HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA USIA SUBUR (WUS) DENGAN UPAYA MENGURANGI PREMENSTRUAL
SYNDROME DI KECAMATAN MUARA DUA KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2013
TESIS
Oleh
ELVIETA
117032187/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE RELATIONSHIP BETWEEN CHARACTERISTICS, KNOWLEDGE AND ATTITUDE OF WOMEN OF PRUDUCTIVE AGE AND THE EFFORTS TO
REDUCE THE PRE-MENSTRUAL SYNDROME IN MUARA DUA SUBDISTRICT, THE CITY OF LHOKSEUMAWE
IN 2013
THESIS BY ELVIETA 117032187/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA USIA SUBUR (WUS) DENGAN UPAYA MENGURANGI PREMENSTRUAL
SYNDROME DI KECAMATAN MUARA DUA KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2013
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
ELVIETA
117032187/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Telah diuji
Pada Tanggal : 5 Pebruari 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D Anggota : 1. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si
PERNYATAAN
HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA USIA SUBUR (WUS) DENGAN UPAYA MENGURANGI PREMENSTRUAL
SYNDROME DI KECAMATAN MUARA DUA KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2013
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepajang pengetahuan saya juga tidak tedapat karya atau pendapat yangpernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, April 2014
ABSTRAK
Setiap wanita mengalami perubahan fisik dan emosi yang berbeda-beda selama fase premenstruasi. Sebagian besar merasakan gejala yang ringan dan cukup dapat ditolerir, yang timbul beberapa hari menjelang menstruasi, seperti misalnya perasaan murung, nyeri payudara, insomnia, keinginan untuk mengkonsumsi makanan tertentu. Hal tersebut adalah respon alami tubuh terhadap perubahan hormonal dan perubahan fisiologis yang terjadi pada wanita masa reproduktif. Sekitar 20-40% wanita mengalami gejala premenstrual sedang (moderate), di mana gejala tersebut dirasakan lebih tidak nyaman.
Penelitian bertujuan menganalisis hubungan karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan status perkawinan), pengetahuan dan sikap wanita usia subur dengan upaya mengurangi premenstrual syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe, pada 242 WUS yang berusia 14 sampai 45 tahun dengan teknik
two stageclustersampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dianalisis
menggunakan Uji Chi Square, Uji Exact Fisher, dan Uji Regresi Logistik berganda pada α =5%.
Hasil penelitian menunjukkan faktor umur (p=0,598), tidak ada hubungan dengan upaya mengurangi premenstrual syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe. Sedangkan faktor yang berhubungan dengan upaya mengurangi
premenstrual syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe adalah
pendidikan (p=0,047), pekerjaan (p=0,002), penghasilan (p=0,0001), status perkawinan (p=0,152), pengetahuan (p=0,0001), dan sikap (p=0,001). Penghasilan merupakan faktor yang paling dominan (Exp(B)=5,758).
Kepada Puskesmas Muara Dua dalam memberikan informasi kepada wanita usia subur dalam bentuk penyuluhan, penyebaran leaflet, dan pemasangan poster berkaitan dengan kesehatan reproduksi khususnya Premenstrual Syndrome.Kepada Dinas kesehatan Kota Lhokseumawe agar membuat kebijakan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya penyuluhan pada wanita usia subur di Wilayah Kota Lhokseumawe tentang penanganan Premenstrual Syndrome pada wanita usia subur.
ABSTRACT
Every woman experiences physical change and has different emotion during her phase of premestruation. Most of them feel mild symptoms that can quite be tolerated which appear several days before menstruation such as bloated tummy, feeling gloomy, breast pain, insomnia, and desiring to eat certain food. This is the body’s natural response to the hormonal change and other physiological changes occuring to a woman in reproductive age . About 20 – 40% of women experience the moderate premenstrual symptom which is felt more uncomfortable.
The purpose of this study was to analyze the relationship between characteristics (age, education, occupation, income, and marital status), knowledge and attitude of the women in reproductive age and the effort to reduce the symptom and impact of pre-menstrual syndrome in Muara Dua Subdistrict, the City of Lhokseumawe. The samples for this study were 242 women in reproductive age of 20 to 45 years old selected through two stage cluster sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire distribution and analyzed through Chi-square test, Fisher Exact test, and multiple logistic regression tests at α = 5%.
The result of this study showed that the factor of age (p = 0.598) did not have any relationship with the effort to reduce the symptom and impact of pre-menstrual syndrome in Muara Dua Subdistrict, the City of Lhokseumawe. The factors which had relationship with the effort to reduce the symptom and impact of pre-menstrual syndrome in Muara Dua Subdistrict, the City of Lhokseumawe were education (p = 0.047), occupation (p = 0.002), income (p = 0.001), marital status (p = 0.152), knowledge (p = 0.001), and attitude (p = 0.001). Income was the most dominant factor with (Exp (B) = 5.758).
The Head of Puskesmas (Community Health Service) Muara Dua is suggested to provide information for the women in reproductive age through extension, leaflet distribution and poster sticking on Premenstrual Syndrome. The Head of Lhokseumawe Health Service is suggested to make a policy to improve the public health status, especially the handling of premenstrual syndrome in the women in reproductive age..
Keywords: Characteristics, Effort, Premenstrual Syndrome, Muara Dua
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, penulis ucapkan Kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan Hidayah serta Karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur (WUS) dengan Upaya Mengurangi Premenstrual Syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2013”.
Penyusunan tesis ini untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik untuk
menyelesaikan Pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat
Studi Kesehatan Reproduksi Universitas Sumatera Utara.
Penulis dalam menyusun tesis ini, menyadari begitu banyak mendapat
dukungan, bimbingan, bantuan dan kemudahan dari berbagai pihak sehingga tesis ini
dapat diselesaikan.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
4. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D dan Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si
selaku komisi pembimbing dengan sabar dan tulus serta banyak memberikan
perhatian, dukungan, pengertian dan pengarahan sejak awal hingga
terselesaikannya tesis ini.
5. Dr.Yusniwarti Yusad, M.Si dan Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku
komisi penguji yang telah memberi masukan sehingga dapat meningkatkan
kesempurnaan tesis ini.
6. Seluruh Dosen Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, semoga ilmu dan pengetahuan
yang diberikan selama penulis belajar menjadi amal ibadah dan mendapat Rahmat
dari Allah SWT.
7. M. Nurdin, S.K.M, M.M selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara
yang telah memberikan Izin Belajar kepada penulis sehingga penulis dapat
melanjutkan Pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Medan.
8. Riza Musni, S.Kp, M.Kes selaku Direktur Akademi Kesehatan Kabupaten Aceh
Utara yang telah memberikan Izin Belajar kepada penulis sehingga penulis dapat
melanjutkan Pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Medan
9. dr. Ferdian Subhan selaku Kepala Puskesmas Muara Dua Kota Lhokseumawe
yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Wilayah Kerja
10. Para teman sejawat dan rekan-rekan mahasiswa di lingkungan Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya Minat Studi Kesehatan Reproduksi.
Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda Muchlis
Hasibuan(Alm) dan Ibunda tersayang Rosnemy (Almh) atas segala jasanya sehingga
penulis mendapatkan pendidikan terbaik.
Teristimewa ucapan terima kasih ini penulis curahkan kepada anakku
tersayang Adam Ananta serta adik-adik Imran, Alfian yang telah turut memberikan
do’a, karena kehilangan banyak waktu bersama dalam masa-masa menempuh
pendidikan ini dan banyak sekali memberikan motivasi serta dukungan kepada
penulis dalam proses penyelesaian tesis ini.
Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan yang
ada, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan tesis ini, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di
bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, April 2014 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Elvieta, lahir pada tanggal 6 Oktober 1981 di Medan, beragama Islam, anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Muchlis Hasibuan (Alm) dan Ibunda tersayang Rosnemy (Alm). Mempunyai satu orang putra Adam Ananta, sekarang menetap di Desa Alue Awe Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe.
Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) IV Pondok Ranji Jakarta Selatan pada tahun 1987 dan diselesaikan pada tahun 1993, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTP) M.H.Thamrin Jakarta Selatan pada tahun 1993 dan diselesaikan pada tahun 1996, Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Banda Aceh pada tahun 1996 dan diselesaikan pada tahun 1999, Akademi Kebidanan (AKBID) Departemen Kesehatan Banda Aceh pada tahun 1999 dan diselesaikan pada tahun 2002, Fakultas kedokteran bidang Bidan Pendidik (D-IV) Universitas Sumatera Utara diselesaikan pada tahun 2005, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Serambi Mekkah diselesaikan pada tahun 2010 dan Strata Dua (S2) di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan Minat Studi Kesehatan Reproduksi Pada tahun 2011 sampai dengan saat ini.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Hipotesis ... 8
1.5 Manfaat Penelitian ... 8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Karakteristik Wanita Usia Subur ... 10
2.2 Pengetahuan ... 15
2.3 Sikap ... 19
2.4 Menstruasi ... 24
2.5 Premenstrual Syndrome (PMS) ... 25
2.6 Landasan Teori ... 36
2.7 Kerangka Konsep Penelitian ... 38
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 39
3.1 Jenis Penelitian ... 39
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39
3.3 Populasi dan Sampel ... 39
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 41
3.5 Variabel dan Defenisi Operasional ... 47
3.6 Metode Pengukuran ... 48
3.7 Metode Analisis Data ... 51
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 53
4.1 Deskripsi Kecamatan Muara Dua ... 53
4.2 Analisis Univariat ... 56
4.3 Analisis Bivariat ... 65
BAB 5. PEMBAHASAN ... 75
5.1 Hubungan Karakteristik WUS dengan Upaya Mengurangi Premenstrual Syndrome ... 75
5.2 Hubungan Pengetahuan dengan Upaya Mengurangi Premenstrual Syndrome ... 80
5.3 Hubungan Sikap dengan Upaya Mengurangi Premenstrual Syndrome... 81
5.4 Hasil Wawancara dengan Beberapa Responden ... 82
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87
6.1 Kesimpulan ... 87
6.2 Saran ... 88
DAFTAR PUSTAKA ... 89
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
3.1 Data Dusun yang Terpilih sebagai Kluster ... 40 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan WUS ... 42 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Sikap WUS... 44 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Upaya Mengurangi
Premenstrual Syndrome... 45 3.5 Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Variabel Dependen ... 48 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Muara
Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe Tahun 2012 ... 54 4.2 Jenis dan Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja
Puskesmas Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe Tahun 2012 ... 54 4.3 Jenis dan Jumlah Tenaga Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja
Puskesmas Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe Tahun 2012 ... 55 4.4 Karakteristik Responden di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota
Lhokseumawe Tahun 2013 ... 56
4.5 Pengetahuan WUS di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota
Lhokseumawe Tahun 2013 ... 57 4.6 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Mengenai Pengetahuan di
Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe Tahun 2013 ... 57
4.7 Pengetahuan WUS di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota
Lhokseumawe Tahun 2013 ... 59 4.8 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Mengenai Sikap di Kecamatan
Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe Tahun 2013 ... 57 4.9 Distribusi Keluhan WUS Menjelang Menstruasi di Kecamatan Muara
Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe Tahun 2013 ... 61 4.10 Upaya Mengurangi Premenstrual Syndrome di Kecamatan Muara Dua
Pemerintah Kota Lhokseumawe Tahun 2013 ... 62 4.11 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Mengenai Upaya Mengurangi
Premenstrual Syndrome di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota
4.12 Hubungan Umur WUS dengan Upaya Mengurangi Premenstrual
Syndrome di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe
Tahun 2013 ... 65 4.13 Hubungan Pendidikan WUS dengan Upaya Mengurangi Premenstrual
Syndrome di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe
Tahun 2013 ... 66 4.14 Hubungan Pekerjaan WUS dengan Upaya Mengurangi Premenstrual
Syndrome di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe
Tahun 2013 ... 67 4.15 Hubungan Penghasilan WUS dengan Upaya Mengurangi Premenstrual
Syndrome di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe
Tahun 2013 ... 68
4.16 Hubungan Status Perkawinan WUS dengan Upaya Mengurangi
Premenstrual Syndrome di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota
Lhokseumawe Tahun 2013 ... 69 4.17 Hubungan Pengetahuan WUS dengan Upaya Mengurangi Premenstrual
Syndrome di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe
Tahun 2013 ... 70 4.18 Hubungan Sikap WUS dengan Upaya Mengurangi Premenstrual
Syndrome di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe
Tahun 2013 ... 71
4.19 Identifikasi Variabel Dominan Upaya Mengurangi Premenstrual
Syndrome di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Surat Izin Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner dari Program Studi S2
IKM USU Medan ... 92
2. Surat Telah Selesai Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner dari Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe ... 93
3. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 IKM USU Medan ... 94
4. Surat Telah Selesai Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe ... 95
5. Surat Pernyataan Kesediaan menjadi Responden ... 96
6. Kuesioner Penelitian ... 97
7. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 101
8. Tabel Hasil Penelitian ... 104
9. Master Tabel Penelitian ... 119
10. Analisis Univariat ... 126
11. Analisis Bivariat ... 128
12. Analisis Multivariat ... 135
13. Jadwal Penelitian ... 138
14. Peta Kecamatan Muara Dua ... 139
ABSTRAK
Setiap wanita mengalami perubahan fisik dan emosi yang berbeda-beda selama fase premenstruasi. Sebagian besar merasakan gejala yang ringan dan cukup dapat ditolerir, yang timbul beberapa hari menjelang menstruasi, seperti misalnya perasaan murung, nyeri payudara, insomnia, keinginan untuk mengkonsumsi makanan tertentu. Hal tersebut adalah respon alami tubuh terhadap perubahan hormonal dan perubahan fisiologis yang terjadi pada wanita masa reproduktif. Sekitar 20-40% wanita mengalami gejala premenstrual sedang (moderate), di mana gejala tersebut dirasakan lebih tidak nyaman.
Penelitian bertujuan menganalisis hubungan karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan status perkawinan), pengetahuan dan sikap wanita usia subur dengan upaya mengurangi premenstrual syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe, pada 242 WUS yang berusia 14 sampai 45 tahun dengan teknik
two stageclustersampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dianalisis
menggunakan Uji Chi Square, Uji Exact Fisher, dan Uji Regresi Logistik berganda pada α =5%.
Hasil penelitian menunjukkan faktor umur (p=0,598), tidak ada hubungan dengan upaya mengurangi premenstrual syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe. Sedangkan faktor yang berhubungan dengan upaya mengurangi
premenstrual syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe adalah
pendidikan (p=0,047), pekerjaan (p=0,002), penghasilan (p=0,0001), status perkawinan (p=0,152), pengetahuan (p=0,0001), dan sikap (p=0,001). Penghasilan merupakan faktor yang paling dominan (Exp(B)=5,758).
