• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas 9 putusan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tugas 9 putusan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

NAMA:

1. A.RIZKA EL FASTA 110110100347

2. FRANS DAME 110110100368

PENGERTIAN PUTUSAN HAKIM DALAM HUKUM ACARA PERDATA

A. PUTUSAN

Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius). Penetapan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan (voluntair). Sedangkan akta perdamaian adalah akta yang dibuat oleh hakim yang berisi hasil musyawarah antara para pihak dalam sengketa untuk mengakhiri sengketa dan berlaku sebagai putusan. kesimpulannya Suatu putusan hakim merupakan suatu pernyataan yang dibuat secara tertulis oleh hakim sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu yang diucapkan dimuka persidangan sesuai dengan perundangan yang ada yang menjadi hukum bagi para pihak yang mengandung perintah kepada suatu pihak supaya melakukan suatu perbuatan atau supaya jangan melakukan suatu perbuatan yang harus ditaati.

Putusan menurut sifatnya dibagi menjadi 3 bagian yaitu: a. Putusan declaratoir

Putusan declaratoir adalah putusan yang bersifat hanya menerangkan suatu keadaan hukum semata Atau suatu putusan yang isinya bersifat menerangkan atau menyatakan apa yang sah, misalnya anak yang lahir dari pernikahan yang sah, hukum declaratoir murni tidak mempunyai atau upaya untuk memakasa karena sudah mempunyai hakibat hukum tanpa bantuan dari pihak lawanpun yang di kalahkan untuk melaksanakannya, sehingga hanyalah memiliki kekuatan yang mengikat.

b. Putusan constitutif

Putusan yang meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum baru atau Suatu putusan yang membuat dan meniadakan atau menciptakan suatu keadaan hukum, misalnya pemutusan perkawinan, perwalian, pemutusan perjanjian dan sebagainya.

(2)

Ialah suatu putusan yang bersifat menghukum pihak yang di kalahkan untuk memenuhi prestasi, di dalam putusan ini di akui hak penggugat atas prestasi yang di tuntutnya. Pada umumnya putusan ini bersifat membayar artinya putusan itu untuk memenuhi prestasi. Putusan yang berisi penghukuman

Pada umumnya dakam suatu putusan Hakum memuat beberapa macam putusan, atau dengan lain kata merupakan penggabungan dari putusan declaratoir dan putusan constitutif atau penggabungan antara putusan declaratoir dengan putusan condemnatoir dan sebagainya.

Dalam Hukum Acara Perdata dikenal putusan contradictoir sebagai lawan dari putusan perstek.

Dalam putusan Sela dikenal bermacam-macam jenis putusan yaitu: - Putusan preparaptoir

- Putusan insidentil - Putusan provisionil

Dalam praktik peradilan terdapat 4 (empat) jenis Putusan Sela yaitu:

1. Putusan Prepatoir: Putusan yang dijatuhkan oleh hakim guna mempersiapkan dan mengatur pemeriksaan perkara tanpa mempengaruhi pokok perkara dan putusan akhir.

2. Putusan Interlucotoir: Putusan yang berisi bermacam-macam perintah terkait masalah pembuktian dan dapat mempengaruhi putusan akhir.

3. Putusan Insidentil: Putusan yang berhubungan dengan adanya insiden tertentu, yakni timbulnya kejadian yang menunda jalannya persidangan. Contoh : putusan insidentil dalam gugatan intervensi dan putusan insidentil dalam sita jaminan.

4. Putusan Provisionil: Putusan yang menjawab tuntutan provisionil, yaitu menetapkan suatu tindakan sementara bagi kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan. Contoh : putusan yang berisi perintah agar salah satu pihak menghentikan sementara pembangunan di atas tanah objek sengketa.

Baik putusnya preparatoir, putusan insidentil maupun putusan provisionil. Ketiga-tiganya dalam Hukum Acara Perdata disebut dengan putusan putusan sela saja sehingga tidak ada perbedaan antara ketiga jenis putusan tersebut.

(3)

Putusan hakim tisak selaku mengabulkan gugatan untuk keseluruhannya dapat pula gugatan dikabulkan sebagian untuk sebagian saja, gugatan selebihnya harus ditolak atau dalam hal-hal tertentu dinyatakan tidak dapat diterima.

