanye, adalah sebuah pendapat yang

rasional. Bahwa orientasi dari partai politik dalam segala aktivitasnya yang langsung

bersetuhan dengan masyarakat adalah sebuah tindakan kampanye, terlebih aktivitas

tersebut dilakukan pada masa-masa yang disebut dengan tahun politik.

Dari beberapa uraian diatas, yang membahas mengenai peta perpolitikan di

Indonesia secara sederhana dan khusus membahas mengenai oraganisasi sayap agama

partai-partai politik nasionalis. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk meneliti Baitul

Muslimin Indonesia (Bamusi), yang merupakan organisasi sayap keagamaan PDI

Perjuangan.

Baitul Muslimin Indonesia atau yang secara resmi disingkat dengan Bamusi

adalah organisasi sayap keagamaan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI

Perjuangan). Pada rencana pendirian Baitul Muslimin Indonesia berangkat dari

gagasan Taufiq Kiemas (alm) dan diinisiatori oleh tokoh-tokoh Islam antara lain Din

Syamsudin, Syafii Ma’arif dan Said Aqil Sirajd. Dan mendapat dukungan penuh dari

Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan. Setelah mendatangi mereka

(Muhammadiyah & NU), maka munculah inisiatif untuk mendirikan organisasi sayap

yang khusus atau untuk menampung dan mengakomodir umat Islam. Tujuan jangka

pendeknya adalah untuk menepis stigma-stigma tersebut yang mengatakan PDI

Perjuangan identik dengan Preman, Non Muslim, dan PKI. Yang betul PDI adalah

18

(20)

rumah besar kaum nasionalis di Indonesia yang mayoritas beragama Islam, dengan

menghadirkan Islam yang bernuansa Indonesia. Itulah misi kehadiran Bamusi,

disamping misi dakwah politik dalam mendukung dan mensukseskan agenda politik

PDI Perjuangan.19

Strategi dakwah yang dilakukan oleh Bamusi tidak jauh berbeda dengan

organisasi-organisasi dakwah lainnya, hanya saja yang paling membedakan adalah

konten-konten dari dakwah bamusi sangat kental dan mengandung unsur politik

tertentu. dalam kajian ilmu dakwah, dapat ditemukan istilah tentang strategi dakwah.

Asmuni Syukir, menjelaskan bahwa Strategi dakwah adalah metode siasat, taktik atau

manuver yang dipergunakan dalam aktivitas dakwah.20

Asmuni menambahkan, strategi dakwah yang dipergunakan dalam usaha

dakwah harus memperhatikan beberapa hal, antara lain: 1) Azas filosofi, yaitu azas

yang membicarakan tentang hal-hal yang erat hubungannya dengan tujuan yang

hendak dicapai dalam proses dakwah; 2) Azas psikologi, yaitu azas yang membahas

tentang masalah yang erat hubungannya dengan kejiwaan manusia. Seorang da’i

adalah manusia, begitu juga sasaran atau objek dakwah yang memiliki karakter

kejiwaan yang unik, sehingga ketika terdapat hal-hal yang masih asing pada diri

mad’u tidak diasumsikan sebagai pemberontakan atau distorsi terhadap ajakan; 3)

Azas sosiologi, yaitu azas yang membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan

situasi dan kondisi sasaran dakwah, misalnya politik masyarakat setempat, mayoritas

19

Majalah Bulanan Baitul Muslimin, Penjaga Gawang Nasionalisme: wawancara Taufiq Kiemas, edisi Juli 2008.

20

(21)

11

agama di daerah setempat, filosofi sasaran dakwah, sosio-kultur dan lain sebagainya,

yang sepenuhnya diarahkan pada persaudaraan yang kokoh, sehingga tidak ada sekat

diantara elemen dakwah, baik kepada objek (mad’u) maupun kepada sesama subjek

(pelaku dakwah).21

Baitul Muslimin Indonesia juga dapat diposisikan sebagai lembaga dakwah

PDI Perjuangan yang dianggap cukup strategis dalam menjadi media penghubung

terhadap kalangan Islam, dan memfasilitasi agenda politik, mengingat Bamusi

merupakan underbone parpol, pastilah memiliki agenda politik tertentu, namun dakwah tidaklah hal yang kontraproduktif sekalipun dilakukan dalam rangka agenda

politik.

Mengutip pendapat Moeslim Abdurahman yang dikutip Solo Pos dalam

gagasan artikelnya yang berjudul “Keharusan Dakwah Politik”, dalam bahasa

Moeslim Abdurrahman, tafsir surat Al-Ma’un untuk menyantuni orang-orang miskin tidak cukup hanya dengan mendirikan panti asuhan oleh perorangan atau sekelompok

masyarakat. Mendirikan panti asuhan tersebut memang berdimensi amal saleh bagi

para pendiri dan pengasuhnya. Tapi, jika diletakkan dalam konteks pemberantasan

kemiskinan, model mendirikan panti asuhan tersebut tidak cukup.22

Selain itu, dalam menerapkan strategi dakwah politik, harus mengklasifikasikan

mad’u sesuai dengan konteks yang diharapkan dalam dakwah politik, yaitu adanya

21

Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, h. 51. 22

(22)

input ataupun reward dari mad’u dalam bentuk dukungan politik. Sebagaimana menurut pedapat M. Arifin Sedangkan M. Arifin membagi masyarakat yang menjadi

objek (sasaran) dakwah sebagai berikut:

“(1) Dilihat dari segi sosiologis, berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota

besar dan kecil serta masyarakat dari daerah marginal di kota besar, (2) dilihat dari segi struktur kelembagaan, berupa masyarakat, pemerintah dan keluarga, (3) dilihat

dari segi sosia cultural berupa golonga priyayi, abangan dalam masyarakat di Jawa, (4) dilihat dari segi tingkat usia, berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua,

(5) dilihat dari segi okupasional (profesi atau pekerjaan), berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri (administrator), (6) dilihat dari segi

tingkat hidup sosial ekonomi, berupa golongan orang kaya, menengah dan miskin, (7)

dilihat dari segi jenis kelamin (sex), berupa golongan wanita dan pria, (8) dilihat dari

segi khusus berupa golongan mayarakat tuna susila, tuna wisma, tuna rungu, tuna

karya, nara pidana dan sebagainya.23

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa meskipun kegiatan tersebut bersifat

dakwah dengan konten-kontenya seperti pengajian, kegiatan bakti sosial dan

sebagainya. Hal-hal tersebut dapatlah diterjemahan sebagai aktivitas kampanye

politik. Jika lembaga ataupun pelaku dibalik aktivitas tersebut berafiliasi dengan

partai politik tertentu.

