• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pupuk Daun Dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai Pada Budi Daya Jenuh Air Di Lahan Pasang Surut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pupuk Daun Dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai Pada Budi Daya Jenuh Air Di Lahan Pasang Surut"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PUPUK DAUN DAN JARAK TANAM TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI PADA BUDI DAYA

JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT

BAGUS ABI MANYU

A24110136

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pupuk Daun dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai pada Budi Daya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

(3)

ABSTRAK

BAGUS ABI MANYU. Pengaruh Pupuk Daun dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai pada Budi Daya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut. Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI

Produksi kedelai nasional pada tahun 2014 adalah 0,921 juta ton, sementara kebutuhan kedelai Indonesia sekitar 2,4 juta ton per tahun. Sekitar 60% kebutuhan kedelai nasional dipenuhi dengan impor. Lahan pasang surut cocok untuk kedelai menggunakan teknologi budi daya jenuh air karena dapat menekan kadar pirit dalam tanah dan membuat kondisi tanah lebih reduktif. Percobaan ini bertujuan mencari jenis pupuk daun, jarak tanam, atau kombinasi keduanya untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai. Percobaan dilaksanakan di Desa Muliasari, Banyuasin, Sumatera Selatan pada April hingga Agustus 2015 dengan lahan pasang surut tipe B. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dua faktor dengan tiga ulangan. Perlakuan memberi pengaruh nyata pada tinggi tanaman 2 dan 6 MST, jumlah daun 6 dan 10 MST, jumlah cabang 6 MST, bobot kering batang 4 MST, bobot 100 biji , dan jumlah polong isi. Produktivitas tertinggi yaitu 3,51 ton ha-1 pengaruh perlakuan jarak tanam 20cm x 25 cm (J1).

Kata kunci : varietas anjasmoro, aplikasi penyemprotan, pirit, oksidasi

ABSTRACT

BAGUS ABI MANYU. The Effect of Foliar Fertilizer and Planting Distance on The Growth and Production of Soybean on The Saturated Soil Culture in Tidal Swamp. Supervised by MUNIF GHULAMAHDI

Soybeans production in 2014 was 0,921 million tons, while soybean consumption around 2,4 million tons year-1. Around 60% the need of national soybeans is filled by import. Tidal swamp is suitable for soybeans with saturated soil culture technology because it can suppress levels of pyrite in the soil and make the soil more reductive. The experiment aims to find the type of foliar fertilizer, planting distance, or a combination of both to increase the growth and production of soybean. The experiment was conducted in Muliasari Village, Banyuasin, South Sumatra in April to August 2015 with the type B tidal swamp. The experiment arrange in randomized complete block design, two factors with three replications. Foliar fertilizer applied to crops at the age of 3, 4, 5, and 6 weeks after planting. The treatment had a significant effect on plant height at 2 and 6 weeks after planting, total leaf at 6 and 10 weeks after planting, total branches at 6 weeks after planting, the dry weight of the stem at 4 weeks after planting, 100 seeds weight, and number of filled pods. The highest productivity is 3,51 ton ha-1on the planting distance 25 cm x 20 cm (J1).

(4)

PENGARUH PUPUK DAUN DAN JARAK TANAM

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI

PADA BUDI DAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT

BAGUS ABI MANYU

A24110136

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)
(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi kemudahan dan kelancaran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pupuk Daun dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai pada Budi Daya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut” ini dilaksanakan sejak bulan April hingga Agustus 2015 di Desa Muliasari, Kec. Tanjung Lago, Kab. Banyuasin, Sumatera Selatan.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada

1. Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mendampingi, memberikan pengarahan, bimbingan, dan saran selama proses penyelesaian skripsi sehingga penulis terus mempunyai semangat dan motivasi tinggi.

2. Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi, pengarahan, bimbingan, dan saran selama proses akademik berlangsung.

3. Dr. Ir. Ni Made Armini sebagai moderator seminar dan Ir. Winarso Drajad Widodo, M.S., Ph.D serta Dr. Ir. Eko Sulistyono, M.Si sebagai dosen penguji skripsi.

4. Bapak Imam A, Ibu Ratih, dan adik Arshya Duta Ramdani yang selalu memberi motivasi, semangat, dan doa selama penulis menyelesaikan penelitian dan skripsi.

5. Pak Wakidi, Bu Yati, Pak Bandi, Mas Karman, dan penduduk Desa Muliasari serta penduduk Desa Banyuasin yang sudah membantu selama penelitian berlangsung.

6. Teman-teman AGH 48, Lily R Mursari, Usamah, Budi, Anggi, dan kawan-kawan Kingdom of Berlin yang selalu membantu, memberi semangat, dan memotivasi selama proses tugas akhir ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2016

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN ii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Kedelai 2

Pupuk Daun 3

Budi Daya Jenuh Air 4

Jarak Tanam 4

METODE 5

Tempat dan Waktu Penelitian 5

Bahan dan Alat 5

Prosedur Percobaan 5

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kondisi Umum 7

Pertumbuhan Kedelai 8

Komponen Hasil dan Hasil Kedelai 15

Indeks Pertanaman dan Analisis Usaha Tani 16

KESIMPULAN DAN SARAN 17

Kesimpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 20

(8)

DAFTAR TABEL

1. Rekapitulasi sidik ragam fase vegetatif 9

2. Rekapitulasi sidik ragam fase generatif 10

3. Tinggi tanaman contoh pengaruh perlakuan pupuk 11

4. Tinggi tanaman contoh pengaruh perlakuan jarak tanam 11 5. Tinggi tanaman contoh umur 2 MST pengaruh interaksi perlakuan pupuk

daun dan jarak tanam 11

6. Jumlah daun tanaman contoh pengaruh perlakuan pupuk daun 12 7. Jumlah daun tanaman contoh pengaruh perlakuan jarak tanam 12 8. Jumlah cabang tanaman contoh pengaruh perlakuan pupuk daun 13 9. Jumlah cabang tanaman contoh pengaruh perlakuan jarak tanam 13 10. Bobot kering tanaman umur 4 MST pengaruh perlakuan pupuk daun 14 11. Bobot kering tanaman umur 4 MST pengaruh perlakuan jarak tanam 14 12. Bobot kering tanaman umur 8 MST pengaruh perlakuan pupuk daun 14 13. Bobot kering tanaman umur 8 MST pengaruh perlakuan jarak tanam 14 14. Luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh pupuk daun 15 15. Luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh jarak tanam 15 16. Indeks luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh pupuk daun 15 17. Indeks luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh jarak tanam 15 18. Komponen hasil dan hasil kedelai pengaruh pupuk daun 16 19. Komponen hasil dan hasil kedelai pengaruh jarak tanam 16

DAFTAR GAMBAR

1. Gejala daun menguning umur 2 MST 8

2. Tahap Aklimatisasi umur 5 MST 8

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data BMKG bulan April hingga Oktober 2015 20

2. Deskripsi varietas Anjasmoro 21

3. Denah petak percobaan 22

4. Teknik pengambilan petak ubinan 23

5. Data analisis tanah 24

6. Dokumentasi penelitian 24

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menurut Badan Pusat Statistik (2014), produksi kedelai pada tahun 2014 adalah 0,921 juta ton, sementara kebutuhan kedelai Indonesia sekitar 2,4 juta ton per tahun. Pemerintah melakukan impor kedelai sekitar 60% kebutuhan nasional dari negara penghasil kedelai seperti Amerika Serikat, Argentina, Kanada, dan Thailand.

