• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Kajian Ilmu Sosial (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pendekatan Kajian Ilmu Sosial (1)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendekatan merupakan suatu metode untuk lebih mendalami atau mengetahui sebuah objek kajian dalam suatu disiplin ilmu. Dalam mempelajari kajian ilmu sosial dibutuhkan suatu pendekatan. Pendekatan tersebut antara lain pendekatan positivistik, pendekatan humaniora, pendekatan hemeunitik dan pendekatan post - positivistik.

1.2. Manfaat dan Tujuan

Tujuan dari makalah ini antara lain :

 Menjelaskan pendekatan – pendekatan kajian ilmu sosial.

 Memahami pendekatan – pendekatan kajian ilmu sosial.

Manfaat dari makalah ini antara lain :

 Mengetahui penjelasan dan pengertian dari pendekatan – pendekatan kajian ilmu sosial.

(2)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PENDEKATAN POSITIVISTIK

Positivisme berasal dari kata “positif” yang artinya faktuual, sesuatu yang berdasar fakta atau kenyataan, menurut positivism, pengetahuan kita tidak boleh melebihi fakta-fakta yang ada, sehingga dalam bidang pengetahuan, ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang pengetahuan. [Drs.Atang Abdul Hakim,M.A dan Drs.Beni Saebani,M.Si;2008;296] Kesamaan positifistik dengan emirisme seperti yang terjadi di inggris didalam hal ini, bahwa keduanya sama-sama mengutamakan pengalaman, sedangkan perbedaanya adalah positivisme hanya membatasi pada pengalaman-pengalaman obyektif semata, akan tetapi empirisme menggunakan juga pengalaman-pengalaman batiniah (subyektif), selain pengalaman-pengalaman obyektif. [Harun hadiwijoyo;

sari sejarah filsafat barat 2;110]

Pendekatan non-positivistik lebih menggunakan penalaran deduktif (rasionalis) dengan penelitian apriori. Bidang yang dikaji adalah ilmu pasti (metafisika dan silogisme) dan persoalan metafisis

(3)

Penganut filsafat positivistik berpendapat bahwa keberadaan sesuatu merupakan besaran yang dapat diukur. Peneliti adalah pengamat yang objektif atas peristiwa yang terjadi di dunia. Mereka percaya bahwa variable yang mereka teliti, merupakan suatu yang telah ada di dunia. Hubungan antara variable yang mereka temukan, telah ada sebelumnya untuk dapat diungkapkan. Pengetahuan merupakan pernyataan atas fakta atau keyakinan yang dapat diuji secara empirik.

2.1.1. TOKOH PELOPOR POSITVISTIK

Munculnya aliran filsafat positivisme ini dipelopori oleh seorang filsuf yang bernama August Comte (1798 – 1875),seorang filosof yang lahir di Montpellier Perancis. Positivisme diperkenalkan oleh Auguste Comte (1798-1857) dalam buku utamanya yang berjudul Cours de Philosophic Positive, yaitu kursus tentang filsafat positif (1830-1842) yang diterbitkan dalam enam jilid. Aliran ini menetapkan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh ilmu-ilmu manusia maupun alam untuk dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan yang benar, yaitu berdasarkan kriteria-kriteria eksplanatoris dan prediktif. Untuk dapat memenuhi kriteria-kriteria dimaksud, maka semua ilmu harus mempunyai pandangan dunia positivistik, yaitu :

1. Objektif. Teori-teori tentang semesta haruslah bebas nilai (Free – Value)

2. Fenomenalisme. Ilmu pengetahuan hanya bicara tentang semesta yang teramati.Substansi metafisis yang diandaikan berada di belakang gejala-gejala penampakan disingkirkan.

(4)

4. Naturalisme. Alam semesta adalah obyek-obyek yang bergerak secara mekanis seperti bekerjanya jam.

[Ibid, halaman 296-297]

Beliau melihat masyarakat sebagai suatu keseluruhan organik yang kenyataanya lebih daripada sekedar jumlah bagia-bagian yang saling bergantung, tetapi untuk mengerti kenyataan ini, metode penelitian empiris harus digunakan dengan keyakinan bahwa nasyarakat adalah suatu bagian dari alam seperti halnya gejala fisik. Comte melihat perkembangan ilmu tentang masyarakat yang bersifat alamiah sebagai puncak suatu proses kemajuan intelektual yang logis yang telah dilewati oleh ilmu -ilmu lainya. Kemajuan ini mencakup kemajuan teologis purba, penjelasan metafisik, dan akhirnya sampai terbentuknya hukum -hukum ilmiah yang positif.