23

(23)

13

Maka dari berbagai uraian dalam latar belakang tersebut, penulis mem Baitul

Muslimin Indonesia sebagai objek penelitian yang diangkat sebagai litian dengan

judul: Strategi Dakwah Politik Baitul Muslimin Indonesia dalam Meningkatkan Dukungan Politik PDI Perjuangan.

B Batasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini, peneliti membatasi masalah yang bertujuan untuk

menghindari terjadinya perluasan materi yang akan dibahas. Penelitian ini

dibatasi pada aspek politik dakwah yang merupakan representasi dari

komunikasi politik Baitul Muslimin Indonesia, bagaimanakah Bamusi

menyusun strategi untuk menarik simpati tokoh dan kalangan Islam dan

memberi dukungan terhadap PDI Perjuangan. Dan kegiatan dakwah dan

pengabdian sosial seperti apakah yang diselenggarakan oleh Bamusi sejak

didirikan tahun 2007 hingga tahun 2013.

2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana strategi dakwah politik Baitul Muslimin Indonesia dalam

upaya menarik dukungan politik masyarakat bagi PDI Perjuangan?

2. Apa sajakah peluang dan hambatan bagi Baitul Muslimin Indonesia

(24)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini merupan domain disiplin Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Adapun

tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui konsep dan strategi dakwah politik Bamusi dalam

membantu PDI Perjuangan meraih dukungan politik dari kalangan Islam,

2. Untuk mengetahui realitas soiologis, teologis, dan politik nasional, khususnya

yang berkaitan dengan dinamika agama dan politik yang dihadapi oleh

Bamusi dan PDI Perjuangan

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan dan

referensi di bidang ilmu dakwah dan komunikasi, khususnya komunikasi

politik Islam yang bermanfaat bagi khasanah keilmuan Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi, khususnya Jurusan Komunikasi dan

Penyiaran Islam. Dengan demikian diharapkan pula menjadi stimulus bagi

perkembangan diskursus ilmu komunikasi yang membahas isu mengenai

partai politik dan Islam dalam bingkai demokrasi di Indonesia.

2. Manfaat Praktis

(25)

15

realitas mengenai dinamika partai politik dan Islam, khususnya mengenai

dinamika organisasi sayap keagamaan partai politik dalam aktivitas

komunikasinya, disamping itu penelitian ini juga dapat dimanfaatkan

mehasiswa generasi berikutnya untuk menjadi sumber referensi dan

wawasan, sehingga membantu aktivitas akademis yang konstruksif dan

produktif bagi mahasiswa.

E. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif, dan

menggunakan pisau analisa analisis deskriptif. Yakni sebuah penelitian yang dilalui

dengan melalui tahapan observasi, pengumpulan data yang akurat sesuai realitas dan

dinamika di lapangan disertai wawancara dengan beberapa narasumber yang relevan

dan kompeten. Penelitian kualitatif dilakukan dalam situasi yang wajar (natural

setting) dan data yang dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif.24 Adapun penelitian kualitatif merupakan epenelitian seperti asumsi/dugaan, nilai, dan pendapat dari

peneliti sehingga menjadi jelas dalam hasil akhir penelitian.25

Pada penelitian ini, penulis mencoba menjelaskan tentang bagaimana konsep

dan strategi kampanye Bamusi yang diklasifikasikan sebagai organisasi sayap

keagamaan PDI Perjuangan, menjelang Pemilu 2014 mendatang, adapun pada

24

Jumroni dan Suhaimi, Metode-Metode Penelitian Komunikasi , (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2006), h. 41

25

(26)

penelitian ini juga didukung argumentasi-argumentasi dan analisa rasional dan logis

serta diperkuat dengan data-data yang relevan dan memiliki referensi.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti

adalah:

a. Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap

gejala-gejala yang diteliti. Peneliti mengawasi dengan cermat setiap

perkembangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini,

peneliti mengadakan pengamatan dari arsip-arsip organisasi, jurnal, dan

media massa yang berkaitan dengan kasus yang sedang diteliti.

b. Wawancara Dalam sesi wawancara, penulis berusaha mengumpulkan data

dengan melakukan wawancara kepada beberapa narasumber, diantaranya

pengurus pusat Baitul Muslimin Indonesia, seperti Ketua Umum Baitul

Muslimin Indonesia Prof. DR. H. Hamka Haq dan Murmansyah E Tanjung

sebagai Sekjen DPP.

c. Dokumentasi, pada teknik ini aktivitas dokumentasi adalah pengumpulan,

pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi di bidang

pengetahuan; pengumpulan bukti-bukti dan keterangan-keterangan (seperti

berkas organisasi, gambar, kutipan, kliping koran, dan bahan referensi

lain). Pada tahap ini, peneliti akan mengumpulkan, mendokumentasikan

(27)

17

3. Waktu Penelitian

Kurun waktu penelitian dilaksanakan pada Juni sampai dengan September, 2013.

4. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti

pada saat penelitian. Untuk itu mengumpulkan data primer dilakukan

dengan mengadakan wawancara, observasi dan penelusuran dokumen

yang akan dilakukan penulis terhadap objek dan subjek penelitian,

yaitu strategi kampanye Baitul Muslimin Indonesia..

