• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Tentang Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Menurut Putusan Mahkamah Agung Nomor 12PK/TUN/2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Tentang Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Menurut Putusan Mahkamah Agung Nomor 12PK/TUN/2011"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Budiharsono, Sugeng, 2005 Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir Dan

Lautan, Cetakan Kedua, Jakarta : PT. Pradnya Paramitha

Chomzah, Ali Achmad, 2002, Hukum Pertanahan : Seri I Pemberian Hak atas

Tanah Negara dan Seri II Sertipikat dan Permasalahnnya, Jakarta : Prestasi Pustaka

Dahuri, Rokhmin, 2004, Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Laut

Secara Terpadu, Jakarta : Penerbit Pradnya Paramita

Djubedi, Daud, 2015, Hak Ulayat Laut Di Era Otonomi Daerah, Yogyakarta :

Penerbit Genta Press

Harsono, Boedi, 2008, Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukkan UUPA dan Pelaksanaannya, Jakarta : Djambatan

Hasni, 2008, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah, Jakarta : Raja

Grafindo Persada

Hutagalung, Arie Sukanti dan Markus Gunawan , 2009, Kewenangan Pemerintah Di Bidang Pertanahan, Jakarta : Rajawali Pers

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008, Jakarta, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional

Lubis, Muhammad Yamin dan Abdul Rahim Lubis, 2013, Kepemilikan Properti

Di Indonesia : Termasuk Kepemilikan Rumah Oleh Orang Asing , Bandung : Penerbit Mandar Maju

Marzuki, Peter Mahmud, 2007, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana

Nasution, Faisal Akbar, 2003, Dimensi Hukum Dalam Pemerintahan Daerah,

Medan : Pustaka Bangsa Press

Parlindungan, A.P., 2008, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria,

Bandung : Penerbit Mandar Maju

Rangkuti, Siti Sundari, 2005, Hukum Lingkungan Dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Edisi Ketiga, Surabaya : Penerbit Airlangga University Press

(2)

B. Karya Ilmiah, Makalah dan Paper

Bambang Marwanta, Dampak Bencana Pada Reklamasi Pantai Utara Jakarta,

Jurnal Hukum (Alami), Vol. 8 No.2, 2003

BAPEDDA SIBOLGA, Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, 7 Mei 2015

F.Kalalo, Kebijakan Reklamasi Pantai dan Laut Serta Implikasinya pada Status Hukum Tanah dan Hak Masyarakat Pesisir disampaikan pada Konferensi Nasional VI Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Manado, 26-29 Agustus 2006

Kartika Listriana dan Dinah Yunitawati, Hak Ulayat Masyarakat dalam

Ketentuan Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3), Artikel Penataan Ruang, Tanpa Tahun

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), REKLAMASI TELUK

JAKARTA SARAT PENGGUSURAN & KORUPSI, Kertas Kasus No.01/KK/IV/16, 2016

Moch. Choirul Huda, Pengaturan Perizinan Reklamasi Pantai Terhadap

Perlindungan Lingkungan Hidup, Artikel Hukum Perspektif, Volume XVIII No.2, Mei 2013

Muhammad Ilham Arisaputra, Penguasaan Tanah Pantai Dan Wilayah Pesisiir di Indonesia, Jurnal Hukum (Perspektif Hukum), Vol 15, 2015

Urip Santoso, Perolehan Hak Atas Tanah yang Berasal dari Reklamasi

Pantai,Jurnal Hukum (Mimbar Hukum) Vol 27, Tahun 2016

C. Peraturan Perundang-undangan

Ketetapan MPR No. IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam

Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 122 Tahun 2012 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

(3)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah

Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999, tertanggal 19 Pebruari 1999, tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara

Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan

Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 17/Permen-Kp/2013 2013 Tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28/Permen-Kp/2014 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 17/Permen-Kp/2013 Tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara Jakarta Oleh Badan Pelaksana Pantai Utara Jakarta di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Keputusan Ketua Bappenas No. KEP.920/KET/10/1997 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta

Putusan Mahkamah Agung Nomor 12PK/TUN/2011

Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)

Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

(4)

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang berita/53-reklamasi-wilayah-pesisir-dan-pulau-pulau-kecil (diakses pada tanggal 18 Desember 2015)

http://www.jakarta.go.id/v2/bankdata/search (diakses pada tanggal 2 Januari 2016)

http://kbbi.web.id/pesisir (diakses pada tanggal 2 Januari 2016)

http://www.informasi-pendidikan.com/2013/08/penjabaran-tinjauan-pustaka-penelitian.html?m=1 (diakses pada tanggal 27 Maret 2016)

https://id.wikipedia.org/wiki/Hak (diakses pada tanggal 1 April 2016)

http://www.ilmukonstruksi.com/2015/10/teknologi-pemadatan-tanah.html (diakses pada tanggal 3 April 2016)

http://www.bakosurtanal.go.id/berita-surta/show/indonesia-memiliki-13-466-pulau-yang-terdaftar-dan-berkoordinat (diakses pada tanggal 11 April 2016)

http://www.penilaiindonesia.com/penilaian-properti (diakses pada tanggal 15 April 2016)

http://www.ruangreklamasi.com/7-proyek-reklamasi-yang-sedang-berjalan-di-indonesia.html (diakses pada tanggal 16 April 2016)

http://www.ppk-kp3k.kkp.go.id/direktori-pulau/index.php/public_c/pulau_info/456 (diakses pada tanggal 16 April 2016)

(5)

http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1172/Jakarta-Teluk (diakses

pada tanggal 3 Juni 2016)

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4e40eb03edfa5/teluk-jakarta-layak-jadi-cagar-alam (diakses pada tanggal 5 Juni 2016)

http://www.menlh.go.id/dari-sidang-kasus-reklamasi-pantura-sikap-klh-terhadap-putusan-ptun/ (diakses pada tanggal 6 Juni 2016)

http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/16/04/08/o5azgd16-klhk-bisa-setop-reklamasi (diakses pada tanggal 14 Juni 2016)

(6)

BAB III

STATUS HAK ATAS TANAH HASIL REKLAMASI WILAYAH PESISIR

DAN PULAU-PULAU KECIL

A. Landasan Hukum Pelaksanaan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil

Peraturan Presiden No.122 Tahun 2012 sebagai Peraturan pelaksana yang

khusus mengatur Reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil melalui

Undang-undang No.27 Tahun 2007. Landasan hukum pelaksanaan reklamasi di

wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk saat ini adalah Perpres No 122/2012

tentang Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pengaturan mengenai

reklamasi pertama sekali adalah dengan ditetapkannya Keputusan Presiden No.52

Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta hanya berlaku hanya untuk

kawasan pantai utara jakarta . Perpres yang dimaksudkan sebagai instruksi yang

harus diikuti pejabat pelaksana dalam rangka pelaksanaan reklamasi di seluruh

wilayah nasional Negara Republik Indonesia yaitu diseluruh wilayah pesisir

dimaksudkan memperjelas pengaturan pelaksanaan reklamasi tidak hanya

sektoral. Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan

perundang-undangan pasal 13 menyebutkan bahwa materi muatan Peraturan

(7)

melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan

penyelenggaraan kekuasaan pemerintah.

1. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia,

pemerintah perlu melaksanakan pembagunan, mewujudkan kesejahteraan

umum untuk mencapai keadilan sosial masyarakat. Negara berwenang

mengatur dan menyelengarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan

pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa sebagai satu kesatuan wilayah

nasional negara republik Indonesia. Penataan ruang yang mencakup ruang

darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi

dilaksanakan oleh pemerintah dengan untuk mencapai sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Pokok-pokok yang diatur dalam undang-undang

penataan ruang, antara lain :

1. pembagian wewenang antara Pemerintah, pemerintah daerah

provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam

penyelenggaraan penataan ruang untuk memberikan kejelasan

tugas dan tanggung jawab masingmasing tingkat pemerintahan

dalam mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,

produktif, dan berkelanjutan.

