TINJAUAN HISTORIS PENATAAN ULANG MASALAH AGRARIA PASCA PEMBERLAKUAN UUPA TAHUN 1960
ABSTRAK
Oleh: Ardi Susanto
Setelah dirumuskan melalui lima kali pergantian panitia perumusan undang-undang, akhirnya tanggal 24 September 1960 UUPA diresmikan dan di cantumkan di lembaran negara. Undang-undang pokok agraria mengandung azas yang berkenaan dengan perombakan struktur agraria. UUPA menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan pembaharuan agraria. Oleh sebab itu pasca pemberlakuan UUPA, pemerintah melakukan penataan masalah agraria di Indonesia. Dalam perombakan struktur agraria, pemerintah melakukan langkah-langkah revolusioner, yaitu. Pendaftaran ulang tanah, penentuan tanah berlebih, mengatur kembali mengenai masalah bagi hasil serta puncak dari kebijakan revolusioner tersebut adalah redistribusi tanah.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan redistribusi tanah pasca pemberlakuan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan redistribusi tanah pasca pemberlakuan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Historis. Teknik pengumpulan data sekunder yang berasal dari dokumen serta buku-buku yang relevan dengan permasalahan penelitian yang didapat melalui teknik kepustakaan dan dokumentasi sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif.
berlangsung mulai tanggal 24 September 1961 dan dilaksanakan dalam dua tahap sampai dengan keruntuhan orde lama. Melalui redistribusi tanah tahap 1 dan 2 pemerintah orde lama berhasil merestribusikan tanah kepada petani miskin sebanyak 801.317 hektar lahan yang dibagikan kepada 847.143 keluarga petani, dengan rata-rata setiap keluarga petani mendapatkan 0,94 hektar lahan garapan.
TINJAUAN HISTORIS PENATAAN ULANG MASALAH AGRARIA PASCA PEMBERLAKUAN UUPA TAHUN 1960
(Skripsi)
Oleh : Ardi Susanto
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT PENULIS
Penulis lahir di Kelurahan Bukit Kemuning, Kecamatan Bukit
Kemuning, Kabupaten Lampung Utara, pada tanggal 2 Februari
1988. Penulis merupakan Anak kedua dari lima bersaudara
pasangan Bapak Ujang Muhlis dan Ibu Siti Rohani.
Pendidikan dasar penulis tempuh di Sekolah Dasar Negeri 2 Kecamatan Bukit
Kemuning, Kabupaten Lampung Utara Selama 6 tahun. Tamat dan berijazah
tahun 2000. Pendidikan Menengah penulis tempuh di Sekolah Menengah Pertama
Negeri 1 Bukit Kemuning, Kabupaten Lampung Utara selama 3 Tahun. Tamat
dan berijazah tahun 2003. Pendidikan atas ditempuh di Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 Bukit Kemuning, Kabupaten Lampung Utara selama 3 tahun. Tamat dan
berijazah tahun 2006.
Pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Lampung sampai dengan sekarang pada Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan PIPS
(Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Program
MOTO
ْنمو ،مْلعْلاب هْيلعف ةرخأا دارأ ْنمو ،مْلعْلاب هْيلعف ايْنُدلا دارأ ْنم
مْلعْلاب هْيلعف امهدارأ
“Barang siapa yang menghendaki dunia maka hendaknya dia berilmu. Barang siapa yang menghendaki akhirat maka hendaknya dia berilmu. Dan barang siapa
yang menghendaki dunia dan akhirat maka hendaknya dia berilmu.”
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT, dengan setulus hati penulis persembahkan
karya sederhana ini kepada :
1.
Bapak dan emakku tercinta yang selalu mendoakan, Selalu berharap
dengan cemas atas keberhasilanku dan selalu sabar menanti kelulusanku
2.
Ayukku dan Adik-adikku yang selalu membantu dan memberi dorongan
untuk keberhasilanku.
3.
Sahabat-sahabat mahasiswa Pendidikan sejarah 2007 Reguler dan Non
Reguler. Ku rasa sepi di kampus tanpa ada kalian. Terimakasih atas
kebersamaan dan bantuannya dalam penyusunan skripsi ini
4.
Rekan-rekan hanif yang selalu menemaniku disaat kenyang maupun
lapar.
5.
Para Pendidikku yang tanpa lelah menyirami Penulis dengan ilmu-ilmu
yang sangat bermanfaaat di dunia dan di akhirat
SANWACANA
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT. Rabb semesta alam yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang. Merupakan suatu anugerah sehingga penyusunan skripsi
dengan judul “Tinjauan Historis Penataan Ulang Masalah Agraria Pasca Pemberlakuan UUPA Tahun 1960” dapat terselesaikan.
Penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat dalam mencapai gelar
sarjana pendidikan. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan, dukungan, serta motivasi yang diberikan oleh semua pihak.
Dengan penuh kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1) Bapak Dr. Bujang Rahman, M. Si., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung.
2) Bapak Dr. M. Thoha B. S. Jaya, M. S., Pembantu Dekan I Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
3) Bapak Drs. Arwin Ahmad, M. Si., Pembantu Dekan II Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
4) Bapak Drs. Iskandar Syah, M. H., Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan
5) Bapak Drs. Buchori Asyik, M. Si., Ketua Jurusan Pendidikan IPS Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
6) Bapak Drs. Maskun, M. H., Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan sebagai Dosen Pembahas
Utama. Terima kasih untuk ilmu, masukan dan saran yang sangat
bermanfaat dalam perbaikan skripsi ini.
7) Bapak Drs. Wakidi, M. Hum., Dosen pembimbing akademik sekaligus
sebagai Dosen Pembimbing I. Terima kasih atas waktu serta bimbingan
dan ilmu yang telah bapak berikan. Terima kasih untuk motivasi yang
bapak bangun dalam setiap langkah penulis. Semoga ALLAH SWT,
senantiasa menaungi bapak dengan rahmat dan ridho-Nya. Amin.
8) Bapak Drs. Syaiful M, M. Si. Sebagai Dosen Pembimbing II. Terima kasih
atas waktu serta bimbingan dan ilmu yang telah bapak berikan. Semoga
ALLAH SWT, senantiasa menaungi bapak dengan rahmat dan ridho-Nya.
Amin.
9) Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis.
10)Bapak dan Ibuku dan saudara-saudaraku Terima kasih atas segalanya.
11)Saudara-saudaraku, Witono , Herwin Muryanto, Ibrahim Toha,
Muhammad Ishom. Terima kasih atas dukungan dan motivasi kalian.
12)Teman-teman SEJARAH REGULER 07. Aan, Ago, Arlen, Apri, Benk,
Binti, Budi, Desta, Desy, Diaz, Dila, Dinar, Era, Ericka, Gris, Ina, Juli,
Riri, Ririn, Santi, Siro, Tyan, Togar, Upik, Yana, Yessi, Yogi. Semoga tali
silaturahmi di antara kita tak akan pernah putus.