Kepada Puskesmas Muara Dua dalam memberikan informasi kepada wanita usia subur dalam bentuk penyuluhan, penyebaran leaflet, dan pemasangan poster berkaitan dengan kesehatan reproduksi khususnya Premenstrual Syndrome.Kepada Dinas kesehatan Kota Lhokseumawe agar membuat kebijakan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya penyuluhan pada wanita usia subur di Wilayah Kota Lhokseumawe tentang penanganan Premenstrual Syndrome pada wanita usia subur.
ABSTRACT
Every woman experiences physical change and has different emotion during her phase of premestruation. Most of them feel mild symptoms that can quite be tolerated which appear several days before menstruation such as bloated tummy, feeling gloomy, breast pain, insomnia, and desiring to eat certain food. This is the body’s natural response to the hormonal change and other physiological changes occuring to a woman in reproductive age . About 20 – 40% of women experience the moderate premenstrual symptom which is felt more uncomfortable.
The purpose of this study was to analyze the relationship between characteristics (age, education, occupation, income, and marital status), knowledge and attitude of the women in reproductive age and the effort to reduce the symptom and impact of pre-menstrual syndrome in Muara Dua Subdistrict, the City of Lhokseumawe. The samples for this study were 242 women in reproductive age of 20 to 45 years old selected through two stage cluster sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire distribution and analyzed through Chi-square test, Fisher Exact test, and multiple logistic regression tests at α = 5%.
The result of this study showed that the factor of age (p = 0.598) did not have any relationship with the effort to reduce the symptom and impact of pre-menstrual syndrome in Muara Dua Subdistrict, the City of Lhokseumawe. The factors which had relationship with the effort to reduce the symptom and impact of pre-menstrual syndrome in Muara Dua Subdistrict, the City of Lhokseumawe were education (p = 0.047), occupation (p = 0.002), income (p = 0.001), marital status (p = 0.152), knowledge (p = 0.001), and attitude (p = 0.001). Income was the most dominant factor with (Exp (B) = 5.758).
The Head of Puskesmas (Community Health Service) Muara Dua is suggested to provide information for the women in reproductive age through extension, leaflet distribution and poster sticking on Premenstrual Syndrome. The Head of Lhokseumawe Health Service is suggested to make a policy to improve the public health status, especially the handling of premenstrual syndrome in the women in reproductive age..
Keywords: Characteristics, Effort, Premenstrual Syndrome, Muara Dua
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wanita mulai dari usia remaja hingga dewasa normalnya akan mengalami
periode menstruasi atau haid dalam perjalanan hidupnya, yaitu pengeluaran darah
yang terjadi secara periodik melalui vagina yang berasal dari dinding rahim wanita.
Keluarnya darah tersebut disebabkan karena sel telur tidak dibuahi sehingga terjadi
peluruhan lapisan dalam rahim yang banyak mengandung pembuluh darah.
(Mochtar,1989).
Beberapa saat sebelum menstruasi, sejumlah gadis dan wanita biasanya
mengalami rasa yang tidak enak. Mereka biasanya merasakan satu atau beberapa
gejala yang disebut dengan kumpulan gejala sebelum datang bulan atau isilah
populernya premenstrual syndrome(PMS). Hal-hal yang sering dirasakan adalah
nyeri payudara, rasa penuh atau kembung di perut bagian bawah, merasa sangat
lelah, nyeri otot terutama punggung dibagian bawah atau perut, perubahan kebasahan
vagina atau tumbuh jerawat dan emosi yang sangat kuat serta sukar dikontrol. Banyak
wanita setiap bulan mengalami sekurang-kurangnya satu dari gejala –gejala diatas
dan sejumlah wanita lain mengalami semua gejala, seorang wanita bisa merasakan
gejala yang berbeda-beda dari satu bulan ke bulan berikutnya. (Burns,2000)
Setiap wanita mengalami perubahan fisik dan emosi yang berbeda-beda
dapat ditolerir, yang timbul beberapa hari menjelang menstruasi, seperti misalnya
perut kembung, perasaan murung, nyeri payudara, insomnia, keinginan untuk
mengkonsumsi makanan tertentu (Steiner, 2000). Hal tersebut adalah respon alami
tubuh terhadap perubahan hormonal dan perubahan fisiologis lain yang terjadi pada
wanita pada masa reproduktif. Sekitar 20-40% wanita mengalami gejala
premenstrual sedang (moderate), di mana gejala tersebut dirasakan lebih tidak
nyaman, lebih menyedihkan dan lebih mengganggu dibandingkan rata-rata wanita,
namun gejala-gejala tersebut masih dapat ditoleransi dan belum begitu mempengaruhi
fungsi pekerjaan maupun relasi interpersonal. (Dennerstein, 2011).
Wanita usia subur adalah wanita yang keadaan organ reproduksinya
berfungsi dengan baik antara umur 20-45 tahun. Kecenderungan persentase wanita
yang menderita PMS pada usia subur seperti hasil penelitian Deuster (1999) di
Virginia menggambarkan bahwa wanita yang berusia antara 35-44 tahun lebih jarang
menderita PMS jika dibandingkan dengan wanita yang lebih muda. Sedangkan
penelitian Freeman (2007), mengungkapkan PMSsemakin sering dan mengganggu
dengan bertambahnya usia, terutama antara usia 30-45 tahun.
Meskipun angka pasti kejadian PMS belum diketahui, kira-kira 75% wanita
mengeluh mengalaminya. Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis PMS
baru-baru ini telah dikembangkan dan ketika kriteria tersebut digunakan 3%-8% dari
wanita didiagnosa mengalami PMS. Wanita dengan PMS berat melaporkan bahwa
PMS mengganggu kegiatan sehari-hari mereka, baik dari segi diri mereka sendiri,
Menurut suatu penelitian di Amerika Serikat(1982), terdapat sekitar 40%
wanita usia produktif berusia 14-50 tahun mengalami PSM . Didapati sekitar 50%
dari wanita tersebut berasal dari latar belakang sosial -ekonomi menengah datang
berkunjung ke klinik ginekologi dengan keluhan PMS. (Karyadi, 2008).
Status perkawinan dan status kesehatan juga mempunyai keterkaitan dengan
PMS. Wanita yang telah menikah pada umumnya mempunyai derajat kesakitan yang
lebih rendah dan biasanya mempunyai kesehatan fisik dan mental yang lebih baik
daripada wanita yang tidak menikah. (Burman & Margolin dalam Haijiang Wang,
2005).
Menurut Dell (2003), sekitar 3-9% wanita mengalami PMS yang parah.