2. pengaturan penataan ruang yang dilakukan melalui penetapan

peraturan perundang-undangan termasuk pedoman bidang

(8)

3. pembinaan penataan ruang melalui berbagai kegiatan untuk

meningkatkan kinerja penyelenggaraan penataan ruang.

4. pelaksanaan penataan ruang yang mencakup perencanaan tata

ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang

pada semua tingkat pemerintahan.

5. pengawasan penataan ruang yang mencakup pengawasan terhadap

kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang,

termasuk pengawasan terhadap kinerja pemenuhan standar

pelayanan minimal bidang penataan ruang melalui kegiatan

pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.

6. hak, kewajiban, dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan

penataan ruang untuk menjamin keterlibatan masyarakat, termasuk

masyarakat adat dalam setiap proses penyelenggaraan penataan

ruang.

2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah

Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Dalam rangka melaksanakan pembangunan, Pemerintah dan Pemerintah

Daerah menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum dengan melalui

pengadaan tanah dengan cara pelepasan hak atas tanah dengan pemberian ganti

(9)

berkaitan dengan tanah. Pokok-Pokok yang diatur dalam undang-undang

pengadaan tanah untuk kepentingan umum, antara lain :

1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin tersedianya tanah untuk

Kepentingan Umum dan pendanaannya.

2. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan sesuai

dengan :

a. Rencana Tata Ruang Wilayah;

b. Rencana Pembangunan Nasional/Daerah;

c. Rencana Strategis; dan

d. Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah.

3. Pengadaan Tanah diselenggarakan melalui perencanaan dengan

melibatkan semua pemangku dan pengampu kepentingan.

4. Penyelenggaraan Pengadaan Tanah memperhatikan keseimbangan antara

kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat.

5. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan dengan

pemberian Ganti Kerugian yang layak dan adil.

3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Negara melaksanakan pengelolaan serta peruntukan penggunaan tanah

hingga ke wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang tersebar diseluruh nusantara.

(10)

aktivitas Orang dalam memanfaatkan sumber dayanya atau akibat bencana alam.

Selain itu, akumulasi dari berbagai kegiatan eksploitasi yang bersifat

parsial/sektoral di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil atau dampak kegiatan

lain di hulu wilayah pesisir yang didukung peraturan perundangundangan yang

ada sering menimbulkan kerusakan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Peraturan perundangundangan yang ada lebih berorientasi pada eksploitasi

Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tanpa memperhatikan kelestarian

sumber daya. Sementara itu, kesadaran nilai strategis dari Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan, terpadu, dan berbasis

masyarakat relatif kurang.

Serta kurang dihargainya hak masyarakat adat/lokal dalam pengelolaan

Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, terbatasnya ruang untuk partisipasi

masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

menunjukkan bahwa prinsip pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil terpadu

belum terintegrasi dengan kegiatan pembangunan dari berbagai sektor dan daerah.

Sehingga perlunya diatur mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau

kecil dalam peraturan perundang-undangan dengan pokok-pokok sebagai berikut :

1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bersinergi dalam pelaksanaan

pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

2. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi kegiatan :

a. Perencanaan

b. pemanfaatan,

(11)

d. pengendalian terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan Sumber

Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta proses alamiah secara

berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Masyarakat

dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

3. Pemanfaatan perairan pesisir diberikan dengan Hak Pengusahaan Perairan

Pesisir (HP3)

4. Hak Pengusahaan Perairan Pesisir dapat diberikan kepada Orang

perseorangan warga negara Indonesia, Badan hukum yang didirikan

berdasarkan hukum Indonesia dan Masyarakat Adat.

5. Dalam rangka meningkatkan manfaat dan nilai tambah Wilayah Pesisir

dan Pulau-Pulau Kecil dapat dilaksanakan Reklamasi dengan meninjau

aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi.

6. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan melibatkan

peran serta masyarakat.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan

Tanah

Dalam rangka pemanfaatan ruang, maka perlu dikembangkan

penatagunaan tanah yang disebut juga pola pengelolaan penguasaan,

penggunaan, dan pamanfaatan tanah. Kegiatan di bidang pertanahan

merupakan satu kesatuan dalam siklus agraria, yang tidak dapat

dipisahkan, meliputi pengaturan penguasaan dan pemilikan tanah,

(12)

tanah. Penatagunaan tanah sebagai sub sistem penataan ruang yang

bertujuan agar sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Dengan

Pokok-Pokok Peraturan Pemerintah ini antara lain :

1. Peraturan Pemerintah tentang Penatagunaan Tanah ini meliputi

kebijakan penatagunaan tanah dan penyelenggaraan penatagunaan

tanah.

2. Kebijakan penatagunaan tanah meliputi penguasaan, penggunaan, dan

pemanfaatan tanah di kawasan lindung dan kawasan budidaya sebagai

pedoman umum penatagunaan tanah di daerah.

3. Dalam rangka penetapan kegiatan penatagunaan tanah dilakukan

inventarisasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah;

penetapan neraca penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah;

penetapan pola penyesuaian penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan

tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah serta kajian kondisi fisik

wilayah.

4. Dalam rangka penyelenggaraan penatagunaan tanah dilaksanakan

pembinaan dan pengendalian.

5. Pembinaan dilaksanakan melalui pemberian pedoman, bimbingan,

pelatihan, dan arahan. Sedangkan pengendalian dilaksanakan melalui

pengawasan yang diwujudkan melalui supervisi, pelaporan, dan

penertiban.

6. Penatagunaan tanah merujuk pada Rencana Tata Ruang Wilayah

(13)

belum menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah, penatagunaan tanah

merujuk pada rencana tata ruang lain yang telah ditetapkan dengan

peraturan perundang-undangan untuk daerah bersangkutan.

5. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengeloaan Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup mengandung makna yang sangat luas dan tentunya

tidak dapat dipisahkan dari pengelolaan lingkungan hidup, ekosistem, pelestarian

fungsi lingkungan hidup, daya dukung lingkungan hidup, pelestarian daya dukung

lingkungan hidup, daya tampung lingkungan hidup, pelestarian daya tampung

lingkungan hidup. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya

sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan

hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup

yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,

pengawasan, dan penegakan hukum. Pokok-pokok yang diatur dalam

Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, antara lain :

a. keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup.

b. kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah.

c. penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup.

d. penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan

lingkungan hidup, yang meliputi instrumen kajian lingkungan

hidup strategis, tata ruang, baku mutu lingkungan hidup, kriteria

(14)

lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup,

perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan

perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis

lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup, dan instrumen

lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

e. pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian.

f. pendayagunaan pendekatan ekosistem.

g. kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan

lingkungan global.

h. penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses

partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hakhak masyarakat

dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

i. penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih

jelas.

j. penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup yang lebih efektif dan responsif.

k. penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan

(15)

6. Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di

Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil.

Secara khusus pengaturan reklamasi di wilayah pesisir dan pualu-pulau

kecil diatur dalam Peraturan Peresiden Nomor 122 tahun 2012 tentang Reklamasi

di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dijelaskan dalam Pasal 1 butir 1 bahwa

Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka

meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan

sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.

Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir

dan Pulau-Pulau Kecil merupakan amanat dari pelaksanaan amanat Pasal 34

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil.

