• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGANAN PERMASALAHAN SAMPAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (Studi implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2000 Tentang Pembinaan Umum, Ketertiban, Keamanan, Kebersihan, Kesehatan dan Keapikan dalam Wilayah Kota Bandar Lampung Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGANAN PERMASALAHAN SAMPAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (Studi implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2000 Tentang Pembinaan Umum, Ketertiban, Keamanan, Kebersihan, Kesehatan dan Keapikan dalam Wilayah Kota Bandar Lampung Tahun "

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

Pembinaan Umum, Ketertiban, Keamanan, Kebersihan, Kesehatan dan Keapikan dalam Wilayah Kota Bandar Lampung Tahun 2015)

(Skripsi)

Oleh:

M NORI KRISTIYANI RATRANTO

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

ABSTRACT

POLICY IMPLEMENTATION ON HANDLING THE GARBAGE ISSUES IN THE RIVER FLOW AREA OF BANDAR LAMPUNG CITY 2015 (Study of Municipal Act (Perda) No. 8 Of 2000 on the Public Order, Order,

Security, Hygiene, Health and Grace) By

M NORI KRISTIYANI RATRANTO

Water pollution, air pollution and soil contamination are some the environmental issues as the impact of increasing various citizens people activities in the city. Environmental problems are common issue in many big city like in the garbage river flow area. This research aims to describe the implementation of the handling the garbage problem in the watershed as well as the obstacles. The focus of the research consisted of size and policy objectives, the resources, the characteristics of the implementing agencies, the attitude/tendency implementer, communication between the organization and implementing activities, social and political environment. Data used in this research are primary data and secondary data. The primary data collected through interviews and observations, while secondary data are obtained from the dokumentation.

The results show that the implementation of the Perda is not good enough yet. This is because there are several variables that still unfulfilled yet and face several trouble such as size and policy objectives, resources, communication between organization and implementing activities, social and political environment. While related to other variables such as the variable policy objectives, financial resources, communication between organizations in coordinate, the characteristics of the implementing agencies and the attitude/tendency policy implementer have been fulfilled and runs fairly well.

(3)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGANAN PERMASALAHAN SAMPAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI

(Studi Implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2000 Tentang Pembinaan Umum, Ketertiban, Keamanan, Kebersihan, Kesehatan dan

Keapikan dalam Wilayah Kota Bandar Lampung Tahun 2015)

Oleh

M NORI KRISTIYANI RATRANTO

Pencemaran air, pencemaran udara dan pencemaran tanah merupakan salah satu permasalahan lingkungan sebagai dampak berbagai aktivitas penduduk di kota yang semakin meningkat. Permasalahan lingkungan yang umum terjadi di sebagian ibukota adalah adanya sampah di Daerah Aliran Sungai (DAS). Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan implementasi penanganan permasalahan sampah di DAS serta kendalanya. Fokus penelitian terdiri dari ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik agen pelaksana, sikap/kecenderungan para pelaksana, komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana, lingkungan sosial dan politik. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil wawancara dan observasi, sedangkan data sekunder diperoleh dari surat-surat, instruksi Presiden, Peraturan Daerah dan data-data lainnya yang didapatkan di lapangan yang berkaitan dengan fokus penelitian.

Hasil penelitian implementasi penanganan permasalahan sampah di DAS berjalan kurang maksimal. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa variabel yang masih belum terpenuhi dan mengalami beberapa hambatan seperti ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, komunikasi antar ogranisasi dan aktivitas pelaksana, lingkungan sosial dan politik. Sedangkan terkait variabel lainya seperti variabel tujuan kebijakan, sumber daya finansial, komunikasi antar organisasi dalam bentuk koordinasi, karakteristik agen pelaksana dan sikap/kecenderungan pelaksana kebijakan sudah terpenuhi dan berjalan dengan cukup baik.

(4)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGANAN PERMASALAHAN SAMPAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI

(Studi Implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2000 Tentang Pembinaan Umum, Ketertiban, Keamanan, Kebersihan, Kesehatan dan

Keapikan dalam Wilayah Kota Bandar Lampung Tahun 2015)

Oleh:

M NORI KRISTIYANI R

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA ADMINISTRASI NEGARA

Pada

JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

M Nori Kristiyani Ratranto. Dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 19 Juli 1993, penulis merupakan anak ke 2 (dua) dari 2 (dua) bersaudara dari pasangan Bapak FX Riyanto SE MM dan Ibu Theresia Tri Ratri Wigati SE.

(9)

Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh.

-Confusius-Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik.

-Evelyn

Underhill-Lebih baik merasakan sulitnya pendidikan sekarang daripada rasa pahitnya kebodohan kelak.

-Anonim-Hidup tidak menghadiahkan barang sesuatupun kepada manusia tanpa bekerja keras.

(10)

R-PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan Syukur kepada Tuhan YME

Ku Persembahkan Karya Kecil ini untuk yang

menyayangiku

:

Bapak dan Ibuku tercinta

Manusia yang selalu menjadi sumber inspirasi didalam kehidupanku Terima kasih atas segala cinta, pengorbanan, kesabaran, keikhlasan,

dan do a dalam menanti keberhasilanku

Kakakku tersayang

Saudara sekaligus sahabat terbaik

Terimakasih telah menjadi teman untuk bertukar pikiran, berbagi cerita dan selalu memotivasiku untuk sukses

Keluarga besar yang senantiasa mendukungku selama ini

Terima Kasih atas semua dukungan yang telah diberikan

Sahabat Yang Selalu Memberi Warna dalam Hidupku

Terimakasih atas bantuan dan dukungannya selama ini

(11)

Puji syukur saya ucapkan atas segala berkah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa serta berkat doa dan restu dari orang tua tercinta sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul :“Implementasi Kebijakan Penanganan Permasalahan Sampah di Daerah Aliran Sungai (Studi Implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2000 Tentang Pembinaan Umum, Ketertiban, Keamanan, Kebersihan, Kesehatan dan Keapikan dalam Wilayah Kota Bandar Lampung Tahun 2015)”,sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Negara (SAN) pada Jurusan Ilmu

Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas

Lampung.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini karena

keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang peneliti miliki. Pada kesempatan

ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada

pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

antara lain:

1. Bapak Eko Budi Sulistio S.Sos, M.A.P, selaku pembimbing skripsi dan selaku pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu, tenaga, fikiran, bimbingan, pengarahan, saran serta masukan yang telah banyak

(12)

dapat memperbaiki kesalahan dan kekurangan dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. BapakDr. Noverman Duaji, M.Si, selaku dosen penguji penulis yang telah memberikan kritik, saran dan masukan yang baik kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

4. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara.

5. Seluruh dosen Ilmu Administrasi Negara, terimakasih atas segala ilmu yang telah peneliti peroleh selama proses perkuliahan semuga dapat

menjadi bekal yang berharga dalam kehidupan peneliti ke depannya.

6. Ibu Nur selaku staf jurusan Ilmu Administrasi Negara yang selalu memberikan pelayanan bagi penulis yang berkaitan dengan administrasi

dalam penyusunan skripsi ini.

7. Segenap informan penelitian yaitu pihak Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung, Dinas

Kebersihan dan Pertamanan Lingkungan Kota Bandar Lampung, Wahana

Lingkungan Hidup Provinsi Lampung dan seluruh pihak informan yang

telah memberikan izin penelitian serta memberikan informasi, masukan,

(13)

langsung yang sangat berharga bagi penulis.