Gejala PMS tersebut menyebabkan mereka merasa sangat sedih, iritabel, atau depresi
bahkan para wanita tersebut merasakan tak bisa mengontrol diri dan hal ini
mempengaruhi relasi dengan pasangan, rekan kerja, anak, dan teman, inilah yang
disebut dengan Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD). Tetapi masih banyak
wanita yang masih belum menyadari apa yang terjadi pada dirinya menjelang
menstruasi, dan hal ini diperkuat adanya mitos yang mengatakan bahwa “those
symptoms are simply part of being a woman”; yang seolah mengatakan bahwa
gejala-gejala yang timbul selama fase PMS adalah hal yang tidak patut dikeluhkan, dan
harus dijalani sebagai kodrat seorang wanita. Pandangan seperti ini menyebabkan
beberapa wanita memendam apa yang dialaminya dan tidak segera mencari
Dampak PMS terhadap penurunan produktivitas kerja, sekolah dan
hubungan interpersonal penderita cukup besar. Hasil survei pada penderita PMS oleh
Robinson dan Swindle (2000) dalam Suparman dan Sentosa (2011), yang
menganalisis persepsi subjektif penderita tentang dampak gangguan sindrom
premenstruasi terhadap aktivitas sosial dan pekerjaan penderita menunjukkan bahwa
46,8% subyek menilai sindrom premenstruasi yang dideritanya memberikan
gangguan dalam derajat ringan, 36% menilai sedang, 14,2% menilai berat dan 2,9%
menilai sangat berat. Borenstein (2004) dalam Suparman dan Sentosa (2011),
melaporkan penurunan produktivitas 436 penderita sindrom premenstruasi yang
sangat bermakna dibandingkan kontrol, yang dikaitkan dengan keluhan sukar
berkonsentrasi, menurunnya motivasi, menjadi pelupa, mudah tersinggung dan
labilitas emosi serta menurunnya kemampuan koordinasi. Data yang diperoleh
menunjukkan lebih tingginya angka tidak masuk kerja selama 5 hari kerja perbulan,
berkurangnya produktivitas kerja sebesar 50%, serta lebih tingginya kejadian
terganggunya hubungan interpersonal dan aktivitas sosial, pekerjaan atau sekolah
pada kelompok penderita sindrom premenstruasi yang diteliti
Menurut penelitian Deuster (1999) terdapat perbedaan yang mencolok
dimana wanita yang tidak menamatkan pendidikan menengah lebih sering
melaporkan adanya gejala PMS dari pada mereka yang berpendidikan menengah dan
perguruan tinggi atau mereka yang telah menamatkan perguruan tinggi.
Penelitian tentang faktor pengetahuan sebagai penanganan PMS seperti
2% remaja belasan tahun menerima informasi mengenai haid dari penyedia
pelayanan kesehatan, oleh karena itu sangat penting dan mendesak petugas kesehatan
meningkatkan bimbingan mengenai haid normal. Hal ini akan membantu penanganan
dan perawatan masalah haid.
Penelitian tentang faktor yang terkait dengan PSM dilakukan ole
gejala PMS yang parah dan banyaknya gejala PMS berhubungan dengan persepsi
diri, tekanan mental, aktivitas fisik dan konsumsi makanan.
Penelitian Lete (2011), pada 2.018 perempuan di Spanyol untuk menilai
sikap wanita terhadap gejala pramenstruasi dalam kaitannya dengan persepsi,
didapati sebanyak 1554 perempuan (73,7%) mengeluh mendapat beberapa gejala
yang tidak nyaman sebelum menstruasi, dan angka prevalensi pramenstruasi sindrom
pada tingkat sedang dialami oleh 200 perempuan (8,9%), prevalensi gangguan
dysphoric premenstruasi (PMDD)/tingkat berat sebanyak 22 perempuan (1,1%). Dari
1554 perempuan yang mendapat gangguan sebelum menstruasi diatas didapati sikap
terhadap gejala premenstrual syndrome yaitu mencari bantuan konsultasi dan nasihat
medis, menerima therapy pengobatan hormonal dan hanya 310 perempuan (20%)
yang menganggap gejala tersebut tidak begitu penting, akan hilang spontan dengan
mengikuti saran medis serta mengubah gaya hidup .
Sedangkan penelitian pada wanita usia rata-rata 24 tahun di Taiwan,
tentang hubungan antara sikap dan gejala menstruasi diperoleh hasil 78% wanita
menstruasi berkaitan dengan kondisi fisik , kognitif, perilaku, dan psikologi dapat
bervariasi antar budaya
Hasil penelitian yang mengkaji tentang hubungan pengetahuan dengan
penanganan PMS sebagaimana dilakukan Anggrajani (2011) menyatakan bahwa
dokter wanita yang lebih mengenali gejala PMS dapat menyusun suatu strategi untuk
menyiasatinya, misalnya mengatur kembali jadwal kesehariannya dengan
menempatkan kegiatan yang mempunyai kadar stres minimal pada minggu sebelum
menstruasi.
Menurut Sylvia (2010) penanganan PMS dapat dilakukan dengan terapi
kognitif perilaku, individu diajak untuk bersama-sama melakukan restrukturisasi
kognitif, yaitu membentuk kembali pola perilaku dan pikiran yang irasional dan
menggantinya dengan yang lebih rasional. Terapi biasanya berlangsung 30-45 menit.
Individu kemudian diberi pekerjaan rumah yang harus dibuat setiap hari. Pekerjaan
rumah ini akan dibahas pada kunjungan konsultasi berikutnya. Biasanya terapi ini
memerlukan 10-15 kali pertemuan, bisa kurang dari itu namun dapat pula lebih,
tergantung pada kondisi individu yang mengalaminya. Selanjutnya dilakukan
psikoterapi dinamik, individu diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya,
bukan sekedar menghilangkan gejalanya semata. Pada psikoterapi ini, biasanya
individu lebih banyak berbicara, sedangkan dokter lebih banyak mendengar, kecuali
pada individu yang benar-benar pendiam, maka dokter yang lebih aktif.
Kota Lhokseumawe adalah sebuah kota di provinsi Aceh, kota ini berada
Muara Dua yang terdapat jumlah wanita usia subur dengan persentase paling tinggi
9.911 Jiwa dibanding 2 kecamatan lain yaitu Banda Sakti dan Blang Mangat .
Berdasarkan data kunjungan pasien di Puskesmas Muara Dua, diketahui jumlah
pasien dengan keluhan PMS mencapai 23 – 48 kasus setiap bulannya , demikian juga
dengan keluhan beberapa wanita kepada bidan yang bertugas didesa – desa setempat.
Survei pendahuluan yang dilakukan dengan mewawancarai 10 wanita
berusia 30 sampai dengan 45 tahun yang kebetulan sedang berkunjung pada
Puskesmas Kecamatan Muara Dua menunjukkan 7 dari 10 wanita mengakui adanya
gejala dan keluhan menjelang beberapa hari menstruasi dimana kondisi ini sangat
menggangu aktifitas dan keadaan emosional mereka, dan hal ini terjadi rsetiap bulan,
dimana mereka sendiri tidak tahu harus berbuat langkah dan sikap apa untuk upaya
membantu menghilangkan atau mengurangi kondisi yang mengganggu tersebut.
Hal ini diperberat jika kondisi emosional wanita pada posisi tidak seimbang,
seperti keadaan wanita yang sudah menikah disertai beban sehari-hari yang sulit
seperti mengurus suami, anak dan keluarga. Oleh karena itu merasa sangat penting
untuk meneliti apakah ada hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap wanita
usia subur dengan Upaya mengurangi Premenstrual Syndrome (PMS) di Kecamatan
Muara Dua Kota Lhokseumawe,
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas banyaknya wanita usia subur
penelitian ini adalah apakah ada hubungan karakteristik, pengetahuan dan sikap
wanita usia subur (WUS) dengan upaya mengurangi premenstrual syndrome (PMS)
di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe tahun 2013.
1.3 Tujuan Penelitian
Menganalisis hubungan karakteristik, pengetahuan dan sikap wanita usia
subur (WUS) dengan upaya mengurangi premenstrual syndrome (PMS) di
Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe tahun 2013.
