• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Optimalisasi Pola Tanam Pada Daerah Irigasi Waduk Keuliling Kabupaten Aceh Besar NAD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Optimalisasi Pola Tanam Pada Daerah Irigasi Waduk Keuliling Kabupaten Aceh Besar NAD"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS OPTIMALISASI POLA TANAM

PADA DAERAH IRIGASI WADUK KEULILING

KABUPATEN ACEH BESAR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan Sarjana Teknik Sipil

MHD. TRI UTOMO

07 0404 042

IVAN INDRAWAN, ST, MT

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

NIP.19761205 200604 1 001

(2)

ABSTRAK

Irigasi dimaksudkan untuk mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi. Setiap pekerjaan yang berhubungan dengan sumber daya air, analisis hidrologi mutlak diperlukan untuk memperoleh gambaran kondisi hidrologi suatu daerah serta mendukung pembuatan keputusan. Salah satu parameter hidrologi yang penting dalam suatu pekerjaan terkait sumber daya air adalah debit air.

Studi pendahuluan dilakukan dengan mengumpulkan referensi-referensi yang akan digunakan sebagai dasar dalam penelitian. Mengumpulkan beberapa literatur dari buku dan makalah yang berkenaan dengan studi, khususnya pola tanam. Mengumpulkan data-data yang dipierlukan yaitu data sekunder. Data sekunder merupakan data yang didapat dari instansi terkait, lembaga masyarakat, dan pihak terkait yang berhubungan dengan pembahasan. Dalam mencari besarnya kebutuhan air untuk irigasi tanaman, dilakukan analisa kebutuhan air yang dipengaruhi oleh faktor pengolahan tanah, perkolasi, curah hujan efektif, evapotranspirasi, efesiensi irigasi, dan koefisien tanaman.

Perhitungan curah hujan regional rata-rata digunakan metode Poligon Thiessen dengan data curah hujan 10 tahun dari tiga stasiun penakar hujan. Perhitungan evapotranspirasi dilakukan dengan metode Penmann dan nilai debit

inflow andalan diperoleh dengan perhitungan metode F.J. Mock.

Nilai curah hujan efektif dan evapotranspirasi dipakai untuk perhitungan kebutuhan air irigasi dan perencanaan pola tanam. Analisa kebutuhan air irigasi dilakukan dengan membuat 24 alternatif awal masa tanam dalam satu tahun, agar dapat ditentukan awal masa tanam yang paling optimal.

Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan 24 alternatif pola tanam didapat nilai NFR yang terkecil yaitu sebesar 2,71 mm/hari, dimana alternatif yang digunakan adalah alternatif ke-20. Dengan awal Land Preparation pada periode Oktober II. Nilai debit andalan maksimum didapat pada bulan Januari sebesar 7,20 m3/det dan debit minimum andalan 0,97 m3/det pada bulan April.

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur bagi allah SWT yang telah memberi

karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas

Akhir ini. Shalawat dan salam ke atas Baginda Rasullah Muhammad SAW yang

telah memberi keteladanan tauhid, ikhtiar dan kerja keras sehingga menjadi

panutan dalam menjalankan setiap aktifitas kami sehari-hari, karena sungguh

suatu hal yang sangat sulit yang menguji ketekunan dan kesabaran untuk tidak

pantang menyerah dalam menyelesaikan penulisan ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

studi pada Program Studi Stara Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang diambil adalah:

“Analisis Optimalisasi Pola Tanam Pada Daerah Irigasi Waduk Keuliling Kabupaten Aceh Besar NAD”

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak

terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Ivan Indrawan, ST, MT selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak

memberikan bimbingan yang sangat bernilai dalam membantu penulis

menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc selaku Koordinator dibidang Air yang juga telah

banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai, masukan, dukungan

(4)

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc, Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia, M.Sc

selaku Dosen Pembanding, Emma Patricia Bangun. ST. M.Eng atas saran

dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.

7. Ayahanda Surasmin S.Pd dan Ibunda Sariani S.Pd tercinta yang telah banyak

berkorban, memberikan motivasi hidup, semangat dan nasehat,

saudara-saudari tercinta: Ika Widiyasti, Evi Liliyanti, Siti Agustianti, Agil Septiohadi,

beserta keluarga besar yang selalu mendoakan dan mendukung penulis.

8. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

9. Alm. Indah Purnama Sari yang selalu memberikan dukungan, semangat dan

doa kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

10. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini

kepada penulis.

11. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2007, Alefya, Faiz, Dikin, Dean, Diva,

Aulia, Saki, Iqbal, Ghufran, Alfry, Tesa, Jora, Incen, Putri, Falah, Agung,

(5)

Dedi, serta teman-teman angkatan 2007 yang tidak dapat disebutkan

seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

12.

Dan segenap pihak yang belum penulis sebut di sini atas jasa-jasanya dalam

mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir

ini dapat diselesaikan dengan baik.

Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka

penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca

diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas

Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Desember 2013

Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... .i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... .viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR NOTASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Pembatasan Masalah ... 3

1.4. Tujuan ... 4

1.5. Manfaat ... 4

1.6. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Umum ... 6

2.2. Daerah Aliran Sungai ... 9

2.3. Jaringan Irigasi ... 11

2.4. Analisa Hidrologi ... 14

2.4.1 Curah Hujan Rata – Rata Areal ... 14

2.4.2 Debit Andalan ... 16

2.5.Ketersediaan Air ... 18

2.5.1 Metode Meteorogical Water Balance F.J Mock ... 18

(7)

2.6.1 Evapotranspirasi Potensial ... 22

2.6.2 Evapotranspirasi Aktual ... 22

2.7. Analisa Kebutuhan Air untuk Irigasi ... 23

2.7.1 Curah Hujan Efektif ... 23

2.7.2 Efisiensi Irigasi ... 24

2.7.3 Kebutuhan Air di Sawah ... 25

2.7.4 Kebutuhan Air di Pintu Pengambilan ... 26

2.7.5 Kebutuhan Penyiapan Lahan ... 26

2.7.6 Kebutuhan Air untuk Konsumtif Tanaman ... 27

2.7.7 Perkolasi ... 28

2.8. Pergantian Lapisan Air ... 29

2.9. Pola Tanam... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 31

3.1.Metodologi Penelitian ... 31

3.2 Deskripsi Daerah Studi...32

3.2.1 Kondisi Topografi ... 33

321.2 Kondisi Iklim ... 33

3.2.3 Lokasi Studi ... 34

3.3.Uraian Tahapan Penelitian ... 35

3.4 Analisis Hidrologi ... 35

3.4.1 Curah Hujan Efektif ... 35

3.4.2 Debit Andalan...37

3.4.3 Analisa Evapotranspirasi...38

(8)

3.4.5 Pengolahan Tanah, Penyiapan Lahan dan Koefisien Tanaman……...39

3.4.6 Efesiensi Irigasi...39

3.4.7 Perencanaan Pola Tanam...40

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1. Analisa Curah Hujan ... 44

4.2. Curah Hujan Efektif ... 47

4.3. Analisa Evapotranspirasi ... 48

4.4. Penyiapan Lahan dan Koefisien Tanaman ... 54

4.5. Analisa Kebutuhan Air Irigasi ... 57

4.6. Perhitungan Debit Andalan ... 83

4.6.1. Perhitungan Metode Empiris Debit Andalan Sungai...83

4.7 Pola Tanam ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .... ………86

5.1. Kesimpulan . ………86

5.2. Saran ………....86

DAFTAR PUSTAKA ……… ..88

(9)

ABSTRAK

Irigasi dimaksudkan untuk mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi. Setiap pekerjaan yang berhubungan dengan sumber daya air, analisis hidrologi mutlak diperlukan untuk memperoleh gambaran kondisi hidrologi suatu daerah serta mendukung pembuatan keputusan. Salah satu parameter hidrologi yang penting dalam suatu pekerjaan terkait sumber daya air adalah debit air.

Studi pendahuluan dilakukan dengan mengumpulkan referensi-referensi yang akan digunakan sebagai dasar dalam penelitian. Mengumpulkan beberapa literatur dari buku dan makalah yang berkenaan dengan studi, khususnya pola tanam. Mengumpulkan data-data yang dipierlukan yaitu data sekunder. Data sekunder merupakan data yang didapat dari instansi terkait, lembaga masyarakat, dan pihak terkait yang berhubungan dengan pembahasan. Dalam mencari besarnya kebutuhan air untuk irigasi tanaman, dilakukan analisa kebutuhan air yang dipengaruhi oleh faktor pengolahan tanah, perkolasi, curah hujan efektif, evapotranspirasi, efesiensi irigasi, dan koefisien tanaman.

