ANALISIS DETERMINAN KELEMAHAN PENGENDALIAN INTERNAL DI PEMERINTAH DAERAH
(Studi Empiris pada Pemerintah Provinsi di Indonesia tahun 2011- 2015)
DETERMINANT ANALYSIS OF INTERNAL CONTROL WEAKNESSES IN LOCAL GOVERNMENT
(The Empirical Study on The Provincial Government in 2011- 2015)
Disusun Oleh: HALIM SRI SUPROBO
20130420373
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
ii
DETERMINANT ANALYSIS OF INTERNAL CONTROL WEAKNESSES IN LOCAL GOVERNMENT
(The Empirical Study on The Provincial Government in 2011- 2015)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh: HALIM SRI SUPROBO
20130420373
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya,
Nama : Halim Sri Suprobo
Nomor Mahasiswa : 20130420373
Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “ANALISIS DETERMINAN
KELEMAHAN PENGENDALIAN INTERNAL DI PEMERINTAH
DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Provinsi di Indonesia tahun 2011- 2015)” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka.
Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut
dibatalkan.
Yogyakarta, 23 Januari 2017
vi
MOTTO
“Man Jadda Wa Jadda”
(Barang siapa yang bersungguh- sungguh akan mendapatkannya)
When you belive in a thing, believe in it all the way, implicity and unquestionable
(Walt Disney)
Katakanlah yang sebenarnya walaupun pahit
(HR. Ibnu Hibban)
Kesuksesan berbanding lurus pada tindakan yang dilakukan
(Halim Sri Suprobo)
Kecerdasan bukanlah tolak ukur kesuksesan, tetapi dengan menjadi cerdas kita
bisa menggapai kesuksesan
-anonim-
Education is the most powerful weapon which you can use to change the world
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
Kedua orang tuaku tercinta
(Drs. Suwarto & Taslimah, S.Pd.AUD)
x
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, penulis ucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan kemudahan, kesehatan, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ANALISIS DETERMINAN
KELEMAHAN PENGENDALIAN INTERNAL DI PEMERINTAH DAERAH
(Studi Empiris pada Pemerintah Provinsi di Indonesia tahun 2011- 2015)”.
Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar sarjana S1 Fakultas Ekonomi Jurusan
Akuntansi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis mengambil topik ini
dengan harapan dapat memberikan masukan bagi organisasi pemerintah dalam
menjalankan pemerintahan dan memberikan kontribusi ide dan referensi yang
berguna bagi penelitian selanjutnya.
Penulisan dan penyelesaian skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik dan
lancar tanpa adanya motivasi, bimbingan, bantuan, serta doa dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebanyak- banyaknya
kepada:
1. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Dr. Nano Prawoto, M.Si.
2. Kepala Program Studi Akuntansi Dr. Ietje Nazaruddin, Dra., M.Si.
3. Bapak Rizal Yaya, Ph.D., M.Sc., Ak, CA selaku ketua tim penguji dan
sekaligus Dosen Pembimbing yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan, saran, nasihat, teguran, dukungan, motivasi,
berdiskusi dan memberikan pengarahan dalam penulisan hingga penyelesaian
skripsi ini.
4. Bapak Rudy Suryanto, S.E., M.Acc., Akt dan Bapak Sigit Arie Wibowo, S.E.,
xi
5. Seluruh dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah
memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis.
6. Semua karyawan dan staf Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah
memberikan bantuan kepada penulis.
7. Ayahanda Drs. Suwarto dan Ibunda Taslimah, S.Pd.AUD dan Adikku Hany
Setyo Prastowo yang selalu memberikan nasihat, bimbingan, perhatian, cinta
dan kasih sayang, doa yang selalu terucap tiada henti untuk penulis serta
dukungan baik moril maupun materil.
8. Keluarga besar Alm.Simbah Amat Sumitro dan Simbah Ngali yang selalu
mendoakan dan memberikan dukungan untuk keberhasilan dan kesuksesan
penulis.
9. Sahabat- sahabatku SWEETHEART dan Gilang yang selalu memberikan
dukungan, motivasi dan doa yang tidak pernah putus demi kesuksesan penulis,
Adeng, Indica, Rina dan Fika. Terimakasih sudah menemani dan memberikan
keceriaan di hari libur dan hari padat penulis.
10. Kelompok yang dipertemukan di kelas I dengan segala keunikannya yang
menamai diri mereka Geng-Ten yang selalu menemani dan membantu saat
menyusun skripsi, Deni, Daniar, Epik, Pepet, Mbak Ani, Ditha, Mbak Syam,
Amelia dan Azkia.
11. Sahabat dan teman- teman SMA ku yang selama ini mendukungku, Yanuarika
Rizki Answastari, Indah Maya Cornellya, Hesti Setyaningsih dan Annisa Mei
Stiarti.
12. Terimakasih untuk Ayu Dewi Ratnasari yang dengan baik hati selalu
menjawab pertanyaan- pertanyaanku dan berbagi informasi di jam berapapun.
13. Semua anggota KKN 34 Akuntansi- HI yang selalu memberikan semangat dan
dukungan dalam proses penulisan skripsi, Bernanda, Regina, Latif, Nia, Ranita,
Fizka, Fredha, Amel, Danik, Ucup, Ajoe, Finta, Fista dan Alfian.
14. Teman- teman akuntansi 2013 yang tidak bisa penulis sebutkan satu- satu yang
selalu berbagi semua informasi dalam proses penyelesaian skripsi ini.
15. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini yang
xii
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan
masih banyak kekurangan dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan pengalaman
yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk kritik,
saran, masukan yang membangun dari berbagai pihak serta pengembangan
penelitian selanjutnya sangat diperlukan untuk perbaikan karya tulis ini di masa
mendatang.
