• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan Masyarakat Makan Oyek (Manihot utilissima) Sebagai Bahan Campuran Nasi (Kasus di Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen Jawa Tengah)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan Masyarakat Makan Oyek (Manihot utilissima) Sebagai Bahan Campuran Nasi (Kasus di Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen Jawa Tengah)"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KEBIASAAN MASYARAKAT MAKAN OYEK

(

Manihot utilissima

) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NASI

(Kasus di Kecamatan Sruweng Kebumen Jawa Tengah)

BA’DO RIYONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan Masyarakat Makan Oyek (Manihot utilissima) Sebagai Bahan Campuran Nasi (Kasus di Kecamatan Sruweng Kebumen Jawa Tengah) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

(3)

BA’DO RIYONO. Determinant Factors Related to Eating Habits of the Farmers on Mixture of Oyek (Manihot utilissima) and Rice at Sub District of Sruweng District of Kebumen Central Java. Supervised by MA’MUN SARMA and DJOKO SUSANTO.

ABSTRACT

The objective of the study is to obtain relationship between several determinant factors related to eating habits of the farmers on the mixture of oyek (Manihot utilissima) and rice at Sub District of Sruweng in District Kebumen Regency Central of Java. Several variables are included, namely social and cultural, economy, agriculture environment, food pattern of the families and their children. A number of 100 farmer families were randomly selected in two villages, namely Pengempon and Karangpule, 50 families in each of the village. Data were collected using structural instruments. The important results are: 1). Age of the respondents, occcupation level of education and income are significantly related to the eating habit of oyek. While socio-cultural variables such as; solidarity, custom, social gathering and existence of oyek during traditional ceremonial are not significantly related to eating habit of oyek. In fact, the eating habit of the mixture of oyek and rice is a kind of inherited by the ancestor. Cultivation pattern and kind of technological usage are significantly related to such eating habit. Type of snack foods are not significantly related to the eating habit of oyek. It is suggested that kind of eating habit of oyek mixed to nice worth to maintain and develop in this particular study area.

(4)

RINGKASAN

BA’DO RIYONO. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan Masyarakat Makan Oyek (Manihot utilissima) Sebagai Bahan Campuran Nasi (Kasus di Kecamatan Sruweng Kebumen Jawa Tengah). Dibimbing oleh MA’MUN SARMA dan DJOKO SUSANTO.

Salah satu alternatif untuk meningkatkan kecukupan pangan bagi masyarakat, adalah dengan program ketahanan pangan. Program ketahanan pangan diarahkan pada pengembangan pangan alternatif agar masyarakat tidak tergantung pada beras, tetapi dapat mengembangkan pangan alternatif yang sudah banyak ditinggalkan oleh masyarakat. Pengembangan sumber pangan alternatif dimaksudkan untuk mengubah pola komsumsi masyarakat yang sampai saat ini masih memiliki ketergantungan pada komoditi beras. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah diversifikasi makanan pokok. Upaya diversifikasi pangan diarahkan pada peningkatan status gizi dan kesehatan masyarakat dan dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan sumber pangan non beras pada masyarakat. Sumber pangan non beras dengan harga yang lebih murah dibanding beras dan terjangkau oleh daya beli masyarakat Indonesia merupakan strategi untuk mewujudkan ketahanan pangan masyarakat. Diversifikasi pangan diperlukan agar masyarakat memiliki sumber pangan alternatif pengganti beras sehingga ketahanan pangan masyarakat dapat terjaga.

Salah satu upaya pengembangan konsumsi pangan dilaksanakan melalui pengembangan pangan lokal, karena pangan lokal merupakan pangan yang sudah dikenal, mudah diperoleh di suatu wilayah, jenisnya beragam dan dapat diusahakan baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk dijual. Pengembangan pangan lokal diharapkan dapat meningkatkan konsumsi pangan yang beragam di tingkat rumah tangga sekaligus meningkatkan pendapatan keluarga.

Perilaku konsumsi masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor determinan yang diduga berhubungan dengan pola dan perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi oyek sebagai campuran bahan makanan pokok antara lain budaya, tingkat pendidikan, kemiskinan, dan sebagainya. Kajian lebih mendalam tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kebiasaan masyarakat mengkonsumsi oyek sebagai bahan campuran nasi bermanfaat sebagai salah satu pijakan dalam pelaksanaan penyuluhan kesehatan terutama menyangkut peningkatan nilai gizi keluarga.

Penelitian ini mengungkap tentang kebiasaan masyarakat makan oyek sebagai campuran nasi. Peubah-peubah yang diteliti adalah demografi, sosial budaya, ekonomi, pola pertanian, ekologi/lingkungan, dan peranan makanan selingan.

Penilitian ini bertujuan : 1) Mengidentifikasi pola makan masyarakat di Kabupaten Kebumen, 2) Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat mengkonsumsi oyek sebagai bahan campuran nasi.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan mulai bulan November sampai Desember 2008. Populasi penelitian adalah anggota masyarakat di dua desa yaitu: Desa Pengempon dan Desa Karangpule Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen. Pengambilan sampel secara acak sederhana (simple random sampling) sebanyak 50 KK sebagai responden pada masing-masing desa sehingga total responden sebanyak 100 KK. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Hubungan antar peubah diketahui dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman

(5)

kebiasaan makan oyek. Peubah sosial budaya yang terdiri atas sub pubah kerukunan, adat istiadat, pengajian, ketersediaan oyek dalam upacara, berhubungan tidak nyata dengan kebiasaan makan oyak, dan oyek sebagai warisan nenek moyang berhubungan tidak nyata dengan kebiasaan makan oyek. Peubah lingkungan tidak berhubungan nyata dengan kebiasaan masyarakat makan oyek. Peubah ekonomi berhubungan nyata dengan kebiasaan makan oyek. Peubah pola pertanian dengan sub peubah pola tanam berhubungan sangat nyata dengan kebiasaan makan oyek, dan sub peubah alat teknologi berhubungan nyata dengan kebiasaan makan oyek. Sedangkan sub peubah jenis tanaman, frekuensi panen, dan gudang berhubungan tidak nyata dengan kebiasaan makan oyek. Peubah lingkungan berhubungan tidak nyata dengan kebiasaan makan oyek.

(6)

Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KEBIASAAN MASYARAKAT MAKAN OYEK

(

Manihot utilissima

) SEBAGAI BAHAN CAMPURAN NASI

(Kasus di Kecamatan Sruweng Kebumen Jawa Tengah)

BA’DO RIYONO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis

Nama NIM

:

: :

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan Masyarakat Makan Oyek (Manihot utilissima) Sebagai Bahan Campuran Nasi (Kasus di Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen Jawa Tengah). Ba’do Riyono

I352060061

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS., M.Ec, Ketua

Prof. (Ris) Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas nikmat karunia-Nya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis berjudul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan Masyarakat Makan Oyek (Manihot utilissima) Sebagai Bahan Campuran Nasi di Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Penelitian dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi berkaitan faktor-faktor yang berhubungan dengan kebiasaan masyarakat makan oyek.

Atas tersusunnya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS., M.Ec selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Prof. (Ris) Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM selaku Anggota Komisi Pembimbing atas saran dan bimbinganya dalam penyusunan tesis ini.

2. Bapak Bupati Kabupaten Kebumen Jawa Tengah, Ketua BAPEDA Kabupaten Kebumen beserta Staf, Badan Kesatuan Bangsa Politik Kesbang Ponlimas Kabupaten Kebumen.

3. Kepala Desa Pengempon dan Kepala Desa Karangpule yang telah memberi izin kepada penulis untuk malakukan penelitian.

4. Kedua orang tua penulis, yang telah memberi do’a dan dukungan atas karya tulis ini. 5. Bapak Dr. Suparman Ibrahim Abdullah, M.Sc beserta keluarga yang telah memberi

dorongan, bimbingan, dan biaya sehingga karya tulis ini terwujud.

6. Rekan-rekan mahasiswa PPN Angkatan 2006 atas kerjasama dan dukungannya.

Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2009

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kebumen Jawa Tengah pada tanggal 14 Oktober 1979 dan merupakan anak keempat dari enam saudara dari pasangan Sutarmo dan Sodariah. Pada tahun 1991 – 1996 mengikuti pendidikan di Pondok Pesantren “DARUSSA’ADAH” Kritig Petanahan Kebumen Jawa Tengah dan pada tahun 2005 lulus S1 Jurusan Ekonomi Manajemen, Konsentrasi Pemasaran Universitas Ibnu Khaldun Bogor (UIKA). Penulis beralmat di Jalan Gelatik No. 4 Tanah Sareal Bogor Jawa Barat.

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian mayoritas penduduknya. Berdasarkan data statistik, sekitar 75 % penduduk Indonesia tinggal di pedesaan dan lebih 54 % di antaranya menggantungkan hidup pada sektor pertanian, dengan tingkat pendapatan yang relatif rendah jika dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di perkotaan. Perbedaan pendapatan tersebut sangat berkaitan dengan produktivitas petani yang tidak dapat dilepaskan dari berbagai faktor, antara lain luas lahan yang dimiliki (KPUD. 2008).