Perhitungan curah hujan regional rata-rata digunakan metode Poligon Thiessen dengan data curah hujan 10 tahun dari tiga stasiun penakar hujan. Perhitungan evapotranspirasi dilakukan dengan metode Penmann dan nilai debit

inflow andalan diperoleh dengan perhitungan metode F.J. Mock.

Nilai curah hujan efektif dan evapotranspirasi dipakai untuk perhitungan kebutuhan air irigasi dan perencanaan pola tanam. Analisa kebutuhan air irigasi dilakukan dengan membuat 24 alternatif awal masa tanam dalam satu tahun, agar dapat ditentukan awal masa tanam yang paling optimal.

Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan 24 alternatif pola tanam didapat nilai NFR yang terkecil yaitu sebesar 2,71 mm/hari, dimana alternatif yang digunakan adalah alternatif ke-20. Dengan awal Land Preparation pada periode Oktober II. Nilai debit andalan maksimum didapat pada bulan Januari sebesar 7,20 m3/det dan debit minimum andalan 0,97 m3/det pada bulan April.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Umum

Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang

pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah

tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Irigasi dimaksudkan untuk mendukung

produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka

ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani, yang

diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.

Irigasi berarti mengalirkan air secara buatan dari sumber air yang tersedia

kepada sebidang lahan untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Dengan demikian

tujuan irigasi adalah mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan tanaman

pada saat persedian air tanah tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan

tanaman, sehingga tanaman bisa tumbuh secara normal. Pemberian air irigasi

yang efisien selai dipengaruhi oleh tata cara aplikasi, juga ditentukan olek

kebutuhan air guna mencapai kondisi air tersedia yang dibutuhkan tanaman.

Air memiliki karakteristik unik dibandingkan dengan sumber daya alam

lainnya. Air bersifat sumber daya yang terbarukan dan dinamis. Artinya sumber

utama air yakni hujan akan selalu datang sesuai dengan waktu atau musimnya

sepanjang tahun yang mengikuti siklus keseimbangan dan dikenal dengan siklus

(11)

Sejalan dengan pesatnya pembangunan di berbagai macam sektor, maka

pemenuhan air berdasarkan ruang, waktu, jumlah, dan mutu akan semakin

meningkat. Penyediaan air baku, air minum, air irigasi, air keperluan industri, dan

untuk keperluan lainnya merupakan suatu komponen penting dalam pengelolaan

sumber daya air.

Penyediaan air untuk kebutuhan irigasi sangatlah penting bagi terciptanya

program swasembada pangan yang baik. Ketersediaan air sepanjang tahun untuk

mengairi sawah sangat diperlukan dalam pemenuhan logstik pangan setiap

tahunnya. Para petani sangat bergantung pada ketersediaan air dmana pada musim

kemarau sering terjadi kekeringan sehingga para petani tidak bisa bercocok tanam

dengan maksimal.

Irigasi Waduk Keuliling yang terletak di Kecamatan Cot Glie, Kabupaten

Aceh Besar Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu waduk yang

mempunyai fungsi sebagai penyedia air untuk kebutuhan irigasi, meningkatkan

keamanan terhadap banjir, mendukung program swasembada pangan dan

peningkatkan produksi tani, meningkatkan pendapatan daerah, menciptakan

lapangan kerja di kawasan Waduk Keuliling, meningkatkan penyediaan air baku

untuk kebutuhan pada masa mendatang serta pelestarian lingkungan dan

pariwisata.

Agar kebutuhan-kebutuhan tersebut terpenuhi, maka jumlah air yang

dikeluarkan harus sesuai dengan ketersediaan air yang tersedia, sehingga

(12)

manfaat yang maksimal. Untuk itu bisa didekati dengan melakukan optimasi dan

simulasi pada waduk

Selain hal tersebut di atas, Waduk Keuliling juga dalam pengoperasiannya

belum maksimal terutama untuk kebutuhan irigasi. Adapun jumlah areal

persawahan yang dapat diari oleh Waduk Keuliling seluas 4.790,5 Ha.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang dibahas dalam Analisis Optimalisasi Pola Tanam pada

Daerah Irigasi Waduk Keuliling adalah :

• Berapa besar kebutuhan air irigasi pada Daerah Irigasi Keuliling?

• Apakah debit andalan Waduk Keuliling yang ada mampu memenuhi

kebutuhan daerah layanan irigasi?

• Bagaimana optimasi pembagian air Waduk Keuliling untuk peningkatan

produksi pertanian dengan perencanaan pola tata tanam yang ada?

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang ditulis di atas, maka

permasalahan penelitian studi Analisis Optimalisasi Pola Tanam Pada Daerah

Irigasi Waduk Keuliling yang akan dilakukan dibatasi mencakup hal-hal sebagai

berikut, yaitu:

• Hanya menghitung daerah irigasi Waduk Keuliling dengan daerah layanan

seluas 4.790,5 Ha.

• Studi ini mencakup perhitungan debit andalan hasil pengoperasian waduk

(13)

• Menghitung kebutuhan air irigasi terhadap pola tata tanam.

1.4 Tujuan

• Untuk mengetahui besar debit andalan yang tersedia untuk irigasi

• Menghitung besarnya kebutuhan air irigasi

• Untuk mengetahui pola tanam terbaik untuk daerah irigasi tersebut

1.5 Manfaat

• Sebagai aplikasi dari ilmu yang diperoleh dari bangku perkuliahan dengan

cara mempraktikkannya langsung di lapangan. Kemudian dari hasil Tugas

Akhir ini, pihak akademi akan dapat menjadikan sebagai dokumentasi

sehingga menambah perbendaharaan perpustakaan akademi.

(14)

1.6. Sistematika Penulisan

Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada penelitian ini

terdiri dari 5 bab, yang mana uraian masing – masing bab adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang pekerjaan, tujuan, data umum dan lingkup

pekerjaan yang dilaksanakan serta sistematika penulisan laporan penelitian.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini mencakup segala hal yang dapat dijadikan sebagai dasar

pengambilan tema penelitian, penentuan langkah pelaksanaan dan metode

penganalisaan yang diambil dari beberapa pustaka yang ada yang memiliki tema

sesuai dengan tema penelitian ini.

Bab III Metodologi

Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dan rencana

kerja dari penelitian serta mendeskripsikan lokasi penelitian.

Bab IV Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini merupakan analisa tentang permasalahan, evaluasi, dan

perhitungan terhadap masalah yang ada di lokasi penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Merupakan kesimpulan dari butir-butir kesimpulan hasil analisa dan

pembahasan yang telah dilakukan. Kesimpulan juga disertai dengan rekomendasi

saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya atau untuk penerapan hasil

(15)

Bab II

BAB II

Bab III

TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV

2. 1 Umum

Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada

prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang

dinamakan “siklus hidrologi’’. Siklus Hidrologi adalah suatu proses yang

berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan

kembali lagi ke laut,seperti digambarkan pada Gambar 2.1.

hujan (R)

Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung

yaitu melalui vegetasi atau media lainnnya akan membentuk siklus aliran air

mulai dari tempat yang tinggi menuju ke tempat yang rendah baik di permukaan

tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut.

Secara gravitasi air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah, dari

(16)

pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini disebut aliran

permukaan tanah karena bergerak di atas muka tanah. Aliran ini biasanya akan

memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju kesistem jaringan sungai,

sistem danau atau waduk. Air hujan sebagian mengalir meresap kedalam tanah

atau yang sering disebut dengan infiltrasi, dan bergerak terus kebawah. Air hujan

yang jatuh ke bumi sebagian menguap dan membentuk uap air. Sebagian lagi

mengalir masuk ke dalam tanah.

Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam

ruang-ruang antara butir tanah dan di dalam retak-retak dari batuan disebut air celah

(fissure water). Aliran air tanah dapat dibedakan menjadi aliran tanah dangkal,

aliran tanah antara dan aliran dasar (base flow). Disebut aliran dasar karena aliran

ini merupakan aliran yang mengisi sistem jaringan sungai. Hal ini dapat dilihat

pada musim kemarau, ketika hujan tidak turun untuk beberapa waktu, pada suatu

sistem sungai tertentu aliran masih tetap dan berkesinambungan.

Pada retensi atau tempat penyimpanan, air akan menetap untuk beberapa waktu.

Retensi dapat berupa retensi alam seperti darah-daerah cekungan, danau

tempat-tempat yang rendah, maupun retensi buatan seperti tampungan, sumur, embung,

waduk dll.

