• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbededaan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi antara Siswa yang Menggunakan Model Problem Based Learning (PBL) dan Group Investigation (GI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbededaan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi antara Siswa yang Menggunakan Model Problem Based Learning (PBL) dan Group Investigation (GI)"

Copied!
435
0
0

Teks penuh

(1)

✏ ✗ ✤✙ ✏ ✩ ✗ ✒ ✗ ✤ ✭ ✛ ✚ ✮ ✗ ✔ ✗ ✓ ✯ ✛ ✣✗ ✒ ✏ ✗✒✘ ✗ ✚ ✗ ✰ ✛ ✚ ✜ ✓✜ ✓✑ ✗ ✚

(2)
(3)
(4)
(5)

iv ABSTRAK

Achla Ilfana, 1111016100036, Perbedaan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi antara Siswa yang Menggunakan Model Problem Based Learning (PBL) dan

Group Investigation (GI), Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan berpikir tingkat tinggi antara siswa yang menggunakan model problem based learning (PBL) dan group investigation (GI). Penelitian dilakukan di SMAN 1 Parung Tahun Pelajaran 2015/2016 dengan metode quasi experiment yang menggunakan two group pretest-posttest design. Pengambilan sampel menggunakan tekhnik sampel acak kelas. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas X MIA 2 berjumlah 36 orang sebagai kelas eksperimen I (kelas yang menggunakan pembelajaran PBL) dan siswa kelas X MIA 1 berjumlah 36 orang sebagai kelas eksperimen II (kelas yang menggunakan pembelajaran GI). Instrumen penelitian berupa soal essay sebanyak 12 soal, lembar observasi siswa dan lembar observasi guru. Pengujian statistik dari kedua kelas tersebut menggunakan uji-t, diperoleh hasil thitung sebesar 0.12 dan ttabel sebesar 1.99.

Hal ini menunjukkan bahwa thitung < ttabel (0.12<1.99) sehingga H0 diterima pada taraf signifikan α = 0.05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan keterampilan berpikir tingkat tinggi antara siswa yang menggunakan model problem based learning (PBL) dan group investigation (GI).

(6)

v ABSTRACT

Achla Ilfana, 1111016100036, Differences of High Order Thinking Skill Between Students Using Problem Based Learning Model (PBL) and Group Investigation Model (GI), BA Thesis, Biology Education Study Program, Department of Natural Science Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

The aim of this research is to determine the differences of high order thinking skill between students using problem based learning model (PBL) and group investigation model (GI). This research was conducted at SMAN 1 Parung in academic year 2015/2016 with quasi experimental method by using two group pretest posttest design. Samples were taken by simple random sampling technique. The samples of this research were 36 students from class X MIA 2 as the first experimental class (used problem based learning model) and the 36 students from class X MIA 1 as the second experimental class (used group investigation model). The research instrument was an essay consists of 12 questions, observation sheet for students, and observation sheet for teacher. Statistical testing of these two classes using t-test, obtained result tcount 0.12 and ttable 1.99. This suggest that tcount < ttable (0.12<1.99) so H0 is accepted at the significance level α = 0.05. The result of this research indicate that there were no difference high order thinking skill between students using problem based learning model (PBL) and group investigation model (GI).

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya serta

karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis. Shalawat serta salam semoga

selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga juga

para sahabat-sahabat beliau dan mudah-mudahan termasuk pula kita selaku

umatnya. Sehingga dengan Ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi yang berjudul Perbedaan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

antara Siswa yang Menggunakan Model Problem Based Learning (PBL) dan

Group Investigation (GI).

Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu tugas akhir untuk memenuhi

persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Program S1 pada Program

Studi Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sepenuhnya penulis menyadari bahwa

penyelesaian skripsi ini bukan semata-mata atas usaha sendiri, melainkan bantuan

dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan

ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta.

2. Baiq Hana Susanti, M.Sc selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Yanti Herlanti, M. Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi

Jurusan Ilmu Pendidikan Alam UIN Syarif Hidyataullah Jakarta.

4. Nengsih Juanengsih, M.Pd, selaku dosen pembimbing I yang telah

membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini dengan

penuh kesabaran.

5. Eny S. Rosyidatun, S.Si, MA, selaku dosen pembimbing II yang telah

membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini dengan

(8)

vii

6. Ikhwan Setiawan, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Parung dan

Dra. Musarofah, M.Pd, selaku guru bidang studi Biologi yang telah

memberikan izin dan kesempatan untuk melaksanakan penelitian skripsi.

7. Teristimewa kepada kedua orangtua tercinta, Ayahanda Drs. Sirril Wafa, MA

dan Ibunda Dra. Linitaria, yang selalu mencurahkan kasih sayang dan doanya

yang tak pernah terhenti untuk kesuksesan penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Doa, didikan, nasihat, dan semangat yang

diberikan senantiasa menjadi pengobat rasa lelah dan pemicu untuk

senantiasa melakukan yang terbaik dan berusaha meraih yang terbaik untuk

membuat ayah dan mama bangga dan bahagia. Semoga Allah selalu

menyayangi dan melindungi keduanya.

8. Adik-adikku tercinta, Imtiyaz Fawa’ida dan Alvin Nawal Syarof serta keluarga tercinta yang senantiasa telah memberikan doa, motivasi, serta

keceriaan pada penulis.

9. Yody Tistanto, SH, yang sudah menemani dan melengkapi perjalanan hidup

penulis, terimakasih untuk kasih sayang, doa, bantuan serta motivasi yang

selama ini selalu tercurah untuk penulis.

10. Sahabat-sahabat tersayang, Yulia Rahmawati, S.Pd, Attika Fadillah, S.IKom,

Isti Anggraini, Tri Dewi Putri, Qorina Oktaviani, Nurhasanah, Andini Puji

Lestari, dan Rika Herlianisa Fitri, terimakasih untuk dukungan, doa,

pengalaman, serta candatawanya selama ini.

11. Teman-teman satu perjuangan di Pendidikan Biologi 2011 A dan B,

terimakasih atas dukungan dan doanya.

12. Seluruh keluarga besar SMA Negeri 1 Parung khususnya kepada siswa kelas

X MIA 1 dan X MIA 2 yang telah bersedia bekerjasama selama penelitian.

13. Teman-teman yang membantu selama proses penelitian, Muti, Kak Amel,

Fatimah, Dian, Intan, Kak Marlina, Isti, dan Miryanti.

14. Teman-teman seperjuangan satu bimbingan Muti, Fitri, Egi, Qori.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu baik secara langsung

(9)

viii

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis

khususnya.

Jakarta, Mei 2016

(10)

ix DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II DESKRIPSI TEORITIS A. Deskripsi Teoritis ... 9

1. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ... 9

a. Pengertian Berpikir ... 9

b. Teori Perkembangan Kemampuan Berpikir ... 10

c. Konsep Kemampuan Berpikir ... 10

d. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ... 11

(11)

x

a. Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning

(PBL) ... 14

b. Ciri-ciri Problem Based Learning (PBL) ... 16

c. Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL) ... 18

d. Tahapan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ... 18

e. Keunggulan dan Kelemahan Problem Based Learning (PBL) ... 19

3. Model Pembelajaran Group Investigation (GI) ... 20

a. Pengertian Model Pembelajaran Group Investigation (GI) ... 20

b. Ciri-ciri Group Investigation (GI) ... 23

c. Langkah-langkah Group Investigation (GI) ... 24

d. Tahapan Pembelajaran Group Investigation (GI) ... 25

e. Keunggulan dan Kelemahan Group Investigation (GI) .... 26

4. Tinjauan Konsep Archaebacteria dan Eubacteria ... 27

a. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Konsep Archaebacteria dan Eubacteria ... 27

b. Kajian Konsep Archaebacteria dan Eubacteria ... 28

B. Kajian Penelitian yang Relevan ... 29

C. Kerangka Pikir ... 31

D. Perumusan Hipotesis ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian... 34

B. Metode Penelitian ... 35

C. Populasi dan Sampel ... 37

D. Teknik Pengambilan Data ... 37

E. Instrumen Penelitian ... 38

1. Tes Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ... 38

(12)

xi

F. Prosedur Penelitian ... 41

G. Kalibrasi Instrumen ... 42

1. Uji Validitas ... 43

2. Uji Reliabilitas ... 43

3. Taraf Kesukaran ... 44

4. Daya Pembeda ... 44

H. Teknik Analisis Data ... 45

1. Uji Prasyarat Analisis Data ... 45

a. Uji Normalitas ... 45

b. Uji Homogentitas ... 46

2. Teknik Pengujian Hipotesis ... 47

3. Uji N-Gain ... 47

I. Hipotesis Statistik ... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 49

1. Hasil Pretest Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ... 49

2. Hasil Posttest Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ... 51

3. Hasil N-Gain Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi... 54

4. Hasil Penilaian Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 56

5. Hasil Analisis Data Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 58

6. Hasil Analisis Data Lembar Observasi Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa... 59

7. Hasil Uji Prasyarat Analisis ... 60

a. Uji Normalitas ... 60

b. Uji Homogenitas ... 61

8. Hasil Uji Hipotesis... 62

a. Hasil Uji Hipotesis Pretest ... 62

b. Hasil Uji Hipotesis Posttest ... 63

(13)

xii

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 66

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kategori pada Dimensi Proses Kognitif dan Proses-proses Kognitif

terkait ... 12

Tabel 2.2 Tahapan Problem Based Learning ... 18

Tabel 2.3 Tahapan Group Investigation... 25

Tabel 2.4 KI dan KD Konsep Archaebacteria dan Eubacteria... 27

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 34

Tabel 3.2 Desain Penelitian... 36

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Tes Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ... 38

Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Lembar Observasi Kegiatan Siswa ... 39

Tabel 3.5 Kisi-kisi Instrumen Lembar Observasi Kegiatan Guru... 40

Tabel 3.6 Kriteria Penafsiran Validitas Instrumen ... 43

Tabel 3.7 Kriteria Penafsiran Reliabilitas Instrumen ... 43

Tabel 3.8 Interpretasi Tingkat Kesukaran ... 44

Tabel 3.9 Interpretasi Daya Pembeda ... 45

Tabel 3.10 Kriteria N-Gain ... 48

Tabel 4.1 Data Pretest Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 49

Tabel 4.2 Hasil Pretest Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Berdasarkan Jenjang Taksonomi Bloom Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 50

Tabel 4.3 Hasil Pretest Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Berdasarkan Sub-Konsep Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 51

Tabel 4.4 Data Posttest Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 52

Tabel 4.5 Hasil Posttest Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Berdasarkan Jenjang Taksonomi Bloom Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 52

Tabel 4.6 Hasil Posttest Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Berdasarkan Sub-Konsep Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 53

(15)

xiv

Tabel 4.8 Persentase N-Gain pada Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II . 54

Tabel 4.9 Hasil N-Gain Berdasarkan Jenjang Taksonomi Bloom Kelas

Eksperimen I dan Eksperimen II ... 55

Tabel 4.10 Hasil N-Gain Berdasarkan Sub-Konsep Kelas Eksperimen I dan

Eksperimen II ... 56

Tabel 4.11 Hasil Penilaian LKS Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 57

Tabel 4.12 Data Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran di Kelas

Eksperimen I ... 58

Tabel 4.13 Data Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran di Kelas

Eksperimen II ... 59

Tabel 4.14 Data Hasil Observasi Proses Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi 60

Tabel 4.15 Hasil Uji Normalitas ... 61

Tabel 4.16 Hasil Uji Homogenitas ... 61

Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Uji Hipotesis Pretest ... 61 Tabel 4.18 Hasil Perhitungan Uji Hipotesis Pretest Berdasarkan Jenjang

Taksonomi Bloom ... 63

Tabel 4.19 Hasil Perhitungan Uji Hipotesis Posttest ... 64 Tabel 4.20 Hasil Perhitungan Uji Hipotesis Posttest Berdasarkan Jenjang

Taksonomi Bloom ... 64

Tabel 4.21 Hasil Perhitungan Uji Hipotesis N-Gain ... 65

Tabel 4.22 Hasil Perhitungan Uji Hipotesis N-GainBerdasarkan Jenjang

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen I 77

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen II 119

Lampiran 3. Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas Eksperimen I... 163

Lampiran 4. Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas Eksperimen II ... 190

Lampiran 5. Kisi-kisi Instrumen Tes ... 206

Lampiran 6. Analisis Butir Soal ... 221

Lampiran 7. Nilai Pretest Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 228

Lampiran 8. Hasil Pretest Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Berdasarkan Sub-Konsep Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 232

Lampiran 9. Nilai Posttest Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 236

Lampiran 10. Hasil Posttest Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Berdasarkan Sub-Konsep Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 240

Lampiran 11. N-Gain Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 244

Lampiran 12. N-Gain Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Berdasarkan Jenjang Taksonomi Bloom Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 246

Lampiran 13. N-Gain Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Berdasarkan Sub-Konsep Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 248

Lampiran 14. Hasil Penilaian LKS Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II 250

Lampiran 15. Lembar Observasi Kegiatan Siswa ... 262

Lampiran 16. Lembar Observasi Kegiatan Guru ... 352

Lampiran 17. Data Hasil Observasi Kegiatan Siswa di Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II ... 364

(18)

xvii

Lampiran 19. Uji Normalitas Posttest ... 378

Lampiran 20. Uji Normalitas N-Gain ... 380

Lampiran 21. Uji Homogenitas Pretest ... 382

Lampiran 22. Uji Homogenitas Posttest ... 383

Lampiran 23. Uji Homogenitas N-Gain ... 384

Lampiran 24. Uji Hipotesis Pretest ... 385

Lampiran 25. Uji Hipotesis Posttest ... 386

Lampiran 26. Uji Hipotesis N-Gain ... 387

Lampiran 27. Uji Hipotesis Pretest Berdasarkan Jenjang Taksonomi Bloom 388 Lampiran 28. Uji Hipotesis Posttest Berdasarkan Jenjang Taksonomi Bloom 391 Lampiran 29. Uji Hipotesis N-GainBerdasarkan Jenjang Taksonomi Bloom 394 Lampiran 30. Hasil Angket Siswa Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II . 397 Lampiran 31. Lembar Hasil Wawancara Guru ... 398

Lampiran 32. Dokumentasi Foto Penelitian... 400

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belajar adalah mengkonstruksi pengetahuan, yang di dalamnya siswa

berusaha memahami pengalaman-pengalaman mereka.1 Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan siswa yang bersifat kompleks sehingga menghasilkan

suatu perubahan sikap dan penambahan pengetahuan. Selama prosesnya, belajar

yang dilakukan siswa di sekolah dibantu dan difasilitasi oleh seorang guru.

Seorang guru yang profesional memahami apa yang diajarkannya,

menguasai bagaimana mengajarkannya dan yang tidak kalah pentingnya

menyadari benar mengapa dia menetapkan pilihan terhadap kegiatan belajar

mengajar tersebut.2 Kualitas pembelajaran sangat bergantung pada kemampuan profesional guru, terutama dalam memberikan kemudahan belajar kepada peserta

didik secara efektif, dan efisien.3

Pelaksanaan proses pendidikan untuk menciptakan suasana belajar yang

aktif dan tidak membosankan harus dilaksanakan oleh pendidik secara terencana,

bagaimana menciptakan keaktifan siswa, suasana kelas yang menyenangkan dan

tidak monoton, melulu menggunakan metode ceramah, semua merupakan tugas

mulia yang diemban oleh seorang pendidik demi meningkatkan kualitas proses

belajar. Belakangan ini, semakin banyak pengelola institusi pendidikan yang

menyadari perlunya pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pemelajar

(Learner centered).4 Oleh karena itu, tugas calon pendidik masa depan yang profesional harus dapat menjadikan pelajaran yang sebelumnya tidak menarik dan

1

Lorin W. Anderson dan David R. Karthwohl, Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom, Terj. dari A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives

oleh Agung Prihantoro, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cet. 1, h. 98.

