ANALISIS OPTIMALISASI POLA TANAM
PADA DAERAH IRIGASI WADUK KEULILING
KABUPATEN ACEH BESAR
Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan Sarjana Teknik Sipil
MHD. TRI UTOMO
07 0404 042
IVAN INDRAWAN, ST, MT
BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
NIP.19761205 200604 1 001
ABSTRAK
Irigasi dimaksudkan untuk mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi. Setiap pekerjaan yang berhubungan dengan sumber daya air, analisis hidrologi mutlak diperlukan untuk memperoleh gambaran kondisi hidrologi suatu daerah serta mendukung pembuatan keputusan. Salah satu parameter hidrologi yang penting dalam suatu pekerjaan terkait sumber daya air adalah debit air.
Studi pendahuluan dilakukan dengan mengumpulkan referensi-referensi yang akan digunakan sebagai dasar dalam penelitian. Mengumpulkan beberapa literatur dari buku dan makalah yang berkenaan dengan studi, khususnya pola tanam. Mengumpulkan data-data yang dipierlukan yaitu data sekunder. Data sekunder merupakan data yang didapat dari instansi terkait, lembaga masyarakat, dan pihak terkait yang berhubungan dengan pembahasan. Dalam mencari besarnya kebutuhan air untuk irigasi tanaman, dilakukan analisa kebutuhan air yang dipengaruhi oleh faktor pengolahan tanah, perkolasi, curah hujan efektif, evapotranspirasi, efesiensi irigasi, dan koefisien tanaman.
Perhitungan curah hujan regional rata-rata digunakan metode Poligon Thiessen dengan data curah hujan 10 tahun dari tiga stasiun penakar hujan. Perhitungan evapotranspirasi dilakukan dengan metode Penmann dan nilai debit
inflow andalan diperoleh dengan perhitungan metode F.J. Mock.
Nilai curah hujan efektif dan evapotranspirasi dipakai untuk perhitungan kebutuhan air irigasi dan perencanaan pola tanam. Analisa kebutuhan air irigasi dilakukan dengan membuat 24 alternatif awal masa tanam dalam satu tahun, agar dapat ditentukan awal masa tanam yang paling optimal.
Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan 24 alternatif pola tanam didapat nilai NFR yang terkecil yaitu sebesar 2,71 mm/hari, dimana alternatif yang digunakan adalah alternatif ke-20. Dengan awal Land Preparation pada periode Oktober II. Nilai debit andalan maksimum didapat pada bulan Januari sebesar 7,20 m3/det dan debit minimum andalan 0,97 m3/det pada bulan April.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur bagi allah SWT yang telah memberi
karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas
Akhir ini. Shalawat dan salam ke atas Baginda Rasullah Muhammad SAW yang
telah memberi keteladanan tauhid, ikhtiar dan kerja keras sehingga menjadi
panutan dalam menjalankan setiap aktifitas kami sehari-hari, karena sungguh
suatu hal yang sangat sulit yang menguji ketekunan dan kesabaran untuk tidak
pantang menyerah dalam menyelesaikan penulisan ini.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
studi pada Program Studi Stara Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang diambil adalah:
“Analisis Optimalisasi Pola Tanam Pada Daerah Irigasi Waduk Keuliling Kabupaten Aceh Besar NAD”
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak
terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :
1. Bapak Ivan Indrawan, ST, MT selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak
memberikan bimbingan yang sangat bernilai dalam membantu penulis
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc selaku Koordinator dibidang Air yang juga telah
banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai, masukan, dukungan
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc, Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia, M.Sc
selaku Dosen Pembanding, Emma Patricia Bangun. ST. M.Eng atas saran
dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.
7. Ayahanda Surasmin S.Pd dan Ibunda Sariani S.Pd tercinta yang telah banyak
berkorban, memberikan motivasi hidup, semangat dan nasehat,
saudara-saudari tercinta: Ika Widiyasti, Evi Liliyanti, Siti Agustianti, Agil Septiohadi,
beserta keluarga besar yang selalu mendoakan dan mendukung penulis.
8. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
9. Alm. Indah Purnama Sari yang selalu memberikan dukungan, semangat dan
doa kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
10. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini
kepada penulis.
11. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2007, Alefya, Faiz, Dikin, Dean, Diva,
Aulia, Saki, Iqbal, Ghufran, Alfry, Tesa, Jora, Incen, Putri, Falah, Agung,
Dedi, serta teman-teman angkatan 2007 yang tidak dapat disebutkan
seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.
12.
Dan segenap pihak yang belum penulis sebut di sini atas jasa-jasanya dalammendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir
ini dapat diselesaikan dengan baik.
Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka
penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca
diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas
Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Desember 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... .i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... .viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR NOTASI ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Pembatasan Masalah ... 3
1.4. Tujuan ... 4
1.5. Manfaat ... 4
1.6. Sistematika Penulisan ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Umum ... 6
2.2. Daerah Aliran Sungai ... 9
2.3. Jaringan Irigasi ... 11
2.4. Analisa Hidrologi ... 14
2.4.1 Curah Hujan Rata – Rata Areal ... 14
2.4.2 Debit Andalan ... 16
2.5.Ketersediaan Air ... 18
2.5.1 Metode Meteorogical Water Balance F.J Mock ... 18
2.6.1 Evapotranspirasi Potensial ... 22
2.6.2 Evapotranspirasi Aktual ... 22
2.7. Analisa Kebutuhan Air untuk Irigasi ... 23
2.7.1 Curah Hujan Efektif ... 23
2.7.2 Efisiensi Irigasi ... 24
2.7.3 Kebutuhan Air di Sawah ... 25
2.7.4 Kebutuhan Air di Pintu Pengambilan ... 26
2.7.5 Kebutuhan Penyiapan Lahan ... 26
2.7.6 Kebutuhan Air untuk Konsumtif Tanaman ... 27
2.7.7 Perkolasi ... 28
2.8. Pergantian Lapisan Air ... 29
2.9. Pola Tanam... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 31
3.1.Metodologi Penelitian ... 31
3.2 Deskripsi Daerah Studi...32
3.2.1 Kondisi Topografi ... 33
321.2 Kondisi Iklim ... 33
3.2.3 Lokasi Studi ... 34
3.3.Uraian Tahapan Penelitian ... 35
3.4 Analisis Hidrologi ... 35
3.4.1 Curah Hujan Efektif ... 35
3.4.2 Debit Andalan...37
3.4.3 Analisa Evapotranspirasi...38
3.4.5 Pengolahan Tanah, Penyiapan Lahan dan Koefisien Tanaman……...39
3.4.6 Efesiensi Irigasi...39
3.4.7 Perencanaan Pola Tanam...40
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 44
4.1. Analisa Curah Hujan ... 44
4.2. Curah Hujan Efektif ... 47
4.3. Analisa Evapotranspirasi ... 48
4.4. Penyiapan Lahan dan Koefisien Tanaman ... 54
4.5. Analisa Kebutuhan Air Irigasi ... 57
4.6. Perhitungan Debit Andalan ... 83
4.6.1. Perhitungan Metode Empiris Debit Andalan Sungai...83
4.7 Pola Tanam ... 85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .... ………86
5.1. Kesimpulan . ………86
5.2. Saran ………....86
DAFTAR PUSTAKA ……… ..88
ABSTRAK
Irigasi dimaksudkan untuk mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi. Setiap pekerjaan yang berhubungan dengan sumber daya air, analisis hidrologi mutlak diperlukan untuk memperoleh gambaran kondisi hidrologi suatu daerah serta mendukung pembuatan keputusan. Salah satu parameter hidrologi yang penting dalam suatu pekerjaan terkait sumber daya air adalah debit air.
Studi pendahuluan dilakukan dengan mengumpulkan referensi-referensi yang akan digunakan sebagai dasar dalam penelitian. Mengumpulkan beberapa literatur dari buku dan makalah yang berkenaan dengan studi, khususnya pola tanam. Mengumpulkan data-data yang dipierlukan yaitu data sekunder. Data sekunder merupakan data yang didapat dari instansi terkait, lembaga masyarakat, dan pihak terkait yang berhubungan dengan pembahasan. Dalam mencari besarnya kebutuhan air untuk irigasi tanaman, dilakukan analisa kebutuhan air yang dipengaruhi oleh faktor pengolahan tanah, perkolasi, curah hujan efektif, evapotranspirasi, efesiensi irigasi, dan koefisien tanaman.