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh penulis dari buku, artikel,

dan bahan informasi lainnya yang berkaitan dengan masalah

penelitian. Data yang diperoleh secara tertulis baik sebelum maupun

sesudah penelitian.26

F. Tinjauan Pustaka

Berdasakan tinjauan yang dilakukan oleh penulis pada database pustaka skripsi di Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi maupun

Perpustakaan Utama UIN Jakarta, ada beberapa penelitian terdahulu yang membahas

mengenai komunikasi politik partai politik.

26

(28)

Diantara beberapa skripsi tersebut, diantaranya adalah skripsi yang berjudul,

Strategi Komunikasi Politik Dalam Perolehan Suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Pada Pemilu Legslatif 2009 di Kabupaten Tegal, oleh Mochammad Rifqi Ridho pada 2011, secara garis besar membahas kampanye calon anggota legislatif

tingkat lokal Tegal.

Kemudian, Komunikasi Politik Dewan Pimpinan Cabang Partai Persatuan Pembangunan (DPC-PPP) Kabupaten Bogor Dalam Pilkada Bupati Tahun 2008,

oleh Teddy Khumaedi pada 2009 yang lalu, secara umum membahas perhelatan

Pemilukada di daerah Bogor, dan dinamika komunikasi politik yang dihadapi oleh

PPP.

Meskipun ditemukan banyak skripsi yang objek penelitiannya adalah partai

politik, tidak ditemukan satu skripsi yang berkaitan dengan PDI PERJUANGAN,

partai yang terbanyak diteliti adalah PKS diantara penelitian tersebut, skripsi dengan

judul, Konsep Dakwah dan Politik PKSPada Pemilu Legislatif 2009, oleh Muhammad Rhagyl Indratomo, kampanye iklan PKS pada 2009.

Dan penelitian berikutnya adalah Tipologi Iklan Politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Pada Pemilu 2009 di Televisi, oleh Farah Ramadhan pada tahun 2011. Dalam sripsi ini dijelaskan, mengenai jenis dan klasifikasi maupun tahapan

produkasi iklan politik PKS dalam mensosialisasikan program dan kebijakan

(29)

19

Melihat daftar skripsi-skripsi terdahulu, peneliti tidak menemukan adanya penelitian

mengenai PDI perjuangan khususnya Baitul Muslimin Indonesia, maka berdasarkan

pertimbangan diatas, peneliti memiliki minat khusus untuk meneliti Bamusi dan

dinamika dakwah politik yang terjadi dan dilakukan oleh Bamusi. Penelitian ini

sangat penting, dimana selain bermanfaat bagi khasanah keilmuan dalam lingkungan

akademis dan kajian dakwah. Disamping itu penelitian ini berusaha menghadirkan

warna ataupun kajian baru khususnya mengenai dakwah politik.

G. Sistematika Penulisan

Untuk Mempermudah proses penelitian dan pembahasan hasil analisa dalam

skripsi ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan ke dalam lima bagian

(Bab).

Bab I Pendahuluan

Bab ini menjelaskan latar belakang permasalahan secara keseluruhan, dan

merupakan kerangka awal dari skripsi ini. Bab ini berisi: Latar Belakang Masalah,

Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi

Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan.

Bab II Tinjauan Teoritis

Bab ini berisikan penjelasan mengenai teori-teori yang penulis gunakan untuk

(30)

yang diungkapkan oleh Leon Festinger pada tahun 1957. Terutama bagaimana

managemen kampanye yang dikemukakanoleh Leon Festinger.

Bab III Profil Baitul Muslimin Indonesia

Bab ini menjelaskan mengenai profil dan gambaran umum mengenai Baitul

Muslimin Indonesia, Bab ini terdiri dari: Sejarah singkat Baitul Muslimin Indonesia,

Visi dan misi Baitul Muslimin Indonesia, Struktur kepengurusan di DPP Baitul

Muslimin Indonesia, sejarah partisipasi Baitul Muslimin Indonesia dalam beberapa

agenda politik sebelumnya, seperti Pilkada di beberapa daerah, dan program-program

Baitul Muslimin Indonesia.

Bab IV Analisa Hasil Penelitian

Pada bab ini penulis akan memaparkan hasil penelitian komunikasi politik,

Politik Dakwah Baitul Muslimin Indonesia: Strategi Meningkatakan Dukungan

Politik PDI Perjuangan.

Bab V Penutup

Pada Bab ini berisi kesimpulan dari skripsi yang penulis rangkum. Bab ini

terdiri dari: Kesimpulan dan Saran.

Daftar Pustaka

(31)

21

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Dakwah Politik

Dalam Kamus Arab-Indonesia kata Istilah dakwah, dakwah dapat diartikan sebagai

seruan, ajakan, dan panggilan.1 Dapat pula diartikan mengajak, menyeru, memanggil

dengan lisan ataupun dengan tingkah laku atau perbuatan nyata.2 Sedangkan, politik

menurut Isjwara, politik dapat diartikan, salah satu perjuangan untuk memperoleh

kekuasaan atau sebagai teknik menjalankan kekuasaan-kekuasaan; sedangkan dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia, politik adalah proses pembentukan dan pembagian

kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,

khususnya dalam negara.

Kegiatan dakwah yang sesungguhnya baik dan bermanfaat bagi kemaslahatan

umat dalam memperkuat iman dan taqwa, juga merupakan upaya yang strategis untuk

lebih mendekatkan partai kepada kalangan masyarakat dan memberikan keuntungan

politik bagi partai politik tertentu jika dilakukan oleh oknum partai politik .atau

organisasi yang berafiliasi dengan partai politik. sehingga, hal tersebut membawa

peneliti pada sebuah term atau istilah, yaitu dakwah politik, term menjadi populer manakala, banyak dijumpai kegiatan-kegiatan politik yang menggunakan

simbol-simbol dakwah dalam aktivitas politiknya.

1

Mahmud Yunus , Kamus Arab- Indonesia ( Jakarta : Yayasan Penyelengara Penerjemah / Penafsiran Al-Quran.1972 ), h. 127.