Hal-Hal Pokok yang diatur dalam Perpres tersebut, antara lain :

1. Keharusan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan setiap orang

yang akan melaksanakan reklamasi wajib membuat perencanaan reklamasi

yang memuat penentuan lokasi, penyusunan rencana induk, studi

kelayakan dan penyusunan rancangan detail yang selanjutnya diberikan

kepada Menteri Kelautan dan Perikanan.

2. Pelaksanaan reklamasi harus sesuai dengan Rencana Zonasi Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) Provinsi, Kabupaten/Kot,

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional dan Rencana Tata Ruang

(16)

3. Perizinan reklamasi dilakukan dengan Izin lokasi dan izin pelaksanaan

reklamasi dikeluarkan oleh Menteri Kelautan Perikanan Gubernur, atau

Bupati/Walikota. Izin lokasi reklamasi berlaku untuk jangka waktu 2 (dua)

tahun dan dapat diperpanjang paling lama 2 (dua) tahun. Sedangkan izin

pelaksanaan reklamasi berlaku untuk jangka waktu paling lama 5 (lima)

tahun dan dapat diperpanjang paling lama 5 (lima) tahun.

4. Reklamasi dilakukan dengan cara antara lain, pengurugan, pengeringan

lahan dan drainase.

5. Monitoring dan evaluasi reklamasi dilakukan oleh Menteri Kepautan

Perikanan, Menteri Lingkungan Hidup, Gubernur, Bupati/Walikota atau

pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya.

Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini maka tercantum didalam

ketentuan peralihannya bahwa izin lokasi reklamasi dan izin pelaksanaan

reklamasi yang diajukan sebelum ditetapkannya Peraturan Presiden ini diproses

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum

ditetapkannya Peraturan Presiden ini yaitu Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun

1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, dan Izin lokasi reklamasi dan

izin pelaksanaan reklamasi yang telah diterbitkan sebelum ditetapkannya

Peraturan Presiden ini dinyatakan tetap berlaku sampai dengan jangka waktu izin

berakhir.69

(17)

7. Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960

Hak-hak yang terdapat atas tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria

(UUPA) terdiri dari: “Hak Bangsa Indonesia, Hak menguasai dari negara, Hak

Ulayat Masyarakat, Hukum Adat dan Hak-Hak Perorangan/Individual ”.

1) Dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), hak-hak atas tanah

bersumber dari Hak Bangsa Indonesia, karena hak ini merupakan hak

penguasaan atas tanah yang tertinggi. Sebagaimana disebutkan pada Pasal

1 ayat 1 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang berbunyi: “Seluruh

wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia,

yang bersatu sebagai bangsa Indonesia “.

2) Dari pasal tersebut dapat di ambil pengertian bahwa wilayah Negara

Indonesia sebagai kepemilikan bangsa Indonesia. Dalam hal ini Negara

hadir dengan Hak Menguasai Negara dengan dimana Negara sebagai

organisasi tertinggi dari seluruh masyarakat Indonesia memiliki wewenang

atas wilayah Indonesia untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang

Dasar Republik Indonesia (UUD 1945) yang berbunyi: “Bumi, air dan

kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat”.

Mengenai hak menguasai dari negara ini secara lebih rinci dalam tingkatan

tertinggi :70

70

(18)

a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan

dan pemeliharaannya.

b. menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas bagian

dari bumi, air dan ruang angkasa.

c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antar

ornag-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan

ruang angkasa.

3) Dalam hak penguasaan tanah, keberadaan masyarakat adat tidak dapat

dihilangkan karena UUPA dalam pelaksanaannya adalah berdasarkan

hukum adat yang selama ini hidup ditengah masyarakat Indonesia. UUPA

juga lahir dengan mengamanatkan akan diakuinya keberadaan masyarakat

hukum adat seta hak ulayatnya dengan sepanjang tidak bertentangan

dengan kepentingan nasional dan negara sebagaimana tercantum dalam

Pasal 5 UUPA: “Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang

angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan

kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa,

dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang

tercantum dalam undang-undang ini, dan dengan peraturan perundangan

lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang berstandar

(19)

B. Status Hak Atas Tanah Sebelum Reklamasi Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil

Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat

dengan ekositem laut dimana ekositem darat yang masih dipengaruhi

sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin,

sedangkan ke arah ekositem laut mencakup bagian laut yang masih

dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti

sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan

manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Wilayah

pesisir yang begitu luas tersebar diseluruh wilayah Negara Indonesia

terlebih dengan keunikan georafisnya terdapat penguasaan tanah baik oleh

Masyarakat, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah serta Badan hukum

yang di tunjuk pemerintah untuk pelaksanaan tugasnya. Hak Penguasaan

atas tanah tersebut antara lain, yaitu :

1. Hak Ulayat Masyarakat Adat

Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab sebelumnya masyarakat

adat banyak terdapat bermukim di sepanjang wilayah pesisir dan

pulau-pulau kecil dengan hak ulayat laut. Hak ulayat laut diartikan sebagai

sebuah sistem tentang pemanfaatan wilayah laut oleh beberapa orang atau

kelompok sosial dengan mengatur tingkat eksploitasi dan melindungnya

dari berlebihan dalam eksploitasi sumber daya alam pesisir. Namun perlu

(20)

tidaklah lahir begitu saja, tapi sangat dipengaruhi oleh upaya manusia

untuk beradaptasi dengan lingkungan laut. . Dengan demikian maka hak

ulayat laut dapat dianggap sebagai bentuk adaptasi oleh suatu komunitas

masyarakat adat pesisir yang bertujuan agar laut dapat dimanfaatkan

dengan baik dan terhindar dari kerugian sosial yang lebih besar bagi

masyarakat. Praktik pembatasan luas wilayah laut dalam tradisi hak ulayat

laut biasanya dibatasi dengan tanda-tanda alam pada wilayah daratan

kemudian berdasarkan batas wilayah daratan tersebut ditetapkan batas

wilayah laut. Caranya adalah dengan menarik garis imajiner ke arah laut

sampai batas wilayah laut hitam bagian dalam. Beberapa keberadaan hak

ulayat laut yang masih berjalan di Negara Indonesia antara lain yaitu,

Kearifan Lokal Masyarakat di Kawasan Pulau Tiga, Kabupaten Natuna,

“Kelong” Kearifan Lokal Nelayan Batam, “Awig-awig” Hak Ulayat Laut

Provinsi Nusa Tenggara Barat, “Panglima Laot”, Kearifan Lokal Nelayan

Aceh, Mane’e, Kearifan Lokal Nelayan Kabupaten Kepulauan Talaud.

Dimana keanekaragaman hak ulayat laut ini untuk kepentingan konservasi

wilayah pesisir telah di lindungi keberadaannya dengan ditetapkannya

peraturan perundang-undangan.71

(21)

2. Hak Milik Masyarakat Lokal

Beberapa defenisi mayarakat dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun

2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil :72

 Masyarakat adalah masyarakat yang terdiri dari Masyarakat Adat

dan Masyarakat Lokal yang bermukim di Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil.

 Masyarakat Adat adalah kelompok Masyarakat Pesisir yang secara

turun-temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena

adanya ikatan pada asal-usul leluhur, adanya hubungan yang kuat

dengan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta adanya

sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan

hukum.

 Masyarakat Lokal adalah kelompok Masyarakat yang menjalankan

tata kehidupan sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang sudah

diterima sebagai nilai-nilai yang berlaku umum tetapi tidak

sepenuhnya bergantung pada Sumber Daya Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil tertentu.

Secara umum pula telah bermukim Masyarakat Lokal sebagaimana

telah disebutkan didalam Pasal 1 Ketentuan Umum Undang-Undang

72

(22)

Pesisir yang dengan status hak milik atau tanpa status atas tanah namun

pengan penguasaan fisik lebih dari 20 tahun secara berturut-turut.

