• Tidak ada hasil yang ditemukan

KRIMINOLOGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KRIMINOLOGI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KRIMINOLOGI

ALIRAN DAN TEORI DALAM KRIMINOLOGI

Dosen :

Uli Theresia Emmanuella

Disusun oleh : Dame Angela Parsaulian

Nim : 13.400.509.02

Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia

(2)

A. ALIRAN-ALIRAN PEMIKIRAN DLM KRIMINOLOGI

“Aliran pemikiran” adalah cara pandang (kerangka acuan, perspektif, paradigma) yang digunakan oleh para kriminolog dalam melihat, menafsirkan, menanggapi, dan menjelaskan fenomena kejahatan. Oleh karena pemahaman kita terhadap dunia sosial dipengaruhi oleh cara kita menafsirkan peristiwa-peristiwa yang kita alami atau lihat, sehingga bagi ilmuwan juga cara pandang yang dianut akan mempengaruhi wujud penjelasan maupun teori yang dihasilkannya. Dengan demikian untuk dapat memahami dengan baik penjelasan dan teori-teori dalam kriminologi, perlu diketahui perbedaan-perbedaan aliran pemikiran atau paradigma dalam kriminologi.

Dalam kriminologi modern dikenal 3 aliran pemikiran (paradigma) untuk menjelaskan fenomena kejahatan, yaitu :

1.) Kriminologi Klasik,

Aliran pemikiran ini berdasarkan pada pandangan bahwa intelegensi dan rasionalitas merupakan ciri fundamental manusia, dan menjadi dasar bagi penjelasan perilaku manusia, baik yang bersifat perorangan maupun kelompok. Oleh karena itu masyarakat dibentuk sebagaimana adanya sesuai dengan pola yang dikehendakinya. Hal ini berarti menunjukkan bahwa manusia mengontrol nasibnya sendiri, baik sebagai individu maupun masyarakat.

Demikian pula kejahatan dan penjahat dipandang dari sudut Hukum, artinya kejahatan adalah perbuatan. yang dilarang UU pidana, sedangkan penjahat adalah orang yang melakukan kejahatan. Kejahatan dipandang sebagai hasil pilihan bebas dari individu yang menilai untung ruginya melakukan kejahatan. Tanggapan yang diberikan oleh masyarakat agar individu tidak melakukan pilihan dengan berbuat kejahatan yaitu dengan cara meningkatkan kerugian yang harus dibayar, dan sebaliknya dengan menurunkan keuntungan yang dapat diperoleh dari melakukan kejahatan. Dalam hubunngan ini, maka tugas kriminologi adalah: Membuat pola dan menguji sistem hukuman yang akan meminimalkan tindak kejahatan.

2.) Kriminologi Positivis,

(3)

tetapi makhluk yang dibatasi atau ditentukan oleh situasi biologis atau kulturalnya. Aliran pemikiran ini telah menghasilkan dua pandangan yang berbeda, yaitu “Determinis Biologis” dan “Determinis Kultural”.

Aliran positivis dalam Kriminologi mengarahkan pada usaha untuk menganalisis sebab-sebab perilaku kejahatan melalui studi ilmiah ciri-ciri penjahat dari aspek fisik, sosial, dan kultural. Oleh karena Kriminologi Positivis ini dalam hal-hal tertentu menghadapi kesulitan untuk menggunakan batasan UU, akibatnya mereka cenderung untuk memberikan batasan kejahatan secara “alamiah”, yaitu lebih mengarahkan pada batasan terhadap ciri-ciri perilaku itu sendiri daripada perilaku yang didefinisikan oleh UU. 3.) Kriminologi Kritis,

Aliran pemikiran ini mulai berkembang setelah tahnu 1960- an, yaitu sebagai pengaruh dari semakin populernya perspektif labeling. Aliran pemikiran ini tidak berusaha menjawab persoalan apakah perilaku manusia “bebas” atau “ditentukan”, tetapi lebih mengarahkan pada proses-proses yang dilakukan manusia dalam membangun dunianya dimana dia hidup. Dengan demikian Kriminologi Kritis mempelajari proses-proses dan kondisi-kondisi yang mempengaruhi pemberian batasan kejahatan kepada orang-orang dan tindakan-tindakan tertentu pada waktu dan tempat tertentu. Pendekatan aliran pemikiran ini dibedakan pendekatan “Interaksionis” dan pendekatan “Konflik”.

