MALAM DI
PT. "XYZ"
B0<3<)R
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Satjana Psikologi
Oleh:
YETI SUTINI
104070002288
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SY ARIF Hll:>A YATULLAH
JAKARTA
Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Kesarjanaan Psikologi
Pembimbing I
Oleh:
YETI SUTINI
NIM:
104070002288
Di bawah Bimbingan,
vGッセ@
Drs. Sofian-dy Zakaria, M.Psi.T
Pembimbing II
Lianv..!::.uzvinda, II/I.Si
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi yang berjudul PERBEDAAN BURNOUT PADA KARYAWAN YANG BEKERJA SHIFT PAGI DAN SHIFT MALAM DI PT. "XYZ" BOGOR telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 Februari 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi.
Jakarta, 18 Februari 2008 Sidang Munaqasyah
M.Si
Penguji I
Yuni Faela Nisa, M.Psi NIP. 150 368 748
Pembimbing I
Ors. Sofiandy Zakaria, M.Psi.T
Anggota:
Sekretaris Merangkap Anggota
(
Penguji II
」ーI_[\セ@
sesungguhnya bersyukur akan menambah nikmat Allah.
Dan perbanyaklah do'a sesungguhnya karr1u tidak tahu
kapan do'amu dikabulkan.
(HR. Thabrani)
Ji&a
eng1Uut
&!tada
di
walitu
6<JJre,.Malta
jangan
fuvtap
a/Um
fUdup
6atnpai pllfji
!l>an
jilla
engfum &!tada
di
walitu
1'llfJi,
J.atupm
engfum
nanti&m
6(Jlteヲヲセ@
tna6a
6eliat untuli
ttuu•a
6a!Ut,
!l>an tna6a
fiidup
itu
wduli 6&al /Wtiudian.
( aftdu1Mt
/Jin
umwt)
<Persem6alian :
'l(flrya ini {/i,usus {u
ーエZイウ・ュV。セョ@untu{
}f.yaliatufa d I6utufa ya11{] sefafu
ュ・ュVセョ@ya11{] ter6aift
Vntuk., 6ua/i, liatinya.
(C) Yeti Sutini
(A} Fakultas Psikologi
(B) Februari 2008
(D) Perbedaan Burnout pada Karyawan yang Bekerja Shift Pagi dan Shift Malam di PT. "XYZ" Bogor
(E) xiv + 83 halaman
(F) Stres dapat dialami oleh karyawan yang mengalami セjゥャゥイ。ョ@ kerja atau shift kerja. Stres dapat muncul jika karyawan mengalami ketE3gangan dalam
menghadapi pekerjaan dan lingkungan. Apabila stres ウ・セュ。ォゥョ@ kuat maka akan timbul sindroma burnout. Burnout terjadi pada individu yang berada pada pada suatu kondisi yang menunjukkan adanya suatu penarikan diri secara psikologis dari pekerjaan sebagai respon terhadiap stress yang berlebihan atau karena adanya ketidakpuasan dalam peikerjaan.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan adanya ー・イ「・セ、。。ョ@ burnout yang signifikan pada karyawan shift pagi dan shift malam bagian produksi di PT. "XYZ".
Penelitian ini menggunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian komparasional. Penelitian dilaksanakan di PT. "XYZ" dengan jumlah sampel terdiri dari 58 orang untuk sampel tryout, dan sebanyak 54 orang responden untuk penelitian. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purpossive sampling. lnstrumen pengumpul data yang digunakan adalah skala likert. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 12.0, pada uji validitas menggunakan korelasi product Moment. Dari uji validitas menunjukkan jumlah item yang valid untuk skala burnout sebanyak 35 item dan 25 item
yang tidak valid. Uji reliabilitas skala burnout dengan Alpha Cronbach yaitu 0, 8698.
Untuk menguji hipotesis penelitian dengan menggunakan uji t sampel independent (Independent sampel t Test) diperoleh hasiil dari nilai probabilitas pada kolom Sig. (two-tailed) adalah 0,410 atau probabilitas diatas 0,05 (0,410 > 0,05). Apabila dilihat dari t hitung yaitu -0,831 dengan t tabel yaitu 2,01. Dengan demikian, Ho diterima atau tidak ada perbedaan
burnout pada karyawan shift pagi dan shift malam bagian produksi di PT.
"XYZ".
(B) February,
2008
(C) Yeti Sutini
(0) Burnout differences between the employee who work in morning shift and night shift at "XYZ" Incorporation.
(E) xiv +
83
pages(F) The employee that work in rotation shift can be suffered stress. When the employee have high intention in facing work and environment, stress turn up. When the stress getting stronger, it will causes burnout syndrome. Burnout can be identified when somebody get in condition that make them to withdraw! from working because of the stress, in the other word, they are unsatisfied to work.
The purpose of this research is finding a significant differences between the employee work in morning shift and night shift on production divition at "XYZ" Incorporation.
This research use quantative approach by comparational methode. This research located at "XYZ" Incorporation, with
58
respondent for tryout, and54
respondent for research. It used purpossive technique to get sample and to collecting data is used method of sum mated ratings by Likert. Dataanalyzing, testing validity is done by SPSS
12.0
program. Spesifically validity testing in this research, use product Moment c.on9lation fromPearson with the valid from burnout scale are
35
items and25
unvaliditems. Reliability burnout scale with Alpha Cronbach is
0.8698.
For testing research hypothesis, the researcher use independent sample t-test. From this computation is goten the result that Ho is accepted and Ha is rejected. This information is known by comparing probability value at sig.(two-tailed) column is
0.41
O or probability above O.Ofi(0.410
>0.05).
If refer to comparation between t-value is-0.831
and t-value that shown in the table is 2. O 1. So, we can conclude that there are not of burnout difference of the employee who work in morning shift and night shift at "XYZ" Incorporation.Assalamu'alaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "Perbedaan Burnout pada Karyawan yang Bekerja Shift Pagi dan Shift Malam Di PT. "XYZ" Bogor". Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah menjadi suri tauladan terbaik bagi umat manusia, kepada keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. lbu Ora. Hj Netty Hartati, M. Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah yang telah banyak memberikan pengarahan dan perhatiannya selama menjalani proses perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Sofiandy Zakaria, M.Psi.T, Pembimbing I, lbu Liany Luzvinda, M.Si, Pembimbing II yang selalu dapat meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas skripsi ini.
3. Para Dasen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan memberikan ilmu kepada kami.
4. Bapak Sugianto bagian personalia PT. XYZ dan Bapak Imam bagian kepala produksi yang telah banyak membantu di lapangan.
yang beliau panjatkan merupakan sumber kekuatan bagi penulis untuk menjalani hidup dan mencapai masa depan. Untuk teh Yanti dan Aa Acep yang selalu membantu penulis, Aa Edi yang penuh perhatian dan teh Tati yang selalu menghadirkan tawa, adikku tersayang Maulana Ridwan yang manja, dan untuk Afifah, Silvia, Putri semoga menjadi arn3k yang berbakti kepada kedua orang tua.
7. Teruntuk keluarga besar penulis khususnya Syara, Dewi, Rony, Gigip yang selalu memberikan inspirasi kepada penulis. Untuk keluarga teh Upi di Padang dan si cantik Ratu.
8. Teman-teman Psikologi angkatan 2003, khususnya teman-teman kelas B, teman-teman XTC angkatan 2003 yang selalu memberikan keceriaan. Kebersamaan dengan kalian adalah hal yang paling berkesan.
9. Teruntuk sahabat terbaik : Lela, Hana, Ayu, Farah, Rizki, Sekar, lyos, Sa'diah, Ai Saidah, teh Neng, Tya, Bang Zay, Bang Def, Ammy, Devi, Upi Embiel, Vina, Windy, Leny, lta, Nissa Gum's, Titoh, Lissep yang telah banyak memberikan arti persahabatan. Terima kasih kepada kak Dodo yang selalu membimbing, membantu, dan memberikan yang terbaik kepada penulis. Guru-guru Musholla Al-lkhlas yang penuh dengan kesetiaan.
10. Teman-teman persatuan remaja Majelis Ta'lim Assu'ada yang tidak dapat disebutkan satu-persatu kalian adalah teman-teman yang selalu memberikan inspirasi dan terima kasih atas do'anya selama ini, jazakumullah khairon katsiron.
Penulis berharap skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi diri penulis dan para pembaca.
HALAMAN JUDUL ... .
