• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagaimana Komunikasi Perawat Dengan Pasien Dirumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat Dalam Terapi Musik Diruang Rehabilitasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bagaimana Komunikasi Perawat Dengan Pasien Dirumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat Dalam Terapi Musik Diruang Rehabilitasi"

Copied!
188
0
0

Teks penuh

(1)

PROVINSI JAWA BARAT DALAM TERAPI MUSIK DI RUANG REHABILITASI

Oleh :

Nama : Ponco Budi R. NIM :41806825

Skripsi ini dibawah bimbingan : Adiyana Slamet, S.Ip.,M.Si

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana Komunikasi Perawat dengan Pasien Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat dalam Terapi Musik di Ruang Rehabilitasi. Untuk mencoba menjawab penelitian ini melalui bahasa, kial, isyarat, gambar, warna dan media yang digunakan disaat kegiatan terapi musik.

Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskritif analisis. Sebagian besar data dikumpulkan melalui obsevasi dilapangan dan wawancara serta didukung oleh studi pustaka dan penelusuran data online. Untuk pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi langsung dilapangan dengan subyek informan berhumlah empat Orang.

Hasil dari penelitian menunjukan, bahwa bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan media mempunyai tujuan kesembuhan pasien dengan hasil yang positif, karena didukung dengan proses komunikasi, jenis kegiatan, dan rencana program terapi yang sangat baik untuk kesembuhan pasien, pasien pun sangat menyukai dengan kegiatan yang ada di terapi musik ini semua.pembinaan. perubahan ini dirasakan juga oleh perawat melalui sikap pasiennya yang menunjukan hubungan yang kuat. Dengan adanya hubungan yang kuat inilah kemudahan menangani pasien terapi musik dapat berjalan dengan baik pula.

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan media kegiatan-kegiatan yang ada di terapi musik dengan adanya hasil yang positif bagi pasien terapi music melalui adanya Hubungan dan komunikasi yang baik.

(2)

IN WEST JAVA PROVINCE MUSIC THERAPY IN THE REHABILITATION

By:

Name: Poncho Budi R. NIM: 41806825

This thesis is the following guidance: Adiyana Slamet, S.Ip., M. Si

This study aims to determine the extent of Communications Nurses with Mental Hospital Patients West Java Province in Rehabilitation Therapy Music in Space. To try to answer this research through language, gesture, gestures, pictures, colors and the media used when the activities of music therapy.

This research uses a qualitative approach with descriptive methods of analysis. Most of the data collected through field observation and interviews, supported by literature and data searches online. To capture data used in this study were interviews and direct observation with the subject field informants berhumlah four people.

Results of the study showed, that the language, gesture, gestures, pictures, colors, and the media has the objective of healing patients with positive results, as supported by the communication process, types of activities, and plan an excellent therapy program to cure the patient, the patient was very like with existing activities in this music therapy. this change is felt also by nurses through the attitude of patients who showed a strong relationship. With this strong relationship is easy to handle patients with music therapy can work well too.

(3)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Manusia hidup di dunia selalu dihadapkan pada berbagai masalah dan dalam menghadapi berbagai masalah itu terkadang ketidak mampuan manusia seringkali membuat manusia itu berada dalam keadaan stress. Jika stress itu tidak dapat dikendalikan maka akan terus berlanjut ke tingkat depresi, jika depresi juga tidak dapat menurun maka manusia akan sampai pada tingkat yang lebih tinggi yaitu gangguan jiwa.

Gangguan jiwa merupakan masalah yang serius, penting dan bebahaya. Karena menyangkut keselamatan dan kerugian bagi diri sendiri maupun orang lain, bahkan hingga kepemerintahaan sekalipun. Di Negara berkembang seperti Indonesia bertambahnya atau semakin tinggi jumlah pasien dengan ganguan jiwa karena berlatar belakang dari dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan.

(4)

Jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa di Indonesia diperkirakan terus meningkat. Bahkan khusus untuk gangguan jiwa berat jumlahnya bisa mencapai 6 juta orang, data tersebut berdasarkan riset kesehatan dasar. Menurut riset itu jumlah populasi penduduk Indonesia yang terkena gangguan jiwa berat mencapai 1-3 persen di antara total penduduk. Menurut Psikiater RSUP Cipto Mangunkusumo Dr. Surjo Dharmono Sp,KJ, angka enam juta penduduk itu, hanya mereka yang dinyatakan menderita gangguan jiwa berat (psikosis). Ini belum termasuk mereka yang mengalami gangguan jiwa ringan (neurosis) yang persentasenya mencapai 10-15 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 20-30 juta orang. Untuk gangguan berat, jumlahnya mungkin bisa tetap karena penyebabnya terkait faktor biologis 2.

Bandung sendiri penduduknya amat berpeluang mengalami gangguan jiwa. Dalam berita Koran Harian Pikiran Rakyat terbitan Oktober 2008, disebutkan angka yang lebih fantatis 37% warga Jabar sakit jiwa dari tingkat yang rendah sampai yang tinggi. Diungkapkan juga melonjaknya jumlah kunjungan orang yang sakit menjadi 100 orang per hari di RSJ Provinsi Jabar. Sedangkan angka yang lebih konservatif adalah sekitar 20%, atau 1 dari 5 orang dewasa menderita penyakit ini. Hal ini disebabkan karena seseorang tidak bisa menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan suatu perubahan atau gejolak hidup.

Apalagi di era serba modern ini perubahan - perubahan terjadi sedemikian cepat, satu era cepat berlalu dan berganti era lain, ditambah lagi manusia itu tidak dapat berbagi kesulitan hidupnya dengan orang lain. Karena itu, Depkes

1 http://digilib.unimus.ac.id. Sabtu, 25 Desember 2010 2

(5)

diharapkan mulai memfokuskan terhadap persoalan kesehatan tersebut jika tidak pasien ganguan jiwa akan terus naik di jawa barat.

Untuk mengatasi masalah ganguan jiwa diharapkan dari setiap Rumah Sakit Jiwa mempunyai pengobatan yang modern atau lebih maju dalam menyelesaikan masalah ganguan jiwa. Walaupun diketahui obat - obatan dapat mengendalikan gejala atau tanda–tanda yang muncul, obat–obat tersebut tidak bisa menyembuhkan gangguan jiwa. Dari berbagai macam pengobatan yang mampu mengurangi gangguan jiwa memang membutuhkan biaya yang sangat mahal.

Tetapi pengobatan penyembuhan yang bermanfaat serta mudah ditemukan sering kali dilupakan pengobatan tersebut adalah Terapi Musik. Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen musik oleh seorang terapis untuk meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional dan spritual. Seseorang yang mengalami rasa sedih atau mengalami depresi, musik dapat memberikan bantuan yang luar biasa bagi kesehatan mental. Apa bila dapat mengabungkan antara jenis musik yang tepat dan imajinasi yang terarah dan meditasi akan berpengaruh baik bagi penderita depresi (Mucci dan Kate, 2002) 3.

(6)

juga dapat menghasilkan rangsangan ritmis yang di tangkap oleh organ pendengaran dan diolah didalam sistem saraf tubuh dan kelenjar pada otak yang mereorganisasi interpretasi bunyi ke dalam ritme internal pendengar. Disamping itu, musik juga mengandung vibrasi energi yang akan mengaktifkan sel-sel didalam diri seseorang, sehingga fungsi dan kekebalan tubuh akan meningkat (Satiadarma, 2002:61).

