• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur (WUS) dengan Upaya Mengurangi Premenstrual Syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur (WUS) dengan Upaya Mengurangi Premenstrual Syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2013"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA USIA SUBUR (WUS) DENGAN UPAYA MENGURANGI PREMENSTRUAL

SYNDROME DI KECAMATAN MUARA DUA KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2013

TESIS

Oleh

ELVIETA

117032187/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE RELATIONSHIP BETWEEN CHARACTERISTICS, KNOWLEDGE AND ATTITUDE OF WOMEN OF PRUDUCTIVE AGE AND THE EFFORTS TO

REDUCE THE PRE-MENSTRUAL SYNDROME IN MUARA DUA SUBDISTRICT, THE CITY OF LHOKSEUMAWE

IN 2013

THESIS BY ELVIETA 117032187/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA USIA SUBUR (WUS) DENGAN UPAYA MENGURANGI PREMENSTRUAL

SYNDROME DI KECAMATAN MUARA DUA KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2013

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ELVIETA

117032187/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)
(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 5 Pebruari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D Anggota : 1. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si

(6)

PERNYATAAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA USIA SUBUR (WUS) DENGAN UPAYA MENGURANGI PREMENSTRUAL

SYNDROME DI KECAMATAN MUARA DUA KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepajang pengetahuan saya juga tidak tedapat karya atau pendapat yangpernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2014

(7)

ABSTRAK

Setiap wanita mengalami perubahan fisik dan emosi yang berbeda-beda selama fase premenstruasi. Sebagian besar merasakan gejala yang ringan dan cukup dapat ditolerir, yang timbul beberapa hari menjelang menstruasi, seperti misalnya perasaan murung, nyeri payudara, insomnia, keinginan untuk mengkonsumsi makanan tertentu. Hal tersebut adalah respon alami tubuh terhadap perubahan hormonal dan perubahan fisiologis yang terjadi pada wanita masa reproduktif. Sekitar 20-40% wanita mengalami gejala premenstrual sedang (moderate), di mana gejala tersebut dirasakan lebih tidak nyaman.

Penelitian bertujuan menganalisis hubungan karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan status perkawinan), pengetahuan dan sikap wanita usia subur dengan upaya mengurangi premenstrual syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe, pada 242 WUS yang berusia 14 sampai 45 tahun dengan teknik

two stageclustersampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dianalisis

menggunakan Uji Chi Square, Uji Exact Fisher, dan Uji Regresi Logistik berganda pada α =5%.

Hasil penelitian menunjukkan faktor umur (p=0,598), tidak ada hubungan dengan upaya mengurangi premenstrual syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe. Sedangkan faktor yang berhubungan dengan upaya mengurangi

premenstrual syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe adalah

pendidikan (p=0,047), pekerjaan (p=0,002), penghasilan (p=0,0001), status perkawinan (p=0,152), pengetahuan (p=0,0001), dan sikap (p=0,001). Penghasilan merupakan faktor yang paling dominan (Exp(B)=5,758).

Kepada Puskesmas Muara Dua dalam memberikan informasi kepada wanita usia subur dalam bentuk penyuluhan, penyebaran leaflet, dan pemasangan poster berkaitan dengan kesehatan reproduksi khususnya Premenstrual Syndrome.Kepada Dinas kesehatan Kota Lhokseumawe agar membuat kebijakan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya penyuluhan pada wanita usia subur di Wilayah Kota Lhokseumawe tentang penanganan Premenstrual Syndrome pada wanita usia subur.

(8)

ABSTRACT

Every woman experiences physical change and has different emotion during her phase of premestruation. Most of them feel mild symptoms that can quite be tolerated which appear several days before menstruation such as bloated tummy, feeling gloomy, breast pain, insomnia, and desiring to eat certain food. This is the body’s natural response to the hormonal change and other physiological changes occuring to a woman in reproductive age . About 20 – 40% of women experience the moderate premenstrual symptom which is felt more uncomfortable.

The purpose of this study was to analyze the relationship between characteristics (age, education, occupation, income, and marital status), knowledge and attitude of the women in reproductive age and the effort to reduce the symptom and impact of pre-menstrual syndrome in Muara Dua Subdistrict, the City of Lhokseumawe. The samples for this study were 242 women in reproductive age of 20 to 45 years old selected through two stage cluster sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire distribution and analyzed through Chi-square test, Fisher Exact test, and multiple logistic regression tests at α = 5%.

The result of this study showed that the factor of age (p = 0.598) did not have any relationship with the effort to reduce the symptom and impact of pre-menstrual syndrome in Muara Dua Subdistrict, the City of Lhokseumawe. The factors which had relationship with the effort to reduce the symptom and impact of pre-menstrual syndrome in Muara Dua Subdistrict, the City of Lhokseumawe were education (p = 0.047), occupation (p = 0.002), income (p = 0.001), marital status (p = 0.152), knowledge (p = 0.001), and attitude (p = 0.001). Income was the most dominant factor with (Exp (B) = 5.758).

The Head of Puskesmas (Community Health Service) Muara Dua is suggested to provide information for the women in reproductive age through extension, leaflet distribution and poster sticking on Premenstrual Syndrome. The Head of Lhokseumawe Health Service is suggested to make a policy to improve the public health status, especially the handling of premenstrual syndrome in the women in reproductive age..

Keywords: Characteristics, Effort, Premenstrual Syndrome, Muara Dua

(9)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis ucapkan Kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan Rahmat dan Hidayah serta Karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Wanita Usia Subur (WUS) dengan Upaya Mengurangi Premenstrual Syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2013”.

Penyusunan tesis ini untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik untuk

menyelesaikan Pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Studi Kesehatan Reproduksi Universitas Sumatera Utara.

Penulis dalam menyusun tesis ini, menyadari begitu banyak mendapat

dukungan, bimbingan, bantuan dan kemudahan dari berbagai pihak sehingga tesis ini

dapat diselesaikan.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

(10)

4. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D dan Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si

selaku komisi pembimbing dengan sabar dan tulus serta banyak memberikan

perhatian, dukungan, pengertian dan pengarahan sejak awal hingga

terselesaikannya tesis ini.

5. Dr.Yusniwarti Yusad, M.Si dan Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku

komisi penguji yang telah memberi masukan sehingga dapat meningkatkan

kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh Dosen Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, semoga ilmu dan pengetahuan

yang diberikan selama penulis belajar menjadi amal ibadah dan mendapat Rahmat

dari Allah SWT.

7. M. Nurdin, S.K.M, M.M selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara

yang telah memberikan Izin Belajar kepada penulis sehingga penulis dapat

melanjutkan Pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Medan.

8. Riza Musni, S.Kp, M.Kes selaku Direktur Akademi Kesehatan Kabupaten Aceh

Utara yang telah memberikan Izin Belajar kepada penulis sehingga penulis dapat

melanjutkan Pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Medan

9. dr. Ferdian Subhan selaku Kepala Puskesmas Muara Dua Kota Lhokseumawe

yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Wilayah Kerja

(11)

10. Para teman sejawat dan rekan-rekan mahasiswa di lingkungan Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya Minat Studi Kesehatan Reproduksi.

Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda Muchlis

Hasibuan(Alm) dan Ibunda tersayang Rosnemy (Almh) atas segala jasanya sehingga

penulis mendapatkan pendidikan terbaik.

