• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penularan pineapple mealybug wilt-associated virus melalui dysmicoccus brevipes(Cockerell)(Hemiptera:Pseudococcidae) pada tanaman nanas, Ananas comosus L. Merr.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penularan pineapple mealybug wilt-associated virus melalui dysmicoccus brevipes(Cockerell)(Hemiptera:Pseudococcidae) pada tanaman nanas, Ananas comosus L. Merr."

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PENULARAN PINEAPPLE MEALYBUG WILT-ASSOCIATED

VIRUS MELALUI Dysmicoccus brevipes (Cockerell)

(HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) PADA TANAMAN

NANAS (Ananas comosus

(L.) Merr.)

Oleh:

LUHUT MARASI NAINGGOLAN

A44101036

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ABSTRAK

LUHUT MARASI NAINGGOLAN. Penularan Pineapple Mealybug

Wilt-associated Virus Melalui Dysmicoccus brevipes (Cockerell) (Hemiptera:

Pseudococcidae) pada Tanaman Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.). Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA dan DEWI SARTIAMI.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan keefektifan D. brevipes

menularkan PMWaV pada tanaman nanas serta mempelajari pengaruh kolonisasi kutu putih terhadap kemunculan gejala layu.

Pengamatan lapang di desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang terdapat tanaman nanas kultivar Smooth Cayenne varietas Tambakan yang menunjukkan gejala serangan PMWaV. Gejala yang terlihat daun melengkung ke bawah, berwarna merah muda atau merah tua, layu mulai dari ujung daun, buah menjadi kecil dan tanaman menjadi kerdil. Pada tanaman bergejala hampir selalu terlihat kutu putih yang merupakan vektor penyakit layu.

Kutu putih yang diambil dari lapangan dan telah diidentifikasi adalah

Dysmicoccus brevipes (Cockerell) (Hemiptera: Pseudococcidae). Kutu putih

diperbanyak pada buah kaboca (Cucurbita maxima Dutch). Penularan dilakukan dengan periode makan akuisisi selama 4 hari dan periode makan inokulasi selama 9 hari. Jumlah kutu putih yang digunakan untuk penularan adalah 0, 1, 5 dan 10 ekor per tanaman percobaan. Penularan dilakukan pada dua kelompok tanaman percobaan, kelompok pertama diinfestasi 10 ekor kutu putih bebas virus dengan interval 1 bulan sebanyak 3 kali, sedangkan kelompok ke dua tidak diinfestasi kutu putih. Kelompok tanaman yang diinfestasi memiliki masa inkubasi 82-121 dan kelompok ke dua masa inkubasi 107-121 hari setelah inokulasi. Gejala yang muncul pada tanaman uji serupa dengan tanaman yang terinfeksi PMWaV di lapangan. Virus lebih berperan untuk menginduksi gejala layu, karena tanaman yang tidak diinfestasi juga menghasilkan gejala. Kolonisasi kutu putih tidak diperlukan untuk menginduksi gejala, namun mempercepat masa inkubasi.

(3)

PENULARAN PINEAPPLE MEALYBUG WILT-ASSOCIATED

VIRUS MELALUI Dysmicoccus brevipes (Cockerell)

(HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) PADA TANAMAN

NANAS (Ananas comosus

(L.) Merr.)

Oleh:

LUHUT MARASI NAINGGOLAN

A44101036

Skripsi

Sebagai salah satu sarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pa da

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(4)

Judul Skripsi : PENULARAN PINEAPPLE MEALYBUG WILT-

ASSOCIATED VIRUS MELALUI Dysmicoccus

brevipes (Cockerell) (Hemiptera: Pseudococcidae)

PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus (L.) Merr.)

Nama Mahasiswa : Luhut Marasi Nainggolan NIM : A44101036

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. Dra. Dewi Sartiami, M.Si. NIP: 131669946 NIP: 131957317

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. NIP: 130422698

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di desa Kerapuh, Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara pada tanggal 18 Februari 1983, sebagai anak ke-4 dari 4 bersaudara, dari pasangan P. Nainggolan dan R.br. Tamba.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Dolok Masihul pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Pergurua n Tinggi Negeri (UMPTN).

Selama kuliah, penulis menjadi anggota english conversation club (ECC) di Departemen Proteksi Tanaman. Penulis aktif dalam unit kegiatan mahasiswa Kristen IPB, sebagai tenaga sukarela untuk mengajar di sekolah-sekolah yang ada di Bogor. Penulis meraih juara pertama lomba pengetahuan serangga tahun 2005 di Departemen Proteksi Tanaman dan juara pertama cerdas cermat pada

International Crop Conference of Crops Security 2005. Penulis juga pernah

(6)

PRAKATA

Segala puji sukur kepada TUHAN, karena penulis dapat melewati masa-masa perkuliahan dan penulisan skripsi ini. Penelitian ini merupakan bagian dari identifikasi, penularan dan deteksi PMWaV di Indonesia. Semoga informasi awal dalam skripsi ini dapat memberikan informasi penting bagi penelitian PMWaV selanjutnya.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan selama perkuliahan dan ketika melakukan penelitian. Penulis mengucapkan terimakasih kepada orang tua dan kakak-kakak yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama kuliah hingga penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. dan Dra. Dewi Sartiami, M.Si. selaku pembimbing skripsi yang memberikan arahan, bimbingan dan perhatian selama penulisan skripsi, kepada PKBT IPB yang telah memberikan tanaman nanas uji. Penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman HPT 2001 atas perteman-temanan selama kuliah, teman-teman-teman-teman satu laboratorium (Ali, Deni, Dwinta, Elsa, Heri, Sopian dan Radix), Hendra, Simon, Tiur, Ican, Yane, Tyas, Dian atas kerjasama yang membangun, teman-teman satu pelayanan di Komisi Pelayanan Siswa (Ardi, Cyntia, Danang, Dorista, Eko, Oca dan Winanda) dan teman-teman satu kos. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada para laboran, khususnya Ibu Aisah, Bapak Edi atas bantuannya selama mengerjakan penelitian. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ir. Djoko Prijono, M.Agr. sebagai dosen penguji atas semua saran-saran yang diberikan selama penulisan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan, Tuhan Memberkati.