Terapi musik di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat sendiri telah mempunyai kriteria pasien yang dapat mengikuti terapi musik, seperti pasien tenang, berbakat dan koorperatif. Dengan begitu terapi musik di Rumah Sakit Jiwa Jawa Barat dapat berjalan sesuai dengan tujuan, untuk tercapainya pelayanan rehabilitasi khusus musik bagi pasien gangguan jiwa, menghilangkan kejenuhan, meningkatkan sosialisasi dan meningkatkan rasa percaya diri.

Menurut pandangan Ketler dan Koshy terapi musik adalah ;

“Secara umum terapi musik bertujuan untuk mengekpresikan perasaan pasien, meningkatan kreativitas, serta memotivasi pasien agar dapat berinteraksi dan meningkatkan sosialisasi dengan orang lain, sehingga dapat meningkatkan citra dirinya dan menghindarkan pasien dari keterasingan” (Ketler, 1995:137 ; Koshy, 1985:217).

Kekuatan musik untuk memperbaiki kondisi psiofisik seseorang telah lama dilakukan sebagi bentuk terapi yang dapat mempercepat penyembuhan. Langkanya penelitian dimasa lalu mengenai dampak musik terhadap kehidupan psiofisik dan kepribadian seseorang mengakibatkan kurangnya informasi tentang manfaat musik selain sebagai alat hiburan. Namun dengan perkembangannya berbagai penelitian, semaki banyak orang yang dapat memahami bahwa musik

3

(7)

berfungsi terapeutik yang artinya dapat menyembuhkan. Andrew (1997) mengemukakan bahwa musik terbukti memberikan dampak yang positif terhadap suasana hati para pasien depresi dan kecemasan. Steckler (1998) juga mengemukakan bahwa musik berpengaruh pada seluru aspek baik fisik, mental, emosional, dan spiritual pasien. Mereka lebih bergairah setelah mengikuti terapi, lebih bersemangat dalam melakukan aktivitas sosial, dan secara emosional menjadi lebih tenang (Satiadarma, 2002:67).

Selain bersifat menyembuhkan Musik ternyata diketahui bersifat komunikasi. Karena komunikasi di dalam profesi keperawatan menjadi sangat penting, komunikasi merupakan alat dalam melaksanakan proses keperawatan. Melalui komunikasi, perawat mengenal pasien dan membantu pasien beradaptasi dengan kondisinya serta membantu memecahkan masalah kesehatan. Selama berinteraksi dengan pasien penggunaan diri secara efektif, melakukan komunikasi terapi, strategi atau tekhnik menanggapi respon pasien harus dimiliki oleh perawat, karena ketiga aspek tersebut bertujuan untuk terapi. Oleh karena itu diharapkan dapat membantu proses penyembuhan dan dapat meningkatkan kesehatan yang optimal (Suryani, 2006) 4. Untuk itu setiap perawat perlu memiliki ketrampilan khusus untuk menambah nilai plus pada dirinya. Salah satunya adalah dengan menguasai komunikasi.

4

(8)

Mengenai betapa pentingnya komunikasi sebagaimana dikatakan Judy C.Person dan Paul E.Nelson dalam Mulyana bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi ;

“Pertama, untuk kelangsungan hidup diri sendiri yang meliputi keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran diri, menampilkan diri kita sendiri kepada orang lain dan mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dengan keberadaan suatu masyarakat”.(Mulyana, 2005:5).

Proses komunikasi merupakan nilai awal yang di jadikan sebagai batu pijakan dari berbagai perilaku yang ada, karena komunikasi akan mengantar seseorang ke dalam berbagai tujuan yang ingin dicapai. Komunikasi yang dilakukan untuk penderita ganguan jiwa akan sangat berbeda dengan cara berkomunikasi orang normal pada umumnya. Dari komunikasi yang dilakukan akan menumbuhkan suatu proses dalam pelaksanaannya.

(9)

Karena itu komunikasi perawat sangat penting untuk pasien dalam terapi musik di Rumah Sakit Jiwa, karena komunikasi merupakan alat dalam melaksanakan proses terapi. Selain itu komunikasi berfungsi sebagai alat penghubung antara komunikator dan komunikan yang mana dalam hal ini peranan perawat sebagai komunikator memegang peranan utama dan penting dalam suatu proses komunikasi, yang tugas utamanya ialah membantu dan memberikan pertolongan pertama pada pasien dalam keadaan gawat darurat.

Melalui komunikasi, perawat mengenal pasien dan membantu pasien beradaptasi dengan kondisinya. Proses komunikasi yang terjadi dalam terapi musik disini diartikan sebagai proses untuk menciptakan hubungan antara perawat dan pasien, dan untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Maka komunikasi perawat dengan pasien disaat melakukan terapi sangatlah penting, karena dapat memudahkan perawat melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik.

Berdasarkan pra penelitian di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat dengan membahas komunikasi perawat dengan pasien dalam terapi musik sebagai langkah penyembuhan jiwa pasien dinilai menarik untuk diangkat sebagai penelitian. Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, peneliti berharap penelitian ini dapat menjawab rumusan masalah tentang :

(10)

1.2. Identifikasi Masalah

Untuk memberi arah pada penelitian yang dilakukan, maka peneliti menyusun penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana Bahasa komunikasi terapeutik perawat dengan pasien RSJ Provinsi Jabar dalam terapi musik diruang rehabilitasi?

2. Bagaimana Isyarat komunikasi terapeutik perawat dengan pasien RSJ Provinsi Jabar dalam terapi musik diruang rehabilitasi?

3. Bagaimana Kial (gesture) komunikasi terapeutik perawat dengan pasien RSJ Provinsi Jabar dalam terapi musik diruang rehabilitasi?

4. Bagaimana Gambar komunikasi terapeutik perawat dengan pasien RSJ Provinsi Jabar dalam terapi musik diruang rehabilitasi?

5. Bagaimana Warna komunikasi terapeutik perawat dengan pasien RSJ Provinsi Jabar dalam terapi musik diruang rehabilitasi?

6. Bagaimana media komunikasi terapeutik perawat dengan pasien RSJ Provinsi Jabar dalam terapi musik diruang rehabilitasi?

(11)

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan metode terapi musik dalam melakukan penyembuhan jiwa pasien Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jabar

1.3.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Bahasa komunikasi terapeutik perawat dengan pasien RSJ Provinsi Jabar dalam terapi musik diruang rehabilitasi

2. Untuk mengetahui Isyarat komunikasi terapeutik perawat dengan pasien RSJ Provinsi Jabar dalam terapi musik diruang rehabilitasi

3. Untuk mengetahui Kial komunikasi terapeutik perawat dengan pasien RSJ Provinsi Jabar dalam terapi musik diruang rehabilitasi

4. Untuk mengetahui Gambar komunikasi terapeutik perawat dengan pasien RSJ Provinsi Jabar dalam terapi musik diruang rehabilitasi

5. Untuk mengetahui Warna komunikasi terapeutik perawat dengan pasien RSJ Provinsi Jabar dalam terapi musik diruang rehabilitasi

6. Untuk mengetahui media komunikasi terapeutik perawat dengan pasien RSJ Provinsi Jabar dalam terapi musik diruang rehabilitasi

(12)

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang dapat dijadikan sebagai masukan bagi perkembangan ilmu kesehatan dan ilmu komunikasi, khususnya kajian mengenai pentingnya terapi musik.