2Masdar Farid Mas’udi,

(32)

Penggunaan Term dakwah politik diantaranya di ungkapkan Atabik Lutfi, ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) dalam artikelnya yang diterbitkan oleh laman

Ikadi.or.id dengan “Dakwah Politik vs Politik Dakwah”, ...dalam hal ini jelas kebenaran ajaran Islam bahwa berpolitik bagian dari dakwah dan dakwah merupakan

tujuan dari berpolitik. Karena Islam tidak hanya hadir di wilayah kematian, formalitas

pertemuan dan wilayah kaku lainnya. Itu semua tidak membutuhkan ijtihad berat

untuk mengusungnya. Semua sepakat dan siap melakukan ajaran Islam pada tataran

simbolis demikian.3

Selain itu, term dakwah politik juga diungkapkan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dalam sebuah wawancara, bahwa dakwah politik,

atau dakwah melalui jalur politik, sama saja mengisi subtansi nilai-nilai agama dalam

berpolitik.4 Penegasan yang lebih spesifik mengenai term dakwah politik, tercantum dalam butir-butir yang terdapat dalam Manhaj Hizbut Tahrir, yang merupakan garis

besar haluan organisasi tersebut, di mana ditegaskan, bahwa penggabungan dua

istilah yaitu dakwah (da’wah) dan politik (siyasiyah), penggabungan dua unsur istilah tersebut melahirkan sebuah istilah dakwah politik (da’wah siyasiyah) artinya adalah

mengemban dakwah Islam melalui jalur politik, yaitu dakwah dengan metode

melakukan aktivitas politik, demi tercapainya hasrat dan orientasi politik bagi

organisasi.5

3

http://ikadi.or.id/artikel/opini/71-dakwah-politik-vs-politik-dakwah.html, diakses pada 2 Oktober, 2013, pukul 00.07

4

Tribunnews.com, Din Syamsuddin Beri Nasehat Pada Baitul Muslimin Indonesia, edisi jumat, 6 Januari 2012. Diakses pada: 24 Agustus 2013, pukul 16.35.

5

(33)

23

Uraian di atas identik dengan Bamusi, dimana dakwah diimplementasikan

sebagai strategi untuk mensukseskan agenda politik PDI. Bamusi beralasan bahwa

strategi ini tidaklah menyalahi etika ataupun mempergunakan agama demi

kepentingan politik semata, melainkan merupakan bagian dari syiar Islam untuk

menyebarkan suatu hal yang benar.

Jadi, dengan demikian, dakwah politik juga merupakan sebuah aktivitas

dakwah yang mengandung tindakan kampanye atau tujuan politik tertentu, orang

sering mempersamakan kampanye dengan propaganda. Hal ini tidak sepenuhnya

salah karena keduanya memang merupakan wujud tindakan komunikasi yang

terencana dan sama-sama ditunjujan untuk mempengaruhi khalayak6

B. Teori Disonansi Kognitif

Disonansi dalam Kamus Induk Istilah Ilmiah, secara ilmiah dapat disonansi

diartikan dengan variasi bunyi yang kurang sedap didengar (sumbang);

ketidakserasian suara.7 Sedangkan kognisi, dapat diartikan atau dimaknai, istilah

umum yang melingkupi semua cara mengetahui yang serba ragam persepsi,

mengingat, membayangkan, memperhatikan, menilai/menimbang, dan berlogika;

proses pengenalan dan penafsiran lingkungan oleh seseorang; pencapaian

pengetahuan terhadap sesuatau; dan hasil perolehan pengetahuan. Adapun kognitif

6

Antar Venus, Manajemen Kampanye, Paduan Teoritis dan Praktis dalam Mengefektifkan Kampanye komunikasi, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), h. 4

7

(34)

dalam bentuk kognisi diartikan, kognisi; berdasarkan pada pengetahuan faktual yang

empiris; bersifat sadar dan mengetahui.8

Teori yang diungkapkan oleh Leon Festinger pada tahun 1957 ini

mengemukakan bahwa keyakinan seseorang dapat berubah pada saat mereka sedang

berada pada situasi konflik. Ini dapat terjadi karena pada dasarnya manusia didorong

oleh keinginan untuk selalu berada dalam keadaan psikologis yang seimbang

(konsonan). Jika terjadi ketidak konsonsistenan di antara kepercayaan atau tindakan

yang menimbulkan ketidaknyamanan, maka hal ini disebut sebagai disonansi

kognitif. Semakin besar disonansi maka akan semakin besar pula ketidaknyamanan

yang dirasakan seseorang dan ini akan mendorong manusia untuk mencapai keadaan

yang konsonan atau konsistensi.9

Pada penelitian ini, penulis menggunakan teori disonansi kognitif untuk

mengartikulasikan kajian dakwah politik yang erat kaitannya dalam aktivitas

komunikasi politik. Dan menjelaskan bagaimana pesan-pesan politik itu dapat

ditransmisikan dan diterima melalui saluran situasional pada tempat dan saat

komunikasi itu dilakukan.

Teori disonansi beranggapan bahwa dua elemen pengetahuan “merupakan

hubungan yang disonan (tidak harmonis) apabila, dengan dengan mempertimbangkan

dua elemen itu sendiri, pengamatan satu elemen akan mengikuti elemen satunya”

(Festinger, 1957, hlm. 13). Sebagaimana teori-teori konsistensi lainnya, teori ini

8

M. Dahlan Y. Al-Barry, L. Lya Sofyan Yacub, Kamus Induk Istilah Ilmiah, h. 392. 9

(35)

25

berpendapat bahwa disonansi, “karena secara psiologis tidak nyaman, maka akan

memotivasi seseorang untuk berusaha mengurangi disonansi dan mencapai

harmoni/keselarasan” dan “selain upaya ituorang juga akan secara aktif menilak

situasi-situasai dan informasi sekiranya akan menigkatkan disonansi.”

