LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
Salam sejahtera, Denganhormat,
Saya yang bernama Ida Sharina Razali, adalah mahasiswi Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang “Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan”. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan penderita TB paru. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai masukan kepada pihak puskesmas tentang pengetahuan, sikap dan tindakan penderita TB paru dan dapat menambah studi kepustakaan dan diharapkan menjadi suatu masukan yang berarti dan bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian kepada subjek penelitian.
Pada awalnya, calon subjek akan diwawancara, calon subjek yang memenuhi criteria penelitian akan menandatangani informed consent. Kemudian partisipan akan diberi lembar kuesioner untuk diisi. Waktu untuk subjek di perkirakan sekita 10 sampai 15 menit. Petugas wawancara adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran USU bersama peneliti.
Partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/Saudari bersifat sukarela dan tanpa paksaan dan dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu. Setiap data yang ada dalam penelitian ini akan dapat dirahsiakan dan digunakan untuk kepentingan penelitian.
Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari bersedia mengisi lembar persetujuan yang telah saya siapkan.
Medan, 2016
Peneliti
KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI
TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PENDERITA TB PARU DI
PUSKESMAS HELVETIA KOTA MEDAN
I. DATA IDENTITAS RESPONDEN
1. Nomor :
2. Tanggal wawancara:
3. Nama :
4. Umur :
5. Jenis Kelamin : Laki laki/Perempuan 6. Pendidikan :
1. Tidak sekolah 4. Tamat SLTA 2. Tamat SD 5. Tamat D3/PT 3. Tamat SLTP
7. Pekerjaan Responden :
1. PNS/Pensiunan PNS 2.POLRI/TNI/Pensiunan
3. Pegawai Swasta/Wiraswasta
4. Pedagang 5. Petani 6. Buruh
8. Penghasilan Keluarga :
1. < Rp.1.050.000
A. PENGETAHUAN
Mohon diisi dengan memberikan tanda checklist ( / ) pada pernyataan yang sesuai dengan persepsi yang anda miliki.
No Penyataan Benar Salah
1 Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikrobakterium tuberkulosa.
2 Bakteri Mikrobakterium tuberkulosa merupakan penyebab penyakit tuberkulosis paru.
3 Gejala yang dirasakan penderita tuberkulosis paru adalah batuk lebih dari 3 minggu, demam dan disertai infulensa.
4 Nyeri dada, sesak nafas dan batuk berdarah adalah gejala yang dirasakan penderita tuberkulosis paru.
5 Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun dan rasa kurang enak badan bukan merupakan gejala-gejala dari tuberkulosis paru.
6 Penyakit ini tidak dapat ditularkan melalui percikan dahak dan bersin penderita tuberkulosis paru
7 Minum obat dengan teratur bukan termasuk kedalam pencegahan penyakit tuberkulosis paru
8 Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin termasuk dalam pencegahan tuberkulosis paru.
9 Pencegahan penyakit tuberkulosis paru dengan cara tidak meludah sembarang tempat.
10 Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makan makanan yang bergizi termasuk kedalam pencegahan penyakit tuberkulosis paru
B. SIKAP
Mohon diisi dengan memberikan tanda checklist ( / ) pada pernyataan yang sesuai dengan persepsi yang anda miliki.
No Pernyataan Benar Salah
1 .
Melalui penggunaan peralatan makan bersama dengan penderita dapat menularkan penyakit tuberkulosis.
2. Penyakit tuberkulosis paru dapat menular apabila tidur sekamar dengan penderita tuberkulosis paru,
3. Dengan menutup mulut/ hidung saat batuk/ bersin dapat menghindari penularan penyakit tuberkulosis paru terhadap orang lain.
4. Tidak meludah disebarang tempat dapat menghindari penularan penyakit tuberkulosis paru terhadap orang lain.
5. Penyakit tuberkulosis paru dapat disembuhkan melalui pengobatan teratur
6. Dengan melakukan perbaikan lingkungan misalnya dengan membuat ventilasi dapat membantu mengurangi penularan penyakit tuberkulosis paru.
7. Luas ruangan tidur minimal 8m2, untuk tiap 2 orang dewasa atau tiap anggota keluarga.
8. Luas ventilasi yang baik adalah 10% dari luas lantai.
9. Lantai rumah yang baik adalah kedap air, terbuat dari bahan yang cukup keras, rata dan mudah dibersihkan.
C. TINDAKAN
Mohon diisi dengan memberikan tanda checklist ( / ) pada pernyataan yang sesuai dengan persepsi yang anda miliki.
No Pernyataan Benar Salah
1. Menutup mulut waktu batuk dan bersin, tidak meludah sebarang tempat, makan makanan yang bergizi dapat mencegah terkena penyakit tuberkulosis paru.
2. Dengan berobat ke puskesmas/ instansi kesehatan dapat mendapat pengobatan tuberkulosis paru.
3. Makan obat secara teratur sesuai dengan anjuran petugas kesehatan dapat adalah anjuran yang dilakukan dalam pengobatan tuberkulosis paru.
4. Mengisolasi diri tanpa perlu berobat dapat menghindarkan penularan penyakit tuberkulosis paru.
5. Membuka jendela kamar tidur setiap hari dapat menghambat pembiakan kuman tuberkulosis di dalam kamar tidur.
6. Memisahkan peralatan makanan anggota keluarga yang lain dengan pasien tuberkulosis dapat menghidari penularan penyakit tuberkulosis.
7. Ventilasi yang memenuhi syarat (luas ventilasi permanen 10% dari luas lantai) adalah pengaturan sirkulasi udara dalam rumah yang sangat diperlukan.
8. Apakah dengan memilih lantai rumah displester/ ubin/ seramik/ papan (untuk rumah panggung) dapat mencegah kuman
tuberkulosis berkembang biak.
9. Dengan besar luas kamar tidur 8m2 untuk 4 orang dapat
menghindari penularan penyakit kepada anggota keluarga yang lain.