1.4.2. Kegunaan Praktis

1.4.2.1. Bagi Peneliti

Sebagai aplikasi ilmu dan menambah pengetahuan tentang terapi musik. Serta dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan baik dari segi teoritis dan praktisnya bagi peneliti.

1.4.2.2. Bagi Akademik

Sebagai bahan referensi skripsi bagi mahasiswa lainnya yang akan melakukan penelitian – penelitian di bidang ilmu komunikasi, khususnya kajian komunikasi di bidang Kesehatan

1.4.2.3 . Bagi Instansi

(13)

1.5. Kerangka Pemikiran

1.5.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Dengan adanya komunikasi dalam terapi musik maka diketahui proses komunikasi perawat dengan pasien ini termasuk komunikasi interpersonal, yaitu komunikasi antara orang–orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal dan nonverbal (Mulyana, 2000:73).

Dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan pasien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi peawat dan pasien ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan pasien diwaktu setelah atau sesudah melakukan terapi musik, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan.

Pada dasarnya proses komunikasi meliputi banyak cara baik itu verbal maupun non verbal. Hal ini sebagaimana di ungkapkan oleh Onong Uchajana Efendy dalam buku ilmu komunikasi, teori dan praktek, proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap yakni proses komunikasi secara primer dan secara sekunder, yakni ;

(14)

penyampaian pesan oleh seseorang lain menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama”(Efendy,2003:11,16).

Bersadarkan pengertian proses komunikasi primer diatas menjelaskan bahwa komunikasi mencakup penggunaan lambang secara luas yang diantaranya ;

1. Bahasa

Sebab bahasa dapat menunjukkan pernyataan seseorang mengenai hal-hal, selain yang kongkret juga yang abstrak, baik yang terjadi saat sekarang maupun waktu yang lalu dan masa yang akan datang.

2. Kial (gesture)

Adalah gerakan dengan menggunakan anggota tubuh seperti anggukan atau gelengan kepala, kedipan mata, tepukan tangan, dll. Semua lambang nonverbal ini memang dapat “menerjemahkan” pikiran seseorang sehingga terekspresikan

secara fisik. Akan tetapi menggapaikan tangan, atau memain¬kan jari-jemari, atau mengedipkan mata, menggerakkan anggota tubuh lainnya hanya dapat mengkomunikasikan hal-hal tertentu saja (sangat terbatas).

3. Isyarat

(15)

Membunyikan gong di tengah malam di kampung-kampung di Timor atau di Sumba itu pertanda meminta pertolongan (ada perampokan, pencurian, ataupun kebakaran).

4. Gambar

Gambar apakah itu foto, lukisan, sketsa, karikatur, diagram, grafik, atau lain-lainnya, adalah lambang yang biasa digunakan untuk menyampaikan pernyataan seseorang.

5. Warna

Warna juga yang mempunyai makna tertentu dalam berkomunikasi di masyarakat. Warna putih selalu diidentikkan dengan ketulusan dan kemurnian. Warna hitam selalu dipertunjukkan untuk mengekspresikan kesedihan. Misalnya, sebagai tanda perkabungan. Demikian pula warna seperti pada lampu lalu lintas merah berarti berhenti, kuning berarti siap, dan hijau berarti berjalan; kesemuanya itu lambang yang dipergunakan polisi lalu lintas untuk menyampaikan instruksi kepada para pemakai jalan.

(16)

alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

Mengapa menggunakan alat bantu atau media kedua? Alasannya bisa beragam. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh dan alasan lainnya jumlah komunikannya banyak. Beberapa media kedua atau alat bantu yang biasanya digunakan antara lain: telepon, majalah, digunakan dalam berkomunikasi 5.

1.5.2. Kerangka Pemikiran Praktis

Kerangka praktis/konseptual merupakan aplikasi dari kerangka teoritis yang sebelumnya telah mendapatakan berbagai teori pendukung penelitian ini. Proses komunikasi perawat dengan pasien yang menjadi inti penelitian ini, kemudian dapat diaplikasikan dalam kegiatan terapi musik. Tujuan dari Proses Komunikasi perawat pada pasien Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat adalah membantu pasien mengurangi beban perasaan dan pikiran selama proses terapi yang sedang dijalankan.

Dengan melihat fenomena – fenomena gangguan jiwa yang diderita oleh manusia, maka dari itu peneliti menghubungkan hasil dari pra penelitian dengan teori yang digunakan oleh Onong Uchajana Efendy, yaitu ;

5

(17)

A. Proses komunikasi primer 1. Bahasa

Pada tahap ini merupakan awal dengan cara perawat melakukan perbincangan atau berinteraksi terhadap pasien terapi musik diruang rehabilitasi. Dari perbincangan inilah terjadinya suatu proses komunikasi yang terjadi antara perawat dengan pasien, pada kesempatan ini dilakukan perawat dengan bertujuan ;

- mencari informasi perkembangan selama terapi dilakukan oleh pasien yang juga sebagai lawan bicaranya

- mengurangi perasaan cemas dalam diri pasien dan juga perawat itu sendiri

Bahasa yang digunakan perawat Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat disesuaikan kepada pasien ganguan jiwa karena asal daerah pasien berbeda-beda, tetapi pada umumnya kebayakan perawat berbahasa Indonesia.

2. Kial

(18)

- Melatih gerak kedua kaki pasien yang bermaksud menari saat mendengar musik

- Melatih gerak kedua tangan pasien yang bertujuan pengekspresikan suasana bernyayi dan berjoget dengan gerakan-gerakan tangan

- Mengerakan leher atau gelengan kepala pasien ini menandakan bahwa sedang menikmati musik yang didengarkan.

Ketiga gerakan diatas hayalah beberapa dari sebagian gerakan tubuh yang ada. Dari penjelasan diatas bahwa gerakan tubuh mempunyai tujuan untuk menerjemahkan pikiran pasien dan terekspresikan secara fisik.

3. Isyarat

Dalam cara kerja tahap ini perawat Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat menggunakan peralatan musik seperti Microphone, gitar, kaset music (cd / dvd). Semua alat yang behubungan dengan terapi musik dijadikan oleh perawat Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat sebagai tanda dalam melakukan komunikasi dengan pasien disaat menjalankan terapi musik.

4. Gambar

(19)

berupa foto dari hasil kegiatan terapi dan gambar sampul lagu yang akan dimainkan. Karena sebelum melakukan terapi musik, pasien memilih gambar dari sampul cd atau dvd player dikarenakan lagu yang akan mainkan ditentukan dari pasien. Dengan kegiatan seperti ini membantu perawat untuk melakukan evaluasi terapi dengan menilai dari sikap yang ditunjukan pasien saat melihat dan memilih lagu melalui gambar atau photo.

5. Warna

Tugas perawat Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat pada tahap kerja ini lebih diutamakan Perawat perlu mendorong perkembangan kesadaran diri pasien dan mengarahkan atau mengatasi penolakan perilaku adaptif. Perawat mengatasi penolakan perilaku adaptif dengan cara menciptakan suasana terapi yang nyaman, karena terapi itu memerlukan suasana yang menyenangkan dan menghibur jiwa pasien

(20)

mengetahuinya maksud dari pasien jiwa itu sendiri, sehingga mampu membantu pasien untuk mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh pasien serta mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.

B. Proses Komunikasi sekunder 1. Media

Dalam tahapan ini perawat Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat melakukan proses komunikasi dengan pasien menggunakan berupa media elektronik yang menunjang kegiatan terapi music. Media elektronik itu bagaimanapun juga sangat membantu dalam proses komunikasi perawat dengan pasien dalam melakukan terapi.