Salah satu permasalahan yang dihadapi sektor pertanian saat ini ialah berkurangnya lahan-lahan pertanian menjadi areal pemukiman, kawasan industri, dan areal penggunaan lain nonpertanian. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan sektor pertanian di Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah. Menyempitnya areal pertanian di Kabupaten Kebumen disebabkan oleh pola penggunaan lahan pertanian yang beralih menjadi areal pembuatan genteng dan penambangan pasir. Dilihat dari distribusi kegiatan ekonomi sejak tahun 1997 – 2007, berubahnya lahan pertanian menjadi areal industri genteng dan penambangan pasir semakin meningkat, walaupun dalam skala yang kecil. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi kondisi tersebut antara lain adalah sektor pertanian yang belum dapat memberikan kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan petani dan semakin terbukanya pasar untuk produk industri genteng, sehingga menyebabkan para petani mengalihkan lahan pertaniannya untuk industri tersebut (KPUD. 2008).

(13)

Menurunnya produktivitas pertanian dan rendahnya pendapatan petani dapat menyebabkan permasalahan yang serius menyangkut kemampuan petani dalam memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup manusia dan merupakan salah satu unsur penting dalam membentuk ketahanan pangan suatu bangsa. Masalah kecukupan pangan merupakan persoalan yang sangat krusial bagi kelangsungan hidup manusia. Kemampuan suatu bangsa dalam memenuhi kebutuhan pangan bagi rakyatnya merupakan salah satu pencerminan tingkat kemakmuran bangsa tersebut.

Terjadinya multi krisis dan bencana alam yang melanda bangsa Indonesia selama empat belas tahun terakhir (1996 – 2008) membawa dampak yang besar bagi rakyat Indonesia terutama berkaitan dengan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan beras sebagai bahan makanan pokok. Dampak lain dari krisis di atas adalah menurunnya daya beli dan tingkat komsumsi masyarakat yang berimplikasi pada menurunnya status gizi dan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan langkah yang strategis untuk mengurangi tingkat ketergantungan masyarakat pada komoditi beras sebagai sumber makanan pokok.

(14)

memiliki sumber pangan alternatif pengganti beras sehingga ketahanan pangan masyarakat dapat terjaga.

Upaya untuk mendukung program diversifikasi pangan ini, menurut Tim Pangan IPB (1982) terdapat beberapa kriteria pangan non beras yang dapat diterima oleh masyarakat sebagai bahan makanan sumber karbohidrat. Pertama potensi produksinya tinggi, kedua tersedianya teknologi yang sederhana untuk pengolahan komoditi non beras. Salah satu jenis bahan pangan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber bahan pangan non beras adalah ubi kayu (Manihot Utilissima). Ubi kayu merupakan salah satu jenis tanaman yang dapat tumbuh pada berbagai tingkat kesuburan tanah. Ubi kayu di tanam hampir di seluruh wilayah di Indonesia karena jenis tanaman ini mudah tumbuh, mudah dalam penyediaan bibit, dan mudah dalam perawatan.

Produksi ubi kayu di Indonesia sangat tinggi, jika dibandingkan dengan jenis ubi yang lain. Kelemahan ubi kayu ini adalah mudah rusak dalam jangka waktu 24 - 48 jam apabila tidak segera ditangani setelah pemanenan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut agar ubi kayu tersebut bernilai ekonomis lebih tinggi.

Komoditas ubi kayu dapat diolah menjadi berbagai keperluan, misalnya menjadi tapioka dan tepung maizena, di samping untuk bahan dasar pembuatan berbagai kue atau jajanan pasar. Salah satu pengetahuan lokal masyarakat, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah pengolahan ubi kayu untuk pembuatan gaplek. Gaplek adalah ubi kayu yang dikeringkan dengan penjemuran langsung di bawah sinar matahari sehingga kadar airnya menjadi sangat rendah. Kadar air yang sangat rendah memungkinkan gaplek dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Gaplek biasanya dimanfaatkan masyarakat pedesaan di Jawa Timur dan Jawa Tengah sebagai salah satu cadangan pangan sewaktu-waktu terjadi kemarau panjang atau terjadi musim paceklik.

(15)

sebagai bahan campuran beras. Bahan makanan tersebut dikenal dengan nama oyek. Masyarakat pedesaan di Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Kebumen hampir tidak asing lagi dengan jenis bahan makanan oyek ini, dan pernah mengkonsumsinya. Sudah sejak dulu masyarakat pedesaan di Kebumen sudah terbiasa mengkonsumsi oyek sebagai bahan campuran beras.

Sub sistem konsumsi pangan terletak pada hilir dari sistem ketahanan pangan, yang berarti keragaannya langsung mempengaruhi pemantapan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Keragaan sub sistem konsumsi pangan tersebut dipengaruhi oleh : (1) faktor ekonomi seperti tingkat pendapatan, harga pangan dan non pangan, dan mekanisme pemasaran; dan (2) faktor sosial budaya misalnya tingkat pengetahuan, kebiasaan makan termasuk ada tidaknya tabu dan pantangan.

Keragaman konsumsi pangan masyarakat dapat diketahui dari pola konsumsi pangan di daerah yang bersangkutan yang mencakup ragam jenis pangan, jumlah pangan yang dikonsumsi, frekuensi dan waktu makan. Secara kuantitatif hal tersebut menentukan jumlah pangan yang dikonsumsi. Apabila keragaan konsumsi pangan berada di bawah anjuran, maka tingkat konsumsi masyarakat perlu ditingkatkan melalui peningkatan pendapatan dan pengetahuan pangan dan gizi serta peningkatan ketersediaan pangan sesuai dengan kondisi dan potensi sumberdaya yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan.

Secara geografis Desa Pengempon dan Desa Karangpule terletak di Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah. Kedua desa ini terletak di lereng gunung dengan sumber mata pencaharian utama penduduk adalah sektor pertanian. Pola pertanian yang diterapkan penduduk masih tradisional dengan komoditas utamanya adalah padi, singkong, jagung, kelapa, dan ubi-ubian. Masyarakat di dua desa tersebut mengenal oyek sebagai bahan campuran beras sudah cukup lama. Kebiasaan makan oyek di dua desa tersebut didukung oleh ketersediaan bahan baku ubi kayu yang cukup melimpah.

(16)

Pengembangan pangan lokal diharapkan dapat meningkatkan konsumsi pangan yang beragam di tingkat rumah tangga sekaligus meningkatkan pendapatan keluarga.

Perilaku konsumsi masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor determinan yang diduga berhubungan dengan pola dan perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi oyek sebagai campuran bahan makanan pokok antara lain budaya, tingkat pendidikan, kemiskinan, dan sebagainya. Kajian lebih mendalam tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kebiasaan masyarakat mengkonsumsi oyek sebagai bahan campuran nasi bermanfaat sebagai salah satu pijakan dalam pelaksanaan penyuluhan kesehatan terutama menyangkut peningkatan nilai gizi keluarga.

Perumusan Masalah

Ubi kayu (Manihot utilissima) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian tanaman pangan yang memiliki manfaat bagi masyarakat. Di samping memiliki nilai ekonomis, ubi kayu juga memiliki manfaat sebagai salah satu bahan makanan alternatif pengganti beras karena memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Berbagai produk hasil olahan ubi kayu yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi adalah tapioka dan tepung maizena.

(17)

Salah satu produk hasil olahan ubi kayu sebagai bahan makanan pokok yang dicampur dengan beras adalah oyek. Oyek merupakan salah satu bentuk diversifikasi pangan yang dilakukan oleh masyarakat pedesaan dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di sekitarnya. Pemanfaatan oyek sebagai campuran beras untuk makanan pokok masyarakat di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor. Sikap mental seseorang dalam pemilihan makanan bersumber pada suatu kendali diri yang jauh di dalam bawah sadarnya, kadang orang lain menganggap hal tersebut tidak rasional.

Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, penelitian ini mengkaji pada aspek perilaku dan faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi oyek. Oleh karena itu, perumusan masalah yang disusun dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pola konsumsi makanan yang terkait dengan kebiasaan makan oyek dalam masyarakat di Kabupaten Kebumen?

2. Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan kebiasaan masyarakat mengonsumsi oyek sebagai bahan campuran nasi ?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi pola makan masyarakat dalam mengkonsumsi oyek di Kabupaten Kebumen.

2. Mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan kebiasaan masyarakat mengkonsumsi oyek sebagai bahan campuran nasi.

Manfaat Penelitian

1. Bahan masukan pagi pemerintah sebagai penggagas program diversifikasi pangan dan bagi LSM sebagai pendamping para petani.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan menurut Suhardjo (1986) adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan konsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, dan sosial budaya. Lebih lanjut dikatakan bahwa kebiasaan makan bukanlah bawaan dari lahir, melainkan merupakan hasil belajar. Sebagai contoh kebiasaan makan keluarga, menjadi panutan bagi generasi muda dalam keluarga tersebut. Wirakusumah dalam Novitasari (1994:1) menjelaskan kebiasaan keluarga makan berlebihan, frekuensi makan yang sering, kebiasaan makan snack, makan di luar waktu makan akan ditiru oleh anak. Begitu pula jika frekuensi makan tidak teratur, jarak antara dua waktu makan yang terlalu panjang menyebabkan kecenderungan untuk makan lebih banyak dan melebihi kebutuhan. Den Hartog dalam Novitasari (1995: 16) mengatakan bahwa kebiasaan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, seperti lingkungan budaya (Cultural Environment), lingkungan alam (Natural Environment), dan populasi. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Swasono, (1987: 9,11) yang mengatakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan masyarakat yaitu:

1. Pada tingkat kebudayaan, yaitu sebagai tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh anggota masyarakat pada umumnya, baik yang terwujud sebagai yang ideal maupun aktual.

2. Pada tingkat masyarakat, yaitu melihat sebagai pola-pola yang umum berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat tersebut.