Lampiran 4. Hasil Analisis Data
Frequency Table
Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid <20 tahun 6 6.2 6.2 6.2
21-30 tahun 13 13.4 13.4 19.6
31-40 tahun 16 16.5 16.5 36.1
41-50 tahun 32 33.0 33.0 69.1
>50 tahun 30 30.9 30.9 100.0
Total 97 100.0 100.0
JK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Laki-laki 54 55.7 55.7 55.7
Perempuan 43 44.3 44.3 100.0
Total 97 100.0 100.0
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid SD 1 1.0 1.0 1.0
SLTP 16 16.5 16.5 17.5
SLTA 58 59.8 59.8 77.3
Perguruan Tinggi 22 22.7 22.7 100.0
Total 97 100.0 100.0
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid PNS/Pensiunan 13 13.4 13.4 13.4
Pegawai Swasta 17 17.5 17.5 30.9
Wiraswasta 22 22.7 22.7 53.6
Petani 22 22.7 22.7 76.3
Buruh 10 10.3 10.3 86.6
Lain-lain 13 13.4 13.4 100.0
PenghasilanKeluarga
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid <Rp.1.050.000,- 47 48.5 48.5 48.5
Rp.1.050.000 - Rp.2.000.000,- 48 49.5 49.5 97.9
>Rp.2.000.000,- 2 2.1 2.1 100.0
Total 97 100.0 100.0
Pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 26 26.8 26.8 26.8
Cukup 48 49.5 49.5 76.3
Kurang 23 23.7 23.7 100.0
Total 97 100.0 100.0
Sikap
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 19 19.6 19.6 19.6
Kurang Baik 78 80.4 80.4 100.0
Total 97 100.0 100.0
Tindakan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Baik 12 12.4 12.4 12.4
Kurang Baik 85 87.6 87.6 100.0
Jawaban Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan
P1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 45 46.4 46.4 46.4
Benar 52 53.6 53.6 100.0
Total 97 100.0 100.0
P2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 43 44.3 44.3 44.3
Benar 54 55.7 55.7 100.0
Total 97 100.0 100.0
P3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 29 29.9 29.9 29.9
Benar 68 70.1 70.1 100.0
Total 97 100.0 100.0
P4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 36 37.1 37.1 37.1
Benar 61 62.9 62.9 100.0
Total 97 100.0 100.0
P5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 34 35.1 35.1 35.1
Benar 63 64.9 64.9 100.0
P6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 49 50.5 50.5 50.5
Benar 48 49.5 49.5 100.0
Total 97 100.0 100.0
P7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 49 50.5 50.5 50.5
Benar 48 49.5 49.5 100.0
Total 97 100.0 100.0
P8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 40 41.2 41.2 41.2
Benar 57 58.8 58.8 100.0
Total 97 100.0 100.0
P9
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 49 50.5 50.5 50.5
Benar 48 49.5 49.5 100.0
Total 97 100.0 100.0
P10
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 65 67.0 67.0 67.0
Benar 32 33.0 33.0 100.0
Jawaban Responden berdasarkan Sikap
S1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 58 59.8 59.8 59.8
Benar 39 40.2 40.2 100.0
Total 97 100.0 100.0
S2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 61 62.9 62.9 62.9
Benar 36 37.1 37.1 100.0
Total 97 100.0 100.0
S3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 40 41.2 41.2 41.2
Benar 57 58.8 58.8 100.0
Total 97 100.0 100.0
S4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 41 42.3 42.3 42.3
Benar 56 57.7 57.7 100.0
Total 97 100.0 100.0
S5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 50 51.5 51.5 51.5
Benar 47 48.5 48.5 100.0
S6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 50 51.5 51.5 51.5
Benar 47 48.5 48.5 100.0
Total 97 100.0 100.0
S7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 68 70.1 70.1 70.1
Benar 29 29.9 29.9 100.0
Total 97 100.0 100.0
S8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 67 69.1 69.1 69.1
Benar 30 30.9 30.9 100.0
Total 97 100.0 100.0
S9
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 77 79.4 79.4 79.4
Benar 20 20.6 20.6 100.0
Total 97 100.0 100.0
S10
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 65 67.0 67.0 67.0
Benar 32 33.0 33.0 100.0
Jawaban Responden berdasarkan Tindakan
T1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 44 45.4 45.4 45.4
Benar 53 54.6 54.6 100.0
Total 97 100.0 100.0
T2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 33 34.0 34.0 34.0
Benar 64 66.0 66.0 100.0
Total 97 100.0 100.0
T3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 37 38.1 38.1 38.1
Benar 60 61.9 61.9 100.0
Total 97 100.0 100.0
T4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 50 51.5 51.5 51.5
Benar 47 48.5 48.5 100.0
Total 97 100.0 100.0
T5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 69 71.1 71.1 71.1
Benar 28 28.9 28.9 100.0
T6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 73 75.3 75.3 75.3
Benar 24 24.7 24.7 100.0
Total 97 100.0 100.0
T7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 70 72.2 72.2 72.2
Benar 27 27.8 27.8 100.0
Total 97 100.0 100.0
T8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 68 70.1 70.1 70.1
Benar 29 29.9 29.9 100.0
Total 97 100.0 100.0
T9
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 72 74.2 74.2 74.2
Benar 25 25.8 25.8 100.0
Total 97 100.0 100.0
T10
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 80 82.5 82.5 82.5
Benar 17 17.5 17.5 100.0
Hasil Uji Validitas
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.825 10
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
P1 4.8667 7.775 .424 .818
P2 4.8000 7.959 .369 .823
P3 4.7333 7.995 .382 .821
P4 4.7333 8.064 .354 .824
P5 5.0667 7.651 .490 .811
P6 4.9667 7.344 .588 .800
P7 4.9333 7.444 .547 .805
P8 4.7333 7.720 .495 .810
P9 4.9333 7.030 .716 .786
2. Sikap
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.726 10
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
S1 2.8333 5.247 .302 .719
S2 2.9000 5.403 .248 .727
S3 2.7333 5.444 .203 .735
S4 2.8667 4.671 .601 .667
S5 3.0000 4.966 .540 .681
S6 2.7667 5.220 .305 .718
S7 3.0000 5.172 .423 .699
S8 3.0333 5.137 .479 .692
S9 3.0667 5.513 .297 .717
Correlations
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.767 10
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
T1 5.4333 5.771 .640 .717
T2 5.3667 6.033 .547 .731
T3 5.3667 6.309 .420 .748
T4 5.7000 6.079 .525 .734
T5 5.4667 6.326 .383 .754
T6 5.4000 6.524 .314 .763
T7 5.3333 6.299 .442 .746
T8 5.3333 6.575 .317 .762
T9 5.3333 6.299 .442 .746
iii
DAFTAR PUSTAKA
1. KARISMA Publishing Group, Sinopsis Organ System Pulmonologi:
Pendekatan dengan Sistem Terpadu dan Disertai Kumpulan Kasus Klinik; 2014.
2. Prof, Dr.Soekidjo Notoatmodjo. S.K.M., M.Com.H. Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta, 2012.
3. Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Edisi 1. Jakarta : Rineka Cipta, 2007.
4. Notoatmodjo, Metodelogi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta, 2005
5. Dinkes Prov Sumatera Utara; 2012:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41460/5/Chapter%20I.pdf 6. Niven; 2002: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-
wihartinig-5290-3-bab2.pdf
7. Prof. Dr. H. Tabrani Rab, Ilmu Penyakit paru; 2013
8. Cramer, Compliance and Medical Practice Clinical Trial; 1991 : http://www.pubmed.guv
9. Depkes RI ; 2010:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39114/5/Chapter%20l.pdf 10. Muhammad Nasir. 2014. Pengetahuan dan Sikap Pasien TB Paru tentang
Pencegahan TB di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Lama. Skrips. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
11. Gendhis Indra Dewi, dkk. 2011. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap Pasiendan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat pada Pasien TB Paru di BKPM Pati. Jurnal. STIKes Telogorejo. Semarang.
