• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pohon kelapa sawit pada lokasi penelitian telah berumur 13 tahun dengan jarak tanam 9 x 9 m dan jenis tanah entisol ditumbuhi rumput. Pengamatan dilakukan antara pukul 07.00 WIB sampai 08.00 WIB untuk setiap kejadian hujan.

Curah Hujan

Besarnya curah hujan bervariasi pada setiap minggunya. Dalam hitungan bulan, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juni dan terendah pada bulan Mei. Besarnya curah hujan pada setiap minggunya dapat dilihat pada Tabel 1 dan perhitungannya pada Lampiran 3 .

Tabel 1. Curah hujan mingguan

Minggu Bulan Curah hujan (mm)

1 April 38,442 2 April 0,754 3 April 23,217 4 Mei 1,131 5 Mei 1,809 6 Mei 0,000 7 Mei 0,151 8 Mei 0,000 9 Juni 92,338 10 Juni 20,352 11 Juni 0,000 12 Juni 9,045 13 Juli 17,714 14 Juli 15,075 15 Juli 8,442 16 Juli 0,000 Total 228,470

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, diperoleh curah hujan yang tertinggi adalah sebesar 92,338 mm pada minggu ke-9 dan yang terendah adalah sebesar 0 pada minggu ke-6, minggu ke-8, minggu ke-11 dan minggu ke-16.

Curah hujan harian dapat dilihat pada Lampiran 2. Rata-rata curah hujan harian selama 4 bulan sebesar 2,039 mm/hari dan jika dihitung dalam setahun dengan asumsi rata-rata curah hujan tersebut, maka curah hujan yang terjadi adalah sebesar 744,235 mm/tahun. Dari data curah hujan 10 tahun terakhir berdasarkan data BMKG diperoleh nilai curah hujan sebesar 1658,6 mm/tahun dan perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 6. Dari hasil perhitungan curah hujan dalam setahun antara data di lapangan dengan data BMKG terdapat perbedaan nilai curah hujan yang cukup besar. Hal ini disebabkan oleh hasil di lapangan hanya berdasarkan data yang diperoleh selama selang waktu 4 bulan dan hanya dalam kurun waktu satu tahun, sedangkan berdasarkan data dari BMKG adalah hasil rata-rata dalam waktu 10 tahun.

Hasil pengukuran curah hujan selama penelitian dari bulan April sampai dengan Juli diperoleh 228,470 mm, sedangkan berdasarkan data curah hujan dari BMKG pada bulan yang sama dari rata-rata 10 tahun diperoleh 518,2 mm. Hal ini menggambarkan bahwa dalam kurun waktu yang panjang jumlah curah hujan lebih besar dari data curah hujan selama penelitian yang memungkinkan daerah penelitian mendapatkan air yang lebih besar.

Throughfall (hujan lolos)

Berdasarkan hasil pengukuran lapangan yang dilakukan diperoleh nilai throughfall (hujan lolos) mingguan seperti pada Tabel 2 dan perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 2. Rata-rata Throughfall mingguan

Minggu Bulan Throughfall(mm)

1 April 27,999 2 April 0,297 3 April 16,226 4 Mei 0,199 5 Mei 1,625 6 Mei 0,000 7 Mei 0,000 8 Mei 0,000` 9 Juni 87,192 10 Juni 19,246 11 Juni 0,000 12 Juni 8,646 13 Juli 10,110 14 Juli 5,919 15 Juli 2,594 16 Juli 0,000

Dari Tabel 2 diketahui bahwa throughfall (hujan lolos) tertinggi terjadi pada minggu ke-9 yaitu sebesar 87,192 mm dan yang terendah terjadi pada minggu ke-6, 7, 8, 11, dan 16 yaitu 0. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya throughfall (hujan lolos) sebanding dengan besarnya curah hujan. Besarnya throughfall (hujan lolos) meningkat seiring dengan meningkatnya curah hujan yang terjadi.

