UNTUK OPTIMASI IRIGASI
Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan Sarjana Teknik Sipil
ALEFYA ABRAR
07 0404 054
BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat. Waduk sebagai salah satu sarana pemanfaatan sumber daya air mempunyai fungsi sebagai penyimpan dan penyedia air, salah satunya untuk keperluan irigasi. Keseimbangan air waduk harus selalu diperhatikan agar diperoleh produksi pertanian yang maksimal.
Dalam studi keseimbangan air ini yang pertama dilakukan adalah pengumpulan data sekunder dari instansi terkait, seperti data curah hujan, data iklim, data tampungan waduk dan gambar-gambar teknik yang menunjang dalam penulisan. Data-data tersebut digunakan dalam analisa hidrologi, analisa evapotranspirasi, perhitungan kebutuhan air irigasi untuk memberikan gambaran analisa tampungan Waduk Keuliling terhadap optimasi.
Dalam menentukan curah hujan regional rata-rata digunakan metode poligon thiessen dengan data curah hujan 10 tahun dari tiga stasiun penakar hujan untuk mendapatkan nilai curah hujan efektif pada lokasi penelitian. Perhitungan Evapotranspirasi dilakukan dengan metode dan Metode Penmann. Nilai curah hujan efektif dan evapotranspirasi dibutuhkan dalam perhitungan kebutuhan air irigasi dan perencanaan pola tanam. Nilai debit inflow andalan diperoleh dari metode F.J. Mock. Berdasarkan nilai debit andalan dan nilai kebutuhan air irigasi yang diperoleh pada daerah layanan waduk, maka didapatkan gambaran neraca air Waduk Keuliling dan gambaran keseimbangan tampungan waduk terhadap hasil optimasi irigasinya.
Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan 24 alternatif pola tanam didapat nilai NFR yang terkecil yaitu sebesar 2,71 mm/hari, dimana alternatif yang digunakan adalah alternatif ke-20. Dengan awal Land Preparation pada periode Oktober II. Nilai debit andalan maksimum didapat pada bulan Januari sebesar 7,20 m3/det dan sebit minimum andalan 0,48 m3/det pada bulan April. Dari perhitungan neraca air dan simulasi tampungan waduk disimpulkan bahwa tampungan waduk dan debit inflow waduk masih sangat mencukupi untuk kebutuhan air Daerah Irigasi Waduk Keuliling. Dengan elevasi muka air bervariasi, masih jauh dari muka air rendah yaitu 37,50 m dan jauh dari volume muka air rendah yaitu 4.232.943,455 m3
ii
kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Shalawat dan salam ke atas Baginda Rasullah Muhammad SAW yang telah memberi
keteladanan tauhid, ikhtiar dan kerja keras sehingga menjadi panutan dalam
menjalankan setiap aktifitas kami sehari-hari, karena sungguh suatu hal yang sangat
sulit yang menguji ketekunan dan kesabaran untuk tidak pantang menyerah dalam
menyelesaikan penulisan ini.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi
pada Program Studi Stara Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang diambil adalah:
“Studi Keseimbangan Air Waduk Keuliling Kabupaten Aceh Besar NAD
untuk Optimasi Irigasi”
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak terlepas
dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa
pihak yang berperan penting yaitu :
1. Bapak Ir. Boas Hutagalung, M.Sc selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak
memberikan bimbingan yang sangat bernilai dalam membantu penulis
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ivan Indrawan ST, MT selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah
banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai, masukan, dukungan serta
4. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc, Bapak Ir.Ahmad Hamdani Gultom, Bapak Dr. Ir.
Ahmad Perwira Mulia, M.Sc selaku Dosen Pembanding, atas saran dan masukan
yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.
7. Ayahanda Nilhasmidi Hasan dan Ibunda Mardiana Peukan tercinta yang telah
banyak berkorban, memberikan motivasi hidup, semangat dan nasehat,
saudara-saudari tercinta: Royyan Ashri, Alyefi Asrar, Qashtalani Haramaini, Allessia
Titusa dan Boschieva Gammirahimi beserta keluarga besar yang selalu
mendoakan dan mendukung penulis.
8. Om Yan, Mami Latifah dan Rita En Herlina atas bantuan dan dukungannya
selama pengerjaan Tugas Akhir ini
9. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
10. Najmatun Sajida yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa kepada
penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
11. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada
penulis.
12. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2007, Faiz, Dikin, Dean, Diva, Aulia, Saki,
iv
bantuannya selama ini.
13.
Dan segenap pihak yang belum penulis sebut di sini atas jasa-jasanya dalammendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini
dapat diselesaikan dengan baik.
Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka
penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan
untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas
Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Juni 2012
Penulis,
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ...viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR NOTASI ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 2
1.3. Pembatasan Masalah ... 3
1.4. Tujuan ... 3
1.5. Manfaat ... 4
1.6. Sistematika Penulisan ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Umum ... 6
2.2. Daerah Aliran Sungai ... 9
2.3. Waduk ... 11
2.4. Analisa Hidrologi ... 13
2.4.1 Curah Hujan Rata – Rata Areal ... 13
2.4.2 Debit Andalan ... 16
2.5.Ketersediaan Air... 18
2.5.1 Metode Meteorogical Water Balance F.J Mock ... 18
2.7. Analisa Kebutuhan Air untuk Irigasi ... 23
2.7.1 Curah Hujan Efektif ... 23
2.7.2 Efisiensi Irigasi ... 24
2.7.3 Kebutuhan Air di Sawah ... 26
2.7.4 Kebutuhan Air di Pintu Pengambilan ... 26
2.7.5 Kebutuhan Penyiapan Lahan ... 27
2.7.6 Kebutuhan Air untuk Konsumtif Tanaman ... 28
2.7.7 Perkolasi ... 28
2.8. Pola Tanam... 30
2.9. Neraca Air Waduk... 31
2.8. Simulasi Tampungan Waduk ... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 35
3.1.Deskripsi Daerah Studi ... 35
3.1.1 Kondisi Umum ... 37
3.1.2 Kondisi Topografi ... 37
3.1.3 Kondisi Iklim ... 37
3.1.4 Lokasi Studi ... 37
3.2.Data Teknis di Lapangan ... 39
3.2.1 Bangunan-bangunan Waduk Keuliling ... 39
3.2.2 Data Teknis Waduk Keuliling ... 41
3.3.Metodologi Penelitian ... 43
4.2. Curah Hujan Efektif ... 53
4.3. Analisa Evapotranspirasi ... 54
4.4. Penyiapan Lahan dan Koefisien Tanaman ... 60
4.5. Analisa Kebutuhan Air Irigasi ... 64
4.6. Pola Tanam ... 70
4.7. Perhitungan Debit Inflow Waduk Keulling ... 71
4.7.1 Perhitungan Debit Presipitasi yang Langsung jatuh di Waduk ... 71
4.7.2 Perhitungan Debit Andalan... 73
4.7.3 Perhitungan Debit Presipitasi yang Jatuh di Daratan Catchment Area Waduk Keuliling ... 78
4.8. Analisa Keseimbangan Air Waduk Keuliling ... 83
4.9. Simulasi Operasi Waduk Terhadap Hasil Optimasi ... 87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 97
5.1. Kesimpulan ... 97
5.2. Saran ... 98
DAFTAR PUSTAKA ...99
Gambar 2.1 Parameter Neraca Air ... 9
Gambar 2. 2Cara Poligon Thiessen ... 15
Gambar 2. 2 Cara Garis Isohyet ... 16
Gambar 2. 4 Struktur Model F.J Mock ... 20
Gambar 2. 5 Skema Neraca Air ... 31
Gambar 3. 1 Gambar Pencitraan Waduk Keuliling via Google Earth ... 36
Gambar 3. 2 Peta Lokasi Waduk Keuliling pada DAS Krueng Aceh ... 38
Gambar 3. 3 Bagan Alir Pengerjaan Tugas Akhir ... 48