1.4 Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan
status perkawinan) wanita usia subur (WUS) dengan upaya mengurangi
premenstrual syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe
2. Ada hubungan pengetahuan wanita usia subur (WUS) dengan upaya
mengurangi premenstrual syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota
Lhokseumawe
3. Ada hubungan sikap wanita usia subur (WUS) dengan upaya mengurangi
premenstrual syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe
1.5 Manfaat Penelitian
Dengan diketahuinya kaitan karakteristik, pengetahuan dan sikap Wanita Usia
Subur (WUS) dengan penanganan Premenstrual Syndrome (PMS) dapat menjadi
masukan bagi:
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya penanganan PMS
pada wanita usia subur.
2. Puskesmas Muara Dua dalam memberikan arahan dan bimbingan kepada
wanita usia subur dalam bentuk penyuluhan atau promosi kesehatan berkaitan
dengan kesehatan reproduksi khususnya penangganan PMS.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Wanita Usia Subur
Karakteristik adalah ciri-ciri khusus atau mempunyai sifat khas sesuai
dengan perwatakan tertentu. Faktor yang termasuk ke dalam karakteristik adalah
umur, pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi (Daryanto,1997). Setiap individu
mempunyai karakteristik yang berbeda, karakteristik tersebut dapat mempengaruhi
kondisi fisik, psikologis dan sosial seseorang. Karakteristik wanita usia subur yang
berhubungan dengan gejala PMS antara lain: umur, pendidikan, pekerjaan
penghasilan, dan status perkawinan (Oakley, 1998).
WUS adalah wanita yang keadaan organ reproduksinya berfungsi dengan
baik antara umur 20-45 tahun
2.1.1 Umur
Karakteristik wanita usia subur yang terkait dengan PMS adalah faktor umur,
penelitian menemukan bahwa sebagian besar wanita yang mencari pengobatan PMS
adalah mereka yang berusia lebih dari 30 tahun (Cornforth, 2000). Walaupun ada
fakta yang mengungkapkan bahwa sebagian remaja mengalami gejala-gelaja yang
sama dan kekuatan PMS yang sama sebagaimana yang dialami oleh wanita yang
lebih tua (Freeman, 2007). Penelitian pada tahun 1994 yang melibatkan 874 wanita di
Virginia menggambarkan bahwa wanita yang berusia antara 35-44 tahun lebih jarang
PMS dapat dihubungkan dengan siklus ovulasi, karena itu gejala-gejala PMS
dapat terjadi kapan saja setelah menarche dan berlanjut hingga ovulasi berhenti pada
saat menopause. Sebagian besar pasien yang mencari pengobatan untuk PMS berusia
antara pertengahan 20-an sampai dengan akhir 30-an, meskipun banyak wanita
melaporkan mengalami gejala-gejala PMS lebih awal (Freeman, 2007).
2.1.2 Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup
(Notoatmodjo, 1997). Orang dengan pendidikan formal yang lebih tinggi cenderung
akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang
mempunyai tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena akan lebih mampu
dan mudah memahami arti dan pentingnya kesehatan dan gangguan-gangguan
kesehatan yang mungkin terjadi. Pengetahuan akan mempengaruhi pola fikir
seseorang, selain itu kemampuan kognitif membentuk cara fikir seseorang, meliputi
kemampuan untuk mengerti faktor-faktor yang berpengaruh dalam kondisi sakit dan
untuk menerapkan pengetahuan tentang sehat dan sakit dalam praktek kesehatan
personal.
Menurut suatu penelitian terdapat perbedaan yang mencolok dimana wanita
yang tidak menamatkan pendidikan menengah lebih sering melaporkan adanya gejala
PMS dari pada mereka yang berpendidikan menengah dan perguruan tinggi atau
Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, yaitu tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional terbagi atas tiga tingkat
pendidikan formal yaitu pendidikan dasar (SD/Madrasah Ibtidaiyah serta
SMP/Madrasah Tsanawiyah), pendidikan menengah (SMU/Madrasah Aliyah dan
sederajat) serta pendidikan tinggi (Akademi dan Perguruan tinggi). pendidikan itu
adalah pemberian pengarah dengan berbagai macam yang berpengaruh, yang sengaja
kita pilih untuk membantu anak, sehingga sedikit demi sedikit, sampai kepada
batasan kesempurnaan maksimal yang dapat dicapai, sehingga dia bahagia dalam
kehidupannya. Sebagai individu dan dalam kehidupan kemasyarakatan (sosial) dan
setiap tindakan yang keluar dari padanya menjadi lebih sempurna. pendidikan dapat
pula dikatakan sebagai wujud proses yang dapat membantu pertumbuhan seluruh
unsur kepribadian manusia secara seimbang ke arah yang positif
2.1.3 Penghasilan
Penghasilan sebagai indikator yang menunjukkan status ekonomi seseorang
mempunyai hubungan yang berarti dengan kesehatan. Pendapatan wanita yang sedikit
membuat status kesehatan rendah dan mempunyai kesulitan yang lebih besar untuk
mengakses pelayanan kesehatan dibandingkan dengan wanita yang berpendapatan
tinggi (Youngkin dan Davis, 1998).
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa ada hubungan yang erat antara
pengaruh kejiwaan dengan penghasilan seseorang. Penghasilan keluarga merupakan
suatu potensi yang sangat baik dalam memperoleh informasi kesehatan
Seseorang yang berasal dari keluarga dengan penghasilan tinggi cenderung
lebih mudah dalam memperoleh pelayanan dan informasi tentang kesehatan
dibandingkan dengan orang yang berasal dari keluarga dengan penghasilan rendah
(Azwar, 1996).
Menurut Upah Minimum Provinsi (UMP) Aceh (2013) yang ditetapkan oleh
Gubernur Provinsi Aceh pada 5 Oktober 2012 adalah sejumlah Rp 1.550.000,- .UMP
yang dimaksud merupakan upah bulanan terendah dengan waktu kerja 7 jam perhari
atau 40 jam perminggu bagi sistem kerja 6 hari perminggu dan 8 jam perhari atau 40
jam perminggu bagi sistem kerja 5 hari perminggu.
2.1.4 Pekerjaan
Pekerjaan adalah aktivitas rutin yang dilakukan subjek penelitian diluar
maupun di dalam rumah yang menghasilkan imbalan materi maupun uang
(Daryanto,1997). Pekerjaan sebagai karakteristik wanita usia subur yang terkait
dengan PMS lebih banyak dilihat dari kemungkinan menimbulkan tingkat stres dan
derajat kerumitan pekerjaan tersebut serta besarnya risiko menurut sifat pekerjaan
akan berpengaruh pada diri wanita usia subur.
Wanita yang bekerja mengalami berbagai stres ditempat kerja, baik stres yang
bersifat fisik karena beberapa kondisi lingkungan kerja fisik yang berada diatas nilai
ambang batas yang diperkenankan, atau juga dapat ditambah oleh adanya stres yang
bersifat non fisik (psikososial), yang dapat berpengaruh terhadap kondisi
Saat ini, semakin banyak wanita yang memilih untuk beraktivitas di luar
rumah. Kondisi ini akan berhubungan erat dengan semakin banyaknya stres yang
menyerang wanita. Stres ini berasal dari internal maupun eksternal diri wanita
tersebut. Stres merupakan predisposisi pada timbulnya beberapa penyakit, sehingga
diperlukan kondisi fisik dan mental yang baik untuk menghadapi dan mengatasi
serangan stres tersebut. Stres mungkin memainkan peran penting dalam tingkat
keparahan gejala PMS. Sebuah penelitian pada tahun 2002 melaporkan bahwa bekerja
diluar rumah dapat dihubungkan dengan meningkatnya resiko PMS.
