• Tidak ada hasil yang ditemukan

Feature Extraction Methods Comparison between Histogram and PCA in Detecting Occurrences of Stomata on the Freycinetia Sectional Leaves Image

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Feature Extraction Methods Comparison between Histogram and PCA in Detecting Occurrences of Stomata on the Freycinetia Sectional Leaves Image"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI CIRI HISTOGRAM

DAN PCA DALAM MENDETEKSI STOMATA PADA CITRA

PENAMPANG DAUN

FREYCINETIA

DONY SATRIA

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERBANDINGAN METODE EKSTRAKSI CIRI HISTOGRAM

DAN PCA DALAM MENDETEKSI STOMATA PADA CITRA

PENAMPANG DAUN

FREYCINETIA

DONY SATRIA

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Komputer pada

(3)

MUSHTHOFA.

Feature extraction is the process of taking an object identifier which can describe the characteristics of the object. In this study, we use two feature extraction methods, namely Histogram and PCA (Principal Component Analysis) to be used in stomata detection from the Freycinetia sectional leaves images. We used a moving frame to detect the occurrence of stomata in an image. To create a classification model, we distinguish between three frame classes: frames showing full stomata, frames showing parts of stomata, and frames which contain no part of stomata at all. For the classification method, we use the Backpropagation Artificial Neural Network for the classifier. The results of the detection process using Histogram as the feature extraction method will be compared with the results of the detection process using PCA. The best results between the two methods of feature extraction will be used as the first step in the process of species type identification for the genus Freycinetia. The research results show that the PCA feature extraction method is better than the Histogram feature extraction method in detecting the occurrence of stomata on the Freycinetia sectional leaves images. The best f1-measure value that

can be achieved by the PCA feature extraction methods is 0.9091.

(4)

Judul Skripsi : Perbandingan Metode Ekstraksi Ciri Histogram dan PCA dalam Mendeteksi Stomata pada Citra Penampang Daun Freycinetia

Nama : Dony Satria

NIM : G64080036

Menyetujui: Pembimbing,

Mushthofa, S.Kom, M.Sc. NIP. 19820325 200912 1 003

Mengetahui:

Ketua Departemen Ilmu Komputer,

Dr. Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom NIP. 19660702 199302 1 001

(5)

Ekstraksi Ciri Histogram dan PCA dalam Mendeteksi Stomata pada Citra Penampang Daun Freycinetia” ini. Penulisan skripsi ini tak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

 Kedua orang tua penulis, Bapak Surachman dan Ibu Sri Winarsih, atas pola pendidikan luar biasa yang telah diberikan kepada penulis.

 Bapak Mushthofa, S.Kom, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus pembimbing akademik penulis. Terima kasih atas segala ilmu, bantuan, serta nasehat-nasehat yang diberikan kepada penulis.

 Ibu Dr. Yeni Herdiyeni, S.Si, M.Kom. dan Bapak Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom. selaku dosen penguji skripsi.

 Ibu Nursahara Pasaribu, atas izin yang diberikan oleh beliau, untuk menggunakan data citra penampang daun Freycinetia yang dimiliki olehnya.

 Saudari Cut Malisa Irwan, atas segala motivasi, semangat, dukungan, masukan, dan saran selama proses pengerjaan skripsi ini.

Seluruh rekan-rekan dari Departemen Ilmu Komputer, atas segala masukan dan saran selama proses pengerjaan skripsi ini.

Semoga karya ini bisa memberikan manfaat untuk perkembangan dunia teknologi informasi dan pertanian di Indonesia.

Bogor, Oktober 2012

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 30 Maret 1990 sebagai anak kedua dari dua bersaudara, putra dari pasangan Bapak Surachman dan Ibu Sri Winarsih. Pada tahun 2008, penulis lulus dari SMA Negeri 47 Jakarta dan melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI) pada Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(7)

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL...vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ...viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

Ruang Lingkup ... 1

Manfaat ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Freycinetia ... 2

1 Freycinetia angustifolia ... 2

2 Freycinetia imbricata ... 2

3 Freycinetia javanica ... 2

Indeks Stomata dan Kerapatan Stomata ... 2

Citra Digital ... 2

Histogram ... 3

PCA (Principal Component Analysis) ... 3

Jaringan Saraf Tiruan ... 3

METODE PENELITIAN ... 4

Studi Literatur ... 4

Pengumpulan Data ... 4

Praproses Data... 5

1 Konversi RGB menjadi Grayscale ... 5

2 Windowing ... 5

Pembentukkan Data Latih dan Data Uji ... 6

1 Pemilihan Citra Penampang Daun Latih dan Citra Penampang Daun Uji ... 6

2 Pemilihan Frame dari Citra Penampang Daun Latih dan Citra Penampang Daun Uji.... 6

3 Transformasi Frame dari 2D menjadi 1D ... 6

Ekstraksi Ciri ... 6

1 Histogram ... 7

2 PCA (Principal Component Analysis) ... 8

Pelatihan JST (Jaringan Saraf Tiruan) ... 8

Pengujian ... 9

Analisis Hasil ... 9

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10

Windowing ... 10

Pembentukkan Data Latih dan Data Uji ... 10

1 Pemilihan Citra Penampang Daun Latih dan Citra Penampang Daun Uji ... 10

2 Pemilihan Frame dari Citra Penampang Daun Latih dan Citra Penampang Daun Uji.. 10

3 Transformasi Frame dari 2D menjadi 1D ... 11

Ekstraksi Ciri ... 11

1 Histogram ... 11

2 PCA (Principal Component Analysis) ... 11

Pelatihan JST ... 12

Pengujian ... 12

Analisis Hasil ... 13

1 Histogram ... 14

2 PCA ... 15

KESIMPULAN DAN SARAN ... 17

Kesimpulan ... 17

(8)
(9)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Rata-rata jumlah piksel pada Histogram frame stomata, sebagian stomata, dan bukan stomata ... 7

2 Confusion matrix ... 9

3 Jumlah frame stomata pada tiap-tiap spesies ... 10

4 Rincian jumlah frame data latih ... 10

5 Dimensi matriks data latih hasil ekstraksi ciri menggunakan Histogram ... 11

6 Dimensi matriks data uji hasil ekstraksi ciri menggunakan Histogram ... 11

7 Dimensi matriks data latih hasil ekstraksi ciri menggunakan PCA ... 12

8 Dimensi matriks data uji hasil dari ekstraksi ciri menggunakan PCA ... 12

9 Jumlah hidden neuron terbaik beserta nilai MSE yang dihasilkan Histogram ... 12

10 Jumlah hidden neuron terbaik beserta nilai MSE yang dihasilkan PCA ... 12

11 Nilai recall, precison, dan f1_measure yang dihasilkan Histogram untuk tiap-tiap spesies ... 14

12 Nilai recall, precison, dan f1_measure ketiga jenis spesies yang dihasilkan Histogram ... 14

13 Nilai recall, precison, dan f1_measure yang dihasilkan PCA untuk tiap-tiap spesies ... 15

14 Nilai recall, precison, f1_measure ketiga jenis spesies yang dihasilkan PCA ... 16

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Histogram citra graysale ... 3

2 Model jaringan saraf tiruan ... 4

3 Rentang nilai input dan output fungsi aktivasi sigmoid logaritmik ... 4

4 Metodologi penelitian ... 4

5 Proses konversi RGB menjadi grayscale ... 5

6 Proses windowing ... 5

7 A=frame stomata, B=frame sebagian stomata, dan C=frame bukan stomata. ... 5

8 Arsitektur JST ... 8

9 Contoh hasil dari proses pengujian ... 13

10 Contoh hasil proses penggabungan deteksi stomata ... 13

11 Grafik nilai f1_measure untuk setiap spesies berdasarkan jumlah bin Histogram... 14

12 Grafik nilai f1_measure gabungan ketiga jenis spesies berdasarkan jumlah bin Histogram ... 15

13 Grafik nilai f1_measure untuk setiap spesies yang dihasilkan PCA ... 16

(10)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Citra penampang daun latih ... 19

2 Citra penampang daun uji ... 23

3 Hasil pengujian Histogram (jumlah bin = 20 bin) ... 25

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Freycinetia adalah genus terbesar kedua dari famili Pandanaceae yang memiliki jenis spesies yang sangat beragam. Saat ini, diperkirakan terdapat 200-300 jenis spesies Freycinetia di seluruh dunia. Spesies-spesies yang termasuk ke dalam genus tersebut memiliki ciri morfologi yang hampir serupa. Karena kesamaan ciri morfologi tersebut, antara spesies yang satu dengan spesies yang lainnya sangat sulit dibedakan sehingga ketika ditemukan tumbuhan yang termasuk ke dalam genus Freycinetia, sulit untuk mengenali jenis spesies dari tumbuhan tersebut. Pengenalan dan klasifikasi terhadap jenis spesies Freycinetia perlu dilakukan untuk mengetahui nilai potensial dan kegunaan, serta penyebaran koleksi plasma nutfah Freycinetia pada keanekaragaman sumberdaya hayati (Qur‟ania 2012).

