*). Artikel ini dipublikasikan di JURNAL IPTEK OLAHRAGA Volume 14, Nomor 1, Januari-April 2012. Diterbitkan oleh KEMENTRIAN PEMUDA DAN OLAHRAGA R.I Gedung Grha Pemuda dan Olahraga Lantai 4, Jlan Gerbang Pemuda No. 3 Senayan Jakarta Pusat- 10270.Email : jur
PENERAPAN NEUROMUSCULAR ELECTRICAL STIMULATION (NMES) PADA LATIHAN PENCAK SILAT TERHADAP PENINGKATAN KINERJA PADA ATLET PPLP DAN PPLM PENCAK SILAT JAWA TENGAH
Totok Budi S*, Hadi M**, Wahyuni***
ABSTRAK
Tujuan: penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan stimulasi elektris NMES pada peningkatkan kinerja atlet pencak silat.
Metode: Quasi Experiment Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan program SPSS Windows versi 16.0 Analisis data dengan uji Wilcoxon dan uji Mann Whitney
. Hasil perlakuan dan kaitan pengaruhnya diketahui dengan menguji perbedaan inter dan antar kelompok.
Hasil: Penemuan utama dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian neuromuskular electrical stimulation (NMES) selama 4 minggu dengan frekuensi 3 kali per minggu
mendampingi latihan rutin atlet pencak silat yang dilakukan dengan metode group otot mampu meningkatkan kinerja atlet secara signifikan berupa: 1) daya ledak lengan; 2) daya ledak tungkai; 3) koordinasi mata- tangan ; 4) koordinasi mata-kaki; 5) kecepatan shutle run., kecuali pada variabel kekuatan lengan dan kekuatan tungkai. Sedangkan pemberian NMES dengan metode nerve trunk mampu meningkatkan kinerja atlet secara signifikan berupa: 1) Kekuatan otot; 2) power lengan; 3) koordinasi mata-tangan; 4) koordinasi mata – kaki, kecuali pada kekuatan lengan, daya ledak tungkai dan kecepatan shutle run.
pada atlet pencak silat dengan metode grup otot maupun dengan metode nerve trunk terbukti secara bermakna mampu meningkatkan kinerja atlet pencak silat PPLP dan PPLM.
Tidak terdapat perbedaan yang bermakna diantara dua model pemberian NMES dengan metode grup otot maupun nerve trunk
Kata Kunci: NMES, Kekuatan otot, Pencak silat.
PENDAHULUAN
Salah satu cara atau usaha untuk mengharumkan nama bangsa dan negara adalah lewat olah raga. Nama Indonesia mencuat berkat prestasi dalam bulu tangkis dan tenis. Oleh karena itu pembinaan setiap cabang olah raga termasuk pencak silat harus diarahkan ke peningkatan prestasi. Pencak silat sebagai salah satu seni budaya yang diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia telah menyebar ke seluruh pelosok dunia. Bahkan telah dipertandingkan dalam even-even olah raga baik tingkat nasional, regional maupun tingkat internasional, seperti PON, SEA GAMES dan lain-lain.
Keberhasilan pembinaan atlet yang benar akan meningkatkan prestasi atlet. Pembinaan atlet pencak silat mencakup pembinaan fisik dan pembinaan mental pesilat. Pembinaan fisik dalam mendukung prestasi ditekankan pada kemampuan-kemampuan daya tahan (endurance), kekuatan otot (
muscle strenght
), kecepatan (
speed
), daya ledak otot (
muscle explosive power
), ketangkasan (
agility
), kelentukan (
yang menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian ini. Kombinasi
stretching
dan NMES pada kelompok otot diharapkan dapat meningkatkan kekuatan otot.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan stimulasi elektris NMES dapat meningkatkan kinerja atlet pada PPLP ,PPLM dan PELATDA pencak silat Jawa Tengah.
Upaya peningkatan kekuatan otot pada olahragawan atau atlet yang biasa dilakukan umumnya dalam bentuk latihan resistensi. Memperhatikan hal tersebut, Fisioterapi yang bertugas
menjaga lingkup gerak dan fungsi tubuh mengambil peranan dalam peningkatan kekuatan otot dengan menggunakan modalitas yang dimiliki Fisioterapi seperti aplikasi Neuromuscular
Electrical Stimulation (
NMES) yang merupakan satu dari sekian modalitas yang digunakan oleh profesi Fisioterapi
di Indonesia.
NMES dapat digunakan (1) untuk mempertahankan massa otot dan fungsi selama periode lama tidak digunakan atau imobilisasi, (2) untuk pemulihan massa otot dan fungsi berikut jangka waktu yang tidak digunakan atau imobilisasi, (3) untuk perbaikan fungsi otot pada populasi sehat yang berbeda: lansia subyek, dewasa subyek, rekreasi dan kompetitif atlet (Babault et al, 2007). Jenis arus NMES yang dapat digunakan untuk peningkatan kekuatan otot diantaranya ada arus Interverensi, Russian Stimulation, TENS, dan Faradik.
