• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN PENDAPAT DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS XII DI SMA PGRI 1 TUMIJAJAR TAHUN PELAJARAN 2015/2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN PENDAPAT DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS XII DI SMA PGRI 1 TUMIJAJAR TAHUN PELAJARAN 2015/2016"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

Kata kunci: bimbingan dan konseling, assertive training, dan kemampuan mengungkapkan pendapat

ABSTRAK

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN PENDAPAT DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS XII DI SMA PGRI 1 TUMIJAJAR TAHUN PELAJARAN

2015/2016

Oleh

DESTI WAHYUNING

Masalah penelitian ini adalah kemampuan mengungkapkan pendapat rendah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah “apakah kemampuan mengungkapkan pendapat siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknik assertive training?”. Tujuan penelitian untuk meningkatkan kemampuan mengungkapkan pendapat siswa dengan menggunakan teknik assertive training.

Metode yang digunakan yaitu quasi eksperimental dengan desain one-group pretest-posttest. Subjek penelitian ini sebanyak 10 siswa yang memiliki kemampuan mengungkapkan pendapat rendah. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi.

(2)

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN PENDAPAT DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING PADA

SISWA KELAS XII DI SMA PGRI 1 TUMIJAJAR TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Oleh

DESTI WAHYUNING

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Bimbingan dan Konseling Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)
(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir tanggal 28 Desember 1991 di Bandar Lampung. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara, pasangan Bapak Edi Setyo Soenarso, S.H dan Ibu Sri Rahayu Endang Lestari, S.Sos.

Penulis menempuh pendidikan formal yang diawali dari : Taman Kanak-Kanak (TK) Al Hukamah, lulus tahun 1998; SD Kartika II-5 Bandar Lampung, lulus tahun 2004; SMP Kartika II-2 Bandar Lampung, lulus tahun 2007; kemudian melanjutkan ke SMA YP Unila Bandar Lampung, lulus tahun 2010.

(7)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT atas terselesaikannya penulisan

skripsi ini, dengan kerendahan hati, aku persembahkan karya kecilku ini

kepada:

Papa dan Mamaku tercinta,

Edi Setyo Soenarso

dan

Sri Rahayu

Endang Lestari

yang selalu memberikan inspirasi dan motivasi,

terima kasih karena aku terlahir dari kedua orangtua yang memberikan

limpahan kasih kepada anak-anaknya dengan tulus ikhlas, aku bersyukur

karena memiliki kedua orangtua yang mengajarkan banyak hal di dalam

kehidupan ini.

Bapak Muswardi Rosra dan Ibu Shinta Mayasari yang telah sabar

membimbingku serta memberikan motivasi kepadaku.

Almamaterku tercinta Universitas Lampung.

(8)

MOTTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu

telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh

(urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhan-mulah hendaknya kamu

(9)

SANWACANA

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirrabbil’aalamin, segala puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta kekuatan lahir dan batin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan rintangan serta kesulitan yang dihadapi, namun berkat bantuan dan motivasi serta bimbingan yang tidak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Mengungkapkan Pendapat dengan Menggunakan Teknik Assertive Training Pada Siswa Kelas XII Di SMA PGRI 1 Tumijajar Tahun Pelajaran 2015/2016” ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk mengadakan penelitian.

2. Ibu Dr. Riswanti Rini, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Lampung.

3. Bapak. Drs. Yusmansyah, M.Si selaku ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Lampung.

4. Bapak Drs. Muswardi Rosra, M.Pd. selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan masukan dan mengarahkan demi terselesaikannya skripsi ini. 5. Ibu Shinta Mayasari, S.Psi., M.Psi., Psi. selaku Pembimbing Kedua yang

(10)

7. Bapak dan Ibu Dosen Bimbingan dan Konseling FKIP UNILA terima kasih untuk semua bimbingan dan pelajaran yang begitu berharga yang telah bapak dan ibu berikan untukku selama perkuliahan.

8. Bapak H. M. Hakim Pasaribu, S.Pd., M.Pd. sebagai kepala SMA PGRI 1 Tumijajar yang telah berkenan memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9. Ibu Dra. Azariah, dan Bapak Soewarno selaku guru bimbingan dan konseling, serta Bapak Marwan Batubara, S.Pd. Selaku Wali Kelas XII IPA, seluruh dewan guru, staf tata usaha, dan siswa-siswi SMA PGRI 1 Tumijajar (DA, RS, MIA, BEAP, MB, MN, LMS, DPL, BDP, LFY) yang telah bersedia membantu penulis dalam mengadakan penelitian ini.

10. Kedua orangtuaku tercinta yang telah mencurahkan seluruh waktu dan tenaganya serta membesarkanku dengan penuh kasih sayang.

11. Adikku tersayang Erika Yulianti Safitri (Ika), yang selalu setia mendengarkan keluh kesahku dalam mengerjakan skripsi ini, dan selalu memotivasiku. 12. Sahabatku Yovita Tanjung Sari, Yulandhita Pratiwi, Yara Young Jalapa,

Ismalia Husna, Utia Eka April Yani, Nora Laras Verdiani, Fitri Jayanti, Ratri Wulandari, dan Prabawati Ningtyas terimakasih selalu memberikan dorongan serta motivasi dan selalu mendengarkan keluh kesahku selama mengerjakan skripsi ini dan terimakasih juga karena telah mengukir warna-warni pelangi indah dalam hidupku.

13. Sahabat-sahabat kuliahku Ditta Anggraeni, Elisabeth Ocktarina Br. Tarigan, Fransiska Ivana Yudiastri, Lusi Mauludiah, Maisaroh Megga, Emilia Roza, dan Nailul Fauziah yang sudah memberi motivasi, dukungan serta mendengarkan keluh kesahku selama mengerjakan skripsi ini dan selalu membantu dikala susah.

(11)

15. Sahabat-sahabat seperjuanganku di Desa Daya Asri Shirta El Rusida. Prabawati Ningtyas, Ani, Asih, Mba Monik, Mba Indah, Mba Mega, Zae dan Eko semuanya terima kasih atas canda tawa kalian, kekeluargaan dan kebersamaan itu membuat KKN dan PLBK begitu menyenangkan dan berarti dalam pengalaman hidup.

16. Teman–teman mahasiswa Bimbingan dan Konseling (2007-2014) yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih banyak atas masukan, saran, motivasi, serta semangatnya.

17. Almamater ku tercinta

18. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih.

Hanya harapan dan doa semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah berjasa dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya kepada Allah SWT penulis serahkan segalanya dalam mengharapkan keridhaan, semoga skripsi ini bermanfaat bagi masyarakat umumnya dan bagi penulis khususnya, anak dan keturunan penulis kelak. Aamiin.

Bandar Lampung, Januari 2016 Penulis

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Langkah-langkah Strategi Latihan Asertif Training……… 28 3.1 Kisi-kisi Observasi Kemampuan Mengungkapkan Pendapat ... 47 3.2 Kriteria Realibilitas ……… 52 4.1 Daftar Subyek Kemampuan Mengungkapkan Pendapat yang Rendah 56 4.2 Data Hasil Sebelum Pemberian Teknik Assertive Training ... 58 4.3 Data Hasil Setelah Pemberian Kegiatan Teknik Assertive Training... 68 4.4 Hasil Pretest dan Posttest……… 69 4.5 Data Kemampuan Mengungkapkan Pendapat Siswa Sebelum dan

Sesudah Mengikuti Teknik assertive Training……… 71 1.6 Peningkatan Skor Kemampuan Mengungkapkan Pendapat Setiap

Indikator ... ... …. 71 1.7 Analisis Hasil Penelitian Menggunakan Uji Wilcoxon data Pretest-

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Kisi-kisi Observasi Kemampuan Mengungkapkan Pendapat ... 122

2. Hasil Uji Ahli ... 123

3. Lembar Observasi ... 129

4. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 131

5. Data Pretest dan Posttest ... 140

6. Kesimpulan Data Penjaringan Subjek ……….. 144

7. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 147

8. Tabel Distribusi Z………... 148

9. Hasil Uji Wilcoxon………. 150

10. Peningkatan Presentase Kemampuan Mengungkapkan Pendapat….. 151

11. Modul ……… 153

12. Satuan Layanan ………. 189

(14)