Gambar 3. 4 Bagan Alir Tahapan Penentuan Awal Masa Tanam ... 49
Gambar 4. 1 Poligon Thiessen Tiga Stasiun Penakar Hujan DAS Krueng Aceh ... 52
Gambar 4. 2 Skema Perencanaan Pola Tanam... 90
Gambar 4.3 Grafik Kebutuhan dan Ketersediaan Air………...106 Gambar 4.4 Grafik Genangan Waduk Keuliling……...111
Tabel 2. 1 Koefisien Tanaman ... ……..……….28
Tabel 4. 1 Curah Hujan Regional DAS Krueng Aceh……….……….51
Tabel 4. 2 Curah Hujan Efektif ... ………..53
Tabel 4. 3 Rekapitulasi Curah Hujan Efektif…… ... ………..54
Tabel 4. 4 Perhitungan Evapotranspirasi………. ... .56
Tabel 4. 5 Rekapitulasi Evapotranspirasi... ………..59
Tabel 4. 6 Tabel Land Preperation ... …………...62
Tabel 4. 7 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untuk Alternatif – 1 ……… ... 65
Tabel 4. 8 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untuk Alternatif – 2 ... ………66
Tabel 4. 9 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untuk Alternatif – 3 ... …………....67
Tabel 4. 10 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untuk Alternatif – 4…………. ... 68
Tabel 4. 11 Rekapitulasi Hasil Analisa Kebutuhan Air ... …………....89
Tabel 4. 12 Perhitungan Debit Presipitasi Ke Waduk Keuliling Tahun 2011…………. ... 92
Tabel 4. 13 Perhitungan Debit Andalan Metode F.J Mock…………. ... 96
Tabel 4. 14 Perhitungan Debit Presipitasi Ke Catchment Area Waduk Keuliling Tahun 2011 ... 98
Tabel 4. 15 Perhitungan Debit Inflow Waduk Keuliling Tahun 2011…………. ... 99
Tabel 4. 16 Volume Inflow Bulanan Waduk Keuliling ... 101
Tabel 4. 17 Volume Inflow Bulanan Waduk Keuliling Setelah Dirangking ... 102
Tabel 4. 18 Neraca Air Waduk Keuliling ... 104
Tabel 4. 19 Elevasi Muka Air dan Genangan Waduk Keuliling ... 109
Tabel 4. 20 Hasil Simulasi Tampungan Waduk Keuliling Tahun 2008 ... 112
A = luas daerah pengaliran (km2)
a = Kebutuhan air normal (ltr/dtk/Ha)
An = Luas daerah Pengaruh Stasiun n (km2)
An,n+1 = Luas antara isohyets In, dan IsohyetIn+1
C = koefisien limpasan
c = Faktor koreksi terhadap perbedaan cuaca antara siang dan malam
DR = Kebutuhan air di pintu pengambilan (l/dt/ha)
E = Efisiensi irigasi
Eo = Evaporasi air tebuka
Eto = Evapotranspirasi acuan (mm/hari)
ea = Tekanan uap jenuh (mbar)
ed = Tekanan uap nyata (mbar)
Etc = Penggunaan konsumtif (mm/hari)
f(ed) = Fungsi tekanan uap
f(u) = Fungsi kecepatan angin
f(n/N) = Fungsi lama penyinaran
f(T’) = Fungsi temperatur
Kc = Koefisien Tanaman
M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan airakibat evaporasi dan
perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan (mm/hari)
N = Lama penyinaran maksimum
xii
P = Curah hujan tengah bulanan
R = curah hujan rata-rata (mm)
Reff = Curah hujan effektif
R80 = Curah hujan effektif 80 % (mm/hari)
Rn = Tinggi hujan tiap stasiun n (mm)
Rnl = Radiasi netto gelombang panjang
Rs = Radiasi gelombang pendek (mm/hari)
Rns = Radiasi netto gelombang pendek
S = Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50mm,
yakni 250 mm
t = Koefisien tegal
Wn = Faktor Pembobot daerah pengaruh stasiun n
W = Faktor koreksi temperatur terhadap radiasi
WLR = Penggantian lapisan air (mm)
P = Presipitasi rata-rata bulanan (mm/bulan)
Aa = Luas permukaan air waduk
E = Evaporasi waduk
Qi = direct run-off
Qg = baseflow
ΔS = Perubahan dalam cadangan
t1 = muka air setelah kehilangan
produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat. Waduk sebagai salah satu sarana pemanfaatan sumber daya air mempunyai fungsi sebagai penyimpan dan penyedia air, salah satunya untuk keperluan irigasi. Keseimbangan air waduk harus selalu diperhatikan agar diperoleh produksi pertanian yang maksimal.
Dalam studi keseimbangan air ini yang pertama dilakukan adalah pengumpulan data sekunder dari instansi terkait, seperti data curah hujan, data iklim, data tampungan waduk dan gambar-gambar teknik yang menunjang dalam penulisan. Data-data tersebut digunakan dalam analisa hidrologi, analisa evapotranspirasi, perhitungan kebutuhan air irigasi untuk memberikan gambaran analisa tampungan Waduk Keuliling terhadap optimasi.
Dalam menentukan curah hujan regional rata-rata digunakan metode poligon thiessen dengan data curah hujan 10 tahun dari tiga stasiun penakar hujan untuk mendapatkan nilai curah hujan efektif pada lokasi penelitian. Perhitungan Evapotranspirasi dilakukan dengan metode dan Metode Penmann. Nilai curah hujan efektif dan evapotranspirasi dibutuhkan dalam perhitungan kebutuhan air irigasi dan perencanaan pola tanam. Nilai debit inflow andalan diperoleh dari metode F.J. Mock. Berdasarkan nilai debit andalan dan nilai kebutuhan air irigasi yang diperoleh pada daerah layanan waduk, maka didapatkan gambaran neraca air Waduk Keuliling dan gambaran keseimbangan tampungan waduk terhadap hasil optimasi irigasinya.
Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan 24 alternatif pola tanam didapat nilai NFR yang terkecil yaitu sebesar 2,71 mm/hari, dimana alternatif yang digunakan adalah alternatif ke-20. Dengan awal Land Preparation pada periode Oktober II. Nilai debit andalan maksimum didapat pada bulan Januari sebesar 7,20 m3/det dan sebit minimum andalan 0,48 m3/det pada bulan April. Dari perhitungan neraca air dan simulasi tampungan waduk disimpulkan bahwa tampungan waduk dan debit inflow waduk masih sangat mencukupi untuk kebutuhan air Daerah Irigasi Waduk Keuliling. Dengan elevasi muka air bervariasi, masih jauh dari muka air rendah yaitu 37,50 m dan jauh dari volume muka air rendah yaitu 4.232.943,455 m3
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air memiliki karakteristik unik dibandingkan dengan sumber daya alam
lainnya. Air bersifat sumber daya yang terbarukan dan dinamis. Artinya sumber
utama air yakni hujan akan selalu datang sesuai dengan waktu atau musimnya
sepanjang tahun yang mengikuti siklus keseimbangan dan dikenal dengan siklus
hidrologi.
Sejalan dengan pesatnya pembangunan di berbagai macam sektor, maka
pemenuhan air berdasarkan ruang, waktu, jumlah, dan mutu akan semakin
meningkat. Penyediaan air baku, air minum, air irigasi, air keperluan industri, dan
untuk keperluan lainnya merupakan suatu komponen penting dalam pengelolaan
sumber daya air.
Penyediaan air untuk kebutuhan irigasi sangatlah penting bagi terciptanya
program swasembada pangan yang baik. Ketersediaan air sepanjang tahun untuk
mengairi sawah sangat diperlukan dalam pemenuhan logstik pangan setiap
tahunnya. Para petani sangat bergantung pada ketersediaan air dmana pada musim
kemarau sering terjadi kekeringan sehingga para petani tidak bisa bercocok tanam
Waduk merupakan suatu sarana yang sangat tepat sebagai solusi dari
permasalahan ketersediaan air tersebut. Waduk penampung atau konservasi dapat
menahan air pada kelebihan pada masa-masa aliran air tinggi untuk digunakan
selama masa kekeringan, baik sebagai bahan baku air bersih maupun untuk irigasi.
Waduk Keuliling yang terletak di Kecamatan Cot Glie, Kabupaten Aceh
Besar Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu waduk yang mempunyai
fungsi sebagai penyedia air untuk kebutuhan irigasi, meningkatkan keamanan
terhadap banjir, mendukung program swasembada pangan dan peningkatkan
produksi tani, meningkatkan pendapatan daerah, menciptakan lapangan kerja di
kawasan Waduk Keuliling, meningkatkan penyediaan air baku untuk kebutuhan
pada masa mendatang serta pelestarian lingkungan dan pariwisata.
