• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KETENTUAN-KETENTUAN WASIAT MENURUT KUHPERDATA DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KETENTUAN-KETENTUAN WASIAT MENURUT KUHPERDATA DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

i

ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KETENTUAN-KETENTUAN WASIAT MENURUT KUHPERDATA DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

Oleh

SISCHA DWI PUTRI

Wasiat (testament) menurut KUHPerdata yaitu suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya dan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Pengaturan yang ada mengenai pengertian wasiat (testament) ataupun pewasiat baik dalam KUHPerdata dan Kompilasi Hukum Islam memang berbeda. Akan tetapi pengaturan-pengaturan yang ada baik di dalam KUHPerdata maupun Kompilasi Hukum Islam ini semata-mata merupakan pembatasan dari apa yang akan diberikan oleh pemberi wasiat kepada penerima wasiat dimana yang akan berlaku apabila pemberi wasiat tersebut telah meninggal dunia. Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah apa saja kriteria penerima wasiat berdasarkan KUHPerdata dan Kompilasi Hukum Islam, larangan-larangan pada pelaksanaan wasiat berdasarkan KUHPerdata dan Kompilasi Hukum Islam, dan bagaimana tata cara pelaksanaan wasiat berdasarkan KUHPerdata dan Kompilasi Hukum Islam.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian bersifat deskripstif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan melalui studi pustaka. Data yang telah dikumpulkan tersebut diolah dengan cara pemeriksaan data, rekonstruksi data, sistematisasi data, dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif.

(2)

wasiat menurut KUHPerdata dan Kompilasi Hukum Islam terdiri dari dua macam yaitu siapa saja yang dilarang menerima surat wasiat dan hal-hal apa saja yang dilarang di dalam isi surat wasiat tersebut. Siapa saja yang dilarang menerima wasiat pada KUHPerdata diatur dalam Pasal 901-912 KUHPerdata, sementara dalam Kompilasi Hukum Islam diatur dalam Pasal 197, 207, dan 208 Kompilasi Hukum Islam. Sedangkan, mengenai hal-hal apa saja yang dilarang dalam isi surat wasiat di dalam KUHPerdata yaitu seperti fidei commis, dan di dalam Kompilasi Hukum Islam yang dilarang adalah memberikan wasiat melebihi 1/3 (sepertiga) dari seluruh harta warisan. Pengaturan tata cara pelaksanaan wasiat (testament) dalam KUHPerdata terdapat dalam Pasal 930-953 KUHPerdata dan juga Undang-undang Nomor. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, sedangkan untuk Kompilasi Hukum Islam terdapat dalam Pasal 195 Kompilasi Hukum Islam.

(3)

II.TINJAUAN PUSTAKA

A.Pemberi Wasiat

1. Pemberi Wasiat Menurut KUHPerdata

Pemberi Wasiat adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang meninggalkan sejumlah harta kekayaan maupun hak-hak yang diperoleh beserta kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan melalui surat wasiat.

2. Pemberi Wasiat Menurut Kompilasi Hukum Islam

Menurut Kompilasi Hukum Islam, Pemberi Wasiat adalah orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan yang meninggalkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga melalui surat wasiat.

Adapun yang menjadi dasar hak untuk mewaris atau dasar untuk mendapat bagian harta peninggalan menurut Al-Qur’an yaitu :

a) Karena hubungan darah, ini ditentukan secara jelas dalam (Q.S An-Nisaa: 7,11,12,33,dan 176).

b) Hubungan semenda atau pernikahan.

(4)

d) Hubungan kerabat karena sesama hijrah pada permulaan pengembangan Islam, meskipun tidak ada hubungan darah (Q.S Al-Anfaal:75).

B.Penerima Wasiat

1. Penerima Wasiat Menurut KUHPerdata

Penerima Wasiat Menurut KUHPerdata yaitu seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang mendapat wasiat dari pemberi wasiat dan dinyatakan cakap untuk menerima wasiat. Pengaturan mengenai ketidakcakapan seseorang untuk menerima surat wasiat diatur dalam Pasal 912 KUHPerdata.

2. Penerima Wasiat Menurut Kompilasi Hukum Islam

Penerima Wasiat Menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu seseorang baik laki maupun perempuan yang mendapat wasiat dari pemberi wasiat yang tidak dinyatakan dihukum berdasarkan putusan hakim seperti yang diatur dalam Pasal 197 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, mengetahui adanya surat wasiat dan menerima wasiat tersebut. Mengenai pengertian penerima wasiat ini, Kompilasi Hukum Islam menjelaskannya di dalam Pasal 197 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

C.Warisan

1. Warisan Menurut KUHPerdata

(5)

8

Warisan dalam sistem hukum perdata barat yang bersumber pada KUHPerdata itu meliputi seluruh harta benda beserta hak-hak dan kewajiban-kewajiban pewaris dalam lapangan hukum harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. Akan tetapi terhadap ketentuan tersebut menurut Eman Suparman, ada beberapa pengecualian, dimana hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan ada juga yang tidak dapat beralih kepada ahli waris, antara lain: 1. Hak memungut hasil (vruchtgebruik);

2. Perjanjian perburuhan, dengan pekerjaan yang harus dilakukan bersifat pribadi;

3. Perjanjian perkongsian dagang, baik yang berbentuk maatschap menurut KUHPerdata maupun firma menurut WvK, sebab perkongsian ini berakhir dengan meninggalnya salah seorang anggota / persero.

Pengecualian lain terdapat pula,yaitu ada beberapa hak yang walaupun hak itu terletak dalam lapangan hukum keluarga, akan tetapi dapat diwariskan kepada ahli waris pemilik hak tersebut, yaitu:

a. Hak seorang ayah untuk menyangkal sahnya seorang anak;

b. Hak seorang anak untuk menuntut supaya ia dinyatakan sebagai anak yang sah dari bapak atau ibunya (Eman Suparman, 2007: 27).

KUHPerdata mengenal dua cara untuk mendapat suatu warisan: 1. Secara ab intestato (ahli waris menurut undang-undang).

(6)

menjadi milik negara, yang mana berwajib akan melunasi segala utangnya, sekadar harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.”