1.6. Pertanyaan Penelitian

Adapun pertanyaan – pertanyaan yang akan diajukan kepada informan pada penelitian yang dilakukan, sebagai berikut :

1. Bagaimana bahasa yang digunakan dalam komunikasi terapeutik perawat dengan pasien jiwa disaat melakukan terapi musik?

(21)

3. Berapa lama waktu yang dibutuhkan menggunakan bentuk bahasa yang digunakan dalam komunikasi terapeutik perawat dengan pasien jiwa disaat melakukan terapi musik?

4. Bagaimana kial yang digunakan dalam komunikasi terapeutik perawat dengan pasien jiwa disaat melakukan terapi musik?

5. Apa saja kesulitan yang dihadapi saat menggunakan kial dalam komunikasi terapeutik perawat dengan pasien jiwa disaat melakukan terapi musik?

6. Berapa lama waktu yang dibutuhkan menggunakan kial dalam komunikasi terapeutik perawat dengan pasien jiwa disaat melakukan terapi musik?

7. Bagaimanakah warna yang digunakan dalam komunikasi terapeutik perawat dengan pasien jiwa disaat melakukan terapi musik?

8. Apa saja kesulitan yang dihadapi saat menggunakan warna dalam proses komunikasi terapeutik perawat dengan pasien jiwa disaat melakukan terapi musik?

9. Berapa lama waktu yang dibutuhkan menggunakan warna dalam komunikasi terapeutik perawat dengan pasien jiwa disaat melakukan terapi musik?

(22)

11. Apa saja kesulitan yang dihadapi saat menggunakan gambar dalam komunikasi terapeutik perawat dengan pasien jiwa disaat melakukan terapi musik?

12. Berapa lama waktu yang dibutuhkan menggunakan gambar dalam komunikasi terapeutik perawat dengan pasien jiwa disaat melakukan terapi musik?

13. Bagaimanakah bentuk isyarat yang digunakan dalam komunikasi terapeutik perawat dengan pasien jiwa disaat melakukan terapi musik?

14. Apa saja kesulitan yang dihadapi saat menggunakan isyarat dalam komunikasi terapeutik perawat dengan pasien jiwa disaat melakukan terapi musik?

15. Berapa lama waktu yang dibutuhkan menggunakan isyarat dalam komunikasi terapeutik perawat dengan pasien jiwa disaat melakukan terapi musik?

(23)

17. Apa saja kesulitan yang dihadapi saat menggunakan media dalam komunikasi terapeutik perawat dengan pasien jiwa disaat melakukan terapi musik?

18. Berapa lama waktu yang dibutuhkan menggunakan media dalam komunikasi terapeutik perawat dengan pasien jiwa disaat melakukan terapi musik?

1.7. Subyek Penelitian dan Informan

1.7.1. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah sesuatu, baik orang, benda, ataupun lembaga (organisasi), yang sifat keadaannya akan diteliti. Dengan kata lain subyek penelitian adalah sesuatu yang di dalamnya melekat atau terkandung objek penelitian. Dalam penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat yang bertempat di Jl. Kolonel Masturi KM 7 Cisarua – Bandung Barat, adapun subyek penelitian ini adalah perawat Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.

1.7.2. Informan Penelitian

(24)

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi langsung dilapangan untuk mendapatkan data, yakni pengambilan informan dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek atau situasi sosial yang diteliti (Sugiyono, 2008:218). Informan yang diambil dari penelitian ini adalah empat orang perawat Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat yang memang mengetahui dan menguasai bagaimana cara maupun teknik terapi musik dalam penyembuhan jiwa pasien, untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.1

Data Informan Perawat Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat

No Nama Jabatan

1. Agustina robiatin Perawat

2. Krisna amelia Perawat

3. Agus suhendar Perawat

4. Henry Perawat

(25)

1.8. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskritif analisis, menurut Bodgan dan Taylor dalam Moleong menyatakan bahwa pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskritif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan orang-orang dengan prilaku yang dapat diamati (2000:3).

Hal seperti ini juga dipertegas oleh Creswell (1998:14) yang mengatakan bahwa “penelitian kualitatif adalah penelitian yang latar belakang tempat dan waktunya alamiah. Paradigma ini juga memungkinkan untuk dilakukan interprestasi secara kualitatif atas data-data yang diperoleh. Disamping itu, jenis penelitian ini memberi peluang yang besar bagi dibuatnya interprestasi-interprestasi alternatife” (Littlehogn,1993:16).

Oleh karena itu bagi peneliti kualitatif satu-satunya realita adalah situasi yang diciptakan oleh individu-individu yang terlibat dalam penelitian. penulis melaporkan realita di lapangan secara jujur dan mengandalkan pada suara dan penafsiran informan.

(26)

Peneliti memilih pendekatan kualitatif karena dipandang lebih relevan dan cocok yang bertujuan menggali dan memahami apa yang tersembunyi dibalik proses komunikasi perawat dengan pasien dalam melakukan terapi musik. Seperti dikatakan Denzin dan Lincoln dalam Creswell, bahwa ;

“Penelitian kualitatif memiliki fokus pada banyak metode, meliputi pendekatan interpretif dan naturalistic terhadap pokok persoalannya. Ini berarti bahwa para peneliti kualitatif mempelajari segala sesuatu di lingkungannya yang alami, mencoba untuk memahami atau menafsirkan fenomena menurut makna-makna yang diberikan kepada fenomena tersebut oleh orang-orang. Penelitian kualitatif meliputi penggunaan dan pengumpulan berbagai bahan empiris yang diteliti penelitian kasus, pengalaman pribadi, introspektif, kisah pekerjaan, wawancara, pengamatan, sejarah, interaksi, dan naskah - naskah visual yang menggambarkan momen-momen problematic dan pekerjaan sehari-hari serta mkana yang ada di dalam pekerjaan individu”. (Creswell, 1998:15).

1.9. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Wawancara mendalam (In-depth Interview)

(27)

2. Studi Pustaka

Teknik pengumpulan data dengan membaca literatur seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, buku standar, karya ilmiah, dll.

3. Dokumentasi

Metode atau teknik pengumpulan data melalui dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian sosial. Dokumen merupakan catatan yang didalamya terdapat sebuah peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen tersebut bisa dalam bentuk tulisan, gambar, atau proses terapi musik yang dilakukan oleh perawat.

4. Internet Searching atau penelusuran Data Online

Untuk menghasilkan data yang lebih maksimal, peneliti juga memanfaatkan dunia maya (internet) dalam mengumpulkan data–data yang diperlukan untuk penelitian ini.

5. Observasi Lapangan

(28)

1.10. Teknik Analisis Data

Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, mengikuti konsep yang di berikan menurut Faisal dalam Bungin, Logika yang dilakukan dalam penarikan kesimpulan penelitian kualitatif bersifat induktif (dari yang khusus kepada yang umum), seperti yang dikemukakannya :

”Dalam penelitian kualitatif digunakan logika induktif abstraktif. Suatu logika yang bertitik tolak dari ”khusus ke umum”; bukan dari ”umum ke khusus” sebagaimana dalam logika deduktif verifikatif. Karenanya, antara kegiatan pengumpulan data dan analisis data menjadi tak mungkin dipisahkan satu sama lain. Keduanya berlangsung secara simultan atau berlangsung serempak. Prosesnya berbentuk siklus, bukan linier. Huberman dan Miles melukiskan siklusnya seperti terlihat pada gambar berikut ini”.(2003: 68-69):

Gambar 1.2

Komponen-Komponen Analisa Data Model Kualitatif

DATA COLLECTION

CONCLUTION DRAWING, & VERIFYING DATA

REDUCTION

DATA DISPLAY

(29)

Dari gambar diatas ada empat unsur utama dalam proses analisis data pada penelitian kualitatif yaitu :

1. Reduksi data ( Data reducation )

Sebagai proses pemilihan, penyederhanaan, klasifikasi data dari hasil penggunaan teknik dan alat pengumpul data dilapangan. Kategorisasi dalam mereduksi data, yaitu melakukan pengumpulan terhadap informasi penting yang terkait dengan masalah penelitian, selanjutnya data dikelompokkan sesuai topik masalah.