Bogor, Januari 2006

(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Gejala Penyakit Layu Nanas di Pertanaman Nanas Rakyat desa

Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang ……….. 10 2. Tanaman Nanas Bergejala Layu yang Digunakan Sebagai Sumber

Inokulum Virus ... 11 3. Koloni D. brevipes pada Buah Kaboca ... 12 4. Tanaman uji yang Diberi Insektisida Deltametrin 0,6% di Sekitar

Tanaman Uji ... 13 5. Kelompok Tanaman Percobaan (a) Diinfestasi Kutu Putih Bebas Virus

dan (b) Tanpa Infestasi ... 13 6. Preparat Mikroskop D. brevipes ………. 16 7. Gejala Serangan PMWaV di Lapangan (a) Fase Vegetatif dan (b) Fase

Generatif ……….

17 8. Gejala Serangan PMWaV pada Tanaman Uji (a) Gejala Awal Warna

Merah dan (b) Ujung Daun Mengalami Kematian ……… 18

9. Hasil Deteksi Virus Melalui TBIA dengan Antiserum (1) PMWaV-1 dan

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Gejala Serangan PMWaV pada Tanaman Nanas uji (a) Ujung Daun

Mengalami Kematian, (b) Seluruh daun Mengalami Layu, (c) Daun

Melengkung ke Bawah dan (d) Tanaman yang Kerdil ………... 27

(9)

DAFTAR ISI

Penyakit Layu Nanas dan Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus ... 4

Pengamatan Gejala dan Pengambilan Inokulum PMWaV 10

Identifikasi Kutu Putih ... 11

Identifikasi Serangga Vektor ... 16

Gejala Serangan PMWaV di Lapangan ... 17

Gejala PMWaV pada Tanaman Uji dan Masa Inkubasi Virus .... 18

Deteksi Serologi PMWaV ... 20

SIMPULAN DAN SARAN ... 22

Simpulan ... 22

Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 23

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) berasal dari Brazil. Buah ini sering disebut sebagai raja dari segala buah, karena memiliki mahkota daun seperti mahkota raja (Collins 1968). Nanas adalah salah satu jenis tanaman hortikultura yang memiliki banyak kegunaan secara ekonomi. Buah nanas diketahui banyak mengandung vitamin A, B, C dan sejumlah mineral seperti kalium, kalsium, magnesium, besi dan enzim bromealin. Enzim bromealin dapat digunakan sebagai pelunak daging, pencegah radang akibat penyumbatan saluran pembuluh darah, bahan baku kosmetik, mengobati tumor, kutil dan infeksi saluran pencernaan (Duke 1983). Buah nanas dapat dikonsumsi segar dan olahan seperti keripik, permen, sari buah, selai dan es krim.

Di Indonesia nanas dibudidayakan terutama di daerah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Riau, Bangka, Lampung, Jawa Barat dan Jawa Timur (BPS 2003). Kultivar nanas di Indonesia umumnya diberi nama sesuai dengan nama daerah pertanaman asalnya. Sebutan lokal yang terkenal adalah nanas bogor, subang, palembang, blitar dan bangka. Produksi nanas di Indonesia pada tahun 2003 sebesar 677.089 ton, menempati urutan ke-4 produksi buah-buahan nasional (BPS 2003). Ekspor nanas kaleng Indonesia pada tahun yang sama bernilai 68.363.000 dollar AS, berada pada urutan ke-14 di dunia (FAO 2003). Dari data di atas memungkinkan nanas untuk dikelola lebih baik sehingga meningkatkan pendapatan nasional.

Kendala utama dalam budidaya nanas adalah serangan hama dan penyakit. Hama penting pada tanaman nanas antara lain: Dolichotetranychus floridanus

(Banks) (Acarina: Tenuipalpidae), Locusta migratoria (Orthoptera: Acrididae),

Thrips tabaci (Thysanoptera: Thripidae), Dysmicoccus brevipes (Cockerell) &

Dysmicoccus neobrevipes Beardsley (Hemiptera: Pseudococcidae) (Petty et al.

2002). Penyakit penting pada nanas antara lain: layu akibat Pineapple mealybug

wilt-associated virus (PMWaV), busuk buah akibat Penicillium sp & Fusarium

(11)

Penyakit layu atau disebut juga Pineapple Mealybug Wilt (PMW) pertama kali ditemukan di perkebunan nanas Hawaii pada tahun 1910 (Borroto et al. 1998). PMWaV dapat ditularkan oleh D. brevipes dan D. neobrevipes. Menurut Kalshoven (1981) spesies kutu putih yang ditemukan di Indonesia pada tanaman nanas khususnya di Pulau Jawa adalah D. brevipes. Berbagai survei yang telah dilakukan beberapa tahun yang lalu menunjukkan bahwa PMWaV telah menyebar ke seluruh dunia (Sether et al. 2001). Menurut Sether & Hu (2002a) terdapat dua

strain PMWaV, yaitu PMWaV-1 & PMWaV-2 dan yang paling berperan

menginduksi gejala layu adalah PMWaV-2.

Borroto et al. (1998) juga melaporkan bahwa PMWaV telah menjadi patogen yang sangat berbahaya bagi tanaman nanas di Kuba karena dapat menurunkan hasil hingga 40%. Menurut Sether & Hu (2002b) PMWaV di lapangan dapat menurunkan hasil panen hingga 35%. Penurunan hasil ini akibat ukuran buah yang mengecil, tanaman yang terinfeksi di awal pertumbuhan tidak menghasilkan buah dan akar yang tidak berkembang dengan baik sehingga penyerapan unsur hara menjadi terganggu.