Parameter paling tepat yang dapat digunakan untuk melakukan pengenalan jenis spesies Freycinetia adalah ciri anatomi. Menurut Willmer (1983), salah satu ciri anatomi yang dapat digunakan untuk pengenalan jenis spesies adalah ciri anatomi stomata. Hal ini dikarenakan setiap spesies memiliki karakteristik anatomi stomata yang berbeda-beda. Karakter anatomi stomata yang dapat diamati adalah bentuk, kerapatan, panjang, lebar, luas, jumlah sel penjaga, ukuran sel epidermis, dan indeks stomata (perbandingan antara jumlah stomata dan jumlah sel epidermis pada luas area tertentu).

Penelitian menggunakan ciri anatomi stomata pada jenis spesies Freycinetia telah dilakukan, di antaranya oleh Pasaribu (2010). Pasaribu melakukan penelitian berupa klasifikasi terhadap empat belas jenis spesies Freycinetia yang ada di pulau Sumatera berdasarkan analisis fenetik variasi morfologi, anatomi, dan ekologi, yang mendukung pembatasan takson. Salah satu analisis anatomi yang digunakan pada penelitian tersebut adalah anatomi stomata. Pada penelitian tersebut, tiap-tiap spesies dilakukan penghitungan rata-rata ukuran stomata, frekuensi stomata, dan indeks stomata secara manual. Perhitungan tersebut ternyata memberikan hasil yang berbeda-beda diantara keempatbelas jenis spesies yang digunakan.

Penelitian lainnya mengenai jenis spesies Freycinetia menggunakan ciri anatomi stomata dilakukan oleh Qur‟ania (2012).

Qur‟ania melakukan proses klasifikasi terhadap empat jenis spesies Freycinetia menggunakan citra digital anatomi stomata. Proses klasifikasi tersebut menggunakan analisis ekstraksi ciri terhadap komponen nilai RGB dan nilai grayscale, serta ekstraksi ciri terhadap nilai dekomposisi wavelet. Akurasi klasifikasi terbaik yang dihasilkan oleh penelitian tersebut adalah sekitar 90%. Penelitian tersebut merupakan suatu cara untuk melakukan pengenalan jenis spesies Freycinetia secara otomatis. Namun, data yang digunakan pada penelitian tersebut adalah citra anatomi stomata secara keseluruhan (citra penampang paradermal daun) yang di dalamnya terdapat sel-sel epidermis dan stomata. Jadi, terdapat kemungkinan bahwa apabila data yang digunakan adalah stomata yang telah dipisahkan dari sel-sel epidermis, akurasi klasifikasi yang dihasilkan dapat ditingkatkan. Pada penelitian ini, penulis akan mencoba memisahan stomata dari sel-sel epidermis yang mengelilinginya. Hasil akhir dari penelitian ini diharapkan mampu mendeteksi letak atau posisi kemunculan stomata pada citra penampang daun Freycinetia sehingga, pada penelitian selanjutnya, dari stomata yang terdeteksi tersebut dapat dilakukan berbagai analisis seperti penghitungan rata-rata ukuran stomata, frekuensi stomata, kerapatan stomata, jarak antar stomata, dan indeks stomata untuk menemukankan penciri atau karakteristik dari setiap spesies Freycinetia. Setelah penciri anatomi stomata dari setiap spesies diperoleh, penciri tersebut nantinya dapat digunakan untuk melakukan proses identifikasi jenis spesies dari suatu tumbuhan bergenus Freycinetia.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan membandingkan metode ekstraksi ciri Histogram dan PCA (Principal Component Analysis) dalam mendeteksi kemunculan stomata pada citra

penampang daun Freycinetia dengan

menggunakan JST (Jaringan Saraf Tiruan) sebagai pengenal pola.

Ruang Lingkup

(12)

2

angustifolia, Freycinetia imbricata, dan Freycinetia javanica. Masing-masing spesies terdiri atas 24 citra penampang daun. Setiap citra penampang daun memiliki dimensi 480 x 640 piksel dengan model warna RGB yang memiliki format penyimpanan JPEG.

Manfaat

Manfaat dari penelitian ini ada dua, yaitu: 1 Dapat mendeteksi bagian citra penampang

daun yang merupakan stomata sehingga dapat dijadikan sebagai langkah awal dalam melakukan proses identifikasi jenis spesies Freycinetia berdasarkan citra anatomi stomata.

2 Mengetahui metode ekstraksi ciri yang menghasilkan nilai akurasi yang lebih baik antara Histogram dan PCA dalam mendeteksi kemunculan stomata pada citra penampang daun Freycinetia.

TINJAUAN PUSTAKA

Freycinetia

Suku Pandanaceae termasuk ke dalam tumbuhan paleotropik yang memiliki tiga jenis genus, yaitu Pandanus, Freycinetia, dan Sararannga. Kedua genus yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah Pandanus dan Freycinetia. Freycinetia atau pandan hutan telah lama dikenal dan digunakan, bukan saja oleh masyarakat Indonesia, tetapi juga masyarakat di dunia karena keistimewaannya baik sebagai tanaman hias maupun penghasil serat dan fungsi lainnya (Pasaribu 2010). Terdapat tiga jenis spesies dari genus Freycinetia yang digunakan pada penelitian ini. Ketiga jenis spesies tersebut adalah:

1 Freycinetia angustifolia

Spesies ini tumbuh pada pohon yang memiliki ketinggian mencapai 10 meter. Panjang ruas spesies ini sekitar 4-18 mm dengan diameter 2-5 mm. Daun memanjang, tersusun melingkar dan tidak saling tumpang tindih. Aurikel mudah patah dan berserat halus. Kelopak bunga berwarna kuning gelap hingga kuning terang. Spesies ini tersebar di daerah rawa dan hutan Bukit Barisan pada ketinggian 500-1000 mdpl (Pasaribu 2010).

2 Freycinetia imbricata

Tumbuhan jenis ini bisa tumbuh pada pohon dengan ketinggian mencapai 4 meter. Ruas tumbuhan ini memiliki panjang sekitar

3-15 mm dan diameter 5-12 mm. Susunan daun tidak terlalu rapat dengan ukuran 13-31x0.5-2.3 cm. Aurikel keras, transparan, dan berlekuk. Bentuk bunga saling bersambung dengan kelopak 6-8 mm dan berwarna kekuning-kuningan hingga kehijau-hijauan. Habitatnya tersebar luas di Sumatera pada daerah dengan ketinggian 15-1450 mdpl (Pasaribu 2010).

3 Freycinetia javanica

Tumbuhan jenis ini tumbuh memanjat hingga ketinggian 10 m. Tumbuhan ini memiliki ruas dengan panjang 8-50 mm dan diameter 6-16 mm. Daun tersusun melingkar serta memiliki lapisan lilin yang tebal pada permukaan daun bagian atas. Tumbuhan jenis ini memiliki daerah persebaran cukup luas di Sumatera dengan ketinggian 10-1950 mdpl (Pasaribu 2010).

Indeks Stomata dan Kerapatan Stomata

Menurut Willmer (1983), Indeks Stomata (IS) dan kerapatan stomata dapat dihitung berdasarkan formula sebagai berikut:

dengan: IS = Indeks Stomata S = Jumlah stomata E = Jumlah sel epidermis L = Luas daun yang diamati

Citra Digital

Suatu citra atau gambar dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi atau f(x,y) dengan x dan y adalah koordinat spasial dan amplitudo f (baik pada x maupun y) disebut intensitas atau derajat keabuan. Jika x, y, dan f terbatas (finite), citra tersebut dapat dikatakan citra digital.

Citra digital terdiri atas elemen terkecil yang biasanya dinamakan piksel. Piksel menyimpan informasi berupa intensitas warna citra pada koordinat tersebut. Citra dapat diterjemahkan sebagai matriks, dan piksel dapat diterjemahkan sebagai elemen matriks tersebut (Gonzales 2008).

(13)

Histogram

Sebuah histogram menunjukkan distribusi nilai dari suatu data. Histogram pada citra digital menunjukkan distribusi piksel berdasarkan intensitas graylevel (derajat keabuan) yang dimiliki oleh tiap-tiap piksel.

Contoh Histogram dari suatu citra digital dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan gambar tersebut, dapat dilihat bahwa Histogram memiliki dua buah sumbu, yaitu sumbu x dan sumbu y. Sumbu x menunjukkan intensitas graylevel, sedangkan sumbu y menunjukkan jumlah atau distribusi piksel.

Histogram dapat dijadikan sebagai penciri dari suatu citra digital. Dimensi dari penciri yang dihasilkan dapat direduksi dengan cara melakukan pengelompokkan intensitas graylevel (Gonzales 2008). Citra grayscale memiliki 256 intensitas derajat keabuan. Pada Gambar 1, 256 intensitas tersebut sudah dikelompokkan ke dalam 50 selang intensitas derajat keabuan.