HALAMAN PERSETUJUAN . ... ... .... ... ... .. . ... .. ... .. .... ... ... ... ... .. .. ii
HALAMAN PENGESAHAN ... .. .. . .... ... .... ... ... ... ... iii
MOTTO... iv
ABSTRAKSI ... .. ... .. ... . ... ... .. ... ... ... . . .... .. .. .. .. ... ... ... ... ..
v
KAT A PENGANTAR . . .. .. .. . .. .. ... .. ... ... .. .. .. . . ... ... ... ... .. .. . . . .. .. .. .. .. ... vi
DAFT AR ISi . . . viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB 1 : PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah . . . .. . . .. . . . 1
1.2. ldentifikasi Masalah ... ... 11
1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah Penelitian ... 11
1.3. 1 Pembatasan Masalah Penelitian ... 11
1.3.2 Perumusan Masalah Penelitian ... 12
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13
1. 3. 1 Tujuan Penelitian . . . 13
1.3.2 Manfaat Teoritis ... 13
1.3.3. Manfaat Praktis ... 13
2.1.2. Sumber Penyebab Burnout ... 22
2.1.3. Dimensi-dimensi Burnout... 27
2.1.4. Tanda dan Gejala Burnout... 30
2.1.5. Proses Terjadinya Burnout ... 33
2.2. Shift Kerja ... 36
2.2. 1. Definisi Shift Kerja .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. . .. ... . .. . .. . .. .. .. .. .. .. .. 36
2.2.2. Shift Pagi ... 37
2.1.3. Shift Malam ... 38
2.3. Kerangka Berpikir .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. . .. .. .. .. .. .. .. 40
2.4. Hipotesis . .. .. ... .. . ... .. .. ... .. .. . . .. .. .. .. .. .. ... .... ... ... .. ... 43
BAB
3 :
METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... ... 443.1.1. Pendekatan Penelitian ... 44
3.1.2. Metode Penelitian ... 44
3.2. Variabel Penelitian ... 45
3.2.1. Definisi Operasional Variabel ... 45
3.3. Populasi dan Sampel ... 46
3. 3. 1. Populasi .. .. .. . .. .. .. .. .. ... .. .. .. .. . .. .. .... . .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. .. 46
3.3.2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 47
3.5. Hasil Uji Coba lnstrumen Penelitian ... 52
3.5.1 Hasil Uji Coba lnstrumen Burnout ... 53
3.6 Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis ... 55
3. 7. Prosedur Penelitian ... 58
BAB 4 : PRESENTASI DAN ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Urn um Sampel ... ... 61
4.1.1. Berdasarkan Usia . ... .... ... ... ... ... 61
4.1.2. Berdasarkan Jenis Kelamin .. .. .. ... ... 62
4.1.3. Berdasarkan Status Perkawinan ... .. .. .. .. ... 63
4.1.4. Berdasarkan Ranking .. ... ... .... . ... 64
4.2. Uji Persyaratan .... ... .. ... .. .... .. .. .... .. .... ... ... .. .. .. .. 66
4.2.1. Uji Normalitas .. ... ... ... .... .. .. 66
4.2.2. Uji Homogenitas .... ... ... .. .. ... .... 69
4.3. Hasil Utama Penelitian atau Uji Hipotesis .. ... 70
4.3.1. Uji Beda Burnout ... 70
4.3.1. Uji Beda Berdasarkan Tiga Dimensi Burnout ... 72
4.3.1.1. Uji Beda Kelelahan Emosi ... 72
4.3.1.1. Uji Beda Depersonalization... 74
5.3. Saran . .. ... ... ... ... ... .. .. .. ... .. ... ... 82
5.3.1. Saran Teoritis ... 82
5.3.2. Saran Praktis ... 83
Tabel 2.1
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 4.7
Tabel 4.8
Tabel 4.9
Blue Print Dimensi Burnout ... .
Blue Print Skala Burnout ... .
Blue Print Skala Burnout (item valid) ... .
Blue Print Skala Burnout (untuk penelitian) ... .
Kaidah Reliabilitas Guilford ... .
Kategori Sampel Berdasarkan Usia ... .
Kategori Sampel Berdasarkan Jenis Kela min ... .
Kategori Sampel Berdasarkan Status Perkawinan ... .
Kategori Sampel Berdasarkan Ranking Shift Pagi ... .
Kategori Sampel Berdasarkan Ranking Shift Ma lam ... .
Uji Normalitas ... .
Uji Homogenitas ... .
Uji Seda ... .
Uji Bed a Kelelahan Emosi ... .
29 51 54 54 57 61 62 63 64 65 67 69 70 72
Tabel 4.10 Uji Seda Depersonalization... 74
[image:13.518.15.419.108.514.2]Gambar 2.1 Model
Burnout...
43 [image:14.519.69.418.140.483.2]Lampiran 1 : Angket tryout skala burnout karyawan shift pa1ii dan shift malam. Lampiran 2 : Angket penelitian skala burnout karyawan shift pagi dan shift
ma lam.
Lampiran 3 : Data tryout pengukuran skala burnout karyawan shift ー。セQゥ@ dan shift malam.
Lampiran 4 : Data mentah sampel hasil pengukuran skala burnout karyawan shift pagi.
Lampiran 5 : Data mentah sampel hasil pengukuran skala burnout karyawan shift malam.
Lampiran 6 : Uji validitas dan reliabilitas skala burnout.
Lampiran 7 : Uji normalitas. Lampiran 8 : uji homogenitas. Lampiran 9 Uji beda.
Lampi ran 1
o :
Uji beda kelelahan emosi. Lampiran 11 : Uji beda depersonalization.Lampiran 12 : Uji beda low personal accomplishment.
Lampiran 13 : Surat izin penelitian.
Lampiran 14 : Surat keterangan penelitian.
1.1. latar Belakang Masalah
llmu pengetahuan dan tekhnologi telah menumbuhkan modernitas dan
otomatisasi industri yang telah menimbulkan perubahan tata nilai
kehidupan manusia. Akhir-akhir ini, terjadi perubahan yang sangat pesat
di Indonesia yang menuntut adanya penyesuaian diri dari individu atau
masyarakatnya. Perubahan tersebut antara lain dari masyarakat agraris
ke masyarakat industri, dari masyarakat tradisional ke masyarakat
modern.
Dari berbagai perubahan di atas, selama hidup manusia selalu melakukan
bermacam-macam aktivitas. Salah satu aktivitas manusia yaitu bekerja.
Aktivitas dalam pekerjaan mengandung unsur kegiatan bersosialisasi,
menghasilkan sesuatu, dan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, maka manusia harus berusaha dan
bekerja. Sebagai tenaga kerja, dimana manusia meilal<sanakan tugas
pekerjaannya, saling berpengaruh dalam hubungan piskerjaan, dan
Adanya manusia sebagai tenaga kerja di perusahaan menjadikan
kegiatan perusahaan terlaksana. Kegiatan perusahaan dilakukan untuk
mencapai tujuan perusahaan dalam mencapai tingkat produktivitas yang
tinggi. Pentingnya produktivitas dalam meningkatkan kesejahteraan telah
disadari secara umum, tidak ada jenis kegiatan manusia yang tidak
menguntungan dari produktivitas yang ditingkatkan yaitu sebagai
kekuatan untuk menghasilkan lebih banyak nilai tarnbah dari sumber daya
yang ada.
Kesadaran akan arti penting faktor manusia di dalam sistem kerja mulai
muncul ketika banyak dijumpai penurunan kecepatan dan ketepatan kerja,
penurunan hasil produksi, dan tirnbulnya penyakit akibat kerja. Faktor ini
diakibatkan karena adanya kelelahan ketika sedang bekerja. Kelelahan
akibat kerja akan mengurangi kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Hal
ini didukung oleh Suma'mur (1989) yang mengatakan bahwa kelelahan
adalah suatu perasaan, keadaan yang disertai dengan penurunan
efisiensi dan ketahanan dalam bekerja. Kelelahan sec:ara umum berupa
kelelahan fisik dan psikis yang disertai dengan penumnan efisiensi dan
ketahanan dalam bekerja dan penurunan dorongan ウ・セイエ。@ kemampuan
untuk bekerja. Kelelahan fisik dapat berupa sakit atau nyeri pada sistern
kerangka dan otot manusia, sedangkan kelelahan psikis dapat berupa
Kartono (1994) membagi kelelahan itu menjadi dua bagian yaitu:
pertama, kelelahan jasmani (fisik) yang mutlak memerlukan istirahat dan
tidur guna memulihkan produktivitas. Kedua, kelelahan rohani (psikis)
yang dirasakan sebagai penghayatan "habis terkuras" dan rasa sangat
lemah, yang menjadi predisposisi bagi timbulnya gan!Jguan fungsi-fungsi
psikis. Kondisi demikian ini merupakan fase transisi antara kondisi sehat
dan sakit sehingga individu jadi lebih peka terhadap penyakit, infeksi,
kecelakaan dan gangguan neurotis.
