• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HISTORIS PENATAAN ULANG MASALAH AGRARIA PASCA PEMBERLAKUAN UUPA TAHUN 1960

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN HISTORIS PENATAAN ULANG MASALAH AGRARIA PASCA PEMBERLAKUAN UUPA TAHUN 1960"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HISTORIS PENATAAN ULANG MASALAH AGRARIA PASCA PEMBERLAKUAN UUPA TAHUN 1960

ABSTRAK

Oleh: Ardi Susanto

Setelah dirumuskan melalui lima kali pergantian panitia perumusan undang-undang, akhirnya tanggal 24 September 1960 UUPA diresmikan dan di cantumkan di lembaran negara. Undang-undang pokok agraria mengandung azas yang berkenaan dengan perombakan struktur agraria. UUPA menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan pembaharuan agraria. Oleh sebab itu pasca pemberlakuan UUPA, pemerintah melakukan penataan masalah agraria di Indonesia. Dalam perombakan struktur agraria, pemerintah melakukan langkah-langkah revolusioner, yaitu. Pendaftaran ulang tanah, penentuan tanah berlebih, mengatur kembali mengenai masalah bagi hasil serta puncak dari kebijakan revolusioner tersebut adalah redistribusi tanah.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan redistribusi tanah pasca pemberlakuan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan redistribusi tanah pasca pemberlakuan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Historis. Teknik pengumpulan data sekunder yang berasal dari dokumen serta buku-buku yang relevan dengan permasalahan penelitian yang didapat melalui teknik kepustakaan dan dokumentasi sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif.

(2)

berlangsung mulai tanggal 24 September 1961 dan dilaksanakan dalam dua tahap sampai dengan keruntuhan orde lama. Melalui redistribusi tanah tahap 1 dan 2 pemerintah orde lama berhasil merestribusikan tanah kepada petani miskin sebanyak 801.317 hektar lahan yang dibagikan kepada 847.143 keluarga petani, dengan rata-rata setiap keluarga petani mendapatkan 0,94 hektar lahan garapan.

(3)
(4)

TINJAUAN HISTORIS PENATAAN ULANG MASALAH AGRARIA PASCA PEMBERLAKUAN UUPA TAHUN 1960

(Skripsi)

Oleh : Ardi Susanto

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT PENULIS

Penulis lahir di Kelurahan Bukit Kemuning, Kecamatan Bukit

Kemuning, Kabupaten Lampung Utara, pada tanggal 2 Februari

1988. Penulis merupakan Anak kedua dari lima bersaudara

pasangan Bapak Ujang Muhlis dan Ibu Siti Rohani.

Pendidikan dasar penulis tempuh di Sekolah Dasar Negeri 2 Kecamatan Bukit

Kemuning, Kabupaten Lampung Utara Selama 6 tahun. Tamat dan berijazah

tahun 2000. Pendidikan Menengah penulis tempuh di Sekolah Menengah Pertama

Negeri 1 Bukit Kemuning, Kabupaten Lampung Utara selama 3 Tahun. Tamat

dan berijazah tahun 2003. Pendidikan atas ditempuh di Sekolah Menengah Atas

Negeri 1 Bukit Kemuning, Kabupaten Lampung Utara selama 3 tahun. Tamat dan

berijazah tahun 2006.

Pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Lampung sampai dengan sekarang pada Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan PIPS

(Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Program

(9)

MOTO

ْنمو ،مْلعْلاب هْيلعف ةرخأا دارأ ْنمو ،مْلعْلاب هْيلعف ايْنُدلا دارأ ْنم

مْلعْلاب هْيلعف امهدارأ

“Barang siapa yang menghendaki dunia maka hendaknya dia berilmu. Barang siapa yang menghendaki akhirat maka hendaknya dia berilmu. Dan barang siapa

yang menghendaki dunia dan akhirat maka hendaknya dia berilmu.”

(10)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT, dengan setulus hati penulis persembahkan

karya sederhana ini kepada :

1.

Bapak dan emakku tercinta yang selalu mendoakan, Selalu berharap

dengan cemas atas keberhasilanku dan selalu sabar menanti kelulusanku

2.

Ayukku dan Adik-adikku yang selalu membantu dan memberi dorongan

untuk keberhasilanku.

3.

Sahabat-sahabat mahasiswa Pendidikan sejarah 2007 Reguler dan Non

Reguler. Ku rasa sepi di kampus tanpa ada kalian. Terimakasih atas

kebersamaan dan bantuannya dalam penyusunan skripsi ini

4.

Rekan-rekan hanif yang selalu menemaniku disaat kenyang maupun

lapar.

5.

Para Pendidikku yang tanpa lelah menyirami Penulis dengan ilmu-ilmu

yang sangat bermanfaaat di dunia dan di akhirat

(11)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT. Rabb semesta alam yang Maha Pengasih

lagi Maha Penyayang. Merupakan suatu anugerah sehingga penyusunan skripsi

dengan judul Tinjauan Historis Penataan Ulang Masalah Agraria Pasca Pemberlakuan UUPA Tahun 1960dapat terselesaikan.

Penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat dalam mencapai gelar

sarjana pendidikan. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak

terlepas dari bantuan, dukungan, serta motivasi yang diberikan oleh semua pihak.

Dengan penuh kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1) Bapak Dr. Bujang Rahman, M. Si., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Lampung.

2) Bapak Dr. M. Thoha B. S. Jaya, M. S., Pembantu Dekan I Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3) Bapak Drs. Arwin Ahmad, M. Si., Pembantu Dekan II Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4) Bapak Drs. Iskandar Syah, M. H., Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan

(12)

5) Bapak Drs. Buchori Asyik, M. Si., Ketua Jurusan Pendidikan IPS Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

6) Bapak Drs. Maskun, M. H., Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan sebagai Dosen Pembahas

Utama. Terima kasih untuk ilmu, masukan dan saran yang sangat

bermanfaat dalam perbaikan skripsi ini.

7) Bapak Drs. Wakidi, M. Hum., Dosen pembimbing akademik sekaligus

sebagai Dosen Pembimbing I. Terima kasih atas waktu serta bimbingan

dan ilmu yang telah bapak berikan. Terima kasih untuk motivasi yang

bapak bangun dalam setiap langkah penulis. Semoga ALLAH SWT,

senantiasa menaungi bapak dengan rahmat dan ridho-Nya. Amin.

8) Bapak Drs. Syaiful M, M. Si. Sebagai Dosen Pembimbing II. Terima kasih

atas waktu serta bimbingan dan ilmu yang telah bapak berikan. Semoga

ALLAH SWT, senantiasa menaungi bapak dengan rahmat dan ridho-Nya.

Amin.

9) Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah

memberikan ilmunya kepada penulis.

10)Bapak dan Ibuku dan saudara-saudaraku Terima kasih atas segalanya.

11)Saudara-saudaraku, Witono , Herwin Muryanto, Ibrahim Toha,

Muhammad Ishom. Terima kasih atas dukungan dan motivasi kalian.