12. Friska Junita. 2012. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberculosis pada Pasien Tuberculosis Paru di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Tahun 2012. Jurnal. STIKes Medistra Indonesia. Bekasi.
13. Notoatmodjo S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta: Jakarta
14. Notoatmodjo. S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
vi
BAB 3
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Teori
TB Paru
Sikap Tindakan
vi
3.2 Kerangka Konsep
3.2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penderita
vi
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian bersifat deskriptif. Pemilihan jenis penelitian metode cross-sectionalini disesuaikan dengan tujuan ingin mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan penderita TB paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dipilih dengan alasan Puskesmas Helvetia Kota Medan memiliki tingkat penderita TB paru yang tertinggi di antara puskesmas di Kota Medan.
4.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan September sampai November 2016.
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah penderita TB paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan.
4.3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah pasien TB paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan.
4.3.3 KriteriaInklusi
vi
ii. Bersedia menjadi sampel penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan (inform consent)
4.3.4Kriteria Eksklusi
i. Tidak bersetuju menjadi sampel (inform consent)
4.3.5 Besar Sampel
Pengambilan sampel dilakukan ssecara simple random sampling.
n= Zα2 PQ d2 n : jumlah sampel
Zα : deviat buku alfa (ditetapkan)
P : proporsi kategori variabel yang teliti, (bila tidak diketahui, ditetapkan 50%-0,5)
Q : 1-P
d : tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan, dalam penelitian ini digunakan 10%
n= (1.96) 2 x 0.5(1-0.5) (0.1) 2 =96.040 ≈ 97
vi
4.4 Metode Pengumpulan Data
4.4.1 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui kuesioner.Kuesioner yang dipakai merupakan daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk menggali data sesuai dengan pemasalahan penelitian.
4.5 Pengolahan Data Dan Analisis Data
4.5.1 Pengolahan Data
Semua data yang telah dikumpulkan, dicatat, dikelompokkan kemudian diolah dengan menggunakan program Statistical Package For Social Science (SPSS) yang dilakukan dengan menghitung jumlah pasien TB Paru berdasarkan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan penderita TB paru.
4.5.2 Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisa Univariat.
4.6 Definisi Operasional
a. Pengetahuan
Definisi operasional : Pengetahuan penderita TB paru yaitu apa yang diketahui penderita mengenai penyakit TB paru, klasifikasi TB, diagnosis TB.
i. Alat Ukur : alat ukur yang digunakan adalah kuesioner dengan 10 buah pertanyaan.
ii. Cara ukur : dilakukan dengan menggunakan angket. Setiap jawaban yang benar diberi skor 1 dan setiap jawaban yang salah diberi skor 0.
vi
iv. Hasil ukur pengetahuan.
a. Tingkat baik,apabila skor diperoleh responden lebih besar dari 66% dari skor maksimum.
b. Tingkat baik,apabila skor diperoleh responden sebesar 33%-66% dari skor maksimum.
c. Tingkat baik,apabila skor diperoleh responden kurang dari 33%dari skor maksimum.
Dengan kata lain: 1. Tingkat Baik : 8-10 2. Tingkat Cukup : 4-7 3. Tingkat Kurang : <3
b. Sikap
Definisi operasional :sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat langsung ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.
i. Alat Ukur : alat ukur yang digunakan adalah kuesioner dengan 10 buah pertanyaan
ii. Cara ukur : dilakukan dengan menggunakan angket. Setiap jawaban yang benar diberi skor 1 dan setiap jawaban yang salah diberi skor 0
iii. Skala ukur : skala ukur yang dipakai pada penelitian ini adalah skala kategorik (ordinal)
iv. Hasil ukur sikap.
a. Tingkat baik,apabila skor diperoleh responden lebih besar dari 66% dari skor maksimum.
b. Tingkat baik,apabila skor diperoleh responden sebesar 33%-66% dari skor maksimum.
vi
Dengan kata lain:
1. Tingkat Baik : 6-10 2. Tingkat Kurang Baik : <5
c. Tindakan
Definisi operasional: Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap untuk menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.
i. Alat Ukur : alat ukur yang digunakan adalah kuesioner dengan 10 buah pertanyaan
ii. Cara ukur : dilakukan dengan menggunakan angket. Setiap jawaban yang benar diberi skor 1 dan setiap jawaban yang salah diberi skor 0
iii. Skala ukur : skala ukur yang dipakai pada penelitian ini adalah skala kategorik (ordinal)
iv. Hasil ukur tindakan.
a. Tingkat baik,apabila skor diperoleh responden lebih besar dari 66% dari skor maksimum.
b. Tingkat sedang,apabila skor diperoleh responden sebesar 33%-66% dari skor maksimum.
c. Tingkat kurang,apabila skor diperoleh responden kurang dari 33%dari skor maksimum.
Dengan kata lain:
vi
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1Hasil Penelitian
5.1.1 Distribusi Frekuensi Umur Responden
Adapun hasil penelitian berdasarkan umur adalah sebagai berikut :
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Penderita TB Berdasarkan Umur No
Dari tabel 5.1 di atas dapat diketahui bahwa responden terbanyak adalah pada kelompok umur 41-50 tahun dan >50 tahun yaitu sebanyak 62 orang (63.9). Dapat disimpulkan bahwa kelompok dewasa yang paling banyak tertular tuberkulosis.
5.1.1.1Frekuensi Jenis Kelamin Responden
Adapun hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai berikut :
vi
5.1.1.2Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden
Adapun hasil penelitian berdasarkan pendidikan adalah sebagai berikut :
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Penderita TB di Puskesmas Kota Medan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No tingkatpendidikan SLTA adalah yang paling terbanyak tertular tuberkulosis sebanyak 58 orang (59,8%).
5.1.1.3Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden
Adapun hasil penelitian berdasarkan pendidikan adalah sebagai berikut :
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden Penderita TB di Puskesmas Kota Medan Berdasarkan Pekerjaan
No
vi
5.1.1.4Distribusi Frekuensi Penghasilan Responden
Adapun hasil penelitian berdasarkan pendidikan adalah sebagai berikut :
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Responden Penderita TB di Puskesmas Kota Medan Berdasarkan Penghasilan
No
Dari tabel 5.5 di atas dapat disimpulkan bahwa responden dengan tingkat penghasilan <Rp.1.050.000,- dengan tingkat penghasilan Rp.1.050.000,- - Rp.2.000.000,- adalah yang paling terbanyak. Selisih 1 orang responden antara tingkat penghasilan <Rp.1.050.000,- dengan Rp.1.050.000,- - Rp.2.000.000,-. Jumlah responden adalah sebanyak 95 orang (98%).
