STUDI ALIRAN PIPA PRIMER DAN SEKUNDER UNTUK
IRIGASI HORLTIKULTURA DI DESA GURU BENUA,
KABUPATEN KARO
TUGAS AKHIR
030404043
MUHAMMAD FADLI D. SIREGAR
BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
ABSTRAK
Irigasi bertekanan merupakan salah satu alternatif teknologi aplikasi irigasi, yang secara teoritis mempunyai efisiensi irigasi lebih tinggi dibanding irigasi permukaan. Maka dari itu, teknologi irigasi bertekanan adalah sistem yang tepat diterapkan pada daerah-daerah yang relatif kering, yang memerlukan teknologi irigasi hemat air. Teknologi irigasi ini juga diperlukan untuk usaha tani dengan teknik budidaya tanaman tertentu, terutama untuk tanaman hortikultura.
Pada tugas akhir ini, metode yang digunakan untuk perhitungan adalah menggunakan rumus-rumus hidrolika perpipaan yang telah dipelajari di perkuliahan.
Dalam perencanaan sistem irigasi bertekanan pada tugas akhir ini terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan yang pertama adalah penentuan atau pemilihan jenis noozle yang berupa sprinkler atau drip, yang mana dari pemilihan jenis noozle didapat data-data atau spesifikasi yang digunakan untuk tahapan perencanaan selanjutnya seperti debit, tekanan operasional, jarak semburan, dan laju penggunaan atau application rate. Kemudian data jarak semburan digunakan untuk menentukan tata letak atau layout dari sistem irigasi. Untuk merencanakan pipa digunakan data debit dan tekanan operasional sehingga didapatkan suatu dimensi yang sesuai untuk pengaplikasian sistem perpipaan dari irigasi.
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah Subhana Wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya hingga terselesaikan tugas akhir ini dengan judul “Studi Aliran Pipa Primer dan Sekunder untuk Irigasi Hortikultura di Desa Guru Benua, Kabupaten Karo”.
Tugas Akhir ini disusun untuk diajukan sebagai syarat dalam ujian sarjana Teknik Sipil bidang studi Teknik Sumber Daya Air pada Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Medan.
Dengan kerendahan hati, saya juga menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia Tarigan, M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bantuan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc, sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak dan Ibu Dosen / Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Ibunda saya Wan Nura Sahira dan almarhum ayahanda saya Darwis Siregar yang tercinta, yang telah mendidik, membimbing, membesarkan, dan memberikan dukungan dan do’a kepada saya.
7. Terima kasih buat sahabat saya Wira Apriyanto, Fikri, Athar, dan sepupu saya Muhammad Fakhri yang sudah memberikan dorongan, semangat dan motivasi kepada saya untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
8. Terima kasih juga buat teman-teman sesama bidang studi Teknik Sumber Daya Air terutama Ilham Novika dan Yudian S. Rifai atas bantuan dan dukungannya. 11. Terima kasih buat teman-teman sesama angkatan ’03 yang tidak bisa saya
sebutkan satu per satu atas bantuan dan dukungannya.
Saya menyadari bahwa isi dari tugas akhir ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman serta referensi yang saya miliki. Untuk penyempurnaan di masa yang akan datang, saran dan kritik dari Bapak dan Ibu dosen serta rekan mahasiswa yang bersifat membangun sangat saya harapkan.
Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat berguna bagi masyarakat luas, khususnya dalam bidang perencanaan sistem irigasi di Indonesia.
Medan, Desember 2009
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar i
Daftar isi iii
Daftar Gambar vi
Daftar Tabel viii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Umum 1
1.2 Latar Belakang Masalah 2
1.3 Tujuan Dan Manfaat 3
1.4 Pembatasan Masalah dan Metodologi 3
1.5 Sistematika Penulisan 4
1.6 Peta Lokasi Studi 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Material Pipa 6
2.1.1 Pipa PVC (polyvinyl chloride) 7
2.1.2 Pipa asbes-semen 7
2.1.3 Pipa aluminium 8
2.1.4 Pipa baja 8
2.2 Tekanan pada Pipa 9
2.3 Tekanan Gelombang 16
2.4 Perangkap Udara 23
2.5 Katup 25
2.5.2 Katup Kontrol 27
2.5.3 Katup kendali 28
2.5.4 Katup Pengontrol Gelombang 29
2.6 Sprinkler 29
2.6.1 Jenis-Jenis Sprinkler 30
2.6.1.1 Impact Sprinkler 30
2.6.1.2 Gear-Driven Sprinkler 31
2.6.1.3 Reaction Sprinkler 31
2.6.1.4 Fixed-Head Sprinkler 32
2.6.1.5 Sprinkler Tembak 33
2.6.2 Kinerja Sprikler 33
2.6.2.1 Debit Sprinkler 33
2.6.2.2 Jarak Semburan 34
2.6.2.3 Pola Distribusi 35
2.6.2.4 Application Rate 36
2.6.2.5 Ukuran Butiran 38
2.6.3 Karakteristik Kinerja dari Tipe-Tipe Sprinkler 38
2.6.4 Pemilihan Sprinkler 38
2.6.4.1 Kapasitas Debit Sprinkler 38 2.6.4.2 Application Rate yang Diperkenankan 42
BAB III INFORMASI LOKASI STUDI 47
2.1 Klimatologi 47
2.2 Letak Geografis dan Kependudukan 47
2.4 Hidrologi 48
BAB IV ANALISA DATA 50
4.1 Tata Letak Saluran 50
4.2 Analisa Saluran Tersier & Sprinkler 50
4.3 Analisa Saluran Sekunder 53
4.4 Analisa Saluran Primer 57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 60
5.1 Kesimpulan 60
5.2 Saran 60
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Peta Lokasi Studi 5
Gambar 2.1 Penggambaran fenomena water hammer 17 Gambar 2.2 Lintasan tangkai katup versus penghentian pada
sebuah katup gerbang (gate) 21
Gambar 2.3 Perhitungan dari waktu penutupan katup, Tc, untuk membatasi
tekanan gelombang (surge pressure) 22
Gambar 2.4 Pressure relief valve 23
Gambar 2.5 Macam-macam isolation valve 27
Gambar 2.6 Pressure regulating valve 28
Gambar 2.7 Elemen-elemen utama dari revolving sprinkler tipe regular 31
Gambar 2.8 Whirling sprinkler 32
Gambar 2.9 Fixed-head Sprinkler 32
Gambar 2.10 Sprinkler tembak 33
Gambar 2.11 Pola-pola pengaplikasian individual sprinkle untuk tekanan
yang berbeda 35
Gambar 2.12 Pola-pola spasi sprinkler 42
Gambar 2.13 Hubungan antara kapasitas infiltrasi dari tanah dan dua
application rate yang konstan 43
Gambar 2.14 Kedalaman air maksimum yang dapat digunakan dengan sistem center-pivot dan sistem gerak lurus per pengairan untuk SCS
intake families 0.1, 0.3, 0.5, 1.0 45
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Koefisien dari Gesekan Pipa Untuk Perencanaan 11 Tabel 2.2 Nilai F (Pers. 2.12a) digunakan ketika jarak dari dari saluran pipa
ke outlet pertama sama dengan jarak spasi outlet 14 Tabel 2.3 Nilai F (Pers. 2.12b) digunakan ketika jarak dari dari saluran pipa
ke outlet pertama setengah dari jarak spasi outlet 15 Tabel 2.4 Modulus Elastisitas dan Rasio Poisson dari Beberapa Material
Pipa 20
Tabel 2.5 Karakterstik Kinerja dari Beberapa Tipe sprinkler 39
Tabel 2.6 Nilai Kl dan Ks 42
Tabel 2.7 Tingkat Infiltrasi Dasar untuk Dua Keadaan Tanah Kosong 44
ABSTRAK
Irigasi bertekanan merupakan salah satu alternatif teknologi aplikasi irigasi, yang secara teoritis mempunyai efisiensi irigasi lebih tinggi dibanding irigasi permukaan. Maka dari itu, teknologi irigasi bertekanan adalah sistem yang tepat diterapkan pada daerah-daerah yang relatif kering, yang memerlukan teknologi irigasi hemat air. Teknologi irigasi ini juga diperlukan untuk usaha tani dengan teknik budidaya tanaman tertentu, terutama untuk tanaman hortikultura.
Pada tugas akhir ini, metode yang digunakan untuk perhitungan adalah menggunakan rumus-rumus hidrolika perpipaan yang telah dipelajari di perkuliahan.
Dalam perencanaan sistem irigasi bertekanan pada tugas akhir ini terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan yang pertama adalah penentuan atau pemilihan jenis noozle yang berupa sprinkler atau drip, yang mana dari pemilihan jenis noozle didapat data-data atau spesifikasi yang digunakan untuk tahapan perencanaan selanjutnya seperti debit, tekanan operasional, jarak semburan, dan laju penggunaan atau application rate. Kemudian data jarak semburan digunakan untuk menentukan tata letak atau layout dari sistem irigasi. Untuk merencanakan pipa digunakan data debit dan tekanan operasional sehingga didapatkan suatu dimensi yang sesuai untuk pengaplikasian sistem perpipaan dari irigasi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.7 Umum
Manusia selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya terutama kebutuhan- kebutuhan yang dasar atau primer. Salah satu di antara kebutuhan primer manusia adalah pangan atau dengan kata lain manusia tidak akan bisa bertahan hidup tanpa makanan atau pangan. Bahan makanan utama umumnya berasal dari tanaman dan untuk memperoleh suatu ketersediaan yang berkesinambungan diperlukan suatu sistem pertanian yang baik.
Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk yang besar merencanakan suatu ketahanan pangan selain dan ketahanan energi dalam persaingan global. Salah satu syarat untuk menciptakan stabilitas dan ketahanan pangan adalah terciptanya ketersediaan bahan baku makanan nasional yang cukup dan merata sepanjang tahun. Perlu dicatat bahwa, pertanian merupakan salah satu faktor utama penggerak perekonomian nasional dan salah satu sumber pandapatan utama negara melalui pajak dari sektor non migas.
Berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Pasal 64, pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Oleh karena itu Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah berkewajiban dalam pengadaan sistem irigasi untuk pertanian.
persawahan atau perkebunan tidak bisa hanya mengandalkan air hujan sebagai pasokan air yang intensitas atau jumlah curahannya berubah-ubah sepanjang tahun.
Secara umum irigasi dapat dibedakan menjadi dua bagian besar yaitu metode irigasi permukaan (surface irrigation) dan irigasi bertekanan (pressurized irrigation). Irigasi permukaan menggunakan saluran terbuka sebagai media distribusinya, sedangkan irigasi bertekanan menggunakan pipa atau saluran tertutup bertekanan sebagai media distribusinya. Di seluruh dunia saat ini sebagian besar irigasi masih menggunakan metode irigasi permukaan yaitu sebesar 80% dari jumlah kesuluruhan, termasuk di Indonesia. Irigasi bertekanan memiliki efisiensi yang tinggi yaitu ≥90% jika dibandingkan dengan irigasi permukaan yang kurang dari 60%. Dari segi investasi, irigasi permukaan memerlukan biaya lebih murah dibandingkan irigasi bertekanan, tetapi dari segi perawatan irigasi bertekanan lebih murah daripada irigasi permukaan.
1.8 Latar Belakang Masalah
Kabupatan Karo merupakan salah satu kabupaten dengan Pendapatan Domestik Regional Brutto (PDRB) yang didukung lebih dari 50% oleh sektor pertanian. Guna mendukung industri pertanian yang kuat dan berkelanjutan, perlu dibangun sistem irirgasi yang terencana dengan baik di daerah-daerah yang membutuhkan.
lainnya. Guna memenuhi kebutuhan air untuk tanaman-tanaman hortikultura tersebut, irigasi dengan pipa dianggap sebuah pilihan yang paling mungkin.
1.9 Tujuan Dan Manfaat
Tujuan dilakukan studi ini adalah untuk memahami dan mendesain sistem irigasi yang menggunakan sistem irigasi bertekanan atau menggunakan pipa yang direncanakan akan dibangun di lokasi studi. Pelajaran dan pengalaman didalam proses pembuatan tugas akhir desain irigasi ini diharapkan membawa manfaat bagi penulis, petani, dan pemangku kepentingan lainnnya.
1.4 Pembatasan Masalah dan Metodologi
Pada studi tugas akhir ini ruang lingkup atau cakupan permasalahan hanya sebatas analisa terhadap aliran pipa pada pipa primer dan sekunder yang sedang direncanakan. Pipa ini meliputi bagian dari titik reservoir sampai ke pipa sekundernya.
Metodologi yang dilaksanakan dalam tugas akhir mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Perhitungan head dengan konsep kekekalan energi (Persamaan Bernoully). 2. Evaluasi dimensi dan jenis pipa.
1.5 Sistematika Penulisan
Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada tugas akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab, uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang pekerjaan, tujuan, data umum dan lingkup pekerjaan yang dilaksanakan serta sistematika penulisan laporan penelitian. Bab II: Informasi Lokasi Studi
Bab ini menyajikan gambaran mengenai kondisi fisik lokasi studi, yang mencakup kondisi topografi, hidrologi, dan klimatologi.
Bab III: Tinjauan Pustaka
Bab ini mencakup segala hal yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi pengambilan tema penelitian, penentuan langkah pelaksanaan dan metode penganalisaan yang diambil dari beberapa pustaka yang ada yang memiliki tema yang sesuai dengan tema penelitian ini. Di dalam bab ini juga dicantumkan beberapa penelitian serupa dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya untuk melihat perbandingan tujuan, metode, dan hasil analisa yang ada.
Bab IV: Desain dan Analisa
Bab ini akan membahas tentang penganalisaan dan perhitungan terhadap aliran pipa pada pipa primer dan sekunder yang sedang direncanakan.
Bab V: Kesimpulan dan Saran
1.6 Peta Lokasi Studi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Saluran pipa pada sistem irigasi sprinkle dan trickle secara normal adalah bertekanan. Saluran pipa terdiri dari pipa utama, sub-utama, dan lateral. Saluran utama membawa air dari sumbernya ke saluran sub-utama, kemudian dibawa ke saluran lateral dan air disemburkan melalui noozle. Beberapa sistem tidak memiliki saluran sub-utama, dalam hal ini, air dari saluran utama langsung dibawa ke saluran lateral.
Saluran pipa harus memasok air pada tekanan yang diinginkan kepada setiap nozzle, juga cukup kuat untuk menahan tekanan kerja dan tekanan gelombang (surge pressure) yang diperkirakan, dan memiliki sebuah perkiraan umur pakai yang sama atau melebihi komponen sistem yang lainnya. Pipa yang tertanam harus bisa menahan beban dari permukaan baik yang dinamis ataupun overburden, sedangkan pipa lateral yang portable harus ringan dan tahan remuk. Material pipa dan pembebanan dari pipa yang tertanam adalah faktor-faktor yang penting yang mempengaruhi disain dan operasional dari saluran pipa untuk sistem irigasi bertekanan.
2.1 Material Pipa
(polyvinyl chloride), pipa baja merupakan pilihan yang khas untuk pipa utama dan lateral yang ditanam.
2.1.1 Pipa PVC (polyvinyl chloride)
Pipa PVC merupakan pipa yang paling luas digunakan karena ketahanannya terhadap korosi, bobotnya yang ringan, memiliki permukaan yang halus sehingga kehilangan energi akibat gesekan relatif kecil, memiliki perkiraan umur pakai yang lama jika diberi perlindungan terhadap tekanan gelombang (surge), dan pemasangan yang mudah.
Perletakan pipa PVC di dalam tanah sebaiknya di atas tanah yang stabil dan bebas dari bebatuan, hal ini untuk mencegah kerusakan pada pipa akibat sudut dari batu yang tajam akan mengoyak pipa. PVC merupakan polymer yang diperpanjang dalam tekanan dan pemanasan menjadi termoplastik yang lemah jika bersentuhan dengan bensin, kebanyakan asam, dan alkalis.
2.1.2 Pipa asbes-semen
Pipa asbes-semen dibuat dengan mencampurkan semen dengan tekanan dan pemanasan. Serat asbes berguna untuk meningkatkan tegangan tarik dari beton. Pipa ini biasanya digunakan untuk saluran pipa yang tertanam. Pipa ini mengkombinasikan kekuatan dengan bobot yang ringan, dan ketahanan terhadap korosi.
yang tinggi diperkirakan bersentuhan dengan air. Tipe III adalah untuk penggunaan dimana kontak dengan air yang bersifat agresif sedang dan sulfat tidak diperkirakan.
Asbes-semen merupakan bahan yang sangat rapuh, karena itu kehati-hatian sangat dibutuhkan pada saat pemasangan. Perletakan harus dilakukan diatas tanah yang stabil beserta timbunan yang bebas dari bebatuan untuk menghindari keretakan pada pipa. Keretakan dapat dihindari dengan meletakkan pipa di atas lapisan kerikil halus.
2.1.3 Pipa aluminium
Pipa aluminium digunakan untuk kebanyakan saluran utama dan lateral yang portable karena bobotnya yang ringan dan ketahanannya. Pembukaan terhadap keadaan bergaram atau asam dapat menyebabkan korosi pada aluminium. Korosi pada aluminium dapat diproteksi dengan penyalutan, yaitu pengikatan secara metalurgi lapisan logam campuran pada permukaan bagian luar dan dalam pipa. Cathodic protection atau perlindungan dengan menggunakan sinar katoda yang mana merupakan sebuah aliran dari arus listrik langsung yang dibangkitkan dari elektroda yang tertanam ke pipa juga digunakan untuk mengontrol korosi pada pipa aluminium dan pipa baja yang ditanam.
2.1.4 Pipa baja
2.2 Tekanan pada Pipa
Pada kebanyakan situasi, sistem irigasi harus dapat memasok air secara merata ke seluruh lahan. Karena kinerja dari kebanyakan sprinkler berhubungan dengan tekanan, keseragaman yang tinggi dari aplikasi dibutuhkan penyediaan tekanan yang optimal bagi sprinkler. Friction loss atau kehilangan energi akibat gesekan pada pipa dan sambungan, dan perbedaan elevasi menyebabkan tekanan bervariasi di lapangan. Friction loss menyebabkan tekanan menurun pada arah hilir, sedangkan perbedaan elevasi menyebabkan tekanan meningkat atau menurun tergantung arah perubahan elevasi. Persamaan 2.1 dapat digunakan untuk mengukur perbedaan tekanan di antara lokasi-lokasi sepanjang saluran.