2.1.5 Status Perkawinan
Perkawinan adalah suatu hubungan hukum sebagai pertalian sah untuk jangka
waktu selama mungkin, antara seorang pria dan seorang wanita yang telah memenuhi
syarat-syarat perkawinan (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 2010). Status perkawinan
dan status kesehatan juga mempunyai keterkaitan. Wanita yang telah menikah pada
umumnya mempunyai angka kesakitan dan kematian yang lebih rendah dan biasanya
mempunyai ke fisik dan mental yang lebih baik daripada wanita yang tidak menikah
(Burman dan Margolin dalam Wang, 2005).
Sebuah penelitian pada tahun 1994 yang berjudul Biological, Social and
Behavioral Faktors Associated with Premenstrual Syndrome yang melibatkan 874
wanita di Virginia menemukan fakta bahwa mereka yang telah menikah cenderung
mempunyai resiko yang lebih kecil untuk mengalami PMS (3,7%) dari pada mereka
2.2 Pengetahuan
2.2.1 Pengertian Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetauan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).
2.2.2 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam
tingkatan.
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan, dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau pengguna hukum-hukum, rumus, metode, prinsip
dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu stuktur organisasi,
dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. misalnya, dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan. Dan sebagainya
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang
telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.
2.2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengetahuan
Menurut Wawan dan Dewi (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan adalah:
a. Faktor Internal
1) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju kea rah cita-cita tertentu yang menentukan
manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan
dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya
hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidup.
2) Pekerjaan
keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan
kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih
banyak merupakan cara mencari nafkah yang membesonkan, berulang dan
tantangan. sedangkan pekerjan umumnya merupakan kegiatan yang menyita
waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan
keluarga
3) Umur
Menurut Elisbeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur
individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.
Sedangkan menurut Huclok (1999) semakin cukup umur, tingkat kematangan
dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi
kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang
belum tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan
kematangan jiwa.
b. Faktor Eksternal
1) Faktor Lingkungan
Menurut Ann. Mariner yang dikutip Nursalam (2003), lingkungan
merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang
dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok
2) Sosial Budaya
Kebiasaan, nilai-nilai, tradisi-tradisi, sumber-sumber di dalam masyrakat
kebudayaan. Kebudayaan terbentuk dalam waktu lama sebagai akibat dari
kehidupan suatu masyrakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik secara
lambat maupun cepat, sesuai dengan peradaban umat manusia.
2.2.4. Pengukuran Pengetahuan
Menurut Arikunto (2006), dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dengan objek
penelitian atau responden. Data yang bersifat kualitatif di gambarkan dengan
kata-kata, sedangkan data yang bersifat kuantitatif terwujud angka-angka,
hasil perhitungan ataupengukuran, dapat diproses dengan cara dijumlahkan,
dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan dan diperoleh persentase,
setelah dipersentasekan lalu ditafsirkankedalam kalimat yang bersifat
kualitatif.
a. Kategori baik yaitu menjawab benar 76%-100% dari yang diharapkan
b. Kategori tidak baik yaitu menjawab benar <75% dari yang diharapkan.
2.3 Sikap
2.3.1 Pengertian Sikap
Menurut Notoatmodjo (2012), sikap merupakan reaksi atau respons yang
masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. beberapa batasan lain
tentang sikap ini dapat dikutip sebagai berikut.
“An individual’s social attitude is a syndrome of rensponse consistency with
regard to social object” (Campbell,1950).
in interation with situational and other dispositional variables,guides and direct the
overt behavior of the individual” (Cardno, 1955).
Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu
tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari
perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian
reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan
merupakan reaksi yang bersifat emisional terhadap stimulus sosial.
Newcomb, salah seorang psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas,
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih
merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reasik terbuka atau tingkah laku yang
terbuka.Sikap suatu kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu
sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
2.3.2 Komponen Pokok Sikap
Menurut Notoatmodjo (2012) mengutip pendapat Allport (1954), menjelaskan
bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok.
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Ketika komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
emosi memegang peranan penting. Suatu cotoh misalnya, seorang ibu telah
mendengar tentang penyakit campak (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan
sebagainya).
2.3.3 Tingkatan Sikap
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap imunisasi dapat dilihat dari kesediaan
dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang imunisasi.
b. Merespons (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang
diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab
pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar
atau salah, adalah berati bahwa orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu yang
lain (tetangganya, saudaranya dan sebagainya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke
posyandu atau mendiskusikan tentang imunisasi, adalah suatu bukti bahwa si ibu
tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap kesehatan anak.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.
2.3.4 Cara Pengukuran Sikap
Menurut Wawan dan Dewi (2011) yang mengutip pendapat Azwar (2005),
pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap seseorang.
Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuat mengenai obyek
sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan
hal-hal yang positif mengenai obyek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau
memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang
favourabel. Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula hal-hal negative mengenai
obyek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap.
Pernyataan seperti ini disebut dengan pernyataan yang tidak favourabel. Suatu skala
sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favourabel dan tidak
favourabel dalam jumlah yang seimbang.
Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak
semua negative yang seolah-olah ini skala memihak atau tidak mendukung sama
sekali obyek sikap.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.
Secara langsung dapat dinyatakan bagaiman pendapat/pernyataan responden terhadap
suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan
hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner. Dalam skala
Likert, item ada yang bersifat favorable (baik/positif/tidakmendukung) terhadap
baik/negatif) terhadap masalah yang diteliti. Jumlah item yang positif maupun yang
negatif sebaiknya harus seimbang atau sama ( Machfoedz, 2007 ).
Beberapa bentuk jawaban pertanyaan atau pernyataan yang masuk dalam
kategori skala likert adalah sebagai berikut :
Alternatif penilaian terhadap item yang positif terhadap masalah penelitian :
Sangat setuju : 4
Setuju : 3
Tidak setuju :2
Sangat tidak setuju : 1
Alternatif penilaian terhadap item yang negatif terhadap masalah peneliti :
Sangat setuju : 1
Setuju : 2
Tidak setuju : 3
Sangat tidak setuju : 4
Corak khas dari skala Likert ialah bahwa makin tinggi skor yang diperoleh
oleh seseorang, merupakan indikasi bahwa orang tersebut sikapnya makin positif
2.4 Menstruasi
Menstruasi atau haid adalah pengeluaran darah secara periodik melalui
vagina yang berasal dari dinding rahim wanita (Kissanti, 2008). Siklus menstruasi ini
berlangsung rata-rata 28 hari tetapi dapat berkisar dari 21 sampai 40 hari. Lama
menstruasi bervariasi dari satu siklus ke siklus lainya dan dari satu orang ke orang
lainya. Darah menstruasi terdiri dari atas darah, lendir, dan membran endometrium
yang kadang keluar sebagai bekuan kecil. Kehilangan darah rata-rata adalah 180 cc
sampai 240 cc per siklus (Alexander & Larosa, 1994 dalam Potter & Pery, 2005).
Menurut Bobak (2004), menstruasi adalah perdarahan periodik pada uterus
yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi. Hari pertama keluarnya darah menstruasi
ditetapkan sebagai hari pertama siklus endometrium. Lama rata-rata aliran menstruasi
adalah lima hari (dengan rentang tiga sampai enam hari) dan jumlah darah rata-rata
yang hilang ialah 50 ml (rentang 20 sampai 80 ml), namun hal ini sangat bervariasi.