B. TEORI-TEORI TTG SEBAB-SEBAB KEJAHATAN

Aliran Positivis mencari sebab-sebab kejahatan pada pelaku kejahatan. Karena waktu itu orang percaya bahwa “penjahat merupakan jenis manusia khusus yang berbeda dengan orang kebanyakan.”. Secara tradisional, ciri-ciri tersebut dicari pada ciri-ciri biologis, psikis, dan sosio-kultural (sesuai dengan perkembangan teori-teori yang dikembangkan oleh mazhab-mazhab dalam bidang etiologi kriminal). Teori-teori yang mencari sebab-sebab kejahatan dari aspek biologis, psikis, dan sosio-kultural, yaitu:

(4)

(1) Bentuk luar tengkorak kepala sesuai dengan apa yang ada didalamnya dan bentuk dari otak, dan

(2) Akal yang terdiri dari kemampuan atau kecakapan,

(3) Kemampuan atau kecakapan ini berhubungan dangan bentuk otak dan tengkorak kepala. Oleh karena “otak” merupakan “organ dari akal” sehingga “benjolan-benjolan”-nya merupakan petunjuk dari kemampuan atau kecakapan tertentu dari “organ”.

Studi ini telah membuka jalan bagi mereka yang mencari hubungan antara kejahatan dengan ciri-ciri biologis.

1.) C.Lombroso (1835-1909),

Dipandang sebagai “Bapak Kriminologi” modern dan pelopor mazhab Positive. Ajaran Lombroso sekarang hanya berarti bagi sejarah perkembangan kriminologi.

Pokok-pokok ajaran Lombroso:

(1) Menurut Lombroso, pejahat adalah orang yang punya bakat jahat.

(2) Bakat jahat tersebut diperoleh karena kelahiran (diwariskan dari nenek moyang).

(3) Bakat jahat tertentu dapat dilihat dari ciri-ciri biologis tertentu, seperti muka tidak simetris, bibir tebal, hidung pesek.

(4) Bahwa bakat jahat tersebut tidak dapat diubah atau tidak dapat dipengaruhi.

Dlm mengajukan teorinya tersebut, Lombroso menggunakan teori evolusi Darwin serta menggunakan hipotesa Atavisme (keturunan). Menurut Lombroso, kejahatan adalah perbuatan yang melanggar Hukum Alam (Natural Law). Pengaruh teori Lombroso:

a.) Positif, para ahli hukum pidana bisa berpandangan, bahwa penjahat sebagai subyek dan bukan sebagai obyek belaka, sehingga ada perhatian terhadap aspek subyektif dari pelaku; juga sebagai mendorong perkembangan ilmu psikiatri.

b.) Negatif, penegak.hukum (Hakim) bisa berprasangka atau sikap, bahwa terdakwa dianggap memiliki ciri-ciri penjahat, sehingga merugikan kepentingannya.

(5)

Tarde, yang menekankan pentingnya faktor lingkungan. Menurut Lacassagne, “masyarakat mempunyai bakat penjahat sesuai dengan jasanya”. Hal ini berarti tergantung dari masyarakat itu sendiri dalam menghadapi kejahatan yg ada, sedangkan penjahat dianggap kurang berperan. Lacassagne membandingkan penjahat sebagai bakteri, apakah berkembang atau tidak, ini tergantung tempat dimana ia ditempatkan. Jika ditaruh ditempat steril maka tidak dapat berkembang. Jadi, masyarakat diumpamakan sebagai tempat meletakkan bakteri tersebut.

3.) E. Ferry (1856-1928),

Yang adalah murid Lombroso, berusaha menyelamatkan ajaran

Lombroso dengan mengakui pengaruh lingkungan dalam terjadinya kejahatan. Ferry mengajukan rumus tetang timbulnya kejahatan, bahwa “Tiap-tiap kejahatan dihasilkan dari keadaan individu, fisik, dan sosial”, yaitu:

Kejahatan = Individu + Sosial + fisik.