Teristimewa ucapan terima kasih ini penulis curahkan kepada anakku

tersayang Adam Ananta serta adik-adik Imran, Alfian yang telah turut memberikan

do’a, karena kehilangan banyak waktu bersama dalam masa-masa menempuh

pendidikan ini dan banyak sekali memberikan motivasi serta dukungan kepada

penulis dalam proses penyelesaian tesis ini.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan yang

ada, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi

kesempurnaan tesis ini, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di

bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, April 2014 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Elvieta, lahir pada tanggal 6 Oktober 1981 di Medan, beragama Islam, anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Muchlis Hasibuan (Alm) dan Ibunda tersayang Rosnemy (Alm). Mempunyai satu orang putra Adam Ananta, sekarang menetap di Desa Alue Awe Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) IV Pondok Ranji Jakarta Selatan pada tahun 1987 dan diselesaikan pada tahun 1993, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTP) M.H.Thamrin Jakarta Selatan pada tahun 1993 dan diselesaikan pada tahun 1996, Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Banda Aceh pada tahun 1996 dan diselesaikan pada tahun 1999, Akademi Kebidanan (AKBID) Departemen Kesehatan Banda Aceh pada tahun 1999 dan diselesaikan pada tahun 2002, Fakultas kedokteran bidang Bidan Pendidik (D-IV) Universitas Sumatera Utara diselesaikan pada tahun 2005, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Serambi Mekkah diselesaikan pada tahun 2010 dan Strata Dua (S2) di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan Minat Studi Kesehatan Reproduksi Pada tahun 2011 sampai dengan saat ini.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Hipotesis ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Karakteristik Wanita Usia Subur ... 10

2.2 Pengetahuan ... 15

2.3 Sikap ... 19

2.4 Menstruasi ... 24

2.5 Premenstrual Syndrome (PMS) ... 25

2.6 Landasan Teori ... 36

2.7 Kerangka Konsep Penelitian ... 38

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 39

3.1 Jenis Penelitian ... 39

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

3.3 Populasi dan Sampel ... 39

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 41

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional ... 47

3.6 Metode Pengukuran ... 48

3.7 Metode Analisis Data ... 51

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 53

4.1 Deskripsi Kecamatan Muara Dua ... 53

4.2 Analisis Univariat ... 56

4.3 Analisis Bivariat ... 65

(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 75

5.1 Hubungan Karakteristik WUS dengan Upaya Mengurangi Premenstrual Syndrome ... 75

5.2 Hubungan Pengetahuan dengan Upaya Mengurangi Premenstrual Syndrome ... 80

5.3 Hubungan Sikap dengan Upaya Mengurangi Premenstrual Syndrome... 81

5.4 Hasil Wawancara dengan Beberapa Responden ... 82

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1 Kesimpulan ... 87

6.2 Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1 Data Dusun yang Terpilih sebagai Kluster ... 40 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan WUS ... 42 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Sikap WUS... 44 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Upaya Mengurangi

Premenstrual Syndrome... 45 3.5 Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Variabel Dependen ... 48 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Muara

Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe Tahun 2012 ... 54 4.2 Jenis dan Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja

Puskesmas Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe Tahun 2012 ... 54 4.3 Jenis dan Jumlah Tenaga Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja

Puskesmas Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe Tahun 2012 ... 55 4.4 Karakteristik Responden di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota

Lhokseumawe Tahun 2013 ... 56

4.5 Pengetahuan WUS di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota

Lhokseumawe Tahun 2013 ... 57 4.6 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Mengenai Pengetahuan di

Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe Tahun 2013 ... 57

4.7 Pengetahuan WUS di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota

Lhokseumawe Tahun 2013 ... 59 4.8 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Mengenai Sikap di Kecamatan

Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe Tahun 2013 ... 57 4.9 Distribusi Keluhan WUS Menjelang Menstruasi di Kecamatan Muara

Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe Tahun 2013 ... 61 4.10 Upaya Mengurangi Premenstrual Syndrome di Kecamatan Muara Dua

Pemerintah Kota Lhokseumawe Tahun 2013 ... 62 4.11 Jawaban Responden terhadap Pertanyaan Mengenai Upaya Mengurangi

Premenstrual Syndrome di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota

(16)

4.12 Hubungan Umur WUS dengan Upaya Mengurangi Premenstrual

Syndrome di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe

Tahun 2013 ... 65 4.13 Hubungan Pendidikan WUS dengan Upaya Mengurangi Premenstrual

Syndrome di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe

Tahun 2013 ... 66 4.14 Hubungan Pekerjaan WUS dengan Upaya Mengurangi Premenstrual

Syndrome di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe

Tahun 2013 ... 67 4.15 Hubungan Penghasilan WUS dengan Upaya Mengurangi Premenstrual

Syndrome di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe

Tahun 2013 ... 68

4.16 Hubungan Status Perkawinan WUS dengan Upaya Mengurangi

Premenstrual Syndrome di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota

Lhokseumawe Tahun 2013 ... 69 4.17 Hubungan Pengetahuan WUS dengan Upaya Mengurangi Premenstrual

Syndrome di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe

Tahun 2013 ... 70 4.18 Hubungan Sikap WUS dengan Upaya Mengurangi Premenstrual

Syndrome di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe

Tahun 2013 ... 71

4.19 Identifikasi Variabel Dominan Upaya Mengurangi Premenstrual

Syndrome di Kecamatan Muara Dua Pemerintah Kota Lhokseumawe

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Surat Izin Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner dari Program Studi S2

IKM USU Medan ... 92

2. Surat Telah Selesai Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner dari Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe ... 93

3. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 IKM USU Medan ... 94

4. Surat Telah Selesai Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe ... 95

5. Surat Pernyataan Kesediaan menjadi Responden ... 96

6. Kuesioner Penelitian ... 97

7. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 101

8. Tabel Hasil Penelitian ... 104

9. Master Tabel Penelitian ... 119

10. Analisis Univariat ... 126

11. Analisis Bivariat ... 128

12. Analisis Multivariat ... 135

13. Jadwal Penelitian ... 138

14. Peta Kecamatan Muara Dua ... 139

(18)

ABSTRAK

Setiap wanita mengalami perubahan fisik dan emosi yang berbeda-beda selama fase premenstruasi. Sebagian besar merasakan gejala yang ringan dan cukup dapat ditolerir, yang timbul beberapa hari menjelang menstruasi, seperti misalnya perasaan murung, nyeri payudara, insomnia, keinginan untuk mengkonsumsi makanan tertentu. Hal tersebut adalah respon alami tubuh terhadap perubahan hormonal dan perubahan fisiologis yang terjadi pada wanita masa reproduktif. Sekitar 20-40% wanita mengalami gejala premenstrual sedang (moderate), di mana gejala tersebut dirasakan lebih tidak nyaman.

Penelitian bertujuan menganalisis hubungan karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan status perkawinan), pengetahuan dan sikap wanita usia subur dengan upaya mengurangi premenstrual syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe, pada 242 WUS yang berusia 14 sampai 45 tahun dengan teknik

two stageclustersampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dianalisis

menggunakan Uji Chi Square, Uji Exact Fisher, dan Uji Regresi Logistik berganda pada α =5%.

Hasil penelitian menunjukkan faktor umur (p=0,598), tidak ada hubungan dengan upaya mengurangi premenstrual syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe. Sedangkan faktor yang berhubungan dengan upaya mengurangi

premenstrual syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe adalah

pendidikan (p=0,047), pekerjaan (p=0,002), penghasilan (p=0,0001), status perkawinan (p=0,152), pengetahuan (p=0,0001), dan sikap (p=0,001). Penghasilan merupakan faktor yang paling dominan (Exp(B)=5,758).

Kepada Puskesmas Muara Dua dalam memberikan informasi kepada wanita usia subur dalam bentuk penyuluhan, penyebaran leaflet, dan pemasangan poster berkaitan dengan kesehatan reproduksi khususnya Premenstrual Syndrome.Kepada Dinas kesehatan Kota Lhokseumawe agar membuat kebijakan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya penyuluhan pada wanita usia subur di Wilayah Kota Lhokseumawe tentang penanganan Premenstrual Syndrome pada wanita usia subur.

