ABSTRACT
RELATIONSHIP ESTROGEN RECEPTOR (ER) STATUS,
PROGESTERON RECEPTOR (PR) STATUS, ANDHUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR–2(HER–2) WITH MALIGNANCY DEGREES OF BREAST CANCER IN ABDOEL MOELOEK HOSPITAL
BANDAR LAMPUNG
By
RIA JANITA RIDUAN
Breast cancer is one of the highest malignancy and have a fairly high mortality in women. The level of malignancy of breast cancer can be judged by the degree of malignancy of breast cancer. In addition to the estrogen receptor, progesterone receptor and HER–2 that is expressed in breast cancer can also predict cancer prognosis significantly.
This study aims to determine the relationship of estrogen receptor status, progesterone receptor, and HER–2 with the degree of malignancy of breast cancer. Subjects used is breast cancer patients who have known the degree of malignancy, the status of ER, PR and HER–2 in 2014–2015 in hospitals Abdoel Moeloek Bandar Lampung earned by 54 people.
The results showed that the age of majority is obtained at the age of 41–50 years as many as 25 respondents (46.3%), status of ER, PR and HER–2 is the most negative as many as 32 respondents (59.3%) in the ER and PR status, a total of 33 respondents (61.1%) in HER–2, while the highest degree that is grade 3 as many as 41 respondents (75.9%). Results of the analysis of Chi–Square test was obtained p<0.05 except for the HER–2. So it can be concluded that there is a relationship between receptor status of ER, PR with the degree of malignancy of breast cancer.
HUBUNGAN STATUSESTROGEN RECEPTOR(ER),PROGESTERON RECEPTOR(PR), DANHUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR–2(HER–2) DENGAN DERAJAT KEGANASAN KANKER
PAYUDARA DI RSUD ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
Oleh
RIA JANITA RIDUAN
Kanker payudara adalah salah satu keganasan terbanyak dan memiliki angka kematian cukup tinggi pada wanita. Tingkat keganasan kanker payudara dapat dinilai dengan derajat keganasan kanker payudara. Selain itu reseptor estrogen, reseptor progesteron dan HER–2 yang diekspresikan pada kanker payudara juga dapat memprediksi prognosis kanker secara signifikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status reseptor estrogen, reseptor progesteron, dan HER–2 dengan derajat keganasan kanker payudara. Subjek penelitian yang digunakan adalah pasien kanker payudara yang telah diketahui derajat keganasan, status ER, PR dan HER–2 pada tahun 2014–2015 di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung yang didapatkan sebesar 54 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia terbanyak didapatkan pada usia 41–50 tahun yaitu sebanyak 25 responden (46,3%), status ER, PR dan HER–2 terbanyak adalah negatif yaitu sebanyak 32 responden (59,3%) pada status ER dan PR, sebanyak 33 responden (61,1%) pada HER–2, sedangkan derajat terbanyak yaitu derajat 3 sebanyak 41 responden (75,9%). Hasil uji analisis Chi-Square didapatkan p<0,05 kecuali pada HER–2. Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara status reseptor ER, PR dengan derajat keganasan kanker payudara.
HUBUNGAN STATUSESTROGEN RECEPTOR(ER),PROGESTERON RECEPTOR(PR), DANHUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR–2 (HER–2) DENGAN DERAJAT KEGANASAN KANKER
PAYUDARA DI RSUD ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
Oleh
Ria Janita Riduan
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
PAYUDARA DI RSUD ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
Ria Janita Riduan
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Anatomi Payudara... 8
2. Histologi Payudara... 11
3. Karsinoma Duktal In Situ ... 16
4. Kerangka Teori ... 36
5. Kerangka Konsep... 37
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Data Penderita Kanker Payudara
2. Data Distribusi Frekuensi Usia
3. Data Distribusi Frekuensi Status ER
4. Data Distribusi Frekuensi Status PR
5. Data Distribusi Frekuensi Status HER–2
6. Data Distribusi Frekuensi Derajat Keganasan
7. Hubungan Status ER dengan Derajat Keganasan
8. Hubungan Status PR dengan Derajat Keganasan
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Harapan hidup pasien kanker payudara dalam lima tahun ...24
2. Skor Quick Allred ...30
3. Sistem Grading HER–2...34
4. Definisi Operasional Variabel...42
5. Karakteristik Umur Pasien Kanker Payudara ...47
6. Distribusi Frekuensi Status Reseptor Estrogen...48
7. Distribusi Frekuensi Status Reseptor Progesteron ...48
8. Distribusi Frekuensi Status Reseptor HER–2 ...49
9. Distribusi Frekuensi Derajat Keganasan...49
10. Hubungan Status ER dengan Derajat Keganasan ...51
11. Hubungan Status PR dengan Derajat Keganasan ...52
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 11 Januari 1995, sebagai
anak kedua dari empat bersaudara, dari Riduan Asyhari, S.H. dan Nurmasari.
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Kartika II-22 Kota
Bandar Lampung pada tahun 2000, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD
Kartika II-5 Bandar Lampung pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama
(SMP) diselesaikan di SMP Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2009, dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 3 Bandar Lampung
pada tahun 2012.
Pada tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan
Dokter Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN) tertulis. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah
aktif pada organisasi PMPATD PAKIS Rescue Team dan FSI Ibnu Sina. Penulis
aktif sebagai anggota tetap Divisi Pengabdian Masyarakat PMPATD PAKIS
Rescue Team dan anggota bidang syiar FSI Ibnu Sina. Pada tahun ketiga penulis
menjabat sebagai Sekretaris Divisi Pengabdian Masyarakat PMPATD PAKIS
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga
selalu tercurah kepada Nabi Muhammad S.A.W.
Skripsi dengan judul “Hubungan Status Estrogen Receptor (ER), Progesteron
Receptor (PR), dan Human Epidermal Growth Factor Receptor–2 (HER–2)
dengan Derajat Keganasan Kanker Payudara di RSUD Abdoel Moeloek Bandar
Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;
2. Bapak Dr. dr.Muhartono, M.Kes, Sp.PA., selaku dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung serta selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya
untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian
skripsi ini;