Yogyakarta, 23 Januari 2017
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Batasan Penelitian ... 7
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 8
E. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
1. Teori Stewardship ... 10
2. Teori Akuntabilitas ... 11
3. Pengendalian Internal ... 13
4. Sumber daya Manusia ... 17
5. E- Governmnet ... 19
B. Hasil Penelitian Terdahulu Dan Penurunan Hipotesis ... 21
1. Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah terhadap Kelemahan Pengendalian Internal Pemerintah Daerah ... 21
xiv
3. Pengaruh Kompleksitas Pemerintah Daerah terhadap Kelemahan
Pengendalian Internal Pemerintah Daerah ... 25
4. Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia terhadap Kelemahan Pengendalian Internal Pemerintah Daerah ... 26
5. Pengaruh Pemanfaatan Teknologi Informasi (e-Government) terhadap Kelemahan Pengendalian Internal Pemerintah Daerah . 28 C. Model Penelitian ... 29
BAB III METODE PENELITIAN... 30
A. Subjek Penelitian ... 30
B. Jenis dan Sumber Data ... 30
C. Teknik Pengambilan Sampel ... 31
D. Teknik Pengumpulan Data ... 32
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 33
1. Variabel Dependen (Y) ... 33
2. Variabel Independen (X) ... 34
F. Uji Kualitas Data ... 37
1. Analisis Statistik Deskriptif ... 37
2. Uji Asumsi Klasik ... 37
G. Pengujian Hipotesis dan Analisis Data ... 40
1. Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 40
2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ... 41
3. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t) ... 41
4. Analisis Regresi Berganda ... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 43
B. Uji Kualitas Data ... 44
1. Analisis Statistik Deskriptif ... 44
2. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 46
C. Hasil Penelitian ... 51
1. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 51
2. Hasil Uji Simultan (Uji Statistik F) ... 52
3. Hasil Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t) ... 53
xv
D. Pembahasan ... 55
1. Pengaruh ukuran pemerintah daerah terhadap kelemahan pengendalian internal pemerintah daerah ... 55
2. Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kelemahan pengendalian internal pemerintah daerah ... 56
3. Pengaruh kompleksitas pemerintah daerah terhadap kelemahan pengendalian internal pemerintah daerah ... 57
4. Pengaruh kualitas sumber daya manusia terhadap kelemahan pengendalian internal pemerintah daerah ... 58
5. Pengaruh pemanfaatan teknologi informasi terhadap kelemahan pengendalian internal pemerintah daerah ... 59
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN ... 61
A. SIMPULAN ... 61
B. IMPLIKASI ... 62
C. KETERBATASAN ... 63
D. SARAN ... 64
DAFTAR PUSTAKA
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria ... 43
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif ... 45
Tabel 4.3 Hasil Uji Kolmogorov Smirnov ... 48
Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi ... 49
Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinearitas ... 50
Tabel 4.6 Hasil Uji Glejser ... 50
Tabel 4.7 Hasil Adjusted R2 ... 51
Tabel 4.8 Hasil Uji Statistik F ... 52
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Jumlah Temuan BPK atas Kasus Kelemahan SPI ... 3
Gambar 1.2 Komposisi Kelemahan SPI atas Pemeriksaan LKPD ... 4
Gambar 3.1 Model Penelitian ... 29
viii
kualitas sumber daya manusia dan pemanfaatan teknologi informasi terhadap kelemahan pengendalian internal pemerintah daerah provinsi di Indonesia. Subjek dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah provinsi di Indonesia. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 83 sampel yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling. Alat analisis yang digunakan adalah SPSS versi 22. Analisis data dilakukan dengan menggunakan model regresi berganda.
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa ukuran pemerintah daerah dan pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh signifikan negatif terhadap kelemahan pengendalian internal. Kompleksitas pemerintah daerah dan kualitas sumber daya manusia berpengaruh signifikan positif terhadap kelemahan pengendalian internal pemerintah daerah. Sedangkan pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap kelemahan pengendalian internal pemerintah daerah.
Kata kunci :
ix
ABSTRACT
This study aims to examine and analyze the influence of the size of local government, economic growth, the complexity of local government, the quality of human resources and the utilization of information technology on internal control weaknesses of provincial government in Indonesia. Subjects in this study is the provincial government in Indonesia. The sample used in this study amounted to 83 samples, selected using purposive sampling method. The analytical tool used was SPSS version 22. The data were analyzed using multiple regression models.
Based on data analysis that has been done shows that the size of the local government and the use of information technology negative significant effect on internal control weaknesses. The complexity of local government and the quality of human resources significant positive effect on internal control weaknesses of local government. While economic growth does not affect the internal control weaknesses of local government.
Keywords :
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Adanya tuntutan dan kebutuhan era globalisasi, perwujudan
kepemerintahan yang baik (good governance), upaya pemulihan ekonomi
daerah dan nasional serta pemulihan kepercayaan baik secara lokal, nasional
maupun internasional terhadap pemerintah Indonesia, mengharuskan
pemerintah untuk mengambil langkah-langkah strategis salah satunya melalui
pengendalian internal (Sembiring, 2009).
Pengendalian internal sangat diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi.
Pengendalian berfungsi sebagai aturan dalam menjalankan tata kelola suatu
organisasi. Tata kelola yang baik dapat dilihat dari efektivitas dan efisiensi
anggaran yang digunakan untuk mencapai tujuan organisasi. Selain itu,
tanggung jawab pihak- pihak yang terlibat dalam suatu organisasi ketika
menjalankan wewenang dan kewajibannya turut menentukan baik buruknya
kinerja organisasi tersebut.
Organisasi kepemerintahan seperti pemerintah daerah juga membutuhkan
pengendalian internal untuk menjalankan tugasnya dalam rangka memberikan
pelayanan bagi masyarakat. Pelayanan yang diberikan untuk masyarakat ini
bertujuan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Pada akhirnya
pengendalian internal yang berjalan dengan baik akan berimplikasi pada
2
Peraturan mengenai pengendalian internal telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah Repubik Indonesia Nomor 60 tahun 2008 tentang Pengendalian
Internal Pemerintah. Peraturan tersebut merupakan tindak lanjut dari Undang-
Undang (UU) Pasal 5 ayat 2 dan Undang-Undang (UU) Nomor 1 tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara Pasal 58. Undang- Undang (UU) Pasal 5 ayat
2 menyatakan bahwa Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk
menjalankan undang- undang sebagaimana mestinya. Sedangkan
Undang-Undang (UU) Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 58
menyebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara, Presiden selaku Kepala
Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian internal
di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh.
Pengendalian internal merupakan fokus utama dari perubahan peraturan
Sarbanes- Oxley. Akan tetapi, penelitian empiris pada faktor- faktor penentu
kualitas pengendalian internal sebelum Sarbanes- Oxley sangat terbatas
(Doyle, Ge dan McVay, 2007). Selain itu, hasil penelitian sebelumnya tidak
konsisten antara penelitian yang satu dengan penelitian yang lain. Hal ini
membuktikan bahwa pengendalian internal merupakan isu yang menarik untuk
diteliti. Berikut ini adalah riwayat jumlah temuan BPK atas kasus Kelemahan
Sistem Pengendalian Internal tahun 2011- 2015 yang dirangkum dalam
Sumber: IHPS I tahun 2012- 2016
Gambar 1.1 Jumlah Temuan BPK atas Kasus Kelemahan SPI
Gambar 1.1 diatas menunjukkan bahwa kasus kelemahan sistem
pengendalian internal mengalami kenaikan setiap tahunnya. Hal ini
mengindikasikan kurangnya peran semua pihak dalam mendukung
pengimplementasian pengendalian internal supaya dapat berjalan dengan
efektif. Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) yang
diterbitkan oleh BPK pada semester I tahun 2016 menghasilkan 10.198 temuan
yang terdapat 15.568 permasalahan, yang meliputi 7.661 (49%) permasalahan
kelemahan SPI dan 7.907 (51%) permasalahan ketidakpatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundang- undangan senilai Rp 44,68 triliun.
Berdasarkan permasalahan ketidakpatuhan itu terdapat sebanyak 4.762 (60%)
merupakan permasalahan berdampak finansial senilai Rp 30,62 triliun. Selain
itu, terdapat 3.145 (40%) permasalahan ketidakpatuhan yang tidak berdampak
finansial, terdiri atas 2.985 (95%) penyimpangan administrasi dan 160 (5%) 5036 5307
5948
7544 7661
4
ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan senilai Rp 14,06
triliun.
Hasil pemeriksaan BPK terhadap 533 LKPD menghasilkan temuan
sebanyak 6.150 permasalahan kelemahan SPI yang terdiri dari permasalahan
sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pengendalian
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, dan kelemahan struktur
pengendalian intern. Komposisi ketiga permasalahan SPI tersebut disajikan
pada Gambar 1.2.