9. Terimakasih untuk teman-teman terbaik Gerardo Gerry N, Nindya Pratiwi, Iid Apriliani, Vike Youdit, Farrah Annisya, Alisa Rizky M, Toto Sudiyanto, Rinanda Adi Saputra, Rendi Pratama, M Zashika Ericko, Alli Firdaus. Terimakasih untuk kebersamaan dan bantuannya selama ini.

Semoga kita bisa menjalin kebersamaan hingga sukses nanti.

10.Terima Kasih untuk teman-teman seperjuangan Himagara 2011 Esa, Danisa, Farah M, Fatma, Putri, Kartika, Okta C, Raras, Ria, Hesti, Lily,

Seza, Cindi, Astri, Novilia, Bulan, Iis, Tria, Laras, Pebi, Juzna, Kiyo, Jeni,

Intan, Wati, Octavia, Mut, Lisa, Ibnu, Iksan, Fredy, Yori, Fais, Aji, Deni

dan semua teman-teman seangkatan yang tidak bisa disebutkan satu

persatu. Semangat buat kalian, terimakasih banyak atas segala bentuk

bantuan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara FISIP Unila, saya ucapkan terimakasih banyak.

12. Teman-teman di SMA Negeri 3 Bandar Lampung Sigit, Ekha, Henni, Ira, Anis, Shelvina, Vani, Gagah dan semua yang sampai saat ini masih setia memberikan semangat kepada penulis.

(14)

Akhir kata semoga segala kebaikan dan bantuan serta kasih yang diberikan kepada penulis diberkati oleh Tuhan dan penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 17 September 2015 Penulis,

(15)

Halaman

B. Rumusan Masalah Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik... 9

1. Pengertian Kebijakan Publik... 9

2. Tahap-Tahap Kebijakan Publik ... 11

3. Faktor Penentu Dilaksanakan atau Tidaknya Suatu Kebijakan Publik... 13

B. Implementasi Kebijakan Publik ... 16

1. Pengertian Implementasi Kebijakan Publik... 16

2. Model Implementasi Kebijakan Publik Van Meter dan Van Horn.. 18

C. Pencemaran Lingkungan ... 22

1. Pengertian Lingkungan ... 22

2. Pencemaran Lingkungan ... 22

D. Permasalahan Sampah di Daerah Aliran Sungai... 24

1. Pengertian Sampah... 24

2. Jenis dan Sumber Sampah... 26

3. Kualitas dan Kuantitas Sampah ... 28

4. Daerah Aliran Sungai ... 29

5. Dampak Pencemaran Daerah Aliran Sungai ... 30

(16)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 34

B. Fokus Masalah Penelitian ... 35

C. Lokasi Penelitian... 36

D. Instrumen Penelitian ... 36

E. Jenis dan Metode Pengumpulan Data... 37

1. Jenis Data ... 37

2. Metode Pengumpulan Data... 38

F. Teknik Analisis Data... 40

G. Teknik Keabsahan Data ... 42

BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Kota Bandar Lampung ... 46

1. Profil Wilayah Kota Bandar Lampung ... 46

2. Topografi Kota Bandar Lampung ... 47

B. Aliran Sungai di Kota Bandar Lampung ... 48

C. Gambaran Umum Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPPLH) Kota Bandar Lampung... 53

1. Profil BPPLH Kota Bandar Lampung ... 53

2. Visi dan Misi BPPLH Kota Bandar Lampung... 53

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 56

B. Pembahasan... 86

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 96

B. Saran... 98

(17)

Halaman

Bagan 1 Model pendekatan The Policy Implementation Process (Donald Van Metter dan Carl Van Horn)... 21

Bagan 2 Analisis Data Model Interaktif Miles dan Huberman ... 42 Bagan 3 Bagan Struktur Organisasi Badan Pengelolaan dan Pengendalian

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kondisi Sungai Way Kuripan ... 6

Gambar 2 Petugas Tim Bersih Kali ... 70

Gambar 3 Cara Petugas Mengangkut Sampah ke Atas... 71

Gambar 4 Sosialisasi Program Tim Bersih Kali ... 76

(19)

Halaman Tabel 1 Data Volume Sampah Kota Bandar Lampung Tahun 2014 ... 3 Tabel 2 Sungai di Kota Bandar Lampung... 5 Tabel 3 Informan Terkait Implementasi Kebijakan Penanganan

Permasalahan Sampah di Daerah Aliran Sungai ... 39 Tabel 4 Panjang Sungai dan Daerah Aliran Di Kota Bandar Lampung

(20)

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kota sebagai pusat aktivitas manusia memiliki daya tarik tersendiri bagi

masyarakat yang bermukim di pedesaan, sehingga mereka termotivasi untuk

datang ke kota. Hal ini menyebabkan tingkat arus urbanisasi semakin tinggi.

Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di kota maka akan

menimbulkan berbagai permasalahan, salah satunya adalah permasalahan

lingkungan. Pencemaran air, pencemaran udara dan pencemaran tanah

merupakan salah satu permasalahan lingkungan sebagai dampak berbagai

aktivitas penduduk di kota yang semakin meningkat.

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan

semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan

perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan

dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan juga dapat

diartikan menjadi segala sesuatu yang ada di sekitar manusia dan mempengaruhi

perkembangan kehidupan manusia. Dengan demikian dapat dipahami bahwa apa

(21)

terjadi pada lingkungan tersebut juga akan mempengaruhi manusia. Maka sangat

penting bagi kita semua untuk menjaga lingkungan.

Permasalahan lingkungan yang umum terjadi di sebagian ibukota adalah adanya

sampah di Daerah Aliran Sungai (DAS). Keberadaan sampah dapat menjadikan

lahan pencaharian baru bagi sebagian orang, namun tidak menutup kemungkinan

sampah dengan jumlah banyak menjadi masalah lingkungan dan kesehatan. Bagi

masyarakat pedesaan mungkin adanya sampah belum terlalu berpengaruh

terhadap kehidupan mereka karena dengan lahan yang masih luas, masyarakat

mudah untuk mengelola sampah. Akan tetapi bagi masyarakat yang tinggal di

perkotaan adanya sampah menjadi masalah yang tidak mudah untuk dipecahkan.

Sampah di perkotaan telah menjadi perhatian bagi pemerintah pada khususnya

serta pihak swasta dan masyarakat pada umumnya. Adanya timbunan sampah

akan menyebabkan berbagai dampak negatif seperti timbulnya berbagai penyakit,

saluran air yang tersumbat, pencemaran air dan tanah, dan sebagainya.