3. Ibu Soraya Rahmanisa, S.Si, M.Sc., selaku Pembimbing Kedua atas
kesediaannya memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses
4. Ibu dr. Hanna Mutiara, M.Kes., selaku Penguji Utama pada Ujian Skripsi.
Terima kasih atas waktu, ilmu, dan saran-saran yang telah diberikan;
5. Ibu dr. Indri Windarti, Sp.PA yang telah memberikan bimbingan, saran dan
kritik atas penyelesaian skripsi ini;
6. Ibu dr. Tri Umiana Soleha, M.Kes., selaku Pembimbing Akademik saya yang
telah mensupport saya dalam menyelesaikan kegiatan akademik;
7. Seluruh staf dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lampung atas ilmu yang
telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi
landasan untuk mencapai cita-cita;
8. Seluruh staf Bagian Akademik dan Tata Usaha Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung serta pegawai yang turut membantu dalam proses
penelitian dan penyusunan skripsi ini.Terima kasih atas bantuan dan
dukungannya;
9. Pihak Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek Bandar Lampung, bagian
diklat, bagian onkologi, patologi anatomi, ruang mawar, dan rekam medik Bu
Tati, Mba Yani, Mas Rusli, Mas Fadli dan staf lainnya yang tidak bisa saya
sebutkan satu per satu yang telah membantu saya dalam penyelesaian skripsi;
10. Mba Lutfi, Mba Lisa, Mba Qori, Mba Widya, Bu Juju, Pak, Makmun,Pak
Anomali, Pak Iskandar, Pak Pangat atas bantuannya dalam penyelesaian
kegiatan akademik, pelaksanaan seminar dan ujian skripsi;
11. Terima kasih yang tanpa akhir kepada mamaku Kapten Caj (K) Nurmasari dan
papaku Riduan Asyhari, S.H., yang selalu memberikan doa, perhatian,
12. Teruntuk kakekku Hj. Ahmad Syarifudin, kakak dan adik-adik tercinta Rima
Noveristi Riduan, Amd.Keb., Risa Destriani Riduan, dan Rianti Cesar
Novanra Riduan yang selalu memberikan semangat, motivasi serta keceriaan
di sela-sela penatnya penyelesaian skripsi;
13. Teruntuk sahabat fillah Sheba Denisica Nasution, Septina Ashariani, Zsa-Zsa
Febryana, dan Sartika Safitri yang telah memberikan semangat, motivasi dan
sharing selama ini;
14. Teman seperjuangan penelitian Ratna Agustina, dan Singgih Suhan Nanto atas
segala dukungan dan bantuannya dalam proses penelitian;
15. Teman-teman Lactobacillus; Arief Saputra, Teni Arianca Ligina, Rima
Hayati, Nora Hima, dan Teman-teman COSFIS Ica, Kiki, Vidia, Agus Fathul
Muin Farid yang telah memberi semangat dan motivasi, semoga kita semua
sukses kedepannya;
16. Teman-teman Zahra Zettira, Hera Julia Garamina, Fetiara Nur Annisa Erfa,
Yesti Mulia Eryani, Kharisma Mr, Kak Guntur Sulistyo, Desti Nurul
Qomariyah, Indhraswari Dyah, Eduard yang telah memberi motivasi dan
semangat;
17. Teman KKN Santiago Jaya yang selalu memberi semangat dan berbagi
kebahagiaan dari KKN sampai sekarang;
18. Teman-teman seperjuangan PABEA TNI 2015 yang telah menambah motivasi
19. Teman-teman PMPATD PAKIS Rescue Team, dan khususnya Divisi
Pengabdian Masyarakat terima kasih atas dukungannya selama ini;
20. Teman-teman angkatan 2012 yang telah membantu dalam proses belajar yang
tidak dapat disebutkan satu per satu;
21. Kakak tingkat angkatan 2010 dan 2011 yang telah memberikan
pengalamannya dalam belajar serta adik-adik tingkat angkatan 2013 yang
telah membantu dalam pelaksanaan seminar.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, Januari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Payudara ... 7
2.1.1 Anatomi ... 7
2.1.2 Fisiologi ... 9
2.1.3 Histologi ... 10
ii
2.2.1 Definisi ... 12
2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko ... 12
2.2.3 Klasifikasi Kanker Payudara ... 15
2.2.4 Diagnosis ... 18
2.2.5 Terapi ... 21
2.2.6 Prognosis... 24
2.3Sistem Grading Kanker Payudara ... 24
2.4Reseptor Pada Kanker Payudara ... 26
2.4.1 Reseptor Estrogen ... 26
2.4.2 Reseptor Progesteron ... 30
2.4.3 HER–2 ... 32
2.5Kerangka Penelitian ... 34
2.5.1 Kerangka Teori ... 34
2.5.2 Kerangka Konsep ... 37
2.6Hipotesis Penelitian ... 37
III. METODE PENELITIAN 3.1Desain Penelitian ... 38
3.2Waktu dan Tempat ... 38
3.3Populasi dan Sampel ... 39
3.4Variabel Penelitian ... 40
3.4.1 Variabel Bebas ... 40
3.4.2 Variabel Terikat ... 41
3.5Definisi Operasional Variabel ... 41
3.7Pengolahan Data ... 43
3.8Analisis Data ... 44
3.9Etika Penelitian ... 45
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil Penelitian ... 46
4.1.1 Karakteristik Subjek ...46
4.1.2 Analisis Univariat ...47
4.1.3 Analisis Bivariat ... 50
4.2Pembahasan ... 54
4.2.1 Karakteristik Usia ... 54
4.2.2 Status Reseptor Estrogen ... 55
4.2.3 Status Reseptor Progesteron ... 55
4.2.4 Status HER–2 ... 56
4.2.5 Derajat Keganasan... 57
4.3Analisis Bivariat ... 57
4.3.1 Hubungan Status ER dengan Derajat Keganasan ... 57
4.3.2 Hubungan Status PR dengan Derajat Keganasan ... 59
4.3.3 Hubungan Status HER-2 dengan Derajat Keganasan ... 60
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1Simpulan ... 63
5.2Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker payudara adalah salah satu keganasan terbanyak dan memiliki angka
kematian cukup tinggi pada wanita. Setiap tahun terdapat 7 juta penderita
kanker payudara dan 5 juta orang meninggal. Kasus kematian kanker
payudara di dunia pada tahun 2011 menunjukkan terdapat sekitar 508.000
kasus (WHO, 2013). Menurut American Cancer Society (2015), terdapat
231.840 kasus baru kanker payudara (29%) dan 40.290 kasus kematian
(15%). Kasus kanker payudara di negara berkembang telah mencapai lebih
dari 580.000 kasus setiap tahun dan kurang lebih 372.000 pasien atau 64%
dari jumlah kasus tersebut meninggal karena kanker payudara (Suryaningsih
& Sukosa, 2009).
Menurut data dari Globocan, International Agency for Research on Cancer
(IARC) tahun 2012, kanker payudara merupakan kanker dengan persentase
kasus baru tertinggi di dunia, yakni sebesar 43,3% atau sebesar 40 per
100.000 perempuan sedangkan persentase kasus kematian akibat kanker
payudara sebesar 12,9% (Kemenkes, 2014). Kanker payudara di Indonesia
membuktikan bahwa terdapat 26 kasus per 100.000 penduduk wanita setiap
tahun yang mengalami kanker payudara (Ibrahim, 2008).
Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) pada tahun
2004-2008, kanker payudara merupakan kanker dengan insiden tertinggi pada
pasien kanker rawat inap di semua RS di Indonesia dengan proporsi sebesar
18,3% (Kemenkes, 2013). Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013, prevalensi kanker payudara di daerah Lampung sekitar
0,3% (Kemenkes, 2013). Berdasarkan data kesakitan dari Dinas Kesehatan
Kota Bandar Lampung bulan Februari tahun 2013, pada beberapa puskesmas
ditemukan kasus kanker payudara yang dirujuk ke RS Abdoel Moeloek. Hasil
diperoleh bahwa Puskesmas Rawat Inap Kedaton memiliki angka kasus
kanker payudara tertinggi yaitu 16 kasus lama dan 8 kasus baru pada rentang
usia 20-69 tahun dibanding puskesmas lain (Dinkes Kota Bandar Lampung,
2013).
Kanker payudara adalah kanker yang terjadi karena terganggunya sistem
pertumbuhan sel didalam jaringan payudara. Sel abnormal bisa tumbuh di
bagian-bagian jaringan payudara dan mengakibatkan kerusakan yang lambat
tetapi pasti. Jaringan payudara tersebut terdiri dari kelenjar susu (kelenjar
pembuat air susu), saluran kelenjar (saluran air susu) dan jaringan penunjang
payudara. Kanker payudara tidak menyerang kulit payudara yang berfungsi
3
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kanker payudara yaitu gaya hidup,
makanan siap saji, polusi lingkungan, penggunaan insektisida, zat pengawet,
zat pewarna, zat penyedap, stress yang berkepanjangan, perkembangan
zaman, keadaan hormonal (estrogen dominan) dan genetik (Ranggiasanka,
2010; Kusminarto, 2005).
Kelainan payudara dapat dideteksi dini melalui beberapa pemeriksaan antara
lain adalah thermography, mammography, ductography, biopsi, dan USG
payudara. Selain itu, cara yang lebih mudah dan efisien untuk mendeteksi
kelainan payudara oleh diri sendiri adalah pemeriksaan payudara sendiri
(SADARI) (Suryaningsih & Sukosa, 2009).
Tingkat keganasan kanker payudara dapat dinilai dengan derajat keganasan
kanker payudara. Sistem ini menilai kanker payudara berdasarkan tiga
karakteristik tumor yaitu pembentukan tubulus, pleomorfisme nukleus, dan
hitung mitosis (Kumar et al., 2007). Skala penilaian ini terdiri dari Grade 1
(differensiasi baik),Grade2 (differensiasi sedang), danGrade3 (differensiasi
buruk) (American Cancer Society, 2013). Derajat keganasan/grading adalah
faktor yang dapat digunakan untuk mengetahui prognosis kanker payudara
(Handaet al., 2015).
Sel pada kanker payudara dapat mengekspresikan reseptor esterogen dan
progesteron. Ada atau tidaknya reseptor tersebut dapat mempengaruhi
(ER) dan reseptor progesteron (PR) dapat memprediksi prognosis kanker
payudara secara signifikan (Aryandano et al., 2006). Berdasarkan penelitian
di Amerika, kejadian kanker payudara dengan ER(+)/PR(+) mencapai 63%,
ER(+)/PR(–) 13%, ER(–)/ PR(+) 3% dan ER(–)/PR(–) 21% (Dunnwaldet al.,
2007). Selain itu, terdapat pula peranan Human Epidermal Growth Factor
Receptor–2 (HER–2) yang penting dalam pertumbuhan, proliferasi dan
differensiasi sel (Gray & Gallick, 2010; Grushko & Olopade, 2008). Status
ekspresi HER–2 penting untuk mengetahui prognosis, prediksi, dan terapi
kanker payudara (Ayadi et al., 2008). Reseptor HER–2 (+) terjadi pada 20–
25% dari kanker payudara (Chabner & Longo, 2011).