Secara sosio-kultural, masyarakat lokal atau masyarakat pesisir

sangat bergantung terhadap sumber-sumber ekonomi wilayah pesisir di

lautan maupun daratan. Di lautan mereka bergantung pada sumber daya

kelautan seperti ikan, mangrove, terumbu karang dan rumput laut.

Sementara di daratan, mengandalkan sumber daya air, lahan untuk

pertanian tanaman pangan, tambak, dan permukiman. Dengan demikian,

kedaulatan masyarakat pesisir adalah kedaulatan atas sumber-sumber

ekonomi di wilayah tersebut. Kedaulatan tersebut, dengan lahirnya

undang-undang sektoral menyebabkan terkikis secara perlahan namun

pasti karena terjadinya tumpang tindih antar undang-undang yang

kemudian menyebabkan tertutupnya akses masyarakat pesisir terhadap

sumber daya agraria di wilayah daratan pesisir.73

3. Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3)

Dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil disebutkan defenisi

mengenai Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3), yaitu hak atas

bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan,

serta usaha lain yang terkait dengan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil yang mencakup atas permukaan laut dan kolom air

(23)

sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu.74 HP-3

tersebut dapat dimiliki oleh orang perseorangan warga negara indonesia,

badan hukum, yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan

masyarakat adat.75 HP-3 sebagai hak yang diberikan dalam pemanfaatan

perairan pesisir diberikan dalam luasan dan waktu tertentu dengan wajib

mempertimbangkan kepentingan kelestarian Ekosistem Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil, Masyarakat Adat, dan kepentingan nasional serta hak lintas

damai bagi kapal asing.76

4. Hak Pengelolaan

Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian

dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan dijelaskan

bahwa hak pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang

kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.

Hal ini membuktikan bahwa Hak Pengelolaan bukanlah termasuk hak-hak

atas tanah sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 16 ayat (1) dan (2)

UUPA. Sejarah dari hak pengelolaan mengungkapkan bahwa semula hak

74

Lihat Pasal 1 angka 18 UU Nomor 27 Tahun 2007

75

Lihat Pasal 18 UU 27 tahun 2007 76

(24)

pengelolaan disebut dengan istilah Hak Penguasaan, Hak Penguasaan yg

berisikan :77

a. merencanakan, peruntukkan, penggunaan tanah tersebut.

b. menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya.

c. menerima uang pemasukan/ganti rugi dan tau uang wajib tahunan.

Dalam UUPA sendiri disebutkan mengenai Hak Pengelolaan

tercantum dalam Pasal 2 ayat 4 UUPA bahwa Hak Menguasai dari Negara

tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah

swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan

tidak berentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan

peraturan pemerintah.

Hak pengelolaan yang tidak terdapat istilah haknya dalam sistem

UUPA, tetapi lembaga hak pengelolaan tersebut sudah ada jauh sebelum

UUPA diundangkan. Hak Pengelolaan ini banyak sudah diterbitkan

kepada daerah-daerah otonom, pelabuhan, bdan-badan otorita, seperti

otorita Pulau Batam dan lainnya.78 Selanjutnya juga terdapat pula Hak

Pengelolaan yang diberikan kepada masyarakat hukum adat, menurut AP

Parlindungan 79 yaitu yang dimaksud berbeda dengan hak ulayat,

pemberian hak pengelolaan pada masyarakat hukum adat ini adalah hak

yang dapat diberikan kepada masyarakat hukum adat yang sudah tidah ada

lagi Hak Ulayatnya, ataupun kepada desa-desa binaan baru, ataupun yang

(25)

terjadi pada proyek-proyek PIR dan Transmigrasi. Hak Pengelolaan atau

bagian-bagian dari tanah hak pengelolaan dapat diberikan kepada pihak

lain dengan hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai. Pemberiannya

dilakukan oleh pejabat Badan Pertanahan Nasional yang berwenang, atas

usul pemengang hak pengelolaan yang bersangkutan. Sebagaimana halnya

dengan tanah negara, selama dibebani hak-hak atas tanah tersebut, hak

pengelolaan yang bersangkotan tetap berlangsung. Setelah jangka waktu

hak guna bangunan atau hak pakai yang diberikan itu berakhir, tanah yang

bersangkutan kembali dalam penguasaan sepenuhnya dari pemegang hak

pengelolaan. Hak pengelolaan didaftar dan diterbitkan sertifikat sebagai

tanda bukti haknya. Namun sebagai bagian hak menguasai dari negara,

tidak dapat dipindah tangankan.80

C. Tata Cara Pengajuan Hak Atas Tanah Terhadap Tanah Hasil

Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Tanah Hasil Kegiatan Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil

adalah melekat sebagai status hak tanah negara. Dalam Pasal 12 Peraturan

Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang penatagunaan tanah menyebutkan

bahwa tanah yang berasal dari hasil reklamasi di wilayah perairan pantai, pasang

surut, rawa, danau, dan berkas sungai dikuasai lansung oleh Negara. Selanjutnya

80

(26)

dimana telah dijelaskan dalam Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor : 410-1293 tentang Penerbitan Status Tanah

Timbul dan Tanah Reklamasi. Angka 2 :

“ Tanah-tanah reklamasi dinyatakan sebagai tanah yang dikuasai oleh negara

dan pengaturannya dilaksanakan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional. Pihak yang melakukan reklamasi dapat diberikan

prioritas pertama untuk mengajukan permohonan hak atas tanah reklamasi

tersebut.”

Selanjutnya oleh karena reklamasi pengaturannya dilaksanakan oleh

Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional maka dalam tata cara

pengajuan hak atas tanah atas tanah hasi reklamasi diatur dalam Peraturan Menteri

Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang

Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak

Pengelolaan dengan keputusan pemberian hak secara individual atau kolektif atau

secara umum (kolektif).

Tata Cara Pemberian Hak Atas Reklamasi sebagai Tanah Negara, antara

lain :

Pemberian hak meliputi Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna

(27)

a. Pemberian Status Hak Milik atas Tanah Negara (Pasal 8-16)

Subjek Hak Milik

Sesuai dengan Psal 21 ayat 1 dan ayat 2 UUPA, maka yang dapat

mempunyai Hak Milik adalah :

a. Warganegara Indonesia

b. Badan-badan Hukum yang ditunjuk Peraturan Menteri Negara Agraria/

Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999, tertanggal 24

Oktober 1999, yakni :81

1) Bank Pemerintah;

2) Badan Keagamaan dan Badan Sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah.

Pejabat yang berwenang meberikan Hak Milik

Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 3 Tahun 1999, tertanggal 19 Pebruari 1999, tentang Pelimpahan

Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah

Negara :

a. Kepala Badan Pertanahan Nasional.

b. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi, apabila

luasnya :82

81

Lihat Pasal 8 PMNA No 9 Tahun 1999 82

(28)

1. pemberian Hak Milik atas tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2

Ha.

2. pemberian Hak Milik atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih

dari 5.000 m2.

c. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, apabila luasnya :83

1. Pemberian Hak Milik atas tanah pertanian yang luasnya dari 2 Ha.

2. Pemberian Hak Milik atas tanah non pertanian yang luasnya tidak

lebih dari 2.000 m2, kecuali mengenai tanah bekas Hak Guna Usaha.

Tata Cara dan syarat-syarat pemberian Hak Milik

Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 9 Tahun 1999, maka permohonan untuk memperoleh tanah

negara dengan Hak milik diajukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor

Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan secara

tertulis, dengan formulir isian :84

Permohonan tersebut hasur dengan keterangan tentang :

a. Diri Pemohon.