Dapat pula terjadi seluruh gugatan ditolak. Tidak benar apabila gugatan ditolak untuk sebagian dan untuk selebihnya dikabulkan.

Isi Minimum dan sistematik surat putusan diatur dalam pasal –pasal 17b,182, 283,184 dan 185 HIR.

Pasal 178 menentukan bahwa:

1. Hakim dalam waktu bermusyawarah karena jabatannya, harus mencakupkan alasan-alasan hukum, yang mungkin tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak. 2. Ia berwajib mengadili segala bagian gugatam

3. Ia dilarang menjatuhkan keputusan atas perkara yang digugat, atau meluluskan lebih dari apa yang digugat.

Yang dimaksud dengan alasan hukum ialah kaidah hukum kanun (regel van het objectieve recht). Apabila penggugat dalam surat gugatannya tidak menyebutkan dasar gugatannya atau secara keliru menggunakan dasar gugatann. Maka hakim dalam pertimbangannya akan mencakupkan segala alasan hukum supaya menang kalahnya salah satu pihak menjadi terang.

Dari ayat (2) Pasal 178 HIR ternyata bahwa hakim harus mengadili semua petitium, tidak boleh satupn dilupakan, satu persatu harus dipertimbangkan secara seksama. Pasal 185 HIR menentukan sebagai berikut:

1. Keputusan yang bukan akhir, walaupun harus diuacapkan dalam persidangan seperti keputrusan akhir juga, tidak diperbuat berasing-asing, tetapi hanya dicatat dalam berita acara persidangan.

2. Kedua belah pihak boleh meminta supaya diberikan kepadanya salinan yang sah daripada catatan sedemikian itu dengan membayar biayanya.

Pasal 187 HIR menentukan sebagai berikut:

1. Jika Ketua dalamn kemustahilan akan menandatangani keputusan atau berita acara dari persidangan, maka itu dikerjakan oleh anggota yang martabatnya langsung sibawah ketua, yang serta memeriksa perkara itu

2. Jika Panitera Pengadilan dalam kemustahilan itu, maka hal itu dengan sungguh-sungguh disebutkan dalam berita acara persidangan itu.

B. Asas Putusan Hakim

Asas ini di jelaskan dalam Pasal 178 HIR, Pasal 189 RGB, dan Pasal 19 UU No. 4 Tahun 2004 (dulu dalam Pasal 18 UU No. 14 Tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman) yang meliputi :

(4)

Menurut asas ini putusan yamg dijatuhkan harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan terperinci. Alasan-alasan hukum yang menjadi pertimbangan bertitik tolak dari ketentuan:

 Pasal-pasal tertentu peraturan perundang-undangan  Hukum kebiasaan

 Yurisprudensi atau  Doktrin hukum

hal ini di jelaskan dalam Pasal 23 UU No.14 tahun 1970, sebagaimana di ubah dengan UU No 35 Tahun 1999 sekarang dalam Pasal 25 ayat (1) UU No 4 Tahun 2004.

2. Wajib mengadili seluruh bagian gugatan

Hal ini di gariskan dalam Pasal 178 ayat (2) HIR, Pasal 189 ayat (2) RBG, dan Pasal 50 Rv. Tidak boleh hanya memeriksa dan memutuskan sebagian saja.

3. Tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan

Larangan ini di sebut ultra petitum partium[3]. Hakim yang mengabulkan melbihi posiya maupun petitum gugat, di anggap telah melampui batas wewenang atau ultra vires yakni beritndak melampui wewenangnya.

4. Diucapakan di muka umum

Hal ini di atur dalam prinsip pemeriksaan dan putusan diucapakan secara terbuka, ditegaskan dalam Pasal 18 UU No.14 Tahun 1970, sebagaimana diubah dengan UU No. 35 tahun 1999 skarang dalam Pasal 20 UU No. 4 tahun 2004 yang berbunyi: Semua putusan Pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila di ucapakan dalam sidang terbuka untuk umum.

C. Upaya kekuatan Hukum terhadap Putusan Hakim

Putusan hakim tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan, bukan mustahil mempunyai sifat memihak, oleh karena itu untuk menghindari apabila terjadi kekeliruan atau Hakim bersifat memihak maka perlu memiliki upaya hukum yaitu alat untuk mencegah atau kekeliruan dalam suatu putusan.