2

Syafruddin Nurdin, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), Cet. 3, h. 22.

3

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. 4, h. 13.

4

(20)

2

membosankan sehingga menjadi menarik dan menyenangkan, yang dirasakan sulit

menjadi mudah, dan yang tadinya tak bermakna menjadi bermakna.

Kreatifitas pendidik yang kurang maksimal memberikan dampak besar

terhadap motivasi belajar siswa sehingga tidak merangsang keterampilan dan

bakat siswa dalam berpikir. Sejauh ini masih banyak ditemukan pembelajaran IPA

khususnya mata pelajaran Biologi yang cenderung text book oriented. Kelas masih terfokus pada guru sebagai sumber pengetahuan (teacher centered) dan metode pembelajaran konvensional masih menjadi pilihan utama strategi pembelajaran.5 Metode konvensional masih mendominasi cara guru dalam menyampaikan materi

ajar. Kebiasaan model belajar yang seperti ini yang menjadi penyebab kurangnya

motivasi belajar bagi siswa. Sehingga, keterampilan berpikir siswa menjadi tidak

terlatih untuk selalu berpikir di level yang tinggi atau kritis.

Galbreath mengemukakan bahwa, pada abad pengetahuan, modal

intelektual, khususnya kecakapan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking), merupakan kebutuhan sebagai tenaga kerja yang handal.6 Untuk menciptakan generasi muda yang demikian, maka tugas pendidik menjadi sangat berperan

dalam mengasah keterampilan berpikir siswa agar dapat bermanfaat bagi

kehidupannnya yang mendatang. Menurut Rosnawati, keterampilan berpikir

tingkat tinggi (High Order Thinking – HOTS) adalah keterampilan yang lebih dari sekedar mengingat, memahami dan mengaplikasikan.7 Dalam taksonomi bloom, mengingat merupakan kategori proses kognitif yang paling rendah yaitu C1,

dilanjutkan dengan memahami (C2) satu level di atas mengingat, kemudian C3

yaitu megaplikasikan.

5Agus G. Widiantara, I Wayan Lasmawan, dan Ni Ketut Suarni, “Determinasi Penerapan

Model Pembelajaran Inkuiri Sosial terhadap Sikap Sosial dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Singaraja”, e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Dasar, Vol. 3, 2013, h. 2, diakses dari http://pasca.undiksha.ac.id/e-journal/index.php/jurnal_pendas/article/view/536/328, pada tanggal 15 November 2015.

6

Ida Bagus Putu Arnyana, “Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Inovatif pada Pelajaran Biologi Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMA”, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 3, Th. XXXIX, 2006, h. 241, diakses dari

http://pasca.undiksha.ac.id, pada tanggal 7 September 2015.

7Ulfa Luthfiana Al „Azzy dan Eddy Budiono, “Penerapan Strategi

Brain Based Learning

(21)

Kategori-kategori pada dimensi proses kognitif merupakan

pengklasifikasian proses-proses kognitif siswa secara komperhensif yang terdapat

dalam tujuan-tujuan di bidang pendidikan.8 Anderson dan Krathwohl merevisi taksonomi dengan mengklasifikasikan enam proses kognitif yang dapat dipelajari

siswa yaitu (1) mengingat, (2) memahami, (3) mengaplikasikan, (4) menganalisis,

(5) mengevaluasi, dan (6) menciptakan. Enam kategori dimensi kognitif tersebut

merupakan tingkatan dari keterampilan kognitif terendah hingga tertinggi yang

dapat dicapai siswa. Kategori-kategori ini merentang dari proses kognitif yang

paling banyak dijumpai dalam tujuan-tujuan di bidang pendidikan, yaitu

Mengingat, kemudian Memahami dan Mengaplikasikan, ke proses-proses kognitif yang jarang dijumpai, yakni Menganalisis, Mengevaluasi, dan Mencipta.9

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan berpikir

yang hanya menuntut siswa untuk mengingat, memahami, dan mengaplikasikan

suatu materi pelajaran dapat digolongkan ke dalam kategori Low Order Thinking

(LOT), sedangkan High Order Thinking (HOT) merupakan keterampilan yang lebih dari sekedar mengingat, memahami dan mengaplikasikan, yakni

menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Jadi, untuk mengasah keterampilan

berpikir tingkat tinggi siswa yang tidak hanya sekedar menuntut siswa mengingat,

memahami, dan mengaplikasikan, maka dibutuhkan pendidik yang kreatif dan

inovatif menyusun atau menggabungkan strategi pembelajaran yang menarik dan

menyenangkan sehingga siswa secara terarah dapat mengolah pola pikirnya

menjadi lebih aktif berpikir dan selalu terjadi gejolak konflik kognitif pada pola

pikirnya.

Johnson, Krulik dan Rudnick menyebutkan bahwa berpikir tingkat tinggi

terdiri dari berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kritis adalah aktivitas

mental dalam hal memecahkan masalah, mengambil keputusan, menganalisis

asumsi, mengevaluasi, memberi rasional, dan melakukan penyelidikan.

8

Anderson dan Krathwohl, Op. Cit., h. 43.

9

(22)

4

Sedangkan berpikir kreatif adalah aktivitas mental yang menghasilkan ide-ide

yang orisinil, berdaya cipta, dan mampu menerapkan ide-ide.10

Keterampilan siswa dalam mengolah daya pikirnya tidak terlepas dari

peran seorang guru. Guru harus dapat memvariasikan metode-metode dan model

pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan

materi yang akan dipelajari. Selain itu, pembelajaran yang selama ini berpusat

pada guru harus diubah menjadi pembelajaran berpusat pada siswa. Sehingga

pengetahuan akan didapat oleh siswa sendiri, dan diharapkan tidak hanya sekedar

mengingat, memahami dan mengaplikasikan, namun pembelajaran yang didapat

menjadi lebih bermakna.

Sekolah yang sudah mampu mencetak generasi dengan keterampilan

berpikir yang tinggi juga sudah banyak ditemukan. Pembelajaran yang aktif

dengan aspirasi dan pendapat para siswa menuntunnya membangun sebuah

pengetahuan baru yang orisinil. Hal ini juga tidak terlepas dari peran seorang guru

profesional dalam implementasinya terhadap kurikulum.

SMAN 1 Parung merupakan salah satu sekolah di wilayah kabupaten

Bogor yang dalam proses pembelajarannya telah menggunakan kurikulum 2013.

Sekolah ini menerapkan proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif.

Berdasarkan hasil wawancara dengan sekolah menunjukkan bahwa pembelajaran

dilaksanakan dengan metode diskusi dan praktikum. Sedangkan model

pembelajaran yang biasa dilakukan adalah model inkuiri yaitu dengan siswa

melakukan praktikum.11

Kreatifitas guru dalam memfasilitasi proses pembangunan keterampilan

berpikir tingkat tinggi siswa terkadang tidak ditunjang dengan penggunaan variasi

model pembelajaran. Memvariasikan model belajar dapat menambah pengalaman

dan wawasan tersendiri bagi siswa, sehingga sebagai pendidik, guru dapat

10 Ida Bagus Putu Arnyana, “Pengaruh Penerapan Model PBL Dipandu Strategi

Kooperatif terhadap Kecakapan Berpikir Kritis Siswa SMA pada Mata Pelajaran Biologi”, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 4, Th. XXXVIII, 2005, h. 648, diakses dari http://pasca.undiksha.ac.id/images/img_item/724.doc, pada tanggal 2 Desember 2015.

