• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI ADAPTASI DAN PERTUMBUHAN DUA SPESIES KANTONG SEMAR (Nepenthes spp.) PADA BEBERAPA MEDIA AKLIMATISASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UJI ADAPTASI DAN PERTUMBUHAN DUA SPESIES KANTONG SEMAR (Nepenthes spp.) PADA BEBERAPA MEDIA AKLIMATISASI"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

UJI ADAPTASI DAN PERTUMBUHAN DUA SPESIES KANTONG SEMAR (Nepenthes spp.) PADA BEBERAPA MEDIA AKLIMATISASI

Oleh

ALAWIYAH

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dua spesies kantong semar dan media aklimatisasi terhadap kemampuan beradaptasi dan pertumbuhan kantong semar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai Maret 2014 di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 12 kombinasi

(3)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Semua media aklimatisasi kecuali kompos, mampu meningkatkan kemampuan kantong semar dalam beradaptasi dan menghasilkan jumlah kantong yang banyak serta jumlah daun mati yang sedikit, (2) N. ampullariamampu beradaptasi lebih baik dan lebih cepat dibandingkan N. mirabilis,namun jumlah kantongnya lebih sedikit dibandingkan N. mirabilis, (3) kemampuan beradaptasi dan pertumbuhan kantong semar tidak tergantung pada media aklimatisasi khusus yang harus digunakan pada masing-masing spesies.

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gisting, Kabupaten Tanggamus pada 16 Desember1991 dan merupakan anak keempat dari lima bersaudara, dari Bapak Hamami (Alm.) dan Ibu Yulaina. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Dharma Wanita, Talang Padang, Tanggamus pada tahun 1998, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 01 Banding Agung, Talang Padang, Tanggamus pada tahun 2004, Madrasah Tsanawiyah (MTs) di MTsN Negeri Pringsewu Kabupaten Pringsewu tahun 2007, dan MA (Madrasah Aliyah) di MAN Pringsewu,

Kabupaten Pringsewu pada tahun 2010.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa reguler Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2010 melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Sejak berstatus sebagai mahasiswa, penulis terdaftar sebagai mahasiswa penerima Bantuan Biaya Studi Bidikmisi. Penulis juga berkesempatan menjadi asisten praktikum Produksi Tanaman Hias pada tahun 2012/2013 dan 2013/2014, Pembiakan Vegetatif Program D3

(8)

kegiatan Praktik Umum di Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya Bogor (KRB) selama 1 bulan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan

kemahasiswaan, yakni sebagai Korps Muda Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Lampung (KMB BEM U KBM Unila) tahun

2010/2011, Anggota Muda Lembaga Studi Mahasiswa Pertanian (LS-MATA) tahun 2010/2011, Staff Ahli Departemen Dalam Negeri BEM U KBM Unila tahun 2011/2012, Panita Khusus Universitas (Pansus U) dalam Pemilihan Raya (Pemira) tahun 2011/2012, Forum Komunikasi Mahasiswa Bidikmisi Fakultas Pertanian (Forkom Bidikmisi FP) tahun 2012/2013.

(9)

Dengan Ketulusan Hati dan Rasa Penuh Syukur, Kupersembahkan Karya ini Kepada :

Kedua Orang Tuaku

“Ayahanda Hamami (Alm.) dan Ibunda Yulaina” untuk Kasih Sayang, Kekuatan, Do’a, dan Motivasi yang Tiada Henti

Kakak-kakak dan Adikku

“Damayanti, Rukhiyat, Nurhayati dan Siti Sufia” yang selalu Memberikan Motivasi dan Kasih Sayang

Almamater Tercinta, Universitas Lampung

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan Seluruh Warga Negara Indonesia atas Bantuan Biaya Studi Bidikmisi Selama Penulis

(10)

Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh (Confusius)

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah (Thomas

Alva Edison)

Be the Best, Be the First, and Be the Different (Mr. Muhammad Faizin)

(11)

SANWACANA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Rabb semesta alam atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Fitri Yelli, S.P., M.Si., selaku Pembimbing Utama dan Pembimbing Akademik atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, nasihat, kritik, dan saran yang membangun kepada penulis selama pelaksanaan penelitian, penulisan skripsi, dan selama menjadi mahasiswa;

2. Ibu Ir. Tri Dewi Andalasari, M. Si., selaku Pembimbing Kedua atas

kesediaannya untuk memberikan bimbingan, nasihat, kritik, dan saran yang diberikan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian dan proses

penyelesaian skripsi;

3. Ibu Ir. Rugayah, M.P., selaku Penguji Utama atas segala nasihat, kritik, dan saran yang membangun dalam proses penyelesaian skripsi;

4. Bapak Prof. Dr. Ir.Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

(12)

6. Kedua orangtua, kakak-kakak, adik, abang ipar, dan keponakanku tercinta untuk kasih sayang, dukungan, dan doa yang diberikan kepada penulis; 7. Sahabat-sahabat tercinta, Anissa Indra Wati, Ade Yunike Larassati, Agung

Ari Brata, Bangun Ferdian, Ferdaner Humairah Fajri, Galih Dwi Cahyo, Mba Yeffi, Mustajab, Nana Ratna Wati, Novri, Nurjannah Yuliana Hastuti,

Septiana Triyani, Sherly Ardhani Pithaloka, dan Ryzkita Prima Pramanda, terima kasih atas bantuan dan dukungan kalian;

8. Teman-teman AGT’10 KELAS A, Adawiyah Timur, Eko Andrianto, Nidya Wanda, Septianing Diah Awalia, Wasis Sugiem, Yoseph Albert, dan yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas dukungan kalian; 9. Keluarga besar Mahasiswa AGT’10 Konsentrasi Hortikultura, Astri, Ari,

Evin, Fadhilah, Fidya, Oktariza, Siti Solehah, dan yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebersamaannya;

10. Keluarga besar asrama putri Astri Handayani, Gadis, Yesi, Delta, Ayu, Hesti, Ami, Eki, dan lainnya, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, 21 Juli 2014 Penulis

(13)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... viii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 6

1.3 Kerangka Pemikiran ... 7

1.4 Hipotesis ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi ✁✂ ✁nt✄ ✁s ☎ ✆☎ ✝ ✞☎ullp dan ✁✂ ✁✄ ✁nt s m i ✝ ☎ ✟✞lis ... 13

2.2 Lingkungan Tumbuh Kantong Semar... 16

2.3 Budidaya Kantong Semar secaraIn vitro... 17

2.4 Aklimatisasi ... 18

2.5 Media Aklimatisasi ... 19

2.5.1Arang sekam... 20

2.5.2Cocopeat ... 20

2.5.3Kompos... 21

2.5.4Sphagnum moss... 21

(14)

ii III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 23

3.2 Bahan dan Alat... 23

3.3 Metode Penelitian ... 25

3.4 Pelaksanaan Penelitian... 27

3.4.1Penyusunan Tata Letak Percobaan... 27

3.4.2Persiapan Media... 27

3.4.3Penanaman Planlet Kantong Semar... 28

3.4.4Pemeliharaan... 31

3.5 Variabel yang diamati ... 31

3.5.1 Tinggi Tanaman... 31

3.5.2 Jumlah Daun... 32

3.5.3 Jumlah Daun Mati... 32

3.5.4 Lebar Daun ... 32

3.5.5 Panjang Daun... 32

3.5.6 Jumlah Kantong... 33

3.5.7 Panjang Kantong... 33

3.5.8 Lingkar Kantong... 33

3.5. 9 Persentase Daun yang Menghasilkan Kantong... 34

3.5.10Warna Kantong... 34

3.5.11Persentase Tanaman Hidup... 35

3.5.12Jumlah Tunas... 35

3.5.13Jumlah Cabang... 35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 37

4.1.1Tinggi Tanaman... 38

4.1.2Jumlah Daun... 40

4.1.3Jumlah Daun Mati... 41

4.1.4Lebar Daun... 43

4.1.5Panjang Daun... 45

4.1.6Jumlah Kantong... 45

4.1.7Tinggi Kantong... 47

4.1.8Lingkar Kantong... 49

4.1.9Persentase Daun yang Menghasilkan Kantong... 50

4.1.10Warna Kantong... 51

4.1.11Persentase Tanaman Hidup... 52

(15)

iii V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... 67

5.2 Saran ... 67

PUSTAKA ACUAN... 68

LAMPIRAN... 72

Tabel 4 65 ... 73

(16)

iv DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kombinasi perlakuan spesies planlet dan media aklimatisasi. ... 26

2. Rekapitulasi analisis ragam semua variabel pengamatan uji adaptasi dan pertumbuhan dua spesies kantong semar (Nepenthes ampullaria dan Nepenthes mirabilis) pada beberapa media aklimatisasi. ... 38