Perhitungan curah hujan regional rata-rata digunakan metode Poligon Thiessen dengan data curah hujan 10 tahun dari tiga stasiun penakar hujan. Perhitungan evapotranspirasi dilakukan dengan metode Penmann dan nilai debit
inflow andalan diperoleh dengan perhitungan metode F.J. Mock.
Nilai curah hujan efektif dan evapotranspirasi dipakai untuk perhitungan kebutuhan air irigasi dan perencanaan pola tanam. Analisa kebutuhan air irigasi dilakukan dengan membuat 24 alternatif awal masa tanam dalam satu tahun, agar dapat ditentukan awal masa tanam yang paling optimal.
Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan 24 alternatif pola tanam didapat nilai NFR yang terkecil yaitu sebesar 2,71 mm/hari, dimana alternatif yang digunakan adalah alternatif ke-20. Dengan awal Land Preparation pada periode Oktober II. Nilai debit andalan maksimum didapat pada bulan Januari sebesar 7,20 m3/det dan debit minimum andalan 0,97 m3/det pada bulan April.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Umum
Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang
pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah
tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Irigasi dimaksudkan untuk mendukung
produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka
ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani, yang
diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.
Irigasi berarti mengalirkan air secara buatan dari sumber air yang tersedia
kepada sebidang lahan untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Dengan demikian
tujuan irigasi adalah mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan tanaman
pada saat persedian air tanah tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan
tanaman, sehingga tanaman bisa tumbuh secara normal. Pemberian air irigasi
yang efisien selai dipengaruhi oleh tata cara aplikasi, juga ditentukan olek
kebutuhan air guna mencapai kondisi air tersedia yang dibutuhkan tanaman.
Air memiliki karakteristik unik dibandingkan dengan sumber daya alam
lainnya. Air bersifat sumber daya yang terbarukan dan dinamis. Artinya sumber
utama air yakni hujan akan selalu datang sesuai dengan waktu atau musimnya
sepanjang tahun yang mengikuti siklus keseimbangan dan dikenal dengan siklus
Sejalan dengan pesatnya pembangunan di berbagai macam sektor, maka
pemenuhan air berdasarkan ruang, waktu, jumlah, dan mutu akan semakin
meningkat. Penyediaan air baku, air minum, air irigasi, air keperluan industri, dan
untuk keperluan lainnya merupakan suatu komponen penting dalam pengelolaan
sumber daya air.
Penyediaan air untuk kebutuhan irigasi sangatlah penting bagi terciptanya
program swasembada pangan yang baik. Ketersediaan air sepanjang tahun untuk
mengairi sawah sangat diperlukan dalam pemenuhan logstik pangan setiap
tahunnya. Para petani sangat bergantung pada ketersediaan air dmana pada musim
kemarau sering terjadi kekeringan sehingga para petani tidak bisa bercocok tanam
dengan maksimal.
Irigasi Waduk Keuliling yang terletak di Kecamatan Cot Glie, Kabupaten
Aceh Besar Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu waduk yang
mempunyai fungsi sebagai penyedia air untuk kebutuhan irigasi, meningkatkan
keamanan terhadap banjir, mendukung program swasembada pangan dan
peningkatkan produksi tani, meningkatkan pendapatan daerah, menciptakan
lapangan kerja di kawasan Waduk Keuliling, meningkatkan penyediaan air baku
untuk kebutuhan pada masa mendatang serta pelestarian lingkungan dan
pariwisata.
Agar kebutuhan-kebutuhan tersebut terpenuhi, maka jumlah air yang
dikeluarkan harus sesuai dengan ketersediaan air yang tersedia, sehingga
manfaat yang maksimal. Untuk itu bisa didekati dengan melakukan optimasi dan
simulasi pada waduk
Selain hal tersebut di atas, Waduk Keuliling juga dalam pengoperasiannya
belum maksimal terutama untuk kebutuhan irigasi. Adapun jumlah areal
persawahan yang dapat diari oleh Waduk Keuliling seluas 4.790,5 Ha.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang dibahas dalam Analisis Optimalisasi Pola Tanam pada
Daerah Irigasi Waduk Keuliling adalah :
• Berapa besar kebutuhan air irigasi pada Daerah Irigasi Keuliling?
• Apakah debit andalan Waduk Keuliling yang ada mampu memenuhi
kebutuhan daerah layanan irigasi?
• Bagaimana optimasi pembagian air Waduk Keuliling untuk peningkatan
produksi pertanian dengan perencanaan pola tata tanam yang ada?
1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ditulis di atas, maka
permasalahan penelitian studi Analisis Optimalisasi Pola Tanam Pada Daerah
Irigasi Waduk Keuliling yang akan dilakukan dibatasi mencakup hal-hal sebagai
berikut, yaitu:
• Hanya menghitung daerah irigasi Waduk Keuliling dengan daerah layanan
seluas 4.790,5 Ha.
• Studi ini mencakup perhitungan debit andalan hasil pengoperasian waduk
• Menghitung kebutuhan air irigasi terhadap pola tata tanam.
1.4 Tujuan
• Untuk mengetahui besar debit andalan yang tersedia untuk irigasi
• Menghitung besarnya kebutuhan air irigasi
• Untuk mengetahui pola tanam terbaik untuk daerah irigasi tersebut
1.5 Manfaat
• Sebagai aplikasi dari ilmu yang diperoleh dari bangku perkuliahan dengan
cara mempraktikkannya langsung di lapangan. Kemudian dari hasil Tugas
Akhir ini, pihak akademi akan dapat menjadikan sebagai dokumentasi
sehingga menambah perbendaharaan perpustakaan akademi.
1.6. Sistematika Penulisan
Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada penelitian ini
terdiri dari 5 bab, yang mana uraian masing – masing bab adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang pekerjaan, tujuan, data umum dan lingkup
pekerjaan yang dilaksanakan serta sistematika penulisan laporan penelitian.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini mencakup segala hal yang dapat dijadikan sebagai dasar
pengambilan tema penelitian, penentuan langkah pelaksanaan dan metode
penganalisaan yang diambil dari beberapa pustaka yang ada yang memiliki tema
sesuai dengan tema penelitian ini.
Bab III Metodologi
Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dan rencana
kerja dari penelitian serta mendeskripsikan lokasi penelitian.
Bab IV Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini merupakan analisa tentang permasalahan, evaluasi, dan
perhitungan terhadap masalah yang ada di lokasi penelitian.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Merupakan kesimpulan dari butir-butir kesimpulan hasil analisa dan
pembahasan yang telah dilakukan. Kesimpulan juga disertai dengan rekomendasi
saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya atau untuk penerapan hasil
Bab II
BAB II
Bab III
TINJAUAN PUSTAKA
Bab IV
2. 1 UmumHidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada
prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang
dinamakan “siklus hidrologi’’. Siklus Hidrologi adalah suatu proses yang
berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan
kembali lagi ke laut,seperti digambarkan pada Gambar 2.1.
hujan (R)
Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung
yaitu melalui vegetasi atau media lainnnya akan membentuk siklus aliran air
mulai dari tempat yang tinggi menuju ke tempat yang rendah baik di permukaan
tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut.
Secara gravitasi air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah, dari
pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini disebut aliran
permukaan tanah karena bergerak di atas muka tanah. Aliran ini biasanya akan
memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju kesistem jaringan sungai,
sistem danau atau waduk. Air hujan sebagian mengalir meresap kedalam tanah
atau yang sering disebut dengan infiltrasi, dan bergerak terus kebawah. Air hujan
yang jatuh ke bumi sebagian menguap dan membentuk uap air. Sebagian lagi
mengalir masuk ke dalam tanah.
Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam
ruang-ruang antara butir tanah dan di dalam retak-retak dari batuan disebut air celah
(fissure water). Aliran air tanah dapat dibedakan menjadi aliran tanah dangkal,
aliran tanah antara dan aliran dasar (base flow). Disebut aliran dasar karena aliran
ini merupakan aliran yang mengisi sistem jaringan sungai. Hal ini dapat dilihat
pada musim kemarau, ketika hujan tidak turun untuk beberapa waktu, pada suatu
sistem sungai tertentu aliran masih tetap dan berkesinambungan.
Pada retensi atau tempat penyimpanan, air akan menetap untuk beberapa waktu.
