• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian kinerja karbon aktif tongkol jagung dan tempurung kelapa sawit sebagai bahan elektrode pasta karbon secara voltammetri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengujian kinerja karbon aktif tongkol jagung dan tempurung kelapa sawit sebagai bahan elektrode pasta karbon secara voltammetri"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN KINERJA KARBON AKTIF TONGKOL

JAGUNG DAN TEMPURUNG KELAPA SAWIT SEBAGAI

BAHAN ELEKTRODE PASTA KARBON SECARA

VOLTAMMETRI

YESI SEPTIANI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengujian Kinerja Karbon Aktif Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa Sawit sebagai Bahan Elektrode Pasta Karbon secara Voltammetri adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

YESI SEPTIANI. Pengujian Kinerja Karbon Aktif Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa Sawit sebagai Bahan Elektrode Pasta Karbon secara Voltammetri. Dibimbing Oleh DEDEN SAPRUDIN dan GUSTAN PARI.

Tongkol jagung dan tempurung kelapa sawit merupakan limbah hasil pertanian yang banyak mengandung senyawa karbon seperti selulosa yang berpotensi sebagai bahan karbon aktif dan pengganti grafit pada elektrode pasta karbon. Aktivasi kimia dilakukan dengan perendaman menggunakan KOH 10% dan 30%,dan aktivasi fisika aktivasi dengan uap air pada suhu 800oC selama 100 menit. Kinerja karbon aktif sebagai bahan elektrode pasta karbon diuji secara voltammetri siklik. Hasil penelitian menunjukkan karbon aktif tongkol jagung lebih baik mutunya dibandingkan karbon aktif tempurung kelapa sawit. Daya jerap iodin karbon aktif tongkol jagung telah memenuhi standar SNI 1995 (≥650 mg/g). Analisis difraksi sinar X menunjukkan karbon aktif tongkol jagung bersifat amorf dengan nilai kristalinitas setiap perlakuan sebesar 38.34%, 33.67%, dan 38.89%. Pengujian voltammetri siklik pada karbon aktif menunjukkan pola siklik tetapi respon arus puncak masih rendah. Hal ini menunjukkan karbon aktif dapat digunakan sebagai bahan elektrode pasta karbon.

Kata kunci: elektrode pasta karbon, karbon aktif, tempurung kelapa sawit, tongkol jagung, voltammetri.

ABSTRACT

YESI SEPTIANI. Testing on Performance of Activated Carbon Corncob and Palm Coconut Shell as Carbon Paste Electrode Materials for Voltammetry. Supervised by DEDEN SAPRUDIN and GUSTAN PARI.

Corncob and palm coconut shell are agricultural waste rich of carbon compounds such as like cellulose that are potentially uses as raw materials for activated carbon and as substitute for graphite electrode in carbon paste. Chemical activation was performed by submersion in KOH 10% and 30% and physical activation by steam at temperature 800oC for 100 minutes. Performance of theactivated carbon as materials carbon paste electrode was tested in cyclic voltammetry. The results showed that the activated carbon of corncob was better than that of the palm coconut shell. Iodine adsorption complies the SNI 1995

(≥650 mg/g). X-ray diffraction analysis showed that the corncob activated carbon was amorphous with crystalinity of each treatment was 38.34%, 33.67%, and 38.89%, respectively. Cyclic voltammetry test showed cyclic pattern, but response for current peak of redox was still weak.This indicates that the activated carbon can be used for electrode carbon paste material.

(5)

PENGUJIAN KINERJA KARBON AKTIF TONGKOL

JAGUNG DAN TEMPURUNG KELAPA SAWIT SEBAGAI

BAHAN ELEKTRODE PASTA KARBON SECARA

VOLTAMMETRI

YESI SEPTIANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Pengujian Kinerja Karbon Aktif Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa Sawit sebagai Bahan Elektrode Pasta Karbon secara

Voltammetri Nama : Yesi Septiani NIM : G44090045

Disetujui oleh

Dr Deden Saprudin, MSi Pembimbing I

Prof (R) Dr Gustan Pari, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Ketua Departemen

(7)
(8)

PRAKATA

Segala puji beserta syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Pengujian Kinerja Karbon Aktif Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa Sawit sebagai Bahan Elektrode Pasta Karbon secara Voltammetri. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret 2013 hingga Juli 2013 di Laboratorium Kimia Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Laboratorium Kimia Analatik, dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Deden Saprudin, MSi dan Prof (R) Dr Gustan Pari, MSi selaku pembimbing. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Bapak Eman dan Ibu Nunung selaku staf Laboratorium Kimia Analatik, serta kepada Bapak Saptadi, Bapak Mahpudin, Bapak Dadang, selaku staf Laboratorium Kimia Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor atas bantuannya selama melaksanakan penelitian. Terima kasih tidak lupa penulis ucapkan kepada kedua orangtua atas doa dan semangat yang diberikan, serta kepada Iis, Muhamad Rifai, dan Yeny atas masukan dan semangatnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Alat dan Bahan 2

Metode Penelitian 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Pembuatan Arang Aktif 5

Karakterisasi Karbon aktif 6

Konduktivitas Karbon Aktif 10

Kristalinitas Karbon Aktif 11

Uji Karbon Aktif EPK Secara Voltammetri Siklik 12

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 16

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Rendemen KA TJ dan KA TKS 6

2 Kadar air KA TJ dan KA TKS 7

3 Kadar zat terbang KA TJ dan KA TKS 8

4 Kadar abu KA TJ dan KA TKS 8

5 Kadar karbon terikat KA TJ dan KA TKS 9

6 Daya jerap iodin KA TJ, KA TKS, dan grafit 10

7 Konduktivitas KA TJ, KA TKS, dan grafit 11

8 Hubungan kapasitansi dan daya jerap iod KA TJ,KA TKS,dan grafit 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir penelitian 16

2 Rendemen KA TKS dan KA TJ 17

3 Kadar air KA TKS dan KA TJ 18

4 Kadar zat terbang KA TKS dan KA TJ 19

5 Kadar abu KA TKS dan KA TJ 20

6 Kadar karbon terikat KA TKS dan KA TJ 21

7 Daya jerap iod KA TKS dan KA TJ 22

8 Konduktivitas KA TKS dan KA TJ 23

9 Difraktogram grafit dan KA TJ 24

10 Voltammogram elektrode pasta karbon KA dan grafit 26

(11)
(12)

PENDAHULUAN

Jagung merupakan produk pertanian dengan konsumsi terbesar kedua di Indonesia setelah beras. Tingginya produktivitas jagung akan menghasilkan banyak limbah. Sementara itu, pemanfaatan produk samping dan sisa produksi dalam industri jagung masih kurang. Pengolahan jagung pada industri pertanian menghasilkan limbah berupa tongkol jagung. Limbah ini terus bertambah seiring dengan meningkatnya kegiatan pengolahan jagung. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pemanfaatan limbah tongkol jagung untuk mengurangi limbah tersebut.