Besarnya throughfall (hujan lolos) sangat bervariasi setiap minggunya. Besarnya throughfall dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya rapat atau jarangnya tegakan-tegakan kelapa sawit dan lebat atau tidaknya tajuk kelapa sawit. Menurut Lee (1990), Intensitas rata-rata troughfall lebih kecil dibandingkan dengan intensitas curah hujan, namun ukuran-ukuran tetesannya adalah lebih besar dan dampak potensial totalnya sebagai suatu kekuatan erosi adalah lebih besar.

Stemflow (aliran batang)

Berdasarkan pengukuran di lapangan diperoleh nilai stemflow (aliran batang) mingguan dapat dilihat pada Tabel 3 dan perhitungannya pada Lampiran 5. Dari Tabel 3 diketahui bahwa stemflow (aliran batang)tertinggi terjadi pada minggu ke-1 yaitu sebesar 0,373 dan yang terendah terjadi pada minggu ke-2, 4, 6, 7, 8, 11 dan 16 yaitu sebesar 0. Nilai dari stemflow sebanding dengan nilai curah hujan dan berbanding terbalik dengan nilai intersepsi.

Stemflow merupakan komponen yang nilainya paling kecil dan sangat bervariasi. Variasi yang ditunjukkan stemflow (aliran batang) sesuai dengan variasi yang ditunjukkan oleh curah hujan dan throughfall (hujan lolos). Seperti menurut Lee (1990) bahwa hal tersebut sangat bervariasi, tidak hanya di antara wilayah-wilayah klimatologi dan tipe-tipe hutan, dan dengan kerapatan dan umur tegakan, tetapi juga dengan posisi relatif terhadap batang-batang pohon pada suatu tegakan tertentu.

Tabel 3. Rata-rata stemflow mingguan

Minggu Bulan Stemflow (mm)

1 April 0,373 2 April 0,000 3 April 0,188 4 Mei 0,000 5 Mei 0,010 6 Mei 0,000 7 Mei 0,000 8 Mei 0,000 9 Juni 0,295 10 Juni 0,174 11 Juni 0,000 12 Juni 0,052 13 Juli 0,195 14 Juli 0,127 15 Juli 0,122 16 Juli 0,000

Intersepsi

Dengan menggunakan persamaan (5) diperoleh besarnya intersepsi mingguan seperti pada Tabel 4. Dari Tabel 4 diketahui bahwa intersepsi tertinggi terjadi pada minggu ke-1 yaitu sebesar 10,07 mm dan yang terendah terjadi pada minggu ke-6, 8, 11 dan 16 yaitu 0. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa besarnya nilai intersepsi sangat bervariasi. Variasi intersepsi berbeda dengan variasi throughfall (hujan lolos) dan stemflow (aliran batang) yang sebanding dengan variasi curah hujan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena ada pengaruh angin pada saat hujan terjadi dan tajuk kelapa sawit.

Tabel 4. Intersepsi mingguan

Minggu Bulan Intersepsi (mm)

1 April 10,070 2 April 0,457 3 April 6,803 4 Mei 0,932 5 Mei 0,174 6 Mei 0,000 7 Mei 0,151 8 Mei 0,000 9 Juni 4,851 10 Juni 0,932 11 Juni 0,000 12 Juni 0,347 13 Juli 7,409 14 Juli 9,029 15 Juli 5,726 16 Juli 0,000

Nilai intersepsi pada kelapa sawit cenderung besar yang disebabkan karena daun kelapa sawit yang membentuk susunan daun majemuk. Hal tersebut menyebabkan jumlah air yang tertahan di bagian tanaman kelapa sawit dan yang menguap sangat besar. Besar atau kecilnya intersepsi dipengaruhi oleh laju

pengeringan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lee (1990) yang menyatakan bahwa jumlah pengurangan (intersepsi tajuk) ditentukan oleh jumlah dan frekwensi presipitasi, dan oleh kapasitas cadangan tajuk dan laju pengeringan.

Runoff (aliran permukaan)

Selama penelitian dilakukan, tidak ada aliran permukaan (run off) yang terjadi (Lampiran 2)dikarenakan lahan ditumbuhi rumput yang cukup padat dan topografi yang datar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahim (2003) yang menyatakan bahwa jumlah air yang menjadi limpasan ini sangat bergantung kepadajumlah air hujan persatuan waktu (intensitas), keadaan penutupan tanah,topografi (terutama kemiringanlereng), jenis tanah dan ada atau tidaknya hujan yang terjadi sebelumnya (kadar air tanah sebelum terjadinya hujan).