12)Teman-teman SEJARAH REGULER 07. Aan, Ago, Arlen, Apri, Benk,

Binti, Budi, Desta, Desy, Diaz, Dila, Dinar, Era, Ericka, Gris, Ina, Juli,

(13)

Riri, Ririn, Santi, Siro, Tyan, Togar, Upik, Yana, Yessi, Yogi. Semoga tali

silaturahmi di antara kita tak akan pernah putus.

13)Rekan-rekan perjuangan di kawah persurvean indonesia. Arman Hadi,

Yudi Febriyanto, hendri Bin Dahlan, najibullah dan lain-lain. Bersyukur

memiliki rekan tangguh seperti kalian

14)Teman-teman Sejarah NR 07, Kakak dan Adik tingkat terima kasih atas

bantuan kalian.

15)Semua pihak yang tidak dapat disebutkan semuanya. Terima kasih atas

bantuannya.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembacanya. Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, 24 Januari 2014

(14)
(15)

A.1.2 kebijakan agraria pemerintah sebelum

Pemberlakuan UUPA Tahun 1960 ... 34

A.1.3 Riwayat Penyusunan (UUPA) Tahun 1960 ... 37

A.1.4 Pemberlakuan UUPA 1960 ... 44

A.1.5 Perbandingan UUPA dan Agrarische Wet ... 37

A.2. Pelaksanaan Redistribusi Tanah Pasca Pemberlakuan Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960 ... 49

A.2.1. Landasan Hukum Redistribusi Tanah ... 49

A.2.2. Panitia Pelaksanaan Redistribusi Tanah... 50

A.2.3. Jenis-Jenis Tanah Objek Redistribusi ... 54

A.2.4. Kriteria Petani Penerima Redistribusi Tanah ... 57

A.2.5. Tata Cara Pelaksanaan Redistribusi Tanah ... 58

A.2.6. Hasil Yang Dicapai Dalam Redistribusi Tanah ... 60

B. Pembahasan ... 63

B.1. Pelaksanaan Redistribusi Tanah Pasca Pemberlakuan Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960 ... 63

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA

(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak zaman manusia Indonesia hidup bertani dan menetap, dimulai pola

penguasaan tanah secara adat dan berlangsung turun temurun tanpa memiliki

tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik

berupa sawah, ladang, hutan dan simbol-simbol berupa makam, patung, rumah

adat dan bahasa daerah. (Supriadi, 2007: 10).

Tanah adalah modal paling berharga bagi masyarakat agraris. Karena tanah

adalah tempat mereka mengembangkan alat-alat reproduksi. Sehingga

kepemilikan tanah menjadi suatu yang sangat penting artinya bagi masyarakat di

nusantara. Sistem tanah adat merupakan sistem kepemilikan tanah yang sosialis,

artinya digunakan sepenuhnya untuk kepentingan anggota adat tersebut. Namun

hegemoni kepemilikan tanah secara adat mulai runtuh sejak ekspedisi bangsa

barat di Indonesia. Dimulai dengan hanya berdagang di Indonesia sampai dengan

penjajahan yang di dalamnya termasuk penguasaan tanah demi kepentingan

penjajah.

Tahun 1811 Indonesia menjadi bagian dari pemerintah jajahan Inggris. Thomas

Stanford Raffles menjadi Letnan Gubernur Jenderal yang memimpin pemerintah

(17)

2

semua tanah adalah milik pemerintah dan kerajaan. Setiap tanah dikenai pajak

atas tanah. Kebijakan ini disebut Landrente. Maka dimulailah dualisme sistem

hukum agraria yang berlaku di Indonesia yaitu sistem hukum adat dan hukum

tanah buatan penjajah.

Masalah pertanahan menjadi sebuah polemik besar bagi masyarakat pasca

Landrente. Peraturan tersebut menimbulkan berbagai masalah sosial ekonomi. Di

dalam masyarakat agraris, tanah merupakan simbol status dan membawa prestise

sendiri bagi pemiliknya. Reaksi dari rakyat pun muncul dari berbagai daerah dan

strata sosial.

Sistem pemerintahan yang dibarengi dengan sistem perekonomian dari masa

pemerintah kolonial hingga kemerdekaan senantiasa mengalami perubahan. Hal

itu pun berdampak pada hukum pertanahan yang berlaku. Setelah landrente

disusul dengan Cultuur Stelsel pada masa Van Den Bosch hingga diundangkannya

Agrarische Wet tahun 1870, dualisme hukum agraria masih berlaku.

Walaupun telah memproklamasikan kemerdekaanya Indonesia tidak serta merta

bebas dari undang-undang warisan kolonial Belanda yang sudah mengakar sejak

pemerintah kolonial menguasai Indonesia. Menurut Pasal 2 peraturan peralihan

UUD 1945 yang berbunyi “sepanjang badan kekuasaan dan peraturan-peraturan

belum diganti dengan yang baru maka yang lama tetap berlaku.”

(Fauzi, 1999: 54).

Pasca kemerdekaan salah satu undang-undang yang belum diperbaharui adalah

(18)

3

Indonesia masih dituntut untuk mempertahankan kemerdekaannya dari aksi-aksi

kolonial yang ingin kembali berkuasa di Indonesia membuat pemerintah harus

menunda penyelesaian masalah ini.

Akibatnya rakyat Indonesia masih harus tunduk dengan Undang-Undang Agraria

kolonial Belanda. Dalam hal ini tunduk dengan Agrarische Wet 1870 yang

bersifat dualisme dan mengeksploitasi kekayaan agraria Indonesia serta azas

Domein Verklaringnya yang menyatakan bahwa tanah yang tidak dapat

dibuktikan oleh yang menguasainya, maka tanah yang bersangkutan dipunyai

dengan hak Eigendom atau hak Agrarische Eigendom adalah domein negara.

(Harsono, 1997: 45).

Menindaklanjuti kondisi seperti ini pemerintah akhirnya membentuk panitia

agraria yang bertujuan menciptakan Undang-Undang Agraria yang sesuai dengan

semangat nasionalisme dan sesuai dengan UUD 1945 khususnya pasal 33 UUD

1945. Panitia pembentukan Undang-Undang Agraria yang baru ini dimulai tahun

1948 dengan nama Panitia Yogya.

Panitia agraria Yogya dibentuk dengan penetapan Presiden Republik Indonesia tanggal 21 Mei 1948 No. 16 diketui oleh Sarimin Reksodiharjo (Kepala bagian agraria kementrian dalam negeri ) dan beranggotakan pejabat-pejabat dari berbagai kementrian dan jawatan, anggota badan pekerja KNIP yang mewakili organisasi tani dan daerah, ahli-ahli hukum adat dan wakil dari serikat buruh perkebunan (Harsono 1997 :125).

Berturut-turut panitia agraria mengalami perubahan dan pergantian. Setelah

panitia Yogya dibubarkan kemudian dibentuk panitia agraria Jakarta pada tahun

1951, lalu digantikan kembali oleh panitia Soewahjo tahun 1955. Panitia

(19)

4

baru. Seterusnya rancangan ini diperbaiki oleh Menteri Agraria Soenarjo. Hingga

akhirnya rancangan ini diperbaiki oleh Sadjarwo hingga akhirnya undang-undang

ini disahkan tanggal 24 September 1960.