Sebagian air yang tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar ke

permukaan tanah sebagai limpasan, yakni limpasan permukaan (surface runoff),

aliran dalam tanah (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang

terkumpul di sungai yang akhirnya akan mengalir ke laut kembali terjadi

(17)

Penyimpanan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan

waktu. Kondisi tata guna lahan juga berpengaruh terhadap tampungan air tanah,

misalnya lahan hutan yang beralih fungsi mejadi daerah pemukiman dan curah

hujan daerah tersebut.

Hujan jatuh ke bumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya

melalui tanaman, masuk ke tanah begitu juga hujan yang terinfiltrasi. Sedangkan

air yang tidak terinfiltrasi yang merupakan limpasan mengalir ke tempat yang

lebih rendah, mengalir ke danau dan tertampung. Dan hujan yang langsung jatuh

di atas sebuah danau (reservoir) air hujan (presipitasi) yang langsung jatuh diatas

danau menjadi tampungan langsung. Air yang tertahan di danau akan mengalir

melalui sistem jaringan sungai, permukaan tanah dan merembes melalui tanah.

Dalam hal ini air yang tertampung di danau adalah inflow sedangkan yang

mengalir atau merembes adalah outflow. Gambar 2.1 menunjukkan proses yang

dijelaskan di atas.

Bentuk persaman neraca air suatu danau atau reservoir:

Perolehan (inflow) = Kehilangan (outflow). ... ....(2.1)

Qi + Qg + P - ΔS = Qo + SQ + Eo ... ....(2.2)

Qin – Qout= ΔS ... ....(2.3)

dimana:

Qi = masukan air/ direct run-off (inflow) Qg = base flow (inflow)

Qo = outflow P = presipitasi SQ = perembesan

Eo = evaporasi air permukaan bebas

ΔS = perubahan dalam cadangan

(18)

Gambar. 2.1. Parameter Neraca Air

Akibat panas matahari air dipermukaan bumi juga akan berubah wujud menjadi

gas/uap dalam proses evaporasi dan bila melalui tanaman disebut transpirasi. Air

akan di ambil oleh tanaman melalui akar-akarnya yang dipakai untuk kebutuhan

hidup dari tanaman tersebut, lalu air di dalam tanaman juga akan keluar berupa

uap akibat energi panas matahari. Proses pengambilan air oleh akar tanaman

kemudian terjadinya penguapan dari dalam tanaman disebut transpirasi.

Evaporasi yang lain dapat terjadi pada sistem sungai, embung, reservoir, waduk

maupun air laut yang merupakan sumber air terbesar. Walaupun laut adalah

tempat dengan sumber air terbesar namun tidak bisa langsung di manfaatkan

sebagai sumber kehidupan karena mengandung garam atau air asin (salt water).

2.2 Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan unit hidrologi dasar. Bila kita

memandang suatu sistem yang mengaliryang dapat diterapkan pada suatu daerah

aliran sungai, maka akan nampak struktur sistem dari daerah ini adalah daerah

aliran sungai yang merupakan lahan total dan permukaan air yang di batasi oleh

(19)

terhadap debit sungai pada suatu daerah. Daerah aliran sungai merupakan dasar

pengelolaan untuk sumber daya air. Gabungan beberapa DAS menjadi Satuan

Wilayah Sungai.

Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu,

tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS

bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti

penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya

kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk

perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam

sistem aliran airnya. Dengan kata lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai

fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara lain dari

segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi

fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai

keterkaitan biofisik melalui siklus hidrologi.

Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam

pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai DAS

berdasarkan fungsi, yaitu DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi

yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak

terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi

lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air dan curah hujan.

DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola

untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang

(20)

menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana

pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.

DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola

untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang

diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air,

ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta

pengelolaan air limbah.

Kebutuhan akan air bagi kehidupan manusia secara langsung atau tidak langsung

makin meningkat. Untuk meningkatkan ketersediaan air permukaan perlu ada

tindakan yaitu dengan memperbaiki kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang

sudah memburuk menjadi hijau kembali dengan membuat storage di permukaan

dalam bentuk waduk.

2.3 Jaringan Irigasi

Irigasi atau pengairan adalah suatu usaha untuk memberikan air guna keperluan

pertanian yang dilakukan dengan tertib dan teratur untuk daerah pertanian yang

membutuhkannya dan kemudian air itu dipergunakan secara tertib dan teratur dan

dibuang kesaluran pembuangan. Istilah irigasi diartikan suatu bidang pembinaan

atas air dari sumber – sumber air, termasuk kekayaan alam hewani yang

terkandung didalamnya, baik yang alamiah maupun yang diusahakan manusia.

Pengairan selanjutnya diartikan sebagai pemanfaatan serta pengaturan air dan

sumber – sumber air yang meliputi irigasi, pengembangan daerah rawa,

pengendalian banjir, serta usaha perbaikan sungai, waduk dan pengaturan

(21)

Jaringan Irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkap yang

merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian,

pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi. Jaringan utama adalah

jaringan irigasi yang berada dalam satu sistem irigasi, mulai dari bangunan utama,

saluran induk atau primer, saluran sekunder, dan bangunan sadap serta bangunan

pelengkapnya. Jaringan tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai

prasarana pelayanan air di dalam petak tersier yang terdiri dari saluran pembawa

yang disebut saluran tersier, saluran pembagi yang disebut saluran kuarter dan

saluran pembuang berikut, saluran turutan serta bangunan pelengkapnya,

termasuk jaringan irigasi pompa yang luas areal pelayanannya disamakan dengan

areal tersier.

Dari segi konstruksi jaringan irigasi, Pasandaran (1991) mengklasifikasikan

sistem irigasi menjadi empat jenis yaitu :

1. Irigasi Sederhana

Adalah sistem Irigasi yang sitem konstruksinya tidak menggunakan alat ukur atau

pintu-pintu masih sangat sederhana dan pada umumnya dimulai dari bangunan

utama sampai dengan saluran tersier masih sangat sederhana dan sebahagian asli

dari bangunan alam, sehingga efisiensinya rendah.

2. Irigasi Setengah Teknis

Adalah sistem Irigasi dengan sistem konstruksi pintu pengatur dan alat pengukur

pada bangunan pengambilan (head work) saja, sehingga air hanya teratut dan

terukur pada bangunan pengambilan saja dengan demikian efesiensinya sedang.

(22)

Adalah sistem irigasi yang dilengkapi dengan alat pengatur dan pengukur air pada

bangunan pengambilan, bangunan bagi dan bangunan sadap sehingga air terukur

dan teratur sampai bangunan bagi dan sadap, diharapkan efesiensinya tinggi.

4. Irigasi Teknis Maju

Adalah sistem irigasi yang airnya dapat diatur dan terukurpada seluruh jaringan

dan diharapkan efisiensinya sangat tinggi.

Petak irigasi adalah petak lahan yang memperoleh air irigasi. Petak tersier

adalah kumpulan petak irigasi yang merupakan kesatuan dan mendapatkan air

irigasi melalui saluran tersier yang sama. Petak tersier terdiri dari beberapa petak

kuarter masing – masing seluas 8 sampai dengan 15 hektar.

Tabel 2.1 Klasifikasi Irigasi

KLASIFIKASI JARINGAN IRIGASI

Teknis Semiteknis Sederhana

1. Bangunan utama Bangunan permanen

Bangunan permanent atau semi permanen

Bangunan

(23)

6. Ukuran Tak ada batasan Sampai 2.000 ha Tak lebih dari 500 ha

Sumber:Direktorat Jendral Pengairan, Standart Perencanaan Irigasi KP-01:1986

2.4 Analisa Hidrologi

2.4.1 Curah Hujan Rata – Rata

Curah hujan rata–rata adalah tinggi air hujan yang jatuh pada suatu wilayah,

dihitung setiap periode waktu. Data hujan yang tercatat di setiap stasiun penakar

hujan adalah tinggi hujan di sekitar stasiun tersebut. Salah satu cara untuk

menghitung hujan rata-rata daearah aliran yang bisa dilakukan adalah dengan

Metode Poligon Thiessen.

Cara ini memasukkan faktor pengaruh daerah yang diwakili oleh stasiun penakar

hujan yang disebut weighting factor atau disebut juga Koefisien Thiessen. Cara ini

biasanya digunakan apabila titik-titik pengamatan di dalam daerah studi tidak

tersebar secara merata. Metode Theissen akan memberikan hasil yang lebih teliti

daripada cara aljabar tetapi untuk penentuan titik pengamatannya dan pemilihan

ketinggian akan mempengaruhi ketelitian yang akan didapat juga seandainya

untuk penentuan kembali jaringan segitiga jika terdapat kekurangan pengamatan

pada salah satu titik pengamatan.