1. Jika Pemohon itu Perorangan : nama, umur, kewarganegaraan/ Kartu

tanda Penduduk, tempat tinggal dan pekerjaannya serta keterangan

mengenai istri/suami dan anaknya yang masih menjadi tanggunganya.

83

(29)

2. Jika Pemohon itu Badan Hukum : nama, tempat kedudukan, akta

pendirian Badan Hukum, Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri

tentang Penunjukan sebagai Badan Hukum yang dapat mempunyai

tanah dengan Hak Milik.

b. Mengenai tanah yang dimohonkan.

1. Dasar penguasaan atau alas haknya, dapat berupa sertpikat, girik, surat

kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan

rumah dan atau tanah yang yang telah dibeli dari Pemerintah, putusan

pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, dan surat-surat bukti

perolehan tanah lainnya.

2. Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat ukur atau gambar situasi

sebutkan tanggal dan nomornya).

3. Jenis tanahnya (pertanian atau non pertanian).

4. Penggunaan tanahnya, dalam hal ini tanah direncanakan dipergunakan

untuk keperluan apa.

5. Status tanahnya (tanah hak atau tanah negara).

6. Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah- tanah yang

dimiliki oleh pemohon, ternasuk bidang tanah yang dimohon dan

(30)

Proses Penerbitan Surat Keputusan Pemberian Hak Milik85

a. Berkas permohonan Hak diteliti dan diproses oleh Kepala Kantor

Pertanahan di Tingkat Kabupaten/Kotamadya. Diadakan pengukuran,

pemetaan dan Pemeriksaan tanah setempat, yang dilakukan oleh Kepala

Seksi Hak Atas Tanah, Tim Peneliti Tanah dan Panitia Pemeriksa Tanah

A).

b. Jika semua persyaratan telah lengkap, berkas permohonan Hak ata tanah

disampaikan kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi

untuk diterbitkan Surat Keputusan.

c. Jika wewenang untuk memberikan Keputusan Pemberian Hak Milik ada

kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi, maka berkas

permohonan Hak dimaksud diteruskan kepada Kepala Badan Pertanahan

Nasional untuk mendapatkan penyelesaiannya.

d. Setelah mempertimbangkan pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi, Menteri menerbitkan

keputusan pemberian Hak Milik atas tanah yang dimohon atau keputusan

penolakan yang disertai dengan alasan penolakannya.

85

(31)

b. Pemberian Hak Guna Usaha atas Tanah Negara

Subyek Hak Guna Usaha

Sesuai dengan pasal 30 ayat 1 UUPA, maka yang dapapat mempunyai Hak Guna

Usaha, adalah :

a. Warga Negara Indonesia

b. Badan-badan Hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia.

Pejabat yang berwenang memberikan Hak Guna Usaha

Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 3 Tahun 1999, tertanggal 19 Pebruari 1999, tentang Pelimpahan

Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah

Negara :86

a. Kepala Badan Pertanahan Nasional

b. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi memberi

keputusan mengenai pemberian Hak Guna Usaha atas tanah yang luasnya

tidak lebih dari 200 Ha (dua ratus hektar).

Tata Cara Syarat-syarat Pemberian/Permohonan Hak Guna Usaha

Sesuai Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 9 Tahun 1999, maka permohonan untuk memperoleh tanah Negara dengan

86

(32)

Hak Guna Usaha diajukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional Provinsi, dengan tembusan kepada Kepala Kantor

Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan secara

tertulis, dengan formulir isian :87

a. Diri Pemohon :

Jika Pemohon itu Perorangan : nama, umur, kewarganegaraan/ Kartu tanda

Penduduk, tempat tinggal dan pekerjaannya serta keterangan mengenai

istri/suami dan anaknya yang masih menjadi tanggunganya. Jika Pemohon

itu Badan Hukum : nama, tempat kedudukan, akta pendirian Badan

Hukum. Permohonan tersebut dilengkapi dengan Persetujuan penanaman

Modal Dalam Negeri (PMDN) atau Penanaman Modal Asing (PMA) atau

surat persetujuan dari Presiden bagi Penanaman Modal Asing tertentu atau

surat persetujuan prinsip dari Departemen Teknis bagi non Penanaman

Modal Dalam Negeri atau Penanaman Modal Asing.

b. Mengenai Tanah yang dimohonkan

1. Dasar penguasaan tanahnya, dapat berupa akta pelepasan kawasan

hutan, akta pelepasan bekas tanah milik adat dan surat bukti perolehan

tanah lainnya.

2. Letak, batas-batas dan luasnya (jika sudah ada surat ukur sebukan

tanggal dan nomornya).

(33)

3. Jenis usaha penggunaan tanah (pertanian, perikanan atau peternakan).

4. Rencana pengusahaan tanah jangka pendek dan jangka panjang.

5. Izin lokasi atau surat izin penunjukan penggunaan tanah atau surat izin

pencadangan tanah sesuai dengan Rencana tata ruang Wilayah.

6. Keterangan mengenai jumlah bidang, luas, dan status tanah-tanah

yang dimiliki, termasuk bidang tanah yang dimohon dan keterangan

lain yang dianggap perlu.

Proses Pemberian/Penerbitan Surat Keputusan88

1. Setelah berkas Permohonan Hak diterima Kepala Kantor Badan

Pertanahan Nasional Provinsi segera :

a. memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik.

b. mencatat pada formulir isian.

c. memberitahukan kepada pemohon untuk membayar biaya-biaya yang

diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut dengan

rinciannya.

d. memerintahkan kepada para Kepala Bidang terkait untuk melengkapi

bahan-bahan yang diperlukan.

2. Apabila permohonan dimaksud telah lengkap, maka Kepala Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi memerintahkan anggota

Panitia Pemeriksaan Tanah B untuk melaksanakan pemeriksaan setempat.

88

(34)

Hasil pemeriksaan diruangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah

(Konstatering Rappot).

3. Apabila semua persyaratan telah lengkap dan tidak ada keberatan untuk

mengabulkan permohonan Hak Guna Usaha, maka oleh Kepala Kantor

Wilayah Pertanahan Nasional Propinsi setelah mempertimbangkan

pendapat Panitia Pemeriksa Tanah B menerbitkan Surat keputusan

Pemberian Hak Guna Usaha.

4. Bila wewenang untuk memberikan Hak Guna Usaha berada pada Pusat,

maka berkas dimaksud dengan pertimbnagn disampaikan kepada Kepala

Badan Pertanahan Nasional untuk mendapatkan penyelesaiannya, Menteri/

Kepala Badan Kantor Pertanahan Naional menerbitkan Keputusan

Pemberian Hak Guna Usaha atas tanah yang dimohon atau keputusan

penolakan yang disertai dengan alasan penolakannya.

c. Pemberian Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara

Subyek Hak Guna Bangunan

Sesuai dengan Pasal 36 ayat 1 UUPA, maka yang dapat mempunyai Hak Guna

Bangunan adalah :

1. Warga Negara Indonesia

2. Badan-badan Hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan

(35)

Pejabat yang berwenang memberikan Hak Guna Bangunan

Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 3 Tahun 1999, tertanggal 19 Pebruari 1999, tentang Pelimpahan

Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah

Negara :

a. Kepala Badan Pertanahan Nasional.

b. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi memberi

keputusan mengenai pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah yang

luasnya tidak lebih dari 150.000 M2 (seratus lima puluh ribu meter

persegi), kecuali yang kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan

kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya.89

c. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, apabila luasnya :90

1. pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah yang luasnya tidak lebih

dari 2.000 m2 (dua ribu meter persegi), kecuali mengenai tanah bekas

Hak Guna Usaha.

2. semua pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan.