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Pokok Agraria yang baru maka

pemerintah mempunyai pegangan dan rujukan yang jelas dalam mengeluarkan

kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan masalah agraria yang benar-benar

sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia secara umum. Mengingat

Undang-Undang Pokok Agraria hanyalah dasar bagi pemerintah dalam mengambil

kebijakan, maka setelah diberlakukannya Undang-undang Pokok Agraria tahun

1960 pemerintah mengambil langkah-langkah strategis mengenai permasalahan

agraria di Indonesia yang bertujuan mengadakan pembaharuan dalam hal penataan

tanah.

Undang-undang pokok agraria mengandung azas yang berkenaan dengan

perombakan struktur agraria. UUPA menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan

pembaharuan agraria. Oleh sebab itu pasca pemberlakuan UUPA, pemerintah

melakukan penataan ulang masalah agraria di Indonesia

Dalam perombakan struktur agraria, pemerintah melakukan langkah-langkah

revolusioner, yaitu: Pendaftaran ulang tanah, penentuan tanah berlebih, mengatur

kembali mengenai masalah bagi hasil serta puncak dari kebijakan revolusioner

tersebut adalah redistribusi tanah.

Pasal 19 undang-undang pokok agraria membahas mengenai pendaftran tanah

(20)

5

dan pemberian surat tanda bukti. Selain itu untuk petunjuk pelaksanaan

pendaftaran tanah, pemerintah kembali mengeluarkan peraturan melalui PP No 10

tahun 1961 tentang pendaftaran tanah. (Supriadi, 2007: 164).

Setelah didapat data-data tentang kepemilikan data program selanjutnya adalah

penentuan tanah berlebih yang tercantum dalam pasal 7 UUPA yang berbunyi,”

untuk tidak merugikan kepentingan umum maka kepemilikan dan penguasaan

tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan”.

Selanjutnya, pasca pemberlakuan UUPA pemerintah melakukan penataan kembali

mengenai pengaturan bagi hasil pertanian peraturan bagi hasil diundangkan dalam

UU No 2 tahun 1960. Bagi hasil menjadi salah satu program Landreform.

Mengingat banyaknya tanah yang digarap bukan oleh sang pemilik lahan, dengan

istilah maro dan sebagainya.

Menurut Kuntowijoyo pada tahun 1960an ada 1.5 juta hektar tanah dipulau jawa

yang dikerjakan oleh penggarap (Kuntowijoyo, 1994; 42). Berdasarkan kondisi

tersebut maka sangat diperlukan reformasi peraturan bagi hasil, dengan tujuan:

1) Untuk menegakkan keadilan dalam hubungan antara pemilik lahan dan penggarap.

2) Untuk melindungi penggarap yang kedudukannya biasanya lemah terhadap pemilik tanah yang ekonomis yang lebih kuat.

3) Untuk merangsang penggarap agar berusaha lebih keras menambah produksi ( Selo Soemardjan, dalam dua abad penguasaan tanah,1984:110).

Dengan dikeluarkannya kebijakan bagi hasil ini, pemerintah melalui menteri

agraria mengeluarkan intruksi, bahwa bagian untuk penggarap tidak boleh kurang

(21)

6

Sedangkan untuk tujuan pengawasan pemilik tanah diminta untuk mendaftarkan

tiap perjanjian bagi hasil atas tanahnya di kantor administrasi desa. Kalalaian

dalam memenuhi persyarakat bagi hasil dikenakan denda setinggi-tingginya

Rp. 10.000,00. ( Selo Soemardjan, 1984:110).

Puncak dari perombakan penataan masalah agraria di Indonesia adalah redistribusi

tanah. Redistribusi tanah dilatarbelakangi oleh keadaan dimana terdapat sebagian

besar tanah pertanian yang luas dimiliki oleh beberapa orang saja. Di lain pihak

adanya bagian-bagian tanah pertanian yang kecil (tidak luas) yang dimiliki oleh

sebagian besar rakyat, khususnya para petani yang sangat menggantungkan

kehidupannya dari usaha pertanian yang dikelolanya dan dengan

sungguh-sungguh memanfaatkannya.

B. Analisis Masalah B.1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat mengidentifikasi masalah

sebagai berikut :

1. Pasca pemberlakuan undang-undang pokok agraria tahun 1960

pemerintah mengadakan pendaftaran ulang kepemilikan tanah.

2. Pasca pemberlakuan undang-undang pokok agraria tahun 1960

membuat ketentuan tentang tanah berlebih.

3. Pasca pemberlakuan undang-undang pokok agraria tahun 1960

pemerintah mengadakan penataan ulang tentang ketentuan bagi hasil.

4. Pasca pemberlakuan undang-undang pokok agraria tahun 1960

(22)

7

B.2. Batasan Masalah

Agar masalah yang akan dikaji tidak terlalu luas, maka penulis membatasi

masalah pada pelaksanaan redistribusi tanah pasca pemberlakuan undang-undang

pokok agraria.

B.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka penulis dapat merumuskan

masalah yaitu bagaimanakah pelaksanaan redistribusi tanah di Indonesia pasca

pemberlakuan undang-undang pokok agraria tahun 1960?

C. Tujuan, Kegunaan dan Ruang Lingkup Penelitian C.1. Tujuan Penelitian

Secara teoritis tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan

redistribusi tanah pasca pemberlakuan undang-undang pokok agraria tahun 1960..

C.2. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka kegunaan dari

penelitian ini adalah :

1. Dapat menambah wawasan bagi para pembaca mengenai

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960.

2. Dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca pelaksanaan

redistribusi tanah pasca pemberlakuan undang-undang pokok agraria

(23)

8

3. Sebagai bahan tambahan materi Sejarah Indonesia Kontemporer,

khususnya yang membahas tentang kebijakan pemerintah dalam

bidang agraria pada masa demokrasi terpimpin.

C.3. Ruang Lingkup Penelitian

Mengingat masalah di atas cukup umum dalam penelitian untuk menghindari

kesalahpahaman, maka dalam hal ini peneliti memberikan kejelasan tentang

sasaran dan tujuan peneliti mencakup :

1. Objek Penelitian : Pelaksanaan redistribusi tanah pasca pemberlakuan

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960

2. Subjek Penelitian : Pemerintah Orde Lama

3. Tempat Penelitian : Perpustakaan Unila dan Perpustakaan Daerah

Lampung

4. Waktu Penelitian : Tahun 2013

(24)

9

REFERENSI

Supriadi. 2007. Hukum Agraria. Sinar Grafika: Jakarta. Halaman 10.

Noer Fauzi. 1999. Petani dan Penguasa: Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia. Insist Press, KPA, dan Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Halaman 54.

Boedi Harsono. 1997. Undang-Undang Pokok Agraria Sedjarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agrarian; Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan : Jakarta. Halaman 45.

Ibid. Halaman125.