Gejala serangan PMWaV muncul bila faktor lingkungan mendukung replikasi virus, populasi kutu putih melimpah pada tanaman dan genotipe tanaman rentan (Collins 1968). Penyebaran penyakit layu yang cepat di areal pertanaman nanas berhubungan erat dengan pola hidup D. brevipes. Instar tiga dan empat kutu putih ini sangat aktif bergerak dan dapat menularkan virus dari tanaman sakit ke tanaman sehat di lapangan. Kutu putih yang selalu mengelompok mengakibatkan jumlah PMWaV yang ditularkan ke tanaman sehat lebih banyak dan menginduksi gejala layu lebih cepat (Collins 1968).

Populasi kutu putih yang banyak pada tanaman nanas sangat mendukung munculnya gejala layu. Populasi kutu putih sangat dipengaruhi keberadaan semut pada tanaman. Semut dapat melindungi kutu putih dari musuh alami seperti predator dan parasitoid dan semut juga mengkonsumsi embun madu yang dihasilkan kutu putih sehingga tidak mengganggu perkembangan kutu putih (Jahn & Beardsley 1996).

(12)

Tambakan yang menunjukkan gejala daun memerah, ujung daun mati dan vigor tanaman lemah. Gejala ini serupa dengan gejala penyakit layu nanas akibat infeksi PMWaV secara alami di lapangan (Rohrbach et al. 1988). Menurut petani di desa tersebut, penyakit ini telah menjadi permasalahan besar bagi produktivitas nanas mereka, karena banyak tanaman yang tidak berproduksi dan ukuran buah me njadi lebih kecil. PMWaV merupakan virus baru bagi pertanaman nanas di Indonesia dan data mengenai peranan kutu putih yang ditemukan berlimpah di lapangan dalam menularkan PMWaV di Indonesia belum tersedia.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mene ntukan keefektifan D. brevipes dalam menularkan PMWaV pada tanaman nanas serta mempelajari pengaruh kolonisasi kutu putih terhadap kemunculan gejala layu.

Manfaat Penelitian

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Layu dan PMWaV

Penyakit layu nanas pertama kali dilaporkan di Hawaii pada tahun 1910 (Borroto et al. 1998). Penelitian awal menjelaskan bahwa gejala layu nanas disebabkan senyawa fitotoksik yang disekresikan D. brevipes (Rohrbach et al.

1988), penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa virus berperan dalam menimbulkan gejala layu pada nanas (Wakman et al. 1995).

PMWaV dapat ditularkan oleh D. brevipes dan perbanyakan vegetatif. Tunas-tunas yang digunakan sebagai bibit dapat menularkan PMWaV, jika tanaman induk sebelumnya telah terinfeksi PMWaV. Ciri khas gejala penyakit layu adalah warna daun memerah, melengkung ke bawah, layu mulai dari ujungnya dan pada serangan lebih lanjut tanaman menjadi mati akibat pertumbuhan akar yang terhambat sehingga tidak mampu menyerap unsur hara dari tanah dan terjadi kematian daun yang mengakibatkan proses fotosintesis terganggu (Collins 1968). Ketika nanas ditanam secara terus menerus pada daerah yang telah terinfeksi PMWaV maka penyakit la yu dapat menjadi faktor pembatas produksi hingga 40% (Borroto et al. 1998).

Deteksi PMWaV-1 dan PMWaV-2 dapat dilakukan dengan berbagai metode antara lain: enzyme linked immunosorbant assay (ELISA), tissue blotting

immunoassay (TBIA), polymerase chain reaction (PCR), dan immune electron

microscopy (ISEM) (Hu et al. 1996). TBIA merupakan metode serologi yang

mengkonjugasikan antiserum dengan enzim, sehingga bila substrat ditambahkan maka kompleks antigen-antibodi dapat tervisualisasi dengan adanya perubahan warna menjadi ungu pada membran yang menangkap protein virus (Hu et al.

1997).

(14)

2001). Munculnya gejala layu berkorelasi positif dengan keberadaan virus PMWaV-2 pada tanaman di lapangan (Sether et al. 2001).

Pengendalian PMWaV harus memperhatikan aspek distribusi, epidemiologi dan keragaman virus. Distribusi PMWaV hampir meluas di seluruh dunia (Sether et al. 2001). Oleh karena itu perpindahan plasma nutfah dari satu daerah ke daerah lain harus diperhatikan sehingga dapat mencegah penyebaran penyakit layu yang lebih luas.

Penyebaran PMWaV melalui vektor D. brevipes dapat terjadi dalam jarak dekat maupun jarak sedang dengan bantuan semut. Semut berasosiasi dengan kutu untuk mendapatkan embun madu yang dihasilkan kutu putih (Rohrbach et al.

1988). Melihat peranan semut yang dapat menyebarkan kutu putih ke daerah pertanaman nanas yang lain maka semut perlu dikelola dengan tepat. Pengendalian semut yang berasosiasi dengan kutu putih dengan menggunakan insektisida pernah dilakukan, namun hanya efektif untuk Araucomyrmex sp. sedangkan untuk spesies lain kurang efektif (Rai & Sinha 1980).

Pengendalian secara teknis dapat dilakukan dengan mencelupkan mahkota tanaman yang telah terinfeksi ke dalam air bersuhu 35 °C selama 24 jam kemudian dicelupkan kembali ke dalam air bersuhu 56 °C selama 1 jam dan tanaman dijaga bebas dari kutu putih yang membawa PMWaV-1 dan PMWaV-2, sehingga gejala tidak muncul (Sether et al. 2001). Pengendalian mekanis dapat dilakukan dengan cara sanitasi lahan, karena D. brevipes dapat hidup dan berkembangbiak pada gulma di sekitar areal pertanaman. Penggunaan bibit nanas dari hasil kultur jaringan menggunakan tunas mahkota dan aksilar dapat mencegah tanaman terinfeksi PMWaV (Sether et al. 2001).

Berdasarkan morfologi partikel virus, PMWaV dikelompokkan ke dalam famili Closteoviridae, genus Vinivirus (Melzer et al. 2001). PMWaV merupakan virus yang kompleks, karena memiliki dua strain yaitu 1 dan PMWaV-2. Gejala infeksi PMWaV-2 akan muncul bila terdapat D. brevipes pada tanaman yang terinfeksi, sedangkan infeksi PMWaV-1 tidak menunjukkan gejala. Kedua

strain virus dapat ditularkan oleh D. brevipes (Sether & Hu 2002a).