Dalam disonansi kognitif elemen-elemen yang dipermasalahkan mungkin

adalah (1) tidak relevan satu sama lain, (2) konsisten satu sama lain (dalam istilah

Festinger, harmoni), atau (3) tidak konsisten satu sama lain (disonan/tidak harmonis,

dalam istilah Festinger). Hubungan tidak selalu dikaitkan secara logis dengan

konsistensi atau inkonsistensi. Suatu hubungan bisa saja secara logis konsisten bagi

seseorang yang percaya pada pengamatan ini.10

Beberapa konsekuensi yang lumayan menarik muncul dari teori disonansi,

khususnya di bidang-bidang pengambilan keputusan dan permainan peran (role playing). Fokus buku ini adalah pada cara manusia menggunakan informasi dan teori disonansi penting sekali dalam hal itu.11

1. Pengaruh Disonansi Kognitif dalam Pengambilan Keputusan

Dalam pengambilan keputusan, disonansi diprediksi akan muncul karena alternatif

pilihan yang ditolak berisi informasi-informasi yang akan mengakibatkan ia diterima

dan alternatif pilihan yang dipilih berisi fitur-fitur yang akan mengakibatkan ia

ditolak. Dengan kata lain, semakin sulit keputusan dibuat, maka semakin besar

10

Werner J.Severin - JamesW. Tankard. Jr, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 165

11

(36)

disonansi setelah keputusan diambil (disonansi pasca-keputusan). Selain itu, semakin

penting sebuah keputusan, maka semakin besar pula disonansi pasca-keputusan.12

Pendapat mengenai disonansi pasca-keputusan juga diutarakan oleh Keisler,

Collins, dan Miller, mereka berpendapat: Proses pasca-keputusan melipui perubahan

kognitif yang tidak berbeda denga perubahan sikap; efek proses ini benar-benar

sacara sah bisa disamakan dengan perubahan sikap.13

Sementara itu, Antar Venus menguraikan dalam bukunya “Manajemen

Kampanye”, bahwa disonansi bersifat dinamis dan memiliki banyak faktor yang

mempengaruhinya. Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi besarnya disonansi

pada seseorang yaitu:

a. Derajat Kepentingan atau seberapa penting isu tertentu bagi orang

tersebut.

b. Besarnya perbandingan disonansi atau kesadaran disonansi seorang

manusia yang berhubunan dengan jumlah kesadarn konsonan yang

dimilikinya.

c. Dasar pemikiran bahwa orang dapat memerintahkan untuk membenarkan

inkonsistensi. Ini berangkat dari alasan yang digunakan untuk

menjelaskan mengapa inkonsistensi bisa terjadi.14

12

Werner J.Severin - JamesW. Tankard. Jr, Teori Komunikasi, h. 166. 13

Werner J.Severin - JamesW. Tankard. Jr, Teori Komunikasi, h 166 14

(37)

27

Selain itu dijelaskan pula, bahwa, besarnya disonansi akan menentukan tindakan yang

akan diambil seseorang dan kesadaran mereka untuk mengurangi disonansi. Ada

beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengurangi disonansi, yaitu:

a) Mengubah kognisi

Apabila diantara dua kognisi terdapat ketidakcocokan, maka orang dapat

dengan mudah mengganti salah salah satunya agar konsisten dengan yang

lainnya.

b) Menambah kognisi

Apabila ada dua kognisi menyebabkan besarnya disonansi, in idapat dikurangi

dengan menambah satu atau lebih kognisi yang sesuai atau cocok.

c) Mengubah atau mengganti kepentingan

Antara ketidakcocokan dan kecocokan kognisi harus dipertimbangkan

kepentingannya. Hal ini sangat menguntungkan untuk menukar kepentingan

dari berbagai macam kognisi.

d) Membuat misinterpretasi informasi

Apabila ada ketidaknyamanan karena informasi berlawanan dengan yang

selama ini diyakini, maka akan ada kelegaan dengan menganggap bahwa telah

terjadi kesalahpahaman akan informasi baru tersebut. Ini dilakukan misalnya

dengan menganggap bahwa pemberi informasi tersebut adalah orang yang

(38)

e) Mencari informasi pembenaran

Sebuah usaha maksimal untuk membuktikan bahwa kognisi yang selama ini

diyakini adalah sesuatu yang benar. Ini dilakukan dengan meminta pendapat

orang lain yang akan membenarkan kognisi tersebut.15

Teori disonansi kognitif Leon Festinger, yang menguraikan struktur kuasa dan

sikap dalam pengambilan keputusan diklasifikasikan kedalam kategori teori persuasi.

Hal ini diperkuat oleh Antar Venus dalam bukunya, Manajemen Kampanye. Dimana,

teori disonansi kognitif menjadi bagian dari bab. “Menggunkan Teori-Teori Persuasi Dalam Praktik Kampanye”,16

.

2. Strategi persuasi dalam Dakwah Politik atau Penyampaian pesan

Pace, Peterson dan Burnett (1979) mendefinisikan persuasi sebagai “tindakan

komunikasi yang bertujuan untuk membuat komunikan mengadopsi pandangan

komunikator mengenai suatu hal atau melakukan suatu tindakan tertentu”.17 Dari

definisi di atas dapat disimpulkan bahwa persuasi pada prinsipnya adalah setiap

tindakan komunikasi yang ditujukan untuk mengubah atau memperteguh sikap,

kepercayaan dan perilaku khalayak secara sukarela sehingga sejalan dengan apa yang

diharapkan komunikator.

15

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 36-37. 16

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 31 17

(39)

29

Pada kenyataannya setiap kegiatan persuasi selalu ditandai denganemat hal

yakni: melibatkan sekurang-kurangnya dua pihak, adanya tindakan mempengaruhi

secara sengaja, terjadinya pertukaran pesan persuasif, dan adanya sukarelawan dalam

menerima atau menolak gagasan ditawarkan. Istilah persuasi sendiri sangat „cair’ dan

mudah berubah. Bila upaya mempengaruhi itu mengndung unsur-unsur

penyimpangan kebenaran isi pesan secara sengaja dan sistematis, maka hal itu disebut

manipulasi. Bila pelaku lebih bersiat memaksa daripada mempengaruhi secara sukarela maka istilah yang digunakan adalah koersi.

