• Tidak ada hasil yang ditemukan

THE NEUROMUSCULARELECTRICAL NERVE STIMULATION (NMES) EFFECTS ON ATLETE’S PHYSICAL PERFORMANCE OF PENCAK SILAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "THE NEUROMUSCULARELECTRICAL NERVE STIMULATION (NMES) EFFECTS ON ATLETE’S PHYSICAL PERFORMANCE OF PENCAK SILAT"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

1

THE NEUROMUSCULARELECTRICAL NERVE STIMULATION (NMES)

EFFECTS ON ATLETE’S PHYSICAL PERFORMANCE OF PENCAK SILAT

Totok Budi S, Hadi M, Wahyuni

Physical Therapy Department of Health Sciences Faculty- Muhammadiyah University of Surakarta, Central Java-Indonesia. Email:totokbudis@yahoo.com

SUMMARY

Background

One of the key to successful of coaching athletes are include development of physical and mental in competition. The development of physical consits of endurance abilities, muscle strength, velocity or speed, explosive muscle, agility, flexibility and also balance. The importance of the function of muscle strength in the sport among athletes are to enhance performance and prevent any risk of injury associated with the competition in a game. In Indonesia, NMES has long been used to supplement voluntary muscle contraction in many rehabilitation setting, for example muscle strengthening, maintanance muscle mass and strength during immobilitation. But there is not know whether NMES can be used to increase muscle strength on competitive athletes in sport.

Purpose

To investigate of a 4-weeks NMES training program between two methods; muscle group method and nerve trunk one on the athlete physical performance of pencak silat.

Method

Quasy experiment with pre and post test without control group design. The applications of NMES sessions were carried out 3 times weekly; each sessions consisted of 10 minutes electrical stimulation. Testing was carried out before and after the NMES training program. Data Analysis by SPSS V 16.00 for windows. Handgrip dinamometer and leg dinamometer was used as instrument.

Results

After 4 weeks, there were improvements on athlete physical performance of pencak silat. The improvement on group muscle method consisted of 1) arm muscle power, 2) tigh muscle power, 3)hand-eye coordination, 4) sutle run velocity. While the improvement on nerve trunk method’s group consisted of; 1) arm muscle strength, 2) arm power, 3)hand-eye coordination, 4)foot-eye coordination. NMES can induce motor unit recruitment by non selective so that there is increasing the sum of motor unit recruitment when muscle actively contrax. NMES can activate fast motor units at low force levels. It can improve muscle strength, but final results differ according to the muscle status. For healthy muscle NMES is effective but not more than voluntary training. For impaired muscle, NMES can be more effective than voluntary training. For athetes, NMES is effective for increasing general not necessarily specific strength. The performance of complex movements requiring high levels of neuromuscular coordination can only be obtained if NMES is used in conjuction with voluntary exercise.

Conclusions

(2)
(3)

3

RINGKASAN

PENERAPAN NEUROMUSKULAR ELECTRICAL STIMULATION (NMES) PADA LATIHAN PENCAK SILAT TERHADAP PENINGKATAN KINERJA PADA ATLET

PPLP DAN PPLM PENCAK SILAT JAWA TENGAH Totok Budi S, Hadi M, Wahyuni

Latar Belakang

Salah satu kunci sukses dalam pembinaan atlet olahraga adalah pengembangan kemampuan fisik dan mental dalam menghadapi kompetisi. Pengembangan kemampuan fisik termasuk di dalamnya kemampuan daya tahan, kekuatan, daya ledak otot, kecepatan, kelincahan, dan keseimbangan. Hal ini penting dilakukan disamping untuk meningkatkan kinerja atlet namun juga untuk mencegah cidera dalam pertandingan. Di Indonesia, pemanfaatan rangsangan lisrik untuk meningkatkan kekuatan otot, memelihara sifat fisiologis otot selama masa immobilisasi sudah sering dilakukan pada pasien di berbagai klinik rehabilitasi. Namun pemanfaatan rangsangan listrik di dunia keolahragaan belum nampak.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan stimulasi elektris NMES pada peningkatkan kinerja atlet pencak silat.

Metode

Penelitian menggunakan metode Quasi Experiment. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan program SPSS Windows versi 16.0 Analisis data dengan uji Wilcoxon dan uji Mann Whitney. Hasil perlakuan dan kaitan pengaruhnya diketahui dengan menguji perbedaan inter dan antar kelompok.

Hasil

Penemuan utama dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian neuromuskular electrical stimulation (NMES) selama 4 minggu dengan frekuensi 3 kali per minggu mendampingi latihan rutin atlet pencak silat yang dilakukan dengan metode group otot mampu meningkatkan kinerja atlet secara signifikan berupa: 1) daya ledak lengan; 2) daya ledak tungkai; 3) koordinasi mata- tangan; 4)kecepatan shutle run, kecuali pada variabel kekuatan lengan, kekuatan tungkai dan koordinasi mata-kaki. Sedangkan pemberian NMES dengan metode nerve trunk mampu meningkatkan kinerja atlet secara signifikan berupa: 1) kekuatan otot lengan; 2) power lengan; 3) koordinasi mata-tangan; 4) koordinasi mata-kaki, kecuali pada kekuatan tungkai, daya ledak tungkai dan kecepatan shutle run.

Kesimpulan: Pemberian Neuromuskular elektrical stimulasi (NMES) mendampingi latihan

(4)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Prestasi pencak silat Indonesia akhir-akhir ini mengalami kemunduran yang

cukup berarti. Hal ini sesuai realita yang ada pada Kejuaraan Internasional Pencak

Silat Tahun 2002 di Penang, Malaysia, yang semula mampu mendulang medali emas

kurang lebih 80-90 % (9- 11 medali emas) sekarang hanya mampu kira-kira 50 % (6

medali emas) saja. Keberhasilan pembinaan atlet yang benar akan meningkatkan

prestasi atlet. Pembinaan atlet pencak silat mencakup pembinaan fisik dan pembinaan

mental pesilat. Pembinaan fisik dalam mendukung prestasi ditekankan pada

kemampuan-kemampuan daya tahan (endurance), kekuatan otot (muscle strenght),

kecepatan (speed), daya ledak otot (muscle explosive power), ketangkasan (agility),

kelentukan (flexibility), keseimbangan (balance).

Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan kinerja atlet pencak silat.