Semakin cepat mengetahui prognosis kanker payudara maka angka kematian
penderita kanker payudara dapat ditekan dengan cara pemberian terapi yang
tepat. Salah satu indikator yang dapat digunakan dalam mengetahui prognosis
kanker payudara yaitu derajat keganasan, status reseptor estrogen, reseptor
progesteron, dan HER–2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara status reseptor esterogen, reseptor progesteron dan ekspresi
HER–2 dengan derajat keganasan kanker payudara di RSUD Abdoel
Moeloek Bandar Lampung. Peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian
di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung dikarenakan Rumah Sakit
tersebut merupakan Rumah Sakit tipe B yang mendapatkan rujukan dari
5
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah :
a. Apakah terdapat hubungan status estrogen receptor (ER) dengan
derajat keganasan kanker pada pasien kanker payudara.
b. Apakah terdapat hubungan status progesteron receptor (PR) dengan
derajat keganasan kanker pada pasien kanker payudara.
c. Apakah terdapat hubungan status HER–2 dengan derajat keganasan
kanker psada pasien kanker payudara.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan status estrogen receptor (ER),
progesteron receptor (PR), dan HER–2 dengan derajat keganasan
kanker payudara.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan status estrogen receptor (ER) dengan
derajat keganasan pada penderita kanker payudara di RSUD
Abdoel Moeloek Bandar Lampung.
b. Mengetahui hubungan status progesteron receptor (PR) dengan
derajat keganasan pada penderita kanker payudara di RSUD
c. Mengetahui hubungan status HER–2 dengan derajat keganasan
pada penderita kanker payudara di RSUD Abdoel Moeloek
Bandar Lampung.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1.4.1 Bagi Peneliti
Sebagai suatu bentuk pengaplikasian disiplin ilmu yang telah
dipelajari selama perkuliahan dan dapat mengembangkan keilmuan
peneliti terutama mengenai derajat keganasan dan pemeriksaan
reseptor pada penderita kanker payudara.
1.4.2 Bagi Penderita Kanker Payudara
Diharapkan dapat dijadikan sebagai data ilmiah untuk membantu
penderita dalam mengetahui prognosis melalui derajatkeganasanserta
status reseptor.
1.4.3 Bagi Ilmu Pengetahuan
Diharapkan dapat menjadi bahan acuan ataupun sebagai informasi
yang bermanfaat tentang kanker payudara bagi penelitian-penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Payudara
2.1.1 Anatomi Payudara
Payudara adalah suatu kelenjar yang terdiri atas jaringan lemak, kelenjar
fibrosa, dan jaringan ikat (Faiz & Moffat, 2003). Jaringan ikat
memisahkan payudara dari otot–otot dinding dada, otot pektoralis dan otot
serratus anterior (Price, 2012). Payudara terletak di fascia superficialis
yang meliputi dinding anterior dada dan meluas dari pinggir lateral
sternum sampai linea axillaris media, dan pinggir lateral atas payudara
meluas sampai sekitar pinggir bawah musculus pectoralis major dan
masuk ke axilla. Pada wanita dewasa muda payudara terletak di atas costa
II–IV (Snell, 2006).
Secara umum payudara dibagi atas korpus, areola dan puting. Korpus
adalah bagian yang membesar. Di dalamnya terdapat alveolus (penghasil
ASI), lobulus, dan lobus. Areola merupakan bagian yang kecokelatan atau
kehitaman di sekitar puting (Faiz & Moffat, 2003). Tuberkel–tuberkel
Puting (papilla mammaria) merupakan bagian yang menonjol dan
berpigmen di puncak payudara dan tempat keluarnya ASI (Faiz & Moffat,
2003). Puting mempunyai perforasi pada ujungnya dengan beberapa
lubang kecil, yaitu apertura duktus laktiferosa (Price, 2012).
Suplai arteri ke payudara berasal dari arteri mammaria internal, yang
merupakan cabang arteri subklavia. Konstribusi tambahan berasal dari
cabang arteri aksilari toraks. Darah dialirkan dari payudara melalui vena
dalam dan vena supervisial yang menuju vena kava superior sedangkan
aliran limfatik dari bagian sentral kelenjar mammae, kulit, puting, dan
aerola adalah melalui sisi lateral menuju aksila. Dengan demikian, limfe
dari payudara mengalir melalui nodus limfe aksilar (Sloane, 2004).
9
2.1.2 Fisiologi Payudara
Kelenjar payudara mencapai potensi penuh pada perempuan saat menarke;
pada bayi, anak–anak, dan laki–laki, kelenjar ini hanya berbentuk
rudimenter. Fungsi utama payudara wanita adalah menyekresi susu untuk
nutrisi bayi. Fungsi ini diperantarai oleh hormon estrogen dan progesteron
(Price, 2012).
Payudara wanita mengalami tiga tahap perubahan perkembangan yang
dipengaruhi oleh hormon. Perubahan pertama terjadi sejak masa pubertas,
dimana estrogen dan progesteron menyebabkan berkembangnya duktus
dan timbulnya asinus (Sjamsuhidajat & de Jong, 2005). Selain itu yang
menyebabkan pembesaran payudara terutama karena bertambahnya
jaringan kelenjar dan deposit lemak (Price, 2012).
Perubahan kedua sesuai dengan siklus menstruasi, yaitu selama menstruasi
terjadi pembesaran vaskular, dan pembesaran kelenjar sehingga
menyebabkan payudara mengalami pembesaran maksimal, tegang, dan
nyeri saat menstruasi. Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan
menyusui. Payudara akan membesar akibat proliferasi dari epitel duktus
lobul dan duktus alveolus, sehingga tumbuh duktus baru (Sjamsuhidajat&
Selama kehamilan tua dan setelah melahirkan, payudara menyekresikan
kolostrum karena adanya sekresi hormon prolaktin dimana alveolus
menghasilkan ASI, dan disalurkan ke sinus kemudian melalui duktus ke
puting susu (Sjamsuhidajat & de Jong, 2005). Setelah menyapih, kelenjar
lambat laun beregresi dengan hilangnya jaringan kelenjar. Pada saat
menopause, jaringan lemak beregresi lebih lambat bila dibandingkan
dengan jaringan kelenjar, namun akhirnya akan menghilang meninggalkan
payudara yang kecil dan menggantung (Price,2012).
2.1.3 Histologi Payudara
Struktur histologi kelenjar payudara bervariasi sesuai dengan jenis
kelamin, usia dan status fisiologis. Setiap kelenjar payudara terdiri dari
15−25 lobus yang tersusun radier di sekitar puting, yang berfungsi
menyekresi air susu bagi neonatus. Setiap lobus, dipisahkan oleh jaringan
ikat dan jaringan lemak, yang merupakan kelenjar ductus ekskretorius
lactiferus. Ductus ini bermuara kepapilla mammae (Junqueira &Carneiro,
2007). Jaringan ikat akan memadat membentuk pita fibrosa yang tegak
lurus terhadap substansi lemak. Pita ini mengikat lapisan dalam darifascia
subkutan payudara pada kulit. Pita tersebut disebut dengan ligamentum
cooper atau ligamentum suspensorium payudara. Setiap lobus berbeda–
beda, sehingga penyakit yang menyerang satu lobus tidak menyerang
11
Sebelum pubertas, kelenjar payudara terdiri atas sinus laktiferus dan
beberapa cabang sinus ini, yaitu duktus laktiferus. Struktur khas kelenjar
dan lobus pada wanita dewasa berkembang pada ujung duktus terkecil.
Sebuah lobus terdiri atas sejumlah duktus yang bermuara ke dalam satu
duktus terminal dan terdapat dalam jaringan ikat longgar. Duktus laktiferus
menjadi lebar dan membentuk sinus laktiferus di dekat papilla mammae.
Sinus laktiferus dilapisi epitel berlapis gepeng pada muara luarnya yang
kemudian berubah menjadi epitel berlapis silindris atau berlapis kuboid.
Lapisan duktus laktiferus dan duktus terminal merupakan epitel selapis
kuboid dan dibungkus sel mioepitel yang berhimpitan (Junqueira &
Carneiro, 2007).