Ketentuan Pasal 832 KUHPerdata ini tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan dan tidak membedakan mana yang tua dan mana yang muda.Bandingkan dengan aturan warisan dalam Kompilasi Kompilasi Hukum Islam, yaitu wanita mendapat separuh dari pria (Effendi Perangin, 2008: 8).

2. Secara testamentair (ahli waris karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament). Menurut Pasal 899 KUHPerdata “Dengan mengindahkan akan ketentuan dalam pasal 2 Kitab Undang-Undang ini, untuk dapat menikmati sesuatu dari suatu surat wasiat, seorang harus telah ada, tatkala si yang mewariskan meninggal dunia”. Ketentuan ini tak berlaku bagi mereka yang menerima hak untuk menikmati sesuatu dari lembaga-lembaga.

2. Warisan Menurut Kompilasi Hukum Islam

Berdasarkan ketentuan umum Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam, Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.

(7)

10

Warisan atau harta peninggalan menurut Wirjono Prodjodikoro yaitu “sejumlah harta benda serta segala hak dari yang meninggal dunia dalam keadaan bersih”.

Artinya, harta peninggalan yang diwarisi oleh para ahli waris adalah sejumlah harta benda serta segala hak, “setelah dikurangi dengan pembayaran hutang -hutang pewaris dan pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan oleh wafatnya si peninggal waris. Wujud warisan atau harta peninggalan menurut Kompilasi Kompilasi Hukum Islam sangat berbeda dengan wujud warisan menurut hukum waris Barat sebagaimana diatur dalam KUHPerdata (Eman Suparman, 2007: 13).

D.Wasiat Pewaris

1. Wasiat Menurut KUHPerdata

Menurut Pasal 875 KUHPerdata “wasiat atau testament adalah suatu akta yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali lagi”.

Menurut Pasal 931 KUHPerdata menetapkan bahwa surat wasiat boleh dinyatakan,baik dengan akta yang ditulis sendiri atau olograpis, baik dengan akta umum, baik dengan akta rahasia atau tertutup.

Berdasarkan Pasal 931 KUHPerdata tersebut dapat disimpulkan, bahwa Undang-Undang pada dasarnya mengenal 3 macam bentuk surat wasiat, yaitu :

a) Surat Wasiat Olograpis.

(8)

harus seluruhnya ditulis sendiri oleh testateur dan ditanda tangani olehnya (pasal 932 KUHPerdata).

b) Surat Wasiat Umum

Surat wasiat umum adalah surat wasiat yang dibuat oleh testateur dihadapan Notaris. Ini merupakan bentuk testament yang paling umum yang paling sering muncul, dan paling dianjurkan (baik), karena Notaris,sebagai seorang yang ahli dalam bidang ini, berkesempatan dan malahan wajib, memberikan bimbingan dan petunjuk, agar wasiat tersebut dapat terlaksana sedekat mungkin dengan kehendak testateur.

c) Surat Wasiat Rahasia

Wasiat ini dibuat oleh testateur sendiri dan kemudian dise rahkan kepada Notaris dalam keadaan tertutup/tersegel. Notaris yang menerima penyerahan surat wasiat yang demikian, harus memuat akta pengalamatan atau akta super-scriptie, dengan dihadiri oleh 4 orang saksi (J. Satrio, 1992: 186).

Selain ketiga macam surat wasiat tersebut diatas, Undang-undang masih mengenal satu macam lagi surat wasiat, yaitu surat wasiat yang dibuat dalam keadaan darurat seperti dalam keadaan waktu perang, dalam perjalanan melalui lautan, ataupun saat berada di tempat-tempat yang mana, karena adanya penyakit pes atau penyakit lain yang menular, perhubungan antara tempat itu atau tempat-tempat lain terlarang, serta kepada mereka yang mana karena sakit atau mendapat kecelakaan mendadak (Pasal 946,947,948 KUHPerdata).

(9)

12

1. Wasiat pengangkatan ahli waris (Erfstelling). Isinya adalah pemberi wasiat memberikan kepada seorang atau lebih mengenai sebagian atau seluruh harta kekayaannya dengan syarat setelah ia meninggal. Mereka yang mendapatkan harta kekayaan berdasarkan pasal ini disebut ahli waris di bawah titel umum. Pengangkatan ahli waris (Erfstelling) dan pemberian hibah wasiat (legateren) dapat dibuat dalam :

a. Akta wasiat olografis, juga disebut akta yang seluruhnya ditulis sendiri; b. Akta wasiat umum;

c. Akta rahasia, juga disebut akta tertutup; d. Akta perjanjian nikah;

e. Akta kodisil, walaupun terbatas; dan

f. Akta wasiat darurat (Tan Thong Kie, 2007, 267).

2. Wasiat yang berisi hibah/hibah wasiat (Legaat) isinya adalah: pemberi wasiat memberikan kepada seorang atau lebih mengenai:

a. Barang – barang tertentu;

b. Beberapa barang dari jenis tertentu;

c. Hak pakai hasil dari sebagian atau seluruh harta peninggalan/harta warisan.

Sedangkan orang-orang yang mendapatkan harta kekayaan berdasarkan pasal ini disebut ahli waris di bawah titel khusus (Sudarsono, 1994: 54).

2. Wasiat Menurut Kompilasi Hukum Islam

(10)

Sayid Sabiq mengemukakan pengertian wasiat itu sebagai berikut, “Wasiat itu adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik merupakan barang, piutang, ataupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat setelah orang yang berwasiat mati” (Chairuman Pasaribu, Suhrawasi K. Lubis, 1993: 122).

Menurut Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam, wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Dalam waris Islam, kedudukan wasiat sangat penting sebab Al-Qur’an menyebut perihal wasiat ini berulang kali. Demikian pentingnya wasiat dalam Kompilasi Hukum Islam sehingga Al-Qur’an secara tegas dan jelas memberikan tuntunan tentang wasiat. Ayat-ayat yang berhubungan dengan wasiat ini antara lain tercantum dalam:

a. Surat Al-Baqarah ayat 180;

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa (QS. Al-Baqarah: 180).