Lahan rawa pasang surut dapat dimanfaatkan sebagai alternatif untuk meningkatkan produksi kedelai. Sekitar 9,53 juta ha lahan rawa pasang surut cocok untuk usaha pertanian dan 2 juta diantaranya cocok untuk kedelai. Tingginya kadar pirit, Al, Fe, dan Mn pada lahan rawa pasang surut dapat menurunkan produksi kedelai. Keadaan ini dapat diatasi dengan teknologi budi daya jenuh air karena dapat menekan kadar pirit dalam tanah dan membuat kondisi tanah lebih reduktif. Budi daya jenuh air dilakukan dengan mempertahankan muka air tanah sehingga lapisan di bawah tanah selalu jenuh air. Muka air tanah yang menghasilkan produksi tertinggi adalah 20 cm dari bawah permukaan tanah (Ghulamahdi, 2011).

Menurut Ramli (1994), beberapa kendala dalam peningkatan produksi kedelai antara lain mutu benih yang rendah, teknik budi daya yang belum sesuai dengan ekosistem, lingkungan fisik yang kurang mendukung, dan gangguan fisiologi maupun biologi. Pemupukan dapat meningkatkan produksi kedelai dibandingkan tanpa pemupukan. Teknik budi daya yang sesuai untuk kedelai menurut Ghulamahdi (1999) adalah budi daya jenuh air. Budi daya jenuh air meningkatkan kandungan ACC akar, etilen, glukosa akar, bobot kering bintil, serapan hara N, polong isi, dan produktivitas.

Pemupukan urea melalui daun dengan konsentrasi 20 g/l air dapat memperbaiki pertumbuhan, meningkatkan hasil, dan meningkatkan komponen hasil kedelai. Pemupukan lewat daun dapat meningkatkan hasil kedelai sebesar 19,67%. Interaksi antara sistem budi daya dan pemupukan N daun tidak mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kedelai (Ghulamahdi et al., 2007).

Menurut Naibaho (2006), pemupukan N dengan urea melalui tanah pada budidaya jenuh air yang reduktif tidak efektif karena banyak NH2 yang bersifat

racun bagi tanaman. Pemupukan N ke daun dapat membantu tanaman yang kekurangan nitrogen karena terjadi gangguan pada akar. Gangguan pada akar terjadi karena daerah perakaran terlalu basah akibat budi daya jenuh air. Interaksi antara pupuk N dengan urea melalui daun dengan jarak tanam tidak memberi pengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif maupun generatif.

(10)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk daun dan jarak tanam pada pertumbuhan dan produksi kedelai.

Hipotesis

1. Terdapat pupuk daun yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai.

2. Ada jarak tanam yang meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai optimal.

3. Terdapat interaksi terbaik antara pupuk daun dan jarak tanam yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai.

TINJAUAN PUSTAKA

Kedelai

Kedelai (Glycine max (L.) Merr) mulai dibudidayakan sejak tahun 2500 SM di dataran Cina dan berasal dari Jepang, Asia Timur (Suprapto, 2002). Kedelai termasuk dalam famili Leguminosae. Kedelai memiliki percabangan sedikit, perakaran tunggang, dan batang yang berkambium. Tanaman ini akan tumbuh setengah merambat apabila kekurangan cahaya (Adisarwanto, 2008). Kedelai memiliki sistem perakaran tunggang dan akar sekunder (serabut). Akar tunggang biasanya hanya bisa tumbuh sampai kedalaman 30-50 cm namun pada lahan optimal dapat mencapai 2 m ke dalam tanah. Akar tunggang berasal dari akal radikal yang sudah tumbuh sejak fase perkecambahan. Akar serabut dapat tumbuh pada kedalaman 20-30 cm. Kedelai dapat membentuk akar adventif apabila terjadi kekeringan dan salinitas tinggi. Perkembangan akar kedelai dipengaruhi faktor penyiapan lahan, tekstur tanah, kondisi fisik, biologi, dan kimia tanah (Adisarwanto, 2006).

Hampir seluruh daun kedelai menjari tiga (trifoleat). Bentuk daun tanaman kedelai bervariasi, yakni antara oval dan lanceolate, tetapi sering disebut dengan berdaun lebar (broad leaf) dan berdaun sempit (narrow leaf). Kedelai berdaun sempit lebih banyak ditanam oleh petani dibandingkan tanaman kedelai berdaun lebar, meski dari aspek penyerapan sinar matahari, tanaman kedelai berdaun lebar menyerap sinar matahari lebih banyak dari pada yang berdaun sempit. Keunggulan tanaman kedelai berdaun sempit adalah sinar matahari akan lebih mudah menerobos di antara kanopi daun sehingga memacu pembentukan bunga (Adisarwanto, 2008).

(11)

sebelum tanaman tunbuh secara utuh. Buku pada batang kedelai yang menghasilkan buah disebut buku subur. Jumlah buku batang dipengaruhi faktor tipe tumbuh batang dan periode penyinaran. Jumlah buku batang indeterminate lebih banyak daripada buku batang determinate (Adisarwanto, 2008).

Pupuk Daun

Pupuk daun merupakan bahan-bahan atau unsur yang diberikan melalui daun dengan cara penyemprotan atau penyiraman. Manfaat dari pupuk daun dapat langsung diserap oleh tanaman dengan cepat untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk yang digunakan harus dapat larut dalam air agar dengan mudah diserap melalui daun atau batang tanaman (Sutedjo, 1994). Pemberian pupuk lewat daun (foliar application) segera diserap oleh tanaman dan tanggapan tanaman akan terlihat dalam dua hari, tetapi karena efek residu kurang maka pemberian harus lebih sering dilakukan daripada pemupukan konvensional lewat tanah (Harjadi, 1996).

Beberapa keuntungan pemupukan lewat daun dapat mengatasi kekurangan unsur hara secara langsung dan memberi pengaruh yang cepat (Lingga dan Marsono, 2003). Pupuk daun grow more yang mengandung unsur makro dan mikro berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi, diameter, jumlah cabang primer, berat 100 biji, dan produksi biji kering per tanaman contoh (Zemriyetti dan Rambe, 2006).