2.2 Kanker Payudara 2.2.1 Definisi
Kanker payudara adalah sekelompok sel abnormal pada payudara yang
terus tumbuh berlipat ganda dan pada akhirnya sel–sel ini membentuk
benjolan di payudara (Kasdu, 2005). Kanker payudara merupakan jenis
tumor ganas yang dapat berasal dari kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan
penunjang payudara (Sjamsuhidajat & de Jong, 2005). Kanker payudara
terjadi karena ada kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan
differensiasi sel, sehingga sel ini tumbuh tak terkendali (Mardiana, 2004).
Usia penderita kanker payudara termuda adalah 20–29 tahun, tertua adalah
80–89 tahun, dan terbanyak adalah berumur 40–49 tahun dan letak
terbanyak di kuadran lateral atas (Wiknjosastro, 2007).
2.2.2 Etiologi dan faktor resiko
Etiologi dari kanker payudara belum dapat dijelaskan. Namun, banyak
penelitian yang menunjukkan adanya beberapa faktor yang berhubungan
dengan peningkatan resiko atau kemungkinan untuk terjadinya kanker
payudara. Faktor–faktor resiko tersebut adalah:
a. Jenis kelamin
Berdasarkan penelitian, wanita lebih beresiko menderita kanker
payudara daripada pria. Prevalensi kanker payudara pada pria hanya 1%
13
b. Faktor usia
Resiko kanker payudara meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Setiap sepuluh tahun, resiko kanker meningkat dua kali lipat. Kejadian
puncak kanker payudara terjadi pada usia 40–50 tahun.
c. Riwayat keluarga
Adanya riwayat kanker payudara dalam keluarga merupakan faktor
resiko terjadinya kanker payudara.
d. Riwayat adanya tumor jinak payudara sebelumnya
Beberapa tumor jinak pada payudara dapat bermutasi menjadi ganas.
e. Faktor genetik
Pada suatu studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara
berhubungan dengan gen tertentu. Bila terdapat mutasi gen BRCA1 dan
BRCA2, yaitu gen suseptibilitas kanker payudara, maka probabilitas
untuk terjadi kanker payudara adalah sebesar 80%.
f. Faktor hormonal
Kadar hormon estrogen yang tinggi selama masa reproduktif, terutama
jika tidak diselingi perubahan hormon pada saat kehamilan, dapat
meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara.
g. Usiamenarche
Berdasarkan penelitian, menarche dini dapat meningkatkan resiko
kanker payudara. Ini dikarenakan terlalu cepat mendapat paparan dari
h. Menopause
Menopause yang terlambat dapat meningkatkan resiko kanker
payudara. Untuk setiap tahun usia menopause yang terlambat, akan
meningkatkan resiko kanker payudara 3%.
i. Usia pada saat kehamilan pertama >30 tahun.
Resiko kanker payudara menunjukkan peningkatan seiring dengan
peningkatan usia wanita saat kehamilan pertamanya.
j. Nulipara/belum pernah melahirkan
Berdasarkan penelitian, wanita nulipara mempunyai resiko kanker
payudara sebesar 30% dibandingkan dengan wanita yang multipara.
k. Tidak Menyusui
Berdasarkan penelitian, waktu menyusui yang lebih lama mempunyai
efek yang lebih kuat dalam menurunkan resiko kanker payudara. Ini
dikarenakan adanya penurunan level estrogen dan sekresi bahan–bahan
karsinogenik selama menyusui.
l. Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama, diet tinggi lemak,
alkohol, dan obesitas (Rasjidi & Hartanto, 2009).
Perkiraan faktor resiko relatif pada riwayat keluarga yang memiliki
keluarga perempuan dengan kanker ovarium usia <50th beresiko lebih
tinggi yaitu sekitar >5% dibanding ibu/ saudara kandung penderita kanker
payudara atau keluarga yang berhubungan satu tingkat pertama yaitu >2%.
Sedangkan pada riwayat pribadi, penderita yang pernah melakukan biopsi
payudara dengan LCIS/DCIS memiliki resiko lebih tinggi yaitu 8–10%
15
reproduksi pada menarche dini (<12tahun), menopause terlambat dan usia
kehamilan pertama cukup tua (>30tahun)/nulliparitas memiliki resiko
sekitar 2%. Pada pengguna kombinasi estrogen/progesteron beresiko
sekitar 2% dibandingkan dengan pengguna kontrasepsi oral, peningkatan
berat badan usia dewasa, gaya hidup menetap dan konsumsi alkohol, yaitu
sekitar 1,5% (Stopeck, 2014).
2.2.3 Klasifikasi Kanker Payudara
Kanker payudara dapat diklasifikasikan menjadi berbagai jenis
berdasarkan sel kanker yang terlihat dibawah mikroskop (American
Cancer Society, 2013). Berdasarkan American Cancer Society, (2013),
kanker payudara diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Ductal Carcinoma In Situ
Ductal Carcinoma In Situ (DCIS, dikenal juga sebagai karsinoma
intraductal) adalah kanker payudara yang non–invasif atau pra–invasif.
DCIS berarti sel–sel yang berjajar di duktus berubah terlihat seperti sel–
sel kanker. Sel–sel kanker melalui dinding duktus ke sekitar jaringan
payudara belum menyebar (menginvasi). Karena belum menginvasi,
DCIS tidak dapat menyebar (metastasis) ke luar payudara. Namun pada
beberapa kasus dapat berubah menjadi kanker invasif (American
Gambar 3. Karsinoma Duktal In Situ (Sumber:America Cancer Society, 2013)
b. Invasive Ductal Carcinoma
Invasive Ductal Carcinoma (IDC) dimulai dari saluran susu (duktus)
payudara, menerobos dinding duktus, dan tumbuh ke dalam jaringan
lemak payudara. Kanker dapat menyebar (metastasis) ke bagian lain
dari tubuh melalui sistem limfatik dan aliran darah. Sekitar 8 dari 10
kanker payudara invasif yang menginfiltrasi karsinoma duktal
(American Cancer Society, 2013).
c. Invasive Lobular Carcinoma
Invasive Lobular Carcinoma (ILC) dimulai dalam kelenjar (lobulus)
yang memproduksi susu. Seperti IDC, kanker dapat menyebar
(metastasis) ke bagian lain dari tubuh. Sekitar 1 dari 10 payudara
17
d. Kanker payudara inflamasi
Jenis kanker payudara invasif yang jarang sekitar 1% hingga 3% dari
seluruh kanker payudara. Biasanya tidak ada benjolan tunggal atau
tumor. Sebaliknya, inflamasi kanker payudara membuat kulit pada
payudara terlihat merah dan terasa hangat. Hal ini juga dapat
memberikan kulit payudara tebal, gambaran yang terlihat seperti an
orange peel(American Cancer Society, 2013).
e. Penyakit Paget dari puting
Kanker payudara ini dimulai di duktus payudara dan menyebar ke kulit
puting dan kemudian ke areola. Kanker ini jarang terjadi, terhitung
hanya sekitar 1% dari semua kasus kanker payudara. Kulit puting dan
areola sering muncul krusta, bersisik, dan merah, dengan area
perdarahan atau mengalir. Pasien mungkin melihat terbakar atau gatal
(American Cancer Society, 2013).
f. Tumor Phylloides
Tumor payudara ini sangat jarang berkembang dalam stroma (jaringan
ikat) payudara, berbeda dengan karsinoma, yang berkembang di saluran
atau lobulus. Nama lain untuk ini tumor termasuk tumor phylloides dan
phyllodes cystosarcoma. Tumor ini biasanya jinak namun mungkin
g. Angiosarcoma
Bentuk kanker dimulai di sel yang melapisi pembuluh darah atau
pembuluh getah bening. Ini jarang terjadi pada payudara. Biasanya
berkembang sebagai komplikasi dari pengobatan radiasi sebelumnya.
Ini adalah komplikasi yang sangat jarang dari terapi radiasi payudara
yang dapat mengembangkan sekitar 5 sampai 10 tahun setelah radiasi.
Kanker ini cenderung tumbuh dan menyebar dengan cepat (American
Cancer Society, 2013).