Retensi dapat berupa retensi alam seperti darah-daerah cekungan, danau
tempat-tempat yang rendah, maupun retensi buatan seperti tampungan, sumur, embung,
waduk dll.
Sebagian air yang tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar ke
permukaan tanah sebagai limpasan, yakni limpasan permukaan (surface runoff),
aliran dalam tanah (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang
terkumpul di sungai yang akhirnya akan mengalir ke laut kembali terjadi
Penyimpanan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan
waktu. Kondisi tata guna lahan juga berpengaruh terhadap tampungan air tanah,
misalnya lahan hutan yang beralih fungsi mejadi daerah pemukiman dan curah
hujan daerah tersebut.
Hujan jatuh ke bumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya
melalui tanaman, masuk ke tanah begitu juga hujan yang terinfiltrasi. Sedangkan
air yang tidak terinfiltrasi yang merupakan limpasan mengalir ke tempat yang
lebih rendah, mengalir ke danau dan tertampung. Dan hujan yang langsung jatuh
di atas sebuah danau (reservoir) air hujan (presipitasi) yang langsung jatuh diatas
danau menjadi tampungan langsung. Air yang tertahan di danau akan mengalir
melalui sistem jaringan sungai, permukaan tanah dan merembes melalui tanah.
Dalam hal ini air yang tertampung di danau adalah inflow sedangkan yang
mengalir atau merembes adalah outflow. Gambar 2.1 menunjukkan proses yang
dijelaskan di atas.
Bentuk persaman neraca air suatu danau atau reservoir:
Perolehan (inflow) = Kehilangan (outflow). ... ....(2.1)
Qi + Qg + P - ΔS = Qo + SQ + Eo ... ....(2.2)
Qin – Qout= ΔS ... ....(2.3)
dimana:
Qi = masukan air/ direct run-off (inflow) Qg = base flow (inflow)
Qo = outflow P = presipitasi SQ = perembesan
Eo = evaporasi air permukaan bebas
ΔS = perubahan dalam cadangan
Gambar. 2.1. Parameter Neraca Air
Akibat panas matahari air dipermukaan bumi juga akan berubah wujud menjadi
gas/uap dalam proses evaporasi dan bila melalui tanaman disebut transpirasi. Air
akan di ambil oleh tanaman melalui akar-akarnya yang dipakai untuk kebutuhan
hidup dari tanaman tersebut, lalu air di dalam tanaman juga akan keluar berupa
uap akibat energi panas matahari. Proses pengambilan air oleh akar tanaman
kemudian terjadinya penguapan dari dalam tanaman disebut transpirasi.
Evaporasi yang lain dapat terjadi pada sistem sungai, embung, reservoir, waduk
maupun air laut yang merupakan sumber air terbesar. Walaupun laut adalah
tempat dengan sumber air terbesar namun tidak bisa langsung di manfaatkan
sebagai sumber kehidupan karena mengandung garam atau air asin (salt water).
2.2 Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan unit hidrologi dasar. Bila kita
memandang suatu sistem yang mengaliryang dapat diterapkan pada suatu daerah
aliran sungai, maka akan nampak struktur sistem dari daerah ini adalah daerah
aliran sungai yang merupakan lahan total dan permukaan air yang di batasi oleh
terhadap debit sungai pada suatu daerah. Daerah aliran sungai merupakan dasar
pengelolaan untuk sumber daya air. Gabungan beberapa DAS menjadi Satuan
Wilayah Sungai.
Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu,
tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS
bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti
penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya
kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk
perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam
sistem aliran airnya. Dengan kata lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai
fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara lain dari
segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi
fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai
keterkaitan biofisik melalui siklus hidrologi.
Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam
pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai DAS
berdasarkan fungsi, yaitu DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi
yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak
terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi
lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air dan curah hujan.
DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola
untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang
menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana
pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.
DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola
untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang
diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air,
ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta
pengelolaan air limbah.
Kebutuhan akan air bagi kehidupan manusia secara langsung atau tidak langsung
makin meningkat. Untuk meningkatkan ketersediaan air permukaan perlu ada
tindakan yaitu dengan memperbaiki kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang
sudah memburuk menjadi hijau kembali dengan membuat storage di permukaan
dalam bentuk waduk.
2.3 Jaringan Irigasi
Irigasi atau pengairan adalah suatu usaha untuk memberikan air guna keperluan
pertanian yang dilakukan dengan tertib dan teratur untuk daerah pertanian yang
membutuhkannya dan kemudian air itu dipergunakan secara tertib dan teratur dan
dibuang kesaluran pembuangan. Istilah irigasi diartikan suatu bidang pembinaan
atas air dari sumber – sumber air, termasuk kekayaan alam hewani yang
terkandung didalamnya, baik yang alamiah maupun yang diusahakan manusia.
Pengairan selanjutnya diartikan sebagai pemanfaatan serta pengaturan air dan
sumber – sumber air yang meliputi irigasi, pengembangan daerah rawa,
pengendalian banjir, serta usaha perbaikan sungai, waduk dan pengaturan
Jaringan Irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkap yang
merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian,
pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi. Jaringan utama adalah
jaringan irigasi yang berada dalam satu sistem irigasi, mulai dari bangunan utama,
saluran induk atau primer, saluran sekunder, dan bangunan sadap serta bangunan
pelengkapnya. Jaringan tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai
prasarana pelayanan air di dalam petak tersier yang terdiri dari saluran pembawa
yang disebut saluran tersier, saluran pembagi yang disebut saluran kuarter dan
saluran pembuang berikut, saluran turutan serta bangunan pelengkapnya,
termasuk jaringan irigasi pompa yang luas areal pelayanannya disamakan dengan
areal tersier.
Dari segi konstruksi jaringan irigasi, Pasandaran (1991) mengklasifikasikan
sistem irigasi menjadi empat jenis yaitu :
1. Irigasi Sederhana
Adalah sistem Irigasi yang sitem konstruksinya tidak menggunakan alat ukur atau
pintu-pintu masih sangat sederhana dan pada umumnya dimulai dari bangunan
utama sampai dengan saluran tersier masih sangat sederhana dan sebahagian asli
dari bangunan alam, sehingga efisiensinya rendah.
2. Irigasi Setengah Teknis
Adalah sistem Irigasi dengan sistem konstruksi pintu pengatur dan alat pengukur
pada bangunan pengambilan (head work) saja, sehingga air hanya teratut dan
terukur pada bangunan pengambilan saja dengan demikian efesiensinya sedang.
Adalah sistem irigasi yang dilengkapi dengan alat pengatur dan pengukur air pada
bangunan pengambilan, bangunan bagi dan bangunan sadap sehingga air terukur
dan teratur sampai bangunan bagi dan sadap, diharapkan efesiensinya tinggi.
4. Irigasi Teknis Maju
Adalah sistem irigasi yang airnya dapat diatur dan terukurpada seluruh jaringan
dan diharapkan efisiensinya sangat tinggi.
Petak irigasi adalah petak lahan yang memperoleh air irigasi. Petak tersier
adalah kumpulan petak irigasi yang merupakan kesatuan dan mendapatkan air
irigasi melalui saluran tersier yang sama. Petak tersier terdiri dari beberapa petak
kuarter masing – masing seluas 8 sampai dengan 15 hektar.
Tabel 2.1 Klasifikasi Irigasi
KLASIFIKASI JARINGAN IRIGASI
Teknis Semiteknis Sederhana
1. Bangunan utama Bangunan permanen
Bangunan permanent atau semi permanen
Bangunan
6. Ukuran Tak ada batasan Sampai 2.000 ha Tak lebih dari 500 ha
Sumber:Direktorat Jendral Pengairan, Standart Perencanaan Irigasi KP-01:1986
2.4 Analisa Hidrologi
2.4.1 Curah Hujan Rata – Rata
Curah hujan rata–rata adalah tinggi air hujan yang jatuh pada suatu wilayah,
dihitung setiap periode waktu. Data hujan yang tercatat di setiap stasiun penakar
hujan adalah tinggi hujan di sekitar stasiun tersebut. Salah satu cara untuk
menghitung hujan rata-rata daearah aliran yang bisa dilakukan adalah dengan
Metode Poligon Thiessen.