Tahap aklimatisasi tanaman kedelai terhadap jenuh air berlangsung selama 2 minggu atau antara 2-4 minggu setelah pelaksanaan irigasi dimulai. Pada tahap aklimatisasi terjadi alokasi hasil fotosintesis ke bagian bawah tanaman untuk pertumbuhan akar dan bintil akar. Tahap aklimatisasi ini diduga dapat dipercepat dengan adanya pemberian pupuk N lewat daun. Pemberian pupuk N dengan

Peningkatan hara mikro dalam produk tanaman semakin dirasa penting. Kekurangan unsur hara mikro akan mempengaruhi beberapa kerja enzim dan mengakibatkan metabolisme akan terganggu. Zn merupakan unsur mikro yang paling mobil dibandingkan dengan unsur mikro lainnya dan mobilisasinya berkaitan erat dengan penuaan daun serta pembentukan biji. Zn diserap tanaman dalam bentuk ion Zn2+. Pada tanaman kekurangan Zn dapat mengurangi hasil, karena Zn sangat penting dalam pengisian biji terutama untuk tanaman serealia. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ketersediaan Zn adalah kemasaman tanah, interaksi dengan hara lainnya, bahan organik tanah, penggenangan, kondisi iklim, aktivitas biologi, jerapan Zn, dan faktor tanaman (Ratmini, 2014).

(12)

penyusun berbagai enzim, meliputi asam askorik, oksidase, fenolase, lakase dan lain-lain. Cu juga mirip bagian dari sitokrom oksidase. Di samping itu Cu berfungsi sebagai kofaktor dari berbagai enzim, tetapi tidak mempunyai kekhususan yang tinggi. Kekurangan Cu menganggu sintesis protein dan menyebabkan senyawa nitrogen larut meningkat (Rokhmah, 2008). Logam berat seng (Zn) dan tembaga (Cu) termasuk hara esensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah cukup, apabila berlebih dapat meracuni tanaman (Parmiko et al., 2014).

Budi Daya Jenuh Air

Budi daya jenuh air merupakan penanaman dengan memberikan irigasi terus-menerus dan membuat kedalaman muka air tetap, sehingga lapisan di bawah permukaan tanah jenuh air. Kedalaman muka air tetap akan menghilangkan pengaruh negatif dari kelebihan air pada pertumbuhan tanaman, karena kedelai akan beraklimatisasi dan selanjutnya tanaman memperbaiki pertumbuhannya (Ghulamahdi, 2011).

BJA membuat perakaran tumbuh terus menerus terutama pada bagian 5 cm di bawah permukaan tanah. Hormon etilen yang berasal dari prekursor ACC meningkat karena kondisi tanah dalam keadaan anaerob. Etilen ini merangsang terbentuknya jaringan aerenkhima dan perakaran baru sebagai adaptasi tanaman (Ghulamahdi, 1999). BJA memiliki kelemahan yaitu menyebabkan tanaman kekurangan N pada daun karena adanya gangguan serapan dan fiksasi N. Hal ini dapat meningkatkan jumlah bintil dan panjang akar serta menjamin hasil yang tinggi (Naibaho, 2006). Kelemahan BJA yang lain yaitu akar dan bintil akar di bawah permukaan air mati sehingga penyerapan nitrogen berkurang dan tanaman mengalami khlorosis terutama setelah minggu kedua hingga minggu keempat setelah jenuh air. Pemupukan N melalui tanah diduga kurang efektif dan perlu diimbangi pemupukan N melalui daun (Yustisia, 2002).

Produktivitas pada budi daya jenuh air untuk kedelai lebih tinggi dibandingkan budi daya kering. Lahan pasang surut dengan tinggi muka air di parit sekitar 15 cm di bawah permukaan tanah merupakan tinggi muka air yang mudah diterapkan petani dan memberikan hasil kedelai terbaik. Pada tanaman kedelai, interaksi antara budi daya jenuh air (BJA) dan budi daya kering (BK) mempengaruhi jumlah polong isi, bobot 100 biji, dan bobot kering biji per petak (Ghulamahdi et al., 2009).

Jarak Tanam

(13)

mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman. Oleh karena itu kerapatan yang optimum beragam pada setiap jenis kedelai (Marliah et al., 2012).

Jarak tanam mempengaruhi kompetisi tanaman dalam mendapatkan sinar matahari. Tanaman akan tumbuh semakin tinggi dengan tujuan agar mendapatkan intensitas cahaya yang lebih banyak sehingga dapat menghambat perkembangan tanaman. Menurut Naibaho (2006), jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, jumlah cabang, bobot tajuk, dan jumlah polong. Hal ini disebabkan karena terjadi persaingan yang intensif antar tanaman.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Percobaan dilaksanakan di Desa Mulyasari Jembatan 3, Kec Tanjung Lago, Kab Banyuasin, Sumatera Selatan. Daerah ini berada pada ketinggian 4 m di atas permukaan laut (dpl). Percobaan ini dilaksanakan pada April - Agustus 2015. Curah hujan rata-rata pada bulan April hingga Agustus sebesar 136,8 mm. Pada saat penanaman bulan Mei curah hujan tinggi yaitu 177,9 mm, sedangkan pada saat pengisian polong yaitu pada bulan Juli curah hujan rendah sebesar 21,4 mm (Lampiran 1). Tipe lahan pasang surut yang digunakan adalah tipe B.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih kedelai varietas Anjasmoro (Lampiran 2), pupuk urea dengan dosis 10 g/l air, CuSO4 0,5 g/l air, ZnSO4 0,5 g/l air,

MgSO47H2O 0,5 g/l air dan Rhizobium 5 g/kg benih. Pupuk SP-36 200 kg/ha, KCl

100 kg/ha dan dolomit (CaMg(CO3)2) 2 ton/ha. Alat yang digunakan antara lain

timbangan, pompa air, tugal, knapsack sprayer, serta alat pertanian umum.

Prosedur Percobaan

Sebelum persiapan lahan, dilakukan pengambilan sampel tanah untuk mengetahui sifat fisik dan kimia tanah. Persiapan lahan dilakukan dengan cara membuat bedengan ukuran 4 m x 3 m sebanyak 30 petak. Setiap petakan panjang dikelilingi saluran air yang berukuran lebar 30 cm dan kedalaman 25 cm. Air irigasi diberikan mulai saat tanam hingga panen dengan menahan muka air tanah setinggi 20 cm dari permukaan tanah. Pada awal persiapan dilakukan penyemprotan herbisida sistemik dengan volume semprot 400 l/ha. Setelah dua minggu, dilanjutkan penyemprotan herbisida kontak dengan volume semprot 400 l/ha. Satu minggu selanjutnya baru dilakukan penanaman.