(19)

ABSTRACT

Every woman experiences physical change and has different emotion during her phase of premestruation. Most of them feel mild symptoms that can quite be tolerated which appear several days before menstruation such as bloated tummy, feeling gloomy, breast pain, insomnia, and desiring to eat certain food. This is the body’s natural response to the hormonal change and other physiological changes occuring to a woman in reproductive age . About 20 – 40% of women experience the moderate premenstrual symptom which is felt more uncomfortable.

The purpose of this study was to analyze the relationship between characteristics (age, education, occupation, income, and marital status), knowledge and attitude of the women in reproductive age and the effort to reduce the symptom and impact of pre-menstrual syndrome in Muara Dua Subdistrict, the City of Lhokseumawe. The samples for this study were 242 women in reproductive age of 20 to 45 years old selected through two stage cluster sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire distribution and analyzed through Chi-square test, Fisher Exact test, and multiple logistic regression tests at α = 5%.

The result of this study showed that the factor of age (p = 0.598) did not have any relationship with the effort to reduce the symptom and impact of pre-menstrual syndrome in Muara Dua Subdistrict, the City of Lhokseumawe. The factors which had relationship with the effort to reduce the symptom and impact of pre-menstrual syndrome in Muara Dua Subdistrict, the City of Lhokseumawe were education (p = 0.047), occupation (p = 0.002), income (p = 0.001), marital status (p = 0.152), knowledge (p = 0.001), and attitude (p = 0.001). Income was the most dominant factor with (Exp (B) = 5.758).

The Head of Puskesmas (Community Health Service) Muara Dua is suggested to provide information for the women in reproductive age through extension, leaflet distribution and poster sticking on Premenstrual Syndrome. The Head of Lhokseumawe Health Service is suggested to make a policy to improve the public health status, especially the handling of premenstrual syndrome in the women in reproductive age..

Keywords: Characteristics, Effort, Premenstrual Syndrome, Muara Dua

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wanita mulai dari usia remaja hingga dewasa normalnya akan mengalami

periode menstruasi atau haid dalam perjalanan hidupnya, yaitu pengeluaran darah

yang terjadi secara periodik melalui vagina yang berasal dari dinding rahim wanita.

Keluarnya darah tersebut disebabkan karena sel telur tidak dibuahi sehingga terjadi

peluruhan lapisan dalam rahim yang banyak mengandung pembuluh darah.

(Mochtar,1989).

Beberapa saat sebelum menstruasi, sejumlah gadis dan wanita biasanya

mengalami rasa yang tidak enak. Mereka biasanya merasakan satu atau beberapa

gejala yang disebut dengan kumpulan gejala sebelum datang bulan atau isilah

populernya premenstrual syndrome(PMS). Hal-hal yang sering dirasakan adalah

nyeri payudara, rasa penuh atau kembung di perut bagian bawah, merasa sangat

lelah, nyeri otot terutama punggung dibagian bawah atau perut, perubahan kebasahan

vagina atau tumbuh jerawat dan emosi yang sangat kuat serta sukar dikontrol. Banyak

wanita setiap bulan mengalami sekurang-kurangnya satu dari gejala –gejala diatas

dan sejumlah wanita lain mengalami semua gejala, seorang wanita bisa merasakan

gejala yang berbeda-beda dari satu bulan ke bulan berikutnya. (Burns,2000)

Setiap wanita mengalami perubahan fisik dan emosi yang berbeda-beda

(21)

dapat ditolerir, yang timbul beberapa hari menjelang menstruasi, seperti misalnya

perut kembung, perasaan murung, nyeri payudara, insomnia, keinginan untuk

mengkonsumsi makanan tertentu (Steiner, 2000). Hal tersebut adalah respon alami

tubuh terhadap perubahan hormonal dan perubahan fisiologis lain yang terjadi pada

wanita pada masa reproduktif. Sekitar 20-40% wanita mengalami gejala

premenstrual sedang (moderate), di mana gejala tersebut dirasakan lebih tidak

nyaman, lebih menyedihkan dan lebih mengganggu dibandingkan rata-rata wanita,

namun gejala-gejala tersebut masih dapat ditoleransi dan belum begitu mempengaruhi

fungsi pekerjaan maupun relasi interpersonal. (Dennerstein, 2011).

Wanita usia subur adalah wanita yang keadaan organ reproduksinya

berfungsi dengan baik antara umur 20-45 tahun. Kecenderungan persentase wanita

yang menderita PMS pada usia subur seperti hasil penelitian Deuster (1999) di

Virginia menggambarkan bahwa wanita yang berusia antara 35-44 tahun lebih jarang

menderita PMS jika dibandingkan dengan wanita yang lebih muda. Sedangkan

penelitian Freeman (2007), mengungkapkan PMSsemakin sering dan mengganggu

dengan bertambahnya usia, terutama antara usia 30-45 tahun.

Meskipun angka pasti kejadian PMS belum diketahui, kira-kira 75% wanita

mengeluh mengalaminya. Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis PMS

baru-baru ini telah dikembangkan dan ketika kriteria tersebut digunakan 3%-8% dari

wanita didiagnosa mengalami PMS. Wanita dengan PMS berat melaporkan bahwa

PMS mengganggu kegiatan sehari-hari mereka, baik dari segi diri mereka sendiri,

(22)

Menurut suatu penelitian di Amerika Serikat(1982), terdapat sekitar 40%

wanita usia produktif berusia 14-50 tahun mengalami PSM . Didapati sekitar 50%

dari wanita tersebut berasal dari latar belakang sosial -ekonomi menengah datang

berkunjung ke klinik ginekologi dengan keluhan PMS. (Karyadi, 2008).

Status perkawinan dan status kesehatan juga mempunyai keterkaitan dengan

PMS. Wanita yang telah menikah pada umumnya mempunyai derajat kesakitan yang

lebih rendah dan biasanya mempunyai kesehatan fisik dan mental yang lebih baik

daripada wanita yang tidak menikah. (Burman & Margolin dalam Haijiang Wang,

2005).

Menurut Dell (2003), sekitar 3-9% wanita mengalami PMS yang parah.

Gejala PMS tersebut menyebabkan mereka merasa sangat sedih, iritabel, atau depresi

bahkan para wanita tersebut merasakan tak bisa mengontrol diri dan hal ini

mempengaruhi relasi dengan pasangan, rekan kerja, anak, dan teman, inilah yang

disebut dengan Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD). Tetapi masih banyak

wanita yang masih belum menyadari apa yang terjadi pada dirinya menjelang

menstruasi, dan hal ini diperkuat adanya mitos yang mengatakan bahwa “those

symptoms are simply part of being a woman”; yang seolah mengatakan bahwa

gejala-gejala yang timbul selama fase PMS adalah hal yang tidak patut dikeluhkan, dan

harus dijalani sebagai kodrat seorang wanita. Pandangan seperti ini menyebabkan

beberapa wanita memendam apa yang dialaminya dan tidak segera mencari

(23)

Dampak PMS terhadap penurunan produktivitas kerja, sekolah dan

hubungan interpersonal penderita cukup besar. Hasil survei pada penderita PMS oleh

Robinson dan Swindle (2000) dalam Suparman dan Sentosa (2011), yang

menganalisis persepsi subjektif penderita tentang dampak gangguan sindrom

premenstruasi terhadap aktivitas sosial dan pekerjaan penderita menunjukkan bahwa

46,8% subyek menilai sindrom premenstruasi yang dideritanya memberikan

gangguan dalam derajat ringan, 36% menilai sedang, 14,2% menilai berat dan 2,9%

menilai sangat berat. Borenstein (2004) dalam Suparman dan Sentosa (2011),

melaporkan penurunan produktivitas 436 penderita sindrom premenstruasi yang

sangat bermakna dibandingkan kontrol, yang dikaitkan dengan keluhan sukar

berkonsentrasi, menurunnya motivasi, menjadi pelupa, mudah tersinggung dan

labilitas emosi serta menurunnya kemampuan koordinasi. Data yang diperoleh

menunjukkan lebih tingginya angka tidak masuk kerja selama 5 hari kerja perbulan,

berkurangnya produktivitas kerja sebesar 50%, serta lebih tingginya kejadian

terganggunya hubungan interpersonal dan aktivitas sosial, pekerjaan atau sekolah

pada kelompok penderita sindrom premenstruasi yang diteliti

Menurut penelitian Deuster (1999) terdapat perbedaan yang mencolok

dimana wanita yang tidak menamatkan pendidikan menengah lebih sering

melaporkan adanya gejala PMS dari pada mereka yang berpendidikan menengah dan

perguruan tinggi atau mereka yang telah menamatkan perguruan tinggi.