Kontraksi otot dengan menggunakan electrical stimulasi ini dapat meningkatkan kekuatan otot
(Laura, 2008). Penelitian Romero et al
(1982), stimulasi kelompok otot
quadriceps femuris
bilateral pada 18 wanita remaja (9 orang sebagai kelompok eksperimental dan 9 orang lagi sebagai kelompok kontrol). Stimulasi listrik bergelombang faradik pada 2000 pps dengan 4 detik istirahat, durasi 15 menit dari rangsangan listrik yang diberikan selama jangka waktu 5 minggu didapatkan hasil kekuatan isometrik naik 31% di kaki non-dominan dan 21% di kaki dominan (P < 0,05). Pada kelompok kontrol tidak ditemukan signifikasi berbeda antara
pre-post test.
untuk mendidik kembali fungsi otot, membantu kontraksi otot, menguatkan otot, memelihara masa dan daya ledak otot selama immobilisasi yang lama dan untuk mencegah terjadinya ahropy dan kelemahan otot pada pasien dengan penyakit kronis (Lake, 1992; Mackler et al, 1995; Piva et al, 2007). Sedangkan penggunaan NMES untuk orang sehat dan olahraga kompetitif telah banyak digunakan di berbagai cabang olahraga, seperti untuk penguatan otot dinding perut (Porcari et al, 2005; Coughan, 2008), pemain basket (Maffiuletti et al
, 2002), hokey es (Brocherie
et al, 2004)
dan cabang olahraga lainnya.
Walaupun telah banyak penelitian tentang pengaruh penggunaan NMES terhadap peningkatan kinerja atlet/kekuatan otot telah banyak dilakukan, namun hasilnya terkadang masih belum konsisten (Harrero, et al, 2005). Beberapa peneliti tidak mendapatkan hasil peningkatan
kekuatan saat menggunakan NMES, namun banyak juga yang mendapatkan hasil peningkatan kekuatan otot setelah pemberian NMES (Seyri & Maffiuletti, 2011). NMES yang diberikan dengan intensitas tinggi pada otot quadricep telah sukses dalam peningkatan kekuatan otot quadricep (M. Riann et al, 2010). Efek dari penyebaran aliran listrik yang menyebabkan
peningkatan kekuatan otot quadricep (Parker et al, 2005). Neuromus culer Electrical Stimulation
(NMES) digunakan sebagai alat penelitian yang valid untuk
in vivo
penilaian fungsi neuromuskuler yang sehat dan gangguan otot, dalam kondisi baik maupun lelah (Horstman
et al
, 2008).
Penggunaan NMES untuk penguatan otot yang sehat sungguh-sungguh telah diterima dengan pemberitaan yang baik dalam literatur dan yang menerima penuturan ini diantaranya adalah praktisi klinik (Currier, 1998). Literatur tersebut mendukung konsep bahwa NMES memiliki nilai fisik dan respon yang sama pada otot-otot yang sehat seperti halnya latihan pada umumnya, sedangkan menurut kots (1998), NMES dapat menghasilkan 30 sampai 40 persen kekuatan yang lebih besar daripada latihan isometrik saja.
Neuromuscular Electrical Stimulation (NMES) merupakan satu dari sekian banyak modalitas
yang digunakan oleh profesi Fisioterapi di Indonesia.
NMES adalah aplikasi dari stimulasi listrik untuk sekelompok otot. NMES biasanya digunakan oleh Fisioterapis sebagai bentuk rehabilitasi otot atau kejadian lain yang mengakibatkan hilangnya fungsi otot (Wisegeek, 2010). NMES dapat digunakan untuk memperkuat otot yang sehat atau normal untuk mempertahankan massa otot (Batey, 2006). peningkatan kekuatan otot dengan menggunakan NMES cenderung lebih optimal pada kondisi non patologis, dibanding kondisi patologis (Adel dan Luykx, 1990).