3. Persentase tanaman hidup selama aklimatisasi. ... 52

4. Rata-rata tinggi tanaman kantong semar 0 MSA. ... 73

5. Analisis ragam tinggi tanaman kantong semar 0 MSA. ... 73

6. Rata-rata tinggi tanaman kantong semar 4 MSA. ... 74

7. Analisis ragam tinggi tanaman kantong semar 4 MSA. ... 74

8. Rata-rata tinggi tanaman kantong semar 8 MSA. ... 75

9. Analisis ragam tinggi tanaman kantong semar 8 MSA. ... 75

10. Rata-rata tinggi tanaman kantong semar 12 MSA. ... 76

11. Analisis ragam tinggi tanaman kantong semar 12 MSA. ... 76

12. Rata-rata jumlah daun tanaman kantong semar 0 MSA. ... 77

13. Transformasi √√√(x+0.5) jumlah daun tanaman kantong semar 0 MSA. ... 77

14. Analisis ragam jumlah daun tanaman kantong semar 0 MSA. ... 78

15. Rata-rata jumlah daun tanaman kantong semar 4 MSA. ... 78

(17)

v

17. Rata-rata jumlah daun tanaman kantong semar 8 MSA. ... 79

18. Analisis ragam jumlah daun tanaman kantong semar 8 MSA. ... 80

19. Rata-rata jumlah daun tanaman kantong semar 12 MSA. ... 80

20. Analisis ragam jumlah daun tanaman kantong semar 12 MSA. ... 81

21. Rata-rata jumlah daun mati tanaman kantong semar 4 MSA. ... 81

22. Transformasi Log (x+1) jumlah daun mati tanaman kantong semar 4 MSA. ... 82

23. Analisis ragam jumlah daun mati tanaman kantong semar 4 MSA. ... 82

24. Rata-rata jumlah daun mati tanaman kantong semar 8 MSA. ... 83

25. Transformasi Log (x+1) jumlah daun mati tanaman kantong semar 8 MSA. ... 83

26. Analisis ragam jumlah daun mati tanaman kantong semar 8 MSA. ... 84

27. Rata-rata jumlah daun mati tanaman kantong semar 12 MSA. ... 84

28. Transformasi Log (x+1) jumlah daun mati tanaman kantong semar 12 MSA. ... 85

29. Analisis ragam jumlah daun mati tanaman kantong semar 12 MSA. ... 85

30. Rata-rata panjang daun tanaman kantong semar 12 MSA. ... 86

31. Analisis ragam panjang daun tanaman kantong semar 12 MSA. .. 86

32. Rata-rata lebar daun tanaman kantong semar 12 MSA. ... 87

33. Analisis ragam lebar daun tanaman kantong semar 12 MSA. ... 87

34. Rata-rata jumlah kantong tanaman kantong semar 0 MSA. ... 88

35. Transformasi √√√(x+0.5) jumlah kantong tanaman kantong semar 0 MSA. ... 88

36. Analisis ragam jumlah kantong tanaman kantong semar 0 MSA. . 89

(18)

vi 38. Analisis ragam jumlah kantong tanaman kantong semar

4 MSA. ... 90

39. Rata-rata jumlah kantong tanaman kantong semar 8 MSA. ... 90

40. Analisis ragam jumlah kantong tanaman kantong semar 8 MSA. ... 91

41. Rata-rata jumlah kantong tanaman kantong semar 12 MSA. ... 91

42. Transformasi √√√(x+0.5) jumlah kantong tanaman kantong semar 12 MSA. ... 92

43. Analisis ragam jumlah kantong tanaman kantong semar 12 MSA. ... 92

44. Rata-rata tinggi kantong tanaman kantong semar 8 MSA. ... 93

45. Analisis ragam tinggi kantong tanaman kantong semar 8 MSA. .. 93

46. Rata-rata tinggi kantong tanaman kantong semar 12 MSA. ... 94

47. Transformasi √√√(x+0.5) tinggi kantong tanaman kantong semar 12 MSA. ... 94

48. Analisis ragam tinggi kantong tanaman kantong semar 12 MSA. ... 95

49. Rata-rata lingkar kantong tanaman kantong semar 12 MSA. ... 95

50. Analisis ragam lingkar kantong tanaman kantong semar 12 MSA. ... 96

51. Rata-rata persentase daun yang menghasilkan kantong tanaman kantong semar 0 MSA. ... 96

52. Analisis ragam persentase daun yang menghasilkan kantong tanaman kantong semar 0 MSA. ... 97

53. Rata-rata persentase daun yang menghasilkan kantong tanaman kantong semar 4 MSA. ... 97

54. Transformasi Arcsin rata-rata persentase daun yang menghasilkan kantong tanaman kantong semar 4 MSA. ... 98

(19)

vii 56. Rata-rata persentase daun yang menghasilkan kantong tanaman

kantong semar 8 MSA. ... 99

57. Analisis ragam persentase daun yang menghasilkan kantong tanaman kantong semar 8 MSA. ... 99

58. Rata-rata persentase daun yang menghasilkan kantong tanaman kantong semar 12 MSA. ... 100

59. Analisis ragam persentase daun yang menghasilkan kantong tanaman kantong semar 12 MSA. ... 100

60. Suhu rumah kaca siang dan sore hari pada Desember 2014. ... 101

61. Suhu rumah kaca siang dan sore hari pada Januari 2014. ... 101

62. Suhu rumah kaca siang dan sore hari pada Februari 2014. ... 102

63. Suhu rumah kaca siang dan sore hari pada Maret 2014. ... 102

64. Data hasil analisis kimia media aklimatisasi. ... 103

(20)

viii DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Nepenthes ampullaria dan Nepenthes mirabilis. ... 14

2. Kantong bawah N.ampullaria di Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya Bogor. ... 15

3. Planlet kantong semar yang siap untuk diaklimatisasi. ... 24

4. Media aklimatisasi yang siap digunakan. ... 25

5. Denah tata letak percobaan pada aklimatisasi planlet kantong semar. ... 27

6. Tahap persiapan dan penanaman planlet kantong semar. ... 29

7. Pengisian air pada plastik untuk media tanam tanah rawa dan media selain tanah rawa. ... 30

8. Globe Plant Colour Guide. ... 34

9. Hasil pengamatan tinggi tanaman 2 spesies kantong semar. ... 39

10. Perbedaan tinggi N. ampullaria dan N. mirabilis. ... 39

11. Hasil pengamatan tinggi tanaman kantong semar pada beberapa media aklimatisasi. ... 40

12. Hasil pengamatan jumlah daun 2 spesies kantong semar. ... 41

13. Hasil pengamatan jumlah daun mati 2 spesies kantong semar. ... 42

14. Hasil pengamatan jumlah daun mati tanaman kantong semar pada beberapa media aklimatisasi. ... 43

15. Hasil pengamatan lebar daun 2 spesies kantong semar. ... 44

(21)

ix 17. Hasil pengamatan panjang daun 2 spesies kantong semar. ... 45 18. Hasil pengamatan jumlah kantong 2 spesies kantong semar. ... 46 19. Hasil pengamatan jumlah kantong tanaman kantong semar pada

beberapa media aklimatisasi. ... 47 20. Hasil pengamatan tinggi kantong 2 spesies kantong semar. ... 48 21. Hasil pengamatan tinggi kantong tanaman kantong semar pada

beberapa media aklimatisasi. ... 49 22. Hasil pengamatan lingkar kantong tanaman kantong semar pada

beberapa media aklimatisasi. ... 50 23. Hasil pengamatan persentase daun yang menghasilkan kantong

tanaman kantong semar pada beberapa media aklimatisasi. ... 51 24. Perbedaan warna dan bentuk kantong N. ampullaria dan N. mirabilis

N.mirabilis. ... 52 25. N. mirabilis yang mati akibat pembusukan pada bagian pangkal

batang. ... 53 26. Penampilan akar planlet N. ampullaria (A) dan N.mirabilis (B)

kelompok I,II, dan III.. ... 104 27. Perbedaan akar Nepenthes ampullaria pada media kompos

(22)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Kantong semar merupakan tanaman hias yang tumbuh di beberapa hutan

Indonesia. Tanaman ini disebut tanaman hias karena memiliki kantong yang unik hasil dari modifikasi daun akibat kekurangan unsur hara. Kantong yang terbentuk di ujung daun memiliki nilai estetika yang cukup tinggi, sehingga sangat

berpotensi untuk dikembangkan menjadi tanaman hias. Sari (2009) melaporkan bahwa selain memiliki nilai estetika yang cukup tinggi, air kantong semar juga dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Indonesia sebagai obat mata, sedangkan batang kantong semar berfungsi sebagai tali untuk mengikat.

Penyebaran kantong semar banyak terdapat di hutan Kalimantan dan Sumatera. Menurut Mansur (2006), dari 64 jenis kantong semar yang hidup di Indonesia 32 jenis berasal dari Borneo, sementara Sumatera menempati urutan kedua dengan 29 jenis yang sudah berhasil diidentifikasi, sisanya 10 jenis di Sulawesi, 9 di Papua, 4 di Maluku, dan 2 di Jawa.