Sumber: IHPS I 2016
Gambar 1.2 Komposisi Kelemahan SPI atas Pemeriksaan LKPD
Demi tercapainya kepatuhan peraturan, maka pemerintah membutuhkan
memeriksa dan mengawasi jalannya pengendalian internal organisasi
pemerintah adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kriteria yang
digunakan oleh BPK untuk menilai kelemahan pengendalian internal
pemerintah daerah meliputi tiga aspek, yaitu: kelemahan sistem pengendalian
akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja serta kelemahan struktur pengendalian
internal. Akan tetapi, keberhasilan implementasi pengendalian internal
pemerintah tidak hanya dipengaruhi oleh adanya lembaga pengawas tetapi
karakteristik pemerintah daerah seperti ukuran pemerintah daerah,
pertumbuhan ekonomi, kompleksitas pemerintah daerah, kualitas sumber daya
manusia dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
(e-government).
Beberapa peneliti terdahuhu telah meneliti mengenai faktor-faktor yang
memengaruhi kelemahan pengendalian internal. Hasil dari penelitian Doyle,
Ge dan McVay (2007) menemukan bahwa ukuran berpengaruh terhadap
kelemahan pengendalian internal. Sedangkan menurut Putri dan Mahmud
(2015) ukuran pemerintah daerah berpengaruh negatif terhadap kelemahan
pengendalian internal pemerintah daerah. Hasil penelitian Hartono, Mahmud
dan Utaminingsih (2014) menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi
berpengaruh negatif terhadap kelemahan pengendalian internal pemerintah
daerah.
Hasil penelitian Doyle, Ge dan McVay (2007) menemukan bahwa
6
khusus entitas, laporan segmen, dan translasi mata uang asing memiliki
pengaruh terhadap kelemahan pengendalian internal. Penelitian Nafidah
(2011) menghasilkan temuan berupa kualitas sumber daya manusia
berpengaruh terhadap sistem pengendalian internal. Hasil penelitian Yamin
dan Sutaryo (2015) menyatakan bahwa penggunaan TIK yang diukur dengan
pemeringkatan e-Government tidak berpengaruh terhadap kelemahan
pengendalian internal.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “ANALISIS DETERMINAN KELEMAHAN
PENGENDALIAN INTERNAL PEMERINTAH DAERAH” dengan
periode penelitian tahun 2011- 2015. Penelitian ini merupakan kompilasi dari
penelitian Nurwati dan Trisnawati (2015), Saputro dan Mahmud (2015), Putri
dan Mahmud (2015) serta Jaya (2013). Penelitian- penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya masih memiliki banyak keterbatasan dan hasil yang
tidak konsisten. Keterbatasan dari penelitian sebelumnya adalah hanya
menggunakan data financial sebagai variabel independen penyebab kelemahan
pengendalian internal pemerintah daerah. Selain itu sampel yang dipakai rata-
rata menggunakan Kabupaten/ Kota di Indonesia dengan periode penelitian dua
tahun.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
menggunakan data nonfinancial sebagai variabel independen yaitu variabel
kualitas sumber daya manusia yang diukur dengan IPM (Indeks Pembangunan
diukur dengan PeGI. Nilai Adjusted R2 pada penelitian sebelumnya yaitu
penelitian Kristanto (2009) hanya sebesar 8,4%, penelitian Nurwati dan
Trisnawati (2015) sebesar 19,7% serta penelitian Yamin dan Sutaryo (2015)
sebesar 40,2%. Sedangkan penelitian ini memiliki Adjusted R2 sebesar 86,0 %.
Selain itu, peneliti juga memperpanjang periode penelitian menjadi lima tahun
dengan sampel Pemerintah Daerah Provinsi di Indonesia.
B. Batasan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis membatasi
pembahasan untuk menghindari meluasnya permasalahan dalam penelitian ini.
Oleh karena itu permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada pengaruh
variabel ukuran pemerintah daerah, pertumbuhan ekonomi, kompleksitas
pemerintah daerah, kualitas sumber daya manusia dan pemanfaatan teknologi
informasi terhadap kelemahan pengendalian internal pemerintah daerah
provinsi di Indonesia periode 2011- 2015.
C. Rumusan Masalah
Penelitian ini akan membahas mengenai analisis determinan kelemahan
pengendalian internal pemerintah daerah. Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah penelitian dapat
didefinisikan sebagai berikut:
1. Apakah ukuran Pemerintah Daerah berpengaruh positif terhadap kelemahan
pengendalian internal Pemerintah Daerah?
2. Apakah pertumbuhan ekonomi Pemerintah Daerah berpengaruh negatif
8
3. Apakah kompleksitas Pemerintah Daerah berpengaruh positif terhadap
kelemahan pengendalian internal Pemerintah Daerah?
4. Apakah kualitas sumber daya manusia berpengaruh negatif terhadap
kelemahan pengendalian internal Pemerintah Daerah?
5. Apakah pemanfaatan teknologi infomasi (e-government) berpengaruh
negatif terhadap kelemahan pengendalian internal Pemerintah Daerah?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang disebutkan diatas, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Untuk memperoleh bukti empiris apakah ukuran Pemerintah Daerah
berpengaruh positif terhadap kelemahan pengendalian internal Pemerintah
Daerah.
2. Untuk memperoleh bukti empiris apakah pertumbuhan ekonomi Pemerintah
Daerah berpengaruh negatif terhadap kelemahan pengendalian internal
Pemerintah Daerah.
3. Untuk memperoleh bukti empiris apakah kompleksitas Pemerintah Daerah
berpengaruh positif terhadap kelemahan pengendalian internal Pemerintah
Daerah.
4. Untuk memperoleh bukti empiris apakah kualitas sumber daya manusia
berpengaruh negatif terhadap kelemahan pengendalian internal Pemerintah
5. Untuk memperoleh bukti empiris apakah pemanfaatan teknologi informasi
(e-government) berpengaruh negatif terhadap kelemahan pengendalian
internal Pemerintah Daerah.
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai gambaran dan
kontribusi konseptual bagi mahasiswa untuk mengetahui fenomena yang
terjadi di dalam pemerintah daerah.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti yaitu untuk memperluas wawasan
peneliti sekaligus sebagai sarana untuk mengembangkan daya pikir
ilmiah, intelektual dan rasional.
b. Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan bagi pembaca mengenai analisis determinan kelemahan
pengendalian internal pemerintah daerah. Selain itu, penelitian ini
diharapkan dapat menjadi literatur peneliti untuk penelitiannya.
c. Bagi Pemerintah
Melalui hasil penelitian ini, peneliti mengharapkan pemerintah dapat
mengkaji dan menilai kembali hal- hal yang dapat menyebabkan
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Stewardship
Donaldson dan Davis (1991) dalam penelitiannya berpendapat
mengenai teori Stewardship yang menyatakan bahwa:
“Stewardship theory holds that there is no inherent, general problem of executive motivation. Given the absence of an inner motivational problem among executives, there is question of how far executives can achieve the good corporate performance to which they aspire.”
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa dalam teori stewardship tidak ada
motivasi eksekutif yang melekat. Sehingga sering muncul pertanyaan
tentang seberapa jauh eksekutif dapat mencapai kinerja organisasi yang baik
seperti yang dicita- citakan. Oleh karena itu steward akan bertindak sesuai
dengan keinginan pemilik demi tercapainya tujuan pemerintah.
Berdasarkan teori stewardship, manajer akan bertindak, berperilaku
dan bekerja sesuai dengan tujuan kepentingan bersama. Sama halnya pada
pemerintahan daerah, menurut teori ini pemerintah yang bertindak sebagai
pelaksana pemerintahan akan berperilaku dan melakukan pekerjaannya
sesuai dengan tujuan kepentingan bersama yaitu untuk kepentingan rakyat.