Strategi persuasi dalam implementasi teori disonansi kognitif dapat membantu

mengidentifikasi proses-proses yang terjadi ketika pesan-pesan diarahkan untuk

mempengaruhi sikap dan perilaku khalayak. Strategi tersebut juga dapat memperkaya

pemahaman mengenai tahapan efek yang akan dimunculkan dalam sebuah kegiatan

kampanye maupuan aktivitas komunikasi lain yang bertujuan mempengaruhi sikap

khalayaknya. Bertolak dari teori diatas, Perlof (1993( menyarankan beberapa strategi

persuasi yang dapat digunakan dalam praktik kampanye yakni:

a. Komunikator yang terpercaya

Pesan yang diorganisasikan dan disampaikan dengan baik belum cukup untuk

mempengaruhi khalayak. Diperlukan juga kommunikator yang terpercaya untuk

menyampaikan pesan tersebut. Semua bukti didunika menunjukan bahwa pesan yang

dirancang dan disampaikan denga sempurna tidak akan membawa perubahan perilaku

(40)

maka kredibilitas komunikator merupakan hal yang harus diperhatikan agar ia bisa

menjadi pembawa pesan yang dapat dipercaya.18

b. Mengemas pesan sesuai dengan keyakinan khalayak

Fishbein dan Ajzen (Perlof, 1993) mengatakan bahwa pesan akan dapat mempunyai

pengaruh yang besar untuk dapat mengubah perilaku, maupun sukap khalayak jika

dikemas sesuai dengan kepercayaan yang ada pada diri khalayak. Karena dari tujuan

dan tema utama dari kampanye hendaknya dibuat pesan-pesan yang sesuai dengan

kepercayaan khalayak.19 Dalam konteks dinamika Islam dan komunikasi politik

Indonesia, kain sorban dan peci hitam pun sering menjadi pakaian penting para

politisi dan aktivitas komunikasi politik ketika membutuhkan dukungan massa yang

nota-bene mayoritas beragama Islam.

c. Strategi inkonsistensi

Berdasarkan teori disonansi kognitif, memunculkan sebuah pesan yang akan

menimbulkan disonansi kaena tidak cocok dengan apa yang selama ini mereka

percayai. Ketidak cocokan tersebut pada akhirnya akan membawanya berada pada

kondisi yang aman dan membimbingkhalayak agar melakukan perubahan perilaku

sesuai dengan apa yang dianjurkan dalam kampanye.

Salah satu contoh dari strategi ini dapat kita temui pada kampanye anti rokok.

Dahulu, orang yang merokok berpikir bahwa bahaya meroko hanyalah akan menimpa

18

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 43-44 19

(41)

31

diri merka sendiri. Konsekuensinya, orang lain tidak punya hak untuk mencampuri

dan melarang kebiasaan orang dalam merokok. Kemudian dimunculkanlah

fakta-fakta hasil penelitian yang menunjukan bahwa asap rokok juga sangat

membahayakan orang yang tidak merokok namun sering terkena asap rokok orang

lain yang dekat dengannya. Pengetahuan ini dapat menimbulkan ketidak nyamanan

pada diri perokok karena merasa merugikan orang lain ataupun anggota keluarganya

yang tidak merokok. Kondisi ini akhirnya membawa mereka untuk mengurangi

kebiasaan merokoknya.20

d. Memunculkan kekuatan diri khalayak

Agar dapat membuat perubahan perilaku yang permanen pada diri khalayak, salah

satu hal yang harus dilakuakn adalah meyakinkan mereka secara personal mempunyai

kekuatan untuk melakukan perubahan tersebut. Khalayak harus disadarkan bahwa

mereka dengan segala kemampuannya pasti akan dapat megubah perilaku kurang

baik menjadi perilaku yang lebih baik seperti yang dianjurkan dalam kampanye.

Keyakinan bahwa seseorang secara personal mempunyai kemampuan untuk

membentuk perilaku yang direkomendasikan disebut dengan persepsi kemampuan

diri (self-efficacy perception). Persepsi kemampuan diri ini berada pada tatran psikologi khalayak, karenanya yang harus dimunculkan dari khalayak adalah

pemikiran bahwa mereka mampu merubah perilaku mereka.21

20

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 47 21

(42)

3. Prinsip-prinsip Umum Persuasi dalam Teori Disonansi Kognitif

Persuasi secara ilmiah dapat dimaknai sebagai, proses, kemampuan, atau seni

mempengaruhi, ajakan tindakan atau pendapat orang lain dengan cara-cara dan alasan

atau himbauan intelektual dan perspektif dan meyakinkan. 22Menurut Hogan (1996)

ada sembilan prinsip umum persuasi yang selalu dapat diterapkan dalam praktik

kampanye baik dalam tataran microlevel maupun macrolevel. Berikut adalah prinsip-prinsip tersebut;

a. Prinsip timbal balik. Jika manusia menerima sesuatu yang dipandang

berharga, maka seketika ia akan menganggapi dengan pmemberikan sesuatu.

Contoh dalam kasus ini adalah, konsultasi gratis yang diberikan peerusahaan

kosmetik mengenai perawatan kulit wajah akan membuat konsumen merasa

diperhatikan dan memiliki pengetahuan, yang kemudian akan membawanya

untuk menggunakan produk tersebut. Hal ini bahkan bisa terjadi tanpa adanya

anjuran.

b. Prinsip kontras. Sepasang saudara kembar akan terlihat nyata perbedaannya

jika berdiri berdampingan, apalagi dua benda yang relatif beda satu sama lain.

Mereka akan semakin berbeda jika berdekatan pada ruang dan waktu. Orang

cenderung akan memilih yang terbaik dari dua buah pilihan yang hampir sama

tersebut. Contohnya, perusahaan real estate menwawarkan kepada seseorang berniat membeli rumah seharga 1,7 milyar, dan setelah itu ditawarkan sebuah

22

(43)

33

rumah seharga 2 milyar. Jika dua rumah berada dalam lingkungan yang

serupa, semakin mahal rumahnya akan semakin banyak kelebihannya yang

dapat ditawarkan perusahaan tersebut kepada calon konsumen. Prang

cenderung mengingat hal terakhir yang mereka lihat atau diberitahu bahwa hal

tersebut jauh lebih baik dari sebelumnya. Dalam kasus ini, konsumen melihat

yang kedua jauh lebih bagus dan selisih harga tiga ratus juta adalah hal kecil.

