• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hujan pada Lahan Kelapa Sawit dengan Model Keseimbangan Air di Kebun PTP Nusantara II Tanjung Garbus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Hujan pada Lahan Kelapa Sawit dengan Model Keseimbangan Air di Kebun PTP Nusantara II Tanjung Garbus"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUJAN PADA LAHAN KELAPA SAWIT DENGAN

MODEL KESEIMBANGAN AIR (

WATER BALANCE

) DI

KEBUN PTP. NUSANTARA II TANJUNG GARBUS

SKRIPSI

OLEH :

CANDRA KIRANA

090308063

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ANALISIS HUJAN PADA LAHAN KELAPA SAWIT DENGAN

MODEL KESEIMBANGAN AIR (WATER BALANCE) DI

KEBUN PTP. NUSANTARA II TANJUNG GARBUS

SKRIPSI

OLEH :

CANDRA KIRANA

090308063/KETEKNIKAN PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

ABSTRAK

CANDRA KIRANA : Analisis hujan pada lahan kelapa sawit dengan model keseimbangan air di Kebun PTP Nusantara II Tanjung Garbus, dibimbing oleh SUMONO dan NAZIF ICHWAN.

Deforestasi, keanekaragaman hayati dan rakus air yang terus diisukan dan memanas akhir-akhir ini telah memojokkan perkebunan minyak sawit di Indonesia karena dituding sebagai penyebab utamanya, sehingga perlu penelitian dengan model keseimbangan air untuk menyusun dan menganalisis parameter hujan sebagai sumber air di Kebun PTP Nusantara II Tanjung Garbus. Keseimbangan air terdiri dari komponen curah hujan, hujan lolos, aliran batang, intersepsi, evapotranspirasi aktual dan aliran permukaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah di lapangan memiliki ordo entisol dengan kedalaman efektif 78 cm, bertekstur lempung berpasir, kerapatan massa 1,363 g/cm3, kerapatan partikel 2,639 g/cm3, porositas 48% dengan bahan organik tanah 2,67%.Besarnya evapotranspirasi aktual selama penelitian 99,039 mm/bulan sedangkan curah hujan pada periode tersebut rata-rata 57,1 mm/bulan dan yang menjadi throughfall dan stemflow 45,397 mm/bulan. Sedangkan besarnya intersepsi 11,72 mm/bulan dan limpasannya 0 mm/bulan. Berdasarkan curah hujan 10 tahunan dari BMKG pada bulan-bulan yang sama diperoleh rata-rata curah hujan sebesar 115 mm/bulan. Ketinggian air tanah selama 4 bulan penelitian adalah 159,8 mm dan pada kapasitas lapang adalah sebesar 321,36 mm, sehingga terjadi defisit air sebesar 161,56 mmnamun masih dapat ditolerir untuk pertumbuhan kelapa sawit.

Kata kunci : curah hujan, kelapa sawit, keseimbangan air, defisit air

ABSTRACT

CANDRA KIRANA: Rainfall analysis at the oil palm are Kebun PTP. Nusantara II Tanjung Garbus with water balance model, supervised by SUMONO and NAZIF ICHWAN.

Oil palm plantation is rumoured as the main causes of deforestation, various damages of biodiversity and too much water consumption, therefore a research is needed with water balance model to arrange and analyze rainfall parameters as a water source at Kebun PTP. Nusantara II Tanjung Garbus, which carried out from April to July 2013. Water balance model consist of rainfall, throughfall, stemflow, interception, actual evapotranspiration and surface runoff.

The result showed that the soil at the site was entisols with effective depth of 78 cm, sandy loam soil texture, bulk density of 1,363 g/cm3, particle density of 2,639 g/cm3, porosity of 48% and soil organic matter of 2,67%. The recent actual evapotranspiration during research was 99,039 mm/month whereas rainfall at the period was an average of 57,1 mm/month and becaming throughfall and stemflow of 45,397 mm/month, the interception was 11,72 mm/month and the surface run off was 0 mm/month. Height of ground water during 4 months research was 159,8 mm and in field capacity was 321,36 mm, so that 161,56 mm water deficit occurred. Based on 10 years annual rainfall of BMKG at the same months, the average of rainfall was 115/month.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Beringin pada tanggal 12 Desember 1989 dari ayah Senimo dan ibu Rumiati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Dharma Karya dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN). Penulis memilih program studi Keteknikan Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Badan Kenaziran Musholla (BKM) Fakultas Pertanian USU. Selain itu penulis juga pernah bekerja di YP Hajja Kasih mulai dari bulan Januari 2013 sampai Agustus 2013.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Analisis Hujan Pada Lahan Kelapa Sawit Dengan Model Keseimbangan Air (Water Balance) Di Kebun PTP. Nusantara II Tanjung Garbus” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MS selaku ketua pembimbing skripsi ini dan Bapak Nazif Ichwan, STP, MSi selaku anggota pembimbing yang telah membimbing dan memberi masukan, kritik, dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Tak lupa pula ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua yang telah mendukung penulis baik secara moril dan materil.

Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian, serta semua rekan mahasiswa yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga dengan adanya penelitian ini nantinya dapat memberikan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Medan, September 2013

(6)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitan... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Kebun PTP Nusantara II Tanjung Garbus ... 5

Kelapa Sawit ... 6

Hidrologi dan Model Keseimbangan Air ... 8

Presipitasi ... 9

Intersepsi ... 12

Throughfall dan Stemflow ... 13

Run off (Limpasan) ... 15

Suhu .. ... 15

Evapotranspirasi Aktual ... 17

Tanah Entisol ... 19

Tekstur Tanah ... 20

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density) ... 21

Kerapatan Partikel Tanah(Particle Density) ... 23

Porositas Tanah ... 23

Bahan Organik ... 24

Kapasitas Lapang ... 24

Infiltrasi ... 25

Air Tanah ... 26

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat Dan Waktu Penelitian ... 29

Bahan Dan Alat Penelitian ... 29

Metode Penelitian ... 30

Prosedur Penelitian ... 30

HASIL DAN PEMBAHASAN Curah Hujan ... 34

Throughfall (hujan lolos) ... 36

Stemflow (aliran batang) ... 37

Intersepsi ... 38

Run Off ... 39

Evapotranspirasi aktual ... 39

Keseimbangan air tanah ... 41

(7)

Kerapatan Partikel Tanah(Particle Density) ... 45

Porositas Tanah ... 45

Tekstur Tanah ... 46

Bahan Organik ... 46

Kapasitas Lapang ... 47

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 50

Saran ... 50

(8)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Curah hujan mingguan ... 34

2. Rata-rata Throughfall mingguan ... 36

3. Rata-rata stemflow mingguan ... 37

4. Intersepsi mingguan ... 38

5. Nilai evapotranspirasi aktual mingguan ... 40

6. Ketinggian air tanah mingguan ... 44

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Komponen keseimbangan air pada kelapa sawit...……….41 2. Komponen masukan dan keluaran air pada kelapa sawit ... 43 3. Ketinggian air dalam tanah beserta komponen

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Flowchart penelitian ... 54

2. Data curah hujan, throughfall, stemflow, dan run of...55

3. Perhitungan curah hujan ... 59

4. Perhitungan throughfall ... 60

5. Perhitungan stemflow ... 62

6. Data curah hujan 10 tahun terakhir ... 64

7. Data suhu... 67

8. Data Jam siang Lintang Utara (%) ... 69

9. Perhitungan evapotranspirasi aktual ... 71

10. Perhitungan ketinggian air tanah awal ... 75

11. Perhitungan ketinggian air tanah ... 79

12. Data curah hujan efektif, evapotranspirasi, ketinggian air tanah, dan perubahan simpanan air tanah...81

13. Perhitungan Bulk Density... ... .86

14. Perhitungan Partikel Density ... 88

15. Perhitungan Porositas ... 91

16. Tekstur ... 93

17. Perhitungan ketinggian air tanah dalam kondisi kapasitas lapang ... 94

18. Foto penakar curah hujan... 95

19. Foto penampung throughfall (lolosan tajuk)... .96

20. Foto penampung stemflow (aliran batang)... ..97

(11)
(12)

ABSTRAK

CANDRA KIRANA : Analisis hujan pada lahan kelapa sawit dengan model keseimbangan air di Kebun PTP Nusantara II Tanjung Garbus, dibimbing oleh SUMONO dan NAZIF ICHWAN.

Deforestasi, keanekaragaman hayati dan rakus air yang terus diisukan dan memanas akhir-akhir ini telah memojokkan perkebunan minyak sawit di Indonesia karena dituding sebagai penyebab utamanya, sehingga perlu penelitian dengan model keseimbangan air untuk menyusun dan menganalisis parameter hujan sebagai sumber air di Kebun PTP Nusantara II Tanjung Garbus. Keseimbangan air terdiri dari komponen curah hujan, hujan lolos, aliran batang, intersepsi, evapotranspirasi aktual dan aliran permukaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah di lapangan memiliki ordo entisol dengan kedalaman efektif 78 cm, bertekstur lempung berpasir, kerapatan massa 1,363 g/cm3, kerapatan partikel 2,639 g/cm3, porositas 48% dengan bahan organik tanah 2,67%.Besarnya evapotranspirasi aktual selama penelitian 99,039 mm/bulan sedangkan curah hujan pada periode tersebut rata-rata 57,1 mm/bulan dan yang menjadi throughfall dan stemflow 45,397 mm/bulan. Sedangkan besarnya intersepsi 11,72 mm/bulan dan limpasannya 0 mm/bulan. Berdasarkan curah hujan 10 tahunan dari BMKG pada bulan-bulan yang sama diperoleh rata-rata curah hujan sebesar 115 mm/bulan. Ketinggian air tanah selama 4 bulan penelitian adalah 159,8 mm dan pada kapasitas lapang adalah sebesar 321,36 mm, sehingga terjadi defisit air sebesar 161,56 mmnamun masih dapat ditolerir untuk pertumbuhan kelapa sawit.