Gambar 1 Histogram citra graysale.

PCA (Principal Component Analysis)

Analisis komponen utama atau Principal Component Analysis (PCA) adalah salah satu cara mengidentifikasi pola dalam data, dan

mengekspresikannya sedemikian rupa

sehingga dapat terlihat persamaan dan perbedaannya. Pola ini berguna agar kita dapat mengkompresi data, yaitu mengurangi ukuran atau dimensi data tanpa kehilangan banyak informasi yang terkandung (Smith 2002).

Secara matematis, Joliffe (2002) mendefinisikan PCA sebagai transformasi linear ortogonal pada data ke sistem koordinat yang baru sehingga variansi terbesar dari proyeksi data manapun akan berada pada koordinat pertama dan disebut sebagai komponen utama pertama, variansi terbesar kedua pada koordinat kedua, dan selanjutnya.

Sebuah citra 2D dengan dimensi b baris dan k kolom dapat direpresentasikan ke dalam bentuk citra 1D dengan dimensi n (n=b*k). Misalkan ada sampel berupa data latih sejumlah K sampel dinyatakan dengan {

x

1,

x

2,...,

x

K} yang diambil dari C buah kelas

yang dinyatakan sebagai {X1, X2,..., XK}. Kita

dapat mendefinisikan matriks kovarian (ST)

sebagai berikut:

Variabel μ pada persamaan di atas adalah rata-rata dari data latih {x1, x2,..., xK}. Matriks

ST ini juga dapat dinyatakan dalam

dekomposisi eigen sebagai berikut:

Variabel Φ pada persamaan di atas adalah matriks vektor eigen dan Λ adalah diagonal matriks nilai eigen. Kemudian, dipilih sejumlah m kolom vektor eigen dari matriks Φ yang berasosiasi dengan sejumlah m nilai eigen terbesar. Pemilihan vektor eigen ini menghasilkan matriks transformasi atau matriks proyeksi Φm, yang mana terdiri atas m

kolom vektor eigen terpilih yang biasa disebut juga dengan citra eigen. Berikutnya, sebuah citra x (berdimensi n) dapat diekstraksi ke dalam ciri baru y (berdimensi m < n) dengan memproyeksikan x searah dengan Φm menjadi

persamaan berikut:

Dengan kata lain metode PCA

memproyeksikan ruang asal ℜ ke dalam ruang baru yang berdimensi lebih rendah ℜ�. Hal ini berarti metode PCA akan

mempertahankan sebanyak mungkin

kandungan informasi asal agar tidak terlalu banyak informasi yang hilang setelah dibawa ke dimensi ciri yang lebih kecil. Di sini terlihat reduksi ciri yang signifikan dari n buah menjadi m buah yang tentunya akan sangat meringankan komputasi dalam proses pengenalan berikutnya (Joliffe 2002).

Jaringan Saraf Tiruan

(14)

4

Gambar 2 Model jaringan saraf tiruan (Martiana 2008).

aj : Nilai masukan dari unit jwj,i : Bobot dari unit j ke unit iini : Nilai masukan di unit ig : Fungsi aktivasi

ai : Nilai keluaran dari unit i

Misalkan ada n buah sinyal masukan dan n buah bobot, fungsi masukan dari neuron adalah seperti persamaan berikut,

Fungsi aktivasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sigmoid logaritmik. Persamaan dari fungsi aktivasi sigmoid logaritmik yaitu:

Rentang nilai input dan output dari fungsi aktivasi sigmoid logaritmik dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Rentang nilai input dan output fungsi aktivasi sigmoid logaritmik

Kumpulan dari neuron dibuat menjadi sebuah jaringan yang berfungsi sebagai alat komputasi. Jumlah neuron dan struktur jaringan untuk setiap problem yang akan diselesaikan adalah berbeda (Martiana 2008).

METODE PENELITIAN

Garis besar dari metode penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Metodologi penelitian.

Studi Literatur

Pada tahapan ini, dilakukan serangkaian studi pada literatur yang berkaitan dengan penelitian. Studi ini mencakup teori tentang citra digital, Histogram, PCA (Principal Component Analysis), JST (Jaringan Saraf Tiruan), dan sebagainya.

Pengumpulan Data

Data citra penampang daun Freycinetia yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Ibu Nursahara Pasaribu melalui perantara Bapak Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom. Data tersebut terdiri atas tiga jenis spesies, yaitu: Freycinetia angustifolia, Freycinetia imbricata, dan Freycinetia javanica. Setiap spesies terdiri atas 24 citra penampang daun. Setiap citra penampang daun memiliki

Praproses

Data Latih

Histogram PCA

Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan Citra Penampang Daun Selesai Analisis Hasil Pengujian Data Latih Histogram Data Uji Histogram Pelatihan JST Pengujian Data Latih PCA Data Uji PCA Pelatihan JST

Pembentukkan Data Latih dan Data Uji

(15)

dimensi 480 x 640 piksel dengan model warna RGB, dan memiliki format penyimpanan JPEG.

Praproses Data

Tahapan ini terdiri atas dua bagian, yaitu:

1 Konversi RGB menjadi Grayscale

Setelah seluruh data citra penampang daun terkumpul, citra-citra tersebut kemudian diubah ke dalam model grayscale. Konversi model citra dari RGB menjadi grayscale dilakukan dengan pengubahan komposisi sebagai berikut:

dengan nilai α=0.299, β=0.587 dan δ=0.11. Manfaat dari model citra grayscale adalah untuk memudahkan proses selanjutnya karena apabila format gambar RGB digunakan, nilai yang dihasilkan akan bervariasi. Selain itu, model RGB membutuhkan ukuran memori yang lebih besar (3 byte per-piksel) sehingga membutuhkan waktu eksekusi yang lebih lama (Gonzales 2008). Proses konversi RGB menjadi grayscale dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Proses konversi RGB menjadi grayscale.

2 Windowing

Setelah diubah ke dalam model grayscale, langkah selanjutnya adalah proses windowing, yaitu pemotongan citra penampang daun dengan ukuran window tertentu secara overlapping. Window yang digunakan pada penelitian ini memiliki dimensi 90x70 piksel, dengan jarak overlapping yang digunakan adalah 30 piksel. Ukuran window ini telah disesuaikan dengan dimensi dari seluruh stomata yang muncul di setiap citra penampang daun.

Cara kerja dari proses windowing ini adalah window akan terus bergeser dari awal

hingga akhir dari citra penampang daun sesuai dengan jarak overlapping. Setiap kali bergeser, window akan mengambil bagian citra yang berada di dalam window tersebut. Bagian citra yang terambil ini disebut dengan frame.

Berdasarkan ukuran window (90x70 piksel), setelah dilakukan proses windowing, setiap citra penampang daun berdimensi 640x480 piksel akan menghasilkan 280 frame. Proses windowing tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Proses windowing.

Dari seluruh frame yang dihasilkan pada proses windowing, tebentuk tiga jenis frame dengan karakter yang berbeda. Jenis pertama adalah frame yang di dalamnya terlihat stomata secara utuh (frame stomata). Jenis kedua adalah frame yang di dalamnya terlihat stomata, namun hanya sebagian (frame sebagian stomata), dan jenis ketiga adalah frame yang di dalamnya tidak terlihat stomata sama sekali (frame bukan stomata). Contoh dari ketiga jenis frame tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

(16)

6

Hasil yang diharapkan atau tujuan utama dari penelitian ini adalah menemukan atau mendeteksi kemunculan frame stomata pada suatu citra penampang daun.

Pembentukkan Data Latih dan Data Uji

Pembentukkan data latih dan data uji terdiri atas tiga tahapan, yaitu:

1 Pemilihan Citra Penampang Daun

Latih dan Citra Penampang Daun Uji

Frame yang akan digunakan sebagai data latih dan data uji berasal dari citra penampang daun yang berbeda. Hal ini dikarenakan, pada proses pengujian, input yang digunakan adalah sebuah citra penampang daun secara utuh sehingga seluruh frame yang dihasilkan dari suatu citra penampang daun uji akan digunakan sebagai data uji dan tidak bisa digunakan sebagai data latih. Hal tersebut dilakukan agar dari proses pengujian dapat dilihat hasil deteksi kemunculan stomata terhadap sebuah citra penampang daun uji.

Karena frame data latih dan frame data uji berasal dari citra penampang daun yang berbeda, citra penampang daun yang akan digunakan sebagai data latih (citra penampang daun latih) dan citra penampang daun yang akan digunakan sebagai data uji (citra penampang daun uji) harus dipisahkan. Pemisahan tersebut dilakukan pada masing-masing spesies karena setiap spesies memiliki jumlah frame stomata yang berbeda-beda. Pemisahan tersebut dilakukan dengan cara menentukan proporsi frame stomata untuk data latih dan proporsi frame stomata untuk data uji. Untuk data latih, proporsi frame stomata yang akan digunakan adalah sekitar 70% dari total frame stomata pada tiap-tiap spesies, sedangkan untuk data uji, proporsi frame stomata yang akan digunakan adalah sekitar 30% dari total frame stomata pada tiap-tiap spesies.