(14)

dangkal dengan kedalaman 1 – 2 cm dimana setiap lubang diisi dengan dua biji benih kedelai. Jarak tanam yg digunakan merupakan perlakuan penelitian yaitu 25 cm x 20 cm dan 40 cm x 12,5 cm. Pupuk daun diberikan saat umur 3, 4, 5, dan 6 minggu setelah tanam (MST) dengan volume semprot 400 L ha-1. Konsentrasi pupuk daun N sebesar 10 g/l air, CuSO4 0,5 g/l air, ZnSO4 0,5g/l air, dan

MgSO47H2O 0,5 g/l air. Penyulaman dilakukan pada saat satu minggu setelah

tanam. Pemeliharaan meliputi menjaga ketinggian muka air tanah, pengendalian gulma dengan cara penyemprotan herbisida kontak, hama dan penyakit yang dapat menggangu pertumbuhan tanaman. Kriteria tanaman yang telah siap panen adalah 90% dari populasi tanaman sudah luruh daunnya. Warna polong kedelai sudah kuning kecoklatan serta sudah berkembang penuh. Pengamatan yang dilakukan meliputi:

1. Tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang setiap 2 minggu mulai dari 2 MST (minggu setelah tanam) hingga 10 MST. Tanaman contoh diambil 5 tanaman dari setiap petak percobaan yang kondisinya mewakili dari kondisi dalam masing-masing petak percobaan. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang hingga titik tumbuh. Daun yang dihitung yaitu daun trifoleat. Cabang yang dihitung yaitu cabang yang menempel pada batang utama.

2. Bobot kering bintil akar, akar, batang, dan daun pada 4 dan 8 MST. Brangkasan dikeringkan dalam oven dengan suhu 800C selama 72 jam.

3. Luas daun dan indeks luas daun tanaman pada 4 dan 8 MST. Metode yang digunakan yaitu metode gravimetrik. Metode ini menggunakan timbangan analitik, dengan cara daun digambar di atas kertas menggunakan kertas hvs sehingga berbentuk pola daun yang akan menjadi replika dari daun, replika daun tersebut kemudian digunting sesuai dengan pola daun dan ditimbang. Bobot daun replika akan dibandingkan dengan bobot kertas hvs 70 gsm (gram per square meter).

6. Jumlah polong hampa tanaman contoh. Polong hampa merupakan polong yang tidak berisi biji atau tidak terjadi pengisian polong sasma sekali.

7. Bobot biji kering panen per ubinan dengan luas ubinan 2 m x 2 m. Pengamatan ini dilakukan untuk mendapatkan angka produktivitas kedelai per ha.

8. Bobot 100 butir per ubinan. 9. Bobot biji per tanaman contoh. * pengamatan 5-7 dilakukan pada saat panen

Analisis Data

(15)

nyata dilakukan uji lanjut menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Faktor jenis pupuk ada 5 taraf yaitu:

1. P1 (Tanpa pupuk)

Model linear aditif RAK sebagai berikut:

Yijk = μ + αi + j + (α )ij + k + εijk

αi = pengaruh aditif dari perlakuan pupuk daun ke-i j = pengaruh aditif dari kelompok jarak tanam ke-j

(α )ij= pengaruh interaksi pupuk daun dan jarak tanam k = pengaruh aditif dari ulangan ke-k

εijk = pengaruh acak galat percobaan dari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Lahan pasang surut yang digunakan merupakan tipe B. Wilayah Banyuasin merupakan lahan yang terpengaruh pasang surut air laut sehingga sebagian besar lahan yang dimanfaatkan pertanian pangan lahan basah, khususnya persawahan pasang surut (Aminah dan Yahya, 2014).

Curah hujan di daerah penelitian pada bulan April hingga Juni berkisar 100-200 mm bulan-1 namun menurun pada bulan Juli dan Agustus berkisar 20-30 mm bulan-1 (Lampiran 1). Curah hujan ini sesuai dengan syarat tumbuh kedelai. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah dengan curah hujan 100-400 mm bulan-1. Sedangkan untuk tumbuh optimal tanaman kedelai membutuhkan 100-200 mm bulan-1. Suhu bulanan berkisar 27-28 0C sesuai dengan suhu optimum tanaman kedelai yaitu 23-270C (Ristek, 2000).

(16)

Sebelum pengolahan lahan diambil sampel tanah dengan hasil pH 4.8 (sangat masam), N total 0,4% (sedang), Cu 0,82 ppm (sangat rendah), Zn 4,82 ppm (sangat rendah), Mg 3,6 me 100 g-1 (tinggi) dan Fe 69,85 (sangat tinggi) (Lampiran 5). Menurut Parmiko et al. (2014), kandungan Cu dalam tanah berada pada kondisi sedang yaitu 25-75 ppm dan kandungan Zn dalam kondisi sedang yaitu 50-250 ppm (Lampiran 5). Pemberian kapur dan pupuk dapat meningkatkan pH dan hara tanah, sementara teknik budi daya jenuh air menyebabkan pirit dalam keadaan reduktif sehingga oksidasi pirit menjadi Fe dapat ditekan dan tidak meracuni tanaman (Sagala, 2010).

Saat memasuki umur 3 MST, mulai terlihat gejala daun menguning (Gambar 1). Hal ini terjadi karena pada 2-4 MST tanaman mengalami aklimatisasi. Pada awal aklimatisasi, akar dan bintil akar putus dan mati. Kandungan N dalam jaringan tanaman dan N dalam daun menurun sehingga terjadi gejala klorosis . Oleh karena itu pada 3-6 MST tanaman disemprot dengan pupuk daun dan pada 5 MST (Gambar 2) daun kembali hijau (Lidhyapisci, 2010).

Gambar 1. Gejala daun menguning umur 2 MST

Gambar 2. Tahap Aklimatisasi umur 5 MST

Pertumbuhan Kedelai

(17)

akar, akar, batang, dan bobot daun. Data luas daun didapat dengan metode gravimetrik dan diambil pada umur 4 dan 8 MST.