5.1.2 Gambaran Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penderita TB
Paru di Kota Medan
5.1.2.1Pengetahuan
Dari jawaban responden penderita TB Paru berdasarkan tingkat pengetahuan di Puskesmas Helvetia Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Responden Penderita TB di Puskesmas Kota Medan Berdasarkan Penghasilan
No Pengetahuan
Jawaban
Responden Jumlah
Benar Salah
n % n % N %
1. TB Paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
mycobacterium tuberculosis.
52 53.6 45 46.4 97 100
2. Bakteri mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab penyakit TB Paru.
54 55.7 43 44.3 97 100
3. Gejala yang dirasakan penderita TB Paru adalah batuk lebih dari 3 minggu, demam dan disertai influenza.
vi
4. Nyeri dada, sesak nafas dan batuk berdarah adalah gejala yang dirasakan penderita TB Paru.
61 62.9 36 37.1 97 100
5.
Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun dan rasa kurang enak badan bukan merupakan gejala-gejala dari TB Paru.
63 64.9 34 35.1 97 100
6. Penyakit ini tidak dapat ditularkan melalui percikan dahak dan bersin penderita TB Paru.
48 49.5 49 50.5 97 100
7. Minum obat dengan teratur bukan termasuk ke dalam pencegahan penyakit TB Paru.
48 49.5 49 50.5 97 100
8. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin termasuk dalam pencegahan TB Paru.
57 58.8 40 41.2 97 100
9. Pencegahan penyakit TB Paru dengan cara tidak meludah sembarang tempat.
48 49.5 49 50.5 97 100
10.
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makan makanan yang bergizi termasuk ke dalam pencegahan penyakit TB Paru.
32 33.0 65 67.0 97 100
vi
Dari jawaban responden penderita TB paru berdasarkan tingkat pengetahuan di Rumah Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Penderita TB Paru berdasarkan Tingkat Pengetahuan di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2016 No memiliki tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 48 orang (49,5%).
5.1.2.2Sikap
Sikap responden penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Sikap Responden Penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016
No Sikap Jawaban Responden Jumlah Benar Salah n % n % N %
1. Melalui penggunaan peralatan makan bersama dengan penderita dapat menularkan penyakit TB Paru.
39 40.2 58 59.8 97 100
2. Penyakit tuberkulosis dapat menular apabila tidak sekamar dengan penularan penyakit TB Paru terhadap orang lain.
57 58.8 40 41.2 97 100
4. Tidak meludah di sembarang tempat dapat menghindari penularan penyakit TB Paru terhadap orang lain.
56 57.7 41 42.3 97 100
5. Penyakit TB Paru dapat disembuhkan melalui pengobatan teratur.
vi
6. Dengan melakukan perbaikan
lingkungan misalnya dengan membuat ventilasi dapat membantu mengurangi penularna penyakit TB Paru.
47 48.5 50 51.5 97 100
7. Luas ruangan tidur minimal 8 m
2
, untuk tiap 2 orang dewasa atau 3 anggota keluarga.
29 29.9 68 70.1 97 100
8. Luas ventilasi yang baik adalah 10% dari luas lantai.
30 30.9 67 69.1 97 100
9. Lantai rumah yang baik adalah kedap air, terbuat dari bahan yang cukup keras, rata dan mudah dibersihkan.
20 20.6 77 79.4 97 100
10.
Pencahayaan dengan sinar matahari harus masuk ke ruangan dan menyebar merata supaya dapat mencegah kuman TB Paru berkembang biak.
32 33.0 65 67.0 97 100
vi
Sikap responden Penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan dapat dikatagorikan pada tabel berikut ini:
Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Penderita TB Paru berdasarkan Sikap di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2016
No
Dari tabel 5.9 di atas dapat diketahui bahwa responden dengan sikap baik sebanyak 19 orang (19,6%) dan sikap kurang baik sebanyak 78 orang (80,4%). Dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden penderita TB Paru memiliki sikap kurang baik yaitu sebanyak 78 orang (80,4%).
5.1.2.3Tindakan
Tindakan responden penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016
No Tindakan
Menutup mulut waktu batuk dan bersin, tidak meludah sembarang tempat, makan makanan yang bergizi dapat mencegah terkena penyakit TB Paru.
53 54.6 44 45.4 97 100
2. Dengan berobat ke puskesmas/instansi kesehatan dapat mendapat pengobatan TB Paru.
64 66.0 33 34.0 97 100
3.
Makan obat secara teratur sesuai dengan anjuran petugas kesehatan adalah anjuran yang dilakukan dalam pengobatan TB Paru..
60 61.9 37 38.1 97 100
4. Mengisolasi diri tanpa perlu berobat dapat menghindarkan penularan penyakit TB Paru.
vi
5. Membuka jendela kamar tidur setiap hari dapat menghambat pembiakan kuman TB di dalam kamar tidur.
28 28.9 69 71.1 97 100
6.
Memisahkan peralatan makanan anggota keluarga yang lain dengan pasien TB dapat menghindari penularan penyakit TB Paru.
24 24.7 73 75.3 97 100
7.
Ventilasi yang memenuhi syarat (luas ventilasi permanen 10% dari luas lantai) adalah peraturan sirkulasi udara dalam rumah yang sangat diperlukan.
27 27.8 70 72.2 97 100
8.
Apakah dengan memilih lantai rumah diplester/diubin/keramik/papan (untuk rumah panggung) dapat mencegah kuman TB berkembang biak.
29 29.9 68 70.1 97 100
9.
Dengan besar luas kamar tidur 8 m2 untuk 4 orang dapat menghindari penularan penyakit kepada anggota keluarga yang lain.
25 25.8 72 74.2 97 100
10.
vi
berkembang biak’ yaitu sebanyak 80 orang (82,5%) diikuti pernyataan Nomor 6 ‘Memisahkan peralatan makanan anggota keluarga yang lain dengan pasien TB dapat menghindari penularan penyakit TB Paru’ yaitu sebesar 73 orang (75,3%) dan Nomor 9 ‘Dengan besar luas kamar tidur 8 m2
untuk 4 orang dapat menghindari penularan penyakit kepada anggota keluarga yang lain’ yaitu masing-masing sebanyak 72 orang (74,2%), selanjutnya pernyataan Nomor 7 ‘Ventilasi yang memenuhi syarat (luas ventilasi permanen 10% dari luas lantai) adalah peraturan sirkulasi udara dalam rumah yang sangat diperlukan’ yaitu sebanyak 70 orang (72,2%), pernyataan Nomor 5 ‘Membuka jendela kamar tidur setiap hari dapat menghambat pembiakan kuman TB di dalam kamar tidur’ yaitu sebanyak 69 orang (71,1%), pernyataan Nomor 8 ‘Apakah dengan memilih lantai rumah diplester/diubin/keramik/papan (untuk rumah panggung) dapat mencegah kuman TB berkembang biak’ yaitu sebanyak 68 orang (70,1%).