Berdasarkan proporsi tersebut, pada tiap-tiap spesies dilakukan pemilihan citra penampang daun yang akan dijadikan sebagai citra penampang daun latih. Pemilihan tersebut dilakukan sedemikian rupa sehingga, dari citra-citra penampang daun yang terpilih, diperoleh frame stomata yang jumlahnya sama atau mendekati 70% dari total frame stomata pada tiap-tiap spesies, sedangkan citra penampang daun yang tidak terpilih akan digunakan sebagai citra penampang daun uji.

2 Pemilihan Frame dari Citra

Penampang Daun Latih dan Citra Penampang Daun Uji

Untuk citra penampang daun latih, tidak semua frame yang terbentuk akan digunakan sebagai data latih. Hal ini dikarenakan jumlah frame yang terlalu banyak sehingga hanya akan dipilih beberapa frame saja. Frame yang dipilih tersebut harus bervariasi sehingga dapat mewakili frame-frame lainnya yang tidak terpilih. Dari tiap-tiap spesies, frame stomata yang terbentuk akan digunakan seluruhnya, frame sebagian stomata yang terbentuk hanya akan digunakan 100 frame, dan frame bukan stomata yang terbentuk hanya akan digunakan 150 frame.

Untuk citra penampang daun uji, seluruh frame yang terbentuk akan digunakan sebagai data uji. Hal ini dikarenakan pada proses pengujian, data uji yang digunakan adalah citra penampang daun secara utuh, dan hasil dari proses pengujian tersebut akan dikembalikan ke citra asal sehingga dapat dilihat daerah mana saja dari citra tersebut yang terdeteksi sebagai frame stomata, frame sebagian stomata, dan frame bukan stomata.

3 Transformasi Frame dari 2D menjadi 1D

Sebelum memasuki tahap ekstraksi ciri, setiap frame yang akan digunakan sebagai data latih dan data uji harus ditransformasi ke dalam bentuk vektor (frame dengan bentuk 1 dimensi). Karena setiap frame memiliki dimensi piksel, setelah melalui proses transformasi, dimensi dari frame tersebut berubah menjadi atau

piksel.

Setelah semua frame diubah ke dalam bentuk vektor, vektor-vektor yang berasal dari citra penampang daun latih disatukan dan disusun berdasarkan baris sehingga membentuk sebuah matriks besar yang disebut dengan data latih. Selain itu, vektor-vektor yang berasal dari sebuah citra penampang daun uji juga disatukan dan disusun berdasarkan baris sehingga membentuk sebuah matriks besar yang disebut dengan data uji.

Ekstraksi Ciri

(17)

mereduksi dimensi kolom dari frame yang telah diubah kedalam bentuk vektor. Pada penelitian ini, metode ekstraksi ciri yang digunakan ada dua, yaitu Histogram dan Principal Component Analysis (PCA).

1 Histogram

Histogram menunjukkan distribusi piksel berdasarkan intensitas graylevel (derajat keabuan) yang dimiliki oleh tiap-tiap piksel. Penggunaan Histogram sebagai metode ekstraksi ciri didasarkan pada perbedaan sebaran atau distribusi piksel yang terjadi di antara frame stomata, frame sebagian stomata, dan frame bukan stomata. Contoh Histogram pada data latih dari ketiga jenis frame tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.

A

B

C

Gambar 8 A=Histogram frame stomata, B=Histogram frame sebagian stomata, dan C=Histogram frame bukan stomata.

Pada Gambar 8, dapat dilihat bahwa setiap Histogram memiliki dua buah sumbu, yaitu sumbu horizontal dan sumbu vertikal. Sumbu horizontal menunjukkan nilai graylevel (derajat keabuan), sedangkan sumbu vertikal menunjukkan jumlah piksel. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa ketiga jenis frame memiliki histogram dengan sebaran atau distribusi piksel yang berbeda. Perbedaan tersebut terlihat pada rentang graylevel gelap (antara 0-100) dan rentang graylevel terang (antara 101-256). Rata-rata jumlah piksel pada Histogram frame stomata, sebagian stomata, dan bukan stomata dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Rata-rata jumlah piksel pada

Histogram frame stomata,

sebagian stomata, dan bukan stomata

Jenis

frame

Rata-rata jumlah piksel dengan nilai

graylevel antara 0-100

Rata-rata jumlah piksel dengan nilai

graylevel antara 101-256

Stomata 11.53 32.99

Sebagian

Stomata 4.72 37.36

Bukan Stomata

0.16 40.28

Berdasarkan Gambar 8 dan Tabel 1, dapat dilihat bahwa untuk rentang graylevel gelap, Histogram frame stomata memiliki rata-rata jumlah piksel lebih tinggi dibandingkan dengan Histogram frame sebagian stomata, dan Histogram frame sebagian stomata memiliki rata-rata jumlah piksel lebih tinggi dibandingkan dengan Histogram frame bukan stomata.

Untuk rentang graylevel terang, Histogram frame stomata memiliki rata-rata jumlah piksel lebih rendah dibandingkan dengan Histogram frame sebagian stomata, dan Histogram frame sebagian stomata memiliki rata-rata jumlah piksel lebih rendah dibandingkan Histogram frame bukan stomata Perbedaan distribusi atau jumlah piksel inilah yang akan digunakan sebagai penciri dari ketiga jenis frame tersebut.

(18)

8

bin yang digunakan pada Histogram tersebut. Pada penelitian ini, nilai bin yang dicobakan adalah 10, 20, 30, 40, dan 50 bin.

2 PCA (Principal Component Analysis)

Tujuan dari metode ekstraksi ciri PCA adalah memproyeksikan data latih dari suatu ruang dimensi tertentu ke ruang dimensi yang lebih rendah, tanpa kehilangan banyak informasi yang terkandung. Metode ekstraksi ciri PCA akan memberikan dua keluaran utama yaitu matriks penciri dari data latih dan matriks transformasi. Matriks transformasi

nantinya akan digunakan untuk

mentransformasi data uji agar berada pada ruang dimensi yang sama dengan ruang dimensi dari data latih.

Dengan metode ekstraksi ciri PCA, kita dapat menentukan nilai persentase data yang ingin dibuang, atau data yang dianggap kurang penting. Misal, nilai persentase yang ditentukan adalah α%. Artinya, fungsi PCA akan mengeliminasi semua komponen utama yang berkontribusi kurang dari α%, dari total varian pada data. Pada penelitian ini, nilai persentase pembuangan komponen utama yang digunakan adalah 0.04%, 0.05%, 0.06%, 0.07%, 0.08%, 0.09%, dan 0.10%. Semakin besar persentase komponen utama yang dibuang, maka semakin efisien dalam perhitungan selanjutnya. Namun, hal ini dapat berakibat pada berkurangnya akurasi.

Pelatihan JST (Jaringan Saraf Tiruan)

Proses pelatihan JST ditujukan agar model jaringan dapat mempelajari karakteristik dari setiap kelas sehingga diperoleh suatu jaringan terbaik yang diharapkan mampu mendeteksi kemunculan stomata dengan akurat. Sebelum melakukan pelatihan, dibutuhkan suatu matriks yang disebut dengan matriks target. Matriks target tersebut dibuat berdasarkan matriks data latih, yaitu matriks target digunakan untuk memberikan informasi kepada jaringan bahwa suatu baris pada matriks data latih termasuk ke dalam kelas pertama, kelas kedua, atau kelas ketiga. Dalam penelitian ini, kelas pertama adalah frame stomata, kelas kedua adalah frame sebagian stomata, kelas ketiga adalah frame bukan stomata. Karena JST membutuhkan matriks target dalam mempelajari karakteritik dari suatu kelas, JST termasuk ke dalam metode supervised learning.

Algoritme yang digunakan dalam tahap pelatihan JST adalah backpropagation.

Terdapat empat parameter yang akan ditentukan pada algoritme ini. Keempat parameter tersebut adalah fungsi transfer pada lapisan tersembunyi, fungsi transfer pada lapisan output, fungsi training jaringan, dan jumlah neuron pada lapisan tersembunyi (hidden neuron).

Fungsi transfer yang digunakan pada lapisan tersembunyi adalah logaritmik sigmoid, fungsi transfer yang digunakan pada lapisan output adalah logaritmik sigmoid, dan fungsi training jaringan adalah fungsi Levenberg-Marquardt. Untuk jumlah neuron pada lapisan tersembunyi, akan dicobakan sepuluh nilai yang berbeda, yaitu 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, dan 100 neuron. Arsitektur dari JST yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 9 Arsitektur JST.