Tabel 1. Rekapitulasi sidik ragam fase vegetatif

Pengamatan Pupuk (P) Jarak tanam (J) Interaksi KK (%)

Tinggi tanaman

2 MST tn tn * 4,50

4 MST tn tn tn 5,70

6 MST * tn tn 8,14

8 MST tn tn tn 8,08

10 MST tn tn tn 7,81

Jumlah daun

2 MST tn tn tn 20,10

4 MST tn tn tn 9,60

6 MST * * tn 11,49

8 MST tn tn tn 12,01

10 MST tn * tn 11,16

Jumlah cabang

6 MST * tn tn 11,47

8 MST tn tn tn 13,47

10 MST tn tn tn 13,63

Luas daun 4 MST tn tn tn 32,34

Luas daun 8 MST tn tn tn 31,05

Indeks luas daun 4 MST tn tn tn 32,46

Indeks luas daun 8 MST tn tn tn 31,06

Bintil akar 4 MST tn tn tn 39,1

Bintil akar 8 MST tn tn tn 22,37

Akar 4 MST tn tn tn 32,2

Akar 8 MST tn tn tn 9,8

Batang 4 MST tn * tn 21,8

Batang 8 MST tn tn tn 22,3

Daun 4 MST tn tn tn 30,3

Daun 8 MST tn tn tn 6,99

(18)

Tabel 2. Rekapitulasi sidik ragam fase generatif

Pengamatan Pupuk

daun (P)

Jarak

Tanam (J) Interaksi KK (%)

Produktivitas tn * tn 19,41

Jumlah cabang panen tn tn tn 16,24

Jumlah polong isi tn tn tn 17,8

Jumlah polong hampa tn tn tn 12,31

Bobot biji tan. contoh tn tn tn 18,81

Bobot 100 biji tn tn tn 4,41

Bobot petak ubinan tn * tn 19,44

Keterangan: KK= koefisien keragaman , * = nyata, tn= tidak nyata, * dan ** berdasarkan hasil uji f pada taraf 5%

Perlakuan tunggal pupuk daun menunjukkan hasil berbeda nyata pada 6 MST (Tabel 3). N+Cu+Zn+Mg memberikan hasil tertinggi terhadap tinggi tanaman contoh. N dan N+Cu tidak berbeda nyata namun berbeda nyata dengan tanpa pupuk daun dan N+Cu+Zn. Perlakuan N+Cu, N+Cu+Zn, dan N+Cu+Zn+Mg dipengaruhi oleh unsur Cu. Menurut Rokhmah (2008), semakin tinggi Cu yang diberikan ke tanaman semakin menurun tinggi tanaman.

Berdasarkan Tabel 5, pada minggu kedua terdapat pengaruh nyata interaksi perlakuan. Perlakuan paling tinggi yaitu interaksi pupuk daun N+Cu+Zn+Mg dan jarak tanam 40cm x 12,5cm dengan 12,33 cm. Perlakuan dengan tinggi tanaman paling rendah yaitu yaitu pupuk daun N dengan jarak tanam 25cm x 20cm dan pupuk daun N+Cu+Zn dengan jarak tanam 40cm x 12,5cm. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi tanaman dipengaruhi oleh jarak tanam. Jarak tanam yang lebih rapat akan menghasilkan tinggi tanaman yang lebih baik (Marliah et al., 2012). Jarak tanam yang rapat akan meningkatkan persaingan tanaman dalam mendapat radiasi matahari sehingga tanaman harus tumbuh lebih tinggi untuk mendapat radiasi matahari paling banyak.

Menurut Pangli (2014), semakin rapat jarak tanam mengakibatkan tinggi tanaman meningkat. Tanaman berada pada kondisi intensitas cahaya yang suboptimal sehingga tanaman mengalami etiolasi. Tinggi tanaman pada 4 MST tidak berbeda nyata antar perlakuannya.

(19)

Tabel 3. Tinggi tanaman contoh pengaruh perlakuan pupuk

Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5%

Tabel 4. Tinggi tanaman contoh pengaruh perlakuan jarak tanam

Jarak Tanam MST

2 4 6 8 10

(cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

25cm x20cm 11,28 17,64 37,23 40,59 41,35

40cm x12,5cm 11,60 17,68 37,14 40,24 40,96

Tabel 5. Tinggi tanaman contoh umur 2 MST pengaruh interaksi perlakuan pupuk daun dan jarak tanam

Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5%

Perlakuan tidak menunjukkan jumlah daun yang berbeda nyata terhadap jumlah daun pada minggu kedua dan minggu keempat. Peningkatan jumlah daun paling tinggi terjadi pada minggu ke enam (Tabel 6 dan 7). Pada 2 MST terjadi penguningan daun secara merata pada semua tanaman. Menurut Mulatsih et al. (2000), warna daun berangsur pulih hijau kembali pada umur 5 MST. Penyemprotan pupuk daun N memberikan efek positif dengan tumbuhnya pucuk-pucuk baru dan penyebaran akar ke samping pada ketebalan ± 5 cm dari permukaan tanah.

(20)

menyebabkan klorosis di daun tua dan akhirnya gugur sehingga N+Cu+Zn dan N+Cu+Zn+Mg lebih rendah dari N+Cu (Ratmini, 2014).

Perlakuan pupuk daun dan jarak tanam tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah daun pada 8 MST. Jarak tanam memberikan hasil yang berbeda nyata pada jumlah daun 6 dan 10 MST (Tabel 9). 25 cm x 20 cm berbeda nyata lebih tinggi terhadap 40 cm x 12.5 cm. Menurut Naibaho (2006), semakin rapat jarak tanam (25 cm x 20 cm) maka semakin tinggi jumlah daun tanaman tetapi hal tersebut lebih dipengaruhi oleh jumlah cabang yang ada.

Tabel 6. Jumlah daun tanaman contoh pengaruh perlakuan pupuk daun

Pupuk daun MST

2 4 6 8 10

tanpa 1,3 3,9 15,4c 18,3 19,1

N 1,6 4,1 16,6b 20,2 20,8

N+Cu 1,4 4,5 18,6a 19,8 20,9

N+Cu+Zn 1,1 3,9 14,3d 20,2 20,4

N+Cu+Zn+Mg 1,4 3,9 16,6b 19,3 19,3

Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5%

Tabel 7. Jumlah daun tanaman contoh pengaruh perlakuan jarak tanam

Jarak Tanam MST

2 4 6 8 10

25cm x20cm 1,35 4,07 17,05a 20,64 20,53a

40cm x12,5cm 1,39 4,01 15,55b 18,73 19,41b

Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5%

Berdasarkan Tabel 8, perlakuan tunggal pupuk daun menunjukkan hasil berbeda nyata pada jumlah cabang 6 MST. Urutan perlakuan dari paling tinggi yaitu N, N+Cu, N+Cu+Zn+Mg, tanpa pupuk, dan N+Cu+Zn. Semakin besar dosis N yang diberikan akan meningkatkan jumlah cabang kedelai (Naibaho, 2006).

Terjadinya penurunan jumlah cabang pada N+Cu, N+Cu+Zn, N+Cu+Zn+Mg disebabkan oleh unsur Cu. Semakin tinggi taraf dosis Cu maka semakin menurunkan jumlah anakan pada padi sawah (Rokhmah, 2008).