Kata kunci : curah hujan, kelapa sawit, keseimbangan air, defisit air

ABSTRACT

CANDRA KIRANA: Rainfall analysis at the oil palm are Kebun PTP. Nusantara II Tanjung Garbus with water balance model, supervised by SUMONO and NAZIF ICHWAN.

Oil palm plantation is rumoured as the main causes of deforestation, various damages of biodiversity and too much water consumption, therefore a research is needed with water balance model to arrange and analyze rainfall parameters as a water source at Kebun PTP. Nusantara II Tanjung Garbus, which carried out from April to July 2013. Water balance model consist of rainfall, throughfall, stemflow, interception, actual evapotranspiration and surface runoff.

The result showed that the soil at the site was entisols with effective depth of 78 cm, sandy loam soil texture, bulk density of 1,363 g/cm3, particle density of 2,639 g/cm3, porosity of 48% and soil organic matter of 2,67%. The recent actual evapotranspiration during research was 99,039 mm/month whereas rainfall at the period was an average of 57,1 mm/month and becaming throughfall and stemflow of 45,397 mm/month, the interception was 11,72 mm/month and the surface run off was 0 mm/month. Height of ground water during 4 months research was 159,8 mm and in field capacity was 321,36 mm, so that 161,56 mm water deficit occurred. Based on 10 years annual rainfall of BMKG at the same months, the average of rainfall was 115/month.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) merupakan tumbuhan tropis yang diperkirakan berasal dari Nigeria (Afrika Barat) karena pertama kali ditemukan di hutan belantara negara tersebut. Namun ada juga yang mengatakan bahwa komoditi ini berasal dari Amerika Selatan tepatnya Brazil karena di kawasan ini lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit. Pada kenyataannya kelapa sawit hidup lebih subur di luar daerah asalnya seperti Malaysia, Indonesia, Thailand dan Papua Nuginea. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi. Kelapa sawit pertama masuk ke Indonesia pada tahun 1948, dibawa dari Mauritius dan Amsterdam oleh seorang warga Belanda. Bibit kelapa sawit yang berasal dari kedua tempat tersebut masing-masing berjumlah dua batang dan pada tahun itu juga ditanam di Kebun Raya Bogor (Hadi, 2004).

Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman industri yang diyakini bisa membantu pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Hal ini dikarenakan industri kelapa sawit merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui, berupa lahan yang subur, tenaga kerja yang produktif, dan sinar matahari yang melimpah sepanjang tahun. Kelapa sawit merupakan tanaman yang paling produktif dengan produksi minyak per ha yang paling tinggi dari seluruh tanaman penghasil minyak nabati lainnya (Pahan, 2006).

(14)

(PIR), yang pada dasarnya merupakan bentuk gabungan antara Perkebunan Rakyat dengan Perkebunan Besar Negara atau dengan Perkebunan Besar Swasta, dengan tata hubungan yang bersifat khusus (Mangoensoekarjo, 2003).

Tanjung Garbus Pagar Merbau merupakan salah satu lahan perkebunan yang dimiliki perusahaan PTPN II yang memiliki komoditas kelapa sawit. Daerah Tanjung Garbus memiliki jenis tanah Ultisol dan Entisol (Simanjuntak, 2007).Ultisol mempunyai kandungan liat yang tinggi sehingga bobot isi tanah menjadi kedap air, laju infiltrasi rendah dan aliran permukaan atau erosi meningkat (Utomo, 2008). Tanah entisol didominasi oleh tekstur yang kasar dan sedikit sekali kandungan pasir halus yang berliat pada kedalaman sampai 1 meter dari permukaan. Konsekuensinya adalah tanah entisol mempunyai laju infiltrasi yang relatif lebih tinggi serta rendahnya kapasitas menahan air yang tersedia (Bowen dan Lobato, 1988).

Menurut Kallarackal, Jeyakumar & George (2004) perkebunan kelapa sawit sangat mengganggu persediaan air tanah untuk tanaman lain di luar kebun kelapa sawit. Sebab pengurasan air tanah oleh perkebunan sawit sangat banyak. Satu batang pohon kelapa sawit memerlukan 20 sampai 40 liter air dalam sehari dan dapat menyerap air sampai kedalaman 5,2 meter seperti yang diamati di Pantai Gading, Afrika Barat (Anonimous, 2011).

(15)

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai dinamika air pada perkebunan sawit melalui pendekatan neraca air tanaman (Rusmayadi, 2009). Pardede (2012) telah melakukan analisis hujan berdasarkan model keseimbangan air dengan komoditi pinus dan menunjukkan bahwa adanya tanaman tersebut berpengaruh positif terhadap ketersediaan air pada lahan tersebut.

Kelapa sawit adalah tanaman yang banyak mengkonsumsi air (Murtilaksono, dkk., 2007). Sehingga perlu dilakukan pengelolaan kebutuhan air pada saat periode kering dengan model keseimbangan air dengan menganalisis siklus hidrologi dimana parameter hujan sebagai sumber acuannya. Analisa dilakukan terhadap curah hujan, throughfall, stemflow, intersepsi, run off (limpasan), kedalaman air tanah awal, evapotranspirasi aktual dan kapasitas lapang tanah.

(16)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model keseimbangan air dan menganalisis parameter hujan pada tanaman kelapa sawit di Lahan PT Perkebunan Nusantara II Tanjung Garbus berdasarkan model keseimbangan air.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan bagi penulis untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

2. Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut tentang kelapa sawit

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Kebun PTN NUSANTARA II Tanjung Garbus

Perusahaan Perseroan PT Perkebunan II bergerak dibidang usaha Pertanian dan Perkebunan didirikan dengan Akte Notaris GHS Loemban Tobing, SH No. 12 tanggal 5 April 1976 yang diperbaiki dengan Akte Notaris No. 54 tanggal 21 Desember 1976 dan pengesahan Menteri Kehakiman dengan Surat Keputusan No. Y.A. 5/43/8 tanggal 28 Januari 1977 dan telah diumumkan dalam Lembaran Negara No. 52 tahun 1978 yang telah didaftarkan kepada Pengadilan Negeri Tingkat I Medan tanggal 19 Pebruari 1977 No. 10/1977/PT. Perseroan Terbatas ini bernama Perusahaan Perseroan (Perseroan) PT Perkebunan II disingkat “PT Perkebunan II" merupakan perubahan bentuk dan gabungan dari PN Perkebunan II dengan PN Perkebunan Sawit Seberang (PTPN II, 2008).

Menurut letak geografis, kebun TGP terletak di Kabupaten Deli Serdang dengan pusat kota Lubuk Pakam,disebelah timur kota Medan dengan jarak kebun TGP ke kota Medan sekitar 27 km. Kebun TGP meliputi 5 (lima) wilayah kecamatan:

a. Kecamatan Tanjung Morawa b. Kecamatan Lubuk Pakam c. Kecamatan Beringin d. Kecamatan Pagar Merbau

e. Kecamatan Galang (PTPN II, 2008).

(18)

Jumlah curah hujan 1 tahun di kebun TGP pada status sedang sampai dengan cukup yaitu berkisar 1.500 mm – 2.500 mm/tahun. Curah hujan terendah pada tahun 2005 sekitar 1.513 mm /tahun dan tertinggi pada tahun 2001 sekitar 2.993 mm/tahun (PTPN II, 2008).

Kelapa Sawit

Klasifikasi botani kelapa sawit menurut Hadi (2004) adalah sebagai berikut:

Divisio : Tracheophyta Subdivisio : Pteropsida Kelas : Angiospermae Sub kelas : Monocotiledonae Ordo : Cocoideae Familia : Palmae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guinensis Varietas : Dura, Psifera, Tenera

Kelapa sawit tumbuh dengan baik pada dataran rendah di daerah tropis yang beriklim basah, yaitu sepanjang garis khatulistiwa antara 23,50LU-23,50LS. Adapun persyaratan untuk tumbuh pada tanaman kelapa sawit sebagai berikut:

− Curah hujan ≥ 2.000 m/tahun dan merata sepanjang tahun dengan periode

bulankering (< 100 mm/bulan) tidak lebih dari 3 bulan.

− Temperatur siang hari rata-rata 29-330 C dan malam hari 22-240 C.

(19)

− Matahari bersinar sepanjang tahun, minimal 5 jam per hari

(Pahan, 2006).

IRHO menyusun klasifikasi defisit air tahunan pada budidaya kelapa sawit menjadi beberapa kelas:

1. 0-150 mm (optimal)

2. 150-250 mm (masih sesuai) 3. 250-350 mm (intermedier) 4. 350-400 mm (batas limit) 5. 400-500 mm (kritis) 6. >500 mm (tidak sesuai) (Mangoensoekarjo, dkk., 2003).