(
h Z)
Ketika perubahan pada elevasi ketika posisi hulu dan hilir menanjak, tandadidepan ΔZ adalah positif (+), sebaliknya jika elevasi hulu lebih tinggi daripada hilir
didepan ΔZ adalah negatif (–).
Persamaan 2.2 dapat digunakan untuk memperkirakan istilah kehilangan energi hl.
l
l M
FH
hl = + (2.2)
H l = kehilangan energi atau headloss akibat gesekan pada pipa (meter) M l = minor losses melalui sambungan pipa (meter)
Minor losses yang diakibatkan oleh pipa penyembur adalah sangat kecil dan biasanya diabaikan. Rumus Hazen-Williams, Darcy-Weisbach, atau Chezy-Manning dapat digunakan untuk menghitung Hl. Persamaaan-persamaan tersebut antara lain:
Hazen-Williams
C = faktor gesekan yang bergantung kepada material pipa
φ
= 10,66 (SI unit) ;φ
= 4,727 (Inggris Unit)Persamaan Chezy-Manning berlaku untuk aliran turbulen sepenuhnya. Nilai K dapat juga diperoleh dengan Persamaan (2.5) :
Faktor kekasaran Manning (n) dan faktor gesekan Hazen-Williams C diperoleh pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Koefisien dari Gesekan Pipa Untuk Perencanaan
Material Hazen-Williams Manning
(C) (n)
Pipa baru atau baru dilapis
Plastik atau kaca halus 150 0,009
Lapisan mortar-semen yang diputar sentrifugal 145 0,009 Lapisan mortar-semen yang dikulir di tempat 140 0,009
Besi tempa 140 0,009
Besi berlapis seng (galvanized iron) 135 0,010
Besi tuang, tidak dilapis 130 0,010
Asbes-semen, dilapis 145 0,009
Asbes-semen, tidak dilapis 140 0,009
Pipa tekanan beton yang dituang sentrifugal 135 0,010 Ten-State Standards (1978)
Lapisan mortar-semen atau plastik 120 0,011
Baja atau besi daktail yang tidak dilapis 100 0,011 Pipa lama atau sudah lama dilapis [dalam perawatan
biasa (20 tahun atau lebih), air yang tidak agresif]
Plastik atau kaca halus 135 0.010
Lapisan mortar-semen yang diputar sentrifugal 130 0,010 Lapisan mortar-semen yang dikulir di tempat 125 0,010
Asbes-semen, dilapis 130 0,010
Asbes-semen, tidak dilapis 125 0,010
Baja atau besi daktail yang tidak dilapis 100 0,013 Pipa tekanan beton yang dituang sentrifugal 130 0,010
Kayu susun 110 0,012
Besi terpancang (riveted steel) 80 0,016
Beton yang dibentuk 80 0,016
Besi tempa 100 0,013 Besi yang dilapis seng (galvanized iron) 90 0,014
Sumber : Sanks (1998)
Darcy-Weisbach
faktor gesekan adalah fungsi dari bilangan Reynold (Re) dan kekasaran relatif ks/D,
dimana ks adalah kekasaran tak seragam rata-rata dari pipa. Untuk aliran laminer (Re
< 2000) faktor gesekan adalah :
e
Untuk aliran turbulen, faktor gesekan pada
Pipa halus : 1 =2Log10
( )
R f −0,8Colebrook dan White (1939) mengajukan formula semi-empiris berikut :
Faktor gesekan dapat juga diperoleh dengan menggunakan diagram Moody, yang dikembangkan oleh Moody (1944), menggunakan data-data eksperimen dari pipa-pipa komersial, persamaan Colebrook-White, dan data-data eksperimen dari Prandtl-Karman.
Ada friction loss yang lebih sedikit sepanjang pipa dengan beberapa outlet yang dispasikan secara sama seperti pipa sub-utama dan lateral daripada sepanjang pipa dengan diameter, panjang, dan material yang sama dengan debit yang konstan. Ini terjadi karena banyaknya air dalam pipa sub-utama atau pipa lateral berkurang di arah hilir karena debit dari outlet.
Istilah F pada Pers. 2.2 sama dengan 1 ketika tidak ada outlet antara lokasi hulu dan hilir sepanjang pipa. Persamaan 2.12a dan 2.12b dan Tabel 2.3 dan 2.4 dapat digunakan untuk menentukan F ketika ada lebih dari satu outlet dengan spasi yang sama, masing-masing memindahkan kurang lebih sama dengan jumlah air dalam pipa.
Persamaan 2.12a dan 2.12b adalah :
Baik Persamaan 2.12a atau Tabel 2.2 digunakan ketika jarak dari dari saluran pipa ke outlet pertama sama dengan jarak spasi outlet. Ketika jarak ke outlet pertama setengah dari jarak spasi outlet, digunakan Persamaan 2.12b atau Tabel 2.4.
Tabel 2.2 Nilai F (Pers. 2.12a) digunakan ketika jarak dari dari saluran pipa ke
outlet pertama sama dengan jarak spasi outlet
30 0,368 0,362 0,350
Tabel 2.3 Nilai F (Pers. 2.12b) digunakan ketika jarak dari dari saluran pipa ke
outlet pertama setengah dari jarak spasi outlet
22 0,359 0,353 0,341
24 0,359 0,352 0,341
26 0,358 0,351 0,340
28 0,357 0,351 0,340
30 0,357 0,350 0,339
35 0,356 0,350 0,338
40 0,355 0,349 0,338
50 0,354 0,348 0,337
100 0,353 0,347 0,335
Sumber : James (1988)
2.3 Tekanan Gelombang
Tekanan gelombang atau surge pressure merupakan tekanan bolak-balik yang terjadi di dalam pipa diatas atau dibawah tekanan operasi normal yang diakibatkan oleh perubahan kecepatan aliran. Pada saluran pipa, perubahan seketika pada kecepatan aliran dapat terjadi sebagai hasil dari pengoperasian pompa dan katup, keruntuhan kantong uap air, atau pengaruh dari air menyusul pengeluaran secara udara cepat keluar sebuah lubang udara atau katup yang terbuka sebagian.
Hal ini sangat penting karena dapat menimbulkan efek merugikan yang cukup signifikan bagi disain saluran pipa, antara lain: keruntuhan pipa dan selubung pompa, pipa kolaps, getaran, perpindahan pipa yang berlebihan, deformasi atau keruntuhan dari fitting dan penopang saluran pipa.
Sistem pada Gambar 2.1 digunakan untuk menggambarkan fenomena water hammer. Sistem adalah pipa tunggal yang dipasok oleh reservoir. Head elevasi, H,
menyebabakan air mengalir di dalam pipa dengan sebuah kecepatan, V, melaui sebuah katup yang berjarak L arah hulu reservoir.
Ketika pada suatu waktu t = 0 katup ditutup secara tiba-tiba, lapisan cairan terdekat dari katup terkompresi dan terhempas ke katup. Kompresi ini
mengakibatkan pipa memuai dibawah tekanan yang bertambah, ΔH. Setelah lapisan
pertama dari cairan terkompresi, proses berulang kepada lapisan selanjutnya. akibat rentetan lapisan air yang terhenti dan terkompresi, sebuah gelombang tekanan
muncul dan menyebar ke arah hulu. Cairan di hulu dari gelombang mengalir dengan kecepatan V. Ketika gelombang mencapai reservoir, waktu yang telah berlalu sama dengan L dibagi dengan kecepatan gelombang, a, t = L/a. Pada waktu ini semua cairan dalam pipa dalam tekanan H + ΔH dan dalam keadaan diam (V = 0). Pada
reservoir, perbedaan tekanan (ΔH) antara pipa dan reservoir menyebabkan aliran ke
arah reservoir dan pembentukan tekanan H dalam pipa. Sebagaimana gelombang ini bergerak ke arah katup, head tekanan tekanan dari gelombang adalah H + ΔH, dan tekanan di belakang gelombang sama dengan H.
Pada saat t = 2L/a gelombang tekanan mencapai mencapai katup tekanan sama dengan H, sepanjang pipa. Sejak katup tetap tertutup dan tidak ada cairan yang ditambahkan ke pipa, aliran ke arah reservoir mengurangi tekanan di dalam lapisan cairan tepat di hulu katup menjadi H – ΔH. Sebuah gelombang tekanan berjalan mengarah ke reservoir pada kecepatan a, sebagaimana tekanan pada lapisan yang berurut berkurang. Kondisi yang sangat tidak stabil, seperti pemisahan gumpalan cairan dapat terjadi jika tekanan di dalam pipa menurun di bawah tekanan uap dari cairan.
Ketika gelombang tekanan rendah mencapai reservoir, gelombang tersebut dipantulkan kembali ke arah katup. Pada waktu ini tekanan dan kecepatan kembali ke keadaan semula, dan gelombang mencapai katup pada waktu t = 4L/a. Daur ini berulang setiap t = 4L/a detik sampai fluktuasi tekanan terhenti oleh gesekan dan elastisitas pipa.