Sayangnya pihak manajerial perusahaan kurang mernpedulikan efek
negatif dari kelelahan para pekerjanya yang selalu dipikirkan adalah
bagaimana perusahaan dapat meningkatkan produksinya dengan waktu
sesuai seperti yang telah ditargetkan. Padahal kinerja karyawan yang
disertai dengan kelelahan, kejenuhan dan kebosanan maka akan semakin
menurunkan kualitas barang yang dihasilkan atau yang lebih buruk lagi
menurunnya produktivitas. Selanjutnya kerusakan ilkan meningkat,
karena kelelahan mempunyai hubungan era! dengan lkecelakaan dalam
melaksanakan tugas (kecelakaan kerja). Gejala tersebut diakibatkan
karena adanya stres, yaitu suatu kondisi ketegangan yang berpengaruh
terhadap emosi, proses berpikir, dan kondisi fisik seseiorang (Slagian,
Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk
menghadapi lingkungan. Stres yang tidak diatasi den9an baik biasanya
berakibat pada kemampuan seseorang berinteraksi secara positif dengan
lingkungannya. Baik dalam arti lingkungan pekerjaan yang berhubungan
dengan aktivitas fisik seperti kemampuan mengangkat suatu benda,
mendorong, memindahkan barang, bekerja sambil berdiri, terlalu lama
duduk, dan jongkok. Sedangkan dari luar lingkungan pekerjaannya
(psiko-sosial} seperti dalam hubungan atasan dengan bawallan, hubungan antar
para pekerja, melakukan tugas yang monoton ataupun tugas yang
beivariasi, dan bekerja pada shift pagi, siang, dan malam. Karyawan yang
menghadapi gejala negatif di atas pada gilirannya akan berpengaruh pada
kinerja karyawan (Waluyo, 2001).
Berdasarkan pemaparan para allli di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa stres dapat timbul sebagai akibat tekanan atau ketegangan yang
bersumber dari ketidakselarasan antara seseorang dongan
lingkungannya. Dengan kata lain, apabila sarana dan tuntutan tugas tidak
selaras dengan kebutuhan dan kemampuan seseorang, maka orang
tersebut akan mengalami stres. Biasanya stres semakin kuat apabila
seseorang menghadapi masalah yang datangnya bertubi-tubi begitu juga
karyawan yang mengalami masalah dalam pekerjaannya seperti bekerja
Karyawan dapat mengatasi stress yang dialami tergantung pada
ketahanan tubuh karyawan tersebut. Karyawan yang memiliki daya tahan yang tinggi terhadap stress mampu mengatasi sendiri stress tersebut. Sebaliknya tidak sedikit karyawan yang daya tahan dan kemampuannya menghadaj:li stress rendah. Jelasnya bahwa stress yang tidak teratasi dapat berakibat pada apa yang dikenal dengan bumout (Slagian, 2005).
Sebuah penelitian dilakukan oleh Barkely Planing associates (dalam Prawasti & Napitupulu, 2002) menginformasikan bahwa di Indonesia guru merupakan profesi yang paling rentan untuk mengidap sindrom burnout.
Jadi, Guru merupakan profesi yang beresiko tinggi untuk terkena stres kerja yang bersifat kronis, kemungkinannya adalah mengalami bumout.
Penelitian di alas didukung oleh pernyataan Kyriacou (dalam Prawasti &
tuntutan kurikulum serta lambatnya adaptasi program sekolah untuk
mengikuti perubahan yang terjadi di masyarakat.
Burnout juga akan dialami oleh karyawan yang bekerja dengan
menggunakan shift kerja. Giliran kerja (shift kerja) adalah strategi
penjadwalan jam kerja sedemikian rupa sehinggga kelompok-kelompok
karyawan tetap yang berbeda, melakukan tugas pekerjaan yang sama
dalam jangka waktu yang berbeda selama periode 24 jam (Jewell &
Sieg a II, 1998).
Adapun pekerjaan yang memerlukan pelayanan selarna 24 jam seperti
layanan keadaan darurat dan pengoperasian alat-alat secara terus
menerus, harus dilaksanakan secara 24 jam sehari. Ada pula pekerjaan
yang berkelanjutan hingga malam hari atau hampir sepanjang malam
untuk kepentingan konsumen, misalnya transportasi clan restoran. Salah
satu jalan yang dianggap bisa mengatasi masalah ini adalah pekerjaan
dalam shift, sehingga kadang-kadang karyawan menclapat giliran kerja
pada pagi hari atau malam hari (Anastasi, 1993).
Gilir kerja atau shift kerja ini terdiri dari shift pagi dan shift malam.
Karyawan yang bekerja shift pagi secara alami tidur pada malam hari.
telah terbiasa untuk bangun pada pagi hari dan tidur pada malarn hari yang dinamakan circadian rhytm manusia. Circadian sendiri berasal dari bahasa latin circa, artinya keliling atau berputar dan d'ian, artinya hari. Hal ini tidak menyimpang dari pola hidup yang biasa bagi kebanyakan orang dewasa (Auerbach, 1996).
Hal yang sangat menarik adalah karyawan yang bekerja pada shift malam. Kerja shift ini mengharuskan tenaga kerja menjadi shift untuk mengikuti kegiatan sosial dan kemasyarakatan di lingkungan tempat tinggalnya yang biasanya dilakukan pada sore atau malam hari. Selain itu bagi tenaga kerja yang telah berkeluarga, jika salah satu pasangan ini bekerja shift malahl, maka akan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan waktu dengan anggota keluarganya atau rumah tangganya. Seperti yang diurigkapkan Meadow (dalam Jewell & Siegall, 1998) bahwa giliran kerja rotasi juga dapat merusak kehidupali keluarga karyawan. Selain itu shift kerja dapat membuat tambahan stress dari pertentangan antar aktivitas kerja dan yang tidak berkaitan dengan kerja. Akibatnya adalah timbulnya rasa ketidakpuasan dari rendahnya motivasi tenaga kerja dalam bekerja yang pada akhirnya akan berpengaruh pada produl<tivitas perusahaan.
atau setelah kerja shift malam sehingga timbul reaksi·-reaksi psikologis
contohnya gejala yang bersifat emosional yaitu marah-marah, banyak
mengeluh, sulit tidur, cepat lelah, masuk angin, malas: bekerja, sering
terlambat masuk kerja, sakit-sakitan ataupun keluar dari pekerjaan.
Adapun persoalan lain yang dapat timbul sebagai akibat dari sindrom
burnout adalah meningkatnya angka perceraian, ketidakpuasan
pasangan, menurunnya kapasitas fisik kerja, dan rnenurunnya
penampilan dalam kerja. Hal tersebut terlihat pada pekerja shift malam,
disebabkan rendahnya kesiapan bekerja, mereka sering mengalami
kesalahan dan keterlambatan dalam melakukan pekerjaan.
Menurut Wahyu (2000), dengan adanya pola kerja ウィセヲエ@ ini menyebabkan
pola kebiasaan karyawan sehari-hari akan berbeda, エゥセョエオョケ。@ dalam hal
penyesuaian dirinya. Biasanya para karyawan diberi periode istirahat
selama 24 jam atau lebih di antara perubahan giliran !JUna memberi
kesempatan bagi karyawan untuk mengadakan penyeisuaian kembali.
Berdasarkan pengamatan dan wawancara terbatas pada bagian produksi
di PT. "XYZ", sebagian karyawan yang mendapatgiliran kerja atau shift
malam Jebih sering absen dan tidak hadir dalam bekerja. Karyawan
Sebuah perusahaan di kawasan Jabotabek yang mengekspor produknya, pada tiap shift (tiga shift) selalu terdapat 15 sampai 30 pekerja yang datang ke klinik dengan keluhan lemas, pusing, mual, dan sakit perut minimal 50 orang dalam sehari datang ke klinik. Mereka rata-rata perlu berbaring sekitar 20 menit untuk pulih kembali. lni berarti bahwa dalam sehari hilang minimal 1000 menit atau 16,7 jam kerja.
Dari keadaan itu maka dapat disimpulkan bahwa karyawan yang bekerja malam sebagai bagian dari jadwal rotasi giliran kerja, kurang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan (dari segi fisik) dan tidak dapat bekerja sepenuhnya. Mereka sering dihinggapi stres, lelah, bosan dan lain-lain. Berbeda lagi dengan shift pagi, mereka cenderung lebih bersemangat, lebih segar, dikarenakan tidak adanya perubahan waktu yakni ketika beristirahat. Artinya karyawan yang menclapat shift pagi tetap dapat beristirahat dan tidur pada malam hari secara wajar.
Oleh karena itu, stres dapat dialami oleh karyawan yang mengalami giliran kerja atau shift kerja. Sires dapat muncul, jika karyawan mengalami ketegangan dalam menghadapi pekerjaan dan lingkungan. Apabila stres semakin kuat maka akan timbul sindroma burnout, dimana individu yang berada pada pada suatu kondisi yang menunjukkan adanya suatu
stress yang berlebihan atau karena adanya ketidakpuasan dalam
pekerjaan.