Tanaman kelapa sawit berakar serabut yang terdiri atas akar primer, sekunder, tersier dan kuartier. Akar kuartier berfungsi menyerap unsur hara dan air dari dalam tanah. Akar-akar kelapa sawit banyak berkembang di lapisan tanah atas sampai kedalaman ± 1,5 meter dan semakin ke bawah semakin sedikit. Perakarannya yang paling padat terdapat pada kedalaman 25 cm. Panjang akar yang tumbuh ke samping dapat mencapai 6 m. Tanaman kelapa sawit tidak boleh terendam air. Oleh karena itu, permukaan air tanah harus diupayakan sekitar kedalaman 80 – 100 cm (Risza, 1994).

(20)

Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil, yaitu batangnya tidak memiliki kambium dan tidak bercabang. Batang berungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter 20-75 cm (Fauzi, dkk., 2008).

Hidrologi dan Model Keseimbangan Air

Hidrologi membahas tentang air yang ada dibumi, yaitu kejadian, sirkulasi dan penyebaran, sifat-sifat fisis dan kimiawi serta reaksinya terhadap lingkungan, termasuk hubungannya dengan kehidupan. Daur hidrologi dimulai dengan penguapan air. Uap yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak. Dalam kondisi yang memungkinkan, uap tersebut terkondensasi membentuk awan, yang pada akhirnya dapat menghasilkan presipitasi. Presipitasi yang jatuh kebumi menyebar dengan arah yang berbeda-beda dalam beberapa cara. Sebagian besar dari presipitasi tertahan di tanah dan akhirnya kembali ke atmosfer dengan evaporasi dan transpirasi oleh tanaman. Daur hidrologi memperlihatkan empat fase yaitu presipitasi, evaporasi dan transpirasi, aliran permukaan dan air tanah (Linsley, dkk., 1989).

Gerakan air yang berdaur dari lautan ke atmosfer dan dari sana karena pencurahan ke bumi, tempat air berkumpul, disebut daur hidrologi. Air yang tertinggal di permukaan dari proses presipitasi ada sebagian yang menguap kembali menjadi uap, tetapi sebagian terbesar melimpas sebagai larian atau limpasan permukaan ke alur sungai (Wilson, 1993).

(21)

pada hari yang bersangkutan, (iii) aliran permukaan pada hari yang bersangkutan, (iv) evapotranspirasi aktual pada hari yang bersangkutan.

Secara rinci dapat dituliskan sebagai berikut :

KAT (i) = KAT(i-1) + Pe(i) - RO(i) - ETc(i)... (1) KAT (i) = KAT(i-1) + [P(i) – Ic(i)] – RO(i) – ETc(i) ... (2) KAT (i) = KAT(i-1) + Tf(i) + Sf(i) – RO(i) – ETc(i) ... (3) dimana :

KAT (i) = ketinggian air tanah pada hari yang bersangkutan (mm) KAT (i-1) = ketinggian air tanah pada hari sebelumnya (mm) Pe (i) = hujan efektif pada hari yang bersangkutan (mm)

Tf(i) = hujan lolos (throughfll) pada hari yang besangkutan (mm) Sf(i) = aliran batang(stemflow) pada hari yang bersangkutan (mm) RO (i) = aliran permukaan pada hari yang bersangkutan (mm)

ETc (i) = evapotranspirasi aktual pada hari yang bersangkutan (mm) Sedangkan perubahan simpanan air tanah (∆Sm) dapat ditulis sebagai berikut :

KAT(i) – KAT (i-1) = Tf(i) + Sf(i) – RO(i) – ETc(i) ... (4)

Presipitasi

(22)

terdiri dari tetes-tetes air yang mempunyai diameter lebih besar dari 0,5 mm (0,02 inci). Curah hujan (rainfall) umumnya menunjukkan jumlah presipitasi air. Di Amerika Serikat, hujan mempunyai 3 intensitas :

1. Ringan : kecepatan jatuh sampai 0,1 inci/jam (2,5 mm/jam) 2. Menengah : dari 0,11 sampai 0,3 inci/jam (2,8 sampai 7,6 mm/jam) 3. Lebat : lebih dari 0,3 inci/jam (7,6 mm/jam)

(Linsley, dkk., 1989).

Presipitasi yang jatuh pada suatu tajuk hutan didistribusikan kembali dan berkurang kuantitasnya jika presipitasi bergerak menuju lantai hutan. Jumlah pengurangan (intersepsi tajuk) ditentukan oleh jumlah dan frekwensi presipitasi, dan oleh kapasitas cadangan tajuk dan laju pengeringan. Pengkajian-pengkajian empiris telah menunjukkan bahwa hal tersebut sangat bervariasi, tidak hanya di antara wilayah-wilayah klimatologi dan tipe-tipe hutan, dan dengan kerapatan dan umur tegakan, tetapi juga dengan posisi relatif terhadap batang-batang pohon pada suatu tegakan tertentu. Air yang diintersepsi oleh tajuk-tajuk pohon juga penting secara hidrologi karena menyebabkan pembasahan tanah hutan yang tidak merata, menghambat transpirasi dan mengurangi pengambilan air tanah, berevaporasi secara lebih cepat daripada transpirasi dalam iklim mikro yang sama dan menambah kehilangan penguapan total secara nyata (Lee, 1990).

(23)

permukaan tanah. Air tersebut akan kembali lagi ke udara sebagai air intersepsi tajuk, seresah dan tumbuhan bawah (Asdak, 2007).

Presipitasi yang ada dibumi berupa hujan, embun, kondensasi, kabut, salju dan es. Besarnya angka presipitasi antara suatu tempat tidaklah sama. Jika membicarakan data hujan, Soemarto (1995) menjelaskan ada 5 unsur yang harus diperhatikan yaitu:

a. Intensitas (i), adalah laju curah hujan = tinggi air per satuan waktu, misalnya mm/menit, mm/jam, mm/hari.

b. Lama waktu atau durasi (t), adalah lamanya curah hujan terjadi dalam menit atau jam.

c. Tinggi hujan (d), adalah banyaknya atau jumlah hujan yang dinyatakan dalam ketebalan air di atas permukaan datar dalam mm.

d. Frekuensi terjadinya hujan, biasanya dinyatakan dengan waktu ulang (T), misalnya sekali dalam T tahun.

e. Luas geografis curah hujan (A) dalam km2.

Tiga jenis alat-ukur hujan yang sering digunakan adalah alat-ukur tipe ember terbalik (tipping-bucket gage), alat-ukur timbangan (weighting gage), dan alat-ukur tipe apung (float gage). Pada alat ukur tipe apung, naiknya pelampung yangdisebabkan oleh bertambahnya curah hujan yang tertampung dicatat. Beberapa alat ukur ini harus dikosongkan secara manual, sementara lainya dapat dikosongkan secara otomatis oleh suatu selang pipa yang bekerja sendiri.

(Linsley, dkk., 1989).

(24)

a. Sekali dalam sehari, misalnya pada setiap jam 7.00 atau jam 8.00 pagi hari. Banyaknya penangkapan diukur dengan gelas pengukur.

b. Sekali dalam seminggu atau sebulan, dilakukan dengan alat pencatat otomatis dengan penggantian kertas setiap minggu atau setiap bulan.

Tujuan utama setiap metode pengukuran presipitasi adalah untuk mendapatkan contoh yang benar-benar mewakili curah hujan di seluruh kawasan tempat pengukuran dilakukan. Karena itu di dalam memasang suatu penakar presipitasi menurut Seychan (1990) haruslah dijamin bahwa:

- Percikan tetesan hujan ke dalam dan keluar penampung harus dicegah - Kehilangan air dari resevoir oleh penguapan haruslah seminimal mungkin - Jika ada, salju haruslah melebur

Presipitasi di atas suatu tajuk hutan dapat mencapai lantai hutan dengan dua jalan, langsung jatuh (throughfall) yaitu bagian dari presipitasi yang mencapai lantai secara langsung atau dengan penetesan dari daun dan cabang, dan suatu volume yang kurang nyata, yaitu aliran batang (stemflow), yang menurun sepanjang permukaan-permukaan batang-batang pohon. Kedalaman throughfall bervariasi secara terbalik dengan kerapatan tegakan-tegakan hutan, dan umumnya semakin jarang tegakan hutan maka throughfall akan semakin besar (Lee, 1990).

Intersepsi

(25)

Intersepsi air hujan adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi, tertahan beberapa saat, untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer. Proses intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah hujan dan setelah hujan berhenti sampai permukaan tajuk vegetasi menjadi kering kembali. Setiap kali hujan jatuh di daerah bervegetasi, ada sebagian air yang tak pernah mencapai permukaan tanah. Air tersebut akan kembali lagi ke udara sebagai air intersepsi tajuk, seresah dan tumbuhan bawah (Asdak, 2007).