2.2.4 Diagnosis
a. Tanda dan Gejala Kanker Payudara
Gejala–gejala yang dapat terjadi pada kanker payudara adalah adanya
benjolan pada payudara yang dapat diraba dengan tangan. Semakin
lama benjolan tersebut semakin mengeras dan bentuknya tidak
beraturan. Perubahan kulit pada payudara antara lain kulit tertarik (skin
dimpling), benjolan yang dapat dilihat (visible lump), gambaran kulit
jeruk (peu d’orange), eritema dan ulkus. Kelainan pada puting
diantaranya puting tertarik (nipple retraction), eksema, dan cairan pada
puting (nipple discharge) (Gleadle, 2007).
b. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis pada penyakit kanker payudara bisa didapatkan keluhan
benjolan, nyeri, nipple retraction, krusta pada areola, kelainan kulit
19
d’orange), ulserasi, perubahan warna kulit, dan ruam sekret dari puting.
Ditanyakan pula apakah terdapat penyebaran pada regio kelenjar limfe,
seperti timbulnya benjolan di aksila, di leher atau tempat lain. Riwayat
penyakit dahulu apakah sebelumnya pernah mengalami penyakit
payudara, benjolan, mamografi, biopsi, masektomi, radioterapi, atau
kemoterapi. Riwayat penggunaan tamoksifen atau estrogen, riwayat
kanker payudara dalam keluarga. Gejala sistemik yang mungkin
menunjukkan penyakit metastatik, seperti penurunan berat badan, nyeri
punggung, ikterus, atau limfadenopati (Gleadle, 2007).
Pemeriksaan fisik terdiri dari inspeksi dan palpasi. Inspeksi payudara
dilakukan untuk melihat bentuk, ukuran, simetris serta abnormalitas
kulit seperti adanya benjolan yang tampak, eritema, tarikan pada kulit
(skin dimpling), luka/ulkus, gambaran kulit jeruk (peau d’orange),
nodul satelit, dan kelainan areola serta puting seperti puting tertarik
(nipple retraction), eksema, dan keluarnya cairan dari puting (Gleadle,
2007).
Pada palpasi pasien diminta untuk berada dalam posisi berbaring,
mengangkat kedua lengan keatas kepala dengan pundak diganjal bantal
kecil. Kemudian dilakukan palpasi payudara menggunakan bantalan
tiga jari tangan yaitu bagian polar distal jari 2,3, dan 4. Jika ditemukan
benjolan maka periksa dengan teliti lokasi, ukuran, konsistensi,
kulit di atasnya atau struktur dibawahnya. Kemudian lakukan pula
palpasi pada limfadenopati aksilaris, infraklavikularis dan
supraklavikularis (Gleadle, 2007).
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada kanker payudara yang dapat dilakukan
antara lain mammografi, CT scan pada payudara, ultrasonografi (USG),
MRI payudara, pemeriksaan biopsi jarum halus, pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan histopatologi dan tumor marker untukfollow
up (Davey, 2006). Pemeriksaan histopatologi masih menjadi gold
standar diagnosis kanker payudara yang dilakukan dengan cara
memeriksa contoh jaringan tumor yang diambil melalui biopsi
(Kemenkes, 2013). Salah satu cara biopsi yaituFine Needle Aspiration
Biopsy (FNAB) dengan menggunakan jarum tipis dengan pusat
berrongga untuk menghapus sampel sel dari daerah yang mencurigakan
untuk menentukan jenis sel kanker jinak/ganas (Yu et al., 2012).
Pemeriksaan patologi anatomi lain yang paling penting adalah
mengetahui status ER (Estrogen Receptor), PR (Progesteron Receptor)
21
2.2.5 Terapi Kanker Payudara
Tujuan utama pengobatan kanker payudara pada tahap awal adalah untuk
mengangkat tumor dan membersihkan jaringan sekitar tumor. Tumor
primer biasanya dihilangkan dengan pembedahan, yaitu lumpectomy
dimana tumor tersebut diangkat, atau dengan pembedahan mastectomy,
dimana sebagian payudara yang mengandung sel kanker diangkat, atau
seluruh payudara diangkat. Selain terapi pembedahan juga ada radioterapi
adjuvan, dimana terapi ini berfungsi untuk mengurangi resiko rekurensi
tumor lokal setelah operasi. Selain pembedahan dan radioterapi, juga
dilakukan kemoterapi dan terapi hormon (Davey, 2006).
a. Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel–sel kanker,
dapat diberikan dalam bentuk infus atau oral (tablet). Kemoterapi
biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi agar lebih banyak sel
kanker yang dapat dibunuh melalui berbagai jalur dengan mekanisme
berbeda. Umumnya terapi agresif (kombinasi lebih dari 2 macam
modalitas, antara lain: radiasi, kemoterapi, hormonal, target terapi, dan
antibodi monoklonal dapat diberikan pada pasien yang kondisi dan
keadaan umumnya baik dengan tujuan untuk menghilangkan tumor
b. Radiasi
Radiasi adalah pengobatan dengan sinar–X yang berintensitas tinggi
dan berfungsi untuk membunuh sel kanker. Radiasi biasanya dilakukan
setelah pembedahan, untuk membersihkan sisa–sisa sel kanker yang
masih ada. Radiasi bisa mengurangi risiko kekambuhan hingga 70%
(Roche & Vahdat,2010).
c. Terapi Hormonal
Terapi hormon bekerja melawan kanker payudara yang
pertumbuhannya dipengaruhi oleh reseptor hormon yang positif atau
tumor dengan status ER (estrogen) atau PR (progesteron) positif pada
pemeriksaan jaringan patologi anatomi. Terapi hormonal bekerja
melalui dua cara yaitu menurunkan jumlah hormon estrogen dalam
tubuh dan menghambat kerja estrogen dalam tubuh. Estrogen dapat
merangsang pertumbuhan kanker payudara, terutama jenis kanker
payudara yang pertumbuhannya tergantung pada reseptor hormon.
Terapi hormonal tidak efektif jika dipakai pada jenis kanker payudara
yang pertumbuhannya tidak dipengaruhi oleh reseptor hormon (Roche
& Vahdat,2010).
d. Terapi Fokus Sasaran
Terapi fokus sasaran (targeted theraphy) adalah jenis terapi yang
menghentikan pertumbuhan sel–sel kanker dengan cara menghambat
molekul atau protein tertentu yang ikut serta dalam proses perubahan
23
efektif dari terapi lainnya dan tidak berbahaya bagi sel normal. Jenis–
jenis terapi fokus sasaran adalah:
a) Terapi Antibodi Monoklonal
Antibodi monoklonal adalah substansi yang diproduksi
laboratorium yang akan mengenal dan mengikat suatu target
spesifik (protein) pada permukaan sel kanker.
Setiap antibodi monoklonal hanya mengenal satu target protein,
atau antigen. Terapi ini memiliki cara kerja seperti antibodi yang
ada dalam sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat digunakan
secara tunggal, atau kombinasi dengan kemoterapi. Sekitar 20–30%
pasien kanker payudara memiliki status HER–2 positif, yang
artinya kanker tumbuh lebih ganas daripada jenis kanker payudara
lainnya. Untuk pasien seperti ini, telah dikembangkan terapi
antibodi monoklonal yang secara khusus dirancang untuk
menyerang HER–2 saja, yaitu trastuzumab yang telah terbukti
dapat menghambat pertumbuhan tumor dan mematikan sel tumor
(Roche & Vahdat, 2010).
b) Terapi angiogenesis
Terapi anti–angiogenesis bekerja dengan cara menghambat
pasokan nutrisi ke sel kanker sehingga sel kanker mengecil dan
mati. Obat ini selalu diberikan bersama (kombinasi) dengan
digunakan untuk pengobatan kanker payudara adalah bevacizumab
(Roche & Vahdat, 2010).
2.2.6 Prognosis
Kelangsungan hidup pasien kanker payudara dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti karakteristik tumor, status kesehatan, faktor genetik, tingkat
stres, imunitas, dan keinginan untuk hidup. Prognosis dari kanker
payudara tergantung pada stadium dari kanker payudara tersebut. Harapan
hidup pasien kanker payudara dalam lima tahun digambarkan dalam five–
year survival rate (Imaginis, 2009). Tabel angka harapan hidup pasien
[image:42.595.110.511.417.512.2]kanker payudara dalam 5 tahun disajikan pada tabel berikut:
Tabel 1. Harapan hidup pasien kanker payudara dalam lima tahun Stadium Angka kelangsungan hidup lima tahun
0 100%
I 100%
IIA 92%
IIB 81%
IIIA 67%
IIIB 54%
IV 20%
(Sumber: Imaginis, 2009)
2.3 Grading Kanker Payudara
Grading adalah penilaian terhadap morfologi sel yang dicurigai sebagai
bagian dari jaringan tumor. Penilaian kanker didasarkan pada:
a. Ukuran dari sel–sel tumor dimana semakin pleomorfik sel–sel tersebut
berarti derajatnya makin jelek
25
c. Kemiripan bentuk sel ganas dengan sel asal
d. Susunan homogenitas dari sel.