2.1.2. TUJUAN POSITIVISTIK

Dari sains modern, Comte menggunakan ide positivistik a la Newton, yakni metode filsafati yang terbentuk dari serangkaian teori yang memiliki tujuan mengorganisasikan realitas yang tampak. Sebagaimana diakui Comte sendiri, ada kemiripan antara antara filsafat positivistik (philosophie positive) dan filsafat alam (natural philosophy) di Inggris. Pemilihan terhadap filsafat positivistik sebagai nama bagi sistem pemikiran yang dibangunnya karena filsafat positivistik hanya mencoba untuk menganalisis efek dari sebab-sebab sebuah fenomena dan menghubungkannya satu sama lain. [Ibid hal 12-3 dan Robert Brown, op. cit hal 126.]

(5)

karena masyarakat dan kehidupan sosial berdasarkan aturan -aturan, demikian juga alam.

2.1.3. OBJEK POSITIVISTIK

Positivisme mengabaikan pengaruh peneliti dalam memahami realitas sosial dan secara salah menggambarkan objek studinya dengan menjadikan realitas sosial sebagai objek yang eksis secara objektif dan tidak dipengaruhi oleh orang-orang yang tindakannya berpengaruh pada kondisi yang diteliti. Jadi objek dari kajian positivistik yatu realitas atau fakta – fakta sosial yang ada dalam masyarakat maupun dalam arti yang luas.[ http://en.wikipedia.org/wiki/Positivism]

2.1.4. DAMPAK POSITIVISTIK

Pengaruh filsafat comte yang terbesar adalah terdapat di Inggris, seluruh keadaan Inggris, baik yang mengenai watak maupun yang mengenai cara berpikir orag Inggris, seolah - olah mewujudkan persiapan yang baik bagi penaburan filsafat Comte.

Jalan pemikiran orang Inggris, sejak abad pertengahan hingga hume dikuasai oleh empirisme dan orang Inggris juga tidak suka akan metafisis. Jadi seluruh perhatiannya dicurahkan kepada hal - hal yang nyata, yang dihadapi sehari - hari.

(6)

2.2. PENDEKATAN HUMANIORA

Humaniora, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Balai Pustaka: 1988) adalah ilmu-ilmu pengetahuan yang dianggap bertujuan membuat manusia lebih manusiawi, dalam arti membuat manusia lebih berbudaya. Kategori yang tergolong dalam ilmu ini antara lain:

a. Pendekatan Sejarah

Pendekatan sejarah minimal menggunakan dua teori yaitu: a. idealist approach

Adalah seorang peneliti yang berusaha memahami dan menafsirkan fakta sejarah dengan mempecayai penuh fakta yang ada tanpa keaguan.

b. reductionalist approach

seorang peneliti yang berusaha memahami dan menafsirkan fakta sejarah dengan penuh keraguan.

b. Pendekatan Antopologi

Antropologi adlah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat dan kebudayaan. Kebudayaan adalah produk penilitian, ciptaan kreasi masyarakat baik material maupun non material. Pendekatan antropologis identik dengan pendekatan kebudayaan. Metode yang tepat digunakan adaah metode holistik. Artinya, dalam melihat satru fenomena social harus diteliti dalam konteks totalitas kebudayaan masyarakat yang dikaji.

(7)

Kaitanya dengan pendektan sosiologis, minimal ada tiga teori yang digunakan dalam penelitian yaitu: teori fungsional, teori interaksional dan teori konflik.

Teori fungsional adalah teori yang mengasumsikan masyarakat sebagai organisme ekologi mengalami pertumbuhan. Semakin besar pertumbuhan semakin komplek masalah yang mereka hadapi. Pendekatan sosiologi dengan teori fungsional adalah dengan melihat fenomona masyarakat dari sisi fungsinya.

Teori interaksional mengasumsikan, dalam masyarakat pasti ada hubungan antara masyarakat dengan individu. Teori interaksionis diidentifikasi sebagai deskripsi interprentatif, yaitu suatu pendekatan yang menawarkan analisis yang menarik perhatian besar pada pembekuan sebab yang nyatanya ada.

Teori konflik adalah teori kepercayaan bahwa setiap masyarakat mempunyai kepentingan dan kekuasaan, yang merupakan pusat dari segala hubungan social.

Teori-teori lain yang berhubungan dengan pendekatn sosiolgoi adalah teori-teori perubahan social yaitu: teori evolusi, fungsiolnalis stuktural, modernisasi, sumber daya manusia, konflik, ketergantungan dan teori pembebasan.

d. Filogi

Filologi adalah pengetahuan tentang sastra-sastradalam arti luas yang mencakup sastra bahasa dan kebudayaan.