Intersepsi tajuk adalah bagian presipitasi yang tidak mencapai lantai hutan secara kuantitatif hal tersebut merupakan perbedaan antara presipitasi dan jumlah troughfall dan aliran batang, yaitu:

Ic=(P-(T+S))...(5) Dimana :

Ic = intersepsi yang terjadi di tajuk tegakan kelapa sawit (mm) P = curah hujan yang masuk ke dalam tegakan kelapa sawit (mm)

T =Throughfall (hujan lolos) yang terjadi di dalam tegakan kelapa sawit (mm)

S =Stemflow (aliran batang) yang terjadi di dalam tegakan kelapa sawit (mm)

Intersepsi tajuk adalah penting secara hidrologik, karena intersepsi tersebut memodifikasikan neraca air dan menaikkan kehilangan penguapan (evaporation) total dan mengurangi aliran sungai (Lee, 1990).

Throughfall dan Stemflow

(26)

yang tertahan pohon, akan tetapi telah melebihi kapasitas tampungan (interception storage). Stemflow merupakan bagian air yang mengalir melalui ranting, dahan dan selanjutnya ke batang pohon dan jatuh ke tanah (Harto, 1993).

Throughfall adalah bagian presipitasi yang mencapai lantai hutan secara langsung atau dengan penetesan dari daun, ranting dan cabang, secara kuantitatif throughfall merupakan perbedaan antara presipitasi dan penjumlahan intersepsi tajuk dan aliran batang. Throughfall dapat dihitung dengan meletakkan alat penakar hujan (ombrometer) yang terbuat dari plat seng di bawah tajuk kelapa sawit terakhir 100 cm (1 m) dari atas permukaan tanah dengan diameter 11,3 cm dan tinggi 40 cm. Dimana volume hujan yang tertampung dibagi dengan luas penampang dari ombrometer tersebut. Intensitas rata-rata troughfall lebih kecil dibandingkan dengan intensitas curah hujan, namun ukuran-ukuran tetesannya adalah lebih besar dan dampak potensial totalnya sebagai suatu kekuatan erosi adalah lebih besar (Lee, 1990).

(27)

kemudian dilapisi bahan perekat agar aliran air tersebut yakni dari batang bagian atas dapat masuk ke dalam belahan pipa plastik yang dipasang melingkar batang tersebut (Asdak, 2007).

Run off (Limpasan)

Pengaruh terbesar iklim adalah pada kelebatan dan lamanya curahan hujan. Kelebatan curahan hujan mempunyai pengaruh langsung pada limpasan karena sekali kapasitas resap itu terlampaui semua hujan yang berlebih itu tersedia dan mengalir ke alur air permukaan (Wilson, 1993).

Limpasan permukaan merupakan sebagian dari air hujan yang mengalir diatas permukaan tanah. Jumlah air yang menjadi limpasan ini sangat bergantung kepadajumlah air hujan persatuan waktu (intensitas), keadaan penutupan tanah, topografi (terutama kemiringanlereng), jenis tanah dan ada atau tidaknya hujan yang terjadi sebelumnya (kadar air tanah sebelum terjadinya hujan) (Rahim, 2003).

Suhu

Suhu adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu. Pada umumnya temperatur udara permukaan cenderung paling tinggi pada garis lintang rendah. Namun kecenderungan ini terganggu oleh adanya pengaruh-pengaruh dari massa air dan tanah, topografi, dan tumbuh-tumbuhan (Linsley, dkk., 1989).

(28)

puncaknya. Setelah itu terjadi penurunan secara terus-menerus melewati malam hari hingga fajar lagi. Maka dari itu, pengamatan terhadap maksimum dan minimum yang terbaik ialah dalam waktu antara pukul 8 dan 9 pagi, setelah minimum terjadi (Wilson, 1993).

Menurut Guslim (2009), beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran suhu antara lain:

1. Jumlah radiasi yang diterima per hari, per musim, dan per tahun 2. Pengaruh daratan dan lautan

3. Pengaruh altitude

4. Pengaruh dari arah kemiringan 5. Pengaruh panas laten

6. Pengaruh angin

Suhu rataan harian adalah rerata yang diperoleh dari maksimum dan minimum itu dan biasanya dalam jangka sederajat rerata sebenarnya, sebagaimana direkam secara terus-menerus.Umumnya, makin dekat letak suatu tempat dengan khatulistiwa, makin panaslah tempat itu. Pengaruh bahang jenis yang berbeda-beda pada bumi dan air, pola arus samudera dan atmosfer, musim pada tahun, rupa bumi, tumbuhan dan ketinggian, semuanya cenderung menimbulkan keragaman pada sebaran suhu (Wilson, 1993).

(29)

data rata-rata bulanan, semusim, setahun atau periode tahun yang panjang dibentuk dari rata-rata harian sebagai satuan dasar.Suhu rata-rata harian dapat dihitung dengan berbagai cara misalnya dengan menjumlahkan suhu maksimum dan suhu minimum kemudian dibagi dua atau didapat dari rata-rata pembacaan 24 jam dari jejak tanda suatu termogram. Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan tanaman, pengambilan data suhu yang benar adalah sangat penting. Suhu yang sering dipergunakan adalah suhu udara atau suhu tanah sedangkan suhu yang benar-benar mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah suhu tanaman itu sendiri (Guslim, 2008).

Evapotranspirasi Aktual

Evaporasi sangat mempengaruhi konsumtif air untuk tanaman. Laju evaporasi akan berubah-ubah menurut warna dan sifat pemantulan permukaan (albedo)dan berbeda pada permukaan yang langsung tersinari matahari (air bebas) dan yang terlindung. Faktor yang mempengaruh besarnya evaporasi adalah radiasi matahari, angin, kelembaban udara (relative humidity) dan suhu (Soemarto, 1995). Evapotranspirasi adalah penguapan dari seluruh air, tanah, salju, es, tumbuh-tumbuhan, permukaan-permukaan lain ditambah transpirasi. Evapotranspirasi potensial yang dikenalkan oleh thornthwaite didefinisikan sebagai kehilangan air yang akan terjadi, bila tidak pernah terdapat kekurangan air di dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman. Evapotranspirasi potensial tidak bergantung pada sifat ataupun keadaan permukaanya, kecuali berkenaan dengan

(30)

Evapotranspirasi akan terjadi jika terpenuhi adanya dua kondisi utama, yaitu faktor energi yang menyebabkan terjadinya evapotranspirasi dan faktor air yang dapat dievapotranspirasikan. Faktor-faktor tersebut ialah radiasi matahari, angin, kelembaban relatif, dan temperatur (Kustamar dan Yulianti, 2009).

Evaporasi adalah penguapan air dari permukaan air, tanah, dan bentuk permukaan bukan vegetasi lainnya. Sedangkan transpirasi adalah penguapan air dari daun dan dari cabang tanaman melalui pori-pori daun (Asdak, 2007).

Daerah-daerah yang bervegetasi seperti hutan, mekanisme kehilangan air yang paling besar bukanlah melalui evaporasi tanah, tetapi melalui transpirasi. Hal ini disebabkan karena penutup vegetasi mengurangi radiasi yang masuk ke dalam hutan sehingga memperendah suhu-suhu udara dan tanah (Seyhan, 1990).

Untuk evapotranspirasi aktual, perbedaan antara signifikansi keragaman waktu dan ruang hanyalah kecil sekali. Walaupun pengetahuan tentang keragaman ruang evaporasi yang berskala kecil sangat terbatas, hal tersebut tidak banyak beragam seperti presipitasi (Seychan, 1990).

Menurut Soemarto (1995) jumlah kadar air yang hilang dari tanah oleh evapotranspirasi tergantung pada:

a. Persediaan air yang cukup (hujan dan lain-lain).

b. Faktor-faktor iklim seperti suhu, kelembaban dan lain-lain. c. Tipe dan cara kultivasi tumbuh-tumbuhan tersebut.

(31)

U =

100

) 813 7

, 45 .(

.P t+ K

... (6)

K = Kt x Kc ... (7) Kt = 0,0311t + 0,240 ... (8) Dimana :

U = Evapotranspirasi bulanan (mm) P = persentase jam siang bulanan t = suhu rata-rata bulanan (0C) Kc = koefisien tanaman

Menurut Pasaribudkk(2012), melalui penelitian yang telah dilakukan dalam selang waktu 3 tahun dari tahun 2009-2012 di perkebunan kelapa sawit di PPKS sub unit Kalianta Kabun Riau diperoleh evapotranspirasi yang terjadi pada kelapa sawit rata-rata 92,05 mm/bulan atau setara 1.104,5 mm/tahun.

Tanah Entisol

Konsep pemikiran dari entisol adalah (recent=umur geologi Holosin, solum=tanah) adalah tanah mineral yang masih muda (Holosin), tanah yang baru diendapkan, belum atau masih sedikit mengalami pelapukan atau berasal dari sisa erosi (Hardjowigeno,1993).

(32)

Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah merujuk pada tingkat kekasaran atau kehalusan dari tanah. Secara spesifik, tekstur adalah bagian relatif dari pasir, debu dan liat dalam suatu massa tanah. Partikel-partikel tanah primer mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda dan dapat digolongkan ke dalam tiga fraksi. Ada yang berdiameter besar sehingga dengan mudah dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi ada pula yang sedemikian halusnya sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang (Sarief, 1986).

Hubungan tekstur tanah dengan daya menahan air dan ketersediaan hara tanah yaitu tanah dengan tekstur liat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi, sebaliknya tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Tanah bertesktur halus lebih aktif dalam reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar (Hadjowigeno 2007).