Tabel 5.11. Distribusi Frekuensi Penderita TB Paru berdasarkan Tindakan No
vi
5.2Pembahasan
Dari hasil penelitian terhadap tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan penderita TB paru di Puskesmas Helvetia Kota Medanpada tahun 2016 dengan jumlah sampel sebanyak 97 orang dengan usia 15 sampai dengan 64 tahun, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
5.2.1 Karakteristik Responden
Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa umur responden penderita TB Paru sebagian besar berada pada kelompok usia dewasa produktif yaitu pada kelompok umur 41-500 tahun dan >50 tahun yaitu sebanyak 62 orang (63,9%), dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 54 orang (55,7%). Sebagian besar responden penderita TB Paru memiliki tingkat pendidikan SLTA yaitu sebanyak 58 orang (59,8%) dan bekerja sebagai wiraswasta dan petani. Responden sebagian besar bekerja sebagai wiraswasta dan petani yaitu sebanyak 44 orang (45,4%). Tingkat penghasilan responden <Rp.1.050.000,- dengan tingkat penghasilan Rp.1.050.000,- - Rp.2.000.000,- berbeda tipis, hanya selisih 1 orang responden dengan tingkat Rp.1.050.000,- - Rp.2.000.000,- lebih banyak yaitu sebanyak 95 orang (98,0%).
5.2.2 Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.7 diketahui bahwa responden dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 26 orang (26,8%), tingkat pengetahuan cukup sebanyak 48 orang (49,5%), dan tingkat pengetahuan kurang ada 23 orang (23,7%).
vi
merupakan beberapa cara untuk mendapatkan informasi dan dapat menambah pengetahuan kita tentang kepatuhan meminum obat anti tuberculosis.
Berdasarkan hasil wawancara, pasien yang menjadi responden terbanyak adalah usia dewasa 35-50 tahun. Hal ini dikarenakan peneliti mengambil sampel di puskesmas yang sebagian besar pasien yang berobat berusia dewasa. Dewasa merupakan individu yang telah selesai tumbuh dan memiliki perilaku yang lebih konseptual sehingga berpengaruh dalam pencegahan penularan penyakit TB paru. Semakin bertambahnya umur seseorang, juga akan meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang terhadap pencegahan penularan penyakit TB paru yang diperolehnya terhadap orang lain.
Dari jawaban responden pada tabel 5.6 responden penderita TB Paru mengetahui bahwa gejala yang dirasakan penderita TB Paru adalah batuk lebih dari 3 minggu, demam dan disertai influenza; badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun dan rasa kurang enak badan bukan merupakan gejala-gejala dari TB Paru; nyeri dada, sesak nafas dan batuk berdarah adalah gejala yang dirasakan penderita TB Paru. Tetapi responden penderita TB Paru tidak mengetahui bahwa untuk meningkatkan daya tahan tubuh makan makanan yang bergizi termasuk ke dalam pencegahan penyakit TB Paru dan responden tidak mengetahui bahwa penyakit TB Paru dapat ditularkan melalui percikan dahak dan bersin penderita TB Paru’ yaitu sebanyak 50 orang (51%). Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan responden TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan cukup baik.
Dalam teori WHO, dijelaskan bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh pengalaman seseorang, faktor-faktor luar orang tersebut (lingkungan), baik fisik maupun non fisik dan sosial budaya yang kemudian pengalaman tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini sehingga menimbulkan motivasi, sikap untuk bertindak dan pada akhirnya terjadi perwujudnya niat berupa perilaku.
vi
menggunakan responden sebesar 33 orang yang berada di wilayah kerja Puskesmas Langsa Lama.
Penelitian ini juga didukung oleh Friska (2012), dalam penelitiannya tentang hubungan pengetahuan dan sikap dengan kepatuhan minum obat anti tuberculosis pada pasien TBParu di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Tahun 2012 yang menyatakan bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan cukup yaitu sebesar 50%.
5.2.3 Sikap
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang telah melibatkan faktor pendapat dan emosi seseorang. Sikap terdiri atas 3 komponen pokok, yaitu kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, arrtinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek (Notoatmodjo, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.9 diketahui bahwa responden dengan sikap baik sebanyak 19 orang (19,6%) dan sikap kurang baik sebanyak 78 orang (80,4%).
Sikap sangat mempengharuhi kepatuhan seorang dalam minum obat anti tuberkulosis karena sikap artinya kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksaan motif tertentu. Dengan kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup (Notoatmodjo, 2010).
vi
tuberculosis paru dapat menular apabila tidak sekamar dengan penderita TB Paru serta penyakit ini tidak dapat ditularkan melalui percikan dahak dan bersin penderita TB Paru. Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap responden penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan memiliki sikap kurang baik yaitu sebanyak 78 orang (80,4%).
Dalam menentukan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut : mau menerima stimulus yang diberikan (objek), memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi, memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajaknya atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon, sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya (Notoatmodjo, 2003)
Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan Gendhis (2011), yang menyatakan bahwa sikap responden TB Paru dalam pengobatan TB Paru termasuk dalam katagori baik (77,5%). Juga tidak sejalan dengan penelitian Sumiyati (2013). Perbedaan ini dikarenakan jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan jumlah sampel yang peneliti lakukan di Puskesmas Helvetia Kota Medan.
5.2.4 Tindakan
Tindakan terbentuk melalui proses tertentu, dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungan. Begitu pula perilaku responedn terhadap dalam upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Jadi sebelum terbentuk perilaku (upaya pencegahan penularan) ada beberapa hal yang melatarbelakangi seperti informasi/pengetahuan yang ia peroleh dan pemahaman atas informasi yang ia dapat tersebut sebelum ia melakukan tindakan konkrit berupa perbuatan pencegahan penularan penyakit tuberkulosis (Dwi, 2011)
vi
Dari jawaban responden pada Tabel 5.10 diketahui bahwa responden mengerti bahwa dengan berobat ke puskesmas/instansi kesehatan dapat mendapat pengobatan TB Paru, makan obat secara teratur sesuai dengan anjuran petugas kesehatan adalah anjuran yang dilakukan dalam pengobatan TB Paru. Tetapi responden tidak mengerti bahwa masuknya sinar matahari ke dalam rumah dengan membuka jendela rumah dapat mencegah kuman TB paru berkembang biak, memisahkan peralatan makanan anggota keluarga yang lain dengan pasien TB dapat menghindari penularan penyakit TB Paru, dan dengan besar luas kamar tidur 8 m2 untuk 4 orang dapat menghindari penularan penyakit kepada anggota keluarga yang lain. Selanjutnya responden juga tidak mengerti bahwa ventilasi yang memenuhi syarat (luas ventilasi permanen 10% dari luas lantai) adalah peraturan sirkulasi udara dalam rumah yang sangat diperlukan, membuka jendela kamar tidur setiap hari dapat menghambat pembiakan kuman TB di dalam kamar tidur dan juga dengan memilih lantai rumah diplester/diubin/keramik/papan (untuk rumah panggung) dapat mencegah kuman TB berkembang biak. Jadi dapat disimpulkan bahwa tindakan responden penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan adalah kurang baik.
i
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1Kesimpulan
Dari hasil penelitian tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Mayoritas responden berada pada kelompok umur 41-500 tahun dan > 50 tahun yaitu sebanyak 62 orang (63,9%).