Dalam otot normal, stimulasi listrik membangkitkan kontraksi dengan eksitasi saraf motorik bukan eksitasi otot secara langsung. Serat saraf motoris normal hanya memerlukan durasi pulsa pendek untuk bisa mengalami eksitasi atau depolarisasi, sedangkan tanggap rangsang otot membutuhkan durasi pulsa yang jauh lebih panjang (Nancy L. Urbscheit). Kots'
menunjukkan bahwa induksi dari kontraksi yang dihasilkan oleh NMES pada saraf motorik dapat meningkatkan jumlah rekruitmen motor unit. Dia berteori bahwa jika semua motor unit direkrut, otot dapat melakukan kontraksi maksimal, dan bahwa dengan sesi pelatihan dari NMES otot akan meningkatkan ketegangan dan mengembangkan kapasitas kekuatan (dikutip oleh Dean P. Currier). Ini sejalan dengan pendapat Laura (2008) yang menyatakan bahwa kontraksi otot yang dihasilkan oleh stimulasi elektris dapat meningkatkan kekuatan otot. Pemberian NMES melalui elektroda yang menempel langsung pada kulit dan utamanya pada motor point dari otot-otot yang dirangsang bekerja meniru impuls
potensial aksi yang berasal dari
sistem saraf pusat
. Hal ini penting sebagai teknik pelengkap bagi pelatihan olahraga. Stimulasi NMES dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan sebuah perubahan dalam distribusi serat otot. Terjadinya perubahan terutama tergantung pada frekuensi yang mengakibatkan terjadinya depolarisasi motor neuron oleh arus listrik. Efek ini harus dipertimbangkan dalam sebuah aplikasi yang lama. Dengan kata lain, distribusi serat otot akan beradaptasi dengan fungsi tersebut jika otot digunakan. Leiber (1992) menunjukkan bahwa otot tipe II/
fast twitch
dapat diubah menjadi otot tipe I/
slow twitch
dengan stimulasi listrik 10Hz. Hal ini mempunyai arti bahwa dengan stimulasi elektris, akan membawa perubahan pada perangsangan pada otot
fast twitch
dapat dilakukan dengan energi yang lebih rendah seperti merangsang otot
slow twitch
Salah satu arus listrik yang digunakan dalam NMES dengan menggunakan Transcutaneous
Electrical Nerve Stimulation
(TENS). Jenis arus TENS untuk menghasilkan kontraksi otot dibutuhkan fase durasi dan frekuensi yang tepat. Durasi tahap ini biasa dipergunakan 100-150 μs. Frekuensi dapat disesuaikan menurut jenis jaringan otot (
phasic
atau tonik). Frekuensi yang diperlukan oleh sebuah otot atau grup otot untuk dapat
menghasilkan kontraksi tetanik sebagaimana yang terjadi dalam kontraksi fisiologis dikenal sebagai
critical fusion frequency
(CFF) yang besarnya tergantung dari lokasi/ regio kelompok otot dan atau jenis otot yang besangkutan yaitu fasik atau tonik. Untuk otot fasik rentang CFF antara 30 pps – 100 pps . Secara umum frekuensi 50 Hz dapat dipilih untuk menghasilkan kontraksi tetanik yang
nyaman (Adel dan Luykx. 1990). TENS pola Burst mengaktifasi serabut GIII, A delta ergoseptor yang dapat menimbulkan kontraksi otot-otot fasik yang berakhir pada aktifasi saraf berdiameter kecil non noksius. Intensitas/amplitudo sampai timbul kontraksi yang nyata yang besaran
kontraksinya tergantung dari kondisi otot serta tujuan pemberian NMES . Sebagai contoh untuk mengkoreksi sub-luksasi bahu yang terjadi NMES diaplikasikan pada otot deltoid posterior dan supraspinatus dengan durasi 100 – 200 mikrodetik dan intensitas yang besarannya sampai menimbulkan kontraksi otot setara dengan nilai 2 atau 3 dalam MMT sehingga dihasilkan kontraksi otot fasik (phasic) yang cukup kuat tetapi nyaman (Parjoto, 2006).
Neuromuscular Electrical Stimulasi (NMES) dengan intensitas tinggi pada otot Quadriceps
Femoris tiga kali
per minggu selama empat minggu dengan elektrikal stimulasi (100 pps, 600µs
pulse duration,
100 ms
train duration)
telah berhasil meningkatkan kekuatan otot dan aktivasi pada pasien yang telah menjalani
reconstriction
anterior ligamen cruciatum dan total lutut
arthroplasties
(Riann, 2010 ).
Penelitian Maffiuletti (2000), terdapat pengaruh pemberian elektrostimulasi (EMS) terhadap kekuatan otot dan kemampuan melompat pada pemain basket. Dalam penelitian ini
Pada penelitian porcari et al (2005), efek diberikan Neuromusculer Electrical Stimulation (NMES) lima kali perminggu (20-40 menit per sesi) selama delapan minggu dengan frekuensi 70 Hz , durasi 200 µsec dapat meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot
abdominal
.
Diberikannya Neuromusculer Electrical Stimulation (NMES) pada penelitian pengaruh Neuromu
sculer Electrical Stimulation
(NMES) terhadap peningkatan kekuatan otot
fleksi elbow
diberikan tiga kali dalam seminggu selama Empat minggu menggunakan
Rusian current
dengan frekuensi 90 bps dan
duty cycle
15:45 dengan pemasangan pada grup otot telah terjadi peningkatan kekuatan otot dengan cepat (Helcomb, 2006).
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa program EMS pada exstensor knee secara signifikan meningkatkan kekuatan isokinetic dan
Perfomance
skating pada kelompok pemain hoki es selama tiga minggu dengan tiga kali per minggu selama 12 menit per sesi, dengan 4-s durasi dan frekuensi 85hz dipasang secara grup otot (babault
et al
, 2004). Sedangkan penelitian Bergquist
et al
(2010),
Neuromuskuler Electrical Stimulation
dengan durasi 100 dan intensitas 20 Hz selama 10 menit, tiga kali dalam seminggu selama empat minggu diaplikasikan di
nerve trunk
dan muscle belli triseps untuk meningkatkan kekuatan otot.
