• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Rugi-Rugi Daya Pada Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi 275 Kv PLTU 2 Sumut Pangkalan Susu–Gardu Induk Binjai Sistem Sumatera Bagian Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Rugi-Rugi Daya Pada Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi 275 Kv PLTU 2 Sumut Pangkalan Susu–Gardu Induk Binjai Sistem Sumatera Bagian Utara"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

 STANDARD : IEC. 61089 , SPLN 41 – 6 ,1981.

NO PENAMAAN MATERIAL SPESIFIKASI

1 TIPE KONDUKTOR DOUBLE ZEBRA/ACSR

2 UKURAN KONDUKTOR / PHASA 2 x 435 mm2

3 PANJANG SALURAN TRANSMISI 69.9 KM

4 JARAK ANTARA LINE 1 DENGAN LINE 2 18,8 M

5 JARAK ANTARA KONDUKTOR 5 M

6 JARAK ANTARA SUBKONDUKTOR / PHASA 0,2 M

7 JARI – JARI KONDUKTOR 28,8 mm2

8 JUMLAH BERKAS (SUBKONDUKTOR) 2x3 = 6 Berkas

9 JARAK ANTAR MENARA ± 350 M

16 JUMLAH STRANDED Aluminium = 54 Lilit

Steel = 7 Lilit

17 TEGANGAN NOMINAL TRANSMISI 275 kV

18 ARUS NOMINAL TRANSMISI 1700 A

19 R (Resistan / Phasa) 0,0666 Ohm

20 BERAT / METER 2,784 kg

21 SAGGING 3 %

22 JUMLAH ISOLATOR PIRING 16 DISK/PHASA

23 TIPE DAN KODE ISOLATOR PIRING SHANDONG ZIBO

(3)

2 Sigli Bus Generator 48 36

(4)

1 Banda Aceh 2 Sigli 1 0.049 0.162 167.5

(5)

15 Paya Geli 16 Glugur 2 0.005 0.021 192.3

22 Sidikalang &

Tele 21 Renun 1 0.013 0.044 167.5

22 Sidikalang &

Tele 23 Tarutung 1 0.065 0.215 167.5

22 Sidikalang &

Tele 23 Tarutung 2 0.065 0.215 167.5

Data Transmisi Sumbagut

(6)
(7)
(8)

Gambar GITET 275 kV PLTU Pangkalan Susu (Pengirim)

(9)
(10)

Gambar Layar digital pada 275 kV OHL feeder system 2 diameter 3 PLTU SUMUT line 2 di Building GITET Binjai

(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)

LAPORAN BEBAN HARIAN TRANSMISI/LINE

GITET 275 KV BINJAI

(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)

(RUPTL) PT PLN (PERSERO) 2010 – 2019.

[2] Ir. Hermagasantos, M.Sc., “Teknik Tegangan Tinggi”, Jakarta: Rosda Group, 1994.

[3] DR. Arismunandar A & DR. Kuwahara S., “Teknik Tenaga Listrik, Jilid II”, Jakarta: Pradnya Paramita, 1993.

[4] Zuhal, “dasar teknik tenaga listrik dan elektronika daya”, Jakarta, Gramedia: Anggota IKAPI, 1988.

[5] Stevenson, William D.,“Analisis Sistem Tenaga Listrik”,Penerbit Erlangga, Jakarta, 1994.

[6] Lumban Tobing Bonggas, “Peralatan Tegangan Tinggi”, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.

[7] Laboratorium T3 Teknik Elektro USU, “Penuntun Praktikum Teknik Tegangan Tinggi”, Medan, 1995.

[8] Lumban Tobing Bonggas, “Dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi, Edisi I”, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.

[9] Prof. Ir. Hutauruk T.S, M.Sc, “Transmisi Daya Listrik”, Penerbit Erlangga: Anggota IKAPI, Jakarta,1996.

[10] Kadir Abdul, “Distribusi dan Utilisasi Tenaga Listrik”, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta,2006.

(56)

2.8 Lokasi Penelitian

PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan IIJalan Dr. Cipto No. 12,

Medan Polonia, PT PLN (Persero) pada PLTU 2 SUMUT Pangkalan Susu di

Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat dengan kapasitas 2 x 200 MW(Boiler 1 dan 2) dan Gardu Pembangkit 275 kV dengan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 275 kV sampaiGardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Binjai 275 kV di PT PLN (Persero) P3B Sumatera Unit Pelayanan Transmisi Gardu Induk (TRAGI) Binjai Jalan MT Haryono, Lingkungan III, Kelurahan Jati Karya, Kecamatan Binjai Utara, Kotamadya Binjai sepanjang 69,9 km dengan 219 Unit tower transmisi.