Cara ini memasukkan faktor pengaruh daerah yang diwakili oleh stasiun penakar
hujan yang disebut weighting factor atau disebut juga Koefisien Thiessen. Cara ini
biasanya digunakan apabila titik-titik pengamatan di dalam daerah studi tidak
tersebar secara merata. Metode Theissen akan memberikan hasil yang lebih teliti
daripada cara aljabar tetapi untuk penentuan titik pengamatannya dan pemilihan
ketinggian akan mempengaruhi ketelitian yang akan didapat juga seandainya
untuk penentuan kembali jaringan segitiga jika terdapat kekurangan pengamatan
pada salah satu titik pengamatan.
Luas masing-masing daerah tersebut diperoleh dengan cara berikut:
• Semua stasiun yang di dalam atau di luar DAS dihubungkan dengan garis,
sehingga terbentuk jaringan segitiga-segitiga. Hendaknya dihindari
terbentuknya segitiga dengan sudut sangat tumpul.
• Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya, dan semua garis sumbu
• Luas daerah yang hujannya dianggap diwakili oleh salah satu stasiun yang
bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh garis-garis poligon tersebut
(atau dengan batas DAS).
• Luas relatif daerah ini dengan luas DAS merupakan faktor koreksinya.
R = W1 R1 + W2 R2 + ... + Wn Rn ...…(2.4)
i W =
total i A
A
... …(2.5) dimana :
R : Curah hujan maksimum harian rata-rata
i
W : Faktor pembobot
A1: Luas daerah pengaruh stasiun i
Atotal: Luas daerah aliran
R : Tinggi hujan pada stasiun
n : Jumlah titik pengamat
Gambar 2.2. Cara Poligon Thiessen
Cara di atas dipandang cukup baik karena memberikan koreksi terhadap
kedalaman hujan sebagai fungsi luas daerah yang dianggap diwakili. Akan tetapi
cara ini dipandang belum memuaskan karena pengaruh topografi tidak tampak.
Demikian pula apabila salah satu stasiun tidak berfungsi, misalnya rusak atau data
tidak benar, maka poligon harus diubah. Contoh pembuatan poligon Thiessen
2.4.2 Debit Andalan
Debit andalan (dependable flow) adalah debit minimum untuk kemungkinan
terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk irigasi. Misalnya
ditetapkan debit andalan 80% berarti akan dihadapi resiko adanya debit-debit
yang lebih kecil dari debit andalan sebesar 20% pengamatan. Debit tersebut
digunakan sebagai patokan ketersediaan debit yang masuk ke waduk pada saat
pengoperasiannya. Untuk menghitung debit andalan tersebut, dihitung peluang 80
% dari debit infow sumber air pada pencatatan debit pada periode tertentu. Debit
andalan 80% ialah debit dengan kemungkinan terpenuhi 80% atau tidak terpenuhi
20% dari periode waktu tertentu. Untuk menentukan kemungkinan terpenuhi atau
tidak terpenuhi, debit yang sudah diamati disusun dengan urutan dari terbesar
menuju terkecil.
Volume andalan ialah volume dengan kemungkinan terpenuhi atau tidak terpenuhi
20% dari periode waktu tertentu. Untuk menentukan kemungkinan terpenuhi atau
tidak terpenuhi, volume yang sudah diamati disusun dengan urutan besar ke kecil.
Catatan n tahun sehingga nomor tingkatan m debit dengan kemungkinan tak
terpenuhi 20%, dapat dihitung volume andalan dengan menggunakan pendekatan
empiris dengan rumus :
m = 0,20 n...(2.6)
dimana :
m = tingkatan tak terpenuhi n = jumlah tahun pengamatan
Jumlah kejadian yang dimaksud adalah jumlah data yang digunakan untuk
analisis adalah lima tahun dan pada umumnya untuk memperoleh nilai yang baik
data yang digunakan hendaknya berjumlah 10 tahun data.
Dari data debit inflow yang diperoleh pada studi ini, maka diketahui pengisian
waduk berlangsung tiap bulannya selama setahun. Data ini nantinya akan dipakai
dalam perhitungan debit yang masuk ke waduk.
2.4.3 Ketersediaan Air
Ketersediaan air adalah jumlah debit air yang diperkirakan terus menerus ada di
suatu lokasi bendung atau di bangunan air lainnya, dengan jumlah tertentu dan
dalam jangka waktu/periode tertentu.
Untuk pemanfaatan air, perlu diketahui informasi ketersediaan air andalan. Debit
andalan adalah debit minimum dengan besaran tertentu yang mempunyai
kemungkinan terpenuhi yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan.
2.4.5 Metode Meteorological Water Balance Dr. F.J. Mock
Metode ini ditemukan oleh Dr. F.J. Mock pada tahun 1973 dimana metode ini
didasarkan atas fenomena alam dibeberapa tempat di Indonesia. Dengan metode
ini, besarnya aliran dari data curah hujan , karakteristik hidrologi daerah
pengaliran dan evapotranspirasi dapat dihitung. Pada dasarnya metode ini adalah
hujan yang jatuh pada catchment area sebagian akan hilang sebagai
evapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi aliran permukaan (direct run
pertama-tama akan menjenuhkan top soil, kemudian menjadi perkolasi
membentuk air bawah tanah (ground water) yang nantinya akan keluar ke sungai
sebagai aliran dasar (base flow).
Dalam hal ini harus ada keseimbangan antara hujan yang jatuh dengan
evapotranspirasi, direct run off dan infiltrasi sebagai soil moisture dan ground
water discharge. Aliran dalam sungai adalah jumlah aliran yang langsung di
permukaan tanah (direct run off) dan base flow.
Metode Mock mempunyai dua prinsip pendekatan perhitungan aliran permukaan
yang terjadi di sungai, yaitu neraca air di atas permukaan tanah dan neraca air
bawah tanah yang semua berdasarkan hujan, iklim dan kondisi tanah. Rumus
untuk menghitung aliran per-mukaan terdiri dari:
Hujan netto (Rnet) = R – ETa...(2.7)
Eta = ETo – E...(2.8)
E = ETo . Nd/N.m...(2.9)
Neraca air di atas permukaan :
(WS) = Rnet – SS...(2.10) SS = SMt + SMt-1...(2.11)
SMt = SMt-1 + Rnet...(2.12)
Neraca air di bawah permukaan
dVt = Vt – Vt-1...(2.13)
I = Ci . WS...(2.14)
Vt = ½ (1+k).I + k. Vt-1...(2.15)
Aliran permukaan:
BF = I-dVt...(2.17)
DRO = WS-I...(2.18)
Dalam satuan debit:
Q = 0,0116 . RO . A/H...(2.19)
dimana:
Rnet = hujan netto, mm; R = hujan, mm Eto = evapotranspirasi potensial, mm Eta = evapotranspirasi aktual, mm N = jumlah hari dalam satu bulan, hari Nd = jumlah hari kering (tidak hujan), hari Nr = jumlah hari hujan, hari
WS = kelebihan air, mm
SS = daya serap tanah atas air, mm SM = kelembaban tanah, mm
dV =perubahan kandungan air tanah, mm Vt = kandungan air tanah, mm
I = laju infiltrasi, mm Ci = koefisien infiltrasi (<1)
k = koefisien resesi aliran air tanah (<1) DRO = aliran langsung, mm
BF = aliran air tanah (mm) RO = aliran permukaan, mm
H = jumah hari kalender dalam sebulan, hari
m = bobot lahan tak tertutup vegetasi (0 < m< 40%) A = luas DAS, km2
Q = debit aliran permukaan, m3/det
hujan (R)
Gambar 2.3. Struktur Model F.J. Mock
Pada model F.J. Mock ada lima parameter yang menggambarkan karak teristik
DAS yang besar pengaruhnya terhadap keluaran sistem
(Gambar 2.3), yaitu :
a. Singkapan lahan (m).
b. Koefisien Infiltrasi.
c. Kapasitas kelembaban tanah (soil moisture capacity)
d. Initial Storage
e. Faktor Resesi Air tanah
2.4.6 Analisa Evapotranspirasi
Evaporasi merupakan peristiwa ber-ubahnya air menjadi uap dan bergerak dari
permukaan tanah dan permukaan air ke udara. Faktor meteorologi yang
mempengaruhi besarnya evaporasi adalah sebagai berikut:
1. Radiasi matahari.
3. Kelembaban relatif.
4. Suhu (temperatur).
Transpirasi adalah suatu proses yang air di dalam tumbuh–tumbuhan dilimpah kan
dalam atmosfer sebagai uap air. Umumnya transpirasi sulit diukur secara
langsung, oleh karena itu untuk tujuan praktis digabungkan dengan penguapan di
permukaan bumi sehingga dinyatakan sebagai evapotranspirasi.