Latihan konvensional yang sering dilakukan pada latihan pencak silat pada setiap

padepokan atau perguruan pencak silat. Salah satu cara meningkatkan kinerja dapat

dengan cara pemberian stimulasi elektris (Kuprian, 1981; Low, 2000).

Memperhatikan hal tersebut, Fisioterapi yang bertugas menjaga lingkup gerak dan

fungsi tubuh mengambil peranan dalam peningkatan kekuatan otot dengan

menggunakan modalitas yang dimiliki Fisioterapi seperti stretching dan aplikasi

Neuromuscular Electrical Stimulation (NMES).

B. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum:

Untuk mengetahui pengaruh penerapan stimulasi elektris NMES pada peningkatkan

(5)

2 Tujuan Khusus:

Untuk mengetahui perbedaan antara penerapan NMES menggunakan metode grup

otot dengan metode nerve trunk terhadap kinerja atlet pencak silat.

C. Keutamaan Penelitian

Pentingnya fungsi dari kekuatan otot dalam olahraga pencak silat untuk

mencegah adanya risiko terjadinya cidera dan terkait dengan suatu kompetisi

pertandingan pencak silat, hal inilah yang menarik perhatian peneliti untuk

melakukan penelitian ini. Kombinasi stretching dan NMES pada kelompok otot

diharapkan dapat meningkatkan kekuatan otot.

Pada umumnya Stretching adalah suatu bentuk latihan fisik di mana otot

rangka tertentu atau kelompok otot sengaja diulur dalam meningkatkan elastisitas

otot, meningkat kontrol otot dan lingkup gerak sendi. Stretching dianggap faktor

penting dalam mengurangi risiko cidera, serta rehabilitasi otot dan pengembangan

performance atlit yang lebih baik (Maciel and Camara, 2008). Di sisi lain diketahui

bahwa stretching perlu dilakukan sebagai relaksasi awal untuk persiapan melakukan

kontraksi otot maksimal. Ketika otot di stretching, beberapa dari serat otot

memanjang, tapi serat lain mungkin tetap diam. Banyaknya serat otot yang ikut

memanjang inilah yang mempengaruhi terjadinya kontraksi otot maksimal

(Appleton, 2008). Dalam penelitiannya, Nelson et al (2005) menemukan korelasi

antara stretching dan pengaruhnya terhadap kekuatan otot.

Terdapat cara lain untuk meningkatkan kekuatan otot yaitu dengan

menggunakan Neuromuscular Electrical Stimulation (NMES) yang merupakan satu

dari sekian banyak modalitas yang digunakan oleh profesi Fisioterapi di Indonesia.

NMES adalah aplikasi dari stimulasi listrik untuk sekelompok otot. NMES biasanya

digunakan oleh Fisioterapis sebagai bentuk rehabilitasi otot atau kejadian lain yang

mengakibatkan hilangnya fungsi otot. NMES dapat digunakan untuk memperkuat

(6)

3 peningkatan kekuatan otot dengan menggunakan NMES cenderung lebih optimal

pada kondisi non patologis , disbanding kondisi patologis (Adel dan Luykx, 1990).

NMES digunakan untuk memperkuat otot yang sehat atau untuk

mempertahankan massa otot. NMES menggunakan arus listrik yang menyebabkan

satu atau kelompok otot tertentu berkontraksi. Kontraksi otot dengan menggunakan

electrical stimulasi ini dapat meningkatkan kekuatan otot (Laura, 2008). Penelitian

Romero et al (1982), stimulasi kelompok otot quadriceps femuris bilateral pada 18

wanita remaja (9 orang sebagai kelompok eksperimental dan 9 orang lagi sebagai

kelompok kontrol). Stimulasi listrik bergelombang faradik pada 2000 pps dengan 4

detik istirahat, durasi 15 menit dari rangsangan listrik yang diberikan selama jangka

waktu 5 minggu didapatkan hasil kekuatan isometrik naik 31% di kaki non-dominan

dan 21% di kaki dominan (P < 0,05). Pada kelompok kontrol tidak ditemukan

signifikasi berbeda antara pre-post test.

Dalam otot normal, stimulasi elektris membangkitkan kontraksi dengan

eksitasi saraf motorik bukan eksitasi otot secara langsung. Serat saraf motoris normal

hanya memerlukan durasi pulsa pendek untuk bisa mengalami eksitasi atau

depolarisasi, sedangkan tanggap rangsang otot membutuhkan durasi pulsa yang jauh

lebih panjang (Scott et al, 2009). Selanjutnya Holcomb (2006), menunjukkan bahwa

induksi dari kontraksi yang dihasilkan oleh NMES pada saraf motorik dapat

meningkatkan jumlah rekruitmen motor unit. Dia berteori bahwa jika semua motor

unit direkrut, otot dapat melakukan kontraksi maksimal, dan bahwa dengan sesi

pelatihan dari NMES otot akan meningkatkan ketegangan dan mengembangkan

kapasitas kekuatan Ini sejalan dengan pendapat Laura (2008) yang menyatakan

bahwa kontraksi otot yang dihasilkan oleh stimulasi elektris dapat meningkatkan

kekuatan otot. Pemberian NMES melalui elektroda yang menempel langsung pada

kulit dan utamanya pada motor point dari otot-otot yang dirangsang bekerja meniru

impuls potensial aksi yang berasal dari sistem saraf pusat (Currier, 1991). Hal ini

(7)

4 Untuk itu perlu dikembangkan penerapan teknologi olahraga berupa stimulasi

elektris. Pendekatan ini dengan tehnik khusus yang mempertimbangkan aspek

anatomi, neurofisiologi, biolistrik dan biomekanika untuk mendukung kapasitas fisik

atlet dalam memperbaiki prestasi. Untuk itu melalui penelitian ini diharapkan dapat

(8)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Pencak silat

Pencak silat sebagai salah satu seni budaya yang diwariskan oleh nenek

moyang bangsa Indonesia telah menyebar ke seluruh pelosok dunia (Maryun

Sudirohadiprojo, 1982; Sucipto, 2001: 27). Bahkan telah dipertandingkan dalam

even-even olahraga baik tingkat nasional, regional maupun tingkat internasional,

seperti PON, SEA GAMES dll.