Tata Cara dan Syarat-syarat Pemberian/Permohonan Hak Guna Bangunan

Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 9 Tahun 1999, maka permohonan untuk memperoleh tanah

89

Lihat Pasal 9 PMNA No 3 Tahun 1999 90

(36)

Negara dengan Hak Guna Usaha diajukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor

Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan secara

tertulis:91

a. Non Fasilitas Penanaman Modal

Diri Pemohon :

1. Jika Pemohon itu Perorangan : nama, umur, kewarganegaraan/ Kartu

tanda Penduduk, tempat tinggal dan pekerjaannya serta keterangan

mengenai istri/suami dan anaknya yang masih menjadi tanggunganya.

2. Jika Pemohon itu Badan Hukum : nama, tempat kedudukan, akta

pendirian Badan Hukum.

Mengenai tanah yang dimohonkan :

1. Dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertifikat, girik, surat

kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan

rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari pemerintah, putusan

pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, dan surat-surat bukti

perolehan tanah lainnya.

2. Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat ukur atau gambar situasi

sebutkan tanggal dan nomornya).

3. Jenis tanah (pertanian, non pertanian).

4. Rencana penggunaan tanah.

(37)

5. Status tanahnya (tanah hak atau tanah negara)

6. Keterangan mengenai jumlah bidang, luas, dan status tanah-tanah yang

dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon dan

keterangan lain yang dianggap perlu.

b. Fasilitas Penanaman Modal

1. Identitas permohonan atau akta pendirian perusahaan yang telah

memperoleh pengesahan dan telah didaftarkan sebagai badan hukum.

2. Rencana pengusahaan tanah jangka pendek dan jangka panjang.

3. Izin lokasi atau surat izin penunjukan penggunaan tanah atau surat izin

pencadangan tanah sesuai dengan Rencana tata ruang Wilayah.

4. Bukti pemilikan dan atau bukti perolehan tanah berupa pelepasan

kawasan hutan dari instansi yang berwenang, akta pelepasan bekas

tanah milik adat atau surat-surat bukti perolehan tanah lainnya.

5. Persetujuan penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau

Penanaman Modal Asing (PMA) atau surat persetujuan dari Presiden

bagi Penanaman Modal Asing tertentu atau surat persetujuan prinsip

dari Departemen Teknis bagi non Penanaman Modal Dalam Negeri

atau Penanaman Modal Asing

(38)

Proses Pemberian/Penerbitan Surat Keputusan Hak Guna Bangunan 92

1. Kepala Badan Pertanahan Nasional meneliti kelengkapan dan kebenaran

data yuridis dan data fisik permohonan Hak Guna Bangunan.

2. Dalam hal tanah yang dimohon belum ada surat ukurnya, Kepala Badan

Pertanahan Nasional memerintahkan Kepala Seksi Pengukuran Dan

Pendaftaran Tanah untuk mempersiapkan surat ukur atau melakukan

pengukuran.

3. Selanjutnya Kepala Badan Pertanahan Nasional memerintahkan kepada:

a. Kepala Seksi Hak Atas Tanah atau petugas yang ditunjuk untuk

memeriksa permohonan hak terhadap tanah yang sudah terdaftar,

peningkatan, perpanjangan atau pembaharuan hak atas tanah dan

terhadap tanah yang data yuridis atau data fisiknya telah cukup untuk

mengambil keputusan yang dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan

Tanah (kojnstatering rapport) atau

b. Tim Penelitian Tanah untuk memeriksa permohonan hak terhadap

tanah yang belum terdaftar yang dituangkan dalam Berita Acara atau

c. Panitia Pemeriksa Tanah A untuk memeriksa permohonan hak

terhadap tanah selain yang diperiksa sebagaimana dimaksud pada

huruf a dan huruf b, yang dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan

Tanah.

4. Setelah dianggap lengkap data fisik dan data yuridis berkas permohonan

maka setelah mempertimbangkan pendapat Kepala Seksi Hak Atas Tanah

(39)

atau Pejabat yang ditunjuk atau Tim Penelitian Tanah atau Panitia

Pemeriksa Tanah A, Kepala Badan Pertanahan Nasional menerbitkan

keputusan pemberian hak Guna Bangunan atas tanah yang dimohon atau

keputusan penolakan yang disertai dengan alasan penolakannya.

5. Dalam hal keputusan pemberian Hak Guna Bangunan tidak dilimpahkan

kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional, Kepala Badan Pertanahan

Nasional menyampaikan berkas permohonan tersebut kepada Kepala

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi.

d. Pemberian Hak Pakai atas Tanah Negara

Subjek Hak Pakai

Sesuai dengan Pasal 42 UUPA maka yang dapat mempunyai Hak Pakai, adalah :

a. Warga Negara Indonesia

b. Orang-orang asing yang berkesusukan di Indonesia.

c. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan

di Indonesia.

d. Badan hukum asing yang mempinyai parwakilan di Indonesia.

Pejabat yang berwenang memberikan Hak Pakai

Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan

(40)

Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah

Negara :

a. Kepala Badan Pertanahan Nasional.

b. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi memberi

keputusan mengenai :93

1. pemberian Hak Pakai atas tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2 Ha

(dua hektar.

2. pemberian Hak Pakai atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih

dari 150.000 M2 (seratus lima puluh ribu meter persegi), kecuali yang

kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor

Pertanahan Kabupaten/Kotamadya.

c. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya memberi keputusan

mengenai :94

1. pemberian Hak Pakai atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih

dari 2 Ha (dua hektar).

2. pemberian Hak Pakai atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih

dari 2.000 M2(dua ribu meter persegi), kecuali mengenai tanah bekas

Hak Guna Usaha.

3. semua pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan.

93

(41)

Tata Cara dan Syarat-syarat Pemberian/Permohonan Hak Pakai

Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 9 Tahun 1999, maka permohonan untuk memperoleh tanah

Negara dengan Hak Guna Usaha diajukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor

Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan secara

tertulis :95

a. Diri Pemohon

1. Jika Pemohon itu Perorangan : nama, umur, kewarganegaraan/ Kartu

tanda Penduduk, tempat tinggal dan pekerjaannya serta keterangan

mengenai istri/suami dan anaknya yang masih menjadi tanggunganya.

Bagi orang asing penetap maka dilampirkan pula surat izin tinggal

disertai surat persetujuan bidang usaha dari instansi yang berhubungan

dengan usaha dari Badan Hukum itu.

4. Bila Pemohon adalah Kedutaan Asing, maka permohonan harus

disertai surat rekomendasi dari Departemen Luar Negeri.

95

(42)

b. Mengenai tanah yang dimohonkan :

1. Dasar penguasaan atau alas haknya berupa sertipikat, girik, surat

kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan

rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari pemerintah, putusan

pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak dan surat-surat bukti

pelepasan lainnya.

2. Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat ukur atau gambar situasi

sebukan tanggal dan nomornya).

3. Jenis usahanya (pertanian, perikanan atau peternakan)

4. Rencana penggunaan tanahnya.

5. Status tanahnya (tanah hak atau tanah negara).

6. Keterangan mengenai jumlah bidang, luas, dan status tanah-tanah yang

dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon dan

keterangan lain yang dianggap perlu.

Proses pemberian/ Penerbitan Surat Keputusan Hak Pakai96

1. Setelah meneriman berkas permohonan dimaksud, Kepala Badan

Pertanahan Nasional memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan

data fisik, mencatat dalam formulir isian, memberikan tanda terima berkas

permohonan sesuai formulir isian, memberitahukan kepada pemohon

(43)

untuk membayar biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan permohonan

tersebut.