Individu dipecah menjadi Bakat dan Lingkungan, sedangkan sosial adalah lingkungan manusia & fisik lingkungan alam, sehingga formulanya menjadi :

Kejahatan = Bakat + Lingkungan + lingkungan

(6)

kelompok lain seperti mahasiswa, jururawat, polisi, bahkan militer.

Penelitian lain misal untuk menjawab persoalan apakah kejahatan itu ciri-ciri yang diwariskan, yaitu dilakukan dengan cara mengurut keturunan (silsilah) (Seperti yang dilakukan oleh Dugdale dan Estabrook terhadap keluarga Juke, dihubungkan dengan penelitian terhadap keluarga Jonathan Edward).

Kritik-kritik tersebut menunjukkan kelemahan-kelemahan dari ajaran biologi kriminil dan utk sementara digantikan oleh Ajaran Lingkungan sebagai sebab utama timbulnya kejahatan. Uraian terhdp teori Lombroso maupun terhadap kritik-kritik yang diajukan menunjukkan bahwa mereka sama-sama sependapat bahwa penjahat sama dengan napi (bekas napi). Hal inilah yang merupakan kelemahan mendasar dari kriminologi masa lampau.

b. Teori yang mencari sebab kejahatan dari faktor psikologis dan psikiatris (Psikologi Kriminal),

Usaha mencari sebab-sebab kejahatan dari faktor psikis termasuk agak baru. Seperti halnya Aliran Positivis pada umumnya, usaha mencari ciri-ciri psikis pada para penjht didasarkan anggapan bahwa: “Penjahat merupakan orang-orang yang mempunyai ciri-ciri psikis yang berbeda dengan orang-orang-orang-orang bukan penjahat dan ciri-ciri psikis tersebut terletak pada intelegensinya yang rendah.”. Bagaimanapun juga Psikologi Kriminal haruslah didasarkan pada psikologi itu sendiri, sedangkan psikologi termasuk ilmu yang perkembangannya agak lambat. Pd umumnya ahli-ahli psikologi mengembangkan ilmunya dengan cara membagi manusia dalam tipe-tipe tertentu (tipologi). Akan tetapi tipologi yang dihasilkan tersebut tidak bisa begitu saja diterapkan pada para penjahat.

(7)

tentang jiwa yang sehat itu luas, maka pembicaraan dimulai dari bentuk-bentuk gangguan mental (khususnya yang sering muncul pada kasus-kasus kejahatan), selanjutnya mengenai Psikologi Kriminil dari pelaku kejahatan yang “sehat”. Bentuk-bentuk gangguan mental berupa: (1) Psikoses, (2) Neuroses, dan (3) Cacat Mental.

Ad. (1) PSIKOSES.

Dibedakan atas Psikoses Organis, dan Psikoses Fungsional. 1. Psikoses Organis.

Bentuk-bentuknya antara lain:

(a) Kelumpuhan umum dari otak, ditandai dengan kemerosotan terus-menerus dari seluruh kepribadian, pada tingkat permulaan, maka perbuatan Kejahatam seperti pencurian, penipuan, pemalsuan dengan terang-terangan dan penuh ketololan.

(b) Traumatik psikosis yang diakibatkan oleh luka pada otak disebabkan dari kecelakaan (gegar otak). Penderita mudah gugup dan cenderung melakukan kejahatan kekerasan.

(c) Epilepsi. Merupakan salah satu bentuk psikoses yang sangat terkenal, tetapi juga salah satu bentuk psikoses yang sukar dipahami. Bentuk gangguan ini sangat bermacam-macam. 2. Psiskoses Fungsional.

Bentuk yang terutama adalah:

(a) Paranoia. Penderitanya antara lain diliputi oleh khayalan (delusi), merasa hebat, merasa dikejar-kejar.