Luas masing-masing daerah tersebut diperoleh dengan cara berikut:

• Semua stasiun yang di dalam atau di luar DAS dihubungkan dengan garis,

sehingga terbentuk jaringan segitiga-segitiga. Hendaknya dihindari

terbentuknya segitiga dengan sudut sangat tumpul.

• Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya, dan semua garis sumbu

(24)

• Luas daerah yang hujannya dianggap diwakili oleh salah satu stasiun yang

bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh garis-garis poligon tersebut

(atau dengan batas DAS).

• Luas relatif daerah ini dengan luas DAS merupakan faktor koreksinya.

R = W1 R1 + W2 R2 + ... + Wn Rn ...…(2.4)

i W =

total i A

A

... …(2.5) dimana :

R : Curah hujan maksimum harian rata-rata

i

W : Faktor pembobot

A1: Luas daerah pengaruh stasiun i

Atotal: Luas daerah aliran

R : Tinggi hujan pada stasiun

n : Jumlah titik pengamat

Gambar 2.2. Cara Poligon Thiessen

Cara di atas dipandang cukup baik karena memberikan koreksi terhadap

kedalaman hujan sebagai fungsi luas daerah yang dianggap diwakili. Akan tetapi

cara ini dipandang belum memuaskan karena pengaruh topografi tidak tampak.

Demikian pula apabila salah satu stasiun tidak berfungsi, misalnya rusak atau data

tidak benar, maka poligon harus diubah. Contoh pembuatan poligon Thiessen

(25)

2.4.2 Debit Andalan

Debit andalan (dependable flow) adalah debit minimum untuk kemungkinan

terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk irigasi. Misalnya

ditetapkan debit andalan 80% berarti akan dihadapi resiko adanya debit-debit

yang lebih kecil dari debit andalan sebesar 20% pengamatan. Debit tersebut

digunakan sebagai patokan ketersediaan debit yang masuk ke waduk pada saat

pengoperasiannya. Untuk menghitung debit andalan tersebut, dihitung peluang 80

% dari debit infow sumber air pada pencatatan debit pada periode tertentu. Debit

andalan 80% ialah debit dengan kemungkinan terpenuhi 80% atau tidak terpenuhi

20% dari periode waktu tertentu. Untuk menentukan kemungkinan terpenuhi atau

tidak terpenuhi, debit yang sudah diamati disusun dengan urutan dari terbesar

menuju terkecil.

Volume andalan ialah volume dengan kemungkinan terpenuhi atau tidak terpenuhi

20% dari periode waktu tertentu. Untuk menentukan kemungkinan terpenuhi atau

tidak terpenuhi, volume yang sudah diamati disusun dengan urutan besar ke kecil.

Catatan n tahun sehingga nomor tingkatan m debit dengan kemungkinan tak

terpenuhi 20%, dapat dihitung volume andalan dengan menggunakan pendekatan

empiris dengan rumus :

m = 0,20 n...(2.6)

dimana :

m = tingkatan tak terpenuhi n = jumlah tahun pengamatan

Jumlah kejadian yang dimaksud adalah jumlah data yang digunakan untuk

(26)

analisis adalah lima tahun dan pada umumnya untuk memperoleh nilai yang baik

data yang digunakan hendaknya berjumlah 10 tahun data.

Dari data debit inflow yang diperoleh pada studi ini, maka diketahui pengisian

waduk berlangsung tiap bulannya selama setahun. Data ini nantinya akan dipakai

dalam perhitungan debit yang masuk ke waduk.

2.4.3 Ketersediaan Air

Ketersediaan air adalah jumlah debit air yang diperkirakan terus menerus ada di

suatu lokasi bendung atau di bangunan air lainnya, dengan jumlah tertentu dan

dalam jangka waktu/periode tertentu.

Untuk pemanfaatan air, perlu diketahui informasi ketersediaan air andalan. Debit

andalan adalah debit minimum dengan besaran tertentu yang mempunyai

kemungkinan terpenuhi yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan.

2.4.5 Metode Meteorological Water Balance Dr. F.J. Mock

Metode ini ditemukan oleh Dr. F.J. Mock pada tahun 1973 dimana metode ini

didasarkan atas fenomena alam dibeberapa tempat di Indonesia. Dengan metode

ini, besarnya aliran dari data curah hujan , karakteristik hidrologi daerah

pengaliran dan evapotranspirasi dapat dihitung. Pada dasarnya metode ini adalah

hujan yang jatuh pada catchment area sebagian akan hilang sebagai

evapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi aliran permukaan (direct run

(27)

pertama-tama akan menjenuhkan top soil, kemudian menjadi perkolasi

membentuk air bawah tanah (ground water) yang nantinya akan keluar ke sungai

sebagai aliran dasar (base flow).

Dalam hal ini harus ada keseimbangan antara hujan yang jatuh dengan

evapotranspirasi, direct run off dan infiltrasi sebagai soil moisture dan ground

water discharge. Aliran dalam sungai adalah jumlah aliran yang langsung di

permukaan tanah (direct run off) dan base flow.

Metode Mock mempunyai dua prinsip pendekatan perhitungan aliran permukaan

yang terjadi di sungai, yaitu neraca air di atas permukaan tanah dan neraca air

bawah tanah yang semua berdasarkan hujan, iklim dan kondisi tanah. Rumus

untuk menghitung aliran per-mukaan terdiri dari:

Hujan netto (Rnet) = R – ETa...(2.7)

Eta = ETo – E...(2.8)

E = ETo . Nd/N.m...(2.9)

Neraca air di atas permukaan :

(WS) = Rnet – SS...(2.10) SS = SMt + SMt-1...(2.11)

SMt = SMt-1 + Rnet...(2.12)

Neraca air di bawah permukaan

dVt = Vt – Vt-1...(2.13)

I = Ci . WS...(2.14)

Vt = ½ (1+k).I + k. Vt-1...(2.15)

Aliran permukaan:

(28)

BF = I-dVt...(2.17)

DRO = WS-I...(2.18)

Dalam satuan debit:

Q = 0,0116 . RO . A/H...(2.19)

dimana:

Rnet = hujan netto, mm; R = hujan, mm Eto = evapotranspirasi potensial, mm Eta = evapotranspirasi aktual, mm N = jumlah hari dalam satu bulan, hari Nd = jumlah hari kering (tidak hujan), hari Nr = jumlah hari hujan, hari

WS = kelebihan air, mm

SS = daya serap tanah atas air, mm SM = kelembaban tanah, mm

dV =perubahan kandungan air tanah, mm Vt = kandungan air tanah, mm

I = laju infiltrasi, mm Ci = koefisien infiltrasi (<1)

k = koefisien resesi aliran air tanah (<1) DRO = aliran langsung, mm

BF = aliran air tanah (mm) RO = aliran permukaan, mm

H = jumah hari kalender dalam sebulan, hari

m = bobot lahan tak tertutup vegetasi (0 < m< 40%) A = luas DAS, km2

Q = debit aliran permukaan, m3/det

(29)

hujan (R)

Gambar 2.3. Struktur Model F.J. Mock

Pada model F.J. Mock ada lima parameter yang menggambarkan karak teristik

DAS yang besar pengaruhnya terhadap keluaran sistem

(Gambar 2.3), yaitu :

a. Singkapan lahan (m).

b. Koefisien Infiltrasi.

c. Kapasitas kelembaban tanah (soil moisture capacity)

d. Initial Storage

e. Faktor Resesi Air tanah

2.4.6 Analisa Evapotranspirasi

Evaporasi merupakan peristiwa ber-ubahnya air menjadi uap dan bergerak dari

permukaan tanah dan permukaan air ke udara. Faktor meteorologi yang

mempengaruhi besarnya evaporasi adalah sebagai berikut:

1. Radiasi matahari.

(30)

3. Kelembaban relatif.

4. Suhu (temperatur).

Transpirasi adalah suatu proses yang air di dalam tumbuh–tumbuhan dilimpah kan

dalam atmosfer sebagai uap air. Umumnya transpirasi sulit diukur secara

langsung, oleh karena itu untuk tujuan praktis digabungkan dengan penguapan di

permukaan bumi sehingga dinyatakan sebagai evapotranspirasi.

Gabungan dari dua peristiwa yakni evaporasi dan transpirasi yang terjadi secara

bersamaan disebut juga peristiwa evapotranspirasi. Kedua proses ini sulit untuk

dibedakan karena keduanya terjadi secara simultan. Di dalam perhitungan dikenal

ada dua istilah evapotranspirasi yaitu:

• Evapotranspirasi potensial, terjadi apabila tersedia cukup air untuk

memenuhi pertumbuhan optimal.

• Evapotranspirasi aktual, terjadi dengan kondisi pemberian air seadanya

untuk memenuhi pertumbuhan.