Siklus menstruasi mempersiapkan uterus untuk kehamilan, bila tidak terjadi
kehamilan maka terjadi menstruasi. Usia wanita, status fisik dan emosi wanita serta
lingkungan mempengaruhi pola siklus menstruasi
Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus,
hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran
pada saluran reproduksi normal. Ovarium memainkan peranan penting dalam proses
ini, karena bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun
2.5 Pre Menstrsual Syndrome (PMS) 2.5.1 Definisi Pre Menstrual Syndrome
Premenstrual syndrome (PMS) adalah kombinasi gejala yang terjadi sebelum
haid dan menghilang dengan keluarnya darah menstruasi serta dialami oleh banyak
wanita menjelang siklus menstruasi (Brunner & Suddarth, 2001). Magos dalam
Hacker (2001), mendefenisikan bahwa PMS adalah gejala fisik, psikologis dan
perilaku yang menyusahkan yang tidak disebabkan oleh penyakit organik yang secara
teratur berulang selama fase siklus haid menghilang selama waktu haid yang tersisa.
Sekitar 5-10% wanita menderita PMS yang berat sehingga mengganggu kegiatan
sehari-harinya.
PMS merupakan kumpulan gejala fisik, psikologis, dan emosi yang terkait
dengan siklus menstruasi wanita dan secara konsisten terjadi selama tahap luteal dari
siklus menstruasi akibat perubahan hormonal saat ovulasi (pelepasan sel telur dari
ovarium) dan menstruasi. Gejala-gejala tersebut dapat diperkirakan dan biasanya
terjadi secara regular pada 7-14 hari sebelum datangnya menstruasi (Saryono, 2009).
Menurut Shreeve (1983) PMS adalah sejumlah perubahan mental maupun
fisik yang terjadi antara hari ke-2 sampai hari ke-14 sebelum menstruasi dan mereda
segera setelah menstruasi berawal. Dalton (1983), mendefinisikan PMS adalah
kambuhnya gejala pada saat premenstrum dan menghilang setelah menstruasi usai.
Setiap wanita yang haid adalah calon bagi PMS, dengan hampir 50% dari
semua wanita dalam usia reproduksi mengalami gejala-gejala yang ringan atau berat.
berat pada wanita yang berusia lebih tua. Seringkali para wanita dalam usia 30-an
memperlihatkan kesukaran-kesukaran prahaid untuk pertama kalinya (Health Media
Nutrition Series, 1996). Wanita dengan PMS berat melaporkan bahwa PMS
mengganggu kegiatan sehari-hari mereka, baik dari segi diri mereka sendiri, sosial
dan pekerjaan mereka (Deuster et.,al., 1999).
2.5.2 Etiologi Pre Menstrual Syndrome
Etiologi PMS belum jelas, akan tetapi mungkin satu faktor yang memegang
peranan ialah ketidakseimbangan antara estrogen dan progesterone dengan akibat
retensi cairan dan natrium, penambahan berat badan, dan kadang-kadang edema
(Wiknjosastro, 2005)
Beberapa teori menunjukkan adanya kelebihan estrogen atau defisit
progesteron dalam fase luteal dari siklus menstruasi. Selama bertahun-tahun teori ini
mendapat dukungan yang cukup banyak dan terapi progesteron biasa dipakai untuk
mengatasi PMS. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa terapi progesteron
kelihatan tidak efektif bagi kebanyakan wanita, selain kadar progesteron pada
penderita tidak menurun secara konsisten. Bila kadar progesteron yang menurun
dapat ditemukan hampir pada semua wanita yang menderita PMS, maka dapat
dipahami bahwa kekurangan hormon ini merupakan sebab utama. Sebagian wanita
yang menderita PMS terjadi penurunan kadar progesteron dan dapat sembuh dengan
penambahan progesteron, akan tetapi banyak juga wanita yang menderita gangguan
PMS hebat tapi kadar progesteronnya normal (Shreeve, 1983 dan Brunner &
Teori lain menyatakan bahwa penyebab PMS adalah karena meningkatnya
kadar estrogen dalam darah, yang akan menyebabkan gejala depresi dan khususnya
gangguan mental. Kadar estrogen yang meningkat akan mengganggu proses kimia
tubuh termasuk vitamin B6 (Piridoksin) yang dikenal sebagai vitamin anti depresi
karena berfungsi mengontrol produksi serotonin. Serotonin penting sekali bagi otak
dan syaraf, dan kurangnya persediaan zat ini dalam jumlah yang cukup dapat
mengakibatkan depresi. (Shreeve, 1983, Hacker et, al., 2001 dan Brunner &
Suddarth, 2001).
Batas tertentu estrogen menyebabkan retensi garam dan air serta berat
badannya bertambah. Mereka yang mengalami akan menjadi mudah tersinggung,
tegang dan perasaan tidak enak. Gejala-gejala dapat dicegah bila pertambahan berat
badan dicegah. Peranan estrogen pada PMS tidak nyata, sebab ketegangan ini timbul
terlambat pada siklus tidak pada saat ovulasi waktu sekresi estrogen berada pada saat
puncaknya. Kenaikan sekresi vasopresin kemungkinan berperan pada retensi cairan
pada saat premenstruasi (Ganong, 1983). Hormon lain yang dikatakan sebagai
penyebab gejala PMS adalah prolaktin. Prolaktin dihasilkan oleh kelenjar hipofisis
dan dapat mempengaruhi jumlah estrogen dan progesteron yang dihasilkan pada
setiap siklus. Jumlah prolaktin yang terlalu banyak dapat mengganggu keseimbangan
mekanisme tubuh yang mengontrol produksi kedua hormone tersebut. Wanita yang
mengalami PMS tersebut kadar prolaktin dapat tinggi atau normal. Wanita yang
kadar prolaktin cukup tinggi dapat disembuhkan dengan menekan produksi prolaktin
Teori lainnya mengatakan bahwa hormon yang tidak teridentifikasi
menyebabkan gejala pada waktu terjadi perubahan menstruasi seperti peningkatan
aktivitas beta endorphin, defisiensi serotonin, retensi cairan, metabolisme
prostaglandin abnormal dan gangguan aksis hipotalamik pituitary ovarium sebagai
penyebabnya (Brunner & Suddarth, 2001).
Hacker et al., (2001) juga mengemukakan penyebab PMS adalah kelebihan
atau defisiensi kortisol dan androgen, kelebihan hormone anti diuresis, abnormalitas
sekresi opiate endogen atau melatonin, defisiensi vitamin A, B1, B6 atau mineral,
seperti magnesium, hipoglikemia reaktif, alergi hormon, toksin haid, serta
faktor-faktor evolusi dan genetik. Menurut Simanjuntak dalam Prawiroharjo (2005), faktor-faktor
kejiwaan, masalah dalam keluarga, masalah sosial dan lain-lain juga memegang
peranan penting. Yang lebih mudah menderita PMS adalah wanita yang lebih peka
terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid dan terhadap faktor psikologis.
Berbagai faktor gaya hidup tampaknya menjadikan gejala-gejala lebih buruk,
termasuk stres, kurangnya kegiatan fisik dan diet yang mengandung gula, karbohidrat
yang diolah, garam, lemak, alkohol dan kafein yang tinggi.
2.5.3 Gejala Premenstrual Syndrome
Gejala yang ditimbulkan bisa bermacam-macam, mulai dari gejala fisik,
psikis, dan psikologi. Namun gejala tersebut akan hilang saat menstruasi datang.