Kemudian apabila ada perbedaan kepentingan antara steward dan pemilik
maka steward akan berusaha bekerja sama daripada melawannya, karena
steward merasa berperilaku sesuai dengan perilaku pemilik untuk mencapai
memperhatikan usaha untuk mencapai tujuan pemilik. Teori stewardship
menyatakan hubungan yang kuat antara keberhasilan organisasi dengan
kepuasan pemilik. Pemerintah akan menjalankan kewajibannya untuk
memenuhi kepentingan rakyat. Ketika keinginan rakyat sudah terpenuhi
dengan baik, maka rakyat selaku pemilik akan merasa puas dengan kinerja
pemerintah. Apabila hal ini tercapai, mencerminkan bahwa pengendalian
internal yang ada dalam pemerintah sudah berjalan dengan baik dan tujuan
organisasi telah tercapai secara optimal.
2. Teori Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan konsep yang lebih luas dari stewardship.
Stewardship mengacu pada pengelolaan atas suatu aktivitas secara
ekonomis dan efisien tanpa dibebani kewajiban untuk melaporkan,
sedangkan accountability mengacu pada pertanggungjawaban oleh steward
kepada pemberi tanggung jawab (Mardiasmo, 2002). Oleh karena itu,
akuntabilitas merupakan bentuk pertanggungjawaban antara satu pihak
dengan pihak yang lain.
“Accountability involves an actor or agent in a social context who potentially is subject to observation and evaluation by some audience(s).” (Frink dan Klimoski, 2004).
Berdasarkan kutipan tersebut maka dapat diketahui bahwa akuntabilitas
melibatkan aktor atau agen dalam konteks sosial yang akan dievaluasi oleh
beberapa pengamat.
Akuntabilitas adalah suatu kewajiban atau keharusan untuk
12
tindakan pimpinan pada suatu organisasi kepada pihak yang memiliki
wewenang dan hak untuk memperoleh keterangan pertanggungjawaban
(Faridah dan Suryono, 2015). Akuntabilitas mengharuskan organisasi untuk
memberikan penjelasan dan rincian mengenai semua hal yang telah terjadi
dalam organisasi tersebut. Penjelasan dan rincian yang diberikan oleh
organisasi tersebut ditujukan sebagai bentuk pertanggungjawaban
organisasi kepada pihak yang memiliki wewenang. Menurut Riyanto
(2015), akuntabilitas merupakan perwujudan atas kewajiban dalam bentuk
pertanggungjawaban sesorang maupun organisasi yang telah diberikan
amanah untuk melaksanakan tugas dan fungsinya. Organisasi tersebut
memberikan pertanggungjawaban mengenai pengelolaan dan pengendalian
sumber daya beserta pelaksanaan kebijakan secara efektif dalam rangka
mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan teori akuntabilitas maka dapat diketahui bahwa organisasi
diberi kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban mengenai
pengendalian sumber daya yang digunakan organisasi. Adanya
pengendalian yang baik memungkinkan organisasi untuk memberikan
pertanggungjawaban yang lebih baik dan relevan dengan keadaan yang
sebenarnya. Ketika pengendalian internal suatu organisasi berjalan dengan
baik, maka pertanggungjawaban yang akan diberikan oleh organisasi juga
akan lebih baik dibandingkan organisasi yang memiliki pengendalian
3. Pengendalian Internal
Committee of Sponsoring Organization of The Tread way Commission
(COSO) menyatakan bahwa:
“Internal control is a process, effected by an entity’s directors, management, and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives relating to operations, reporting, and compliance.”
Definisi tersebut berarti bahwa pengendalian internal adalah suatu
proses yang dilaksanakan oleh dewan direksi, manajemen, dan personel
lainnya, yang dirancang untuk menyediakan keyakinan yang memadai
berkenaan dengan pencapaian tujuan operasi, pelaporan dan pemenuhan
peraturan. Pengendalian internal yang baik akan berimplikasi terhadap
efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan organisasi. Pencapaian
efektivitas tersebut dapat terealisasi ketika semua pihak yang berada dalam
suatu organisasi saling bekerja sama. Selain itu, pihak- pihak tersebut juga
harus bertanggungjawab atas tugas dan wewenangnya.
Pengendalian Internal menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2008 adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan
secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan
keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan
yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset
negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem
Pengendalian Internal Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP, adalah
Sistem Pengendalian Internal yang diselenggarakan secara menyeluruh di
14
Internal dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari
tugas dan fungsi Instansi Pemerintah tersebut. Hal tersebut perlu
diperhatikan mengingat sistem pengendalian internal merupakan sesuatu
yang sangat penting terhadap tercapainya tujuan organisasi. Sistem
pengendalian internal ini berperan sebagai kontrol atas semua tindakan dan
keputusan yang akan dibuat oleh organisasi.
Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, terdiri atas unsur:
a. Lingkungan Pengendalian
Pimpinan Instansi Pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan
dan memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang
menimbulkan perilaku positif dan mendukung terhadap pengendalian
internal dan manajemen yang sehat.
b. Penilaian Risiko
Pengendalian internal harus memberikan penilaian atas risiko yang
dihadapi unit organisasi baik dari luar maupun dari dalam. Penilaian
risiko diawali dengan penetapan maksud dan tujuan Instansi Pemerintah
yang jelas dan konsisten baik pada tingkat instansi maupun pada tingkat
kegiatan. Selanjutnya Instansi Pemerintah mengidentifikasikan secara
efisien dan efektif risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan
Instansi Pemerintah merumuskan pendekatan manajemen risiko dan
kegiatan pengendalian risiko yang diperlukan untuk memperkecil risiko.
c. Kegiatan Pengendalian
Kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arahan pimpinan
Instansi Pemerintah dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus efisien
dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi. Kegiatan pengendalian
terdiri atas:
1) Review atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan;
2) Pembiaan sumber daya manusia;
3) Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;
4) Pengendalian fisik atas aset;
5) Penetapan dan review atas indikator dan ukuran kinerja;
6) Pemisahan fungsi;
7) Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;
8) Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;
9) Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya;
10) Akuntabiltas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan
11) Dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Internal serta
transaksi dan kejadian penting.
d. Informasi dan Komunikasi
Informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada pimpinan Instansi
Pemerintah dan pihak lain yang ditentukan. Instansi Pemerintah harus
16
dengan peristiwa- peristiwa eksternal serta internal. Informasi tersebut
harus direkam dan dikomunikasikan kepada pimpinan Instansi
Pemerintah dan lainnya di seluruh Instansi Pemerintah yang
memerlukannya dalam bentuk serta dalam kerangka waktu, yang
memungkinkan yang bersangkutab melaksanakan pengendalian internal
dan tanggungjawab operasional.
e. Pemantauan Pengendalian Internal
Pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja dari waktu ke waktu dan
memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dari review lainnya dapat
segera ditindaklanjuti. Pemantauan berkelanjutan diselenggarakan
melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan,
rekonsiliasi dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas.
Evaluasi terpisah diselenggarakan melalui penilaian sendiri, review dan
pengujian efektivitas Sistem Pengendalian Internal yang dapat dilakukan
oleh aparat pengawasan internal pemerintah atau pihak eksternal
pemerintah.