2.3. PENDEKATAN POST-POSITIVISTIK

2.3.1. TOKOH POSITIVISTIK

(8)

tentang manusia dengan ilmu alam, karena tindakan manusia tidak bisa di prediksi dengan satu penjelasan yang mutlak pasti, sebab manusia selalu berubah.

2.3.2. TUJUAN POSITIVISTIK

Post-positivisme merupakan perbaikan positivisme yang dianggap memiliki kelemahan-kelemahan, dan dianggap hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Secara ontologis aliran post - positivisme bersifat

critical realism dan menganggap bahwa realitas memang ada dan sesuai dengan kenyataan dan hukum alam tapi mustahil realitas tersebut dapat dilihat secara benar oleh peneliti. Secara epistomologis: Modified dualist/objectivist, hubungan peneliti dengan realitas yang diteliti tidak bisa dipisahkan tapi harus interaktif dengan subjektivitas seminimal mungkin. Secara metodologis adalah modified experimental/ manipulatif.

2.3.3. TAHAPAN POSITIVISTIK

Observasi yang didewakan positivisme dipertanyakan netralitasnya, karena observasi dianggap bisa saja dipengaruhi oleh persepsi masing-masing orang. Proses dari positivisme ke post-positivisme melalui kritikan dari tiga hal yaitu :

1) Observasi sebagai unsur utama metode penelitian,

2) Hubungan yang kaku antara teori dan bukti. Pengamat memiliki sudut pandang yang berbeda dan teori harus mengalah pada perbedaan waktu,

3) Tradisi keilmuan yang terus berkembang dan dinamis (Salim, 2001).

(9)

verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode. Dengan demikian suatu ilmu memang betul mencapai objektivitas apabila telah diverifikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai cara.[kompasiana]

2.4. PENDEKATAN HERMEUNITIK

Hermeneutik adalah studi pemahaman, khususnya tugas pemahaman teks. Kajian hermeneutik berkembang sebagai sebuah usaha untuk menggambarkan pemahaman teks, lebih spesifik pemahaman historis dan humanistik. Dengan demikian, hermeneutik mencakup dalam dua fokus perhatian yang berbeda dan saling berinteraksi yaitu : 1) peristiwa pemahaman teks 2) persoalan yang mengarah mengenai apa pemahaman interpretasi itu. (Palmer, 1969: 8)

Secara etimologi kata hermeneutika (hermeneutic) berasal dari Yunani, hermeneuein yang berarti menerjemahkan atau menafsirkan. ia merupakan sebuah proses mengubah sesuatu dari situasi ketidak tahuan menjadi mengerti. Oleh sebab itu, tugas pokok hermeneutika adalah sebagaimana menafsirkan sebuah teks klasik dan asing menjadi milik kita yang hidup di zaman dan tempat berbeda. (Umiarso, 2011: 193). Istilah hermeneutika juga kerap dihubungkan dengan tokoh mitologis Yunani, Hermes, yang bertugas menyampaikan tugas Yupiter kepada manusia. Mitos ini menjelaskan tugas seorang hermes yang begitu penting, yang bila keliru dapat berakibat fatal. Hermes adalah seorang duta yang dibebani misi menyampaikan pesan sang dewa. Berhasil atau tidaknya misi menyampaikan pesan tersebut tergantung pada cara bagaimana pesan itu disampaikan. Dengan demikian, hermeneutika secara sederhana diartikan sebagai proses mengubah ketidaktahuan menjadi tahu. (Sumaryono, 2003: 24-25)

(10)

sebagai topik utama dalam filsafat ilmu sosial, filsafat seni dan bahasa, dan dalam kritik sastra, meski asal usul modernnya bermula dari awal abad Sembilan belas. Hidup manusia sangat berseluk beluk. Masih banyak hal belum jelas benar. Pikiran masih harus lebih berpikir, suara dan artikulasi dari kenyataan (das-sein) masih perlu di dengar dan dipatuhi dan lebih seksama, berbagai hubungan masih harus senantiasa ditemukan, diintegrasikan, ditinjau kembali dan lain seterusnya. Manusia pendek kata harus senantiasa menafsirkan dan membuat interpretasi. (Poespoprodjo, tth: 1)