(33)

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)

Kerapatan massa atau bulk density merupakan perbandingan massa suatu partikel tanah kering oven terhadap volume total tanah.Kerapatan massa lebih kecil nilainya dibanding dengan kerapatan partikel ( ρb < ρs ).Bulk density dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

t

oven dengan volume total tanah (g/cm3)

Mp : Massa partikel tanah kering oven (g)

Vt : Volume total (cm3)

(Hardiyatmo,1994).

Nilai bulk density semakin menurun dengan semakin besarnya ukuran agregat tanah. Sebaliknya porositas tanah meningkat dengan semakin menurunnya bulk density tanah. Porositas tanah mencapai 52% pada nilai bulk density 1,27 g/cm3, sedangkan pada bulk density 1,57g/cm3 porositas tanah hanya 41%. (Hasanah, 2009).

(34)

dibandingkan tanah dibawahnya. Bulk density dilapangan tersusun atas tanah-tanah mineral yang umumnya berkisar 1,0 – 1,6 g/cm3. Tanah organik memiliki nilai bulk density yang lebih rendah, misalnya dapat mencapai 0,1 – 0,9 g/cm3 pada bahan organik. Bulk density atau kerapatan massa tanah banyak mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti porositas, kekuatan, daya dukung, kemampuan tanah menyimpan air drainase dan lain-lain. Sifat fisik tanah ini banyak bersangkutan dengan penggunaan tanah dalam berbagai keadaan (Hardjowigeno, 2003).

Bulk density sangat berhubungan dengan particle density, jika particle density tanah sangat besar maka bulk density juga besar. Hal ini dikarenakan partikel density berbanding lurus dengan bulk density, namun apabila tanah memiliki tingkat kadar air yang tinggi maka particle density dan bulk density akan rendah. Dapat dikatakan bahwa particle density berbanding terbalik dengan kadar air. Hal ini terjadi jika suatu tanah memiliki tingkat kadar air yang tinggi dalam menyerap air tanah, maka kepadatan tanah menjadi rendah karena pori-pori di dalam tanah besar sehingga tanah yang memiliki pori besar akan lebih mudah memasukkan air di dalam agregat tanah (Hanafiah, 2005).

(35)

Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density)

Kerapatan partikel adalah berat bagian padat dibagi dengan volume bagian dari tanah tersebut. Berat jenis butir tanah pada umumya berkisar antara 2,6–2,7 g/cm3. Dengan adanya kandungan bahan organik pada tanah maka nilai menjadi lebih rendah. Istilah kerapatan ini sering dinyatakan dalam istilah berat jenis atau spesific gravity. Pada sistem metrik, kerapatan air adalah satu maka berat jenis ini nilainya sama saja dengan kerapatan jenis (Sarief, 1986).

Kerapatan partikel tanah dapat dihitung dengan persamaan :

p p

s V

M

=

ρ ………(10)

dimana :

ρs = kerapatan partikel (g/cm3)

Mp = massa tanah kering oven (g) Vp= volume tanah kering oven (cm3) (Hardiyatmo, 1994).

Porositas Tanah

(36)

Untuk menghitung persentase ruang pori tanah atau porositas(

η

)adalah

membandingkan nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel dengan persamaan :

)

Bahan organik tanah adalah komponen tanah yang berasal dari makhluk hidup (tumbuhan atau hewan) yang telah mati. Umumnya bahan organik di tanah mineral berkissar 0,5-5,0 %. Terlepas dari kadarnya yang sangat rendah di tanah mineral, fraksi organik sangat mempengaruhi sifat-sifat tanah, fungsi ekosistem, dan banyak proses ekosistem. Sifat-sifat tanah yang dipengaruhinya meliputi sifat biologi, kimia, dan fisika tanah (Mukhlis, dkk, 2011).

Bahan organik pada umunya ditemukan di atas permukaan tanah, jumlahnya tidak besar, sekitar 3-5% tetapi pengaruhnya sangat besar terhadap sifat-sifat tanah (Hardjowigeno, 1995).

Kapasitas Lapang

(37)

Infiltrasi

Infiltrasi adalah perpindahan air dari atas ke dalam permukaan tanah. Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh, yang terletak diantara permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah (zona jenuh). Daya infiltrasi (f) adalah laju infiltrasi maksimum yang dimungkinkan, yang ditentukan oleh kondisi permukaan, termasuk lapisan atas tanah. Besarnya daya infiltrasi f dinyatakan dalam mm/jam atau mm/hari (Soemarto, 1995).

Kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu. Secara fisik terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi, yaitu:

1. Jenis tanah 2. Kepadatan tanah 3. Kelembaban tanah 4. Tutup tumbuhan (Harto, 1993).

Secara praktis pengukuran infiltrasi ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang besaran dan laju infiltrasi serta variasinya sebagai fungsinya waktu. Cara pengukuran yang dapat dilakukan adalah:

1. Dengan pengukuran lapangan 2. Dengan analisis hidrograf

Alat maupun perlengkapan yang dapat digunakan untuk mengukur infiltrasi di lapangan di antaranya adalah:

(38)

2. Double ring infiltrometer 3. Rainfall simulator

Double ring infiltrometer pada dasarnya sama dengan single ring infiltrometer yaitu merupakan silinder baja atau bahan lain dengan berdiameter 25-30 cm. Panjang alat kurang lebih 50 cm dengan tambahan satu silinder lain dengan

diameter kurang lebih dua kali silinder yang disebutkan sebelumnya (Harto, 1993).

Air Tanah

Didalam tanah, air berada didalam ruang pori diantara padatan tanah. Jika tanah dalam keadaan jenuh air, semua ruang pori tanah terisi oleh air. Dalam keadaan ini jumlah air yang disimpan didalam tanah merupakan jumlah air maksimum disebut “Kapasitas Penyimpanan Air Maksimum”. Selanjutnya, jika tanah dibiarkan mengalami pengeringan, sebagian ruang pori akan terisi udara dan sebagian lainya terisi air (Islami dan Utomo, 1995).

Curah hujan yang masuk ke dalam tanah dan meresap ke lapisan yang dibawahnya disebut air tanah. Banyaknya air yang yang dapat tertampung di bawah permukaan bergantung pada kesarangan lapisan di bawah tanah. Lapisan pembawa air, disebut akuifer atau penghantar, dapat terdiri dari bahan lepas seperti pasir dan kerikil atau bahan yang mengeras seperti batu pasir dan batu gamping. Air di dalam pori akuifer terpengaruh oleh gaya gravitasi sehingga cenderung untuk mengalir ke bawah melalui pori bahan tersebut (Wilson, 1993).

(39)

dari rongga pori tanah diperlukan gaya atau energi yang diperlukan untuk melawan energi yang menahan air. Air mempunyai 2 macam energi, yaitu energi potensial dan energi kinetik (Islami dan Utomo, 1995).

Air tanah adalah air yang menempati rongga-rongga dalam lapisan geologi. Lapisan tanah yang terletak dibawah permukaan air tanah dinamakan daerah jenuh (saturated zone), sedangkan daerah tidak jenuh terletak diatas daerah jenuh sampai ke permukaan tanah, yang rongga-rongganya berisi air dan udara (Soemarto, 1995).

Menurut Islami dan Utomo (1995) cara yang paling sederhana untuk mementukan kandungan air tanah adalah dengan menimbang sejumlah contoh tanah (sekitar 10 – 20 g) dalam keadaan lembab atau basah (Tb) kemudian contoh tanah tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 4 – 24 jam. Selanjutnya tanah kering ditimbang (Tk), dan kandungan air massa (W) diperoleh dengan:

W = Tk

Tk Tb

x 100% ... (12)

Simbol W adalah menyatakan kadar air tanah basis kering. Kadar air basis kering dapat diubah menjadi kadar air volumetrik sebagai berikut :

= W x s b

ρ ρ

... (13)

dimana :

= kadar air tanah volumetrik

W = kadar air tanah basis kering

(40)

ρw= massa jenis air gr/cm3

(41)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakanpada perkebunan kelapa sawit di Kebun PTP. NUSANTARA II Tanjung Garbus pada bulanApril sampai dengan Juli 2013.

Bahan dan Alat Penelitian

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelapa sawit dengan umur sekitar 13 tahun, plat seng, bambu, lembar plastik/terpal, dan selang plastik, plastisin, paku, sampel tanah dan tali plastik.

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah meteran, alat penakar hujan, gelas ukur, drum penampung atau kolektor air larian, talang, jerigen, ring sampel, bor tanah, oven listrik, timbangan digital, martil, alat tulis, dan kamera digital.

Adapun data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data primer

- Curah hujan - Throughfall - Stemflow - Run off

(42)

2. Data sekunder - Suhu

- Persentase jam siang Lintang Utara

Persentase jam siang Lintang Utara dan curah hujan pembanding akan diperoleh dari data BMKG pada wilayah tersebut.

Metode Penelitian

Penelitian lapangan dilakukan dengan mengumpulkan data secara langsung di lapangan, kemudian data-data diolah dengan menggunakan Microsoft Excel.