2.9 Waktu Penelitian

Tanggal 01 – 11 April 2016,Pukul 08.00 WIB s/d 16.00 WIB atau sesuai jam kerja yang berlaku di lokasi penelitian (PT PLN Persero).

2.10 Jenis Penelitian

(57)

Tugas Akhir diperoleh dari: (a) Observasi

Observasi yang dilakukan dengan pengukuran lansung dilapangan, pengambilan data, mengamati secara langsung ditempat operator dan mencatat data-data yang diperlukan untuk dianalisis.

(b) Wawancara

Metode wawancara ini dilakukan dengan cara menanyakan hal-hal yang sekiraya belum penulis ketahui kepada Pembimbing di lapangan.

(c) Studi Pustaka

Metode ini dilakukan dengan membaca buku-buku pendukung dan mencari data yang diperlukan mengenai hal-hal atau materi yang dianalisis.

(d) Bimbingan

Metode ini dilakukan dengan cara meminta bimbingan untuk hal yang berkaitan dengan analisa dari penelitian dari pembimbing, baik Dosen maupun orang yang mengerti akan topik penelitian.

2.12 Data dan Peralatan yang Digunakan 2.12.3 Data

(58)

Binjai ;

3 Data spesifikasi konduktor Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 275 kV;

4 Data beban Gardu Induk Binjai. 2.12.4 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. 1 (satu) unit alat ukur multimeter merek FLUKE (179 TRUE RMS MULTIMETER);

(59)

PENGAMBILAN DATA KOMPONEN - KOMPONEN

UTAMA TRANSMISI

BUAT DIAGRAM SATU GARIS TRANSMISI PANGKALAN SUSU - BINJAI

MASUKAN DATA -DATA TRANSMISI PANGKALAN SUSU -

BINJAI

PERHITUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN RUMUS RUGI -

RUGI DAYA PADA TRANSMISI

HASIL PERHITUNGAN KONVERGEN

CETAK HASIL

SELESAI YA

TIDAK

(60)

adalah :

2 Membuat yang akan dibahas, dalam tulisan ini adalah transmisi Pangkalan Susu − Binjai

3 Data transmisi, data bus dan beban dapat dimasukan ke dalam rumus setelah diagram sistem satu garisdibuat.

4 Masukan data studi kasus yang ditinjau.

5 Melakukan perhitungan menggunakan rumus yang berhubungan dengan analisis rugi-rugi daya yang terjadi pada transmisi.

6 Keluaran studi aliran daya dapat diketahui setelah melalui pengukuran, perhitungan dan melalui analisis. Untuk melihat hasil keluaran aliran dayadari metode analisis rugi-rugi dayapada transmisi Pangkalan Susu − Binjai dengan menggunakan pengukuran dan rumus yang berkaitan akan menunjukkan apakah rugi-rugi tesebut dalam batas wajar atau melebihi standarisasi dari PLN.

a. Populasi

(61)

4.1 Kondisi Sistem Transmisi

4.1.1 Wilayah Operasi Indonesia Barat dan Timur

Sistem penyaluran dan distribusi di Wilayah Operasi Indonesia Barat dan Timur dalam kurun waktu 5 tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang cukup berarti terutama di sistem Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi dengan selesainya beberapa proyek transmisi. Sedangkan sistem lainnya, yaitu Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua belum memiliki saluran transmisi.

(62)

2005 sekitar 7.378 kms meningkat menjadi 13.594 kms pada tahun 2009 [1]. 4.1.2 Pengembangan Sistem Penyaluran Wilayah Operasi Indonesia

Barat

Rencana pengembangan sistem transmisi dalam RUPTL 2010-2019 akan banyak mengubah topologi jaringan dengan terwujudnya sistem interkoneksi 275 kV dan 500 kV di Sumatera. Pengembangan juga banyak dilakukan untuk memenuhi pertumbuhan demand dalam bentuk penambahan kapasitas trafo. Pengembangan untuk meningkatkan keandalan yang terdapat di beberapa sistem, antara lain rencana pembangunan sirkit kedua pada beberapa ruas transmisi di sistem SUMBAGUT. Rencana interkoneksi dengan tegangan 275 kV di Sumatera diprogramkan terlaksana pada tahun 2012. Selain itu terdapat pembangunan beberapa gardu induk dan transmisi 150 kV untuk mengambil alih beban dari pembangkit diesel ke sistem interkoneksi, yaitu di sistem SUMBAR-Riau, SUMBAGSEL dan KALBAR.