Agar kebutuhan-kebutuhan tersebut terpenuhi, maka jumlah air yang
dikeluarkan harus sesuai dengan ketersediaan air yang tersedia, sehingga
diperlukan suatu pedoman pengoperasian air waduk yang optimal dengan harapan
manfaat yang maksimal. Untuk itu bisa didekati dengan melakukan optimasi dan
simulasi pada waduk
Selain hal tersebut di atas, Waduk Keuliling juga dalam pengoperasiannya
belum maksimal terutama untuk kebutuhan irigasi. Adapun jumlah areal
persawahan yang dapat diari oleh Waduk Keuliling seluas 4.790,5 Ha.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang dibahas dalam analisa keseimbangan air Waduk
3
Berapa besar kebutuhan air irigasi pada Daerah Irigasi Keuliling?
Apakah debit andalan Waduk Keuliling yang ada mampu memenuhi
kebutuhan daerah layanan irigasi waduk?
Bagaimana optimasi pembagian air Waduk Keuliling untuk peningkatan
produksi pertanian dengan perencanaan pola tata tanam yang ada?
1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ditulis di atas, maka
permasalahan penelitian studi water balance Waduk Keuliling untuk optimasi
irigasi yang akan dilakukan dibatasi mencakup hal-hal sebagai berikut, yaitu:
Secara umum penelitian ini merupakan studi kasus dengan penghitungan
metode rasional menggunakan rumus yang diuraikan pada Bab II: Tinjauan
Pustaka dan Bab III: Metodelogi Penelitian.
Hanya menghitung Daerah Irigasi Keuliling dengan daerah layanan seluas
4.790,5 Ha.
Studi ini mencakup perhitungan debit andalan hasil pengoperasian Waduk
Keuliling.
Menghitung kebutuhan air irigasi terhadap pola tata tanam yang ditentukan.
Melakukan analisis perhitungan keseimbangan air Waduk Keuliling terhadap
1.4 Tujuan
Penulisan tugas akhir analisa keseimbangan air Waduk Keuliling untuk
optimasi irigasi ini bertujuan untuk
Untuk mendapatkan besar debit andalan yang dibutuhkan di Waduk Keuliling
Mennghitung besarnya kebutuhan air irigasi dan menentukan pola tanam
terbaik untuk daerah irigasi tersebut
Memberikan gambaran keseimbangan air waduk dengan simulasi tampungan
air waduk
1.5 Manfaat
Sebagai aplikasi dari ilmu yang diperoleh dari bangku perkuliahan dengan
cara mempraktikkannya langsung di lapangan. Kemudian dari hasil Tugas
Akhir ini, pihak akademi akan dapat menjadikan sebagai dokumentasi
sehingga menambah perbendaharaan perpustakaan akademi.
Sebagai sumbangan pemikiran secara ilmiah bagi masyarakat.
1.6. Sistematika Penulisan
Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada penelitian ini
terdiri dari 5 bab, yang mana uraian masing – masing bab adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang pekerjaan, tujuan, data umum dan lingkup
pekerjaan yang dilaksanakan serta sistematika penulisan laporan penelitian.
5 Bab ini mencakup segala hal yang dapat dijadikan sebagai dasar
pengambilan tema penelitian, penentuan langkah pelaksanaan dan metode
penganalisaan yang diambil dari beberapa pustaka yang ada yang memiliki tema
sesuai dengan tema penelitian ini.
Bab III Metodologi
Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dan rencana
kerja dari penelitian serta mendeskripsikan lokasi penelitian.
Bab IV Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini merupakan analisa tentang permasalahan, evaluasi, dan
perhitungan terhadap masalah yang ada di lokasi penelitian.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Merupakan kesimpulan dari butir-butir kesimpulan hasil analisa dan
pembahasan yang telah dilakukan. Kesimpulan juga disertai dengan rekomendasi
saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya atau untuk penerapan hasil
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Umum
Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam.
Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang
dinamakan “siklus hidrologi”. Siklus Hidrologi adalah suatu proses yang
berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan
kembali lagi ke laut.
Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak
langsung yaitu melalui vegetasi atau media lainnnya akan membentuk siklus
aliran air mulai dari tempat yang tinggi (gunung, pegunungan) menuju ke tempat
yang rendah baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di
laut.
Secara gravitasi (alami) air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah
yang rendah, dari gunung-gunung, pegunungan ke lembah, lalu ke daerah yang
lebih rendah, sampai ke daerah pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut.
Aliran air ini disebut aliran permukaan tanah karena bergerak di atas muka tanah.
Aliran ini biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju
kesistem jaringan sungai, sistem danau atau waduk. Air hujan sebagian mengalir
meresap kedalam tanah atau yang sering disebut dengan Infiltrasi, dan bergerak
transpirasi) dan membentuk uap air. Sebagian lagi mengalir masuk ke dalam
tanah (infiltrasi, perkolasi, kapiler).
Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam
ruang -ruang antara butir tanah dan di dalam retak-retak dari batuan. Dahulu
disebut air lapisan dan yang terakhir disebut air celah (fissure water). Aliran air
tanah dapat dibedakan menjadi aliran tanah dangkal, aliran tanah antara dan aliran
dasar (base flow). Disebut aliran dasar karena aliran ini merupakan aliran yang
mengisi sistem jaringan sungai. Hal ini dapat dilihat pada musim kemarau, ketika
hujan tidak turun untuk beberapa waktu, pada suatu sistem sungai tertentu aliran
masih tetap dan kontiniu.
Pada retensi (tempat penyimpanan) air akan menetap untuk beberapa
waktu. Retensi dapat berupa retensi alam seperti darah-daerah cekungan, danau
tempat-tempat yang rendah dll., maupun retensi buatan seperti tampungan, sumur,
embung, waduk dll.
Sebagian air yang tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan
keluar ke permukaan tanah sebagai limpasan, yakni limpasan permukaan (surface
runoff), aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang
terkumpul di sungai yang akhirnya akan mengalir ke laut kembali terjadi
penguapan dan begitu seterusnya mengikuti siklus hidrologi.
Penyimpanan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat
dan waktu. Kondisi tata guna lahan juga berpengaruh terhadap tampungan air
tanah, misalnya lahan hutan yang beralih fungsi mejadi daerah pemukiman dan
curah hujan daerah tersebut. Sebagai permulaan dari simulasi harus ditentukan
Hujan jatuh ke bumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya
melalui tanaman (vegetasi), masuk ke tanah begitu juga hujan yang terinfiltrasi.
Sedangkan air yang tidak terinfiltrasi yang merupakan limpasan mengalir ke
tempat yang lebih rendah, mengalir ke danau dan tertampung. Dan hujan yang
langsung jatuh di atas sebuah danau (reservoir) air hujan (presipitasi) yang
langsung jatuh diatas danau menjadi tampungan langsung. Air yang tertahan di
danau akan mengalir melalui sistem jaringan sungai, permukaan tanah (akibat
debit banjir) dan merembes melalui tanah. Dalam hal ini air yang tertampung di
danau adalah inflow sedangkan yang mengalir atau merembes adalah outflow.
Gambar 2.1 menunjukkan proses yang dijelaskan di atas.
Bentuk persaman neraca air suatu danau atau reservoir:
Perolehan (inflow) = Kehilangan (outflow). ... ....(2.1)
Qi + Qg + P - ΔS = Qo + SQ + Eo ... ....(2.2)
Qin – Qout = ΔS ... ....(2.3)
dimana:
Qi = masukan air/ direct run-off (inflow) Qg = base flow (inflow)
Qo = outflow P = presipitasi SQ = perembesan
Gambar. 2.1. Parameter Neraca Air
Akibat panas matahari air dipermukaan bumi juga akan berubah wujud
menjadi gas/uap dalam proses evaporasi dan bila melalui tanaman disebut
transpirasi. Air akan di ambil oleh tanaman melalui akar-akarnya yang dipakai
untuk kebutuhan hidup dari tanaman trsebut, lalu air di dalam tanaman juga akan
keluar berupa uap akibat energi panas matahari (evaporasi). Proses pengambilan
air oleh akar tanaman kemudian terjadinya penguapan dari dalam tanaman disebut
transpirasi.