Persamaan 2.13 digunakan untuk menghitung besaran tekanan water hammer,
ΔH. Pers. 2.13 didasarkan oleh prinsip momentum dan dapat ditemukan pada
V
Streeter dan Wylie (1967) menggunakan prinsip kontinuitas untuk menghasilkan Persamaan 2.14.
C1 = konstanta yang bergantung kepada bagaimana pipa terdesak.
Persamaan 2.15a dapat digunakan untuk menghitung C1 ketika pipa ditambatkan pada setiap ujung sehingga tidak ada pergerakan aksial.
C1 = 1 – μ2 (2.15a)
Ketika pipa ditambatkan pada kedua ujung tetapi memiliki pengembangan sambungan, C1 = 1. Persamaan 2.16b digunakan ketika pipa hanya ditambatkan pada satu ujung saja.
C1 = 5/4 – μ (2.16b)
Tabel 2.4 Modulus Elastisitas dan Rasio Poisson dari Beberapa Material Pipa
Material
Modulus Elastisitas Rasio Poisson
(μ) (kN/m2) (psi)
Asbes-semen 20,7 × 106 3 × 106 0,20
Besi tuang 10,3 × 107 15 × 106 0,29
Besi daktail 16,5 × 107 24 × 106 0,29
PVC 27,6 × 105 4 × 105 0,46
Polythelene 69,0 × 104 1 × 105 0,40
Baja 20,7 × 107 30 × 106 0,30
Sumber : James (1988)
Besaran dari tekanan water hammer dapat direduksi dengan mengurangi ΔV
pada Pers. 2.13. Ketika tekanan water hammer hasil dari perubahan pengaturan
katup, ΔV dapat direduksi dengan memperlambat laju dari penyesuaian katup. Untuk
mengurangi besaran tekanan water hammer yang dihitung menggunakan Pers. 2.13, waktu setelan katup harus melebihi 2L/a (agar tekanan maksimum berkurang oleh gelombang yang dipantulkan).
tipe katup, “waktu efektif” biasanya diasumsikan menjadi setengah waktu penutupan katup aktual.
Gambar 2.3 dapat digunakan untuk memperkirakan tekanan water hammer ketika waktu efektif dari penutupan katup melebihi 2L/a. Baik waktu efektif penutupan dibutuhkan untuk membatasi tekanan water hammer kepada sebuah level tertentu ataupun tekanan water hammer yang dihasilkan dari sebuah waktu penutupan efektif tertentu dapat ditentukan dengan menggunakan Gambar 2.3.
Gambar 2.2 Lintasan tangkai katup versus penghentian pada
Gambar 2.3 Perhitungan dari waktu penutupan katup, Tc, untuk membatasi
tekanan gelombang (surge pressure)
Dinding pipa yang lebih tebal, diameter pipa yang lebih besar, katup tekanan pembantu, dan surge tank dapat digunakan untuk memproteksi pipa dari tekanan water hammer.
Dalam situasi dimana perlu perubahan yang cepat dalam perubahan kecepatan aliran, katup tekanan pembantu atau pressure relief valve seperti diilustrasikan pada Gambar 2.4, biasanya merupakan cara yang paling ekonomis untuk memproteksi pipa dari tekanan water hammer. Pressure relief valve didisain untuk membuka pada tekanan tertentu dan mengalirkan cairan untuk mengurangi gelombang.
C = 0,517 untuk area yang telah berkurang Globe Valve C = 0,486 untuk area penuh Cone Valve
Surge tank merupakan tangki terbuka yang dihubungkan dengan saluran pipa dan digunakan sebagai perlindungan terhadap tekanan gelombang. Sebuah surge tank yang sederhana biasanya dibuat sehingga level air di dalam tangki tidak berfluktuasi dalam resonansi dengan pengatur katup dan sehingga air tidak habis atau berlebihan oleh aliaran dari dan ke pipa. Beberapa surge tank memiliki orifice atau mulut yang membatasi aliran masuk dan keluar untuk menaikkan pemborosan energi dan melembabkan penggelombangan tekanan. Sering kali aliran masuk dibatasi lebih dari aliran keluar untuk mengurangi bahaya pemisahan gumpalan. Differential surge tank merupakan kombinasi antara orifice surge tank dengan surge tank sederhana pada daerah potongan melintang.
2.4 Perangkap Udara
Kehadiran udara dalam saluran pipa mempengaruhi pengoperasian dengan mengurangi daerah melintang dari linasan aliran. Hal ini dapat menambah biaya pemompaan karena peningkatan head loss dan/atau mengurangi kapasitas pipa. Sebagai tambahan, pergerakan kantong-kantong udara di dalam pipa dan
Gambar 2.4 Pressure relief
valve
(a) Katup yang tetap tertutup selama tekanan masih dibawah tekanan maksimum yang diperbolehkan.
(b) Katup yang terbuka ketika tekanan menurun dibawah tekanan yang diinginkan.
(a)
pengurungan secara tiba-tiba pada titik-titik yang tinggi tinggi sepanjang saluran dapat menyebabkan water hammer dan flukutasi pada aliran.
Udara mungkin memasuki pipa selama pengisian, dimana air memasuki saluran, atau melalui katup pelepas udara, penghilang kehampaan (vacuum breaker), dan sambungan yang bocor. Perubahan pada suhu dan tekanan dapat menyebabkan udara yang terlarut di dalam aliran terakumulasi di dalam saluran.
Udara harus dicegah memasuki saluran. Ini dapat terpenuhi oleh perancangan pompa atau pintu masuk gaya berat (gravity inlet) yang hati-hati, menjaga kecepatan air rata-rata air dari antara 0,3 sampai 0,6 m/det selama pengisian saluran dan meletakkan pipa ke sebuah galian yang menghasilkan titik-titik tinggi yang minimum. Untuk tujuan memindahkan udara yang memasuki saluran, katup pelepas udara dan kehampaan (vacuum) yang berukuran layak sebaiknya dipasang pada semua titik-titik tinggi dan lokasi-lokasi lain yang memungkinkan udara untuk berakumulasi.
2.5 Katup
Katup merupakan bagian pelengkap dari saluran pipa bertekanan yag dimanfaatkan pada sistem irigasi. Katup disediakan untuk berbagai keperluan seperti surge control, throttling, pengaturan tekanan, on-off service, pelepasan udara, pressure relief, vacuum relief, dan backflow prevention.
2.5.5 Katup Isolasi
Katup isolasi atau isolation valve digunakan untuk berbagai macam kegunaan. Ketika ditempatkan pada ujung hulu pipa utama, sub-utama dan lateral katup ini berfungsi sebagai on-off pada pipa. Katup ini dapat digunakan untuk sistem yang memerlukan operasi yang bergantian yang memungkinkan pengaturan peredaran air dari satu bagian ke bagian lainnya. Katup ini juga dapat digunakan untuk mengisolasi bagian dari sistem untuk keperluan perawatan atau perbaikan dimana bagian yang lain tetap beroperasi.
Katup on-off otomatis pada ujung hulu dari katup memungkinkan sebuah sisitem irigasi bekerja secara otomatis. Sebuah pengontrol elektronik atau elektromekanikal yang ditempatkan di kantor, dapat diprogram untuk mengendalikan pengoperasian beberapa katup on-off otomatis. Sekali diprogramkan, pengatur atau kontroller membuka dan menutup katup sesuai dengan program yang dibuat. Komunikasi antar konteroller dengan katup adalah via kabel listrik, pipa pneumatik atau hidrolik, atau radio telemetri.
Katup isolasi juga ditempatkan pada ujung hulu dari pipa permanen untuk menyediakan pembilasan sedimen.
menutup katup secara sebagian. Katup otomatis yang menyuplai aliran konstan tanpa memperhatikan perubahan tekanan terkadang juga digunakan dengan jaringan pipa yang bertekanan. Seperti katup manual, laju aliran dapat disesuaikan dengan mengubah bukaan. Katup penghambat ditempatkan pada ujung hulu dari pipa utama, sub-utama, dan lateral.
Katup isolasi terdiri beberapa tipe dari katup antara lain gate valve, butterfy valve, hydrant valve dan lainnya. Dari berbagai tipe katup isolasi yang paling umum digunakan adalah katup gerbang atau gate valve dan katup kupu-kupu atau butterfy valve.
Katup gerbang memiliki satu atau dua cakram yang berfungsi sebagai penutup pada bonet yang tegak lurus terhadap arah aliran air. Cakram digerakkan membuka atau menutup oleh pemutar yang terhubung pada sebuah tangkai atau stem. Pada katup kupu-kupu cakram bergerak memutar seperempat lingkaran, sehingga posisi cakram akan sejajar arah arua aliran ketika dalam posisi membuka. Gambar 2.5 menunjukkan bentuk dari jenis-jenis katup isolasi.