Perbedaan antara arus TENS yang digunakan untuk stimulasi otot dan yang digunakan untuk menurunkan rasa nyeri tidak begitu banyak, seperti dalam fase atau frekuensi pada amplitudo yang digunakan. Untuk stimulasi otot digunakan amplitudo tinggi sampai dihasilkan kontraksi otot yang kuat (dari tingkat stimulasi motor sampai batas toleransi). Metode aplikasi serupa dengan yang digunakan untuk arus frekuensi menengah.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Quasi Experiment atau eksperimen semu (Pratiknya, 2001). Desain penelitian dengan pendekatan secara
two group with pre and post test design
dengan membandingkan antara kelompok satu dengan perlakuan penambahan NMES dengan aplikasi origo-insersio (grup otot) dengan kelompok dua dengan NMES dengan aplikasi
nerve trunk . Rancangannya adalah: O1 X1 O2 O1 X2 O2 Keterangan:
O1 = nilai kinerja atlet sebelum intervensi
O2 = nilai kinerja atlet setelah intervensi
X1 = perlakuan 1 (NMES metode grup otot)
Penelitian ini akan dilakukan di PPLP, PPLM, dan PELATDA Pencak silat, di Surakarta, Jawa Tengah. Adapun pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada periode September
2011-Nopember 2011.
Sebagai subyek adalah seluruh atlet PPLP, PPLM dan PELATDA Pencak Silat Jawa Tengah yang mengikuti program pemusatan pada tahun 2011. Jumlah subyek PPLP: 12 atlet, PPLM: 14 atlet. Instrumen dalam peneitian ini terdiri atas alat stimulasi elektris NMES seri Inwubums,, alat pengukur kinerja atlet mencakup kekuatan otot lengan, tungkai dengan hand grip
dinamometer dan leg dynamometer, daya ledak otot dengan bola medicine dan vertical power
jump ,
kecepatan dengan
shutle run
, kecepatan reaksi dengan koordianasi mata -tangan dan mata – kaki dengan bola basket, dan bola sepak.
Sebelumnya seluruh subjek dilakukan tes sensibilitas halus-kasar dan tajam-tumpul menggunakan air panas/dingin dan jarum bundel. Setelah itu informasikan pada sampel gambaran tentang rasa yang ditimbulkan oleh alat NMES. Dalam prosedur pelaksanaan pemberian NMES, peneliti membasahi semua elektroda dengan air. Kemudian memasang elektroda positif di perut otot (origo) kelompok grup fleksor ektremitas atas dan bawah, sedan gkan elektroda negatif di tendon (
insertion
) lalu difiksasi atau diikat dengan perekat agar elektrodanya tidak bergeser. adalah jenis arus
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation
(TENS) dengan durasi 100-150 μs, frekuensi 30 Hz–100 Hz yang dalam perlakuan diberikan 50Hz, intensitas kontraksi otot setara dengan nilai 2 atau 3 dalam MMT sehingga dihasilkan kontraksi otot yang cukup kuat tetapi nyaman dengan waktu pemberian selama 10 menit. Jika waktu terapi telah habis maka intensitas diturunkan dan semua elektroda dilepas lalu alat dimatikan.
Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan program SPSS Windows versi 16.0 Analisis data dengan uji Wilcoxon dan uji Mann Whitney. Hasil perlakuan dan kaitan pengaruhnya diketahui dengan menguji perbedaan inter dan antar kelompok. Untuk mengetahui peningkatan
atau kemajuan dengan mean diferrent. Batas
kemaknaan hasil uji statistik adalah p =0.05 (5%) Bila nilai p>0.05 artinya tidak bermakna, bila nilai p<0.05 artinya bermakna secara statistik.
Berdasarkan data didapatkan 27 atlet pencak silat sebagai subyek penelitian yang memenuhi kriteria penerimaan penelitian. Selanjutnya dilakukan pemilihan secara purposif menjadi 2 kelompok perlakuan. Kelompok I merupakan kelompok atlet PPLP dengan pemberian stimulasi elektris metode group otot atau metode origo-insersio, sedangkan kelompok II merupakan kelompok atlet PPLM/Pelatda dengan pemberian stimulasi elektris metode nerve trunk. Kelompok I berjumlah 11 atlet, sedangkan untuk kelompok II berjumlah 16 atlet.
Pemberian perlakuan NMES (stimulasi elektris) dilaksanakan selama 4 minggu, dengan
frekuensi seminggu sebanyak 3 kali perlakuan jadi total perlakuan sebanyak 12 kali. Perlakuan tidak mengubah intensitas dan jadwal rutin latihan konvensional dan standart atlet. Sebelum perlakuan, terlebih dahulu diberikan pre-test untuk mengetahui baseline kinerja atlet, dan setelah 4 minggu perlakuan diberikan post-test untuk mengetahui efek pemberian perlakuan. Pada tahap berikutnya dilakukan analisis data. Dari 11 atlet pada kelompok I semua dapat dilakukan analisis data, sedangkan pada kelompok II dari 16 atlet hanya 12 atlet yang dapat dilakukan analisis data, 4 atlet dikeluarkan karena tidak mengikuti post-test.