3. Pada tingkat keluarga, yaitu melihat sebagai pola-pola umum yang berlaku pada kehidupan keluarga yang ada dalam satu masyarakat, yang merupakan gambaran mengenai berbagai kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan para anggota keluarga, sebagai satu satuan kehidupan.

(19)

Sinaga dalam Susanto dan Suparlan (1989: 391) dalam hal pola konsumsi makanan pokok, menyebutkan bahwa tidak benar jika beranggapan bahwa hanya beras saja yang merupakan makanan utama dan satu-satunya bahan makanan yang patut di beri perhatian khusus. Masyarakat Indonesia tidak hanya mengandalkan beras sebagai bahan makanan pokok. Berbagai hasil pertanian telah dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai makanan pokok sehari-hari, misalnya sagu, jagung, ubi kayu, ketela dan jenis umbi yang lain. Pola konsumsi tersebut berkaitan dengan aspek sosial budaya masyarakat dan ketersediaan sumberdaya alam yang ada. Pemanfaatan bahan pangan non beras sebagai bahan makanan pokok tersebut sudah berlangsung secara turun-temurun dan merupakan salah satu bentuk kreasi budaya masyarakat.

Sanjur (1982) mengemukakan bahwa konsep mengenai makanan dan pemilihan makan pada diri seseorang dipengaruhi oleh tiga jenis kebutuhan, yakni: 1) Kebutuhan biogenik, yaitu jika seseorang perutnya kosong dalam waktu relatif lama 5-10 jam maka secara biologis ia mendambakan untuk memenuhi kebutuhan biologik tersebut, 2) Kebutuhan psikogenik, yakni seseorang dalam keadaan lapar berat , umumnya cenderung mencari dan memilih makanan yang ia sukai, yakni sewaktu ia dihadapkan kepada banyak pilihan makanan yang tersedia, 3) Kebutuhan sosiogenik, yaitu seseorang yang merasa lapar, umumnya mencarti dan memilih makanan yang menurutnya tidak bertentangan dengan sistem sosial budaya dan agama, di mana ia hidup dan dibesarkan.

(http://Sanjur.wordpress.com. Artikel/ pangan/08/07/2008).

Faktor Sosial Budaya

Secara terminologis, kata kebudayaan atau culture berasal dari bahasa Latin yaitu colere

(20)

Koentjaraningrat (1988) menyatakan sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat, terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang dianggap bernilai dalam hidup. Sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi perilaku manusia. Sikap mental atau attitude diartikan sebagai suatu disposisi atau keadaan mental di dalam jiwa dan diri seorang individu untuk bereaksi terhadap lingkungannya (baik lingkungan manusia maupun lingkungan alamiahnya).

Perilaku merupakan bentuk kebudayaan sebagai perwujudan aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dan masyarakatnya. Pada wujud lainnya kebudayaan terbentuk sebagai sistem nilai budaya atau orientasi nilai budaya. Kebudayaan pada bentuk ini merupakan kompleksitas ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. Orientasi nilai budaya (sikap mental) menjadi unsur pengatur, pengendali perbuatan dan berpengaruh pada penciptaan karya-karya fisik.

Nilai sosial budaya adalah suatu kesadaran emosi yang relatif lama hilangnya terhadap suatu obyek, gagasan atau orang, dan salah satu cirinya bahwa nilai itu merupakan unsur penting yang tidak dapat diremehkan oleh masyarakat penganutnya. Nilai sosial dijunjung tinggi oleh orang banyak karena berdasarkan konsensus masyarakat nilai itu menyangkut kesejahteraan bersama. Nilai itu merupakan petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku manusia (Rasyid, 2001).

Asy’ari (Dimyati, 2002) menyatakan bahwa, pola sikap dan perilaku seseorang anggota masyarakat banyak dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor antara lain adalah lingkungan alam, faktor keturunan, lingkungan sosial, pengalaman, pendidikan dan pengetahuan.

(21)

Jawa. Herskovits pada Novitasari (1995: 12) memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Tylor dalam Faroji (2008) kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

Kebudayaan adalah segala sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistik, kebiasaan makan, keahlian yang diperoleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang didapat melalui pendidikan formal atau informal. Manik (1986:108) mengatakan sosial budaya terdiri dari kebiasaan, norma dan adat- istiadat masyarakat, keseniaan, peninggalan bersejarah atau purbakala, benda atau tempat yang dikeramatkan, lembaga yang ada di masyarakat (lembaga adat, agama, kerukunan antar umat beragama, dan lain-lain), serta persepsi atau tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha atau kegiatan.

(22)

Dilihat dari segi pendidikan formal, masyarakat di dua desa tersebut terutama golongan tua hanya mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD), bahkan tidak sedikit yang tidak menamatkan sekolah dasar. Pemuda di Desa Pengempon dan Desa Karangpule rata-rata sudah tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP), sedikit sekali yang meneruskan ke jenjang lebih tinggi baik tingkat SLTA maupun perguruan tinggi. Kondisi ini di sebabkan ketidak mampuan orang tua untuk membiayai anak-anaknya bersekolah. Jika dilihat dari segi pendidikan non formal, sebagian besar masyarakat di dua desa tersebut memiliki basis pendidikan nonformal pesantren. Pemuda pemudi dari Desa Pengempon dan Desa Karangpule banyak yang menuntut ilmu di pondok pesantren di berbagai wilayah di Pulau Jawa seperti, pondok pesantren Gontor, Tebu Ireng, Tegal Rejo, dan sebagainya.

Faktor Ekonomi

Kemajuan ekonomi atau kehidupan ekonomi suatu negara antara lain dilihat pada aktifitas atau kegiatan ekonominya (Depdikbud, 1994: 18-19). Kegiatan ekonomi dapat dilihat dari industri-industri ekstratif dan agraris, bidang manufaktur dan jasa. Pembangunan ekonomi di Indonesia seharusnya diarahkan pada pembangunan ekonomi yang berbasis pada sektor pertanian. Kenyataan yang terjadi justru terlihat banyaknya pengangguran di sektor pertanian dan kesempatan kerja di sektor agraris yang semakin berkurang.

(23)

Sumber daya produksi bagi petani adalah tanah. Petani-petani di Kecamatan Sruweng khususnya di Desa Pengempon dan Desa Karangpule rata-rata memiliki lahan kering cukup luas rata-rata sekitar 1 ha per keluarga. Dilihat dari tingkat pendapatan, rata-rata petani di kedua desa tersebut memiliki tingkat pendapatan yang rendah karena lahan-lahan yang dimiliki berada di lereng-lereng gunung, sehingga masyarakat mengalami kesulitan dalam pengolahan lahan. Hal ini berdampak pada rendahnya produktivitas lahan yang berimplikasi pada rendahnya tingkat pendapatan petani.

Rendahnya produktivitas lahan di kedua desa tersebut menyebabkan tingkat perkenomian rata-rata penduduknya juga rendah. Kondisi ini tercermin dari pola makan sehari-hari dilihat dari sumber bahan makanan pokok. Masyarakat di kedua desa tersebut sampai saat ini masih mengkonsumsi oyek sebagai campuran nasi. Pola makan ini awalnya merupakan salah satu strategi yang diterapkan masyarakat untuk menghemat konsumsi beras yang nilai ekonominya lebih tinggi daripada oyek. Pola makan tersebut saat ini sudah berubah menjadi kebiasaan masyarakat. Masyarakat di kedua desa tersebut sebagian besar mengkonsumsi oyek sebagai bagian dari tradisi dan pola makan sehari-hari, walaupun akhir-akhir ini menunjukkan kecenderungan yang menurun.

Adapun bahan makanan pokok yang dikomsumsi masyarakat pedesaan di ke dua desa tersebut adalah sebagai berikut:

1. Desa Pengempon: beras, ubi kayu (oyek), jagung, jagung beras, ketela rambat, beras dan oyek.

2. Desa Karangpule: beras, ubi kayu (oyek), jagung, jagung beras, ketela rambat, beras dan oyek.

Faktor Pola Pertanian

(24)

penting dalam pola budaya pertanian masyarakat di Desa Pegempon dan Desa Karangpule yang akan mempengaruhi secara langsung kebiasaan makan masyarakat. Komoditas pertanian sebagai bahan makanan pokok yang dapat disimpan dalam waktu lama umumnya ditanam secara serentak, misalnya padi dan jagung. Bahan makanan pokok non beras yang tidak dapat disimpan lama, antara lain: ubi kayu, ubi rambat, talas, dan lainnya. Penanamannya dilakukan sedidik demi sedikit, pada umumnya tidak secara monokultur malainkan dengan cara tumpang sari.

Kenyataan di lapangan menunjukan bahwa tradisi masyarakat dalam pengolahan ladang pertanian membentuk kearifan lokal masyarakat dalam pengolahan sumberdaya ladang secara lestari dan berkelanjutan sebagai model utama untuk memperoleh bahan makanan. Tradisi-tradisi tersebut erat hubungannya dengan berbagai macam pilihan, antara lain:

1. Macam tanaman yang cocok ditanam

2. Masa untuk mulai bercocok tanam dan panen 3. Jenis teknologi yang digunakan

4. Cara-cara pengolahan makanan 5. Kebiasaan mengkonsumsi makanan

Ciri-ciri pola pertanian yang dianut oleh masyarakat Desa Pengempon dan Desa Karangpule memberikan implikasi bahwa mengubah sistem budaya berladang menjadi sistem pertanian padi sawah dengan pengairan teknis tidaklah semudah seperti yang dibanyangkan oleh kebanyakan orang. Selain ketersediaan air yang terbatas untuk usaha tani sawah, ladang mempunyai arti khusus dalam budaya masyarakat setempat sebagai “gudang” atau tempat penyimpanan cadangan bahan-bahan makanan, agar bisa memberi rasa aman dalam bidang pangan.