11

(23)

membandingkan peningkatan keterampilan berpikir siswa berdasarkan model

pembelajaran yang digunakan.

Strategi pembelajaran perlu diterapkan untuk mengantisipasi

masalah-masalah tersebut untuk mengintegrasikan keterampilan berpikir siswa dengan

pembelajaran Biologi. Dalam hal ini, strategi yang dimaksud adalah model

pembelajaran.

Mata pelajaran biologi secara umum terlihat hanya berisi teori dan konsep,

namun ternyata tidak hanya sebatas itu, jika digali lebih dalam, konten biologi

sangat erat kaitannya dengan kehidupan karena proses biologi terjadi dalam

lingkungan kehidupan. Jadi, tidak hanya sekedar teori dan konsep, biologi juga

harus memahami dan memecahkan masalah. Hal ini dapat diperoleh dari

pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning). Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang membantu siswa

untuk menemukan masalah dari suatu peristiwa yang nyata, mengumpulkan

informasi melalui strategi yang telah ditentukan sendiri untuk mengambil

keputusan pemecahan masalahnya yang kemudian akan dipresentasikan dalam

bentuk unjuk kerja.12

Keterampilan siswa dalam mengolah data dan keterampilan berkomunikasi

dapat diperoleh melalui model pembelajaran Group Investigation (GI). Model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat dipakai guru untuk mengembangkan kreativitas siswa, baik secara perorangan maupun kelompok.13 Menurut Mafune, model pembelajaran kooperatif dirancang untuk membantu

terjadinya pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran dan

berorientasi menuju pembentukan manusia sosial.14

Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa masih sangat rendah terutama

dalam pelajaran biologi, dalam bayangan siswa, biologi merupakan pelajaran yang

12 Muchamad Afcariono, “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Siswa pada Mata Pelajaran Biologi”, Jurnal Pendidikan Inovatif, Vol. 3, No. 2, 2008, h. 65, diakses dari https://jurnaljpi.files.wordpress.com/2009/09/vol-3-no-2-muchamad-afcariono.pdf, pada tanggal 4 Oktober 2015.

13

Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru,

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), Ed. 2, Cet. 5, h. 222.

14

(24)

6

hanya butuh ingatan dan hafalan yang kuat, sehingga tidak terjadi konflik kognitif

pada diri siswa. Selain itu, pembelajaran yang berpusat pada guru tidak akan

memberi kontribusi pada kemampuan siswa dalam mengolah pikirannya secara

kritis sehingga tidak akan bisa membangun pemahaman dan pengetahuannya

terhadap lingkungan di sekitarnya. Untuk itu, inovasi yang bisa mengubah

kebiasaan teacher oriented ialah dengan menjadikan pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Konsep bakteri pada bab Archaebacteria dan Eubacteria dapat digunakan

untuk melatih berpikir tingkat tinggi siswa. Hal ini dikarenakan, bakteri

memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Permasalahan terkait

bakteri sering ditemui oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Bakteri merupakan

organisme yang bermanfaat bagi manusia namun di sisi lain, bakteri juga

merupakan organisme yang merugikan. Selain itu, konsep bakteri juga erat

kaitannya dengan modal sebagai tenaga kerja handal yang cakap dalam berpikir

tingkat tinggi, salah satunya adalah tenaga ahli pada bidang kedokteran. Dengan

demikian, konsep Archaebacteria dan Eubacteria dapat memfasilitasi siswa untuk

melatih kemampuan berpikir tingkat tingginya.

Merencanakan proses pembelajaran sebelum melakukan kegiatan belajar

sangat penting. Menyusun strategi inovatif yang dapat merangsang siswa untuk

mengolah kemampuan berpikirnya menjadi lebih kritis dan aktif yang mendasari

untuk berpikir tingkat tinggi. Mengubah model pembelajaran yang biasanya

berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa dan menggunakan berbagai

variasi model pembelajaran sehingga menjadi menarik dan menyenangkan bagi

siswa. Oleh karena itu, penulis mencoba melakukan penelitian dengan judul

“Perbedaan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi antara Siswa yang

Menggunakan Model Problem Based Learning (PBL) dan Group Investigation (GI)”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas ada beberapa masalah yang

(25)

1. Kurangnya variasi model pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan

keterampilan berpikir siswa.

2. Kurang berkembangnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.

3. Model Problem Based Learning (PBL) dan Group Investigation (GI) dianggap sebagai solusi untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.

4. Belum banyak penelitian untuk melihat perbedaan keterampilan berpikir

tingkat tinggi antara siswa yang menggunakan model Problem Based Learning

(PBL) dan Group Investigation (GI).

C. Pembatasan Masalah

Dari latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, maka penelitian ini

dibatasi pada;

1. Pembelajaran biologi dalam penelitian ini dibatasi pada materi bakteri.

2. Keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa dalam penelitian ini dinilai

mencakup ranah kognitif C4 – C6 yaitu menganalisis, mengevaluasi dan

mencipta.

3. Pendekatan pembelajaran yang dikembangkan adalah model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) dan Group Investigation (GI).

4. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah bab Archaebacteria dan

Eubacteria.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah

dikemukakan, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah:

(26)

8

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan berpikir

tingkat tinggi antara siswa yang menggunakan model Problem Based Learning

(PBL) dan Group Investigation (GI).

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak

yang terlibat dalam pembelajaran biologi baik siswa, guru, penulis, maupun

peneliti lain.

1. Bagi Siswa

Melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tingginya

yang meliputi kemampuan analisis, evaluasi, dan kreasi, sehingga dapat dengan

mandiri menyelesaikan masalah-masalah biologi.

2. Bagi Guru

Menjadi masukan bagi para guru untuk lebih kreatif dan inovatif dalam

merencanakan dan melaksanakan proses belajar mengajar agar terciptanya

suasana kelas yang aktif dan menyenangkan sehingga membantu siswa mengasah

kemampuan berpikirnya.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini berguna bagi peneliti untuk menganalisis perbedaan

keterampilan berpikir tingkat tinggi antara siswa yang menggunakan model

(27)

9

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis

1. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

a. Pengertian Bepikir

Menurut Jhon Dewey, definisi berpikir yaitu, 1) berpikir adalah “aliran kesadaran” yang muncul dan hadir setiap hari, mengalir tanpa terkontrol, termasuk bermimpi dan melamun, 2) berpikir adalah imajinasi atau kesadaran.

Pada umumnya imajinasi ini muncul secara tidak langsung atau tidak bersentuhan

langsung dengan sesuatu yang sedang dipikirkan, 3) berpikir semakna dengan

keyakinan. Dalam pengertian ini, sangat kontras dengan tingkat pengetahuan dan

kepercayaan yang diekspresikan.1

Berpikir merupakan cikal bakal ilmu yang sangat kompleks.2 Berpikir yaitu menggunakan abstraksi-abstraksi atau “ideas”.3 Berpikir itu adalah meletakkan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan kita.4 Berpikir adalah proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya.5

Pengertian berpikir berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dipaparkan

di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir merupakan suatu proses yang lebih

bersifat aktif daripada sekedar mengingat dan memahami, proses yang melibatkan

penggunaan akal untuk mengaitkan atau menghubungkan konsep-konsep,

gagasan, pengalaman yang akan menghasilkan sebuah pengetahuan baru.

Proses berpikir dapat diklasifikasikan ke dalam tiga langkah, yaitu, 1)

pembentukan pengertian dari informasi yang masuk, 2) pembentukan pendapat

1

Momon Sudarma, Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), Ed. 1, Cet. 1, h. 38.

2

Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. 1, h. 2.