Menurut study yang dilakukan oleh para dokter, secara umum gejala PMS ini dapat
a. Gejala Fisik
Pada umumnya wanita yang mengalami PMS akan merasakan gejala fisik
seperti; berat badan bertambah, bengkak pada kaki dan pergelangan kaki, perubahan
pada payudara, sakit kepala, pusing, kram pada rahim (biasanya sebelum dan
beberapa hari pertama dari periode menstruasi), keinginan akan makanan tertentu,
tumbuhnya jerawat, lemah, sakit perutr,sakit pada punggung dan otot.
b. Gejala Psikologi
Sementara itu gejala psikologinya adalah perubahan mood cepat tersinggung,
mudah marah, depresi, sering tiba-tiba menangis, cepat berubah dari gembira menjadi
marah, cepat lupa, merasa sendirian di tengah keramaian, tidak bisa konsentrasi,
malas, tegang, rendah diri, dan bingung. Gejala lain adalah sulit tidur, lelah, pusing,
sering merasa haus, banyak makan, gairah seksual berubah, dan menurunnya minat
dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun gejala yang dialami setiap wanita berbeda-beda, ada 3 gejala utama
yang paling sering dirasakan, yaitu cepat tersinggung, sakit pada punggung dan otot
dan badan terasa bengkak. Beruntunglah jika gejala PMS yang wanita rasakan hanya
sebatas ini. Dalam tingkatan yang lebih parah, beberapa wanita bahkan sampai
pingsan ketika PMS datang.Sindrom PMS, pada dasarnya, bukan penyakit, melainkan
kumpulan reaksi tubuh.
Menurut data dari The American College of Obstetricians and Gynecologists,
hampir 70 persen wanita di seluruh dunia setiap bulannya mengalami PMS. Sekitar
datang, mereka harus bed rest lantaran begitu hebatnya rasa sakit yang menyerang.
Lebih dari 150 gejala telah dihubungkan dengan PMS, namun urutan serta
kombinasi dari gejala-gejala dapat berbeda-beda diantara para wanita. Jenis dan
kuatnya gejala juga dapat berbeda-beda setiap bulan dan dapat mencerminkan
perubahan-perubahan gaya hidup atau stres. Gejala utama termasuk sakit kepala,
keletihan, sakit pinggang, pembesaran dan nyeri pada payudara, dan perasaan begah
pada abdomen. Irritabilitas umum, perubahan suasana hati, ketakutan akan
kehilangan kontrol, makan sangat berlebihan dan menangis tiba-tiba dapat juga
terjadi. Gejala-gejala sangat beragam dari satu wanita ke wanita lainnya dan dari satu
siklus ke siklus berikutnya pada wanita yang sama (Brunner & Suddarth, 2001).
Menurut Hacker et. al. (2001), gejala-gejala yang paling banyak ditemukan
pada PMS adalah perasaan bengkak, kenaikan berat badan, hilangnya efisiensi, sukar
konsentrasi, kelelahan, perubahan suasana hati, depresi, termasuk gangguan tidur
(insomnia). Scott et. al. (2002) membagi gejala-gejala PMS berdasarkan fungsi yang
terganggu. Gangguan psikologik berupa irritabilitas, ketidakseimbangan emosional,
cemas, depresi dan perasaan bermusuhan. Gangguan kognitif dapat berupa
ketidakmampuan berkonsentrasi dan binggung. Gangguan somatik berupa mastalgia
(nyeri tekan pada payudara), kembung, sakit kepala, kelelahan dan insomnia serta
2.5.4 Tipe Pre Menstrual Syndrome
Tipe PMS bermacam-macam. Abraham dalam (Aulia, 2009 dan Saryono,
2009) membagi PMS menurut gejalanya yakni PMS tipe A, H, C, dan D. Delapan
puluh persen penderita PMS termasuk tipe A. Penderita tipe H sekitar 60%, PMS C
40%, dan PMS D 20%. Tipe-tipe PMS ada empat, yaitu:
a PMS tipe Anxiety
Sindrom Premenstruasi tipe A (anxiety) ditandai dengan gejala seperti rasa
cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita mengalami
depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat menstruasi. Gejala ini timbul
akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron: hormon estrogen terlalu
tinggi dibandingkan dengan hormon progesteron. Penderita PMS A sebaiknya banyak
mengkonsumsi makanan berserat dan mengurangi atau membatasi minum kopi.
b. PMS tipe Hyperhydration
PMS tipe hyperhydration memiliki gejala edema (pembengkakan), perut
kembung, nyeri pada buah dada, pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan berat
badan sebelum haid. Gejala tipe ini dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe PMS
lain. Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar sel
(ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula pada diet penderita. Untuk
mencegah terjadinya gejala ini penderita dianjurkan mengurangi asupan garam dan
gula pada diet makanan serta membatasi minum sehari-hari.
c. PMS tipe Craving
makanan yang manis-manis (biasanya coklat) dan karbohidrat sederhana (biasanya
gula). Pada umumnya sekitar 20 menit setelah menyantap gula dalam jumlah banyak,
timbul gejala hipoglikemia seperti kelelahan, jantung berdebar, pusing kepala yang
terkadang sampai pingsan. Hipoglikemia timbul karena pengeluaran hormon insulin
dalam tubuh meningkat. Rasa ingin menyantap makanan manis dapat disebabkan
oleh stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak esensial
(omega 6), atau kurangnya magnesium.
d. PMS tipe Depression
Sindrom Premenstruasi tipe D (depression) ditandai dengan gejala rasa
depresi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam
mengucapkan kata-kata (verbalisasi). Biasanya PMS tipe D berlangsung bersamaan
dengan PMS tipe A, hanya sekitar 3% dari seluruh tipe PMS benar-benar tipe D.
PMS tipe D disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan
estrogen, di mana hormon progesteron dalam siklus haid terlalu tinggi dibandingkan
dengan hormon estrogennya. Kombinasi PMS tipe D dan tipe A dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu stres, kekurangan asam amino tyrosine.
2.5.5 Faktor Risiko Pre Menstrual Syndrome
Sindrom premenstruasi biasanya lebih mudah terjadi pada wanita yang lebih
peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus menstruasi. Saryono (2009) dalam
bukunya memaparkan beberapa faktor yang meningkatkan resiko terjadinya PMS
a. Wanita yang pernah melahirkan
PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah
mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksemia.
b. Status perkawinan
Wanita yang sudah menikah lebih banyak mengalami PMS dibandingkan
yang belum menikah. Status perkawinan dan status kesehatan juga mempunyai
keterkaitan. Wanita yang telah menikah pada umumnya mempunyai angka kesakitan
dan kematian yang lebih rendah dan biasanya mempunyai kesehatan fisik dan mental
yang lebih baik daripada wanita yang tidak menikah (Burman & Margolin dalam
Haijiang Wang, 2005).
c. Usia
PMS semakin sering dan mengganggu dengan bertambahnya usia, terutama
antara usia 30-45 tahun. Walaupun ada fakta yang mengungkapkan bahwa sebagian
remaja mengalami gejala-gelaja yang sama dan kekuatan PMS yang sama
sebagaimana yang dialami oleh wanita yang lebih tua (Freeman, 2007).
d. Stres
Faktor stres akan memperberat gangguan PMS. Hal ini sangat mempengaruhi
kejiwaan dan koping seseorang dalam menyelesaikan masalah. Stres dapat berasal
dari internal maupun eksternal dalam diri wanita . Stres merupakan predisposisi pada
timbulnya beberapa penyakit, sehingga diperlukan kondisi fisik dan mental yang baik
untuk menghadapi dan mengatasi serangan stres tersebut. Stres mungkin memainkan