(11)

14

Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS. Al-Baqarah: 240).

c. Surat An Nissa ayat 11;

Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan ; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa'atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. An-Nisaa:11).

(12)

pemberian dari seseorang kepada orang lain yang berlaku apabila yang memberikan meninggal dunia. “Pemberian” dalam keadaan khusus seperti ini

dikenal dengan nama wasiat (Wati Rahmi Ria, 2011: 90).

Pelaksanaan wasiat harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Ijab Kabul;

2. Ijab Kabul harus tegas dan pasti;

3. Ijab Kabul harus dilakukan oleh orang yang memenuhi persyaratan untuk itu, dan

4. Ijab dan kabul tidak mengandung ta’liq.

Berdasarkan pengaturan wasiat hukum kewarisan Islam ini, dikenal : a. Wasiat Wajibah

Pendapat Ibnu Hazm dan ulama mengenai wasiat wajibah diikuti Undang-Undang Wasiat Mesir, Nomor 71 Tahun 1946 yang menegaskan bahwa besarnya wasiat wajibah adalah sebesar yang harusnya diterima oleh orang tua penerima wasiat wajibah seandainya ia masih hidup dengan ketentuan tidak boleh melebihi sepertiga warisan.

Selain itu, harus dipenuhi dua syarat, yaitu:

1. Cucu itu bukan termasuk orang yang berhak menerima warisan;

(13)

16

Wasiat terbagi menjadi tiga macam ditinjau dari segi harta yang diwasiatkan : a. Wasiat binaashiib;

ialah wasiat dengan menentukan bagiannya atau memberikan seperti bagian yang diperoleh salah seorang ahli waris. Jenis ini terbagi dua macam :

1. Memberi wasiat dengan menetapkan bagiannya sebanyak bagian salah seorang ahli waris yang telah ditentukan. Bagi yang mendapat wasiat berhak memperoleh seperti bagian ahli waris tersebut dan bagiannya digabung dengan asal masalah.

2. Memberi wasiat dengan menetapkan bagiannya sebanyak bagian salah seorang ahli waris, hanya sajatidak ditentukan siapa ahli warisnya. Maka si penerima wasiat menerima bagian ahli waris yang terkecil.

b. Wasiat Biljuz-i;

Ialah berwasiat dengan memberikan sebagian harta. Jenis wasiat ini terbagi dua : 1. Si mayit mewasiatkan agar diberi sebagian hartanya, hanya ia tidak

menentukan banyaknya. Seperti sebanyak sesuatu, atau sebagian atau yang sejenisnya.

2. Si mayit mewasiatkan dengan menentukan bagian tertentu seperti 1/3,1/4 dan sejenisnya.

c. Wasiat binnashiib dan biljuz’-i.

(14)

E.Legitime Portie

Menurut Pasal 913 KUHPerdata, Bagian Mutlak atau Legitieme Portie adalah suatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada para waris dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap bagian mana si yang meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang masih hidup, maupun selaku wasiat.

Berdasarkan hal tersebut, legitimaris haruslah ahli waris menurut undang-undang dalam garis lurus ke atas atau ke bawah.Selain itu,ada pula ahli waris yang menurut undang-undang. Bukan legitimaris, misalnya suami atau istri,saudara-saudara (Effendi Perangin, 1999: 81).

Bagan 1

Suami atau istri bukan legitimaris

A D

D isteri A bukan legitimaris dari A. B C

Bagan 2

Saudara kandung bukan legitimaris

B dan C saudara dari A. B dan C bukan legitimaris dari A.

A B C

(15)

18

semacam legitiem bagi janda, juga dengan hukum adat yang pada prinsipnya menjamin kelangsungan hidup si janda secara layak, dimana berhak atas harta warisan si wafat (Oemarsalim, 2006: 87).

Bagi Kompilasi Hukum Islam, untuk melindungi ahli waris supaya mereka tidak dalam keadaan miskin setelah ditinggalkan pewaris, harta yang boleh diwasiatkan paling banyak adalah sepertiga dari seluruh warisan. Kalau dalam hukum kewarisan Islam untuk melindungi ahli waris, yang ditekankan jumlah maksimal harta yang diwasiatkan, maka dalam KUHPerdata yang ditekankan adalah jumlah minimal yang harus diterima oleh ahli waris, atau lazim disebut bagian mutlak (legitieme portie) (Wati Rahmi Ria, 2011: 90).

(16)

Penjelasan Bagan:

Pemberi Wasiat adalah seseorang yang memiliki harta kekayaan, dan meninggalkan surat wasiat yang akan diberikan kepada seseorang. Didalam suatu proses beralihnya harta waris ada berbagai macam. Salah satunya adalah Surat Wasiat (Testament). Dimana dalam pembuatan surat wasiat (testament) ini baik KUHPerdata maupun Kompilasi Hukum Islam memiliki aturan pembatasan yang masing-masing berbeda. Didalam KUHPerdata yang ditekankan adalah jumlah minimal yang harus diterima oleh ahli waris, atau lazim disebut bagian mutlak (legitieme portie). Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam lebih menekankan pada jumlah maksimal harta yang diwasiatkan, untuk melindungi ahli waris, supaya mereka tidak dalam keadaan miskin setelah ditinggalkan pewaris, harta yang boleh diwasiatkan paling banyak adalah sepertiga dari seluruh warisan.

(17)

II.TINJAUAN PUSTAKA

A.Pemberi Wasiat

1. Pemberi Wasiat Menurut KUHPerdata

Pemberi Wasiat adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang meninggalkan sejumlah harta kekayaan maupun hak-hak yang diperoleh beserta kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan melalui surat wasiat.

2. Pemberi Wasiat Menurut Kompilasi Hukum Islam

Menurut Kompilasi Hukum Islam, Pemberi Wasiat adalah orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan yang meninggalkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga melalui surat wasiat.

Adapun yang menjadi dasar hak untuk mewaris atau dasar untuk mendapat bagian harta peninggalan menurut Al-Qur’an yaitu :

a) Karena hubungan darah, ini ditentukan secara jelas dalam (Q.S An-Nisaa: 7,11,12,33,dan 176).

b) Hubungan semenda atau pernikahan.