Gabungan dari dua peristiwa yakni evaporasi dan transpirasi yang terjadi secara
bersamaan disebut juga peristiwa evapotranspirasi. Kedua proses ini sulit untuk
dibedakan karena keduanya terjadi secara simultan. Di dalam perhitungan dikenal
ada dua istilah evapotranspirasi yaitu:
• Evapotranspirasi potensial, terjadi apabila tersedia cukup air untuk
memenuhi pertumbuhan optimal.
• Evapotranspirasi aktual, terjadi dengan kondisi pemberian air seadanya
untuk memenuhi pertumbuhan.
Faktor iklim yang sangat mempengaruhi peristiwa ini, diantaranya adalah suhu
udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, dan sinar matahari
2.4.6.1 Evapotranspirasi Potensial (ETo)
Evapotranspirasi Potensial dapat dihitung dengan menggunakan Metode Penman
modifikasi sebagai berikut:
ETo= c [ w Rn + (1 – w) f(u) (ea – ed)]………....………..…….(2.20) dimana :
Rn : Radiasi netto (mm/hari) f(u) : Fungsi angin
(ea – ed) : Perbedaan tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap air nyata (mbar) c : Faktor pergantian cuaca akibat siang dan malam
2.4.6.2 Evapotranspirasi Aktual (ETa)
Evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang terjadi sesungguhnya sesuai
dengan keadaan persediaan air dan kelembaban tanah yang tersedia. Persamaan
evapotranspirasi aktual adalah sebagai berikut:
ETa = ETo - ETo(m/20)(18 - Nr)...(2.21)
dimana:
Eta = evapotranspirasi aktual (mm/bulan) Eto = evapotranspirasi potensial (mm/bulan) m = luas kawasan tidak bervegetasi (%) Nr = jumlah hari hujan/bulan
2.5 Analisa Kebutuhan Air untuk Irigasi 2.5.1 Curah Hujan Efektif
Turunnya curah hujan pada suatu areal lahan mempengaruhi pertumbuhan
tanaman di areal tersebut. Curah hujan tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman
untuk mengganti kehilangan air yang terjadi akibat evapotranspirasi, perkolasi,
kebutuhan pengolahan tanah dan penyiapan lahan. Curah hujan efektif adalah
curah hujan yang jatuh selama masa tumbuh tanaman, yang dapat digunakan
untuk memenuhi air konsumtif tanaman. Jumlah hujan yang dapat dimanfaatkan
oleh tanaman tergantung pada jenis tanaman. Namun, tidak semua jumlah curah
pertumbuhannya, maka disini perlu diperhitungkan dan dicari curah hujan
efektifnya.
Curah hujan efektif (Reff) ditentukan berdasarkan besarnya R80 yang merupakan
curah hujan yang besarnya dapat dilampaui sebanyak 80% atau dengan kata lain
dilampauinya 8 kali kejadian dari 10 kali kejadian. Artinya, bahwa besarnya curah
hujan yang terjadi lebih kecil dari R80 mempunyai kemungkinan hanya 20%.
Untuk menghitung besarnya curah hujan efektif berdasarkan R80 (Rainfall equal
or exceeding in 8 years out of 10 years), dinyatakan dengan rumus sebagai berikut
:
R80 = (n/5) + 1 ... ..(2.22)
dimana :
Reff = R80 : curah hujan efektif 80 % (mm/hari)
(n/5) + 1 : Rangking curah hujan efektif di hitung dari curah hujan terkecil n : jumlah data
Analisa curah hujan efektif ini dilakukan dengan maksud untuk menghitung
kebutuhan air irigasi. Curah hujan efektif atau andalan ialah bagian dari
keseluruhan curah hujan yang secara efektif tersedia untuk kebutuhan air tanaman.
Untuk irigasi padi curah hujan efektif bulanan diambil 70% dari curah hujan
minimum dengan periode ulang rencana tertentu dengan kemungkinan kegagalan
20%.
Repadi= (R80 x 70%) mm/hari ... ..(2.23)
Hampir seluruh air irigasi berasal dari pembagian dari saluran-saluran dari
reservoir. Kehilangan air terjadi ketika air berlebih. Efisiensi irigasi dapat dicari
dengan menggunakan rumus:
C E =
Wr Wf
x 100 % ... ..(2.24)
dimana :
Ec : efisiensi irigasi
Wf : jumlah air yang terdapat di areal persawahan Wr : jumlah air yang tersedia yang berasal dari reservoir
Efisiensi pengairan merupakan suatu rasio atau perbandingan antar jumlah air
yang nyata bermanfaat bagi tanaman yang diusahakan terhadap jumlah air yang
tersedia atau yang diberikan dinyatakan dalam satuan persentase. Dalam hal ini
dikenal 3 macam efisiensi yaitu efisiensi penyaluran air, efisiensi pemberian air
dan efisiensi penyimpanan air.
Jumlah air yang tersedia bagi tanaman di areal persawahan dapat berkurang
karena adanya evaporasi permukaan, limpasan air dan perkolasi. Efisiensi irigasi
adalah perbandingan antara air yang digunakan oleh tanaman atau yang
bermanfaat bagi tanaman dengan jumlah air yang tersedia yang dinyatakan dalam
satuan persentase.
Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata yang
terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar
dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran
yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder
yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Efisiensi irigasi didasarkan
di petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi
kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer. Besarnya masing-masing
kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran,
keliling basah saluran dan kedudukan air tanah.
Pada dasarnya, semua kehilangan air yang mempengaruhi efisiensi irigasi
berlangsung selama proses pemindahan air dari sumbernya kelahan pertanian dan
selama pengolahan lahan pertanian.
2.5.3 Kebutuhan Air di Sawah
Kebutuhan air untuk tanaman pada suatu jaringan irigasi merupakan air yang
dibutuhkan untuk tanaman untuk pertumbuhan yang optimal tanpa kekurangan air
yang dinyatakan dalam Netto Kebutuhan Air Lapangan (Net Field Requirement,
NFR).
Kebutuhan air bersih disawah (NFR) dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
penyiapan lahan, pemakaian konsumtif, penggenangan, efisiensi irigasi, perkolasi
dan infiltrasi, dengan memperhitungkan curah hujan efektif (Re). Bedanya
kebutuhan pengambilan air irigasi (DR) juga ditentukan dengan memperhitungkan
faktor efisiensi irigasi secara keseluruhan. Perhitungan kebutuhan air irigasi
dengan rumus sebagai berikut:
NFR = Etc + P + WLR – Re ... ..(2.25)
DR = (NFR x A)/e ... ... ..(2.26)
dimana:
NFR = kenutuhan air irigasi disawah (lt/det/ha) DR = kebutuhan air di pintu pengambilan (lt/det/ha)
WLR = penggantian lapisan air (mm/hari) Re = curah hujan efektif
A = luas areal irigasi rencana (ha) e = efisiensi irigasi
Bab V
2.5.4 Kebutuhan Air di Pintu PengambilanKebutuhan air di pintu pengambilan merupakan jumlah kebutuhan air di sawah
dibagi dengan effisiensi irigasinya. Kebutuhan air di pintu pengambilan dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
DR = NFR / 8.64 x EI ... ..(2.27)
dimana :
DR : Kebutuhan air di pintu pengambilan (lt/dt/Ha) NFR : Kebutuhan air di sawah (mm/hari)
EI : Efisiensi irigasi secara total (%)
8.68 : Angka konversi satuan dari mm/hari ke lt/dt/hari
Bab VI
2.5.5 Kebutuhan Penyiapan LahanPada Standar Perencanaan irigasi disebutkan bahwa kebutuhan air untuk
penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan maksimum air irigasi pada
suatu proyek irigasi. Ada 2 faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan
air untuk penyiapan lahan ialah:
a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan.
b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.