(21)

Tabel 8. Jumlah cabang tanaman contoh pengaruh perlakuan pupuk daun yang nyata pada uji DMRT 5%

Tabel 9. Jumlah cabang tanaman contoh pengaruh perlakuan jarak tanam

Jarak Tanam MST

2 4 6

25cm x20cm 3,2 3,5 4,1

40cm x12,5cm 3,2 3,2 3,9

Bobot kering baik bintil akar, akar, batang, dan daun pada minggu keempat dan minggu kedelapan tidak berbeda nyata kecuali pada bobot kering batang 4 MST. Bobot kering batang 4 MST di pengaruhi nyata oleh jarak tanam yang lebih renggang (25cm x 20cm). J1 (25cm x 20cm) nyata lebih tinggi daripada 40cm x 12,5cm. Angka yang ditunjukkan tidak konsisten seiring komposisi pupuk daun yang diberikan (Tabel 10,11, 12, 13). Bobot kering bintil akar dan akar sangat rendah pada 4 MST karena banyaknya perakaran yang mati akibat budi daya jenuh air (Tabel 10 dan 11). Perbaikan tanaman terjadi pada 5 MST sehingga bobot kering tanaman meliputi bintil akar, akar, batang, dan daun akan terjadi peningkatan secara signifikan (Ghulamahdi et al., 2006).

Banyaknya perakaran yang muncul pada budi daya jenuh air karena adanya hormon etilen yang berasal dari prekursor ACC (1 aminosiklopropana–1-asam karboksilat). Keadaan anaerob akan merangsang pembentukan ACC dan adanya oksigen yang cukup merangsang pembentukan etilen. Hormon etilen tersebut merangsang terbentuknya jaringan aerenkhima dan munculnya akar-akar baru (Ghulamahdi, 2011).

Bobot kering tanaman mencerminkan akumulasi senyawa organik yang telah disintesa dari bahan anorganik oleh tanaman. Unsur hara yang diserap tanaman baik yang digunakan dalam sintesa senyawa maupun dalam bentuk ion akan memberi kontribusi terhadap bobot kering tanaman dan dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Semakin renggang jarak tanam maka semakin banyak energi matahari yang di serap. Semakin rapat jarak tanam maka semakin sedikit radiasi matahari yang sampai pada lapisan daun bawah (Pangli, 2014).

(22)

Tabel 10. Bobot kering tanaman umur 4 MST pengaruh perlakuan pupuk daun

Tabel 11. Bobot kering tanaman umur 4 MST pengaruh perlakuan jarak tanam

Jarak Tanam yang nyata pada uji DMRT 5%

Tabel 12. Bobot kering tanaman umur 8 MST pengaruh perlakuan pupuk daun

Pupuk daun

Tabel 13. Bobot kering tanaman umur 8 MST pengaruh perlakuan jarak tanam

(23)

Tabel 14. Luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh pupuk daun

Pupuk daun Luas Daun per Tanaman (cm

2

Tabel 15. Luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh jarak tanam

Jarak Tanam Luas Daun per Tanaman (cm

2

)

4 MST 8 MST

25cm x20cm 282,67 2.249,90

40cm x12,5cm 242,10 2.180,48

Tabel 16. Indeks luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh pupuk daun

Pupuk daun Luas Daun per Tanaman (cm

2

Tabel 17. Indeks luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh jarak tanam

Jarak Tanam Luas Daun per Tanaman (cm

2

Polong isi tanaman contoh tidak dipengaruhi secara nyata oleh interaksi perlakuan yang diberikan. Namun, faktor tunggal jarak tanam yang memberikan hasil berbeda nyata terhadap bobot petak ubinan dan produktivitas (Tabel 15). Perlakuan 25cm x 20cm berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan 40cm x 12,5cm terhadap bobot petak ubinan dan produktivitas.

(24)

semakin banyak. Perlakuan yang diberikan tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada pengamatan polong hampa.

Perlakuan yang diberikan tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap bobot biji tanaman contoh. Menurut data (Tabel 15), bobot biji per tanaman cenderung lebih tinggi pada jarak tanam yang lebih rapat. Sebaliknya, Marliah et al., (2012), kedelai varietas Anjasmoro menghasilkan bobot biji per tanaman yang lebih tinggi pada jarak tanam 40cm x 40 cm dibandingkan 20cm x 30cm. Hal ini diduga terjadi karena dipengaruhi oleh teknik bubidaya dan juga kualitas benih yang digunakan. Keberhasilan peningkatan produksi tergantung kepada kemampuan penyediaan dan penerapan inovasi teknologi yaitu meliputi varietas unggul baru berdaya hasil dan berkualitas tinggi, penyediaan benih bermutu serta teknologi budi daya yang tepat.

Tabel 18. Komponen hasil dan hasil kedelai pengaruh pupuk daun

Pupuk daun

Tabel 19. Komponen hasil dan hasil kedelai pengaruh jarak tanam

Jarak Tanam yang nyata pada uji DMRT 5%

Indeks Pertanaman dan Analisis Usaha Tani

(25)

pasang surut. Tanpa irigasi, sumber air utama pada lahan pasang surut berasal dari air hujan dan air pasang di saluran. Pemasukan air ke petak lahan dengan memanfaatkan potensi air pasang dapat dilakukan pada lahan tipe A dan B, sedangkan pemasukan air pada lahan tipe C dan D sulit dilakukan karena permukaan lahan relatif lebih tinggi dibandingkan muka air pasang di saluran. Secara teknis, pengendalian muka air tanah juga dapat meningkatkan indeks pertanaman (IP) pada lahan rawa pasang surut. Pada lahan tipe A, usahatani padi dapat dilakukan 2 kali dalam setahun, potensi luapan air pasang cukup mendukung ketersediaan air bagi tanaman pada MT II. Kondisi yang sama juga dapat dilakukan pada lahan tipe B, namun untuk mendukung ketersediaan air pada MT II perlu dilakukan retensi air (Ngudiantoro, 2009).

Petani di lokasi penelitian (lahan tipe B) hanya sekali menanam dalam setahun atau hanya pada MT I (November-Februari) yaitu tanaman padi. Setelah panen padi, kebanyakan petani bekerja serabutan seperti menjadi kuli bangunan, beternak sapi, dan menunggu hingga MT I datang lagi. Kenyataan di lapangan, berdasarkan data curah hujan dan ketersediaan air sangat memungkinkan untuk tanam palawija pada MT II (April-Juli). Kedelai merupakan salah satu pilihan tanaman palawija yang dapat ditanam pada MT II. Namun, waktu tanam harus diperhatikan karena pada bulan September mulai terjadi intrusi air asin. Berdasarkan analisis usaha tani yang menunjukkan b/c ratio mencapai 2,07 (Lampiran 7), petani dapat meningkatkan pendapatan dari bertanam kedelai. Selain meningkatkan pendapatan, bertanam kedelai pada MT II meningkatkan indeks pertanaman dan produksi kedelai nasional.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perlakuan memberi pengaruh nyata pada tinggi tanaman 2 dan 6 MST, jumlah daun 6 dan 10 MST, jumlah cabang 6 MST, dan bobot kering batang 4 MST, sedangkan fase generatif yang dipengaruhi secara nyata yaitu bobot 100 butir, polong isi, bobot petak ubinan dan produktivitas. Secara keseluruhan perlakuan yang diberikan dapat meningkatkan potensi produktivitas kedelai per hektar. Produktivitas tertinggi yaitu 3,51 ton ha-1 pengaruh perlakuan jarak tanam 20cm x 25 cm (J1). Seiring meningkatnya produktivitas tersebut maka diharapkan petani semakin tertarik untuk menanam kedelai. Lahan-lahan pasang surut yang masih belum difungsikan dapat digunakan untuk bertanam kedelai dan mengurangi ketergantungan impor kedelai.