Karenanya dalam sebuah brosur biasanya hal yang terbaik dicantumkan pada

posisi akhir den dengan ukuran yang besar.

c. Prinsip karena teman. Orang akan melakukan hampir semua hal yang diminta

oleh seorang teman kepadanya. Ini terjadi karena teman adalah orang yang

disukai dan biasanya rasa suka ini muncul karena teman tersebut juga

mempunyai banyak persamaan dengannya. Semakin banyak komunikator

menunjukan persamaan dengan komunikan (misalnya dalam hal ideologi,

latar belakang, sikap dan sebagainya) maka semakin besar kemungkinan

untuk mempersuai kemungkinan.

d. Prinsip harapan. Orang akan cenderung melakukan sesuatu yang ia percayai

dan ia hormati. Sebuah kampanye garam beryodium untuk menurunkan

jumlah penderita penyakit gondok akan dapat mempengaruhi khalayak yang

memiliki harapan besar kan kesehatannya.

e. Prinsip asosiasi. Manusia cenderung menyukai produk, jasa, atau gagasan

yang didukung oleh oang lain yang disukai atau dihormati. Seseorang yang

menyukai orang lain berhubungan dengan suatu produk, cenderung akan

(44)

mengapa banyak kampanye promosi menggunakan selebritis dan tokoh

masyarakat seperti ulama.

f. Prinsip konsistensi. Seseorang yang mempunyai pendiri tertulis atau lisan

dalam sebuah persoalan akan mempunyai kecenderungan yang kuat untuk

membela pendirian itu tanpa peduli bukti-bukti berlawanan yang

menghadangnya. Orang akan melakukan sesuati jika itu sesuai dengan

pendiriannya. Jika yang ditawarkan merupakan sesuatu yang berlawanan,

maka komunikator harus dapat memunculkan nilai-nilai lebih yang akania

peroleh dengan melakukan tindakan tersebut dan jangan langsung mengatakan

bahwa pendirian yang ia miliki harus diubah.

g. Prinsip kelangkaan. Semakin langka sesuatu yang diinginkan, maka akan

semakin besar nilainya. Orang juga akan melakukan sesuatu jika merasa

bahwa kesempatan yang sama tidakakan ia dapatkan pada waktu dan tempat

yang lain. Banyak kampanye promosi yang menggunakan prinsip kelangkaan

untuk meningkatkan penjualan pada periode waktu tertentu. Ini dapat terlihat

dari adanya pesan-pesan seperti “berlaku hanya pada tanggal x hingga tanggal

y”.

h. Prinsip kompromi. Kebanyakan orang cenderung menyetujui ide usul, produk,

atau jasa yang akan dipandang bisa diterima oleh mayoritas orang lain atau

mayoritas anggota kelompoknya. Orang akan menyesuaikan hal-hal yang ia

lakukan dengan norma-norma yang berlaku.

i. Prinsip kekuasaan. Prinsip ini juga merupakan bagian dari inti pembahasan

(45)

35

orang lain, semakin besar kemungkinan permintaannya akan dipertimbangkan

dan akan diterima. Kekuasaan dapat menyangkut posisi yang ia miliki dalam

sebuah organisasi atau kemampuan yang ia miliki didalam bidangnya.23

Kesembilan prinsip yang menunjang teori disonansi kognitif tersebut dapat

digunakanuntuk membantu merancang dan melaksanakan berbagai tindakan persuasi

dalam sebuah kampanye atau aktivitas publisitas. Penggunaan masing-masing prinsip

tentunya disesuaikan dengan tujuan serta khalayak sasaran kampanye.

4. Paparan Selektif dan Perhatian Selektif

Teori disonansi sangat menarik perhatian kita di bidang-bidang pencarian dan

penolakan informasi, sering disebut paparan selektif dan perhatian selektif. Teori

disonansi memprediksikan bahwa setiap individu akan menolak informasi yang

mengakibatkan disonansi.24

Beberapa peneliti telah berpendapat bahwa seseorang tidak secara lumrah

memilih atau menolak seluruh pesan (paparan selektif) karena kita sering tidak dapat

menilai isi pesan sebelumnya. Beberapa peneliti lain mengamati bahwa biasanya kita

dikelilingi oleh orang-orang dan media yang setuju dengan kita dalam isu-isu besar

(McGuire, 1968). Sejumlah peneliti berpendapat bahwa banyak orang yang secara

khususakan memperhatikan bagian-bagian sebuah pesan yang tidak bertentangan

dengan sikap, kepercayaan, atau perilaku yag dianutnya (perhatian selektif) dan tidak

23

Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 48-49. 24

(46)

memperhatikan bagian-bagian sebuah pesan yang sangat bertentangan dengan

posisinya dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan atau disonansi psikologis.

Terdapat banyak bukti bahwa orang akan memperhatikan hal-hal yang tidak

mendukung posisi mereka apabila mereka yakin bahwa hal-hal itu akan mudah

disangkal, tetapi mereka akan menolak informasi yang mendukung posisi mereka bila

informasi itu lemah. Bukti yang kedua tersebut dapat menyebabkan mereka

kehilangan kemantapan pada posisi awal (Brock dan Balloun, 1967; Lowin, 1969;