1. Perlawanan (verzet)

Dalam pasal 129 HIR ayat 1 yaitu tergugat yang di hukum sedang ia tidak hadir dan ia tidak menerima putusan itu, maka dapat memajukan perlawanan atau putusan itu. artinya Perlawanan (verzel) merupakan upaya hukum terhadap putusan yang di jatuhkan di luar hadirnya tergugat. Yaitu upaya hukum terhadap putusan pengadilan yang dijatuhkan tanpa hadirnya Tergugat (verstek). Pada dasarnya perlawanan ini disediakan bagi pihak Tergugat yang dikalahkan. Bagi Penggugat, terhadap putusan verstek ini dapat mengajukan banding.

2. Banding

Yaitu pengajuan perkara ke pengadilan yang lebih tinggi untuk dimintakan pemeriksaan ulangan, apabila para pihak tidak puas terhadap putusan tingkat pertama. Berpedoman kepada ketentuan yang ditetapkan dalam UU No 20 Tahun 1947 tentang peradilan ulangan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 sampai Pasal 15, dinyatakan :

(5)

a) 14 hari sejak putusan diucapkan, apabila waktu putusan diucapkan pihak Pemohon banding hadir sendiri dipersidangan.

b) 14 hari sejak putusan diberitahukan, apabila Pemohon banding tidak hadir pada saat putusan diucapkan di persidanga

c) Jika perkara prodeo, terhitung 14 hari dari tanggal pemberitahuan putusan prodeo dari Pengadilan Tinggi kepada Pemohon banding.

d) Pengajuan permohonan banding disampaikan kepada Panitera pengadilan yang memutus perkara di tingkat pertama

e) Penyampaian memori banding adalah hak, bukan kewajiban hukum bagi Pemohon banding.

f) Satu bulan sejak dari tanggal permohonan banding, berkas perkara harus sudah dikirim ke Panitera Pengadilan Tinggi Agama (Pasal 11 ayat (2) UU No 20 Tahun 1947).

3. Kasasi

Pemeriksaan tingkat kasasi bukan pengadilan tingkat ketiga. Kewenangannya memeriksa dan mengadili perkara tidak meliputi seluruh perkara, bersifat sangat terbatas, dan hanya meliputi hal-hal yang ditentukan dalam Pasal 30 UU No 14 Tahun 1985, yaitu terbatas sepanjang mengenai , Memeriksa dan memutus tentang tidak berwenang atau melampaui batas wewenang Pengadilan tingkat bawah dalam memeriksa dan memutus suatu perkara. Memeriksa dan mengadili kesalahan penerapan atas pelanggaran hukum yang dilakukan pengadilan bawahan dalam memeriksa dan memutus perkara. Memeriksa dan mengadili kelalaian tentang syarat-syarat yang wajib dipenuhi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tingkat kasasi tidak berwenang memeriksa seluruh perkara seperti kewenangan yang dimiliki peradilan tingkat pertama dan tingkat banding, oleh karenanya peradilan tingkat kasasi tidak termasuk judex fact.

D. Kekuatan Putusan Hakim

Pasal 1917 dan 1918 KUHPerdata juga menyebutkan kekuatan suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak juga dalam pasal 21 UU No. 14 / 1970 adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

Putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap adalah putusan yang menurut Undang-Undang tidak ada kesempatan lagi untuk menggunakan upaya hukum biasa melawan putusan itu. Macam-macam putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap yaitu:

1. Kekuatan pembuktian mengikat

Putusan ini sebagai dokumen yang merupakan suatu akta otentik menurut pengertian Undang-Undang sehingga tidak hanya mempunyai kekuatan pembuktian mengikat antara pihak yang berperkara, tetapi membuktikan bahwa telah ada suatu perkara antara pihak-pihak yang disebut dalam putusan itu.

2. Putusan eksekutorial

(6)

3. Kekuatan mengajukan eksepsi (tangkisan)

Yaitu kekuatan untuk menangkis suatu gugatan baru mengenai hal yag sudah pernah diputus atau mengenai hal-hal yang sama berdasarkan asas nebis inidem (tidak boleh dijatuhkan putusan lagi dalam perkara yang sama).