Gambar 2.5 Macam-macam isolation valve (a) Gate valve, (b) Butterfly valve,
(c) Hydrant Valve, (d) Solenoid activated on-off valve
2.5.6 Katup Kontrol
Katup kontrol atau control valve digunakan untuk mengontrol aliran atau tekanan air dengan mengoperasikan posisi sebagian terbuka, membuat headloss atau perbedaaan tekanan antara lokasi hulu dan hilir. Jenis-jenis katup kontrol yang umum digunakan antara lain katup pengatur tekanan, katup pengatur aliran, katup ketinggian, katup pemulih tekanan.
lahan dimana tekanan yang tersedia bergantung pada yang lahan lain yang diairi. Dalam situasi yang sedemikian, katup pengatur tekanan menyuplai sebuah tekanan yang konstan ke lahan dengan mengabaikan lahan lain yang mana yang akan diairi. Sering kali, katup pengatur tekanan menyediakan pengontrolan gelombang (surge) dengan mempoteksi pipa arah hilir dari penggelombangan dari hulu.
Gambar 2.6 Pressure Regulating Valve
Katup pengatur aliran atau flow-control valve digunakan untuk mengatur karakteristik aliran pada daerah hulu dengan mempertahankan aliran yang telah diset. Katup ketinggian atau altitude valve digunakan pada reservoir atau tangki untuk penambahan air dan untuk pengontrolan gelombang pada satu arah. katup pemulih tekanan atau pressure-relief valve digunakan untuk melepaskan cairan dalam sebuah sistem tekanan sebelum tekanana yang tinggi dapat terbentuk memberi tekanan yang berlebihan pada pipa dan katup.
2.5.7 Katup kendali
2.5.8 Katup Pengontrol Gelombang
Katup pengontrol gelombang atau surge control valve merupakan katup yang berfungsi sebagai pengendali gelombang. Penggelombangan dikendalikan selama pengisian dan pengosongan saluran dengan katup yang otomatis yang dipasang di hilir pompa. Untuk pompa sentrifugal, suatu katup otomatis yang menutup secara normal membuka pelan-pelan selama pipa pengisian. Katup ini mengendalikan penggelombangan dengan membiarkan tekanan sistem penuh untuk berkembang secara berangsur-angsur. Ketika sistem sedang menutup, katup otomatis menutup secara pelan dan berangsur-angsur mengurangi aliran ketika pompa terus berjalan. Untuk pompa turbin, suatu katup otomatis yang terbuka secara normal dipasang pada suatu pipa yang pendek yang bermula dari saluran pipa utama. Suatu katup kendali dipasang ke arah hilir dari tempat permulaan. Ketika pompa dimulai, katup yang terbuka secara normal mulai menutup secara perlahan. Pada awalnya, seluruh udara dan air pada kolom pompa dialirkan ke dalam atmosfer melalui katup yang terbuka secara normal. Semakin banyak aliran keluar pompa dialihkan melalui katup kendali dan ke dalam sistem irigasi ketika katup yang otomatis menutup. Ini menyediakan kendali terhadap penggelombangan dengan membiarkan tekanan sistem untuk berkembang perlahan. Selama penutupan katup otomatis secara perlahan membuka pengalihan sebuah peningkatan nilai output pompa ke atmosfer. ini mengendalikan tekanan gelombang dengan membiarkan tekanan sistem secara bertahap menurun ketika pengosongan saluran.
2.6 Sprinkler
saluran pipa atau selang ke atas lahan secara merata tanpa runoff (aliran permukaan) dan atau tanpa perkolasi yang berlebihan dari daerah akar. Sprinkler telah mengalami perkembangan dari segi bentuk, kapasitas maupun nozzle menjadi beberapa tipe atau jenis sesuai dengan keperluan.
2.6.1 Jenis-Jenis Sprinkler
2.6.1.1 Impact Sprinkler
Impact sprinkler merupakan sprinkler yang memanfaatkan impact atau
tumbukan dari semburan air sebagai gaya untuk memutar atau merubah arah dari sprinkle. Contoh impact sprinkler adalah revolving sprinkler.
Ada dua macam hammer yang biasa digunakan yaitu regular atau biasa dan wedge atau baji. Hammer jenis biasa hanya dapat bergerak secara horizontal
sedangkan jenis wedge dapat juga bergerak arah horizontal dengan sudut tertentu.
2.6.1.2 Gear-Driven Sprinkler
Gear-driven sprinkler merupakan sprinkler dengan penggerak berupa turbin
air kecil yang terdapat pada dasar sprinkler. Seperti impact sprinkler, gear-driven sprinkler memilki satu atau lebih pancaran yang berputar sekeliling sumbu vertikal
dari sprinkler. Tidak seperti impact sprinkler yang memiliki rotasi yang dapat berhenti kemudian berganti arah, gear-driven sprinkler berputar secara halus dalam satu arah tanpa percikan yang terjadi setiap kali semburan menubruk hammer pada impact sprinkler.
2.6.1.3 Reaction Sprinkler
Reaction sprinkler merupakan tipe sprinkler yang berputar, dan gaya perputarannya dikarenakan oleh torsi yang dihasilkan oleh reaksi dari air yang
meninggalkan sprinkler, sprinkler ini tersusun secara sederhana dan kokoh. Contoh dari reaction sprinkler adalah whirling sprinkler. Whirling sprinkler umumnya memiliki dua atau tiga lengan panjang pada ujung nozzle. Sprinkler ini biasanya dioperasikan dalam tekanan yang rendah yaitu antara 70 sampai 210 kPa dan memiliki daerah jangkauan yang relatif kecil. Perputaran dari sprinkler ini mencapai sekitar 60 rpm dan debit yang dikeluarkan mencapai 1 m³/jam. Whirling sprinkler ditunjukkan pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Whirling sprinkler
2.6.1.4 Fixed-Head Sprinkler
Fixed-head sprinkler merupakan tipe sprinkler yang beroperasi tanpa ada bagian yang bergerak. Sprinkler ini dibuat untuk menghasilkan semburan yang berbentuk lingkaran atau mendekati lingkaran. Sprinkler ini biasanya digunakan untuk irigasi tipe permanen. Sprinkler ini dioperasikan dengan tekanan yang rendah dan jarak yang berdekatan. Fixed-head sprinkler diilustrasikan pada Gambar 2.9.
2.6.1.5 Sprinkler Tembak
Sprinkle tembak atau gun sprinkler merupakan jenis sprinkle yang beroperasi pada tekanan yang tinggi, yaitu antara 480 sampai 896 kPa. Sprinkle ini menghasilkan debit yang mencapai 4700 liter per menit, dengan diameter area yang dibasahi sekitar 180 meter. Tekanan yang tinggi dalam pengoperasian sprinkler jenis ini sering mengharuskan penggunaan pompa, dimana akan menambah nilai investasi awal dan biaya perawatan. Sprinkler ini umumnya digunakan untuk lahan persegi yang luas. Sprinkler tembak diilustrasikan pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Sprinkler tembak
2.6.2 Kinerja Sprikler
2.6.2.1 Debit Sprinkler
∑
=K = konstanta yang bergantung kepada unit yang digunakan C = koefisien yang bergantung kepada bentuk dan kekasaran dari
pembukaan pada nozzle i
A = penampang melintang area dari pembukaan pada nozzle i P = tekanan yang bekerja pada nozzle
x = eksponen untuk nozzle
Jadi, debit untuk sprikler yang memiliki lebih dari satu nozzle adalah penjumlahan debit dari nozzle.
Nilai C dan x untuk setiap nozzle secara normal ditentukan secara empiris. Ketika x adalah sekitar 0,5 untuk kebanyakan sprinkler, tekanan yang lebih besar dan/atau pembukaan nozzle yang lebih besar akan meningkatkan debit dari sprinkler. Pabrikan sprikler biasanya menerbitkan data debit dan tekanan untuk diameter nozzle yang berbeda.
2.6.2.2 Jarak Semburan
2.6.2.3 Pola Distribusi
Volume dan tingkat aplikasi air di bawah suatu sprinkler secara normal adalah bervariasi dengan jarak dari sprinkler. Pola dari variasi ini dinamakan pola distribusi, yang secara normal konsisten untuk sebuah tekanan, bentuk nozzle, dan angin yang diberikan. Ciri khas dari pola-pola disribusi di bawah sebuah impact sprinkler konvensional dengan bentuk nozzle yang tetap dan tekanan yang bervariasi diilustrasikan pada Gambar 2.11.
Nozzle yang beroperasi pada tekanan yang rendah yang memancarkan ukuran butiran air yang pada dasarnya sama sering memiliki pola distribusi yang berbentuk ‘donat’. Ukuran butiran air yang lebih bemacam yang dikarenakan oleh tekanan nozzle yang lebih tinggi secara normal akan menghasilkan pola distribusi yang berbentuk segitiga. Tekanan yang sangat tinggi meningkatkan persentasi dari butir-butir air yang kecil.
Gambar 2.11 Pola-pola
pengaplikasian individual sprinkle untuk tekanan yang berbeda.
(a) Tekanan terlalu rendah
(b) Tekanan baik
2.6.2.4 Application Rate
Application rate atau laju penggunaan adalah paramater yang sangat penting yang digunakan untuk mencocokkan sprinkler dengan tanah, tanaman, dan medan dimana sprinkler-sprinkler tadi akan beroperasi. Ketika laju application rate terlalu besar, dapat terjadi runoff dan erosi.