Dari 23 atlet subyek penelitian diperoleh karakteristik subyek penelitian seperti yang terlihat pada table 1. Dari tabel 1 terlihat bahwa rata-rata umur subyek penelitian adalah 19.83 tahun. Rata-rata berat badan adalah 55 Kg dengan simpangan baku sebesar 7.39 Kg. Rata-rata tinggi badan subjek penelitian 164.15 Cm dengan simpangan baku sebesar 7.60 Cm. Rata-rata Indeks Massa Tubuh (IMT) subjek adalah 20.35 dengan simpangan baku sebesar 1.85.
Tabel 1.Data Karakteristik Atlet Pencak Silat PPLP dan PPLM Jawa Tengah Tahun 2011
Karakteristik
N
Maks Mean (rata-rata) Simpangan Baku Umur 23 15 26 19.83 3.380 Berat Badan
42 70 55.00 7.39 Tinggi Badan 23 153 179 164.15 7.60
IMT (Indeks Masa Tubuh) 23 16.20 22.65 20.35 1.85
Pre test kekuatan lengan 23 17 47 30.09
Pre test kekuatan tungkai 23 15 140 87.96 30.92
Pre test Power lengan 23 4.7 9
1.06
Pre test Power tungkai 23 33 67 51.87 7.88
Pre test Koordinasi Mata-tangan
23
25
35.27
5.58
Pre test Koordinasi Mata-kaki 23 9 19 14.57 2.92
Pre test Shutle run
9.9 9.05 0.51
Post test kekuatan lengan 23 10 52 30.67 11.05
Post test kekuatan tungkai
35 220 98.30 38.78
Post test Power lengan 23 5.8 10 8.10 1.21
23 34 70 53.52 9.79
Post test Koordinasi Mata-tangan 23 26 57 43.22 7.48
Post test Koordinasi Mata-kaki 23 12 23 16.91 2.97
Post test Shutle run 23 8 9.72
0.54
Dari hasil pengukuran pre test dengan menggunkan handgrip dinamometer didapatkan nilai rata-rata kekuatan otot lengan 30,09 dengan simpangan baku 8,54. Pengukuran dengan leg dinamometer didapatkan nilai rata-rata kekuatan otot tungkai sebesar 87,96 dengan
simpangan baku sebesar 30,92. Pada pengukuran kekuatan power lengan didapatkan nilai rata-rata 7,45 dengan simpangan baku sebesar 1,06. Rata-rata Pre test power tungkai 51,87 dengan simpangan baku sebesar 7,88. Nilai Rata-rata Pre test koordinasi mata-tangan adalah 35,27,dengan simpangan baku sebesar 5,58. Nilai Rata-rata pre test koordinasi mata-kaki sebesar 14,57, dengan simpangan baku sebesar 2,92. Nilai rata-rata pre test shutle run sebesar 9,05 dengan simpangan baku sebesar 0,51.
Sedangkan nilai rata-rata post test kekuatan otot lengan sebesar 30,67, dengan simpangan baku sebesar 11,05. Nilai rata-rata post test kekuatan otot tungkai sebesar 98,30, dengan simpangan baku sebesar 38,78. Nilai rata-rata post test power lengan sebesar 8,10 dengan nilai simpangan baku sebesar 1,21. Nilai rata-rata post test power tungkai sebesar 53,52 dengan nilai simpangan baku sebesar 9,79. Sedangkan nilai rata-rata post test koordinasi mata-tangan sebesar 43,22 dengan nilai simpangan baku sebesar 7,48. Nilai rata-rata post test koordinasi mata-kaki sebesar 16,91, dengan nilai simpangan baku sebesar 2,97. Adapun nilai rata-rata post test shutle run sebesar 8,89 dengan nilai simpangan baku sebesar 0,54.
Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa nilai p pada variabel pre test koordinasi mata kaki, pre test shuttle run dan post test kekuatan tungkai adalah < 0,05 yang berarti data memiliki distribusis tidak normal, sedangkan pada variabel yang lain bersifat normal.
Berdasarkan uji normalitas dan homogenitas data ditemukan variabel pre test koordinasi mata kaki, pre test shutle run, post test kekuatan tungkai dan pre test power lengan dengan nilai p< 0,05 maka untuk pengujian hipotesis statistik dengan pendekatan statistik parametric tidak dapat dilakukan karena tidak memenuhi kriteria pengujian prasyarat analisis data. Selanjutnya pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistic non parametric (MannWhitney dan Wilcoxon).