Tujuan utama dari penilaian ini adalah jumlah mitosis dan kemiripannya
dengan sel asal. Dua kategori ini akan memperjelas keagresifan dan
prognosis dari tumor tersebut. Semakin banyak mitosisnya menunjukan
bahwa pertumbuhan sel–sel tersebut semakin tidak terkendali. Sementara,
kemiripan dengan sel asal dapat dilihat dari bentuk sel itu sendiri.
Nomenklatur yang digunakan untuk kanker payudara yakni dengan
penomoran sesuai kriteria American Joint Comission on Cancer
dikelompokkan menjadi:
a) Grade I untuk kanker dengan diferensiasi baik (well differentiated)
dimana sel kanker masih mirip dengan sel asalnya.
b) Grade II untuk kanker dengan differensiasi moderat
(moderately/intermediate differentiated.)
c) Grade III untuk kanker dengan differensiasi jelek (poorly
differentiated) dan Grade IV untuk kanker anaplastik atau
undifferentiated. Umumnya Grade III dan Grade IV digabung menjadi
satu dan dikategorikan sebagaihigh grade.
Manfaat lain dari penentuan derajat differensiasi adalah untuk menentukan
jenis terapi yang akan diberikan. Pada derajat differensiasi jelek, di mana
pertumbuhan dan penyebaran sel dianggap lebih cepat atau agresif,
dibutuhkan terapi tambahan selain definitif, yakni dengan pemberian
Sistem grading dapat dijadikan faktor prognosis kanker payudara (Handa,
2015). Derajat keganasan sedang/Grade II merupakan tumor terbanyak
diikuti oleh tumor Grade I, dan Grade III (Hussain et al., 2011). Derajat
keganasan yang tinggi dikaitkan dengan status HER–2 yang positif.
Menurut penelitian Ayadi et al (2008), status HER–2 (+) berpengaruh
terhadap derajat keganasan yang tinggi (Grade III) dan ER(–)/PR(–).
2.4 Reseptor pada Kanker Payudara
Beberapa sel kanker payudara memiliki reseptor yang memungkinkan
hormon atau protein masuk ke dalam sel kanker. Kanker payudara memiliki
reseptor untuk hormon estrogen, progesteron, dan protein HER–2
(Macmillan Cancer Support, 2011).
2.4.1 Reseptor Estrogen
Reseptor estrogen adalah suatu faktor yang dapat diperiksa untuk
memprediksi kanker payudara. Paparan terhadap estrogen adalah faktor
resiko untuk terjadinya kanker payudara. Hormon ini menimbulkan efeknya
melalui reseptor estrogen, yang terdiri dari 2 subtipe, ERα dan ERβ, yang
merupakan protein inti. Keduanya merupakan faktor transkripsi yang
memperantarai kerja estrogen. Keduanya mengikat estradiol pada lokasi
yang sama, namun berbeda afinitas dan respon yang dihasilkannya. ERα
ditemukan lebih dulu, dan kemudian diubah namanya dari ER menjadiERα
27
payudara, namun nilai prediktifnya tidak ideal karena sekitar sepertiga
kanker payudara yang metastase dengan ER(+) tidak merespon terapi
hormonal. ERβ lebih sedikit dikenal, dan sebagian besar data klinis yang
tersedia mengacu pada ERα (Payne, 2008). Erα berperan dalam proliferasi
sel, sebaliknya Erβdapat menghambat proliferasi sel melalui penghambatan
transkripsi gen dan berperan sebagai supresor tumor (Foxet al., 2008).
Kedua bentuk reseptor estrogen ini dikode oleh gen yang berbeda, yaitu
ESR1 dan ESR2 pada kromosom 6 dan 14 (6q25 dan 14q). Kedua reseptor
ini diekspresikan secara luas pada berbagai jaringan, yang berbeda, dengan
pola ekspresi yang berbeda pula.ERαditemukan pada endometrium, sel–sel
kanker payudara, sel stroma ovarium, dan di hipothalamus. ERβditemukan
pada ginjal, otak, tulang, jantung, mukosa usus, prostat, dan sel–sel endotel.
ER dalam fase unligand merupakan reseptor sitoplasma, namun penelitian
menunjukkan adanya fraksi ER yang bergeser ke dalam inti (Levin, 2005).
Sebagian ER terletak pada permukaan membran sel dengan perlekatan pada
caveolin–1 dan membentuk kompleks dengan protein G, striatin, reseptor
tyrosin kinase (misal: EGFR dan IGF–1) dan non reseptor tyrosin kinase
(misal: Src). Melalui striatin ER meningkatkan kadar Ca2+ dan NO. Melalui
reseptor tyrosin kinase, beberapa signal dikirimkan ke inti melalui jalur
Mitogen Activated Protein Kinase(MAPK/ERK) dan jalurphosphoinositide
3–kinase(PI2K/AKT). Glycogen synthase kinase–3(GSK–3β) menghambat
serine 118 dari nuclear ERα. Fosforilasi ini menghilangkan efek inhibitor
ER. Namun letak dan fungsi reseptor ini masih merupakan suatu
kontroversi. Terapi endokrin untuk kanker payudara melibatkan Selective
Estrogen Receptor Modulators (SERMS) yang bertindak sebagai ER
antagonis pada jaringan payudara atau inhibitor aromatase. SERM yang
lain, raloxifene telah digunakan sebagai kemoterapi preventif untuk wanita
yang beresiko tinggi mengidap kanker payudara. Obat kemoterapi lain,
Faslodex yang bertindak sebagai antagonis juga meningkatkan degradasi ER
(Fabian, 2005).
Sekitar dua per tiga wanita penderita karsinoma payudara berumur <50
tahun mempunyai ekspresi ER(+), sementara sekitar 80% tumor pada
wanita berusia >50 tahun adalah ER(+). Hal ini mempunyai implikasi
terapeutik yang signifikan (Payne, 2008). Secara umum konsentrasi ER
lebih rendah pada wanita premenopause daripada post menopause. ER yang
mengalami overekspresi pada sekitar 70% kanker payudara disebut ER(+).
Adanya ER(+) berhubungan secara signifikan dengan derajat inti yang
tinggi dan derajat histopatologi yang rendah, tidak adanya nekrosis, dan usia
pasien yang lebih tua (Rosai, 2004).
Mekanisme proses karsinogenesis pada kanker payudara dapat terjadi
melalui ikatan estrogen pada ER, menstimulasi proliferasi sel–sel payudara
yang menimbulkan peningkatan pembelahan sel dan replikasi DNA yang
29
toksik terhadap gen dan metabolit yang menyebabkan mutasi. Kedua proses
akan menyebabkan inisiasi, promosi, dan proses karsinogenesis. Hal ini
menyebabkan ER mempunyai peran penting dalam proses karsinogenesis,
dan penghambatannya melalui targeting endokrin, baik secara langsung
dengan menggunakan agonis lemah estrogen (selective estrogen receptor
modulators) maupun secara tidak langsung dengan mengeblok perubahan
androgen menjadi estrogen (misalnya aromatase, inhibitor), merupakan
terapi terhadap kanker payudara (Yager, 2006).
Tumor payudara ER(+)/ PR(+) mempunyai resiko mortalitas lebih rendah
daripada ER(–)/PR(–) (Payne, 2008; Dunwalld et al., 2007). Menurut
penelitian kohort yang dilakukan oleh Dunwalld et al. (2007) presentasi
ER(+)/PR(+), ER(+)/PR(–), ER(–)/PR(+) dan ER(–)/PR(–) adalah 63%,
13%, 3%, dan 21%. Selama periode penelitian proporsi tumor ER(+)/PR(+)
semakin meningkat seiring berjalannya waktu namun, proporsi tumor
ER(+)/PR(–), ER(–)/PR(–) tetap, sedangkan proporsi tumor ER(–)/PR(+)
semakin menurun.