DAFTAR ISI

2. Identifikasi Masalah ... 6

3. Pembatasan Masalah ... 7

A. Kemampuan Mengungkapkan Pendapat dalam Bidang Bimbingan Pribadi-Sosial ... 9

B. Kemampuan mengungkapkan Pendapat ……….. 11

1. Pengertian Mengungkapkan Pendapat ... 11

2. Macam-Macam Bentuk Pendapat... . 14

3. Manfaat Kemampuan Mengungungkapkan Pendapat ... 15

4. Ciri KemampuanMengungkapkan Pendapat ... 16

5. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Mengungkapkan Pendapat ... 16

C. Teknik Asertif Training ... 20

1. Perilaku Asertif (Asertivitas) ... 20

2. Pengertian Teknik Asertif Training ... 22

3. Manfaat Asertif Training ... 25

4. Dasar Teori Asertif Training……….. 26

5. Tujuan Asertif Training ... 26

6. Prosedur Terapan Asertif Training ………... 27

7. Teknik Assertive Training dalam Bimbingan dan Konseling…… 29

D. Hasil dari Penelitian Kemampuan Mengungkapkan Pendapat dengan Menggunakan Teknik Assertive Training……… 30

E. Penggunaan Teknik Asertif Training dalam Upaya Peningkatan Kemampuan Mengungkapkan Pendapat ... 32

F. Kerangka Pikir ……… 34

(15)

III. METODE PENELITIAN ... 39

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

B. Metode Penelitian ... 39

C. Subjek Penelitian ... 42

D. Variabel dan Definisi Operasional Variabel Penelitian... .. 42

1. Variabel Penelitian ... 42

2. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 43

E. Teknik Pengumpulan Data ... 44

3. Kegiatan Teknik Assertive Training……… 59

4. Pelaksaan Kegaiatan Teknik Assertive Training……… 59

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka pikir penelitian ... 37

3.1 Desain Kelompok Tunggal dengan Pretest dan Posttest ... 41

3.2 Rumus Uji Reliabilitas... ... 51

4.1 Grafik Peningkatan Kemampuan Mengungkapkan Pendapat Siswa Kelas XII SMA PGRI 1 Tumijajar ………... 70

4.2 Grafik Peningkatan Kemampuan Mengungkapkan Pendapat DA ... 75

4.3 Grafik Peningkatan Kemampuan Mengungkapkan Pendapat RS ... 79

4.4 Grafik Peningkatan Kemampuan Mengungkapkan Pendapat MIA ... 82

4.5 Grafik Peningkatan Kemampuan Mengungkapkan Pendapat BEAP... 86

4.6 Grafik Peningkatan Kemampuan Mengungkapkan Pendapat MB... 89

4.7 Grafik Peningkatan Kemampuan Mengungkapkan Pendapat MN ... .. 93

4.8 Grafik Peningkatan Kemampuan Mengungkapkan Pendapat LMS... 96

4.9 Grafik Peningkatan Kemampuan Mengungkapkan Pendapat DPL... 100

4.10 Grafik Peningkatan Kemampuan Mengungkapkan Pendapat BDP ... 103

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang

Remaja seringkali diartikan sebagai masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang dimasuki pada usia kira-kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 hingga 22 tahun. Remaja tidak termasuk golongan anak-anak, tapi tidak pula termasuk golongan orang dewasa. Dalam bahasa latin remaja disebut “adolensence” yang berarti tumbuh atau

tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja (adolensence) diartikan sebagai masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Masa remaja adalah masa datangnya pubertas (11-14) sampai usia sekitar 18 tahun, masa transisi dari kanak-kanak ke dewasa.

(18)

dimana remaja lebih menunjukkan ketidakstabilannya. Namun, menurut Sarwono (2006:86) pada remaja usia lima belasan, ketidakstabilan tersebut mulai menurun, sehingga kemampuan berfikirnya sudah lebih matang dibandingkan usia sebelumnya.

Sekolah merupakan lembaga umum untuk menampung anak-anak, mendidik siswa, dengan memberikan kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan siswa, memberikan pengajaran, memberikan latihan-latihan praktis berwujud keterampilan diri dalam mengungkapkan pendapat, keberanian mengungkapkan pendapat dan sebagainya. Kesemuanya itu akan dipergunakan sebagai bekal bagi siswa dalam kehidupannya. Siswa yang mendapat bekal semacam inilah yang akan mampu mempengaruhi, memajukan, bahkan merubah kehidupan yang lebih baik. Hal tersebut merupakan bagian dari suatu proses belajar.

(19)

Menurut Cawood (Karnadi, 2009:108) kemampuan mengemukakan pendapat adalah gambaran dari pengekspresikan pikiran, perasaan, kebutuhan dan hak yang dimiliki seseorang bersifat langsung, jujur dan sesuai tanpa adanya kecemasan yang tidak beralasan namun disertai kemampuan untuk dapat menerima perasaan atau pendapat orang lain dan dengan tidak mengingkari hak mereka dalam mengekspresikan pikiran dan perasaan.

Kemampuan mengungkapkan pendapat siswa masuk kedalam salah satu bidang bimbingan dan konseling yaitu bidang bimbingan pribadi. Menurut Prayitno (2000:99), mengartikan layanan bimbingan pribadi adalah membantu siswa menentukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, mantap dan mandiri serta sehat jasmani dan rohani.

Siswa SMA pada prinsipnya sudah mampu berbicara mengeluarkan pendapat, berani bertanya dan menyanggah. Karena beberapa hal ada sebagian kecil siswa yang pada usianya tidak dapat atau bahkan sangat sulit melakukan hal tersebut. Sebelum siswa dapat menjawab ataupun mempunyai opini tetapi mereka lebih memilih diam karena berbagai alasan, takut salah, merasa malu, rasa takut ditertawakan dan sebagainya.

(20)

berfikir positif. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan mengungkapkan rendah adalah siswa yang kurang aktif, selalu merasa takut salah dalam memberikan jawaban, dan selalu berfikir negatif.

Permasalahan mengungkapkan pendapat siswa, ketika tidak memperoleh penanganan dan upaya untuk membantu mengentaskan permasalahan secara tepat akan menjadikan siswa merasa tidak dianggap oleh orang lain, tidak dapat berkembang, dan sulit untuk memperoleh prestasi belajar dengan baik. Dengan demikian, guru bimbingan dan konseling memiliki peranan yang sangat besar untuk membantu siswa dalam mengentaskan permasalahan mengungkapkan pendapat siswa tersebut.

Berdasarkan pengamatan peneliti terdapat siswa di kelas XII di SMA PGRI 1 Tumijajar yang memiliki sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan mengungkapkan pendapat di dalam kelas yang rendah, yaitu diam ketika diberikan pertanyaan oleh guru, takut salah dalam menjawab pertanyaan dari guru, sulit berbicara atau berbicara terbata-bata saat berbicara dengan guru dan tidak berani bertanya dan menyatakan pendapat ketika diberikan kesempatan untuk berbicara.

(21)

Assertive training menurut Corey (2009:410), merupakan penerapan

latihan tingkah laku dengan sasaran membantu individu-individu dalam mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi interpersonal. Asertif training akan membantu bagi orang-orang yang (1) tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung, (2) menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya, (3) memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”, (4) mengalami kesulitan untuk

mengungkapkan afeksi dan respons-respons positif lainnya, (5) merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dari pikiran-pikiran sendiri.

(22)

meningkatkan kehidupan pribadi dan sosial agar lebih efektif. Sehingga kemampuan mengungkapkan pendapat yang rendah diharapkan dapat ditingkatkan dengan memberikan teknik asertif training.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti membuat suatu penelitian berjudul Peningkatan kemampuan mengungkapkan pendapat dengan menggunakan teknik assertive training pada siswa kelas XII di SMA PGRI 1 Tumijajar Tahun Ajaran 2015/2016.