Pengolahan tanah di Desa Pengempon dan Desa Karangpule dapat di golongkan menjadi:

1. Pengolahan tanah kering, berupa ladang atau tegalan terutama di daerah pengunungan atau di daerah yang kurang curah hujannya.

(25)

daerah di mana tidak tersedia irigasi, sistem pengolahan sawah adalah tadah hujan.

3. Pengolahan tanah pekarangan, yakni tanah-tanah di sekitar rumah ditanami dengan jenis-jenis tanaman jangka panjang seperti kelapa, buah-buahan, atau jenis tanaman keras lainnya.

Faktor Ekologi/Lingkungan

Kata ekologi berasal dari bahasa Yunani Oikos, yang berarti “rumah” atau “tempat untuk hidup” (Odum,1993: 3). Secara harfiah, ekologi adalah pengkajian organisme-organisme “di rumah“. Biasanya ekologi didefinisikan sebagai pengkajian hubungan organisme-organisme atau kelompok-kelompok organisme terhadap lingkungannya, atau ilmu hubungan timbal balik antara organisme-organisme hidup dan lingkungannya. Senada dengan hal tersebut Soemarwoto dalam Husein (1992) mengatakan ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik antra mahluk hidup dengan lingkungan hidupnya. Oleh karena itu permasalahan lingkungan hidup pada hakekatnya adalah permasalahan ekologi. Hal tersebut diperkuat oleh Manik (2003: 4) bahwa ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan mahluk hidup dengan lingkungannya.

(26)

Walgito (2003) mengatakan bahwa lingkungan merupakan segala hal yang ada di sekitar manusia yang dapat dibedakan menjadi benda-benda yang mati dan benda-benda hidup, dengan kata lain ada lingkungan yang bersifat kealaman atau lingkungan fisik, dan ada lingkungan yang mengandung kehidupan atau lingkungan sosial. Kedua jenis lingkungan ini, secara signifikan, akan mempengaruhi perilaku individu., sebagaimana yang dinyatakan oleh Delgado dalam Rakhmat (2001) bahwa respons otak dan perilaku individu dipengaruhi oleh setting atau suasana yang melingkupi individu tersebut. Sampson (1976) mengemukakan beberapa faktor-faktor situasional yang dapat mempengaruhi perilaku individu di antaranya adalah: (1) lingkungan ekologis, yang meliputi faktor geografis dan faktor iklim atau meteorologis, dan (2) lingkungan sosial, yaitu merupakan lingkungan masyarakat yang didalamnya terdapat interaksi individu dengan individu lain, yang meliputi kelompok-kelompok sosial yang ada di sekitar individu baik individu tersebut sebagai anggota maupun tidak (sekedar sebagai rujukan), sistem peranan yang berlaku dalam masyarakat, karakteristik populasi.

Peranan Makanan Selingan

(27)

kebutuhan pangan keluarga petani. Kondisi tersebut juga mencerminkan pola pertanian yang masih bersifat subsisten belum mengarah pada skala agribisbis.

Makanan-makanan selingan atau jajanan tersebut telah dikenal oleh masyarakat dan umumnya di komsumsi di antara dua waktu makan, yaitu antara makan siang dan makan malam, serta sebagai hidangan jika ada tamu yang berkunjung. Makanan-makanan selingan tersebut dapat ditemukan di warung-warung, pasar setempat, pada saat acara-acara tertentu seperti acara keagamaan, Isra’Mi’raj, Maulud Nabi, Idul Fitri, Idul Adha, khitanan, pesta pengantin, puputan dan lain sebagainya. Walaupun tidak terdapat pola keteraturan dalam hal frekuensi konsumsi pada masing-masing keluarga, peranan makanan selingan tersebut cukup penting ditinjau dari sudut pandang pemeliharaan kebiasaan makan makanan pokok tradisional. Jenis-jenis makanan selingan tersebut memperkaya wawasan/pandangan masyarakat terhadap beragam sumber bahan makanan selain beras, dan mengurangi atau membatasi ketergantungan masyarakat pada beras.

Peningkatan mutu dan kualitas makanan-makanan selingan atau jajanan tersebut dapat dilakukan dengan peningkatan cara pengolahannya. Peningkatan cara pengolahan makanan tersebut berpengaruh positif terhadap peningkatan mutu makanan selingan atau jajanan dan peningkatan ekonomi masyarakat karena memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Pengolahan makanan selingan tersebut dapat dilakukan dalam skala industri keluarga (home industri) sehingga dapat meningkatkan pendapatan keluarga.

Ubi Kayu

(28)

Lembaga Informasi Pertanian (LIPTAN) Balai Informasi Pertanian (BIP) Irian Jaya (1995) menyebutkan ubi kayu termasuk tanaman tropis, tetapi dapat pula beradaptasi dan tumbuh dengan baik di daerah sub tropis. Secara umum tanaman ini tidak menuntut iklim yang spesifik untuk pertumbuhannya. Namun demikian ubi kayu akan tumbuh dengan baik pada kondisi iklim dan tanah sbb:

Tabel. 1. Iklim dan Tanah Ubi Kayu

IKLIM TANAH

Curah Hujan

Tinggi Tempat

Suhu Tekstur Struktur pH Tanah

750 - 1000 mm/thn

0 - 1500 m dpl

25o – 28oC Berpasir hingga liat, tumbuh baik pada tanah lempung, berpasir yang cukup hara

Gembur 4,5 - 8 , optimal 5,8

Sumber: LIPTAN BIP Irian Jaya, 1995

Ubi kayu atau singkong adalah bahan makanan sumber karbohidrat dari jenis ubi-ubian . Ditinjau dari segi ilmu gizi, ubi kayu memang kualitasnya lebih rendah dibandingkan dengan beras dilihat dari kandungan proteinnya (Adyana. 1993). Ubi kayu dapat dikonsumsi dalam berbagai bentuk olahan masakan, diantaranya adalah dengan dikukus, rebus, dibakar, goreng dan lain sebagainya (Tjokroadikoesoemo. 1986). Sedangkan dalam skala industri, ubi kayu ini dapat diproduksi untuk menghasilkan berbagai produk seperti pada industry chips dan pellet untuk bahan baku makanan ternak, pabrik sirup glukosa, sirup maltose, atau High Fructosa Syrop (HFS), pabrik alkohol, bumbu masak dan lain-lain.

(29)

Sasrosoedirdjo dalam Fadilah (1978: 6) menggolongkan Ubi kayu menjadi dua golongan besar yaitu: 1) Ubi kayu manis, yaitu ubi kayu yang berkadar HCN rendah, dan 2) Ubi kayu pahit, yaitu ubi kayu yang berkadar HCN tinggi. Jenis-jenis varietas ubi kayu disajikan pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel. 2. Varitas-varitas Unggul Ubi Kayu

No Varietas No

silsilah Asal

Umur / bulan Potensi hasil (ton/ha) Rasa

Klon Manis (Kadar HCN Rendah ) 1 Valenca 2 Hasil introduksi

dari Brazilia

10-12 15-20 Rasa enak pulen 2 Gading 547 Hasil introduksi

dari Jawa Barat

7-10 30 Rasa enak

3 Ambon 554 Hasil introduksi dari Ambon

8-10 20-25 Rasa enak, daging kuning

agak peka penyakit layu 4 W – 78 802 Seleksi Bogor

(Manggi x Ambon)

7-10 25-30 Rasa enak, daging kuning

II. Klon Pahit ( Kadar BCN Tinggi ) 1 S.P.P 15 Hasil introduksi

dari Brazilia

10-12 20-25 Rasa pahit, peka penyakit

layu 2 Bogor 397 Seleksi Bogor

(Bogor x Bosirao)

8-11 20-25 Rasa pahit

3 Muara 528 Seleksi Bogor (Bogor x

Bosirao)

7-10 30 Rasa pahit

4 W – 236 Seleksi Bogor (Bogor x Bosirao)

8-12 30 Rasa pahit

Sumber: LP3 – Bogor.

(30)
[image:30.612.116.497.176.417.2]

Keunggulan lainnya adalah rasanya yang enak dan daging berwarna kuning. Berbagai keunggulan yang dimiliki oleh ubi kayu varietas W-78 memungkinkan jenis tersebut untuk dikembangkan dalam skala yang lebih besar.

Table. 3. Komposisi Kimia Ubi Kayu ( per 100 gr basah )

Komponen Ubi kayu putih/manis Ubi kayu

kuning/pahit

Air (gr) 62.50 60.00

Protein (gr) 1.20 0.80

Lemak (gr) 0.30 0.030

Serat kasar (gr) 0.9 0.9

Karbihidrat (gr) 34.70 37.90

Abu (gr) 0.5 0.5

Kalsium (mg) 33.00 33.00

Fosfor (mg) 40.00 40.00

Besi (mg) 0.70 0.70

Vitamin C (mg) 30.00 30.00

Vitamin A (S1) 0.00 385.00

Vitamin B1 (mg) 0.06 0.06

Kalori (kal) 143 157

Sumber: Departemen Kesehatan RI, 1996.