Penelitian tentang faktor pengetahuan sebagai penanganan PMS seperti

(24)

2% remaja belasan tahun menerima informasi mengenai haid dari penyedia

pelayanan kesehatan, oleh karena itu sangat penting dan mendesak petugas kesehatan

meningkatkan bimbingan mengenai haid normal. Hal ini akan membantu penanganan

dan perawatan masalah haid.

Penelitian tentang faktor yang terkait dengan PSM dilakukan ole

gejala PMS yang parah dan banyaknya gejala PMS berhubungan dengan persepsi

diri, tekanan mental, aktivitas fisik dan konsumsi makanan.

Penelitian Lete (2011), pada 2.018 perempuan di Spanyol untuk menilai

sikap wanita terhadap gejala pramenstruasi dalam kaitannya dengan persepsi,

didapati sebanyak 1554 perempuan (73,7%) mengeluh mendapat beberapa gejala

yang tidak nyaman sebelum menstruasi, dan angka prevalensi pramenstruasi sindrom

pada tingkat sedang dialami oleh 200 perempuan (8,9%), prevalensi gangguan

dysphoric premenstruasi (PMDD)/tingkat berat sebanyak 22 perempuan (1,1%). Dari

1554 perempuan yang mendapat gangguan sebelum menstruasi diatas didapati sikap

terhadap gejala premenstrual syndrome yaitu mencari bantuan konsultasi dan nasihat

medis, menerima therapy pengobatan hormonal dan hanya 310 perempuan (20%)

yang menganggap gejala tersebut tidak begitu penting, akan hilang spontan dengan

mengikuti saran medis serta mengubah gaya hidup .

Sedangkan penelitian pada wanita usia rata-rata 24 tahun di Taiwan,

tentang hubungan antara sikap dan gejala menstruasi diperoleh hasil 78% wanita

(25)

menstruasi berkaitan dengan kondisi fisik , kognitif, perilaku, dan psikologi dapat

bervariasi antar budaya

Hasil penelitian yang mengkaji tentang hubungan pengetahuan dengan

penanganan PMS sebagaimana dilakukan Anggrajani (2011) menyatakan bahwa

dokter wanita yang lebih mengenali gejala PMS dapat menyusun suatu strategi untuk

menyiasatinya, misalnya mengatur kembali jadwal kesehariannya dengan

menempatkan kegiatan yang mempunyai kadar stres minimal pada minggu sebelum

menstruasi.

Menurut Sylvia (2010) penanganan PMS dapat dilakukan dengan terapi

kognitif perilaku, individu diajak untuk bersama-sama melakukan restrukturisasi

kognitif, yaitu membentuk kembali pola perilaku dan pikiran yang irasional dan

menggantinya dengan yang lebih rasional. Terapi biasanya berlangsung 30-45 menit.

Individu kemudian diberi pekerjaan rumah yang harus dibuat setiap hari. Pekerjaan

rumah ini akan dibahas pada kunjungan konsultasi berikutnya. Biasanya terapi ini

memerlukan 10-15 kali pertemuan, bisa kurang dari itu namun dapat pula lebih,

tergantung pada kondisi individu yang mengalaminya. Selanjutnya dilakukan

psikoterapi dinamik, individu diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya,

bukan sekedar menghilangkan gejalanya semata. Pada psikoterapi ini, biasanya

individu lebih banyak berbicara, sedangkan dokter lebih banyak mendengar, kecuali

pada individu yang benar-benar pendiam, maka dokter yang lebih aktif.

Kota Lhokseumawe adalah sebuah kota di provinsi Aceh, kota ini berada

(26)

Muara Dua yang terdapat jumlah wanita usia subur dengan persentase paling tinggi

9.911 Jiwa dibanding 2 kecamatan lain yaitu Banda Sakti dan Blang Mangat .

Berdasarkan data kunjungan pasien di Puskesmas Muara Dua, diketahui jumlah

pasien dengan keluhan PMS mencapai 23 – 48 kasus setiap bulannya , demikian juga

dengan keluhan beberapa wanita kepada bidan yang bertugas didesa – desa setempat.

Survei pendahuluan yang dilakukan dengan mewawancarai 10 wanita

berusia 30 sampai dengan 45 tahun yang kebetulan sedang berkunjung pada

Puskesmas Kecamatan Muara Dua menunjukkan 7 dari 10 wanita mengakui adanya

gejala dan keluhan menjelang beberapa hari menstruasi dimana kondisi ini sangat

menggangu aktifitas dan keadaan emosional mereka, dan hal ini terjadi rsetiap bulan,

dimana mereka sendiri tidak tahu harus berbuat langkah dan sikap apa untuk upaya

membantu menghilangkan atau mengurangi kondisi yang mengganggu tersebut.

Hal ini diperberat jika kondisi emosional wanita pada posisi tidak seimbang,

seperti keadaan wanita yang sudah menikah disertai beban sehari-hari yang sulit

seperti mengurus suami, anak dan keluarga. Oleh karena itu merasa sangat penting

untuk meneliti apakah ada hubungan Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap wanita

usia subur dengan Upaya mengurangi Premenstrual Syndrome (PMS) di Kecamatan

Muara Dua Kota Lhokseumawe,

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas banyaknya wanita usia subur

(27)

penelitian ini adalah apakah ada hubungan karakteristik, pengetahuan dan sikap

wanita usia subur (WUS) dengan upaya mengurangi premenstrual syndrome (PMS)

di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis hubungan karakteristik, pengetahuan dan sikap wanita usia

subur (WUS) dengan upaya mengurangi premenstrual syndrome (PMS) di

Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe tahun 2013.

1.4 Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan

status perkawinan) wanita usia subur (WUS) dengan upaya mengurangi

premenstrual syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe

2. Ada hubungan pengetahuan wanita usia subur (WUS) dengan upaya

mengurangi premenstrual syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota

Lhokseumawe

3. Ada hubungan sikap wanita usia subur (WUS) dengan upaya mengurangi

premenstrual syndrome di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe

1.5 Manfaat Penelitian

Dengan diketahuinya kaitan karakteristik, pengetahuan dan sikap Wanita Usia

Subur (WUS) dengan penanganan Premenstrual Syndrome (PMS) dapat menjadi

masukan bagi:

(28)

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya penanganan PMS

pada wanita usia subur.

2. Puskesmas Muara Dua dalam memberikan arahan dan bimbingan kepada

wanita usia subur dalam bentuk penyuluhan atau promosi kesehatan berkaitan

dengan kesehatan reproduksi khususnya penangganan PMS.

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Wanita Usia Subur

Karakteristik adalah ciri-ciri khusus atau mempunyai sifat khas sesuai

dengan perwatakan tertentu. Faktor yang termasuk ke dalam karakteristik adalah

umur, pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi (Daryanto,1997). Setiap individu

mempunyai karakteristik yang berbeda, karakteristik tersebut dapat mempengaruhi

kondisi fisik, psikologis dan sosial seseorang. Karakteristik wanita usia subur yang

berhubungan dengan gejala PMS antara lain: umur, pendidikan, pekerjaan

penghasilan, dan status perkawinan (Oakley, 1998).