Prosedur Penelitian

1. Mengukur presipitasi/ curah hujan

- Memasang alat penakar hujan pada lahan terbuka sekitar 100 cm (1 m) dari atas permukaan tanah. Penakar hujan memiliki diameter 13 cm dan tinggi 30 cm

- Mengukur volume air yang tertampung setiap kejadian hujan

- Menghitung ketinggian air yang tertampung dengan cara membagi volume air yang tertampung terhadap luas alat penampung

2. Mengukur throughfall

- Memasang alat penakar hujan manual (ombrometer) yang terbuat dari plat seng di bawah tajuk kelapa sawit terakhir 100 cm (1 m) dari atas permukaan tanah dengan diameter 11,3 cm dan tinggi 40 cm

(43)

- Menghitung ketinggian air yang tertampung dengan cara membagi volume air yang tertampung terhadap luas alat penampung

- Melakukan pengukuran throughfall pada tiga lokasi sebagai ulangan 3. Mengukur stemflow

- Melilitkan selang plastik dengan ukuran diameter 0,5 inci pada batang kelapa sawit dengan posisi terbuka dan dipasang jirigen di atas tanah menempel pada batang pohon untuk menampung aliran air yang melewati batang

- Mengukur volume air yang tertampung setiap kejadian hujan

- Menghitung ketinggian air yang tertampung dengan cara membagi volume air yang tertampung terhadap luas tajuk rata-rata

- Melakukan pengukuran stemflowpada tiga lokasi sebagai ulangan 4. Mengukur intersepsi

- Menghitung intersepsi dengan menggunakan persamaan 5 5. Mengukur run off

- Membuat plot untuk menampung air run off dengan ukuran panjang 22 m dan lebar 2 m

- Membatasi plot dengan plastik/terpal

- Membuat penampung pada bagian yang paling rendah - Mengukur volume air yang tertampung setiap kejadian hujan

(44)

6. Mengukur ketinggian air tanah awal

- Mengambil sampel tanah dari lapangan dengan menggunakan ring sampel - Mengovenkan tanah tersebut selama 24 jam, kemudian didinginkan - Menghitung volume partikel tanah

- Menghitung volume air tanah dengan mengurangkan volume total terhadap volume partikel

- Menghitung tinggi air tanah ring sampel dengan cara membagi volume air tanah terhadap luas ring sampel

- Menghitung ketinggian air tanah seluruhnya denganrumus:

le ahringsamp xtinggiair

sample tinggiring

ah kedalaman

tan tan

- Melakukan pengukuran ketinggian air tanah awal sebanyak 3 lokasi sebagai ulangan

7. Mengukur evapotranspirasi aktual dengan persamaan (6), (7) dan (8) 8. Mengukur ketinggian air tanah dengan persamaan (1), (2), dan (3) 9. Mengukur kapasitas lapang

- Mengambil sampel tanah dengan menggunakan ring sample pada kedalaman 0 – 20 cm dan ≥ 30 cm

- Menjenuhkan sampel tanah dengan cara dicelupkan ke dalam air dan kemudian dibiarkan selama semalaman sehingga tidak ada lagi air yang menetes

- Menimbang sampel tanah tersebut untuk memperoleh berat basah - Mengovenkan sampel tanah tersebut selama 24 jam

(45)

- Menghitung kadar air tanah pada kapasitas lapang dengan persamaan (12) dan (13)

- Melakukan pengeboran tanah untuk mengetahui kedalaman tanah

- Menghitung ketinggian air tanah dalam kondisi kapasitas lapang dengan rumus : kedalaman tanah×kadar air volumetrik

10. Mengukur/menentukan kerapatan masssa tanah dengan persamaan (9) 11. Mengukur/menentukan kerapatan partikel tanah dengan persamaan (10) 12. Mengukur/menentukan porositas tanah dengan persamaan (11)

13. Menentukan tekstur tanah dengan analisa laboratorium 14. Menentukan bahan organik dengan analisa laboratorium

(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pohon kelapa sawit pada lokasi penelitian telah berumur 13 tahun dengan jarak tanam 9 x 9 m dan jenis tanah entisol ditumbuhi rumput. Pengamatan dilakukan antara pukul 07.00 WIB sampai 08.00 WIB untuk setiap kejadian hujan.

Curah Hujan

Besarnya curah hujan bervariasi pada setiap minggunya. Dalam hitungan bulan, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juni dan terendah pada bulan Mei. Besarnya curah hujan pada setiap minggunya dapat dilihat pada Tabel 1 dan perhitungannya pada Lampiran 3 .

Tabel 1. Curah hujan mingguan

Minggu Bulan Curah hujan (mm)

1 April 38,442

2 April 0,754

3 April 23,217

4 Mei 1,131

5 Mei 1,809

6 Mei 0,000

7 Mei 0,151

8 Mei 0,000

9 Juni 92,338

10 Juni 20,352

11 Juni 0,000

12 Juni 9,045

13 Juli 17,714

14 Juli 15,075

15 Juli 8,442

16 Juli 0,000

Total 228,470

(47)

Curah hujan harian dapat dilihat pada Lampiran 2. Rata-rata curah hujan harian selama 4 bulan sebesar 2,039 mm/hari dan jika dihitung dalam setahun dengan asumsi rata-rata curah hujan tersebut, maka curah hujan yang terjadi adalah sebesar 744,235 mm/tahun. Dari data curah hujan 10 tahun terakhir berdasarkan data BMKG diperoleh nilai curah hujan sebesar 1658,6 mm/tahun dan perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 6. Dari hasil perhitungan curah hujan dalam setahun antara data di lapangan dengan data BMKG terdapat perbedaan nilai curah hujan yang cukup besar. Hal ini disebabkan oleh hasil di lapangan hanya berdasarkan data yang diperoleh selama selang waktu 4 bulan dan hanya dalam kurun waktu satu tahun, sedangkan berdasarkan data dari BMKG adalah hasil rata-rata dalam waktu 10 tahun.

Hasil pengukuran curah hujan selama penelitian dari bulan April sampai dengan Juli diperoleh 228,470 mm, sedangkan berdasarkan data curah hujan dari BMKG pada bulan yang sama dari rata-rata 10 tahun diperoleh 518,2 mm. Hal ini menggambarkan bahwa dalam kurun waktu yang panjang jumlah curah hujan lebih besar dari data curah hujan selama penelitian yang memungkinkan daerah penelitian mendapatkan air yang lebih besar.

Throughfall (hujan lolos)

(48)

Tabel 2. Rata-rata Throughfall mingguan

Minggu Bulan Throughfall(mm)

1 April 27,999

2 April 0,297

3 April 16,226

4 Mei 0,199

5 Mei 1,625

6 Mei 0,000

7 Mei 0,000

8 Mei 0,000`

9 Juni 87,192

10 Juni 19,246

11 Juni 0,000

12 Juni 8,646

13 Juli 10,110

14 Juli 5,919

15 Juli 2,594

16 Juli 0,000

Dari Tabel 2 diketahui bahwa throughfall (hujan lolos) tertinggi terjadi pada minggu ke-9 yaitu sebesar 87,192 mm dan yang terendah terjadi pada minggu ke-6, 7, 8, 11, dan 16 yaitu 0. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya throughfall (hujan lolos) sebanding dengan besarnya curah hujan. Besarnya throughfall (hujan lolos) meningkat seiring dengan meningkatnya curah hujan yang terjadi.

(49)

Stemflow (aliran batang)

Berdasarkan pengukuran di lapangan diperoleh nilai stemflow (aliran batang) mingguan dapat dilihat pada Tabel 3 dan perhitungannya pada Lampiran 5. Dari Tabel 3 diketahui bahwa stemflow (aliran batang)tertinggi terjadi pada minggu ke-1 yaitu sebesar 0,373 dan yang terendah terjadi pada minggu ke-2, 4, 6, 7, 8, 11 dan 16 yaitu sebesar 0. Nilai dari stemflow sebanding dengan nilai curah hujan dan berbanding terbalik dengan nilai intersepsi.

Stemflow merupakan komponen yang nilainya paling kecil dan sangat bervariasi. Variasi yang ditunjukkan stemflow (aliran batang) sesuai dengan variasi yang ditunjukkan oleh curah hujan dan throughfall (hujan lolos). Seperti menurut Lee (1990) bahwa hal tersebut sangat bervariasi, tidak hanya di antara wilayah-wilayah klimatologi dan tipe-tipe hutan, dan dengan kerapatan dan umur tegakan, tetapi juga dengan posisi relatif terhadap batang-batang pohon pada suatu tegakan tertentu.

Tabel 3. Rata-rata stemflow mingguan

Minggu Bulan Stemflow (mm)

1 April 0,373

2 April 0,000

3 April 0,188

4 Mei 0,000

5 Mei 0,010

6 Mei 0,000

7 Mei 0,000

8 Mei 0,000

9 Juni 0,295

10 Juni 0,174

11 Juni 0,000

12 Juni 0,052

13 Juli 0,195

14 Juli 0,127

15 Juli 0,122

(50)

Intersepsi

Dengan menggunakan persamaan (5) diperoleh besarnya intersepsi mingguan seperti pada Tabel 4. Dari Tabel 4 diketahui bahwa intersepsi tertinggi terjadi pada minggu ke-1 yaitu sebesar 10,07 mm dan yang terendah terjadi pada minggu ke-6, 8, 11 dan 16 yaitu 0. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa besarnya nilai intersepsi sangat bervariasi. Variasi intersepsi berbeda dengan variasi throughfall (hujan lolos) dan stemflow (aliran batang) yang sebanding dengan variasi curah hujan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena ada pengaruh angin pada saat hujan terjadi dan tajuk kelapa sawit.