Evaporasi yang lain dapat terjadi pada sistem sungai, embung, reservoir,
waduk maupun air laut yang merupakan sumber air terbesar. Walaupun laut
adalah tempat dengan sumber air terbesar namun tidak bisa langsung di
manfaatkan sebagai sumber kehidupan karena mengandung garam atau air asin
(salt water).
2.2 Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan unit hidrologi dasar. Bila kita
memandang suatu system yang mengalir yang dapat diterapkan pada suatu daerah
Aliran Sungai yang merupakan lahan total dan permukaan air yang di batasi oleh
suatu batas air, topografi dan dengan salah satu cara memberikan sumbangan
terhadap debit sungai pada suatu daerah. Daerah aliran sungai merupakan dasar
pengelolaan untuk sumber daya air. Gabungan beberapa DAS menjadi Satuan
Wilayah Sungai.
Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi
daerah hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah
konservasi, DAS bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu
mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu
setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah
hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material
terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan kata lain ekosistem DAS, bagian hulu
mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini
antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu
seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan
hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui siklus hidrologi.
Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh
dalam pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai
DAS berdasarkan fungsi, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi
konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar
tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan
vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah
hujan. Kedua DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai
ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air,
kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada
prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.Ketiga DAS
bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk
dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang
diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air,
ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta
pengelolaan air limbah.
Kebutuhan akan air bagi kehidupan manusia secara langsung (domestik)
atau tidak langsung (irigasi) makin meningkat. Untuk meningkatkan ketersediaan
air permukaan perlu ada tindakan yaitu dengan memperbaiki kondisi Daerah
Aliran Sungai (DAS) yang sudah memburuk menjadi hijau kembali dan atau
membuat storage di permukaan (waduk).
2.3 Waduk
Waduk adalah bangunan untuk menampung air pada waktu terjadi surplus
di sumber air agar dapat dipakai sewaktu-waktu terjadi kekurangan air sehingga
fungsi utama waduk adalah untuk mengatur sumber air.
Waduk merupakan salah satu sarana pemanfaatan sumber daya air yang
mempunyai fungsi sebagai penyimpan dan penyedia air, baik sebagai bahan baku
air bersih maupun untuk irigasi. Suatu waduk penampung atau konservasi dapat
menahan air pada kelebihan pada masa-masa aliran air tinggi untuk digunakan
selama masa kekeringan. Fungsi utama dari suatu waduk ialah untuk
berubah-ubah pada suatu sungai alamiah, maupun dengan cara memenuhi kebutuhan yang
berubah-ubah dari para konsumen. Dengan kata lain waduk tidaklah
menghasilkan air melainkan hanya memungkinkan pengaturan kembali
distribusinya terhadap waktu. ( Linsley, RK, Joseph B. Franzini:1984)
Waduk dapat terjadi secara alami maupun dibuat manusia. Waduk buatan
dibangun dengan cara membuat bendungan yang lalu dialiri air sampai waduk
tersebut penuh. Bendungan adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju
air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi.
Dengan dibangunnya bendungan di bagian hulu sungai maka
kemungkinan terjadinya banjir pada musim hujan dapat dikurangi dan pada
musim kemarau air yang tertampung tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan, antara lain untuk pembangkit listrik tenaga air, untuk irigasi lahan
pertanian, dan sebagainya. Adanya waduk akan meningkatkan ketersediaan air di
musim kemarau yang akan digunakan bagi memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Selain itu, kehadiran waduk juga akan mempengaruhi iklim mikro dan
keseimbangan ekosistem di sekitarnya. Sedangkan ditinjau dari sudut
keseimbangan tata air, waduk dan danau berperan sebagai reservoir yang dapat
dimanfaatkan airnya untuk keperluan sistem irigasi dan perikanan, sebagai
sumber air baku, sebagai tangkapan air untuk pengendalian banjir, serta penyuplai
2.4 Analisa Hidrologi
2.4.1 Curah Hujan Rata – Rata
Curah hujan rata–rata adalah tinggi air hujan yang jatuh pada suatu
wilayah, dihitung setiap periode waktu (perbulan atau pertahun). Data hujan yang
tercatat di setiap stasiun penakar hujan adalah tinggi hujan di sekitar stasiun
tersebut. Ada tiga cara untuk menghitung hujan rata-rata daearah aliran yang bisa
dilakukan, yaitu :
1. Metode Arithmetic Mean
Biasanya cara ini digunakan pada daearah datar dan banyak stasiun
penakar hujannya dan dengan anggapan bahwa di daerah tersebut sifat curah
hujannya adalah merata. Perhitungan dengan cara ini lebih obyektif daripada cara
isohyet, dimana faktor subyektif masih turut menentukan.
R=n1(R1 + R2 + ... + Rn )………..…..…..…...(2.4)
dimana :
R : Area Rainfall (mm) n : Jumlah stasiun pengamat
R1 ,R2 , ..., Rn : Point Rainfall stasiun ke-i (mm)
2. Metode Thiessen Polygon
Cara ini memasukkan faktor pengaruh daerah yang diwakili oleh stasiun penakar
hujan yang disebut weighting factor atau disebut juga Koefisien Thiessen. Cara ini
biasanya digunakan apabila titik-titik pengamatan di dalam daerah studi tidak
tersebar secara merata. Metode Theissen akan memberikan hasil yang lebih teliti
daripada cara aljabar tetapi untuk penentuan titik pengamatannya dan pemilihan
untuk penentuan kembali jaringan segitiga jika terdapat kekurangan pengamatan
pada salah satu titik pengamatan (Sosrodarsono, 1987).
Luas masing-masing daerah tersebut diperoleh dengan cara berikut:
Semua stasiun yang di dalam (atau di luar) DAS dihubungkan dengan garis,
sehingga terbentuk jaringan segitiga-segitiga. Hendaknya dihindari
terbentuknya segitiga dengan sudut sangat tumpul.
Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya, dan semua garis sumbu
tersebut membentuk poligon.
Luas daerah yang hujannya dianggap diwakili oleh salah satu stasiun yang
bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh garis-garis poligon tersebut
(atau dengan batas DAS).
Luas relatif daerah ini dengan luas DAS merupakan faktor koreksinya.
R= W1 R1 + W2 R2 + ... + Wn Rn ...…(2.5)
R : Curah hujan maksimum harian rata-rata
i
W : Faktor pembobot
A1: Luas daerah pengaruh stasiun i Atotal: Luas daerah aliran
Gambar 2.2. Cara Poligon Thiessen
Cara di atas dipandang cukup baik karena memberikan koreksi terhadap
kedalaman hujan sebagai fungsi luas daerah yang (dianggap) diwakili. Akan tetapi
cara ini dipandang belum memuaskan karena pengaruh topografi tidak tampak.
Demikian pula apabila salah satu stasiun tidak berfungsi, misalnya rusak atau data
tidak benar, maka poligon harus diubah. Contoh pembuatan poligon Thiessen
dapat dilihat pada Gambar 2.2.
3. Metode Isohyet
Cara lain yang diharapkan lebih baik dengan mencoba memasukkan
pengaruh topografi yaitu dengan metode isohyets. Isohyets ini adalah garis yang
menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai kedalaman hujan sama pada
saat yang bersamaan. Pada dasarnya cara hitungan sama dengan yang digunakan
dalam cara poligon Thiessen, kecuali dalam penetapan besaran faktor koreksinya.
Hujan Ri ditetapkan sebagai hujan rata-rata antara dua buah isohyets (atau dengan
setiap kali harus menggambar garis isohyet, dan juga masuknya unsur
subjektivitas dalam penggambaran isohyet. (Gambar2.3)
R=
Gambar 2.3. Cara Garis Isohyet
2.4.2 Debit Andalan
Debit andalan (dependable flow) adalah debit minimum sungai untuk
kemungkinan terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk irigasi.
Misalnya ditetapkan debit andalan 80% berarti akan dihadapi resiko
adanya debit-debit yang lebih kecil dari debit andalan sebesar 20% pengamatan.
Debit tersebut digunakan sebagai patokan ketersediaan debit yang masuk ke
waduk pada saat pengoperasiannya. Untuk menghitung debit andalan tersebut,
periode tertentu. Debit andalan 80% ialah debit dengan kemungkinan terpenuhi
80% atau tidak terpenuhi 20% dari periode waktu tertentu. Untuk menentukan
kemungkinan terpenuhi atau tidak terpenuhi, debit yang sudah diamati disusun
dengan urutan dari terbesar menuju terkecil.