Ada beberapa pengertian tentang pencak silat diantaranya, menurut pendapat

Abdus Syukur (Maryono, 1998) menyatakan bahwa pencak adalah gerak langkah

keindahan dengan menghindar, yang disertakan gerakan berunsur komedi. Pencak

dapat dipertontonkan sebagai sarana hiburan. Sedangkan, silat adalah unsur teknik

beladiri menangkis, menyerang dan mengunci yang tidak dapat diperagakan di depan

umum.

Sedangkan menurut Mr. Wongsonegoro ketua IPSI yang pertama mengatakan

bahwa: pencak adalah gerakan serang bela, berupa tari dan berirama dengan peraturan

adat kesopanan tertentu, yang bisa dipertunjukan di depan umum. Silat adalah inti

dari pencak, yakni kemahiran untuk perkelahian atau membela diri mati-matian yang

tidak dapat dipertunjukan di depan umum.

Pada akhirnya, PB IPSI beserta BAKIN pada tahun 1975 mendefinisikannya

sebagai berikut: Pencak silat adalah hasil budaya Indonesia untuk membela,

mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritasnya (kemanunggalan)

terhadap lingkungan hidup/alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna

(9)

6

B. Jenis Gerakan dan Komponen fisik pada Pencak Silat Kategori Tanding

Pada pencak silat kategori tanding jenis gerakan mencakup tendangan,

pukulan, hindaran, tangkisan, bantingan/jatuhan. Dari berbagai jenis gerakan unsur

fisik yang terlibat adalah kecepatan, kekuatan, kelentukan, kelincahan dan ketepatan.

Sedangkan menurut Engkos Kosasih (1993: 54) komponen fisik yang diperlukan

pada cabang olahraga pencak silat adalah pada bahu memerlukan kekuatan otot, daya

tahan otot, agilitas dan kelentukan, pada punggung memerlukan kekuatan otot, pada

dada memerlukan kekuatan otot, daya tahan otot, pada lengan memerlukan kekuatan

otot, daya tahan otot, agilitas dan kelentukan serta power, pada tungkai memerlukan

kekuatan otot, daya tahan otot, agilitas dan kelentukan serta power.

C. Kinerja Fisik Dalam Pencak Silat

Pembinaan atlet yang benar akan meningkatkan prestasi atlet. Pembinaan atlet

pencak silat mencakup pembinaan fisik dan pembinaan mental pesilat. Pembinaan

fisik dalam mendukung prestasi ditekankan pada kemampuan-kemampuan daya tahan

(endurance), kekuatan otot (muscle strenght), kecepatan (speed), daya ledak otot

(muscle explosive power), Ketangkasan (agility), Kelentukan (flexibility),

keseimbangan (balance) (Joko Subroto, 1994; Suharno, 1985: 24; Iwan Setiawan,

1991: 112). Keterpaduan kemampuan-kemampuan yang dimiliki pesilat akan

mempengaruhi ketercapaian target prestasi. Target prestasi pesilat mencakup

perpaduan dari kemampuan elakan/tangkisan, pukulan, tendangan, teknik

menjatuhkan dan teknik penguncian dalam menghadapi lawan tanding di arena

pertandingan.

D. Neuromuscular Electrical Stimulation (NMES)

Upaya peningkatan kekuatan otot pada olahragawan atau atlet yang biasa

dilakukan umumnya dalam bentuk latihan resistensi. Memperhatikan hal tersebut,

Fisioterapi yang bertugas menjaga lingkup gerak dan fungsi tubuh mengambil

(10)

7 dimiliki Fisioterapi seperti stretching dan aplikasi Neuromuscular Electrical

Stimulation (NMES).

Umumnya Stretching adalah suatu bentuk latihan fisik di mana otot rangka

tertentu atau kelompok otot sengaja diulur dalam meningkatkan elastisitas otot,

meningkat kontrol otot dan lingkup gerak sendi. Stretching dianggap faktor penting

dalam mengurangi risiko cidera, serta rehabilitasi otot dan pengembangan kinerja

atlet yang lebih baik (Maciel and Camara, 2008). Di sisi lain diketahui bahwa

stretching perlu dilakukan sebagai relaksasi awal untuk persiapan melakukan

kontraksi otot maksimal. Ketika dilakukan stretching pada otot, beberapa dari serat

otot memanjang, tapi serat lain mungkin tetap diam. Banyaknya serat otot yang ikut

memanjang inilah yang mempengaruhi terjadinya kontraksi otot maksimal(Appleton,

2008). Dalam penelitiannya, Nelson et al (2005) menemukan korelasi antara

stretching dan pengaruhnya terhadap kekuatan otot.

Cara lain untuk meningkatkan kekuatan otot adalah menggunakan

Neuromuscular Electrical Stimulation (NMES) yang merupakan satu dari sekian

modalitas yang digunakan oleh profesi Fisioterapi di Indonesia. NMES digunakan

untuk memperkuat otot yang sehat atau untuk mempertahankan massa otot. NMES

menggunakan arus listrik yang menyebabkan satu atau kelompok otot tertentu

berkontraksi. Kontraksi otot dengan menggunakan stimulasi elektris ini dapat

meningkatkan kekuatan otot (Laura, 2008). Penelitian Romero et al (1982),

memberikan stimulasi elektris pada kelompok otot quadriceps femuris bilateral pada

18 wanita remaja (9 orang sebagai kelompok eksperimental dan 9 orang lagi sebagai

kelompok kontrol). Stimulasi elektris bergelombang faradik pada 2000 pps dengan 4

detik istirahat, durasi 15 menit dari rangsangan listrik yang diberikan selama jangka

waktu 5 minggu didapatkan hasil kekuatan isometrik naik 31% di kaki non-dominan

dan 21% di kaki dominan (P<0,05). Pada kelompok kontrol tidak ditemukan

signifikasi berbeda antara pre-post test.

Pentingnya fungsi dari kekuatan otot dalam olahraga pencak silat untuk

(11)

8 pertandingan pencak silat, hal inilah yang menarik perhatian peneliti untuk

melakukan penelitian ini. Kombinasi stretching dan NMES pada kelompok otot

diharapkan dapat meningkatkan kekuatan otot. Neuromuscular Electrical Stimulation

(NMES) merupakan satu dari sekian banyak modalitas yang digunakan oleh profesi

Fisioterapi di Indonesia. NMES adalah aplikasi dari stimulasi listrik untuk

sekelompok otot. NMES biasanya digunakan oleh Fisioterapis sebagai bentuk

rehabilitasi otot atau kejadian lain yang mengakibatkan hilangnya fungsi otot

(Palmieri et al, 2010). NMES dapat digunakan untuk memperkuat otot yang sehat

atau normal untuk mempertahankan massa otot (Batey, 2006). peningkatan kekuatan

otot dengan menggunakan NMES cenderung lebih optimal pada kondisi non

patologis , dibanding kondisi patologis (Adel dan Luykx, 1990).