Selain tongkol jagung, tempurung kelapa sawit juga merupakan limbah yang banyak dihasilkan dari industri pertanian. Tempurung kelapa sawit dihasilkan dari proses pengolahan minyak kelapa sawit. PTPN VIII Kertajaya merupakan salah satu perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan ± 20 ton tempurung kelapa sawit dan hanya dimanfaatkan sebagai bahan campuran untuk pakan ternak (Rachmawati 2004). Pemanfaatan limbah tongkol jagung dan tempurung kelapa sawit secara komersial masih relatif kecil, padahal kedua limbah tersebut mengandung zat kimia yang dapat diolah kembali. Meryandini et al. (2009) menyatakan bahwa tongkol jagung mengandung 40% selulosa, 36% hemiselulosa, 16% lignin, serta zat-zat lainnya sebanyak 8%. Tempurung kelapa sawit mengandung 26.6% selulosa, 27.7%hemiselulosa, 29.4%lignin, 8% air, dan 4.2% zat ekstraktif lainnya (Haji et al. 2010). Kandungan selulosa yang cukup tinggi dalam kedua limbah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbon aktif alternatif.

(13)

2

METODE

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan terdiri atas tungku pengarangan (drum), tungku aktivasi (retort) yang dilengkapi dengan ketel uap, tungku pirolisis, saringan 100 mesh, difraktometer sinar-X (XRD), alat uji konduktivitas LCR meter, dan galvanostat-potensiostat (E-Chem).

Bahan yang digunakan terdiri atas limbah tongkol jagung, tempurung kelapa sawit, KOH 10% dan 30%, larutan iod 0.1 N, larutan Na2S2O3 0.1 N, indikator amilum, KI 1 mM, KCl 0.1 M, larutan I2 1 mM dalam KI 0.1 M, parafin cair, aquadestilata, kaca, kawat tembaga, elektrode pembanding Ag/AgCl, dan elektrode tambahan kawat platina.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri atas tiga tahap utama, yaitu pembuatan karbon aktif (KA) tongkol jagung dan tempurung kelapa sawit, karakterisasi KA, serta pengukuran KA secara voltammetri siklik. Pembuatan KA diawali dengan proses karbonisasi bahan dalam tungku pengarangan pada suhu 500oC selama 5 jam, lalu dilanjutkan dengan aktivasi. Aktivasi KA dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi bahan pengaktif (KOH 10% dan KOH 30%), pengaktifan diatur pada suhu 800oC selama 100 menit. Karakterisasi KA meliputi, pengukuran kadar air, kadar abu, rendemen arang, kadar zat mudah menguap, kadar karbon terikat, daya jerap iodin, pengukuran konduktivitas, dan penentuan derajat kristalinitas dengan XRD. Tahap akhir penelitian ini adalah pengukuran kinerja KA sebagai EPK secara voltammetri dan dilihat adanya korelasi antara nilai daya jerap iodin KA dengan arus puncak reduksi yang dihasilkan pada voltammogram.

Pembuatan arang aktif tongkol jagung dan tempurung kelapa sawit

Tongkol jagung (TJ) dipanaskan dalam tungku pengarangan. Arang yang terbentuk kemudian dikeringkan. Arang tempurung kelapa sawit dan tongkol jagung masing-masing dibuat dengan proses pirolisis selama 5 jam pada suhu 500oC dalam tungku pirolisis. Selanjutnya, arang TJ dan TKS direndam dalam KOH 10% dan 30% selama 24 jam, lalu dipanaskan dalam tungku aktivasi pada suhu 800oC dan diberi aliran uap air selama 100 menit. KA yang terbentuk dibiarkan dingin selama 24 jam, lalu ditimbang dan dihitung rendemennya. Sebelum KA diperlakukan lebih lanjut, KA disimpan dalam plastik yang kering dan tertutup rapat. KA kemudian digerus dengan mortar dan disaring dengan saringan 100 mesh. Karbon aktif yang telah halus kemudian dicuci menggunakan HCl 10% dan disaring kemudian dicuci dengan aquades panas hingga pH 7.

Karakterisasi Karbon Aktif

(14)

Rendemen (%) = × 100%

Penetapan kadar air dilakukan menurut SNI (1995). Sebanyak 1 g KA ditempatkan dalam cawan porselin yang telah diketahui bobot kosongnya. KA dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C selama 3 jam lalu didinginkan dalam deksikator kemudian ditimbang. Pemanasan dalam oven kembali dilakukan selama 1 jam sampai diperoleh bobot konstan. Penetapan dilakukan duplo. Perhitungan kadar air menggunakan persamaan:

Kadar air (%) = − × 100%

Keterangan : a : bobot contoh sebelum pemanasan (g) b : bobot contoh setelah pemanasan (g)

Penetapan kadar zat terbang dilakukan menurut SNI (1995). Sebanyak ±1 g

KA dalam cawan porselin yang telah diketahui bobot kosongnya dipanaskan dalam tanur 950°C selama 10 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Cawan ditutup serapat mungkin. Penentuan kadar zat terbang dilakukan duplo. Perhitungan kadar zat mudah menguap menggunakan persamaan:

Kadar zat terbang (%) = − × 100%

Keterangan : a : bobot contoh sebelum pemanasan (g) b : bobot contoh setelah pemanasan (g)

Penetapan kadar abu dilakukan menurut SNI (1995). Sebanyak ±1 g KA dalam cawan porselin yang telah diketahui bobot kosongnya dipanaskan dalam tanur pada suhu 750oC selama 6 jam. Setelah itu, didinginkan dalam deksikator dan ditimbang. Penentuan kadar abu dilakukan duplo. Perhitungan kadar abu menggunakan persamaan:

Kadar abu (%) = × 100%

Keterangan : a : bobot contoh sebelum pemanasan (g) b : bobot contoh setelah pemanasan (g)

Penetapan kadar karbon terikat ditentukan secara lansung menggunakan persamaan:

Kadar karbon terikat (%) = 100% - (b+c)

Keterangan : b : Kadar zat terbang (%) c : Kadar abu (%)

(15)

4

ditambahkan 25 mL larutan I2 0.1N dan dikocok selama 15 menit lalu disaring. Filtrat sebanyak 10 mL dititrasi dengan Na2S2O3 0.1 N hingga berwarna kuning muda, kemudian ditambahkan beberapa tetes amilum 1%, titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang. Hal yang sama dilakukan terhadap blanko. Penetapan daya jerap iod menggunakan persamaan:

Daya jerap iod (mg/g) = � −

Pengukuran Konduktivitas Karbon Aktif

Contoh serbuk karbon aktif ditimbang sebayak 0.3 g. Contoh dimasukkan ke dalam tabung yang telah diketahui diameternya lalu ditutup rapat. Ketebalan diukur menggunakan jangka sorong. Selanjutnya, konduktivitas diukur menggunakan alat Inductance Capacitance Resistance meter dengan menghubungkan muatan positif dan negatif di kedua ujung tabung. Kemudian konduktivitas dihitung menggunakan persamaan:

� = � × �

Keterangan: � = Konduktivitas (S/m)

L = Tebal contoh (m)

R = Resistansi bahan (Ω)

A = Luas penampang (m2)

Pengujian struktur karbon aktif

Pencirian XRD dilakukan untuk menentukan ukuran kristal KA (Modifikasi Kim et al. 2011). Sebanyak 200 mg karbon aktif dicetak langsung pada aluminium ukuran 2×2.5 cm. Karbon aktif dicirikan dengan lampu radiasi Cu pada sudut 10–80o pada panjang gelombang 1.54 Å.