Faktor iklim yang sangat mempengaruhi peristiwa ini, diantaranya adalah suhu

udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, dan sinar matahari

2.4.6.1 Evapotranspirasi Potensial (ETo)

Evapotranspirasi Potensial dapat dihitung dengan menggunakan Metode Penman

modifikasi sebagai berikut:

ETo= c [ w Rn + (1 – w) f(u) (ea – ed)]………....………..…….(2.20) dimana :

(31)

Rn : Radiasi netto (mm/hari) f(u) : Fungsi angin

(ea – ed) : Perbedaan tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap air nyata (mbar) c : Faktor pergantian cuaca akibat siang dan malam

2.4.6.2 Evapotranspirasi Aktual (ETa)

Evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang terjadi sesungguhnya sesuai

dengan keadaan persediaan air dan kelembaban tanah yang tersedia. Persamaan

evapotranspirasi aktual adalah sebagai berikut:

ETa = ETo - ETo(m/20)(18 - Nr)...(2.21)

dimana:

Eta = evapotranspirasi aktual (mm/bulan) Eto = evapotranspirasi potensial (mm/bulan) m = luas kawasan tidak bervegetasi (%) Nr = jumlah hari hujan/bulan

2.5 Analisa Kebutuhan Air untuk Irigasi 2.5.1 Curah Hujan Efektif

Turunnya curah hujan pada suatu areal lahan mempengaruhi pertumbuhan

tanaman di areal tersebut. Curah hujan tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman

untuk mengganti kehilangan air yang terjadi akibat evapotranspirasi, perkolasi,

kebutuhan pengolahan tanah dan penyiapan lahan. Curah hujan efektif adalah

curah hujan yang jatuh selama masa tumbuh tanaman, yang dapat digunakan

untuk memenuhi air konsumtif tanaman. Jumlah hujan yang dapat dimanfaatkan

oleh tanaman tergantung pada jenis tanaman. Namun, tidak semua jumlah curah

(32)

pertumbuhannya, maka disini perlu diperhitungkan dan dicari curah hujan

efektifnya.

Curah hujan efektif (Reff) ditentukan berdasarkan besarnya R80 yang merupakan

curah hujan yang besarnya dapat dilampaui sebanyak 80% atau dengan kata lain

dilampauinya 8 kali kejadian dari 10 kali kejadian. Artinya, bahwa besarnya curah

hujan yang terjadi lebih kecil dari R80 mempunyai kemungkinan hanya 20%.

Untuk menghitung besarnya curah hujan efektif berdasarkan R80 (Rainfall equal

or exceeding in 8 years out of 10 years), dinyatakan dengan rumus sebagai berikut

:

R80 = (n/5) + 1 ... ..(2.22)

dimana :

Reff = R80 : curah hujan efektif 80 % (mm/hari)

(n/5) + 1 : Rangking curah hujan efektif di hitung dari curah hujan terkecil n : jumlah data

Analisa curah hujan efektif ini dilakukan dengan maksud untuk menghitung

kebutuhan air irigasi. Curah hujan efektif atau andalan ialah bagian dari

keseluruhan curah hujan yang secara efektif tersedia untuk kebutuhan air tanaman.

Untuk irigasi padi curah hujan efektif bulanan diambil 70% dari curah hujan

minimum dengan periode ulang rencana tertentu dengan kemungkinan kegagalan

20%.

Repadi= (R80 x 70%) mm/hari ... ..(2.23)

(33)

Hampir seluruh air irigasi berasal dari pembagian dari saluran-saluran dari

reservoir. Kehilangan air terjadi ketika air berlebih. Efisiensi irigasi dapat dicari

dengan menggunakan rumus:

C E =

Wr Wf

x 100 % ... ..(2.24)

dimana :

Ec : efisiensi irigasi

Wf : jumlah air yang terdapat di areal persawahan Wr : jumlah air yang tersedia yang berasal dari reservoir

Efisiensi pengairan merupakan suatu rasio atau perbandingan antar jumlah air

yang nyata bermanfaat bagi tanaman yang diusahakan terhadap jumlah air yang

tersedia atau yang diberikan dinyatakan dalam satuan persentase. Dalam hal ini

dikenal 3 macam efisiensi yaitu efisiensi penyaluran air, efisiensi pemberian air

dan efisiensi penyimpanan air.

Jumlah air yang tersedia bagi tanaman di areal persawahan dapat berkurang

karena adanya evaporasi permukaan, limpasan air dan perkolasi. Efisiensi irigasi

adalah perbandingan antara air yang digunakan oleh tanaman atau yang

bermanfaat bagi tanaman dengan jumlah air yang tersedia yang dinyatakan dalam

satuan persentase.

Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata yang

terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar

dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran

yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder

yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Efisiensi irigasi didasarkan

(34)

di petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi

kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer. Besarnya masing-masing

kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran,

keliling basah saluran dan kedudukan air tanah.

Pada dasarnya, semua kehilangan air yang mempengaruhi efisiensi irigasi

berlangsung selama proses pemindahan air dari sumbernya kelahan pertanian dan

selama pengolahan lahan pertanian.

2.5.3 Kebutuhan Air di Sawah

Kebutuhan air untuk tanaman pada suatu jaringan irigasi merupakan air yang

dibutuhkan untuk tanaman untuk pertumbuhan yang optimal tanpa kekurangan air

yang dinyatakan dalam Netto Kebutuhan Air Lapangan (Net Field Requirement,

NFR).

Kebutuhan air bersih disawah (NFR) dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti

penyiapan lahan, pemakaian konsumtif, penggenangan, efisiensi irigasi, perkolasi

dan infiltrasi, dengan memperhitungkan curah hujan efektif (Re). Bedanya

kebutuhan pengambilan air irigasi (DR) juga ditentukan dengan memperhitungkan

faktor efisiensi irigasi secara keseluruhan. Perhitungan kebutuhan air irigasi

dengan rumus sebagai berikut:

NFR = Etc + P + WLR – Re ... ..(2.25)

DR = (NFR x A)/e ... ... ..(2.26)

dimana:

NFR = kenutuhan air irigasi disawah (lt/det/ha) DR = kebutuhan air di pintu pengambilan (lt/det/ha)

(35)

WLR = penggantian lapisan air (mm/hari) Re = curah hujan efektif

A = luas areal irigasi rencana (ha) e = efisiensi irigasi

Bab V

2.5.4 Kebutuhan Air di Pintu Pengambilan

Kebutuhan air di pintu pengambilan merupakan jumlah kebutuhan air di sawah

dibagi dengan effisiensi irigasinya. Kebutuhan air di pintu pengambilan dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut :

DR = NFR / 8.64 x EI ... ..(2.27)

dimana :

DR : Kebutuhan air di pintu pengambilan (lt/dt/Ha) NFR : Kebutuhan air di sawah (mm/hari)

EI : Efisiensi irigasi secara total (%)

8.68 : Angka konversi satuan dari mm/hari ke lt/dt/hari

Bab VI

2.5.5 Kebutuhan Penyiapan Lahan

Pada Standar Perencanaan irigasi disebutkan bahwa kebutuhan air untuk

penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan maksimum air irigasi pada

suatu proyek irigasi. Ada 2 faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan

air untuk penyiapan lahan ialah:

a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan.

b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.

Metode yang dapat digunakan untuk perhitungan kebutuhan air irigasi selama

penyiapan lahan. Metode ini didasarkan pada laju air konstan dalam l/dt selama

penyiapan lahan dan menghasilkan rumus berikut :

LP = M. ek / ( ek – 1 ) ... …(2.28)

(36)

LP : Kebutuhan air irigasi untuk pengolahan tanah (mm/hari)

M : Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang telah di jenuhkan

Eo : Evaporasi air terbuka (mm/hari) P : Perkolasi (mm/hari)

T : Jangka waktu penyiapan lahan (hari)

S : Kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm, yakni 250 + 50 = 300 mm

k : MT / S

2.5.6Kebutuhan Air untuk Konsumtif Tanaman

Kebutuhan air untuk konsumtif tanaman merupakan kedalaman air yang

diperlukan untuk memenuhi evapotranspirasi tanaman yang bebas penyakit,

tumbuh di areal pertanian pada kondisi cukup air dari kesuburan tanah dengan

potensi pertumbuhan yang baik dan tingkat lingkungan pertumbuhan yang baik.