2. Mayoritas responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 54 orang (55,7%).
3. Mayoritas responden berada tingkat pendidikan SLTA yaitu sebanyak 58 orang (59,8%).
4. Mayoritas responden bekerja sebagai wiraswasta dan petani yaitu sebanyak 44 orang (45,4%).
5. Tingkat penghasilan responden <Rp.1.050.000,- dengan tingkat penghasilan Rp.1.050.000,- - Rp.2.000.000,- berbeda tipis, hanya selisih 1 orang responden dengan tingkat Rp.1.050.000,- - Rp.2.000.000,- lebih banyak yaitu sebanyak 95 orang (98%).
6. Mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 48 orang (49,5%).
7. Mayoritas responden penderita TB Paru memiliki sikap kurang baik yaitu sebanyak 78 orang (80,4%).
ii
6.2Saran
1. Bagi kepala puskesmas dan petugas kesehatan
Meningkatkan edukasi pasien TB paru terhadap upaya pencegahan penularan dengan cara :
a. Diadakannya program penyuluhan secara rutin pada masyarakat terutama di daerah endemis tentang akibat dan cara pencegahan penularan penyakit TB Paru dan diadakan pelatihan terhadap kader-kader kesehatan sebagai tenaga fasilitator (tenaga kesehatan non profesional).
b. Bekerjasama dengan institusi pendidikan kesehatan untuk melaksanakan program penyuluhan
2. Pasien TB Paru
Menambah dan meningkatkan wawasan mengenai penyakit TB paru agar dapat mencegah penularan kepada orang lain
3. Peneliti lain
vi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek objek tertentu.Pengindraan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kongnitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali(recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
vi
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.Penilaian penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria kriteria yang telah ada.
Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.ii
2.2 Definisi Sikap
vi
lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek. Manifestasi sikap dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah :2
Gambar 2.1. Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi.2
Dalam bagian lain Allport, menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen utama, yaitu:
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek, artinya bagaimana keyakinan , pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Stimulus rangsangan proses stimulus reaksi tingkah laku (terbuka), sikap (tertutup). Ketiga komponen ini bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).
Stimulus Rangsangan
Proses Stimulus Reaksi
TingkahLaku(terbu ka)
vi
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni: a) Menerima (receiving)
Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah ceramah tentang gizi. b) Menanggapi (responding)
Memberikan jawapan apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.Karena dengan suatu usaha untuk pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
c) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
2.2.1 Pengukuran Sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.2
2.3 Definisi Tindakan
vi
a. Tindakan terpimpin (guided respon)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan tuntutan atau panduan. Misalnya, seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotong-motongnya, lama memasak, menutup pancinya, dan sebagainya.
b. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek. Misalnya, seorang ibu selalu membawa anaknya ke posyandu untuk ditimbang, tanpa harus menunggu dari kader atau petugas kesehatan.
c. Adopsi (adoption)
Suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik.Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran. Misalnya menggosok gigi, bukan sekedar gosok gigi, melainkan dengan teknik-teknik yang benar.2
2.4 TB Paru
2.4.1 Definisi
TB paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil Mycobacterium Tuberculosis kompleks yang secara khas ditandai oleh
pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis
vi
2.4.2 Etiologi
Penyebab TB adalah Mycobacterium Tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan panjang 1-4 mikron, lebar kuman 0,3-0,6 mikron. Kuman akan tumbuh optimal 6,4-7. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak. Lipid inilah yang menyebabkan kuman lebih tahan dan lebih kuat terhadap gangguan kimia dan fisik.Kuman dapat hidup pada udara kering dan dingin. Hal ini terjadi karena kuman dapat berada dalam keadaan dorman (‘tidur’)yang dapat bangkit kembali dan menjadi tuberkulosis aktif pada keadaan tertentu. Di dalam jaringan kuman hidup dalam sitoplasma makrofag sebagai parasit intraselular.Makrofag yang semula memfagositosis kuman menjadi disukai karena mengandung banyak lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob yang menunjukkan bahwa kuman lebih menyukai jaringan yang tinggi kadar oksigennya.7
Kuman Mycobacterium Tuberculosis ini terbagi atas empat kelompok populasi yaitu :
a. Populasi A : Kuman tumbuh dan berkembang terus dan cepat, kuman banyak terdapat pada dinding kaviti atau dalam lesi pH netral.
b. Populasi B : Kuman tumbuh sangat lambat dan berada dalam lingkungan asam. Lingkungan asam inilah yang melindungi kuman terhadap obat anti tuberkulosis tertentu.
c. Populasi C : Kuman berada dalam keadaan dorman hampir sepanjang waktu. Hanya kadang-kadang saja kuman mengalami metabolisme secara aktif dalam waktu yang singkat, kuman jenis ini banyak terdapat pada dinding kaviti.
vi
2.4.3 Patogenesis
Penularan kuman terjadi melalui udara dan diperlukan hubungan yang intim untuk penularannya.Selain itu jumlah kuman yang terdapat pada saat batuk adalah lebih banyak pada tuberkulosis laring dibanding dengan tuberkulosis pada organ lainnya. Tuberkulosis yang mempunyai kaverna dan tuberkulosis yang belum mendapat pengobatan mempunyai angka penularan yang tinggi.8
Berdasarkan penularannya maka tuberkulosis dapat dibagi menjadi 3 tipe, yakni :
1. Tipe Tuberkulosis Primer
Terdapat pada anak anak.Setelah tertular 6-8 minggu kemudian mulai dibentuk mekanisme imunitas dalam tubuh, sehingga tes tuberculin menjadi positif.
2. Tipe Reaktifasi
10% dari infeksi tuberkulosis primer akan mengalami reaktifasi, terutama setelah 2 tahun dari infeksi primer. Reaktifasi ini disebut juga dengan tuberkulosis postprimer. Kuman akan disebarkan melalui hematogen ke bagian segmen apical posterior. Reaktifasi dapat juga terjadi melalui metastasis hematogen ke berbagai jaringan tubuh.