13)Rekan-rekan perjuangan di kawah persurvean indonesia. Arman Hadi,
Yudi Febriyanto, hendri Bin Dahlan, najibullah dan lain-lain. Bersyukur
memiliki rekan tangguh seperti kalian
14)Teman-teman Sejarah NR 07, Kakak dan Adik tingkat terima kasih atas
bantuan kalian.
15)Semua pihak yang tidak dapat disebutkan semuanya. Terima kasih atas
bantuannya.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembacanya. Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bandar Lampung, 24 Januari 2014
A.1.2 kebijakan agraria pemerintah sebelum
Pemberlakuan UUPA Tahun 1960 ... 34
A.1.3 Riwayat Penyusunan (UUPA) Tahun 1960 ... 37
A.1.4 Pemberlakuan UUPA 1960 ... 44
A.1.5 Perbandingan UUPA dan Agrarische Wet ... 37
A.2. Pelaksanaan Redistribusi Tanah Pasca Pemberlakuan Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960 ... 49
A.2.1. Landasan Hukum Redistribusi Tanah ... 49
A.2.2. Panitia Pelaksanaan Redistribusi Tanah... 50
A.2.3. Jenis-Jenis Tanah Objek Redistribusi ... 54
A.2.4. Kriteria Petani Penerima Redistribusi Tanah ... 57
A.2.5. Tata Cara Pelaksanaan Redistribusi Tanah ... 58
A.2.6. Hasil Yang Dicapai Dalam Redistribusi Tanah ... 60
B. Pembahasan ... 63
B.1. Pelaksanaan Redistribusi Tanah Pasca Pemberlakuan Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960 ... 63
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 67
B. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak zaman manusia Indonesia hidup bertani dan menetap, dimulai pola
penguasaan tanah secara adat dan berlangsung turun temurun tanpa memiliki
tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik
berupa sawah, ladang, hutan dan simbol-simbol berupa makam, patung, rumah
adat dan bahasa daerah. (Supriadi, 2007: 10).
Tanah adalah modal paling berharga bagi masyarakat agraris. Karena tanah
adalah tempat mereka mengembangkan alat-alat reproduksi. Sehingga
kepemilikan tanah menjadi suatu yang sangat penting artinya bagi masyarakat di
nusantara. Sistem tanah adat merupakan sistem kepemilikan tanah yang sosialis,
artinya digunakan sepenuhnya untuk kepentingan anggota adat tersebut. Namun
hegemoni kepemilikan tanah secara adat mulai runtuh sejak ekspedisi bangsa
barat di Indonesia. Dimulai dengan hanya berdagang di Indonesia sampai dengan
penjajahan yang di dalamnya termasuk penguasaan tanah demi kepentingan
penjajah.
Tahun 1811 Indonesia menjadi bagian dari pemerintah jajahan Inggris. Thomas
Stanford Raffles menjadi Letnan Gubernur Jenderal yang memimpin pemerintah
2
semua tanah adalah milik pemerintah dan kerajaan. Setiap tanah dikenai pajak
atas tanah. Kebijakan ini disebut Landrente. Maka dimulailah dualisme sistem
hukum agraria yang berlaku di Indonesia yaitu sistem hukum adat dan hukum
tanah buatan penjajah.
Masalah pertanahan menjadi sebuah polemik besar bagi masyarakat pasca
Landrente. Peraturan tersebut menimbulkan berbagai masalah sosial ekonomi. Di
dalam masyarakat agraris, tanah merupakan simbol status dan membawa prestise
sendiri bagi pemiliknya. Reaksi dari rakyat pun muncul dari berbagai daerah dan
strata sosial.
Sistem pemerintahan yang dibarengi dengan sistem perekonomian dari masa
pemerintah kolonial hingga kemerdekaan senantiasa mengalami perubahan. Hal
itu pun berdampak pada hukum pertanahan yang berlaku. Setelah landrente
disusul dengan Cultuur Stelsel pada masa Van Den Bosch hingga diundangkannya
Agrarische Wet tahun 1870, dualisme hukum agraria masih berlaku.
Walaupun telah memproklamasikan kemerdekaanya Indonesia tidak serta merta
bebas dari undang-undang warisan kolonial Belanda yang sudah mengakar sejak
pemerintah kolonial menguasai Indonesia. Menurut Pasal 2 peraturan peralihan
UUD 1945 yang berbunyi “sepanjang badan kekuasaan dan peraturan-peraturan
belum diganti dengan yang baru maka yang lama tetap berlaku.”
(Fauzi, 1999: 54).
Pasca kemerdekaan salah satu undang-undang yang belum diperbaharui adalah
3
Indonesia masih dituntut untuk mempertahankan kemerdekaannya dari aksi-aksi
kolonial yang ingin kembali berkuasa di Indonesia membuat pemerintah harus
menunda penyelesaian masalah ini.
Akibatnya rakyat Indonesia masih harus tunduk dengan Undang-Undang Agraria
kolonial Belanda. Dalam hal ini tunduk dengan Agrarische Wet 1870 yang
bersifat dualisme dan mengeksploitasi kekayaan agraria Indonesia serta azas
Domein Verklaringnya yang menyatakan bahwa tanah yang tidak dapat
dibuktikan oleh yang menguasainya, maka tanah yang bersangkutan dipunyai
dengan hak Eigendom atau hak Agrarische Eigendom adalah domein negara.
(Harsono, 1997: 45).
Menindaklanjuti kondisi seperti ini pemerintah akhirnya membentuk panitia
agraria yang bertujuan menciptakan Undang-Undang Agraria yang sesuai dengan
semangat nasionalisme dan sesuai dengan UUD 1945 khususnya pasal 33 UUD
1945. Panitia pembentukan Undang-Undang Agraria yang baru ini dimulai tahun
1948 dengan nama Panitia Yogya.
Panitia agraria Yogya dibentuk dengan penetapan Presiden Republik Indonesia tanggal 21 Mei 1948 No. 16 diketui oleh Sarimin Reksodiharjo (Kepala bagian agraria kementrian dalam negeri ) dan beranggotakan pejabat-pejabat dari berbagai kementrian dan jawatan, anggota badan pekerja KNIP yang mewakili organisasi tani dan daerah, ahli-ahli hukum adat dan wakil dari serikat buruh perkebunan (Harsono 1997 :125).