2. Selanjutnya Kepala Badan Pertanahan Nasional meneliti kelengkapan dan

kebenaran data yuridis dan data fisik permohonan Hak Pakai atas tanah

dan memeriksa kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya

dikabulkan atau diproses lebih lanjut.

3. Dalam hal tanah yang dimohon belum ada surat ukurnya, Kepala Badan

Pertanahan Nasional memerintahkan kepada Kepala Seksi Pengukuran

Dan Pendaftaran Tanah untuk melakukan pengukuran.

4. Selanjutnya Kepala Badan Pertanahan Nasional memerintahkan kepada:

a. Kepala Seksi Hak Atas Tanah atau petugas yang ditunjuk untuk

memeriksa permohonan hak terhadap tanah yang sudah terdaftar,

peningkatan, perpanjangan atau pembaharuan hak atas tanah dan

terhadap tanah yang data yuridis dan data fisiknya telah cukup untuk

mengambil keputusan yang dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan

Tanah (konstatering Rapport).

b. Tim Penelitian Tanah untuk memeriksa permohonan hak terhadap

tanah yang belum terdaftar yang dituangkan dalam berita acara.

c. Panitia Pemeriksa Tanah A untuk memeriksa permohonan hak selain

yang diperiksa yang dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah.

5. Setelah permohonan data yuridir dan data fisik telah lengkap setelah

mempertimbangkan pendapat Kepala Seksi Hak Atas Tanah atau Pejabat

(44)

A, Kepala Badan Pertanahan Nasional menerbitkan keputusan pemberian

Hak Pakai atas tanah yang dimohon atau keputusan penolakan yang

disertai dengan alasan penolakannya. Apabila kewenangan bukan pada

Kepala Badan Pertanahan Naional maka Kepala Badan Pertanahan

Nasional yang bersangkutan menyampaikan berkas permohonan tersebut

kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi.

e. Pemberian Hak Pengelolaan atas Tanah Negara

Subjek Hak Pengelolaan

Sesuai dengan Pasal 47 Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999

maka yang dapat mempunyai Hak Pengelolaan, adalah :97

1. Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah.

2. Badan Usaha Milik Negara.

3. Badan Usaha Milik Daerah.

4. PT. Persero.

5. Badan Otorita.

6. Badan-badan hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah,

badan-badan hukum dapat diberikan Hak Pengelolaan sepanjang sesuai dengan

tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan pengelolan tanah.

(45)

Pejabat yang berwenang memberikan Hak Pengelolaan

Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1999 tertanggal

19 Pebruari 1999, khususnya Pasal 14. Adalah kewenangan pemberian Hak

Pengelolaan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional selama tidak dilimpahkan ke

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan Kepala Kantor

Pertanahan Kabupaten/Kotamadya.

Tata Cara dan Syarat-syarat Pemberian/Permohonan Hak Pengelolaan

Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 9 Tahun 1999, maka permohonan untuk memperoleh tanah

Negara dengan Hak Guna Usaha diajukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor

Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan secara

tertulis :98

a. Diri Pemohon Badan Hukum : Nama badan hukum, tempat kedudukan,

akta atau peraturan pendirian Badan Hukum

b. Mengenai Tanah yang dimohonkan :

1. Bukti pemilikan dan bukti perolehan tanah berupa sertpikat,

penunjukan atau penyerahan dari pemerintah, pelepasan kawasan

hutan dari instansi yang berwenang, akta pelepasan bekas tanah milik

adat atau bukti perolehan tanah lainnya.

98

(46)

2. Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat ukur atau gambar situasi

sebutkan tanggal dan nomornya).

3. Jenis tanahnya (pertanian/non pertanian).

4. Rencana penggunaan tanah jangka pendek atau jangka panjang.

5. Surat persetujuan atau rekomendasi dari instansi terkait apabila

diperlukan.

6. Surat pernyataan atau bukti bahwa seluruh modalnya dimiliki oleh

Pemerintah.

7. Izin lokasi atau surat izin penunjukan penggunaan tanah atau surat izin

pencadangan tanah sesuai dengan Rencana tata ruang Wilayah.

8. Status tanahnya (tanah hak atau tanah negara).

9. Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah- tanah yang

dimiliki oleh pemohon, ternasuk bidang tanah yang dimohon dan

keterangan lain yang dianggap perlu.

Proses pemberian/ Penerbitan Surat Keputusan Hak Pengelolaan 99

1. Setelah meneriman berkas permohonan dimaksud, Kepala Badan

Pertanahan Nasional memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan

data fisik, mencatat dalam formulir isian, memberikan tanda terima berkas

permohonan sesuai formulir isian, memberitahukan kepada pemohon

(47)

untuk membayar biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan permohonan

tersebut.

2. Selanjutnya Kepala Badan Pertanahan Nasional meneliti kelengkapan dan

kebenaran data yuridis dan data fisik permohonan Hak Pakai atas tanah

dan memeriksa kelayakan permohonan tersebut dapat atau tidaknya

dikabulkan atau diproses lebih lanjut.

3. Dalam hal tanah yang dimohon belum ada surat ukurnya, Kepala Badan

Pertanahan Nasional memerintahkan kepada Kepala Seksi Pengukuran

Dan Pendaftaran Tanah untuk melakukan pengukuran.

4. Selanjutnya Kepala Kantor Pertanahan memerintahkan kepada:

a. Kepala Seksi Hak Atas Tanah atau petugas yang ditunjuk untuk

memeriksa permohonan hak terhadap tanah yang sudah terdaftar,

peningkatan, perpanjangan atau pembaharuan hak atas tanah dan

terhadap tanah yang data yuridis dan data fisiknya telah cukup untuk

mengambil keputusan yang dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan

Tanah (konstatering Rapport).

b. Tim Penelitian Tanah untuk memeriksa permohonan hak terhadap

tanah yang belum terdaftar yang dituangkan dalam berita acara.

c. Panitia Pemeriksa Tanah A untuk memeriksa permohonan hak selain

yang diperiksa yang dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah

5. Setelah permohonan telah memenuhi syarat, Kepala Badan Pertanahan

(48)

permohonan tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional Provinsi disertai pendapat dan pertimbangannya.

6. Setelah menerima berkas permohonan yang disertai pendapat dan

pertimbangan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

Provinsi memerintahkan kepada Kepala Bidang Hak-hak Atas Tanah

untuk :

a. Mencatat dalam formulir isian

b. Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik,

dan apabila belum lengkap segera meminta Kepala Kantor

Pertanahan yang bersangkutan untuk melengkapinya.

7. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional meneliti kelengkapan

dan kebenaran data yuridis dan data fisik atas tanah yang dimohon beserta

pendapat dan pertimbangan Kepala Badan Pertanahan Nasional dan

memeriksa kelayakan permohonan Hak Pengelolaan tersebut untuk

diproses lebih lanjut.