3

Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali, 1986), Ed. 1, Cet. 2, h. 54

4

Ibid.

5

(28)

10

dengan membanding-bandingkan pengetahuan yang ada sehingga terbentuk

pendapat-pendapat, 3) penarikan kesimpulan.6 b. Teori Perkembangan Kemampuan Berpikir

Berdasarkan pandangan Piaget, struktur pengetahuan deklaratif merupakan

hasil pembentukan yang bergantung pada tindakan (interaksi individu dengan

lingkungannya), sehingga individu harus belajar mengolah tindakannya. Untuk

dapat bertindak, diperlukan pengetahuan prosedural yang dapat menuntunnya.7 Menurut Piaget, setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya

menurut tahapan yang teratur. Piaget membuat skema tentang bagaimana

seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahap-tahap perkembangan yang

terbagi dalam empat periode utama, yaitu tahap sensori motor (0-2 tahun), pra

operasional (2–7 tahun), operasional konkret (7-11 tahun), dan operasional formal

(11-seterusnya).8

Pembagian tahapan perkembangan pengetahuan prosedural berdasarkan

umur oleh piaget, dapat menjadi tuntunan bagi guru untuk menyesuaikan porsi

dan cara mengajar yang dapat merangsang dan mengembangkan kemampuan

berpikir peserta didik sesuai dengan umurnya dan tingkatan sekolahnya.

c. Konsep Kemampuan Berpikir

Beberapa pakar dalam bidang psikologi menyatakan pengertian

kemampuan berpikir. Menurut Bayer (1984), berpikir adalah upaya manusia untuk

membentuk konsep, memberi sebab atau membuat penentuan. Kemudian menurut

Freankel (1980), berpikir merupakan pembentukan pengalaman dan penyusunan

keterangan dalam bentuk tertentu. Sedangkan menurut Moore dan Parker (1986),

kemampuan berpikir adalah keyakinan berlandaskan tindakan yang cermat dan

6

Ibid., h. 55-57.

7Nunik Hidayati, “Penerapan Metode Praktikum dalam Pembelajaran

Kimia untuk Meningkatkan Keterampilan Berfikir Tingkat Tinggi Siswa Pada Materi Pokok Kesetimbangan Kimia Kelas XI SMK Diponegoro Banyuputih Batang”, Skripsi pada Program Studi Ilmu Pendidikan Kimia, Fakultas Tarbiyah, IAIN Walisongo, Semarang, 2012, h. 15, diakses dari

http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/141/jtptiain--nunikhiday-7022-1-skripsi.pdf, pada tanggal 5 September 2015.

8

(29)

disengaja dalam menerima, menolak dan menangguhkan suatu keputusan

berhubungan dengan suatu dakwaan.9

Kemampuan berpikir adalah keyakinan berlandaskan tindakan yang

cermat hasil dari upaya manusia dalam membentuk konsep, memberi sebab atau

membuat penentuan berdasarkan pengalaman dan penyusunan keterangan dalam

bentuk tertentu.

d. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Peningkatan keterampilan berpikir tingkat tinggi telah menjadi salah satu

prioritas dalam pembelajaran eksakta dalam sekolah.10 Hal ini didasari atas proses belajar teacher oriented dan text book oriented pada umumnya, sehingga peserta didik lagi-lagi tidak terbiasa untuk berpikir lebih dalam untuk mencari sebuah

solusi. Dengan demikian, keterampilan berpikir terutama berpikir tingkat tinggi

harus dikembangkan dan menjadi bagian dari pelajaran IPA khususnya biologi

sehari-hari. Dengan pendekatan ini, keterampilan berpikir dapat dikembangkan

dengan cara membantu peserta didik menjadi problem solver yang lebih baik. Berpikir tingkat tinggi dapat diklasifikasikan menjadi berpikir kritis dan

kreatif. Berpikir kritis adalah suatu kecakapan nalar secara teratur, kecakapan

sistematis dalam menilai, memecahkan masalah, menarik keputusan, memberikan

keyakinan, menganalisis asumsi pencarian ilmiah. Berpikir kreatif adalah suatu

kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian (originality) dan ketajaman pemahaman (insight) dalam mengembangkan sesuatu (generating).11 Dalam hal ini, Taksonomi Bloom juga dapat dijadikan acuan bagi seorang guru dalam

menyusun soal-soal untu mengevaluasi kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta

didik.

Sebagai konsekuensi dari pemilihan tipe problem solving yang demikian selanjutnya mengharuskan guru menetapkan bobot materi jika menggunakan

Taksonomi Bloom yang direvisi haruslah bertipe setidaknya C4 (menganalisis)

9

Iskandar, Psikologi Pendidikan: Sebuah Orientasi Baru, (Ciputat: Gaung Persada Press, 2009), Cet. 1, h. 87.

10

Hidayati, Op. Cit., h. 16.

11

Nana Sy. Sukmadinata dan Erliany Syaodih, Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi,

(30)

12

dan jika mungkin sampai C6 (mengkreasi) yang mendorong peserta didik berpikir

tingkat tinggi dan kritis. Untuk menunjang itu guru tidak mungkin asal

memindahkan materi dalam buku paket tetapi harus menyeleksi materi dari buku

bahkan harus mencari rujukan lain yang lebih berbobot. Sudah saatnya dalam

konteks ini guru meninggalkan cara memilih materi pelajaran yang bertumpu pada

buku paket.12

Anderson dan Karthwohl menyusun kategori dimensi proses kognitif dan

proses-proses kognitif dalam orientasi berpikir tingkat tinggi, yaitu dari tipe

[image:30.595.114.519.245.626.2]

C4-C6 dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Kategori pada Dimensi Proses Kognitif dan Proses-proses Kognitif

terkait13

Kategori Proses Proses Kognitif dan Contohnya

4.MENGANALISIS – memecah-mecah materi jadi bagian-bagian

penyusunannya dan menentukan hubungan-hubungan antar bagian itu dan

hubungan antara bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan.

4.1. Membedakan

4.2. Mengorganisasi

4.3. Mengatribusikan

(Membedakan antara bilangan yang

relevan dan bilangan yang tidak relevan

dalam soal matematika dan cerita)

(Menyusun bukti-bukti dalam cerita

sejarah jadi bukti-bukti yang mendukung

dan menentang suatu penjelasan historis)

(Menunjukkan sudut pandang penulis

suatu esai sesuai dengan pandangan

politik si penulis)

5. MENGEVALUASI – Mengambil keputusan berdasarkan kriterian dan/atau

12 Lewy, dkk, “Pengembangan Soal untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat

Tinggi Pokok Bahasan Barisan dan Deret Bilangan di Kelas IX Akselerasi SMP Xaverius Maria Palembang”, h. 15, diakses dari http://eprints.unsri.ac.id/820/1/2_Lewy_14-28.pdf, pada tanggal 27 Desember 2014.

13

Lorin W. Anderson dan David R. Karthwohl, Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom, Terj. dari A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives

(31)

Kategori Proses Proses Kognitif dan Contohnya

standar

5.1. Memeriksa

5.2. Mengkritik

(Memeriksa apakah

kesimpulan-kesimpulan seorang ilmuwan sesuai

dengan data-data amatan atau tidak)

(Menentukan suatu metode terbaik dari

dua metode untuk menyelesaikan suatu

masalah)

6. MENCIPTA – Memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang

baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinal

6.1. Merumuskan

6.2. Merencanakan

6.3. Memproduksi

(Merumuskan hipotesis tentang

sebab-sebab terjadinya suatu fenomena)

(Merencanakan proposal penelitian

tetang topik sejarah tertentu)

(Membuat habitat untuk spesies tertentu

demi suatu tujuan)

Proses berpikir dihubungkan dengan pola perilaku yang lain dan

memerlukan keterlibatan aktif pemikir. Proses berpikir ini bertahap dari pola

berpikir tingkat paling rendah (C1-C3) hingga pola berpikir tingkat tinggi.