WUS adalah wanita yang keadaan organ reproduksinya berfungsi dengan

baik antara umur 20-45 tahun

2.1.1 Umur

Karakteristik wanita usia subur yang terkait dengan PMS adalah faktor umur,

penelitian menemukan bahwa sebagian besar wanita yang mencari pengobatan PMS

adalah mereka yang berusia lebih dari 30 tahun (Cornforth, 2000). Walaupun ada

fakta yang mengungkapkan bahwa sebagian remaja mengalami gejala-gelaja yang

sama dan kekuatan PMS yang sama sebagaimana yang dialami oleh wanita yang

lebih tua (Freeman, 2007). Penelitian pada tahun 1994 yang melibatkan 874 wanita di

Virginia menggambarkan bahwa wanita yang berusia antara 35-44 tahun lebih jarang

(30)

PMS dapat dihubungkan dengan siklus ovulasi, karena itu gejala-gejala PMS

dapat terjadi kapan saja setelah menarche dan berlanjut hingga ovulasi berhenti pada

saat menopause. Sebagian besar pasien yang mencari pengobatan untuk PMS berusia

antara pertengahan 20-an sampai dengan akhir 30-an, meskipun banyak wanita

melaporkan mengalami gejala-gejala PMS lebih awal (Freeman, 2007).

2.1.2 Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup

(Notoatmodjo, 1997). Orang dengan pendidikan formal yang lebih tinggi cenderung

akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang

mempunyai tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena akan lebih mampu

dan mudah memahami arti dan pentingnya kesehatan dan gangguan-gangguan

kesehatan yang mungkin terjadi. Pengetahuan akan mempengaruhi pola fikir

seseorang, selain itu kemampuan kognitif membentuk cara fikir seseorang, meliputi

kemampuan untuk mengerti faktor-faktor yang berpengaruh dalam kondisi sakit dan

untuk menerapkan pengetahuan tentang sehat dan sakit dalam praktek kesehatan

personal.

Menurut suatu penelitian terdapat perbedaan yang mencolok dimana wanita

yang tidak menamatkan pendidikan menengah lebih sering melaporkan adanya gejala

PMS dari pada mereka yang berpendidikan menengah dan perguruan tinggi atau

(31)

Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, yaitu tentang Sistem

Pendidikan Nasional, dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional terbagi atas tiga tingkat

pendidikan formal yaitu pendidikan dasar (SD/Madrasah Ibtidaiyah serta

SMP/Madrasah Tsanawiyah), pendidikan menengah (SMU/Madrasah Aliyah dan

sederajat) serta pendidikan tinggi (Akademi dan Perguruan tinggi). pendidikan itu

adalah pemberian pengarah dengan berbagai macam yang berpengaruh, yang sengaja

kita pilih untuk membantu anak, sehingga sedikit demi sedikit, sampai kepada

batasan kesempurnaan maksimal yang dapat dicapai, sehingga dia bahagia dalam

kehidupannya. Sebagai individu dan dalam kehidupan kemasyarakatan (sosial) dan

setiap tindakan yang keluar dari padanya menjadi lebih sempurna. pendidikan dapat

pula dikatakan sebagai wujud proses yang dapat membantu pertumbuhan seluruh

unsur kepribadian manusia secara seimbang ke arah yang positif

2.1.3 Penghasilan

Penghasilan sebagai indikator yang menunjukkan status ekonomi seseorang

mempunyai hubungan yang berarti dengan kesehatan. Pendapatan wanita yang sedikit

membuat status kesehatan rendah dan mempunyai kesulitan yang lebih besar untuk

mengakses pelayanan kesehatan dibandingkan dengan wanita yang berpendapatan

tinggi (Youngkin dan Davis, 1998).

Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa ada hubungan yang erat antara

pengaruh kejiwaan dengan penghasilan seseorang. Penghasilan keluarga merupakan

suatu potensi yang sangat baik dalam memperoleh informasi kesehatan

(32)

Seseorang yang berasal dari keluarga dengan penghasilan tinggi cenderung

lebih mudah dalam memperoleh pelayanan dan informasi tentang kesehatan

dibandingkan dengan orang yang berasal dari keluarga dengan penghasilan rendah

(Azwar, 1996).

Menurut Upah Minimum Provinsi (UMP) Aceh (2013) yang ditetapkan oleh

Gubernur Provinsi Aceh pada 5 Oktober 2012 adalah sejumlah Rp 1.550.000,- .UMP

yang dimaksud merupakan upah bulanan terendah dengan waktu kerja 7 jam perhari

atau 40 jam perminggu bagi sistem kerja 6 hari perminggu dan 8 jam perhari atau 40

jam perminggu bagi sistem kerja 5 hari perminggu.

2.1.4 Pekerjaan

Pekerjaan adalah aktivitas rutin yang dilakukan subjek penelitian diluar

maupun di dalam rumah yang menghasilkan imbalan materi maupun uang

(Daryanto,1997). Pekerjaan sebagai karakteristik wanita usia subur yang terkait

dengan PMS lebih banyak dilihat dari kemungkinan menimbulkan tingkat stres dan

derajat kerumitan pekerjaan tersebut serta besarnya risiko menurut sifat pekerjaan

akan berpengaruh pada diri wanita usia subur.

Wanita yang bekerja mengalami berbagai stres ditempat kerja, baik stres yang

bersifat fisik karena beberapa kondisi lingkungan kerja fisik yang berada diatas nilai

ambang batas yang diperkenankan, atau juga dapat ditambah oleh adanya stres yang

bersifat non fisik (psikososial), yang dapat berpengaruh terhadap kondisi

(33)

Saat ini, semakin banyak wanita yang memilih untuk beraktivitas di luar

rumah. Kondisi ini akan berhubungan erat dengan semakin banyaknya stres yang

menyerang wanita. Stres ini berasal dari internal maupun eksternal diri wanita

tersebut. Stres merupakan predisposisi pada timbulnya beberapa penyakit, sehingga

diperlukan kondisi fisik dan mental yang baik untuk menghadapi dan mengatasi

serangan stres tersebut. Stres mungkin memainkan peran penting dalam tingkat

keparahan gejala PMS. Sebuah penelitian pada tahun 2002 melaporkan bahwa bekerja

diluar rumah dapat dihubungkan dengan meningkatnya resiko PMS.

2.1.5 Status Perkawinan

Perkawinan adalah suatu hubungan hukum sebagai pertalian sah untuk jangka

waktu selama mungkin, antara seorang pria dan seorang wanita yang telah memenuhi

syarat-syarat perkawinan (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 2010). Status perkawinan

dan status kesehatan juga mempunyai keterkaitan. Wanita yang telah menikah pada

umumnya mempunyai angka kesakitan dan kematian yang lebih rendah dan biasanya

mempunyai ke fisik dan mental yang lebih baik daripada wanita yang tidak menikah

(Burman dan Margolin dalam Wang, 2005).

Sebuah penelitian pada tahun 1994 yang berjudul Biological, Social and

Behavioral Faktors Associated with Premenstrual Syndrome yang melibatkan 874

wanita di Virginia menemukan fakta bahwa mereka yang telah menikah cenderung

mempunyai resiko yang lebih kecil untuk mengalami PMS (3,7%) dari pada mereka

(34)

2.2 Pengetahuan

2.2.1 Pengertian Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini

terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetauan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan

domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).

2.2.2 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam

tingkatan.