Berturut-turut panitia agraria mengalami perubahan dan pergantian. Setelah
panitia Yogya dibubarkan kemudian dibentuk panitia agraria Jakarta pada tahun
1951, lalu digantikan kembali oleh panitia Soewahjo tahun 1955. Panitia
4
baru. Seterusnya rancangan ini diperbaiki oleh Menteri Agraria Soenarjo. Hingga
akhirnya rancangan ini diperbaiki oleh Sadjarwo hingga akhirnya undang-undang
ini disahkan tanggal 24 September 1960.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Pokok Agraria yang baru maka
pemerintah mempunyai pegangan dan rujukan yang jelas dalam mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan masalah agraria yang benar-benar
sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia secara umum. Mengingat
Undang-Undang Pokok Agraria hanyalah dasar bagi pemerintah dalam mengambil
kebijakan, maka setelah diberlakukannya Undang-undang Pokok Agraria tahun
1960 pemerintah mengambil langkah-langkah strategis mengenai permasalahan
agraria di Indonesia yang bertujuan mengadakan pembaharuan dalam hal penataan
tanah.
Undang-undang pokok agraria mengandung azas yang berkenaan dengan
perombakan struktur agraria. UUPA menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan
pembaharuan agraria. Oleh sebab itu pasca pemberlakuan UUPA, pemerintah
melakukan penataan ulang masalah agraria di Indonesia
Dalam perombakan struktur agraria, pemerintah melakukan langkah-langkah
revolusioner, yaitu: Pendaftaran ulang tanah, penentuan tanah berlebih, mengatur
kembali mengenai masalah bagi hasil serta puncak dari kebijakan revolusioner
tersebut adalah redistribusi tanah.
Pasal 19 undang-undang pokok agraria membahas mengenai pendaftran tanah
5
dan pemberian surat tanda bukti. Selain itu untuk petunjuk pelaksanaan
pendaftaran tanah, pemerintah kembali mengeluarkan peraturan melalui PP No 10
tahun 1961 tentang pendaftaran tanah. (Supriadi, 2007: 164).
Setelah didapat data-data tentang kepemilikan data program selanjutnya adalah
penentuan tanah berlebih yang tercantum dalam pasal 7 UUPA yang berbunyi,”
untuk tidak merugikan kepentingan umum maka kepemilikan dan penguasaan
tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan”.
Selanjutnya, pasca pemberlakuan UUPA pemerintah melakukan penataan kembali
mengenai pengaturan bagi hasil pertanian peraturan bagi hasil diundangkan dalam
UU No 2 tahun 1960. Bagi hasil menjadi salah satu program Landreform.
Mengingat banyaknya tanah yang digarap bukan oleh sang pemilik lahan, dengan
istilah maro dan sebagainya.
Menurut Kuntowijoyo pada tahun 1960an ada 1.5 juta hektar tanah dipulau jawa
yang dikerjakan oleh penggarap (Kuntowijoyo, 1994; 42). Berdasarkan kondisi
tersebut maka sangat diperlukan reformasi peraturan bagi hasil, dengan tujuan:
1) Untuk menegakkan keadilan dalam hubungan antara pemilik lahan dan penggarap.
2) Untuk melindungi penggarap yang kedudukannya biasanya lemah terhadap pemilik tanah yang ekonomis yang lebih kuat.
3) Untuk merangsang penggarap agar berusaha lebih keras menambah produksi ( Selo Soemardjan, dalam dua abad penguasaan tanah,1984:110).
Dengan dikeluarkannya kebijakan bagi hasil ini, pemerintah melalui menteri
agraria mengeluarkan intruksi, bahwa bagian untuk penggarap tidak boleh kurang
6
Sedangkan untuk tujuan pengawasan pemilik tanah diminta untuk mendaftarkan
tiap perjanjian bagi hasil atas tanahnya di kantor administrasi desa. Kalalaian
dalam memenuhi persyarakat bagi hasil dikenakan denda setinggi-tingginya
Rp. 10.000,00. ( Selo Soemardjan, 1984:110).
Puncak dari perombakan penataan masalah agraria di Indonesia adalah redistribusi
tanah. Redistribusi tanah dilatarbelakangi oleh keadaan dimana terdapat sebagian
besar tanah pertanian yang luas dimiliki oleh beberapa orang saja. Di lain pihak
adanya bagian-bagian tanah pertanian yang kecil (tidak luas) yang dimiliki oleh
sebagian besar rakyat, khususnya para petani yang sangat menggantungkan
kehidupannya dari usaha pertanian yang dikelolanya dan dengan
sungguh-sungguh memanfaatkannya.
B. Analisis Masalah B.1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat mengidentifikasi masalah
sebagai berikut :
1. Pasca pemberlakuan undang-undang pokok agraria tahun 1960
pemerintah mengadakan pendaftaran ulang kepemilikan tanah.
2. Pasca pemberlakuan undang-undang pokok agraria tahun 1960
membuat ketentuan tentang tanah berlebih.
3. Pasca pemberlakuan undang-undang pokok agraria tahun 1960
pemerintah mengadakan penataan ulang tentang ketentuan bagi hasil.
4. Pasca pemberlakuan undang-undang pokok agraria tahun 1960
7
B.2. Batasan Masalah
Agar masalah yang akan dikaji tidak terlalu luas, maka penulis membatasi
masalah pada pelaksanaan redistribusi tanah pasca pemberlakuan undang-undang
pokok agraria.
B.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka penulis dapat merumuskan
masalah yaitu bagaimanakah pelaksanaan redistribusi tanah di Indonesia pasca
pemberlakuan undang-undang pokok agraria tahun 1960?
C. Tujuan, Kegunaan dan Ruang Lingkup Penelitian C.1. Tujuan Penelitian
Secara teoritis tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan
redistribusi tanah pasca pemberlakuan undang-undang pokok agraria tahun 1960..
C.2. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka kegunaan dari
penelitian ini adalah :
1. Dapat menambah wawasan bagi para pembaca mengenai
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960.
2. Dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca pelaksanaan
redistribusi tanah pasca pemberlakuan undang-undang pokok agraria
8
3. Sebagai bahan tambahan materi Sejarah Indonesia Kontemporer,
khususnya yang membahas tentang kebijakan pemerintah dalam
bidang agraria pada masa demokrasi terpimpin.
C.3. Ruang Lingkup Penelitian
Mengingat masalah di atas cukup umum dalam penelitian untuk menghindari
kesalahpahaman, maka dalam hal ini peneliti memberikan kejelasan tentang
sasaran dan tujuan peneliti mencakup :
1. Objek Penelitian : Pelaksanaan redistribusi tanah pasca pemberlakuan
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960
2. Subjek Penelitian : Pemerintah Orde Lama
3. Tempat Penelitian : Perpustakaan Unila dan Perpustakaan Daerah
Lampung
4. Waktu Penelitian : Tahun 2013
9
REFERENSI
Supriadi. 2007. Hukum Agraria. Sinar Grafika: Jakarta. Halaman 10.
Noer Fauzi. 1999. Petani dan Penguasa: Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia. Insist Press, KPA, dan Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Halaman 54.
Boedi Harsono. 1997. Undang-Undang Pokok Agraria Sedjarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agrarian; Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan : Jakarta. Halaman 45.