(15)

mengkodekan poliprotein. Berat genom lebih dari 20 kb dan dapat ditularkan oleh kutu putih (Melzer et al. 2001). Partikel virus berbentuk batang dengan panjang partikel 12 X 1200 nm dan memiliki berat utas tunggal RNA sebesar 8.35 X 106 Da (Gunasinghe & German. 1989).

Dysmicoccus brevipes

Dysmicoccus brevipes termasuk ordo Hemiptera, sub ordo Sternorrhyncha,

Famili Pseudococcidae. D. brevipes dikenal sebagai kutu putih, karena seluruh tubuh imago ditutupi dengan lilin yang berwarna putih. Bentuk tubuh oval dengan panjang 3-4 mm, ruas-ruas pada tubuh dapat terlihat dengan jelas dan terseklerotisasi. Imago relatif tidak aktif bergerak karena perkembangan tubuh melebihi perkembangan kaki dan melebar pada bagian mesotoraks. Ostiol berkembang dengan baik, jumlah ruas antena 8, cincin anal terdiri dari 6 seta serta jumlah serari ada 17 pasang (Williams & Watson 1988).

Kutu putih ini berasal dari bagian tropis Amerika, kemudian menyebar ke seluruh pertanaman nanas di dunia (Rohrbach et al. 1988 & Sether et al. 2001) D.

brevipes berkembangbiak secara partenogenetik dan dapat menghasilkan

keturunan sebanyak 19-137 ekor (Kalshoven 1981). Betina memiliki 3 instar nimfa antara 6-10 hari dan jantan memiliki 2 instar nimfa yaitu pra pupa dan pupa yang berlangsung selama 2-9 hari. Kutu dapat hidup rata-rata selama 90 hari Stadia nimfa merupakan stadia kutu putih yang paling aktif bergerak dan dapat berpencar dengan bantuan angin sampai ratusan meter di lapangan (Ro hrbach et al. 1988).

D. brevipes mempunyai kisaran inang yang luas, 53 famili tanaman dapat

menjadi inang, termasuk gulma jenis rumput (Ben Dov 1994). Tanaman yang dapat menjadi inang kutu putih ini antara lain: Theobroma cacao Pod (kakao),

Saccharum officinarum (tebu), Cocos nucifera (kelapa), Zea mays (jagung),

Arachis hypogea (kacang tanah), Coffea arabica (kopi), Elaeis guineensis (kelapa sawit), Cucurbita maxima Dutch (kaboca), Psidium guajava (jambu biji), Cyperus

rotundus (teki), dan Eleusine indica (rumput berulang) (Williams & Watson

(16)

D. brevipes merupakan hama utama pada tanaman nanas, karena dapat menjadi vektor penyakit layu nanas, yang mengakibatkan kerusakan langsung pada tanaman. Di Hawaii, ditemukan dua spesies Dysmicoccus sp. yang berasosiasi dengan gejala layu pada tanaman nanas, spesies tersebut adalah D.

brevipes dan D. neobrevipes. Perbedaan yang dapat dilihat langsung dari dua

spesies ini adalah D. brevipes berwarna merah jambu, berkembangbiak secara partenogenetik, menyukai akar dan bagian bawah tanaman, dapat hidup pada tanaman famili Graminae, sklerotisasi pada bagian ventral berbentuk kuadrat dan seta pada bagian dorsal ruas ke-8 lebih panjang dari seta-seta yang lain. Spesies D.

neobrevipes berwarna abu-abu, berkembangbiak secara biseksual, lebih menyukai

buah, mahkota dan bagian atas tanaman, tidak hidup pada famili Graminae, sklerotisasi pada bagian ventral memanjang dan seta pada bagian dorsal tidak lebih panjang dari seta bagian lainnya (Rohrbach et al. 1988).

Stadia D. brevipes yang paling baik untuk melakukan penularan adalah D. brevipes instar tiga, karena instar ini lebih aktif bergerak untuk menularkan virus ke seluruh bagian tanaman nanas (Sether et al. 1998). Pengendalian secara biologis terhadap D. brevipes dapat dilakukan dengan menggunakan musuh alami. Musuh alami yang berpotensi untuk mengendalikan D. brevipes antara lain

Hambletonia pseudococcina dan Anagyrus ananatis Gahan (Hymenoptera:

Encyrtidae) yang sangat efektif mengendalikan kutu putih ketika semut tidak berasosiasi dengan kutu (Petty et al. 2002).

Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.)

Nanas(Ananas comosus (L.) Merr.) termasuk dalam Famili Bromeliaceae, Sub famili Bromelioideae. Nanas pada umumnya diploid, namun ada juga yang triploid (Cabezona) dan tetraploid (Pseudananas sagenarius) (Collins 1968).

(17)

mudah dilepas dari epidermis dan berwarna terang. Stomata berada di bagian permukaan bawah daun di antara garis- garis linear dan tersusun dalam garis putus-putus (Collins 1968).

Bunga nanas termasuk ke dalam bunga sempurna mengalami penyerbukan sendiri atau penyerbukan silang. Bunga muncul dari titik tumbuh batang, jumlah bunga nanas dalam satu tanaman dapat mencapai 100-200 buah, tumbuh secara spiral mengelilingi tangkai buah (Collins 1968). Buah nanas merupakan buah majemuk yang terdiri dari 100 atau lebih komponen buah (Fruitlet/Berry) yang bersatu membentuk satu buah yang bersifat sinkarpus (Samson 1980). Buah dihiasi daun-daun yang pendek, tersusun secara spiral yang disebut mahkota. Buah nanas yang biasanya dibudidayakan dapat dikelompokkan menjadi 4 (Collins 1968) yaitu:

1. Smooth Cayenne: jenis ini heterozigot, memiliki duri hanya beberapa di

pangkal, ujung daun dan ada yang tidak memiliki duri. Daging buahnya kuning pucat sampai kuning.