Saran

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto T. 2006. Kedelai : Budi daya dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Bintil Akar. Penebar Swadaya, Jakarta.

Adisarwanto T. 2008. Budi daya Kedelai Tropika. Penebar Swadaya, Jakarta. Aminah S., Rosmiah, dan Yahya M.H. 2014. Efisiensi Pemanfaatan Lahan pada

Tumpangsari Jagung dan Kedelai di Lahan Pasang Surut. Dalam: Prosiding Seminar Lahan Suboptimal 2014; Palembang, 26-27 September 2014. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Angka

Sementara Tahun 2014 dan Angka Ramalan II Tahun 2014. http://www.bps.go.id/. [2 Maret 2015].

Ghulamahdi M. Dan Aziz S.A. 1992. Pengaruh Pupuk N dan Zn Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai pada Budi Daya Jenuh Air. J. Bul. Agron. 21(1):37-45

Ghulamahdi M. 1999. Perubahan Fisiologi Tanaman Kedelai pada Budi Daya Tadah Hujan dan Jenuh Air. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ghulamahdi M. 2011. Best Practice Dalam Budi daya Kedelai di Lahan Pasang

Surut. Dalam: Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) X Tahun 2011. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Ghulamahdi M., Aziz S.A., dan Makarim A.K. 2009. Penerapan Teknologi Budi daya Jenuh Air pada Taaman Padi dan Kedelai Untuk Meningkatkan Indeks Penanaman di Lahan Pasang Surut. Dalam: Prosiding Simposium dan Seminar Bersama PERAGI-PERHORTI-PERIPI-HIGI Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi yang Berkelanjutan. Bogor, Indonesia. Ghulamahdi M., Aziz S.A., Melati M., Dewi N., dan Rais S.A. 2006. Aktivitas

Nitrogenase, Serapan hara dan Pertumbuhan Dua Varietas Kedelai pada Kondisi Jenuh Air dan Kering . J. Bul. Agron. 34(1):32-38.

Ghulamahdi M., Melati M., Rais S.A., dan Aziz S.A. 2007. Pengembangan Budi daya Jenuh Air Tanaman Kedelai dengan Sistem Tumpang Sari pada Kedelai di Lahan Sawah. Makalah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Harjadi S.S. 1996. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Lidhyapisci Y. 2010. Pengaruh Cara Pengomposan dan Dosis Kompos Jerami Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Pada Budi daya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lingga dan Marsono. 2003. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta.

Marliah A., Hidayat T., dan Husna N. 2012. Pengaruh Varietas dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan Kedelai. J. Agrista 16(1).

Mulatsih S., Mugnisjah W., Sopandie D., dan Idris K. 2000. Pengaruh Waktu dan Cara Pemberian N Sebagai Pupuk Tambahan terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai pada Budi daya Basah. J. Bul. Agron. 28(1):9-14.

Naibaho K. 2006. Pengaruh jarak tanam dan pemupukan N lewat daun terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai pada budi daya jenuh air. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(27)

Pangli M. 2014. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai. J. Agropet 11(1).

Parmiko I.P., Siaka I.M., dan Suarya P. 2014. Kandungan Logan Cu dan Zn dalam Tanah dan Pupuk serta Bioavailabilitasnya dalam Tanah Pertanian di Daerah Bedugul. J. Kimia 8(1).

Ramli R. 1994. Sumber Pertumbuhan Produksi Kedelai di Kalimantan Tengah. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Banjar Baru.

Ratmini, S. 2014. Peluang Peningkatan Kadar Seng (Zn) pada Produk Tanaman Serealia. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014; Palembang.

[Ristek] Riset dan Teknologi. 2000. Tentang Budi daya Pertanian Kedelai. http://www.scribd.com/doc. [3 Februari 2016]

Rokhmah F. 2008. Pengaruh Toksisitas Cu Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Serta Upaya Perbaikannya dengan Pupuk Penawar Racun. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rosman R., Soemono S., dan Suhendra. 1996. Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Panili di Pembibitan. J. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

Sagala D. 2010. Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai Pada Berbagai Kedalaman Muka Air di Lahan Rawa Pasang Surut. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suprapto H. 2002. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sutedjo M.M. 1994. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta.

Yustisia. 2002. Pengaruh Sistem Budi daya dan Pemupukan N Melalui Daun Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai dalam Pola Tumpansari. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

(28)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data BMKG bulan April hingga Oktober 2015

Lokasi : Stasiun Klimatologi Kenten , Sumatera Selatan

Lintang : 02° 55' 41" LS

Bujur : 104° 46' 19" BT

Elevasi : 4 m

Bulan 2015

Jumlah Curah Hujan (mm)

Suhu rata-rata

Bulanan (oC)

Suhu rata-rata

Max Bulanan

( ° C)

Suhu rata-rata Min Bulanan

( ° C)

Lama Penyinaran

matahari (%)

April 293.3 27.6 33.2 24.2 61

Mei 177.9 28.3 33.6 25.1 66

Juni 170.2 27.8 33.1 24.7 36

Juli 21.4 28.0 33.5 24.6 77

Agustus 21.2 28.0 33.9 24.3 75

September 5.3 28.2 34.6 24.0 47

Oktober 0.2 28.6 34.4 24.2 13

(29)

Lampiran 2. Deskripsi varietas Anjasmoro

Nama varietas : Anjasmoro

Dilepas Tahun SK Mentan

: :

22 Oktober 2001

537/Kpts/TP.240/10/2001

Nomor galur : Mansuria 395-49-4

Asal : Seleksi massa dari populasi galur murni Mansuria

Daya hasil : 2.03-2.25 ton ha-1

Warna hipokotil : Ungu

Warna epikotil : Ungu

Warna daun : Hijau

Warna bulu : Putih

Warna bunga : Ungu

Warna kulit biji : Kuning

Warna polong masak : Coklat muda

Warna hilum : Kuning kecoklatan

Bentuk daun : Oval

Ukuran daun : Lebar

Tipe tumbuh : Determinit

Umur Berbunga : 35.7-39.4 hari

Umur polong masak : 82.5-92.5 hari

Tinggi tanaman : 64-68 cm

Percabangan : 2.9-5.6 cabang

Jml buku batang utama : 12.9-14.8

Bobot 100 biji : 14.8-15.3 gr

Kandungan protein : 41.8-42.1 %

Kandungan lemak : 17.2-18.6 %

Kerebahan : Tahan rebah

Ketahanan terhadap

penyakit : Moderat terhadap karat daun

Sifat-sifat lain :