2. Identifikasi Masalah

Menurut Sharbinie (Purwanti & Sutijono, 2011:7), faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang kurang mampu dalam mengungkapkan pendapatnya adalah:

a. berpikir bahwa mengemukakan pendapat di depan umum merupakan hal yang menegangkan.

b. berusaha menyampaikan terlalu banyak informasi dalam waktu yang singkat.

c. pikiran kosong sehingga tidak tahu apa yang harus diungkapkan. d. takut tidak bisa berbicara.

e. memiliki tujuan yang keliru.

f. takut mendapat kesan negatif dari orang lain. g. berusaha mengontrol perilaku.

h. mengetahui terdapat teman yang lebih tahu/lebih dari pembicara Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat di identifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Terdapat siswa yang diam ketika diberikan pertanyaan oleh guru. 2. Terdapat siswa yang merasa cemas akan ditertawakan oleh temannya

saat mengungkapkan pendapatnya.

(23)

4. Terdapat beberapa siswa yang tidak berani bertanya.

5. Terdapat beberapa siswa yang tidak mampu menerima diri apa adanya.

3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dan agar penelitian ini tidak terjadi salah tafsir, penulis membatasi masalah mengenai “Peningkatan kemampuan mengungkapkan pendapat dengan menggunakan teknik assertive training pada siswa kelas XII di SMA PGRI 1 Tumijajar Tahun

Ajaran 2015/2016.”

4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah di atas maka masalah dalam penelitian ini adalah: “kemampuan mengungkapkan pendapat siswa yang rendah.” Adapun permasalahannya

adalah “Apakah kemampuan mengemukakan pendapat dapat

ditingkatkan dengan menggunakan teknik assertive training ?” B. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

(24)

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut : a. Secara teoritis

Penelitian ini berguna untuk mengembangkan konsep-konsep ilmu tentang bimbingan dan konseling khususnya teknik assertive training dalam meningkatkan kemampuan mengungkapkan pendapat

pada siswa.

b. Secara praktis

1. Siswa dapat meningkatkan kemampuan mengungkapkan pendapat menggunakan teknik assertive training.

2. Menambah pengetahuan guru bimbingan dan konseling dalam menggunakan teknik assertive training di sekolah terkait dengan meningkatkan kemampuan mengungkapkan pendapat pada siswa.

3. Bagi peneliti sebagai bekal untuk meningkatkan pengetahuan serta menambah wawasan agar nantinya dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka akan diuraikan lebih jelas tentang: a) kemampuan mengungkapkan pendapat dalam bidang bimbingan pribadi-sosial b) kemampuan mengungkapkan pendapat meliputi: pengertian mengungkapkan pendapat, macam bentuk pendapat, manfaat kemampuan mengungkapkan pendapat, ciri kemampuan mengungkapkan pendapat, faktor yang mempengaruhi kemampuan mengungkapkan pendapat c) teknik asertif training yang meliputi: perilaku asertif, pengertian teknik asertif training, maanfaat asertif training, dasar teori asertif training, tujuan asertif training, prosedur terapan asertif training d) penggunaan teknik asertif training dalam upaya peningkatan kemampuan mengungkapkan pendapat. A. Kemampuan Mengungkapkan Pendapat dalam Bidang Bimbingan

Pribadi-Sosial

(26)

Dalam bidang bimbingan pribadi, membantu siswa menentukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri serta sehat jasmani dan rohani. Dalam bidang bimbingan sosial, membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosial yang dilandasi budi pekerti luhur, tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan.

Menurut Prayitno (2000:99), mengartikan layanan bimbingan pribadi adalah membantu siswa menentukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, mantap dan mandiri serta sehat jasmani dan rohani. Bimbingan pribadi-sosial menurut Winkel (2005:138), berarti bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi pergumulan-pergumulan dalam batinnya sendiri dalam mengatur dirinya sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan sebagainya, serta bimbingan dalam membina hubungan kemanusiaan dengan sesama di berbagai lingkungan (pergaulan sosial). Bidang ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok berikut :

1. Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

2. Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangannya untuk kegiatan-kegiatan yang kreatif liar, dan produktif, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk perananya di masa depan.

3. Pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha penanggulangannya.

4. Pemantapan kemampuan mengambil keputusan.

5. Pemantapan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang telah diambilnya.

(27)

7. Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik melalui ragam lisan maupun tulisan secara efektif.

8. Pemantapan kemampuan menerima dan menyampaikan isi pendapat serta berargumentasi secara dinamis, kreatif, dan produktif.

9. Pematapan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial dengan menjunjung tinggi tata karma, sopan santun, serta nilai-nilai agama, adat, hukum, ilmu, dan kebiasaan yang berlaku.

10.Pemantapan hubungan yang dinamis, harmonis, dan produktif dengan teman sebaya, baik di sekolah yang sama, di sekolah yang lain, di luar sekolah, maupun di masyarakat pada umumnya.

11.Pemantapan pemahaman kondisi dan peraturan sekolah serta upaya pelaksanaannya serta dinamis dan bertanggungjawab. 12.Orientasi tentang hidup berkeluarga.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Kemampuan mengemukakan pendapat termasuk ke dalam bidang bimbingan pribadi-sosial yaitu terdapat pada poin ke empat, lima, tujuh, dan delapan. Yaitu pemantapan kemampuan mengambil keputusan, pemantapan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang telah diambilnya, pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik melalui ragam lisan maupun tulisan secara efektif, dan Pemantapan kemampuan menerima dan menyampaikan isi pendapat serta berargumentasi secara dinamis, kreatif, dan produktif.

B. Kemampuan mengungkapkan Pendapat

1. Pengertian Kemampuan Mengungkapkan Pendapat

(28)

merupakan hubungan puncak. Berdasarkan 5 taraf komunikasi di atas, yang akan diteliti kali ini yaitu taraf komunikasi yang ketiga, menyatakan gagasan atau mengungkapkan pendapat. Susanto (2000:15-16) berpendapat bahwa:

Dalam ilmu komunikasi istilah pendapat (opini) dan sikap sering dicampurbaurkan. Pada umumnya orang berpendapat bahwa pendapat merupakan jawaban terbuka terhadap suatu persoalan, dinyatakan berdasarkan kata-kata yang diajukan tertulis atau lisan. Sebaliknya sikap merupakan reaksi seseorang yang mungkin sekali terbuka/terlihat, akan tetapi tidak selalu dimaksudkan untuk dinyatakan/diperlihatkan. Biasanya sikap seseorang mencerminkan pendapatnya secara implisit. Tetapi sebaliknya belum tentu bahwa apa yang dinyatakan oleh seseorang akan menentukan sikapnya yang sebenarnya

Karena itu dikatakan, bahwa suatu pesan berhasil, apabila sikap telah memperlihatkan apa yang diharapkan oleh komunikator. Selama sikap belum mencerminkan perwujudan dari harapan komunikator, selama itu belum dapat dikatakan, bahwa tujuan komunikator tercapai. Jadi, pendapat merupakan pernyataan yang diucapkan atau ditulis, dinilai sebagai jawaban yang diucapkan, yang diberi oleh individu terhadap suatu rangsangan atau situasi yang mengemukakan beberapa pernyataan yang dipermasalahkan.

(29)

(gagasan, pendapat). Sedangkan pendapat berarti pikiran atau anggapan. Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan mengungkapkan pendapat adalah daya atau kesanggupan untuk menyatakan pikiran atau perasaan.

Pengertian lain berdasarkan teori Bloom (Karnadi, 2009:108), kemampuan mengungkapkan pendapat adalah usaha individu untuk mengkomunikasikan secara langsung dan jujur, dan menentukan pilihan tanpa merugikan atau dirugikan orang lain. Menurutnya, karakter dari anak yang memiliki kemampuan ini adalah kemampuan mengekspresikan ide, kebutuhan dan perasaan serta mempertahankan hak individu dengan cara tidak melanggar hak orang lain.