Kota Bandar Lampung sebagai Ibukota Provinsi Lampung dan salah satu kota

besar di Indonesia. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, Kota Bandar

Lampung memiliki jumlah penduduk sebanyak 881.801 jiwa yang terdiri dari 20

(dua puluh) kecamatan dengan 126 (seratus dua puluh enam) kelurahan. Total

produksi sampah yang dihasilkan di Kota Bandar Lampung tahun 2014 adalah

854,34 ton/hari. Sampah tersebut diangkut oleh Dinas Kebersihan dan

Pertamanan Kota Bandar Lampung menggunakan 27 amrol, 66 dumptruck dan 26

(22)

3

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung. Berikut ini merupakan volume

sampah Kota Bandar Lampung tahun 2014:

Tabel 1 Data Volume Sampah Kota Bandar Lampung Tahun 2014

No Instansi 1 Dinas Kebersihan dan

Pertamanan 176,75 5302,5 63624 2 Dinas Pasar 73,63 2208,9 26506,8 3 Rajabasa 38,57 1157,1 13885,2 4 Tanjung Senang 42,83 1284,9 15418,8 5 Kedaton 30,58 917,4 11008,8 6 Kemiling 31,36 940,8 11289,6 7 Tanjung Karang Barat 29,32 879,6 10555,2 8 Tanjung Karang Pusat 27,1 813 9756 9 Tanjung Karang Timur 25,68 770,4 9244,8 10 Teluk Betung Barat 21,08 632,4 7588,8 11 Teluk Betung Utara 35,16 1054,8 12657,6 12 Teluk Betung Selatan 32,74 982,2 11786,4 13 Panjang 32,74 982,2 11786,4 14 Sukabumi 44,87 1346,1 16153,2 15 Sukarame 25,49 764,7 9176,4 16 Way Halim 26,4 792 9504 17 Langkapura 22,81 684,3 8211,6 18 Teluk Betung Timur 25,7 771 9252 19 Bumi Waras 32,74 982,2 11786,4 20 Labuhan Ratu 24,7 741 8892 21 Kedamaian 25,1 753 9036 22 Enggal 22,7 681 8172 Total 854,34 25451,5 305292

Sumber: Laporan Pertanggungjawaban Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung Tahun 2015

Namun permasalahannya tidak semua sampah terangkut ke tempat pembuangan

akhir. Hal ini disebabkan karena kesadaran masyarakat dalam membuang sampah

tidak sesuai dengan tempat dan waktu pembuangan sampah. Sebagian sampah

yang tidak terangkut petugas oleh masyarakat ada yang dibuang dengan cara

ditimbun, dibuang ke kali, dibakar dan berbagai cara lainnya.

Pengelolaan sampah di Kota Bandar Lampung dilakukan oleh beberapa instansi

(23)

jalan protokol, sapuan jalan, pertokoan restoran, hotel, industri, perkantoran dan

fasilitas umum; (2) Dinas Perhubungan menangani permasalahan sampah di

terminal bis antar kota dan dalam kota serta stasiun kereta api; (3) sampah yang

ada di pasar-pasar tradisional dikelola oleh Dinas Pengelolaan Pasar; (4) sampah

di pemukiman dikelola oleh kecamatan melalui Sokli; (5) serta Badan

Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPPLH) yang bekerja sama

dengan Pekerjaan Umum.

Pemerintah Kota Bandar Lampung telah membuat Peraturan Daerah Nomor 8

Tahun 2000 tentang Pembinaan Umum, Ketertiban, Keamanan, Kebersihan,

Kesehatan dan Keapikan dalam wilayah Kota Bandar Lampung. Peraturan ini

telah disahkan pada tanggal 24 Oktober tahun 2000. Dalam pasal 15 ayat 1 yang

berisi tentang larangan membuang sampah atau suatu benda di jalan, trotoar,

gang-gang dalam pasar, tepi pantai, sungai, sumber air, parit atau saluran air,

selokan air, taman, lapangan dan tanah kosong milik orang lain atau pada

tempat-tempat umum lainnya.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 35 tahun 1995 tentang

program kali bersih (prokasih) merupakan salah satu program pemerintah pusat

yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas air sungai sehingga memenuhi fungsi

peruntukkannya. Sungai merupakan salah satu sumber air yang dapat

dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dan kebutuhan hidup sehari-hari sudah

selayaknya dilakukan berbagai upaya untuk menjaga kelestarian dan

kealamiannya. Namun program ini tidak cukup untuk mengatasi permasalahan

(24)

5

BPPLH Kota Bandar Lampung juga sudah melakukan berbagai upaya untuk

mengatasi permasalahan sampah sungai di Kota Bandar Lampung. Beberapa

upaya tersebut dengan membuat papan peringatan di beberapa bantaran sungai

yang berisi himbauan larangan membuang sampah, mensosialisasikan kepada

masyarakat melalui kelurahan untuk menjaga lingkungannya serta membuat 25

(dua puluh lima) petugas tim bersih kali sejak tahun 2011. Tim bersih kali ini

akan membersihkan setiap sungai dan kali yang ada di Kota Bandar Lampung

setiap harinya dengan menggunakan sarana yang telah BPPLH sediakan.

Berdasarkan data dari BPPLH Kota Bandar Lampung nama-nama sungai di Kota

Bandar Lampung adalah sebagai berikut:

Tabel 2 Sungai di Kota Bandar Lampung

No Nama Sungai Kecamatan 1 Way Awi Tanjung Karang Pusat 2 Way Penengahan Kedaton

3 Way Simpur Tanjung Karang Pusat 4 Way Kuala Bumi Waras

5 Way Galih Panjang

6 Way Kupang Teluk Betung Utara 7 Way Lunik Panjang

8 Way Kunyit Teluk Betung Selatan 9 Way Kuripan Teluk Betung Barat 10 Way Kedamaian Kedamaian 11 Anak Way Kuala Bumi Waras 12 Way Kemiling Kemiling 13 Way Halim Way Halim 14 Way Langkapura Langkapura

15 Way Sukamaju Teluk Betung Timur 16 Way Keteguhan Teluk Betung Timur 17 Way Simpang Kanan Teluk Betung Barat 18 Way Simpang Kiri Teluk Betung Barat 19 Way Betung Teluk Betung Selatan

Sumber: Diolah oleh peneliti, Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung Tahun 2014

Dari hasil pengamatan peneliti dari beberapa sungai di Kota Bandar Lampung

kondisinya tercemar limbah cair maupun padat. Baik di dalam air maupun di

(25)

dan berwarna hitam. Berikut ini merupakan salah satu keadaan sungai yang ada

di Kota Bandar Lampung yaitu Way Kuripan yang dipakai warga untuk

kebutuhan sehari-hari seperti mandi dan mencuci sehingga terdapat banyak

sampah dan air terlihat sangat keruh berbau:

Gambar 1 Kondisi Sungai Way Kuripan

Sumber : Diambil oleh peneliti 24 Februari 2015

Dalam sebuah media online ada pernyataan dari Camat Teluk Betung Barat

mengenai banjir Sungai Way Kuripan yang terjadi pada hari Minggu, 8 Februari

2015 bahwa banjir sudah sering terjadi ketika musim hujan1. Salah satu penyebab

banjir di Kota Bandar Lampung karena saluran drainase tertutup oleh limbah

domestik dan limbah industri. Hal ini tentu dapat dikenakan sanksi sesuai

Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2000 pasal 26 ayat 1 yang mengatakan bahwa

barang siapa yang melanggar ketentuan-ketentuan atau tidak mengindahkan

larangan-larangan yang diberikan dan atau tidak menaati kewajiban dalam

peraturan daerah ini diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam)

1

(26)

7

bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah)

kecuali ditentukan lain oleh perundang-undangan yang berlaku.

Tujuan dibuatnya Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2000 pasal 15 ini untuk

menciptakan Kota Bandar Lampung yang bersih dan nyaman tertutama di daerah

aliran sungai. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar

mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Pentingnya implementasi

kebijakan ditegaskan oleh Udoji dalam Agustino (2008: 140) yang mengatakan

bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh

lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan

sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau

tidak diimplementasikan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merasa tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul “Implementasi Kebijakan Penanganan Permasalahan

Sampah di Daerah Aliran Sungai (Studi Implementasi Peraturan Daerah Nomor 8

Tahun 2000 Tentang Pembinaan Umum, Ketertiban, Keamanan, Kebersihan,

Kesehatan dan Keapikan dalam Wilayah Kota Bandar Lampung Tahun 2015)”

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan pada latar belakang dan permasalahan yang telah dijelaskan

sebelumnya, maka rumusan masalah yang akan menjadi pedoman dalam

(27)

1. Bagaimanakah implementasi kebijakan penanganan permasalahan sampah di

daerah aliran sungai?