Sebelum diberikan perlakuan, kelompok I dan II dalam penelitian ini diuji perbedaannya terlebih dahulu. Hasil uji perbedaan antar kelompok I dan II adalah sebagai berikut :
Variabel Klp I Klp II Uji Statistik N Mean SD N Mean SD
P* Ket
Kekuatan otot Lengan 11 28.36 6.697 12 31.67 9.98 52.500 0.405
Kekuatan otot Tungkai 11 100 24.43 12 76.92 33.04 37.500 0.709 p> 0.05
Power lengan 11 7.06 0.74 12 7.62 1.31 49.000 0.294 p> 0.05 Power tungkai
50.45 8.43 12 53.17 7.46 59.000 0.666 p> 0.05 Koor mata-tangan 11
5.27 12 33.58 5.48 34.000 0.085 p> 0.05 Koor mata-kaki 11 15.45 2.30
13.75 2.38 40.500 0.114 p> 0.05 Shutle run 11 8.99 0.51 12
0.53 53.000 0.578 p> 0.05 -
Uji Mann Whitney
Dari uji Mann Whitney yang dilakukan pada pre test kelompok I dan II diperoleh U hitung sebagai berikut : untuk variabel kekuatan otot lengan U hitung : 52.500, dengan p : 0.405, kekuatan otot tungkai U hitung : 37.500, dengan p : 0.079, power lengan U hitung : 49.000, dengan p : 0.294, power tungkai U hitung : 59.000, dengan p : 0.666, koordinasi mata-tangan U hitung : 34.000, dengan p : 0.085, koordinasi mata-kaki U hitung : 40.500, dengan p : 0.114, Shutle run U hitung : 53.000, dengan p : 0.578. Dari semua variabel diperoleh p > 0.05 yang berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok perlakuan, sehingga dapat dianggap bahwa kedua kelompok berangkat dari keadaan yang sama, selanjutnya dapat diambil asumsi kedua kelompok dari potensi awal yang homogen.
Dari uji Wilcoxon yang dilakukan pada pre test –post test kelompok I variabel power lengan, power tungkai, koordinasi mata tangan, koordinasi mata kaki dan shuttle run diperoleh nilai p < 0.05 yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna antara pre test dan post test pada
kelompok I. Sedangkan pada variabel kekuatan lengan dan kekuatan tungkai diperoleh p > 0.05 yang berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara pre test dan post test pada
kelompok I pada variabel tersebut.
Sedangkan pada variabel kekuatan lengan, power tungkai dan shuttle run diperoleh p > 0.05 yang berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara pre test dan post test pada kelompok II pada variabel tersebut.
Dari uji Mann Whitney yang dilakukan pada post-test kelompok I dan II diperoleh semua variabel memilkiki nilai p > 0.05 yang berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok setelah diberikan perlakuan dengan metode berbeda. Dengan makna lain bahwa tidak ada perbedaan pengaruh pada penggunaan metoda origo-insertio dengan nerve trunk pada kedua kelompok setelah perlakuan.
PEMBAHASAN
Penemuan utama dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian neuromuskular electrical stimulation (NMES) selama 4 minggu dengan frekuensi 3 kali per minggu mendampingi latihan rutin atlet pencak silat yang dilakukan dengan metode group otot mampu meningkatkan kinerja atlet berupa: 1) daya ledak lengan; 2) daya ledak tungkai; 3) koordinasi mata- tangan ; 4) koordinasi mata-kaki; 5) shuttle run. Kelima variabel kinerja atlet mengalami peningkatan yang signifikan, kecuali pada variabel kekuatan lengan dan kekuatan tungkai. Sedangkan pemberian NMES dengan metode nerve trunk mampu meningkatkan kinerja atlet secara signifikan berupa: 1) Kekuatan otot; 2) power lengan; 3) koordinasi mata-tangan; 4) koordinasi mata-kaki, kecuali pada kekuatan lengan, daya ledak tungkai dan shuttle run.
Hal di atas menunjukkan bahwa pemberian NMES dapat menjadi alternatif cara untuk mengembangkan kekuatan otot yang diberikan bersamaan dengan latihan rutin pada atlit pencak silat. Temuan ini konsisten dengan temuan sebelumnya bahwa pemberian NMES dalam jangka pendek dapat memberikan efek yang menguntungkan pada kekuatan otot (Maffiuletti et al, 2004, Harerero et al, 2005).
Terjadinya peningkatan kinerja atlet ini, seperti diketahui bahwa adaptasi neural merupakan penjelasan terjadinya perubahan pada kekuatan otot akibat pemberian NMES. Pada otot sehat NMES dapat meningkatkan kekuatan otot sama seperti yang dihasilkan oleh kontraksi
kontraksi volunteer dibanding dengan NMES (Bax et al, 2005).
Gambar 1. Grafik rerata pre dan post test kelompok I
Gambar 1. Grafik rerata pre dan post test kelompok 2
Selanjutnya pemberian NMES akan mempengaruhi rekrutmen motor unit secara random baik pada jenis
slow twitch
maupun
fast twitch
, sehingga NMES dapat digunakan untuk mengaktivasi
motor unit
otot tipe cepat (
fast twitch
) dengan level energy yang rendah (Gregory & Bickel, 2005). Perbedaan tipe kontraksi otot yang dihasilkan secara volunter dan buatan dengan NMES disajikan dalam tabel 8 berikut ini.