Tabel 4. Intersepsi mingguan

Minggu Bulan Intersepsi (mm)

1 April 10,070

2 April 0,457

3 April 6,803

4 Mei 0,932

5 Mei 0,174

6 Mei 0,000

7 Mei 0,151

8 Mei 0,000

9 Juni 4,851

10 Juni 0,932

11 Juni 0,000

12 Juni 0,347

13 Juli 7,409

14 Juli 9,029

15 Juli 5,726

16 Juli 0,000

(51)

pengeringan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lee (1990) yang menyatakan bahwa jumlah pengurangan (intersepsi tajuk) ditentukan oleh jumlah dan frekwensi presipitasi, dan oleh kapasitas cadangan tajuk dan laju pengeringan.

Runoff (aliran permukaan)

Selama penelitian dilakukan, tidak ada aliran permukaan (run off) yang terjadi (Lampiran 2)dikarenakan lahan ditumbuhi rumput yang cukup padat dan topografi yang datar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahim (2003) yang menyatakan bahwa jumlah air yang menjadi limpasan ini sangat bergantung kepadajumlah air hujan persatuan waktu (intensitas), keadaan penutupan tanah,topografi (terutama kemiringanlereng), jenis tanah dan ada atau tidaknya hujan yang terjadi sebelumnya (kadar air tanah sebelum terjadinya hujan).

Evapotranspirasi aktual

Suhu rata-rata bulanan diperoleh dari data sekunder yaitu data suhu selama 10 tahun (2003 sampai 2012) yang terdapat pada Lampiran 8 . Suhu rata-rata pada bulan April, Mei, Juni dan Juli masing-masing adalah 27,040C; 28,140C; 27,360C dan 27,130C yang perhitungannya juga dapat dilihat pada Lampiran 7 .

Persentase jam lintang siang diperoleh dari data skunder yaitu data persentase jam lintang siang selama 10 tahun (2003 sampai 2012) yang terdapat pada Lampiran 8. Persentase jam lintang siang untuk bulan April, Mei, Juni dan Juli masing-masing adalah 5,06%; 5,16%; 5,12%; dan 5,16%.

(52)

mm/hari, bulan Juli sebesar 3,444 mm/hari (nilai evapotranspirasi aktual harian dapat dilihat pada Lampiran 9), atau tiap minggunya diperoleh nilai evapotranspirasi aktual bulan April sebesar 24,311 mm/minggu, bulan Mei sebesar 25,361 mm/minggu, bulan Juni sebesar 24,997 mm/minggu, bulan Juli sebesar 24,108 mm/minggu (nilai evapotranspirasi aktual mingguan dapat dilihat pada Tabel 5).

Tabel 5. Nilai evapotranspirasi aktual mingguan

Minggu Bulan Evapotranspirasi aktual (mm)

1 April 24,311

2 April 24,311

3 April 24,311

4 Mei 25,361

5 Mei 25,361

6 Mei 25,361

7 Mei 25,361

8 Mei 25,361

9 Juni 24,997

10 Juni 24,997

11 Juni 24,997

12 Juni 24,997

13 Juli 24,108

14 Juli 24,108

15 Juli 24,108

16 Juli 24,108

(53)

Menurut Pasaribudkk(2012), melalui penelitian yang telah dilakukan dalam selang waktu 3 tahun dari tahun 2009-2012 di perkebunan kelapa sawit di PPKS sub unit Kalianta Kabun Riau diperoleh evapotranspirasi yang terjadi pada kelapa sawit rata-rata 92,05 mm/bulan atau setara 1.104,5 mm/tahun. Jika dibandingkan nilai evapotranspirasi di lapangan dengan berdasarkan penelitian di PPKS sub unit Kalianta Kabun Riau terdapat selisih sebesar 6,989 mm. Perbedaan kedua nilai ini dapat disebabkan oleh berbedanya selang waktu dilakukannya penelitian, persentase jam lintang siang, kedalaman tanah, umur tanaman, dan iklim.

Keseimbangan air tanah

Selama penelitian dilakukan diperoleh komponen keseimbangan air dalam periode mingguan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Komponen keseimbangan air pada kelapa sawit

Gambar 1 menunjukan curah hujan sangat berfluktuasi yang umumnya dibawah evapotranspirasi aktual, hanya pada minggu pertama April dan minggu

(54)

pertama Juni curah hujan yang lolos sebagai throughfall dan aliran batang (stemflow) diatas evapotranspirasi aktual.

Berdasarkan Gambar 1, diketahui bahwa nilai curah hujan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan nilai throughfall (hujan lolos) dan stemflow (aliran batang). Hal ini dikarenakan presipitasi yang jatuh disela-sela tanaman sebagian mengalami proses intersepsi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asdak (2007) yang menyatakan bahwa intersepsi air hujan adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi, tertahan beberapa saat, untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer.

Menurut Harto (1993) throughfall adalah bagian presipitasi yang jatuh di sela-sela daun tanaman sampai ke permukaan tanah. Bagian air ini dapat langsung merupakan air hujan yang tertahan pohon, akan tetapi telah melebihi kapasitas tampungan (interception storage). Stemflow merupakan bagian air yang mengalir melalui ranting, dahan dan selanjutnya ke batang pohon dan jatuh ke tanah.

(55)

Gambar 2. Komponen masukan dan keluaran air pada kelapa sawit

Berdasarkan persamaan (1), (2), (3), dan (4), diperoleh kedalaman air tanah yang ditunjukkan pada Tabel 6 dengan ketinggian air tanah awal adalah sebesar 374,4 mm (Lampiran 10). Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa selama penelitian dilakukan yakni selama 16 minggu diperoleh ketinggian air tanah pada minggu ke-16 sebesar 159,8 mm. Ketinggian air tanah dan perubahan kedalaman air tanah setiap harinya dapat dilihat pada Lampiran 12. Berdasarkan data awal penelitian pada kondisi kapasitas lapang ketinggian air tanah 321,36 mm selama 4 bulan penelitian terjadi defisit air sebesar 165,6 mm dibawah kapasitas lapang. Defisit air ini masih dapat ditolerir, hal ini sesuai dengan pernyataan IRHO dalam Mangoensoekarjo, dkk., (2003) bahwa defisit air tahunan pada kelapa sawit sebesar 150-250 mm masih sesuai.

Hasil pengukuran lapangan diperoleh nilai curah hujan dari bulan April sampai Juli sebesar 219,274 mm. Dari data curah hujan 10 tahun terakhir berdasarkan data BMKG diperoleh nilai rata-rata curah hujan dari bulan April sampai Juli sebesar 465,4 mm (Lampiran 6). Jika dibandingkan dengan nilai curah hujan untuk bulan April-Juli di lapangan terdapat selisih sebesar 246,126 mm. Nilai tersebut menunjukkan perbedaan nilai yang cukup besar. Sehingga air yang

(56)

masuk ke lahan kelapa sawit selama penelitian dilakukan sangat rendah. Namun dalam kurun waktu yang panjang jumlah air hujan yang masuk kedalam tanah lebih besar.

Dari Gambar 2 ditunjukkan bahwa curah hujan yang masuk di kawasan lahan kelapa sawit selama penelitian sangat sedikit, yang dicerminkan oleh penampilan nilai masukan dan keluaran air yang terdapat di dalam lahan kelapa sawit. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa kawasan lahan kelapa sawit memerlukan jumlah air yang cukup banyak dan akan mengganggu tanaman lain diluar lahan kelapa sawit pada bulan-bulan kering.

Tabel 6. Ketinggian air tanah mingguan

Minggu Bulan Ketinggian air tanah (mm)

1 April 378,5

2 April 354,5

3 April 346,6

4 Mei 321,4

5 Mei 297,6

6 Mei 272,2

7 Mei 246,8

8 Mei 221,6

9 Juni 284,1

10 Juni 278,5

11 Juni 253,5

12 Juni 237,2

13 Juli 223,4

14 Juli 205,3

15 Juli 183,9

16 Juli 159,8

(57)

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)

Dari pengukuran yang dilakukan diperoleh nilai kerapatan massa tanah entisol di lapangan sebesar 1,363 g/cm3 (perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 13). Menurut Hardjowigeno (2003) tanah yang lebih padat mempunyai bulk density yang lebih besar. Bulk density di lapangan tersusun atas tanah-tanah mineral yang umumnya berkisar 1,0 – 1,6 g/cm3. Tanah organik memiliki nilai bulk density yang lebih rendah, misalnya dapat mencapai 0,1 – 0,9 g/cm3.

Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density)

Dari pengukuran yang dilakukan diperoleh rata-rata kerapatan partikel tanah entisol di lapangan sebesar 2,639 g/cm3. Pengukuran dilakukan terhadap tiga sampel tanah dengan hasil berturut-turut sebesar 2,692 g/cm3, 2,892 g/cm3 dan 2,334 g/cm3 dan perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 14. Menurut Hanafiah (2005) bulk density sangat berhubungan dengan particle density, jika particle density tanah besar maka bulk densitynya juga besar.