Application rate memiliki dimensi panjang per unit waktu. Application rate rata-rata dari sprinkle tunggal dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.18.
a Q K
A= (2.18)
dimana : A = application rate (mm/jam) Q = debit sprinkler (l/menit)
a = area basah dari sprinkler (m2)
K = konstanta yang bergantung kepada unit yang digunakan
(K = 60 untuk A dalam mm/jam, Q dalam l/menit, dan a dalam m2) (K = 96,3 untuk A dalam in/jam, Q dalam gpm, dan a dalam ft2)
Ketika beberapa sprinkler yang identik berjarak L, dengan grid S, Persamaan 2.19 dapat digunakan untuk menghitung application rate rata-rata.
LS KQ
A= (2.19)
dimana : A = application rate (mm/jam) Q = debit sprinkler (l/menit)
L = jarak antara sprinkler sepanjang pipa lateral (m)
Application rate rata-rata dibawah sebuah pipa lateral dari sebuah sprinkler dapat dihitung mengunakan Persamaan 2.20.
S L KQ A
l l
= (2.20)
dimana : Ql = debit aliran total kedalam ujung hulu pipa lateral (l/menit)
Ll = panjang pipa lateral (m)
K = sama dengan Persamaan 2.18
Bagi kebanyakan sprinkler, variasi tekanan dalam pengoperasian kecil, kalaupun ada, berpangaruh kepada application rate rata-rata dari sebuah sprinkle tunggal. Sebagai contoh, saat tekanan bertambah, peningkatan Q cenderung diimbangi dengan peningkatan area basah. Application rate rata-rata dari beberapa sprinkler identik yang yang berjejer bagaimanapun cenderung untuk berhubungan secara langsung kepada tekanan sejak L dan S tetap dan Q bertambah.
2.6.2.5 Ukuran Butiran
Ukuran butiran merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi pembentukan lapisan air awal pada tanah kering. Ukuran butiran yang kecil memiliki power yang kurang ketika menumbuk permukaan tanah, infiltrasi yang terjadi akan lebih lambat daripada ukuran butiran yang lebih besar. Untuk alasan tersebut, penkonversian dari sprinkler yang menghasilkan ukuran butiran yang besar ke yang lebih kecil memungkinkan untuk mengurangi runoff dan erosi.
Ukuran butiran juga penting pada pengoperasian dalam keadaan berangin. Pola distribusi dari sprinkler yang memancarkan ukuran butiran yang kecil berpengaruh terhadap gangguan angin dan keseragaman.
2.6.5 Karakteristik Kinerja dari Tipe-Tipe Sprinkler
Karakterstik kinerja dari beberapa tipe sprinkler diperbandingkan pada Tabel 2.1.
2.6.6 Pemilihan Sprinkler
Pemilihan Sprinkler pada umumnya didasarkan kepada biaya, tekanan yang dibutuhkan, dan kemampuan untuk menyediakan disain kebutuhan irigasi harian atau design daily irrigation requirement (DDIR) dengan keseragaman yang dapat diterima dan tanpa runoff.
2.6.4.1 Kapasitas Debit Sprinkler
Tipe Sprinkler
Nozzle ganda 345-690 50-100 15-530 4-140 27-73 90-240 Sedang-Tinggi Kecil
Nozzle debit konstan 276-552 40-80 8-38 2-10 27-37 90-120 Kecil-Sedang Sedang
Nozzle jet menyebar 172-345 25-50 8-195 2-25 20-40 65-130 Sedang Kecil
Tipe tembak 276-896 40-130 197-4542 25-1200 61-183 200-600 Sedang-Tinggi Kecil
Sprinkler semprot
180º nozzle semprot 35-276 5-40 1-95 0,3-25 2-11 8-35a Sangat Tinggi Halus
3-12 10-40b Sangat Tinggi Halus 360º nozzle semprot dengan plat
pembelok rata, halus
35-276 5-40 1-95 0,3-25 3-12 10-40a Tinggi-Sangat tinggi Halus 6-17 20-55b Tinggi-Sangat tinggi Halus 360º nozzle semprot dengan plat
pembelok rata, bergerigi
35-276 5-40 1-95 0,3-25 4-15 12-50a Tinggi Kecil
25-10b Sedang-Tinggi Kecil
Tabel 2.5 Karakterstik Kinerja dari Beberapa Tipe sprinkler
Persamaan 2.21 dapat digunakan untuk memperkirakan debit sprinkler yang
H = interval waktu antara pemulaan dari pengairan yang berurutan (jam) Tm = waktu yang dibutuhkan untuk menggerakkan perlengkapan (jam)
Ea = efisiensi (%)
K = konstanta yang bergantung kepada unit yang digunakan
(K = 1,67 untuk Qs dalam l/menit, D dalam mm, L dan S dalam m)
(K = 1,04 untuk Qs dalam gpm, D dalam mm, L dan S dalam ft)
Interval H pada Persamaan 2.21 dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan 2.22.
dimana : Pf = persentase total dari lahan yang diairi ketika sistem beroperasi
D = kedalaman yang diinginkan (mm)
DDIR = disain kebutuhan irigasi harian (mm/hari)
Kedalaman yang digunakan, Da, pada Persamaan 2.21 dihitung dengan
Nilai Pf pada Persamaan 2.22 dan 2.23 adalah 100 % untuk sistem sprinkle
gerak menerus (continous-move sprinkle system) atau ketika seluruh sprinkler beroperasi pada waktu yang bersamaan pada sistem sprinkle solid. Persamaan 2.24 dapat digunakan untuk menentukan nilai Pf untuk sistem berpindah dan untuk sistem
solid yang beroperasi secara tidak serentak.
)
K = konstanta yang bergantung kepada unit yang digunakan
(K = 100 untuk Ll dan L dalam meter, dan Af dalam ha)
(K = 435,6 untuk Ll dan L dalam ft, dan Af dalam ac)
Nilai L dan S dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan 2.25 dan 2.26.
L ≥ Kl D (2.25)
S ≥ Ks D (2.26)
dimana : L = jarak antara pipa lateral (m)
S = jarak antara sprinkler pada pipa lateral (m)
Kl, Ks = konstanta yang tergantung kepada pola spasi sprinkler dan angin
(Tabel 2.6)
D = diameter dari area yang dibasahi (m)
Penggunaan nilai Kl dan Ks pada Tabel 2.6 menjamin keseragaman dari
Tabel 2.6 Nilai Kl dan Ks
Diasumsikan pipa lateral tegak lurus untuk mengatasi arah angin
Sumber : Davis (1976)
Persegi panjang, bujur sangkar, dan segitiga merupakan tiga bentuk dasar dari pola spasi sprinkler untuk sistem bergerak dan sistem solid. Tiga pola ini diilustrasikan pada Gambar 2.12.
2.6.4.2 Application Rate yang Diperkenankan
Secara normal, sistem irigasi sprinkle didisain sehingga tidak terjadi runoff. Kemudian, application rate pada tingkat dimana sebuah sistem sprinkle didisain
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.12 Pola-pola spasi
sprinkler
(a) Segitiga sama sisi (b) Bujur sangkar (c) Persegi panjang
L = jarak antara pipa lateral
untuk memakai air kurang dari kapasitas infiltrasi dari tanah atau pengaplikasian diakhiri sebelum seluruh permukaan tanah yang dangkal terisi dengan air dan kedalaman air yang cukup untuk menyebabkan runoff di atas permukaan tanah terakumulasi. Gambar 2.13 mengilustrasikan konsep-konsep ini.
Kurva A pada Gambar 2.13 menunjukkan bahwa kapasitas infiltrasi dari tanah yang paling tinggi adalah pada waktu awai infiltrasi dan kemudian berkurang secara terus-menerus dengan waktu ke arah sebuah asimtot yang sering disebut tingkat infiltrasi dasar dari tanah. Dalam sebuah tanah homogen yang sangat dalam, tingkat infiltrasi dasar sama dengan konduktivitas hidrolik jenuh dari air.
Mengingat application rate yang ditunjukkan sebagai garis horizontal B pada Gambar 2.13. Pada awalnya semua air yang diaplikasikan oleh sistem sprinkle memasuki tanah, karena application rate lebih besar dari kapasitas infiltrasi tanah. Runoff tidak terjadi sampai gais B melintasi garis A dan application rate melebihi kapasitas infiltrasi dari tanah. Runoff mulai terjadi jika turunan-turunan pada permukaan tanah terisi oleh air dan kedalaman air yang cukup untuk menyebabkan aliran terakumulasi pada permukaan tanah. Jumlah air yang dapat terakumulasi bergantung kepada kondisi seperti jumlah vegatasi atau kedalaman turunan.
Garis C menunjukkan sebuah sistem yang memiliki application rate yang tidak pernah melebihi kapasitas infiltrasi dari tanah.
Gambar 2.13 Hubungan
Tabel 2.7 menunjukkan tingkat infiltrasi dasar dari lima tekstur tanah untuk tanah kosong tanpa vegetasi. Appplication rate di bawah pipa lateral pada suatu titik tertentu pada irigasi sistem center-pivot meningkat sampai puncak ketika pipa lateral mendekat dan menurun sampai nol ketika pipa lateral menjauh. Sering kali application rate puncak melebihi nilai yang dianjurkan pada Tabel 2.3, terutama pada ujung hilir dai pipa lateral.