Uji kinerja EPK Secara Voltammetri Siklik

Pembuatan elekrode pasta karbon dilakukan berdasarkan metode Qiong et al. (2003). Sebanyak 100 mg serbuk grafit dicampur dengan 20 μL parafin cair. Setelah terbentuk pasta homogen, pasta dipadatkan pada badan elektrode dan permukaannya dihaluskan pada kertas minyak hingga halus.

(16)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Arang Aktif

Pembuatan arang aktif diawali dengan proses pengarangan atau karbonisasi. Karbonisasi karbon aktif tongkol jagung (KA TJ) maupun tempurung kelapa sawit (KA TKS) dilakukan pada suhu 500oC. Selama proses karbonisasi terjadi beberapa tahapan. Kurniati (2008) menyatakan, proses karbonisasi terdiri dari empat tahapan, yaitu tahap pertama terjadi penguapan air pada suhu 100–120oC, dan sampai suhu 270oC mulai terjadi peruraian selulosa. Tahap kedua terjadi peruraian selulosa pada suhu 270–310oC menjadi asam cuka dan methanol, gas kayu (CO dan CO2, dan sedikit tar. Tahap ketiga pada suhu 310–500oC terjadi penguraian lignin, dan dihasilkan banyak tar, gas CO2 menurun, sedangkan gas CH4 dan H2 meningkat. Tahap keempat pada suhu 500oC merupakan tahap pemurnian arang. Arang yang dihasilkan bersifat asam akibat adanya proses hidrolisis yang menghasilkan asam cuka sehingga perlu dilakukan pencucian menggunakan aquades panas hingga pH arang menjadi 7.

Karbon hasil karbonisasi merupakan karbon mentah yang belum diaktivasi. Hasil karbonisasi tongkol jagung menghasilkan 3 kg arang dari 17 kg contoh dengan kadar air contoh 12.50%, sehingga diperoleh rendemen 20.17%. Tempurung kelapa sawit menghasilkan 947 g arang, dari contoh basah sebanyak 2600 g dengan kadar air 15.00%, sehingga diperoleh rendemen arangnya sebesar 42.85%. Data tersebut menunjukkan bahwa tempurung kelapa sawit menghasilkan lebih banyak arang dibandingkan tongkol jagung. Hal ini disebabkan rendemen arang dipengaruhi oleh tingkat kekerasan dari bahan asal yang digunakan. Semakin tinggi berat jenis bahan asal yang digunakan maka strukturnya semakin keras dan tahan terhadap proses degradasi panas sehingga menghasilkan rendemen yang lebih tinggi (Komarayati et al. 2011). Selain itu, menurut Hajiet al. (2010) jumlah komposisi kimia seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin dalam tempurung kelapa sawit lebih besar dibandingkan dengan tongkol jagung, masing-masing 95.90% dan 94.00%.

Arang hasil karbonisasi selanjutnya diaktivasi secara kimia dan fisika. Aktivasi secara fisika, yaitu penggunaan uap panas pada suhu 800oC selama 100 menit, sedangkan aktivasi secara kimia dilakukan seperti aktivasi fisika, namun sebelumnya dilakukan perendaman pada arang dengan KOH 10% dan 30% selama 24 jam. Perendaman bertujuan agar bahan aktivator dapat diserap secara optimal oleh arang sehingga dapat memperbesar permukaan. Arang yang dihasilkan dari proses aktivasi merupakan arang aktif atau karbon aktif. Karbon aktif yang diperoleh dicuci dengan HCl 10% untuk menghilangkan pengotor pada proses aktivasi kimia. Umumnya aktivator yang meninggalkan sisa-sisa oksida yang tidak larut dalam air akan larut dalam asam. Setelah pencucian dengan HCl, dilakukan pencucian lagi dengan akuades panas untuk menghilangkan sisa HCl dan dilakukan sampai pH netral. Reaksi yang terjadi selama proses aktivasi secara kimia (Pujiyanto 2010).

6 KOH(s) + 3/2 C → 6K + 3/2 CO2(g)+ 3 H2O(l) … (1)

6 KOH(s) + 2C → 2K + 3 H2(g) + 2 K2CO3 … (2)

(17)

6

Rendemen karbon aktif

Rendemen yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses aktivasi. Rendemen yang diperoleh untuk KA TJ menunjukkan, peningkatan konsentrasi KOH menurunkan rendemen, sedangkan pada KA TKS sebaliknya (Gambar 1). Seharusnya semakin tinggi konsentrasi KOH, rendemen yang dihasilkan akan semakin menurun akibat reaksi antara karbon dan KOH yang semakin banyak, sehingga menghasilkan sisa reaksi yang semakin banyak yang akan larut pada proses pencucian dan rendemen yang diperoleh akan semakin menurun. Pada KA TKS, peningkatan konsentrasi KOH meningkatkan nilai rendemen. Hal ini terjadi karena struktur dari TKS yang lebih padat dan keras dibandingkan TJ, sehingga proses penyerapan KOH pada TKS tidak sebanyak pada TJ.

Rendemen tertinggi untuk masing-masing karbon diperoleh pada karbon aktivasi fisika (blanko), yaitu 64.78% untuk KA TKS, sedangkan untuk KA TJ 51.47% (Lampiran 2). Semakin besar konsentrasi KOH yang digunakan pada KA TJ, rendemen yang didapat semakin menurun disebabkan KOH merupakan basa kuat yang dapat mempercepat reaksi oksidasi. Banyaknya KOH yang digunakan akan meningkatkan jumlah zat yang teroksidasi sehingga rendemen berkurang. Selain konsentrasi KOH, rendemen juga dipengaruhi suhu aktivasi dan semakin lama waktu pengaliran uap air, rendemen semakin berkurang.