2. Apa saja kendala-kendala implementasi kebijakan penanganan permasalahan

sampah di daerah aliran sungai?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan penanganan permasalahan

sampah di daerah aliran sungai yang tertuang dalam bentuk skripsi.

2. Untuk mendeskripsikan kendala-kendala implementasi kebijakan penanganan

permasalahan sampah di daerah aliran sungai yang tertuang dalam bentuk

skripsi.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, skripsi ini mampu memberikan kontribusi pemikiran,

informasi dan pengetahuan bagi studi Ilmu Administrasi Negara mengenai

fenomena yang teradi dalam salah satu ruang lingkup administrasi negara

yaitu implementasi kebijakan publik.

2. Secara praktis, skripsi ini mampu memberikan masukan-masukan dan saran

bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung dalam pengimplementasian

kebijakan penanganan permasalahan sampah di daerah aliran sungai (Studi

Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2000 Tentang Pembinaan Umum,

Ketertiban, Keamanan, Kebersihan, Kesehatan dan Keapikan dalam Wilayah

(28)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebijakan Publik

1. Pengertian Kebijakan Publik

Istilah kebijakan dalam kehidupan sehari-hari sering digunakan untuk menunjuk

suatu kegiatan yang mempunyai maksud berbeda. Para ahli mengembangkan

berbagai macam definisi untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan kebijakan

publik. Eyestone dalam bukunya The Threads of Public Policyyang dikutip oleh

Winarno (2012: 20) mendefinisikan kebijakan publik sebagai hubungan suatu unit

pemerintah dengan lingkungannya. Anderson dalam bukunya Public Policy

Making yang dikutip oleh Winarno (2012: 21) memberikan pengertian atas

definisi kebijakan publik, kebijakan publik merupakan arah tindakan yang

mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor

dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.

Definisi lain mengatakan kebijakan publik adalah apa yang dipilih oleh

pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan Dye dalam Agustino (2008: 7).

Lain dari itu, Rose dalam Agustino (2008: 7) mendefinisikan kebijakan publik

sebagai sebuah rangkaian panjang dari banyak atau sedikit kegiatan yang saling

(29)

keputusan yang berlainan. Sedangkan Friedrich dalam Agustino (2008: 7)

mengatakan bahwa kebijakan adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang

diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan

tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan

kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut

diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang

dimaksud.

Definisi kebijakan publik dalam Lampiran 1 Peraturan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara Nomor PER/04/M.PAN/4/2007 tentang Pedoman Umum

Formulasi, Implementasi, Evaluasi Kinerja, dan Revisi Kebijakan Publik di

Lingkungan Lembaga Pemerintah Pusat dan Daerah. Kebijakan publik adalah

keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga pemerintahan untuk

mengatasi permasalahan tertentu, untuk melakukan kegiatan tertentu atau untuk

mencapai tujuan tertentu yang berkenaan dengan kepentingan dan manfaat orang

banyak. Dalam Peraturan Menteri tersebut, kebijakan publik mempunyai 2 (dua)

bentuk yaitu peraturan yang terkodifikasi secara formal dan legal, dan pernyataan

pejabat publik di depan publik. Berdasarkan Peraturan Menteri ini, pernyataan

pejabat publik juga merupakan bagian kebijakan publik. Hal ini dapat dipahami

karena pejabat publik adalah salah satu aktor kebijakan yang turut berperan dalam

implementasi kebijakan itu sendiri.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka

peneliti dapat menyimpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan

(30)

✁✁

lembaga yang berwenang untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan dapat

memecahkan suatu masalah.

2. Tahap-Tahap Kebijakan Publik

Menurut Winarno (2012: 35) mengemukakan bahwa proses pembuatan kebijakan

publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses

maupun variabel yang harus dikaji. Proses-proses penyusunan kebijakan publik

tersebut dibagi ke dalam beberapa tahapan. Tahapan-tahapan kebijakan publik

adalah sebagai berikut:

a) Tahap Penyusunan Agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda

publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk

dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah

masuk ke agenda kebijakan para perumusan kebijakan. Pada tahap ini suatu

masalah mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain

ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah karena

alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.

b) Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para

pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian

dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari

berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives/policy options)

yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke

dalam agenda kebijakan, tahap perumusan kebijakan masing-masing

(31)

memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan bermain

untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

c) Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus

kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi

dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga

atau keputusan peradilan.

d) Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika

program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan

program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah

harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi

maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah

diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan

sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai

kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan

mendapat dukungan para pelaksana (implementors), namun beberapa yang

lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

e) Evaluasi Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi,

untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan

masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang

diinginkan. Dalam hal ini, memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat.

(32)

☎ ✆

menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak

yang diinginkan.

3. Faktor Penentu Dilaksanakan atau Tidaknya Suatu Kebijakan Publik

a) Faktor Penentu Pemenuhan Kebijakan

1. Respeknya anggota masyarakat pada otoritas dan keputusan pemerintah

Penghormatan dan penghargaan politik pada pemerintah yang legitimate

menjadi kata kunci penting bagi terwujudnya pemenuhan atas

pengejawantahan kebijakan publik. Ketika warga menghormati pemerintah

yang berkuasa oleh karena legitimasinya, maka secara otomatis mereka akan

turut pula memenuhi ajakan pemerintah melalui undang-undang, peraturan

pemerintah, peraturan daerah, keputusan pemerintah, ataupun nama atau

istilah lainnya.

2. Adanya kesadaran untuk menerima kebijakan

Dalam masyarakat yang digerakkan oleh rational choices (pilihan-pilihan

yang rasional), seperti pada abad postmodern saat ini, banyak dijumpai bahwa

individu atau kelompok warga mau menerima dan melaksanakan kebijakan

publik sebagai sesuatu yang logis, rasional serta memang dirasa perlu.

Bermain di ranah “kesadaran” artinya pemerintah harus mampu merubah

mindset warga dengan cara sikap dan perilaku yang sesuai dengan mindset

yang hendak dibentuk oleh aparatur itu sendiri.

3. Adanya sanksi hukum

Orang dengan akan sangat terpaksa mengimplementasikan dan melaksanakan

suatu kebijakan karena ia takut terkena sanksi hukuman, misalnya: denda,

(33)

sering digunakan oleh aparatur administrasi atau aparatur birokrasi dalam

upayanya untuk memenuhi implementasi kebijakan publik ialah dengan cara

menghadirkan sanksi hukum yang berat pada setiap kebijakan yang

dibuatnya.

Selain itu, orang atau sekelompok warga seringkali mematuhi dan

melaksanakan kebijakan karena ia tidak suka dikatakan sebagai orang yang

melanggar aturan hukum, sehingga dengan terpaksa ia melakukan isi

kebijakan publik tersebut.

4. Adanya kepentingan publik

Masyarakat mempunyai keyakinan bahwa kebijakan publik dibuat secara sah,

konstitusional dan dibuat oleh pejabat publik yang berwenang, serta melalui

prosedur yang sah yang telah tersedia. Bila suatu kebijakan dibuat

berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka masyarakat cenderung

mempunyai kesediaan diri untuk menerima dan melaksanakan kebijakan itu.

Apalagi ketika kebijakan publik itu memang berhubungan erat dengan hajat

hidup mereka.