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya.termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah. kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

(35)

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau pengguna hukum-hukum, rumus, metode, prinsip

dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu stuktur organisasi,

dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada. misalnya, dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan. Dan sebagainya

(36)

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada

suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang

telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.

2.2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengetahuan

Menurut Wawan dan Dewi (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi

pengetahuan adalah:

a. Faktor Internal

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju kea rah cita-cita tertentu yang menentukan

manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan

dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya

hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas

hidup.

2) Pekerjaan

(37)

keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan

kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih

banyak merupakan cara mencari nafkah yang membesonkan, berulang dan

tantangan. sedangkan pekerjan umumnya merupakan kegiatan yang menyita

waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan

keluarga

3) Umur

Menurut Elisbeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur

individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.

Sedangkan menurut Huclok (1999) semakin cukup umur, tingkat kematangan

dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi

kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang

belum tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan

kematangan jiwa.

b. Faktor Eksternal

1) Faktor Lingkungan

Menurut Ann. Mariner yang dikutip Nursalam (2003), lingkungan

merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang

dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok

2) Sosial Budaya

Kebiasaan, nilai-nilai, tradisi-tradisi, sumber-sumber di dalam masyrakat

(38)

kebudayaan. Kebudayaan terbentuk dalam waktu lama sebagai akibat dari

kehidupan suatu masyrakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik secara

lambat maupun cepat, sesuai dengan peradaban umat manusia.

2.2.4. Pengukuran Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006), dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dengan objek

penelitian atau responden. Data yang bersifat kualitatif di gambarkan dengan

kata-kata, sedangkan data yang bersifat kuantitatif terwujud angka-angka,

hasil perhitungan ataupengukuran, dapat diproses dengan cara dijumlahkan,

dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan dan diperoleh persentase,

setelah dipersentasekan lalu ditafsirkankedalam kalimat yang bersifat

kualitatif.

a. Kategori baik yaitu menjawab benar 76%-100% dari yang diharapkan

b. Kategori tidak baik yaitu menjawab benar <75% dari yang diharapkan.

2.3 Sikap

2.3.1 Pengertian Sikap

Menurut Notoatmodjo (2012), sikap merupakan reaksi atau respons yang

masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. beberapa batasan lain

tentang sikap ini dapat dikutip sebagai berikut.

An individual’s social attitude is a syndrome of rensponse consistency with

regard to social object” (Campbell,1950).

(39)

in interation with situational and other dispositional variables,guides and direct the

overt behavior of the individual” (Cardno, 1955).

Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu

tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari

perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian

reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan

merupakan reaksi yang bersifat emisional terhadap stimulus sosial.

Newcomb, salah seorang psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas,

akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih

merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reasik terbuka atau tingkah laku yang

terbuka.Sikap suatu kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu

sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

2.3.2 Komponen Pokok Sikap

Menurut Notoatmodjo (2012) mengutip pendapat Allport (1954), menjelaskan

bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok.

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketika komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

(40)

emosi memegang peranan penting. Suatu cotoh misalnya, seorang ibu telah

mendengar tentang penyakit campak (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan

sebagainya).

2.3.3 Tingkatan Sikap

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap imunisasi dapat dilihat dari kesediaan

dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang imunisasi.

b. Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang

diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab

pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar

atau salah, adalah berati bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu yang

lain (tetangganya, saudaranya dan sebagainya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke

posyandu atau mendiskusikan tentang imunisasi, adalah suatu bukti bahwa si ibu

tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap kesehatan anak.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko

(41)

meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.

2.3.4 Cara Pengukuran Sikap

Menurut Wawan dan Dewi (2011) yang mengutip pendapat Azwar (2005),

pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap seseorang.

Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuat mengenai obyek

sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan

hal-hal yang positif mengenai obyek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau

memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang

favourabel. Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula hal-hal negative mengenai

obyek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap.

Pernyataan seperti ini disebut dengan pernyataan yang tidak favourabel. Suatu skala

sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favourabel dan tidak

favourabel dalam jumlah yang seimbang.

Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak

semua negative yang seolah-olah ini skala memihak atau tidak mendukung sama

sekali obyek sikap.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.

Secara langsung dapat dinyatakan bagaiman pendapat/pernyataan responden terhadap

suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan

hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner. Dalam skala

Likert, item ada yang bersifat favorable (baik/positif/tidakmendukung) terhadap

(42)

baik/negatif) terhadap masalah yang diteliti. Jumlah item yang positif maupun yang

negatif sebaiknya harus seimbang atau sama ( Machfoedz, 2007 ).

Beberapa bentuk jawaban pertanyaan atau pernyataan yang masuk dalam

kategori skala likert adalah sebagai berikut :

Alternatif penilaian terhadap item yang positif terhadap masalah penelitian :

Sangat setuju : 4

Setuju : 3

Tidak setuju :2

Sangat tidak setuju : 1

Alternatif penilaian terhadap item yang negatif terhadap masalah peneliti :

Sangat setuju : 1

Setuju : 2

Tidak setuju : 3

Sangat tidak setuju : 4

Corak khas dari skala Likert ialah bahwa makin tinggi skor yang diperoleh

oleh seseorang, merupakan indikasi bahwa orang tersebut sikapnya makin positif

(43)

2.4 Menstruasi

Menstruasi atau haid adalah pengeluaran darah secara periodik melalui

vagina yang berasal dari dinding rahim wanita (Kissanti, 2008). Siklus menstruasi ini

berlangsung rata-rata 28 hari tetapi dapat berkisar dari 21 sampai 40 hari. Lama

menstruasi bervariasi dari satu siklus ke siklus lainya dan dari satu orang ke orang

lainya. Darah menstruasi terdiri dari atas darah, lendir, dan membran endometrium

yang kadang keluar sebagai bekuan kecil. Kehilangan darah rata-rata adalah 180 cc

sampai 240 cc per siklus (Alexander & Larosa, 1994 dalam Potter & Pery, 2005).

Menurut Bobak (2004), menstruasi adalah perdarahan periodik pada uterus

yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi. Hari pertama keluarnya darah menstruasi

ditetapkan sebagai hari pertama siklus endometrium. Lama rata-rata aliran menstruasi

adalah lima hari (dengan rentang tiga sampai enam hari) dan jumlah darah rata-rata

yang hilang ialah 50 ml (rentang 20 sampai 80 ml), namun hal ini sangat bervariasi.

Siklus menstruasi mempersiapkan uterus untuk kehamilan, bila tidak terjadi

kehamilan maka terjadi menstruasi. Usia wanita, status fisik dan emosi wanita serta

lingkungan mempengaruhi pola siklus menstruasi

Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus,

hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran

pada saluran reproduksi normal. Ovarium memainkan peranan penting dalam proses

ini, karena bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun

(44)

2.5 Pre Menstrsual Syndrome (PMS) 2.5.1 Definisi Pre Menstrual Syndrome

Premenstrual syndrome (PMS) adalah kombinasi gejala yang terjadi sebelum

haid dan menghilang dengan keluarnya darah menstruasi serta dialami oleh banyak

wanita menjelang siklus menstruasi (Brunner & Suddarth, 2001). Magos dalam

Hacker (2001), mendefenisikan bahwa PMS adalah gejala fisik, psikologis dan

perilaku yang menyusahkan yang tidak disebabkan oleh penyakit organik yang secara

teratur berulang selama fase siklus haid menghilang selama waktu haid yang tersisa.

Sekitar 5-10% wanita menderita PMS yang berat sehingga mengganggu kegiatan

sehari-harinya.

PMS merupakan kumpulan gejala fisik, psikologis, dan emosi yang terkait

dengan siklus menstruasi wanita dan secara konsisten terjadi selama tahap luteal dari

siklus menstruasi akibat perubahan hormonal saat ovulasi (pelepasan sel telur dari

ovarium) dan menstruasi. Gejala-gejala tersebut dapat diperkirakan dan biasanya

terjadi secara regular pada 7-14 hari sebelum datangnya menstruasi (Saryono, 2009).