Untuk menghitung kebutuhan air untuk konsumtif tanaman digunakan persamaan

empiris dan perlu diketahui nilai koefisien tanaman (Tabel 2.1) sebagai berikut :

Etc = Kc x Eto ... ..(2.29)

dimana :

Kc : Koefisien tanaman

Eto : Evapotranspirasi potensial (mm/hari) Etc : Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)

Tabel 2.2 Tabel Koefisien Tanaman Padi dan Jagung

Periode tengah bulan

Padi

Jagung

Variasi biasa Variasi unggul

(37)

Sumber : Diktorat Jendral Pengairan. Standar Perencanaan Irigasi KP-01 : 1986

2.5.7 Perkolasi

Proses masuknya air kedalam tanah dinamakan infiltrasi atau perkolasi. Kapasitas

infiltrasi air atau curah hujan berbeda-beda antara satu tempat dan tempat lain,

tergantung pada kondisi tanahnya. Apabila tanahnya cukup permeabel, cukup

mudah ditembus air, maka laju infiltrasinya akan tinggi. Semakin tinggi tingkat

permeabilitas tanah semakin tinggi pula laju infiltrasinya.

Perkolasi merupakan gerakan air ke bawah dari zona air tidak jenuh yaitu daerah

antara permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah, ke dalam daerah yang

jenuh dibawah permukaan air. Proses ini merupakan proses kehilangan air yang

terjadi pada penanaman padi di sawah. Istilah perkolasi kurang mempunyai arti

penting pada kondisi alam, tetapi dalam kondisi buatan, perkolasi mempunyai arti

penting, dimana karena alasan teknis, dibutuhkan proses infiltrasi yang terus

menerus. Besarnya perkolasi dinyatakan dalam mm/hari.Perkolasi atau peresapan

air kedalam tanah dibedakan menjadi dua, yaitu perkolasi vertikal dan perkolasi

horizontal.

Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh yang terletak diantara

permukaan tanah ke permukaan air tanah. Daya perkolasi adalah laju maksimum

yang dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona

tidak jenuh yang terletak diantara permukaan tanah dengan permukaan air tanah,

Laju perkolasi sangat bergantung pada sifat-sifat tanah. Dari hasil penyelidikan

tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan, besarnya laju perkolasi serta tingkat

kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapat ditetapkan dan dianjurkan

(38)

diperhitungkan. Perembesan terjadi akibat meresapnya air melalui tanggul sawah.

Laju perkolasi normal pada tanah lempung sesudah dilakukan genangan berkisar

antara 1 sampai 3 mm/hari. Di daerah dengan kemiringan diatas 5 %, paling tidak

akan ter terjadi kehilangan 5 mm/hari akibat perkolasi dan rembesan.

Faktor yang mempengaruhi perkolasi adalah :

• Tekstur tanah

• Permeabilitas tanah

• Letak permukaan air tanah

• Tebal lapisan tanah bagian atas

2.5.8 Pergantian Lapisan Air

a) Setelah pemupukan, usahakan untuk menjadwalkan dan mengganti lapisan

air menurut kebutuhan.

b) Jika tidak ada penjadwalan semacam itu, lakukan penggantian sebanyak 2

kali, masing – masing 50 mm ( 3,3 mm/hari selama 1/2 bulan ) selama

sebulan dan dua bulan setelah transplatasi.

2.6 Pola Tanam

Pola tanam ialah susunan rencana penanaman berbagai jenis tanaman selama satu

tahun yang umumnya di Indonesia dikelompokkan dalam tiga jenis tanaman, yaitu

padi, tebu, dan palawija. Umumnya pola tanam mengikuti debit andalan yang

tersedia untuk mendapatkan luas tanam yang seluas-luasnya. Terbatasnya

persediaan air adalah alasan yang mempengaruhi penyusunan pola tanam dalam

(39)

pola pemanfaatan air irigasi yang tersedia untuk memperoleh hasil produksi tanam

yang sebesar-besarnya bagi usaha pertanian.

Agar kebutuhan pengambilan puncak dapat dikurangi, maka areal irigasi harus

dibagi-bagi menjadi sedikitnya tiga atau empat golongan. Hal ini dilakukan agar

bisa mendapatkan luas lahan tanam maksimal dari debit yang tersedia.

Perencanaan golongan dilakukan dengan cara membagi lahan tanam dengan masa

awal tanam yang berbeda. Langkah ini ditempuh dengan alasan tidak

mencukupinya jumlah kebutuhan air apabila dilakukan penanaman secara

serentak atau bisa juga dengan asumsi apabila tidak turunnya hujan untuk

beberapa saat ke depan. Termasuk juga dikarenakan keterbatasan dari sumber

(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Secara garis besar bab ini memberikan gambaran umum tentang lokasi

penelitian beserta tahapan-tahapan yang akan dilakukan pada penelitian tentang

“Analisis Optimalisasi Pola Tanam Pada Daerah Irigasi Waduk Keuliling

Kabupaten Aceh Besar Nanggroe Aceh Darussalam”.

3.1 Metodologi Penelitian

Metode yang dipakai dalam studi kali ini ialah dengan mengacu pada

beberapa pokok pikiran, teori dan rumusan-rumusan empiris yang ada pada

beberapa literatur, yang diharapkan dapat memperoleh cara untuk

mengoptimalkan penggunaan air irigasi dari Waduk Keuliling, Aceh Besar, NAD.

Tugas Akhir ini disusun dalam ruang lingkup pekerjaan sebagai berikut:

1. Mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan Tugas Akhir meliputi data

sekunder yang diperoleh secara tidak langsung berupa catatan maupun hasil

penelitian dari pihak lain. Pada tahap ini, gambar-gambar dan data-data yang

harus didapat dari instansi-instansi terkait antara lain meliputi ;

• Peta lokasi studi dan peta daerah irigasi untuk mengetahui lokasi studi

perencanaan

• Curah hujan, untuk mengetahui curah hujan efektif, juga sebagai dasar

(41)

• Data debit inflow, sebagai data inflow waduk untuk menghitung debit

andalan.

• Data teknis waduk Keuliling, untuk mengetahui gambaran kondisi

waduk secara umum serta areal layanan waduk.

2. Melakukan studi pustaka yang berasal dari textbook, jurnal dan catatan kuliah

sebagai bahan acuan agar dapat melaksanakan tugas akhir dengan baik sesuai

dengan tahapannya. Adapun yang menjadi bahan acuan ialah antara lain

deskripsi tentang Irigasi Waduk Keuliling dan masalah kebutuhan air irigasi.

3. Melakukan analisa hidrologi, yaitu membahas mengenai perhitungan

evapotranspirasi, curah hujan efektif dan volume andalan waduk.

3.2 Deskripsi Daerah Studi

Waduk Keuliling merupakan salah satu sub-basin DAS Krueng Aceh yang

mempunyai areal potensial seluas 4.790,5 ha. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah

suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah dimana air resapan

dan atau mengalir melalui sungai dan anak-anak sungai yang bersangkutan.

Waduk tersebut mempunyai tampungan (storage) ±18 juta m³ dengan luas

genangan 228 Ha dan catchment area sebesar 38,20 Km². Waduk ini memiliki

usia guna sampai 50 tahun Pembangunan Waduk Keuliling disamping memenuhi

kebutuhan air untuk irigasi Krueng Aceh Extension dan Krueng Jreue seluas

3.159,30 Ha, juga dapat menunjang peningkatan areal sawah tadah hujan menjadi

sawah beririgasi teknis yait D.I. Keuliling Hilir seluas 1.053 Ha dan D.I. Keuliling

Hulu seluas 578,20 Ha. Gambar 3.1 adalah gambaran Waduk Keuliling hasil

(42)

Gambar 3.1. Waduk Keuliling hasil pencitraan Google Earth

3.2.1 Kondisi Topografi

Berdasarkan elevasinya, areal pengairan Waduk Keuliling hilir berada

pada ketinggian 4 sampai 12m dpl, sedangkan areal pengairan hulu berada pada

ketinggian 22 sampai 43m dpl.

(43)

Suhu rata-rata bulanan di kabupaten Aceh Besar berkisar antara 25,0o

C-33,0oC, suhu udara tertinggi mencapai 33,0oC-37,0oC. Kelembaban udara

berkisar dari 81% hingga 91%. Tekanan udara 1011,8-1008,5 mb.

3.2.4 Lokasi studi

Daerah Irigasi Waduk Keuliling yang terletak di Desa Bak Sukon,

Kecamatan Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Lokasinya berjarak 35 km kearah timur dari kota Banda Aceh dan dapat dicapai

dengan kendaraan roda empat dalam waktu tempuh kurang lebih 1 jam perjalanan.

(44)

Gambar 3.2. Lokasi Waduk Pada DAS Krueng Aceh

Daerah Irigasi Keuliling mempunyai areal persawahan seluas 4.705 ha,

yang berada di kecamatan Cot Glie, Indrapuri, Suka Makmur dan Simpang Tiga

Sedangkan luas areal 809 ha terletak di kecamatan Darul Imarah.