Supriadi. 2007. Op Cit. Halaman 164

Sediono M. P Tjondronegoro, dan Gunawan Wiradi. 1984. Dua Abad Penguasaan Tanah, Pola Penguasaan Tanah di Jawa Dari Masa ke Masa. PT. Gramedia: Jakarta. Halaman 110

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA

A. Tinjauan Pustaka

A.1. Konsep Tinjauan Historis

Kata tinjauan historis secara etimologi terdiri dari dua kata, yakni tinjauan dan

historis. Kata tinjauan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata tinjau yang berarti

melihat, menjenguk, memeriksa, dan meneliti untuk kemudian menarik

kesimpulan (Kamisa, 1997: 554). Kata historis berasal dari kata benda Yunani

Istoria, yang berarti ilmu (Notosusanto, 1984: 27). Dalam perkembangan jaman,

kata Latin yang sama artinya yakni Scientia lebih sering dipergunakan untuk

menyebutkan kajian sistematis non kronologis mengenai gejala alam, sedangkan

kata istoria biasanya diperuntukkan bagi penelitian mengenai gejala-gejala

(terutama hal ihwal manusia) dalam urutan kronologis.

Menurut definisi yang paling umum, kata History kini berarti “masa lampau umat

manusia. Sejarah menurut bahasa Jerman adalah Geschichte, yang berasal dari

kata Genschehen yang berarti terjadi” (Notosusanto,1984: 28). Sedangkan dalam

bahasa Indonesia kata Historis dikenal dengan istilah sejarah. “Adapun pengertian

Historis atau sejarah adalah deskripsi yang terpadu dari keadaan-keadaan atau

(26)

10

untuk mencari kebenaran”. (Nazir, 2005). Menurut H. Ruslan Abdulgani yang

dikutip oleh Mohammad Ali, mengatakan bahwa:

“Sejarah ialah salah satu bidang ilmu yang meneliti dan menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa lampau, beserta kejadian-kejadiannya dengan maksud untuk kemudian menilai secara kritis seluruh penelitian dan penyelidikan tersebut, untuk akhirnya dijadikan perbendaharaan pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah program masa depan”. (Ali, 1974: 30).

Berdasarkan beberapa konsep di atas, maka sejarah adalah suatu ilmu yang

mempelajari tentang peristiwa-peristiwa masa lampau yang dilakukan oleh

manusia dan ditulis secara kritis dan sistematis yang digunakan sebagai acuan

untuk mengetahui serta menentukan kebijakan untuk masa sekarang dan masa

yang akan datang.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tinjauan historis memiliki pengertian

sebagai suatu bentuk penyelidikan ataupun penelitian terhadap gejala peristiwa

masa lampau manusia baik individu maupun kelompok beserta lingkungannya

yang ditulis secara ilmiah, kritis dan sistematis yang meliputi urutan fakta dan

masa kejadian peristiwa yang telah berlalu atau dengan kata lain secara

kronologis, dengan tafsiran dan penjelasan yang mendukung serta memberi

pengertian terhadap gejala peristiwa tersebut.

Dalam mempelajari sejarah, ada beberapa manfaat dan kegunaannya. Menurut

Nugroho Notosusanto, kegunaan sejarah ada tiga yaitu :

(27)

11

2. Memberi ilham (inspiratif), bahwa tindakan kepahlawanan dan peristiwa-peristiwa di masa lampau dapat mengilhami kita semua pada taraf perjuangan sekarang. Peristiwa- peristiwa yang benar akan memberi ilham yang besar pula.

3. Memberi kesenangan (rekreatif), bahwa kita bisa terpesona oleh kisah yang baik, sebagaimana kita bisa terpesona oleh sebuah roman yang bagus dengan sedihnya kita berhasil mengangkat seni.

(Notosusanto, 1984: 30).

Berdasarkan beberapa konsep di atas, perlu dikemukakan juga bahwa manfaat

mempelajari sejarah adalah agar kita dapat mengetahui peristiwa masa lampau

yang dilakukan manusia yang menjadi inspirasi dan acuan untuk melakukan

tindakan yang bijaksana pada masa sekarang dan yang akan datang.

Jadi, tinjauan historis adalah suatu penelitian dengan meninjau kembali

kejadian-kejadian di masa lampau dengan melalui dokumen-dokumen, arsip atau benda

peninggalan yang merupakan bukti autentik peristiwa di masa lampau.

A.2 Konsep Pemberlakuan Undang-Undang

Syarat mutlak berlakunya sebuah undang-undang ialah diundangkannya dalam

lembaran negara oleh sekretaris negara. Undang-undang mulai berlaku menurut

tanggal yang ditentukan dalam undang itu sendiri. Jika di dalam

undang-undang itu sendiri tidak memuat kapan undang-undang-undang-undang itu akan berlaku, maka

untuk Pulau Jawa mulai berlaku sejak hari ke tiga puluh setelah diundangkannya

dalam lembaran negara serta seratus hari untuk diluar jawa. (Ainur Arrasyd, 53).

Berdasarkan teori ini maka undang-undang pokok agraria tahun 1960 mulai

berlaku saat diundangkannya dan tercatat dalam lembaran negara. Hal ini sesuai

(28)

12

undang-undang ini disebut undang-undang agraria dan mulai berlaku mulai

tanggal diundangkannnya.

A.3 Konsep Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960

Dari awal pembentukan panitia agraria sampai disahkannya Undang-Undang

Pokok Agraria dibutuhkan waktu selama 12 tahun. Upaya pemerintah untuk

membentuk panitia Undang-Undang Agraria yang baru ini diawali dengan

membentuk Panitia Yogya pada tahun 1948 yang memiliki tugas menyusun draft

Undang-Undang Agraria.

Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria yang baru ini bermaksud

menggantikan Undang-Undang Agraria warisan Pemerintahan Kolonial Belanda

yang tidak sesuai lagi dengan semangat kemerdekaan Indonesia.

“Undang-undang pokok ini bermaksud membuat peraturan hukum yang berlaku untuk semua golongan penduduk tanpa terkecuali. Dengan undang-undang ini dicabutlah sebagian besar ketentuan-ketentuan hukum yang termuat dalam buku II kitab undang-undang hukum perdata (Burgerlijk Wetboek, B.W ) dan hak-hak atas tanah menurut hukum eropa yang mendasarkan diri kepada ketentuan-letentuan dalam kitab itu”. (Wignjosoebroto 1994: 212).

Undang-undang yang dicabut setelah pemerintah memberlakukan undang-undang

pokok adalah sistem undang-undang yang bertalian erat dengan kepentingan

penjajah. Peraturan yang bersifat umum maupun khusus, yaitu: pasal Agrarische

Besluit, Algemene Domein Verklaring, Domein Verklaring untuk Sumatra dan

Domein Verklaring untuk keresidenan Manado (Muchsin, 2007: 50).

Dalam sidang DPR-GR tanggal 12 September 1960 Menteri Agraria Sadjarwo

(29)

13

dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari

cengkraman pengaruh dan sisa penjajahan. Khususnya perjuangan kaum tani

untuk membebaskan diri dari kekangan sistem feodal atas tanah dan pemerasan

kaum modal asing.