2. Penyajian data ( Data Display )

Melakukan interpretasi data yaitu menginterpretasikan apa yang telah diinterpretasikan informan terhadap masalah yang diteliti, merupakan suatu upaya penyusunan sekumpulan informasi menjadi pernyataan.

3. Pengumpulan Data ( Data collection )

Data yang dikelompokkan selanjutnya disusun dalam bentuk narasi-narasi, sehingga berbentuk rangkaian informasi yang bermakna sesuai dengan masalah penelitian

4. Menarik kesimpulan ( Conclusion Drawing/verification )

(30)

mekanisme logika pemikiran induktif, maka pengambilan kesimpulan berdasarkan susunan narasi yang telah disusun pada ketiga tahap sebelumnya, sehingga dapat memberi jawaban atas masalah penelitian.

1.11. Lokasi dan Waktu Penelitian 1.11.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSJ Provinsi Jabar Jl. Kolonel Masturi km. 7 Cisarua. Telp ( 022 ) 2700260. Fax ( 022 ) 2700304 kabupaten bandung barat 4055. Email rsjprovjabar@yahoo.com, Website; www.rsj.jabarprov.go.id

1.11.2. Waktu Penelitian

(31)

Tabel 1.2.

Table Waktu Penelitian

No Kegiatan

BULAN

SEPTEMBER NOVEMBER DESEMBER JANUARY FEBUARY 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Persiapan

2 Pengajuan Judul

3 Pesetujuan Judul

4 Pengajuan Surat Pembimbing

5 Penulisan BAB I

6 Revisi BAB I

7 Acc BAB I, Seminar UP

8 Penulisan dan Penyerahaan BAB II

9 Revisi dan Penyerahaan, Acc BAB II

10 Penulisan dan Penyerahan BAB III

11 Revisi BAB III dan Penyebaran angket

12 Acc BAB III dan Penyerahan BAB IV

13 Revisi BAB IV

14 Acc BAB IV dan Penyerahan BAB V

15 Acc BAB V, dll

16 Acc keseluruhan

(32)

1.12. Sistematika Penulisan

Secara garis besar sistematika penulisan pada tugas akhir ini dapat penulis jelaskan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Adapun di bab ini terdapat latar belakang penelitian, identifikasi penelitian, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, pertanyaan penelitian, subyek penelitian dan informan, metode penelitian, tehnik pengumpulan data, analisis data, lokasi & waktu penelitian, sisitematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini membahas mengenai tinjuan tentang ilmu komunikasi, tentang komunikasi interpersoanal, tinjauan tentang terapi music

BAB III : OBJEK PENELITIAN

Pada bab ini membahas mengenai gambaran secara umum tentang perusahaan tempat mengadakan penelitian dimana

BAB IV : HASIL PENELITIAN

Berisi tentang hasil penelitian yang telah diolah dan dianalisi dari data yang dikumpulkan melalui wawancara dan observasi di tempat penelitian.

BAB V : PENUTUP

(33)

31 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Tentang Komunikasi 2.1.1. Pengertian Komunikasi

Komunikasi adalah prasyarat kehidupan manusia, kehidupan manusia akan tampak hampa apabila tidak ada komunikasi. Karena tanpa komunikasi interaksi antar manusia, baik secara perorangan, kelompok ataupun organisasi tidak mungkin akan terjadi.

Komunikasi adalah suatu topik yang amat sering diperbincangkan, bukan hanya dikalangan ilmuwan komunikasi, melainkan juga dikalangan awam, sehingga pengertian komunikasi itu sendiri memiliki banyak arti yang berlainan. Oleh karena itu, kesepakatan dalam mendefinisikan istilah komunikasi merupakan langkah awal untuk memperbaiki pemahaman atas fenomena yang rumit ini.

(34)

definisi-definsi kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagai hal-hal tersebut, seperti dalam kalimat “kita berbagi pikiran”, “kita mendiskusikan makna”,“dan kita mengirimkan pesan”(Mulyana,2002:4-42).

Definisi komunikasi harus dilihat dari kemanfaatannya untuk menjelaskan fenomena yang didefinisikan dan mengevaluasinya. Berikut merupakan beberapa definisi komunikasi menurut para ahli:

1. Bernad Berelson dan Gary A. Steiner :

“Komunikasi: transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya, dengan mengunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, figur, grafik, dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi”.

2. Carl. I. Hovland :

“Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang

(komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate)”.

3. Stewart. L. Tubbs dan Sylvia Moss

(35)

4. Harold Laswell

Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut; Who, Says, What, in Which Channel, saluran apa kepada siapa dengan pengaruh bagaimana?. (Mulyana, 2002 : 62,69).

Pada umumnya yang kita lihat adalah bahwa komunikasi itu berlangsung dan terjadi, hanya perumusan dari pesan adalah sedemikian rupa, sehingga ia tidak dapat difahami oleh komunikan. Dalam keadaan ini, maka jelaslah, bahwa partisipasi sama sekali tidak dapat diharapkan, karena partisipasi hanya bisa terwujudkan, apabila tercapai motivasi pada pihak komunikan yaitu bahwa pihak komunikan setelah memahami isi pesan, berpendapat dan berperasaan juga bahwa isi saran merupakan keinginan pribadinya pula. Dengan demikian maka sampailah kita pada dasar ilmu komunikasi, yaitu bahwa apabila suatu pesan tidak mencapai efek yang diinginkan, maka yang bersalah adalah pihak komunikator. Maka definisi dari komunikasi berdasarkan diatas ,Komunikasi merupakan pengoperan lambang dan bertujuan partisipasi ataupun motivasi. (Susanto, 1977:97).

2.1.2. Tujuan Komunikasi

Adapun tujuan dari proses komunikasi adalah:

1. Perubahan sikap

(36)

3. Perubahan perilaku

4. Perubahan sosial. (Effendy, 1993:55).

Suatu proses komunikasi yang langsung mempunyai tujuan. Tujuan yang dipaparkan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Perubahan sikap

Komunikan dapat merubah sikap setelah dilakukan suatu proses komunikasi.

2. Perubahan pendapat

Perubahan pendapat dapat terjadi dalam suatu komunikasi yang tengah dan sudah berlangsung dan tergantung bagaimana komunikator menyampaikan komunikasinya.

3. Perubahan perilaku

Perubahan perilaku dapat terjadi bila dalam suatu proses komunikasi, apa yang dikemukakan komunikator sesuai dengan yang disampaikan hal ini tergantung kepada kredibilitas komunikator itu sendiri.