Daerah Irigasi Keuliling terletak di Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh

Besar. Secara geografis Daerah Irigasi Keuliling terletak pada posisi 95o

26’54”BT-95o 31’ 48” BT dan 05o 17’ 77” LU-05o 22’ 26” LU dengan ketinggian

5m di atas muka air laut.

Tujuan dan manfaat Waduk Keuliling dibangun terutama untuk

(45)

Keuliling Hilir. Serta mensuplai kekurangan air didaerah irigasi Krueng Aceh

Extension dan Krueng Jreue.

1. Daerah Irigasi Keuliling Hulu : 578,20 Ha

2. Daerah Irigasi Keuliling Hilir : 1.053 Ha

3. Daerah Irigasi Krueng Aceh (Extension): 809,3 Ha

4. Daerah Irigasi Krueng Jreue : 2.350 Ha

3.3. Uraian Tahapan Penelitian

Studi pendahuluan dilakukan dengan mengumpulkan referensi-referensi

yang akan digunakan sebagai dasar dalam penelitian. Setiap pekerjaan yang

berhubungan dengan sumber daya air, analisis hidrologi mutlak diperlukan untuk

memperoleh gambaran kondisi hidrologi suatu daerah serta mendukung

pembuatan keputusan.

Metode yang dipakai dalam studi kali ini ialah dengan mengacu pada

beberapa pokok pikiran, teori dan rumusan-rumusan empiris yang ada pada

beberapa literatur, yang diharapkan dapat memperoleh cara untuk

mengoptimalkan penggunaan air irigasi dari waduk Keuliling Kabupaten Aceh

Besar Nanggroe Aceh Darussalam.

3.4. Analisis Hidrologi

3.4.1. Curah Hujan Efektif

curah hujan efektif diartikan sebagai curah hujan yang dapat dimanfaatkan

oleh tanaman untuk memenuhi kehilangan air akibat evapotranspirasi tanaman,

perkolasi dan lain-lain. Data berasal dari data curah hujan yang tercatat di stasiun

(46)

curah hujan efektif dipreddiksikan sebesar 70% dari curah hujan tengah bulanan

dengan probabilitas 80% dengan bentuk persamaan :

Reff =

• Semua stasiun yang di dalam (atau di luar) DAS dihubungkan dengan garis,

sehingga terbentuk jaringan segitiga-segitiga. Hendaknya dihindari

terbentuknya segitiga dengan sudut sangat tumpul.

0,70 x R80 15

dimana :

Reff = Curah hujan efektif (mm)

R80 = Data hujan tengah bulanan dengan probabilitas terlampaui 80% (mm)

Perhitungan curah hujan rencana dengan menggunakan metode Polygon

Thiessen. Metode Thiessen Polygon. Cara ini memasukkan faktor pengaruh

daerah yang diwakili oleh stasiun penakar hujan yang disebut weighting factor

atau disebut juga Koefisien Thiessen. Cara ini biasanya digunakan apabila

titik-titik pengamatan di dalam daerah studi tidak tersebar secara merata.

Metode Theissen akan memberikan hasil yang lebih teliti daripada cara

aljabar tetapi untuk penentuan titik pengamatannya dan pemilihan ketinggian akan

mempengaruhi ketelitian yang akan didapat juga seandainya untuk penentuan

kembali jaringan segitiga jika terdapat kekurangan pengamatan pada salah satu

titik pengamatan>

Luas masing-masing daerah tersebut diperoleh dengan cara berikut:

• Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya, dan semua garis sumbu

(47)

• Luas daerah yang hujannya dianggap diwakili oleh salah satu stasiun yang

bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh garis-garis poligon tersebut

(atau dengan batas DAS).

• Luas relatif daerah ini dengan luas DAS merupakan faktor koreksinya.

R = W1 R1 + W2 R2 + ... + Wn Rn ... ….(1)

R : Curah hujan maksimum harian rata-rata

i

W : Faktor pembobot

i

A : Luas daerah pengaruh stasiun i

A : Luas daerah aliran

R : Tinggi hujan pada stasiun

n : Jumlah titik pengamat

3.4.2. Debit Andalan

Bab VII

Debit andalan adalah besarnya debit yang tersedia untuk

memenuhi kebutuhan air dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan.

Dalam perencanaan proyek–proyek penyediaan air terlebih dahulu harus dicari

debit andalan (dependable discharge), yang tujuannya adalah untuk menentukan

debit perencanaan yang diharapkan selalu tersedia di sungai.

Debit tersebut digunakan sebagai patokan ketersediaan debit yang masuk

ke waduk pada saat pengoperasiannya. Untuk menghitung debit andalan tersebut,

dihitung peluang 80 % dari debit infow sumber air pada pencatatan debit pada

periode tertentu. Jumlah kejadian yang dimaksud adalah jumlah data yang

digunakan untuk menganalisis probabilitas tersebut. Jumlah data minimum yang

(48)

memperoleh nilai yang baik data yang digunakan hendaknya berjumlah 10 tahun

data.

3.4.3. Analisis Evapotranspirasi

Gabungan dari dua peristiwa yakni evaporasi dan transpirasi yang terjadi

secara bersamaan disebut juga peristiwa evapotranspirasi. Kedua proses ini sulit

untuk dibedakan karena keduanya terjadi secar simultan. Faktor iklim yang sangat

mempengaruhi peristiwa ini, diantaranya adalah suhu udara, kelembaban,

kecepatan angin, tekanan udara, dan sinar matahari. Banyak rumus tersedia untuk

menghitung besarnya evapotranspirasi yang terjadi, salah satunya adalah Metode

Penman.

ETO = c [ w Rn + (1 – w) f(u) (ea – ed)……….(3)

dimana :

ETO : Evapotranspirasi acuan (mm/hari) w : Faktor koreksi terhadap temperatur Rn : Radiasi netto (mm/hari)

f(u) : Fungsi angin

(ea – ed) : Perbedaan tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap air nyata (mbar)

c : Faktor pergantian cuaca akibat siang dan malam

3.4.4 Kebutuhan Air Irigasi

Besarnya kebutuhan air petak persawahan dipengaruhi oleh banyaknya air

yang dibutuhkan tanaman untuk tumbu, banyaknya air yang diperlukan untuk

pengolahan tanah, rembesan, penguapan dan juga dipengaruhi oleh besarnya

(49)

dihitung berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi KP-01 (1986) dengan

faktor-faktor berikut :

a.Penyiapan lahan

b.Penggunaaan konsumtif

c.Perkolasi dan rembesan

d.pergantian lapisan air

e.Curah hujan efektif

f. Evapotranspirasi

3.4.5 Pengolahan Tanah, Penyiapan Lahan dan Koefisien Tanaman

Setiap jenis tanaman membutuhkan pengolahan tanah yang berbeda-beda.

Pengolahan tanah untuk padi membutuhkan air irigasi yang lebih banyak, karena

padi akan memerlukan tanah dengan tingkat kejenuhan yang baik dan dalam

keadaan tanah yang lunak dan gembur. Pengolahan tanah ini dilakukan antara20

sampai 30 hari sebelum masa tanam. Minggu pertama sebelum kegiatan

penanaman dimulai, petak sawah diberi air yang secukupnya untuk melunakan

tanahnya. Biasanya dilakukan dengan membajak atau mencangkul sawah.

Kebutuhan air untuk pengolahan tanah dipengaruhi oleh proses evapotranspirasi

potensial yang terjadi, sebagaimana dirumuskan sebagai conto berikut :

Eo = Eto x 1,10 = 4,65 x 1,10 = 5,12 mm/hari

P = 2,5 mm/hari

M = Eo + P = 7,62 mm/hari

T = 31 hari

(50)

jadi 200 + 50 = 250 mm

K = 7,62 mm/hari x 31 hari/ 250 mm = 0,9

LP = M. ek / ( ek 1 ) = 7,62. e 0,94 / ( e 0,94 1 ) = 12,46 mm/hari

Besarnya nilai suatu koefisien tanaman trgantung dari umur dan jenis

tanaman yang ada. Koefisientanaman ini merupakan faktor yang dapat digunakan

untuk mencari besarnya air yang habis terpakai untuk tanaman untuk masa

pertumbuhannya. Besar koefisien tanaman ini akan mempengaruhi kebutuhan air

untuk tanaman.

3.4.6 Efesiensi Irigasi

Efesiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata

yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang

keluar dari pintu pengambilan ( intake ). Efesiensi irigasi terdiri atas efesiensi

pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efesiensi di jaringan

sekunder yaiutu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Kehilangan air yang

diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat tersier,

sekunder dan primer. Besarnya masing-masng kehilangan air tersebut dipengaruhi

oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan

kedudukan air tanah.