(23)

2 %, Jawa 9,12 %, Maluku 8,30 %, Bali- Nusa Tenggara 6,62 %, dan Papua sebesar 4,15 %. Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa pengurangan luas hutan di Indonesia sampai tahun 2009 terkonsentrasi di Kalimantan dan Sumatera.

Kerusakan hutan dan eksploitasi tanaman yang terjadi di Indonesia menyebabkan populasi tanaman kantong semar menjadi berkurang di alam. Menurut Hadi (2010), kantong semar termasuk tanaman yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Berkurangnya populasi tanaman kantong semar dari tahun ke tahun menjadikan tanaman ini semakin langka sehingga masuk dalam

Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) Appendix.

Nepenthes rajah dan Nepenthes khasiana masuk dalam kategori Appendix-1, sedangkan sisanya masuk dalam kategori Appendix-2 termasuk N. ampullaria dan N. mirabilis. Tanaman-tanaman yang masuk dalam Appendix-1 merupakan

tanaman yang harus segera dilakukan konservasi karena populasi di alam sudah terancam punah, sedangkan Appendix-2 juga merupakan tanaman yang terancam punah namun populasinya lebih banyak di alam dibandingkan Appendix-1.

N. ampullaria memiliki kantong yang berbentuk bulat. Ciri khas dari spesies ini selain memiliki kantong yang termodifikasi pada ujung daun, juga muncul kantong yang menggerombol pada pangkal batang sehingga terlihat sangat indah berkumpul di atas permukaan tanah. Sementara itu, N. mirabilis memiliki

(24)

3 dalam CITES Appendix sangat dilindungi dan kegiatan yang berkaitan dengan tanaman-tanaman tersebut sangat dibatasi apalagi jika bersifat komersialisasi. Komersialisasi kantong semar diizinkan apabila tanaman diperbanyak secara kultur jaringan atau diperbanyak dari benih sehingga tidak merusak populasi kantong semar yang sudah ada di hutan.

Anonim (2009) memberitakan bahwa kelompok kantong semar (Nepenthes) merupakan tanaman asli dari Indonesia yang dikategorikan paling langka yaitu salah satu spesies yang membutuhkan prioritas paling tinggi untuk segera dikonservasi. Skor tertinggi tumbuhan terancam punah dilakukan melalui 17 kriteria seperti keunikan taksonomis, distribusi geografis, nilai manfaat, jumlah populasi, dampak eksploitasi, hingga kemerosotan populasi. Semakin terbatas suatu tanaman hanya bisa tumbuh di lokal tertentu (tingkat endemisitas tinggi) maka skornya semakin tinggi.

(25)

Faktor-4 faktor tersebut menjadi alasan berkurangnya populasi kantong semar di Indonesia bahkan dunia.

Berdasarkan hal tersebut, beberapa lembaga penelitian mulai melakukan penelitian dan kegiatan konservasi tanaman kantong semar. Pada kegiatan konservasi, budidaya secara konvensional cukup sulit dilakukan karena benih memiliki daya berkecambah yang rendah, sehingga diperlukan teknologi budidaya modern untuk meningkatkan daya berkecambah dan pertumbuhan kantong semar. Salah satu teknologi budidaya modern yang digunakan adalah dengan teknik kultur jaringan atau budidaya tanaman secara in vitro. Melalui budidaya dengan teknik kultur jaringan tanaman, Nepenthes sp. dapat diperbanyak secara cepat dalam jumlah besar dan seragam.

Yusnita (2003) menyatakan bahwa ada beberapa tahap dalam budidaya tanaman secara in vitro yakni pemilihan tanaman induk, sterilisasi eksplan, penanaman eksplan, subkultur, dan aklimatisasi. Aklimatisasi adalah pengondisian planlet atau tunas mikro di lingkungan baru yang septik di luar botol, sehingga planlet dapat bertahan dan terus tumbuh menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan.

Aklimatisasi merupakan tahap terakhir dalam budidaya tanaman secara in vitro namun merupakan tahap yang sangat kritis bagi pertumbuhan planlet. Tahap ini disebut kritis karena tanaman harus mulai beradaptasi dengan lingkungan baru yang sangat berbeda dengan lingkungan di laboratorium (semua kondisi

(26)

5 Oleh karena itu, perlu upaya untuk bisa mengadaptasikan dan menumbuhkan tanaman tersebut ke lingkungan di luar laboratorium.

Media sangat mempengaruhi keberhasilan aklimatisasi. Beberapa media yang sudah berhasil dicoba untuk menumbuhkan kantong semar pada tahap

aklimatisasi adalah Sphagnum moss dan arang sekam. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukmadijaya (2010) pada tanaman kantong semar mendapatkan bahwa media arang sekam, persentase jumlah tanaman yang terkena bercak daun ataupun terkena layu relatif lebih tinggi dibandingkan pada media tanam lain yaitu sebesar 26%, sedangkan media Sphagnum moss pertambahan jumlah tunas baru yang muncul relatif lebih tinggi dibandingkan media yang lain yaitu

sebanyak 6%. Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa penggunaan media arang sekam memiliki kekurangan karena menimbulkan bercak daun atau layu tertinggi pada tanaman Nepenthes rafflesiana Jack. Sementara itu, media Sphagnum moss walaupun terlihat menghasilkan pertumbuhan tunas tertinggi namun media ini sulit didapatkan dan harganya relatif mahal.

(27)

6 Media aklimatisasi berperan penting pada pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman. Akar yang tumbuh dan berkembang dengan baik akan berfungsi secara optimal dalam menopang tegaknya tanaman serta menyerap air dan unsur hara dengan baik sehingga berkorelasi positif terhadap pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui media aklimatisasi yang tepat terhadap kemampuan beradaptasi dan pertumbuhan dua spesies kantong semar yakni N. ampullaria dan N. mirabilis sehingga tujuan perbanyakan melalui kultur jaringan dapat diwujudkan dan mendapatkan hasil yang optimal.

Pengujian kemampuan beradaptasi dan pertumbuhan dua spesies kantong semar terhadap beberapa media aklimatisasi dilakukan untuk menjawab rumusan masalah yang telah disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah jenis media aklimatisasi berpengaruh terhadap kemampuan beradaptasi dan pertumbuhan kantong semar?

2. Apakah ada perbedaan kemampuan beradaptasi dan pertumbuhan dua spesies kantong semar?

3. Apakah kemampuan beradaptasi dan pertumbuhan dua spesies kantong semar dipengaruhi oleh media aklimatisasi yang digunakan?

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui jenis media aklimatisasi yang berpengaruh terhadap kemampuan beradaptasi dan pertumbuhan kantong semar.

(28)

7 3. Mengetahui kemampuan beradaptasi dan pertumbuhan dua spesies kantong

semar pada masing-masing media aklimatisasi yang digunakan.

1.3 Kerangka Pemikiran

Kantong semar adalah tanaman tropis dari keluarga Nepenthaceae yang memiliki bentuk, ukuran, dan warna kantong yang unik dan sangat menarik serta secara ekonomi potensial untuk dikembangkan menjadi usaha baru. Menurut Witarto (2006), tanaman kantong semar merupakan tanaman karnivora karena memangsa serangga yang berada disekitarnya. Tanaman ini memangsa serangga melalui organ berbentuk kantong yang terbentuk di ujung daun. Kemampuan tanaman dalam memangsa serangga menyebabkan tanaman ini dipilih menjadi tanaman hias yang eksotis di Jepang, Eropa, Amerika, dan Australia. Kondisi ini sangat memprihatinkan bagi Indonesia yang merupakan salah satu negara pusat penyebaran kantong semar di dunia karena tidak banyak warga negaranya yang mengetahui tanaman ini akibat semakin langka. Oleh karena itu, pemerintah dan beberapa lembaga penelitian di Indonesia mulai melakukan kegiatan konservasi tanaman kantong semar.

Ada beberapa teknik perbanyakan dalam konservasi tanaman kantong semar salah satunya dengan teknik kultur jaringan. Teknologi budidaya tanaman secara kultur jaringan mampu meningkatkan daya berkecambah benih kantong semar dan mempercepat waktu berkecambah sehingga didapatkan calon individu yang lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat. Hal ini sesuai dengan hasil yang

(29)

8 persentase kultur Nepenthes mirabilis berkecambah (64%). Penggunaan media ½ atau ¼ dari konsentrasi media KC nyata meningkatkan persentase biji Nepenthes mirabilis berkecambah (67–78%). Pemberian zat pengatur tumbuh Tidiadzuron (TDZ) pada ¼ KC dan Gibberellic acid (GA3) pada ½ MS nyata meningkatkan persentase benih Nepenthes mirabilis berkecambah (93–97%) dan pemberian TDZ pada ½ MS dan ¼ KC, GA3 pada ¼ KC mempercepat waktu berkecambah (27 – 33 hari setelah semai). Pada umumnya benih kantong semar yang disemai secara konvensional akan berkecambah pada rentang waktu 1-2 bulan setelah semai.