Menurut Malaviya & Ganesh (dalam Anastasi, 1993), riset mengenai efek
kerja bergiliran di bidang industri telah banyak dilakukan di sejumlah
negara selama kurun waktu beberapa dekade. Penelitian Gerry Silaban
(1996) yang meneliti pada PT. Sibalec menemukan bahwa shift kerja
berpengaruh nyata terhadap kelelahan kerja, dimana shift kerja siang dan
malam lebih lelah dibandingkan shift kerja pagi. Namun hasil dari
penelitian yang dilakukan oleh Lientje Setyawati Mustika (1985)
menunjukkan tidak ada perbedaan secara bermakna Ungkat kelelahan
shift pagi dan shift siang pada karyawan dengan suhu tinggi dan normal.
Dari beberapa penelitian di alas, maka penulis mencoba melakukan
penelitian pada salah satu perusahaan yang bergerak: dalam bidang
tekstil. Pada perusahaan tersebut terdapat karyawan yang melakukan
kegiatan perusahaan tanpa henti yang kemudian dilakukan giliran kerja
(shift kerja). Dengan adanya shift kerja ini kelelahan dapat terjadi pada
karyawan yang akhirnya akan mengakibatkan gejala burnout. dimana
gejala burnout tidak saja terjadi di negara-negara luar., akan tetapi gejala
1.2.
ldentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana gambaran burnout pada karyawan yang bekerja shift pagi di PT. "XYZ" Bogar?
b. Bagaimana gambaran burnout pada karyawan yang bekerja shift malam di PT. "XYZ" Bogar?
c. Adakah perbedaan burnout pada karyawan yang bekerja shift pagi dan shift malam di PT. "XYZ" Bogar?
1.3.
Pembatasan dan Perumusan Masalahl
1.3.1.
Pembatasan MasalahUntuk membatasi agar tidak meluas permasalahan pemelitian, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada perbedaan burnout pada karyawan yang bekerja shift pagi dan shift malam cli PT. "XYZ" Bogar.
atas tiga dimensi yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi, maupun low personal accomplishment.
Shift kerja adalah strategi penjadwalan jam l<erja yang sedemikian rupa sehingga kelompok karyawan yang mendapatkan jadwal kerja tetap yang berbeda group kerja, melakukan tugas pekerjaan yang sama dalam jangka waktu berbeda selama 24 jam.
Shift pagl adalah pembagian waktu kerja di PT. "XYZ:" pada bagian Produksi yaitu dari jam 06.00 sampai dengan 14.00 siang. Shift malam
adalah pembagian waktu kerja di PT. "XYZ" pada bagian Produksi yaitu dari jam 22.00 sarripai dengari 06.00 pagi.
Subyek dalam perielitian ini adalah karyawan atau buruh pabrik bagian produksi yang bekerja di PT. "XYZ" Bogor.
1.3.2.
Perumusan Masalah1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini antara Jain untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan burnout pada karyawan yang bekerja shift pagi dan shift malam di PT. "XYZ" Bogar.
1.4.2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat T eoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya bidang psikologi industri. Lebih khusus lagi adalah terhimpunnya informasi tentang perbedaan
burnout pada karyawan yang bekerja shift pagi dan shift malam.
Semoga penelitian ini dapat merangsang penelitian lain di bidang yang sama, terutama yang dapat mengembangk:an pengetahuan tentang "burnout' beserta aspek-aspeknya.
b. Manfaat Praktis
burnout serta karyawan lebih produktif guna menghasilkan barang yang berkualitas.
1.5. Sistematika Penulisan Skripsi
BAB I Pendahuluan
BAB II
BAB Ill
Berisikan uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan diakhiri dengan
sistematika penulisan.
Kajian pustaka
Berisikan uraian pengertian burnout, sumber penyebab terjadinya burnout, dimensi-dimensi burnout, tanda dan gejala-gejala burnout, proses terjadinya burnout,
pengertian shift kerja yang terdiri dari shift pagi dan shift malam, dan kerangka berpikir serta hipotesis penelitian.
Metodologi penelitian
BABIV
BABV
instrumen, teknik analisis data dan uji hipotesis, dan
prosedur penelitian.
[image:30.524.70.484.155.698.2]Hasil penelitian
Gambaran umum sampel, uji persyaratan, dan hasil utama penelitian atau uji hipotesis.
Penutup
KAJIAN
PUSTAKA
Pada bab ini, akan diuraikan kajian tentang burnout dan shift kerja pagi dan malam. Kajian burnout akan dipaparkan tentang 1Pengertian burnout,
sumber penyebab burnout, dimensi-dimensi burnout, tanda dan gejala
burnout, proses terjadinya burnout. Sedangkan shift kerja meliputi
pengertian shift kerja, shift pagi, dan shift malam. Di akhir bab ini
dipaparkan kerangka berpikir penelitian yang dilanjutkan dengan hipotesis penelitian.
2.1.
Burnout
2.1.1.
Definisi BurnoutPemahaman tentang konsep burnout sebenarnya telah ada sekitar tahun 60-an. Konsep burnout pertama kali digunakan oleh Freudenberger, seorang psikolog klinis dari lembaga pelayanan sosial di New York yang menagani remaja bermasalah untuk merujuk pada efe)k-efek
penyalahgunaan obat-obat terlarang yang kronis (Sutjipto, 2001).
Maslach dalam Sutjipto (2001) mengemukakan bahwa penelitian tentang
(dalam Sutjipto, 2001), penelitian yang dilakukan 、・ョAセ。ョ@ mengamati perubahan perilaku para sukarelawan setelah bertahun-tahun bekerja dilaporkan pada jurnal psikologi profesional pada tahun 1973 yang disebut sebagai sindrom burnout. Freudenberger memberikan ilustrasi tentang seseorang yang sedang mengalami sindrom burnout seperti gedung yang terbakar habis (burned-out).
Maslach dan Jackson (dalam Sutjipto, 2001) kembali melakukan
penelitian yang sama pada bidang pekerjaan yang berorientasi melayani orang lain seperti bidang kesehatan mental, bidang pelayanan ォeセウ・ィ。エ。ョL@
bidang pelayanan sosial, bidang penegakan hukum, maupun bidang pendidikan, yang dalam perkembangannya telah memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam memahami masalah burnout. Kamus psikologi menjelaskan burnout sebagai suatu kelelahan emosi yang berlebihan (Chaplin, 2004). Para ahli yang meneliti masalah ini kLtrang puas dengan definisi tersebut, sehingga munculah definisi-definisi b:aru, dimana di dalamnya terdapat beberapa aspek perubahan tingkah laku.
sebagai hal kedua yang menimbulkan tekanan-tekanan untuk memberi lebih banyak dan menyebabkan sumber diri menjadi terkuras habis, sehingga mengalami kelelahan atau frustasi yang disebabkan terhalangnya pencapaian harapan.
Cook dan Coffey (1997) mendefinisikan burnout adalah:
"Burnout is a feeling of exhaustion that develops when an individual simultaneously experiences too much pressure and too few sources of satisfaction".
Dari pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa burnout adalah kelelahan yang timbul pada individu sebagai akibat adanya tekanan yang terus-menerus dan rendahnya kepuasan kerja. Lebih dari 18 % dari pemilik bisnis, manager, pengusaha, dan seorang pekerja teknik di suatu negara mengalami burnout (Cook & Coffey, 1997).
Kreitner (2000) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dari 28.000 orang Amerika, 50 % di antaranya mengalami burnout. Burnout dialami para pekerja yang bekerja pada suatu perusahaan di mana dalam pekerjaan tersebut terdapat kelelahan. Secara tidak langsung burnout
Cherniss (dalam Sutjipto, 2001) menyatakan bahwa burnout merupakan
perubahan sikap dan perilaku dalam bentuk reaksi ュゥセョ。イゥォ@ diri secara
psikologis dari pekerjaan, seperti menjaga jarak maupun bersikap sinis
dengan klien yang sedang ditangani, membolos, sering terlambat, dan
keinginan pindah kerja yang kuat. Pandangan Cherni:;s ini sejalan dengan
pandangan yang dikemukakan oleh Freudenberger, bahwa seseorang
memiliki sikap antusias dan tujuan yang hendak dicapai pada awal
bekerja, sehingga idealisme menjadi tinggi. Stres yan9 dialami secara
kronis tersebut menyebabkan adanya perubahan motivasi, dan
menimbulkan gejala burnout.
Burnout menurut Pines dan Aronson (dalam Sutjipto,2001) adalah
kelelahan secara fisik, mental,dan emosional yang dialami oleh seseorang
yang bekerja di sektor pelayanan sosial yang cukup lama. Pada jenis
pekerjaan tersebut, seseorang menghadapi tuntutan dari klien yang
terkadang di luar batas kemampuan, tingkat keberhasilan dari pekerjaan
rendah, dan kurangnya penghargaan yang adekuat terhadap kinerja
pemberi layanan.