(63)

Rencana pengembangan transmisi juga mencakup program interkoneksi dengan sistem tenaga dari negara tetangga, meliputi interkoneksi Sumatera-Malaysia (HVDC ± 250 kV) dan Kalimantan Barat-Sarawak (275 kV HVAC). Rencana pengembangan sistem penyaluran Wilayah Operasi Indonesia Barat hingga tahun 2019 diproyeksikan sebesar 30.010 MVA untuk pengembangan gardu induk (500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV) serta 19.545 kms pengembangan jaringan transmisi dengan perincian pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Kebutuhan Transmisi Indonesia Barat 2010 − 2019

Transmisi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Total (kms)

500 kV

AC - - - 500 - 1.390 - 1.890

500 kV

DC - - - 800 - - - 800

275 kV 16 928 1.362 332 680 432 - - - 4.730

250 kV

DC - - - 462

150 kV 465 2.508 2.742 1.924 870 1.158 289 239 270 11.131

70 kV 122 50 360 - - - 532

(64)

(kms)

500/275

kV - - - 1.000 - 2.000 - 3.000

500/150

kV - - - 3.000 - 3.000

500 kV

DC - - - 3.000 - - - 3.000

275/150

kV 250 1.500 3.500 1.000 1.875 500 1.250 - - - 9.875

250 kV

DC - - - 600 - - - - 600

150/70 kV - - - -

150/20 kV 800 1.690 1.130 1.005 920 840 800 1.140 1.100 970 10.395

70/20 kV - 30 50 - - - - 60 - - 140

Total/Thn 1.050 3.220 4.680 2.005 2.795 1.940 6.050 1.200 6.100 970 30.010

4.1.3 Pengembangan Sistem Penyaluran Wilayah Operasi di Sumatera

(65)

sebagai tulang punggung transmisi interkoneksi Sumatera yang akan memudahkan pengiriman daya dari Sumatera Bagian Selatan (SUMBAGSEL) yang kaya akan sumber energi primer ke demand di Sumatera Bagian Utara (SUMBAGUT). Analisis aliran daya sistem Sumatera dilakukan dengan memperhitungkan seluruh pembangkit dan beban yang ada pada neraca daya, meliputi sistem 275 kV, 150 kV dan 70 kV. Namun pada RUPTL 2010-2019 hanya ditunjukkan hasil analisis aliran daya pada sistem transmisi 275 kV dan 500 kV saja. Prakiraan aliran daya di sistem 275 kV Sumatera dilakukan setiap tahun mulai tahun 2010 sampai dengan 2019 [1].

(a) (b)

Gambar 4.2 (a) Peta Pengembangan Sistem Kelistrikan Sumatera Utara, (b) Peta Saluran Transmisi 275 kV Pangkalan Susu − Binjai

(66)

kV Pangkalan Susu − Binjai dalam pengoperasian dan pemeliharaan Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi PLTU Pangkalan Susu, Transmisi 275 kV, dan Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi Binjai. Dioperasikan ke zona UPT Medan karena area SUMUT dibagi dalam 2 zona yakni UPT Medan dan UPT Pematang Siantar. Kedua zona tersebut terhubung melalui gardu induk Perbaungan serta gardu induk Sei Rotan (UPT Medan) dengan gardu induk Tebing Tinggi (Pematang Siantar) dan yang kedua melalui gardu induk Berastagi (UPT Pematang Siantar) dengan gardu induk Titi Kuning (UPT Medan).

Pada tahun 2011, sudah mulai dioperasikan tegangan 275 kV pada transmisi PLTA Asahan I – Simangkok – Galang – Binjai – Pangkalan Susu. Profil tegangan sistem terdapat drop tegangan di sub sistem Sumatera Utara, dengan tegangan tertinggi di GI Meulaboh (154 kV) dan terendah di GI Kisaran (131 kV). Tambahan pembangkit baru di sistem Sumatera antara lain PLTGU Keramasan (2x43 MW), PLTU Meulaboh (2x110 MW), PLTU Pangkalan Susu (2x220 MW), PLTU Tarahan-Perpres 1 (2x100 MW), PLTP Ulubelu #1 (1x55 MW), PLTU Simpang Belimbing (2x113,5 MW) dan PLTG Sewa Jambi (2x100 MW) [1]. 4.2 Rencana Pembangunan Transmisi di Sumatera Utara