Setelah tanaman kantong semar berhasil tumbuh, tahapan terakhir yang harus dilalui dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah

aklimatisasi. Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan planlet dari botol kultur yang kondisinya terkontrol ke lingkungan baru sebelum ditanam pada lahan yang sesungguhnya sebagai salah satu kegiatan adaptasi bagi tanaman sehingga mampu bertahan. Pada prinsipnya kegiatan aklimatisasi adalah meningkatkan intensitas cahaya dan menurunkan kelembaban secara bertahap. Tahap ini merupakan tahap yang sangat kritis karena kondisi iklim di rumah kaca berbeda dengan kondisi di dalam laboratorium. Tanaman kantong semar pada umumnya hidup di hutan sehingga prinsip aklimatisasi untuk tanaman kantong semar baik dalam hal peningkatan intensitas cahaya dan penurunan kelembaban disesuaikan sampai batas kondisi yang diinginkan oleh kantong semar.

(30)

9 berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Media yang tidak sesuai dengan sifat tanaman akan menyebabkan terjadinya pembusukan pada jaringan atau organ tanaman. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Binawati (2012) pada tanaman anggrek didapat bahwa media Spagnum moss menyebabkan akar anggrek menjadi busuk karena media ini mempunyai kemampuan dalam menyerap dan mempertahankan air sehingga media selalu basah, padahal akar anggrek tidak cocok pada media yang terlalu basah.

Berdasarkan hal tersebut, tergambar dengan jelas bahwa perlu diketahuinya media aklimatisasi yang tepat untuk masing-masing jenis tanaman dan spesiesnya.

Media aklimatisasi yang digunakan pada penelitian ini adalah arang sekam + cocopeat (1:1), cocopeat, kompos, Sphagnum moss, tanah rawa, serta arang

sekam + kompos (1:1). Arang sekam digunakan karena memberikan porositas yang baik bagi media tumbuh tanaman sehingga aerasi dan drainase pada media menjadi lancar. Hasil penelitian Gunawan (2006) dalam Binawati (2012), arang sekam mengandung unsur karbon, fosfor dan sulfur yang berfungsi mempercepat pertumbuhan akar, daun, dan pertumbuhan tinggi tanaman anggrek. Santi et al. (1997) dalam penelitiannya mendapatkan arang sekam sebagai media aklimatisasi terbaik untuk pertumbuhan bibit bromelia (Tillandsia punctulata) dengan

pertambahan tinggi tanaman 4,25 cm; panjang daun 0,97 cm; jumlah daun 10,6; bobot basah 5,93 g; jumlah akar 18,22; dan panjang akar 18,30 cm.

Cocopeat digunakan karena mampu menyerap dan menyimpan air dengan baik

(31)

10 Mubarok, et al. (2012) menyatakan bahwa media tanam arang sekam, cocopeat, dan zeolit dengan perbandingan masing-masing 3:2:1 disertai dengan pemberian sitokinin 50 µl/l memberikan perngaruh yang lebih baik terhadap ukuran panjang dan lebar daun Aglonema Fit Langsit dibandingkan penggunaan media tanam pakis, humus, pasir malang, zeolit, dan cocopeat dengan perbandingan lainnya.

Kompos merupakan media tanam yang baik karena memiliki porositas yang cukup tinggi sehingga sangat baik untuk perkembangan akar tanaman. Kompos juga mengandung unsur hara yang cukup lengkap walaupun jumlahnya sedikit. Rohayati (2009) dalam penelitiannya mendapatkan media aklimatisasi terbaik untuk tanaman anyelir adalah kompos + humus bambu yang menghasilkan

persentase tanaman hidup tertinggi, yakni mencapai 70,81% dibandingkan dengan media arang sekam + humus bambu. Sementara itu, Supriati et al. (2005) dalam penelitiannya menghasilkan media campuran kompos dan casting (1:1) sebagai media aklimatisasi terbaik dengan kerberhasilan 77,7 % pada tanaman mawar.

Sphagnum moss digunakan sebagai media aklimatisasi yang berasal dari

lumut-lumutan. Sphagnum moss banyak digunakan pada penelitian tanaman anggrek dan kantong semar. Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor juga menggunakan Sphagnum moss sebagai media packing product kantong semar. Media ini digunakan karena mampu menyimpan dan mempertahankan air dan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan akar kantong semar. Media Sphagnum telah dicoba oleh Indraty (peneliti Research Center Getas Salatiga)

dalam Hendrata (2011) untuk menyimpan bibit karet. Dalam media tersebut,

(32)

11 di polybag maupun setelah ditanam di kebun bila dibandingkan dengan

penggunaan media serbuk gergaji dan serbuk arang.

Tanah rawa merupakan tanah yang selalu tergenang air baik secara alami atau

buatan. Pada umumnya tanah-tanah rawa bersifat asam dan kahat unsur hara.

Kantong semar tumbuh di tempat agak terbuka yang miskin unsur hara dan

memiliki kelembaban yang cukup tinggi seperti hutan hujan tropik dataran rendah

dan hutan pegunungan (Azwar, 2006). Menurut Mansur (2008), habitat N.

ampullaria adalah di hutan kerangas, hutan rawa gambut, hutan rawa, pinggir

sungai, sawah, dan semak belukar yang tersebar pada ketinggian 0-1.100 m dpl.

N. ampullaria dan N. mirabilis adalah dua spesies kantong semar yang tersebar di

beberapa pulau Indonesia. Kedua spesies ini cukup banyak keberadaannya di

alam dibandingkan spesies lainnya karena statusnya masuk ke dalam CITES

Appendix-2, sehingga bahan tanam yang akan digunakan dalam aklimatisasi lebih

mudah didapatkan dibandingkan kantong semar yang masuk dalam CITES

Appendix-1. Selain itu, N. ampullaria dan N. mirabilis termasuk tanaman

kantong semar yang adaptif dataran rendah dan dataran tinggi (Trubus Infokit,

2006) sehingga dipilih menjadi spesies kantong semar yang digunakan pada

(33)

12 1.4 Hipotesis

Hipotesis yang dapat diambil adalah:

1. Media aklimatisasi berpengaruh terhadap kemampuan beradaptasi dan pertumbuhan kantong semar.

2. Terdapat perbedaan kemampuan beradaptasi dan pertumbuhan dua spesies kantong semar.

(34)

13

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani dan Morfologi Nepenthes ampullaria dan Nepenthes mirabilis

Menurut Mansur (2007), kedudukan kantong semar dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Nepenthales Famili : Nepenthaceae Genus : Nepenthes

Spesies : Nepenthes ampullaria Jack. Nepenthes mirabilis Druce.

(35)

14

empat kelopak tanpa mahkota dan terangkai dalam satu tandan. Ukuran masing-masing bunga biasanya tidak lebih dari 1 cm diameternya. Kantong Nepenthes sp. merupakan modifikasi ujung daun yang berubah bentuk dan fungsinya menjadi perangkap serangga atau binatang kecil lainnya (Gambar 1).

[image:35.595.150.477.221.433.2]

Gambar 1. A: Nepenthes ampullaria dan B: Nepenthes mirabilis. Sumber: A= http://www.rci.rutgers.edu, B= http://www.golatofski.de.

Akar Nepenthes sp. merupakan akar tunggang dengan rata-rata perakaran kurus dan sedikit. Batang Nepenthes sp. termasuk batang memanjat yang tumbuh ke atas dengan menggunakan penunjang. Daun muncul di ruas-ruas batang dan di ujung daun akan muncul sulur tipis yang berperan untuk menopang kantong. Kantong Nepenthes sp. mengandung ion-ion positif sehingga bersifat asam juga mengandung enzim proteolase dan enzim kitinase yang akan menghancurkan tubuh serangga yang terperangkap di dalam kantong. Bunga Nepenthes sp.

berumah dua, yakni bunga jantan dan betina terpisah pada tanaman yang berbeda. Bunga ini berbentuk tandan dan malai. Bunga betina ditandai dengan sepalnya

(36)

15

yang berwarna kuning dan bunga jantan terlihat serbuk sarinya yang juga berwarna kuning (Hidayat, 2013).

[image:36.595.231.396.263.387.2]

N. ampullaria memiliki kantong yang berbentuk bulat dengan tutup berbentuk lanset yang mengarah ke belakang. N.ampullaria memiliki kantong atas dan kantong bawah (Gambar 2).

Gambar 2. Kantong bawah N. ampullaria di Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya Bogor.