Dalam otot normal, stimulasi listrik membangkitkan kontraksi dengan eksitasi

saraf motorik bukan eksitasi otot secara langsung. Serat saraf motoris normal hanya

memerlukan durasi pulsa pendek untuk bisa mengalami eksitasi atau depolarisasi ,

sedangkan tanggap rangsang otot membutuhkan durasi pulsa yang jauh lebih panjang

(Scott et all, 2009). Holcomb (2006) menunjukkan bahwa induksi dari kontraksi yang

dihasilkan oleh NMES pada saraf motorik dapat meningkatkan jumlah rekruitmen

motor unit. Dia berteori bahwa jika semua motor unit direkrut, otot dapat melakukan

kontraksi maksimal, dan bahwa dengan sesi pelatihan dari NMES otot akan

meningkatkan ketegangan dan mengembangkan kapasitas kekuatan. Ini sejalan

dengan pendapat Laura (2008) yang menyatakan bahwa kontraksi otot yang

dihasilkan oleh stimulasi elektris dapat meningkatkan kekuatan otot. Pemberian

NMES melalui elektroda yang menempel langsung pada kulit dan utamanya pada

motor point dari otot-otot yang dirangsang bekerja meniru impuls potensial aksi

yang berasal dari sistem saraf pusat. Hal ini penting sebagai teknik pelengkap bagi

pelatihan olahraga. Stimulasi NMES dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan

sebuah perubahan dalam distribusi serat otot. Terjadinya perubahan terutama

tergantung pada frekuensi yang mengakibatkan terjadinya depolarisasi motor neuron

(12)

9 Dengan kata lain, distribusi serat otot akan beradaptasi dengan fungsi tersebut jika

otot digunakan. Leiber (1992) menunjukkan bahwa otot tipe II/fast twitch dapat

diubah menjadi otot tipe I/slow twitch dengan stimulasi listrik 10Hz. Perubahan

dimulai dengan peningkatan persentase dari mitokondria, aktivitas enzim oksidatif,

kapiler per milimeter persegi, total dan konsumsi aliran darah.

Salah satu arus listrik yang digunakan dalam NMES dengan menggunakan

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS). Jenis arus TENS untuk

menghasilkan kontraksi otot dibutuhkan fase durasi dan frekuensi yang tepat. Durasi

tahap ini biasa dipergunakan 100-150 μS. Frekuensi dapat disesuaikan menurut jenis

jaringan otot (phasic atau tonik). Frekuensi yang diperlukan oleh sebuah otot atau

grup otot untuk dapat menghasilkan kontraksi tetanik sebagaimana yang terjadi dalam

kontraksi fisiologis dikenal sebagai critical fusion frequency (CFF) yang besarnya

tergantung dari lokasi/regio kelompok otot dan atau jenis otot yang besangkutan yaitu

fasik atau tonik. Untuk otot fasik rentang CFF antara 30 Hz – 100 Hz. Secara umum

frekuensi 50 Hz dapat dipilih untuk menghasilkan kontraksi tetanik yang nyaman

(Adel dan Luykx. 1990). TENS pola Burst mengaktifasi serabut G III, A delta

ergoseptor yang dapat menimbulkan kontraksi otot-otot fasik yang berakhir pada

aktifasi saraf berdiameter kecil non noksius. Intensitas/amplitudo sampai timbul

kontraksi yang nyata yang besaran kontraksinya tergantung dari kondisi otot serta

tujuan pemberian NMES. Sebagai contoh untuk mengoreksi sub-luksasi bahu yang

terjadi NMES diaplikasikan pada otot deltoid posterior dan supraspinatus dengan

durasi 100 – 200 μS dan intensitas yang besarannya sampai menimbulkan kontraksi

otot setara dengan nilai 2 atau 3 dalam Manual Muscle Testing (MMT) sehingga

dihasilkan kontraksi otot fasik yang cukup kuat tetapi nyaman (Parjoto, 2006). Pada

penelitian ini yang akan digunakan adalah jenis arus TENS dengan durasi 100-150 μs, frekuensi 30 Hz – 100 Hz, intensitas kontraksi otot setara dengan nilai 2 atau 3 dalam MMT sehingga dihasilkan kontraksi otot yang cukup kuat tetapi nyaman

(13)
(14)

10

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain/rancangan penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

Quasi Experiment atau eksperimen semu (Pratiknya, 2001). Desain penelitian

dengan pendekatan secara two group with pre and post test design dengan

membandingkan antara kelompok satu dengan perlakuan penambahan NMES

dengan aplikasi origo-insersio (grup otot) dengan kelompok dua dengan NMES

dengan aplikasi nerve trunk.

Rancangannya adalah:

O1 X1 O2

O1 X2 O2

Keterangan:

O1 = nilai kinerja atlet sebelum intervensi

O2 = nilai kinerja atlet setelah intervensi

X1 = perlakuan 1 (NMES metode grup otot)

X2 = perlakuan 2 (NMES metode nerve trunk)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di PPLP dan PPLM Pencak silat, di

Surakarta, Jawa Tengah. Adapun pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada

periode Juli 2011- Januari 2012.

C. Subyek penelitian

Sebagai subyek adalah seluruh atlet PPLP, dan PPLM Pencak Silat Jawa Tengah

yang mengikuti program pemusatan latihan pada tahun 2011. Jumlah subyek

(15)

11

D. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam peneitian ini terdiri atas alat stimulasi elektris NMES seri

Inwubums,, alat pengukur kinerja atlet mencakup kekuatan otot lengan, tungkai

dengan hand grip dinamometer dan leg dynamometer, daya ledak otot dengan bola

medicine dan vertical power jump, kecepatan dengan shutle run, kecepatan reaksi

dengan koordianasi mata -tangan dan mata – kaki dengan bola basket, dan bola sepak.