Pada penelitian ini, salah satu indikator yang digunakan untuk melihat baik atau tidaknya sebuah jaringan yang dihasilkan adalah nilai MSE (Mean Square Error). MSE adalah rata-rata dari kesalahan pembelajaran jaringan (selisih antara ouput aktual dengan output target) yang dikuadratkan. Persamaan dari MSE adalah sebagai berikut:

(19)

Pengujian

Pada penelitian ini, tahap pengujian dilakukan untuk mengenali kelas dari suatu data uji. Pengenalan tersebut dilakukan berdasarkan penciri dari setiap kelas yang telah dipelajari pada tahapan pelatihan JST. Tahap pengujian ini dilakukan beberapa kali sesuai dengan jumlah citra penampang daun uji. Input dari setiap proses pengujian adalah sebuah citra penampang daun uji yang telah melewati tahap praproses dan ekstraksi ciri, serta matriks target dan sebuah jaringan terbaik yang dihasilkan pada proses pelatihan JST. Hasil dari proses pengenalan atau pengujian ini akan dikembalikan ke citra penampang daun yang bersangkutan untuk melihat daerah mana dari citra tersebut yang terdeteksi sebagai kelas pertama (frame stomata), kelas kedua (frame sebagian stomata), dan kelas ketiga (frame bukan stomata).

Pada tahap selanjutnya, hasil pengenalan yang paling diperhatikan adalah pengenalan terhadap kelas pertama, atau pengenalan terhadap frame stomata, sedangkan hasil pengenalan terhadap kelas kedua dan kelas ketiga akan dianggap sebagai daerah bukan stomata. Oleh sebab itu, proses pengujian ini akan menghasilkan tiga jenis daerah pada suatu citra penampang daun uji. Daerah pertama adalah daerah yang merupakan stomata,dan dikenali atau terdeteksi sebagai stomata. Daerah kedua adalah daerah yang bukan merupakan stomata dan dikenali atau terdeteksi sebagai daerah bukan stomata. Daerah ketiga adalah daerah yang bukan merupakan stomata, namun dikenali atau terdeteksi sebagai stomata.

Analisis Hasil

Langkah pertama dalam tahap analisis adalah menghitung nilai recall, precison, dan f1_measure. Pada penelitian ini, yang

dimaksud dengan recall adalah perbandingan antara jumlah stomata yang berhasil terdeteksi sebagai stomata dan jumlah seluruh stomata yang ada. Nilai recall digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan metode yang digunakan dalam mendeteksi kemunculan stomata dari seluruh stomata yang diujikan. Selain itu, yang dimaksud dengan precision adalah perbandingan antara jumlah stomata yang berhasil terdeteksi sebagai stomata dan jumlah seluruh daerah yang terdeteksi sebagai stomata. Nilai precision digunakan untuk mengetahui tingkat

kebenaran hasil pendeteksian kemunculan stomata dari seluruh wilayah yang terdeteksi sebagai stomata. Perolehan nilai recall dan precision yang terbaik adalah 1. Untuk menghitung nilai recall dan precision, dibutuhkan suatu matriks yang disebut dengan confusion matrix. Matriks tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Confusion matrix

Stomata Bukan

Stomata

Terdeteksi Sebagai

Stomata tp fp

Terdeteksi Sebagai Bukan

Stomata fn tn

Keterangan:

tp : true positive (jumlah stomata pada citra penampang daun yang berhasil terdeteksi sebagai stomata).

tn : true negative (jumlah bukan stomata pada citra penampang daun yang berhasil terdeteksi sebagai bukan stomata).

fp : false positive (jumlah bukan stomata pada citra penampang daun yang terdeteksi sebagai stomata).

fn : false negative (jumlah stomata pada

citra penampang daun yang

terdeteksi sebagai bukan stomata).

Persamaan dari recall adalah:

Sedangkan persamaan dari precision adalah:

F_measure adalah ukuran kinerja klasifikasi dalam mendeteksi kemunculan stomata dengan mengombinasikan nilai recall dan nilai precision. Persamaan dari f_measure adalah:

Pada penelitian ini, nilai yang digunakan adalah 1, sehingga persamaan f_measure di atas berubah menjadi:

(20)

10

Nilai 1 tersebut menyatakan bahwa bobot yang diberikan untuk recall dan precision adalah sama. Jadi, perolehan nilai f1_measure

tertinggi atau terbaik adalah 1.

Setelah nilai f1_measure dari

masing-masing spesies didapatkan, nilai terebut kemudian dibandingkan berdasarkan metode ekstraksi ciri yang digunakan. Pembandingan ini ditujukan untuk mengetahui metode ekstraksi ciri mana antara Histogram dan PCA yang lebih baik digunakan dalam mendeteksi kemunculan stomata pada citra penampang daun Freycinetia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Windowing

Hasil dari proses windowing adalah frame dengan tiga jenis karakter yang berbeda. Jenis pertama adalah frame yang di dalamnya terlihat stomata secara utuh (frame stomata). Jenis kedua adalah frame yang di dalamnya terlihat stomata, namun hanya sebagian (frame sebagian stomata), dan jenis ketiga adalah frame yang di dalamnya tidak terlihat stomata sama sekali (frame bukan stomata). Ketiga jenis frame tersebut menjadi dasar dalam pembentukan kelas pada tahap pelatihan JST. Kelas pertama adalah kelas untuk frame stomata, kelas kedua adalah kelas untuk frame sebagian stomata, dan kelas ketiga adalah kelas untuk frame bukan stomata.

Pembentukkan Data Latih dan Data Uji

1 Pemilihan Citra Penampang Daun

Latih dan Citra Penampang Daun Uji

Hasil dari proses pemilihan ini adalah mengetahui citra penampang daun mana saja yang akan digunakan sebagai citra penampang daun latih, dan citra penampang daun mana saja yang akan digunakan sebagai citra penampang daun uji. Citra penampang daun latih memiliki jumlah frame stomata sekitar 70% dari total frame stomata pada tiap-tiap spesies, sedangkan citra penampang daun uji memiliki jumlah frame stomata sekitar 30% dari total frame stomata pada tiap-tiap spesies. Citra penampang daun latih beserta jumlah frame stomata yang terkandung didalamnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Citra penampang daun uji beserta jumlah frame stomata yang terkandung di dalamnya dapat dilihat pada Lampiran 2, sedangkan jumlah

frame stomata pada tiap-tiap spesies dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah frame stomata pada tiap-tiap spesies

Spesies Jumlah frame

stomata pada citra penampang

daun latih

Jumlah frame

stomata pada citra penampang daun uji Total Freycinetia

angustifolia 50 19 69

Freycinetia

imbricata 73 36 109

Freycinetia

javanica 161 70 231

2 Pemilihan Frame dari Citra

Penampang Daun Latih dan Citra Penampang Daun Uji

Dari citra penampang daun latih pada tiap-tiap spesies, frame jenis pertama yang terbentuk akan digunakan seluruhnya. Untuk frame jenis kedua yang terbentuk, hanya akan digunakan 100 frame, dan untuk frame jenis ketiga yang terbentuk, hanya akan digunakan 150 frame. Frame-frame inilah yang akan digunakan sebagai data latih. Rincian jumlah frame data latih dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Rincian jumlah frame data latih

Spesies Frame

Stomata Frame Sebagian Stomata Frame Bukan Stomata Total Freycinetia

angustifolia 50 100 150 300

Freycinetia

imbricata 73 100 150 323

Freycinetia

javanica 161 100 150 411

Total 284 300 450 1034

(21)

3 Transformasi Frame dari 2D menjadi 1D

Berdasarkan nilai pada Tabel 4, total frame yang digunakan sebagai data latih adalah 1034 frame. Setiap frame tersebut ditransformasi ke dalam bentuk vektor, atau berubah dimensinya dari piksel menjadi atau piksel. Setelah semua frame mengalami proses transformasi dimensi, seluruh vektor yang terbentuk disatukan dan disusun berdasarkan baris, sehingga membentuk sebuah matriks besar dengan dimensi piksel. Matriks inilah yang disebut dengan matriks data latih yang selanjutnya akan melewati tahap ekstraksi ciri dan tahap pelatihan JST.

Sama halnya seperti pada frame data latih, frame data uji juga mengalami proses transformasi dimensi. Jumlah frame yang dihasilkan dari sebuah citra penampang daun uji adalah 280 frame. Setelah semua frame tersebut mengalami proses transformasi dimensi, seluruh vektor yang terbentuk disatukan dan disusun berdasarkan baris hingga membentuk sebuah matriks besar dengan dimensi piksel. Matriks inilah yang disebut dengan matriks data uji yang selanjutnya akan melewati tahap ekstraksi ciri dan tahap pengujian.