Tumor payudara ER(+)/PR(+) dan ER(+)/PR(–) berkaitan dengan histologi
tumor jenis lobular, duktal, musin dan tubular, sedangkan tumor ER(–)
/PR(+) dan ER(–)/PR(–) lebih cenderung jenis inflamasi, atau meduler
Sistem skoring yang banyak direkomendasikan adalah quick score (Allred
Score), yang menggabungkan intensitas dan proporsi sel yang tercat positif
[image:48.595.113.510.236.351.2](Payne, 2008). SkorQuick Allreddisajikan dalam tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 2. Skor Quick Allred untuk penilaian immunohistokimia reseptor estrogen dan progesteron
Intensitas immunoreaktivitas
Skor Proporsi reaktif Skor
Tidak ada reaktivitas 0 Tidak ada reaktivitas 0 Reaktivitas lemah 1 < 1% nuklei reaktif 1
Sedang 2 1–10% nuklei reaktif 2
Reaktivitas kuat 3 11–33% nuklei reaktif 3 – 34–66% nuklei reaktif 4 – 67–100% nuklei reaktif 5 (Sumber: Payne, 2008)
2.4.2 Reseptor Progesteron
Reseptor progesteron (PR) adalah gen yang diregulasi oleh estrogen,
karena itu ekspresinya mengindikasikan adanya jalur ER yang sedang
aktif. Penilaian ekspresi PR dapat membantu memprediksi respons
terhadap terapi hormonal secara lebih akurat. Sejalan dengan hal ini ada
beberapa fakta yang menyatakan bahwa tumor–tumor dengan ekspresi PR
yang positif mempunyai respons lebih bagus terhadap tamoxifen, baik
pada penderita dengan metastase dan sebagai terapi adjuvant. Sekitar 55–
65% kanker payudara adalah PR(+). Tumor–tumor PR(+) menunjukkan
prognosis lebih baik daripada PR(–). Dari penelitian–penelitian yang
sudah ada telah dinyatakan bahwa PR(+) sangat sedikit didapatkan pada
31
tampaknya negatif bisa merupakan indikator adanya ER(–) palsu (Ellis,
2003).
PR yang dapat terdeteksi pada kasus dengan ER(–) dapat disebabkan oleh
karena pulasan ER yang negatif palsu, level ER yang sangat rendah, atau
varian ER yang terdapat dalam jaringan tersebut tidak dikenali oleh
antibodi yang digunakan. Nilai prediktif dari PR(+) pada penderita dengan
ER(–) masih merupakan kontroversi, beberapa laporan mengatakan PR(+)
pada kasus ER(–) didapatkan pada kelompok penderita yang lebih
responsif terhadap terapi hormonal, namun temuan ini tidak universal
(Payne, 2008).
Selama ini ER digunakan sebagai determinan utama respon terhadap
hormonal terapi pada kanker payudara. Berdasarkan ekspresi hormonalnya
kanker payudara dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu kelompok positif
ganda ER(+)/PR(+), positif tunggal ER(+)/PR(–) dan ER(–)/PR(+), serta
negatif ganda ER(–)/PR(–). Tumor positif ganda (55–65% kanker
payudara) mempunyai prognosis yang lebih baik dan respons yang bagus
terhadap hormonal terapi. Kelompok ini juga dikaitkan dengan umur yang
lebih tua, derajat yang lebih rendah, ukuran tumor lebih kecil, dan
mortalitas yang rendah. Tumor yang negatif ganda yang merupakan
kelompok terbesar kedua (18–25%) sekitar 85%–nya merupakan tumor
derajat 3, dan dihubungkan dengan tingkat rekurensi yang tinggi,
Sementara untuk kelompok yang positif tunggal, ER(+)/PR(–) (12–17%)
dan ER(–)/PR(+) (1–2%) masih belum banyak dimengerti konsekuensinya.
Kelompok ini dapat dihubungkan dengan derajat histopatologi yang tinggi,
prognosis yang buruk, dan ukuran tumor yang besar (Ellis, 2003).
2.4.3 Human Epidermal Growth Factor Receptor–2(HER–2)
HER–2 merupakan anggota dari family Erb dari reseptor transmembran
tirosin kinase yang dikode oleh gen HER–2.Family ini termasuk reseptor
faktor pertumbuhan epidermal (EGFR), HER–2, HER–3, dan HER–4.
HER–2 ini berfungsi untuk mengatur pertumbuhan sel, diferensiasi sel,
dan kelangsungan hidup. Amplifikasi gen HER–2 terjadi pada 20% sampai
25% dari kanker payudara, dan berhubungan dengan differensiasi buruk,
keganasan tumor yang lebih tinggi, resistensi terhadap terapi, kekambuhan
yang tinggi, insiden yang lebih tinggi dari metastasis otak, prognosis
buruk, presentase sel yang berproliferasi lebih tinggi, aneuploid DNA, dan
reseptor hormonal yang lebih sedikit (reseptor estrogen dan reseptor
progesteron) (Chabner & Longo, 2011).
Gen HER–2 merupakan proto–onkogen yang ditemukan pada kromosom
17 dan berfungsi sebagai reseptor membran sel. Gen HER–2 mengkode
glikoprotein transmembran 185–kDa yang memiliki aktifitas intrinsik
protein kinase. Gen HER–2 berperan dalam regulasi pertumbuhan,
33
di permukaan sel dalam jumlah sedikit. HER–2 terdiri atas domain
ekstraseluler, domain transmembran, dan domain intraseluler. Peningkatan
ekspresi gen HER–2 menyebabkan peningkatan proliferasi, metastasis, dan
menginduksi angiogenesis dan anti–apoptosis (Gray & Gallick, 2010;
Grushko & Olopade, 2008).
Belakangan ini HER–2 telah dikategorikan sebagai pemeriksaan rutin,
karena fungsinya sebagai petanda prognosis kanker. HER–2 positif (+)
sering dihubungkan dengan diferensiasi buruk, metastase ke kelenjar getah
bening, rekurensi, dan tingkat kematian yang tinggi sehingga prognosisnya
buruk (Payne, 2008). Tiga mekanisme sel penyebab prognosis buruk pada
overekpresi HER–2 adalah overekspresi HER–2 dapat meningkatkan
metastasis sel–sel kanker, seperti angioinvasi dan angiogenesis, selain itu
juga dapat menyebabkan resistensi terhadap terapetik sehingga
menyebabkan respon buruk terhadap terapi, hal ini mungkin juga
berhubungan dengan tidak adanya respon hormon steroid pada HER–2(+).
Selain itu proliferasi yang tinggi dengan karakteristik fase–S yang tinggi
yang diduga berhubungan dengan ukuran tumor. HER–2 memiliki korelasi
yang sangat kuat dengan tumor grading tinggi, kurangnya reseptor
estrogen, dan meningkatnya level S–phase, MIB–1 dan Ki–67 (Conzenet
al., 2008). Peneliti lain menyatakan bahwa ekspresi HER–2 yang tinggi
berhubungan dengan angka ketahanan yang menurun, respons terhadap
methotrexate, modulator reseptor hormonal yang menurun, dan respon
Status HER–2 merupakan faktor prediktif untuk respons terhadap
kemoterapi dengan menggunakan trastuzumab (HerceptinTM, Genetech,
South San Fransisco, CA, USA).Trastuzumabadalah antibodi monoklonal
yang pada beberapa studi terbukti memperbaiki survival baik sebagai agen
tunggal maupun kombinasi dengan kemoterapi pada penderita kanker
payudara dengan metastasis (Payne, 2008). Tabel sistem grading disajikan
dalam tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 3. Sistem grading HER–2 Grade HER–2
Deskripsi Interpretasi
0 Tidak ada reaktivitas/ reaktivitas pada membran <10% dari sel tumor
Negatif
1 Samar/ reaktivitas membran hampir tidak terlihat pada >10% sel tumor. Sel tumor imunoreaktif hanya sebagian dari membran
Negatif
2 Reaktivitas membran lemah sampai sedang terlihat pada > 10% sel tumor.
Reaktivitas Borderline 3 Reaktivitas membran kuat terlihat pada > 10% sel
tumor.
Positif
(Sumber: Ellis, 2003)
2.5 Kerangka Penelitian 2.5.1 Kerangka Teori
Sel pada kanker payudara dapat mengekspresikan reseptor estrogen
progesteron (Davey, 2006), dan protein HER–2 (Macmillan Cancer
Support, 2011). Mekanisme proses karsinogenesis pada kanker payudara
dapat terjadi melalui ikatan estrogen pada ER, menstimulasi proliferasi
35
replikasi DNA yang menimbulkan mutasi, dan metabolisme estrogen
memproduksi limbah yang toksik terhadap gen dan metabolit yang
menyebabkan mutasi. Kedua proses akan menyebabkan inisiasi, promosi,
dan proses karsinogenesis (Yager, 2006).