4. Susunan dan Isi Putusan Hakim

Putusan hakim terdiri dari:

1. Kepala putusan

Suatu putusan haruslah mempunyai kepala pada bagian atas putusan yang berbunyi“Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (Pasal 4 (1) UU No. 14 / 1970 kepala putusan ini memberi kekuatan eksektorial pada putusan apabila tidak dibubuhkan maka hakim tidak dapat melaksanakan putusan tersebut. 2. Identitas pihak yang berperkara.

Didalam putusan harus dimuat identitas dari pihak: nama, alamat, pekerjaan dan nama dari pengacaranya kalau para pihak menguasakan pekerjaan kepada orang lain.

3. Pertimbangan atau alasan-alasan.

Pertimbangan atau alasan putusan hakim terdiri atas dua bagian yaitu pertimbangan tentang duduk perkara dan pertimbangan tentang hukumnya. Pasal 184 HIR/195 RBG/23 UU No 14/1970 menentukan bahwa setiap putusan dalam perkara perdata harus memuat ringkasan gugatan dan jawaban dengan jelas, alasan dan dasar putusan, pasal-pasal serta hukum tidak tertulis, pokok perkara, biaya perkara serta hadir tidaknya pihak-pihak yang berperkara pada waktu putusan diucapkan. Putusan yang kurang cukup pertimbangan merupakan alasan untuk kasasi dan putusan harus dibatalkan, MA tanggal 22 Juli 1970 No. 638 K / SIP / 1969; MA tanggal 16 Desember 1970 No. 492 / K / SIP / 1970. Putusan yang didasarkan atau pertimbangan yang menyipang dari dasar gugatan harus dibatalkan MA tanggal 01 September 1971 No 372 K / SIP / 1970.

E. Pelaksanaan Putusan

Pelaksanaan atau eksekusi suatu putusan yang menghukum seseorang untuk melakukan perbuatan tertentu, mendapatkan pengaturan secara khusus dalam pasal 225 HIR, dengan judul : "Tentang Beberapa Acara Khusus".

Di sini diterapkan bahwa apabila seseorang dihukum untuk melakukan sesuatu perbuatan tertentu maka apabila pihak yang dihukum untuk melakukan perbuatan tersebut tidak suka melakukannya, pihak yang berkepentingan harus menghadap hakim lagi untuk meminta agar perbuatan tersebut dinilai dengan sejumlah uang. Mengenai cara dan jalannya eksekusi putusan itu sendiri oleh HIR diberikan peraturan-peraturan sebagai berikut :

(7)

wilayah hukum pengadilan tersebut, maka ketua pengadilan tersebut meminta perantara dan bantuan ketua pengadilan di wilayah yang bersangkutan.

Katua pengadilan yang diminta perantaranya di wajibkan dalam waktu dua kali 24 jam, melaporkan tentang tindakan-tindakan yang diperintahnya dan bagaimana hasilnya kepada ketua pengadilan yang dalam tingkat pertama memeriksa perkaranya (pasal 195 ayat 5 HIR).

Tentang hal perselisihan yang timbul itu dan tentang putusan yang diambilnya, ketua pengadilan yang disebutkan tadi wajib memberikan laporan tertulis kepada ketua pengadilan yang memeriksa perkaranya dalam tingkat pertama dalam kurun waktu 24 jam (195 ayat 7 HIR).

Pelaksanaan putusan / eksekusi adalah putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan. Dan putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan adalah putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) . Putusan yang sudah berkekuatan tetap adalah putusan yang sudah tidak mungkin lagi dilawan dengan upaya hukum verzet, banding, kasasi, maupun PK.

Pengadilan Agama sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman dapat melaksanakan segala putusan yang dijatuhkannya secara mandiri tanpa harus melalui bantuan Pengadilan Negeri. Hal ini berlaku setelah ditetapkannya UU No. 7/1989.[8]

Dan sebagai akibat dari ketentuan UU Peradilan Agama di atas adalah :

a) Ketentuan tentang eksekutoir verklaring dan pengukuhan oleh Pengadilan Negeri dihapuskan.

b) Pada setiap Pengadilan Agama diadakan Juru Sita untuk dapat melaksanakan putusan-putusannya.

Pelaksanaan putusan hakim dapat : a) Secara suka rela, atau

b) Secara paksa dengan menggunakan alat Negara, apabila pihak terhukum tidak maumelaksanakan secara sukarela.