Berdasarkan penjabaran di atas Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960

merupakan kebijakan pemerintah yang berbentuk undang-undang mengenai

masalah pertanahan nasional yang mulai dibentuk olah panitia agraria tahun 1948,

disahkan dan mulai berlaku tanggal 24 September 1960 yang bertujuan

menggantikan undang-undang agraria warisan pemerintahan kolonial Belanda.

Tujuan pokok dari diundangkannya UUPA adalah (i) meletakkan dasar-dasar bagi

penyusunan hukum agraria nasional, yang merupakan alat untuk membawakan

kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat

tani, dalam rangka masyarakat adil dan makmur, (ii) meletakkan dasar-dasar

untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan, (iii)

meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak

atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Dari uraian diatas maka terdapat tiga konsep dasar dalam UUPA yaitu:

a. hukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum

adat;

Eksistensi dan wewenang negara sebagai organisasi tertinggi bangsa dinyatakan

dalam hak menguasai negara atas bumi, air, dan ruang angkasa sebagai penjabaran

pasal 33 UUD 1945 yang digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran

(30)

14

b. Pelaksanaan program Landreform.

Asas-asas dan ketentuan pokok Landreform dijumpai dalam UUPA. Landreform

dalam arti sempit merupakan serangkaian tindakan dalam rangka Agraria Reform

Indonesia (Boedi Harsono, 1999:350). Oleh Effendi Perangin (1986:121)

membagi program Landreform dalam arti sempit dan Landreform dalam arti luas.

Program Landreform dalam arti luas biasa disebut Agraria atau Reform atau

Pancaagraria.

c. Program yang meliputi:

Pembaharuan hukum agraria yaitu dengan mengadakan perombakan terhadap

sendi-sendi hukum agraria lama yang tidak sesuai dengan kondisi dan situasi

jaman dan menggantikan dengan perkembangan masyarakat modern.

UUPA hanyalah pokok tentang peraturan-peraturan mengenai masalah agraria,

maka demi kelancaran dalam pelaksaannya pemerintah melengkapi UUPA

dengan peraturan-peraturan lain :

1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 56/60 tentang penetapan luas tanah

2. Undang-Undang Nomor 2 tahun tahun 1960 tentang bagi hasil

3. Peraturan Pemerintah Nomor 224 tahun 1961 tentang pelaksanaan pembagian tanah dan pemberian ganti rugi.(Kartasapoetra, 1991: 104).

A.4. Konsep Landreform

Landreform berasal dari bahasa Inggris yaitu “Land” dan “Reform”. Land artinya

tanah, sedang Reform artinya perombakan atau perubahan untuk membangun atau

membentuk atau menata kembali struktur pertanian baru. Landreform dalam arti

sempit adalah penataan ulang struktur penguasaan dan pemilikan tanah,

(31)

15

Boedi Harsono menyatakan bahwa :

Landreform meliputi perompakan mengenai kepemilikan dan

penguasaan tanah serta hubungan-hubungan yang bersangkutan dengan penguasaaan tanah. Ini berarti bahwa nampaknya selama belum dilaksanakannya landreform keadaan pemilikan dan penguasaan tanah di Indonesia dipandang perlu dirubah strukturnya. (Harsono, 1997: 364)

Menurut King menunjukan bahwa pada umumnya perbedaan pengertian dan

definisi menyoroti 2 pengertian secara umum, yaitu :

1. Landreform is a inveriably a more t, publiciy controlled change in the existing character of land ownership.

2. It normally attempt a diffusion of wealth and produstive capacity. (Supriadi, 2007: 202).

Bila dilihat dari arti di atas, pada dasarnya Landreform memerlukan program

redistribusi tanah untuk keuntungan pihak yang mengerjakan tanah dan

pembatasan dalam hak-hak individu atas sumber-sumber tanah. Di Indonesia

terdapat perbedaan antara agraria reform dan Landreform. Agrarian reform

diartikan sebagai landreform dalam arti luas yang meliputi 5 program:

1. Pembaharuan Hukum Agraria.

2. Penghapusan hak-hak asing dan konsepsi-konsepsi kolonial atas tanah.

3. Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur.

4. Perombakam mengenal pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan penguasaan tanah.

5. Perencanaan persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu secara berencana sesuai dengan daya kesanggupan kemampuannya. (Harsono 1997: 3).

Cohen mengartikan reformasi agraria adalah berbagai upaya yang luas dari

pemerintah yang mencakup berbagai macam kebijakan pembangunan melalui

cara-cara: peraturan restribusi tanah, upaya-upaya menumbuhkan produktivitas,

kredit kelembagaan, pajak pertanahan, peraturan mengenai penyakapan dan upah,

(32)

16

Pembaharuan agraria yang efektif, menurut Flores haruslah memenuhi beberapa

kriteria berikut ini: Pembaharuan agraria haruslah mengambil tanah produktif

beserta pendapatannya, Pembaharuan agraria haruslah dilakukan sesegera

mungkin dan secara masif (meluas) serta pembaruan agraria haruslah disertai oleh

kebijakan pembangunan yang lebih bersemangat di dalam pertanian maupun di

luarnya.

Pembaharuan agraria adalah suatu upaya korektif untuk menata ulang struktur

agraria yang timpang, yang memungkinkan eksploitasi manusia atas manusia,

menuju tatanan baru dengan struktur yang bersendi kepada keadilan agraria.

B. Kerangka Pikir

Pasca kemerdekaan pemerintah dituntut untuk menciptakan suatu

Undang-Undang Agraria yang baru sebagai ganti dari Agrarische Wet Warisan kolonial

Belanda. Desakan ditimbulkan dari pakar hukum serta organisasi-organisasi.

Untuk menciptakan Undang-Undang Agraria yang baru, pemerintah membentuk

panitia khusus yang terdiri dari pakar hukum. Diperlukan waktu 12 tahun dalam

penyusunan Undang-Undang Agraria tersebut, terhitung sejak dibentuk panitia

awal pada tahun 1948 sampai diberlakukanya Undang-Undang Agraria yang baru

itu tahun 1960.

Pasca pemberlakuan undang-undang agraria yang baru, pemerintahan Soekarno

mengambil kebijakan-kebijakan strategis mengenai masalah agraria di Indonesia.

Pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan agraria baru yang sesuai dengan

(33)

17

Untuk menciptakan kondisi yang stabil di Indonesia terutama dalam masalah

agraria, pemerintah mengadakan pendataan ulang tanah-tanah garapan yang ada di

Indonesia baik itu yang sedang digarap oleh petani maupun tanah yang

terbengkalai, disusul dengan pendistribusian tanah-tanah kepada seluruh petani di

Indonesia, agar tidak ada lagi petani yang tidak memiliki lahan garapan.

Pembaharuan agraria setelah pemberlakuan UUPA bersifat menyeluruh, mulai

dari pendataan ulang tanah-tanah yang ada sampai pembagian tanah tersebut

kepada petani yang berhak dan pantas menerimanya dengan harapan tercapainya

kesejahteraan kepada seluruh masyarakat indonesia. Cita-cita ini sudah tertuang

(34)

18

C. Paradigma

Pelaksanaan Hasil

Keterangan:

: garis kebijakan

: garis sebab

Penataan ulang masalah agraria Pemberlakuan UUPA 1960

(35)

19

REFERENSI

Nugroho Notosusanto. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Suatu Pengalaman). Inti Idayu Prees. Jakarta. Halaman 27.