Karakteristik keterampilan berpikir tingkat tinggi meliputi, 1) menggunakan

kemampuan berpikir tinggi, 2) menginterpretasi, menganalisis, atau memanipulasi

informasi, 3) mengkritik tentang informasi, ide atau pendapat, 4) membuat

kesimpulan, membuat perkiraan, mengajukan pemecahan masalah, mencipta,

membuat pilihan, mengungkapkan pendapat, membuat keputusan dan

menghasilkan sesuatu yang baru.14

14 Hilda Karli, “Model Pembelajaran untuk Mengembangkan Keterampilan Berpikir”,

(32)

14

2. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

a. Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning (PBL) pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970-an di Universitas Mc. Master fakultas kedokteran Kanada. Sebagai satu

upaya menemukan solusi dalam diagnosis dengan membuat

pertanyaan-pertanyaan sesuai situasi yang ada.15

Problem Based Learning (PBL) merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara

ilmiah.16 Model pembelajaran berbasis masalah merupakan seperangkat model mengajar yang menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan

keterampilan pemecahan masalah, materi, dan pengaturan diri.17 Terdapat beberapa garis besar dari proses pembelajaran menggunakan model PBL, yakni

diantaranya PBL merupakan aktivitas belajar yang di dalamnya terdapat

tahapan-tahapan kegiatan yang harus dilakukan siswa, PBL pada akhir pembelajaran

menuntut siswa menyelesaikan masalah dan menarik sebuah kesimpulan, selama

proses penyelesaian masalah tersebut, siswa aktif berpikir secara ilmiah sehingga

kemamapuan berpikirnya dapat berkembang.

Problem based learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai

konteks bagi peserta didik untuk belajar cara berpikir kitis dan keterampilan

pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang

penting dari materi pelajaran.18 Pembelajaran berbasis masalah menggunakan masalah pada dunia nyata bahkan mungkin masalah yang selalu muncul pada

15

Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru,

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), Ed. 2, Cet. 5, h. 242.

16

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,

(Jakarta: Prenada Media Group, 2010), Ed. 1, Cet. 7, h. 214.

17

Paul Eggen dan Don Kauchak, Strategi dan Model Pembelajaran: Mengajarkan Konten dan Keterampilan Berpikir, Terj. Dari Strategie and Models for Teachers: Content and Thinking Skills oleh Satrio Wahono, (Jakarta: PT Indeks, 2012), Ed. 6, Cet. 1, h. 307.

18Sudarman, “

Problem Based Learning: Suatu Model Pembelajaran untuk Mengembangkan Kemampuan Memecahkan Masalah”, Jurnal Pendidikan Inovatif, Vol. 2, No. 2,

2007, h. 69, diakses dari

(33)

kehidupan sehari-hari, agar peserta didik dapat lebih mudah mengkonstruk

pengetahuan. Dengan kata lain, PBL menggunakan masalah sebagai stimulus

untuk mendapatkan informasi yang diperlukan agar peserta didik dapat

memahami konsep yang diajarkan dengan cara mencari solusi dari masalah

tersebut. Masalah-masalah yang diberikan di awal pembelajaran akan mengasah

rasa kengintahuan siswa sebelum mempelajari suatu konsep.

Problem based learning (PBL) merupakan metode instruksional yang menantang peserta didik agar mau belajar untuk mencari solusi masalah yang

nyata. Masalah ini menimbulkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis

peserta didik atas materi pembelajaran.19 Dari masalah yang diberikan, siswa bekerjasama dalam kelompok, mencoba memecahkan masalah dengan

pengetahuan yang dimiliki dan sekaligus mencari informasi-informasi baru yang

relevan untuk solusinya.20

Beberapa kemampuan yang dapat dilatih dengan pembelajaran berbasis

masalah adalah, 1) menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi

ajar, 2) Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan, 3) Mendorong untuk

berpikir, 4) Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial, 5)

membangun kecakapan belajar, 6) memotivasi siswa.21

Problem based learning (PBL) menuntut siswa untuk aktif melakukan penyelidikan dalam menyelesaikan permasalahan dan guru berperan sebagai

fasilitator atau pembimbing. Pembelajaran akan dapat membentuk kemampuan

berpikir tingkat tinggi (high order thinking) dan meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis.22

Para ahli PBL berpendapat bahwa PBL menyediakan lingkungan yang efektif

bagi para profesional masa depan yang perlu untuk mengakses pengetahuan di

berbagai disiplin ilmu. Kemampuan yang dapat ditingkatkan dengan model PBL

19

M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan, (Jakarta: Kencana, 2013), Ed. 1, Cet.3, h. 21.

20

Ibid., h. 22.

21

Ibid., h. 27-29.

22

Ridwan Abdullah Sani, Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013,

(34)

16

yakni, 1) mentransfer konsep pada permasalahan baru, 2) integrasi konsep, 3)

ketertarikan belajar, 4) belajar mandiri, 5) keterampilan belajar.23

Proses belajar PBL mengangkat isu-isu yang seringkali terjadi dalam

lingkungan sekitar, dari masalah yang sederhana hingga masalah yang kompleks

dapat disajikan dalam model pembelajaran PBL. Hal ini bertujuan untuk

mendorong peserta didik belajar mengintegrasikan informasi yang didapat

berdasarkan rasa keingintahuannya dan mengolahnya hingga didapatkan solusi

dari berbagai permasalahan yang muncul di awal proses belajar. Masalah-masalah

yang dimunculkan dalam PBL akan menjadi tantangan bagi peserta didik untuk

lebih mengembangkan keterampilan berpikir kritis sehingga mampu

menyelesaikan masalah secara efektif. Dengan demikian, model pembelajaran

PBL dikatakan merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa,

sedangkan pendidik atau guru hanya berperan sebagai fasilitator yang membantu

siswa dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.

b. Ciri-ciri Problem Based Learning (PBL)

Pembelajaran berdasarkan masalah memiliki karakteristik yaitu, 1)

pengajuan pertanyaan atau masalah, pembelajaran berdasarkan masalah

mengorganisasi pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang keduanya

penting secara sosial dan secara pribadi bermakna bagi siswa, 2) berfokus pada

kaitan antar disiplin ilmu, masalah yang diselidiki telah dipilih benar-benar nyata

agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak hal, 3)

penyelidikan autentik, pembelajaran berdasarkan masalah melakukan

penyelidikan nyata terhadap masalah nyata, 4) produk atau hasil karya yang

dihasilkan dan dipamerkan, pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa

untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang

menjelaskan atau mewakili bentuk pemecahan masalah yang mereka temukan, 5)

kerjasama, pembelajaran berbasis masalah juga dicirikan oleh adanya kerjasama

antar siswa, dalam bentuk berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama

23Geoffrey R. Norman & Henk G. Schmidt, “

(35)

antar siswa dapat memberikan motivasi untuk bekerja bersama dalam tugas-tugas

yang lebih kompleks. Pembelajaran berdasarkan masalah digunakan untuk

merangsang berpikir kritis dalam penyelesaian suatu masalah yang diangkat. 24 Savoie dan Hughes menyatakan bahawa pembelajaran berbasis masalah

memiliki beberapa karakteristik yaitu, 1) belajar dimulai dengan suatu

permasalahan, 2) permasalahan yang diberikan harus berhubungan dengan dunia

nyata siswa, 3) mengorganisasikan pembelajaran permasalahan, bukan disiplin

ilmu, 4) memberikan tanggung jawab yang besar dalam membentuk dan

menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, 5) menggunakan

kelompok kecil, 6) menuntut siswa untuk mendemonstrasikan apa yang telah

dipelajarinya dalam bentuk produk dan kinerja.25

Menurut Tan ada beberapa ciri-ciri utama yang perlu ada di dalam

pembelajaran berbasis masalah meliputi, 1) masalah digunakan sebagai awal

pembelajaran, 2) masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang

disajikan secara mengambang (ill-structured), 3) masalah biasanya menuntut perspektif majemuk. Solusinya menuntut siswa menggunakan dan mendapatkan

konsep dari beberapa bab perkuliahan (SAP) atau lintas ilmu ke bidang lainnya, 4)

masalah membuat siswa tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah

pembelajaran yang baru, 5) sangat mengutamakan belajar mandiri, 6)

memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja.