Ibid. Halaman125.
Supriadi. 2007. Op Cit. Halaman 164
Sediono M. P Tjondronegoro, dan Gunawan Wiradi. 1984. Dua Abad Penguasaan Tanah, Pola Penguasaan Tanah di Jawa Dari Masa ke Masa. PT. Gramedia: Jakarta. Halaman 110
II. TINJAUAN PUSTAKA
KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA
A. Tinjauan Pustaka
A.1. Konsep Tinjauan Historis
Kata tinjauan historis secara etimologi terdiri dari dua kata, yakni tinjauan dan
historis. Kata tinjauan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata tinjau yang berarti
melihat, menjenguk, memeriksa, dan meneliti untuk kemudian menarik
kesimpulan (Kamisa, 1997: 554). Kata historis berasal dari kata benda Yunani
Istoria, yang berarti ilmu (Notosusanto, 1984: 27). Dalam perkembangan jaman,
kata Latin yang sama artinya yakni Scientia lebih sering dipergunakan untuk
menyebutkan kajian sistematis non kronologis mengenai gejala alam, sedangkan
kata istoria biasanya diperuntukkan bagi penelitian mengenai gejala-gejala
(terutama hal ihwal manusia) dalam urutan kronologis.
Menurut definisi yang paling umum, kata History kini berarti “masa lampau umat
manusia. Sejarah menurut bahasa Jerman adalah Geschichte, yang berasal dari
kata Genschehen yang berarti terjadi” (Notosusanto,1984: 28). Sedangkan dalam
bahasa Indonesia kata Historis dikenal dengan istilah sejarah. “Adapun pengertian
Historis atau sejarah adalah deskripsi yang terpadu dari keadaan-keadaan atau
10
untuk mencari kebenaran”. (Nazir, 2005). Menurut H. Ruslan Abdulgani yang
dikutip oleh Mohammad Ali, mengatakan bahwa:
“Sejarah ialah salah satu bidang ilmu yang meneliti dan menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa lampau, beserta kejadian-kejadiannya dengan maksud untuk kemudian menilai secara kritis seluruh penelitian dan penyelidikan tersebut, untuk akhirnya dijadikan perbendaharaan pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah program masa depan”. (Ali, 1974: 30).
Berdasarkan beberapa konsep di atas, maka sejarah adalah suatu ilmu yang
mempelajari tentang peristiwa-peristiwa masa lampau yang dilakukan oleh
manusia dan ditulis secara kritis dan sistematis yang digunakan sebagai acuan
untuk mengetahui serta menentukan kebijakan untuk masa sekarang dan masa
yang akan datang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tinjauan historis memiliki pengertian
sebagai suatu bentuk penyelidikan ataupun penelitian terhadap gejala peristiwa
masa lampau manusia baik individu maupun kelompok beserta lingkungannya
yang ditulis secara ilmiah, kritis dan sistematis yang meliputi urutan fakta dan
masa kejadian peristiwa yang telah berlalu atau dengan kata lain secara
kronologis, dengan tafsiran dan penjelasan yang mendukung serta memberi
pengertian terhadap gejala peristiwa tersebut.
Dalam mempelajari sejarah, ada beberapa manfaat dan kegunaannya. Menurut
Nugroho Notosusanto, kegunaan sejarah ada tiga yaitu :
11
2. Memberi ilham (inspiratif), bahwa tindakan kepahlawanan dan peristiwa-peristiwa di masa lampau dapat mengilhami kita semua pada taraf perjuangan sekarang. Peristiwa- peristiwa yang benar akan memberi ilham yang besar pula.
3. Memberi kesenangan (rekreatif), bahwa kita bisa terpesona oleh kisah yang baik, sebagaimana kita bisa terpesona oleh sebuah roman yang bagus dengan sedihnya kita berhasil mengangkat seni.
(Notosusanto, 1984: 30).
Berdasarkan beberapa konsep di atas, perlu dikemukakan juga bahwa manfaat
mempelajari sejarah adalah agar kita dapat mengetahui peristiwa masa lampau
yang dilakukan manusia yang menjadi inspirasi dan acuan untuk melakukan
tindakan yang bijaksana pada masa sekarang dan yang akan datang.
Jadi, tinjauan historis adalah suatu penelitian dengan meninjau kembali
kejadian-kejadian di masa lampau dengan melalui dokumen-dokumen, arsip atau benda
peninggalan yang merupakan bukti autentik peristiwa di masa lampau.
A.2 Konsep Pemberlakuan Undang-Undang
Syarat mutlak berlakunya sebuah undang-undang ialah diundangkannya dalam
lembaran negara oleh sekretaris negara. Undang-undang mulai berlaku menurut
tanggal yang ditentukan dalam undang itu sendiri. Jika di dalam
undang-undang itu sendiri tidak memuat kapan undang-undang-undang-undang itu akan berlaku, maka
untuk Pulau Jawa mulai berlaku sejak hari ke tiga puluh setelah diundangkannya
dalam lembaran negara serta seratus hari untuk diluar jawa. (Ainur Arrasyd, 53).
Berdasarkan teori ini maka undang-undang pokok agraria tahun 1960 mulai
berlaku saat diundangkannya dan tercatat dalam lembaran negara. Hal ini sesuai
12
undang-undang ini disebut undang-undang agraria dan mulai berlaku mulai
tanggal diundangkannnya.
A.3 Konsep Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960
Dari awal pembentukan panitia agraria sampai disahkannya Undang-Undang
Pokok Agraria dibutuhkan waktu selama 12 tahun. Upaya pemerintah untuk
membentuk panitia Undang-Undang Agraria yang baru ini diawali dengan
membentuk Panitia Yogya pada tahun 1948 yang memiliki tugas menyusun draft
Undang-Undang Agraria.
Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria yang baru ini bermaksud
menggantikan Undang-Undang Agraria warisan Pemerintahan Kolonial Belanda
yang tidak sesuai lagi dengan semangat kemerdekaan Indonesia.
“Undang-undang pokok ini bermaksud membuat peraturan hukum yang berlaku untuk semua golongan penduduk tanpa terkecuali. Dengan undang-undang ini dicabutlah sebagian besar ketentuan-ketentuan hukum yang termuat dalam buku II kitab undang-undang hukum perdata (Burgerlijk Wetboek, B.W ) dan hak-hak atas tanah menurut hukum eropa yang mendasarkan diri kepada ketentuan-letentuan dalam kitab itu”. (Wignjosoebroto 1994: 212).
Undang-undang yang dicabut setelah pemerintah memberlakukan undang-undang
pokok adalah sistem undang-undang yang bertalian erat dengan kepentingan
penjajah. Peraturan yang bersifat umum maupun khusus, yaitu: pasal Agrarische
Besluit, Algemene Domein Verklaring, Domein Verklaring untuk Sumatra dan
Domein Verklaring untuk keresidenan Manado (Muchsin, 2007: 50).