Evapotranspirasi aktual

Suhu rata-rata bulanan diperoleh dari data sekunder yaitu data suhu selama 10 tahun (2003 sampai 2012) yang terdapat pada Lampiran 8 . Suhu rata-rata pada bulan April, Mei, Juni dan Juli masing-masing adalah 27,040C; 28,140C; 27,360C dan 27,130C yang perhitungannya juga dapat dilihat pada Lampiran 7 .

Persentase jam lintang siang diperoleh dari data skunder yaitu data persentase jam lintang siang selama 10 tahun (2003 sampai 2012) yang terdapat pada Lampiran 8. Persentase jam lintang siang untuk bulan April, Mei, Juni dan Juli masing-masing adalah 5,06%; 5,16%; 5,12%; dan 5,16%.

Nilai koefisien tanaman untuk pohon kelapa sawit dengan umur 13 tahun adalah 0,93. Sehingga diperoleh nilai evapotranspirasi aktual bulan April sebesar 3,473 mm/hari, bulan Mei sebesar 3,623 mm/hari, bulan Juni sebesar 3,571

mm/hari, bulan Juli sebesar 3,444 mm/hari (nilai evapotranspirasi aktual harian dapat dilihat pada Lampiran 9), atau tiap minggunya diperoleh nilai evapotranspirasi aktual bulan April sebesar 24,311 mm/minggu, bulan Mei sebesar 25,361 mm/minggu, bulan Juni sebesar 24,997 mm/minggu, bulan Juli sebesar 24,108 mm/minggu (nilai evapotranspirasi aktual mingguan dapat dilihat pada Tabel 5).

Tabel 5. Nilai evapotranspirasi aktual mingguan

Minggu Bulan Evapotranspirasi aktual (mm)

1 April 24,311 2 April 24,311 3 April 24,311 4 Mei 25,361 5 Mei 25,361 6 Mei 25,361 7 Mei 25,361 8 Mei 25,361 9 Juni 24,997 10 Juni 24,997 11 Juni 24,997 12 Juni 24,997 13 Juli 24,108 14 Juli 24,108 15 Juli 24,108 16 Juli 24,108

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa nilai evapotranspirasi aktual mingguan tertinggi adalah 25,061 mm dan yang terendah adalah 24,108 mm. Jika dirata-ratakan per harinya maka besar evapotranspirasi aktual harian adalah sekitar 3,587 mm/hari. Berdasarkan Tabel 5 nilai dari evapotranspirasi untuk bulan April, Mei, Juni dan Juli berturut-turut adalah sebesar 72,933 mm/bulan, 126,805 mm/bulan, 99,988 mm/bulan dan 96,432 mm/bulan. Jika dirata-ratakan nilai evapotranspirasi aktual bulanan adalah sebesar 99,039 mm/bulan.

Menurut Pasaribudkk(2012), melalui penelitian yang telah dilakukan dalam selang waktu 3 tahun dari tahun 2009-2012 di perkebunan kelapa sawit di PPKS sub unit Kalianta Kabun Riau diperoleh evapotranspirasi yang terjadi pada kelapa sawit rata-rata 92,05 mm/bulan atau setara 1.104,5 mm/tahun. Jika dibandingkan nilai evapotranspirasi di lapangan dengan berdasarkan penelitian di PPKS sub unit Kalianta Kabun Riau terdapat selisih sebesar 6,989 mm. Perbedaan kedua nilai ini dapat disebabkan oleh berbedanya selang waktu dilakukannya penelitian, persentase jam lintang siang, kedalaman tanah, umur tanaman, dan iklim.