Tabel 2.7 Tingkat Infiltrasi Dasar untuk Dua Keadaan Tanah Kosong
Tanah
Tingkat Infiltrasi Dasar
Kondisi A Kondisi B
(mm/jam) (Inci/jam) (mm/jam) (Inci/jam)
Pasir kasar 19-25 0,75-1,0 8,9 0,35
Pasir halus 13-19 0,5-0,75 6,4 0,25
Pasir halus liat 8,9-13 0,35-0,50 5,1 0,20
Lanau 6,4-10,2 0,25-0,40 3,8 0,15
Lempung 2,5-7,6 0,10-0,30 2,5 0,10
Catatan : Kondisi A untuk tanah bergradasi baik, kadar bahan organik yang tinggi, struktur
butiran terbuka, dan tidak ada lapisan pelindung permukaan. Kondisi B untuk tanah bergradasi buruk, kadar bahan organik yang rendah, dan lapisan pelindung permukaan yang tipis
Sumber : Pair, Hinz, Frost, Sneed, Schiltz (1983)
Gambar 2.14 Kedalaman air maksimum yang dapat digunakan dengan sistem
center-pivot dan sistem gerak lurus per pengairan untuk SCS intake families 0.1, 0.3, 0.5, 1.0.
Gilley (1984) telah mengembangkan rangkaian hubungan antara kedalaman air yang dapat diaplikasikan pada tiap-tiap pengairan tanpa runoff untuk jumlah penyimpanan permukaan 0 , 0,25 , 7,6 , dan 12,7 mm, application rate puncak berkisar antara 4 – 400 mm/jam dan empat tipe tanah. Empat tipe tanah tersebut adalah yang memiliki SCS (Soil Conservation Service) intake families 0.1 , 0.3 , 0.5 , 1.0. Hubungan-hubungan ini mengasumsikan sebuah hubungan elips antara application rate dengan waktu dan variasi tingkat infiltrasi dengan waktu. Persamaan 2.26 menjabarkan tentang tingkat infiltrasi tanah.
b at
f = (2.26)
dimana : f = tingkat infiltrasi dari tanah (mm/jam) t = waktu sejak infiltrasi dimulai (jam)
Tabel 2.8 Nilai a, dan b
SCS Intake Family
a untuk f dalam mm/jam
a untuk f dalam
inci/jam b
0.1 6,83 0,269 -0,485
0.3 15,16 0,597 -0,381
0.5 21,77 0,857 -0,340
1.0 36,59 1,441 -0,305
1.5 47,90 1,886 -0,290
BAB III
INFORMASI LOKASI STUDI
4.1 Letak Geografis dan Kependudukan
Desa Guru Benua yang berada di Kecamatan Munthe Kabupaten Karo secara geografis terletak di antara 2º50’00”-3º19’00” Lintang Utara (LU) dan 97º55’00”- 98º38’00” Bujur Timur (BT). Bila ditinjau dari ketinggian di atas permukaan laut menurut Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara desa ini berada di ketinggian 1000–1200 meter di atas permukaan laut.
Kabupaten Karo memiliki luas wilayah 2.127,29 km2 dengan jumlah kecamatan 17 kecamatan, 252 desa dan jumlah penduduk 316 207 jiwa. Lokasi rencana intake (sungai) secara geografis terletak pada 3º05’1,5” LU dan 98º27’0,8” BT dan rencana reservoir berada pada posisi geografis 3º04’3,2”LU dan 98º26’39,4” BT.
4.2 Tinjauan Lapangan
Peninjauan lapangan (Survei Pendahuluan) dimaksud untuk mengetahui dan mengidentifikasi kondisi yang ada serta menghimpun informasi permasalahan yang bersifat umum guna mengidentifikasi permasalahan serta rencana pemecahannya. Survei pendahuluan ini meliputi survei kondisi daerah proyek, pengumpulan data-data primer maupun sekunder dan identifikasi permasalahan yang ada.
Adapun alasan mengapa Desa Guru Benua, Kecamatan Munthe Kabupaten Karo ini di pilih untuk diperioritaskan dalam pembuatan irigasi adalah mengingat desa ini masih sering mengalami kekeringan dan kekurangan air baik itu untuk keperluan irigasi maupun keperluan sehari-hari masyarakat di desa ini.
4.3 Klimatologi
Tipe iklim daerah Kabupaten Karo adalah A menurut klasifikasi Koppen dengan curah hujan rata-rata di atas 1000 mm per tahun dan merata sepanjang tahun. Curah hujan tahunan berkisar antara 1000-4000 mm per tahun, dimana curah hujan terbesar terjadi pada bulan basah yaitu Agustus sampai dengan Januari, dan Maret sampai dengan Mei. Pada tahun 2006 ada sebanyak 172 hari jumlah hari hujan, dengan rata-rata kecepatan angin 1,32 m per detik.
Suhu udara rata-rata di Kabupaten Karo berkisar antara 18,4°C-19,3oC, dengan kelembaban udara (pada tahun 2006) rata-rata setinggi 88,39% dengan rentang antara 86,3% sampai dengan 90,3%.
Arah angin dibagi dua arah/gerak yang besar yaitu angin yang berhembus dari arah Barat kira-kira bulan Oktober sampai dengan bulan Maret dan dari arah Timur serta Tenggara antara bulan April sampai dengan bulan September.
4.4 Hidrologi
Stasiun/pos hujan ini nantinya dibutuhkan dalam pengolahan data-data hidrologi yang mempengaruhi daerah lokasi proyek, dimana dengan menganalisa data tersebut didapat gambaran ketersediaan air/debit andalan yang ada untuk kebutuhan air tanaman. Rencana Pos-pos hujan yang akan di pakai tersebut antara lain stasiun-stasiun yang berada di satuan wilayah sungai (SWS) Wampu–Bahorok. Adapun stasiun-stasiun curah hujan tersebut yaitu:
Stasiun Kabanjahe Stasiun Juhar
Stasiun Seribu Dolok
U
Gambar 3.1 Peta Rencana Lokasi Studi
BAB IV
ANALISA DATA
4.1 Tata Letak Saluran
Faktor kunci yang mempengaruhi tata letak sistem adalah topografi, bidang, bentuk, dan penempatan dari sumber air. Mengidentifikasi tata letak yang terbaik sering memerlukan pertimbangan dari beberapa pilihan tata letak dan analisa ukuran pipa yang teliti.
Tata letak saluran utama dan sub utama dari sistem irigasi pada lokasi studi ini disesuaikan dengan penempatan pipa lateral, yaitu penempatan pipa lateral yang mengikuti garis kontur atau diletakkan melintang kemiringan tanah untuk memperkecil variasi atau perbedaan tekanan sepanjang pipa lateral, ataupun jika harus diletakkan melintang garis kontur tanah, maka pipa lateral dioperasikan menurun kemiringan tanah. Tata letak atau layout sistem yang akan direncanakan diilustrasikan pada Gambar 4.1.
4.2 Analisa Saluran Tersier & Sprinkler
Sprinkler yang digunakan pada sistem irigasi ini didasarkan kepada kemampuan menyediakan kebutuhan irigasi harian rencana atau design daily irrigation requirement (DDIR), tekanan yang dibutuhkan, dan biaya.
Sprinkler harus memiliki kapasitas yang cukup untuk menyuplai DDIR ditambah tiupan angin dan kehilangan akibat penguapan yang terjadi setelah air meninggalkan sprikler dan sebelum mencapai tanaman atau permukaan tanah.
• Tekanan operasi = 220 kPa
• Debit = 20 liter/menit
• Jarak semburan = 25 m
Jadi, luas areal yang dibasahi sprinkler =
π
× (25)2 = 1963,5 m2 Application rate atau laju penggunaan dari sprinkler adalah:=
Jarak atau spasi antar sprinkler dan antar pipa lateral didasarkan kepada jarak semburan daripada sprinkler yang telah dipilih dan faktor hembusan angin, karena pengoperasian sprinkler sangat dipengaruhi oleh hembusan angin. Dari data spesifikasi sprinkler yang dipilih, jarak semburan adalah 25 meter, dan data hembusan angin rata-rata bulanan maksimum adalah 11 km/jam atau 3,05 m/det. Persamaan 2.25 dan 2.26 dan Tabel 2.6 digunakan untuk menentukan jarak antar sprinkler.
Dari tabel didapat jarak atau spasi antar sprinkler dan pipa lateral adalah 0,5 diameter area basah dari sprinkler, dengan tata letak bujur sangkar atau jarak antar sprinkler dan pipa lateral yang sama, yaitu:
0,5 × 50 = 25 m.
Dari perencanaan, saluran sekunder direncanakan dipasang tiap 100 meter dari saluran primer. Jadi, panjang maksimum pipa lateral adalah 100 meter. Dengan jarak antar sprinkler sekitar 25 meter, maka sprinkler dipasang 4 buah pada tiap pipa lateral, dengan ketentuan masing-masing sprinkler berjarak 25 meter, kecuali pada sprinkler pertama berjarak 12,5 meter dari ujung hulu pipa lateral.
Debit total pada hulu pipa lateral adalah 20 × 4 = 80 liter/menit atau setara dengan 0,00133 m3/det.