4. Perubahan sosial

(37)

2.1.3. Unsur-unsur Komunikasi

Komunikasi telah didefinisikan sebagai usaha penyampaian pesan antar manusia, sehingga untuk terjadinya proses komunikasi minimal terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu:

1. Pengirim pesan (komunikator).

2. Penerima pesan (komunikan).

3. Pesan itu sendiri.

Analisis 5 unsur menurut Lasswell (1960), komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa (who), mengatakan apa (says what), dengan saluran apa (in which channel) kepada siapa (to whom), dengan akibat atau hasil apa (with what effect) :

1. Who (siapa/ sumber)

Sumber atau komunikator adalah pihak yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi atau yang memulai suatu Komunikasi bisa seorang individu, kelompok organisasi, maupun suatu negara sebagai komunikator.

2. Says What (pesan)

(38)

Ada 3 komponen pesan yaitu makna, symbol untuk menyampaikan makna ,dan bentuk atau organisasi pesan.

3. In Which Channel (saluran / media)

Wahana atau alat untuk menyampaikan pesan dari komunikator (sumber) kepada komunikan (penerima) baik secara langsung (tatap muka), maupun tidak langsung (melalui media cetak atau elektronik).

4. To Whom (untuk siapa atau penerima)

Orang atau kelompok atau organisai atau suatu Negara yang menerima pesan dari sumber. Disebut tujuan ,pendengar, khalayak, komunikan, penafsir atau penyandi balik.

5. With What Effect (dampak atau efek)

Dampak atau efek yang terjadi pada komunikan (penerima) setelah menerima pesan dari sumber, seperti perubahan sikap, bertambahnya pengetahuan.

2.1.4. Fungsi Komunikasi

(39)

Rudolfh F. Verdeber mengemukakan bahwa komunikasi itu mempunyai dua fungsi, yaitu :

“Pertama , fungsi sosial, yakni untuk tujuan kesenangan, untuk menunjukan ikatan dengan orang lain, membangun dan memelihara hubungan. Kedua, fungsi pengambilan keputusan, yakni memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada suatu saat tertentu”. (Mulyana, 2007:5).

Lain halnya dengan Judy C Pearson dan Paul E. Nelson yang mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi umum, yaitu :

“Pertama, untuk kelangsungan hidup diri-sendiri yang meliputi : keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kita sendiri kepada orang lain dan mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat”. (Mulyana, 2007:5).

Berikut merupakan empat fungsi komunikasi berdasarkan kerangka yang dikemukakan William I. Gorden, yaitu :

1. Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial

2. Fungsi komunikasi sebagai komunikasi ekspresif

3. Fungsi komunikasi sebagi komunikasi ritual dan

4. Fungsi komunikasi sebagai komunikasi instrumental.

(40)

1. Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi-diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan tegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur dan memupuk hubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan angota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, RW, desa, kota dan Negara secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama.

Implisit dalam fungsi komunikasi sosial ini adalah fungsi komunikasi kultural. Pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik secara horisontal, dari suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya, ataupun secara vertikal, dari suatu generasi kepada generasi berikutnya.

2. Fungsi komunikasi sebagai komunikasi ekspresif

(41)

prihatin, marah, dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun terutama lewat perilaku nonverbal.

3. Fungsi komunikasi sebagi komunikasi ritual

Komunikasi ritual biasanya dilakukan secara kolektif, suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun (nyanyi happy birthday dan pemotongan kue), hingga upacara kematian.

Dalam acara- acara itu orang mengucapkan kata-kata atau menampilkan perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Ritus-ritus lain seperti berdoa (salat, sembahyang, misa), perayaan lebaran, Natal, juga adalah komunikasi ritual. Mereka yang berpartisifasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku bangsa, Negara, ideologi, atau agama mereka. Komunikasi ritual sering juga bersifat ekspresif, menyatakan perasaan terdalam seseorang.

4. Fungsi komunikasi sebagai komunikasi instrumental

(42)

tersebut dapat disebut membujuk (bersifat persuasif). Komunikasi yang berfungsi memberitahukan atau menerangkan yang mengandung muatan persuasif dalam arti bahwa pembicaraan menginginkan pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikannya akurat dan layak untuk diketahui. Komunikasi berfungsi sebagai instrumental untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka-pendek ataupun jangka-panjang.

2.1.5. Proses Komunikasi

Proses komunikasi adalah bagaimana komunikator menyampaikan pesan kepada komunikannya, sehingga dapat menciptakan suatu persamaan makna antara komunikan dengan komunikatornya. Proses Komunikasi ini bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang efektif (sesuai dengan tujuan komunikasi pada umumnya).

Proses komunikasi dapat terjadi apabila ada interaksi antar manusia dan ada penyampaian pesan untuk mewujudkan motif komunikasi. Tahapan proses komunikasi adalah sebagai berikut :

1. Penginterpretasian

(43)

rasakan ke dalam pesan (masih abstrak). Proses penerjemahan motif komunikasi ke dalam pesan disebut interpreting.

2. Penyandian

Tahap ini masih ada dalam komunikator dari pesan yang bersifat abstrak berhasil diwujudkan oleh akal budi manusia ke dalam lambang komunikasi. Tahap ini disebut encoding, akal budi manusia berfungsi sebagai encorder, alat penyandi: merubah pesan abstrak menjadi konkret.

3. Pengiriman

Proses ini terjadi ketika komunikator melakukan tindakan komunikasi, mengirim lambang komunikasi dengan peralatan jasmaniah yang disebut transmitter, alat pengirim pesan.

4. Perjalanan

Tahapan ini terjadi antara komunikator dan komunikan, sejak pesan dikirim hingga pesan diterima oleh komunikan.

5. Penerimaan

(44)

6. Penyandian balik

Tahap ini terjadi pada diri komunikan sejak lambang komunikasi diterima melalui peralatan yang berfungsi sebagai receiver hingga akal budinya berhasil menguraikannya (decoding).

2.2. Tinajuan Komunikasi Verbal dan Komunikasi Non-Verbal 2.2.1. Komunikasi Verbal

Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Deddy Mulyana, 2005). Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut yang digunakan dan dipahami suatu komunitas.

Jalaluddin Rakhmat (1994), mendefinisikan bahasa secara fungsional dan formal. Secara fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan. Secara formal bahasa diartikan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tatabahasa. Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberi arti.

(45)

Sintaksis merupakan pengetahuan tentang cara pembentukan kalimat. Semantik merupakan pengetahuan tentang arti kata atau gabungan kata-kata.

Menurut Larry L. Barker dalam Deddy Mulyana (2005), bahasa mempunyai tiga fungsi: penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi.

1. Penamaan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.

2. Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.

3. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.

(46)

1. Mengenal dunia di sekitar kita

Melalui bahasa kita mempelajari apa saja yang menarik minat kita, mulai dari sejarah suatu bangsa yang hidup pada masa lalu sampai pada kemajuan teknologi saat ini.

2. Berhubungan dengan orang lain

Bahasa memungkinkan kita bergaul dengan orang lain untuk kesenangan kita, dan atau mempengaruhi mereka untuk mencapai tujuan kita. Melalui bahasa kita dapat mengendalikan lingkungan kita, termasuk orang-orang di sekitar kita.

3. Untuk menciptakan koherensi dalam kehidupan kita

Bahasa memungkinkan kita untuk lebih teratur, saling memahami mengenal diri kita, kepercayaan-kepercayaan kita, dan tujuan-tujuan kita.

2.2.2. Komunikasi Non Verbal

(47)

2.2.2.1. Klasifikasi Pesan Non Verbal

Jalaludin Rakhmat (1994) mengklasifikasikan pesan-pesan nonverbal sebagai berikut :

1. Pesan kinesik

Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural.