Pemulia : Takashi Sanbuchi, Nagaaki Sakiya, Jamaluddin M.,

Susanto, Darman M.A., dan M Muchlis Adie

(30)

Lampiran 3. Denah petak percobaan

J

Keterangan:

P2J2U1 P5J1U2 P2J2U3

P4J1U1 P5J2U2 P5J1U3

P5J1U1 P2J2U2 P1J1U3

P5J2U1 P2J1U2 P3J1U3

P3J2U1 P3J1U2 P5J2U3

P4J1U3 P3J2U2

P1J1U1

P1J2U3 P1J1U2

P4J2U1

P2J1U3 P1J2U2

P3J1U1

P4J2U3 P4J2U2

P2J1U1

P3J2U3 P4J1U2

P1J2U1

= petakpercobaan ukuran 4x3 m

(31)

Lampiran 4. Teknik pengambilan petak ubinan

Keterangan: ukuran petak percobaan 4m x 3m, jarak tanam J1(25cm x 20 cm), petak ubinan 2 m x 2 m dengan 80 lubang tanam

(32)

Lampiran 5. Data analisis tanah

No Komponen analisis tanah Nilai Keterangan

1 Tekstur

Debu 48,6%

Pasir 3,55%

Liat 47,85%

2 pH

H2O 4,8 sangat masam

KCl 4,0 sangat masam

3 C Organik 5,32% tinggi

4 N total 0,4% Sedang

5 P

Bray l 15,7 ppm sedang

HCl 25% 261,8 ppm tinggi

6 Ca 2,25 mol 100 g-1 rendah

7 Mg 3,6 mol 100g-1 tinggi

8 K 0,47 mol 100 g-1 Sedang

9 Na 1,8 mol 100 g-1 sangat tinggi

10 KTK 32,85 mol 100 g-1 tinggi

11 KB 24,7 % rendah

12 Al 8,1 mol 100 g-1 tinggi

13 H 0,28 mol 100 g-1

14 Fe 69,85 ppm sangat tinggi

15 Cu 0,82 ppm sangat rendah

16 Zn 4,82 ppm sangat rendah

17 Mn 25,91 ppm sangat tinggi

Sumber: Laboratorium Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB 2015

Lampiran 6. Dokumentasi penelitian

(33)

Tanaman umur 4 MST

Tanaman umur 6 MST

(34)

Lampiran 7. Analisis usaha tani (jarak tanam 25cm x 20cm)

No Uraian Jumlah Satuan Harga

satuan Jumlah biaya 1 Tenaga kerja

Pembuatan saluran air 1 Paket 500.000 500.000

Penyemprotan herbisida sistemik

3 HOK 60.000 180.000

Penyemprotan herbisida kontak

3 HOK 60.000 180.000

Pemupukan 6 HOK 60.000 360.000

Penanaman 15 HOK 60.000 900.000

Penyulaman 4 HOK 60.000 240.000

Penyiangan gulma 6 HOK 60.000 360.000

Pemanenan 8 HOK 60.000 480.000

Transportasi 1 Paket 150.000 150.000

Pengeringan 4 HOK 60.000 240.000

Perontokan 6 HOK 60.000 360.000

Pompa air dan BBM 4 Paket 100. 000 400.000

Jumlah Rp4.350.000,00

2 Sarana produksi

Benih 50 Kg 15.000 750.000

Pupuk SP-36 200 Kg 4.000 800.000

Pupuk KCl 100 Kg 12.000 1.200.000

Kapur pertanian 2.000 Kg 800 1.600.000

Herbisida 6 Botol 60.000 360.000

Insektisida 4 Botol 130.000 520.000

Fungisida 4 Bungkus 35.000 140.000

Jumlah Rp5.370.000,00

3 Total biaya produksi Rp9.720.000,00

4 Total produksi 3,51* ton 8.500.000 Rp29.835.000,00

5 Harga jual kg 8.500**

6 Pendapatan bersih Rp20.115.000,00

7 Rasio B/C 2.07

*produktivitas pada jarak tanam 25cm x 20cm

(35)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dengan nama lengkap Bagus Abi Manyu dilahirkan di Lampung pada tanggal 2 Agustus 1993. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Imam A dan Ibu Sumarni. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Sugar Group dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Jalur Tertulis dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Selama aktif sebagai mahasiswa.penulis juga aktif diorganisasi kemahasiswaan dan kepanitiaan di IPB. Organisasi yang aktif diikuti oleh penulis adalah Pengurus Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON) pada tahun 2012/2013 dan 2013/2014. Penulis juga aktif mengikuti beberapa kepanitiaan di berbagai acara departemen, fakultas, institut, panitia temu keluarga besar agronomi (TEGAR), panitia masa perkenalan departemen (MPD),panitia Festival Bunga dan Buah Nusantara (FBBN), dan beberapa kepanitiaan lainnya,

Gambar

Gambar 1.  Gejala daun menguning umur 2 MST
Tabel 1.  Rekapitulasi sidik ragam fase vegetatif
Tabel 2.  Rekapitulasi sidik ragam fase generatif
Tabel 3.  Tinggi tanaman contoh pengaruh perlakuan pupuk
+6

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah bintil akar kedelai (bintil) pada perlakuan pupuk fosfat, mulsa jerami padi dan jarak tanam .... Jumlah bintil akar kedelai efektif (bintil) pada perlakuan pupuk fosfat,

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemupukan Kalium terhadap Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai Hitam (Glycine soja)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas kedelai yang tinggi pada lahan pasang surut dapat diperoleh dengan pemberian pupuk NPKS, dolomit dan pupuk kandang dengan

• Adanya teknologi budidaya jenuh air yang telah dicoba pada tanaman kedelai di lahan pasang surut memungkinkan untuk meningkatkan indeks pertanaman pada tipe

Lahan pasang surut tipe luapan C merupakan lahan suboptimal dan sangat berpotensi dalam pengembangan tanaman kedelai, namun lahan pasang surut mempunyai kendala

Pada kebun sawit umur <3 tahun di lahan pasang surut dengan pH tanah <4,8 dan kejenuhan Al >38%, paket teknologi alternatif perbaikan Balitkabi dapat meningkatkan hasil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas kedelai yang tinggi pada lahan pasang surut dapat diperoleh dengan pemberian pupuk NPKS, dolomit dan pupuk kandang dengan

Usahatani padi di lahan sawah pasang surut memerlukan teknik budi daya tersendiri, karena keadaan tanah dan lingkungannya tidak serupa dengan lahan sawah irigasi.. Kesalahan