Headloss akibat gesekan pada pipa lateral dapat dihitung dengan menggunakan rumus Hazen-Williams pada Pers. 3.3 sebagai berikut:
Hl = 1,852 4,871
Nilai C yang digunakan pada persamaan di atas diambil dari Tabel 2.1, untuk pipa PVC yaitu 150.
S = Jarak antar sprinkler L = Jarak antar pipa lateral D = Diameter area basah
Gambar 4.2 Layout Sprinkler
Karena perbedaan tekanan maksimal yang diizinkan adalah sebesar 20% atau 0,2 × 22 m = 4,4 m, maka diameter pipa yang digunakan adalah 0,04 meter. Jadi, luas penampang pipa lateral = 0.25 × π × (0,04)2 = 1,257 × 10-3 m2 = 12,566 cm2
Kemudian headloss (hl) atau kehilangan energi akibat gesekan sepanjang pipa
lateral dihitung menggunakan Persamaan 2.2 : hl = FHl + Ml
= (0.412 × 2,645) + 0 = 1,0897 m
Perhitungan tekanan pada ujung hulu pipa lateral menggunakan Pers. 2.1 adalah:
Pu = Pd + K(hl – ΔZ)
= 220 + 9,81(1,0897 – 4) = 191,45 kPa
Dari perhitungan di atas diperoleh tekanan yang dibutuhkan pada hulu pipa lateral adalah 191,45 kPa atau setara dengan 19,145 m tekanan.
Jadi, pipa lateral direncanakan dengan menggunakan pipa berjenis PVC dengan ketebalan 2 mm dan diameter 4 cm, pipa jenis ini sanggup menahan tekanan sampai dengan 8 bar atau 800 kPa sehingga layak untuk digunakan.
4.3 Analisa Saluran Sekunder
4 1164,4 1151,1 13,26 20 475 0,027
5 1158,3 1149,4 8,94 22 525 0,029
6 1154,2 1147,7 6,54 23 550 0,031
7 1151,0 1146,0 5,03 24 575 0,032
8 1148,5 1144,3 4,15 25 600 0,033
9 1147,3 1142,6 4,68 25 600 0,033
10 1143,3 1140,9 2,43 25 600 0,033
11 1142,9 1139,2 3,68 25 600 0,033
12 1142,3 1137,5 4,80 25 600 0,033
13 1140,6 1135,8 4,77 25 600 0,033
14 1135,2 1134,6 0,62 25 600 0,033
15 1130,3 1129,8 0,46 25 600 0,033
16 1128,3 1127,5 0,79 25 600 0,033
17 1127,4 1126,6 0,84 25 600 0,033
18 1124,6 1123,8 0,79 25 600 0,033
19 1121,7 1121,1 0,55 25 600 0,033
20 1118,4 1117,7 0,71 25 600 0,033
21 1115,9 1115,3 0,63 25 600 0,033
22 1114,4 1113,8 0,60 25 600 0,033
23 1113,7 1113,2 0,46 25 600 0,033
24 1110,7 1110,3 0,40 25 600 0,033
25 1109,1 1108,4 0,67 25 600 0,033
26 1107,1 1106,7 0,41 25 600 0,033
27 1105,4 1105,0 0,44 25 600 0,033
4 150 0,1 42,483 0,362 15,379 220,784
5 150 0,1 56,019 0,361 20,223 310,685
6 150 0,1 63,722 0,361 23,004 361,510
7 150 0,1 72,082 0,361 26,022 405,929
8 150 0,1 81,123 0,361 29,286 446,579
9 150 0,1 81,123 0,360 29,204 440,584
10 150 0,1 81,123 0,360 29,204 462,657
11 150 0,1 81,123 0,360 29,204 450,394
12 150 0,1 81,123 0,359 29,123 438,611
13 150 0,1 81,123 0,359 29,123 438,906
14 150 0,1 81,123 0,359 29,123 479,617
15 150 0,1 81,123 0,358 29,042 480,391
16 150 0,1 81,123 0,358 29,042 477,153
17 150 0,1 81,123 0,358 29,042 476,663
18 150 0,1 81,123 0,358 29,042 477,153
19 150 0,1 81,123 0,358 29,042 479,508
20 150 0,1 81,123 0,358 29,042 477,938
21 150 0,1 81,123 0,358 29,042 478,723
22 150 0,1 81,123 0,358 29,042 479,017
23 150 0,1 81,123 0,358 29,042 480,391
24 150 0,1 81,123 0,358 29,042 480,979
25 150 0,1 81,123 0,358 29,042 478,331
26 150 0,1 81,123 0,358 29,042 480,881
27 150 0,1 81,123 0,358 29,042 480,587
Perhitungan di atas dilakukan dengan melakukan percobaan terhadap beberapa ukuran diameter dari pipa, dan dari perhitungan di atas didapat diameter pipa yang paling ideal adalah 0.1 m atau 10 cm dengan tekanan maksimum pada pipa yaitu 480,391 kPa atau setara dengan 48,04 m tekanan.
Perhitungan tekanan pada ujung hulu pipa lateral juga digunakan sebagai tekanan acuan pipa primer dalam mendistribusikan air ke pipa-pipa sekunder pada tiap-tiap titik simpul di sepanjang pipa primer, sehingga tekanan pada titik-titik simpul harus dapat terpenuhi untuk pengoperasian sistem sesuai dengan perencanaan.
Jadi, pipa sekunder direncanakan dengan menggunakan pipa berjenis PVC dengan ketebalan 2 mm dan diameter 10 cm, pipa jenis ini sanggup menahan tekanan sampai dengan 8 bar atau 800 kPa sehingga layak untuk digunakan.
4.4 Analisa Saluran Primer
Berdasarkan tata letak saluran, pipa primer di rencanakan menjadi tiga bagian yaitu pipa primer A, pipa primer B, pipa primer C. Pipa primer B dan pipa primer C merupakan percabangan dari pipa primer A, dimana pipa primer A langsung terhubung dengan reservoir atau tangki penyimpanan air.
Dalam perencanaan pipa primer, diperlukan analisa terhadap kapasitas dan head tekanan dari reservoir untuk mengetahui debit operasional, tekanan serta urutan atau interval pengiran.
lahan per harinya adalah 2,592 jam atau 2 jam 35 menit 32 detik, sehingga pengairan dalam satu harinya dapat dilakukan dengan bergantian dengan beberapa bagian.
Dengan mengasumsikan bahwa jam kerja dalam satu hari adalah 8 jam, maka kita dapat membagi pengairan menjadi 8/2,592 = 3,08 atau 3 bagian dalam satu harinya. Jadi, debit yang dioperasikan pada pipa primer adalah 1/3 debit total sistem irigasi. Debit operasi total sistem irigasi adalah 1,259 m3/det, maka debit operasi pipa primer adalah sekitar 1,259/3 = 0,420 m3/det.
Perhitungan pipa primer adalah:
Elevasi (Z) hulu : 1174,5 + 5 = 1179,5 m
Headloss akibat gesekan pada pipa primer dapat dihitung dengan menggunakan rumus Hazen-Williams pada Pers. 3.3 sebagai berikut:
Untuk D = 0,27 m, Hl = 420,589 m. Untuk D = 0,28 m, Hl = 296,955 m. Untuk D = 0,30 m, Hl = 251,752 m.
Kemudian headloss (hl) atau kehilangan energi akibat gesekan sepanjang pipa
lateral dihitung menggunakan Persamaan 2.2 : hl = FHl + Ml
= (0.391 × 251,752) + 0 = 98,435 m
Perhitungan tekanan pada ujung hulu pipa lateral menggunakan Pers. 2.1 adalah:
Pu = Pd + K(hl – ΔZ)
= 480,391+ 9,81(164,450 – 76,10) = 699,497 kPa
Dari perhitungan di atas diperoleh tekanan yang dibutuhkan pada hulu pipa primer atau pipa utama adalah 191,45 kPa atau setara dengan 19,145 m tekanan.
Jadi, untuk pengoperasian sistem irigasi, diperlukan tambahan pompa di hulu pipa primer yang dapat meningkatkan head sebesar 7 bar atau 700 kPa. Dalam sistem ini juga diperlukan katup-katup (valve) sebagai pengontol aliran dalam pengopersian sistem terutama gate valve. Gate valve dipasang pada beberapa titik dalam jaringan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Dari studi tugas akhir ini didapatkan nilai-nilai secara teoritis yang dapat digunakan dalam perencanaan sistem irigasi, diantarnya debit dan tekanan pada saluran atau pipa, spesifikasi nozzle atau sprinkler dan lainnya.
2. Tipe irigasi bertekanan layak untuk dikembangkan di Indonesia terutama di Sumatera Utara, karena secara teknis pengoperasian sistem irigasi bertekanan jauh lebih ekonomi dan efisien dalam penggunaan air yang sangat berguna terutama di daerah-daerah yang memiliki ketersediaan air yang terbatas.
3. Pengoperasian sistem irigasi perpipaan membutuhkan tekanan yang relatif besar. Pengoperasian sistem irigasi ini tidak bisa hanya mengandalkan head dari beda tinggi yang tidak terlalu besar, maka diperlukan pompa untuk meningkatkan tekanan pada sistem.
4.1 Saran