(37)

16

N. mirabilis mempunyai panjang anakan berkisar antara 0,6 m sampai 1,5 m,

masing-masing terdiri dari 10-19 daun , dan 2 sampai 9 daun terbuka (Schulze, 1997). Mardhiana et al. (2012) menyebutkan bahwa N. mirabilis umumnya memiliki diameter batang lebih kurang 10 mm, panjang ruas daun lebih kurang 15 cm, dan bentuknya silinder. Karakteristik daun adalah tipis, bentuk lonjong hingga lanset, bertangkai, panjang lebih kurang 30 cm, lebar lebih kurang 7 cm, jumlah urat daun longitudinal 3 hingga 4 pada setiap sisi dari urat daun tengah, pinggiran daun berbulu dan kadang bergerigi, serta panjang sulur lebih kurang 10 cm. Kantong berbentuk oval hingga bentuk pinggang, berwarna hijau atau merah, atau hijau dangan lurik merah, memiliki dua sayap, mulut bundar, penutup

bundar. Perbungaan berbentuk tandan dengan panjang lebih kurang 45 cm, setiap bunga berbentuk sepal bundar hingga elips, panjang lebih kurang 7 mm dan berwarna merah.

2.2 Lingkungan Tumbuh Kantong Semar

N. ampullaria tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi dengan ketinggian

(38)

17

asam dan miskin unsur nitrogen. Kantong semar bisa hidup di hutan hujan tropik dataran rendah, hutan pegunungan, hutan gambut, hutan kerangas, gunung kapur, dan padang savana. Pada habitat yang cukup ekstrem seperti di hutan kerangas yang suhunya bisa mencapai 30ºC pada siang hari, kantong semar beradaptasi dengan daun yang tebal untuk menekan penguapan air dari daun (Azwar, 2006). Mansur (2007) menyebutkan bahwa N. mirabilis merupakan jenis Nepenthes yang tahan hidup di tempat-tempat yang tergenang air. Daya adapatasinya cukup tinggi karena dapat tumbuh mulai dari 0-1500 m dpl dan dapat dijumpai di banyak negara, namun membutuhkan kelembaban yang tetap tinggi ( Trubus infokit, 2006).

2.3 Budidaya Kantong Semar secara In vitro

Ada beberapa teknik perbanyakan tanaman Nepenthes sp. yang biasa dilakukan, seperti perbanyakan dengan stek, semai benih, pemisahan anakan, cangkok, dan kultur in vitro. Perbanyakan tanaman Nepenthes secara in vitro atau biasa disebut sebagai kultur jaringan adalah teknik mengisolasi bagian tanaman (protoplasma, sel, jaringan, atau organ) dan menumbuhkannya ke dalam media buatan secara aseptik dalam wadah tertutup yang tembus cahaya agar bagian tersebut

memperbanyak diri menjadi tanaman lengkap.

(39)

18

lebih tinggi dari pada secara konvensional karena pada teknik kultur jaringan semua kondisi lingkungan terkendali sehingga pertumbuhannya lebih stabil, selain itu juga perbanyakan dengan teknik ini tidak mengenal musim.

Sudarmonowati et al. (2002) menyatakan bahwa perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan telah banyak dilakukan untuk tanaman yang bernilai ekonomi tinggi atau tanaman yang tergolong langka dan sulit dipropagasi dengan cara konvensional. Azwar et al. (2006) menyebutkan bahwa harga Nepenthes sp. di Sumatera adalah berkisar Rp25.000,00- Rp100.000,00 per tanaman yang diambil oleh petani secara langsung dari hutan (hasil eksploitasi). Sementara itu, salah satu nursery tanaman hias di Australia per Februari 2014, menjual N. ampullaria berukuran medium (sedang) dengan harga 35 dolar Australia atau

setara dengan Rp374.918,00 sedangkan N. mirabilis berukuran small (kecil) dengan harga 20 dolar Australia atau setara dengan Rp214.000,00

(Captiveexotics.com.au).

2.4 Aklimatisasi

Aklimatisasi adalah suatu upaya mengkondisikan planlet atau tunas mikro hasil perbanyakan melalui kultur in vitro ke lingkungan in vivo yang aseptik.

(40)

19

laboratorium. Oleh karena itu sebelum ditanam di lapangan, maka planlet memerlukan aklimatisasi.

Menurut Isnaini et al. (2012), pertumbuhan planlet selama tahap aklimatisasi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu media tanam, intensitas cahaya, kelembaban, dan suhu ruang. Kondisi kelembaban lingkungan pada tahap

aklimatisasi terkait dengan laju transpirasi tanaman. Semakin rendah kelembaban lingkungan maka kecepatan transpirasi akan meningkat. Bulu-bulu akar pada planlet yang baru diaklimatisasi belum dapat menyerap air secara normal. Apabila laju transpirasi terlalu tinggi akan menyebabkan tanaman menjadi layu dan mati.

Menurut Taji et al. (2002) dalam Handayani (2011), prosedur aklimatisasi adalah mengeluarkan planlet dari wadah kultur, mencuci bersih agar-agar yang masih menempel untuk membuang sumber kontaminan, planlet ditanam pada media tanah steril, dan planlet harus dilindungi dari kerusakan dengan menempatkan di bawah naungan.

2.5 Media Aklimatisasi

(41)

20

2.5.1 Arang Sekam

Arang sekam memiliki rongga yang banyak sehingga drainase dan aerasinya baik serta akar mudah bergerak di antara media. Arang sekam bersifat higroskopis sehingga perlu dijenuhkan dahulu sebelum digunakan (Binawati, 2012). Hidayah (2012) menyatakan bahwa penambahan arang sekam memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap peningkatan perkembangan akar tanaman yang efeknya positif terhadap persentase hidup suatu tanaman. Arang sekam juga berfungsi sebagai pengikat hara (ketika kelebihan hara) yang dapat digunakan tanaman ketika kekurangan hara. Hara dilepas secara perlahan sesuai kebutuhan tanaman atau slow release. Komposisi kimiawi dari arang sekam sendiri terdiri dari SiO2 dengan kadar 72,28% dan C sebanyak 31%. Sementara kandungan lainnya terdiri dari Fe2O3, K2O, MgO, CaO, MnO, dan Cu dengan jumlah yang kecil (Bakri, 2008). Wuryaningsih (1996) juga menyatakan bahwa arang sekam memiliki sirkulasi udara yang tinggi, berwarna kehitaman sehingga dapat mengabsorbsi sinar matahari dengan efektif.

2.5.2 Cocopeat

Penambahan 10 – 15% cocopeat dalam campuran media tumbuh dapat meningkatkan kualitas hidup tanaman. Hal ini disebabkan oleh kemampuan cocopeat dalam mengikat air mencapai 70% dan memiliki porositas tinggi (Galuku 2002 dalam Sukarwanto 2005 ). Menurut Gunawan (2009), cocopeat mengandung unsur kalsium, magnesium, kalium, nitrogen, dan fosfor.

Kandungan di dalamnya membantu pertumbuhan akar, daun, kandungan klorofil,

(42)

21

2.5.3 Kompos

Kompos adalah bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah mengalami

proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri

pembusuk) yang bekerja di dalamnya. Mikroba-mikroba di dalam kompos akan

menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air, dan panas (Subali et al. 2010).

Menurut Setyorini et al. (2006), kompos merupakan sumber hara makro dan mikromineral secara lengkap meskipun dalam jumlah yang relatif kecil (N, P, K, Ca, Mg, Zn, Cu, B, Zn, Mo, dan Si). Pemberian kompos dapat memperbaiki struktur tanah yang padat menjadi gembur sehingga mempermudah pengolahan tanah. Struktur tanah yang baik ini membuat difusi O2 atau aerasi akan lebih banyak sehingga proses fisiologis di akar akan lancar.

2.5.4 Sphagnum moss

Sphagnum diberitakan mengandung zat antikuman sehingga dapat mencegah

pertumbuhan mikroba dan jamur. Sebagai media tanaman, Sphagnum dapat

mencegah pembusukan oleh jamur dan bakteri. Sphagnum juga mengandung

mineral-mineral penting untuk pertumbuhan tanaman. Kandungan unsur-unsur

penting dalam Sphagnum meliputi N 0,86%; P 0,13%; K 0,80%; Ca 0,30%; Mg

0,26%; dan Mn 0,17%. Kandungan air yang tinggi dan dipegang kuat serta

kandungan zat antikuman dan mineral-mineral menjamin Sphagnum bagus

(43)

22

2.5.5 Tanah Rawa

Lahan rawa merupakan lahan basah, atau “wetland”, yang menurut definisi RaMSAr Convention mencakup wilayah “marsh”, “fen”, lahan gambut

(peatland), atau air, baik terbentuk secara alami atau buatan, dengan air yang tidak bergerak (static) atau mengalir, baik air tawar, payau, maupun air asin, termasuk juga wilayah laut yang kedalaman airnya, pada keadaan surut terendah tidak melebihi 6 meter (Wibowo dan Suyatno, 1997). Dalam Taksonomi Tanah, kondisi jenuh air atau tergenang pada tanah rawa yang merupakan salah satu karakterisitk penciri utama, diberi istilah kondisi “aquik” (aquic condition), yakni mengalami penjenuhan air atau saturasi, dan proses reduksi secara terus-menerus atau periodik (Subagyo et al., 2006).