Dari teori di atas dapat diambil kesimpulan bahwasan11a teori yang
dikemukakan oleh para tokoh di atas memandang bumout sebagai
keadaan lelah, keadaan frustasi, penurunan kondisi psikologis, rnaupun penarikan diri secara psikologis. Perkernbangan selanjutnya dilakukan oleh Maslach dan Jackson dengan memberikan panclangannya tentang
burnout sebagai suatu pengertian yang multidimensional.
Menurut Maslach (dalam Sutjipto, 2001 ). burnout merupakan sindrom psikologis yang terdiri dari tiga dimensi yaitu kelelahan emosional,
depersonalisasi, maupun low personal accomplishment. Kelelahan
emosional ditandai dengan terkurasnya sumber-sumber emosional seperti perasaan frustasi, putus asa, sedih, tidak berdaya, tertekan, apatis
terhadap pekerjaan dan merasa terbelengggu oleh tu!ias-tugas dalam pekerjaan sehingga seseorang merasa ticlak mampu rnemberikan
pelayanan secara psikologis, mudah tersinggung dan mudah marah tanpa alasan yang jelas.
Depersonalisasi merupakan perkembangan dari dimemsi kelelahan
emosional sebagai suatu coping yang clilakukan individu untuk rnengatasi kelelahan emosional. Perilaku tersebut adalah suatu L1paya untuk
melindungi diri dari tuntutan ernosional yang berlebihan dengan memperlakukan klien sebagai obyek. Gambaran dari depersonalisasi
terhadap lingkungan serta orang-orang disekitarnya. Sikap lainnya adalah
kehilangan idealisme, mengurangi kontak dengan orang lain,
berhubungan seperlunya saja, berpendapat negatif dim bersikap sinis
terhadap orang lain.
Sedangkan low personal accomplishment disebabkan oleh perasaan
bersalah telah memperlakukan klien secara negatif. Seseorang merasa
bahwa dirinya telah berubah menjadi orang yang bt3rkualitas buruk
terhadap klien, misalnya tidak memperhatikan kebutuhan mereka.
Padahal, seorang pemberi layanan dituntut untuk selalu memiliki perilaku
yang positif dan peka, misalnya penyabar, penuh perhatian, hangat,
humoris, dan yang paling panting adalah mempunyai rasa empati.
Berdasarkan batasan pengertian yang telah dikemukakan oleh para tokoh
di atas, tampak jelas bahwa batasan yang paling jelas dan lengkap adalah
batasan yang telah dikemukakan oleh Maslach, dimana burnout
merupakan suatu pengertian yang multidimensional yang melihat dari
beberapa sudut pandang. Batasan yang dikemukakani oleh
Freudenberger sebagai suatu keadaan kelelahan atau frustasi tampak
tergolong dalam kelelahan emosional dari Maslach. S1:idangkan
pengertian yang diberikan oleh Cherniss mengenai burnout sebagai
depersonalisasi yang dikemukakan oleh Maslach. Adapun kelelahan mental yang dikemukakan oleh Pines dan Aronson ju1Ja termasuk dalam depersonalisasi dan low personal accomplishment dari Maslach.
Dengan demikian, berdasarkan sejumlah pengertian jlang telah dikemukakan di atas, dapat diambil kesimpulan bahw:a burnout
merupakan suatu sindrom ketegangan psikologis dari gejala kelelahan emosional, depersonalisasi dan low personal accomp.lishment yang terjadi pada tingkat individu dan merupakan pengalaman yang bersifat psikologis karena melibatkan perasaan, sikap, motif, harapan, dt:in dipersepsi
individu sebagai pengalaman negatif yang mengacu pada situasi yang menimbulkan stres, ketidaknyamanan, atau disfungsi yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama dan terus-menerus.
2.1.2.
Sumber Penyebab BurnoutA. Karakteristik lndividu
Penyebab dari dalam diri individu yang turut memberi sumbangan
terhadap munculnya burnout dapat digolongkan menjadi dua faktor, yaitu faktor demografik dan faktor kepribadian.
a. Faktor demografik
Dari suatu hasil penelitian yang mengacu pada perbedaan peran jenis kelamin antara pria dan wanita, bahwasanya pria lebih rentan terhadap stres dan burnout jika dibandingkan dengan wanita. Orang berkesimpulan bahwa wanita lebih lentur jika dibandingkan dengan pria. Namun, yang membedakan adalah faktor burnout yang terserang. Pria yang terserang
burnout cenderung menunjukkan sikap depersonalisasi, sedangkan
wanita yang terserang burnout cenderung mengalami kelelahan emosional. Farber berpendapat bahwa perbedaan cara dalam
membesarkan pria dan wanita berdampak bahwa setiap jenis kelamin memiliki kekuatan dan kelemahan terhadap timbulnya burnout (Sutjipto, 2001).
pada usia ini sering dipenuhi dengan harapan yang tidak realistik. Seiring
bertambahnya usia umumnya individu akan menjadi 1,ebih matang dan
stabil, lebih teguh sehingga mempunyai perspektif yang seimbang dan
lebih realistik dalam hidup.
Status pekawinan juga sangat berpengaruh terhadap timbulnya burnout.
Profesional yang berstatus belum menikah lebih banyak yang mengalami
burnoutdaripada yang telah menikah (Sutjipto, 2001). Seseorang yang
sudah memiliki anak cenderung mengalami burnout y;ang lebih kecil
dibandingkan dengan yang belum memiliki anak. Ses13orang yang telah
berkeluarga cenderung berusia lebih tua, lebih stabil clan matang secara
psikologis. Keterlibatan dengan anak dan keluarga dapat mempersiapkan
mental dalam menghadapi masalah pribadi dan konflik emosional serta
memiliki pandangan yang lebih realistik (Sutjipto, 2001' ).
b. Faktor kepribadian
lndividu idealis merupakan individu yang memiliki karakteristik kepribadian
yang rentan terhadap burnout (Sutjipto, 2001 ). Karakteiristik lain seperti lndividu yang penuh kasih, berdedikasi, dan obsesional cenderung rentan
terhadap burnout, dikarenakan individu tersebut memiliki komitmen yang
berlebihan, dan melibatkan diri mereka secara mendalam pada
kenyataan bahwa imbalan dari usahanya tidaklah seimbang. lndividu tersebut akan merasa gagal dan berdampak pada menurunnya penilaian terhadap kompetensi diri.
lndividu yang mempunyai konsep diri rendah yaitu tidak percaya diri dan memiliki kemampuan diri yang rendah dalam mengendalikan emosi serta individu dengan kepribadian introvert cenderung rentstn terhadap burnout
(Sutjipto, 2001). Mereka umumnya dihinggapi perasaan takut sehingga menimbulkan sikap pasrah yang menyebabkan surnb1:ir diri menjadi terkuras dan cenderung menarik diri ketika tidak mampu menyelesaikan konflik yang sedang dihadapi. Penilaian diri negatif dan selalu berpikir akan kegagalan menyebabkan perasaan tidak berdaya dan apatis (Sutjipto, 2001 ).
B. Lingkungan Kerja
Penyebab burnout dalam lingkungan pekerjaan meliputi masalah beban kerja yang berupa jam kerja, tanggung jawab yang harus dipikul,
individu pemberi pelayanan merasakan adanya ォ・エ・セQ。ョァ。ョ@ emosional
saat melayani klien sehingga mengarahkan perilaku menarik diri secara
psikologis dan menghindari diri untuk terlibat dengan klien.
Selain beban kerja, dukungan sosial dari rekan kerja juga ikut
berpengaruh dalam menyebabkan burnout. Dukungan sosial positif dari
rekan kerja ini akan memberikan rasa nyaman, diperhatikan dan dihargai
oleh orang lain. Dukungan sosial yang negatif dari rekan kerja d11pat
menimbulkan burnout seperti terjadinya hubungan antar rekan kerja yang
buruk. Konflik peran juga merupakan faktor yang potensial terhadap
timbulnya burnout. Konflik peran ini muncul karena adanya tuntutan
peranan yang tidak sejalan atau bertentangan (Sutjipt<:>, 2001).
C. Keterlibatan Emosional dengan Penerima Pelayanan
Bekerja melayani orang membutuhkan banyak tenaga, karenanya dituntut
untuk bersikap sabar dan memahami orang lain dalarn keadaan krisis,
frustasi, ketakutan, dan kesakitan. Hal inilah yang dapat melibatkan aspek
emosional, dan secara tidak sengaja dapat menyebabkan stres
emosional. Apabila berlangsung lama dapat berpotemii mengembangkan
pandangan negatif dan sinis yang pada akhirnya memicu terjadinya
2.1.3.
Dimensi-dimensiBurnout
Burnout tidak selalu terjadi pada setiap orang, ada perbedaan individu
yang turut berpengaruh. Satu hal yang rnerniliki kontribusi besar terhadap rnunculnya burnout adalah jika individu rnerasa tidak bernilai, tidak
dihargai, dan pekerjaannya rnerasa tidak berarti.