Metode yang dapat digunakan untuk perhitungan kebutuhan air irigasi selama
penyiapan lahan. Metode ini didasarkan pada laju air konstan dalam l/dt selama
penyiapan lahan dan menghasilkan rumus berikut :
LP = M. ek / ( ek – 1 ) ... …(2.28)
LP : Kebutuhan air irigasi untuk pengolahan tanah (mm/hari)
M : Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang telah di jenuhkan
Eo : Evaporasi air terbuka (mm/hari) P : Perkolasi (mm/hari)
T : Jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S : Kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm, yakni 250 + 50 = 300 mm
k : MT / S
2.5.6Kebutuhan Air untuk Konsumtif Tanaman
Kebutuhan air untuk konsumtif tanaman merupakan kedalaman air yang
diperlukan untuk memenuhi evapotranspirasi tanaman yang bebas penyakit,
tumbuh di areal pertanian pada kondisi cukup air dari kesuburan tanah dengan
potensi pertumbuhan yang baik dan tingkat lingkungan pertumbuhan yang baik.
Untuk menghitung kebutuhan air untuk konsumtif tanaman digunakan persamaan
empiris dan perlu diketahui nilai koefisien tanaman (Tabel 2.1) sebagai berikut :
Etc = Kc x Eto ... ..(2.29)
dimana :
Kc : Koefisien tanaman
Eto : Evapotranspirasi potensial (mm/hari) Etc : Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
Tabel 2.2 Tabel Koefisien Tanaman Padi dan Jagung
Periode tengah bulan
Padi
Jagung
Variasi biasa Variasi unggul
Sumber : Diktorat Jendral Pengairan. Standar Perencanaan Irigasi KP-01 : 1986
2.5.7 Perkolasi
Proses masuknya air kedalam tanah dinamakan infiltrasi atau perkolasi. Kapasitas
infiltrasi air atau curah hujan berbeda-beda antara satu tempat dan tempat lain,
tergantung pada kondisi tanahnya. Apabila tanahnya cukup permeabel, cukup
mudah ditembus air, maka laju infiltrasinya akan tinggi. Semakin tinggi tingkat
permeabilitas tanah semakin tinggi pula laju infiltrasinya.
Perkolasi merupakan gerakan air ke bawah dari zona air tidak jenuh yaitu daerah
antara permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah, ke dalam daerah yang
jenuh dibawah permukaan air. Proses ini merupakan proses kehilangan air yang
terjadi pada penanaman padi di sawah. Istilah perkolasi kurang mempunyai arti
penting pada kondisi alam, tetapi dalam kondisi buatan, perkolasi mempunyai arti
penting, dimana karena alasan teknis, dibutuhkan proses infiltrasi yang terus
menerus. Besarnya perkolasi dinyatakan dalam mm/hari.Perkolasi atau peresapan
air kedalam tanah dibedakan menjadi dua, yaitu perkolasi vertikal dan perkolasi
horizontal.
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh yang terletak diantara
permukaan tanah ke permukaan air tanah. Daya perkolasi adalah laju maksimum
yang dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona
tidak jenuh yang terletak diantara permukaan tanah dengan permukaan air tanah,
Laju perkolasi sangat bergantung pada sifat-sifat tanah. Dari hasil penyelidikan
tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan, besarnya laju perkolasi serta tingkat
kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapat ditetapkan dan dianjurkan
diperhitungkan. Perembesan terjadi akibat meresapnya air melalui tanggul sawah.
Laju perkolasi normal pada tanah lempung sesudah dilakukan genangan berkisar
antara 1 sampai 3 mm/hari. Di daerah dengan kemiringan diatas 5 %, paling tidak
akan ter terjadi kehilangan 5 mm/hari akibat perkolasi dan rembesan.
Faktor yang mempengaruhi perkolasi adalah :
• Tekstur tanah
• Permeabilitas tanah
• Letak permukaan air tanah
• Tebal lapisan tanah bagian atas
2.5.8 Pergantian Lapisan Air
a) Setelah pemupukan, usahakan untuk menjadwalkan dan mengganti lapisan
air menurut kebutuhan.
b) Jika tidak ada penjadwalan semacam itu, lakukan penggantian sebanyak 2
kali, masing – masing 50 mm ( 3,3 mm/hari selama 1/2 bulan ) selama
sebulan dan dua bulan setelah transplatasi.
2.6 Pola Tanam
Pola tanam ialah susunan rencana penanaman berbagai jenis tanaman selama satu
tahun yang umumnya di Indonesia dikelompokkan dalam tiga jenis tanaman, yaitu
padi, tebu, dan palawija. Umumnya pola tanam mengikuti debit andalan yang
tersedia untuk mendapatkan luas tanam yang seluas-luasnya. Terbatasnya
persediaan air adalah alasan yang mempengaruhi penyusunan pola tanam dalam
pola pemanfaatan air irigasi yang tersedia untuk memperoleh hasil produksi tanam
yang sebesar-besarnya bagi usaha pertanian.
Agar kebutuhan pengambilan puncak dapat dikurangi, maka areal irigasi harus
dibagi-bagi menjadi sedikitnya tiga atau empat golongan. Hal ini dilakukan agar
bisa mendapatkan luas lahan tanam maksimal dari debit yang tersedia.
Perencanaan golongan dilakukan dengan cara membagi lahan tanam dengan masa
awal tanam yang berbeda. Langkah ini ditempuh dengan alasan tidak
mencukupinya jumlah kebutuhan air apabila dilakukan penanaman secara
serentak atau bisa juga dengan asumsi apabila tidak turunnya hujan untuk
beberapa saat ke depan. Termasuk juga dikarenakan keterbatasan dari sumber
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Secara garis besar bab ini memberikan gambaran umum tentang lokasi
penelitian beserta tahapan-tahapan yang akan dilakukan pada penelitian tentang
“Analisis Optimalisasi Pola Tanam Pada Daerah Irigasi Waduk Keuliling
Kabupaten Aceh Besar Nanggroe Aceh Darussalam”.
3.1 Metodologi Penelitian
Metode yang dipakai dalam studi kali ini ialah dengan mengacu pada
beberapa pokok pikiran, teori dan rumusan-rumusan empiris yang ada pada
beberapa literatur, yang diharapkan dapat memperoleh cara untuk
mengoptimalkan penggunaan air irigasi dari Waduk Keuliling, Aceh Besar, NAD.
Tugas Akhir ini disusun dalam ruang lingkup pekerjaan sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan Tugas Akhir meliputi data
sekunder yang diperoleh secara tidak langsung berupa catatan maupun hasil
penelitian dari pihak lain. Pada tahap ini, gambar-gambar dan data-data yang
harus didapat dari instansi-instansi terkait antara lain meliputi ;
• Peta lokasi studi dan peta daerah irigasi untuk mengetahui lokasi studi
perencanaan
• Curah hujan, untuk mengetahui curah hujan efektif, juga sebagai dasar
• Data debit inflow, sebagai data inflow waduk untuk menghitung debit
andalan.
• Data teknis waduk Keuliling, untuk mengetahui gambaran kondisi
waduk secara umum serta areal layanan waduk.
2. Melakukan studi pustaka yang berasal dari textbook, jurnal dan catatan kuliah
sebagai bahan acuan agar dapat melaksanakan tugas akhir dengan baik sesuai
dengan tahapannya. Adapun yang menjadi bahan acuan ialah antara lain
deskripsi tentang Irigasi Waduk Keuliling dan masalah kebutuhan air irigasi.
3. Melakukan analisa hidrologi, yaitu membahas mengenai perhitungan
evapotranspirasi, curah hujan efektif dan volume andalan waduk.
3.2 Deskripsi Daerah Studi
Waduk Keuliling merupakan salah satu sub-basin DAS Krueng Aceh yang
mempunyai areal potensial seluas 4.790,5 ha. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah
suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah dimana air resapan
dan atau mengalir melalui sungai dan anak-anak sungai yang bersangkutan.
Waduk tersebut mempunyai tampungan (storage) ±18 juta m³ dengan luas
genangan 228 Ha dan catchment area sebesar 38,20 Km². Waduk ini memiliki
usia guna sampai 50 tahun Pembangunan Waduk Keuliling disamping memenuhi
kebutuhan air untuk irigasi Krueng Aceh Extension dan Krueng Jreue seluas
3.159,30 Ha, juga dapat menunjang peningkatan areal sawah tadah hujan menjadi
sawah beririgasi teknis yait D.I. Keuliling Hilir seluas 1.053 Ha dan D.I. Keuliling
Hulu seluas 578,20 Ha. Gambar 3.1 adalah gambaran Waduk Keuliling hasil
Gambar 3.1. Waduk Keuliling hasil pencitraan Google Earth
3.2.1 Kondisi Topografi
Berdasarkan elevasinya, areal pengairan Waduk Keuliling hilir berada
pada ketinggian 4 sampai 12m dpl, sedangkan areal pengairan hulu berada pada
ketinggian 22 sampai 43m dpl.