(b) Manic-depressive Psikoses. Penderitanya menunjukkan tanda-tanda perubahan dari kegembiraan yang berlebih-lebihan ke kesedihan. Keadaan yang demikian bisa berlangsung berhari-hari bahkan berminggu-minggu atau lebih lama lagi. Kejahatan yang dilakukan misalnya kejahatan kekerasan, bunuh diri, pencurian kecil-kecilan, penipuan, pemabukan.

(8)

memahami lingkungannya. Kadang-kadang merasa ada orang yang menghipnotis dirinya.

Ad. (2) NEUROSES.

Perbedaan antara psikoses dan neuroses masih merupakan hal yang konroversi. Secara statistik pelanggaran Hukum lebih banyak dilakukan oleh penderita neuroses daripada psikoses. Berikut ini akan dibicarakan beberapa bentuk neuroses yang sering muncul di Pengadilan:

(a) Anxiety Nueroses dan Phobia. Keadaannya ditandai dengan ketakutan yang tidak wajar dan berlebih-lebihan terhadap adanya bahaya dari sesuatu atau pada sesuatu yang tidak ada sama sekali. Jika dihubungkan dengan obyek atau ideologi tertentu disebut phobia.

(b) H i s t e r i a. Terhadap disosiasi antara dirinya dengan lingkungannya diberbagai bentuk. Umumnya sangat egosentris, emosional, dan suka sombong (umumnya wanita).

(c) Obsessional dan Compulsive Neuroses. Penderita punya keinginan atau ide-ide yang tidak rasional dan tidak dapat ditahan. Ini disebabkan ketakutan untuk melakukan keinginan tersebut. (karena adanya norma-norma atau akibat-akibat tertentu). Bentuk-bentuk Obsessional dan Compulsive Neuroses: kleptomania, discomania, fetishisme, exhibitonist, pyromania. Penelitian tentang kleptomania oleh T.C.N. Gibben, pencurian di supermarket.

Ad. (3)CACAT MENTAL.

Pengertian cacat mental lebih ditekankan pada kekurangan intelegensia daripada karakter atau kepribadiannya yang dilihat dari tinggi rendahnya I.Q. dan tingkat kedewasaannya.

Hubungan Cacat Mental dengan Kejahatan:

• Orang mencari hubungan cacat mental dengan

(9)

• Bhw apakah cacat mental akan menjadi penjahat sebenarnya lebih banyak tergantung dari pengaruh lingkungan sosialnya.

c. Teori yang mencari sebab kejahatan dari faktor Sosio-Kultural (Sosiologi Kriminal).

Obyek utama Sosiologi Kriminal adalah:

• Mempelajari hubungan antara masyarakat dengan

anggotanya, antara kelompok baik karena hubungan tempat maupun etnis dengan anggotanya, antara kelompok dengan kelompok, sepanjang hubungan tersebut dapat menimbulkan kejahatan.

• Disamping itu juga dipelajari tentang umur dan seks, hanya

saja berbeda dengan Biologi Kriminal, maka di sini yang dipelajari adalah hubungan seks dan umur dengan peranan sosialnya yang dapat menghasilkan kejahatan. Suatu masyarakat dapat dimengerti dan dinilai hanya melalui latar belakang kultur yang dimilikinya, norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku.

1. H.Mannheim.

Membedakan teori-teori Sosial Kriminal ke dalam:

(a) Teori-teori yang berorientasi pada kelas sosial, yaitu teori-Teori yang mencari sebanb-sebab kejahatan dari ciri-ciri kelas sosial., perbedaan kelas sosial, serta konflik kelas-kelss sosial yang ada. Yang termasuk dalam teori ini: anomi dan teori-teori sub budaya delinkuen.

(b) Teori-teori yg tidak berorientasi pada kelas sosial,

yaitu teori-teori yang membahas sebab-sebab kejahatan tidak dari kelas sosial tetapi dari aspek yang lain, seperti lingkungan, kependudukan, kemiskinan, dsb. Yang termasuk dalam teori ini: teori-teori ekologis, teori konflik kebudayaan, teori ekonomi, dan differential association.