5. Adanya kepentingan pribadi

Seseorang atau sekelompok orang sering memperoleh keuntungan langsung

dari suatu proyek implementasi kebijakan, maka dari itu dengan senang hati

mereka akan menerima, mendukung dan melaksanakan kebijakan yang

ditetapkan.

6. Masalah waktu

Kalau masyarakat memandang ada suatu kebijakan yang bertolak belakang

(34)

✟ ✠

menolak kebijakan tersebut. Tetapi begitu waktu berlalu, pada akhirnya suatu

kebijakan yang dulunya pernah ditolak dan dianggap kontroversial, berubah

menjadi kebijakan yang wajar dan dapat diterima.

b) Faktor Penentu Penolakan atau Penundaan Kebijakan

1. Adanya kebijakan yang bertentangan dengan sistem nilai yang ada

Bila suatu kebijakan dipandang bertentangan secara ekstrem atau secara tajam

dengan sistem nilai yang dianut oleh suatu masyarakat secara luas atau

kelompok-kelompok tertentu secara umum, maka dapat dipastikan kebijakan

publik yang hendak diimplementasikan akan sulit terlaksana.

2. Tidak adanya kepastian hukum

Tidak adanya kepastian hukum, ketidakjelasan aturan-aturan hukum atau

kebijakan-kebijakan yang saling bertentangan satu sama lain dapat menjadi

sumber ketidakpatuhan warga pada kebijakan yang ditetapkan oleh

pemerintah. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang tidak jelas,

kebijakan yang bertentangan isinya atau kebijakan yang ambigu dapat

menimbulkan kesalahpengertian sehingga berkecenderungan untuk ditolak

oleh warga untuk diimplementasikan.

3. Adanya keanggotaan seseorang dalam suatu organisasi

Seseorang yang patuh atau tidak patuh pada peraturan atau kebijakan publik

yang ditetapkan oleh pemerintah dapat disebagiankan oleh keterlibatannya

dalam suatu organisasi tertentu. Jika tujuan organisasi yang dimasuki oleh

orang-orang yang terlibat dalam suatu organisasi seide atau segagasan dengan

kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, maka ia akan mau bahkan

(35)

Tetapi apabila tujuan organisasi yang dimasukinya bertolakbelakang dengan

ide dan gagasan organisasinya, maka sebagus apapun kebijakan yang sudah

dibuat oleh pemerintah akan sulit untuk terimplementasi dengan baik.

4. Adanya konsep ketidakpatuhan selektif terhadap hukum

Masyarakat ada yang patuh pada suatu jenis kebijakan tertentu, tetapi ada

juga yang tidak patuh pada jenis kebijakan lain. Ada orang yang patuh dalam

kebijakan kriminalitas tetapi di saat yang bersamaan ia dapat tidak patuh

dengan kebijakan pelarangan pedagang kaki lima.

B. Implementasi Kebijakan Publik

1. Pengertian Implementasi Kebijakan Publik

Terdapat banyak konsep pada studi implementasi kebijakan yang dipilih. Dunn

dalam Darwin (2000: 56) menyebut terdapat dua sudut pemahaman terkait studi

implementasi yaitu sudut pandang ilmu administrasi negara dan ilmu politik. Dari

sudut pandang ilmu administrasi negara, pada awalnya implementasi hanya dilihat

semata-mata pelaksanaan kebijakan secara efektif dan efisien saja. Namun

menjelang akhir PD (Perang Dunia) II, pandangan ini makin tidak popular.

Sedangkan dari sudut pandang ilmu politik ternyata tidak sebatas itu, ia jauh

menjangkau sampai ketentuan kebijakan administratif dan legislatif yang baru,

perubahan-perubahan referensi publik dan teknologi baru.

Implementasi kebijakan publik merupakan salah satu tahapan dari proses

kebijakan publik sekaligus studi yang sangat krusial. Bersifat krusial karena

(36)

☛ ☞

direncanakan secara baik dalam implementasinya, maka tujuan kebijakan tidak

akan pernah bisa diwujudkan. Demikian pula sebaliknya, bagaimanapun baiknya

persiapan dan perencanaan implementasi kebijakan, kalau tidak dirumuskan

dengan baik maka tujuan kebijakan juga tidak akan bisa diwujudkan. Dengan

demikian, kalau menghendaki tujuan kebijakan dapat tercapai dengan baik, maka

bukan saja pada tahap implementasi yang harus dipersiapkan dan direncanakan

dengan baik, tetapi juga pada tahap perumusan atau pembuatan kebijakan juga

telah diantisipasi untuk dapat diimplementasikan.

Definisi implementasi kebijakan mengalami perubahan seiring dengan

perkembangan studi implementasi itu sendiri. Menurut Nugroho (2011: 618)

implementasi kebijakan adalah suatu cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai

tujuannya. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan

langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program

atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik

tersebut.

Selanjutnya Winarno (2012: 146) mengatakan bahwa implementasi kebijakan

merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu program

kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang

diinginkan. Ripley dan Franklin dalam Winarno (2012: 148) berpendapat bahwa

implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang

memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis

(37)

Pengertian implementasi kebijakan juga dikemukakan oleh Van Meter dan Van

Horn dalam Winarno (2012: 149) yang membatasi implementasi kebijakan

sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau

kelompok-kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai

tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.

Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah

keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu

maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai

perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka

peneliti dapat menyimpulkan bahwa, implementasi kebijakan publik adalah suatu

langkah dalam tahap pelaksanaan sebuah kebijakan untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan yang menghasilkan sebuah dampak dari proses kebijakan

tersebut.

2. Model Implementasi Kebijakan Publik Van Meter dan Van Horn

Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linear

dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik. Menurut Van

Metter dan Van Horn ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja kebijakan

publik tersebut, adalah:

a) Standar dan sasaran kebijakan

Pada dasarnya adalah apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan,

baik yang berwujud maupun tidak, jangka pendek, menengah atau panjang.

(38)

✍9

di akhir program dapat diketahui keberhasilan atau kegagalan dari kebijakan

atau program yang dijalankan.

b) Sumber daya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari

kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan

sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses

implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi

menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan

pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara

apolitik.

Selain itu sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga yaitu sumber daya

finansial dan sumber daya waktu. Ketika sumber daya manusia yang

kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan kucuran dana melalui

anggaran tidak tersedia dan terbentur oleh waktu yang terlalu ketat, maka

memang menjadi persoalan rumit untuk merealisasikan apa yang hendak

dituju oleh tujuan kebijakan publik.

c) Karakteristik agen pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan

organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik

karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat banyak dipengaruhi oleh

ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya.

Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga

(39)

cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen

yang dilibatkan.

d) Sikap/kecenderungan(disposition)para pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak

mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan

publik karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga

setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka

rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah

kebijakan dari atas (top down) yang sangat mungkin para pengambil

keputusannya tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh)

kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang warga ingin selesaikan.

e) Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi

kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi di antara pihak-pihak

yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya

kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.

f) Lingkungan ekonomi, sosial dan politik

Sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan

publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang

tidak kondusif dapat menjadi penyebab dari kegagalan kinerja implementasi

kebijakan. Oleh karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan

(40)

✏ ✑

Bagan 1 Model Pendekatan The Policy Implementation Process (Donald Van Metter dan Carl Van Horn).