(18)

d) Hubungan kerabat karena sesama hijrah pada permulaan pengembangan Islam, meskipun tidak ada hubungan darah (Q.S Al-Anfaal:75).

B.Penerima Wasiat

1. Penerima Wasiat Menurut KUHPerdata

Penerima Wasiat Menurut KUHPerdata yaitu seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang mendapat wasiat dari pemberi wasiat dan dinyatakan cakap untuk menerima wasiat. Pengaturan mengenai ketidakcakapan seseorang untuk menerima surat wasiat diatur dalam Pasal 912 KUHPerdata.

2. Penerima Wasiat Menurut Kompilasi Hukum Islam

Penerima Wasiat Menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu seseorang baik laki maupun perempuan yang mendapat wasiat dari pemberi wasiat yang tidak dinyatakan dihukum berdasarkan putusan hakim seperti yang diatur dalam Pasal 197 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, mengetahui adanya surat wasiat dan menerima wasiat tersebut. Mengenai pengertian penerima wasiat ini, Kompilasi Hukum Islam menjelaskannya di dalam Pasal 197 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

C.Warisan

1. Warisan Menurut KUHPerdata

(19)

8

Warisan dalam sistem hukum perdata barat yang bersumber pada KUHPerdata itu meliputi seluruh harta benda beserta hak-hak dan kewajiban-kewajiban pewaris dalam lapangan hukum harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. Akan tetapi terhadap ketentuan tersebut menurut Eman Suparman, ada beberapa pengecualian, dimana hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan ada juga yang tidak dapat beralih kepada ahli waris, antara lain: 1. Hak memungut hasil (vruchtgebruik);

2. Perjanjian perburuhan, dengan pekerjaan yang harus dilakukan bersifat pribadi;

3. Perjanjian perkongsian dagang, baik yang berbentuk maatschap menurut KUHPerdata maupun firma menurut WvK, sebab perkongsian ini berakhir dengan meninggalnya salah seorang anggota / persero.

Pengecualian lain terdapat pula,yaitu ada beberapa hak yang walaupun hak itu terletak dalam lapangan hukum keluarga, akan tetapi dapat diwariskan kepada ahli waris pemilik hak tersebut, yaitu:

a. Hak seorang ayah untuk menyangkal sahnya seorang anak;

b. Hak seorang anak untuk menuntut supaya ia dinyatakan sebagai anak yang sah dari bapak atau ibunya (Eman Suparman, 2007: 27).

KUHPerdata mengenal dua cara untuk mendapat suatu warisan: 1. Secara ab intestato (ahli waris menurut undang-undang).

(20)

menjadi milik negara, yang mana berwajib akan melunasi segala utangnya, sekadar harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.”

Ketentuan Pasal 832 KUHPerdata ini tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan dan tidak membedakan mana yang tua dan mana yang muda.Bandingkan dengan aturan warisan dalam Kompilasi Kompilasi Hukum Islam, yaitu wanita mendapat separuh dari pria (Effendi Perangin, 2008: 8).

2. Secara testamentair (ahli waris karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament). Menurut Pasal 899 KUHPerdata “Dengan mengindahkan akan ketentuan dalam pasal 2 Kitab Undang-Undang ini, untuk dapat menikmati sesuatu dari suatu surat wasiat, seorang harus telah ada, tatkala si yang mewariskan meninggal dunia”. Ketentuan ini tak berlaku bagi mereka yang menerima hak untuk menikmati sesuatu dari lembaga-lembaga.

2. Warisan Menurut Kompilasi Hukum Islam

Berdasarkan ketentuan umum Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam, Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.

(21)

10

Warisan atau harta peninggalan menurut Wirjono Prodjodikoro yaitu “sejumlah harta benda serta segala hak dari yang meninggal dunia dalam keadaan bersih”.

Artinya, harta peninggalan yang diwarisi oleh para ahli waris adalah sejumlah harta benda serta segala hak, “setelah dikurangi dengan pembayaran hutang -hutang pewaris dan pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan oleh wafatnya si peninggal waris. Wujud warisan atau harta peninggalan menurut Kompilasi Kompilasi Hukum Islam sangat berbeda dengan wujud warisan menurut hukum waris Barat sebagaimana diatur dalam KUHPerdata (Eman Suparman, 2007: 13).

D.Wasiat Pewaris

1. Wasiat Menurut KUHPerdata

Menurut Pasal 875 KUHPerdata “wasiat atau testament adalah suatu akta yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali lagi”.

Menurut Pasal 931 KUHPerdata menetapkan bahwa surat wasiat boleh dinyatakan,baik dengan akta yang ditulis sendiri atau olograpis, baik dengan akta umum, baik dengan akta rahasia atau tertutup.

Berdasarkan Pasal 931 KUHPerdata tersebut dapat disimpulkan, bahwa Undang-Undang pada dasarnya mengenal 3 macam bentuk surat wasiat, yaitu :

a) Surat Wasiat Olograpis.

(22)

harus seluruhnya ditulis sendiri oleh testateur dan ditanda tangani olehnya (pasal 932 KUHPerdata).

b) Surat Wasiat Umum

Surat wasiat umum adalah surat wasiat yang dibuat oleh testateur dihadapan Notaris. Ini merupakan bentuk testament yang paling umum yang paling sering muncul, dan paling dianjurkan (baik), karena Notaris,sebagai seorang yang ahli dalam bidang ini, berkesempatan dan malahan wajib, memberikan bimbingan dan petunjuk, agar wasiat tersebut dapat terlaksana sedekat mungkin dengan kehendak testateur.

c) Surat Wasiat Rahasia

Wasiat ini dibuat oleh testateur sendiri dan kemudian dise rahkan kepada Notaris dalam keadaan tertutup/tersegel. Notaris yang menerima penyerahan surat wasiat yang demikian, harus memuat akta pengalamatan atau akta super-scriptie, dengan dihadiri oleh 4 orang saksi (J. Satrio, 1992: 186).