Tjokroadikoosoemo dalam Fadilah (1986: 6) mengatakan adanya sianida dalam ubi kayu menyebabkan kurang dapat diterima secara menyeluruh dan hanya dimanfaatkan sebagai makanan pokok di daerah pedesaan saja. Sianida dapat menimbulkan keracunan dalam berbagai efek biologi, yaitu penghambatan respirasi jaringan. Sianida dapat direduksi melalui pengeringan, perendaman, perebusan, fermentasi. Pengolahan secara tradisional dapat mengurangi dan bahkan menghilangkan racun yang ada pada ubi kayu tersebut, misalnya kulit singkong dikupasa terlebih dahulu, direndam selama kurang lebih 3-4 hari, yang kemudian dilanjutkan dengan pengeringan. Perlakuan seperti ini akan membuang HCN sampai 10 – 40 mg/kg (Winarno & Didik, 1997. 6).

Oyek (Beras Ubi kayu)

(31)

proses yang diawali dengan tahap perendaman atau fermentasi (Pembayun, dkk, 1997: 10). Beras ubi kayu banyak dikomsumsi oleh masyarakat di daerah Jawa Tengah, terutama di daerah Kebumen dan Banyumas yang lebih dikenal dengan sebutan ”Oyek”. Sedangkan di beberapa daerah seperti di Sumatra sebagian masyarakat juga mengkomsumsi beras ubi kayu ini terutama pada musim paceklik.

Masyarakat di Jawa Timur menyebut ”oyek” dengan nama”leye” yaitu bahan makanan yang terbuat dari ubi kayu melalui proses perendaman selama beberapa hari, kemudian dicuci untuk menghilangkan bau busuk atau bau asam yang dihasilkan selama perendaman. Sealanjutnya ubi kayu tersebut dibuat tepung, kemudian dibuat butiran-butiran dengan cara memercikkan air pada tepung tersebut. Butiran yang sudah terbentuk selanjutnya dikukus hingga masak, kemudian dijemur sampai kering. Oyek dapat disimpan hingga lebih dari satu tahun tanpa mengurangi kualitasnya, jika pengeringannya sempurna (Anonymous, 1968).

Alternatif lain untuk membuat oyek ini adalah dengan cara langsung, ubi kayu basah yang telah di rendam dihancurkan tanpa terlebih dahulu dibuat tepung kering, kemudian dilakukan pengukusan sampai masak, dan selanjutnya dilakukan penjemuran sampai kering (Suprapto, 1980 :10). Wargino dan Barret dalam Didik (1987: 9) menyebutkan beras ubi kayu yang dibuat melalui proses fermentasi dilakukan dengan langkah sebagai berikut : ubi kayu yang telah dikupas, selanjutnya direndam dalam air selama tiga sampai lima hari, kemudian di tiriskan, penghancuran, terus dilakukan pembentukan seperti butiran beras, pengukusan dan pengeringan dengan cara dijemur.

(32)
[image:32.612.129.533.97.268.2]

Tabel. 4. Daftar Komposisi Ubi kayu dan Beras Nama Kalori Kal Protein G Lemak g Karb G Kals mg Fosfor mg Besi mg Vit.A S.1. Vit.B1 mg Vit.C mg Air g b.d.d % Singkong manis

146 1.2 0.3 34.7 33 40 0.7 0 0.06 30 60.0 75

Singkong pahit

157 0.8 0.3 37.9 33 40 0.7 385 0.06 30 60.0 75

Beras giling

360 6.8 0.7 78.9 6 140 0.8 0 0.12 0 13.0 100

Beras giling masak

178 2.1 0.1 40.6 5 22 0.5 0 0.02 0 57.0 100

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1996

Nasi

Nasi adalah beras (atau kadang-kadang serealia lain) yang telah direbus dan ditanak. Proses perebusan beras dikenal juga sebagai 'tim'. Penanakan diperlukan untuk membangkitkan aroma nasi dan membuatnya lebih lunak tetapi tetap terjaga konsistensinya. Pembuatan nasi dengan air berlebih dalam proses perebusannya akan menghasilkan bubur.

Warna nasi yang telah masak (tanak) berbeda-beda tergantung jenis beras yang digunakan. Pada umumnya, warna nasi adalah putih bila beras yang digunakan berwarna putih. Beras merah atau beras hitam akan menghasilkan warna nasi yang serupa dengan warna berasnya. Kandungan amilosa yang rendah pada pati beras akan menghasilkan nasi yang cenderung lebih transparan dan lengket. Ketan yang patinya hanya mengandung sedikit amilosa dan hampir semuanya berupa amilopektin, memiliki sifat semacam itu. Pada umumnya, beras dengan kadar amilosa lebih dari 24% akan menghasilkan nasi yang 'pera' (tidak lekat, keras, dan mudah terpisah-pisah).

(33)

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Kerangka Berpikir

Makanan-makanan pokok yang secara tradisional menjadi kebiasaan makan keluarga-keluarga di Desa Pengempon dan Desa Karangpule, khususnya makanan nasi oyek yang selama ini menjadi salah satu makanan pokok masyarakat di dua desa tersebut dan secara budaya telah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan itu tidak terlepas dari pengetahuan (what people think) dan sistem nilai (what people feel and perceive) mereka terhadap makanan pokok. Kondisi tersebut didukung oleh rasa dan pengaruh jenis makanan tersebut terhadap tubuh seperti yaitu menguatkan, mengenyangkan (tahan lapar), dan aspek jangkauan dari sudut kemampuan daya beli serta kondisi ekonomi masing-masing keluarga.

Susanto dan Suparlan (1989: 391) menyatakan bahwa tidak hanya beras yang merupakan makanan utama dan satu-satunya bahan makanan yang perlu mendapat perhatian khusus. Keanekaragaman bahan makanan pokok masyarakat di Indonesia sejalan dengan kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki dan budaya masyarakat setempat. Bahan makanan pokok masyarakat di berbagai daerah di Indonesia antara lain: sagu, jagung, ubi kayu, ketela dan jenis umbi yang lain. Pemanfaatan bahan pangan non beras sebagai bahan makanan pokok sudah berlangsung secara turun-temurun dan merupakan salah satu hasil kreasi budaya masyarakat.

(34)

Tujuan dari kerangka berpikir ini adalah untuk menggambarkan alur jalannya penelitian ini, yaitu faktor perilaku kebiasaan masyarakat makan oyek dicampur nasi, sebagai salah satu makanan pokok. Peubah penelitian ini terdiri atas peubah tidak bebas (Y) sebagai peubah terikat, yaitu perilaku masyarakat atau kebiasaan makan oyek dicampur nasi. Peubah bebas (X) adalah: demografi, sosial budaya, ekonomi, pola pertanian, demografi/lingkungan, peranan makanan selingan.

[image:34.612.103.508.259.537.2]

Hubungan antar peubah sebagai kerangka operasional penelitian disusun sebagai berikut:

Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berfikir dan deskripsi teoritis di atas, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut:

Kebiasaan masyarakat makan nasi oyek berhubungan nyata dengan faktor-faktor demografi, keadaan sosial budaya, ekonomi, pola pertanian, lingkungan, dan makanan selingan.

Pola Pertanian (X4) Tumpang sari Ragam tanaman Kelestarian

ladang

Peranan Makanan

Selingan (X6)

 Jajanan buatan sendiri /tradisional

 Jajanan warung/pasar

Kebiasaan Makan Oyek Dicampur Nasi

Dalam Keluarga (Y)

Demografi (X1)

 Umur

 Pendidikan

 Pekerjaan

Ekonomi (X3)

Pengolahan lahan kering

Pengolahan lahan dataran rendah

Pengolahan lahan pekarangan

Pendapatan

Ekologi/lingkungan (X5)

 Hubungan keluarga dengan lingkungan Sosial Budaya. (X2)

(35)

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di dua desa yaitu Desa Pengempon dan Desa Karangpule Kecamatan Sruweng, Kabupaten Kebumen Propinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian secara sengaja dengan pertimbangan: 1) Kedua desa tersebut terletak di dataran tinggi dengan pola pertanian lahan kering di lereng-lereng gunung dengan produktivitas dan pendapatan yang rata-rata rendah, 2) Masyarakat di kedua desa tersebut sudah terbiasa mengkonsumsi oyek sebagai bahan makanan pokok. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan mulai bulan November sampai Desember 2008.

Populasi dan Sampel.

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penulis untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sugiono dalam Ratih (2002: 33). Populasi penelitian yang ditetapkan adalah anggota masyarakat di dua desa yaitu: Desa Pengempon dan Desa Karangpule Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pengambilan sampel menggunakan sampel acak sederhana (Simple Random Sampling). Sampel acak sederhana ialah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. (Singarimbun & Efendi. 1998: 155-156). Jelasnya, sampel acak sederhana itu merupakan sampel kesempatan (probability sampling), sehingga hasilnya dapat dievaluasi secara obyektif. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 50 KK pada masing-masing desa, sehingga total responden sebanyak 100 KK.

Rancangan Penelitian

(36)

gejala/variabel yang diteliti (Mardikanto, 2001). Tujuan penelitian korelasi adalah untuk melihat hubungan diantara variabel-variabel, dan sejauh mana variabel pada suatu faktor berkaitan dengan variabel faktor lain. Penelitian ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Kuontur dalam Rafika (2004: 32) menyebutkan metode penelitian kuantitatif adalah penelitian di mana teknik pengumpulan data yang dapat diukur sehingga dapat menggunakan statistik dalam pengujiannya.