Sumber:Van Metter dan Van Horn dalam Agustino (2008: 144)

Pada penelitian ini peneliti menggunakan teori implementasi kebijakan Donald

Van Metter dan Carl Van Horn karena model yang ditawarkan oleh Van Metter

dan Van Horn ini merupakan model pendekatantop down. Dalam pendekatantop down, implementasi kebijakan yang dilakukan tersentralisir dan dimulai dari aktor

tingkat pusat dan keputusannya pun diambil dari tingkat pusat. Maka dari itu

model ini dianggap paling sesuai untuk membantu menjawab permasalahan

peneliti tentang implementasi kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung

mengenai permasalahan sampah di daerah aliran sungai. Selain itu karena peneliti

melihat model ini sebagai model yang sangat familiar dan sering digunakan oleh

mahasiswa Ilmu Administrasi Negara. Sehingga nantinya diharapkan akan sangat

membantu dalam proses perolehan informasi yang berkaitan dengan model

(41)

C. Pencemaran Lingkungan

1. Pengertian Lingkungan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan

semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan

perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan

dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan dapat dibedakan

menjadi lingkungan biotik dan abiotik.

Pengertian lingkungan menurut Darsono (1995: 54) merupakan semua benda atau

kondisi dimana manusia dan aktivitasnya termasuk di dalamnya, yang terdapat di

dalam ruang dimana manusia tersebut mempengaruhi kelangsungan hidupnya.

Jadi, semua hal termasuk manusia merupakan lingkungan dan perubahan diantara

keduanya akan saling mempengaruhi satu sama lain.

2. Pencemaran Lingkungan

Apabila kehadiran unsur asing (makhluk hidup, zat, energi, komponen lainnya) ke

dalam lingkungan menyebabkan perubahan ekosistem lingkungan yang

mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan, sehingga lingkungan tidak

berfungsi sesuai dengan peruntukannya secara ekologi lingkungan telah tercemar.

Menurut Husein (1992: 23) pencemaran lingkungan adalah masuk atau

dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam

lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau

(42)

✓ ✔

menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai

peruntukannya.

Menurut Barros dan Johnston dalam Husein (1992: 23) masalah pencemaran

timbul bila amna suatu zat atau energi dengan tingkat konsentrasi yang demikian

rupa hingga dapat mengubah kondisi lingkungan, baik langsung atau tidak

langsung dan pada akhirnya lingkungan tidak berfungsi sebagaimana akhirnya.

Sedangkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan pasal 1 butir

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang pengendalian dan pengelolaan

lingkungan hidup, pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya

makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup

oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang

telah ditetapkan.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat ditarik garis besar bahwa yang

dimaksud dengan pencemaran lingkungan adalah masuknya makhluk hidup, zat,

energi komponen lain ke dalam lingkungan yang menyebabkan lingkungan tidak

dapat berfungsi sesuai peruntukannya.

Menurut Husein (1992: 23-24) pencemaran erat kaitannya dengan aktivitas

manusia antara lain:

1. Kegiatan-kegiatan industri dalam bentuk limbah, zat-zat, buangan berbahaya.

2. Kegiatan pertambangan berupa terjadinya kerusakan instalasi, kebocoran,

pencemaran dan lain-lain.

(43)

4. Kegiatan pertanian.

Menurut Soemarwoto (1992: 63) secara alamiah terjadinya pencemaran

disebebakan 4 (empat) hal, yaitu:

1. Adanya pencemaran adalah karena lebih besarnya kecepatan produksi suatu

zat daripada kecepatan penggunaannya atau degradasinya penggunaan secara

fisik.

2. Proses biologi yang membentuk atau mengkonstrasikan zat pencemar

tertentu.

3. Berdasarkan proses fisika kimia non biologi.

4. Terjadinya kecelakaan yang dapat melepaskan ke dalam lingkungan.

D. Permasalahan Sampah di Daerah Aliran Sungai

1. Pengertian Sampah

Sampah memiliki banyak pengertian dalam batasan ilmu pengetahuan. Namun

pada prinsipnya sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari

sumber hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai

ekonomis. Bentuk sampah biasa berada dalam setiap fase materi, yaitu padat, cair

dan gas.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan

Sampah, definisi sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses

alam yang berbentuk padat. Sedangkan sampah spesifik adalah sampah yang

karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus.

(44)

✗ ✘

yang tidak dapat dipakai lagi, yang tidak disenangi dan harus dibuang, maka

sampah tentu saja harus dikelola dengan sebaik-baiknya, sedemikian rupa

sehingga hal-hal yang negatif bagi kehidupan tidak sampai terjadi.

Selanjutnya menurut Kodoatie (2003: 312) sampah adalah limbah atau buangan

yang bersifat padat, setengah padat yang merupakan hasil sampingan dari

kegiatan perkotaan atau siklus kehidupan manusia, hewan maupun

tumbuh-tumbuhan. Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan (refuse) sebenarnya hanya

sebagian dari benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai,

tidak disenangi atau harus dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak menganggu

kelangsungan hidup.

Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah (waste)

adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu

yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan

sendirinya. Dari batasan ini jelas bahwa sampah adalah hasil kegiatan manusia

yang dibuang karena sudah tidak berguna. Dengan demikian sampah

mengandung prinsip sebagai berikut:

1. Adanya sesuatu benda atau bahan padat

2. Adanya hubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan manusia

3. Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sampah adalah

(45)

organik dan anorganik yang diproduksi oleh manusia dalam aktivitasnya maupun

proses alam dan belum mempunyai nilai ekonomis.

2. Jenis dan Sumber Sampah

Menurut Hadiwiyoto (1983: 25) sampah pada umumnya dibagi dua jenis yaitu:

a) Sampah organik: yaitu sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik,

karena itu tersusun dari unsur-unsur seperti C (Carbon), H (Hidrogen), O

(Oksigen), N (Nitrogen), dll. Umumnya sampah organik dapat terurai secara

alami oleh mikroorganisme, contohnya sisa makanan, karton, kain, karet,

kulit, sampah halaman.

b) Sampah anorganik: sampah yang bahan kandungannya non organik,

umumnya sampah ini sangat sulit terurai oleh mikroorganisme. Contohnya:

kaca, kaleng, aluminium, debu, logam-logam lain.

Jenis dan sumber sampah menurut Widyatmoko (2002: 2) dapat dikelompokkan

menjadi:

1. Sampah rumah tangga terdiri dari:

a) Sampah basah yaitu sampah yang terdiri bahan-bahan organik yang

mudah membusuk yang sebagian besar adalah sisa makanan, potongan

hewan, sayuran dan lain-lain.

b) Sampah kering yaitu sampah yang terdiri dari logam seperti besi, kaleng

bekas dan sampah kering yang non logam misalnya kertas, kayu, kaca,

keramik, batu-batuan dan sisa kain.

c) Sampah lembut, misalnya sampah debu yang berasal dari penyapuan

(46)

✚ ✛

d) Sampah besar yaitu sampah yang terdiri dari buangan rumah tangga yang

besar-besar seperti meja, kursi dan lain-lain.

2. Sampah komersial, yaitu sampah yang berasal dari kegiatan komersial seperti

pasar, pertokoan, rumah makan, tempat hiburan, penginapan dan lain-lain.

3. Sampah bangunan, yaitu sampah yang berasal dari kegiatan pembangunan

termasuk pemugaran dan pembongkaran suatu bangunan seperti semen, kayu,

batu bata dan sebagainya.

4. Sampah fasilitas umum, yaitu sampah yang berasal dari kegiatan pembersihan

dan penyapuan jalan, trotoar, taman, lapangan, tempat rekreasi dan fasilitas

umum lainnya.

Klasifikasi sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2008 tentang Pengelolaan Sampah yaitu:

1. Sampah rumah tangga

Sampah rumah tangga yaitu sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari

dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.