Gambar 1 Rendemen KA TJ dan KA TKS

Keterangan: 1: Aktivasi uap, tanpa aktivasi KOH (Blanko) 2: Aktivasi KOH 10% + aktivasi uap

3: Aktivasi KOH 30% + aktivasi uap

Karakterisasi Karbon aktif

Kadar air

Penentuan kadar air dilakukan untuk mengetahui sifat higroskopis KA. Kadar air KA TKS berkisar 0.50–4.00%, sedangkan KA TJ sekitar 3.00–6.00% (Lampiran 3). Data menunjukkan semakin tinggi konsentrasi KOH yang digunakan, kadar airnya akan semakin menurun (Gambar 2). Penurunan kadar air disebabkan adanya peningkatan sifat higroskopis karbon aktif terhadap uap air. Hal ini disebabkan sifat KOH yang higroskopis membuat air yang terdapat dalam bahan bereaksi dengan KOH. Pari (2004) menyatakan bahwa bahan pengaktif yang bersifat higroskopis dapat menurunkan kadar air dari KA yang dihasilkan.

(18)

Kadar air tertinggi dimiliki KA TJ aktivasi KOH 10%, yaitu 6.13%, sedangkan kadar air terendah dimiliki KA TKS aktivasi KOH 30% yaitu 0.50%. Kadar air kedua KA tersebut sudah memenuhi SNI 1995 untuk karbon aktif berbentuk serbuk, yaitu kurang dari 15.00%.

Kadar air yang diperoleh untuk KA TJ lebih besar dibandingkan KA TKS pada ketiga perlakuan. Hal ini dapat disebabkan dari struktur bahan tongkol jagung yang lebih berongga sehingga lebih mudah menyerap air dibandingkan tempurung kelapa sawit yang struktur bahannya lebih kaku dan keras sehingga lebih sulit untuk menyerap air. Selain itu, kadar air yang diperoleh berkaitan dengan rendemen, rendemen yang besar diperoleh untuk KA TKS yang kadar airnya lebih kecil dibandingkan KA TJ. Hal ini berarti bahwa kadar air berbanding terbalik dengan rendemen yang diperoleh.

Gambar 2 Kadar air KA TJ dan KA TKS

Keterangan: 1: Aktivasi uap, tanpa aktivasi KOH (Blanko) 2: Aktivasi KOH 10% + aktivasi uap

3: Aktivasi KOH 30% + aktivasi uap

Kadar zat terbang

Kadar zat terbang atau zat yang mudah menguap ditentukan untuk mengetahui jumlah zat atau senyawa yang belum menguap setelah proses karbonisasi dan aktivasi. Kadar zat terbang mempengaruhi kemampuan daya jerap KA yang dihasilkan yang menunjukkan kesempurnaan proses penguraian senyawa nonkarbon seperti S, N2, CO2, CO, CH4, dan H2 pada proses karbonisasi dan aktivasi (Yang 2013). Kadar zat terbang KA TKS berkisar 3–17%, sedangkan untuk KA TJ berkisar 5-10% (Lampiran 4).

Data tertinggi pada kedua jenis karbon diperoleh pada KA aktivasi KOH 30%, yaitu 9.62% untuk KA TJ dan 16.63% untuk KA TKS. Adanya aktivasi kimia meningkatkan kadar zat terbang yang diperoleh baik pada KA TJ maupun KA TKS. Semakin tinggi konsentrasi KOH yang digunakan, kadar zat terbangnya pun semakin tinggi (Gambar 3). Hal ini terjadi karena semakin banyak KOH yang ditambahkan dapat meningkatkan kandungan senyawa nonkarbon pada KA. Kadar zat terbang yang diperoleh untuk karbon yang diaktivasi dengan KOH 10% masing-masing 6.93% untuk KA TKS, dan 7.09% untuk KA TJ, sedangkan untuk karbon yang diaktivasi dengan KOH 30% diperoleh 16.34% untuk KA TKS dan

(19)

8 2: Aktivasi KOH 10% + aktivasi uap

3: Aktivasi KOH 30% + aktivasi uap

Kadar abu

Kadar abu ditentukan untuk mengetahui kandungan komponen mineral yang terdapat di dalam karbon aktif, seperti Ca, K, Na, Mg, dan komponen lain. Kadar abu yang diperoleh untuk KA TKS berkisar 8–15%, sedangkan untuk KA TJ berkisar 7–14% (Lampiran 5). Kadar abu pada kedua karbon menunjukkan peningkatan dengan meningkatnya konsentrasi KOH (Gambar 4). Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi KOH yang digunakan maka semakin banyak KOH yang terjerap dan meningkatkan kandungan mineral, khususnya K pada karbon aktif. Nilai tertinggi yang diperoleh untuk KA TKS dan KA TJ diperoleh pada aktivasi menggunakan KOH 30% masing-masing 16.63% dan 9.62%. Namun, nilai yang diperoleh KA TKS tidak memenuhi SNI 1995 untuk KA berbentuk serbuk, yaitu kurang dari 10%. Semakin tinggi kadar abu dapat mengurangi daya adsorpsi karbon aktif karena pori-pori karbon aktif tertutup oleh mineral-mineral logam tersebut.

Gambar 4 Kadar abu KA TJ dan KA TKS

Keterangan: 1: Aktivasi uap, tanpa aktivasi KOH (Blanko) 2: Aktivasi KOH 10% + aktivasi uap

(20)

Karbon terikat

Kadar karbon terikat ditentukan untuk mengetahui kandungan karbon murni yang ada dalam KA setelah proses karbonisasi dan aktivasi. Kadar karbon terikat dapat ditentukan secara langsung setelah kadar abu dan zat terbang diketahui. Karbon terikat tertinggi untuk KA TKS dan KA TJ diperoleh pada karbon aktif tanpa aktivasi KOH (blanko), masing-masing 88.47% dan 87.30% (Gambar 5). Kedua karbon aktif menunjukkan semakin tinggi konsentrasi KOH yang digunakan, karbon terikat yang diperoleh semakin menurun (Lampiran 6). Hal ini berkorelasi dengan kadar abu serta zat terbang terendah yang diperoleh pada karbon aktif blanko, sehingga kadar karbon terikat yang diperoleh semakin tinggi. Kadar karbon terikat terendah diperoleh pada karbon aktif dengan aktivasi KOH 30%. Hasil ini diperngaruhi oleh kadar abu dan zat terbangnya, dimana pada karbon aktif ini memiliki kadar abu dan zat terbang tertinggi sehingga karbon terikat yang diperoleh menurun. Kadar karbon terikat yang diperoleh untuk kedua KA telah memenuhi SNI 1995, yaitu lebih dari 65%.