3. Tipe Reinfeksi
vi
2.4.4 Klasifikasi
TB paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA) a. TB paru BTA (+)
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
Hasil satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologis menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
Hasil satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif. b. TB paru BTA (-)
Hasil pemeriksaan dahak 3x menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif.
Hasil pemeriksaan dahak 3x menunjukkan BTA negatif, dan biakan MycobacteriumTuberculosis positif.
2. Berdasarkan tipe pasien, ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
a. Kasus baru
Pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT kurang dari 1 bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Pasien yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan OAT dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
c. Kasus defaulted atau drop out
vi
d. Kasus gagal
Pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.
e. Kasus Kronis
Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori dua dengan pengawasan yang baik.
f. Kasus Bekas TB
Gejala klinis tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru yang ditinggalkan.Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negative bila ada). Gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB tidak aktif atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.
3. Tuberkulosis Ekstraparu
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau PA dari tempat lesi bila memungkinkan.7
2.4.5 Faktor Risiko
Individu yang rentan atau memiliki faktor risiko tinggi untuk menderita TB paru adalah :
a. Berasal dari negara berkembang b. Anak-anak dibawah umur 5 tahun c. Orang tua pecandu alcohol atau narkotik d. Terinfeksi HIV
vi
f. Penghuni rumah beramai-ramai g. Imunosupresi
h. Hubungan intim dengan pasien yang mempunyai sputum positif i. Kemiskinan dan malniturisi.7
2.4.6 Gambaran Klinis
a) Demam
Biasanya timbul pada sore hari disertai dengan keringat mirip demam influenza yang segera mereda.Demam seperti ini dapat hilang timbul dan makin lama makin panjang masa serangannya, sedangkan masa bebas serangan makin pendek.Demam dapat mencapai suhu tinggi 40 derajat celcius.
A. Gejala Sistemik
Gejala siskemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksi dan berat badan menurun.
B. Gejala Ekstraparu
Gejala ekstraparu tergantung dari organ yang terlihat, misalnya pada pleuritis TB terdapat gejala sesak dan nyeri dada pada sisi yang terlibat, pada limfadentis TB terdapat pembesaran kelenjar getah bening yang lambat dan tidak nyeri. C. Gejala Respiratorik
i. Batuk lebih dari 2 minggu
Batuk baru timbul apabila proses penyakit ini telah melibatkan bronkus. Batuk mula-mula terjadi karena iritasi bronkus yang selanjutnya akibat peradangan pada bronkus, batuk menjadi produktif.Batuk produktif ini berguna untuk membuang produk eksresi peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid atau purulen.
ii. Batuk darah
vi
timbul akibat pecahnya aneurisme pada dinding kaviti, juga dapat terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkus.
iii. Sesak nafas
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang cukup luas.Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah didapat. iv. Nyeri dada
Gejala ini timbul apabila system persarafan yang terdapat di pleura terkena, gejala ini dapat bersifat lokal atau pleuritik.7
2.4.7 Diagnosis
A. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, kelainan pada keterlibatan yang akan dijumpai sangat tergantung pada organ yang terlibat.
Pada TB paru kelainan yang didapat tergantung pada keterlibatan dan kelainan struktural paru serta bronkus oleh proses tuberkulosis :
Tanda-tanda infiltrat (redup, bronkial, ronki basah, dll)
a. Tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum b. Sekret di saluran nafas serta ronki
c. Suara amforik berhubungan dengan kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus
Pada pleuritis TB kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura.Pada perkusi ditemukan pekak, auskultasi suara napas melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.Pada limfadenitis TB terlihat pembesaran KGB paling sering di daerah leher (pikirkan juga kemungkinan metastasis tumor).Pembesaran KGB tersebut dapat menjadi cold abses.iv
B. Pemeriksaan Penunjang
vi
a. Radiologi
i. Infiltrat atau nodular, terutama pada lapangan atas paru ii. Kavitas
iii. Klasifikasi iv. Efek Ghon v. Atelektasis vi. Miliar
vii. Tuberkulom (bayangan seperti coin lesion) b. Mikrobiologi
Spesimen yang dipakai adalah sputum pada pagi hari, bilasan lambung dan cairan pleura, serta biakan dari cairan bronkoskopi.Diagnosa pasti ditegakkan berdasarkan atas adanya BTA pada pengecatan.Tes resistensi dikerjakan sebagai bahan pertimbangan dalam penanganan tuberkulosis.Pada anak-anak dapat dilakukan pemeriksaan dari cairan lambung. Cairan pleura, cairan bilasan bronkoskopi, serebrospinal, urin, dan cairan sendi dapat mengeluarkan sputum maka dapat diberikan aerosol, terutama larutan garam,yakni dengan cara aerasi. Pada prinsipnya diperlukan waktu selama 3-8 minggu untuk menumbuhkan kuman tuberkulosis pada pembiakan dan waktu lebih lama untuk menilai tes resistensi.8
c. Tes Tuberkulosis
Tes mantoux diberikan dengan penyuntikan 0,1cc PPD(Purified Protein Derivative)secara intradermal. Kemudian diameter indurasi yang timbul dibaca
48-72 jam setelah tes.Dikatakan positif jika diameter indurasi lebih besar dari 10 mm.Test Heaf dipakai secara luas untuk servei. Satu tetes dari 100.000 IU tuberkulin/cc melalui 6 jarum dipungsikan ke kulit. Hasilnya dibaca setelah 3-7 hari maka didapat gradasi tes sebagai berikut :
Gradasi 1 : 1-6 indurasi papula yang halus.
vi
Gradasi 4 : Indurasi dengan lebar lebih dari 10mm c. Biopsi Jaringan
Terdapat gambaran perkijuan dengan sel langerhans bukanlah merupakan suatu diagnosis dari tuberkulosis oleh karena dasar dari diagnosa yang positif adalah ditemukannya kuman Mycobacterium tuberculosis.8
d. Bronkoskopi
Bilasan transbronkial dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa tuberkulosis, baik melalui pemeriksaan langsung maupun melalui biakan. Hasil dari biopsi pleura dapat memperlihatkan suatu gambaran tuberkulosis dan dapat digunakan untuk bahan pemeriksaan BTA (basil tahan asam).8
2.4.8 Penatalaksaan
vi
Tabel 2.1 Pengelompokan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Golongan dan Jenis Obat
Golongan Obat
Golongaan-1Obat Isoniazid (H) Pyrazinamid (Z)
Lini Pertama Ethambutol (E) Rifampisin (R)
Golongan-2 Obat ` Kanamycin (K) Amikicin (A) suntik/Suntikan
Lini Kedua
Golongan-3 Ofloxacin (Ofx)Moxifloxacin (Mfx) Golongan
FloroquinoloneLevofloxacin (Lfx)
Golongan-4 Obat Ethionamide (Eto) Para amino salisilat bakteriostatik Prothinamide (Pto) (PAS)
Lini Kedua
Golongan -5 Obat yang Clofazimine (Cfz) Thiozcetazone (Thz) belum terbuktiefikasinya Linezolid (Lzd)Clarithromycin (Clr)
dan tidak direkomendasikan Amoxilin-Clavulanat Imipenem (Ipm) oleh WHO(Amx-Clv)
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu insentif dan lanjutan.7 A. Tahap awal (insentif)
i. Pada tahap insentif pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
ii. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
vi
B. Tahap Lanjutan
i. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.