2. Pesan gestural

Menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna.

3. Pesan proksemik

Disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain.

4. Pesan artifaktual

(48)

5. Pesan paralinguistik

Adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda. Pesan ini oleh Dedy Mulyana (2005) disebutnya sebagai parabahasa.

6. Pesan sentuhan dan bau-bauan

Alat penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan membedakan emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan dengan emosi tertentu dapat mengkomunikasikan: kasih sayang, takut, marah, bercanda, dan tanpa perhatian.

Bau-bauan, terutama yang menyenangkan (wewangian) telah berabad-abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan –menandai wilayah mereka, mengidentifikasikan keadaan emosional, pencitraan, dan menarik lawan jenis.

2.2.2.2. Fungsi pesan nonverbal

(49)

1. Emblem, gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan dengan simbol verbal. Kedipan mata dapat mengatakan,”saya tidak sungguh-sungguh”.

2. Illustrator, pandangan ke bawah dapat menunjukkan kesedihan atau depresi.

3. Regulator, kontak mata berarti saluran percakapan terbuka. Memalingkan muka menandakan ketidaksediaan berkomunikasi.

4. Penyesuai, kedipan mata yang meningkat ketika orang berada dalam tekanan. Itu merupakan respon yang tidak disadari yang merupakan upaya tubuh mengurangi kecemasan.

5. Affect Display, pembesaran manik-mata menunjukkan peningkatan emosi. Isyarat wajah lainnya menunjukkan perasaan takut, terkejut, atau senang.

Sedangkan Mark L. Knapp dalam Jalaludin (1994), menyebut lima fungsi pesan nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal:

(50)

2. Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpa sepatah katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-anggukkan kepala.

3. Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya anda ’memuji’

prestasi teman dengan mencibirkan bibir, seraya berkata ”Hebat, kau memang hebat.”

4. Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.

5. Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggaris bawahinya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul meja.

Sementara itu, Dale G. Leathers (1976) dalam Nonverbal Communication Systems, menyebutkan enam alasan mengapa pesan verbal sangat signifikan. Yaitu:

(51)

gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal. Pada gilirannya orang lainpun lebih banya ’membaca’

pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk nonverbal.

b. Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan noverbal ketimbang pesan verbal.

c. Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh komunikator secara sadar.

d. Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi metakomunikatif artinya memberikan informasi tambahan yang memeperjelas maksud dan makna pesan. Diatas telah kita paparkan pesan verbal mempunyai fungsi repetisi, substitusi, kontradiksi, komplemen, dan aksentuasi.

(52)

f. Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan dan emosi secara tidak langsung. Sugesti ini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit (tersirat).

2.3. Tinjauan Tentang Komunikasi Interpersonal 2.3.1. Definisi Komunikasi interpersonal

Komunikasi intrapersonal dapat diartikan sebagai penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri. Jadi dapat diartikan bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang membutuhkan pelaku atau personal lebih dari satu orang. R Wayne Pace mengatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah Proses komunikasi yang berlangsung antara 2 orang atau lebih secara tatap muka.

Komunikasi Interpersonal menuntut berkomunikasi dengan orang lain. Komunikasi jenis ini dibagi lagi menjadi komunikasi diadik, komunikasi publik, dan komunikasi kelompok kecil. Komunikasi Interpersonal juga berlaku secara kontekstual bergantung kepada keadaan, budaya, dan juga konteks psikologikal.

(53)

“Bentuk kegiatan komunikasi yang kerap dilakukan oleh manusia adalah komunikasi interpersonal yaitu komunikasi antara orang – orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung baik secara verbal maupun non verbal (Mulyana, 2008 : 81).

2.3.2. Klasifikasi Komunikasi Interpersonal

Redding yang dikutip Muhammad (2004:159-160) mengembangkan klasifikasi komunikasi interpersonal menjadi :

1. Interaksi intim, termasuk komunikasi di antara teman baik, anggota famili, dan orang-orang yang sudah mempunyai ikatan emosional yang kuat.

2. Percakapan sosial, adalah interaksi untuk menyenangkan seseorang secara sederhana. Tipe komunikasi tatap muka penting bagi pengembangan hubungan informal dalam organisasi.Misalnya dua orang atau lebih bersama-sama dan berbicara tentang perhatian, minat di luar organisasi seperti isu politik, teknologi dan lain sebagainya.

(54)

4. Wawancara, adalah salah satu bentuk komunikasi interpersonal di mana dua orang terlibat dalam percakapan yang berupa tanya jawab. Misalnya, atasan yang mewawancarai bawahannya untuk mencari informasi mengenai suatu pekerjaannya.

Untuk mencapai komunikasi yang mengena, seorang komunikator selain mengenal dirirnya, ia juga harus memilki:

1. Kepercayaan (credibility)

Kredibiltas adalah seperangkat persepsi tentang kelebihan – kelebihan yang dimiliki sumber sehingga diterima atau diikuti oleh khalayak atau penerima.

2. Daya Tarik (attractive)

Daya tarik adalah salah satu faktor yang harus dimilki oleh seorang komunikator selain kredibilitas, faktor daya tarik banyak menentukan berhasil tidaknya komunikasi.

3. Kekuatan (power)

(55)

James Mc. Croslay (1996) lebih jauh menjelaskan bahwa kredibilitas sebagai komunikator bersumber pada :

a. Kompetensi (competence), adalah penguasaan yang dimiliki komunikator terhadap masalah yang sedang dibahasnya.

b. Sikap (character), menunjukan pribadi komunikator apakah ia tegar atau toleran terhadap prinsip.

c. Tujuan (intention), menunjukan apakah hal-hal yang disampaikan itu punya maksud baik atau tidak.

d. Kepribadian (personality), menunjukan apakah komunikator memiliki pribadi yang hangat dan bersahabat.

e. Dinamika (dynamism), menunjukan apakah hal yang disampaikan itu menarik atau tidak (Cangara, 2000:96).

2.3.3. Hubungan Interpersonal

(56)

komunikasi akan berlangsung dengan lebih efektif. Ada beberapa teori yang dapat melandasi komunikasi interpersonal maupun hubungan interpersonal dan salah satunya digunakan penulis sebagai landasan untuk penelitian. Teori ini adalah penetrasi sosial yang dikemukakan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor (Littlejohn, 1997 : 457).

Menurut mereka, sewaktu hubungan – hubungan berkembang, komunikasi bergerak dari tingkatan – tingkatan yang relatif dangkal dan tidak intim sampai pada tingkatan – tingkatan yang lebih dalam dan lebih pribadi. Dengan berkembanganya hubungan, pasangan – pasangan membagi lebih banyak aspek diri, memberikan luas dan juga kedalaman melalui pertukaran informasi, perasan dan aktifitas.

Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Kegagalan komunikasi sekunder terjadi, bila isi pesan kita dipahami, tetapi hubungan di antara komunikan menjadi rusak. Anita Taylor mengatakan Komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal barangkali yang paling penting.

Faktor yang menumbuhkan Hubungan Interpersonal dalam komunikasi interpersonal :

1. Kepercayaan (trust)

(57)

menimbulkan rasa percaya adalah pengalaman, empati, menerima, dan kejujuran.

2. Sikap Suportif

Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensive dalam komunikasi. Dimana seseorang akan bersikap defensive ketika ia tidak mau menerima suatu keadaan, dilanda kecemasan, tidak jujur dan tidak empatis. Maka dengan sikap defensive komunikasi inetpersonal akan gagal, Karena sikap defensive akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang dianggapnya dalam situasi komunikasi ketimbang memahami pesan orang lain.