Gambar 5 Kadar karbon terikat KA TJ dan KA TKS

Keterangan: 1: Aktivasi uap, tanpa aktivasi KOH (Blanko) 2: Aktivasi KOH 10% + aktivasi uap

3: Aktivasi KOH 30% + aktivasi uap

Daya jerap iodin

Daya jerap iodin merupakan persyaratan umum untuk menilai kualitas KA. Daya jerap iodin tertinggi dimiliki KA TJ tanpa aktivasi KOH (blanko), yaitu 868.10 mg/g, sedangkan daya jerap iodin terendah dimiliki KA TKS dengan aktivasi KOH 30%, yaitu 598.60 mg/g. Daya jerap iodin untuk grafit sangat jauh di bawah SNI 1995, yaitu 40.28 mg/g (Lampiran 7). Gambar 6 menunjukkan daya jerap iodin KA TJ untuk ketiga perlakuan telah memenuhi SNI 1995, yaitu lebih dari 650 mg/g.

Nilai daya jerap iodin KA TKS yang telah memenuhi SNI 1995 hanya pada karbon dengan aktivasi KOH 10%, sedangkan untuk blanko dan karbon dengan aktivasi KOH 30%, nilainya belum memenuhi SNI 1995. Gambar 6 menunjukkan semakin tinggi konsentrasi KOH yang digunakan, maka daya jerap iod yang dihasilkan menurun, baik pada KA TKS maupun KA TJ. Seharusnya, semakin tinggi konsentrasi KOH yang digunakan semakin tinggi pula daya jerap iod suatu karbon aktif akibat adanya interaksi antara aktivator dengan karbon, sehingga membentuk pori. Semakin banyak pori yang terbentuk, semakin tinggi luas

(21)

10

permukaan karbon yang dihasilkan (Pujiyanto 2010). Ketidaksesuaian hasil yang diperoleh disebabkan pada proses aktivasi uap karbon KOH 30%, suhu yang digunakan belum mencapai 800oC, sehingga interaksi yang terjadi antara aktivator dengan karbon tidak maksimal dan mengakibatkan banyak K2CO3 menutupi permukaan karbon aktif dan menurunkan daya jerap iod. Daya jerap iod KA TJ lebih baik dibandingkan KA TKS. Hal ini disebabkan struktur tongkol jagung lebih berporidaripada tempurung kelapa sawit. Daya jerap KA terhadap iod berhubungan dengan struktur pola mikropori yang terbentuk.

Gambar 6 Daya jerap iodin KA TJ , KA TKS , dan grafit

Keterangan: 1: Aktivasi uap, tanpa aktivasi KOH (Blanko) 2: Aktivasi KOH 10% + aktivasi uap

3: Aktivasi KOH 30% + aktivasi uap

Konduktivitas Karbon Aktif

Konduktivitas merupakan ukuran kemampuan suatu bahan menghantarkan arus listrik. Pengukuran konduktivitas KA menunjukkan penggunaan KOH yang semakin tinggi pada KA dapat menurunkan nilai konduktivitas (Lampiran 8). Gambar 7 menunjukkan pada kedua KA, konduktivitas tertinggi dimiliki KA aktivasi KOH 10%, yaitu 10.4604 S/m untuk KA TKS, dan 4.6621 S/m untuk KA TJ. Konduktivitas yang diperoleh berhubungan dengan jumlah karbon terikat, untuk KA aktivasi KOH 10%, karena semakin tinggi karbon terikat maka konduktivitasnya pun meningkat. Konduktivitas terendah diperoleh pada KA aktivasi KOH 30% yang berkorelasi dengan kadar karbon terikat. Kadar karbon terikat yang rendah menunjukkan kemurnian karbon masih rendah sehingga menurunkan konduktivitasnya.

Aktivasi menggunakan KOH cenderung menurunkan konduktivitas karbon aktif yang dihasilkan, karena proses aktivasi yang kurang sempurna menyebabkan pengotor yang terdapat pada karbon aktif meningkat dan menutupi pori sehingga menurunkan konduktivitasnya. Konduktivitas yang diperoleh berbanding lurus dengan daya jerap iodin, yaitu semakin tinggi konsentrasi KOH yang digunakan konduktivitasnya juga semakin menurun. Peningkatan konduktivitas terjadi pada

(22)

aktivasi KOH 10%, dan kembali menurun pada aktivasi 30% untuk kedua karbon aktif.

Menurut Destyorini et al. (2010) konduktivitas yang diperoleh untuk KA TKS dan KA TJ berada pada daerah konduktivitas listrik untuk material semikonduktor, yaitu pada kisaran 10-8103 S/m. Konduktivitas terukur untuk grafit yaitu 493.7486 S/m. Konduktivitas grafit sangat jauh di atas konduktivitas KA TKS dan KA TJ, hal ini dikarenakan struktur grafit yang teratur, di mana susunan atom C-nya membentuk struktur heksagonal. Setiap atom C memiliki 4 elektron valensi, dimana 3 diantaranya digunakan untuk berikatan dengan atom C tetangga agar memenuhi kaidah oktet, sedangkan 1 elektron menjadi elektron bebas. Elektron bebas inilah yang menyebabkan material grafit bersifat konduktif (Destyorini et al. 2010).

Gambar 7 Konduktivitas KA TJ , KA TKS , dan grafit

Keterangan: 1: Aktivasi uap, tanpa aktivasi KOH (Blanko) 2: Aktivasi KOH 10% + aktivasi uap

3: Aktivasi KOH 30% + aktivasi uap

Kristalinitas Karbon Aktif

Analisis difraktometer sinar-X bertujuan untuk mengetahui derajat kristalinitas karbon aktif yang berkaitan dengan struktur karbon aktif, amorf atau kristalin. Analisis dilakukan terhadap karbon aktif terbaik, yaitu pada karbon aktif dari tongkol jagung, dan grafit sebagai pembanding. Derajat kristalinitas dapat diukur dengan membagi luas daerah kristalin terhadap luas daerah keseluruhan (kristalin+amorf). Derajat kristalinitas dari karbon aktif menunjukkan, semakin tinggi konsentrasi KOH yang digunakan, maka derajat kristalinitasnya semakin tinggi. Derajat kristalinitas untuk KA TJ 10% sebesar 33.67%, sedangkan untuk 30% sebesar 38.89% (Lampiran 9). Data yang diperoleh menunjukkan, derajat kristalinitas pada karbon aktif aktivasi KOH 30% lebih tinggi, karena proses aktivasi fisika yang tidak optimal sehingga masih terdapat banyak pengotor yang menutupi pori karbon aktif.

Derajat kristalinitas yang diperoleh untuk karbon aktif terbaik ini jauh di bawah derajat kristalinitas grafit, yaitu sebesar 88.79% (Lampiran 9) yang menunjukkan struktur grafit lebih kristalin dibandingkan karbon aktif. Keteraturan struktur grafit membentuk struktur heksagonal, serta adanya elektron bebas yang menyebabkan grafit bersifat konduktif, terbukti dari nilai konduktivitas grafit

(23)

12

yang lebih tinggi dibandingkan karbon aktif. Hal ini menunjukkan kemampuan grafit dalam mentransfer elektron lebih baik dibandingkan karbon aktif karena strukturnya yang lebih teratur.