Penekanan burnout terletak pada individu dan wujud dari sindrorn itu tarnpak pada sikap dan perilaku terhadap pekerjaan. Hess rnenyatakan bahwa Burnout bukan sebuah penyakit rnelainkan rnerupakan reaksi terhadap harapan dan tujuan yang tidak realistik terhadap perubahan yang diinginkan dan pekerjaan yang rnernpunyai tuntutan interaksi ernosional yang relatif konstan dengan orang lain serta tujuan jangka panjang yang sulit dicapai (Sutjipto, 2001). Hal tersebut seringkali terjadi dan dialarni oleh individu yang bekerja dalarn pelayamm dan rnernberi peran secara ernosional. Burnout sebagai suatu proses dari suatu respon terhadap tekanan dan keletihan yang dialarni dalarn ーQセォ・イェ。。ョN@
Menurut Maslach dan Jackson (dalarn Sutjipto, 2001 ), burnout rnerupakan sindrorn psikologis yang terdiri atas tiga dirnensi yaitu l<elelahan
1. Kelelahan emosional
Gejala pertama dan merupakan inti daripada sindroma burnout ini disebabkan karena energi seseorang terkuras habis dengan situasi pekerjaan yang disertai dengan kelelahan fisik yang berat. Profesi pelayanan pada dasarnya merupakan suatu pekerjaan yang selalu berhadapan dengan tuntutan dan pelibatan emosional. Apabila hal tersebut berlangsung secara terus-menerus dan akumulatif dapat rnenguras surnber energi. Kelelahan emosional ditandai dengan
terkurasnya surnber-surnber ernosional, rnisalnya perasaan frustasi, putus asa, sedih, tidak berdaya, tertekan, apatis terhadap pHkerjaan dan
rnerasa tidak marnpu mernberikan pelayanan psikofogis, mudah
tersinggung dan rnudah rnarah tanpa alasan yang jelas. Kelelahan fisik ditandai dengan adanya gangguan istirahat tidur, mudah terserang flu dan sakit kepala serta rnerasakan keluhan sakit dan nyeri pada tubuhnya.
2. Depersona/isasi
Menurut Maslach, depersona/isasi merupakan perkembangan dari dimensi kelelahan ernosional. la rnenjelaskan bahwa clepersonalisasi
adalah proses mengatasi ketidakseimbangan antara tuntutan dan
depersonalisasi adalah adanya sikap negatif, kasar, menjaga jarak
dengan lingkungan sekitarnya. Sikap lain yang dapat timbul pada dimensi ini adalah kehilangan idealisme, mengurangi kontak dan bersikap sinis dengan klien (Sutjipto, 2001 ).
3. Low personal accomplishment
Menurut Pines dan Aronson (dalam Sutjipto, 2001), mndahnya
pencapaian prestasi diri ditandai dengan adanya pernsaan tidak puas terhadap diri sendiri, pekerjaan, kehidupan, dan seseorang, merasa belum pernah melakukan sesuatu yang bermanfaat, yang mengacu pada rendahnya penilaian terhadap kompetensi dan pencapaian keberhasilan diri dalam pekerjaan. Hal ini disebabkan oleh perasaan bersalah karena telah memperlakukan klien secara negatif dan berkualitas buruk. Dapat diambil kesimpulan bahwa burnout terdiri dari tiga dimensi.
No Dimensi 1. Kelelahan emosi
2. Depersonalisasi
Tabel
2.1
DimensiBurnout
lndika
aitan dengan a. Hal-hal yang berk'
perasaan frustasi b. Merasa tertekan c. Merasakan keluha n
Fisik
a Hilang perasan po
atasan atau rekan
sitif terhadap
kerja
b. Menghindari kont ak dengan pekerjaan
an keadaan c. Tidak peduli deng·
[image:44.524.55.433.159.680.2]3. Low personal a. Merasa tidak kompeten dalarn
accomplishment bekerja
b. Kehilangan kemauan dalam bekerja
c. Merasa diri tidak berharga
Semua hal di atas dapat terjadi ketika seseorang merasa kelelahan dalam bekerja yang pada akhirnya akan mengalami burnout.
2.1.4. Tanda dan Gejala-gejala
Burnout
Burnout digunakan untuk merujuk pada situasi di rnana pada awalnya
merupakan "panggilan" menjadi sekedar pekerjaan. Artinya, seseorang tidak lagi hidup untuk bekerja tetapi bekerja sekedar untuk hidup. Dengan kata lain, burnout merujuk pada hilangnya antusias, ォゥセァ・ュ「ゥイ。。ョL@ dan suatu perasaan yang mempunyai misi dalam pekerjaan seseorang.
Cherniss (dalam Sutjipto, 2001)) menyatakan bahwa ketika seseorang mulai memperhatikan tanda-tanda atau gejala-gejala burnout, maka konsep burnout meluas lebih jauh. Karenanya, tanda dan gejala yang biasanya dikaitkan dengan burnout pada program layanan kemanusiaan adalah sebagai berikut:
1. Resistensi yang tinggi untuk pergi kerja setiap hari. 2. Terdapat perasaan gaga! di dalam diri.
4. Rasa bersalah dan menyalahkan. 5. Keengganan dan ketidakberdayaan. 6. Negativisme.
7. lsolasi dan penarikan diri.
8. Perasaan capek dan lelah setiap hari. 9. Sering memperhatikan jam saat bekerja. 1
o.
Merasa sangat pegal setelah bekerja.11. Hilangnya perasaan positif terhadap orang lain.
12. Menunda kontak dengan orang lain, membatasi komunikasi dengan orang lain.
13. Menyamaratakan orang lain.
14. Tidak mampu menyimak apa yang orang lain ceritakan. 15. Tidak mau beraktivitas.
16. Sinisme terhadap orang lain dan sikap menyalahkan. 17. Gangguan tidur/sulit tidur.
18. Menghindari diskusi mengenai pekerjaan dengan teman kerja. 19. Asyik dengan diri sendiri.
20. Mendukung tindakan untuk mengontrol perilaku, misalnya menggunakan obat penenang.
21. Sering demam dan flu.
22. Sering sakit kepala dan gangguan pencernaan.
24. Rasa curiga yang berlebihan dan paranoid.
25. Penggunaan obat-obatan yang berlebihan.
26. Konflik perkawinan dan keluarga, dan
27. Sangat sering membolos.
Cherniss (dalam Sutjipto) menyatakan bahwa tekanan pekerjaan
(ketidakseimbangan antara sumber daya dan tuntutan) tidak harus
menyebabkan kelelahan yang hebat, dengan penanganan yang berkaitan
dengan burnout yang bersifat defensif. Artinya, walau kelelahan
menghasilkan beberapa perubahan tingkah laku dan "penderita"
melampiaskan terhadap orang lain atau teman sejawat, hal itu belum
tentu bahwa ia mengalami burnout. Secara umum, semakin besar dan
semakin kronis stres dan semakin tidak berdaya seorang pekerja untuk
mengubah situasi, besar kemungkinan ia mengalami burnout dan bisa
semakin buruk.
Dari uraian di atas bahwasanya burnout mengkombinasikan ffsik, emosi,
dan mental, dan merupakan suatu keadaan yang ウオォQセイ@ untuk keluar
darinya. Orang yang mengalami tekanan namun tetap nyaman dalam
bekerja, tidak mengalami burnout. Burnout tidak selalu terjadl pada setiap
orang, karena ada perbedaan individual yang turut berpengaruh. Satu hal
mereka merasa tidak bernilai, tidak dihargai, dan pek1erjaan mereka
merasa tidak berarti.
2.1.5. Proses Terjadinya Burnout
Menurut Pines dan Aronson (dalam Sutjipto, 2001), burnout merupakan
kondisi emosional di mana seseorang merasa lelah dan jenuh secara
mental ataupun fisik sebagai akibat tuntutan pekerjaan yang meningkat.
Timbulnya kelelahan ini disebabkan karena bekerja k1eras, merasa
bersalah, merasa tidak berdaya, merasa tidak ada harapan, merasa
terjebak, kesedihan yang mendalam, merasa malu, dan secara terus
menerus membentuk lingkaran dan menghasilkan perasaan lelah dan
tidak nyaman, yang pada akhirnya akan menimbulkan rasa kesal, dan
berlanjut pada kelelahan fisik, kelelahan mental, dan kelelahan emosional.