Keseimbangan air tanah

Selama penelitian dilakukan diperoleh komponen keseimbangan air dalam periode mingguan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Komponen keseimbangan air pada kelapa sawit

Gambar 1 menunjukan curah hujan sangat berfluktuasi yang umumnya dibawah evapotranspirasi aktual, hanya pada minggu pertama April dan minggu

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 T in g g i a ir ( m m ) Minggu stemflow Intersepsi Curah hujan Evapotranspirasi aktual Throughfall run off

pertama Juni curah hujan yang lolos sebagai throughfall dan aliran batang (stemflow) diatas evapotranspirasi aktual.

Berdasarkan Gambar 1, diketahui bahwa nilai curah hujan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan nilai throughfall (hujan lolos) dan stemflow (aliran batang). Hal ini dikarenakan presipitasi yang jatuh disela-sela tanaman sebagian mengalami proses intersepsi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asdak (2007) yang menyatakan bahwa intersepsi air hujan adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi, tertahan beberapa saat, untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer.

Menurut Harto (1993) throughfall adalah bagian presipitasi yang jatuh di sela-sela daun tanaman sampai ke permukaan tanah. Bagian air ini dapat langsung merupakan air hujan yang tertahan pohon, akan tetapi telah melebihi kapasitas tampungan (interception storage). Stemflow merupakan bagian air yang mengalir melalui ranting, dahan dan selanjutnya ke batang pohon dan jatuh ke tanah.

Keseimbangan air mingguan tegakan kelapa sawit ditunjukkan oleh penampilan hubungan antara air yang masuk dan air yang keluar yang disajikan pada Gambar 2. Gambar tersebut terdiri dari air masuk dan air keluar. Air masuk yang dimaksud adalah curah hujan, sedangkan air yang keluar adalah intersepsi, evapotranspirasi aktual dan aliran permukaan (run off).

Gambar 2. Komponen masukan dan keluaran air pada kelapa sawit

Berdasarkan persamaan (1), (2), (3), dan (4), diperoleh kedalaman air tanah yang ditunjukkan pada Tabel 6 dengan ketinggian air tanah awal adalah sebesar 374,4 mm (Lampiran 10). Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa selama penelitian dilakukan yakni selama 16 minggu diperoleh ketinggian air tanah pada minggu ke-16 sebesar 159,8 mm. Ketinggian air tanah dan perubahan kedalaman air tanah setiap harinya dapat dilihat pada Lampiran 12. Berdasarkan data awal penelitian pada kondisi kapasitas lapang ketinggian air tanah 321,36 mm selama 4 bulan penelitian terjadi defisit air sebesar 165,6 mm dibawah kapasitas lapang. Defisit air ini masih dapat ditolerir, hal ini sesuai dengan pernyataan IRHO dalam Mangoensoekarjo, dkk., (2003) bahwa defisit air tahunan pada kelapa sawit sebesar 150-250 mm masih sesuai.

Hasil pengukuran lapangan diperoleh nilai curah hujan dari bulan April sampai Juli sebesar 219,274 mm. Dari data curah hujan 10 tahun terakhir berdasarkan data BMKG diperoleh nilai rata-rata curah hujan dari bulan April sampai Juli sebesar 465,4 mm (Lampiran 6). Jika dibandingkan dengan nilai curah hujan untuk bulan April-Juli di lapangan terdapat selisih sebesar 246,126 mm. Nilai tersebut menunjukkan perbedaan nilai yang cukup besar. Sehingga air yang

0 20 40 60 80 100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 T in g g i a ir ( m m ) Minggu Masuk Keluar

masuk ke lahan kelapa sawit selama penelitian dilakukan sangat rendah. Namun dalam kurun waktu yang panjang jumlah air hujan yang masuk kedalam tanah lebih besar.

Dari Gambar 2 ditunjukkan bahwa curah hujan yang masuk di kawasan lahan kelapa sawit selama penelitian sangat sedikit, yang dicerminkan oleh penampilan nilai masukan dan keluaran air yang terdapat di dalam lahan kelapa sawit. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa kawasan lahan kelapa sawit memerlukan jumlah air yang cukup banyak dan akan mengganggu tanaman lain diluar lahan kelapa sawit pada bulan-bulan kering.