Ekosistem lahan rawa bersifat marjinal dan rapuh (fragile) yang rentan terhadap perubahan baik oleh karena alam (kekeringan, kebakaran, kebanjiran) maupun karena kesalahan pengelolaan (reklamasi, pembukaan, dan budidaya intensif). Jenis tanah di kawasan rawa tergolong tanah bermasalah yang mempunyai beragam kendala. Misalnya, tanah gambut mempunyai sifat kering tak balik (reversible drying), mudah ambles (subsidence), dan kahat hara (nutrients

(44)

23

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

Lampung, Kampus Gedung Meneng, Bandar Lampung pada bulan Desember

2013 sampai Maret 2014.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah planletN. ampullaria danN.

mirabilisberumur 1 tahun yang berasal dari perbanyakan tanaman secara kultur

jaringan di Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya Bogor yang

kemudian diperbanyak di laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian

Universitas Lampung (Gambar 3), fungisida 2g/l (Mankozeb 80%), ZPT golongan

auksin (IBA 1000 ppm) untuk memacu pertumbuhan akar, arang sekam,cocopeat,

kompos,Sphagnum moss, tanah rawa, dan 1 set bahan kimia untuk uji kandungan

(45)
[image:45.595.216.407.83.230.2]

24

Gambar 3. Planlet kantong semar yang siap untuk diaklimatisasi.

Media arang sekam dancocopeat didapat dari penjual media tanam di Gunung

Terang, Bandar Lampung, sedangkanSphagnum moss diperoleh dari penjual

media tanam di Bogor, Jawa Barat dalam bentuk jaringanSphagnum moss kering.

Kompos diperoleh dari mahasiswa Ilmu Tanah, Univeritas Lampung yang

melakukan dekomposisi daun-daun kering di sekitar Fakultas Pertanian

Universitas Lampung dengan merek dagang Seruning (Serasah daun kering)

dengan ukuran partikel media hampir mendekati tanah. Tanah rawa yang

digunakan berasal dari lahan rawa di samping lapangan sepak bola Universitas

Lampung. Media aklimatisasi dapat dilihat pada Gambar 4.

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah ember, pinset, penggaris, pH

meter, termometer ruang, gunting,hand sprayer, gelas ukur, cawan petri,

timbangan, pot plastik 12 cm, plastik klip berukuran 30 x 40, paranet 70%,

(46)
[image:46.595.114.490.82.329.2]

25

Gambar 4. Media aklimatisasi yang siap digunakan.

Keterangan: A= media arang sekam +cocopeat, B= mediacocopeat, C= media

kompos, D= mediaSphagnum moss, E= media tanah rawa, F= media

Arang sekam + kompos.

3.3 Metode Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK)

dengan 12 kombinasi perlakuan yang merupakan kombinasi dari dua faktor

utama. Faktor pertama adalah spesies planlet kantong semar yakniNepenthes

ampullaria danNepenthes mirabilis. Faktor kedua adalah media aklimatisasi

yakni kombinasi arang sekam +cocopeat(1:1),cocopeat, kompos,Sphagnum

moss, tanah rawa, serta kombinasi arang sekam + kompos (1:1). Setiap perlakuan

diulang 3 kali dan setiap ulangan terdiri dari tiga planlet sehingga terdapat 108

satuan percobaan (Tabel 1).

A B C

(47)
[image:47.595.108.468.115.454.2]

26

Tabel 1. Kombinasi perlakuan spesies planletNepenthes dan media aklimatisasi.

Kombinasi Perlakuan

Spesies Planlet

Nepenthes Media Aklimatisasi

A1 Arang sekam +cocopeat (1:1)

A2 Cocopeat

A3 Kompos

A4 Sphagnum moss

A5 Tanah rawa

A6

N.ampullaria

Arang sekam + kompos (1:1)

B1 Arang sekam +cocopeat (1:1)

B2 Cocopeat

B3 Kompos

B4 Sphagnum moss

B5 Tanah rawa

B6

N. mirabilis

Arang sekam + kompos (1:1)

Rancangan Acak Kelompok digunakan karena bahan tanam yang digunakan tidak

seragam sehingga dianggap perlu untuk melakukan pengelompokan.

Pengelompokan dilakukan berdasarkan jumlah akar. Jumlah akar diamati secara

kuantitatif dan kemudian dibagi menjadi 3 kelompok yakni kelompok I (>15), II

(5-15 ), dan III (< 5 ) (Gambar 26). Homogenitas ragam diuji dengan Uji Bartlet,

dan aditivitas data diuji dengan Uji Tukey. Perbedaan nilai tengah perlakuan diuji

(48)

27

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Penyusunan Tata Letak Percobaan

Untuk masing-masing ulangan disusun tata letak percobaan sesuai dengan jumlah

perlakuan yaitu 12 perlakuan. Setiap perlakuan terdiri dari 3 sampel (Gambar 5).

Ulangan 1

Ulangan 2 Ulangan 3

B6 B1 A3

A4 A5 B5

B3 B4 A6

[image:48.595.109.506.244.574.2]

A1 A2 B2

Gambar 5. Denah tata letak percobaan pada aklimatisasi planlet kantong semar.

3.4.2 Persiapan Media

Sebelum melakukan penanaman planlet kantong semar, terlebih dahulu

mempersiapkan media aklimatisasi yang akan digunakan yaitu kombinasi arang

sekam +cocopeat (1:1),cocopeat, kompos,Sphagnum moss, tanah rawa, serta

B2 A2 B5

A6 A5 B1

B6 B4 A1

B3 A3 A4

S1 S2 S3 U

B

S T

A3 A1 B4

A2 B1 A5

B3 B2 B5

A6 B6 A3

Keterangan:

S1 : Sampel 1

S2 : Sampel 2

(49)

28

kombinasi arang sekam + kompos (1:1). Arang sekam,cocopeat, kompos, dan

Sphagnum moss terlebih dahulu disterilisasi dengan air panas 100 C agar patogen

yang terdapat pada media menjadi mati dan kemudian direndam selama 24 jam

agar air meresap dengan baik pada media. Setelah selesai, media dimasukkan ke

dalam pot aklimatisasi dan setiap media tanam langsung diberi lubang tanam.

3.4.3 Penanaman Planlet Kantong Semar

Kantong semar hasil perbanyakan secarain vitro dikeluarkan dari botol kultur

menggunakan pinset (Gambar 6B) dan dicuci terlebih dahulu pada air mengalir

untuk menghilangkan media kultur yang masih menempel pada bagian akar

planlet (Gambar 6C). Daun yang layu atau mati dipotong kemudian planlet

direndam dengan larutan fungisida 2g/l (Mankozeb 80%) selama 5 menit (Gambar

6D). Pada bagian pangkal batang planlet kantong semar yang telah bersih diberi

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) golongan auksin yakniIndol Butyric Acid (IBA)

1000 ppm dalam bentuk pasta untuk merangsang pertumbuhan akar (Gambar 6E).

IBA 1000 ppm digunakan mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh

Wazir (2014) yang mendapatkan hasil panjang akar, jumlah akar, dan jumlah daun

maksimum stekCamellia japonicapada beberapa jenis bahan stek (lunak, semi

kayu, dan berkayu) dengan menggunakan dua jenis ZPT golongan auksin yakni

NAA (250 ppm dan 500 ppm) dan IBA (500 ppm dan 1000 ppm). Planlet

(50)
[image:50.595.113.505.81.422.2]

29

Gambar 6. Tahap persiapan dan penanaman planlet kantong semar.

Keterangan : A= menyiapkan planlet kantong semar, B= mengeluarkan planlet dari dalam botol kultur, C= mencuci planlet dari sisa-sisa mediain

vitroyang masih menempel, D= merendam planlet ke dalam larutan

fungisida, E= mengaplikasikan IBA pada bagian pangkal batang planlet, F= menyiapkan media dan sungkup aklimatisasi, G= menanam planlet, dan H= meletakkan planlet di bawah paranet di dalam rumah kaca.

Planlet yang telah diolesi IBA, ditanam pada pot yang telah diisi media perlakuan

dan dimasukkan ke dalam plastik klip berukuran 30 x 40 cm yang telah diisi air

dan ditutup. Menurut Trubus Infokit (2006), bibit kantong semar sangat sensitif

dan mudah mati, sehingga perlu memperhatikan suhu dan kelembaban. Suhu

yang ideal berkisar 22 C- 27 C dengan kelembaban 90-100% (melakukan

penyungkupan dengan plastik adalah cara mudah memperoleh kelembaban

A C

F E D

G H

(51)

30

tinggi). Pengisian air di dalam plastik bertujuan agar media selalu lembab. Media

untuk kantong semar tidak hanya membutuhkan kelembaban yang tinggi namun

[image:51.595.197.433.195.349.2]

menginginkan media yang selalu basah tidak tergenang.