Dalam sidang DPR-GR tanggal 12 September 1960 Menteri Agraria Sadjarwo
13
dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari
cengkraman pengaruh dan sisa penjajahan. Khususnya perjuangan kaum tani
untuk membebaskan diri dari kekangan sistem feodal atas tanah dan pemerasan
kaum modal asing.
Berdasarkan penjabaran di atas Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960
merupakan kebijakan pemerintah yang berbentuk undang-undang mengenai
masalah pertanahan nasional yang mulai dibentuk olah panitia agraria tahun 1948,
disahkan dan mulai berlaku tanggal 24 September 1960 yang bertujuan
menggantikan undang-undang agraria warisan pemerintahan kolonial Belanda.
Tujuan pokok dari diundangkannya UUPA adalah (i) meletakkan dasar-dasar bagi
penyusunan hukum agraria nasional, yang merupakan alat untuk membawakan
kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat
tani, dalam rangka masyarakat adil dan makmur, (ii) meletakkan dasar-dasar
untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan, (iii)
meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak
atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
Dari uraian diatas maka terdapat tiga konsep dasar dalam UUPA yaitu:
a. hukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum
adat;
Eksistensi dan wewenang negara sebagai organisasi tertinggi bangsa dinyatakan
dalam hak menguasai negara atas bumi, air, dan ruang angkasa sebagai penjabaran
pasal 33 UUD 1945 yang digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran
14
b. Pelaksanaan program Landreform.
Asas-asas dan ketentuan pokok Landreform dijumpai dalam UUPA. Landreform
dalam arti sempit merupakan serangkaian tindakan dalam rangka Agraria Reform
Indonesia (Boedi Harsono, 1999:350). Oleh Effendi Perangin (1986:121)
membagi program Landreform dalam arti sempit dan Landreform dalam arti luas.
Program Landreform dalam arti luas biasa disebut Agraria atau Reform atau
Pancaagraria.
c. Program yang meliputi:
Pembaharuan hukum agraria yaitu dengan mengadakan perombakan terhadap
sendi-sendi hukum agraria lama yang tidak sesuai dengan kondisi dan situasi
jaman dan menggantikan dengan perkembangan masyarakat modern.
UUPA hanyalah pokok tentang peraturan-peraturan mengenai masalah agraria,
maka demi kelancaran dalam pelaksaannya pemerintah melengkapi UUPA
dengan peraturan-peraturan lain :
1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 56/60 tentang penetapan luas tanah
2. Undang-Undang Nomor 2 tahun tahun 1960 tentang bagi hasil
3. Peraturan Pemerintah Nomor 224 tahun 1961 tentang pelaksanaan pembagian tanah dan pemberian ganti rugi.(Kartasapoetra, 1991: 104).
A.4. Konsep Landreform
Landreform berasal dari bahasa Inggris yaitu “Land” dan “Reform”. Land artinya
tanah, sedang Reform artinya perombakan atau perubahan untuk membangun atau
membentuk atau menata kembali struktur pertanian baru. Landreform dalam arti
sempit adalah penataan ulang struktur penguasaan dan pemilikan tanah,
15
Boedi Harsono menyatakan bahwa :
“Landreform meliputi perompakan mengenai kepemilikan dan
penguasaan tanah serta hubungan-hubungan yang bersangkutan dengan penguasaaan tanah. Ini berarti bahwa nampaknya selama belum dilaksanakannya landreform keadaan pemilikan dan penguasaan tanah di Indonesia dipandang perlu dirubah strukturnya. (Harsono, 1997: 364)
Menurut King menunjukan bahwa pada umumnya perbedaan pengertian dan
definisi menyoroti 2 pengertian secara umum, yaitu :
1. Landreform is a inveriably a more t, publiciy controlled change in the existing character of land ownership.
2. It normally attempt a diffusion of wealth and produstive capacity. (Supriadi, 2007: 202).
Bila dilihat dari arti di atas, pada dasarnya Landreform memerlukan program
redistribusi tanah untuk keuntungan pihak yang mengerjakan tanah dan
pembatasan dalam hak-hak individu atas sumber-sumber tanah. Di Indonesia
terdapat perbedaan antara agraria reform dan Landreform. Agrarian reform
diartikan sebagai landreform dalam arti luas yang meliputi 5 program:
1. Pembaharuan Hukum Agraria.
2. Penghapusan hak-hak asing dan konsepsi-konsepsi kolonial atas tanah.
3. Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur.
4. Perombakam mengenal pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan penguasaan tanah.
5. Perencanaan persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu secara berencana sesuai dengan daya kesanggupan kemampuannya. (Harsono 1997: 3).
Cohen mengartikan reformasi agraria adalah berbagai upaya yang luas dari
pemerintah yang mencakup berbagai macam kebijakan pembangunan melalui
cara-cara: peraturan restribusi tanah, upaya-upaya menumbuhkan produktivitas,
kredit kelembagaan, pajak pertanahan, peraturan mengenai penyakapan dan upah,
16
Pembaharuan agraria yang efektif, menurut Flores haruslah memenuhi beberapa
kriteria berikut ini: Pembaharuan agraria haruslah mengambil tanah produktif
beserta pendapatannya, Pembaharuan agraria haruslah dilakukan sesegera
mungkin dan secara masif (meluas) serta pembaruan agraria haruslah disertai oleh
kebijakan pembangunan yang lebih bersemangat di dalam pertanian maupun di
luarnya.
Pembaharuan agraria adalah suatu upaya korektif untuk menata ulang struktur
agraria yang timpang, yang memungkinkan eksploitasi manusia atas manusia,
menuju tatanan baru dengan struktur yang bersendi kepada keadilan agraria.
B. Kerangka Pikir
Pasca kemerdekaan pemerintah dituntut untuk menciptakan suatu
Undang-Undang Agraria yang baru sebagai ganti dari Agrarische Wet Warisan kolonial
Belanda. Desakan ditimbulkan dari pakar hukum serta organisasi-organisasi.
Untuk menciptakan Undang-Undang Agraria yang baru, pemerintah membentuk
panitia khusus yang terdiri dari pakar hukum. Diperlukan waktu 12 tahun dalam
penyusunan Undang-Undang Agraria tersebut, terhitung sejak dibentuk panitia
awal pada tahun 1948 sampai diberlakukanya Undang-Undang Agraria yang baru
itu tahun 1960.
Pasca pemberlakuan undang-undang agraria yang baru, pemerintahan Soekarno
mengambil kebijakan-kebijakan strategis mengenai masalah agraria di Indonesia.
Pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan agraria baru yang sesuai dengan
17
Untuk menciptakan kondisi yang stabil di Indonesia terutama dalam masalah
agraria, pemerintah mengadakan pendataan ulang tanah-tanah garapan yang ada di
Indonesia baik itu yang sedang digarap oleh petani maupun tanah yang
terbengkalai, disusul dengan pendistribusian tanah-tanah kepada seluruh petani di
Indonesia, agar tidak ada lagi petani yang tidak memiliki lahan garapan.
Pembaharuan agraria setelah pemberlakuan UUPA bersifat menyeluruh, mulai
dari pendataan ulang tanah-tanah yang ada sampai pembagian tanah tersebut
kepada petani yang berhak dan pantas menerimanya dengan harapan tercapainya
kesejahteraan kepada seluruh masyarakat indonesia. Cita-cita ini sudah tertuang
18
C. Paradigma
Pelaksanaan Hasil
Keterangan:
: garis kebijakan
: garis sebab
Penataan ulang masalah agraria Pemberlakuan UUPA 1960
19
REFERENSI
Nugroho Notosusanto. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Suatu Pengalaman). Inti Idayu Prees. Jakarta. Halaman 27.
Ibid. Halaman 28.
Ibid. Halaman 30.
Chainur arrasjid.2006. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Sinar Grafika : Jakarta. Halaman 53
Soetandyo Wignjosoebroto. 1994. Dari Hukum Kolonial Ke Hukum Nasional (Dinamika Sosial Politik Dalam Perkembangan Hukum di Indonesia) Rajawali Press, Jakarta. Halaman 212.
Boedi Harsono. 1997. Undang-Undang Pokok Agraria Sedjarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agrarian; Isi Dan Pelaksanaannya, Djambatan : Jakarta. Halaman 350.
Kartasapoetra dkk. 1986. Masalah Pertanahan di Indonesia. PT Bina Aksara: Jakarta. Halaman 104.
III. METODE PENELITIAN
A.Metode yang Digunakan
Penggunaan metode dalam suatu penelitian merupakan suatu hal yang penting, hal
ini mengkarenakan metode merupakan faktor yang penting dalam memecahkan
suatu masalah bagi sebuah penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Husin
Sayuti bahwa metode merupakan suatu cara atau jalan sehubungan dengan upaya
ilmiah, maka metode menyangkut masalah kinerja yaitu cara kerja untuk
memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu tersebut (Sayuti, 1989: 32),
sedangkan menurut Surachmad metode adalah suatu cara utama yang digunakan
untuk mencapai tujuan, misalnya untuk menguji hipotesis dengan menggunakan
teknik atau alat-alat tertentu (Surachmad, 1984: 121). Gunawan Wiradi dalam
buku metodologi penelitian agraria menjelaskan metode penelitian adalah
seperangkat langkah-langkah teknis yang tersusun secara sistematis dan logis serta
terkerangka atas dasar prinsip-prinsip ilmiah untuk melakukan penelitian. (Wiradi,
2009: 58).
Berdasarkan ketiga pengertian metode di atas, maka dapat dijelaskan bahwa
metode adalah suatu cara ilmiah yang sistematis dan logis yang digunakan untuk
memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu tertentu yang dapat menguji suatu
20
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
historis. Nugroho Notosusanto mengemukakan bahwa metode historis adalah
sebagai berikut :
“Metode historis merupakan sekumpulan prinsip-prinsip yang sistematis yang dimaksudkan untuk memberikan bantuan secara efektif dalam usaha mengumpulkan bahan-bahan bagi sejarah, menilai secara kritis dan kemudian menyajikan suatu sintesa daripada hasil-hasilnya biasanya dalam bentuk tertulis.” (Notosusanto, 1984: 11).
Menurut Hadari Nawawi dalam bukunya Metode Penelitian Bidang Sosial,
menjelaskan:
Metode penelitian historis adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau peninggalan-peninggalan, baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan yang berlangsung pada masa lalu terlepas dari keadaan masa sekarang maupun untuk memahami kejadian atau keadaan masa lalu, selanjutnya kerap kali juga hasilnya dapat dipergunakan untuk meramalkan kejadian atau keadaan masa yang akan datang. (Hadari Nawawi dan Mimi Martini, 2001: 79)
Sedangkan menurut Hugiono dan Poerwantana metode sejarah hendaknya
diartikan lebih luas, tidak hanya pelajaran mengenai analisis kritik saja melainkan
juga meliputi usaha sintesa daripada data yang ada sehingga menjadi penyajian
dan kisah sejarah yang dapat dipercaya. (Hugiono dan Poerwanta, 1992: 25).
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa metode historis adalah cara yang
digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah dengan mengumpulkan fakta dan
data berupa arsip-arsip atau dokumen yang disusun secara sistematis dan evaluasi
yang objektif dari data yang berhubungan dengan kejadian masa lampau untuk
memahami kejadian atau keadaan baik masa lalu atau masa sekarang.
Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam penelitian historis menurut
21
1. Heuristik adalah proses mencari dan menemukan data-data atau sumber-sumber sejarah.
2. Kritik adalah menyelidiki apakah jejak-jejak sejarah sejati baik isi maupun bentuknya.
3. Interpretasi adalah setelah mendapatkan fakta-fakta yang diperlukan maka kita merangkaikan fakta-fakta itu menjadi keseluruhan yang masuk akal.
4. Historiografi adalah suatu kegiatan penulisan dalam bentuk laporan hasil penelitian.
(Notosusanto, 1984: 84).
Berdasarkan langkah-langkah penelitian historis di atas, maka langkah-langkah
penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah :
1. Heuristik
Peneliti mencoba mencari dan mengumpulkan data-data yang diperlukan
dan berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Pada tahap ini,
peneliti melakukan pencarian terhadap sumber-sumber penelitian yang
dapat berupa buku dan majalah yang akan dijadikan referensi dalam
melakukan penelitian.
2. Kritik
Setelah data terkumpul, kegiatan peneliti selanjutnya adalah melakukan
kritik terhadap sumber-sumber yang telah didapat untuk menguji apakah
data yang diperoleh tersebut valid dan dapat menunjang kegiatan
penelitian yang akan dilaksanakan. Kritik yang diberikan dapat berupa
kritik internal dan kritik eksternal. Kritik internal bertujuan untuk
meneliti kebenaran isi dari sumber yang telah didapat. Kritik eksternal
bertujuan untuk melihat apakah data yang didapat tersebut asli atau palsu.
3. Interpretasi
Pada tahap ini, peneliti melakukan penafsiran terhadap data-data yang
22
merangkaikan fakta-fakta yang berhubungan dengan penelitian yang akan
dilaksanakan agar menjadi keseluruhan yang masuk akal.
4. Historiografi
Pada tahap terakhir ini, dilakukan perangkaian fakta sejarah, konsep dan
generalisasi sesuai dengan prosedur penulisan sejarah yang sistematis
dalam bentuk laporan penelitian.