Volume andalan ialah volume dengan kemungkinan terpenuhi atau tidak
terpenuhi 20% dari periode waktu tertentu. Untuk menentukan kemungkinan
terpenuhi atau tidak terpenuhi, volume yang sudah diamati disusun dengan urutan
besar ke kecil. Catatan n tahun sehingga nomor tingkatan m debit dengan
kemungkinan tak terpenuhi 20%, dapat dihitung volume andalan dengan
menggunakan pendekatan empiris dengan rumus :
m = 0,20 n...(2.8)
dimana :
m = tingkatan tak terpenuhi n = jumlah tahun pengamatan
Jumlah kejadian yang dimaksud adalah jumlah data yang digunakan untuk
menganalisis probabilitas tersebut. Jumlah data minimum yang diperlukan untuk
analisis adalah lima tahun dan pada umumnya untuk memperoleh nilai yang baik
data yang digunakan hendaknya berjumlah 10 tahun data.
Dari data debit inflow yang diperoleh pada studi ini, maka diketahui
pengisian bendungan berlangsung tiap bulannya selama setahun. Data ini nantinya
2.5 Ketersediaan Air
Ketersediaan air adalah jumlah air (debit) yang diperkirakan terus menerus
ada di suatu lokasi (bendung atau di bangunan air lainnya) dengan jumlah tertentu
dan dalam jangka waktu (periode) tertentu.
Untuk pemanfaatan air, perlu diketahui informasi ketersediaan air andalan.
Debit andalan adalah debit minimum dengan besaran tertentu yang mempunyai
kemungkinan terpenuhi yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan.
2.5.1 Metode Meteorological Water Balance Dr. F.J. Mock
Metode ini ditemukan oleh Dr. F.J. Mock pada tahun 1973 dimana metode
ini didasarkan atas fenomena alam dibeberapa tempat di Indonesia. Dengan
metode ini, besarnya aliran dari data curah hujan , karakteristik hidrologi daerah
pengaliran dan evapotranspirasi dapat dihitung. Pada dasarnya metode ini adalah
hujan yang jatuh pada catchment area sebagian akan hilang sebagai
evapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi aliran permukaan (direct run
off) dan sebagian lagi akan masuk kedalam tanah (infiltrasi), dimana infiltrasi
pertama-tama akan menjenuhkan top soil, kemudian menjadi perkolasi
membentuk air bawah tanah (ground water) yang nantinya akan keluar ke sungai
sebagai aliran dasar (base flow).
Dalam hal ini harus ada keseimbangan antara hujan yang jatuh dengan
evapotranspirasi, direct run off dan infiltrasi sebagai soil moisture dan ground
water discharge. Aliran dalam sungai adalah jumlah aliran yang langsung di
permukaan tanah (direct run off) dan base flow (Sri Harto Br., 1988).
permukaan yang terjadi di sungai, yaitu neraca air di atas permukaan tanah dan
neraca air bawah tanah yang semua berdasarkan hujan, iklim dan kondisi tanah.
Rumus untuk menghitung aliran per-mukaan terdiri dari:
Hujan netto (Rnet) = R – ETa...(2.9)
Eta = ETo– E...(2.10)
E = ETo . Nd/N.m...(2.11)
Neraca air di atas permukaan :
(WS) = Rnet– SS...(2.12)
SS = SMt + SMt-1...(2.13)
SMt = SMt-1 + Rnet...(2.14)
Neraca air di bawah permukaan
dVt = Vt– Vt-1...(2.15)
I = Ci . WS...(2.16)
Vt = ½ (1+k).I + k. Vt-1...(2.17)
Aliran permukaan:
RO = BF + DRO...(2.18)
BF = I – dVt...(2.19)
DRO = WS – I...(2.20)
Dalam satuan debit:
Q = 0,0116 . RO . A/H...(2.21)
dimana:
WS = kelebihan air, mm
SS = daya serap tanah atas air, mm SM = kelembaban tanah, mm
dV =perubahan kandungan air tanah, mm Vt = kandungan air tanah, mm
I = laju infiltrasi, mm Ci = koefisien infiltrasi (<1)
k = koefisien resesi aliran air tanah (<1) DRO = aliran langsung, mm
BF = aliran air tanah (mm) RO = aliran permukaan, mm
H = jumah hari kalender dalam sebulan, hari
m = bobot lahan tak tertutup vegetasi (0 < m< 40%) A = luas DAS, km2
Q = debit aliran permukaan, m3/det
t = waktu tinjau (periode sekarang t dan yang lalu t-1)
hujan (R)
Gambar 2.4. Struktur Model F.J. Mock
Pada model F.J. Mock ada lima parameter yang menggambarkan karak
teristik DAS yang besar pengaruhnya terhadap keluaran sistem
(Lihat Gambar 2.4), yaitu :
a. Singkapan lahan (m).
b. Koefisien Infiltrasi.
d. Initial Storage
e. Faktor Resesi Air tanah
2.6 Analisa Evapotranspirasi
Evaporasi merupakan peristiwa ber-ubahnya air menjadi uap dan bergerak
dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara (Sosrodarsono, 1976).
Faktor meteorologi yang mempe ngaruhi besarnya evaporasi adalah
sebagai berikut (Soemarto, 1986):
1. Radiasi matahari.
2. Angin.
3. Kelembaban (humiditas) relatif.
4. Suhu (temperatur).
Transpirasi adalah suatu proses yang air di dalam tumbuh–tumbuhan
dilimpah kan dalam atmosfer sebagai uap air. Umumnya transpirasi sulit diukur
secara langsung, oleh karena itu untuk tujuan praktis digabungkan dengan
penguapan di permukaan bumi sehingga dinyatakan sebagai evapo transpirasi.
Gabungan dari dua peristiwa yakni evaporasi dan transpirasi yang terjadi
secara bersamaan disebut juga peristiwa evapotranspirasi. Kedua proses ini sulit
untuk dibedakan karena keduanya terjadi secara simultan. Di dalam perhitungan
dikenal ada dua istilah evapotranspirasi yaitu:
Evapotranspirasi potensial, terjadi apabila tersedia cukup air untuk
memenuhi pertumbuhan optimum.
Evapotranspirasi aktual, terjadi dengan kondisi pemberian air seadanya
Faktor iklim yang sangat mempengaruhi peristiwa ini, diantaranya adalah
suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, dan sinar matahari
2.6.1 Evapotranspirasi Potensial (ETo)
Evapotranspirasi Potensial dapat dihitung dengan menggunakan Metoda Penman
modifikasi sebagai berikut:
ETo= c [ w Rn + (1 – w) f(u) (ea – ed)]………..…….(2.22)
dimana :
ETo : Evapotranspirasi acuan (mm/hari) w : Faktor koreksi terhadap temperatur Rn : Radiasi netto (mm/hari)
f(u) : Fungsi angin
(ea – ed) : Perbedaan tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap air nyata (mbar)
c : Faktor pergantian cuaca akibat siang dan malam
2.6.2 Evapotranspirasi Aktual (ETa)
Evapotranspirasi aktual adalah evapo transpirasi yang terjadi
sesungguhnya sesuai dengan keadaan persediaan air dan kelembaban tanah yang
tersedia. Di Indonesia, Mock pada tahun 1973, menyarankan memperkirakan ETa
untuk analisis neraca air, dengan persamaan menggunakan data di Indonesia
sebagai berikut:
ETa = ETo - ETo (m/20)(18 - Nr)...(2.23)
dimana:
Eta = evapotranspirasi aktual (mm/bulan)
m = luas kawasan tidak bervegetasi (%) Nr = jumlah hari hujan/bulan
2. 7 Analisa Kebutuhan Air untuk Irigasi
2.7.1 Curah Hujan Efektif
Turunnya curah hujan pada suatu areal lahan mempengaruhi pertumbuhan
tanaman di areal tersebut. Curah hujan tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman
untuk mengganti kehilangan air yang terjadi akibat evapotranspirasi, perkolasi,
kebutuhan pengolahan tanah dan penyiapan lahan. Curah hujan efektif adalah
curah hujan yang jatuh selama masa tumbuh tanaman, yang dapat digunakan
untuk memenuhi air konsumtif tanaman. Jumlah hujan yang dapat dimanfaatkan
oleh tanaman tergantung pada jenis tanaman. Namun, tidak semua jumlah curah
hujan yang turun pada daerah tersebut dapat dipergunakan untuk tanaman dalam
pertumbuhannya, maka disini perlu diperhitungkan dan dicari curah hujan
efektifnya.