Kleinhesselink dan Edwards, 1975).25

Dalam sebuah ringkasan penelitian beberapa penulis menyimpulkan bahwa

hanya ada sedikti bukti untuk mendukung hipotesis bahwa seseorang akan menolak

seluruh pesan (paparan selektif) yang bertentangan dengan keyakinan/sikap mereka

(Brehn dan Cohen, 1962; Freedman dan Sears, 1965; Sears, 1968). Para peneliti

menemukan bahwa seseorang yang berupaya mendapatkan hal-hal baru tidak selalu

menolak informasi-pemicu disonansi. Manfaat informasi yang tampak (misalnya,

pembelajaran argumen-argumen kontra “yang tidak masuk akal” dapat mendorong

seseorang untuk memperhatikan informasi-pemicu disonansi. Informasi kontradiktif

yang baru, menarik, penting, relevan secara pribadi, atau menghibur mungkin tidak

akan ditolak. Informasi kontradiktif yang bermanfaat dalam pembelajaran suatu

keterapilan atau pemecahan sebuah masalah mungkin akan diperhatikan. Dengan kata

lain, apabila pesan berisi penghargaan yang jauh melampaui ketidaknyamanan

psikologis atau disonansi yang ditimbulkan, maka mungkin pesan tersebut tidak akan

25

(47)

37

ditolak. Orang lebih cenderung memperhatikan hal-hal yang bertentangan dengan

keyakinan, perilaku, atau pilihan mereka yang tidak terlalu kuat. Dengan keyakinan

yang kuat orang yang begitu mantap dengan pandangannya tidak akan menolak

informasi kontradiktif karena mereka dapat dengan mudah manangkalnya. Untuk

pendapat yang berbeda, lihat Freedman dan Sears (1650, yang menyipulkan bahwa

seseorang tidak menolak informasi disonan; dan Mills, (1968), yang berpendapat

bahwa dalam suasana tertentu seseorang tidak menolak informasi kontradiktif.

Keduanya tercantum dalam Abelson et al. (1968), yang memberikan perlakuan yang mendalam dan luas terhadap teori-teori persuasif dan konsistensi.26

5. Disonansi kognitif sebagai upaya propaganda politik

Asal istilah propaganda yang mengacu kepada gejala sosial dapat ditelusuri sampai

setengah milenia yang lalu. Pada tahun 1662 Paus Gregorius XV mebentuk suatu

komisi para kardinal, congregratio de Propaganda Fide, untuk menumbuhkan keimanan Kristiani diantara bangsa-bangsa lain. Secara khas para misioner itu

ditugasi untuk menyebarkan doktrin ini, seorang misioner untuk satu kelompok yang

terdiri atas beberapa ribu pemeluk baru yang diharapkan. Maka dari ini berasal tidak

hanya istilah propaganda, tetapi juga karakteristik utama kegiatannya, yakni

propaganda sebagai komunikasi satu-kepada-banyak. Propagandis adalah seseorang

atau kelompok kecil yang menjangkau khalayak kolektif yang lebih besar.27

26

Werner J. Severin – James W. Tankard. Jr, Teori Komunikasi, h. 169. 27

(48)

Selain itu, definisi propaganda yang diutarakan oleh Dan Nimmo dalam

bukunya Komunikasi Politik, bahwa propaganda adalah sebuah aktivitas yang

dilakukan oleh kelompok masadepan, dimana masyarakat masadepan ini memiliki

tiga ciri utama, yaitu (1) komunikasi satu-kepada-banyak, (2) beroprasi terhadap

orang-orang yang mengidentifikasi diri mereka sebagai anggota kelompok, (3)

sebagai mekanisme kontrol sosial dengan menggunakan persuasi untuk mencapai

ketertiban. Jacques Ellul, seorang sosiolog dan filosof Perancis, merangkumkan

ciri-ciri ini dalam mendefinisikan propaganda, yaitu komunikasi tang digunakan oleh

suatu kelompok terorganisasi yang ingin menciptakanpartisipasi aktif atau pasif

dalam tindakan-tindakan suatu massa yang terdiri atas individu-individu,

dipersatukan secara psikologismelalui manipulasi psikologis dan digabungkan di

dalam suatu organiasasi.28

Dalam konteks propaganda dakwah politik yang mengkaji tentang partai

politik. Maka, propaganda dapat dicontoh tentang sifat satu-kepada-banyak dari

propaganda politik. Para pembicara keliling pada masa lampau berpidato di depan

kumpulan para partisan mereka; sekarang tradisi itu berlanjut dalam pidato-pidato29,

dan rapat umum partai lainnya.

Seperti yang sudah dikemukakan dalam definisi Ellul, propaganda adalah

suatu alat yang dipergunakan oleh kelompok yang terorganisasi untuk menjangkau

individu-individu yang secara psikologis dimanipulasi dan digabungkan kedalam

28

Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, h. 123-124 29

(49)

39

suatu organisasi. Bagi Ellul (dan juga bagi sarjana-sarjana yang lain, perkembangan

kelompok itu terjadi secara serempak dengan perkembangan propaganda. Propaganda

adalah suatu gejala kelompok yang erat kaitannya dengan “organisasi dan tindakan –

yang tanpa itu propaganda praktis tidak ada”. “propaganda yang efektif”, demikian

tulis Ellul, “hany dapat bekerja di dalam suatu kelompok, pada prinsipnya di suatu

negara.”30

Gambar

GAMBARAN UMUM

Referensi

Dokumen terkait

Sebagian individu jabon merah (su) berada dalam ordinat yang sama dengan populasi Sumatera Selatan, sebagian individu berada dalam ordinat yang sama dengan populasi Lombok

Metode sensus dilakukan pada seluruh mataair di Kecamatan Jatinom dan Karanganom yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik penduduk.. Sensus dilakukan untuk pengambilan

Pentingnya penyerapan tenaga kerja dalam pertumbuhan ekonomi menjadi dasar dilakukannya penelitian ini, maka didasarkan pada uraian latar belakang masalah,

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan minat belajar dan hasil belajar pada

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori dan hasil penelitian Nuriza Astari menunjukkan ada hubungan antara pemberian susu formula dengan kejadian

Hasil dari penelitian ini dimaksudkan untuk menambah referensi pada proses perancangan kapal tipe trimaran asimetris dengan kendala yang masih mampu dikendalikan atau

[r]

Aktivitas badunia yang paling lazim dilakukan Urang Awak adalah pada acara yang berhubungan dengan alek kawin.. Acara ini dilakukan dengan besar- besaran, sebab