Diduga bahwa kebiasaan masyarakat makan nasi dicampur dengan oyek dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: keadaan sosial budaya, faktor ekonomi, pola pertanian, lingkungan, dan makanan selingan, baik berupa jajanan buatan sendiri atau jajanan yang berasal dari pasar.

Data dan Instrumentasi

Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah jenis data ordinal dan rasio. Rincain masing-masing data tersebut adalah sebagai berikut :

X1 : Faktor demografi meliputi : umur, pendidikan, pekerjaan.

X2 : Faktor sosial budaya meliputi : kerukunan, adat-istiadat, pengajian, dan sistem nilai.

X3 : Faktor ekonomi meliputi : pengolahan lahan kering, pengolahan dataran rendah, dan pengolahan lahan pekarangan, pendapatan

X4

X5

X6

Y1 :

:

:

:

Faktor pola pertanian meliputi : tumpangsari, ragam tanaman, dan kelestarian ladang.

Faktor Ekologi/Lingkungan meliputi hubungan keluarga dengan lingkungan.

Faktor peranan makanan selingan yang meliputi : jajanan buatan sendiri/ tradisional dan jajanan warung/pasar.

Kebiasaan makan oyek dicampur nasi dalam keluarga Instrumentasi

(37)

pertanyaan atau pernyataan tertulis yang dibuat dengan sedemikian rupa dan sepraktis mungkin. Tujuan agar responden pada saat diminta bantuan untuk mengisi kuesioner ini tidak terlalu terbebani atau terganggu atas butir-butir pertanyaan atau pernyataan yang terdapat pada kuesioner tersebut, sehingga responden bisa paham dan mengerti. Adapun jenis dan banyaknya pertanyaan disesuaikan dengan peubah-peubah yang berhubungan dengan kebiasaan makan oyek, yaitu: Peubah bebas (X). Untuk peubah demografi ada empat petanyaan. Sosial budaya ada lima pertanyaan. Ekonomi ada tujuh pertanyaan. Pola pertanian ada lima pertanyaan. Lingkungan ada lima pertanyaan., dan makanan selingan ada lima pertanyaan.

Sedangan peubah tidak bebas yaitu; kebiasaan makan oyek (Y) ada sembilan pertanyaan. Untuk lebih jelasnya bentuk kuesioner tersebut dapat dilihat pada lembar lampiran. Instrumen penelitian diuji validitas dan reliabilitasnya agar data yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Uji Validilitas

Umar dalam Rafika (2004: 35) menyebutkan bahwa validilitas menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur mampu mengukur apa yang ingin diukur. Suatu penelitian dikatakan valid apabila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya.

Arikunto dalam Riduwan (2004:109) menjelaskan bahwa validilitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat keterandalan atau kesalihan suatu alat ukur. Banyak fenomena sosial tidak bisa diukur walaupun merupakan konsep konsep variabel yang sudah ditentukan. Misalnya peubah: kepuasan, kesejahteraan, pengabdian, loyalitas, pelayanan, kompetensi, pengetahuan, sikap, motivasi, kebiasaan makan dan lain-lain.

Peubah ini disebut peubah Latent yang akan diukur melalui indikator indikator atau atribut yang diturunkan lagi menjadi butir butir atau item.

(38)

Uji validilitas menggunakan rumus Pearson Product Monent, dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Jika r hasil positif serta r hasil > r tabel maka, butir atau peubah tersebut valid. 2. Jika r hasil tidak positif dan r hasil < r tabel maka, butir atau peubah tersebut

tidak valid; dan

3. Jika r hasil > r tabel tetapi bertanda negatif maka, butir atau peubah tersebutidak valid (Gazali: 2001, 132).

Uji Reliabilitas

Menurut Bugin (2005, 96), reliabilatas adalah kesesuaian alat ukur dengan yang diukur, sehinga alat ukur tersebut dapat dipercaya dan dfiandalkan. Reliabilitas untuk kelompok butir dengan menggunakan ukuran Gronbach Alpha. Ukuran ini biasanya valid jika nyata r > 0.30 dan reliabel jika α > 0.70. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut: (Suparman: 1997,102) =

rH = 1 -

Keterangan :

rH = reliabilitas keseluruhan item atau koefisien reliabilitas k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal  = jumlah varians butir

= varians total 1

Uji reliabilitas dan validitas dilakukan dengan cara mengimput semua data yang didapat dari lapangan ke dalam Program SPSS versi 15. 00. Adapun peubah

 

size) (sample contoh ukuran n i ke butir kecuali butir item/ skor total Y i ke butir item/ skor adalah X Y Y n . X X n Y X XY n 2 2 2 2

r

             









2 b

Σ

k

(k - 1)

(39)

yang akan diuji adalah: Peubah lingkungan, ekonomi dan sosial budaya. Hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini.

Tabel. 5. Uji Reliabilitas dan Validitas Peubah Penelitian

Tabel 5 dapat dilihat bahwa: dari 5 item pertanyaan lingkungan dengan koefiseien korelasi sudah melebihi ambang batas (0.40) yang ditentukan. Dengan demikian peubah yang digunakan dalam penelitian ini semuanya valid dan reliabel.

Untuk instrumen yang dipakai atas pertanyaan mengenai lingkungan ternyata reliable dengan alpha sebesar 0.959 > 0.70, berarti kesimpulannya instrument peubah lingkungan tersebut reliabel.

Tabel 6. Uji Reliabilitas dan Validitas Peubah Ekonomi Peubah Ekonomi Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbac h's Alpha if Item Deleted Kecukupan ladang 4,22 1,718 0,644 0,622 Tanah kering 4,3 1,524 0,814 0,513

Sawah 4,26 1,507 0,831 0,502

Dataran rendah 4,56 2,641 0,027 0,929

Tabel 6 dapat dilihat bahwa: Dari 4 item pertanyaan ekonomi dengan koefiseien korelasi sudah melebihi ambang batas (0.40) yang ditentukan. Dengan demikian peubah yang digunakan dalam penelitian ini semuanya valid dan bisa diteruskan. Instrumen yang dipakai untuk pertanyaan mengenai ekonomi ternyata reliabel dengan alpha sebesar 0.743 > 0.70, berarti kesimpulannya adalah instrument yang digunakan untuk mengukur peubah ekonomi tersebut reliabel.

(40)

Tabel 7. Uji Reliabilitas dan Validitas Peubah Sosial Budaya

Peubah Sosial Budaya

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

Kerukunan 12,74 3,276 0,892 0,953

Adat Istiadat 12,74 3,276 0,892 0,953

Pengajian 12,74 3,276 0,892 0,953

Ketersediaan oyek dlm upacara

12,74 3,276 0,892 0,953

Kebiasaan makan oyek 12,74 3,276 0,892 0,953

Tabel 7 dapat dilihat bahwa: dari 5 item pertanyaan sosial budaya dengan koefiseien korelasi sudah melebihi ambang batas (0.40) yang ditentukan. Dengan demikian peubah yang digunakan dalam penelitian ini semuanya valid dan bisa diteruskan.

Untuk instrumen yang dipakai terhadap pertanyaan mengenai sosial budaya ternyata reliabel dengan alpha sebesar 0.962 > 0.70, berarti kesimpulannya adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur peubah sosial budaya tersebut reliabel.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner adalah merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden unuk dijawab. (Sugiono, 2002:135).

(41)

buatan sendiri/ tradisional dan jajanan warung/pasar, dan 7) Kebiasaan makan oyek dicampur nasi dalam keluarga.

Data primer berasal dari masyarakat di Desa Pengempon dan Desa Karangpule sebagai responden penelitian. Data primer terdiri atas data kuantitatif dan data kualitatif. Data primer diperoleh dari jawaban yang diberikan responden melalui kuesioner, wawancara, dan observasi lapangan. Wawancara dimaksudkan untuk mengungkapkan data yang berkaitan dengan kebiasaan makan oyek dicampur nasi dalam keluarga.

Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan ( Library Research ), yaitu pengumpulan informasi yang diperoleh dari literatur, buku-buku serta sumber lainnya yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Data sekunder juga diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Kebumen, Kantor Kecamatan Sruweng, dan monografi Desa Pengempon dan Desa Karangpule.

Analisis Data

Berdasarkan instrumen terlampir akan dilakukan pengolahan data dengan tahapan sebagai berikut:

1. Data di entri ke program SPSS sebanyak 100 responden dengan 45 -pertanyaan, sebagai mana terlampir.

2. Indentifikasi data responden yang terdiri dari peubah demografi, sosial budaya, ekonomi, pola pertanian, lingkungan, peranan makanan selingan. Dilakukan pengolahan dengan distribusi frekuensi dilengkapi dengan table. 3. Pengelompokan untuk membentuk peubah laten yang terdiri dari peubah

demografi, sosial budaya, ekonomi, pola pertanian, ekologi/lingkungan, konsumsi keluarga dan anak, makanan selingan, dan kebiasaan makan oyek. Peubah dibentuk berdasarkan indikator-indikator peubah tersebut. Jumlah indikator berbeda-beda untuk setiap peubah sebagaimana terlampir.

4. Analisis hubungan antara peubah bebas (X) dengan Peubah tidak bebas (Y). untuk mengetahui apakah ada hubungan antara peubah bebas yang terdiri dari atas (X1) – (X7) dengan peubah tidak bebas (Y) kebiasaan makan oyek.