Lembaga yang bertugas untuk memeriksa dan mengawasi jalannya
pengendalian internal organisasi pemerintah adalah Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK). Kriteria yang digunakan oleh BPK untuk menilai
kelemahan pengendalian internal pemerintah daerah meliputi tiga aspek,
yaitu:
a. Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan
2) Proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan
3) Sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai
4) Sistem informasi akuntansi dan pelaporan belum didukung SDM yang
memadai
5) Entitas terlambat menyampaikan laporan
b. Kelamahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja
1) Penyimpangan terhadap peraturan pendapatan dan belanja
2) Perencanaan kegiatan tidak memadai
3) Pelaksanaan kebijakan mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan
4) Mekanisme pengelolaan penerimaan negara dan hibah tidak sesuai
ketentuan
5) Pelaksanaan belanja di luar mekanisme APBN/ APBD
c. Kelemahan Struktur Pegendalian Internal
1) SOP belum disusun
2) SOP tidak ditaati
3) Satuan pengawas intern tidak optimal
4) Tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai
4. Sumber daya Manusia
Kualitas sumber daya manusia memiliki peran penting pada
perwujudan pengendalian internal yang baik. Pentingnya peran sumber
daya manusia ini juga dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik
18
Pemerintah. Sistem Pengendalian Internal dalam Peraturan Pemerintah ini
dilandasi pada pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Internal melekat
sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya
memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak. Khan et
al. (2011) memiliki pendapat terkait sumber daya manusia, yaitu:
“Focused approach on internal service quality considering because the important dimensions of human resource management. The world realize that employees are because of all development in the organizations and we must consider them the main pillars of outcomes and they should be properly placed in the organization along with conducive environment which enables them to come up with full invoke potentials to augment organizational performance in productive way.”
Pernyataan tersebut berarti bahwa fokus utama dalam kualitas layanan
internal terdapat pada manajemen sumber daya manusia. Karyawan adalah
penyebab dari semua pembangunan di organisasi yang harus
dipertimbangkan keberadaannya. Oleh karena itu, karyawan tersebut harus
ditempatkan pada tempat yang seharusnya atau pada bidang yang sesuai
dengan kompetensinya. Hal ini bertujuan supaya karyawan tersebut dapat
bekerja lebih produktif sesuai dengan potensi yang mereka miliki.
Irianto (2011) berpendapat bahwa sumber daya manusia merupakan
salah satu komponen penting dalam pengendalian internal pemerintah
daerah. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan kualitas hidup sumber
daya manusia. Menurut Subri (2014), peningkatan kualitas hidup sumber
daya manusia terlihat dari peningkatan produktivitas tenaga kerja yang
dilaksanakan dengan peningkatan kemampuan, disiplin, etos kerja
lingkungan kerja yang sehat untuk memacu prestasi. Peningkatan kualitas
hidup sumber daya manusia ini bertujuan demi tercapainya sumber daya
manusia yang berkompeten.
. Sumber daya manusia dapat dihitung dengan menggunakan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), IPM
dapat menerangkan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil
pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan dan pendidikan.
Selain itu, IPM juga merupakan indikator yang penting untuk mengukur
tingkat keberhasilan mengenai upaya membangun kualitas kehidupan
manusia baik masyarakat maupun penduduk.
Indikator pembentuk indeks pembangunan manusia yaitu umur panjang
dan hidup sehat, pengetahuan dan standar hidup layak. Berdasarkan tiga
dimensi tersebut, diturunkan empat indikator yang digunakan dalam
penghitungan IPM, yaitu angka harapan hidup saat lahir (AHH), rata- rata
lama sekolah, harapan lama sekolah dan Produk Nasional Bruto (PNB) per
kapita.
5. E- Governmnet
Kemajuan dan perkembangan teknologi informasi sangatlah pesat.
Perkembangan tersebut terbukti dari banyaknya inovasi teknologi yang
semakin memudahkan pengguna dengan fitur- fitur yang memadai dan
lengkap. Oleh karena itu, akses informasi yang di butuhkan dapat di
dapatkan dengan mudah dan cepat. Selain mendapatkan informasi,
20
dengan orang lain. Kesimpulannya dengan adanya teknologi, seseorang
tidak hanya mendapatkan informasi dengan cepat tetapi juga akan
mendapatkan kemudahan dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi sudah sewajarnya
diterapkan di organisasi publik. Melalui teknologi proses pelayanan
organisasi publik diharapkan dapat tercapai secara maksimal. Proses
pemanfaatan teknologi informasi adalah sebagai alat untuk membantu
menjalankan sistem pemerintahan supaya lebih efisien. Pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi yang merujuk pada penggunaan
komputer dalam prosedur pelayanan yang diselenggarakan oleh organisasi
pemerintah disebut dengan istiah e-government (Jaya, 2013). E-government
memiliki tujuan supaya hubungan dalam tata pemerintahan (governance)
yang melibatkan pemerintah, masyarakat dan pebisnis dapat berjalan
efektif.
Perintah untuk menjalankan e-government tercantum dalam Instruksi
Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan
Strategi Nasional Pengembangan E-Government. Berdasarkan instruksi
tersebut tujuan pengembangan e-government adalah sebagai upaya untuk
mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis
elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara
efektif dan efisien. Melalui pengembangan e-government dilakukan
penataan sistem manajemen dan proses kerja lingkungan pemerintah
demikian, pemerintah harus segera melakukan transformasi menuju
e-government.
Melalui transformasi tersebut, pemerintah dapat memperoleh
kemudahan dalam mengorganisir instansi- instansi pemerintah yang saling
terkait satu sama lain. Pemerintah juga dapat meminimalisir praktik
maladministrasi1 sehingga seluruh lembaga negara, dunia usaha,
masyarakat dan pihak- pihak berkepentingan lainnya dapat memanfaatkan
informasi dan layanan pemerintah secara optimal.
B. Hasil Penelitian Terdahulu Dan Penurunan Hipotesis
1. Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah terhadap Kelemahan Pengendalian Internal Pemerintah Daerah
Ukuran dalam sebuah organisasi digunakan sebagai suatu skala ukur
untuk dapat diklasifikasikan seberapa besar atau kecil organisasi tersebut
(Saputro dan Mahmud, 2015). Ukuran merupakan seberapa besar atau
seberapa kecil objek yang akan diukur. Apabila objek dikaitkan dengan
organisasi, maka secara sederhana kita akan berpikir jika ukuran suatu
organisasi dapat dilihat dari fisik luar sebuah organisasi. Penentuan untuk
menilai ukuran (size) perusahaan dapat didasarkan pada total aset yang
dimiliki perusahaan (Kusuma, 2005). Aset dapat digunakan untuk menilai
22
ukuran organisasi dikarenakan aset digunakan untuk menjalankan aktivitas
operasional organisasi.
Ukuran pemerintah daerah menunjukkan seberapa besar ruang lingkup
pemerintahan tersebut. Ukuran pemerintah daerah dapat ditentukan dari
jumlah aset yang dimiliki pemerintah. Apabila total aset yang dimiliki
pemerintah banyak maka dapat diasumsikan bahwa ukuran pemerintah
tersebut besar. Pemerintah daerah yang memiliki aset yang besar dituntut
untuk melakukan pengendalian internal yang baik sebagai bentuk
tanggungjawab kepada masyarakat. Semakin besar ukuran pemerintahan
maka akan semakin kompleks tanggungjawab yang harus di tanggung oleh
pemerintah. Ketika pemerintah memiliki total aset yang besar, maka
pengelolaan aset tersebut juga akan semakin rumit. Akibatnya sistem
pengendalian internal pemerintah akan menjadi lemah.