Semua keputusan pengadilan mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dilaksanakan secara paksa oleh alat-alat Negara . Keputusan pengadilan bersifat eksekutorial adalah karena pada bagian kepala keputusannya berbunyi : “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ”.

Putusan yang dapat dieksekusi adalah yang memenuhi syarat-syarat untuk dieksekusi, yaitu :

1. Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, kecuali dalam hal: a) Pelaksanaan putusan serta merta, putusan yang dapat

dilaksanakan lebih dulu,

b) Pelaksanaan putusan provisional, c) Pelaksanaan Akta Perdamaian, d) Pelaksanaan (eksekusi) Grose akta.

2. Putusan tidak dijalankan oleh pihak terhukum secara sukarela meskipun ia telah diberi peringatan (aan maning) oleh Ketua Pengadilan Agama.

(8)

4. Eksekusi dilakukan atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Agama.

Terdapat beberapa macam pelaksanaan putusan, yaitu:

1. Putusan yang menghukum salah satu untuk membayar sejumlah uang. Hal ini diatur dalam pasal 196 HIR, pasal 208 R.Bg.

2. Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk melakukan suatu perbuatan. Hal ini diatur dalam pasal 225 HIR, pasal 259 R.Bg.

3. Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk mengosongkan suatu benda tetap. Putusan ini disebut juga Eksekusi Riil. Hal ini diatur dalam pasal 1033 Rv. 4. Eskekusi riil dalam bentuk penjualan lelang. Hal ini diatur dalam pasal 200 ayat (1) HIR, pasal 218 ayat (2) R.Bg.

Pasal 196 HIR/207 R.Bg mengatur tentang pelaksanaan putusan yang diakibatkan dari tindakan tergugat/enggan untuk secara suka rela melaksanakan isi putusan untuk membayar sejumlah uang, sehingga pihak penggugat sebagai pihak yang dimenangkan mengajukan permohonan secara lisan atau tertulis kepada Ketua Pengadilan Agama agar putusan dapat dijalankan.

Pasal 225 HIR/259 R.Bg berkaitan dengan pelaksanaan putusan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu yang tidak ditaati, sehingga dapat dimintakan pemenuhan tersebut dinilai dalam bentuk uang. Maksud pelaksanaan putusan yang diatur dalam ketentuan ini adalah untuk menguangkan bagian tertentu dari harta kekayaan pihak tergugat sebagai pihak yang dikalahkan dengan tujuan guna memenuhi isi putusan sebagai termuat dalam amarnya, yang telah memenangkan pihak penggugat sebagai pemohon eksekusi.

Yang dimaksudkan eksekusi riil dalam ketentuan pasal 1033 Rv. adalah dilaksanakan putusan yang memerintahkan pengosongan atas benda tidak bergerak. Dalam praktek di pengadilan, tergugat yang dihukum untuk mengosongkan benda tidak bergerak tersebut setelah terlebih dahulu ditegur, untuk mengosongkan dan menyerahkan benda tidak bergerak tersebut kepada penggugat selaku pihak yang dimenangkan.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Dana Bagi Hasil terhadap pengalokasian Belanja modal di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dengan

Bahasa merupakan sistem simbol yang memiliki makna, dan makna adalah arti yang mengacu pada suatu fakta dan realita. Artinya, tidak akan terwujud suatu bahasa yang hanya

Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada

Berdasarkan hasil rapat pleno Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Padang Lawas Utara yang tertuang dalam Berita Acara Nomor : 95 /PK.03.2-BA/KPU- Kab/X/2017 tanggal 23 Oktober 2017,

Berdasarkan tabel 20, tolerance value> 0,10 dan VIF < 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen yaitu ukuran perusahaan (size), leverage, capital

Saya adalah satu-satunya pengarang/penulis Hasil Kerja ini; Hasil Kerja ini adalah asli; Apa-apa penggunaan mana-mana hasil kerja yang mengandungi hakcipta telah dilakukan secara

Dalam penelitian ini, yang menggunakan objek Wajib Pajak Orang Pribadi khususnya UKM, penulis mendapatkan hasil bahwa pemahaman akuntansi dan pemahaman ketentuan pajak

Analisis regresi bertingkat (Hierarchical Regrasi Analysis) merupakan teknik statistik yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel mediasi (Kepuasan