Adapun pengertian lain menurut Cawood (Karnadi, 2009:108), kemampuan mengemukakan pendapat adalah gambaran dari pengekspresikan pikiran, perasaan, kebutuhan dan hak yang dimiliki seseorang bersifat langsung, jujur dan sesuai tanpa adanya kecemasan yang tidak beralasan namun disertai kemampuan untuk dapat menerima perasaan atau pendapat orang lain dan dengan tidak mengingkari hak mereka dalam mengekspresikan pikiran dan perasaan.

(30)

untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, dan hak-hak pribadinya, serta tidak menolak permintaan yang tidak beralasan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan mengungkapkan pendapat merupakan suatu kesanggupan untuk menyatakan pikiran atau perasaannya. Kemampuan mengekspresikan ide, mempertahankan hak individu dengan tidak melanggar hak orang lain, gambaran dari sebuah fikiran serta kebutuhan. Istilah lain dari kemampuan mengungkapkan pendapat yaitu asertifitas, merupakan kemampuan seorang untuk dapat mengemukakan pendapat, saran dan keinginan yang dimilikinya secara langsung, jujur dan terbuka kepada orang lain.

2. Macam-Macam Bentuk Pendapat

Macam-macam pendapat terdiri dari lima bentuk (Purwanti & Sutijono, 2011:7), yaitu:

a. Pendapat positif yaitu pendapat yang menerangkan keadaan sesuatu.

b. Pendapat negatif yaitu pendapat yang menerangkan ketidakadaan suatu unsur dari barang sesuatu.

c. Pendapat modalitet yaitu pendapat yang menyatakan kebarangkalian, kemungkinan-kemungkinan suatu unsur dari barang tertentu.

d. Pendapat tunggal yaitu suatu rangkaian kata-kata yang terdiri dari dua pengertian yang dirangkumkan menjadi satu kalimat. e. Pendapat majemuk yaitu suatu rangkaian kata-kata yang terdiri

dari dua pengertian yang dirangkum menjadi beberapa pendapat.

(31)

keadaan sesuatu dalam hal positif, lalu adapula pendapat negatif yang menerangkan sesuatu keadaan yang belum tentu kebenarannya. Pendapat modalitet yaitu suatu pendapat yang menyatakan kebarangkalian yang artinya belum pasti dan mencakup suatu kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Dan pendapat tunggal yaitu rangkaian kata yang dapat diartikan menjadi dua arti lalu dirangkum menjadi satu kalimat, sedangkan pendapat majemuk yaitu rangkaian kata yang dapat diartikan menjadi dua arti lalu dirangkum menjadi beberapa pendapat.

3. Manfaat Kemampuan Mengungkapkan Pendapat

Manfaat dari kemampuan mengungkapkan pendapat menurut Purwanti & Sutijono (2011:10), kemampuan mengungkapkan pendapat sangat bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak antara lain sebagai berikut:

a. Memiliki sikap dan pandangan yang aktif terhadap kehidupan.

b. Meningkatkan penghargaan terhadap diri sendiri.

c. Membantu untuk mendapatkan perhatian dari orang lain.

d. Meningkatkan rasa percaya diri.

e. Memudahkan anak bersosialisasi dan menjalin hubungan dengan lingkungan seusianya maupun di luar lingkungannya secara efektif.

f. Meningkatkan kemampuan kognitifnya, memperluas wawasannya tentang lingkungan, dan tidak mudah berhenti pada sesuatu yang tidak diketahuinya (memiliki rasa keingintahuan yang tinggi).

(32)

4. Ciri Kemampuan Mengungkapkan Pendapat

Ciri dari anak yang mampu mengungkapkan pendapat adalah kemampuan untuk berkata tidak, kemampuan membuat permintaan atau bantuan kepada orang lain, kemampuan menolak hal yang negatif tanpa menyakiti, kemampuan ekspresi diri dan menerima tanggung jawab (Miller dalam Karnadi, 2009:109). Fensterheim dan Baer (Karnadi, 2009:109), secara terperinci mengemukakan ciri dari kemampuan mengungkapkan pendapat antara lain:

a. bebas mengemukakan pikiran dan pendapat melalui kata-kata maupun tindakan.

b. dapat berkomunikasi secara langsung dan terbuka.

c. mampu memulai, melanjutkan dan mengakhiri pembicaraan dengan baik.

d. mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pendapat orang lain.

e. mampu mengajukan permintaan dan bantuan kepada orang lain ketika membutuhkan.

f. mampu menyatakan perasaan, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan dengan cara yang tepat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri dari kemampuan mengungkapkan pendapat yaitu bebas mengemukakan pikiran dan pendapat melalui kata-kata maupun tindakan, mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pendapat orang lain, dan mampu menyatakan perasaan, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan dengan cara yang tepat.

(33)

a. Faktor Internal

1. Faktor Bawaan (innate drive)

Faktor bawaan yang diturunkan dari orang tua kepada anak terutama faktor intelegensi. Intelegensi merupakan keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Jadi, intelegensi mengandung unsur pikiran dan rasio. Semakin banyak unsur rasio yang harus digunakan dalam suatu tindakan atau tingkah laku, semakin berintelegensi tingakah laku tersebut. Anak yang intelegensinya tinggi akan memperlihatkan superioritas linguistik, baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas 2. Jenis Kelamin (sex different)

Anak laki-laki cenderung lebih mampu mengungkapkan pendapat karena anak laki-laki cenderung lebih agresif. Anak yang agresif lebih berani dalam mengekspresikan ide atau gagasannya.

b. Faktor Eksternal

1. Pola asuh orang tua (parenting style)

(34)

2. Peniruan (modeling)

Anak cenderung meniru perilaku orang-orang disekitarnya, termasuk dalam hal mengungkapkan pendapat.

3. Hiburan (entertainment)

Hiburan seperti radio dan televisi memiliki andil dalam mempercepat penguasaan kosa kata pada anak sehingga anak memiliki ketrampilan berbahasa yang baik. Anak menjadi lebih percaya diri untuk mengungkapkan pendapat kepada orang lain.

4. Teman sebaya (peer influence)

Teman sebaya sangat berpengaruh terhadap kemampuan mengungkapkan pendapat anak. Karena selama disekolah atau dirumah anak banyak berinteraksi dengan teman sebaya. Anak memperkaya kosa kata dari proses interaksi dengan teman sebaya. Anak lebih berani mengungkapkan perasaan atau ide dengan teman sebaya dibanding dengan orang yang lebih tua.

5. Pendidikan di sekolah (education)

(35)

menyampaikan pendapat serta adanya feedback sebagai hasil proses belajar mengajar.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kemampuan mengungkapkan pendapat terdapat dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Dalam faktor internal terdapat faktor bawaan dan jenis kelamin. Turunan dari orang tua dan anak yang cenderung agresif akan lebih berani dalam mengekspresikan idea tau gagasannya. Dan faktor eksternal terdapat pola asuh orang tua sepeti kebebasan anak untuk memilik apa yang terbaik baginya dan didengarkan pendapatnya, peniruan perilaku orang-orang yang disekitarnya, hiburan seperti radio dan televise untuk mempercepat penguasaan kosa kata pada anak, teman sebaya agar anak banyak berinteraksi dengan teman sebayanya agar memperkaya kosa kata dari proses interaksi, pensisikan dalam metode pembelajaran harus lebih inovatif yang dapat mengarahkan perab serta siswa.

Sedangkan Menurut Sharbinie (Purwanti & Sutijono, 2011:7), faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang kurang mampu dalam mengungkapkan pendapatnya adalah:

a. berpikir bahwa mengemukakan pendapat di depan umum merupakan hal yang menegangkan.

b. berusaha menyampaikan terlalu banyak informasi dalam waktu yang singkat.

c. pikiran kosong sehingga tidak tahu apa yang harus diungkapkan. d. takut tidak bisa berbicara.

e. memiliki tujuan yang keliru.

(36)

g. berusaha mengontrol perilaku.

h. mengetahui terdapat teman yang lebih tahu/lebih dari pembicara. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang kurang mampu dalam mengungkapkan pendapat berfikir bahwa mengungkapkan pendapat merupakan hal yang mengangkan, fikirannya kosong sehingga tidah tahu apa yang harus diungkapkan, dan takut mendapat kesan negatif.