(42)

6

di2

n (n2 – 1)

secara kuantitatif dan kualitatif. Pengolahan data menggunakan program SPSS (Statistical Packages For Social Science) versi 15.0. Hubungan antar peubah diketahui dengan menggunakan Uji Korelasi Rank Spearman. Rumus Uji Rank Spearman adalah :

ρ

atau rs = 1 –

Keterangan :

ρ

atau rs = Koefisien korelasi di = Determinan

n = Jumlah data/sampel

Definisi Operasional

Definisi operasional dalan penelitian ini ditetapkan dengan tujuan untuk mencegah agar tidak terjadi kesalahan dalam pembahasan terhadap konsep yang telah ditetapkan sebelumnya, atau sebagai batasan agar penelitian tetap fokus pada permasalahan yang dikaji. Pengukuran terhadap peubah dilakuakan secara jelas dan teratur. Peubah yang digunakan dalam penelitian ini adalah peubah bebas (peubah X) sebagai peubah yang mempengaruhi dan peubah terikat (peubah Y), sebagai peubah yang dipengaruhi.

(43)

Tabel 8. Operasionalisasi Konsep Peubah Penelitian

Konsep Peubah Operasionalisasi Skala

Demografi (X1)  Umur  Pendidikan  Pekerjaan  Pendapatan

 Jumlah tahun pada saat penelitian

 Jumlah tahun dalam mengikuti pendidikan formal

 Sebagai mata pencarian responden

 Jumlah uang yang diterima pada setiap pekerjaan

Rasio

Sosial Budaya (X2)

 Kerukunan

 Adat Istiadat

 Pengajian

 Rukun antar tetangga, beragama

 Kebiasaan yang dianut oleh masyarakat setempat

 Kegiatan spiritual yang dilakukan oleh responden

Ordinal Ekonomi (X3)  Pengolahan tanah kering  Pengolahan tanah dataran rendah  Pengolahan tanah pekar angan

 Ladang, tegalan daerah pegunungan

 Daerah persawahan aliran sungai, bendungan irigasi, sawah tanpa irigasi atau sawah tadah hujan

 Berupa tanah disekitar rumah, dengan tanaman jangka lama seperti pohon kelapa, buah-buahan dll

Ordinal

Pola Pertanian (X4)

 Tumpang sari

 Ragam tanaman

 Kelestarian ladang

 Berupa tanama-tanaman selingan untuk menghindari tanaman pengganggu

 Berupa padi, ubi kayu, jagung, , ketela rambat, sayu-sayuran

 Macam tanaman yang cocok, teknologi yang digunakan dan masa yang tepat untuk bercocok tanam, dan panen

Ordinal Ekologi/Lingk ungan (X5)  Hubungan timbal balik

 Interaksi antara makhluk hidup (hayati) dengan unsur-unsur non hayati (abiotik),seperti tumbuhan, hewan Ordinal Peranan Makanan Selingan (X6)  Jajanan tradisional  Jajanan warung/pasar

 Merupakan jenis jajanan yang dikonsumsi oleh anggota keluarga buatan sendiri

 Merupakan jenis jajanan yang dikonsumsi oleh anggota kelurga yang berasal dari warung/pasar

Ordinal

Pola Kebiasaan makan (Y)

 Nasi dicam pur oyek

 Merupakan biasaan makan nasi dicampur oyek yang dilakukan oleh masyarakat setempat

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Daerah Penelitian

Desa Pengempon dan desa Karangpule terletak di daerah pegunungan merupakan bagian dari Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen. Mayoritas penduduk kedua desa tersebut berprofesi sebagai petani, buruh (tukang), sedangkan yang berprofesi sebagai pegawai negeri kurang dari 1% dari jumlah penduduk yang ada. Desa Pengemepon merupakan suatu desa dengan potensi sumberdaya pertanian yang cukup tinggi sehingga memungkinkan untuk dikembangkan sebagai sumber utama pendapatan penduduk. Desa Pengempon berjarak sekitar 10 km dari kota Kecamatan Sruweng ke utara, bisa ditempuh dengan menggunakan angkutan kota dan ojek atau sepeda gunung.Desa Karangpule juga merupakan desa dengan sumberdaya pertanian yang cukup tinggi. Desa Karangpule berjarak sekitar 5 km dari kota Kecamatan Sruweng ke arah utara, dapat dicapai dengan menggunakan angkutan kota, ojek sepeda motor atau sepeda gunung.

Desa Pengempon berpenduduk 4606 jiwa, terdiri atas laki-laki sebanyak 2013 orang dan perempuan sebanyak 2593 orang, dengan jumlah KK 812. Jumlah penduduk Desa Karangpule sebanyak 2760 jiwa, terdiri atas laki-laki 1343 dan perempuan 1405, dengan jumlah KK 630.

(45)

terlebih dahulu, sedangkan pembangunan jalan yang ada di dataran rendah (datar) menyusul kemudian menunggu anggaran tahun berikutnya.

Mayoritas penduduk di Desa Pengempon dan Desa Karangpule beragama Islam dengan persentase 99% . Sarana ibadah dan sarana pendidikan terdiri atas: masjid, musholah (langgar), dan Majlis Ta’lim, Madrasyah Diniah yang berdiri di sekitar rumah penduduk. Sarana pendidikan formal yang terdapat di kedua desa tersebut adalah: Desa Pengempon terdapat SD/MI (madrasah ibtidaiyah), MTs/SMP, dan di Desa Karangpule hanya terdapat sekolah SD dan MI (Madrasah Ibtidaiyah).

Mata Pencaharian

Mata pencaharian utama penduduk kedua desa tersebut mayoritas menggantungkan pada sektor pertanian lahan kering. Komoditas yang dibudidayakan oleh penduduk kedua desa tersebut antara lain: padi, singkong, jagung, kelapa, jagung dan ubi-ubian. Di samping berprofesi sebagai petani, sebagian penduduk juga ada berprofesi pengrajin kayu skala industri rumah tangga, seperti membuat kusen, meubel, kursi, lemari dan lain sebagainya.

Selain bertani dan bertukang masyarakat kedua desa tersebut juga mengembangkan kegiatan beternak seperti; beternak kambing, sapi, ayam dan lain sebagainya. Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu usaha untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Hasil yang diperoleh para peternak tidak saja berupa hewan ternak yang dapat dijual, tetapi juga mendapatkan manfaat lain berupa kotoran hewan ternak yang dibuat menjadi pupuk. Pemanfatan kotoran hewan sebagai pupuk kandang dapat mengurangi input modal petani dalam pembelian saprodi untuk usaha pertanian. Pupuk kandang tersebut dimanfaatkan oleh penduduk untuk menyuburkan tanaman yang ada di lahan/kebun. Sebagian penduduk di dua desa tersebut ada juga yang merantau ke luar kota, seperti ke Jakarta, Bandung, Semarang, Cirebon dan Yogyakarta bekerja sebagai buruh pabrik. Warga kedua desa yang merantau ke luar kota didominasi oleh penduduk yang berusia muda.

(46)

masyarakat. Bibit tanaman yang diberikan kepada penduduk untuk ditanam di lahan-lahan mereka yang masih kosong antara lain : jati, albasia, mahoni, jenistri, sengon. Kebijakan tersebut diambil sebagai langkah untuk konservasi tanah dan mencegah terjadinya erosi.

Setelah satu tahun program tersebut berjalan nampak lahan-lahan yang dulunya gundul berangsur-ansur terlihat menghijau. Keberhasilan program reboisasi tersebut di satu sisi mendatangkan manfaat secara ekologis bagi penyelematan lingkungan desa setampat, di sisi lain menurut tanggapan masyarakat justru merugikan mereka karena berdampak menurunnya hasil pertanian terutama jenis sayuran. Sayuran yang ditanam dengan memanfaatkan ruang tumbuh di antara tanaman kayu tidak dapat tumbuh optimal karena kekurangan sinar matahari akibat penanaman tanaman kayu yang terlalu rapat. Permasalahan tersebut sampai saat ini belum bisa teratasi, baik oleh pemerintah maupun petani itu sendiri.

Masalah yang sampai saat ini belum bisa teratasi yaitu, tentang pembagian pupuk bersubsidi dari pemerintah. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah tetang pembagian distribusi pupuk bersubsidi, dimana setiap petani yang akan mendapatkan pupuk bersubsidi adalah petani yang tergabung dalam kelompok tani (gapoktan). Kenyataan yang terjadi di lokasi penelitian adalah sulitnya para petani untuk bergabung dalam wadah kelompok tani.

Organisasi Desa

Struktur pemerintahan desa di kedua desa penelitian terdiri atas: kepala desa atau disebut juga lurah dibantu sekretaris desa (carik) bertugas mengurus adminitrasi desa yang dibantu oleh stafnya seperti, bayan yang bertugas mengurusi masalah perpajakan, kaum yang bertugas mengatasi masalah-masalah keagamaan dan RT/RW yang manangani masalah sosial, pendataan penduduk dan pengurusan pembuatan KTP dan seterusnya.

(47)

rumah sakit. Kartu tersebut bermanfaat bagi penduduk terutama mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan baik di puskesmas maupun rumah sakit daerah. Kartu askeskin dikeluarkan oleh pihak kecamatan setelah mendapat rekomendasi dari pemerintah desa.