Ekstraksi Ciri

1 Histogram

Selain sebagai alat ekstraksi ciri, Histogram juga ditujukan untuk mereduksi dimensi kolom dari matriks data latih dan matriks data uji yang berukuran 6300 piksel. Melalui Histogram, jumlah titik ekstraksi ciri yang diinginkan dapat ditentukan. Titik ekstraksi tersebut ditentukan melalui nilai bin. Bin adalah banyaknya batang grayscale yang akan terbentuk, atau menunjukkan jumlah pembagian rentang grayscale pada Histogram. Jumlah titik ekstraksi yang dihasilkan akan sama dengan nilai bin yang dimasukkan.

Pada penelitian ini, nilai bin yang digunakan adalah 10, 20, 30, 40, dan 50 bin. Perubahan dimensi matriks data latih hasil ekstraksi ciri menggunakan Histogram dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Dimensi matriks data latih hasil ekstraksi ciri menggunakan Histogram Dimensi matriks data latih (piksel) Jumlah bin

Dimensi matriks data latih hasil ekstraksi ciri

Histogram (piksel) 10 20 30 40 50

Perubahan dimensi matriks data uji hasil ekstraksi ciri menggunakan histogram, yang berasal dari sebuah citra penampang daun uji, dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Dimensi matriks data uji hasil ekstraksi ciri menggunakan Histogram

Dimensi matriks data uji

(piksel)

Jumlah

bin

Dimensi matriks data uji hasil ekstraksi ciri Histogram (piksel) 10 20 30 40 50

2 PCA (Principal Component Analysis)

Melalui PCA, nilai persentase data yang dianggap kurang penting dan ingin dibuang dapat ditentukan. Semakin besar nilai persentase tersebut, semakin besar jumlah data tidak penting yang dibuang. Hal ini dapat dilihat dari berkurangnya dimensi kolom matriks data latih dan matriks data uji setelah melalui proses ekstraksi ciri PCA.

(22)

12

Tabel 7 Dimensi matriks data latih hasil ekstraksi ciri menggunakan PCA

Dimensi matriks data latih (piksel) Komponen utama dibuang jika memiliki kontribusi: Persentase komponen utama yang diperoleh Dimensi matriks data latih hasil ekstraksi ciri PCA (piksel) 1034x6300

< 0.04% 96.85%

< 0.05% 96.63%

< 0.06% 96.41%

< 0.07% 96.28%

< 0.08% 96.06%

< 0.09% 95.80%

< 0.10% 95.71%

Selain menghasilkan matriks data latih yang telah tereduksi, PCA juga menghasilkan matriks transformasi. Matriks transformasi digunakan untuk mentransformasi data uji agar berada pada ruang dimensi yang sama dengan ruang dimensi dari data latih. Perubahan dimensi matriks data uji hasil dari ekstraksi ciri menggunakan PCA dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Dimensi matriks data uji hasil dari ekstraksi ciri menggunakan PCA

Dimensi matriks data

uji

(piksel)

Komponen utama pada data latih

dibuang jika memiliki kontribusi:

Dimensi matriks data uji

hasil transformasi PCA (piksel) < 0.04% < 0.05% < 0.06% < 0.07% < 0.08% < 0.09% < 0.10% Pelatihan JST

Setelah mengalami tahap ekstraksi ciri, data latih yang telah tereduksi akan memasuki tahap pelatihan JST. Pada penelitian ini, jumlah neuron pada lapisan tersembunyi (hidden neuron) akan dicobakan dengan sepuluh nilai yang berbeda, yaitu 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, dan 100 neuron. Kesepuluh jumlah hidden neuron tersebut

digunakan untuk mencari jaringan dengan nilai MSE (Mean Square Error) terkecil.

Untuk metode ekstraksi ciri Histogram,

jumlah hidden neuron terbaik yang

menghasilkan nilai MSE terkecil, pada setiap jumlah bin yang digunakan, dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Jumlah hidden neuron terbaik beserta nilai MSE yang dihasilkan pada metode ekstraksi ciri Histogram

Jumlah bin Jumlah hidden

neuron terbaik

Nilai MSE

10 80 0.22612

20 40 0.22739

30 100 0.22322

40 50 0.23501

50 40 0.23456

Untuk metode ekstraksi ciri PCA, jumlah hidden neuron terbaik yang menghasilkan nilai MSE terkecil, pada setiap persentase komponen utama yang dianggap kurang berkontribusi pada data latih yang digunakan, dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Jumlah hidden neuron terbaik

beserta nilai MSE yang

dihasilkan pada metode ekstraksi ciri PCA

Komponen utama pada data latih dibuang jika memiliki kontribusi:

Jumlah hidden

neuron terbaik

Nilai MSE

< 0.04% 70 0.19060

< 0.05% 60 0.18567

< 0.06% 90 0.19262

< 0.07% 90 0.19357

< 0.08% 50 0.19561

< 0.09% 70 0.20761

< 0.10% 80 0.20221

Jaringan terbaik yang didapatkan pada tahap pelatihan JST ini (jaringan dengan nilai MSE yang tertera pada Tabel 9 dan Tabel 10) akan digunakan pada tahap pengujian untuk mengetahui jaringan mana yang memberikan nilai recall, precision, dan f1_measure

tertinggi.

Pengujian

(23)

JST. Hasil dari proses pengujian ini akan dikembalikan ke citra penampang daun uji yang bersangkutan untuk melihat daerah mana dari citra penampang daun uji tersebut yang terdeteksi sebagai kelas pertama (frame stomata), kelas kedua (frame sebagian stomata), dan kelas ketiga (frame bukan stomata). Contoh hasil dari proses pengujian dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 10 Contoh hasil dari proses pengujian.

Dari Gambar 9, terlihat kotak-kotak berwarna putih dan hitam. Kotak putih menunjukkan bahwa daerah tersebut merupakan daerah yang terdeteksi sebagai frame stomata. Kotak hitam menunjukkan bahwa daerah tersebut merupakan daerah yang terdeteksi sebagai frame sebagian stomata. Selain kotak putih dan kotak hitam, terdapat juga daerah tanpa kotak. Daerah tersebut merupakan daerah yang terdeteksi sebagai frame bukan stomata.

Karena tujuan dari penelitian ini adalah mendeteksi kemunculan stomata, pada tahap selanjutnya hasil pengujian yang diperhatikan hanya pengenalan terhadap kelas pertama, atau pengenalan terhadap frame stomata (kotak putih), sedangkan hasil pengenalan terhadap frame sebagian stomata (kotak hitam) dan frame bukan stomata (tanpa kotak) akan dianggap sebagai daerah bukan stomata (kotak hitam akan dihapus).

Pada Gambar 9, terlihat beberapa stomata yang seharusnya terdeteksi sebagai sebuah stomata, namun muncul beberapa kotak putih yang mengelilinginya. Oleh sebab itu, agar kotak-kotak putih tersebut berkumpul menjadi satu dan tepat berada di wilayah stomata yang benar, perlu adanya proses penggabungan hasil deteksi.

Metode penggabungan hasil deteksi yang digunakan pada penelitian ini adalah Jarak

Euclid (Euclidean distance). Persamaan umum dari Jarak Euclid adalah:

Keterangan:

koordinat kotak putih 1 pada sumbu koordinat kotak putih 2 pada sumbu koordinat kotak putih 1 pada sumbu koordinat kotak putih 2 pada sumbu

Setiap kotak putih akan dicari Jarak Euclid-nya terhadap seluruh kotak putih yang terbentuk. Seluruh jarak yang dihasilkan, akan dikumpulkan ke dalam sebuah matriks yang disebut dengan matriks jarak. Matriks jarak tersebut memiliki bentuk persegi dengan ukuran sisi adalah jumlah seluruh kotak putih terbentuk. Selain itu, matriks jarak memiliki nilai-nilai yang simetris antara nilai segitiga atas dan nilai segitiga bawah.

Langkah selanjutnya adalah membuat aturan penggabungan. Aturan tersebut adalah “jika jarak Euclid antarkotak putih kurang dari sama dengan 50 piksel, kotak-kotak tersebut akan digabung kedalam satu kotak”. Jarak 50 piksel tersebut didapat setelah mencoba beberapa nilai jarak lainnya, dan didapatkan bahwa jarak 50 piksel adalah jarak yang paling tepat dalam penggabungan hasil deteksi. Contoh hasil dari proses penggabungan ini dapat dilihat pada Gambar 10. Dari gambar tersebut, terlihat bahwa hanya terdapat satu kotak putih untuk setiap satu stomata yang muncul.

Gambar 11 Contoh hasil penggabungan deteksi stomata.

Analisis Hasil

(24)

14

yang tepat berada di wilayah stomata. Jenis kedua adalah bukan stomata yang terdeteksi sebagai stomata, atau kotak putih yang tidak tepat berada di wilayah stomata. Jenis ketiga adalah stomata yang terdeteksi sebagai bukan stomata, atau stomata namun tidak ada kotak putih yang mengelilinginya. Ketiga jenis hasil deteksi tersebut akan dihitung jumlahnya dan dimasukkan ke dalam tabel confusion matrix. Tabel confusion matrix tersebut dibutuhkan untuk melakukan proses perhitungan recall, precison, dan f1_measure.