Suhu rata-rata bulanan di kabupaten Aceh Besar berkisar antara 25,0o
C-33,0oC, suhu udara tertinggi mencapai 33,0oC-37,0oC. Kelembaban udara
berkisar dari 81% hingga 91%. Tekanan udara 1011,8-1008,5 mb.
3.2.4 Lokasi studi
Daerah Irigasi Waduk Keuliling yang terletak di Desa Bak Sukon,
Kecamatan Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Lokasinya berjarak 35 km kearah timur dari kota Banda Aceh dan dapat dicapai
dengan kendaraan roda empat dalam waktu tempuh kurang lebih 1 jam perjalanan.
Gambar 3.2. Lokasi Waduk Pada DAS Krueng Aceh
Daerah Irigasi Keuliling mempunyai areal persawahan seluas 4.705 ha,
yang berada di kecamatan Cot Glie, Indrapuri, Suka Makmur dan Simpang Tiga
Sedangkan luas areal 809 ha terletak di kecamatan Darul Imarah.
Daerah Irigasi Keuliling terletak di Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh
Besar. Secara geografis Daerah Irigasi Keuliling terletak pada posisi 95o
26’54”BT-95o 31’ 48” BT dan 05o 17’ 77” LU-05o 22’ 26” LU dengan ketinggian
5m di atas muka air laut.
Tujuan dan manfaat Waduk Keuliling dibangun terutama untuk
Keuliling Hilir. Serta mensuplai kekurangan air didaerah irigasi Krueng Aceh
Extension dan Krueng Jreue.
1. Daerah Irigasi Keuliling Hulu : 578,20 Ha
2. Daerah Irigasi Keuliling Hilir : 1.053 Ha
3. Daerah Irigasi Krueng Aceh (Extension): 809,3 Ha
4. Daerah Irigasi Krueng Jreue : 2.350 Ha
3.3. Uraian Tahapan Penelitian
Studi pendahuluan dilakukan dengan mengumpulkan referensi-referensi
yang akan digunakan sebagai dasar dalam penelitian. Setiap pekerjaan yang
berhubungan dengan sumber daya air, analisis hidrologi mutlak diperlukan untuk
memperoleh gambaran kondisi hidrologi suatu daerah serta mendukung
pembuatan keputusan.
Metode yang dipakai dalam studi kali ini ialah dengan mengacu pada
beberapa pokok pikiran, teori dan rumusan-rumusan empiris yang ada pada
beberapa literatur, yang diharapkan dapat memperoleh cara untuk
mengoptimalkan penggunaan air irigasi dari waduk Keuliling Kabupaten Aceh
Besar Nanggroe Aceh Darussalam.
3.4. Analisis Hidrologi
3.4.1. Curah Hujan Efektif
curah hujan efektif diartikan sebagai curah hujan yang dapat dimanfaatkan
oleh tanaman untuk memenuhi kehilangan air akibat evapotranspirasi tanaman,
perkolasi dan lain-lain. Data berasal dari data curah hujan yang tercatat di stasiun
curah hujan efektif dipreddiksikan sebesar 70% dari curah hujan tengah bulanan
dengan probabilitas 80% dengan bentuk persamaan :
Reff =
• Semua stasiun yang di dalam (atau di luar) DAS dihubungkan dengan garis,
sehingga terbentuk jaringan segitiga-segitiga. Hendaknya dihindari
terbentuknya segitiga dengan sudut sangat tumpul.
0,70 x R80 15
dimana :
Reff = Curah hujan efektif (mm)
R80 = Data hujan tengah bulanan dengan probabilitas terlampaui 80% (mm)
Perhitungan curah hujan rencana dengan menggunakan metode Polygon
Thiessen. Metode Thiessen Polygon. Cara ini memasukkan faktor pengaruh
daerah yang diwakili oleh stasiun penakar hujan yang disebut weighting factor
atau disebut juga Koefisien Thiessen. Cara ini biasanya digunakan apabila
titik-titik pengamatan di dalam daerah studi tidak tersebar secara merata.
Metode Theissen akan memberikan hasil yang lebih teliti daripada cara
aljabar tetapi untuk penentuan titik pengamatannya dan pemilihan ketinggian akan
mempengaruhi ketelitian yang akan didapat juga seandainya untuk penentuan
kembali jaringan segitiga jika terdapat kekurangan pengamatan pada salah satu
titik pengamatan>
Luas masing-masing daerah tersebut diperoleh dengan cara berikut:
• Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya, dan semua garis sumbu
• Luas daerah yang hujannya dianggap diwakili oleh salah satu stasiun yang
bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh garis-garis poligon tersebut
(atau dengan batas DAS).
• Luas relatif daerah ini dengan luas DAS merupakan faktor koreksinya.
R = W1 R1 + W2 R2 + ... + Wn Rn ... ….(1)
R : Curah hujan maksimum harian rata-rata
i
W : Faktor pembobot
i
A : Luas daerah pengaruh stasiun i
A : Luas daerah aliran
R : Tinggi hujan pada stasiun
n : Jumlah titik pengamat
3.4.2. Debit Andalan
Bab VII
Debit andalan adalah besarnya debit yang tersedia untukmemenuhi kebutuhan air dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan.
Dalam perencanaan proyek–proyek penyediaan air terlebih dahulu harus dicari
debit andalan (dependable discharge), yang tujuannya adalah untuk menentukan
debit perencanaan yang diharapkan selalu tersedia di sungai.
Debit tersebut digunakan sebagai patokan ketersediaan debit yang masuk
ke waduk pada saat pengoperasiannya. Untuk menghitung debit andalan tersebut,
dihitung peluang 80 % dari debit infow sumber air pada pencatatan debit pada
periode tertentu. Jumlah kejadian yang dimaksud adalah jumlah data yang
digunakan untuk menganalisis probabilitas tersebut. Jumlah data minimum yang
memperoleh nilai yang baik data yang digunakan hendaknya berjumlah 10 tahun
data.
3.4.3. Analisis Evapotranspirasi
Gabungan dari dua peristiwa yakni evaporasi dan transpirasi yang terjadi
secara bersamaan disebut juga peristiwa evapotranspirasi. Kedua proses ini sulit
untuk dibedakan karena keduanya terjadi secar simultan. Faktor iklim yang sangat
mempengaruhi peristiwa ini, diantaranya adalah suhu udara, kelembaban,
kecepatan angin, tekanan udara, dan sinar matahari. Banyak rumus tersedia untuk
menghitung besarnya evapotranspirasi yang terjadi, salah satunya adalah Metode
Penman.
ETO = c [ w Rn + (1 – w) f(u) (ea – ed)……….(3)
dimana :
ETO : Evapotranspirasi acuan (mm/hari) w : Faktor koreksi terhadap temperatur Rn : Radiasi netto (mm/hari)
f(u) : Fungsi angin
(ea – ed) : Perbedaan tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap air nyata (mbar)
c : Faktor pergantian cuaca akibat siang dan malam
3.4.4 Kebutuhan Air Irigasi
Besarnya kebutuhan air petak persawahan dipengaruhi oleh banyaknya air
yang dibutuhkan tanaman untuk tumbu, banyaknya air yang diperlukan untuk
pengolahan tanah, rembesan, penguapan dan juga dipengaruhi oleh besarnya
dihitung berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi KP-01 (1986) dengan
faktor-faktor berikut :
a.Penyiapan lahan
b.Penggunaaan konsumtif
c.Perkolasi dan rembesan
d.pergantian lapisan air
e.Curah hujan efektif
f. Evapotranspirasi
3.4.5 Pengolahan Tanah, Penyiapan Lahan dan Koefisien Tanaman
Setiap jenis tanaman membutuhkan pengolahan tanah yang berbeda-beda.
Pengolahan tanah untuk padi membutuhkan air irigasi yang lebih banyak, karena
padi akan memerlukan tanah dengan tingkat kejenuhan yang baik dan dalam
keadaan tanah yang lunak dan gembur. Pengolahan tanah ini dilakukan antara20
sampai 30 hari sebelum masa tanam. Minggu pertama sebelum kegiatan
penanaman dimulai, petak sawah diberi air yang secukupnya untuk melunakan
tanahnya. Biasanya dilakukan dengan membajak atau mencangkul sawah.