E. Pengumpulan data

1) Persiapan Subyek Penelitian

Sebelumnya seluruh subjek dilakukan tes sensibilitas halus-kasar dan

tajam-tumpul menggunakan air panas/dingin dan jarum bundel. Setelah

itu informasikan pada sampel gambaran tentang rasa yang ditimbulkan

oleh alat NMES.

2) Prosedur Pelaksanaan pemberian NMES

Peneliti membasahi semua elektroda dengan air. Kemudian memasang

elektroda positif di perut otot (origo) kelompok grup fleksor ektremitas

atas dan bawah, sedangkan elektroda negatif di tendon (insertion) lalu

difiksasi atau diikat dengan perekat agar elektrodanya tidak bergeser.

adalah jenis arus Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

dengan durasi 100-150 μs, frekuensi 30 Hz–100 Hz, intensitas kontraksi

otot setara dengan nilai 2 atau 3 dalam MMT sehingga dihasilkan

kontraksi otot yang cukup kuat tetapi nyaman dengan waktu pemberian

selama 10 menit. Jika waktu terapi telah habis maka intensitas

diturunkan dan semua elektroda dilepas lalu alat dimatikan.

F. Jadwal pengambilan data

Pelaksanaan penelititan ini dimulai dengan pengisian formulir questioner

yang berisi pernyataan tentang aktifitas fisik dari sampel, dilanjutkan pengukuran

(16)

12

G. Teknik Analisis Data

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan program SPSS

Windows versi 16.0 Analisis data dengan uji Wilcoxon dan uji Mann Whitney.

Hasil perlakuan dan kaitan pengaruhnya diketahui dengan menguji perbedaan

inter dan antar kelompok. Untuk mengetahui peningkatan atau kemajuan dengan

mean diferrent. Batas kemaknaan hasil uji statistik adalah p =0.05 (5%) Bila nilai

p>0.05 artinya tidak bermakna, bila nilai p<0.05 artinya bermakna secara

statistik.

No. Kegiatan Bulan ke-

1 2 3 4 5 6

1. Persiapan awal penelitian:

a. Edukasi atlet

b. Inform concent

c. Pre-test

X

2. Pengumpulan data penelitian:

a. pemberian NMES

b. post-test

X

X X

X

3. Pengolahan data X

(17)

13 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil dan Analisis Penelitian 1. Deskripsi Data

Didapatkan 15 atlet laki-laki sebagai subyek penelitian yang memenuhi kriteria

penerimaan penelitian. Selanjutnya dilakukan pemilihan secara purposive menjadi 2

kelompok perlakuan. Kelompok I merupakan kelompok atlet PPLP dengan pemberian

stimulasi elektris metode group otot atau metode origo insersio, sedangkan kelompok II

merupakan kelompok atlet PPLM/Pelatda dengan pemberian stimulasi elektris metode

nerve trunk. Kelompok I berjumlah 8 atlet, untuk kelompok II berjumlah 7 atlet.

Pemberian perlakuan stimulasi elektris selama 4 minggu, dengan frekuensi

seminggu 3 kali. Diawal diberikan pre test dan setelah 4 minggu diberikan post test.

Pada tahap berikutnya dilakukan analisis data. Dari 8 atlet pada kelompok I semua dapat

dilakukan analisis data, sedangkan pada kelompok II dari 7 atlet semua juga dapat

dilakukan analisis data.

2. Karakteristik Subyek Penelitian

Dari 15 atlet subyek penelitian diperoleh karakteristik subyek penelitian sebagai

berikut: rata umur: 19.93 (berkisar: 16 sampai 26), dengan simpangan baku: 3.58,

Rata-rata Berat badan: 56.77 (berkisar: 42 sampai 70), dengan simpangan baku: 8.27, Rata-Rata-rata

Tinggi badan: 167.87 (berkisar: 157 sampai 179), dengan simpangan baku: 6.60, Rata-rata

IMT: 20.05 (berkisar: 16.20 sampai 22.65), dengan simpangan baku: 1.96, Rata-rata pre test

kekuatan otot lengan: 32.40 (berkisar: 18 sampai 47), dengan simpangan baku: 8.03,

Rata-rata pre test kekuatan otot tungkai: 98.87 (berkisar: 51 sampai 140), dengan simpangan baku:

25.16, Rata-rata Pre test power lengan: 7.93 (berkisar: 6.7 sampai 9), dengan simpangan baku

: 0.84, Rata-rata Pre test power tungkai:55.87 (berkisar: 47 sampai 67), dengan simpangan

baku: 5.74, Rata-rata Pre test koordinasi mata-tangan: 38.00 (berkisar: 30 sampai 45), dengan

simpangan baku: 3.95, Rata-rata pre test Koordinasi mata-kaki : 16.07 (berkisar: 12 sampai

19), dengan simpangan baku: 1.91, Rata-rata pre test Shutle run: 8.74 (berkisar: 8.39 sampai

(18)

14 Sedangkan rata-rata post test kekuatan otot lengan: 34.53 (berkisar: 20 sampai 52),

dengan simpangan baku: 9.62, Rata-rata post test kekuatan otot tungkai: 105.67 (berkisar: 35

sampai 220), dengan simpangan baku: 43.28, Rata-rata Post test power lengan: 8.74 (berkisar:

6.8 sampai 10), dengan simpangan baku: 0.95, Rata-rata Post test power tungkai: 57.60 (berkisar:

34 sampai 70), dengan simpangan baku: 9.53, Rata-rata Post test koordinasi mata-tangan: 45.13

(berkisar: 32 sampai 57), dengan simpangan baku: 6.94, Rata-rata post test Koordinasi

mata-kaki: 18.27 (berkisar: 14 sampai 23), dengan simpangan baku: 2.60, Rata-rata post test Shutle

run: 8.61 (berkisar: 8 sampai 9.69), dengan simpangan baku: 0.45.