Gambar 7. Pengisian air pada plastik untuk media tanah rawa (A) dan media selain tanah rawa (B).

Volume air yang dimasukkan ke dalam plastik klip sama untuk semua media

kecuali media tanah rawa. Standar yang digunakan dalam menentukan banyaknya

air yang dimasukkan ke dalam plastik klip berkaitan dengan kemampuan media

dalam menyerap dan mempertahankan air. Volume air yang diberikan untuk

tanah rawa lebih banyak dibandingkan media lainnya. Hal ini dilakukan agar

tercipta kondisi macak-macak pada tanah rawa. Volume air yang dimasukkan

adalah 400 ml dengan ketinggian 3 cm untuk tanah rawa (Gambar 7A), dan 250

ml untuk media lainnya dengan ketinggian 2 cm (Gambar 7B). Planlet yang telah

ditanam, disimpan di rumah kaca yang telah diberi paranet sebagai modifikasi

iklim mikro.

(52)

31

3.4.4 Pemeliharaan

Kegiatan perawatan yang dilakukan selama aklimatisasi kantong semar adalah

penyiraman, dan penyiangan gulma. Penyiraman dilakukan apabila air yang

berada di dalam plastik klip mulai berkurang. Penyiraman ini dilakukan secara

perlahan dengan menggunakanhand sprayerdisertai dengan pengisian air pada

plastik untuk menjaga kelembaban media. Penyiangan gulma dilakukan secara

manual saat media aklimatisasi ditumbuhi oleh gulma.

3.5 Variabel yang diamati

Pengamatan dilakukan pada awal aklimatisasi dan setiap dua minggu hingga akhir

penelitian dengan total enam kali pengamatan. Variabel yang diamati adalah

tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah daun mati, lebar daun, panjang daun, jumlah

kantong, panjang kantong, lingkar kantong, persentase daun yang menghasilkan

kantong, warna kantong, persentase tanaman hidup, jumlah tunas, dan jumlah

cabang.

3.5.1 Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman diukur pada awal aklimatisasi dan setiap dua minggu selama

penelitian menggunakan penggaris. Satuan tinggi tanaman dinyatakan dalam

centimeter (cm). Metode pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal

(53)

32

3.5.2 Jumlah Daun

Jumlah daun dihitung pada awal aklimatisasi dan setiap dua minggu selama

penelitian. Daun yang dihitung adalah seluruh daun yang masih menyatu dengan

tanaman baik daun muda (daun yang sudah membuka sempurna), daun tua, dan

daun mati (potesial jumlah seluruh daun).

3.5.3 Jumlah Daun Mati

Daun yang dihitung adalah daun yang mulai berwarna kuning dan layu, serta daun

yang rusak atau mati akibatsun burnmaupun karena serangan hama dan penyakit.

Pengamatan ini dilakukan setiap dua minggu selama penelitian.

3.5.4 Lebar Daun

Lebar daun diukur pada umur 12 MSA. Daun yang diukur merupakan daun ke-3,

ke-4, dan ke-5 dari pucuk. Titik pengukuran lebar daun adalah pada bagian

tengah daun.

3.5.5 Panjang Daun

Panjang daun diukur pada umur 12 MSA. Daun diukur menggunakan penggaris

(cm) dari ketiak daun hingga ujung daun (pangkal pertemuan daun dan kantong).

Daun yang diukur adalah daun ke-3, ke-4, dan ke-5 dari pucuk. Ketiga daun ini

dipilih untuk diukur karena diperkirakan pada daun ke-3, ke-4, dan ke-5 dari

(54)

33

3.5.6 Jumlah Kantong

Jumlah kantong dihitung pada umur awal aklimatisasi dan setiap dua minggu

selama penelitian. Kantong yang dihitung adalah kantong lama dan kantong baru

(kantong yang sudah terbentuk sempurna yakni kantong yang sudah memiliki

penutup di bagian atas). Kantong lama adalah kantong yang terbentuk pada media

in vitro, sedangkan kantong baru adalah kantong yang terbentuk setelah

dilakukannya aklimatisasi.

3.5.7 Panjang Kantong

Panjang kantong diukur setiap dua minggu sejak umur 8 MSA hingga akhir

penelitian. Pengukuran panjang kantong dimulai dari pangkal pertumbuhan

kantong sampai penutup kantong. Kantong yang diukur adalah dua kantong lama

dan dua kantong baru terbesar pada saat pengamatan umur 8 minggu setelah

aklimatisasi (MSA). Empat kantong ini yang tingginya diukur sejak umur 8 MSA

hingga akhir penelitian.

3.5.8 Lingkar Kantong

Lingkar kantong diukur pada umur 12 MSA. Kantong yang diukur adalah dua

kantong lama dan dua kantong baru yang sama dengan kantong yang digunakan

untuk pengukuran panjang kantong. Lingkar kantong yang diukur adalah pada

(55)

34

3.5.9 Persentase Daun yang Menghasilkan Kantong

Persentase daun yang menghasilkan kantong dihitung berdasarkan jumlah daun

yang membentuk kantong. Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu selama

penelitian. Penghitungan persentase daun yang menghasilkan kantong bertujuan

untuk mengetahui pengaruh spesies dan media aklimatisasi dalam membentuk

kantong. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Persentase daun yang menghasilkan kantong x 100%

3.5.10 Warna Kantong

Warna kantong diamati secara kualitatif pada awal aklimatisasi dan setiap 2

minggu selama penelitian dengan kriteria warna yakni hijau muda, hijau tua,

kuning, dan coklat. Apabila terdapat perubahan warna diluar kriteria tersebut,

akan dicatat sebagai informasi tambahan. Panduan yang digunakan dalam

menentukan warna kantong adalah dengan menggunakanGlobe Plant Colour

(56)

35

Gambar 8. Globe Plant Colour Guide,sumber:(www.visualcoloursystem.com).

3.5.11 Persentase Tanaman Hidup

Jumlah tanaman hidup dihitung di awal dan di akhir penelitian. Penghitungan

jumlah tanaman hidup ini dilakukan untuk mengetahui persentase jumlah tanaman

hidup. Untuk mendapatkan persentase jumlah tanaman hidup, maka digunakan

rumus sebagai berikut:

Persentase tanaman hidup = x 100%

3.5.12 Jumlah Tunas

Jumlah tunas dihitung saat awal aklimatisasi dan setiap 2 minggu selama

penelitian. Jumlah anakan yang dihitung adalah tanaman baru yang muncul dari

pangkal batang (minimal sudah memiliki 1-2 helai daun).

3.5.13 Jumlah Cabang

Jumlah cabang dihitung sebelum aklimatisasi dan setiap 2 minggu selama

penelitian. Cabang yang dihitung adalah cabang yang minimal sudah memiliki

1-2 helai daun.

Pengamatan lain yang dilakukan adalah pengamatan lingkungan yakni suhu

rumah kaca. Pengamatan ini dilakukan selama penelitian pada pukul 12.00 dan

17.00 WIB untuk mengetahui perubahan suhu yang terjadi selama penelitian.

Selain itu juga dilakukan analisis media secara fisika dan kimia. Analisis media

secara fisika dilakukan dengan menimbang masing-masing 100 gram media dalam

(57)

36

Setelah dua hari, media kembali ditimbang untuk mengetahui kadar air

masing-masing media. Analisis kimia yang dilakukan meliputi derajat keasaman (pH)

dan kandungan N,P, K media di laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian

(58)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Semua media aklimatisasi kecuali kompos, mampu meningkatkan

kemampuan kantong semar dalam beradaptasi dan menghasilkan jumlah kantong yang banyak serta jumlah daun mati yang sedikit.

2. N. ampullaria mampu beradaptasi lebih baik dan lebih cepat dibandingkan N. mirabilis, namun jumlah kantongnya lebih sedikit dibandingkan N. mirabilis. 3. Kemampuan beradaptasi dan pertumbuhan kantong semar tidak tergantung

pada media aklimatisasi khusus yang harus digunakan pada masing-masing spesies.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengkombinasikan beberapa media aklimatisasi yang sudah ada untuk mendapatkan tanaman kantong semar yang memiliki kantong banyak dan ukurannya lebih besar sehingga mampu

(59)

68

PUSTAKA ACUAN

Adam, J.H., dan H. A. Hamid. 2007. Pitcher Plants (Nepenthes) Recorded from University Kebangsaan Malaysia, Bangi, Selangor, Malaysia.

International Journal of Botany 3(1): 71-77.

Anonim. 2009. Kantong Semar Tumbuhan Langka Paling Terancam.

Female.kompas.com/read/2009/06/05/16464862/function.simplexml.-load-file. Edisi Jumat 05 Juni 2009. Diakses tanggal 28 November 2013.

Anonim. 2014. Captive Exotics. Captiveexotics.com.au/price-list. Diakses tanggal 26 Mei 2014.