Besarnya nilai efesiensi irigasi ini dipengaruhi oleh jumlah air yang hilang

selama di perjalanan. Efesiensai kehilangan air pada saluran primer, sekunder dan

tersier berbeda-beda pada dfaerah irigasi. besarnya kehilangan air di tingkat

saluran primer 80%, sekunder 90%, tersier 90%.

(51)

3.4.7 Perencanaan Pola Tanam

Dengan adanya keterbatasan persediaan air, maka pengaturan pola tanam

dan jadwal tanam perlu dilaksanakan untuk dapat mengurangi banyaknya air yang

diperlukan, dengan kata lain efesiensi dalam pamakaian air untuk irigasi dapat

ditingkatkan.

Dalam mencari besarnya kebutuhan air untuk irigasi tanaman, dilakukan

analisa kebutuhan air yang dipengaruhi oleh faktor pengolahan tanah, perkolasi,

curah hujan efektif, evapotranspirasi, efesiensi irigasi, koefisien tanaman serta

(52)

Secara umum langkah-langkah dan metodologi pengerjaan tugas akhir ini disajikan pada bagan alir berikut (Gambar 3.4 dan Gambar 3.5):

Studi Literatur

Pengumpulan Data Lokasi Penelitian

Data Hidrologi

Analisis Kebutuhan Air

Analisis Efesiensi dan Hasil Optimum Pola Tanam

Kesimpulan dan Saran

Data Klimatologi Data Irigasi

Perhitungan Evapotranspirasi Perhitungan

Curah Hujan

Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi MULAI

SELESAI

(53)

FEB

Penentuan Awal Masa Tanam Terbaik (Pilih Nilai NFR terkecil dari 24 alternatif)

Analisa Kebutuhan Air Irigasi

Perencanaan Awal Masa Tanam dengan pergeseran periode setengah bulanan

(54)

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Curah Hujan

Data hujan yang diperoleh dari 3 (tiga) stasiun penakar hujan, yaitu Stasiun

Blang Bintang, Stasiun Indrapuri dan Pos pengamatan Jantho, digunakan untuk

menghitung curah hujan regional untuk DAS Krueng Aceh. Luas DAS Krueng Aceh

adalah 1762 km² diwakili oleh tiga stasiun pencatat tersebut di atas.

Menganalisa curah hujan rata-rata dapat diketahui dengan perhitungan metode

Thiessen, yang terlebih dahulu harus diketahui luas daerah yang mewakili tiap titik

pengamatan. Untuk itu digambar peta Poligon Thiessen seperti pada Gambar 4.1. Data

curah hujan bulanan tiap stasiun pengamatan tertera pada lampiran. Metode Thiessen

dipilih berdasarkan luas DAS juga mengingat stasiun pengamatan menyebar tidak

merata sehingga daerah pengaruh diperhitungkan, di samping itu juga relatif sederhana

tetapi akurat. Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus

pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Curah hujan rata-rata di

peroleh dengan menjumlahkan pada masing-masing penakar yang mempunyai daerah

pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus

terhadap garis penghubung terhadap dua pos penakar. Hasil perhitungan dapat dilihat

(55)

Tabel 4. 1 Curah Hujan Rata-rata Regional DAS Krueng Aceh

Tahun jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sep Okt Nov Des

2003 153.8 131.9 106.5 137.3 169.7 102.4 50.0 48.0 169.7 221.9 414.0 309.9

2004 310.7 201.3 166.7 112.2 149.2 101.6 68.0 135.1 104.2 239.8 226.0 230.7

2005 115.9 138.9 161.4 149.0 184.3 58.9 125.2 45.1 466.8 187.0 148.4 169.3

2006 237.8 59.4 223.4 153.3 80.6 90.1 27.3 100.6 101.5 233.7 183.5 79.5

2007 60.8 251.8 81.0 151.3 103.2 111.9 22.0 51.2 197.9 195.8 298.9 205.8

2008 126.3 54.4 121.0 164.9 108.4 70.2 42.9 97.5 131.3 173.9 165.7 120.8

2009 169.2 85.4 207.4 216.8 152.4 65.5 68.7 102.0 86.4 88.3 224.6 215.7

2010 254.8 124.6 239.4 181.6 193.8 41.1 30.8 144.1 106.7 69.9 162.0 179.9

2011 138.8 79.2 111.9 213.2 174.4 189.0 142.3 57.7 188.5 171.8 338.3 306.9

2012 166.9 234.8 283.3 192.8 138.5 9.4 58.5 116.7 130.0 87.9 228.3 143.7

Rata-rata 173.5 136.2 170.2 167.2 145.4 84.0 63.6 89.8 168.3 167.0 239.0 196.2

Maka dari hasil perhitungan diketahui bahwa curah hujan selama 10 tahun di

atas, terlihat bahwa curah hujan maksimum rata-rata terjadi di bulan November sebesar

(56)
(57)

4.2 Curah Hujan Efektif

Curah hujan efektif merupakan curah hujan yang jatuh pada suatu daerah dan

dapat digunakan tanaman untuk pertumbuhannya. Curah hujan yang dapat dimanfaatkan

oleh tanaman untuk memenuhi kehilangan air akibat evapotranspirasi tanaman,

perkolasi dan lain-lain. Besaran curah hujan efektif diprediksikan sebesar 70% dari

curah hujan tengah bulanan dengan probabilitas 80%.

Untuk menghitung curah hujan effektif diperoleh dengan mengurutkan data

curah hujan bulanan dari yang terbesar hingga terkecil. Besarnya probabilitas diperoleh

dari nomor urut sampel yang telah diurutkan dari terbesar hingga terkecil.

Tabel 4. 2 Curah Hujan Efektif

Nomor

Sumber : Hasil Perhitungan

Analisa pada tabel 4.2 diperoleh dengan menggunakan perhitungan sebagai

berikut:

(58)

R-eff = ( 80)

Rekapitulasi hasil perhitungan curah hujan efektif dapat dilihat pada tabel 4.3

dibawah ini :

Tabel 4. 3 Rekapitulasi Curah Hujan Efektif

No. Bulan Curah Hujan

Sumber : Analisa Curah Hujan Efektif

4.3 Analisa Evapotranspirasi

Evapotranspirasi adalah kebutuhan dasar bagi tanaman yang harus dipenuhi oleh

sistem irigasi yang bersangkutan untuk menjamin suatu tingkat produksi yang

diharapkan. Evapotranspirasi sebagai salah satu proses yang rumit sangat dipengauhi

(59)

Untuk menghitung besarnya evapotranpirasi, dibutuhkan data–data klimatologi

yang meliputi temperatur udara, kelembaban relatif, lama penyinaran matahari, dan

kecepatan angin. Data-data klimatologi tersebut diperoleh dari hasil pengamatan stasiun

Klimatologi Blang Bintang Banda Aceh. Perhitungan besarnya evapotranspirasi

bulanan pada daerah studi dilakukan dengan menggunakan Metode Penmann

Gambar

Gambar. 2.1. Parameter Neraca Air
Tabel 2.1 Klasifikasi Irigasi
Gambar 2.2. Cara Poligon Thiessen
Gambar 2.3. Struktur Model F.J. Mock
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan nilai debit andalan dan nilai kebutuhan air irigasi yang diperoleh pada daerah layanan waduk, maka didapatkan gambaran neraca air Waduk Keuliling dan gambaran

Kinerja sistem jaringan irigasi tersebut diharapkan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan nilai aspek produktifitas tanam melalui optimasi pola tanam.. Hasil analisis

Dari hasil analisa kebutuhan air pada pintu pengambilan secara teoritis, diketahui bahwa kebutuhan air maksimum pada masa tanam Padi I terjadi pada bulan April periode kedua

Dalam analisis kebutuhan air tingkat persawahan pada waktu pengolahan dan waktu masa tanam, analisis debit kebutuhan air irigasi pada pintu pengambilan

Selanjutnya berdasarkan analisis menggunakan metode program linier didapat pola tata tanam optimal pada PTT 4 awal masa tanam bulan Desember periode 2 dengan pola

Dalam penulisan ini dibahas antara lain: Data Topografi, identifikasi pola tanam yang ada, analisa kebutuhan air, perhitungan debit andalan, perhitungan kebutuhan

Proses masuknya air kedalam tanah dinamakan infiltrasi atau perkolasi. Kapasitas infiltrasi air atau curah hujan berbeda-beda antara satu tempat dan tempat lain, tergantung

Berdasarkan besarnya volume andalan dan kebutuhan air yang ada, selanjutnya dilakukan analisa untuk mengetahui besarnya luasan maksimum untuk setiap jenis tanaman dengan awal