2. Queen: tinggi tanaman 60-80 cm, buah biasanya dijual untuk dikonsumsi

segar, warna buah kuning sampai kemerahan dengan rasa yang manis. Buah lebih kecil dari Smooth Cayenne dan daunnya berduri tajam.

3. Red spanish: daun berduri, mengandung serat yang sangat kuat sehingga dapat

digunakan untuk membuat kain dan daging buahnya kuning pucat.

4. Singapore spanish: ditanam di Malaysia hanya untuk industri pengalengan

buah dan daunnya hanya sedikit.

Akar nanas dalamannya tidak lebih dari 50 cm (Samson 1980). Panjang batang nanas 20-25 cm dengan diameter yang semakin membesar ke bagian bawah batang yaitu 5,5-6,5 cm dan semakin mengecil ke ujung batang. Batang terdiri dari ruas-ruas yang panjangnya bervariasi dari 1-10 cm. Nanas pada umumnya diperbanyak secara vegetatif. Bagian tanaman yang digunakan untuk perbanyakan adalah tunas anakan yang tumbuh pada batang di bawah tanah

(ratoon sucker), tunas samping yang tumbuh pada batang (sucker), tunas mahkota

(18)

Kondisi lingkungan mempengaruhi pertumbuhan nanas. Nanas tumbuh dan berproduksi dengan baik pada kisaran curah hujan yang cukup luas yaitu 600-3500 mm/tahun dengan curah hujan optimum untuk pertumbuhan adalah 1000-1500 mm/tahun. Nanas biasanya dibudidayakan di daerah dengan kelembaban cukup tinggi untuk mencegah proses transpirasi yang berlebihan dari daun nanas (Collins 1968). Pertumbuhan nanas berhubungan positif dengan kenaikan suhu sampai 29 oC (Nakasone & Paull 1998). Pada suhu yang lebih tinggi daun lebih besar dan lentur, teksturnya halus dan umumnya lebih gelap. Cahaya yang terlalu banyak pada saat proses pematangan buah mengakibatkan kulit buah terbakar.

(19)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Laboratorium Virologi Tumbuhan, Rumah Kaca Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT), IPB mulai Januari-Oktober 2005.

Metode Penelitian

Pengamatan gejala layu nanas dan pengambilan inokulum PMWaV

Pengamatan gejala layu nanas dilakukan di daerah sentra produksi nanas Jawa Barat, yaitu desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang. Pengamatan dilakukan pada petak kebun nanas rakyat dengan memperhatikan penampilan tanaman sakit kemudian dibandingkan dengan tanaman sehat. Gejala yang muncul pada tanaman sakit antara lain, daun mengalami perubahan warna menjadi merah jambu atau merah tua, ujung daun mengalami kematian dan dapat menyebar ke seluruh daun serta serangan lanjut dapat mengakibatkan tanaman menjadi mati (Gambar 1). Daun yang sehat warnanya hijau dan tidak terdapat kematian pada ujung daun. Lima tanaman nanas yang bergejala dipindahkan ke dalam polibag (40 cm x 40 cm) yang telah berisi media tanah dan pupuk kandang (2:1) (Gambar 2). Tanaman dipelihara di rumah kaca dan digunakan sebagai sumber inokulum virus.

(20)

Gambar 2 Tanaman nanas bergejala layu yang digunakan sebagai sumber inokulum virus

Identifikasi kutu putih

Pada pengamatan gejala layu di lapangan ditemukan kutu putih yang hampir selalu terlihat berasosiasi dengan gejala layu nanas. Imago dan nimfa kutu putih diambil dari tanaman yang menunjukkan gejala layu, karena diduga kutu putih tersebut merupakan vektor penyakit layu, kemudian dibuat preparat mikroskopnya. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan kunci identifikasi Williams & Watson (1988).

(21)

alkohol absolut dibuang dan kutu direndam dalam karbol xylene selama 2 menit sehingga lemak kutu menjadi larut, kutu kembali direndam dalam alkohol absolut selama 10 menit, setelah itu kutu diangkat ke gelas objek yang telah ditetesi dengan minyak cengkeh untuk ditata dengan rapi, di sekitar gelas objek diberi balsam kanada untuk merekatkan preparat dan kemudian dilakukan mounting.

Perbanyakan kutu putih

Kutu putih yang diperoleh dari lapang diperbanyak dengan menggunakan buah kaboca (Cucurbita maxima Dutch) di laboratorium pada kelembaban 62-75% dan suhu 26-30 °C (Sether et al. 1998). Kutu putih tersebut diletakkan diatas buah kaboca (Gambar 3) kemudian buah kaboca dimasukkan ke dalam kotak yang terbuat dari kertas yang tidak tembus caha ya untuk membuat kondisi gelap. Hal ini disesuaikan dengan kebiasaan kutu putih yang menyukai bagian akar tanaman yang hanya mendapat penyinaran sedikit (Khan et al. 1998).

Gambar 3 Koloni D. brevipes pada buah kaboca

Persiapan tanaman uji

(22)

deltametrin 0,6% (Gambar 4) untuk mencegah semut datang dari satu tanaman nanas ke tanaman nanas lain untuk membawa kutu putih (Rohrbach et al.1988).

Gambar 4 Tanaman uji yang diberi insektisida deltametrin 0,6% di sekitar tanaman uji

Penularan virus

Kutu putih yang sudah diperbanyak di laboratorium dan memiliki ukuran tubuh yang sama digunakan untuk penularan. Kutu putih diberi makan akuisisi pada tanaman nanas sakit selama 4 hari, kemudian dipindahkan ke tanaman nanas uji dan dibiarkan makan inokulasi selama 9 hari. Jumlah kutu putih yang digunakan untuk penularan adalah 0, 1, 5 dan 10 ekor per tanaman. Hari ke-9 serangga vektor dibunuh secara mekanis.

(a) (b)

Gambar 5 Kelompok tanaman percobaan (a) Diinfestasi kutu putih bebas virus dan (b) Tanpa infestasi

(23)

individu tanaman pada hari ke-10, 30 dan 60 setelah penularan, sedangkan pada kelompok kedua tidak dilakukan infestasi kutu putih. Perkembangan gejala pada tanaman nanas diamati setiap 2 hari sekali.