Pencarian, evaluasi serta penggunaan pengetahuan ini menjadi kunci penting, 7)

pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Siswa bekerja dalam

kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan, dan melakukan presentasi.26

Berdasarkan beberapa karakteristik PBL di atas, sangat jelas bahwa

pembelajaran model PBL selalu diawali dengan adanya masalah yang akan

selanjutnya akan dicari sendiri solusinya oleh peserta didik, di mana dalam proses

tersebut, peserta didik berkesempatan untuk mengkonstruk pengetahuan yang

didapatnya.

24

Richard I. Arends, Learning to Teach, (New York: McGraw-Hill, 2007), Ed. 7, p. 381.

25

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Ed. 1, Cet. 2, h. 91-92.

26

(36)

18

c. Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning (PBL) dengan segala keunggulan dan kelemahannya, bukan merupakan alternatif pengganti model pembelajaran yang

pasti dalam menghadapi segala permasalahan yang muncul. PBL merupakan salah

satu alternatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran di antara berbagai

macam alternatif model pembelajaran lain. Menurut John Dewey ada 6 langkah

dalam PBL yaitu, 1) merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan

masalah yang akan dipecahkan, 2) menganalisis masalah, yaitu langkah siswa

meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang, 3) merumuskan

hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan

sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya, 4) mengumpulkan data, yaitu

langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk

pemecahan masalah, 5) pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau

merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang

diajukan, 6) merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa

menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil

pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.27

d. Tahapan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning terdiri dari 5 tahapan utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan

[image:36.595.110.515.281.758.2]

penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima tahapan tersebut dijelaskan pada

Tabel 2.2.28

Tabel 2.2 Tahapan Problem Based Learning

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap-1

Memberikan orientasi

tentang permasalahannya

kepada siswa

Guru membahas tujuan pembelajaran,

mengajukan fenomena atau demonstrasi atau

cerita untuk memunculkan masalah, dan

memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan

mengatasi masalah.

27

Sanjaya, Op. Cit., h. 217.

28

(37)

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap-2

Mengorganisasikan siswa

untuk meneliti

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang terkait

dengan permasalahannya.

Tahap-3

Membantu investigasi

mandiri dan kelompok

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan

informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen,

dan mencari penjelasan dan solusi.

Tahap-4

Mengembangkan dan

mempresentasikan hasil

karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan

menyiapkan hasil karya yang tepat, seperti

laporan dan membantu mereka untuk

menyampaikannya kepada orang lain.

Tahap-5

Menganalisis dan

mengevaluasi proses

mengatasi masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi

terhadap investigasinya dan proses-proses yang

mereka gunakan.

e. Keunggulan dan Kelemahan Problem Based Learning (PBL)

Keunggulan dan kelemahan PBL sebagai berikut:

1) Keunggulan

PBL memiliki beberapa keunggulan yaitu, a) merupakan tekhnik yang

cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran, b) menantang kemampuan

siswa serta memberikan kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi

siswa, c) meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa, d) membantu siswa

bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam

kehidupan nyata, e) membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan

barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan serta

mendorong untuk melakukan evaluasi baik terhadap hasil maupun proses

belajarnya, f) memperlihatkan kepada peserta didik bahwa mata pelajaran apapun

pada dasarnya merupakan cara berpikir kritis dan sesuatu yang harus dimengerti

oleh peserta didik bukan hanya sekedar belajar dari buku dan guru, g) melalui

(38)

20

mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan

kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru, i)

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang

mereka miliki dalam dunia nyata, j) mengembangkan minat siswa untuk secara

terus menerus belajar.29

Menurut Yatim Riyanto kelebihan PBL yaitu, a) peserta didik dapat

belajar, mengingat, menerapkan dan melanjutkan proses belajar secara mandiri.

Prinsip-prinsip membelajarkan seperti ini tidak bisa dilayani melalui pembelajaran

tradisional yang banyak menekankan pada kemampuan menghapal, b) peserta

didik diperlakukan sebagai pribadi yang dewasa. Perlakuan ini memberikan

kebebasan kepasa peserta didik untuk mengmplementasikan pengetahuan dan

pengalaman yang dimiliki untuk memecahkan masalah. 30 2) Kelemahan

PBL juga memiliki beberapa kelemahan yaitu, a) manakala siswa tidak

memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang

dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk

mencoba, b) keberhasilan pembelajaran berdasarkan masalah membutuhkan

cukup waktu untuk persiapan, c) tahapan pemahaman mengapa mereka berusaha

untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan

belajar apa yang ingin mereka pelajari.31

3. Model Pembelajaran Group Investigation (GI)

a. Pengertian Model Pembelajaran Group Investigation (GI)

Strategi belajar kooperatif GI dikembangkan oleh Sholomo Sharan dan

Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel.32 Pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) merupakan model pembelajaran yang sesuai dengan paradigma

29

Sanjaya, Op. Cit., h. 220.

30

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi Guru/Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana, 2014), Ed. 1, Cet. 4, h. 286.

31

Sanjaya, Op. Cit., h. 221.

32

(39)

konstruktivis.33 Artinya, peserta didik dapat mengolah pengetahuannya sendiri secara dinamis sehingga pengetahuan yang didapat menjadi bermakna.

Menurut Tsoi, melalui model GI pembelajar berinteraksi dengan banyak

informasi sambil bekerja secara kolaboratif dengan lainnya dalam situasi

kooperatif untuk menyelidiki permasalahan, perencanaan dan melakukan

presentasi, dan mengevalusi hasil pekerjaan mereka.34 Selain menuntut siswa untuk berpikir lebih tinggi, GI juga melatih kemampuan verbal peserta didik saat

berinteraksi dengan kelompok. Hal ini sejalan dengan pendapat Nurhadi dkk yang

menyatakan bahwa model pembelajaran GI menuntut siswa untuk memiliki

kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun keterampilan proses

kelompok (Group Process Skills).35

Implementasi dari model belajar GI, guru membagi kelas menjadi

kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 siswa yang heterogen. Kelompok di sini

dapat dibentuk dengan mempertumbangkan keakraban persahabatan atau minat

yang sama dalam topik tertentu.36

Belajar dalam kelompok, identik dengan metode diskusi yang sering

terjadi pada proses pembelajaran sekarang ini. Pembelajaran Group Investigation

tidak hanya sekedar model pembelajaran secara diskusi pada umumnya, namun

juga menuntut siswa untuk terlibat langsung dan aktif dalam proses pembelajaran

mulai dari perencanaan sampai cara mempelajari suatu topik melalui investigasi.37

33Ni L. Sudewi, dkk, “Studi Komparasi Penggunaan Model Pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) dan Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) Terhadap Hasil Belajar Berdasarkan Taksonomi Bloom”, Jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA, Vol. 4, 2014, h. 3, diakses dari http://pasca.undiksha.ac.id/e-journal/index.php/jurnal_ipa/article/viewFile/1112/858, pada tanggal 20 Oktober 2015.

34

Ibid.