1 Histogram

Terdapat lima jaringan terbaik yang dihasilkan Histogram berdasarkan jumlah bin yang digunakan pada penelitian ini. Nilai recall, precison, dan f1_measure yang

dihasilkan Histogram untuk tiap-tiap spesies dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Nilai recall, precison, dan f1_measure yang dihasilkan

Histogram untuk tiap-tiap spesies

Spesies Recall Precicion F1_measure

Jumlah bin = 10 bin

F. angustifolia 0.0526 0.1667 0.0800

F. imbricata 0.7778 0.8750 0.8235

F. javanica 0.6286 0.8462 0.7213

Jumlah bin = 20 bin

F. angustifolia 0.0526 0.2500 0.0869

F. imbricata 0.8889 0.8889 0.8889

F. javanica 0.6143 0.8269 0.7049

Jumlah bin = 30 bin

F. angustifolia 0.5263 0.6667 0.5882

F. imbricata 0.8889 0.6400 0.7442

F. javanica 0.5287 0.7708 0.6271

Jumlah bin = 40 bin

F. angustifolia 0.1053 0.2857 0.1538

F. imbricata 0.6667 0.7500 0.7059

F. javanica 0.5857 0.7593 0.6613

Jumlah bin = 50 bin

F. angustifolia 0.2105 0.3333 0.2581

F. imbricata 0.6111 0.6471 0.6286

F. javanica 0.5429 0.7600 0.6333

Agar perbandingan nilai-nilai f1_measure

yang tertera pada Tabel 11 terlihat lebih jelas, nilai-nilai tersebut akan disajikan ke dalam bentuk grafik. Grafik nilai f1_measure untuk

setiap spesies berdasarkan jumlah bin yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 12 Grafik nilai f1_measure untuk

setiap spesies berdasarkan jumlah bin Histogram.

Untuk menentukan jumlah bin terbaik secara umum bagi ketiga jenis spesies, dibutuhkan nilai recall, precison, f1_measure

gabungan. Nilai recall, precison, f1_measure

gabungan dari ketiga jenis spesies berdasarkan jumlah bin yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Nilai recall, precison, dan f1_measure gabungan dari

ketiga jenis spesies yang dihasilkan Histogram

Jumlah bin Recall Precicion F1_measure

10 0.5840 0.8111 0.6791

20 0.6080 0.8261 0.7005

30 0.6320 0.6991 0.6639

40 0.5360 0.7204 0.6147

50 0.5120 0.6667 0.5792

Agar perbandingan nilai-nilai f1_measure

gabungan dari ketiga jenis spesies terlihat lebih jelas, nilai-nilai tersebut akan disajikan kedalam bentuk grafik. Grafik nilai f1_measure gabungan berdasarkan jumlah bin

yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 12. 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

10 20 30 40 50

(25)

Gambar 13 Grafik nilai f1_measure gabungan

ketiga jenis spesies berdasarkan jumlah bin Histogram.

Berdasarkan grafik pada Gambar 12, dapat dilihat bahwa jumlah bin terbaik untuk mendeteksi kemunculan stomata pada citra penampang daun Freycinetia adalah 20 bin, dengan nilai f1_measure yang dihasilkan

adalah 0.7005. Hal ini terjadi karena, 20 bin adalah jumlah titik ekstraksi terbaik yang mampu merepresentasikan karakteristik yang berbeda bagi ketiga kelas yang ada (stomata, sebagian stomata, dan bukan stomata).

Dapat dilihat juga bahwa grafik tersebut cenderung menurun seiring bertambahnya jumlah bin. Hal ini menandakan bahwa semakin banyak jumlah bin, bentuk histogram antara ketiga kelas semakin serupa sehingga, pada tahap pelatihan JST, sulit untuk mencari perbedaan atau mempelajari karakteristik dari setiap kelas yang digunakan.

2 PCA

Terdapat tujuh jaringan terbaik yang dihasilkan PCA berdasarkan persentase

pembuangan komponen utama yang

digunakan pada penelitian ini. Nilai recall, precison, dan f1_measure yang dihasilkan

PCA untuk tiap-tiap spesies dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Nilai recall, precison, dan f1_measure yang dihasilkan PCA

untuk tiap-tiap spesies

Spesies Recall Precicion F1_measure

Komponen utama dibuang jika kontribusinya: < 0.04%

F. angustifolia 0.6842 0.3250 0.4407

F. imbricata 1.0000 0.7826 0.8780

F. javanica 0.9714 0.9189 0.9444

Komponen utama dibuang jika kontribusinya: < 0.05%

F. angustifolia 0.8421 0.5517 0.6667

F. imbricata 0.9722 0.8333 0.8974

F. javanica 0.9429 0.9851 0.9635

Komponen utama dibuang jika kontribusinya: < 0.06%

F. angustifolia 0.9474 0.6000 0.7347

F. imbricata 1.0000 0.6667 0.8000

F. javanica 0.9429 0.9851 0.9635

Komponen utama dibuang jika kontribusinya: < 0.07%

F. angustifolia 0.8947 0.5862 0.7083

F. imbricata 1.0000 0.8571 0.9231

F. javanica 0.9571 0.9853 0.9710

Komponen utama dibuang jika kontribusinya: < 0.08%

F. angustifolia 0.8421 0.5333 0.6531

F. imbricata 1.0000 0.7059 0.8276

F. javanica 0.9143 0.9413 0.9275

Komponen utama dibuang jika kontribusinya: < 0.09%

F. angustifolia 0.8421 0.4103 0.5517

F. imbricata 1.0000 0.5538 0.7129

F. javanica 0.9286 0.9559 0.9420

Komponen utama dibuang jika kontribusinya: < 0.10%

F. angustifolia 0.9474 0.5625 0.7059

F. imbricata 1.0000 0.7500 0.8571

F. javanica 0.9571 0.9571 0.9571

Agar perbandingan nilai f1_measure yang

tertera pada Tabel 13 terlihat lebih jelas, nilai tersebut akan disajikan ke dalam bentuk grafik. Grafik nilai f1_measure untuk setiap

spesies berdasarkan persentase pembuangan komponen utama yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 13. 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

10 20 30 40 50

Jumlah bin

Gabungan dari Freycinetia angustifolia, Freycinetia imbricata, dan Freycinetia javanica

(26)

16

Gambar 14 Grafik nilai f1_measure untuk

setiap spesies berdasarkan

persentase pembuangan

komponen utama.

Untuk menentukan persentase

pembuangan komponen utama terbaik secara umum bagi ketiga jenis spesies, dibutuhkan nilai recall, precison, f1_measure gabungan.

Nilai recall, precison, f1_measure gabungan

dari ketiga jenis spesies berdasarkan persentase pembuangan komponen utama yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Nilai recall, precison, f1_measure

gabungan dari ketiga jenis spesies yang dihasilkan PCA berdasarkan persentase pembuangan komponen utama Komponen utama dibuang jika memiliki kontribusi:

Recall Precicion F1_measure

< 0.04% 0.9360 0.7312 0.8211

< 0.05% 0.9360 0.8478 0.8897

< 0.06% 0.9600 0.7947 0.8696

< 0.07% 0.9600 0.8633 0.9091

< 0.08% 0.9280 0.7785 0.8467

< 0.09% 0.9360 0.6802 0.7879

< 0.10% 0.9680 0.8067 0.8800

Agar perbandingan nilai f1_measure

gabungan dari ketiga jenis spesies terlihat lebih jelas, nilai tersebut akan disajikan ke dalam bentuk grafik. Grafik nilai f1_measure

gabungan berdasarkan persentase

pembuangan komponen utama yang

digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 15 Grafik nilai f1_measure gabungan

ketiga jenis spesies berdasarkan

persentase pembuangan

informasi.

Berdasarkan grafik pada Gambar 14, dapat dilihat bahwa persentase pembuangan komponen utama terbaik untuk mendeteksi kemunculan stomata pada citra penampang daun Freycinetia adalah 0.07%, dengan nilai f1_measure yang dihasilkan adalah 0.9091.

Namun, dapat dilihat juga bahwa rentang nilai f1_measure yang dihasilkan tidak terlalu jauh.

Selisih antara nilai f1_measure terbesar

dengan nilai f1_measure terkecil hanya

0.1212. Hal ini terjadi karena perbedaan nilai persentase pembuangan komponen utama yang digunakan sangat kecil (hanya berbeda 0.01% di antara nilai persentase digunakan) sehingga jumlah informasi yang dihasilkan hampir sama.