B. Variabel Penelitian
Menurut Hadari Nawawi, variabel adalah himpunan sejumlah gejala yang
memiliki beberapa aspek atau unsur di dalamnya yang dapat bersumber dari
kondisi objek penelitian, tetapi dapat pula berada di luar dan berpengaruh pada
objek penelitian. (Hadari Nawawi, 1995; 55). Menurut Suharsimi Arikunto,
Variabel adalah sesuatu yang menjadi objek penelitian atau faktor-faktor yang
berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti.
(Arikunto, 1989: 78).
Suatu variabel terdiri dari satu atau lebih gejala yang mungkin terjadi dari
beberapa aspek yang tidak dapat dipisahkan. Aspek atau fungsi tersebut
menentukan fungsi variabel sehingga salah satu di antaranya pada variabel yang
memiliki lebih dari satu aspek akan memengaruhi fungsinya terhadap masalah
yang akan diselidiki. Pada awal perencanaan kegiatan secara jelas menunjukkan
bahwa variabel-variabel yang ada harus dipisahkan untuk membedakan perubahan
yang ada. Hal ini bertujuan sebagai strategi untuk memudahkan melihat
23
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka variabel adalah sesuatu yang
menjadi obyek atau perhatian dalam penelitian. Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah variabel tunggal dengan fokus penelitian upaya pemerintah
dalam menata laksanai Undang Undang Pokok Agraria tahun 1960. Penggunaan
variabel tunggal bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam merumuskan objek
atau inti dari penelitian yang hanya terdiri dari satu objek penelitian.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan salah satu tahapan penting dari penelitian,
karena itu diperlukan teknik pengumpulan data yang tepat dan relevan sehingga
data-data yang diperoleh dapat sesuai dengan sasaran utamanya yaitu menjawab
permasalahan dalam penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
C.1. Teknik Kepustakaan
Teknik studi kepustakaan mempelajari buku-buku yang ada relevansinya dengan
masalah yang akan diteliti. Dengan demikian dapat memperluas pengetahuan
dalam menganalisa permasalahan. Teknik ini dipergunakan untuk mengumpulkan
data dari berbagai informasi yang berupa teori-teori, generalisasi, ataupun
konsep-konsep yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.
Menurut Koentjaraningrat studi pustaka adalah suatu cara pengumpulan data dan
informasi dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat perpustakaan,
misalnya koran, catatan-catatan, kisah-kisah sejarah, dokumen, dan sebagainya
24
Menurut pendapat lain teknik studi kepustakaan dilaksanakan dengan cara
mendapatkan sumber-sumber data yang diperoleh dari perpustakaan yaitu dengan
mempelajari buku-buku literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
(Nawawi, 1995: 133). Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara
mempelajari buku–buku dalam usaha untuk memperoleh beberapa teori maupun
argumen yang dikemukakan oleh para ahli terkait dengan masalah yang diteliti.
C.2. Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui sumber tertulis
terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku, teori, dalil-dalil atau
hukum-hukum dan lain-lain, yang berhubungan dengan masalah yang akan di
teliti. (Nawawi, 1995: 134). Menurut Suharsimi Arikunto, dokumentasi adalah
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip,
majalah, surat kabar, agenda, dan sebagainya. (Arikunto, 1989: 188).
Jadi, dengan mengunakan teknik dokumentasi peneliti berusaha untuk
mengumpulkan buku-buku, surat kabar, dan maupun foto-foto yang relevan
dengan permasalahan yang akan diteliti.
D. Teknik Analisis Data
Data yang terdapat dalam penelitian ini adalah data kualitatif dengan demikian
teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
data kualitatif yaitu data yang berupa fenomena-fenomena yang terjadi yang
25
memerlukan pemikiran dalam menyelesaikan masalah penelitian. Langkah–
langkah dalam mengalisis data dalam suatu penelitian adalah sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Data yang diperoleh di lapangan kemudian dituangkan dalam bentuk laporan,
selanjutnya adalah proses mengubah rekaman data ke dalam pola, kategori dan
disusun secara sistematis. Proses pemilihan, pemusatan perhatian, pengabstrakan
dan transformasi data dari lapangan. Proses ini berlangsung selama penelitian
berlangsung. Fungsi dari reduksi data ini adalah untuk menajamkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisir sehingga
interpretasi bisa ditarik. Data yang direduksi akan memberikan gambaran
mengenai hasil pengamatan yang mempermudah peneliti dalam mencari kembali
data yang diperoleh jika diperlukan.
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah penampilan data sekumpulan data yang memberi
kemungkinan untuk menarik kesimpulan dari pengambilan tindakan. Bentuk
penyajiannya antara lain dengan cara memasukkan data ke dalam sejumlah
matrik, grafik, dan bagan yang diinginkan atau bisa juga hanya dalam bentuk
naratif saja.
3. Pengambilan Kesimpulan dan verifikasi
Setelah data direduksi, dimasukan ke dalam bentuk bagan, matrik, dan grafik,
maka tindak lanjut peneliti adalah mencari konfigurasi yang mungkin menjelaskan
alur sebab akibat dan sebagainya. Kesimpulan harus senantiasa diuji selama
26
Langkah–langkah yang akan dilakukan peneliti dalam mengambil kesimpulan
adalah :
1) Mencari data-data yang relevan dengan penelitian .
2) Menyusun data-data dan menyeleksi data-data yang diperoleh dari sumber
yang didapat di lapangan.
3) Setelah semua data diseleksi barulah ditarik kesimpulan dan hasilnya
27
REFERENSI
Husin Sayuti. 1989. Pengantar Metodologi Riset. Fajar Agung: Jakarta. Halaman 32.
Winarno Surakhmad. 1984. Pengantar Penelitian Ilmiah. Tarsito: Bandung. Halaman 121.
Wiradi, Gunawan. 2009. Metodologi Studi Agraria. Sajogyo institute: Bogor. Halaman 58.
Nugroho Notosusanto. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Suatu Pengalaman). Inti Idayu Prees: Jakarta. Halaman 11.
Hadari Nawawi. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada university Press: Yogyakarta. Halaman 55.
Suharsimi Arikunto. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka Cipta: Jakarta. Halaman 78.
Hugiono dan Poerwanta. 1992. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 25.
Nugroho Notosusanto. 1984. Op. Cit. Halaman 84
Hadari Nawawi dan Mimi Martini. 2001. Penelitian Terapan. Gajah Mada Press: Yogyakarta. Halaman 79.
Koentjaraningrat. 1997. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia: Jakarta. Halaman 8.
Hadari Nawawi. 1995. Op. Cit. Halaman 133. Ibid. Halaman 134.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan redistribusi tanah pasca pemerberlakuan undang-undang pokok
agraria adalah sebagai berikut :
1. Pemberlakuan undang-undang pokok agraria tahun 1960 adalah landasan
hukum penataan ulang masalah agraria indonesia serta redistribusi tanah
adalah puncak dari penataan ulang masalah agraria pasca pemberlakuan
UUPA tahun 1960.