Penelitian Putri dan Mahmud (2015) menemukan bahwa ukuran
pemerintah daerah berpengaruh negatif terhadap kelemahan pengendalian
internal pemerintah daerah. Hal ini berarti bahwa semakin besar ukuran
pemerintah maka kelemahan pengendalian internal akan semakin kecil.
Berbeda dengan hasil penelitian Kristanto (2009) yang menemukan ukuran
pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap kelemahan pengendalian
internal pemerintah daerah. Artinya pemerintahan yang memiliki aset tinggi
justru memiliki kelemahan pengendalian internal yang tinggi.
Ukuran pemerintah menentukan kualitas pengendalian internal.
pemerintah daerah akan melemah. Hal ini terjadi karena ukuran pemerintah
yang besar akan menyebabkan pengendalian internal yang harus dilakukan
semakin rumit. Rumitnya pengendalian ini disebabkan terdapat lebih
banyak hal yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Semakin besar
ukuran suatu pemerintahan maka semakin kompleks masalah yang
dihadapi. Sebaliknya pengendalian internal pemerintah daerah akan berjalan
efektif apabila ukuran pemerintah tersebut kecil. Berdasarkan logika
tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Ukuran pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap
kelemahan pengendalian internal pemerintah daerah.
2. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kelemahan Pengendalian
Internal Pemerintah Daerah
Menurut Arifin (2011) Produk Domestik Bruto (PDB) atau disebut
Gross Domestic Product dalam bahasa inggris, merupakan salah satu
indikator penting untuk dapat mengetahui keadaan ekonomi dalam suatu
negara di saat periode tertentu. Pengukur keadaan ekonomi suatu daerah
Provinsi, Kabupaten atau Kota, adalah PDRB (Produk Domestik Regional
Bruto/Gross Domestic Regional Product). PDRB dapat didefinisikan
sebagai jumlah nilai tambah yang didapatkan dari seluruh unit usaha pada
suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang beserta jasa akhir
yang diperoleh dari semua unit ekonomi. Menurut Badan Pusat Statistik
(BPS), PDRB merupakan jumlah nilai tambah bruto yang terjadi akibat dari
24
diartikan sebagai nilai yang ditambahkan antara faktor produksi serta bahan
baku pada proses produksi.
Hasil penelitian Putri dan Mahmud (2015) menunjukkan bahwa
pertumbuhan ekonomi Pemerintah Daerah tidak memiliki pengaruh
terhadap pengendaian internal Pemerintah Daerah. Hal ini mengindikasikan
bahwa pemerintah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi
yang tinggi belum tentu memiliki kelemahan pengendalian yang tinggi juga,
begitu pula sebaliknya. Berbeda dengan hasil penelitian Doyle, Ge dan
McVay (2007), yang menunjukkan bahwa pertumbuhan yang diukur
dengan pengeluaran untuk merger dan akuisisi serta kecepatan pertumbuhan
atas penjualan berpengaruh positif signifikan terhadap kelemahan
pengendalian internal.
Berlawanan dengan penelitian Hartono, Mahmud dan Utaminingsih
(2014) menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif
terhadap kelemahan pengandalian internal pemerintah daerah. Artinya
ketika terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi pada pemerintah daerah maka
akan mengurangi jumlah kasus terhadap kelemahan pengendalian intern.
Hasil ini juga mengindikasikan bahwa pemerintah daerah sudah bisa
mengatur atau memanajemen pemerintah daerahnya agar mengurangi
terjadinya masalah pengendalian internal. Selain itu, pemerintah daerah juga
memperbaiki kualitas pengendalian internnya.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat menunjukkan adanya pengendalian
ekonomi yang semakin meningkat akan menyebabkan implementasi
pengendalian internal yang semakin baik pula. Karena semakin baik tingkat
pengendalian internal pemerintah daerah maka akan mengakibatkan
semakin pesat pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Oleh karena itu, dapat
dirumuskan hipotesis berikut:
H2 : Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap kelemahan
pengendalian internal pemerintah daerah.
3. Pengaruh Kompleksitas Pemerintah Daerah terhadap Kelemahan
Pengendalian Internal Pemerintah Daerah
Kompleksitas pemerintah daerah dapat dilihat dari beberapa hal. Salah
satunya dapat dilihat melalui jumlah kecamatan yang digunakan untuk
mengukur seberapa kompleks pemerintah daerah tersebut. Semakin
kompleks suatu pemerintah daerah maka akan semakin banyak pengendalian
internal yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah. Kompleksitas daerah
merupakan suatu tingkatan diferensiasi yang terdapat dalam pemerintah
daerah yang berpotensi menimbulkan adanya konflik atau masalah dalam
rangka pencapaian tujuan organisasi (Saputro dan Mahmud, 2015). Konflik
yang timbul akibat adanya tingkatan diferensiasi tersebut dapat di hindari
dengan adanya pengendalian internal pemerintah yang baik.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saputro dan Mahmud (2015)
mengenai kompleksitas menemukan bahwa kenaikan dan penurunan
kompleksitas yang diukur menggunakan jumlah kecamatan tidak akan
26
dengan hasil penelitian penelitian Doyle, Ge dan McVay (2007) menemukan
bahwa kompleksitas yang diukur dengan menggunakan angka dari laporan
tujuan khusus entitas, laporan segmen, dan translasi mata uang asingmemiliki
pengaruh terhadap kelemahan pengendalian internal.
Semakin kompleks pemerintah daerah maka akan semakin rumit
pengendalian internal yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah. Ketika
pemerintah daerah semakin kompleks maka akan terjadi kesulitan dalam
pengawasannya. Oleh karena itu kompleksitas pemerintah daerah yang
semakin tinggi akan mengakibatkan meningkatnya kelemahan pengendalian
internal pemerintah daerah. Berdasarkan bahasan diatas maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H3 : Kompleksitas pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap
kelemahan pengendalian internal pemerintah daerah.
4. Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia terhadap Kelemahan Pengendalian Internal Pemerintah Daerah
Bagi sektor publik, sumber daya manusia yang profesional dan
kompeten dibutuhkan untuk memenuhi tanggungjawab dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Sumber daya manusia yang berkompeten
memengaruhi kualitas pengendalian internal. Semakin baik kualitas dan
kompetensi sumber daya manusia maka akan semakin baik pengendalian
internalnya. Pengendalian ini akan berjalan efektif ketika kapasitas dan
manusia yang tersedia jumlahnya kurang ataupun kurang berkompeten,
maka akan timbul kelemahan pengendalian internal.
Nafidah (2011) melakukan penelitian mengenai pengaruh kualitas
sumber daya manusia terhadap sistem pengendalian internal dengan
menggunakan indikator Pendidikan, Pengalaman dan Pelatihan.
Berdasarkan penelitian ini menemukan bahwa Pendidikan dan Pelatihan
memiliki pengaruh yang signifikan dengan sistem pengendalian internal.
Sedangkan Pengalaman tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
sitem pengendalian internal. Pelaksanaan sistem pengendalian internal pada
setiap organisasi akan berjalan efektif apabila didukung oleh kualitas
sumber daya manusia yang melaksanakannya. Hal ini dikarenakan sebaik
apapun sistem pengendalian internal yang ada akan menjadi percuma
apabila tidak didukung oleh kualitas sumber daya yang memadai. Tujuan
pengendalian intern akan berjalan efektif apabila organisasi juga
melaksanakan langkah- langkah yang efektif dalam pencapaiannya.