Selain ketiga macam surat wasiat tersebut diatas, Undang-undang masih mengenal satu macam lagi surat wasiat, yaitu surat wasiat yang dibuat dalam keadaan darurat seperti dalam keadaan waktu perang, dalam perjalanan melalui lautan, ataupun saat berada di tempat-tempat yang mana, karena adanya penyakit pes atau penyakit lain yang menular, perhubungan antara tempat itu atau tempat-tempat lain terlarang, serta kepada mereka yang mana karena sakit atau mendapat kecelakaan mendadak (Pasal 946,947,948 KUHPerdata).

(23)

12

1. Wasiat pengangkatan ahli waris (Erfstelling). Isinya adalah pemberi wasiat memberikan kepada seorang atau lebih mengenai sebagian atau seluruh harta kekayaannya dengan syarat setelah ia meninggal. Mereka yang mendapatkan harta kekayaan berdasarkan pasal ini disebut ahli waris di bawah titel umum. Pengangkatan ahli waris (Erfstelling) dan pemberian hibah wasiat (legateren) dapat dibuat dalam :

a. Akta wasiat olografis, juga disebut akta yang seluruhnya ditulis sendiri; b. Akta wasiat umum;

c. Akta rahasia, juga disebut akta tertutup; d. Akta perjanjian nikah;

e. Akta kodisil, walaupun terbatas; dan

f. Akta wasiat darurat (Tan Thong Kie, 2007, 267).

2. Wasiat yang berisi hibah/hibah wasiat (Legaat) isinya adalah: pemberi wasiat memberikan kepada seorang atau lebih mengenai:

a. Barang – barang tertentu;

b. Beberapa barang dari jenis tertentu;

c. Hak pakai hasil dari sebagian atau seluruh harta peninggalan/harta warisan.

Sedangkan orang-orang yang mendapatkan harta kekayaan berdasarkan pasal ini disebut ahli waris di bawah titel khusus (Sudarsono, 1994: 54).

2. Wasiat Menurut Kompilasi Hukum Islam

(24)

Sayid Sabiq mengemukakan pengertian wasiat itu sebagai berikut, “Wasiat itu adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik merupakan barang, piutang, ataupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat setelah orang yang berwasiat mati” (Chairuman Pasaribu, Suhrawasi K. Lubis, 1993: 122).

Menurut Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam, wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Dalam waris Islam, kedudukan wasiat sangat penting sebab Al-Qur’an menyebut perihal wasiat ini berulang kali. Demikian pentingnya wasiat dalam Kompilasi Hukum Islam sehingga Al-Qur’an secara tegas dan jelas memberikan tuntunan tentang wasiat. Ayat-ayat yang berhubungan dengan wasiat ini antara lain tercantum dalam:

a. Surat Al-Baqarah ayat 180;

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa (QS. Al-Baqarah: 180).

(25)

14

Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS. Al-Baqarah: 240).

c. Surat An Nissa ayat 11;

Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan ; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa'atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. An-Nisaa:11).

(26)

pemberian dari seseorang kepada orang lain yang berlaku apabila yang memberikan meninggal dunia. “Pemberian” dalam keadaan khusus seperti ini

dikenal dengan nama wasiat (Wati Rahmi Ria, 2011: 90).

Pelaksanaan wasiat harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Ijab Kabul;

2. Ijab Kabul harus tegas dan pasti;

3. Ijab Kabul harus dilakukan oleh orang yang memenuhi persyaratan untuk itu, dan

4. Ijab dan kabul tidak mengandung ta’liq.

Berdasarkan pengaturan wasiat hukum kewarisan Islam ini, dikenal : a. Wasiat Wajibah

Pendapat Ibnu Hazm dan ulama mengenai wasiat wajibah diikuti Undang-Undang Wasiat Mesir, Nomor 71 Tahun 1946 yang menegaskan bahwa besarnya wasiat wajibah adalah sebesar yang harusnya diterima oleh orang tua penerima wasiat wajibah seandainya ia masih hidup dengan ketentuan tidak boleh melebihi sepertiga warisan.

Selain itu, harus dipenuhi dua syarat, yaitu:

1. Cucu itu bukan termasuk orang yang berhak menerima warisan;

(27)

16

Wasiat terbagi menjadi tiga macam ditinjau dari segi harta yang diwasiatkan : a. Wasiat binaashiib;

ialah wasiat dengan menentukan bagiannya atau memberikan seperti bagian yang diperoleh salah seorang ahli waris. Jenis ini terbagi dua macam :

1. Memberi wasiat dengan menetapkan bagiannya sebanyak bagian salah seorang ahli waris yang telah ditentukan. Bagi yang mendapat wasiat berhak memperoleh seperti bagian ahli waris tersebut dan bagiannya digabung dengan asal masalah.

2. Memberi wasiat dengan menetapkan bagiannya sebanyak bagian salah seorang ahli waris, hanya sajatidak ditentukan siapa ahli warisnya. Maka si penerima wasiat menerima bagian ahli waris yang terkecil.

b. Wasiat Biljuz-i;

Ialah berwasiat dengan memberikan sebagian harta. Jenis wasiat ini terbagi dua : 1. Si mayit mewasiatkan agar diberi sebagian hartanya, hanya ia tidak

menentukan banyaknya. Seperti sebanyak sesuatu, atau sebagian atau yang sejenisnya.

2. Si mayit mewasiatkan dengan menentukan bagian tertentu seperti 1/3,1/4 dan sejenisnya.

c. Wasiat binnashiib dan biljuz’-i.

(28)

E.Legitime Portie

Menurut Pasal 913 KUHPerdata, Bagian Mutlak atau Legitieme Portie adalah suatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada para waris dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap bagian mana si yang meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang masih hidup, maupun selaku wasiat.

Berdasarkan hal tersebut, legitimaris haruslah ahli waris menurut undang-undang dalam garis lurus ke atas atau ke bawah.Selain itu,ada pula ahli waris yang menurut undang-undang. Bukan legitimaris, misalnya suami atau istri,saudara-saudara (Effendi Perangin, 1999: 81).