Tabel 8. Perbedaan kontraksi otot volunteer dengan NMES Voluntary contractions NMES contractions
Selective (slow to fast)
Asynchronous Synchronous Rather dispersed Spatially fixed Rotation is possible
Superficial (close to electrodes)
Complete (at maximal level)
Incomplete (even at maximal level)
Konsekuensi dari fenomena ini adalah ketika otot dikontraksikan dengan menggunakan NMES, otot akan lebih mudah lelah dibandingkan dengan kontraksi volunteer pada intensitas yang sama. Hal ini menuntut pemberian NMES sebaiknya digabungkan dengan latihan rutin pada olahraga prestasi. Dalam pencak silat peningkatan daya ledak otot baik lengan maupun tungkai sangat diperlukan untuk mencapai prestasi yang optimal.
termasuk pada beberapa olahraga aerobik berupa peningkatan kemampuan melompat dan lari cepat. Namun demikian penggunaan NMES ini biasanya diaplikasikan tidak secara spesifik (isometrik secara general), sehingga penggunaan NMES yang berlebihan dapat menyebabkan hambatan pada koordinasi otot (Holcomb, 2005). Namun demikian kinerja atlet pada gerakan yang kompleks membutuhkan koordinasi sistem neuromuskular yang baik dan ini dapat dicapai hanya jika NMES digabungkan dengan latihan teknik/fisik seperti latihan plyometrik (Mafiuletti e
t al
, 2003). Pada penelitian Mafiuletti, pemberian NMES diberikan sebelum rutinitas dari latihan fisik dan teknik dimulai. Selengkapnya data penelitian mengenai NMES terhadap kekuatan otot pada cabang olahraga individual maupun kelompok disajikan dalam tabel 8 berikut ini (Seyri
et al
, 2011):
Tabel 9. Beberapa penelitian Efek NMES terhadap peningkatan kekuatan otot Year 1 st author Sport Muscle Weeks (x/wk Main findings
Delitto Weightlifting Quadriceps 6(3) ↑ weightlifting 1989 Wolf Tennis Quadriceps 3(4)
1995 Pichon Swimming Latisimus dorsi 3(3) ↑ strtength, swimming 1996 Willoughby Basketball Biceps brachii 6(3)
1998 Willoughby
Track and field Quadriceps 6(3) ↑ strength, jump 2000 Maffiuletti Basketball
4(3) ↑ strength, jump 2002 Malatesta Volley ball
Quadriceps, triceps surae 4(3) ↑ strength, jump 2002 Maffiuletti Volleyball
4(3) ↑ strength, jump 2005 Brocherie Ice hockey Quadriceps ↑ strength, sprint 2007 Babault
Quadriceps, Triceps surae, Gluteus 6(1-3) ↑ strength, jump 2009 Maffiuletti Tennis Quadriceps 3(3)
↑ strength, sprint jump
2010
Quadriceps 5(3) ↑ strength, shoot
Dengan demikian penelitian ini konsisten dengan penelitian lain seperti (Riann, 2010 ) yang meneliti penerapan Neuromuscular Electrical Stimulasi (NMES) dengan intensitas tinggi pada otot Quadriceps Femoris selama tiga kali per minggu selama empat minggu
dengan elektikal stimulasi (100 pps, 600µs pulse
duration,
100 ms
train duration)
telah berhasil meningkatkan kekuatan otot dan aktivasi pada pasien yang telah menjalani
reconstriction
anterior ligamen cruciatum dan total lutut
arthroplasties .
Demikian pula penelitian Maffiuletti (2000), yang menunjukkan adanya pengaruh yang positif pada pemberian elektrostimulasi terhadap kekuatan otot dan kemampuan melompat pada pemain basket. Dalam penelitian ini diberikannya elektrostimulasi selama empat minggu dengan tiga kali perminggu, satu sesi selama 16 menit dengan arus rectangular pulsed 100 Hz intensita 0-100 mA. Pada penelitian lain, porcari
et al
(2005), efek diberikan
Neuromusculer Electrical Stimulation
(NMES) lima kali perminggu (20-40 menit per sesi) selama delapan minggu dengan frekuensi 70 Hz , durasi 200 µsec dapat meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot
Diberikannya Neuromusculer Electrical Stimulation (NMES) pada penelitian pengaruh Neuromu
sculer Electrical Stimulation
(NMES) terhadap peningkatan kekuatan otot
fleksi elbow
yang diberikan tiga kali dalam seminggu selama empat minggu menggunakan
Rusian current
dengan frekuensi 90 bps dan
duty cycle
15:45 dengan pemasangan pada grup otot telah mengakibatkan peningkatan kekuatan otot dengan cepat (Helcomb, 2006). Penelitian lain menunjukkan bahwa program
Electromyostimulation (EMS) pada
exstensor knee
secara signifikan meningkatkan kekuatan isokinetic dan
Perfomance
skating pada kelompok pemain hoki es selama tiga minggu dengan tiga kali per minggu selama 12 menit per sesi, dengan 4-s durasi dan frekuensi 85 Hz dipasang secara grup otot (Babault
et al
, 2004). Sedangkan penelitian Bergquist
et al
(2010),
Neuromuskuler Electrical Stimulation
dengan durasi 100 dan intensitas 20 Hz selama 10 menit, tiga kali dalam seminggu selama empat minggu diaplikasikan di
nerve trunk
terbukti dapat meningkatkan kekuatan ototi triseps
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemberian Neuromuskular elektrical stimulasi (NMES) mendampingi latihan rutin pada atlet pencak silat dengan metode grup otot maupun dengan metode nerve trunk terbukti secara bermakna mampu meningkatkan kinerja atlet.
2. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna diantara dua model pemberian NMES dengan metode grup otot maupun nerve trunk.
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini tidak mungkin dapat terlaksana dengan baik tanpa peran serta beberapa pihak, sehingga pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1) Kementrian pemuda dan olahraga Republik Indonesia c.q Asisten Deputi Penerapan Iptek Keolahragaan; 2) Pimpinan, pelatih dan atlet PPLP,PPLM, dan PELATDA pencak silat Propinsi Jawa Tengah.
DAFTAR PUSTAKA
Adel dan Luykx. 1990. Low and Medium Frequency Electrotherapy. American Physical Therapy Association.
Appleton, Brad. 2008. Physiology of Stretching. Article Exercise.
Babault, N., et al. Effect of electromiostimulation training on muscle strength and power of elite rugby players. J Strength Cond Res 21: 431-437, 2007.
110:627-637.2010.
Brocherie, F., et al. Electrostimulation training effects on the physical performance of ice hockey players. Med Sci Sports Exerc 37: 455-460.2005.
Coughan, S et al.2008. Electrical Muscle stimulation for deep stabilizing muscle in abdominal wall. 30th Annual International IEEE EMBS conference, Vancouver, British Columbia, Canada,
Agust 20-24 .
Currier, D.P. 1998. Clinical Electrotherapy: Neuromusular Stimulation for Improving Muscular
Strength and Blood Flow, and Influencing Changes .
USA. Prantice Hall.
Gregory, C.M. & Bickel, C.S. Recruitment patterns in human skeletal muscle during electrical stimulation. Physical Therapy: 2005; 85: 4; Pro Quest Research Library.
Herrero, J.A., et al. Electromyostimulation and plyometric training effect on jumping and sprint time. Int J Sports Med.2005.
Horstman, A.M. 2008. Instrinsic muscle strength and voluntary activasion of both lower limb and functional perfomance after stroke. Clin physiol funct imaging.
Holcomb, W. Is neuromuscular electrical stimulation an effective alternative to resistance training? Strength Cond J.27: 76-79.2005.
Holcomb, W. Effect old training with neuromuscular electrical Stimulation on Elbow Flexion Strength. Journal of Sports Science and Medicine 5: 276-281. 2006.
voluntary and electrically elicited contractions . The American Physiological Society.
kots. 1998. Clinical Electrotherapy. Effect of NMES on muscle strength . USA. Prentice Hall.
Lake, DA. Neuromuscular electrical stimulation, An overview and its application in the treatment of sport injuries. Sports Med 13: 320-336. 1992.
Laura, 2008. The effects of Neuromuscular electrical Stimulation for dysphagia in Opercular
Syndrome: A Case Study . Departemen of Neurology, University Hospital
Maastricht, Maastricht, The Netherlands. Diakses dari h
ttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2440926/
Mackler, L.S., et al. Strength of the Quadriceps Femoris Muscle and Functional Recovery after Recontruction of the Anterior Cruciate Ligament. The Journal of Bone and Joint Surgery.77: 8: 1166-1172.1995.
Maffiuletti, et al. The effects of electrostimulation training and basketball practice on muscle strength and jump ability. Int J Sports Med 21: 437-443, 2000.
____________. Physiological and Methodological conciderations for the use of neuromuscular electrical stimulations. Eur J Appl Physiol.110: 223-234. 2010.
____________. The use of electromyostimulation exercise in competitive sport. Int J Sports
Physical perform
Parjoto, Slamet. 2006. Terapi Listrik Untuk Modulasi Nyeri. IFI. Semarang.
Parker, M.G., Keller, L., Evenson, J. 2005. Torque Responses in Human Quadriceps to Burst-Modulated Alterning Current at 3 Carrier Frequencies.
Journal of Orthopaedic and Sport Physical Therapy
.
Piva, S.R, et al. Neuromuscular Electrical Stimulation and Volational exercise for individual with Rhematatoid Arthritis: A Multiple-Patient Case Report. Physical Therapy 87: 8:
1064-1077.2007.
Riann, M. 2010. A Clinical Trial of Neuromuscular Electrical Stimulation in Improving
Quadriceps Muscle Strength and Activation Among Women With Mild and Moderate Osteoarthritis.
Romero et al. The Effect of Elektrical Stimulation of Normal Quadriceps on Strength and Girth.
Med Sci Sports Exerc
.
14(3):194-7. 1982.
Seyri, K.M. & Maffiuletti, N.2011. Effect of electromyostimulation training on muscle strength and sports performance. Strength and Conditioning Journal: Feb 2011;33,1;ProQuest Research Library pg.70.