Deteksi PMWaV dengan menggunakan tissue blotting immunoassay (TBIA)

Keberadaan virus pada tanaman uji sebelum dilakukan penularan tidak di deteksi dengan tissue blotting immunoassay (TBIA), karena menurut Sether et al.

(2001) tanaman nanas yang diperbanyak dengan menggunakan teknik kultur jaringan menggunakan tunas mahkota sudah bebas virus. TBIA dilakukan sesuai dengan petunjuk dari Agdia. Inc. (USA). Daun nanas dari tanaman uji diambil secara acak mewakili ke-2 kelompok percobaan dengan jumlah vektor 0, 1, 5 dan 10 ekor. Daun yang diambil adalah daun yang menunjukkan gejala layu dan yang tidak menunjukkan gejala. Daun yang diambil adalah daun bagian bawah nanas yang memiliki warna putih pada dasar daun.

Membran selulosa yang digunakan terlebih dahulu dimasukkan ke dalam metanol selama 10 detik, kemudian dikeringkan. Bagian dasar daun yang memiliki warna putih kemudian dipotong sedikit, sehingga dapat mengeluarkan cairan pada saat akan ditekan pada membran selulosa. Di bawah membran diletakkan alas sehingga ketika dilakukan penekanan daun nanas ke atas membran tidak terjadi kerusakan membran. Daun nanas yang masih segar dan memiliki cairan sel pada bagian pangkal daun ditekan ke atas membran sampai pada membran terlihat bekas tekanan daun nanas, setelah itu membran disimpan pada wadah plastik.

Ke dalam wadah plastik yang telah berisi membran diberi larutan susu bebas lemak dengan konsentrasi 2% yang dilarutkan dalam Phosphat buffer salin

(PBS) dengan pH 7,4 kemudian digoyang pada kecepatan 50 rpm selama 10 menit. Larutan susu dibuang, kemudian membran diberi antibodi monoklonal yang dilarutkan dalam PBS dengan perbandingan 1:10, digoyang selama 1 malam dengan kecepatan 50 rpm pada suhu 5 °C di dalam inkubator.

Membran dicuci dengan PBS + tween-20 (PBST) selama 5 menit pada kecepatan 100 rpm, kemudian direndam dalam konjugat IgG alkaline phosphatase

(24)
(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi serangga vektor

Kutu putih yang ditemukan mempunyai 8 ruas antena dan 17 pasang serari. Pori multilokular terdapat pada bagian vulva dan segmen abdomen ke-7, pori trilokular tersebar di seluruh bagian tubuh dan memiliki ukuran yang sama, seta pada bagian dorsal ramping, ostiol berkembang dengan baik, sirkulus besar dan terbentuk di seluruh bagian sisi tubuh.

Tungkai terlihat pendek dan membengkok pada serangga yang sudah dewasa. Pada tibia terdapat banyak pori translusen. Tubuh kutu putih berbentuk oval dan melebar, tersklerotisasi pada daerah lobus anal dan ruas ke-2 dari belakang, saluran berbentuk pipa terdapat pada ruas abdomen ke-1 dan ke-4. Ciri khas dari preparat kutu putih yang diamati ada 2 seta yang besar pada bagian lobus anal, 2 porus discoidal dekat mata dan di ruas ke-8 bagian dorsal terdapat seta-seta panjang yang diantaranya terdapat pori granular (Lampiran 4). Berdasarkan ciri-ciri yang diamati menurut deskripsi Williams & Watson 1988, dapat disimpulkan bahwa kutu putih yang ditemukan di lokasi survei adalah

Dysmicoccus brevipes (Gambar 6).

Gambar 6 Preparat mikroskop D. brevipes

(26)

Gejala serangan PMWaV di lapangan

Pengamatan penyakit layu nanas di desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, dilakukan di petak perkebunan nanas rakyat. Tanaman nanas yang diamati adalah kultivar Smooth Cayenne varietas Tambakan. Pada petak yang diamati ditemukan gejala serangan PMWaV. Gejala yang terlihat berupa daun memerah, melengkung kebawah dan layu mulai dari ujungnya. Buah yang dihasilkan berukuran kecil dan lebih cepat masak (Lampiran 3). Gejala yang diamati menyebar hampir di setiap stadia perkembangan nanas dan di seluruh petak pengamatan (Gambar7).

(a) (b) Gambar 7 Gejala serangan PMWaV di lapangan (a) fase vegetatif dan (b) fase generatif

Penyakit layu nanas pada petak perkebunan nanas yang diamati terlihat mengelompok. Pola pengelompokan pada satu petak mungkin berkaitan dengan perilaku kutu putih yang hidup berkelompok dalam satu area dan menginduksi gejala layu nanas karena zat fitotoksik yang dikeluarkan kutu putih saat makan dan konsentrasi virus yang ditularkan lebih banyak apabila kutu berkelompok. Widyanto (2005) mengatakan pola penyebaran penyakit layu cenderung mengelompok pada satu titik pertanaman di lapangan. Penelitian lapang yang pernah dilakukan di Srilanka juga menunjukkan suatu pola pengelompokan gejala layu nanas di lapangan (Hughes & Samita 1998). Petani mengendalikan penyakit layu di lapangan dengan cara mencabut lalu membakar tanaman sakit.

(27)

Gejala serangan PMWaV pada tanaman uji dan masa inkubasi virus

Gejala layu ditemukan pada tanaman yang diinokulasi, baik yang diinfestasi maupun yang tidak diinfestasi kutu putih (Tabel 1). Hal ini agak berbeda dengan hasil penelitian Sether & Hu (2002a) yang menyatakan bahwa gejala layu muncul hanya jika tanaman nanas yang diinokulasi PMWaV dan diinfestasi kutu putih.