Curah hujan efektif (Reff) ditentukan berdasarkan besarnya R80 yang
merupakan curah hujan yang besarnya dapat dilampaui sebanyak 80% atau
dengan kata lain dilampauinya 8 kali kejadian dari 10 kali kejadian. Artinya,
bahwa besarnya curah hujan yang terjadi lebih kecil dari R80 mempunyai
kemungkinan hanya 20%. Untuk menghitung besarnya curah hujan efektif
berdasarkan R80 = Rainfall equal or exceeding in 8 years out of 10 years,
dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
R80 = (n/5) + 1 ... ..(2.24)
Reff = R80 : curah hujan efektif 80 % (mm/hari)
(n/5) + 1 : Rangking curah hujan efektif di hitung dari curah hujan terkecil n : jumlah data
Analisa curah hujan efektif ini dilakukan dengan maksud untuk
menghitung kebutuhan air irigasi. Curah hujan efektif atau andalan ialah bagian
dari keseluruhan curah hujan yang secara efektif tersedia untuk kebutuhan air
tanaman. Untuk irigasi padi curah hujan efektif bulanan diambil 70% dari curah
hujan minimum dengan periode ulang rencana tertentu dengan kemungkinan
kegagalan 20% (Curah hujan R80 ) Besarnya curah hujan ditentukan dengan 70%
dari curah hujan rata – rata tengah bulanan dengan kemungkinan kegagalan 20%
(Curah hujan R 80 ).
Repadi= (R80 x 70%) mm/hari ... ..(2.25)
2.7.2 Efisiensi Irigasi
Hampir seluruh air irigasi berasal dari pembagian dari saluran-saluran dari
reservoir. Kehilangan air terjadi ketika air berlebih. Efisiensi irigasi dapat dicari
dengan menggunakan rumus:
Wf : jumlah air yang terdapat di areal persawahan Wr : jumlah air yang tersedia yang berasal dari reservoir
Efisiensi pengairan merupakan suatu rasio atau perbandingan antar jumlah
yang tersedia atau yang diberikan dinyatakan dalam satuan persentase. Dalam hal
ini dikenal 3 macam efisiensi yaitu efisiensi penyaluran air, efisiensi pemberian
air dan efisiensi penyimpanan air.
Jumlah air yang tersedia bagi tanaman di areal persawahan dapat
berkurang karena adanya evaporasi permukaan, limpasan air dan perkolasi.
Efisiensi irigasi adalah perbandingan antara air yang digunakan oleh tanaman atau
yang bermanfaat bagi tanaman dengan jumlah air yang tersedia yang dinyatakan
dalam satuan persentase.
Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata
yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang
keluar dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi
pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan
sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Efisiensi irigasi
didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di
saluran maupun di petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk
operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer.
Besarnya masing-masing kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang
saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah.
Pada dasarnya, semua kehilangan air yang mempengaruhi efisiensi irigasi
berlangsung selama proses pemindahan air dari sumbernya kelahan pertanian dan
selama pengolahan lahan pertanian.
Kebutuhan air untuk tanaman pada suatu jaringan irigasi merupakan air
yang dibutuhkan untuk tanaman untuk pertumbuhan yang optimal tanpa
kekurangan air yang dinyatakan dalam Netto Kebutuhan Air Lapang (Net Field
Requirement, NFR ).
Kebutuhan air bersih disawah (NFR) dipengaruhi oleh faktor-faktor NFR
seperti penyiapan lahan, pemakaian konsumtif, penggenangan, efisiensi irigasi,
perkolasi dan infiltrasi, dengan memperhitungkan curah hujan efektif (Re).
Bedanya kebutuhan pengambilan air irigasi (DR) juga ditentukan dengan
memperhitungkan faktor efisiensi irigasi secara keseluruhan (e). Perhitungan
kebutuhan air irigasi dengan rumus sebagai berikut:
NFR = Etc + P + WLR – Re ... ..(2.27)
DR = (NFR x A)/e ... ..(2.28)
dimana:
NFR = kenutuhan air irigasi disawah (lt/det/ha) DR = kebutuhan air di pintu pengambilan (lt/det/ha)
Etc = penggunaan konsumtif (mm/hari) P = perkolasi (mm/hari)
WLR = penggantian lapisan air (mm/hari) Re = curah hujan efektif
A = luas areal irigasi rencana (ha) e = efisiensi irigasi
2.7.4 Kebutuhan Air di Pintu Pengambilan
Kebutuhan air di pintu pengambilan merupakan jumlah kebutuhan air di
sawah dibagi dengan effisiensi irigasinya. Kebutuhan air di pintu pengambilan
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
DR = NFR / 8.64 x EI ... ..(2.29)
DR : Kebutuhan air di pintu pengambilan (lt/dt/Ha) NFR : Kebutuhan air di sawah (mm/hari)
EI : Efisiensi irigasi secara total (%)
8.68 : Angka konversi satuan dari mm/hari ke lt/dt/hari
2.7.5 Kebutuhan Penyiapan Lahan
Pada Standar Perencanaan irigasi disebutkan bahwa kebutuhan air untuk
penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan maksimum air irigasi pada
suatu proyek irigasi. Ada 2 faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan
air untuk penyiapan lahan ialah:
a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan.
b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.
Metode yang dapat digunakan untuk perhitungan kebutuhan air irigasi
selama penyiapan lahan salah satunya adalah metode yang dikembangkan oleh
van de Goor dan Zijlstra. Metode ini didasarkan pada laju air konstan dalam l/dt
selama penyiapan lahan dan menghasilkan rumus berikut :
LP = M. ek / ( ek– 1 ) ... …(2.30)
dimana :
LP : Kebutuhan air irigasi untuk pengolahan tanah (mm/hari)
M : Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang telah di jenuhkan
Eo : Evaporasi air terbuka (mm/hari) P : Perkolasi (mm/hari)
T : Jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S : Kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm, yakni 250 + 50 = 300 mm
k : MT / S
2.7.6 Kebutuhan Air untuk Konsumtif Tanaman
Kebutuhan air untuk konsumtif tanaman merupakan kedalaman air yang
tumbuh di areal pertanian pada kondisi cukup air dari kesuburan tanah dengan
potensi pertumbuhan yang baik dan tingkat lingkungan pertumbuhan yang baik.
Untuk menghitung kebutuhan air untuk konsumtif tanaman digunakan persamaan
empiris dan perlu diketahui nilai koefisien tanaman (Tabel 2.1) sebagai berikut :
Etc = Kc x Eto ... ..(2.31)
dimana :
Kc : Koefisien tanaman
Eto : Evapotranspirasi potensial (mm/hari)
Etc : Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
Tabel 2.1 Tabel Koefisien Tanaman Padi dan Jagung
Periode tengah bulan
Padi
Jagung Variasi biasa Variasi unggul
1 1,1 1,1 0,5
Proses masuknya air kedalam tanah dinamakan infiltrasi atau perkolasi.
Kapasitas infiltrasi air atau curah hujan berbeda-beda antara satu tempat dan
tempat lain, tergantung pada kondisi tanahnya. Apabila tanahnya cukup
permeabel, cukup mudah ditembus air, maka laju infiltrasinya akan tinggi.
Perkolasi merupakan gerakan air ke bawah dari zone air tidak jenuh
(daerah antara permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah) ke dalam daerah
yang jenuh dibawah permukaan air. Proses ini merupakan proses kehilangan air
yang terjadi pada penanaman padi di sawah. Istilah perkolasi kurang mempunyai
arti penting pada kondisi alam, tetapi dalam kondisi buatan, perkolasi mempunyai
arti penting, dimana karena alasan teknis, dibutuhkan proses infiltrasi yang terus
menerus. Besarnya perkolasi dinyatakan dalam mm/hari.Perkolasi atau peresapan
air kedalam tanah dibedakan menjadi dua, yaitu perkolasi vertikal dan perkolasi
horizontal.