Tabel 1. Data Karakteristik Atlet Pencak Silat PPLP dan PPLM Jawa Tengah Tahun 2011

Karakteristik N Min Maks

Mean(rata-rata)

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian

terhadap prasyarat analisis. Prasyarat analisis dalam penelitian ini meliputi uji normalitas

data dan uji homogenitas varians.

a. Uji normalitas data

Uji normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang terkumpul

(19)

Kolmogorov-15 Smirnov. Untuk pengujian normalitas data ini dengan bantuan computer dengan paket

program statistik SPSS versi 16. Hasil normalitas data disajikan pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data

Variabel Kelomp

Pre test Koordinasi Mata-tangan I 0.144 0.200 Normal

II 0.228 0.200 Normal

Pre test Koordinasi Mata-kaki I 0.194 0.200 Normal

II 0.182 0.200 Normal

Posttest Koordinasi Mata-tangan I 0.175 0.200 Normal

II 0.182 0.200 Normal

Post test Koordinasi Mata-kaki I 0.162 0.200 Normal

II 0.191 0.200 Normal

Post test Shutle run I 0.198 0.200 Normal

II 0.324 0.025 Tidak Normal

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa p pada variabel pre test power lengan, pre

test shutle run dan post test shutle run adalah < 0.05 yang berarti data memiliki distribusis tidak

normal, sedangkan pada variabel yang lain bersifat normal.

b. Uji homogenitas data

Uji homogenitas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang terkumpul dalam

varian yang sama. Pengujian homogenitas dilakukan dengan uji Levene dengan bantuan

computer dengan paket program statistic SPSS versi 16. Hasil uji homogenitas data disajikan

(20)

16 Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Data

Variabel Levene

Statistik

P Keterangan

Pre test kekuatan lengan 1.368 0.263 Homogen

Pre test kekuatan tungkai 0.125 0.729 Homogen

Pre test Power lengan 1.874 0.194 Homogen

Pre test Power tungkai 0.095 0.763 Homogen

Pre test Koordinasi Mata-tangan 1.814 0.201 Homogen

Pre test Koordinasi Mata-kaki 0.018 0.895 Homogen

Pre test Shutle run 0.790 0.390 Homogen

Post test kekuatan lengan 3.477 0.085 Homogen

Post test kekuatan tungkai 0.014 0.909 Homogen

Post test Power lengan 0.175 0.682 Homogen

Post test Power tungkai 0.422 0.527 Homogen

Post test Koordinasi Mata-tangan 1.580 0.231 Homogen

Post test Koordinasi Mata-kaki 9.626 0.008 Tidak Homogen

Post test Shutle run 0.218 0.648 Homogen

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa p pada variabel post test koordinasi

mata-kaki adalah < 0.05 yang berarti data memiliki variansi yang tidak sama atau data bersifat tidak

homogen, sedangkan pada variabel yang lain bersifat homogen.

Berdasarkan uji normalitas dan homogenitas data ditemukan variabel pre test power

lengan, pre test shutle run, post test shutle run dan post test koordinasi mata kaki dengan nilai p<

0.05 maka untuk pengujian hipotesis statistik dengan pendekatan statistik parametric tidak dapat

dilakukan karena tidak memenuhi kriteria pengujian prasyarat analisis data. Selanjutnya

pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistic non parametric (MannWhitney, Wilcoxon).

4. Pengujian Hipotesis

a. Sebelum Perlakuan

Sebelum diberikan perlakuan, kelompok I dan II dalam penelitian ini diuji perbedaannya

(21)

17 Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji perbedaan Pre test Kelompok I (PPLP) dan II (PPLM)

Variabel Klp I Klp II Uji Statistik

hitung sebagai berikut : untuk variabel kekuatan otot lengan U hitung: 16.500, dengan p: 0.181,

kekuatan otot tungkai U hitung: 10.500, dengan p: 0.043, power lengan U hitung: 12.000,

dengan p: 0.063, power tungkai U hitung: 17.500, dengan p: 0.223, koordinasi mata-tangan U

hitung: 19.000, dengan p: 0.294, koordinasi mata-kaki U hitung: 14.000, dengan p: 0.100,

Shutle run U hitung: 25.000, dengan p: 0.728. Dari semua variabel diperoleh p > 0.05 (kecuali

pada kekuatan otot tungkai dengan p < 0.05) yang berarti tidak terdapat perbedaan yang

bermakna antara kedua kelompok perlakuan, sehingga dapat dianggap bahwa kedua kelompok

berangkat dari keadaan yang sama, selanjutnya dapat diambil asumsi kedua kelompok dari

(22)

18 Tabel 5.Ringkasan Hasil Uji perbedaan Pre test- Post Test Kelompok I

Variabel Pre test Post Test Uji Stat

Dari uji Wilcoxon yang dilakukan pada pre test –post test kelompok I diperoleh Z hitung

sebagai berikut : untuk variabel kekuatan otot lengan Z hitung: -0.914, dengan p: 0.361, kekuatan

otot tungkai Z hitung: -1.400, dengan p: 0.161, power lengan Z hitung: - 2.252, dengan p: 0.024,

power tungkai Z hitung: -2.117, dengan p: 0.034, koordinasi mata-tangan Z hitung: -2.527,

dengan p: 0.012, koordinasi matakaki Z hitung: 1.913, dengan p: 0.056, Shutle run Z hitung:

-2.383, dengan p: 0.017. Dari variabel power lengan, power tungkai, koordinasi mata tangan dan

shuttle run diperoleh p < 0.05 yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna antara pre test dan

post test pada kelompok I.

Sedangkan pada variabel kekuatan lengan dan kekuatan tungkai dan koordinasi

mata-kaki diperoleh p > 0.05 yang berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara pre test dan

post test pada kelompok I pada variabel tersebut.

b) Uji inter Kelompok II

Pada Uji inter kelompok II (PPLM) diperoleh hasil uji statistic sebagai berikut :

Tabel 6. Ringkasan Hasil Uji perbedaan Pre test –Post tes Kelompok II

Variabel Pre Test Post test Uji Statistik

(23)

19 Dari uji Wilcoxon yang dilakukan pada pre test –post test kelompok II diperoleh Z hitung

sebagai berikut : untuk variabel kekuatan otot lengan Z hitung: -1.992 dengan p: 0.046, kekuatan

otot tungkai Z hitung: -1.778, dengan p: 0.075, power lengan Z hitung: - 2.388, dengan p: 0.017,

power tungkai Z hitung: -0.742, dengan p: 0.458, koordinasi mata-tangan Z hitung: -2.371,

dengan p: 0.018, koordinasi matakaki Z hitung: 2.058, dengan p: 0.040, Shutle run Z hitung:

-0.338, dengan p: 0.7358. Dari variabel kekuatan otot lengan, power lengan, koordinasi mata

tangan, koordinasi mata kaki diperoleh p < 0.05 yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna

antara pre test dan post test pada kelompok II.