3. Sikap terbuka (open mindness)

Sikap terbuka sangat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal. Dikatakan terbuka jika kita sudah bisa menilai pesan secara objektif dengan menggunakan data atau logika, kita dapat membedakan dengan mudah atau dapat melihat suasana ini, berorientasi pada isi, mencari informasi dari berbagai sumber, bersifat proporsional dan bersedia mengubah kepentingan mencari pengertian pesan yang tidak sesuai denagn rangkaian kepercayaan (Rakhmat,2001:129).

(58)

diantara dua orang atau lebih. Masing – masing dari mereka bergantian peran menjadi komunikator maupun menjadi komunikan. Namun, yang sering terjadi adalah perawat bertindak lebih aktif menyampaikan pesan sementara pasien lebih banyak menerima pesan tersebut. Mereka saling mempertukarkan pesan dan menerima reaksi dari pesan itu dengan segera. Pesan yang dipertukarkan tidak hanya pesan verbal melainkan didukung pula oleh pesan – pesan non verbal.

2.4. Tinjauan Tentang Komunikasi Kelompok.

2.4.1. Pengertian Komunikasi Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan.

(59)

pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok diatas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, peserta komunikasi lebih dari dua orang, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok.

Menurut B. Curtis, James J.Floyd, dan Jerril L. Winsor (2005:149) menyatakan komunikasi kelompok terjadi ketika tiga orang atau lebih bertatap muka, biasanya di bawah pengarahan seorang pemimpin untuk mencapai tujuan atau sasaran bersama dan mempengaruhi satu sama lain. Lebih mendalam ketiga ilmuwan tersebut menjabarkan sifat-sifat komunikasi kelompok sebagai berikut:

1. Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka;

2. Kelompok memiliki sedikit partisipan;

3. Kelompok bekerja di bawah arahan seseorang pemimpin;

4. Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama;

5. Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain.

2.4.2. Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi 1. Konformitas

(60)

mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok,aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga.

2. Fasilitasi sosial

(61)

karena itu, peneliti-peneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.

3. Polarisasi

Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras.

2.4.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok

Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: melaksanakan tugas kelompok, dan memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.

Jalaluddin Rakhmat (2004) meyakini bahwa faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu:

(62)

Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada kelompok tugas koatif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan pelaksanaan tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi, bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara keseluruhan akan berkurang.

(63)

menghasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif, diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar.

Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater dalam Rakmat (2004) menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok.

b. Jaringan komunikasi

Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut: roda, rantai, lingkaran, dan bintang. Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir.

c. Kohesi kelompok

(64)

sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal.

Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian.

d. Kepemimpinan

(65)

menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang minimal.

2. Faktor personal karakteristik kelompok a. Kebutuhan interpersonal

William C. Schultz (1966) merumuskan Teori FIRO (Fundamental Interpersonal Relations Orientatation), menurutnya orang menjadi anggota kelompok karena didorong oleh tiga kebutuhan intepersonal sebagai berikut:

- Ingin masuk menjadi bagian kelompok (inclusion).

- Ingin mengendalikan orang lain dalam tatanan hierakis (control).

- Ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain.

b. Tindak komunikasi

(66)

sebagai Interaction Process Analysis (IPA). Terdapat 12 tindak komunikasi dalam kelompok:

- Menampakkan persahabatan - Mendramatasi

- Menyetujui - Membantah

- Menunjukkan ketegangan - Menampakkan permusuhan - Memberikan saran

- Memberikan pendapat - Memberikan informasi - Meminta informasi - Meminta pendapat - Meminta saran c. Peranan

(67)

1) Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah memecahkan masalah atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Peranan tugas berhubungan dengan upaya memudahkan dan mengkoordinasi kegiatan yang menunjang tercapainya tujuan kelompok.

2) Peranan Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok berkenaan dengan usaha-usaha untuk memelihara emosional anggota-anggota kelompok.

3) Peranan individual, berkenaan dengan usahan anggota kelompokuntuk memuaskan kebutuhan individual yang tidak relevan dengan tugas kelompok.

2.5. Tinjauan Komunikasi Primer dan Komunikasi Sekunder 2.5.1. Pengertian Komunikasi Primer

(68)

Komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan. Dengan kata lain, komunikasi adalah proses membuat pesan yang setara bagi komunikator dan komunikan. Prosesnya sebagai berikut, pertama-tama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan disampaikan kepada komunikan. Ini berarti komunikator memformulasikan pikiran dan atau perasaannya ke dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan.

Kemudian giliran komunikan untuk menterjemahkan (decode) pesan dari komunikator. Ini berarti komunikan menafsirkan lambang yang mengandung pikiran dan atau perasaan komunikator tadi dalam konteks pengertian. Yang penting dalam proses penyandian (coding) adalah komunikator dapat menyandi dan komunikan dapat menerjemahkan sandi tersebut (terdapat kesamaan makna).

2.5.2. Pengertian Komunikasi Sekunder

Yang dimaksudkan dengan proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

(69)

banyak. Beberapa media kedua atau alat bantu yang biasanya digunakan antara lain: surat, telepon, telegram, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering diguna¬kan dalam berkomunikasi.

Pada umumnya kalau kita berbicara di kalangan masyarakat, yang dinama¬kan media komunikasi itu adalah media kedua sebagaimana diterangkan di atas. Jarang sekali orang menganggap bahasa sebagai media komunikasi. Hal ini di sebabkan oleh bahasa sebagai lambang (symbol) beserta isi (content) yakni pikiran dan atau perasaan yang dibawanya menjadi totalitas pesan (message), yang tampak tak dapat dipisahkan.Tidak seperti media dalam bentuk surat, telepon, radio, dan lain-lainnya yang jelas tidak selalu dipergunakan. Tampaknya seolah-olah orang tak mungkin berkomunikasi tanpa bahasa, tetapi orang mungkin dapat berkomunikasi tanpa surat, atau telepon, atau televisi, dan sebagainya.

Gambar

Tabel 1.1 Data Informan Perawat Rumah Sakit Jiwa
Gambar 1.2
Table Waktu Penelitian
Tabel 3.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan perawat tentang strategi pelaksaan komunikasi pada pasien perilaku kekerasan perlu ditingkatkan dengan

Dari hasil penelitian yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat kita ketahui metode komunikasi terapeutik di Rumah sakit Jiwa provinsi Jabar yang dilakukan oleh perawat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh subyek yang merupakan perawat mengalami stress ketika harus berhadapan dengan perilaku agresi dari pasien gangguan

a) Komunikasi terapeutik yang perawat lakukan terhadap pasien isolasi sosial dilakukan dengan frekuensi komunikasi yang cukup sering, hal ini merupakan langkah

Penelitian ini akan mengobservasi tenaga kesehatan yaitu dokter dan perawat dalam berkomunikasi dengan pasien, meliputi sikap, body language, nada bicara, bahasa, kontak

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh pemberian terapi melukis terhadap kognitif pasien Skizofrenia di Rumah sakit jiwa Sambang lihum dengan nilai

Karya tulis ilmiah ini menggunakan desain studi kasus dengan cara pendekatan deskriptif dalam bentuk intervensi, yaitu penerapan terapi musik klasik pada pasien

diperoleh hasil hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di Rumah Sakit lslam Kendal menghasilkan t = 0,225 yang artinya hubungan