Hasil akhir dari penelitian ini yaitu diperolehnya dua buah jaringan terbaik dari dua metode ekstraksi ciri yang digunakan. Jaringan pertama adalah jaringan yang berasal dari metode ekstraksi ciri Histogram, dengan jumlah bin yang digunakan sebanyak 20 bin. Jaringan ini mampu mendeteksi kemunculan 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

0.04% 0.05% 0.06% 0.07% 0.08% 0.09% 0.10% Komponen utama dibuang jika kontribusinya

kurang dari: Freycinetia angustifolia Freycinetia imbricata Freycinetia javanica 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

0.04% 0.05% 0.06% 0.07% 0.08% 0.09% 0.10%

Komponen utama dibuang jika kontribusinya kurang dari:

(27)

stomata pada citra penampang daun Freycinetia dengan nilai f1_measure sebesar

0.7005. Hasil deteksi stomata pada citra penampang daun uji menggunakan jaringan terbaik Histogram ini, beserta nilai true positive (tp), false positive (fp), dan false negative (fn), dapat dilihat pada Lampiran 3.

Jaringan kedua adalah jaringan yang berasal dari metode ekstraksi ciri PCA, dengan persentase pembuangan komponen utama sebesar 0.07% (komponen utama dibuang jika kontribusinya kurang dari 0.07%). Jaringan ini mampu mendeteksi kemunculan stomata pada citra penampang daun Freycinetia dengan nilai f1_measure

sebesar 0.9091. Hasil deteksi stomata pada citra penampang daun uji menggunakan jaringan terbaik PCA ini, beserta nilai true positive (tp), false positive (fp), dan false negative (fn), dapat dilihat pada Lampiran 4.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1 Nilai f1_measure terbaik yang mampu

dicapai oleh metode ekstraksi ciri Histogram adalah 0.7005.

2 Nilai f1_measure terbaik yang mampu

dicapai oleh metode ekstraksi ciri PCA adalah 0.9091.

3 Metode ekstraksi ciri PCA lebih baik dibandingkan dengan Histogram dalam mendeteksi kemunculan stomata pada citra penampang daun Freycinetia.

Saran

Penelitian ini dapat dilanjutkan sebagai langkah awal dalam penelitian selanjutnya, yaitu tahap identifikasi jenis spesies Freycinetia berdasarkan struktur anatomi

stomata. Pada tahapan identifikasi tersebut, jaringan terbaik yang dihasilkan oleh penelitian ini dapat digunakan sebagai alat untuk mendeteksi letak atau kemunculan stomata dari citra penampang daun Freycinetia. Selain itu, terdapat kemugkinan bahwa penelitian ini juga dapat dilakukan tanpa metode klasifikasi, yaitu mengganti metode klasifikasi dengan metode clutering. Dengan metode clutering diharapkan bahwa penciri dari frame stomata, frame sebagian stomata, dan frame bukan stomata dapat mengelompokkan dirinya sendiri tanpa adanya proses pelatihan.

DAFTAR PUSTAKA

Martiana. 2008. Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network). http://lecturer.eepis-its.edu/~entin/Kecer dasan%20Buatan/Buku/Bab%208%20Ja ringan%20Syaraf%20Tiruan.pdf [9 Okt 2011]

Gonzalez RC, Woods RE. 2008. Digital Image Processing. Pearson: Prentice Hall. Joliffe IT. 2002. Principle Component

Analysis. Aberdeen: Springer.

Pasaribu N. 2010. Freycinetia (Pandanaceae) For Sumatera [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Qur‟ania. 2012. Klasifikasi Freycinetia

berbasis citra anatomi stomata menggunakan k-Nearest Neighboor dan Jaringan Saraf Tiruan [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Smith LI. 2002. A Tutorial on Principal Component Analysis. http://www.ce. yildiz.edu.tr/personal/songul/file/1097/prin cipal_components.pdf [29 Sep 2011]. Willmer CM. 1983. Stomata. New York:

(28)
(29)

Lampiran 1 Citra penampang daun latih

No Freycinetia angustifolia Freycinetia imbricata Freycinetia javanica

1

Jumlah frame stomata = 3 Jumlah frame stomata = 5 Jumlah frame stomata = 11

2

Jumlah frame stomata = 2 Jumlah frame stomata = 5 Jumlah frame stomata = 12

3

Jumlah frame stomata = 5 Jumlah frame stomata = 4 Jumlah frame stomata = 10

4

Jumlah frame stomata = 3 Jumlah frame stomata = 4 Jumlah frame stomata = 11

5

Jumlah frame stomata = 2 Jumlah frame stomata = 5 Jumlah frame stomata = 8

6

(30)

20

Lampiran 1 Lanjutan

No Freycinetia angustifolia Freycinetia imbricata Freycinetia javanica

7

Jumlah frame stomata = 2 Jumlah frame stomata = 6 Jumlah frame stomata = 14

8

Jumlah frame stomata = 5 Jumlah frame stomata = 8 Jumlah frame stomata = 5

9

Jumlah frame stomata = 2 Jumlah frame stomata = 4 Jumlah frame stomata = 12

10

Jumlah frame stomata = 4 Jumlah frame stomata = 5 Jumlah frame stomata = 11

11

Jumlah frame stomata = 3 Jumlah frame stomata = 5 Jumlah frame stomata = 14

12

(31)

Lampiran 1 Lanjutan

No Freycinetia angustifolia Freycinetia imbricata Freycinetia javanica

13

Jumlah frame stomata = 3 Jumlah frame stomata = 5 Jumlah frame stomata = 11

14

Jumlah frame stomata = 1 Jumlah frame stomata = 5 Jumlah frame stomata = 11

15

Jumlah frame stomata = 3 Jumlah frame stomata = 3 Jumlah frame stomata = 6

16

Jumlah frame stomata = 1 Jumlah frame stomata = 5 Jumlah frame stomata = 11

17

Jumlah frame stomata = 4

- -

18

Jumlah frame stomata = 3

(32)

22

Lampiran 1 Lanjutan

No Freycinetia angustifolia Freycinetia imbricata Freycinetia javanica

19

Jumlah frame stomata = 0

(33)

Lampiran 2 Citra penampang daun uji

No Freycinetia angustifolia Freycinetia imbricata Freycinetia javanica

1

Jumlah frame stomata = 5 Jumlah frame stomata = 4 Jumlah frame stomata = 7

2

Jumlah frame stomata = 4 Jumlah frame stomata = 6 Jumlah frame stomata = 11

3

Jumlah frame stomata = 2 Jumlah frame stomata = 4 Jumlah frame stomata = 6

4

Jumlah frame stomata = 4 Jumlah frame stomata = 5 Jumlah frame stomata = 7

5

Jumlah frame stomata = 2 Jumlah frame stomata = 2 Jumlah frame stomata = 12

6

-

(34)

24

Lampiran 2 Lanjutan

No Freycinetia angustifolia Freycinetia imbricata Freycinetia javanica

7

-

Jumlah frame stomata = 4 Jumlah frame stomata = 10

8

-

(35)

Lampiran 3 Hasil pengujian Histogram (jumlah bin = 20 bin)

No Sebelum Pengujian Setelah Pengujian Setelah Penggabungan Hasil

Pengujian

tp fp fn

Spesies Freycinetia angustifolia

1 0 1 5

2 0 0 4

3 0 0 2

4

Gambar

Gambar 3.  Gambar 4  Metodologi penelitian.
Gambar 7  A = frame stomata, B = frame
Tabel 1  Rata-rata jumlah piksel pada
Gambar 9  Arsitektur JST.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut berarti bahwa kriteria baik mutlak menjadi modus dalam penelitian ini yang berarti kualitas aspek kesesuaian dengan kompetensi secara umum modul

Untuk variabel penerimaan bantuan dan sta- tus kemiskinan, koefisien regresi untuk migra- si desa-desa dan desa-kota bertanda negatif yang mengindikasikan bahwa penerima ban-

Perilaku mendekat atau menghindar dari konsumen dapat diartikan bahwa mereka akan memilih perusahaan jasa transportasi yang memang memiliki layanan servicescape

Status Siaga Darurat Sebagaimana Dimaksud Adalah Dalam Rangka Siagan Darurat Penanganan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan 0an Atau Lahan di Provinsi Klimantan

al ini akan mengakibatkan suatu mekanisme proteksi dari otot'otot tulang belakang untuk menjaga keseimbangan, manifestasinya yang terjadi justru overuse pada salah satu sisi otot

1) Sedikitnya materi pelajaran, karena proses pembelajaran yang berlangsung materinya hanya sebagian kecil dari bab Thaharah. Sehingga kalau diadakan bimbingan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel Perputaran Persediaan, Perputaran Asset Tetap dan Perputaran Modal Kerja terhadap Profitabilitas

Judul Tesis Pemanfaatan energi listrik yang dihasilkan sel surya untuk mensuplay pompa air sebagai sumber belajar Fisika dalam meningkatkan hasil belajar pada pokok bahasan