ii. Pada tahap lanjutan pasien untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Panduan Obat Anti Tuberkulosis yang Digunakan
Panduan OAT menurut WHO dan IUATLD (International Against Tuberkulosis and Lung Disease) ada 3 kategori, yaitu :
a. Kategori 1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
b. Kategori 2 : 2(HRZE)S /(HRZE) / 5(HR)3E3
Di samping kedua kategori ini, disediakan obat sisipan (HRZE) c. Kategori Anak : 2HRZ/ 4HR
d. Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten putus obat di Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin, Levofloksasin, Ethionamide, Sikloserin dan PAS, serta OAT lini 1 yaitu Pirazinamid dan Ethambutol.
Kemasan OAT dapat berupa obat tunggal yang disajikan secara terpisah,
masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid, ethambutol atau berupa obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dosed Combination-FCD) yang terdiri dari tiga atau empat obat dalam satu tablet.7
a. Panduan OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-FDC). Tablet OAT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Panduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.7
vi
c. Panduan OAT disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan pengobatan.7 Keuntungan kombinasi dosis tetap :
a. Penatalaksanaan sedehana dengan kesalahan pembuatan resep minimal. b. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan
kesalahan pengobatan yang tidak disengaja.
c. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan standart.
d. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit.
e. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan monoterapi.
Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit/ dokter spesialis/ fasilitas yang mampu menangani.7Pada kasus gagal, dapat disebabkan oleh tiga hal yaitu faktor obat, faktor dropout dan faktor penyakit.Faktor obat misalnya paduan obat tidak adekuat, dosis tidak adekuat, minum obat tidak teratur, jangka waktu pengobatan tidak sesuai atau terjadi resistensi obat.7
vi
Tabel 2.2 Nama Obat Anti Tuberkulosis serta Dosis dan Efek Samping
Nama Obat Dosis Obat Efek Samping Isoniazid Dewasa : 300mg/hari Reaksi Sensitif Anak-anak : Neuropati
10-20mg/kg/BB/hari Hepatitis
Rifampisin Dewasa <55kg :450mg/hari Hepatitis >55kg :600mg/hari Antagonis dengan
Anak-anak : obat KB 10-20mg/kg/BB/hari Optik
Para amino Dewasa : 12gr/hari Intolerasi traktus Salisilik (PAS), dibagi dalam 2 dosis digestivus
seperti sodium Anak-anak : Reaksi hipersensitif amino-salisilat 200mg/kg/BB/hari
Isoniazid Dewasa (tua) dengan 3 kali sehari
Rifampisin Total dosis perharinya : Isoniazid 300mg
Rifampisin 450mg
Dewasa : 2 kali sehari Total dosis per hari : Isoniazid 300mg Rifampisin 600mg
Isoniazid Hanya untuk dewasa dengan Dosis Etambutol yang Rifampisin bervariasi diperlukan untuk pengobatan.
vi
Isoniazid 0,75-1,0 gr/hari/ dengan intramuscular Etambutol
Streptomisin Hanya untuk dewasa 20-35mg/kg/hari
dibagi 3 dosis
*maksimum 3gr/hari
Table 2.3Efek Samping Obat, Interaksi dan Kontraindikasi
Obat Efek samping Kontraidikasi
Isoniazid a. Neuritis perifer Pasien dengan riwayat b. ikterus penyakit hati
c. hipersensitivitas Pasien hipersensitif d. lain – lain: mulut kering,
nyeri epigastrik, tinitus, methemoglobulinemia, retensi urin.
Rifampisin a. Ikterus Pasien dengan b. flue like syndrome gangguan fungsi hati
c. sindrom Redman Pasien hipersensitif d. lain-lain : nyeri epigastrik,
vi
Pirazinamid a. Gangguan hati Pasien dengan
b. gout (pirai) gangguan fungsi hati
c. lain – lain : atralgia, Pasien yang muntah,
anoreksia, mual hipersensitif disuria
Etambutol a. Neuritis Pasien hipersensitif b. gout (pirai)
c. lain-lain : gatal, nyeri sendi,
nyeri epigastrik, nyeri perut, malaise, sakit kepala,
bingung, halusinasi
Hampir semua obat antituberkulosis mempunyai efek samping.Efek samping pada hati didapat pada pemberian isoniazid, rifampisin, pirazinamide, etionamide dan PAS dan mempunyai efek samping neuritis adalah isoniazid, streptomisin (nervus vestibularis) dan etambutol (nervus optikus), bahkan sikloserin mempunyai efek psikosis sampai ke konvulsi.Oleh karena itu, pengawasan terhadap adanya efek samping pada pengobatan tuberkulosis perlu dilakukan.
Tatalaksana Pasien TB Paru Putus Berobat
Bila pasien menghentikan pengobatan kurang dari 2 minggu maka pengobatan dilanjutkan sesuai jadwal.
Bila pasien menghentikan pengobatan lebih dari 2 minggu, maka pengobatan sebagai berikut :
vi
2. Bila pengobatan lebih dari 4 bulan, pemeriksaan BTA positif, maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan lebih lama (lebih dari 6 bulan).
3. Bila pengobatan kurang dari 4 bulan, BTA positif, maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama.
4. Bila pengobatan kurang dari 4 bulan dan berhenti berobat lebih dari 1 bulan tetapi BTA negatif, klinis dan radiologis positif maka pengobatan dimulai dari awal lagi dengan paduan obat yang sama.
5. Bila pengobatan kurang dari 4 bulan, BTA negatif dan berhenti beronbat kurang dari 1 bulan maka pengobatan diteruskan kembali sesuai jadwal. Terapi Pembedahan
A. Indikasi operasi : 1. Indikasi mutlak
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi dahak tetap positif.
b. Pasien batuk darah masif yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiama yang tidak dapat diatasi secara konservatif.
2. Indikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang. b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan.
c. Sisa kaviti yang menetap.
B. Tindakan invasif (selain pembedahan) :
i. Bronkoskopi, dilakukan bila dicurigai terdapat fistel bronkopleura, batuk darah-masif, atau untuk mengambil sediaan dari bilasan bronkus.
ii. Punksi Pleura