2. Sampah sejenis sampah rumah tangga

Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah yang tidak berasal dari

rumah tangga, yaitu sampah yang berasal dari kawasan komersil, kawasan

industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas

lainnya.

3. Sampah spesifik

Sampah spesifik meliputi sampah yang mengandung bahan berbahaya dan

(47)

sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau sampah yang

timbul secara tidak periodik.

3. Kualitas dan Kuantitas Sampah

Menurut Slamet (2004: 34) sampah baik kualitas maupun kuantitasnya sangat

dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor

yang penting antara lain:

a. Jumlah Penduduk

Dapat dipahami dengan mudah bahwa semakin banyak penduduk semakin

banyak pula sampahnya. Pengelolaan sampah pun berpacu dengan laju

pertambahan penduduk.

b. Keadaan sosial ekonomi

Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak jumlah

perkapita sampah yang dibuang. Kualitas sampahnya pun semakin banyak

bersifat tidak dapat membusuk. Perubahan kualitas sampah ini, tergantung

pada bahan yang tersedia, peraturan yang berlaku serta kesadaran masyarakat

akan persoalan persampahan. Kenaikan kesejahteraan ini pun akan

meningkatkan kegiatan konstruksi dan pembaharuan bangunan-bangunan,

transportasi pun bertambah, dan produk pertanian, industri dan lain-lain akan

bertambah dengan konsekuensi bertambahnya volume dan jenis sampah.

c. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena

pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk

(48)

✢9

d. Tingkat pendidikan

Untuk meningkatkan mutu lingkungan, pendidikan mempunyai peranan

penting karena melalui pendidikan, manusia makin mengetahui dan sadar

akan bahaya limbah rumah tangga terhadap lingkungan, terutama bahaya

pencemaran terhadap kesehatan manusia dan dengan pendidikan dapat

ditanamkan berpikir kritis, kreatif dan rasional. Semakin tinggi tingkat

pendidikan sudah semestinya semakin tinggi kesadaran dan kemampuan

masyarakat dalam pengelolaan sampah.

4. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefenisikan sebagai suatu hamparan

wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang

menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur harta serta

mengalirkannya melalui anak–anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut

atau danau. Suatu daerah aliran sungai adalah kumpulan dari sub daerah aliran

sungai yang lebih kecil dengan ukuran maupun bentuk daerah aliran sungai yang

berbeda dengan yang lainnya.

Wilayah daratan daerah aliran sungai menurut Asdak (2002: 4) disebut dengan

daerah tangkapan air (catchment area) yang terdiri dari sumber daya alam dan

manusia sebagai pemanfaatnya. Ekosistern dibagi menjadi bagian hulu, tengah

dan hilir. Masing-masing bagian pada daerah aliran sungai secara biogeofisik

menurut Asdak (2002: 11)mempunyai ciri-ciri tertentu. Secara biogeofisik,

daerah hulu merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih

(49)

pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan jenis vegetasi

umumnya tegakan hutan. Sementara daerah hilir daerah aliran sungai merupakan

daerah pemanfaatan dengan kemiringan lereng kecil (kurang dari 8%), pada

beberapa tempat merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan

oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi oleh tanaman pertanian

kecuali daerah estuaria yang didominasi hutan gambut/bakau.

Daerah aliran sungai bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua

karakteristik biogeofisik daerah aliran sungai yang berbeda tersebut. Perubahan

tataguna lahan di bagian hulu daerah aliran sungai seperti reboisasi, pembalakan

hutan, deforestasi, budidaya yang mengabaikan kaidah-kaidah konservasi akan

berdampak pada bagian hilirnya, sehingga daerah aliran sungai bagian hulu

mempunyai fungsi perlindungan dari segi tata air. Oleh karena itu yang menjadi

fokus perencanaan pengelolaan daerah aliran sungai sering kali daerah aliran

sungai bagian hulu, mengingat adanya keterkaitan biogeofisik melalui daur

hidrologi.

5. Dampak Pencemaran Daerah Aliran Sungai

Berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan oleh sampah maka manusia sebagai

makhluk yang berakal dan berbudi tentu akan sedapat mungkin untuk

menghindari dampak yang merugikan itu dengan berbagai cara, khususnya guna

menangani dampak sampah sebaik mungkin secara berkesinambungan. Adapun

dampak sampah bagi manusia menurut Djunuryadi dalam tesis Kesuma (2011:

(50)

✤ ✥

✦. Dapat menjadi sumber penyakit

Hal ini terjadi karena tempat pembuangan sampah yang tidak memenuhi

syarat kesehatan seperti terbuat dari bahan yang mudah dirusak serangga dan

hewan lain. Selain itu, tempat sampah tersebut tidak memiliki penutup dan

lembab, ini menyebabkan lalat, nyamuk, maupun kecoa menjadikannya

sebagai sarang. Pembiakan ini akan mempermudah penularan penyakit yang

lebih banyak seperti penyakit tipus, malaria, demam berdarah, kolera,

disentri, dan lain sebagainya, sehingga manusia menjadi tidak sehat apabila

sampah terabaikan.

✧. Dapat menimbulkan pencemaran udara

Sampah yang tidak tertutup dan terdiri dari sisa makanan, sayuran, bangkai

binatang dapat menebarkan bau busuk, sehingga bila terhisap akan

menimbulkan gangguan pada pernapasan dan manusia menjadi tidak merasa

nyaman dan leluasa untuk menghirup udara bebas.

★. Dapat menimbulkan banjir

Apabila sampah tidak dibuang pada tempat yang telah disediakan melainkan

dibuang pada saluran air seperti sungai, got, dan saluran air lainnya maka

akan menghalangi aliran air tersebut sehingga pada musim hujan dapat

menimbulkan banjir karena saluran air tertutup oleh banyaknya tumpukan

sampah tersebut.

✩. Dapat menimbulkan pencemaran air dan tanah

Pencemaran air ini bersumber dari buangan air industri (limbah industri),

sampah sisa buangan industri, terdiri dari bahan kimia atau sisa bahan bakar

(51)

ini dapat sangat merugikan makhluk hidup yang mengkomsumsi air tersebut,

di samping dapat menurunkan kadar produksi tanaman bila lokasi buangan

dekat lahan pertanian.

✬. Dapat merusak keindahan kota

Kota yang bersih tentu akan indah karena semuanya tertata dengan baik.

Sampah yang dibuang pada sembarang tempat atau sistem pembuangan yang

tidak teratur akan merusak keindahan kota dan estetika lingkungan.

6. Dapat menimbulkan bahaya kebakaran

Sampah berupa benda yang dapat memicu timbulnya api seperti tabung gas

dan bahan buangan lainnya yang mudah meledak dan terbakar, yang dibuang

dekat pemukiman penduduk, karena kelalaian manusia dapat menimbulkan

kebakaran.

7. Dapat menimbulkan pencemaran air laut

Hal ini merupakan kebiasaan penduduk yang berdiam di kota-kota pelabuhan

maupun daerah pesisir pantai yang membuang sampah di tepi pantai maupun

laut. Akibatnya laut menjadi kotor dan tercemar bila sampah yang dibuang

itu mengandung bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi kehidupan biota

laut/perairan.