Tabel 6. Ketinggian air tanah mingguan

Minggu Bulan Ketinggian air tanah (mm)

1 April 378,5 2 April 354,5 3 April 346,6 4 Mei 321,4 5 Mei 297,6 6 Mei 272,2 7 Mei 246,8 8 Mei 221,6 9 Juni 284,1 10 Juni 278,5 11 Juni 253,5 12 Juni 237,2 13 Juli 223,4 14 Juli 205,3 15 Juli 183,9 16 Juli 159,8

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa nilai ketinggian air tanah mingguan tertinggi adalah 378,5 mm dan yang terendah adalah 158,8 mm. Nilai kedalaman air tanah selalu menurun untuk setiap minggunya, hal ini disebabkan karena curah hujan yang masuk ke lahan kelapa sawit selama penelitian dalam kurun waktu 4 bulan sangat rendah.

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)

Dari pengukuran yang dilakukan diperoleh nilai kerapatan massa tanah entisol di lapangan sebesar 1,363 g/cm3 (perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 13). Menurut Hardjowigeno (2003) tanah yang lebih padat mempunyai bulk density yang lebih besar. Bulk density di lapangan tersusun atas tanah-tanah mineral yang umumnya berkisar 1,0 – 1,6 g/cm3. Tanah organik memiliki nilai bulk density yang lebih rendah, misalnya dapat mencapai 0,1 – 0,9 g/cm3.

Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density)

Dari pengukuran yang dilakukan diperoleh rata-rata kerapatan partikel tanah entisol di lapangan sebesar 2,639 g/cm3. Pengukuran dilakukan terhadap tiga sampel tanah dengan hasil berturut-turut sebesar 2,692 g/cm3, 2,892 g/cm3 dan 2,334 g/cm3 dan perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 14. Menurut Hanafiah (2005) bulk density sangat berhubungan dengan particle density, jika particle density tanah besar maka bulk densitynya juga besar.

Porositas Tanah

Persentase ruang pori tanah atau porositas (

φ

) adalah membandingkan nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel. Dari pengukuran yang dilakukan diperoleh rata-rata porositas tanah entisol sebesar 48 %, dan perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 15. Menurut Nurmi, dkk (2009) nilai bulk density berbanding terbalik dengan ruang pori total tanah.Persamaan yang digunakan

untuk menentukan nilai porositas yaitu

φ

= 1 −��

tersebutmaka nilai porositas berbanding terbalik dengan kerapatan massa dengan nilai kerapatan partikel tetap.

Tekstur Tanah

Dari pengukuran tekstur tanah di Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian USU tanah entisolmemiliki tekstur lempung berpasir yang dapat ditentukan dengan menggunakan segitiga USDA.Pengukuran tekstur tanah dapat dilihat pada Lampiran 16 yang dilakukan dengan analisa laboratorium.

Hubungan tekstur tanah dengan daya menahan air dan ketersediaan hara tanah yaitu tanah dengan tekstur liat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi, sebaliknya tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara (Hardjowigeno 2007).

Jika dilihat perbandingan persentase pasir, liat, dan debu, persentase kandungan pasir tanah entisol sangat besar. Dengan demikian tanah entisol lebih mudah meloloskan air. Hal ini sesuai pernyataan Hanafiah (2005) yang menyatakan bahwa tanah yang bertekstur pasir akan mudah melewatkan air dalam tanah. Hal ini terkait dengan pengaruh tekstur terhadap proporsi bahan koloidal, ruang pori dan luas permukaan adsorbsi, yang semakin halus teksturnya akan makin banyak, sehingga semakin besar kapasitas simpan airnya, hasilnya berupa peningkatan kadar dan ketersediaan air tanah.

Bahan Organik

Kandungan C-organik tanah entisol adalah sebesar 1,55% sehingga persentase bahan organik tanah entisol adalah 2,67%. Menurut Mukhlis, dkk

(2011) fraksi organik sangat mempengaruhi sifat-sifat tanah, fungsi ekosistem, dan banyak proses ekosistem. Sifat-sifat tanah yang dipengaruhi meliputi sifat biologi, kimia, dan fisika tanah.