Bagan 1

Suami atau istri bukan legitimaris

A D

D isteri A bukan legitimaris dari A. B C

Bagan 2

Saudara kandung bukan legitimaris

B dan C saudara dari A. B dan C bukan legitimaris dari A.

A B C

(29)

18

semacam legitiem bagi janda, juga dengan hukum adat yang pada prinsipnya menjamin kelangsungan hidup si janda secara layak, dimana berhak atas harta warisan si wafat (Oemarsalim, 2006: 87).

Bagi Kompilasi Hukum Islam, untuk melindungi ahli waris supaya mereka tidak dalam keadaan miskin setelah ditinggalkan pewaris, harta yang boleh diwasiatkan paling banyak adalah sepertiga dari seluruh warisan. Kalau dalam hukum kewarisan Islam untuk melindungi ahli waris, yang ditekankan jumlah maksimal harta yang diwasiatkan, maka dalam KUHPerdata yang ditekankan adalah jumlah minimal yang harus diterima oleh ahli waris, atau lazim disebut bagian mutlak (legitieme portie) (Wati Rahmi Ria, 2011: 90).

(30)

Penjelasan Bagan:

Pemberi Wasiat adalah seseorang yang memiliki harta kekayaan, dan meninggalkan surat wasiat yang akan diberikan kepada seseorang. Didalam suatu proses beralihnya harta waris ada berbagai macam. Salah satunya adalah Surat Wasiat (Testament). Dimana dalam pembuatan surat wasiat (testament) ini baik KUHPerdata maupun Kompilasi Hukum Islam memiliki aturan pembatasan yang masing-masing berbeda. Didalam KUHPerdata yang ditekankan adalah jumlah minimal yang harus diterima oleh ahli waris, atau lazim disebut bagian mutlak (legitieme portie). Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam lebih menekankan pada jumlah maksimal harta yang diwasiatkan, untuk melindungi ahli waris, supaya mereka tidak dalam keadaan miskin setelah ditinggalkan pewaris, harta yang boleh diwasiatkan paling banyak adalah sepertiga dari seluruh warisan.

(31)

III. METODE PENELITIAN HUKUM

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem tertentu, metodologis artinya menggunakan metode atau cara tertentu dan konsistensi berarti tidak ada hal yang bertentangan dalam kerangka tertentu (Abdulkadir Muhammad, 2004: 2). Penelitian sangat diperlukan untuk memperoleh data yang akurat sehingga dapat menjawab permasalahan sesuai dengan fakta atau data yang ada dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

A. Jenis dan Tipe Penelitian

(32)

Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dan menguraikan pokok bahasan yang telah disusun dalam penelitian ini adalah tipe deskriptif. Tipe deskriptif bertujuan untuk memperoleh pemaparan (deskripsi) secara lengkap, rinci, jelas, dan sistematis tentang beberapa aspek yang diteliti pada undang-undang, atau peraturan daerah atau naskah kontrak atau objek kajian lainnya. (Abdulkadir Muhammad, 2004: 115). Untuk itu, pada penelitian ini akan menggambarkan secara lengkap, rinci, jelas, dan sistematis mengenai Pembatasan isi didalam surat wasiat.

B.Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang berasal dari bahan pustaka yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, literatur dan sumber data sekunder lainnya.

Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum (berupa peraturan perundang-undangan) atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak yang berkepentingan (berupa kontrak). Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

a) KUHPerdata;

(33)

22

2. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang terdiri dari:

a) Buku-buku ilmu hukum khususnya mengenai atau relevan dengan waris; b) Literatur-literatur lainnya yang berhubungan atau relevan dengan masalah penelitian;

c) Makalah, Jurnal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia.

C. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang sesuai dengan permasalahan, pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, yaitu dengan mencari, mencatat, menelaah, dan mengutip peraturan perundangan dan literatur yang berhubungan dengan penelitian.

D. Pengolahan Data

(34)

1. Pemeriksaan data (editing), yaitu melakukan pemeriksaan data yang terkumpul apakah sudah cukup lengkap, sudah cukup benar, dan sudah sesuai dengan permasalahan;

2. Rekonstruksi data (reconstructing), yaitu menyusun ulang data secara teratur, berurutan, logis, sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan;

3. Sistematisasi data (sistematizing), yaitu menempatkan data menurut kerangka sistematika bahasan berdasarkan uraian masalah.

E. Analisis Data

(35)

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik suatu simpulan sebagai berikut:

1. Kriteria penerima wasiat dalam KUHPerdata peraturannya terdapat dalam Buku II, bab ke 13, bagian ke 2 (Pasal 895 sampai 912 KUHPerdata).

Kriteria penerima wasiat dalam Kompilasi Hukum Islam yaitu membatasi seseorang untuk mewasiatkan kepada ahli warisnya sendiri. Setidak-tidaknya wasiat ini diberikan kepada orang-orang yang masih termasuk sanak keluarga yang sudah jauh hubungan kekeluargaannya.

2. Siapa saja yang dilarang menerima wasiat di atur didalam Pasal 901-912 KUHPerdata. Mengenai hal-hal apa saja yang dilarang dalam isi surat wasiat berdasarkan KUHPerdata yaitu fideicommis.

Siapa saja yang dilarang menerima surat wasiat berdasarkan Kompilasi Hukum Islam diatur dalam Pasal 207-208 Kompilasi Hukum Islam. Mengenai hal-hal yang dilarang di dalam surat wasiat berdasarkan Kompilasi Hukum Islam yaitu dilarang memberikan wasiat melebihi 1/3 (sepertiga) dari seluruh warisan.