Tabel 1 Tanaman uji yang menunjukkan gejala penyakit la yu nanas Jumlah vektor

Gejala yang teramati pada tanaman uji sama dengan tanaman nanas yang terinfeksi PMWaV secara alami di lapangan. Gejala awal yang terlihat pada tanaman uji adalah perubahan warna menjadi merah dan layu mulai dari ujung daun (Gambar 8). Gejala yang muncul setelah itu daun melengkung ke bawah (Lampiran 1c). Setelah dua bulan menunjukkan gejala, beberapa tanaman mengalami recovery dan terlihat seperti tanaman sehat (Lampiran 2a).

(a) (b)

(28)

Pada kelompok tanaman yang diinfestasi kutu putih, gejala muncul berkisar antara 82-121 hari dan pada kelompok tanaman yang tidak diinfestasi berkisar antara 107-121 hari setelah inokulasi (Tabel 2). Gejala awal untuk kedua kelompok tanaman percobaan pertama sekali muncul pada tanaman yang diinokulasi dengan menggunakan 10 ekor kutu putih, kemudian 5 ekor dan 1 ekor (Tabel 2). Hal ini terjadi karena konsentrasi virus awal lebih tinggi pada tanaman yang diinokulasi dengan menggunakan 10 kutu putih dibandingkan dengan 5 dan 1 ekor kutu putih. Infestasi kutu putih tampaknya berpengaruh pada masa inkubasi, terbukti dari tanaman yang telah diinokulasi dan diinfestasi kutu putih masa inkubasinya lebih cepat dibandingkan dengan yang tidak diinfestasi (Tabel 2). Lebih banyak infestasi kutu putih mengakibatkan lebih banyak zat fitotoksik yang dikeluarkan oleh kutu putih pada saat makan dan menginduksi gejala layu lebih cepat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan virus dalam jaringan tanaman lebih berperan menginduksi gejala dibanding dengan zat fitotoksik yang disekresikan kutu putih saat makan pada tanaman nanas.

Tabel 2 Masa inkubasi dan tingkat keberhasilan penularan PMWaV pada tanaman nanas dengan vektor D. brevipes

Jumlah vektor

x = Tiga kali sebanyak 10 ekor per tanaman dengan interval 1 bulan.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa setelah dilakukan infestasi kutu putih yang bebas virus gejala akan lebih cepat muncul pada tanaman yang diinokulasi lebih dari 10 ekor D. brevipes daripada menggunakan D. brevipes

dalam jumlah sedikit (Sether & Hu 2002a). Collen et al. (2001) menemukan bahwa 0,6 individu D. brevipes dapat menularkan virus dan menimbulkan gejala pada tanaman nanas.

(29)

Gejala yang tidak muncul mungkin disebabkan tanaman tidak mengandung PMWaV-2 atau konsentrasi PMWaV-2 di dalam jaringan tanaman sangat sedikit dan tidak dapat menginduksi gejala layu. Menurut Sether & Hu (2002a) faktor yang dapat menginduksi gejala layu adalah terdapatnya PMWaV-2 di dalam jaringan tanaman na nas dengan konsentrasi yang cukup, populasi kutu putih yang banyak, kondisi lingkungan yang mendukung replikasi virus di dalam jaringan tanaman dan genotipe nanas yang rentan.

Deteksi PMWaV

Hasil deteksi serologi virus dengan menggunakan TBIA menunjukkan bahwa seluruh tanaman yang bergejala mengandung PMWaV-1 dan PMWaV-2 (Gambar 9). Melalui pengujian TBIA diketahui bahwa tanaman yang tidak bergejala setelah diinokulasi ada yang mengandung PMWaV-1 dan PMWaV-2. Tanaman yang mengandung PMWaV-2 (Gambar 9.2a & 9.2c) namun tidak menunjukkan gejala mungkin terjadi karena tanaman mengalami infeksi laten akibat konsentrasi virus yang sangat rendah dan tidak dapat menginduksi gejala layu.

(30)
(31)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dysmicoccus brevipes adalah vektor yang sangat efektif menularkan

PMWaV-1 dan PMWaV-2. Keberadaan virus lebih berperan dalam menimbulkan gejala dibandingkan dengan infestasi kutu putih, sedangkan infestasi kutu putih dapat mempercepat kemunculan gejala.

Saran

(32)

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2003. Produksi buah-buahan di Indonesia tahun 1995-2003. http://www.bps.go.id/sector/agri/horti/table8.shtml. [19 April 2005].

Ben Dov Y. 1994. A Systematic of the Mealybugs of the World (Insecta: Homoptera: Coccoidea: Pseudococcidae and Putoidea) with Data on Geographical Distribution, Host Plant, Bio logy and Economic Importance. UK: Intercept Ltd.

Borroto EG, Mayra C, Justo G, Carlos B. 1998. First report of a Closteovirus-Like particle associated with pineapple plants (Ananas comosus cv.

Smooth cayenne) affected with pineapple mealybug wilt in Cuba [abstrak].

Plant Disease 82:263.

Collen KGF, Santa CLVC, Moraes JC, Reis PR. 2001. Determination of injuries and damages of the mealybug Dysmicoccus brevipes (Cockerell, 1893) (Hemiptera: Pseudococcidae) on pineapple. CiencAgrotech 25(3): 525-532.

Collins JL. 1968. The Pineapple: Botany, Cultivation, and Utilization. London: Leonard Hill.

Duke AJ. 1983. Ananas comosus (L.) ( Merr.)

http://www.hort.purdue.edu/newcrop/duke_energy/Ananas_comosus.html [14 September 2005].

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2003. Top trade agriculture in

Indonesia. http://www.fao.org/es/ess/toptrade/trade.asp?dir=exp. [14

Oktober 2005].

Gunasinghe UB, German TL. 1989. Purification and partial characterization of a virus from pineapple. Phytopathology 79(12): 1337-1341.

Hu JS, Sether DM, Ullman DE. 1996. Detection of pineapple closteovirus in pineapple plants and mealybugs using monoclonal antibodies. Plant

Disease 45:829-836.

Hu JS, Sether DM, Liu XP, Wang M, Zee F, Ullman DE. 1997. Use of a tissue blotting immunoassay to examine the distribution pineapple closteovirus in Hawaii. Plant Disease 81(10): 1150-1154.