Porositas Tanah

Persentase ruang pori tanah atau porositas (

φ

) adalah membandingkan

nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel. Dari pengukuran yang dilakukan diperoleh rata-rata porositas tanah entisol sebesar 48 %, dan perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 15. Menurut Nurmi, dkk (2009) nilai bulk density berbanding terbalik dengan ruang pori total tanah.Persamaan yang digunakan

untuk menentukan nilai porositas yaitu

φ

= 1 −��

(58)

tersebutmaka nilai porositas berbanding terbalik dengan kerapatan massa dengan nilai kerapatan partikel tetap.

Tekstur Tanah

Dari pengukuran tekstur tanah di Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian USU tanah entisolmemiliki tekstur lempung berpasir yang dapat ditentukan dengan menggunakan segitiga USDA.Pengukuran tekstur tanah dapat dilihat pada Lampiran 16 yang dilakukan dengan analisa laboratorium.

Hubungan tekstur tanah dengan daya menahan air dan ketersediaan hara tanah yaitu tanah dengan tekstur liat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi, sebaliknya tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara (Hardjowigeno 2007).

Jika dilihat perbandingan persentase pasir, liat, dan debu, persentase kandungan pasir tanah entisol sangat besar. Dengan demikian tanah entisol lebih mudah meloloskan air. Hal ini sesuai pernyataan Hanafiah (2005) yang menyatakan bahwa tanah yang bertekstur pasir akan mudah melewatkan air dalam tanah. Hal ini terkait dengan pengaruh tekstur terhadap proporsi bahan koloidal, ruang pori dan luas permukaan adsorbsi, yang semakin halus teksturnya akan makin banyak, sehingga semakin besar kapasitas simpan airnya, hasilnya berupa peningkatan kadar dan ketersediaan air tanah.

Bahan Organik

(59)

(2011) fraksi organik sangat mempengaruhi sifat-sifat tanah, fungsi ekosistem, dan banyak proses ekosistem. Sifat-sifat tanah yang dipengaruhi meliputi sifat biologi, kimia, dan fisika tanah.

Kapasitas Lapang

Dari pengukuran yang dilakukan terhadap tanah entisol, maka ketinggian air tanah pada keadaan kapasitas lapang adalah sebesar 321,36 mm dengan kedalaman efektif tanah sebesar 78 cm (perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 17).

Keadaaan kapasitas lapang ini berkaitan dengan ketersediaan air bagi tanaman. Ketinggian air tanah di area kelapa sawit berfluktuasi yang dipengaruhi kondisi iklim, terutama curah hujan. Pada periode kering maka kedalaman air tanah menurun dan pada periode musim penghujan maka kedalaman air tanah akan meningkat (Lampiran 12).Menurut Susanto, dkk., (2006)konsep kapasitas lapang sangat berguna dalam mendapatkan jumlah air yang tersedia dalam tanah untuk penggunaan oleh tanaman.

(60)

Tabel 7. Ketinggian air dalam tanah beserta komponen masukan dan keluaran air Bulan Minggu Throughfall

(T)

Gambar 3. Ketinggian air dalam tanah beserta komponen masukan dan keluaran air

(61)

Besarnya evapotranspirasi aktual selama penelitian 99,039 mm/bulan sedangkan curah hujan pada periode tersebut rata-rata 54,8 mm/bulan dan yang menjadi troughfall dan stemflow 45,2 mm/bulan.

Gambar 3, secara jelas menunjukkan diketahui bahwa terjadi defisit air selama bulan April-Juli. Berdasarkan data awal penelitian ketinggian air tanah adalah 374,4 mm sedangkan pada kondisi kapasitas lapang ketinggian air tanah 321,36 mm, selama 4 bulan penelitian terjadi defisit air sebesar 161,56 mm dibawah kapasitas lapang. Defisit air ini masih dapat ditolerir, hal ini sesuai dengan pernyataan IRHO dalam Mangoensoekarjo, dkk., (2003) bahwa defisit air tahunan pada kelapa sawit sebesar 150-250 mm masih sesuai.

(62)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Model keseimbangan air disusun terdiri dari komponen curah hujan sebesar 228,470 mm/16 minggu, throughfallsebesar180,053 mm/16 minggu, stemflowsebesar 1,536 mm/16 minggu, intersepsi sebesar 46,881 mm/16 minggu, evapotranspirasi sebesar 396,158 mm/16 minggu, dan run off sebesar 0/16 minggu, dapat digunakan untuk menduga simpanan air tanah harian di lahan kelapa sawit.

2. Berdasarkan model keseimbangan air yang dibuat diperoleh simpanan air tanah selama 16 minggu sebesar 159,8 mm. Nilai ketinggian air tanah pada kondisi kapasitas lapang adalah 321,36 mm, sehingga terjadi defisit air sebesar 161,56 mm namun masih dapat ditolerir untuk pertumbuhan kelapa sawit.

3. Curah hujan rata-rata selama penelitian adalah sebesar 2,039 mm/hari, atau curah hujan pada bulan April sebesar 62,413 mm, bulan Mei sebesar 2,94 mm, bulan Juni sebesar 112,69 mm, dan bulan Juli sebesar 41,231 mm.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk selang waktu yang lebih lama dengan sampel yang lebih banyak.

(63)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2011. Pengurasan Air Tanah & Pencemaran Air Permukaan.

Desember 2012].

Asdak, 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University-Press. Yogyakarta.

Bowen, W. T., dan Lobato, E. 1988. Possibilities and Constraints for crops production on Acid Sandy Soils in Brazil. In: E. Walmsley. Ed. Farming System for Low-Fertility Acid Sandy Soils. Technical Centre for

Agricultural and Rural Cooperation (CTA) Seminar Procedings. EDE Wageningen. The Netherlands. 75-85.

Darmadi, S. A. Soedjoko, dan Suyono, 2004. Kesesuaian Hujan Tahunan Untuk Hutan Pinus Berdasarkan Pemodelan Neraca Air. Jurnal Keteknikan Pertanian Vol 18, No.3. Bogor.

Fauzi, Y., Y. E. Widyastuti, I. Satyawibawa dan R. Hartono, 2008. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya, Jakarta.

Foth, H. D., 1984. Fundamentals of Soil Scince. Seventh Edition. John Wiley & Sons, United State.

Guslim, 2009. Agroklimatologi. USU Press. Medan.

Hadi, M, M., 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Adi Cita Karya. Yogyakarta. Hanafiah, A. K., 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hardiyatmo, H.C., 1994, Mekanika Tanah 1 dan 2, Cetakan Pertama.Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta.

Hardjowigeno,S.1993. Kalsiifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akapres. Jakarta Hardjowigeno, S., 2003. Ilmu Tanah Edisi Baru. Akapres. Jakarta.

Harto, S., 1993. Analisis Hidrologi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hasanah,U. 2009. Respon Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) Pada Awal Pertumbuhan Terhadap Keragaman Ukuran Agregat Entisol.

[Diakses 6 Desember 2012].

(64)

Kartasapoetra, A. G., M. M. Sutedjo, dan E. Pollein, 1994. Teknologi Pengairan Pertanian (Irigasi). Bumi Aksara. Jakarta.

Lee, R., 1990. Hidrologi Hutan. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta. Linsley, R. K., M. A. Kohler, dan J. L. H. Paulhus, 1989. Hidrologi Untuk

Insinyur. Erlangga. Jakarta.

Mangoensoekarjo, S., dan Semangun, H. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Mukhlis, Sarifuddin, dan H. Hanum, 2001. Kimia Tanah. USU Press, Medan. Mulyono, S., 1996. Matematika Ekonomi. Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia. Jakarta.

Murtilaksona, K., H. H. Siregar dan W. Darmosarkoro, 2007. Model Neraca Air Di Perkebunan Kelapa Sawit (Water Balance Model in Oil Palm Plantation).http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/37917/J URNAL%20pEnelitian%20kelapa%20sawit_Model%20neraca%20air%20d iperkebunan_K.%20murtilaksonoabstract.pdf. [Diakses 6 Desember 2012]. Nurmi, O.H., S. Arsyad dan S. Yahya., 2009. Perubahan Sifat Fisik Tanah

Sebagai Respon Perlakuan Konversi Vegetatif Pada Pertanaman Kakao. Forum Pascasarjana vol. 32, no. 1.

Pahan, I., 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta. Pardede, R.A., 2012. Analisis Hujan Pada Hutan Pinus Di Taman Hutan Raya

Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo Berdasarkan Model Keseimbangan Air. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Pasaribu, H., A. Mulyadi dan S. Tarumun, 2012. Neraca Air di Perkebunan Kelapa Sawit di PPKS Sub Unit Kalianta Kabun Riau. Ejournal.unri.ac.id/960-1908-1-SM.pdf. [Diakses 2 Spetember 2013].

Prasetyo, B. K. dan D. A. Suriadikarta, 2006. Karakteristik, Potensi dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian

Lahan Kering di Indonesia

go.id/publikasi/p3252061.pdf.[Diakses 20 Desember 2012].

PTPN II, 2008. Profil Perusahaa

Gambar

Tabel 1. Curah hujan mingguan
Tabel 2. Rata-rata Throughfall mingguan
Tabel 3. Rata-rata stemflow mingguan
Tabel 4. Intersepsi mingguan
+6

Referensi

Dokumen terkait