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh yang terletak
diantara permukaan tanah ke permukaan air tanah (zona jenuh). Daya perkolasi
adalah laju maksimum yang dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi oleh
kondisi tanah dalam zona tidak jenuh yang terletak diantara permukaan tanah
dengan permukaan air tanah,
Laju perkolasi sangat bergantung pada sifat-sifat tanah. Dari hasil
penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan, besarnya laju perkolasi
serta tingkat kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapat ditetapkan dan
dianjurkan pemakaiannya. Guna menentukan laju perkolasi, tinggi muka air tanah
juga harus diperhitungkan. Perembesan terjadi akibat meresapnya air melalui
tanggul sawah. Laju perkolasi normal pada tanah lempung sesudah dilakukan
genangan berkisar antara 1 sampai 3 mm/hari. Di daerah dengan kemiringan
diatas 5 %, paling tidak akan ter terjadi kehilangan 5 mm/hari akibat perkolasi dan
rembesan.
Tekstur tanah
Permeabilitas tanah
Letak permukaan air tanah
Tebal lapisan tanah bagian atas
2.8 Pola Tanam
Pola tanam ialah susunan rencana penanaman berbagai jenis tanaman
selama satu tahun yang umumnya di Indonesia dikelompokkan dalam tiga jenis
tanaman, yaitu padi, tebu, dan palawija. Umumnya pola tanam mengikuti debit
andalan yang tersedia untuk mendapatkan luas tanam yang seluas-luasnya.
Terbatasnya persediaan air adalah alasan yang mempengaruhi penyusunan pola
tanam dalam satu tahun.Rencana tata tanam bagi daerah irigasi berguna untuk
menyusun suatu pola pemanfaatan air irigasi yang tersedia untuk memperoleh
hasil produksi tanam yang sebesar-besarnya bagi usaha pertanian.
Agar kebutuhan pengambilan puncak dapat dikurangi, maka areal irigasi
harus dibagi-bagi menjadi sedikitnya tiga atau empat golongan. Hal ini dilakukan
agar bisa mendapatkan luas lahan tanam maksimal dari debit yang tersedia.
Perencanaan golongan dilakukan dengan cara membagi lahan tanam dengan masa
awal tanam yang berbeda. Langkah ini ditempuh dengan alasan tidak
mencukupinya jumlah kebutuhan air apabila dilakukan penanaman secara
serentak atau bisa juga dengan asumsi apabila tidak turunnya hujan untuk
beberapa saat ke depan. Termasuk juga dikarenakan keterbatasan dari sumber
2.9 Neraca Air Waduk
Proses siklus air pada suatu daerah untuk periode tertentu terdapat
hubungan keseimbangan antara aliran masuk (inflow) dan aliran keluar (outflow).
Hubungan antara ketersediaan air untuk berbagai macam sektor harus terjadi
keseimbangan, hubungan keseimbangan disebut “Neraca kebutuhan dan
ketersediaan air” sering disebut juga dengan water balance.
Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara
jumlah air yang masuk ke, yang tersedia di, dan yang keluar dari sistim
(sub-sistem) tertentu, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.5. berikut ini :
MASUKAN ( I ) KELUARAN ( O )
Gambar 2.5. Skema Neraca Air
Perumusan dari neraca air ketersediaan dan kebutuhan adalah :
I = O ± ΔS...(2.32)
Qketersediaan– Qkebutuhan= ΔS...(2.33)
dimana:
I = masukan (inflow); O = keluaran (outflow);
ΔS = perubahan tampungan /perubahan kuantitas air (m3/detik) Qketersediaan = Total ketersediaan debit (m3/detik)
Qkebutuhan = Total kbutuhan debit (m3/detik)
Persamaan keadaan waduk menyatakan bahwa penampungan pada akhir
suatu periode waktu adalah sama dengan penampungan pada awal periode waktu
ditambah dengan perubahan tampungan.
Ste = Stb + Cstor...(2.34)
dimana :
Ste = tampungan pada akhir waktu Stb = tampungan pada awal waktu.
Csto
=
Perubahan dalam Tampungan (change of storage )Dalam perhitungan neraca air, kebutuhan pengambilan yang dihasilkan
untuk pola tanam yang dipakai akan dibandingkan dengan debit andalan untuk
tiap setengah bulan dan luas daerah yang bisa diairi. Apabila debit melimpah,
maka luas daerah irigasi ialah tetap karena luas maksimum daerah layanan
direncanakan sesuai dengan pola tanam yang dipakai. Bila debit tidak berlimpah
dan kadang-kadang terjadi kekurangan debit, maka ada 3 pilihan yang bisa
dipertimbangkan ( SPI KP-01 )
Luas daerah irigasi dikurangi
Bagian-bagian tertentu dari daerah yang bisa diairi (luas maksimum
daerah layanan) tidak akan diairi.
Melakukan modifikasi dalam pola tanam
Dapat diadakan perubahan dalam pemilihan tanaman atau tanggal tanam
untuk mengurangi kebutuhan air irigasi di sawah (l/dt/ha) agar ada
kemungkinan untuk mengairi areal yang lebih luas dengan debit yang
tersedia.
Rotasi teknis/golongan
Untuk mengurangi kebutuhan puncak air irigasi. Rotasi teknis atau
golongan mengakibatkan eksploitasi yang lebih kompleks dan dianjurkan
hanya untuk proyek irigasi yang luasnya sekitar 10000 ha atau lebih.
Fungsi utama dari waduk adalah untuk menyediakan simpanan
(tampungan), maka ciri fisiknya yang paling penting adalah kapasitas simpanan.
Kapasitas waduk yang bentuknya beraturan dapat dihitung dengan rumus-rumus
untuk menghitung volume padat. Kapasitas waduk pada kedudukan alamiah
biasanya haruslah ditetapkan berdasarkan pengukuran topografi. Bila peta-peta
topografi tidak ada, maka kadang-kadang dilakukan pengukuran penampang
melintang waduk dan kapasitasnya dihitung dari penampang ini berdasarkan
rumus prisma.
Permukaan genangan normal adalah elevasi maksimum yang dicapai oleh
kenaikan permukaan waduk pada kondisi operasi biasa. Permukaan genangan
minimum adalah elevasi terendah yang dapat diperoleh bila genangan dilepaskan
pada kondisi normal. Volume simpanan yang terletak antara permukaan genangan
minimum dan normal disebut simpanan berguna. Air yang ditahan di bawah
disebut simpanan mati. Simulasi kecukupan air waduk terhadap pemberian air
irigasi merupakan salah satu upaya yang akan digunakan dalam optimasi
pengoperasian waduk. Berdasarkan elevasi muka air waduk minimum dan
volumenya tersebut, dilakukan perhitungan untuk mencari elevasi muka air waduk
setiap akhir bulan dan berurutan. Tahapannya sebagai berikut :
Hitung Volume air waduk pada setiap akhir bulan dengan menambahkan
volume air yang dapat ditampung (aliran masuk dikurangi aliran keluar)
terhadap volume air waduk dari volume sebelumnya. Aliran keluar ialah
kebutuhan air irigasi, termasuk evaporasi (total evaporasi dikurangi curah
Elevasi Muka air waduk didapatkan dengan membaca lengkung elevasi
muka air dan volume air waduk.
Proses perhitungan tersebut diulang sampai pada akhir bulan pada awal
perhitungan.
Jika tidak ada volume air yang dapat ditampung (aliran masuk= keluar),
perhitungan tersebut tetap dilakukan. Jika elevasi muka air waduk lebih dari
elevasi muka air waduk maksimum untuk setiap bulan, aliran masuk yang ada
dialirkan keluar dan elevasi dipertahankan sesuai elevasi muka air waduk
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Secara garis besar bab ini memberikan gambaran umum tentang lokasi
penelitian beserta tahapan-tahapan yang akan dilakukan pada penelitian tentang
“Studi Keseimbangan Air Waduk Keuliling Kabupaten Aceh Besar Nanggroe Aceh
Darussalam untuk Optimasi Irigasi”.
3.1 Deskripsi Daerah Studi
3.1.1 Kondisi Umum
Waduk Keuliling merupakan waduk pertama di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Waduk ini disebut Waduk Keuliling karena tujuh alur yang mengelilingi
waduk yang menjadi sumber tampungan air waduk saat ini.