8. Setelah permohonan telah memenuhi syarat, Kepala Kantor Wilayah

Badan Pertanahn Nasional yang bersangkutan menyampaikan berkas

permohonan tersebut kepada Menteri disertai pendapat dan

pertimbangannya. Sehingga Menteri dengan dasar pertimbangan

menerbitkan keputusan pemberian Hak Pengelolaan atas tanah yang

dimohon atau keputusan penolakan yang disertai dengan alasan

(49)

D. Pemberian Hak Atas Tanah Hasil Reklamasi Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil oleh Negara untuk Kepentingan Properti

Kebutuhan dasar manusia dalam menjalani kehidupannya minimal adalah

ketersediaan akan pangan, papan dan sandang. Pemenuhan atas kebutuhan dasar

tersebut dalam konteks kenegaraan, merupakan hak rakyat sesuai Pasal 25 Hak

Asasi Manusia, yang berarti “terpenuhnya kebutuhan pangan, pakaian,

perumahan, perawatan media dan pelayanan sosial yang diperlukan”. Kewajiban

memenuhi kebutuhan dasar ini meniscayakan negara proaktif memperkuat akses

masyarakat atas sumber daya sekaligus menuntut intervensi negara untuk

menjamin hak setiap orang memperoleh kehidupan yang layak. Demikian juga

dalam konstitusi yaitu UUD 1945 pada Pasal 28 H ayat (1) yang menyatakan

bahwa hak setiap orang untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal

dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat.100

Properti yaitu hak yang sah yang melandasi penguasaan atas tanah atau

tanah dengan semua hak turunan lain yang melekat baik di atas tanah maupun di

bawah tanah. Konstruksi fisik yang ada di atas atau di bawah tanah disebut real

estate. Dalam SPI (Standar Penilaian Indonesia) terbaru (SPI 2014) real properti

diartikan sebagai hak milik, itu adalah keliru. Dalam hukum positif Indonesia hak

atas tanah itu ada pada negara, kemudian diturunkan kepada masyarakat hukum

adat dan baru kepada individu. Hak atas tanah juga tidak bersifat absolut hanya

100

(50)

terbatas pada kebutuhan yang normal. Misal pemegang hak milik atas tanah tidak

otomatis berhak atas kandungan mineral dibawahnya melainkan hak atas mineral

itu tetap berada pada negara sehingga perlu izin apabila bermaksud melakukan

eksplorasi mineral. Sistem hukum itu berbeda dengan di negara barat yang lebih

bersifat absolut. Properti dapat berupa perumahan, pusat perbelanjaan, apartemen,

dan sebagainya.101

Kebutuhan tanah untuk pembangunan kota memang sebagian besar

dibutuhkan olh masyaakat, terutama untuk kebutuhan permahan yang menjadi

elemen utama kegiatan kta. Kadaan in daat dtunjukkan dngan data yang ada di

BPN dari 13 kota, yaitu baha antara 60-80% perumahan. Perkembangan daerah

perumahan akan terus berlanjut. Seiringan dengan itu, kebutuhan tanah bagi

kegiatan lainnya yang akan menjadi penunjangnya akan turut berkembang

(perdagangan, ruang hijau, dan lain-lain), walaupun luasnya tidak sama dengan

perkembangan kebutuhan untuk perumahan.102

Berdasarkan pertimbangan tersebut itulah, masalah penyediaan tanah bagi

kepentingan untuk pelaksanaan pembangunan kota perlu diarahkan sehingga

tujuan usaha penataan ruang tercapai. Dalam pengadaan tanah tersebut untuk

kepentingan umum dilaksanakan oleh pemerintah dengan dapat bekerjasama

101

http://www.penilaiindonesia.com/penilaian-properti (diakses pada tanggal 15 April 2016)

(51)

dengan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah serta Badan

Usaha Swasta (investor) dalam melaksanakan pembangunan.103

Mengingat bahwa pembangunan perumahan merupakan salah satu faktor

untuk memajukan kesejahteraan umum, penyediaan tanah untuk perumahan dan

pemukiman perlu ditangani secara nasional. Pemerintah bersama-sama

melaksanakan pembangunan dengan dapat dibantu dalam pelaksanaan perumahan

oleh pengembang (pihak swasta) dengan memerhatikan beberapa ketentuan

tertentu dimana telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011

tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman sebagai peraturan pokok

penlaksanaan pembangunaan perumahan dan pemukiman di Indonesia.

Undang-Undang Nomor 4 tahun 1992 tetang Perumahan dan Pemukiman

sebagaimana telah dinyatakan tidak berlaku lagi dengan terbitnya

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011, mengenai hal ini A.P. Parlindungan mengomentari

UU No.4 Tahun 1992 dengan tegas menyatakan bahwa sangat disayangkan bahwa

undang-undang tersebut didak terkait dengan UUPA maupun dengan UU No.16

tahun 1985 tentang Rumah Susun, sebab seharusnya undang-undang ini dapat

mengatur pembatasan luas tanah yang boleh dimiliki seseorang dan banyaknya

persil seperti yang diatur oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri No.6 tahun 1972

yang menyebutkan untuk kepemilikan persil keenam harus ada izin. Demikian

juga dalam UU No.1 tahun 2011 dan UU No.20 tahun 2011 tidak ada

mencantumkan UUPA sebagai konsiderannya, sungguhpun beberapa ketentuan

103

(52)

dalam pasal-padalnya telah ada yang diadopsi dari UUPA terutama asas

nasionalitas yang disebut dengan asas kenasionalan, dan ketentuan mengenai

pembangunan rumah yang dilakukan di atas tanah, juga hak atas tanah untuk

penghuni rumah.104

Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi landasan

UUPA memberikan kemungkinan bagi negara untuk memberikan hak atas tanah

kepada perorangan dan badan hukum sesuai dengan keperluannya. Dengan

demikian, pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas kewajaran jelas

merupakan hal yang bertentangan dengan asas landreform yang bertujuan untuk

mewujudkan keadilan sosial berupa pemerataan penguasaan tanah sebagaimana

dijelaskan dalan Pasal 7 dan Pasal 17 UUPA. Hal ini kemudian ditindaklanjuti

dengan adanya UU nomor 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah

Pertanian. Dalam Pasal 12 UU No.56 tahun 1960 disebutkan bahwa , maksimum

luas dan jumlah tanah perumahan dan pembangunan lainnya serta pelaksanaan

selanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam penjelasan Pasal 12

disebutkan, bahwa karena pembatasan mengenai tanah-tanah untuk perumahan

dipandang kurang penting dibandingkan dengan tanah-tanah pertanian karena

tidak menyangkut banyak orang, maka hal ini akan diatur dengan Peraturan

Gambar

Gambar 1.1 Peta Reklamasi Nasional
Gambar. 1.2 Skema Polder
Gambar 1.3 Urutan Pekerjaan Reklamasi dengan sistem Blanket Fill Sumber : A.R.Soehoed, Reklamasi Laut Dangkal Canal Estate
Gambar : 1.4 Urutan Pekerjaan Reklamasi dengan sistem Hydraulic Fill Sumber : A.R.Soehoed, Reklamasi Laut Dangkal Canal Estate Pantai Mutiara Pluit

Referensi

Dokumen terkait

"Saya bersumpah,he4anji, bahwa saya akan melakukan pekeq'aan Ilmu Kedokteran, Ilmu Bedah dan Ilmu Kebidanan dengan pengetahuan dan tenaga saya yang

atas rahman dan rahim-Nya sehingga Panduan Bantuan Program Peningkatan Mutu Pengabdian Kepada Masyarakat Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (DIKTIS) Direktorat

PT Greenspan Packaging System sudah baik, hal ini dapat dilihat dari pembagian tanggung jawab fung- sional diantaranya fungsi penjualan terpisah dengan fungsi gudang untuk

Kesulitan yang disebabkan oleh guru, misalnya: guru tidak mampu memilih atau menggunakan metode mengajar yang sesuai dengan pokok bahasan dan kedalaman materinya;

asset pricing terbukti lebih baik jika dibandingkan model

Ada beberapa pelajaran menarik yang diperoleh dari perjuangan para aktor civil society yang bertarung di kancah pemilu 2004 yang kemudian menjadi bahan refleksi dalam

• Array adalah object yang digunakan untuk menyimpan banyak data dengan tipe yang sama.. • Tipe dari array bisa : tipe data

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pengembangan kompetensi guru produktif dalam meningkatkan sikap kewirausahaan siswa melalui MGMP, (2) Pelaksanaan