Kebutuhan air untuk pengolahan tanah dipengaruhi oleh proses evapotranspirasi
potensial yang terjadi, sebagaimana dirumuskan sebagai conto berikut :
Eo = Eto x 1,10 = 4,65 x 1,10 = 5,12 mm/hari
P = 2,5 mm/hari
M = Eo + P = 7,62 mm/hari
T = 31 hari
jadi 200 + 50 = 250 mm
K = 7,62 mm/hari x 31 hari/ 250 mm = 0,9
LP = M. ek / ( ek 1 ) = 7,62. e 0,94 / ( e 0,94 1 ) = 12,46 mm/hari
Besarnya nilai suatu koefisien tanaman trgantung dari umur dan jenis
tanaman yang ada. Koefisientanaman ini merupakan faktor yang dapat digunakan
untuk mencari besarnya air yang habis terpakai untuk tanaman untuk masa
pertumbuhannya. Besar koefisien tanaman ini akan mempengaruhi kebutuhan air
untuk tanaman.
3.4.6 Efesiensi Irigasi
Efesiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata
yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang
keluar dari pintu pengambilan ( intake ). Efesiensi irigasi terdiri atas efesiensi
pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efesiensi di jaringan
sekunder yaiutu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Kehilangan air yang
diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat tersier,
sekunder dan primer. Besarnya masing-masng kehilangan air tersebut dipengaruhi
oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan
kedudukan air tanah.
Besarnya nilai efesiensi irigasi ini dipengaruhi oleh jumlah air yang hilang
selama di perjalanan. Efesiensai kehilangan air pada saluran primer, sekunder dan
tersier berbeda-beda pada dfaerah irigasi. besarnya kehilangan air di tingkat
saluran primer 80%, sekunder 90%, tersier 90%.
3.4.7 Perencanaan Pola Tanam
Dengan adanya keterbatasan persediaan air, maka pengaturan pola tanam
dan jadwal tanam perlu dilaksanakan untuk dapat mengurangi banyaknya air yang
diperlukan, dengan kata lain efesiensi dalam pamakaian air untuk irigasi dapat
ditingkatkan.
Dalam mencari besarnya kebutuhan air untuk irigasi tanaman, dilakukan
analisa kebutuhan air yang dipengaruhi oleh faktor pengolahan tanah, perkolasi,
curah hujan efektif, evapotranspirasi, efesiensi irigasi, koefisien tanaman serta
Secara umum langkah-langkah dan metodologi pengerjaan tugas akhir ini disajikan pada bagan alir berikut (Gambar 3.4 dan Gambar 3.5):
Studi Literatur
Pengumpulan Data Lokasi Penelitian
Data Hidrologi
Analisis Kebutuhan Air
Analisis Efesiensi dan Hasil Optimum Pola Tanam
Kesimpulan dan Saran
Data Klimatologi Data Irigasi
Perhitungan Evapotranspirasi Perhitungan
Curah Hujan
Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi MULAI
SELESAI
FEB
Penentuan Awal Masa Tanam Terbaik (Pilih Nilai NFR terkecil dari 24 alternatif)
Analisa Kebutuhan Air Irigasi
Perencanaan Awal Masa Tanam dengan pergeseran periode setengah bulanan
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Curah Hujan
Data hujan yang diperoleh dari 3 (tiga) stasiun penakar hujan, yaitu Stasiun
Blang Bintang, Stasiun Indrapuri dan Pos pengamatan Jantho, digunakan untuk
menghitung curah hujan regional untuk DAS Krueng Aceh. Luas DAS Krueng Aceh
adalah 1762 km² diwakili oleh tiga stasiun pencatat tersebut di atas.
Menganalisa curah hujan rata-rata dapat diketahui dengan perhitungan metode
Thiessen, yang terlebih dahulu harus diketahui luas daerah yang mewakili tiap titik
pengamatan. Untuk itu digambar peta Poligon Thiessen seperti pada Gambar 4.1. Data
curah hujan bulanan tiap stasiun pengamatan tertera pada lampiran. Metode Thiessen
dipilih berdasarkan luas DAS juga mengingat stasiun pengamatan menyebar tidak
merata sehingga daerah pengaruh diperhitungkan, di samping itu juga relatif sederhana
tetapi akurat. Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus
pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Curah hujan rata-rata di
peroleh dengan menjumlahkan pada masing-masing penakar yang mempunyai daerah
pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus
terhadap garis penghubung terhadap dua pos penakar. Hasil perhitungan dapat dilihat
Tabel 4. 1 Curah Hujan Rata-rata Regional DAS Krueng Aceh
Tahun jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sep Okt Nov Des
2003 153.8 131.9 106.5 137.3 169.7 102.4 50.0 48.0 169.7 221.9 414.0 309.9
2004 310.7 201.3 166.7 112.2 149.2 101.6 68.0 135.1 104.2 239.8 226.0 230.7
2005 115.9 138.9 161.4 149.0 184.3 58.9 125.2 45.1 466.8 187.0 148.4 169.3
2006 237.8 59.4 223.4 153.3 80.6 90.1 27.3 100.6 101.5 233.7 183.5 79.5
2007 60.8 251.8 81.0 151.3 103.2 111.9 22.0 51.2 197.9 195.8 298.9 205.8
2008 126.3 54.4 121.0 164.9 108.4 70.2 42.9 97.5 131.3 173.9 165.7 120.8
2009 169.2 85.4 207.4 216.8 152.4 65.5 68.7 102.0 86.4 88.3 224.6 215.7
2010 254.8 124.6 239.4 181.6 193.8 41.1 30.8 144.1 106.7 69.9 162.0 179.9
2011 138.8 79.2 111.9 213.2 174.4 189.0 142.3 57.7 188.5 171.8 338.3 306.9
2012 166.9 234.8 283.3 192.8 138.5 9.4 58.5 116.7 130.0 87.9 228.3 143.7
Rata-rata 173.5 136.2 170.2 167.2 145.4 84.0 63.6 89.8 168.3 167.0 239.0 196.2
Maka dari hasil perhitungan diketahui bahwa curah hujan selama 10 tahun di
atas, terlihat bahwa curah hujan maksimum rata-rata terjadi di bulan November sebesar
4.2 Curah Hujan Efektif
Curah hujan efektif merupakan curah hujan yang jatuh pada suatu daerah dan
dapat digunakan tanaman untuk pertumbuhannya. Curah hujan yang dapat dimanfaatkan
oleh tanaman untuk memenuhi kehilangan air akibat evapotranspirasi tanaman,
perkolasi dan lain-lain. Besaran curah hujan efektif diprediksikan sebesar 70% dari
curah hujan tengah bulanan dengan probabilitas 80%.
Untuk menghitung curah hujan effektif diperoleh dengan mengurutkan data
curah hujan bulanan dari yang terbesar hingga terkecil. Besarnya probabilitas diperoleh
dari nomor urut sampel yang telah diurutkan dari terbesar hingga terkecil.
Tabel 4. 2 Curah Hujan Efektif
Nomor
Sumber : Hasil Perhitungan
Analisa pada tabel 4.2 diperoleh dengan menggunakan perhitungan sebagai
berikut:
R-eff = ( 80)
Rekapitulasi hasil perhitungan curah hujan efektif dapat dilihat pada tabel 4.3
dibawah ini :
Tabel 4. 3 Rekapitulasi Curah Hujan Efektif
No. Bulan Curah Hujan
Sumber : Analisa Curah Hujan Efektif
4.3 Analisa Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah kebutuhan dasar bagi tanaman yang harus dipenuhi oleh
sistem irigasi yang bersangkutan untuk menjamin suatu tingkat produksi yang
diharapkan. Evapotranspirasi sebagai salah satu proses yang rumit sangat dipengauhi
Untuk menghitung besarnya evapotranpirasi, dibutuhkan data–data klimatologi
yang meliputi temperatur udara, kelembaban relatif, lama penyinaran matahari, dan
kecepatan angin. Data-data klimatologi tersebut diperoleh dari hasil pengamatan stasiun
Klimatologi Blang Bintang Banda Aceh. Perhitungan besarnya evapotranspirasi
bulanan pada daerah studi dilakukan dengan menggunakan Metode Penmann