Uji Karbon Aktif EPK Secara Voltammetri Siklik

Uji kinerja EPK untuk analisis iodida diawali dengan pencarian daerah pemayaran menggunakan elektrolit KCl 0.1 M. Daerah pemayaran idealnya berada pada potensial redoks analat, tidak pada potensial redoks elektrolit pendukung. Hal ini bertujuan agar arus yang dihasilkan hanya berasal dari analat, bukan dari elektrolit pendukung. Fauziah (2012) melakukan analisis KI dalam elektrolit KCl 0.1 M dan menghasilkan respon yang baik pada daerah pemayaran 1.2–0 V. Hasil yang diperoleh untuk pengukuran berada pada daerah pemayaran -0.6–1.0 V. Pada daerah pemayaran tersebut, pengukuran EPK dengan karbon aktif maupun grafit dalam elektrolit KCl tidak menghasilkan arus puncak (Lampiran 10). Hal ini menunjukkan bahwa KCl dapat digunakan untuk pengukuran KI karena tidak mengalami reaksi redoks pada kisaran potensial tersebut. Potensial redoks Cl- bearada pada 1.36 V, sementara K+ pada 2.92 V, sehingga tidak mengalami reaksi redoks pada daerah potensial -0.6–1.0 V (Sari 2012).

Daerah pemayaran yang didapat digunakan untuk uji EPK pada larutan analat, yaitu KI 1 mM dalam KCl 0.1 M dengan kecepatan payar 100 mV/s. Voltammogram yang diperoleh untuk EPK berisi karbon aktif menunjukkan arus voltammetri nonfaraday atau arus kapasitansi, sedangkan pada EPK berisi grafit menunjukkan arus faraday. Arus faraday pada EPK grafit menunjukkan arus oksidasi pada KI. Hasil yang diperoleh berkaitan dengan konduktivitas dan derajat kristalinitas dari grafit dan karbon aktif. Konduktivitas grafit yang sangat tinggi dibandingkan karbon aktif menunjukkan kemampuan transfer elektron pada grafit lebih baik, serta kemampuan karbon aktif menghantarkan arus listrik masih lebih rendah dibandingkan grafit yang bersifat konduktor. Kristalinitas grafit yang lebih tinggi dibandingkan karbon aktif menunjukkan sruktur karbon aktif yang amorf membuat pertukaran elektron pada permukaan elektrode lebih sulit dibandingkan grafit yang strukturnya lebih teratur.

(24)

Tabel 1 Data kapasitansi KA dan grafit

Contoh Q (i × t) (C) Kapasitansi (µF/g)

Blanko TKS 4.255073×10-4 0.62

KA TKS 10% 6.840019×10-4 1.01

KA TKS 30% 2.104735×10-4 0.31

Blanko TJ 0.001805 2.67

KA TJ 10% 9.412344×10-4 1.39

KA TJ 30% 1.61834 × 10-4 0.24

Grafit 7.667474×10-4 1.14

Gambar 8 menunjukkan adanya korelasi antara daya jerap iod dengan nilai kapasitansi yang diperoleh, yaitu semakin besar daya jerap iod maka nilai kapasitansi yang diperoleh juga semakin tinggi. Meskipun kapasitansi yang diperoleh elektrode karbon aktif masuk dalam rentang kapasitansi untuk kapasitor konvensional, yaitu 0.1-10 µF tetapi, model elektrode yang dibuat tidak dirancang seperti elektrode untuk kapasitor. Elektrode untuk kapasitor terdiri atas dua sisi (anode dan katode) yang diberi pemisah, sehingga nilai kapasitansi yang diperoleh merupakan total dari kapasitansi elektrode pada anode dan katode. Bahan yang digunakan untuk elektrode kapasitor juga berbeda dengan bahan pada EPK. Selain itu, KA yang digunakan untuk elektrode kapasitor, dicampur dengan senyawa oksida logam transisi untuk meningkatkan nilai kapasitansi spesifik hingga 10–

100 kali lebih besar, tergantung senyawa oksida yang digunakan (Jayalakshmi dan Balasubramanian 2008).

2D Graph 28

Perlakuan

blanko KOH 10% KOH 30%

D

Daya jerap iod KA TKS Daya jerap iod KA TJ Kapasitansi KA TKS Kapasitansi KA TJ

Gambar 8 Hubungan kapasitansi dan daya jerap iod KA TJ dan KA TKS

Keterangan: 1: Aktivasi uap, tanpa aktivasi KOH (Blanko) 2: Aktivasi KOH 10% + aktivasi uap

(25)

14

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Karbon aktif tongkol jagung (KA TJ) memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dengan karbon aktif tempurung kelapa sawit (KA TKS). Uji kinerja KA secara voltammetri menunjukkan korelasi antara daya jerap iod KA dengan respon arus (nilai kapasitansi) yang dihasilkan. Arus pada voltammogram grafit merupakan arus faraday, sedangkan pada karbon aktif merupakan arus nonfaraday. Voltammogram KA memiliki pola siklik yang berbeda dengan pola siklik EPK grafit, yaitu menggambarkan adanya siklus charge-discharge seperti voltammogram pada kapasitor.Nilai kapasitansi menunjukkan bahwa karbon aktif berpotensi dijadikan bahan elektrode pada kapasitor konvensional.

Saran

Perlu dilakukan modifikasi pada KA dengan mencampurkan bahan yang dapat meningkatkan respon arus pada voltammetri siklik, seperti nanomagnetit. Kinerja KA sebagai elektrode kapasitor dapat diuji dengan membuat rancangan elektrode yang sesuai dengan model kapasitor. Selain itu, dapat didukung pula dengan karakterisasi ukuran pori internal menggunakan SEM.

DAFTAR PUSTAKA

Apriani, Faryuni D, Wahyuni D. 2013. Pengaruh konsentrasi activator kalium hidroksida (KOH) terhadap kualitas karbon aktif kulit durian sebagai adsorben logam Fe pada air gambut. Prisma Fisika 1 (2):82-86.

Darmawan. 2007. Pembuatan dan karakterisasi karbon aktif dari ubi kayu. J. Kimia dan Teknologi. 228-298.

Destyorini F, Suhandi A, Subhan A, dan Indayaningsih N. Pengaruh suhu karbonisasi terhadap struktur dan konduktivitas listrik arang serabut kelapa. Jurnal Fisika 10 (2):122-132.

Fauziah H. 2012. Nanomagnetit Sebagai Peningkat Sensitivitas Elektrode Pasta Karbon untuk Analisis Iodida secara Voltametri Siklik [skripsi]. Bogor (ID): IPB.