Menurut Shreeve (1983) PMS adalah sejumlah perubahan mental maupun

fisik yang terjadi antara hari ke-2 sampai hari ke-14 sebelum menstruasi dan mereda

segera setelah menstruasi berawal. Dalton (1983), mendefinisikan PMS adalah

kambuhnya gejala pada saat premenstrum dan menghilang setelah menstruasi usai.

Setiap wanita yang haid adalah calon bagi PMS, dengan hampir 50% dari

semua wanita dalam usia reproduksi mengalami gejala-gejala yang ringan atau berat.

(45)

berat pada wanita yang berusia lebih tua. Seringkali para wanita dalam usia 30-an

memperlihatkan kesukaran-kesukaran prahaid untuk pertama kalinya (Health Media

Nutrition Series, 1996). Wanita dengan PMS berat melaporkan bahwa PMS

mengganggu kegiatan sehari-hari mereka, baik dari segi diri mereka sendiri, sosial

dan pekerjaan mereka (Deuster et.,al., 1999).

2.5.2 Etiologi Pre Menstrual Syndrome

Etiologi PMS belum jelas, akan tetapi mungkin satu faktor yang memegang

peranan ialah ketidakseimbangan antara estrogen dan progesterone dengan akibat

retensi cairan dan natrium, penambahan berat badan, dan kadang-kadang edema

(Wiknjosastro, 2005)

Beberapa teori menunjukkan adanya kelebihan estrogen atau defisit

progesteron dalam fase luteal dari siklus menstruasi. Selama bertahun-tahun teori ini

mendapat dukungan yang cukup banyak dan terapi progesteron biasa dipakai untuk

mengatasi PMS. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa terapi progesteron

kelihatan tidak efektif bagi kebanyakan wanita, selain kadar progesteron pada

penderita tidak menurun secara konsisten. Bila kadar progesteron yang menurun

dapat ditemukan hampir pada semua wanita yang menderita PMS, maka dapat

dipahami bahwa kekurangan hormon ini merupakan sebab utama. Sebagian wanita

yang menderita PMS terjadi penurunan kadar progesteron dan dapat sembuh dengan

penambahan progesteron, akan tetapi banyak juga wanita yang menderita gangguan

PMS hebat tapi kadar progesteronnya normal (Shreeve, 1983 dan Brunner &

(46)

Teori lain menyatakan bahwa penyebab PMS adalah karena meningkatnya

kadar estrogen dalam darah, yang akan menyebabkan gejala depresi dan khususnya

gangguan mental. Kadar estrogen yang meningkat akan mengganggu proses kimia

tubuh termasuk vitamin B6 (Piridoksin) yang dikenal sebagai vitamin anti depresi

karena berfungsi mengontrol produksi serotonin. Serotonin penting sekali bagi otak

dan syaraf, dan kurangnya persediaan zat ini dalam jumlah yang cukup dapat

mengakibatkan depresi. (Shreeve, 1983, Hacker et, al., 2001 dan Brunner &

Suddarth, 2001).

Batas tertentu estrogen menyebabkan retensi garam dan air serta berat

badannya bertambah. Mereka yang mengalami akan menjadi mudah tersinggung,

tegang dan perasaan tidak enak. Gejala-gejala dapat dicegah bila pertambahan berat

badan dicegah. Peranan estrogen pada PMS tidak nyata, sebab ketegangan ini timbul

terlambat pada siklus tidak pada saat ovulasi waktu sekresi estrogen berada pada saat

puncaknya. Kenaikan sekresi vasopresin kemungkinan berperan pada retensi cairan

pada saat premenstruasi (Ganong, 1983). Hormon lain yang dikatakan sebagai

penyebab gejala PMS adalah prolaktin. Prolaktin dihasilkan oleh kelenjar hipofisis

dan dapat mempengaruhi jumlah estrogen dan progesteron yang dihasilkan pada

setiap siklus. Jumlah prolaktin yang terlalu banyak dapat mengganggu keseimbangan

mekanisme tubuh yang mengontrol produksi kedua hormone tersebut. Wanita yang

mengalami PMS tersebut kadar prolaktin dapat tinggi atau normal. Wanita yang

kadar prolaktin cukup tinggi dapat disembuhkan dengan menekan produksi prolaktin

(47)

Teori lainnya mengatakan bahwa hormon yang tidak teridentifikasi

menyebabkan gejala pada waktu terjadi perubahan menstruasi seperti peningkatan

aktivitas beta endorphin, defisiensi serotonin, retensi cairan, metabolisme

prostaglandin abnormal dan gangguan aksis hipotalamik pituitary ovarium sebagai

penyebabnya (Brunner & Suddarth, 2001).

Hacker et al., (2001) juga mengemukakan penyebab PMS adalah kelebihan

atau defisiensi kortisol dan androgen, kelebihan hormone anti diuresis, abnormalitas

sekresi opiate endogen atau melatonin, defisiensi vitamin A, B1, B6 atau mineral,

seperti magnesium, hipoglikemia reaktif, alergi hormon, toksin haid, serta

faktor-faktor evolusi dan genetik. Menurut Simanjuntak dalam Prawiroharjo (2005), faktor-faktor

kejiwaan, masalah dalam keluarga, masalah sosial dan lain-lain juga memegang

peranan penting. Yang lebih mudah menderita PMS adalah wanita yang lebih peka

terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid dan terhadap faktor psikologis.

Berbagai faktor gaya hidup tampaknya menjadikan gejala-gejala lebih buruk,

termasuk stres, kurangnya kegiatan fisik dan diet yang mengandung gula, karbohidrat

yang diolah, garam, lemak, alkohol dan kafein yang tinggi.

2.5.3 Gejala Premenstrual Syndrome

Gejala yang ditimbulkan bisa bermacam-macam, mulai dari gejala fisik,

psikis, dan psikologi. Namun gejala tersebut akan hilang saat menstruasi datang.

Menurut study yang dilakukan oleh para dokter, secara umum gejala PMS ini dapat

(48)

a. Gejala Fisik

Pada umumnya wanita yang mengalami PMS akan merasakan gejala fisik

seperti; berat badan bertambah, bengkak pada kaki dan pergelangan kaki, perubahan

pada payudara, sakit kepala, pusing, kram pada rahim (biasanya sebelum dan

beberapa hari pertama dari periode menstruasi), keinginan akan makanan tertentu,

tumbuhnya jerawat, lemah, sakit perutr,sakit pada punggung dan otot.

b. Gejala Psikologi

Sementara itu gejala psikologinya adalah perubahan mood cepat tersinggung,

mudah marah, depresi, sering tiba-tiba menangis, cepat berubah dari gembira menjadi

marah, cepat lupa, merasa sendirian di tengah keramaian, tidak bisa konsentrasi,

malas, tegang, rendah diri, dan bingung. Gejala lain adalah sulit tidur, lelah, pusing,

sering merasa haus, banyak makan, gairah seksual berubah, dan menurunnya minat

dalam kehidupan sehari-hari.

Meskipun gejala yang dialami setiap wanita berbeda-beda, ada 3 gejala utama

yang paling sering dirasakan, yaitu cepat tersinggung, sakit pada punggung dan otot

dan badan terasa bengkak. Beruntunglah jika gejala PMS yang wanita rasakan hanya

sebatas ini. Dalam tingkatan yang lebih parah, beberapa wanita bahkan sampai

pingsan ketika PMS datang.Sindrom PMS, pada dasarnya, bukan penyakit, melainkan

kumpulan reaksi tubuh.