35 Wahyu Wijayanti, dkk, “Pegaruh Model Pembelajaran Group Investigation (GI)

Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Mejayan Kabupaten Madiun”, Jurnal Pendidikan Geografi Universitas Negeri Malang, Vol. 2, No. 1, 2013, h. 2,

diakses dari

http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel2405E92B2C971A74C4C2BDB5B724F6E4.pdf, pada tanggal 13 Januari 2016.

36

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), Ed. 1, Cet. 3, h. 79.

37Melina Oktaviani, dkk, “Perbandingan Model Pembelajaran Group Investigation (GI)

(40)

http://jurnal-22

Dengan demikian, maka peserta didik dapat lebih bebas dalam bereksplorasi,

sehingga pengalaman belajar yang diperoleh dapat merangsang kemampuan

berpikir peserta didik secara lebih aktif dan dinamis.

Model pembelajaran GI dirancang untuk membimbing siswa

mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai masalah, mengumpulkan data

yang relevan, mengembangkan dan mengetes hipotesis.38 Asumsi yang digunakan sebagai acuan dalam pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation, yaitu (1) untuk meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dapat ditempuh melalui pengembangan proses kreatif menuju suatu kesadaran dan

pengembangan alat bantu yang secara eksplisit mendukung kreativitas, (2)

komponen emosional lebih penting daripada intelektual, yang tak rasional lebih

penting daripada yang rasional dan (3) untuk meningkatkan peluang keberhasilan

dalam memecahkan suatu masalah harus lebih dahulu memahami komponen

emosional dan irrasional.39

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa melalui model GI,

peserta didik dapat terlibat langsung dan aktif dalam proses pembelajaran mulai

dari perencanaan sampai cara mempelajari suatu topik, suasana belajar yang

tercipta akan lebih efektif, kerjasama kelompok dalam pembelajaran akan

mendorong semangat siswa untuk lebih berani dalam mengemukakan pendapat

dan berbagi informasi dengan teman lainnya dalam membahas materi

pembelajaran.

Model pembelajaran GI memiliki beberapa manfaat, antara lain

memperbaiki cara pengajaran guru dari yang berpusat pada guru menjadi berpusat

pada siswa. Investigasi yang dilaksanakan secara berkelompok memungkinkan

siswa melakukan berbagai pengalaman belajar seperti, mengemukakan dan

menjelaskan segala hal yang bersumber dari pikiran mereka sendiri, membuka diri

online.um.ac.id/data/artikel/artikel958544ADB59C7E8CFA77641BCEBAB254.pdf, pada tanggal 16 September 2015.

38

Wijayanti, dkk, Op. Cit., h. 2.

39

(41)

terhadap hal yang dipikirkan oleh teman, meningkatkan tanggung jawab siswa

dalam belajar, serta meningkatkan prestasi.40 b. Ciri-ciri Group Investigation (GI)

Menurut Sharan, karakteristik GI antara lain investigasi, interaksi,

penafsiran, dan motivasi intrinsik. Adapun penjabarannya sebagai berikut.41

Investigasi dimulai ketika guru memberikan masalah yang menantang dan

rumit kepada kelas. Di tengah-tengah berlangsungnya penelitian mereka untuk

mencari jawaban masalah, siswa membangun pengetahuan yang mereka peroleh,

bukannya menerima apa yang diberikan guru kepada mereka. Proses investigasi

menekankan inisiatif siswa, dibuktikan dengan pertanyaan-pertanyaan yang

mereka ajukan, dengan sumber-sumber yang mereka temukan, dan jawaban yang

mereka rumuskan. Siswa mencari informasi dan gagasan dengan bekerjasama

dengan rekan mereka dan menggabungkannya bersama pendapat, informasi,

gagasan, ketertarikan dan pengalaman yang masing-masing mereka bawa ketika

mengerjakan tugas. Bersama-sama mereka menempa informasi dan gagasan ke

dalam pengetahuan baru melalui proses penafsiran.

Interaksi diantara siswa penting bagi investigasi kelompok. ini adalah

kendaraan yang dengannya siswa saling memberikan dorongan, saling

mengembangkan gagasan satu sama lain, saling membantu untuk memfokuskan

perhatian mereka terhadap tugas, dan bahkan saling mempertentangkan gagasan

dengan menggunakan sudut pandang yang bersebrangan.

Pada saat para siswa menjalankan penelitian, mereka secara individual,

berpasangan, dan dalam bentuk kelompok kecil, mereka mengumpulkan banyak

sekali informasi dari berbagai sumber berbeda. Secara berkala, mereka bertemu

dalam anggota kelompok mereka untuk bertukar informasi dan gagasan.

Bersama-sama mereka mencoba membuat penafsiran atas hasil penelitian mereka.

Penafsiran atas temuan-temuan yang mereka gabung merupakan proses negosiasi

40 Neilna Yuli E, dkk, “Model Pembelajaran Group Investigation (GI) Terhadap

Kemampuan Berpikir Analisis”, 2014, h. 3, diakses dari http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel686DACB69F017D040DB7DF819EA6AE34.pdf, pada tanggal 19 November 2015.

41

(42)

24

antara tiap-tiap pengetahuan pribadi siswa dengan pengetahuan baru yang

dihasilkan, dan antara tiap-tiap siswa dengan gagasan dan informasi yang

diberikan oleh anggota lain dalam kelompok itu. Dalam konteks ini, penafsiran

merupakan proses sosial-intelektual yang sesungguhnya.

Siswa diundang untuk menghubungkan masalah-masalah yang akan

mereka selidiki berdasarkan keingintahuan, pengetahuan dan perasaan mereka,

investigasi kelompok sehingga dapat meningkatkan minat pribadi mereka untuk

mencari informasi yang mereka perlukan. Penyelidikan mereka mendatangkan

motivasi kuat lain yang muncul dari interaksi mereka dengan orang lain.

c. Langkah-langkah Group Investigation (GI)

Menurut Trianto, langkah-langkah GI adalah sebagai berikut.42

Langkah pertama yaitu memilih topik. Siswa memilih berbagai subtopik

khusus di dalam suatu daerah masalah umum yang biasanya diterapkan oleh guru.

Selanjutnya diorganisasikan menjadi dua sampai enam anggota tiap kelompok

menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi tugas. Komposisi kelompok

hendaknya heterogen secara akademis maupun etnis.

Langkah kedua yaitu perencanaan kooperatif. Siswa dan guru

merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan khusus konsisten dengan

subtopik yang telah dipilih dari tahap pertama.

Langkah ketiga yaitu implementasi. Siswa melaksanakan rencana yang

telah mereka kembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran

hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan keterampilan yang luas dan hendaknya

mengarahkan siswa kepada jenis-jenis sumber

Gambar

Tabel 2.1 Kategori pada Dimensi Proses Kognitif dan Proses-proses Kognitif
Tabel 2.2.28
Tabel 2.3 Tahapan Group Investigation
Tabel 2.4 KI dan KD Konsep Archaebacteria dan Eubacteria45
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16B ayat (1) dan Penjelasannya huruf b Undang-Undang Nomor

Layar Sentosa Shipping Corporation sebagai tertanggung, akibat hukum jika terjadi risiko dalam asuransi pengangkutan kapal laut, dan pertimbangan hakim Mahkamah Agung

[r]

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis berusaha mengkaji dan menganalisa masalah tersebut dengan menulisnya dalam bentuk skripsi yang berjudul: “ANALISIS

Pendaftaran dan pengambl{an Dokumen Kualifikasi dapat diwakilkan dengan membawa surat tugas dari direKur utama/pimpinan perusahaan/kepala cabang. dan kaftu

[r]

Pemerintah selaku penjual dan Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia selaku pembeli telah mengadakan perjanjian jual beli BMN (Barang Milik Negara) dengan akad al- bay’

(2) There is a difference in student learning outcomes between students who use the media articulate storyline based presentations with students who use the media-based