Adapun Cherniss menjelaskan terjadinya burnout bermula adanya stress
yang kemudian memunculkan ketegangan dan akhirnya muncul tindakan
intrapsikis yang berasosiasi dengan burnout (Prawasti & Napitupulu,
2002). Secara terperinci, burnout dapat diartikan sebagai suatu kondisi emosional yang dialami seseorang berupa kelelahan dan merasa jenuh
secara fisik maupun mental sebagai akibat dari tuntutan pekerjaan yang
Secara bertahap Barry (1991) mengemukakan konsep dasar mengenai
terjadinya
burnout,sebagai berikut :
a. Tahap antusias dan berdedikasi
lndividu yang mengawali pekerjaannya dengan semangat tinggi
memiliki harapan yang tinggi, dan harapan tersebut terkadang kurang
realistik.
b. Tahap frustasi dan marah
Pada tahap ini individu mulai merasakan perasaan frustasi, sering
marah tanpa alasan yang jelas ketika menghadapi pekerjaannya.
c. Tahap ketidakseimbangan
lndividu pada tahap ini merasakan adanya ketidak:seimbangan antara
sumber daya seperti tenaga, ide, dan harapan dengan tuntutan dari
atasan, organisasi, dan diri sendiri.
d. Tahap penarikan diri
lndividu mulai menarik diri dan semakin sulit untuk: bekerja sama
e. Tahap sensitivitas
Pada fase ini, individu mulai sensitif terhadap sesuatu hal, mudah
tersinggung, peka terhadap gejala-gejala fisik seperti sakit kepala dan
tekanan darah turun. Adanya perubahan pola pikir seperti sering
menyalahkan orang lain dan berpikir negatif. Perubahan emosional
seperti putus asa dan tidak berdaya.
f. Tahap kehilangan energi
Pada tahap akhir ini individu menjadi apatis, ュ・ョセQィゥョ、。イゥ@ berbagai
tantangan dan acuh tak acuh terhadap pekerjaan.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa proses terjadinya burnout adalah ketika seorang
individu yang tidak memiliki kemampuan untuk mencapai apa yang
diinginkan, disebabkan karena memiliki harapan yang tidak realistik serta
pengaruh dari lingkungan pekerjaan yang penuh d1mnan stres dan tidak
mampu memberikan suasana yang kondusif bagi pemenuhan diri dengan
tidak memberikan penghargaan yang sesuai dengan ;3pa yang
2.2. Shift Kerja
2.2.1. Pengertian Shift Kerja
Shift kerja merupakan sistem pengaturan jadwal kerja dimana para
karyawan secara bergantian melakukan tugas pekerjaan yang sama
dalam waktu yang berbeda yang telah ditentukan oleh perusahaan dalam
pengoperasian pekerjaan selama 24 jam. Menurut Anastasi (1993), shift
kerja ini disebut sebagai kerja secara bergilir.
Kerja secara bergilir ini merupakan keharusan di dalam organisasi sektor
kemasyarakatan contohnya seperti rumah sakit, pemadam kebakaran,
kepolisian, dan lain-lain. Pada era global sekarang ini, perusahaan perlu
mengoperasikan pekerjaan dalam durasi 24 jam. Hal ini dikarenakan
sistem untuk memproses bahan baku industri mesti dilaksanakan
sesegera mungkin. Jika pengoperasiannya mengalami penundaan maka
akan rnerusak rnesin yang sedang dipakai. Begitupun pada sistem
ekonomi di mana kornputer dan jaringan internet rnampu rnemaksimalkan
pelayanan terhadap konsurnen selama 24 jam. Hal ini tentunya akan
rnemaksimalkan keuntungan yang akan diraih.
Muchinsky (1987), mengatakan bahwa dalam industri manufakturi ada
permanen. Bila mempekerjakan karyawan secara terus menerus dengan beberapa shift pekerjaan yang berbeda selama 24 jam akan sangat menguntungkan bagi perusahaan. Dengan adanya shift kerja ini maka dalam sistem penjadwalan, terdapat waktu giliran bekerja dan beristirahat. Maka penulis menggunakan pembagian shift kerja yang terdiri dari dua shift yaitu shift pagi dan shift malam.
2.2.2.
Shift Pagi
Karyawan yang bekerja pada shift pagi pada umurnny·a tidak sulit untuk menyesuailan diri karena menurut kebiasaan, manusia dilahirkan dengan pola jam biologik yaitu bangun pagi hari dan tidur beristirahat pada malam hari yang disebut dengan circadian rythm yang berdaur selama 24 jam.
Menurut Grand Jean (Wahyu, 2000) mengatakan bahwa fungsi tubuh yang diatur oleh jam biologik ialah tidur. Fungsi tubuh yang meningkat pada siang hari dan menurun pada malam hari adalah suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah, volume pernapasan, produksi adrenalin,
Jamal & Jamal (dalam Muchinsky, 1987) mengatakan bahwa para pekerja yang bekerja pada jam yang normal mempunyai kesehatan mental dan
fisik yang lebih bagus ketimbang yang bekerja shift:. Bila para pekerja
ditugaskan untuk bekerja pada shift yang tetap (pagi),. maka perilaku
karyawan akan tetap konsisten yang mana bisa memltlantu untuk
menolong circadian rythm. Menurut De La Mare & Wi:1lker (dalam
Muchinsky, 1987), terdapat lebih sedikit masalah organisasi dan
perorangan yang berkaitan dengan giliran kerja pagi hari daripacla giliran
kerja yang lain. Oleh karenanya para pekerja menyukai hari kerja biasa.
2.2.3.
Shift MalamEfek negatif shift kerja malam lebih banyak dibanding shift kerja pagi.
Oleh karenanya shift kerja malam tidak disukai tetapi 1ada juga sebagian
tenaga kerja yang menyukai shift kerja malam, karena berbagai alasan
pribadi. Misalnya: mulai berkurangnya kemacetan lalu lintas pada saat
berangkat dan pulang bekerja sampai pada alasan situasi yang lebih
menyenangkan di malam hari dan bagi yang lainnya merasa bahwa
produktivitas kerja karyawan terasa lebih besar selam1a bekerja malam
hari. Hal ini dikemukakan oleh Malaviya dan Ganesh (dalam Anastasi,
1993). Ada juga karyawan yang menyukai giliran kerja malam karena karyawan tersebut menghendaki rotasi giliran kerja. RC)tasi giliran kerja
seperti empat hari giliran kerja malam, tiga hari istirahat, dan lima hari
giliran kerja pagi. Weddernburn (dalam Jewell & Siegal!, 1998) mengatakan bahwa giliran kerja dalam industri baja rnenyebutkan
berbagai kesukaan terhadap jenis kerja giliran.
Pengaruh penerapan shift kerja pada tenaga kerja adalah kuantitas dan
kualitas tidur terganggu terutama pada tenaga kerja yang bekerja pada
malam hari dan tidur pada siang hari memberi dampak terhadap
kesehatan dan keselamatannya. Misalnya pada siang hari terganggu oleh
rasa lapar, terang matahari, dan suara riuh pada siang hari. Menurut
Andersen dkk (dalam Jewell & Siegal!, 1998), banyaknya tidur yang diperoleh karyawan dalam sehari mempengaruhi tanggapan terhadap
giliran kerja.
Tidur siang tidak seefektif pada malam hari karena karyawan yang
menjalani kerja bergilir pada malam hari akan kehilanoan 15% sampai
20% waktu tidur total. Oleh karena banyak gangguan dan biasanya
diperlukan dua hari istirahat untuk menebus kurang tidur, gangguan
pencernaan usus yang seharusnya istirahat pada malam hari menjadi
terganggu keseimbangannya sehingga menirnbulkan gangguan hilangnya
nafsu makan, yang menyebabkan berat badan menurun akibat dari waktu
Pengalaman para pekerja shift menimbulkan banyak masalah dalam
penyesuaian diri dan penyesuaian sosial. Menurut Aschoff, kebanyakan
masalah penyesuaian diri berkaitan dengan circadian rythm, dimana
tubuh telah diprogram untuk siklus waktu yang biasa. Sehingga tubuh
dipengaruhi oleh irama circadian yang mempengaruhi siklus bangun dan
tidur, suhu badan dan hormon. Dimana perubahan pada irama circadian
mempengaruhi badan dan dapat mengganggu kesehatan (Muchinsky,
1987).
2.3.
Kerangka Berpikir
Burnout pada pekerja sering dikaitkan sebagai kelelahan secara fisik dan
psikis. Burnout dapat terjadi akibat berubahnya kondisi psikologis sebagai
reaksi terhadap situasi kerja yang tidak menguntungkim, wujud dari
psikologis tersebut berupa kelelahan fisik, mental, dan emosional karena
bekerja dalam situasi yang menuntut keterlibatan emosional.