Langkah tersebut salah satunya dengan memiliki karyawan yang memiliki
kapasitas individu dengan kompetensi sesuai dengan tanggungjawab yang
diamanahkan atau dengan kata lain latar belakang pendidikan yang dimiliki
karyawan harus sesuai dengan bidang pekerjaannya (Nafidah, 2011).
Keterkaitan antara kualitas sumber daya manusia dengan pengendalian
internal cukup erat. Sumber daya manusia bertanggungjawab untuk
menjalankan tugas pokok dan fungsi organisasi. Semakin baik kualitas dan
28
internalnya. Pengendalian ini akan berjalan efektif ketika kapasitas dan
kemampuan sumber daya manusia terpenuhi. Tetapi ketika sumber daya
manusia yang tersedia jumlahnya tidak memadai ataupun kurang
berkompeten, maka akan timbul kelemahan pengendalian internal. Menurut
pembahasan tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis berikut:
H4 : Kualitas sumber daya manusia berpengaruh negatif terhadap
kelemahan pengendalian internal pemerintah daerah.
5. Pengaruh Pemanfaatan Teknologi Informasi (e-Government) terhadap
Kelemahan Pengendalian Internal Pemerintah Daerah
Pengendalian internal akan tercipta dengan baik ketika organisasi
memanfaatkan teknologi informasi dengan bijaksana. Pemanfaatan
teknologi informasi yang handal akan menciptakan adanya pengendalian
internal yang efektif. Hal ini dikarenakan kemajuan dan pemanfaatan
teknologi informasi memengaruhi perkembangan Sistem Informasi
Akuntansi dalam hal pemrosesan data, pengendalian internal organisasi
serta peningkatan jumlah dan kualitas informasi dalam pelaporan keuangan
dan sebagainya (Ardi, 2013).
Berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yamin dan Sutaryo
(2015) yang menunjukkan bahwa penggunaan TIK yang diukur dengan
pemeringkatan e-Government tidak berpengaruh terhadap kelemahan
pengendalian internal. Akan tetapi, ketika organisasi lebih banyak
memanfaatkan teknologi informasi maka akan berpengaruh terhadap
kelemahan pengendalian yang akan ditemui dalam organisasi tersebut akan
semakin sedikit. Berdasarkan pembahasan tersebut maka dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
H5 : Pemanfaatan teknologi informasi (e-government) berpengaruh
negatif terhadap kelemahan pengendalian internal pemerintah
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah pemerintah daerah provinsi yang ada di
Indonesia. Seluruh provinsi yang ada di Indonesia yaitu berjumlah 34 provinsi.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari pemerintah
daerah provinsi seluruh Indonesia berupa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
yang di terbitkan oleh BPK untuk memperoleh data temuan kelemahan sistem
pengendalian internal. Laporan neraca setiap provinsi di Indonesia untuk
mendapatkan data total aset. Melalui BPS (Badan Pusat Statistik) untuk
mendapatkan data laju PDRB, jumlah kecamatan dan IPM. Kemudian melalui
kominfo untuk mendapatkan data PeGI.
B. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan pada semua variabel yang diteliti adalah data
sekunder. Data ini di peroleh dengan mengakses website BPK, BPS dan
Kominfo. Akan tetapi, ketika data yang dibutuhkan tidak diterbitkan oleh BPK
maka peneliti meminta data tersebut dengan cara mengirim e- mail dengan
melampirkan syarat- syarat yang dibutuhkan sesuai prosedur yang telah di
tetapkan oleh BPK. Data mengenai kelemahan pengendalian internal
pemerintah daerah diperoleh dari laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester
(IHPS) yang diterbitkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diperoleh
daerah diperoleh dari BPK melalui prosedur permintaan informasi publik.
Sedangkan data mengenai laju PDRB, jumlah kecamatan dan IPM diperoleh
dari website BPS (www.bps.go.id). Selanjutnya data mengenai Pemeringkatan
PeGI di peroleh dari website Kementerian Komunikasi dan Informatika yaitu
(www.kominfo.go.id) dan (www.pegi.layanan.go.id).
C. Teknik Pengambilan Sampel
Populasi penelitian ini adalah pemerintah daerah provinsi seluruh
Indonesia yang berjumlah 34. Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan
menggunakan teknik purposive sampling dengan periode penelitian 5 tahun
sehingga jumlah sampel data adalah 105 pemerintah daerah. Kriteria
pengambilan sampel adalah pemerintah daerah provinsi seluruh Indonesia
yang dipilih memiliki data yang lengkap meliputi neraca untuk mendapatkan
total aset, laju PDRB, jumlah kecamatan, IPM, dan Pemeringkatan PeGI
pemerintah daerah tahun 2011 sampai dengan tahun 2015.
Pemerintah daerah yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki
kriteria sebagai berikut:
1. Pemerintah daerah provinsi yang mempublikasikan laporan keuangan pada
tahun anggaran 2011, 2012, 2013, 2014 dan 2015 dan telah diaudit oleh
BPK.
2. Menyajikan laporan keuangan pemerintah daerah terutama neraca.
3. Memiliki data laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
dari tahun 2011- 2015.
32
5. Memiliki data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dari tahun 2011- 2015.
6. Memiliki data terkait Pemeringkatan e-Government Indonesia (PeGI).
7. Memiliki informasi variabel- variabel yang diukur yaitu total aset, Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB), jumlah kecamatan, Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), Pemeringkatan e-Government Indonesia
(PeGI) dan di dalamnya memuat satuan pemahaman pengendalian internal
termasuk laporan mengenai kepatuhan undang- undang dan pengendalian
internal.
D. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan
metode dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data dengan mengumpulkan
data dari dokumen-dokumen yang sudah ada. Sumber data penelitian adalah
data sekunder yaitu sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung melalui media perantara yaitu diperoleh dan dicatat dari pihak lain.
Data sekunder dari penelitian ini diambil dari:
1. Laporan keuangan pemerintah daerah yang diperoleh dari Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) tahun 2011, 2012, 2013, 2014 dan 2015 yang tidak
dipublikasikan.
2. Jumlah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pemerintah daerah yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dipublikasikan pada tahun
2016.
3. Data jumlah kecamatan yang di publikasikan oleh Badan Pusat Statistik
4. Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistik (BPS) yang dipublikasikan pada tahun 2016.
5. Data Pemeringkatan e-Government Indonesia (PeGI) yang dipublikasikan
oleh kominfo pada tahun 2016.
6. Buku, jurnal, skripsi, tesis dan bahan dari internet yang berhubungan dengan
pengendalian internal pemerintah daerah.
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing- masing variabel yang
digunakan berikut dengan operasional dan cara pengukurannya. Adapun
operasionalisasi variabel- variabel tersebut adalah sebagai berikut:
1. Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kelemahan pengendalian
internal pemerintah daerah yang diproksikan dengan jumlah temuan/ kasus
permasalahan. Jumlah temuan ini dapat diperoleh dari laporan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Untuk menghitung variabel dependen
kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah, peneliti menghitung
total dari kasus kelemahan pengendalian akuntansi dan pelaporan, kasus
kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja serta kasus kelemahan struktur pengendalian (Nurwati dan
Trisnawati, 2015). Kelemahan Pengendalian Internal dapat dihitung dengan
34
Kelemahan SPI = Jumlah kasus kelemahan sistem pengendalian
akuntansi dan pelaporan + Jumlah kasus kelemahan
sistem pengendalian pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja + Jumlah kasus kelemahan
struktur pengendalian
2. Variabel Independen (X)
Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari lima variabel yaitu
ukuran pemerintah daerah, pertumbuhan ekonomi, kompleksitas pemerintah
daerah, kualitas sumber daya manusia dan pemanfaatan teknologi informasi
(e-government).