Menurut data dari The American College of Obstetricians and Gynecologists,

hampir 70 persen wanita di seluruh dunia setiap bulannya mengalami PMS. Sekitar

(49)

datang, mereka harus bed rest lantaran begitu hebatnya rasa sakit yang menyerang.

Lebih dari 150 gejala telah dihubungkan dengan PMS, namun urutan serta

kombinasi dari gejala-gejala dapat berbeda-beda diantara para wanita. Jenis dan

kuatnya gejala juga dapat berbeda-beda setiap bulan dan dapat mencerminkan

perubahan-perubahan gaya hidup atau stres. Gejala utama termasuk sakit kepala,

keletihan, sakit pinggang, pembesaran dan nyeri pada payudara, dan perasaan begah

pada abdomen. Irritabilitas umum, perubahan suasana hati, ketakutan akan

kehilangan kontrol, makan sangat berlebihan dan menangis tiba-tiba dapat juga

terjadi. Gejala-gejala sangat beragam dari satu wanita ke wanita lainnya dan dari satu

siklus ke siklus berikutnya pada wanita yang sama (Brunner & Suddarth, 2001).

Menurut Hacker et. al. (2001), gejala-gejala yang paling banyak ditemukan

pada PMS adalah perasaan bengkak, kenaikan berat badan, hilangnya efisiensi, sukar

konsentrasi, kelelahan, perubahan suasana hati, depresi, termasuk gangguan tidur

(insomnia). Scott et. al. (2002) membagi gejala-gejala PMS berdasarkan fungsi yang

terganggu. Gangguan psikologik berupa irritabilitas, ketidakseimbangan emosional,

cemas, depresi dan perasaan bermusuhan. Gangguan kognitif dapat berupa

ketidakmampuan berkonsentrasi dan binggung. Gangguan somatik berupa mastalgia

(nyeri tekan pada payudara), kembung, sakit kepala, kelelahan dan insomnia serta

(50)

2.5.4 Tipe Pre Menstrual Syndrome

Tipe PMS bermacam-macam. Abraham dalam (Aulia, 2009 dan Saryono,

2009) membagi PMS menurut gejalanya yakni PMS tipe A, H, C, dan D. Delapan

puluh persen penderita PMS termasuk tipe A. Penderita tipe H sekitar 60%, PMS C

40%, dan PMS D 20%. Tipe-tipe PMS ada empat, yaitu:

a PMS tipe Anxiety

Sindrom Premenstruasi tipe A (anxiety) ditandai dengan gejala seperti rasa

cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita mengalami

depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat menstruasi. Gejala ini timbul

akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron: hormon estrogen terlalu

tinggi dibandingkan dengan hormon progesteron. Penderita PMS A sebaiknya banyak

mengkonsumsi makanan berserat dan mengurangi atau membatasi minum kopi.

b. PMS tipe Hyperhydration

PMS tipe hyperhydration memiliki gejala edema (pembengkakan), perut

kembung, nyeri pada buah dada, pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan berat

badan sebelum haid. Gejala tipe ini dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe PMS

lain. Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar sel

(ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula pada diet penderita. Untuk

mencegah terjadinya gejala ini penderita dianjurkan mengurangi asupan garam dan

gula pada diet makanan serta membatasi minum sehari-hari.

c. PMS tipe Craving

(51)

makanan yang manis-manis (biasanya coklat) dan karbohidrat sederhana (biasanya

gula). Pada umumnya sekitar 20 menit setelah menyantap gula dalam jumlah banyak,

timbul gejala hipoglikemia seperti kelelahan, jantung berdebar, pusing kepala yang

terkadang sampai pingsan. Hipoglikemia timbul karena pengeluaran hormon insulin

dalam tubuh meningkat. Rasa ingin menyantap makanan manis dapat disebabkan

oleh stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak esensial

(omega 6), atau kurangnya magnesium.

d. PMS tipe Depression

Sindrom Premenstruasi tipe D (depression) ditandai dengan gejala rasa

depresi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam

mengucapkan kata-kata (verbalisasi). Biasanya PMS tipe D berlangsung bersamaan

dengan PMS tipe A, hanya sekitar 3% dari seluruh tipe PMS benar-benar tipe D.

PMS tipe D disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan

estrogen, di mana hormon progesteron dalam siklus haid terlalu tinggi dibandingkan

dengan hormon estrogennya. Kombinasi PMS tipe D dan tipe A dapat disebabkan

oleh beberapa faktor yaitu stres, kekurangan asam amino tyrosine.

2.5.5 Faktor Risiko Pre Menstrual Syndrome

Sindrom premenstruasi biasanya lebih mudah terjadi pada wanita yang lebih

peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus menstruasi. Saryono (2009) dalam

bukunya memaparkan beberapa faktor yang meningkatkan resiko terjadinya PMS

(52)

a. Wanita yang pernah melahirkan

PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah

mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksemia.

b. Status perkawinan

Wanita yang sudah menikah lebih banyak mengalami PMS dibandingkan

yang belum menikah. Status perkawinan dan status kesehatan juga mempunyai

keterkaitan. Wanita yang telah menikah pada umumnya mempunyai angka kesakitan

dan kematian yang lebih rendah dan biasanya mempunyai kesehatan fisik dan mental

yang lebih baik daripada wanita yang tidak menikah (Burman & Margolin dalam

Haijiang Wang, 2005).

c. Usia

PMS semakin sering dan mengganggu dengan bertambahnya usia, terutama

antara usia 30-45 tahun. Walaupun ada fakta yang mengungkapkan bahwa sebagian

remaja mengalami gejala-gelaja yang sama dan kekuatan PMS yang sama

sebagaimana yang dialami oleh wanita yang lebih tua (Freeman, 2007).

d. Stres

Faktor stres akan memperberat gangguan PMS. Hal ini sangat mempengaruhi

kejiwaan dan koping seseorang dalam menyelesaikan masalah. Stres dapat berasal

dari internal maupun eksternal dalam diri wanita . Stres merupakan predisposisi pada

timbulnya beberapa penyakit, sehingga diperlukan kondisi fisik dan mental yang baik

untuk menghadapi dan mengatasi serangan stres tersebut. Stres mungkin memainkan

(53)<

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Tabel 3.1. Data Dusun yang Terpilih sebagai Kluster
Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan WUS
+7

Referensi

Dokumen terkait

HUBUNGAN ANTARA STATUS TIROID DENGAN STATUS GULA ADARAH DAN STATUS PADA WANITA USIA SUBUR (WUS)KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN.. Pendahuluan :Gangguan Akibat Kekurangan

Variabel independen dalam pe- nelitian ini adalah karakteristik Wanita Pasangan Usia Subur ( umur, paritas, pendidikan, pendapatan dan umur pertama kali menikah )

Tujuan penelitian untuk untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan, sikap Wanita Usia Subur (WUS) dengan deteksi dini kanker leher rahim di wilayah kerja Puskesmas

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap Wanita Usia Subur (WUS) dengan perilaku penggunaan AKDR di wilayah kerja Puskesmas Payung

dan jenis kontrasepsi kontraspsi yang digunakan mempengaruhi faktor – faktor yang melatar belakangi kejadian keputihan pada Wanita Usia Subur karena sebagian besar dari

Skripsi berjudul “Evaluasi Program Skrining Status Tetanus Toxoid Wanita Usia Subur (TT WUS) dan Riwayat Kejadian Tetanus Neonatarum (TN) di Jember Tahun 2010 (Studi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa sikap wanita usia subur (WUS) tentang deteksi dini kanker serviks di Dusun Ngasem Desa

Maret 2019 113 – 120 Hubungan Umur dengan Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Pap Smear Lilik Hanifah, Etik Sulistyorini 117 Tabel 3 Hubungan Umur dengan Pengetahuan wanita