C. Teknik Asertif Training

1. Perilaku Asertif (Asertivitas)

Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tidak lepas dari hubungan antara pribadi dengan orang lain, seperti hubungan dengan orang-orang di lingkungannya, keluarga, tetangga, atasan, guru, ataupun teman-temannya. Hampir sebagian besar waktu dalam kehidupan seseorang digunakan untuk berhubungan dengan orang lain. Hubungan tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan dan kebutuhan-kebutuhannya. Dalam usahanya agar berhasil mencapai hubungan antar pribadi yang memuaskan, seseorang dituntut untuk memiliki kecakapan-kecakapan sosial seperti kemampuan berperilaku asertif.

(37)

memperhatikan perasaan orang lain atau dengan kata lain mempertahankan hak sendiri tanpa mengganggu hak orang lain.

Orang yang memiliki tingkah laku atau perilaku asertif yaitu orang yang berpendapat dari orientasi dari dalam, memiliki kepercayaan diri yang baik, dapat mengungkapkan pendapat dan ekspresi yang sebenarnya tanpa rasa takut dan berkomunikasi dengan orang lain secara lancar. Sebaliknya orang yang kurang asertif adalah mereka yang memiliki ciri terlalu mudah mengalah/lemah, mudah tersinggung, cemas, kurang yakin pada diri sendiri, sukar mengadakan komunikasi dengan orang lain, dan tidak bebas mengemukakan masalah atau hal yang telah dikemukakan.

Perilaku nonasertif menurut Hersen dan Bellack (Sundari, 2011:14), orang yang berperilaku nonasertif mengalami kesulitan untuk mengungkapkan emosi kepada orang lain, berkenalan dengan orang lain, meminta orang lain untuk memberi informasi atau saran, menolak permintaan yang tidak beralasan, lebih lanjut orang ini mengalami kesulitan untuk memulai atau mengakhiri suatu percakapan serta mengungkapkan kekecewaan dan penolakan dalam proporsi yang tepat. Orang yang berperilaku agresif akan memusatkan perhatiannya kepada dirinya. Orang ini kebanyakan dikatakan sebagai orang yang tidak peduli terhadap hak dan kebebasan orang lain dan sangat egois dalam tingkah lakunya.

(38)

lain. Hal ini sejalan dengan pengertian perilaku asertif yang dikemukakan oleh Alberti dan Emmons (dalam Nursalim, 2013:138), perilaku asertif meningkatkan kesetaraan dalam hubungan sesama manusia, yang memungkinkan kita untuk menunjukkan minat terbaik kita, berdiri sendiri tanpa harus merasa cemas, mengeekspresikan perasaan kita dengan jujur dan nyaman, melatih kepribadian kita yang sesungguhnya tanpa menolak kebenaran dari orang lain.

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seseorang dikatakan asertif jika dirinya mampu mengkomunikasikan apa yang dipikirkan, dirasakan, dan diinginkan kepada orang lain dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain. Seseorang dikatakan asertif apabila dia dapat menyatakan isi hatinya, baik yang positif maupun yang negatif, tanpa menyinggung perasaan orang lain. Selain itu orang yang asertif dapat mengungkapkan penolakan tanpa membuat orang tersebut marah atau kecewa. Memang tidak mudah untuk mengubah menjadi sikap asertif dalam jangka waktu yang singkat.

2. Pengertian Teknik Asertif Training

Assertive training merupakan salah satu teknik dalam memodifikasi

(39)

Skinerian dari Skinner. Mula-mula terapi ini dikembangkan oleh Wolpe untuk menanggulangi neurosis. Neurosis dapat dijelaskan dengan mempelajari perilaku yang tidak adaptif melalui proses belajar. Dengan kata lain perilaku yang menyimpang bersumber dari hasil belajar di lingkungan.

Asumsi dasar yang melandasi adalah bahwa setiap orang memiliki hak untuk mengungkapkan perasaannya, pendapat, apa yang diyakini, serta sikap. Salah satu sasaran dari latihan asertif adalah untuk meningkatkan keterampilan behavioralnya sehingga mereka bisa menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku seperti apa yang diinginkan atau tidak. Sasaran yang lain adalah mengajar orang untuk mengungkapkan diri dengan cara sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaannya terhadap perasaan dan hak orang lain.

Keterampilan perilaku latihan asertif menurut Lubis (2011:173), teknik ini mengajarkan klien untuk membedakan tingkah laku agresif, pasif, dan asertif. Prosedur yang digunakan adalah bermain peran. Teknik ini dapat membantu klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan atau menegaskan diri di hadapan orang lain. Pelatihan asertif biasanya digunakan untuk kriteria klien sebagai berikut :

1. Tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung. 2. Menunjukkan kesopanan secara berlebihan dan selalu mendorong

orang lain untuk mendahuluinya.

(40)

4. Mengalami kesulitan mengungkapkan afeksi dan respon positif lainnya.

5. Merasa tidak memiliki hak untuk memiliki perasaan.

Melalui teknik permainan peran, konselor akan memperlihatkan bagaimana kelemahan klien dalam situasi nyata. Kemudian klien akan diajarkan dan diberi penguatan untuk berani menegaskan diri dihadapan orang lain.

Sedangkan menurut Willis (2004:72), assertive training merupakan teknik dalam konseling behavioral yang menitikberatkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya. Assertive training adalah suatu teknik untuk membantu klien dalam hal-hal sebagai berikut :

a. Tidak dapat menyatakan kemarahannya dan kejengkelannya.

b. Mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan dari dirinya.

c. Mereka yang mengalami kesulitan dalam berkata “tidak”. d. Mereka yang sukar menyatakan cinta dan respon positif lainnya e. Mereka yang merasakan tidak punya hak untuk menyatakan pendapat

dan pikirannya

Assertive training menurut Corey (2009:215), merupakan penerapan

(41)

permainan peran, kecakapan-kecakapan bergaul yang baru diperolah sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketidakmemadaiannya dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara lebih terbuka disertai keyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu.

Selain itu Gunarsih (2007:217), menjelaskan pengertian latihan asertif menurut Alberti yaitu prosedur latihan yang diberikan kepada klien untuk melatih perilaku penyesuaian sosial melalui ekspresi diri dari perasaan, sikap, harapan, pendapat, dan haknya.

Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa teknik assertive training atau latihan asertif adalah suatu teknik latihan yang diberikan kepada klien untuk membantu meningkatkan kemampuan mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan kepada orang lain, namun tetap menjaga dan menghargai perasaan serta hak-hak yang dimiliki orang lain.

3. Manfaat Asertif Training

Setiap perlakuan atau latihan yang diberikan tentu memiliki berbagai manfaat bagi individu yang menggunakannya. Menurut pendapat Willis (2004:69), manfaat latihan asertif yaitu membantu bagi orang-orang yang:

1. tidak mampu mengungkapkan kemarahan dan perasaan tersinggung 2. menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong

orang lain untuk mendahuluinya

(42)

4. mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manfaat latihan asertif adalah membantu peningkatan kemampuan mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain.

4. Dasar Teori Asertif Training

Teori asertif training Menurut Bruno (dalam Karnadi, 2009:141), didasarkan pada suatu asumsi bahwa banyak manusia menderita karena perasaan cemas, depresi, dan reaksi-reaksi ketidakbahagiaan yang lain karena tidak mampu untuk mempertahankan/membela hak/kepentingan pribadinya

5. Tujuan Asertif Training

Teknik assertive training dalam pelaksanaannya tentu memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh konselor dan klien. Tujuan assertive training Menurut Fauzan (2010:42), terdapat beberapa tujuan yaitu:

(43)

2. Meningkatkan keterampilan behavioralnya sehingga mereka bisa menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku seperti apa yang diinginkan atau tidak;

3. Mengajarkan pada individu untuk mengungkapkan diri dengan cara sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaanya terhadap perasaan dan hak orang lain;

4. Meningkatkan kemampuan individu untuk menyatakan dan mengekspresikan dirinya dengan enak dalam berbagai situasi sosial; 5. Menghindari kesalahpahaman dari pihak lawan komunikasi.

Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan assertive training adalah untuk melatih individu untuk mengungkapkan perasaan,

pikiran dan pengalaman, mengemukakan apa yang ingin dikatakan dan menyesuaikan diri dalam berinteraksi tanpa adanya rasa cemas karena setiap individu mempunyai hak untuk mengungkapkan perasaan, pendapat, apa yang diyakini serta sikapnya.

6. Prosedur Terapan Asertif Training

(44)

a. Identifikasi terhadap keadaan khusus yang menimbulkan persoalan pada klien.

b. Memeriksa apa yang dilakukan atau dipikirkan klien pada situasi tersebut. Pada tahap ini, akan diberikan juga materi tentang perbedaan perilaku agresif, asertif, dan pasif.

c. Dipilih sesuatu situasi khusus di mana klien melakukan permainan peran (role play) sesuai dengan apa yang ia perlihatkan.

d. Diantara waktu-waktu pertemuan, konselor menyuruh klien melatih dalam imajinasinya, respon yang cocok pada beberapa keadaan. Kepada mereka juga diminta menyertakan pernyataan diri yang terjadi selama melakukan imajinasi. Hasil apa yang dilakukan pasien atau klien, dibicarakan pada pertemuan berikutnya.

e. Konselor harus menentukan apakah klien sudah mampu memberikan respon yang sesuai dari dirinya sendiri secara efektif terhadap keadaan baru, baik dari laporan langsung yang diberikan maupun dari keterangan orang lain yang mengetahui keadaan pasien atau klien.

Untuk lebih memahami materi ini, di bawah ini disajikan langkah-langkah strategi latihan asertif dalam bentuk tabel, sebagai berikut :

Komponen/Langkah Isi Kegiatan Langkah 1:

Rasional strategi

• Konselor memberikan rasional/menjelaskan maksud penggunaan strategi.

• Konselor memberikan overview tahapan-tahapan implementasi strategi.

Langkah 2:

Identifikasi keadaan yang menimbulkan persoalan

(45)

Langkah 3:

Membedakan perilaku asertif dan tidak asertif serta mengeksplorasi target

• Konselor dan konseli membedakan perilaku asertif dan perilaku tidak asertif serta

menentukan perubahan perilaku yang

• Konseli bermain peran sesuai dengan pemasalahan yang dihadapi.

• Konselor memberikan umpan balik secara verbal.

• Pemberian model perilaku yang lebih baik. • Pemberian penguat positif dan penghargaan. Langkah 5:

Melaksanakan latihan dan praktik

• Konseli mendemonstrasikan perilaku yang asertif sesuai dengan target perilaku yang diharapkan.

Langkah 6:

Mengulang latihan

• Konseli mengulang latihan kembali tanpa bantuan pembimbing.

Langkah 7:

Tugas rumah dan tindak lanjut

• Konselor memberikan tugas rumah pada konseli, dan meminta konseli mempraktikan perilaku yang diharapkan dan memeriksa perilaku target apakah sudah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Langkah 8: Terminasi

• Konselor menghentikan program bantuan.

Tabel 2.1 Langkah-langkah strategi latihan asertif

7. Teknik Assertive Training dalam Bimbingan dan Konseling

(46)

proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh orang yang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami masalah (klien) yang bermuara pada teratasinya masalah oleh klien.

Dalam pelaksanaan praktek bimbingan dan konseling diperlukan berbagai pendekatan-pendekatan konseling. Menurut Willis (2004:55) pendekatan konseling (counseling approach) disebut juga teori konseling merupakan dasar bagi suatu praktek konseling. Pendekatan itu dirasakan penting karena jika dapat dipahami berbagai pendekatan atau teori-teori konseling, akan memudahkan dalam menentukan arah proses konseling. Dalam pelaksanaan praktek konseling terdapat berbagai macam pendekatan konseling dengan teknik-teknik konseling yang terdapat didalamnya. Salah satu tekniknya yaitu assertive training yang merupakan bagian dari pendekatan behavioristik.

Berdasarkan uraian diatas, jelas sekali bahwa teknik assertive training merupakan bagian dari bimbingan dan konseling. Merupakan salah satu teknik konseling behavioral yang dapat digunakan untuk membantu individu merubah perilaku yang tidak diinginkan menjadi perilaku yang diharapkan ada pada individu tersebut.

D. Hasil dari Penelitian Kemampuan Mengungkapkan Pendapat dengan Menggunakan Teknik Assertive Training

(47)

mengungkapkan pendapat dapat di tingkatkan dengan menggunakan teknik assertive training. Berikut hasil penelitian dari beberapa peneliti:

1. Berdasarkan hasil penelitian Dewi (2013:67) membuktikan bahwa teknik permainan dapat meningkatkan kemampuan mengemukakan pendapat, karena subjek mengalami perubahan perilaku dari yang awalnya kurang mampu untuk mengemukakan pendapat menjadi lebih mampu dalam mengemukakan pendapat. Hal tersebut menunjukkan bahwa teknik permainan efektif untuk meningkatkan kemampuan mengemukakan pendapat.

2. Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Irawati (2008:86), teknik assertive training digunakan untuk meningkatkan percaya diri siswa. Hal

ini juga erat kaitannya dengan mengungkapkan pendapat. Pada dasarnya, untuk mengungkapkan pendapat diperlukan adanya kepercayaan diri. 3. Berdasarkan hasil penelitian Ramadhani (2013:95) membuktikan bahwa

(48)

4. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Lukman (2012:185), teknik assertive training digunakan untuk meningkatkan komunikasi interpersonal. Penelitian ini dilakukan dengan memberikan latihan asertif kepada 3 orang siswa dengan kemampuan komunikasi interpersonal rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan komunikasi interpersonal siswa setelah diberi teknik assertive training. Mengungkapkan pendapat juga merupakan bagian dari suatu komunikasi.

Berdasarkan hasil dari penelitian beberapa peneliti bahwa kemampuan mengungkapkan pendapat dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknik assertive training. Dapat dilihat bahwa kemampuan mengungkapkan

pendapat termasuk kedalam perilaku percaya diri dan komunikasi interpersonal.

E. Penggunaan Teknik Asertif Training dalam Upaya Peningkatkan Kemampuan Mengungkapkan Pendapat

Komunikasi sangat penting dalam kehidupan individu karena hal tersebut merupakan salah satu cara untuk dapat menghubungkan antara individu satu dengan individu lainnya. Di dalam komunikasi, mengungkapkan atau mengkomunikasikan apa yang dipikirkan, dirasakan, dan diinginkan kepada orang lain merupakan hal yang perlu dilakukan, hal tersebutlah yang disebut pendapat.

(49)

yang dimiliki seseorang bersifat langsung, jujur dan sesuai tanpa adanya kecemasan yang tidak beralasan namun disertai kemampuan untuk dapat menerima perasaan atau pendapat orang lain dan dengan tidak mengingkari hak mereka dalam mengekspresikan pikiran dan perasaan.

Untuk dapat melahirkan individu yang dapat mengungkapkan pendapat sesuai dengan apa yang ingin individu sampaikan, maka diperlukan adanya perilaku asertif. Asertif menurut Nelson dan Jones (2006:184), adalah perilaku yang merefleksikan rasa percaya diri dan menghormati diri sendiri dan orang lain. Seseorang dikatakan asertif jika dirinya mampu mengkomunikasikan apa yang dipikirkan, dirasakan, dan diinginkan kepada orang lain dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain. Seseorang dikatakan asertif apabila dia dapat menyatakan isi hatinya, baik yang positif maupun yang negatif, tanpa menyinggung perasaan orang lain. Selain itu orang yang asertif dapat mengungkapkan penolakan tanpa membuat orang tersebut marah atau kecewa.

(50)

sehingga jika kepercayaan diri meningkat maka kemampuan mengungkapkan pendapat meningkat.