(36)
(37)

iii

iii TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KETENTUAN-KETENTUAN WASIAT

MENURUT KUHPERDATA DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

Oleh :

SISCHA DWI PUTRI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(38)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KETENTUAN-KETENTUAN WASIAT MENURUT KUHPERDATA DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

(Skripsi)

Oleh :

SISCHA DWI PUTRI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(39)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN ABSTRAK... i

HALAMAN JUDUL …………... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN RIWAYAT HIDUP …... vi

HALAMAN MOTTO ... viii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix

SANWACANA ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR BAGAN ... xviii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Kegunaan Penelitian ... 4

(40)

1.Pemberi Wasiat Menurut KUHPerdata ... 6

2.Pemberi Wasiat Menurut Kompilasi Hukum Islam ... 6

B. Penerima Wasiat 1. Penerima Wasiat menurut KUHPerdata ... 7

2. Penerima Wasiat menurut Kompilasi Hukum Islam ... 7

C. Warisan 1.Warisan Menurut KUHPerdata ... 8

2.Warisan Menurut Kompilasi Hukum Islam ... 9

D. Wasiat Pewaris 1.Wasiat Menurut KUHPerdata ... 10

2.Wasiat Menurut Kompilasi Hukum Islam ... 12

E. Legitime Portie ... 17

F. Kerangka Pikir ... 18

III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Tipe Penelitian ... 20

B. Data dan Sumber Data ... 21

C. Metode Pengumpulan Data ... 22

D. Pengolahan Data ... 22

E. Analisis Data ... 23

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(41)

xv

dan Kompilasi Hukum Islam

1. Kriteria-Kriteria Penerima Wasiat berdasarkan KUHPerdata ... 24 2. Kriteria-Kriteria Penerima Wasiat berdasarkan Kompilasi

Hukum Islam ... 27 B. Larangan-larangan pada pelaksanaan wasiat berdasarkan

KUHPerdata dan Kompilasi Hukum Islam 1. Larangan-larangan pada pelaksanaan wasiat

berdasarkan KUHPerdata .... ... 30 a. Siapa-siapa saja yang dilarang menerima wasiat

berdasarkan KUHPerdata ... 30 b. Hal-hal apa saja yang dilarang pada pelaksanaan wasiat

berdasarkan KUHPerdata ... 39 2. Larangan-larangan pada pelaksanaan wasiat

berdasarkan Kompilasi Hukum Islam

a. Siapa-siapa saja yang dilarang menerima wasiat pada

pelaksanaan wasiat berdasarkan Kompilasi Hukum Islam ... 41 b. Hal-hal apa saja yang dilarang pada pelaksanaan wasiat

berdasarkan Kompilasi Hukum Islam ... 45 C. Tata Cara Pelaksanaan Wasiat

1. Tata Cara Pelaksanaan Wasiat berdasarkan KUHPerdata ... 46 2. Tata Cara Pelaksanaan Wasiat berdasarkan Kompilasi

(42)
(43)

DAFTAR PUSTAKA

A.BUKU Al-Qur’an

Anonim. 2008. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Anshori, Abdul Ghofur. 2002. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Penerbit Ekonsia: Yogyakarta

Aprilianti., Idrus Rosida. 2011. Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Afandi, Ali. 2000. Hukum Waris Hukum Hukum Keluarga Hukum Pembuktian Menurut KUPdt. (BW). PT. Bina Aksara: Jakarta.

Hadikusuma, Hilman. 2007. Hukum Perkawinan Indonesia menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama. CV. Mandar Maju: Bandung.

Haliman, 1970. Hukum Pidana Syari’at Islam Menurut Ajaran Ahlus-Sunnah. Bulan Bintang: Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir.2004. Hukum dan Penelitian Hukum . Penerbit PT. Citra Aditya Bakti: Bandung.

Muhammad bin Shalih al-‘utsaimin. 2010. Panduan Praktis Hukum Waris mrnurut al-qur’an dan as-Sunnah yang Shahih. Pustaka Ibnu Katsir: Jakarta

Kie, Tan Thong. 2007. Studi Notariat, serba-serbi praktek notaris. PT Ichtiar

(44)

Sabiq, Sayid. 1998. Fikih Sunnah. PT. Al-ma-arif: Bandung. Satrio,J. 1992. Hukum Waris. Penerbit Alumni: Purwokerto.

Sudarsono. 1994. Hukum Waris dan Sistem Bilateral. Rineka Cipta: Jakarta. Suparman, Ema. 2007. Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam Adat dan

BW. PT. Refika Aditama: Bandung.

Syarifuddin, Amir. 2004. Hukum Kewarisan Islam. Prenada Media: Jakarta Timur.

B.PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kompilasi Hukum Islam;

KUH Perdata;

(45)

xvii

DAFTAR TABEL

(46)

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 1 Suami atau istri bukan legitimaris………... 17 Bagan 2 Saudara Kandung legitimaris………...………... 17 Bagan 3 Apabila pemberi wasiat meninggalkan seorang isteri,

seorang anak laki-laki, dan ingin memberi wasiat kepada

penerima wasiat seperti bagian isteri………... 58 Bagan 4 Apabila pemberi wasiat meninggalkan anak laki-laki,

(47)

iv

Judul Skripsi : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KETENTUAN-KETENTUAN WASIAT MENURUT KUHPERDATA DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM.

Nama Mahasiswa : SISCHA DWI PUTRI No. Pokok Mahasiswa : 0812011286

Bagian : Hukum Keperdataan

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Hj. Wati Rahmi Ria, S.H., M.H. Hj. Rosida, S.H.

NIP 196504091990102001 NIP 195001091978032000

2. Ketua Bagian Hukum Perdata

(48)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Hj. Wati Rahmi Ria, S.H., M.H. ...

Sekretaris/Anggota : Hj. Rosida, S.H. ...

Penguji

Bukan Pembimbing: Hj. Aprilianti, S.H., M.H. ...

2 Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP 196211091987031003

(49)

viii

MOTTO

Pendidikan adalah senjata paling dahsyat yang dapat kita gunakan untuk mengubah dunia

(Nelson Mandela)

Dalam masalah hati nurani, pikiran pertamalah yang terbaik. Dalam masalah kebijaksanaan, pemikiran terakhirlah yang paling baik.

(Robert Hall)

Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja.

Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi.