Menurut para ahli, bahwa terjadinya burnout ditimbulkan adanya
ketegangan yang disebabkan oleh tekanan yang timbul dari diri individu
(personal stressors) dan tekanan yang berasal dari pekerjaan (job and
organizational stressors). Dalam hal ini peneliti memfokuskan
terdiri dari tiga dimensi, yaitu: pertama, kelelahan emosional (emosional
exhaustion) ditandai dengan terkurasnya sumber eme>sional, perasaan
frustasi, putus asa, sedih, tidak berdaya, tertekan, merasakan keluhan fisik, apatis terhadap pekerjaan dan merasa エ・イ「・ャ・ョセQァオ@ oleh tugas-tugas dalam pekerjaan. Kedua, depersonalization, yang merupakan
perkembangan dari dimensi kelelahan emosional sebagai coping yang dilakukan individu untuk mengatasi kelelahan emosional, seperti : munculnya sikap negatif, kasar, menjaga jarak dengan orang lain, menjauh dari lingkungan sosial, cenderung tidak peduli terhadap lingkungan dan orang-orang sekitar, kehilangan idealisme, sinis, dan mengurangi kontak dengan orang lain. Yang ketiga, low personal
accomplishment seperti : merasa tidak bermanfaat untuk orang lain,
merasa tidak puas terhadap diri sendiri, pekerjaan, kehidupan, dan perasaan bersalah karena telah memperlakukan orang lain secara negatif.
motivasi tenaga kerja dalam bekerja dan akan berpengaruh pada produktivitas perusahaan.
Dari uraian di atas, burnout dapat timbul pada pekerj.a yang bekerja dengan menggunakan shift kerja atau giliran kerja yaitu shift pagi, siang, dan malam. Giliran kerja (shift kerja) adalah strategi penjadwalan jam kerja sedemikian rupa sehingga kelompok-kelompok karyawan tetap bekerja dalam waktu yang berbeda, melakukan tugas pekerjaan yang sama dalam jangka waktu yang berbeda selama periode 24 jam. Salah satu jalan yang dianggap bisa mengatasi masalah ini adalah pekerjaan dalam shift, sehingga kadang-kadang karyawan menclapat giliran kerja pada pagi hari atau malam hari. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui perbedaan burnout pada karyawan yang bekerja shift pagi dan セ^ィゥヲエ@
malam.
Penjelasan di atas dapat dilihat lebih jelas dalam bag.an di bawah ini, sebagai berikut :
Personal stressors
[image:58.522.51.455.146.498.2]I
.,
Gambar 2.1
MODEL BURNOUT
Job and organizational
I
stressors
!
•
Emosional Exhaustion
-Attitudinal and
behavioral symptoms of
- - I I burnout
Depersonalization
• Negative attitudes
セ@ •Fatigue
• Frustration
Feeling a lack of
-
• Helplessness• Withdrawal ft·om personal
accomplishment friends and socializinR;
kョセゥエョ・イ@ (2000)
2.4.
Hipotesis
Berdasarkan teori yang diuraikan di atas, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini:
Ha : Ada perbedaan yang signifikan antara burnout pada karyawan yang bekerja shift pagi dan shift malam di PT. "XYZ" Bogor.
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini, akan menjelaskan pendekatan dan ュ・エッ、Qセ@ penelitian, definisi variabel dan operasional variabel, subyek penelitian, metode dan instrumen pengumpul data, hasil uji coba instrumen, teknik analisis data dan uji
hipotesis, dan prosedur penelitian.
3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian
3.1.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui perbedaan burnout antara karyawan yang bekerja shift pagi dan karyawan yang bekerja shift malam pada bagian produksi. Penelitian ini menggunakan ー・ョ、Qセォ。エ。ョ@ kuantitatif, dikarenakan pada data akhir akan dianalisis dengan mengggunakan
perhitungan statistik. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang datanya dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk angka-angka (Mochtar, 2000).
3.1.2. Metode Penelitian
(pagi) dan karyawan yang bekerja shift 3 (malam). Penelitian komparasional adalah penelitian dengan cara membandingkan. Pada pEmelitian ini peneliti mencoba membedakan kedua subjek penelitian terhadap sebuah variabel penelitian.
3.2.
Definisi Variabel dan
Operasional
Variabel
Variabel adalah obyek atau sesuatu yang menjadi pusat perhatian pada sebuah penelitian (Arikunto, 1996). Variabel pada penelitian ini terdiri dari satu variabel yaitu burnout. Definisi operasional variabel pada penelitian ini adalah:
Burnout adalah suatu kondisi yang dialami individu berupa kelelahan fisik,
mental, dan emosional dikarenakan individu terlibat dalarn situasi yang menuntut emosi berupa ketidaksesuaian antara harapan yang terlalu tinggi dengan situasi stres yang kronis dan berlangsung dalam jangka wal<tu yang panjang. Menurut Maslach dan Jackson (dalam Sutjipto, :2001), burnout
merupakan sindrom psikologis yang terdiri atas tiga dimensi yaitu:
2. Depersonalization, yang merupakan perkembangan dari dimensi
kelelahan emosional sebagai suatu coping yang dilak:ukan individu untuk
mengatasi kelelahan emosional, seperti : munculnya sikap negatif, kasar,
menjaga jarak dengan orang lain, menjauh dari lingkungan sosial,
cenderung tidak peduli terhadap lingkungan dan orang-orang sekitar,
kehilangan idealisme, sinis, dan mengurangi kontak clengan orang lain.
3. Low personal accomplishment seperti merasa tidak bermanfaat untuk
orang lain, merasa tidak puas terhadap diri sendiri, pekerjaan, kehidupan,
dan perasaan bersalah karena telah memperlakukan orang lain secara
negatif.
3.3.
Subyek Penelitian
3.3.1.
PopulasiMenurut Gulo (2002), populasi adalah keseluruhan satuan analisis yang
merupakan sasaran penelitian. Berdasarkan tujuan ー・ョ・セゥエゥ。ョ@ maka populasi
yang digunakan adalah karyawan yang bekerja shift pagi dan shift rnalam di
PT. "XYZ" Bogor dengan jurnlah 120 orang karyawan. Populasi yang diambil
dalam penelitian ini berdasarkan jumlah karyawan yang bekerja pada bagian
produksi, di mana karyawan pada bagian produksi dibagi menjadi tiga shift
3.3.2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti dan dimaksudkan untuk menggeneralisasikan atau mengangkat kesimpulan penelitian sebagai sesuatu yang berlaku bagi populasi (Arikunto, 1996). Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang diEmggap dapat mewakili populasi (Kountur, 2005).
Cara yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu dengan teknik
purposive sampling yaitu dengan cara mengambil subyel< berdasarkan atas
adanya tujuan tertentu (Sugiyono, 2003). Hal ini karena pengambilan sampel yang harus disesuaikan dengan masalah dan tujuan penelitian sehingga pengambilan sampel harus sesuai dengan karakteristik sampel.
Teknik ini dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan seperti alasan keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengunakan sampel yang lebih besar dan jauh.
Yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja shift pagi dan shift malam dengan karakteristik sebagai berikut :
d. Karyawan yang mengalami shift kerja sesuai dengan rotasi pergantian
yaitu shift pagi, dan shift malam.
Jumlah sampel yang akan dipergunakan dalam penelitian ini ditentukan
dengan menggunakan formula Slovin (1960) dalam Sevilla (1993) sebagai
berikut:
N
n =
-I+Ne2
n
=
ukuran sampel yang dikehendakiN = ukuran populasi
e
=
batas kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaranketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi).
Batas kritis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 10%.
Dengan demikian dari 120 populasi yang diteliti, maka 54 sampel yang
dipergunakan dalam penelitian ini dapat mewakili populasi. Penelitian ini
menggunakan sampel sejumlah 58 orang untuk uji coba alat dengan rincian
29 orang karyawan yang bekerja shift pagi dan 29 orang karyawan shift
malam. Sementara untuk pengambilan data yang sesungguhnya, akan
menggunakan sampel sebanyak 54 orang dengan rinciari 27 orang (pria
orang (pria sebanyak 7 orang dan wanita sebanyak 20 orang) karyawan shift malam.
3.4. Metode dan lnstrumen Pengumpul Data
3.4.1. Metode pengumpulan data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pengumpul data yang dilakukan dengan cara menyebarkan skala burnout yang telah peneliti buat. Adapun pada skala burnout terdapat pernyataan telah disediakan
jawabannya, kepada responden diminta memilih salah satu atau lebih dari pernyataan yang telah disediakan tersebut.
3.4.2. lnstrumen pengumpulan data
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala sikap model Likert, yang dibuat untuk mengukur burnout berdasarkan indikator burnout yang terdiri atas : kelelahan emosi, dep19rsonalisasi, dan low personal accomplishment.
Penskoran pada skala likert yang digunakan pada penelitian ini merujuk pada empat altenatif jawaban, sebagai berikut : (Sevilla, 1993)
•
Selalu (SL):4
•
Sering (SR) :3•
Pernah:2
Untuk item yang favorabel, skor subyek bergerak dari 4,8,2, 1. Sementara untuk item unfavorabel, skor subyek bergerak dari 1,2,3, dan 4. Penggunaan skala model likert dengan menghilangkan angka netral atau ragu-ragu
menjadi empat alternatif ja