Kapasitas Lapang

Dari pengukuran yang dilakukan terhadap tanah entisol, maka ketinggian air tanah pada keadaan kapasitas lapang adalah sebesar 321,36 mm dengan kedalaman efektif tanah sebesar 78 cm (perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 17).

Keadaaan kapasitas lapang ini berkaitan dengan ketersediaan air bagi tanaman. Ketinggian air tanah di area kelapa sawit berfluktuasi yang dipengaruhi kondisi iklim, terutama curah hujan. Pada periode kering maka kedalaman air tanah menurun dan pada periode musim penghujan maka kedalaman air tanah akan meningkat (Lampiran 12).Menurut Susanto, dkk., (2006)konsep kapasitas lapang sangat berguna dalam mendapatkan jumlah air yang tersedia dalam tanah untuk penggunaan oleh tanaman.

Secara lebih rinci status air dalam tata air dalam tanah berdasarkan komponen masukan air dan keluaran air dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 3. Dapat dilihat berdasarkan hubungan antara komponen throughfall dan stemflow sebagai sumber air masukan dan evapotranspirasi aktual sebagai komponen keluaran air.

Tabel 7. Ketinggian air dalam tanah beserta komponen masukan dan keluaran air Bulan Minggu Throughfall

(T) (mm) Stemflow (S) (mm) T+S (mm) Etc (mm) {T+S}-Etc (mm) Ketinggian air tanah (mm) April 1 28 0,4 28,4 24,3 +4,1 378,5 2 0,3 0,0 0,3 24, -24,0 354,5 3 16,2 0,2 16,4 24,3 -7,9 346,6 Mei 1 0,2 0,0 0,2 25,4 -25,2 321,4 2 1,6 0,0 1,6 25,4 -23,8 297,6 3 0,0 0,0 0,0 25,4 -25,4 272,2 4 0,0 0,0 0,0 25,4 -25,4 246,8 5 0,2 0,0 0,2 25,4 -25,2 221,6 Juni 1 87,2 0,3 87,5 25 +62,5 284,1 2 19,2 0,2 19,4 25 -5,6 278,5 3 0,0 0,0 0,0 25 -25 253,5 4 8,6 0,1 8,7 25 -16,3 237,2 Juli 1 10,1 0,2 10,3 24,1 -13,8 223,4 2 5,9 0,1 6,0 24,1 -18,1 205,3 3 2,6 0,1 2,7 24,1 -21,4 183,9 4 0,0 0,0 0,0 24,1 -24,1 159,8

Gambar 3. Ketinggian air dalam tanah beserta komponen masukan dan keluaran air

Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa nilai curah hujan yang masuk pada kelapa sawit sangat rendah. Hal ini dapat dilihat bahwa curah hujan yang masuk pada lahan kelapa sawit dan dapat memenuhi evapotranspirasi aktual terjadi hanya pada minggu pertama bulan April dan minggu pertama bulan Juni.

Besarnya evapotranspirasi aktual selama penelitian 99,039 mm/bulan sedangkan curah hujan pada periode tersebut rata-rata 54,8 mm/bulan dan yang menjadi troughfall dan stemflow 45,2 mm/bulan.

Gambar 3, secara jelas menunjukkan diketahui bahwa terjadi defisit air selama bulan April-Juli. Berdasarkan data awal penelitian ketinggian air tanah adalah 374,4 mm sedangkan pada kondisi kapasitas lapang ketinggian air tanah 321,36 mm, selama 4 bulan penelitian terjadi defisit air sebesar 161,56 mm dibawah kapasitas lapang. Defisit air ini masih dapat ditolerir, hal ini sesuai dengan pernyataan IRHO dalam Mangoensoekarjo, dkk., (2003) bahwa defisit air tahunan pada kelapa sawit sebesar 150-250 mm masih sesuai.

Berdasarkan curah hujan 10 tahunan dari BMKG pada bulan-bulan yang sama diperoleh rata-rata curah hujan sebesar 115 mm/bulan. Hal ini menggambarkan bahwa dalam periode panjang curah hujan rata-rata bulanan lebih besar dari periode penelitian.

Dokumen terkait