(50)

PERSEMBAHAN

Segala puji hanya milik Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan skripsi ini kepada: Mama Ekawati dan Papa Mirwan Karim tercinta atas segala kasih sayang, doa,

harapan dan dukungan serta arahan dalam setiap langkah yang kuambil. Kakak Ayu Parasmika dan adik Rizki Pratama serta seluruh keluarga besarku atas

segala motivasi, doa, kasih sayang, harapan, dan semangat. Almamater tercinta

(51)

x

SANWACANA

Segala puji bagi Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah Allah SWT penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Tinjauan Yuridis terhadap Ketentuan-Ketentuan Wasiat di dalam KUHPerdata dan Kompilasi Hukum Islam” sebagai salah satu syarat dalam mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, hal tersebut dikarenakan kurang dan terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Untuk itu, sangat diharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak untuk pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini.

Penulis juga menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak akan lepas dari bantuan, bimbingan dan saran dari berbagai pihak sehingga penulisan skriosi ini dapat selesai. Oleh karena itu di dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

(52)

3. Ibu Hj. Wati Rahmi Ria, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I yang telah sabar dan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan penambahan wawasan serta pengetahuan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Ibu Hj. Rosida, S.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan sabar, memberikan saran, motivasi, serta arahan dan pengetahuan sehingga membantu agar dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Hj. Aprilianti, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas I yang telah memberikan perhatian, kritik, saran dan masukan yang sangat berarti selama proses penulisan skripsi ini.

6. Bapak Dita Febrianto, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembahas II yang telah telah memberikan perhatian, kritik, motivasi dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Rilda Murniati, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

8. Seluruh dosen dan karyawan-karyawati Fakultas Hukum Universitas Lampung yang penuh dedikasi untuk memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta segala bantuannya selama penulis menyelesaikan studi;

9. Teristimewa untuk seluruh keluarga besarku atas kasih sayang, doa, dukungan, dan semangat yang diberikan;

(53)

xii

angkatan lainnya Mandala, Yusni, Dimas Akbar, Dova, Danu yang memberikan semangat kuliah;

11. Teman-teman semasa BEM FH 2008/2009, Mbak Ledy, Mbak Rida, dan seluruh kakak-kakak pengurus BEM FH 2008/2009 saya ucapkan terima kasih atas kebersamaannya selama kuliah dan berorganisasi;

12. Sahabat-sahabat tercinta Zulfikar, Melisa, Kak Fajri, Hilda, Karina, Onda, Sherly, Nene, Aziza, Farhan, Susi, Ghea, Icha, Nazra, Tiara, Etek, Mona, Ira, Yu’ ella, Dum, dan Dimas Aji terima kasih atas dukungan, kebersamaan, dan

kasih sayangnya selama masa perkuliahan ini;

13. Teman-teman jurusan perdata ekonomi dan perdata murni Angkatan 2008, dan team badminton perdata yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan, dukungan, dan kerjasamanya;

14. Staf keperdataan: Pak Tarno, Pak Dedi, dan Mba Siti atas segala bantuannya; 15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu telah membantu

penulis menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas semua bantuan dan dukungannya;

16. Almamater Tercinta.

Semoga Allah SWT, menerima dan membalas semua kebaikan yang kita perbuat. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi mereka yang membacanya. Amin.

Bandar Lampung, .. ... 2012 Penulis

(54)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, Bandar Lampung tanggal 14 September 1990, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari Bapak Mirwan Karim,S.E. dan Ibu Dra. Ekawati.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Al-Azhar Bandar Lampung pada tahun 1996, Sekolah Dasar di SD Al-Azhar II Bandar Lampung pada tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri I Bandar Lampung pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Pada tahun 2011, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada Kampung Bumi Harapan, Kecamatan Way Serdang, Kabupaten Mesuji.

(55)

vii

Organisasi

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FH Unila, sebagai anggota Angkatan Muda periode 2008-2009.

Seminar Nasional Pemekaran Daerah BEM FH Unila pada tahun 2008.

Seminar masalah-masalah Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Implikasinya terhadap Penegakan Hukum Pidana pada tahun 2010.

 Seminar Anti Korupsi “Revitalisasi Peran Pemuda dalam Pemberantasan Korupsi” yang diadakan oleh BEM U KBM Unila pada tahun 2011.

 Rolling Stone Live Music Biz on Campus Rock n’ Roll Workshop pada tahun 2011.

Certificate Of Attendance the learn from experts cinematography clinic with Nia Dinata pada tahun 2011

Pelatihan

Pelatihan Diskusi sehari dengan tema “Prosedur Pelaksanaan dan Putusan Pra Peradilan Berdasarkan KUHP dan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku” UKMF PSBH FH Unila pada tahun 2008.

Pelatihan Kemampuan Dasar Emotional Spiritual Psychology UKMF PSBH FH Unila pada tahun 2008.

Pelatihan Kepemimpinan Manajemen Islam Tingkat Dasar UKMF FOSSI FH Unila pada tahun 2010.

Kompetisi

Sebagai peserta delegasi pada Kompetisi Peradilan Semu Tindak Pidana Korupsi Piala Prof. Sudarto II Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (FH UNDIP) di Semarang pada tahun 2009.

Sebagai peserta delegasi pada Kompetisi Peradilan Semu Tingkat Nasional Piala Mutiara Djokosoetono VI Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) di Jakarta pada tahun 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini di- lakukan dengan menggabungkan antara model matematik heuristik permintaan dinamis Pujawan dan Silver [5] dan model matematik sistem rantai

Sebagai salah satu perwujudan dalam penelitian ini, maka digunakan pembelajaran inkuiri terbimbing (terarah) untuk menemukan konsep hukum Newton yang terdiri dari hukum

SEGMENTASI merupakan identifikasi subkelompok konsumen yang memiliki kesamaan dalam keinginan, daya beli, lokasi, sikap membeli (Kottler). Segmentasi pasar adalah

Evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program. Pemantauan dilaksanakan secara berkala dan terus

Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti menyimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Reciprocal Teaching dalam pembelajaran matematika dapat

a. Guru membimbing peserta didik untuk mempersiapkan diri secara fisik dan psikis untuk mengikuti pembelajaran dengan melakukan berdoa, menanyakan kehadiran peserta

Perjanjian kerja dibuat pada dasarnya juga menetapkan ketentuan yang sama dengan ketentuan dinas, hal itu ditegaskan dalam pasal 416 KUHDagang yang berbunyi ; “ apabila