Ibid. Halaman 28.

Ibid. Halaman 30.

Chainur arrasjid.2006. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Sinar Grafika : Jakarta. Halaman 53

Soetandyo Wignjosoebroto. 1994. Dari Hukum Kolonial Ke Hukum Nasional (Dinamika Sosial Politik Dalam Perkembangan Hukum di Indonesia) Rajawali Press, Jakarta. Halaman 212.

Boedi Harsono. 1997. Undang-Undang Pokok Agraria Sedjarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agrarian; Isi Dan Pelaksanaannya, Djambatan : Jakarta. Halaman 350.

Kartasapoetra dkk. 1986. Masalah Pertanahan di Indonesia. PT Bina Aksara: Jakarta. Halaman 104.

(36)

III. METODE PENELITIAN

A.Metode yang Digunakan

Penggunaan metode dalam suatu penelitian merupakan suatu hal yang penting, hal

ini mengkarenakan metode merupakan faktor yang penting dalam memecahkan

suatu masalah bagi sebuah penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Husin

Sayuti bahwa metode merupakan suatu cara atau jalan sehubungan dengan upaya

ilmiah, maka metode menyangkut masalah kinerja yaitu cara kerja untuk

memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu tersebut (Sayuti, 1989: 32),

sedangkan menurut Surachmad metode adalah suatu cara utama yang digunakan

untuk mencapai tujuan, misalnya untuk menguji hipotesis dengan menggunakan

teknik atau alat-alat tertentu (Surachmad, 1984: 121). Gunawan Wiradi dalam

buku metodologi penelitian agraria menjelaskan metode penelitian adalah

seperangkat langkah-langkah teknis yang tersusun secara sistematis dan logis serta

terkerangka atas dasar prinsip-prinsip ilmiah untuk melakukan penelitian. (Wiradi,

2009: 58).

Berdasarkan ketiga pengertian metode di atas, maka dapat dijelaskan bahwa

metode adalah suatu cara ilmiah yang sistematis dan logis yang digunakan untuk

memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu tertentu yang dapat menguji suatu

(37)

20

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

historis. Nugroho Notosusanto mengemukakan bahwa metode historis adalah

sebagai berikut :

“Metode historis merupakan sekumpulan prinsip-prinsip yang sistematis yang dimaksudkan untuk memberikan bantuan secara efektif dalam usaha mengumpulkan bahan-bahan bagi sejarah, menilai secara kritis dan kemudian menyajikan suatu sintesa daripada hasil-hasilnya biasanya dalam bentuk tertulis.” (Notosusanto, 1984: 11).

Menurut Hadari Nawawi dalam bukunya Metode Penelitian Bidang Sosial,

menjelaskan:

Metode penelitian historis adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau peninggalan-peninggalan, baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan yang berlangsung pada masa lalu terlepas dari keadaan masa sekarang maupun untuk memahami kejadian atau keadaan masa lalu, selanjutnya kerap kali juga hasilnya dapat dipergunakan untuk meramalkan kejadian atau keadaan masa yang akan datang. (Hadari Nawawi dan Mimi Martini, 2001: 79)

Sedangkan menurut Hugiono dan Poerwantana metode sejarah hendaknya

diartikan lebih luas, tidak hanya pelajaran mengenai analisis kritik saja melainkan

juga meliputi usaha sintesa daripada data yang ada sehingga menjadi penyajian

dan kisah sejarah yang dapat dipercaya. (Hugiono dan Poerwanta, 1992: 25).

Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa metode historis adalah cara yang

digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah dengan mengumpulkan fakta dan

data berupa arsip-arsip atau dokumen yang disusun secara sistematis dan evaluasi

yang objektif dari data yang berhubungan dengan kejadian masa lampau untuk

memahami kejadian atau keadaan baik masa lalu atau masa sekarang.

Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam penelitian historis menurut

(38)

21

1. Heuristik adalah proses mencari dan menemukan data-data atau sumber-sumber sejarah.

2. Kritik adalah menyelidiki apakah jejak-jejak sejarah sejati baik isi maupun bentuknya.

3. Interpretasi adalah setelah mendapatkan fakta-fakta yang diperlukan maka kita merangkaikan fakta-fakta itu menjadi keseluruhan yang masuk akal.

4. Historiografi adalah suatu kegiatan penulisan dalam bentuk laporan hasil penelitian.

(Notosusanto, 1984: 84).

Berdasarkan langkah-langkah penelitian historis di atas, maka langkah-langkah

penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah :

1. Heuristik

Peneliti mencoba mencari dan mengumpulkan data-data yang diperlukan

dan berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Pada tahap ini,

peneliti melakukan pencarian terhadap sumber-sumber penelitian yang

dapat berupa buku dan majalah yang akan dijadikan referensi dalam

melakukan penelitian.

2. Kritik

Setelah data terkumpul, kegiatan peneliti selanjutnya adalah melakukan

kritik terhadap sumber-sumber yang telah didapat untuk menguji apakah

data yang diperoleh tersebut valid dan dapat menunjang kegiatan

penelitian yang akan dilaksanakan. Kritik yang diberikan dapat berupa

kritik internal dan kritik eksternal. Kritik internal bertujuan untuk

meneliti kebenaran isi dari sumber yang telah didapat. Kritik eksternal

bertujuan untuk melihat apakah data yang didapat tersebut asli atau palsu.

3. Interpretasi

Pada tahap ini, peneliti melakukan penafsiran terhadap data-data yang

(39)

22

merangkaikan fakta-fakta yang berhubungan dengan penelitian yang akan

dilaksanakan agar menjadi keseluruhan yang masuk akal.

4. Historiografi

Pada tahap terakhir ini, dilakukan perangkaian fakta sejarah, konsep dan

generalisasi sesuai dengan prosedur penulisan sejarah yang sistematis

dalam bentuk laporan penelitian.

B. Variabel Penelitian

Menurut Hadari Nawawi, variabel adalah himpunan sejumlah gejala yang

memiliki beberapa aspek atau unsur di dalamnya yang dapat bersumber dari

kondisi objek penelitian, tetapi dapat pula berada di luar dan berpengaruh pada

objek penelitian. (Hadari Nawawi, 1995; 55). Menurut Suharsimi Arikunto,

Variabel adalah sesuatu yang menjadi objek penelitian atau faktor-faktor yang

berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti.

(Arikunto, 1989: 78).