Adapun penjelasan dari variabel- variabel independen tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Ukuran Pemerintah Daerah
Ukuran pemerintah menentukan seberapa besar ruang lingkup
pemerintahan tersebut. Ukuran pemerintah daerah dalam penelitian ini
diukur dengan menggunakan total aset yang dimiliki oleh setiap
pemerintah daerah. Dasar pengukuran ini mengikuti penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Putri dan Mahmud (2015). Berdasarkan
penelitian tersebut maka rumusnya dapat ditulis sebagai berikut:
Ukuran Pemerintah Daerah = Total Aset
b. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini diukur menggunakan
atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk. Perhitungan
kenaikan GDP/GNP menurut Nurwati dan Trisnawati (2015) dapat
menggunakan rumus:
Pertumbuhan Ekonomi = PDRBt1– PDRBt0 x 100%
PDRBt0
c. Kompleksitas Pemerintah Daerah
Kompleksitas merupakan tingkatan diferensiasi yang ada di
pemerintah daerah yang menyebabkan konflik atau masalah dalam
rangka pencapaian tujuan. Kompleksitas dalam penelitian ini diukur dari
jumlah kecamatan yang terdapat dalam setiap provinsi. Pengukuran ini
mengacu dari penelitian yang telah dilakukan Saputro dan Mahmud
(2015) bahwa kompleksitas pemerintah daerah dapat diukur dengan
menggunakan jumlah kecamatan yaitu:
Kompleksitas Pemerintah Daerah = Jumlah kecamatan
d. Kualitas Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan salah satu komponen yang
menentukan kualitas pengendalian internal pemerintah daerah.
Pelaksanaan pemerintahan akan berjalan dengan efektif apabila
didukung dengan sumber daya manusia yang berkompeten. Sumber daya
manusia dapat dihitung dengan menggunakan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), IPM dapat
menerangkan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan
36
IPM juga merupakan indikator yang penting untuk mengukur tingkat
keberhasilan mengenai upaya membangun kualitas kehidupan manusia
baik masyarakat maupun penduduk.
Kualitas sumber daya manusia dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Oleh karena itu,
dapat di peroleh rumus untuk menghitung kualitas sumber daya tersebut
adalah sebagai berikut:
Kualitas Sumber Daya Manusia = Indeks Pembangunan Manusia
(IPM)
e. Pemanfaatan Teknologi Informasi (E-government)
Teknologi Informasi yang digunakan dalam pemerintah daerah
(e-government) sangat membantu memudahkan pemerintah untuk
mengorganisir instansi- instansi pemerintah yang saling terkait satu sama
lain. Pemanfaatan teknologi informasi dalam penelitian ini diukur
dengan menggunakan rata- rata dari lima dimensi pemeringkatan e-
government yaitu, dimensi kebijakan, dimensi kelembagaan, dimensi
infrastruktur, dimensi aplikasi dan dimensi perencanaan yang
selanjutnya disebut sebagai skor pemeringkatan e- government (Yamin
dan Sutaryo, 2015). Dasar pengukuran ini mengikuti penelitian Jaya
(2013) yaitu:
F. Uji Kualitas Data
Uji kualitas data terdiri dari uji statistik deskriptif dan uji asumsi klasik.
Menurut Ghozali (2011), penyimpangan asumsi klasik terdiri dari uji
normalitas data, uji autokorelasi, uji multikolinieritas, dan uji
heteroskedastisitas.
1. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif bertujuan untuk menggambarkan keadaan
atau mendeskripsikan semua variabel yang diteliti. Penggambaran tersebut
merupakan analisis dari tabel output SPSS yang terdiri dari analisis jumlah
sampel, mean, nilai minimal, nilai maksimal, standar deviasi, varian, range,
kurtosis dan skewness (Ghozali, 2011).
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas Data
Uji normalitas memiliki tujuan untuk menguji residual atau variabel
pengganggu pada model regresi apakah berdistribusi normal. Uji t dan F
mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal
(Ghozali, 2011). Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan
uji Kolmogorov- Smirnov (K-S). Nazaruddin dan Basuki (2016),
menyatakan test normality dapat dilihat dari nilai sig. Jika nilai sig lebih
besar dari nilai alpha (sig > �) maka dapat disimpulkan bahwa data
tersebut menyebar normal. Sedangkan ketika nilai sig lebih kecil dari
38
Menurut Ghozali (2011), untuk mendeteksi atau mengetahui apakah
residual berdistribusi normal atau tidak dapat melalui analisis grafik.
Normalitas residual dengan analisis grafik dapat dilihat dari grafik
histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi
yang mendekati distribusi normal. Selain itu daapat digunakan metode
lain yaitu dengan melihat normal probability plot yang membandingkan
distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan
membentuk satu garis lurus diagonal dan ploting data residual akan
dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal,
maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti
garis diagonalnya (Ghozali, 2011).
b. Uji Autokorelasi
Faktor yang menyebabkan autokorelasi adalah adanya observasi
yang berurutan sepanjang waktu dan berkaitan satu sama lain (Ghozali,
2011). Menurut Nazaruddin dan Basuki (2016), uji autokorelasi
digunakan untuk mengetahui apakah terdapat penyimpangan asumsi
klasik autokorelasi. Uji autokorelsi yaitu untuk mengetahui korelasi yang
terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain
pada model regresi. Hal yang harus dipenuhi adalah tidak adanya
autokorelasi dalam model regresi. Metode untuk menguji asumsi klasik
yang sering digunakan adalah dengan uji Durbin- Watson (uji DW)
1) Jika d lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4-dL) maka terdapat
autokorelasi.
2) Jika d terletak antara dU dan (4-dU), maka tidak terdapat autokorelasi.
3) Jika d terletak antara dL dan dU atau diantara (4-dU) dan (4-dL) maka
tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.
Nilai dU dan dL dapat diperoleh dari tabel statistik Durbin Watson
yang bergantung banyaknya sampel dan variabel yang diteliti.
c. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas memiliki tujuan untuk mengetahui ada
tidaknya korelasi antar variabel bebas (independen) dalam suatu model
regresi (Ghozali, 2011). Apabila antar variabel independen terdapat
korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas 0,90), hal ini
mengindikasikan adanya multikolinearitas. Menurut Nazaruddin dan
Basuki (2016), ada atau tidaknya multikolinearitas dapat diketahui
melalui nilai Variance Inflation Factors (VIF). Kriteria pengujiannya
yaitu apabila nilai VIF 10 maka tidak terdapat multikolinieritas
diantara variabel independen dan sebaliknya ketika nilai VIF 10 maka
terdapat multikolinearitas. Multikolinearitas juga bisa di deteksi dengan
memperhatikan nilai Tolerance. Ketika nilai Tolerance 0,10 maka
tidak terdapat multikolinearitas dan nilai Tolerance 0,10 berarti