2. Selain berdasarkan UUPA pelaksanaan redistribusi tanah juga memiliki
petunjuk pelaksanaan yang berupa Keppres, Perppu, Peraturan Menteri
Agraria dan Keputusan Menteri Agraria. Dalam rentang waktu tahun
1961-1965 ada 8 landasan hukum yang berkenaan dengan petunjuk
pelaksanaan redistribusi tanah.
3. Redistribusi tanah merupakan pengambil alihan sebagian atau seluruh
tanah yang dimiliki para tuan tanah melalui proses ganti rugi yang diatur
undang-undang dan kemudian dibagikan kembali yang tidak memiliki
67
4. Pada masa orde lama, redistribusi tanah berlangsung dua tahap dengan
hasil yang dicapai sebanyak 801.317 hektar dibagikan kepada 847.143
keluarga petani, dengan rata-rata mendapatkan 0,94 hektar per keluarga
petani.
5. Faktanya redistribusi tanah bukan hanya program pemerintahan orde lama,
karena pemerintahan selajutnya tetap melaksanakan redistribusi tanah
walaupun hasil yang dicapai belum menyamai hasil yang dicapai
pemerintah orde lama.
B. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut :
1) Mempersiapkan program hendaknya dilakukan lebih matang dengan
memperhitungkan kondisi sekitar yang kemungkinan dapat mempengaruhi
hasil dari suatu kebijakan.
2) Memberikan pemahaman kepada masyarakat indonesia untuk lebih
mementingkan kepentiangan negara. Karena apabila semua pihak lebih
mementingkan masalah negara maka akan terhindarnya konflik yang
disebabkan kepentingan kelompok atau golongan.
3) Perlunya pemberian pemahaman lebih terhadap generasi muda bahwa
Undang-Undang Pokok Agraria bukan hanya bagian dari ilmu hukum
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik. 1985. Ilmu Sejarah Dan Historiografi. Gramedia : Jakarta
Achmadi, Kukuh. 1977. Pengantar Hukum Agraria. Usaha nasional : Surabaya
Achdian, Andi. 2009. Tanah Bagi Yang tak bertanah. Kekal Press : Bogor. 131 halaman
Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka Cipta: Jakarta. 314 Halaman.
Bukhory, Mochtar. 2007. Evaluasi Pendidikan di Indonesia, dari Kweekschool Sampai ke IKIP. Insist Press : Yogyakarta. 235 halaman.
Chainur, Arrasjid.2006. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Sinar Grafika ;Jakarta 167 halaman
Fakih, Mansour.1995. Tanah, Rakyat dan Penguasa,LSM-LPM: Yogyakarta 224 halaman
Fauzi, Noer. 1999. Petani dan Penguasa: Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia. Yogyakarta: Insist Press, KPA, dan Pustaka Pelajar.316 Halaman
Gottschalk, Louis penerjemah Nugroho Notosusanto. 1986. Mengerti Sejarah. Universitas Indonesia Press: Jakarta. 215 Halaman.
Harsono, Boedi.1997. Undang-Undang Pokok Agraria Sedjarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agrarian; Isi Dan Pelaksanaannya, Djambatan : Jakarta. 657 halaman.
Kartodirdjo, Sartono.1984. Ratu Adil. Sinar Harapan : Jakarta.
Koentjaraningrat. 1977. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia: Jakarta. 309 Halaman.
Leirrisa. 1996. Sejarah Perekonomian Indonesia. Academia Pressindo: Jakarta. 132 Halaman. 205 Halaman.
Muchsin, Dkk. 2007. Hukum Agrarian Indonesia Dalam Perspektif Sejarah. Refika Aditama : Bandung. 136 halaman
Nawawi, Hadari dan Mimi Martini. 1994. Penelitian Terapan. Gajah Mada Press: Yogyakarta. 267 Halaman.
Nawawi, Hadari. 1985. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada university Press: Yogyakarta. 301 Halaman.
Parlindungan, A.P. 1987. Landreform di Indonesia. Alumni: Bandung. 140 halaman
Sanit, Arbi. 2000. Badai Revolusi Sketsa Kekuatan Politik Pki Di Jawa Tengah Dan Jawa Timur. Pustaka pelajar : yogyakarta.252 halaman
Sayuti, Husin. 1989. Pengantar Metodologi Riset. Fajar Agung: Jakarta. 150 Halaman.
Soetandyo Wignjosoebroto . Dari Hukum Colonial Kehukum Nasional (Dinamika Sosial Politik Dalam Perkembangan Hokum Di Indonesia) Rajawali Press,1994 Jakarta. 257 halaman
Soetiknjo, Iman.1994. Politik Agraria Nasional. Gajah Mada university Press: Yogyakarta. 150 halaman.
Supriadi. 2007. Hukum Agraria.Sinar Grafika: Jakarta. 446 halaman
Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Tarsito: Bandung. 342 halaman.
Tim Pustaka Phoenix. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Media pustaka: Jakarta. 1213 halaman.
Tjondronegoro, Sediono M. P dan Gunawan Wiradi. 1984. Dua Abad Penguasaan Tanah, Pola Penguasaan Tanah di Jawa Dari Masa ke Masa. PT. Gramedia: Jakarta. 352 halaman.
Sumber Internet:
http://www.syarikat.org/article/reformasi-agraria-indonesia
diakses 15 Agustus 2013
http://www.berdikarionline.com/opini/20111231/hakekat-reformasi-agraria.html diakses 28 September 2013
http://notarisarief.wordpress.com/2011/04/28/program-landreform-pada-massa-orde-lama/ diakses 28 September 2013
http://herukuswanto.dosen.narotama.ac.id/files/2011/05/Handout-Politik-Agraria-3-Reformasi-Agraria-Era-Globalisasi.pdf diakses 9 Oktober 2013
http://maferdyyuliussh.wordpress.com/reformasi-agraria/ diakses 9 Oktober 2013
http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang pokok agraria. diakses 9 Oktober 2013
http://www.spi.or.id/?page_id=343 diakses 9 Oktober 2013
http://www.bpn.go.id/Publikasi/Peraturan-Perundangan). Diakses 15 Januari 2013
http://www.bpn.go.id/Publikasi/Peraturan-Perundangan/keputusan-presiden-nomor-131-tahun 1961. Diakses 15 Januari 2013
http://www.bpn.go.id/i/keputusan-presiden-nomor 263 tahun 1964, Diakses 15 Januari 2013
http://www.bpn.go.id/Publikasi/Peraturan-Perundangan/keputusan-menteri-agraria nomor-88-tahun 1965). Diakses 15 Januari 2013.