Waduk Keuliling merupakan salah satu sub-basin DAS Krueng Aceh yang
mempunyai areal potensial seluas 4.790,5 ha. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah
suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah dimana air resapan dan
atau mengalir melalui sungai dan anak-anak sungai yang bersangkutan.
Waduk tersebut mempunyai tampungan (storage) ±18 juta m³ dengan luas
genangan 228 Ha dan catchment area sebesar 38,20 Km². Waduk ini memiliki usia
guna sampai 50 tahun Pembangunan Waduk Keuliling disamping memenuhi
kebutuhan air untuk irigasi Krueng Aceh Extension dan Krueng Jreue seluas 3.159,30
Ha, juga dapat menunjang peningkatan areal sawah tadah hujan menjadi sawah
seluas 578,20 Ha. Gambar 3.1 adalah gambaran Waduk Keuliling hasil pencitraan
Google Earth.
Gambar 3.1. Waduk Keuliling hasil pencitraan Google Earth
Manfaat Waduk Keuliling adalah :
1. Waduk Keuliling dapat meningkatkan keamanan terhadap banjir wilayah Kota
Banda Aceh dan Aceh Besar.
2. Mendukung program swasembada pangan khususnya beras.
3. Meningkatkan pendapatan daerah.
4. Meningkatkan produksi tani dan menciptakan lapangan kerja di kawasan
Waduk Keuliling.
5. Meningkatkan penyediaan Air Baku untuk berbagai kebutuhan pada masa
mendatang untu wilayah Kota Banda Aceh dan Aceh Besar
6. Pelestarian lingkungan, pengembangan pariwisata dan pengembangan
3.1.2 Kondisi Topografi
Berdasarkan elevasinya, areal pengairan Waduk Keuliling hilir berada pada
ketinggian 4 sampai 12m dpl, sedangkan areal pengairan hulu berada pada ketinggian
22 sampai 43m dpl.
3.1.3 Kondisi Klimatologi
Suhu rata-rata bulanan di kabupaten Aceh Besar berkisar antara 25,0o
C-33,0oC, suhu udara tertinggi mencapai 33,0oC-37,0oC. Kelembaban udara berkisar
dari 81% hingga 91%. Tekanan udara 1011,8-1008,5 mb.
3.1.4 Lokasi studi
Waduk Keuliling yang terletak di Desa Bak Sukon, Kecamatan Cot Glie,
Kabupaten Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Lokasinya berjarak 35
km kearah timur dari kota Banda Aceh dan dapat dicapai dengan kendaraan roda
empat dalam waktu tempuh kurang lebih 1 jam perjalanan. Lokasi Waduk Keuliling
Gambar 3.2. Lokasi Waduk Pada DAS Krueng Aceh
Daerah Irigasi Keuliling mempunyai areal persawahan seluas 4.705 ha, yang
berada di kecamatan Cot Glie, Indrapuri, Suka Makmur dan Simpang Tiga
Sedangkan luas areal 809 ha terletak di kecamatan Darul Imarah.
Daerah Irigasi Keuliling terletak di Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh
Besar. Secara geografis Daerah Irigasi Keuliling terletak pada posisi 95o 26’54”BT
-95o 31’ 48” BT dan 05o 17’ 77” LU-05o 22’ 26” LU dengan ketinggian 5m di atas
muka air laut.
Tujuan dan manfaat Waduk Keuliling dibangun terutama untuk
Hilir. Serta mensuplai kekurangan air didaerah irigasi Krueng Aceh Extension dan
Krueng Jreue.
1. Daerah Irigasi Keuliling Hulu : 578,20 Ha
2. Daerah Irigasi Keuliling Hilir : 1.053 Ha
3. Daerah Irigasi Krueng Aceh (Extension): 809,3 Ha
4. Daerah Irigasi Krueng Jreue : 2.350 Ha
3.2 Data teknis di lapangan
3.2.1 Bangunan-bangunan Waduk Keliling 1. Bangunan Utama
Bangunan utama (headworks) dapat didefinisikan sebagai kompleks bangunan
yang direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan air
kedalam jaringan saluran agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi.
Lokasi Bendungan Keuliling yang terdapat di ujung jalanan berkerikil tersebut
memiliki catchment area seluas 38,20 Km2 yang berarti bahwa wduk ini mampu
menampung air dalam jumlah yang sangat besar (tampungan total air baku di waduk
tersebut adalah 18.359.078 meter3).
Bendungan utama pada waduk keuliling ini di buat dengan menggunakan
tanah liat yang kedap air sehingga tidak terjadi rembesan. Pada tipe bendungan utama
ini yaitu zona dengan inti vertikal. Zona ini merupakan bagian tengah bendungan
yang dipadatkan menggunakan tanah liat dengan kepadatan k x10-6 . Selain itu ada
juga zona trafel (zona lunak) yang kepadatannya k x10-5 yang bisa ditembus air.
Kemudian aliran air akan menuju ke zona filter yang fungsinya untuk merendam
2. Bangunan Pengelak dengan Peredam Energi
Pada dasarnya setiap waduk terdiri atas bangunan elak dengan berbagai
macam tipe peredam energi, namun pada pembangunan waduk keuliling bangunan
pengelaknya dibuat berdasarkan peredam energi tipe kolam olakan (stilling basin).
3. Bangunan Pelimpah (spillway)
Bangunan pelimpah merupakan bangunan pelengkap waduk yang berfungsi
mengalirkan debit banjir dari hulu ke hilir waduk, sehingga air di hulu waduk tidak
melebihi tinggi tertentu yang berbahaya terhadap mercu dan tubuh waduk.
Waduk keuliling ini juga mempunyai bangunan pelimpah (spillway) yaitu
bangunan air yang terletak di hulu bangunan talang, siphon dan lain-lain, untuk
keamanan jaringan yang bekerja otomatis dengan naiknya muka air, kemudian aliran
air akan menuju ke Krueng Keumireu.
4. Bangunan Pengambilan Utama (intake)
Pada waduk ini terdapat satu bangunan intake yang berfungsi untuk irigasi
yang diatur dengan sistem pola tanam.
Bangunan pengambilan utama (intake) dilengkapi dengan pintu untuk efisiensi
pengoperasian debit. Pada bagian depan dilengkapi pula dengan bangunan pembilas
utama yang juga diberi pintu guna mencegah terjadinya sedimentasi di depan pintu
pengambilan utama. Dengan adanya kantong lumpur, debit rencana pengambilan
ditambah 20% untuk pengurasan kantong lumpur, sehingga debit rencana
pengambilan yang digunakan untuk desain pintu harus sekurang-kurangnya 120%
dari kebutuhan pengambilan (diversion requirement) guna menambah fleksibilitas dan
5. Bangunan Sadap Irigasi
Bangunan sadap irigasi merupakan bangunan yang dirancang khusus pada
sebuah waduk atau bendungan dengan tujuan agar air dapat mengalir hingga ke
saluran tersier untuk areal persawahan. Fungsi utama bangunan sadap ini adalah
mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder ke saluran tersier penerima
3.2.3 Data Teknis Waduk Keuliling
1. Hidrologi
Daerah Tangkapan (catchment area) : 38,20 Km²
Hujan Rerata Tahunan : 1.791 mm
Debit Rerata : 1,24 m³/detik
Debit Banjir 20 Tahunan : 203,03 m³/detik
Debit Banjir Boleh Jadi (PMF) : 725,08 m³/detik
2. Genangan
Muka Air Normal (MAN) : EL.+ 45,80 m
Muka Air Rendah (MAR) : EL.+ 37,50 m
Muka Air Banjir (MAB) : EL.+ 48,20 m
Tampungan Total (MAN, EL.+ 45,80 M) : 18.359.078 m³
Tampungan Efektif (Efective Storage) : 12.992.080 m³
Tampungan Mati (MAR, EL. +37,50 M) : 4.232.943 m³
Luas Genangan pada MAN : 259.94 Ha
Luas Genangan pada MAR : 97.26 Ha
MUKA AIR BANJIR Q20 ( EL. +30.20)
Konstruksi Pelimpah : Beton bertulang
Gambar 3.4. Potongan Memanjang dan Melintang Tubuh Bendung
a. Mercu
Debit Rencana :