Gustina. 2012. Pemanfaatan Arang Aktif Cangkang Buah Bintaro (Cerbera manghas) sebagai Adsorben pada Peningkatan Kualitas Air [skripsi]. Bogor (ID): IPB.

Haji A, Pari G, Habibati, Amiruddin, Maulina. 2010. Kajian mutu arang hasil pirolisis cangkang kelapa sawit. Jurnal Purifikasi 11 (1):77-86.

(26)

Hu C. 2008. Fluid Coke Derived Activated Carbon as Electrode Material for Electrochemical Double Layer Capasitor [thesis]. Toronto: University of Toronto.

Jayalakshmi M, Balasubramanian K. 2008. Simple capacitors to supercapacitors-an overview. Int. J. Electrochem. Sci. vol 3:1196-1217.

Kim I, Tannenbaum A, Tannenbaum R. 2011. Anisotropic conductivity of magnetic carbon nanotubes embedded in epoxy matrices. Elsevier:54-61. Komarayati S, Gusmailina, Pari G. 2011. Produksi cuka kayu hasil modifikasi

tungku arang terpadu. Pen Hasil Hutan 29(3):234-247.

Kurniati. 2008. Pemanfaatan cangkang kelapa sawit sebagai arang aktif. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik Vol. 8 (2):96-103.

Meryandini A, Sunarti, Mutia F, Gusmawati N F, dan Lestari Y. 2009. Penggunaan xilanase Streptomyces sp. 45-1-3 Amobil untuk hidrolisis xilan tongkol jagung. J. Teknol. Dan Industri Pangan XX (1):9-16.

Nathan T. 2008. Comparison of Mesoporous Carbon/Carbon Supercapacitor and NiO/Mesoporous Hybrid Elechtrochemical Capcitor [thesis]. Malaysia: University Sains Malaysia.

Pari G. 2004. Kajian struktur arang aktif dari serbuk gergaji kayu sebagai adsorben formaldehida kayu lapis. [disertasi]. Bogor (ID): IPB.

Pujiyanto. 2010. Pembuatan Karbon Aktif Super dari Batu Bara dan Tempurung Kelapa [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia.

Qiong H, Junjie F, Sengshui H. 2003. Voltammetric method based on an ion- pairing reaction for the determination of trace amount of Iodide at carbon-paste electrode. Anal Sci.19:681-686.

Rachmawati S. 2004. Pembuatan Arang Aktif Tempurung Kelapa Sawit untuk Pemurnian Minyak Goreng Bekas [skripsi]. Bogor (ID): IPB

Salamah S. 2008. Pembuatan karbon aktif dari kulit buah mahoni dengan perlakuan perendaman dalam larutan KOH. Prosiding Seminar Nasional Teknoin. Yogyakarta (ID): Universitas Ahmad Dahlan.

Sari. 2012. Kinerja Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Nanomagnetit pada Teknik Voltammetri Siklik [skripsi]. Bogor (ID): IPB.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI 06-3730-1995: Arang Aktif Teknis. Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional.

Suryani A M. 2008. Pemanfaatan Tongkol Jagung untuk Pembuatan Arang Aktif sebagai Adsorben Pemurnian Minyak Goreng Bekas [skripsi]. Bogor (ID): IPB.

(27)

16

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

karbonisasi pada T 500oC selama ±5 jam

Direndam dengan KOH 10% dan 30% selama 24 jam, kemudian dicuci dengan akuades

Pemanasan pada suhu 800̊C dan

dialirkan uap air selama 100 menit Digerus dengan mortar, dan diayak dengan saringan 100 mesh

Tongkol jagung atau tempurung kelapa sawit

Arang

Aktivasi kimia

Aktivasi fisika

Karbon aktif

Karbon aktif netral

 Rendemen

 Kadar air

 Kadar abu

 Kadar zat mudah menguap

 Kadar karbon terikat

 Daya jerap iodin

Pembuatan elektrode pasta karbon

Uji kinerja EPK dengan voltammetri siklik Serbuk karbon aktif

(28)

Lampiran 2 Rendemen KA TKS dan KA TJ

Contoh [KOH] (%) Aktivasi fisik arang (g) Bobot Bobot karbon aktif (g) Rendemen (%)

T (oC) t (menit)

10

800 100

500 322 64.4

TKS 30 300 173 57.67

Blanko 460 298 64.78

10

800 100

200 100 50

TJ 30 200 92 46

Blanko 68 35 51.47

Contoh perhitungan:

Rendemen = × 100%

(29)

18

Lampiran 3 Kadar air KA TKS dan KA TJ

Contoh [KOH] (%) Aktivasi fisik T awal (g) Bobot akhir (g) Bobot Kadar air (%) Rerata (%)

(oC) (menit) t

TKS

10

800 100

0.960 0.922 3.96 3.76

1.011 0.975 3.56

30 1.004 1.010 1.001 1.003 0.30 0.69 0.50

Blanko 1.007 1.001 0.990 0.983 1.69 1.80 1.75

TJ

10

800 100

1.009 0.952 5.65 5.73

0.981 0.924 5.81

30 1.008 1.026 0.975 0.990 3.27 3.51 3.39

Blanko 1.012 1.011 0.984 0.978 2.77 3.26 3.02

Contoh perhitungan:

Kadar air = w −

w × 100%

= . - .

. × 100%

(30)

Lampiran 4 Kadar zat terbang KA TKS dan KA TJ

Contoh [KOH] (%) Aktivasi fisik T awal (g) Bobot akhir (g) Bobot Zat terbang (%) Rerata (%)

(oC) (menit) t

TKS

10

800 100

0.975 0.896 8.10 6.93

0.922 0.869 5.75

30 1.009 1.012 0.831 0.854 17.64 15.61 16.63

Blanko 1.009 1.000 0.966 0.973 4.26 2.70 3.48

TJ

10

800 100

0.952 0.884 7.14 7.09

0.924 0.859 7.03

30 0.982 0.998 0.924 0.865 13.33 5.91 9.62

Blanko 1.001 1.027 0.955 0.963 4.59 6.23 5.41

Contoh perhitungan:

kadar zat terbang = w −

w × 100%

= . − .

. × 100%

(31)

20

Lampiran 5 Kadar abu KA TKS dan KA TJ

Contoh [KOH] (%) Aktivasi fisik T awal (g) Bobot akhir (g) Bobot Zat terbang (%) Rerata (%)

(oC) (menit) t

TKS

10

800 100

0.975 0.896 8.37 8.33

0.922 0.869 8.29

30 1.009 1.012 0.831 0.854 14.67 15.81 15.24

Blanko 1.009 1.000 0.716 0.707 9.48 8.61 8.05

TJ

10

800 100

0.952 0.884 7.74 7.18

0.924 0.859 6.62

30 0.982 0.998 0.924 0.865 13.31 13.07 13.19

Blanko 1.001 1.027 0.464 0.449 5.58 8.99 7.29

Contoh perhitungan:

Kadar abu = w −

w × 100%

= .