Dari uraian tersebut di atas jelas bahwa penggunaan teknik assertive training dapat meningkatkan kemampuan mengungkapkan pendapat, sehingga akan membantu dalam proses belajar mengajar dan mencapai perkembangan yang optimal.

F. Kerangka Pikir

Seorang siswa pada umumnya memiliki kemampuan dalam berkomunikasi, karena kemampuan berkomunikasi tersebut adalah kemampuan yang pada dasarnya dimiliki oleh setiap orang sejak lahir. Proses tersebut terjadi selama masa pertumbuhan dan perkembangan anak mulai sejak kecil hingga remaja.

Kemampuan siswa dalam mengungkapkan pendapat dapat dilihat dari keaktifan siswa dalam proses pembelajaran disekolah maupun didalam kelas. Pada dasarnya kemampuan mengungkapkan pendapat adalah suatu proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain. Secara garis besar seorang siswa harus mampu dalam berkomunikasi dengan orang lain dengan cara mengungkapkan apa yang ada dalam fikirannya lalu menjelaskan apa yang diinginkan oleh siswa tersebut.

(51)

mengemukakan apa yang menjadi keinginan siswa tersebut meski yang menjadi keinginan siswa tersebut adalah salah, lalu orangtua tidak boleh langsung memarahi atau benar-benar menyalahkan keinginan siswa tersebut, tetapi dengan menasehati dan mengarahkan siswa kepada keinginan yang lebih positif sehingga siswa merasa bahwa dia didengarkan oleh orangtuanya dan dimengerti apa yang menjadi maksud keinginannya.

Adapula siswa yang memiliki kemampuan mengemukakan pendapat rendah. Dalam proses pembentukkannya siswa yang memiliki kemampuan mengungkapkan pendapat rendah mengalami kesulitan dalam berbicara atau berkomunikasi, dalam pola asuh orang tua siswa tidak diberikan kebebasan dalam pembicaraan didalam rumah, siswa meniru perilaku orang-orang sekitarnya yang pendiam, siswa kurang mendapat hiburan didalam rumah, serta siswa kurang memiliki teman sebaya dalam pergaulannya.

Siswa yang memiliki kemampuan mengemukakan pendapat rendah adalah siswa yang kurang aktif dalam proses pembelajaran didalam kelas maupun diluar kelas. Siswa yang memiliki kemampuan mengemukakan pendapat rendah adalah siswa yang merasa takut, serta merasa jawaban yang diberikan salah maka teman-teman dikelasnya pasti akan menertawakannya. Siswa yang mengalami hal tersebut mengalami hal yang sulit dalam proses pembelajarannya.

(52)

pendapat yang rendah. Salah satu contohnya yang terlihat dari sikap dan perilaku yang ditujukan oleh siswa adalah memilih untuk berdiam diri ketika guru memberikan pertanyaan kepada semua siswa yang berada di dalam kelas. Hal ini disebabkan karena siswa merasa kurang percaya diri jika jawaban yang diberikannya salah dan akan ditertawakan oleh teman-teman sekelasnya. Perilaku tersebut tidak dapat dibiarkan begitu saja, sebab hal ini dapat berpengaruh bagi perkembangan siswa tersebut. Oleh karena itu, upaya dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam mengungkapkan pendapat adalah dengan menggunakan teknik assertive training. Teknik assertive training itu sendiri pada dasarnya merupakan suatu program belajar yang

dirancang untuk mengembangkan kompetensi manusia dalam hubungannya dengan orang lain.

Di dalam teknik assertive training terdapat teknik permainan peran (role playing). Role playing menurut Masters (Gunarsih, 2007:217-220)

(53)

Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa teknik assertive training merupakan terapi perilaku yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan individu yang mengalami kemampuan mengungkapkan pendapat yang rendah melalui teknik asertif training agar individu tersebut dapat memiliki perilaku asertif yang diinginkan. Secara ringkas kerangka pikir dapat dinyatakan dalam bentuk gambar berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Dari gambar 2.1 tersebut dapat dilihat bahwa siswa yang memiliki kemampuan mengungkapkan pendapat yang rendah yaitu akan diberikan suatu teknik pendekatan behavior yaitu assertive training sebagai treatment dalam memodifikasi perilaku siswa sehingga diharapkan sebagai suatu proses dalam peningkatan kemampuan mengemukakan pendapat menjadi meningkat.

G. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2009:106). Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah kemampuan mengungkapkan pendapat siswa dapat ditingkatkan dengan

Kemampuan siswa dalam mengungkapkan pendapat rendah

Kemampuan siswa dalam mengungkapkan pendapat meningkat Teknik assertive

(54)

menggunakan teknik assertive training pada siswa SMA PGRI 1 Tumijajar tahun pelajaran 2015/2016.

Berdasarkan hipotesis penelitian tersebut, maka hipotesa statistik yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Hipotesis Nihil (Ho): Tidak terdapat perbedaan antara peningkatan kemampuan mengungkapkan pendapat dengan teknik assertive training pada siswa kelas XI SMA PGRI 1 Tumijajar Tahun Ajaran 2014/2015. 2) Hipotesis Alternatif (Ha): Terdapat perbedaan antara peningkatan

kemampuan mengungkapkan pendapat dengan teknik assertive training pada siswa kelas XI SMA PGRI 1 Tumijajar Tahun Ajaran 2014/2015.

(55)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiono, 2010:102). Penggunaan metode dimaksudkan agar kebenaran yang diungkapkan benar-benar dibentengi dengan bukti ilmiah yang kuat. Oleh karena itu dalam bab tiga ini akan diuraikan mengenai berbagai hal yang termasuk dalam metode penelitian.

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah lokasi tertentu yang digunakan untuk objek dan subjek yang akan diteliti dalam penelitian. Sesuai dengan judul penelitian ini, maka peneliti akan mengadakan penelitian dengan mengambil lokasi penelitian di SMA PGRI 1 Tumijajar yang berlokasi di Jalan Jendral Sudirman No. 56 Daya Asri Kecamatan Tumijajar, Kabupaten Tulang Bawang Barat . Waktu penelitian ini adalah pada tahun pelajaran 2015/2016.

B. Metode Penelitian

(56)

dipertanggungjawabkan dan memiliki bukti ilmiah yang akurat dan dapat dipercaya.

Metode penelitian pendidikan menurut Sugiyono (2010:102) dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan. Metode penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quasi eksperimental. Alasan peneliti menggunakan metode ini karena pada penelitian ini adalah perilaku manusia yang dapat diamati. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Seniati (2005:78) yang menyatakan bahwa eksperimen kuasi berbeda dengan penelitian eksperimen karena tidak memenuhi tiga syarat utama dari suatu penelitian eksperimen yaitu manipulasi, kontrol, dan randomisasi. Peneliti melihat hasil dari pemberian teknik asertif training pada siswa kelas XII menggunakan satu kelompok eksperimen dan subjek dipilih dari hasil observasi perilaku ketidakmampuan siswa dalam mengungkapkan pendapat dan juga karena tidak di kontrol secara ketat seperti di laboratorium.

(57)

pengukuran, pengukuran pertama dilakukan dengan menggunakan observasi kemampuan mengungkapkan pendapat sebelum diberi teknik asertif training dan pengukuran kedua dilakukan dengan menggunakan observasi kemampuan mengungkapkan pendapat setelah diberi teknik asertif training secara berkelompok. Pendekatan ini diberikan pada satu kelompok saja tanpa kelompok pembanding.

Desain penelitian yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut : Pretest Treatment Posttest

Gambar 3.1 Desain Kelompok Tunggal dengan Pretest-Posttest

Keterangan :

O1 : Pemberian pretest untuk mengetahui kemampuan mengungkapkan pendapat siswa kelas XII SMA PGRI 1 Tumijajar, sebelum mendapat perlakuan.

X : Pemberian perlakuan dengan memberikan teknik asertif training kepada siswa kelas XII SMA PGRI 1 Tumijajar yang memiliki kemampuan mengungkapkan pendapat rendah.