(10)

tahap-tahap tertentu dari struktur sosial akan meninggalkan keadaan dimana pelanggaran terhadap aturan-aturan masyarakat akan menghasilkan tanggapan yang “normal”. Merton juga berusaha untuk menunjukkan bahwa beberapa struktur sosial dalam kenyataannya telah membuat orang-orang tertentu di masyarakat untuk bertindak menyimpang daripada mematuhi norma-norma sosial.

3. Teori Sub Budaya Delinkuen. Teori ini diajukan oleh A.K.Cohen dalam Buku-nya “Delinquent Boys” (1955) yang membahas kenakalan remaja di Amerika. Teori ini mencoba mencari sebab-sebab kenakalan remaja dari perbedaan kelas di antara anak-anak yang diperolahnya dari keluarganya. Cohen menujukkan adanya moralitas dan nilai-nilai yang berbeda di antara keluarga kelas menengah dengan kelas pekerja seperti ambisi, tanggung jawab pribadi, pengendalian terhadap tindakan agresif, perhargaan terhadap hak milik, dsb.

Dengan terjadinya pergaulan antara dua kelompok tersebut dapat menimbulkan konflik dan kebingungan dari anak-anak kelompok pekerja sehingga menyebabkan timbulnya kenakalan di antara anak-anak kelas pekerja. Beberapa tahun kemudian R.A.Cloward dan L.E.Ohlin dalam bukunya Delinquency and Opportunity, A Theory of Delinquen Gang (1960) mencoba membahas kenakalan remaja (geng) Amerika dengan menggunakan dasar-dasar teori yang dikemukakan oleh Durkheim dan Merton dan teori-teori yang dikemukakan oleh Shawdan H.D.Mckay dan E.H.Sutherland.

(11)

(a.) Criminali sub cultur, suatu bentuk geng yang terutama melakukan pencurian, pemerasan dan bentuk kejahatan lain dengan tujuan untuk memperoleh uang,

(b.) Conflict sub cultur, suatu bentuk geng yang berusaha mencari status dengan menggunakan kekerasan dan,

(c.) Retreatist sub cultur, suatu bentuk geng dengan ciri-ciri penarikan diri dari tujuan dan peranan yang konvensional dan karena nya mencari pelarian dengan menggunakan narkotika serta melakukan bentuk kejahatan yang berhubungan dengan itu.

Ketiga pola sub kultur delinkuen tersebut tidak hanya menunjukkan adanya perbedaan dalam gaya hidup di antara anggota-anggotanya akan tetapi juga karena adanya masalah-masalah yang berbeda bagi kepentingan kontrol sosial dan pencegahannya. Mereka timbul dari proses-proses dan bagian-bagian yang berbeda dari struktur sosial, seperti perbedaan dalam kepercayaan (beliefs), nilai-nilai dan aturan-aturan tingkah laku bagi anggota-anggotanya.

DAFTAR PUSTAKA

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Menurut pasal 1 UU No.7 tahun 1974 menyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan. Bahwa pada hakekatnya perjudian adalah perbuatan bertentangan dengan

Akibat dari perbuatan pelaku yaitu suatu perbuatan kejahatan dan korban yang menjadi objek sasaran perbuatan pelaku menyebabkan korban harus menderita karena

Tujuan dari reaksi terhadap kejahatan adalah untuk pencegahan terhadap kejahatan, serta resosialisasi tindak pidana 1 Ketentuan kejahatan terhadap anak diartikan

Salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan Negara dimana perbuatan

Menurut perspektif hukum pidana Islam tindakan suami yang melakukan kekerasan fisik terhadap istri adalah suatu bentuk kejahatan dan perbuatan yang dilarang oleh syariat karena

jawaban bahkan penanggungjawaban pidananya dapat pidana (criminal responsi ilitv) apabila perbuatan yang dilarang dilakukan dałam Pengaturan kejahatan lingkungan secara

Terkait dengan tindak pidana lingkungan yang dinyatakan sebagai kejahatan (rechtsdelicten), maka perbuatan tersebut dipandang sebagai secara esensial bertentangan dengan

Menurut perspektif hukum pidana Islam tindakan suami yang melakukan kekerasan fisik terhadap istri adalah suatu bentuk kejahatan dan perbuatan yang dilarang oleh syariat karena akan