Hughes G, Samita S. 1998. Analysis of patterns of Pineapple mealybug wilt disease in Srilanka. Plant Disease 82(8): 885-890.

(33)

Jahn CG, Beardsley JW. 1996. Effects of Pheidole megacephala (Hymenoptera: Formicidae) on survival and dispersal of Dysmicoccus neobrevipes

(Homoptera; Pseudococcidae). J. of Economic Entomology 85(5): 1124-1129.

Kalshoven LGE. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Laan PA Vander, penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru- Van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewasen in Indonesie.

Khan AA, Avesi GM, Masud SZ, Rizvi SWA. 1998. Incidence of mealybug

Dysmicoccus brevipes (Cockrell) on pineapple. Tr. J. of Zoology

22:159-161.

Melzer MJ, Karasev AV, Sether DM, Hu JS. 2001. Nucleotide sequence, genom organization and phylolgenetic analysis of pineapple mealybug wilt-associated virus-2. Journal of General Virology 82:1-7.

Nakasone HY, Paull RE. 1998. Tropical Fruits. London: CABI. Pineapple; hlm 292-326.

Petty GJ, Stirling GR, Bartholomew DP. 2002. Pest of Pineapple. Di dalam Pena JE, Sharp JL, Wyoski M, editor. Tropical Fruit Pest and Pollinators. London: CAB International. Hlm 157-195.

Rai BK, Sinha K. 1980. Pineapple: Chemical ontrol of mealybug and associated Ants in Guyana. J. Econ. Entomo 73: 41-45.

Rohrbach KG, Beardsley JW, German TL, Reimer NJ, Sanford WG. 1988. Mealybug wilt, mealybugs, and ants on pineapple. Plant Disease

72(7):558-565.

Samson JA . 1980. Tropical Fruits. New York: J Wiley. Pineapple; hlm 293-327.

Sether DM, Hu JS. 2002a. Closteovirus infection and mealybug exposure are necessary for the development of mealybug wilt of pineapple disease.

Phytopathology 92(9):928-935.

Sether DM, Karasev AV, Okumura C, Arakawa C, Zee F, Kislan MM, Busto JL, Hu JS. 2001. Differentiation, distribution, and elimination of two pineapple mealybug wilt-associated viruses found in pineapple. Plant

Disease 85(8): 856-864.

Sether DM, Ullman DE, Hu JS. 1998. Transmission of Pineapple mealybug wilt-associated virus by two spesies of mealybug (Dysmicoccus spp.).

(34)

Sether DM, Hu JS. 2002b. Yield impact and spread of pineapple mealybug wilt associated virus-2 and mealybug wilt of pineapple in Hawaii. Plant Disease

86(8): 867-874.

Sipes BS, Sether DM, Hu JS. 2002. Interactions between Rotylenchus reniformis

and Pineapple mealybug wilt associatedvirus in pineapple. Plant Disease

86(9): 933-938.

Wakman W, Teakle DS, Thomas JE, Dietzgen RG. 1995. Presence of a closteovirus- like virus and bacilliform virus in pineapple plants in Australia. Aust. J. Agric. Res 46:947-958.

Widyanto H. 2005. Pola penyebaran penyakit layu dan kutu putih pada perkebunan nanas (Ananas comosus (Linn.) Merr.) rakyat di desa Bunihayu Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(35)
(36)

Lampiran 1 Gejala serangan PMWaV pada tanaman nanas uji (a) Ujung daun mengalami kematian, (b) Seluruh daun mengalami layu, (c) Daun melengkung ke bawah dan (d) Tanaman yang kerdil

(a)

(b)

(c)

(37)

Lampiran 2 Tanaman uji (a) mengalami recovery, (b) tidak bergejala dan (c) sehat

(a) (b)

(38)

Lampiran 3 Gejala di lapangan (a) Buah sehat, (b) Buah sakit dan (c) Daun sakit

(a)

(b)

(39)

Sepasang porus discoidal

Lampiran 4 Bagian tubuh D. brevipes

.

17 Pasang serari

Ostiol posterior

Seta lobus anal Spirakel

8 ruas antena

Tungkai

Vulva Antena

Gambar

Gambar 1  Gejala penyakit layu nanas di pertanaman nanas rakyat desa Bunihayu,
Gambar 2  Tanaman nanas bergejala layu yang digunakan sebagai sumber
Gambar 3  Koloni D. brevipes pada buah kaboca
Gambar 4 Tanaman uji yang diberi insektisida deltametrin 0,6% di sekitar
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini mengkaji tentang Pembuatan Pupuk Cair dimana bahan baku yang digunakan adalah daun enceng gondok, serta pelarut NH 4 H 2 PO 4.. Metode pembuatan pupuk ini secara

herbal berbasis mobile yang berisi tentang informasi dari Istana Herbal dan.. produk-produk yang dengan mudah dapat dipesan, sehingga

Dengan standar ini maka perilaku para pihak dalam melaksanakan kontrak dan penilaian terhadap isi kontrak didasarkan pada prinsip rasionalitas dan kepatutan; dan

Lebih lanjut (Edwards dan Bohlen, 1986 dalam Parthasarathi, 2007) mengungkapkan vermicomposting merupakan proses biologi yang tergantung pada cacing dan aktivitas

Hasil pendataan Sensus Pertanian 2013 ini diperoleh data bahwa di Kabupaten Banggai Kepulauan, tidak terdapat usaha pertanian yang dikelola oleh perusahaan

Visual Network Description (VND) adalah sebuah graphical user interface untuk perancangan skenario jaringan SDN. VND mendukung perancangan topologi jaringan dengan berbagai

aktif, cuti, lulus, keluar/DO. Melaksanakan administrasi KRS, ujian MID/UAS, KHS,usulan KKN/KKU, seminar skripsi, pendadaran,transkrip, dan usulan peserta

Ako smo desetlje≥ima u arhivskim zako- nima, pravilnicima, struËnim i znanstvenim Ëlancima i elaboratima naglašavali kao nezaobilaznu potrebu da se arhivsko gradivo prikuplja,