O2 : Pemberian posttest untuk mengukur kemampuan mengungkapkan pendapat siswa kelas XII SMA PGRI 1 Tumijajar setelah diberikan perlakuan (X).

(58)

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah sumber data untuk menjawab masalah. Subjek penelitian ini disesuaikan dengan keberadaan masalah dan jenis data yang ingin dikumpulkan. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII SMA PGRI 1 Tumijajar yang memiliki kemampuan mengungkapkan pendapat yang rendah. Subyek penelitian ini merupakan aplikasi konseling untuk meningkatkan kemampuan mengungkapkan pendapat siswa dengan menggunakan teknik assertive training dan hasil dari proses assertive training ini tidak dapat digeneralisasikan antara subyek yang satu dan tidak

dapat mewakili subyek yang lain karena setiap individu berbeda. Subjek diambil dari informasi yang diberikan oleh guru BK mengenai siswa yang memiliki kemampuan mengungkapkan pendapat yang rendah. Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru bimbingan dan konseling di SMA PGRI 1 Tumijajar terdapatlah 10 orang siswa yang memiliki perilaku kemampuan mengungkapkan pendapat yang rendah.

D. Variabel dan Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Penelitian

Variabel sebagai objek penelitian yang bervariasi. Jadi yang dimaksud variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian dari suatu penelitian (Hadi dalam Arikunto, 2010:243).

(59)

a. Variabel bebas (independent variabel) adalah variabel yang dalam sebuah penelitian dijadikan penyebab atau berfungsi mempengaruhi variable terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu teknik asertif training.

b. Variabel terikat (dependent variabel) adalah variabel utama dalam sebuah penelitian. Variabel ini akan diukur setelah semua perlakuan dalam penelitian selesai dilaksanakan. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan dalam mengungkapkan pendapat.

2. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional variabel merupakan uraian yang berisi perincian sejumlah indikator yang dapat diamati dan diukur untuk mengidentifikasi variabel atau konsep yang digunakan. Definisi operasional variable dalam penelitian meliputi :

1. Kemampuan Mengemukakan Pendapat

(60)

Kemampuan mengemukakan pendapat merupakan variabel terikat dalam penelitian ini, indikator kemampuan mengungkapkan pendapat, yaitu:

a. Kemampuan ekspresi diri dan menerima tanggung jawab.

b. Kemampuan membuat permintaan atau bantuan kepada orang lain. c. Kemampuan menolak hal yang negatif tanpa menyakiti.

d. Kemampuan untuk berkata tidak

2. Teknik Asertif Training

Assertive training (latihan asertif) merupakan penerapan latihan

tingkah laku dengan sasaran membantu individu-individu dalam mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi interpersonal. Prosedur latihan yang diberikan kepada klien untuk melatih perilaku penyesuaian diri melalui ekspresi diri dari perasaan, sikap, harapan, pendapat, dan haknya.

E. Teknik Pengumpulan Data

(61)

Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis (Hadi dalam Sugiyono, 2009:106). Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.

Alasan observasi (pengamatan) dapat digunakan seperti yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (dalam Basrowi, 2008 : 95-96) sebagai berikut:

1. Teknik observasi didasarkan atas pengalaman untuk mengetes suatu kebenaran secara langsung.

2. Teknik observasi juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya.

3. Observasi memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.

4. Teknik observasi memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit. Situasi yang rumit mungkin terjadi jika peneliti ingin memperhatikan beberapa tingkah laku sekaligus. Jadi, observasi dapat menjadi alat yang ampuh untuk situasi-situasi yang rumit dan untuk perilaku yang kompleks.

5. Dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, observasi dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat.

Observasi (pengamatan) adalah metode pengumpulan data dengan mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama pengamatan, baik secara langsung atau tidak langsung, sehingga diperoleh data tingkah laku tampak (behavior observable), apa yang dikatakan dan apa yang diperbuatnya.

Pedoman observasi berisi daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul dan akan diamati. Dalam proses observasi, observer (pengamat) tinggal memberikan tanda checklist (√) pada kolom tempat munculnya peristiwa.

(62)

dilakukan saat pemberian pretest dan posttest. Hal yang akan diobservasi dalam penelitian ini adalah tingkah laku siswa.

Saat pelaksanaan observasi, observer akan mengamati perilaku siswa dalam satu hari selama jam sekolah berlangsung. Dalam pengamatan tersebut akan diperhatikan berapa kali perilaku-perilaku yang menjadi target pengamatan muncul pada siswa (sesuai dengan lembar observasi).

Peneliti menggunakan bentuk rating scales dengan 5 alternatif jawaban dalam lembaran observasi, jawaban ini menunjukkan frekuensi muncul atau tidaknya perilaku yang diharapkan saat dilakukan observasi oleh observer. Skor 5 diberikan jika perilaku muncul sebanyak 4 kali , skor 4 jika muncul sebanyak 3 kali, skor 3 jika muncul sebanyak 2 kali, skor 2 jika perilaku muncul sebanyak 1 kali dan skor 1 jika perilaku sama sekali tidak muncul selama observasi.

Perhitungan skor pada lembar observasi dilakukan dengan menghitung skor total yang diperoleh dari perilaku yang diamati. Pada tahap observasi ini Kemampuan mengungkapkan pendapat dikategorikan menjadi 3 yaitu: tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mengkategorikannya, terlebih dahulu ditentukan besarnya interval dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: : interval : nilai tertinggi : nilai terendah

(63)

Berikut merupakan kisi-kisi observasi yang akan menjadi pedoman peneliti dalam melakukan observasi:

Variabel Indikator Aspek Perilaku Pernyataan

(64)

saat pelajaran

Tabel 3.1 Kisi-kisi Observasi Kemampuan Mengemukakan Pendapat

F. Uji Persyaratan Instrumen

(65)

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur (Arikunto, 2006:178). Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan ketika observasi sebelum dan sesudah perlakuan adalah lembar observasi yang merupakan pengembangan dari pedoman observasi berisi rincian dari aspek-aspek yang diobservasi. Validitas yang digunakan adalah validitas isi. Azwar (2012:42) berpendapat bahwa untuk menguji validitas isi dapat digunakan pendapat para ahli (judgment experts). Menurut Sugiyono (2010:102) untuk menguji validitas isi, dapat dengan mempertimbangkan pendapat dari para ahli (judgments experts). Dalam hal ini, setelah kisi-kisi observasi disusun berdasarkan aspek-aspek perilaku yang akan diukur, maka selanjutnya di uji ahli oleh dosen pembimbing dan pengajar di program studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. (hasil yang diperoleh dari ketiga ahli dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 123-128). Hasil uji ahli menunjukkan pernyataan tepat untuk digunakan dalam penelitian.

Gambar

Tabel
Gambar
Tabel 2.1 Langkah-langkah strategi latihan asertif
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian antibiotik pre operasi kurang tepat karena antibiotik diberikan terlalu awal, sebab cefotaxim mencapai kadar puncak di serum setelah 30 menit, sehingga

Dalam studi identifikasi karakteristik PKL, penulis mencoba mengeksploitasi permasalahan kota yang dibangkitkan (generated) oleh sektor informal khususnya Pedagang Kaki

For example, the query "Find all roads that cross Algonquin Park" is a join query but the client only really wants the roads.. Summary

a) Tingkat pelayanan untuk kawasan Kabupaten Buton Tengah masih terbilang rendah yaitu sekitar 21,73% atau sekitar 6187 sambungan rumah. Daerah pelayanan saat ini

Pada evaluasi lahan yang didasarkan pada sumberdaya fisik, empat faktor/sub-model telah dipertimbangkan sebagai kriteria kesesuaian lahan untuk budidaya tambak yaitu: topografi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan aktivitas belajar dan prestasi belajar PKn antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

menggunakan bantuan bentuan komputer dalam hal ini media video animasi untuk mempercepat pemahaman siswa pada materi. Berdasarkan uraian di atas, tujuan dari

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada pengaruh yang signifikan pada manajemen kepala sekolah terhadap kinerja guru di SMA Negeri 2 Wakorumba Selatan, Kecamatan