Azwar, F., A. Kunarso., dan T. Rahman. 2006. Kantong Semar (Nepenthes sp.) di Hutan Sumatera, Tanaman Unik yang Semakin Langka. Prosiding

Ekspose Hasil-Hasil Penelitian. 171-179.

Bakri. 2008. Komponen Kimia dan Fisik Abu Sekam Padi sebagai SCM untuk Pembuatan Komposit Semen. Jurnal Parennial, 5(1): 9-14.

Binawati, D. K. 2012. Pengaruh Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Anggrek Bulan (Phalaenopsis sp.) Aklimatisasi dalam Plenty. (Skripsi). Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Univesitas PGRI Adi Buana Surabaya.

Dwidjoseputro. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Dinarti, D., U. Sayekti., dan Y. Alitalia. 2010. Kultur jaringan Kantong Semar (Nepenthes sp.). Jurnal Hortikultura Indonesia, 1(2): 59-6.

Forest Watch Indonesia. 2011. Potret Keadaan Hutan Indonesia Tahun 2000- 2009. FWI: Bogor.

(60)

69

Hadi, S. 2010. Mengenal Kantong Semar yang Terancam Punah (dari Berbagai Sumber). Satopepelakan.blogspot.com/2010/12/mengenal-kantong-semar-yang-semakin-terancam.html. Diakses tanggal 29 November 2013. Handayani, T. dan R. Hendrian. 1999. Strategi Konservasi Nepenthes ampullaria

Jack. (Makalah). UPT BP Kebun Raya-LIPI. Bogor.

Handayani, T., D. Latifah., dan Dodo. 2005. Diversity and Growth Behavior of Nepenthes (Pitcher Plants) Tanjung Puting National Park, Central Kalimantan Province. Plant Conservation Center, Bogor Botanical Garden. LIPI Bogor. Biodiveritas 6(4): 248-252.

Handayani, R. F. 2011. Proses Aklimatisasi Pada Kultur Jaringan Anggrek di Laboratorium Kultur jaringan Unit Wonocatur, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. (Tugas Akhir). Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Hariyadi. 2013. Inventarisasi Tumbuhan Kantung Semar (Nepenthes spp.) di Lahan Gambut Bukit Rawi, Kalimantan Tengah. Biospecies 6(1): 24-27. Hendrata, R. 2011. Peran Sphagnum Sebagai Media Tanam dalam Upaya

Efisiensi Penyiraman. Makalah. BPTP Yogyakarta.

Hidayah, H. N. dan A. Irawan. 2012. Kesesuaian Media Sapih terhadap Persentase Hidup Semai Jabon Merah (Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil). Balai Penelitian Kehutanan Manado. Manado.

Hidayat, A. 2013. Pengaruh Jenis Eksplan dan Pemberian Hormon BAP terhadap Induksi Tunas Kantong Semar (Nepenthes rafflesiana Jack) dengan Teknik In vitro. (Skripsi). Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Isnaini, Y., E. Andini., R. V. Garvita., dan P. Aprilianti. 2012. Modul Pelatihan Dasar Kultur Jaringan Tanaman. Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. LIPI.

Komarayati, S., Pari, dan Gusmailina. 2003. Pengembangan Pengunaan Arang untuk Rehabilitasi Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 4:1.

Mansur, M. 2007. Keanekaragaman jenis Nepenthes Spp. (Kantong Semar) dataran rendah di Kalimantan Tengah. Berita Biologi 8: 335-341. Mansur, M. 2008. Nepenthes, Kantong Semar yang Unik. Penebar Swadaya.

(61)

70

Mardhiana., Y. Parto., R. Hayati., D. P. Priadi. 2012. Karakteristik dan Kelimpahan Nepenthes di Habitat Miskin Unsur Hara. Jurnal Lahan Suboptimal Vol. 1(1): 50-56.

Masud, Poerwowidodo. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa. Bandung. Mubarok., S., A. Farida., Rochayat., Setiati. 2012. Pengaruh Komposisi Media

Tanam dan Konsentrasi Sitokinin terhadap Pertumbuhan Aglonema. J. Hort. 22(3): 251-257.

Noor, M. dan A. Jumberi. 2005. Persoalan Pertanian Lahan Rawa. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra).

Rohayati, E. dan N. Marlina. 2009. Teknik Aklimatisasi Planlet Anyelir (Dianthus caryophyllus L.) untuk Tanaman Induk. Buletin Teknik Pertanian. Vol. 14(2): 72-75.

Santi, A., S. Soedjono., dan N. Solvia. 1997. Komposisi Media untuk Multiplikasi dan Aklimatisasi Tanaman Tillandsia punctulata. Jurnal Hortikultura 7(3): 763-767.

Saputro, R.A., S.W. Ardie., Krisantini. 2013. Aplikasi Berbagai Komposisi dan Konsentrasi Pupuk Majemuk untuk Pembentukan Kantong pada Nepenthes x ventrata. Bul. Agrohorti 1(1): 113-118.

Sari, Rismita. 2009. Keanekaragaman Jenis Kantong Semar (Nepenthes spp.) dan Manfaatnya bagi Masyarakat Lokal. Seminar Nasional Etnobotani, Cibinong. Science Center-LIPI.

Schulze,W., E.D. Schulze., J.S. Pate., and A.N. Gillison. 1997. The Nitrogen Supply from Soils and Insects during Growth of the Pitcher Plants Nepenthes mirabilis, Cephalotusfollicularis and Darlingtonia california. Oecologia 112: 464-471.

Setyorini, D., R. Saraswati., dan E. K. Anwar. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. 11-40.

Subagyo, D.A., U.K. Mamat., W. Hartati., D. Setyorini. 2006. Karakteristik dan Pengolahan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.

(62)

71

Sukarwanto, A. K. C. 2005. Pengaruh Media Tumbuh Cocopeat dan lama Rendaman dalam Bioregulator Air Kelapa Konsentrasi 50% terhadap Pertumbuhan Setek Vanili (Vanilla planifolia Andrews). Banyuwangi. Sudarmonowati, E., R. Hartati., dan T. Taryana. 2002. Produksi tunas, regenerasi

dan evaluasi hasil ubi kayu (Manihot Esculenta) Indonesia asal kultur Jaringan di lapang. Jurnal natur vol.4.

Sukmadijaya, D. 2010. Pertumbuhan Planlet Kantong Semar (Nepenthes rafflesiana Jack.) pada Beberapa Media Tanam Selama Tahap

Aklimatisasi. (Skripsi). Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Supriati, Y. dan W.H. Adil. 2005. Induksi Akar Batang Bawah Mawar dan Aklimatisasinya. Jurnal Hortikultura 15 (2): 83-90.

Trubus infokit. 2006. Nepenthes, Ini Dia Si Pemakan Serangga. Vol. 5(2): 81. Wazir, J. S. 2014. Effect of NAA and IBA on Rooting of Camellia Cuttings. Int.

J. Agric.Sc. and Vet. Med. Vol.2(1).

Witarto, A. B. 2006. Protein Pencerna di Kantong Semar. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. http://www.lipi.go.id. Diakses tanggal 29 November 2013.

Yelli, F. 2013. Induksi Pembentukan Kantong dan Pertumbuhan Dua Spesies Kantong Semar (Nepenthes spp.) pada Berbagai Konsentrasi Media MS secara In vitro. Jurnal Agrotropika 18 (2): 56-62.

Gambar

Tabel                                                                                                            Halaman
Gambar                                                                                                        Halaman
Gambar 1.  A: Nepenthes ampullaria dan B: Nepenthes mirabilis. Sumber:  A= http://www.rci.rutgers.edu, B= http://www.golatofski.de
Gambar 2.  Kantong bawah N. ampullaria di Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendapatkan komposisi asam tartrat dan natrium bikarbonat yang menghasilkan tablet effervescent yang memenuhi persyaratan kualitas, dapat dilihat melalui

Kualitas garam yang dihasilkan pada aplikasi pengembangan demplot ini baik secara tradisional (tanah) maupun modern (geomembran) dapat dilihat secara visual yaitu berupa

terjadi peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan media leaflet tentang penatalaksanaan ISPA pada balita di Posyandu Bambu

Lingkungan itu sangat berpengaruh dengan cepat lambatnya kita menghafal al-Qur`an, yang mana apabila tempat itu suasananya sesuai dengan apa yang kita inginkan maka kita

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan , terkait kejadian gagal bayar yang diakibatkan pihak penjual REPO saham tidak melaksanakan kewajibannya yang mengacu pada

Pulau Sakanun merupakan pulau sangat kecil, memiliki terumbu karang fringing reef, ekosistem lamun berada di sekitar pesisir pulau dan kawasan intertidal yang

Hasil penelitian menunjukan infusa daun sambung nyawa memiliki efek diuretik terhadap tikus putih jantan galur wistar dengan volume urin terbanyak ditunjukan pada dosis

c. Tersedianya jumlah kamar atau ruangan kediaman yang cukup dengan luas lantai sekurang-kurangnya 6 m2 agar dapat memenuhi kebutuhan penghuninya untuk