Organisasi keagamaan yang terdapat di Desa Pengempon dan Desa Karangpule adalah NU dan Pemuda Ansor yang didukung oleh para Ulama sepempat. Salah satu kegiatan rutin organisasi ini adalah pengajian selapanan atau setiap 38 di Musholla atau Masjid secara bergiliran. Pengajian ini biasanya di hadiri oleh berbagai kalangan Nahdiyyin tua muda, petugas desa dan mendatangkan Da’i kondang, guna memberi nasehat-nesehat kepada hadirin. Organisasi keagamaan tersebut mampu mendinamisasi kehidupan masyarakat desa menjadi lebih tenang dan damai dalam suasana kerukunan antar warga.

Proses Pembuatan Oyek

Untuk membuat oyek yang berkualitas dan bernilai jual tinggi ada beberapa tahapan yang perlu diperhatikan, adalah sebagai berikut:

1. Bahan (singkong) dikupas, dipotong-potong miring dan tipis .

2. Kemudian dicuci hingga bersih, lalu lakukan perendaman selama tiga hari tiga malam sampai membusuk. Tujuannya adalah untuk menghilangkan racun yang terdapat didalam singkong tersebut.

3. Diangkat dan dicuci kembali, lalu dilakukan penjemuran diterik mata hari selama dua sampai tiga hari hingga kering.

4. Rendam kembali selama satu malam/satu hari, diangkat lalu diperas dengan menggunakan alat tertentu untuk mengurangi kadar air.

5. Ditumbuk-tumbuk sampai hancur dengan menggunakan lesung dan alu (alat trasional) atau alat sejenis, lakukan pengayakan untuk memisahkan butiran yang kecil dan yang besar,

6. Tiriskan selama satu jam, kemudian butiran oyek tersebut siap untuk dikukus atau dimasak sampai matang, angkat lalu diamkan sampai selama satu hari agar butiran oyek tidak menggumpal.

(48)

8. Setelah kering butiran tersebut disimpan dengan menggunakan kantong plastik. Hal tersebut bertujuan agar beras oyek tersebut tidak berubah warna (warna putih ke kuning-kuningan).

Menurut warga setempat tujuan penyimpanan dengan menggunakan kantong plastik, agar beras oyek tersebut dapat tahan lama dan tidak berubah warna dan rasanya, bahkan bisa bertahan sampai satu tahun. Informasi yang penulis peroleh dari masyarakat setempat, setiap 1 kg singkong akan menghasilkan ¼ kg beras oyek siap jual. Setiap keluarga rata-rata mampu memproduksi oyek tersebut 5 - 7 ton per musim. Waktu yang baik untuk memproduksi oyek tersebut yaitu pada musim kemarau, karena pada musim tersebut bahan baku (singkong) sudah siap untuk dipanen, dan juga panas matahari akan sempurna.

Harga jual oyek yang berlaku di kedua desa tersebut adalah rata-rata Rp 2500,00/kg di tingkat pedagang desa dan Rp 3500,00/kg di tingkat pasar. Oyek di di samping sebagai komoditas perdagangan, juga dimanfaatkan oleh penduduk sebagai alat transaksi (barter) dengan berbagai jenis kebutuhan sehari-hari, misalnya minyak goreng, sayur-mayur, bahan-bahan makanan (sembako), dan lain-lain.

Proses Pemasakan Oyek

Proses memasak beras oyek menjadi bahan makanan yang siap saji cukup mudah. Proses tersebut adalah sebagai berikut:

1. Beras oyek dicuci sampai bersih 2. Ditiriskan kurang lebih 30 menit

3. Kemudian dikukus sampai matang (siap dihidangkan)

Oyek yang sudah matang dapat dikonsumsi dengan dua macam cara. Pertama, dikonsumsi langsung tanpa dicampur dengan nasi, dan kedua dikonsumsi dengan cara dicampur dengan nasi. Proses pencampuran antara oyek dengan nasi dapat dilakukan dengan cara mengaduk kedua bahan makanan tersebut dalam satu wadah.

(49)

bahan makanan tersebut tidak sama. Bahan makanan oyek lebih cepat matang dibadingkan dengan nasi. Sehingga kalau dimasak secara bersama-sama dalam satu wadah, yang terjadi adalah seperti bubur. Hal tersebut disebabkan sifat oyek yang sangat lunak dan ketika dimasak hanya memerlukan waktu sekitar 15 menit, sedangkan nasi memerlukan waktu sekitar 1 jam. Sehinga ketika dimasak secara bersamaan yang terjadi adalah oyeknya sudah matang tetapi nasinya belum. Cara yang baik adalah oyek dan nasi dimasak secara terpisah. Ketika nasi dan oyek sudah matang, kemudian baru kedua bahan makanan tersebut dicampur dengan cara diaduk-aduk. Adapun perbandingannya tergantung pada selera masyarakat bisa 1 : 1 , 1 : 2, 1: 3, atau kebalikannya.

[image:49.612.104.507.349.655.2]

Identifikasi Responden

Tabel 9. Identifikasi Demografi (n = 100)

No Faktor Demografi Kategori Persentase

21 - 30 12

31 - 40 26

41 - 50 27

1 Umur

>50 35 Pelajar 1 Wiraswasta 13 Petani 31 Buruh 49 2 Pekerjaan

PNS 6 SD 63 SMP 26 SMA 9 3 Pendidikan

PT 2 <200.000 10 200.000 41 500.000 33 750.000 9 1.000.000 4 1.500.000 2 4 Pendapatan

>1.500.000 1

(50)
[image:50.612.127.504.229.468.2]

umur 21-30 tahun atau (12%). Peubah pekerjaan terdapat 49 responden (49%) sebagai pekerja buruh. Peubah pendidikan terdapat 63 responden (63%) yang berpendidikan SD. Terdapat 41 responden (41%) yang mempunyai pendapatan kurang dari Rp 200.000. Hanya terdapat 1 responden (1%) yang mempunyai pendapatan di atas Rp 1500.000 (Mak 2000.000).

Tabel 10. Identifikasi Peubah Sosial Budaya (n = 100)

No Faktor Sosial Budaya Kategori Persentase

Tidak Setuju 2

Setuju 59 1 Kerukunan

Sangat Setuju 39

Tidak Setuju 6

Setuju 68 2 Adat-istiadat

Sangat Setuju 26

Setuju 24 3 Pengajian

Sangat Setuju 76 Sangat Tidak Setuju 16 Tidak Setuju 61

Setuju 16 4 Kesediaan oyek dalam

upacara

Sangat Setuju 7 Sangat Tidak Setuju 2

Tidak Setuju 7

5 Kebiasaan makan oyek warisan nenek moyang

Setuju 91

(51)
[image:51.612.121.507.112.406.2]

Tabel 11. Identifikasi Peubah Ekonomi (n = 100)

No Faktor Ekonomi Kategori Persentase

Tidak mencukupi 50

Mencukupi 49 1 Kecukupan ladang

Sangat mencukupi 1 Tanah kering 73 Tanah dataran rendah 18 2 Jenis tanah

Tanah pekarangan 9

>1 ha 88

1 ha 9

1,5 ha 2

3 Luas tanah

≥ 2 ha 1

Milik sendiri 87 Bagi hasil 11 4 Kepemilikan

Sewa 2 Tidak mencukupi 79

Mencukupi 20 5 Tanah kering

Sangat mencukupi 1 Tidak mencukupi 46

Mencukupi 52 6 Sawah

Sangat mencukupi 2 Tidak mencukupi 78

Mencukupi 15 7 Dataran rendah

Sangat mencukupi 7

(52)

Tabel 12. Identifikasi Peubah Pola Pertanian (n = 100)

No Faktor Pola Pertanian Kategori Persentase

Tumpangsari 81 1 Pola Tanam

Monokultur 19 Padi 46 Ubi kayu, jagung, kedelai,

kacang panjang, dll

33 2 Jenis Tanaman

Kelapa, pisang, rambutan, papaya, sirsak, dll

21

1 kali/th 39

2 kali/th 59

3 Berapa kali panen

3 kali/th 2

Ya 94 4 Gudang

Tidak 6 Tradisional 81 5 Alat teknologi

Modern 1

Gambar

Table. 3. Komposisi Kimia Ubi Kayu ( per 100 gr basah )
Tabel. 4. Daftar Komposisi Ubi kayu dan Beras
Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran
Tabel 9.  Identifikasi Demografi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan rancangan Cross Sectional Studi yang bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian musculoskeletal disorders pada

Terdapat hubungan yang signifikan konsentrasi dengan hasil penalty stroke pada permainan hoki field, bahwa korelasi antara konsenrasi dengan penalty stroke

Simpulan penelitian pengembangan ini adalah (1) Dihasilkan modul pembelajaran fisika dengan strategi inkuiri terbimbing pada materi fluida statis yang tervalidasi; (2)

Secara teoritis dapat dijadikan sumbangan informasi dan keilmuan yang yang berarti bagi lembaga yang berkompeten mengenai pentingnya kondisi fisik atlet, khususnya atlet

skor penilaian yang diperoleh dengan menggunakan tafsiran Suyanto dan Sartinem (2009: 227). Pengkonversian skor menjadi pernyataan penilaian ini da- pat dilihat

KONTRIBUSI POWER TUNGKAI DAN KESEIMBANGAN DINAMIS TERHADAP HASIL DRIBBLE-SHOOT DALAM PERMAINAN FUTSAL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Berdiskusi kegiatan apa saja yang sudah dimainkannya hari ini, mainan apa yang paling disukai2. Bercerita pendek yang berisi

Untuk melihat seberapa besar pengaruh ukuran perusahaan, risiko bisnis, pertumbuhan asset, profitabilitas dan kepemilikan managerial terhadap struktur modal pada