Sedangkan pada variabel kekuatan otot tungkai, power tungkai dan shuttle run diperoleh

p > 0.05 yang berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara pre test dan post test pada

kelompok II pada variabel tersebut.

2) Uji antar kelompok perlakuan

Tabel 7. Ringkasan Hasil Uji perbedaam Pre test Kelompok I dan II

Variabel Klp I Klp II Uji Stat

hitung sebagai berikut : untuk variabel kekuatan otot lengan U hitung: 15.000, dengan p: 0.132,

kekuatan otot tungkai U hitung: 16.500, dengan p: 0.179, power lengan U hitung: 17.000,

dengan p: 0.200, power tungkai U hitung: 18.000, dengan p: 0.245, koordinasi mata-tangan U

hitung: 23.500, dengan p: 0.602, koordinasi mata-kaki U hitung: 28.000, dengan p: 1.000,

Shutle run U hitung: 20.000, dengan p: 0.354. Dari semua variabel diperoleh p > 0.05 yang

(24)

20 perlakuan. Dengan makna lain bahwa tidak ada perbedaan pengaruh pada penggunaan metoda

origo-insertio dengan nerve trunk pada kedua kelompok setelah perlakuan.

B. Pembahasan

Penemuan utama dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian neuromuskular

electrical stimulation (NMES) selama 4 minggu dengan frekuensi 3 kali per minggu

mendampingi latihan rutin atlet pencak silat yang dilakukan dengan metode group otot mampu

meningkatkan kinerja atlet berupa: 1) daya ledak lengan; 2) daya ledak tungkai; 3) koordinasi

mata- tangan ; 4) shuttle run. Keempat variabel kinerja atlet mengalami peningkatan yang

signifikan, kecuali pada variabel kekuatan lengan, kekuatan tungkai, dan koordinasi mata-kaki.

Sedangkan pemberian NMES dengan metode nerve trunk mampu meningkatkan kinerja

atlet secara signifikan berupa: 1) kekuatan otot lengan; 2) power lengan; 3) koordinasi

mata-tangan; 4) koordinasi mata – kaki, kecuali pada kekuatan tungkai, daya ledak tungkai dan shutle

run.

Hal di atas menunjukkan bahwa pemberian NMES dapat menjadi alternatif cara untuk

mengembangkan kekuatan otot yang diberikan bersamaan dengan latihan rutin pada atlit pencak

silat. Temuan ini konsisten dengan temuan sebelumnya bahwa pemberian NMES dalam jangka

pendek dapat memberikan efek yang menguntungkan pada kekuatan otot (Maffiuletti et al, 2004,

Harrero et al, 2005).

Temuan ini juga senanda dengan penelitian Brocherie et al (2005) pada pemain hokey es

yang diberikan NMES sebagai tambahan latihan Rutin. Penelian tersebut berhasil membuktikan

bahwa pemberian tambahan NMES sebanyak 3 kali perminggu selama 3 minggu disamping

latihan standar rutin mampu meningkatkan kemampuan kontraksi isokinetik dan konsentrik otot

quadriceps serta meningkatkan kinerja skating pemain hokey es. Peningkatan ini merupakan

akibat penyesuaian saraf yang menerima stimulasi elektris dan peningkatan jumlah motor unit

saat otot berkontraksi (Maffiuletti et al, 2002). Lebih lanjut Maffiuletti mengatakan bahwa

pemberian NMES akan meningkatkan neural drive dari supra spinal yang pada akhirnya akan

meningkatkan jumlah motor unit otot saat berkontraksi dan kekuatan kontraksi otot yang

(25)

21 Terjadinya peningkatan kinerja atlet pencak silat ini, seperti diketahui bahwa adaptasi

neural merupakan penjelasan terjadinya perubahan pada kekuatan otot akibat pemberian NMES.

Pada otot sehat NMES dapat meningkatkan kekuatan otot sama seperti yang dihasilkan oleh

kontraksi volunteer, namun tidak bisa lebih besar daripada latihan volunteer. Pada otot yang

sakit, misalnya Quadriceps yang baru saja cedera, termasuk pasca operasi, latihan menggunakan

NMES lebih efektif untuk meningkatkan kekuatan otot dibanding kontraksi volunteer.

Sedangkan pada orang sehat hasil peningkatan kekuatan otot lebih efektif menggunakan

kontraksi volunteer dibanding dengan NMES (Seyri & Maffiuletti, 2011).

Gambar 1. Grafik rerata pre dan post test kelompok I

(26)

22 Selanjutnya pemberian NMES akan mempengaruhi rekrutmen motor unit secara random

baik pada jenis slow twitch maupun fast twitch, sehingga NMES dapat digunakan untuk

mengaktivasi motor unit otot tipe cepat (fast twitch) dengan level energy yang rendah (Gregory

& Bickel, 2005). Perbedaan tipe kontraksi otot yang dihasilkan secara volunter dan buatan

dengan NMES disajikan dalam tabel 8 berikut ini (Seyri & Maffiuletti, 2011):

Tabel 8. Perbedaan kontraksi otot volunteer dengan NMES

Voluntary contractions NMES contractions

Selective (slow to fast) Non selective/random (both slow and fast)

Asynchronous Synchronous

Rather dispersed Spatially fixed

Rotation is possible Superficial (close to electrodes)

Complete (at maximal level) Incomplete (even at maximal level)

Konsekuensi dari fenomena ini adalah ketika otot dikontraksikan dengan menggunakan

NMES, otot akan lebih mudah lelah dibandingkan dengan kontraksi volunteer pada intensitas

yang sama. Hal ini menuntut pemberian NMES sebaiknya digabungkan dengan latihan rutin

pada olahraga prestasi. Dalam pencak silat peningkatan daya ledak otot baik lengan maupun

tungkai sangat diperlukan untuk mencapai prestasi yang optimal.