Suatu variabel terdiri dari satu atau lebih gejala yang mungkin terjadi dari

beberapa aspek yang tidak dapat dipisahkan. Aspek atau fungsi tersebut

menentukan fungsi variabel sehingga salah satu di antaranya pada variabel yang

memiliki lebih dari satu aspek akan memengaruhi fungsinya terhadap masalah

yang akan diselidiki. Pada awal perencanaan kegiatan secara jelas menunjukkan

bahwa variabel-variabel yang ada harus dipisahkan untuk membedakan perubahan

yang ada. Hal ini bertujuan sebagai strategi untuk memudahkan melihat

(40)

23

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka variabel adalah sesuatu yang

menjadi obyek atau perhatian dalam penelitian. Variabel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah variabel tunggal dengan fokus penelitian upaya pemerintah

dalam menata laksanai Undang Undang Pokok Agraria tahun 1960. Penggunaan

variabel tunggal bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam merumuskan objek

atau inti dari penelitian yang hanya terdiri dari satu objek penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan salah satu tahapan penting dari penelitian,

karena itu diperlukan teknik pengumpulan data yang tepat dan relevan sehingga

data-data yang diperoleh dapat sesuai dengan sasaran utamanya yaitu menjawab

permasalahan dalam penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

C.1. Teknik Kepustakaan

Teknik studi kepustakaan mempelajari buku-buku yang ada relevansinya dengan

masalah yang akan diteliti. Dengan demikian dapat memperluas pengetahuan

dalam menganalisa permasalahan. Teknik ini dipergunakan untuk mengumpulkan

data dari berbagai informasi yang berupa teori-teori, generalisasi, ataupun

konsep-konsep yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.

Menurut Koentjaraningrat studi pustaka adalah suatu cara pengumpulan data dan

informasi dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat perpustakaan,

misalnya koran, catatan-catatan, kisah-kisah sejarah, dokumen, dan sebagainya

(41)

24

Menurut pendapat lain teknik studi kepustakaan dilaksanakan dengan cara

mendapatkan sumber-sumber data yang diperoleh dari perpustakaan yaitu dengan

mempelajari buku-buku literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

(Nawawi, 1995: 133). Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara

mempelajari buku–buku dalam usaha untuk memperoleh beberapa teori maupun

argumen yang dikemukakan oleh para ahli terkait dengan masalah yang diteliti.

C.2. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui sumber tertulis

terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku, teori, dalil-dalil atau

hukum-hukum dan lain-lain, yang berhubungan dengan masalah yang akan di

teliti. (Nawawi, 1995: 134). Menurut Suharsimi Arikunto, dokumentasi adalah

mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip,

majalah, surat kabar, agenda, dan sebagainya. (Arikunto, 1989: 188).

Jadi, dengan mengunakan teknik dokumentasi peneliti berusaha untuk

mengumpulkan buku-buku, surat kabar, dan maupun foto-foto yang relevan

dengan permasalahan yang akan diteliti.

D. Teknik Analisis Data

Data yang terdapat dalam penelitian ini adalah data kualitatif dengan demikian

teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis

data kualitatif yaitu data yang berupa fenomena-fenomena yang terjadi yang

(42)

25

memerlukan pemikiran dalam menyelesaikan masalah penelitian. Langkah–

langkah dalam mengalisis data dalam suatu penelitian adalah sebagai berikut :

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh di lapangan kemudian dituangkan dalam bentuk laporan,

selanjutnya adalah proses mengubah rekaman data ke dalam pola, kategori dan

disusun secara sistematis. Proses pemilihan, pemusatan perhatian, pengabstrakan

dan transformasi data dari lapangan. Proses ini berlangsung selama penelitian

berlangsung. Fungsi dari reduksi data ini adalah untuk menajamkan,

mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisir sehingga

interpretasi bisa ditarik. Data yang direduksi akan memberikan gambaran

mengenai hasil pengamatan yang mempermudah peneliti dalam mencari kembali

data yang diperoleh jika diperlukan.

2. Penyajian Data

Penyajian data adalah penampilan data sekumpulan data yang memberi

kemungkinan untuk menarik kesimpulan dari pengambilan tindakan. Bentuk

penyajiannya antara lain dengan cara memasukkan data ke dalam sejumlah

matrik, grafik, dan bagan yang diinginkan atau bisa juga hanya dalam bentuk

naratif saja.

3. Pengambilan Kesimpulan dan verifikasi

Setelah data direduksi, dimasukan ke dalam bentuk bagan, matrik, dan grafik,

maka tindak lanjut peneliti adalah mencari konfigurasi yang mungkin menjelaskan

alur sebab akibat dan sebagainya. Kesimpulan harus senantiasa diuji selama

(43)

26

Langkah–langkah yang akan dilakukan peneliti dalam mengambil kesimpulan

adalah :

1) Mencari data-data yang relevan dengan penelitian .

2) Menyusun data-data dan menyeleksi data-data yang diperoleh dari sumber

yang didapat di lapangan.

3) Setelah semua data diseleksi barulah ditarik kesimpulan dan hasilnya

(44)

27

REFERENSI

Husin Sayuti. 1989. Pengantar Metodologi Riset. Fajar Agung: Jakarta. Halaman 32.

Winarno Surakhmad. 1984. Pengantar Penelitian Ilmiah. Tarsito: Bandung. Halaman 121.

Wiradi, Gunawan. 2009. Metodologi Studi Agraria. Sajogyo institute: Bogor. Halaman 58.

Nugroho Notosusanto. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Suatu Pengalaman). Inti Idayu Prees: Jakarta. Halaman 11.

Hadari Nawawi. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada university Press: Yogyakarta. Halaman 55.

Suharsimi Arikunto. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka Cipta: Jakarta. Halaman 78.

Hugiono dan Poerwanta. 1992. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 25.

Nugroho Notosusanto. 1984. Op. Cit. Halaman 84

Hadari Nawawi dan Mimi Martini. 2001. Penelitian Terapan. Gajah Mada Press: Yogyakarta. Halaman 79.

Koentjaraningrat. 1997. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia: Jakarta. Halaman 8.

Hadari Nawawi. 1995. Op. Cit. Halaman 133. Ibid. Halaman 134.

(45)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa

pelaksanaan redistribusi tanah pasca pemerberlakuan undang-undang pokok

agraria adalah sebagai berikut :

1. Pemberlakuan undang-undang pokok agraria tahun 1960 adalah landasan

hukum penataan ulang masalah agraria indonesia serta redistribusi tanah

adalah puncak dari penataan ulang masalah agraria pasca pemberlakuan

UUPA tahun 1960.

2. Selain berdasarkan UUPA pelaksanaan redistribusi tanah juga memiliki

petunjuk pelaksanaan yang berupa Keppres, Perppu, Peraturan Menteri

Agraria dan Keputusan Menteri Agraria. Dalam rentang waktu tahun

1961-1965 ada 8 landasan hukum yang berkenaan dengan petunjuk

pelaksanaan redistribusi tanah.

3. Redistribusi tanah merupakan pengambil alihan sebagian atau seluruh

tanah yang dimiliki para tuan tanah melalui proses ganti rugi yang diatur

undang-undang dan kemudian dibagikan kembali yang tidak memiliki

(46)

67

4. Pada masa orde lama, redistribusi tanah berlangsung dua tahap dengan

hasil yang dicapai sebanyak 801.317 hektar dibagikan kepada 847.143

keluarga petani, dengan rata-rata mendapatkan 0,94 hektar per keluarga

petani.