(32)

Lampiran 6 Kadar karbon terikat KA TKS dan KA TJ

Contoh perhitungan:

Kadar karbon terikat (KKT) = 100% (zat terbang + abu) % = 100% (8.10 + 8.37) % = 83.53%

Contoh [KOH] (%) Aktivasi fisik terbang K.zat

(%)

K. Abu

(%) K. karbon terikat(%) Rerata (%)

T (0C) T

(menit)

TKS

10

800 100

8.10 8.37 83.53 84.75

5.75 8.29 85.96

30 17.64 15.61 14.67 15.81 67.69 68.58 68.14

Blanko 4.26 2.70 9.48 6.61 86.26 90.69 88.47

TJ

10

800 100

7.14 7.74 85.12 85.74

7.03 6.62 86.35

30 5.91 13.33 13.31 13.07 80.78 73.60 77.19

(33)
(34)

Lampiran 8 Konduktivitas KA TKS dan KA TJ

Contoh Resistensi Tebal (mm) Rerata Diameter Berat Kerapatan Konduktivitas

(Ω) 1 2 3 4 (cm) (cm) (g) (g/cm3) (S/m)

TJ 10% 800/100 2.22 1.87 1.77 1.99 1.78 0.19 1.51 0.3 0.9048 4.6621 TJ 30% 800/100 3.28 1.79 1.76 1.8 1.77 0.18 1.51 0.3 0.9416 3.032 TKS 10% 800/100 0.92 1.66 2.01 1.52 1.7 0.17 1.51 0.3 0.9731 10.4604 TKS 30% 800/100 2.81 1.61 1.61 1.55 1.59 0.16 1.51 0.3 1.0541 3.1613

BLKO TKS 1.59 1.99 2.1 1.94 1.94 0.2 1.51 0.3 0.8412 7.0013

BLKO TJ 0.41 3.76 3.71 4.01 4.02 0.39 1.51 0.3 0.4325 52.8037

GRAFIT 0.02 1.68 1.92 1.73 1.74 0.18 1.51 0.3 0.9483 493.7486

Contoh perhitungan: Konduktivitas =

×π× × Ω

= .

× . × . × . Ω

(35)

24

Lampiran 9 Difraktogram grafit dan KA TJ

Difraktogram grafit

(36)

Lanjutan lampiran 9 Difraktogram grafit dan KA TJ

Difraktogram KA TJ 30%

(37)

26

Lampiran 10 Voltammogram elektrode pasta karbon KA dan grafit

-0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

Voltamogram EPK grafit dalam elektrolit KCl 0.1 M

-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Voltamogram EPK KA TKS 10% dalam elektrolit KCl 0.1 M

-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

(38)

Lanjutan lampiran 10 Voltammogram elektrode pasta karbon KA dan grafit

Voltamogram EPK KA TJ 10% dalam elektrolit KCl 0.1 M

-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Voltamogram EPK KA TJ 30% dalam elektrolit KCl 0.1 M

-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

(39)

28

Lanjutan lampiran 10 Voltammogram elektrode pasta karbon KA dan grafit

-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Voltamogram EPK KA blanko TJ dalam elektrolit KCl 0.1 M

-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Voltamogram EPK grafit dalam elektrolit KI 1 mM dalam KCl 0.1 M

(40)

Voltamogram EPK KA TKS 10% dalam elektrolit KI 1 mM dalam KCl 0.1 M Lanjutan lampiran 10 Voltammogram elektrode pasta karbon KA dan grafit

-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Voltamogram EPK KA TKS 30% dalam elektrolit KI 1 mM dalam KCl 0.1 M

-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Voltamogram EPK KA TJ 10% dalam elektrolit KI 1 mM dalam KCl 0.1 M

-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

(41)

30

Lanjutan lampiran 10 Voltammogram elektrode pasta karbon KA dan grafit

-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Voltamogram EPK KA blanko TKS dalam elektrolit KI 1 mM dalam KCl 0.1 M

-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

(42)

Lampiran 11 Kapasitansi karbon aktif dan grafit

Contoh Q (i × t) (C) Kapasitansi (µF/g)

Blanko TKS 4.255073×10-4 0.62

KA TKS 10% 6.840019×10-4 1.01

KA TKS 30% 2.104735×10-4 0.31

Blanko TJ 0.001805 2.67

KA TJ 10% 9.412344×10-4 1.39

KA TJ 30% 1.61834 × 10-4 0.24

Grafit 7.667474×10-4 1.14

Contoh perhitungan (blanko TKS) Kapasitansi (Csp) = M F Karena Q = 4.255073×10-4 C

Maka Q = 4.255073×10-4 C × F = 4.4094×10-9 F

Sehingga Csp = . × − F .

(43)

32

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 10 September 1991 dari Ayah Ending Sukardi dan Ibu Nurdjanah (Alm). Penulis adalah anak keenam dari tujuh bersaudara. Pada tahun 2009 penulis berhasil menyelesaikan studi di SMA Negeri 6 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Gambar

Gambar 1  Rendemen KA TJ     dan KA TKS
Gambar 4  Kadar abu KA TJ     dan KA TKS
Gambar 7 menunjukkan pada kedua KA, konduktivitas tertinggi dimiliki KA
Tabel 1 Data kapasitansi KA dan grafit

Referensi

Dokumen terkait

Kalau tuan tanah sebenarnya adalah Allah dan kita semua hanyalah pemegang hak guna atas tanah, maka ide tahun Yobel di mana tanah yang diperoleh dengan cara

Hasit awalan mendapati bahawa kedua-dua bilangan dan kekerapan tanah runtuh merupakan geoindikator yang sesuai dikaitkan dengan parameter litologi, kecuraman cerun,

Penulisan hukum dengan judul “Penanggulangan Tindak Pidana Penipuan Dalam Pembelian Secara Online shop ” ini benar-benar merupakan hasil karya asli penulis sendiri,

Beberapa penelitian terakhir terhadap kinerja bangunan dari struktur beton bertulang yang direncanakan sebagai Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) sesuai SNI

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga keluarga sangat berperanan untuk memberikan.. pengawasan tentang budaya Lampung, karena setiap orang tua pasti mengawasi

procedural dengan contoh kasus bahasa pascal dan C. Bahasa pemrograman procedural merupakan bahasa pemerograman yang melibatkan fungsi-fungsi atau proseedure- prosedur

Hasil penelitian mengenai ukuran stomata abaxial dari dua lokasi penelitian didapatkan ukuran stomata Ki Hujan terpanjang terdapat pada sampel daun di Jalan

Perkembangan yang ditunjukkan oleh anak selayaknya diketahui oleh pendidik dan pendidik perlu melakukan penilaian pada setiap perubahan perkembangan anak sehingga pendidik