6. Kebijakan Permasalahan Sampah di Daerah Aliran Sungai

Dalam usaha menuju kepada terciptanya suasana Kota Bandar Lampung yang

merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang TAPIS BERSERI (Tertib, Aman,

Patuh, Iman, Sejahtera, Bersih, Sehat, Rapi, dan Indah) ini, maka perlu pembinaan

umum dan menyeluruh masalah keapikan kota kita tercinta ini sebab kita sadari

(52)

✭✭

dan keseimbangan baik dalam hidup manusia sebagai pribadi di dalam hubungan

manusia dengan alam yang harus dibina dan dikembangkan agar tetap serasi dan

dinamis. Maka dibuatlah kebijakan Pemerintah Daerah Nomor 8 Tahun 2000

tentang Pembinaan Umum, Ketertiban, Keamanan, Kebersihan, Kesehatan dan

Keapikan dalam Wilayah Kota Bandar Lampung. Yang telah disahkan pada

tanggal 24 Oktober 2000.

Pada pasal 15 terdapat larangan membuang sampah atau suatu benda di jalan,

trotoar, gang-gang dalam pasar, tepi pantai, sungai, sumber air, parit/saluran air,

selokan air, taman, lapangan dan tanah kosong milik orang lain atau pada

tempat-tempat umum lainnya. Jika ada yang tidak mengindahkan peraturan tersebut akan

dikenakan sanksi pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan atau

denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) sesuai bunyi pasal

26.

Sebagaimana kita ketahui bahwa pandangan masyarakat tentang sadar lingkungan

sangatlah minim atau kurang. Dari hal tersebut kita dapat mengambil kesimpulan

bahwa masyarakat masih belum peduli terhadap kebersihan lingkungan

sekitarnya. Kebanyakan dari mereka berfikir secara parsial dan hanya ingin

menguntungkan diri sendiri, seperti masalah pembuangan sampah yang tidak pada

tempatnya, pembuangan limbah pabrik, polusi udara, pencemaran air, dan

lain-lain. Mengingat tentang kesadaran tersebut maka pasal 15 ini dibuat untuk

seluruh masyarakat di Kota Bandar Lampung tanpa terkecuali khususnya warga

(53)

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan

Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam menangani permasalahan sampah di

daerah aliran sungai sesuai Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2000, maka

penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat penggambaran

secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi

atau daerah tertentu (Suryabrata, 2011: 75). Jenis Penelitian ini berupaya

menggambarkan kejadian atau fenomena sesuai dengan apa yang terjadi di

lapangan dimana data yang dihasilkan berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2011: 4).

Dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif bersifat menjelaskan,

menggambarkan, dan menafsirkan hasil penelitian dengan susunan kata dan

kalimat sebagai jawaban atas masalah yang diteliti. Metode kualitatif lebih

bersifat empiris dan dapat menelaah informasi lebih dalam untuk mengetahui hasil

(54)

35

B. Fokus Masalah Penelitian

Menurut Moleong (2011: 94) ada dua maksud tertentu yang ingin peneliti capai

dalam merumuskan masalah penelitian dengan jalan memanfaatkan fokus.

Pertama, penetapan fokus dapat membatasi studi. Kedua, penetapan fokus itu

berfungsi untuk memenuhi kriteria inklusi-inklusi atau kriteria masuk-keluar suatu

informasi yang baru diperoleh di lapangan. Sehingga peneliti memfokuskan

penelitian terhadap masalah-masalah yang menjadi tujuan dari penelitian.

Adapun dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori implementasi kebijakan

publik menurut Van Metter dan Van Horn. Fokus dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a) Implementasi kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung menangani

permasalahan sampah di daerah aliran sungai.

1. Standar dan sasaran kebijakan

2. Sumber daya

3. Karakteritik agen pelaksana

4. Sikap/kecenderungan (disposition) para pelaksana

5. Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana

6. Lingkungan sosial dan politik

b) Kendala-kendala yang terjadi dalam implementasi kebijakan Pemerintah Kota

Bandar Lampung menangani permasalahan sampah di daerah aliran sungai.

1. Kendala internal implementasi kebijakan Pemerintah Kota Bandar

Lampung menangani permasalahan sampah di daerah aliran sungai.

2. Kendala eksternal implementasi kebijakan Pemerintah Kota Bandar

(55)

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian

terutama dalam menangkap fenomena atau peristiwa yang sebenarnya terjadi dari

objek yang diteliti dalam rangka mendapatkan data-data penelitian yang akurat.

Lokasi untuk penelitian ini adalah sungai-sungai yang ada di Kota Bandar

Lampung dengan alasan Kota Bandar Lampung yang merupakan ibukota Provinsi

Lampung merupakan pusat aktivitas manusia. Salah satu instansi yang akan

menjadi lokasi dalam penelitian ini yaitu Badan Pengelolaan dan Pengendalian

Lingkungan Hidup (BPPLH) karena instansi tersebut menangani permasalahan

sampah di daerah aliran sungai. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar

Lampung karena merupakan instansi yang menangani permasalahan sampah di

Kota Bandar Lampung. Wahana Lingkungan Hidup Provinsi Lampung karena

LSM tersebut merupakan salah satu LSM yang memperhatikan kebersihan di

daerah aliran sungai. Serta masyarakat di bantaran sungai Kota Bandar Lampung.

D. Instrumen Penelitian

Nasution dalam Sugiyono (2013: 223) mengatakan dalam penelitian kualitatif

tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian

utama. Alasannya ialah bahwa segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang

pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan,

bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti

dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang

(56)

37

pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat

mencapainya.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa dalam penelitian kualitatif

pada awalnya permasalahan belum jelas dan pasti, maka yang menjadi instrumen

adalah peneliti itu sendiri. Maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen

penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan

membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan

wawancara.

E. Jenis dan Metode Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2011: 157) sumber data utama

dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data

tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti

membagi data dalam penelitian ini ke dalam 2 (dua) jenis yaitu:

a) Data primer

Data primer merupakan data yang berkaitan dengan fokus penelitian dan

merupakan hasil pengumpulan peneliti sendiri selama berada di lokasi

penelitian. Data-data tersebut merupakan bahan analisis utama yang

digunakan dalam penelitian ini yang berupa hasil wawancara dan pengamatan

pada Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup, Dinas

Kebersihan dan Pertamanan, Wahana Lingkungan Hidup Provinsi Lampung

Gambar

Tabel 1 Data Volume Sampah Kota Bandar Lampung Tahun 2014
Tabel 2 Sungai di Kota Bandar Lampung
Gambar 1 Kondisi Sungai Way Kuripan
Tabel 3Informan Terkait Implementasi KebijakanPenangananPermasalahan Sampah di Daerah Aliran Sungai
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan rumusan masalah penelitian yang telah dikemukakan dan berdasarkan pada hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian

Penelitian tentang identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi personil operasional bandara dalam memberikan penilaian terhadap implementasi Safety

perpindahan panas dan pressure drop dapat disimpulkan sebagai bahwa performa termal terbaik ketika menggunakan 2 baris CDW VGs staggered dibandingkan dengan CDW VGs in-line,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan kepemimpinan kepala sekolah terhadap kompetensi profesional guru sosiologi beserta faktor pendukung dan penghambatnya di

Bahasa pemrograman adalah bahasa yang menjadi sarana manusia untuk berkomunikasi

Berdasarkan hasil dapatan kajian telah menyokong teori perkembangan moral Korlbergh, yang telah dikembangkan oleh Lickhona (1991), beliau menjelaskan bahawa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cilacap dalam mengelola sumber daya manusianya khususnya

1. Untuk daerah perkotaan, lakukan penilaian terhadap biaya operasional riil dari PISK dan keuntungan yang mereka dapat dengan menggunakan air PDAM. Tetapkan batas yang tidak