Pemahaman penafsiran terhadap teks tidak hanya menjadi perhatian ilmu pengetahuan, tetapi jelas merupakan bagian dari seluruh pengalaman manusia tentang dunia. Dalam memahami tradisi tidak hanya memahami teks-teks, tetapi wawasan juga harus diperoleh dan kebenaran-kebenaran harus diakui. Dihadapan ilmu pengetahuan modern yang mempunyai posisi dominan dalam penjelasan dan pembenaran terhadap konsep pengetahuan. (Gadamer, 1975: 5)

Sebagai sebuah pendekatan, akhir-akhir ini hermeneutika semakin digandrungi oleh para peneliti akademis, kritikus sastra, sosiolog, sejarawan, antropolog, filosof, maupun teolog, khususnya untuk mengkaji, memahami, dan menafsirkan teks (scripture), misalnya: Injil atau Al-Qur’an.

2.4.1 TOKOH PENDEKATAN HEUMENETIKA

Banyak filofos yang mengkaji hermeneutika diantaranya; Schleiermacher, Wihelm Dilthey, Martin Heideger, H. g. Gadamer, Jurgen Habermas, Paul Ricoeur, Jacques Derrida.

2.4.2 TUJUAN PENDEKATAN HEUMENETIKA

Paling tidak hermeneutika dapat dipilih dalam tiga katagori: sabagai filsafat, sebagai kritik, dan sebagai teori. Pertama

(11)

pencarian dalam hermeneutika ini adalah makna yang dikehendaki teks. Oleh karena itu tujuannya memahami secara obyektif maksud penggagas, makna hermeneutika model ini dianggap juga hermeneutika romantic yang bertujuan untuk “merekonstruksi makna”. Kedua filsafat, hermeneutika tumbuh sebagai aliran pemikiran yang menempati lahan-lahan strategis dalam diskursus filsafat. Problem utamanya adalah bagaimana “tindakan memahami” itu sendiri. Hermeneutika ini di gagas oleh Gadamer, menurut Gadamer hermeneutika berbicara tentang watak interpretasi, bukan teori interpretasi. Ketiga kritik, hermeneutika memberi reaksi keras terhadap berbagai asumsi idealis yang menolak pertimbangan ekstralinguistik sebagai faktor penentu konteks pikiran dan

aksi. Ini dimotori oleh Habermas. Sebagai teori, hermeneutika berfokus pada problem di teori interpretasi; bagaimana menghasilkan interpretasi dan standarisasinya. Asumsinya adalah bahwa sebagai pembaca, orang tidak punya akses pada pembuat teks karena perbedaan ruang dan waktu, sehingga diperlukan hermeneutika. (Kurdi, 2010: 105-106)

2.4.3 OBJEK PENDEKATAN HEUMENETIKA

Objek utama hermeneutika adalah teks dan teks adalah hasil atau produk praksis berbahasa, maka antara hermeneutika dengan bahasa akan terjalin hubungan sangat dekat. Dalam Gadamer’s Philoshopical hermeneutics dinyatakan, Gadamer places language at the core of understanding. (Raharjo, 2012: 33)

2.4.4 DAMPAK PENDEKATAN HEUMENETIKA

(12)
(13)

BAB III

PENUTUP

3.1. SIMPULAN

Referensi

Dokumen terkait

Last but not least , munculnya khazanah keilmuan (sosial) Islam yang berbeda dengan sebelumnya dan memberikan manfaat bagi umat itulah sesungguhnya yang ditunggu

Dalam bab ini peneliti akan menganalisis data dan temuan konstruksi sosial media massa atas realitas sosial program religi pagi Programa 1 (91.2 Fm) Radio Republik

Dalam pemanfaatan Media sosial Instagram sebagai sarana kebijakan ganjil genap TMC Polda Metro Jaya dituntut untuk menjadikan media Instagram menjadi seefektif mungkin, salah satu

Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah sama-sama menjadikan filter bubble sebagai objek penelitian, hanya saja perbedaannya adalah jika pada

Oleh karena itu peneliti akan lebih tahu pengaruh celebrity endorsment lokal sebagai media iklan dalam membangun karakter personalnya terhadap terbentuknya realitas sosial

dengan jelas dan memahami pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode snowball drilling”.. Peneliti : “Terima kasih pak atas waktunya”.. Diawali dengan menertibkan kelas,

Hal tersebut menjadi salah satu pertimbangan peneliti untuk menjadikan Instagram sebagai media pembelajaran pada materi Budaya Politik, sebab media sosial tersebut tidak membutuhkan

Tujuan survei yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan adakah pengaruh penggunaan media sosial Instagram @runhoodmag terhadap pemenuhan kebutuhan