5. Faktanya redistribusi tanah bukan hanya program pemerintahan orde lama,

karena pemerintahan selajutnya tetap melaksanakan redistribusi tanah

walaupun hasil yang dicapai belum menyamai hasil yang dicapai

pemerintah orde lama.

B. Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut :

1) Mempersiapkan program hendaknya dilakukan lebih matang dengan

memperhitungkan kondisi sekitar yang kemungkinan dapat mempengaruhi

hasil dari suatu kebijakan.

2) Memberikan pemahaman kepada masyarakat indonesia untuk lebih

mementingkan kepentiangan negara. Karena apabila semua pihak lebih

mementingkan masalah negara maka akan terhindarnya konflik yang

disebabkan kepentingan kelompok atau golongan.

3) Perlunya pemberian pemahaman lebih terhadap generasi muda bahwa

Undang-Undang Pokok Agraria bukan hanya bagian dari ilmu hukum

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. 1985. Ilmu Sejarah Dan Historiografi. Gramedia : Jakarta

Achmadi, Kukuh. 1977. Pengantar Hukum Agraria. Usaha nasional : Surabaya

Achdian, Andi. 2009. Tanah Bagi Yang tak bertanah. Kekal Press : Bogor. 131 halaman

Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka Cipta: Jakarta. 314 Halaman.

Bukhory, Mochtar. 2007. Evaluasi Pendidikan di Indonesia, dari Kweekschool Sampai ke IKIP. Insist Press : Yogyakarta. 235 halaman.

Chainur, Arrasjid.2006. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Sinar Grafika ;Jakarta 167 halaman

Fakih, Mansour.1995. Tanah, Rakyat dan Penguasa,LSM-LPM: Yogyakarta 224 halaman

Fauzi, Noer. 1999. Petani dan Penguasa: Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia. Yogyakarta: Insist Press, KPA, dan Pustaka Pelajar.316 Halaman

Gottschalk, Louis penerjemah Nugroho Notosusanto. 1986. Mengerti Sejarah. Universitas Indonesia Press: Jakarta. 215 Halaman.

Harsono, Boedi.1997. Undang-Undang Pokok Agraria Sedjarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agrarian; Isi Dan Pelaksanaannya, Djambatan : Jakarta. 657 halaman.

Kartodirdjo, Sartono.1984. Ratu Adil. Sinar Harapan : Jakarta.

Koentjaraningrat. 1977. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia: Jakarta. 309 Halaman.

(48)

Leirrisa. 1996. Sejarah Perekonomian Indonesia. Academia Pressindo: Jakarta. 132 Halaman. 205 Halaman.

Muchsin, Dkk. 2007. Hukum Agrarian Indonesia Dalam Perspektif Sejarah. Refika Aditama : Bandung. 136 halaman

Nawawi, Hadari dan Mimi Martini. 1994. Penelitian Terapan. Gajah Mada Press: Yogyakarta. 267 Halaman.

Nawawi, Hadari. 1985. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada university Press: Yogyakarta. 301 Halaman.

Parlindungan, A.P. 1987. Landreform di Indonesia. Alumni: Bandung. 140 halaman

Sanit, Arbi. 2000. Badai Revolusi Sketsa Kekuatan Politik Pki Di Jawa Tengah Dan Jawa Timur. Pustaka pelajar : yogyakarta.252 halaman

Sayuti, Husin. 1989. Pengantar Metodologi Riset. Fajar Agung: Jakarta. 150 Halaman.

Soetandyo Wignjosoebroto . Dari Hukum Colonial Kehukum Nasional (Dinamika Sosial Politik Dalam Perkembangan Hokum Di Indonesia) Rajawali Press,1994 Jakarta. 257 halaman

Soetiknjo, Iman.1994. Politik Agraria Nasional. Gajah Mada university Press: Yogyakarta. 150 halaman.

Supriadi. 2007. Hukum Agraria.Sinar Grafika: Jakarta. 446 halaman

Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Tarsito: Bandung. 342 halaman.

Tim Pustaka Phoenix. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Media pustaka: Jakarta. 1213 halaman.

Tjondronegoro, Sediono M. P dan Gunawan Wiradi. 1984. Dua Abad Penguasaan Tanah, Pola Penguasaan Tanah di Jawa Dari Masa ke Masa. PT. Gramedia: Jakarta. 352 halaman.

(49)

Sumber Internet:

 http://www.syarikat.org/article/reformasi-agraria-indonesia

diakses 15 Agustus 2013

 http://www.berdikarionline.com/opini/20111231/hakekat-reformasi-agraria.html diakses 28 September 2013

 http://notarisarief.wordpress.com/2011/04/28/program-landreform-pada-massa-orde-lama/ diakses 28 September 2013

http://herukuswanto.dosen.narotama.ac.id/files/2011/05/Handout-Politik-Agraria-3-Reformasi-Agraria-Era-Globalisasi.pdf diakses 9 Oktober 2013

 http://maferdyyuliussh.wordpress.com/reformasi-agraria/ diakses 9 Oktober 2013

 http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang pokok agraria. diakses 9 Oktober 2013

 http://www.spi.or.id/?page_id=343 diakses 9 Oktober 2013

 http://www.bpn.go.id/Publikasi/Peraturan-Perundangan). Diakses 15 Januari 2013

 http://www.bpn.go.id/Publikasi/Peraturan-Perundangan/keputusan-presiden-nomor-131-tahun 1961. Diakses 15 Januari 2013

 http://www.bpn.go.id/i/keputusan-presiden-nomor 263 tahun 1964, Diakses 15 Januari 2013

http://www.bpn.go.id/Publikasi/Peraturan-Perundangan/keputusan-menteri-agraria nomor-88-tahun 1965). Diakses 15 Januari 2013.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai pengawasuaraan BVBJ yaitu vokal /i/ dan / u / pada silabe awal, tengah, dan akhir yang ditinjau dari segi fonetik akustik, peneliti menemukan perbedaan

Selain itu dengan adanya sistem informasi pariwisata berbasis Web maka objek- objek wisata di daerah Kabupaten Majalengka akan lebih dikenal oleh masyarakat luar

berdasarkan tiga ranah tersebut. Harapan setelah siswa mempelajari materi pada produk yang dikembangkan yaitu siswa dapat secara mandiri meningkatkan motivasi belajar

Sesuai dengan suatu kelayakan hidup yang ada pada daerah batubara maka kebutuhan hidup layak yang ada dikabupaten batu bara harus dipenuhi oleh perusahaan dan sesuai dengan

Asas dalam otonomi menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 adalah: (1) penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, kecuali dalam

Data dalam penelitian ini terdiri dari data realisasi PAD, realisasi Total Pendapatan Daerah, realisasi Total Belanja Daerah, target PAD, realisasi

Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat kasih setiaNya, penulis dapat memenuhi kewajiban untuk menyelesaikan Buku Konsep

4.2 Mengungkapkan informasi secara tertulis dalam kalimat sederhana sesuai konteks yang mencerminkan kecakapan menggunakan kata dan frasa dengan huruf, ejaan, tanda baca, dan