Tiga mekanisme sel penyebab prognosis buruk pada overekpresi HER–2
adalah overekspresi HER–2 dapat meningkatkan metastasis sel–sel kanker,
seperti angioinvasi dan angiogenesis, selain itu juga dapat menyebabkan
resistensi terhadap terapetik sehingga menyebabkan respon buruk terhadap
terapi, hal ini mungkin juga berhubungan dengan tidak adanya respon
hormon steroid pada HER–2(+). Selain itu proliferasi yang tinggi dengan
karakteristik fase–S yang tinggi yang diduga berhubungan dengan ukuran
tumor. HER–2 memiliki korelasi yang sangat kuat dengan tumor grading
tinggi, kurangnya reseptor estrogen, dan meningkatnya level S–phase,
Gambar 4. Kerangka Teori HubunganEstrogen Receptor(ER),Progesteron Receptor(PR), danHuman Epidermal Growth Receptor–2(HER–2) dengan Derajat
Keganasan Kanker Payudara Reseptor Kanker payudara
ER PR HER–2
Gen HER2
jumlah reseptor di permukaan mRNA dan permukan sel
–tumor agresif, peamplifikasi gen, metastasis,
proliferasi, induksi angiogenesis, anti– apoptosis, angioinvasi Hormon Estrogen Proliferasi sel payudara pembelahan sel dan replikasi DNA Mutasi gen
sel kanker payudara Metaboli sme estrogen Toksik
Derajat Keganasan Semakin Tinggi Proliferasi sel payudara pembelahan sel dan replikasi DNA Mutasi gen
37
2.5.2 Kerangka Konsep
[image:55.595.125.496.112.286.2]Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 5. Kerangka Konsep
2.6 Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Terdapat hubungan status estrogen receptor (ER) dengan derajat
keganasan pada penderita kanker payudara di RSUD Abdoel Moeloek
Bandar Lampung.
2. Terdapat hubungan status progesteron receptor (PR) dengan derajat
keganasan pada penderita kanker payudara di RSUD Abdoel Moeloek
Bandar Lampung.
3. Terdapat hubungan status HER-2 dengan derajat keganasan pada penderita
kanker payudara di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung. Derajat keganasan
Low Grade
High Grade Reseptor Estrogen
Reseptor Progesteron
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
rancangan cross sectional, yaitu dengan cara pengumpulan data sekaligus
pada suatu waktu dengan tujuan untuk mencari hubungan antara variabel
bebas (ER, PR, dan HER–2) dan variabel terikat (derajat keganasan)
(Notoatmodjo, 2010). Data sampel merupakan data sekunder yang diperoleh
dari rekam medis wanita yang memiliki keluhan benjolan pada payudara
yang telah diketahui derajat keganasannya serta hasil interpretasi ER, PR,
HER–2 pada tahun 2014–2015.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai November 2015.
3.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Rekam Medis Rumah Sakit Umum
39
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi menurut Notoatmojo (2010) adalah keseluruhan objek penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien wanita dengan
diagnosis kanker payudara pada periode 2014–2015 yaitu sejumlah 72
orang.
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel menurut Notoatmojo (2010) adalah sebagian yang diambil dari
keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.
Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang telah diketahui derajat
keganasan dan telah diperiksa estrogen receptor (ER), progesteron
receptor (PR), dan HER–2. Untuk menentukan jumlah sampel, peneliti
menggunakan teknik pengambilan total sampling. Pada teknik total
sampling peneliti memilih semua anggota populasi yang sesuai dengan
kriteria inklusi menjadi sampel sehingga besar sampel yang digunakan
pada penelitian ini adalah sebesar 54 orang. Hal ini dilakukan berdasarkan
teori Sugiyono (2007) bahwa jika terdapat populasi yang berjumlah
kurang dari 100, maka keseluruhan populasi dijadikan sampel.
Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka
eksklusi. Kriteria inklusi adalah ciri–ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap
anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel sedangkan kriteria
eksklusi adalah ciri–ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sampel
(Notoatmodjo, 2010).
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi yang dijadikan sebagai subjek
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Kriteria inklusi
a. Pasien kanker payudara yang telah diketahui derajat keganasan dan
status ER, PR, dan HER–2 pada tahun 2014–2015 di RSUD
Abdoel Moeloek Bandar Lampung.
b. Pasien yang memiliki diagnosis derajat keganasan dari hasil biopsi
pre–terapi pada Rekam Medis.
2. Kriteria eksklusi
a. Pasien dengan status rekam medik hilang atau tidak lengkap.
3.4 Variabel Penelitian 3.4.1 Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah hasil pemeriksaan estrogen
receptor (ER), progesteron receptor (PR), dan HER–2 yang dilakukan
41
3.4.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah derajat keganasan pada pasien
kanker payudara.
3.5 Definisi Operasional Variabel
Tabel 4.Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definisioperasional Alatukur Hasilukur Skala 1 Derajat
Keganasan
Hasil penilaian mikroskopis morfologi sel kanker berdasarkan pembentukan tubulus, pleomorfisme nukleus, dan hitung mitosis.
Rekam medik Low grade: derajat 1–2 High grade: derajat 3 Nominal 2 Hasil Pemeriksaan Estrogen Receptor (ER)
Hasil pengamatan reseptor estrogen dari pasien yang telah diketahui derajat keganasan sebelumnya Rekam medik 0: Tidak terdapat reseptor estrogen 1: Terdapat reseptor estrogen Nominal 3. Hasil Pemeriksaan Progesteron Receptor (PR)
Hasil pengamatan reseptor progesteron dari pasien yang telah diketahui derajat keganasan sebelumnya Rekam Medik 0: Tidak terdapat reseptor progesteron 1: Terdapat reseptor progesteron Nominal 4. Hasil Pemeriksaan HER–2
43
[image:61.595.126.504.89.438.2]3.6 Prosedur Penelitian
Gambar 6. Prosedur Penelitian
3.7 Pengolahan Data
Pada penelitian ini digunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif
analitik dengan pendekatan cross sectional. Data yang telah diperoleh dari
proses pengumpulan data akan diubah ke dalam bentuk tabel, kemudian data
diolah dengan menggunakan program komputer yang terdiri dari beberapa
langkah:
Pencarian data rekam medik pasien Kanker Payudara di bagian Rekam Medik RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung
Didapatkan derajat keganasan dan hasil pemeriksaan ER, PR, HER–2 pada pasien kanker payudara di RSUD Abdoel Moeloek
Bandar Lampung
Pencatatan nomor registrasi pasien kanker payudara di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung
Pencarian rekam medik pasien yang telah diketahui derajat keganasan dan ER, PR, HER–2 di Bagian Rekam Medik RSUD
Abdoel Moeloek Bandar Lampung.
Data hasil pemeriksaan kanker payudara pada rekam medik baik derajat keganasan, ER, PR, dan HER–2 dikumpulkan, lalu
a. Coding, untuk mengonversikan (menerjemahkan) data yang
dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk
keperluan analisis.
b. Data entry, memasukkan data ke dalam komputer.
c. Verifikasi, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang
telah dimasukkan ke komputer.
d. Output komputer, hasil analisis yang telah dilakukan komputer
kemudian dicetak.
3.8 Analisis Data
Analisis statistika untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan
programSoftwarestatistik pada komputer dimana akan dilakukan dua macam
analisis data, yaitu analisis univariat dan analisis bivariat.
3.8.1 Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang digunakan untuk menentukan
distribusi frekuensi vairabel bebas dan variabel terikat (Dahlan, 2009).
3.8.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui
hubungan antara vaiabel bebas dengan variabel terikat dengan uji
statistik. Uji statistik yang digunakan adalah ujiChi Square. Bila syarat
45
Kolmorgorov Smirnov. Adapun syarat penggunaan ujiChi Square yaitu
tidak terdistribusi nilai 0 dan nilaiexpected count<5 lebih dari 20%.
3.9 Etika Penelitian
Dalam penelitian ini nomor persetujuan etik penelitian yaitu No.
2482/UN26/8/DT/2015. Peneliti selalu berpedoman pada norma dan etika
penelitian yaitu anonimity (tanpa nama), hal ini dilakukan untuk menjaga
kerahasiaan identitas subyek, peneliti tidak akan mencantumkan nama subyek
pada lembar pengumpulan data. Lembar tersebut hanya diberi kode atau
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai
hubungan antara status ER, PR, dan HER-2, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Terdapat hubungan status estrogen receptor (ER) dengan derajat
keganasan pada penderita kanker payudara di RSUID Abdoel Moeloek
Bandar Lampung.
2. Terdapat hubungan status progesteron receptor (PR) dengan