Beberapa penelitian pada cabang olahraga individual maupun kelompok menunjukkan

bahwa pemberian NMES memberikan efek peningkatan kekuatan otot pada kontraksi maksimal,

termasuk pada beberapa olahraga aerobik berupa peningkatan kemampuan melompat dan lari

cepat. Namun demikian penggunaan NMES ini biasanya diaplikasikan tidak secara spesifik

(isometrik secara general), sehingga penggunaan NMES yang berlebihan dapat menyebabkan

hambatan pada koordinasi otot (Holcomb, 2005). Namun demikian kinerja atlet pada gerakan

yang kompleks membutuhkan koordinasi sistem neuromuskular yang baik dan ini dapat dicapai

hanya jika NMES digabungkan dengan latihan teknik/fisik seperti latihan plyometrik (Maffiuletti

et al, 2002). Pada penelitian Mafiuletti, pemberian NMES diberikan sebelum rutinitas dari

latihan fisik dan teknik dimulai. Selengkapnya data penelitian mengenai NMES terhadap

kekuatan otot pada cabang olahraga individual maupun kelompok disajikan dalam tabel 9 berikut

(27)

23 Tabel 9. Beberapa penelitian Efek NMES terhadap peningkatan kekuatan otot

Year 1 st author Sport Muscle Weeks

(x/wk

Main findings

1989 Delitto Weightlifting Quadriceps 6(3) ↑ weightlifting

1989 Wolf Tennis Quadriceps 3(4) ↑strength,sprint,

jump

1995 Pichon Swimming Latisimus dorsi 3(3) ↑ strtength,

swimming

1996 Willoughby Basketball Biceps brachii 6(3) ↑strength

1998 Willoughby Track and field Quadriceps 6(3) ↑ strength, jump

2000 Maffiuletti Basketball Quadriceps 4(3) ↑ strength, jump

2002 Malatesta Volley ball Quadriceps, triceps surae 4(3) ↑ strength, jump

2002 Maffiuletti Volleyball Quadriceps, triceps

surae

4(3) ↑ strength, jump

2005 Brocherie Ice hockey Quadriceps ↑ strength, sprint

2007 Babault Rugby Quadriceps, Triceps

surae, Gluteus

6(1-3) ↑ strength, jump

2009 Maffiuletti Tennis Quadriceps 3(3) ↑ strength, sprint

jump

2010 Billot Soccer Quadriceps 5(3) ↑ strength, shoot

Dengan demikian penelitian ini konsisten dengan penelitian lain seperti (Riann,

2010 ) yang meneliti penerapan Neuromuscular Electrical Stimulasi (NMES) dengan

intensitas tinggi pada otot Quadriceps Femoris selama tiga kali per minggu selama

empat minggu dengan elektikal stimulasi (100 pps, 600µs pulse duration, 100 ms train

duration) telah berhasil meningkatkan kekuatan otot dan aktivasi pada pasien yang

telah menjalani reconstriction anterior ligamen cruciatum dan total lutut arthroplasties.

Demikian pula penelitian Maffiuletti (2000), yang menunjukkan adanya

pengaruh yang positif pada pemberian elektrostimulasi terhadap kekuatan otot dan

kemampuan melompat pada pemain basket. Dalam penelitian ini diberikannya

elektrostimulasi selama empat minggu dengan tiga kali perminggu, satu sesi selama 16

menit dengan arus rectangular pulsed 100 Hz intensita 0-100 mA. Pada penelitian

lain, porcari et al (2005), efek diberikan Neuromusculer Electrical Stimulation

(NMES) lima kali perminggu (20-40 menit per sesi) selama delapan minggu dengan

frekuensi 70 Hz , durasi 200 µsec dapat meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot

abdominal.

Diberikannya Neuromusculer Electrical Stimulation (NMES) pada penelitian

pengaruh Neuromusculer Electrical Stimulation (NMES) terhadap peningkatan

(28)

24 minggu menggunakan Rusian current dengan frekuensi 90 bps dan duty cycle 15:45

dengan pemasangan pada grup otot telah mengakibatkan peningkatan kekuatan otot

dengan cepat (Helcomb, 2006). Penelitian lain menunjukkan bahwa program

Electromyostimulation (EMS) pada exstensor knee secara signifikan meningkatkan

kekuatan isokinetic dan Perfomance skating pada kelompok pemain hoki es selama

tiga minggu dengan tiga kali per minggu selama 12 menit per sesi, dengan 4-s durasi

dan frekuensi 85 Hz dipasang secara grup otot (Babault et al, 2004). Sedangkan

penelitian Bergquist et al (2010),Neuromuskuler Electrical Stimulation dengan durasi

100 dan intensitas 20 Hz selama 10 menit, tiga kali dalam seminggu selama empat

minggu diaplikasikan di nerve trunk terbukti dapat meningkatkan kekuatan ototi

triseps

C. Kelemahan dan Keterbatasan Penelitian

Peneliti tidak dapat sepenuhnya mengendalikan ataupun mengontrol aktivitas latihan

keseharian atlet sebagai subyek penelitian baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga

dapat mempengaruhi biasnya perlakuan. Jumlah subyek yang kecil, dan terbatas pada atlet

pencak silat sehingga generalisasi hasil terbatas pada kelompok atlet tersebut. Jumlah sampel,

situasi dan kondisi yang berbeda tentu akan mempengaruhi hasil. Untuk itu penerapan pada

(29)

Gambar

Tabel 1. Data Karakteristik Atlet Pencak Silat PPLP dan PPLM Jawa Tengah Tahun 2011
Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data
Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Data
Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji perbedaan Pre test Kelompok I  (PPLP) dan II (PPLM)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Banyak siswa yang mengatakan bahwa matematika adalah pelajaran yang paling sulit, dewasa ini matematika sudah berkembang sedemikian rupa sehingga terlalu sulit untuk dapat dikuasai

In term of finding, this research intends to identify the presence of both technological and transactional capability within an ATC company and thus has a limitation

Dalam rangka meningkatkan kualifikasi akreditasi program studi di Universitas Brawijaya, maka pada hari Rabu, 15 mei 2013, diadakan Pelatihan Menyusun Dokumen Akreditasi BAN-PT

Jeruk nipis ( Citrus aurantifolia ) merupakan salah satu tanaman yang telah digunakan secara empirik sebagai antibakteri, antivirus, antifungi, larvasida dan

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Infestasi dan Resistensi Kutu Busuk, Cimex hemipterus (Hemiptera: Cimicidae) Terhadap Tiga Golongan Insektisida di

[r]

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat kepercayaan diri peserta didik kelas X SMA Santo Paulus Nyarumkop tahun ajaran 2015/2016 dan membuat usulan