(67)

inter-Interkoneksi kedua sistem melalui transmisi 275 kV Payakumbuh – Padangsidempuan pada tahun 2012 diharapkan akan dapat mewujudkan sistem interkoneksi Sumatera. Dengan beroperasinya interkoneksi Sumatera, maka sistem SUMBAGSEL yang memiliki sumber energi primer yang banyak dan murah akan dapat memasok sebagian kebutuhan sistem SUMBAGUT, walaupun besarnya daya yang dapat ditransfer akan dibatasi oleh limit stabilitas sistem interkoneksi. Saat ini sudah mulai dibangun dan akan segera dioperasikan sistem transmisi SUMATERA ter-interkoneksi, mulai dari Aceh sampai Lampung.

(68)

1 Porsea Simangkok 150 kV 2 Cct,

2 HAWK 10 0,8 2010

2 Tanjung Morawa Kuala Namu 150 kV 2 Cct,

2 HAWK 34 2,6 2011

3 Dolok Sanggul Incomer

(Tele - Tarutung) 150 kV

1 Cct,

1 HAWK 14 0,8 2011

4 Galang Namorambe 150 kV 2 Cct, 2 Zebra 80 7,9 2011

5 Galang Tanjung Morawa 150 kV 1 Cct, 2 Zebra 20 2,0 2011

6 Padang

Sidempuan Panyabungan 150 kV

2 Cct,

1 HAWK 140 7,8 2013

7 Namorambe Pancur Batu 150 kV 2 Cct,

1 HAWK 30 1,7 2013

8 Simangkok PLTA Asahan III

(FTP 2) 150 kV

2 Cct,

2 HAWK 22 1,7 2013

9 Pangkalan Susu

3&4 (FTP 2) Pangkalan Brandan 150 kV

2 Cct,

2 HAWK 22 1,7 2013

10 Lamhotma Belawan 150 kV 1 2nd Cct,

1 HAWK 6 0,5 2013

11 Tanjung Pura Incomer (P.

Brandan - Binjai) 150 kV

2 Cct,

1 HAWK 30 1,7 2015

12 Plta Wampu Berastagi 150 kV 2 Cct,

1 HAWK 80 4,4 2016

13 Teluk Dalam Gunung Sitoli 70 kV 2 Cct,

1 HAWK 220 12,2 2012

14 Panyabungan PLTP Sorik Merapi

(FTP 2) 150 kV

2 Cct,

1 HAWK 46 2,5 2014

15 Tarutung PLTP Pusuk Bukit 150 kV 2 Cct,

2 HAWK 60 3,3 2018

16 PLTA Asahan 1 Simangkok 275 kV 2 Cct, 2 Zebra 16 3,6 2010

17 Tele Pangururan 150 kV 2 Cct,

1 HAWK 50 3,8 2012

18 Simangkok Galang 275 kV 2 Cct, 2 Zebra 318 71,6 2011

19 Galang Binjai 275 kV 2 Cct, 2 Zebra 160 36 2011

20 Pangkalan Susu Binjai 275 kV 2 Cct, 2 Zebra 160 36 2011

21 PLTP Sarulla

(FTP 2) Simangkok 275 kV 2 Cct, 2 Zebra 194 43,1 2013 22 Padang

Sidempuan

PLTP Sarulla (FTP

2) 275 kV 2 Cct, 2 Zebra 138 31,1 2013 23 Rantau Parapat Tebing Tinggi 500 kV 2 Cct, 4 Dove 400 123,6 2018 24 Tebing Tinggi Belawan 500 kV 2 Cct, 4 Dove 160 49,4 2018

(69)

DATE PENGIRIM

Gambar 4.3 Grafik perbandingan Daya Nyata Pengirim dengan Daya Nyata Penerima pada Transmisi/Line 1

Pada tabel 4.5 diatas menunjukkan nilai rata-rata Daya Nyata pada Transmisi/Line 1 dimana Daya Nyata yang dikirimkan sebesar 119,30 MW dan Daya Nyata yang diterima di GITET 275 kV Binjai sebesar 98,34 MW. Hal ini menunjukkan hilangnya daya pada SUTET sebesar 20 % dan pada gambar 4.3 menunjukkan grafik perbandingan Daya Nyata Pengirim dengan Daya Nyata Penerima pada Transmisi/Line 1 dimana pada 03 April 2016 terjadi hilang daya hampir 71 %.

146 138,4 143,7 140,4 139,9 109,8

94,5 96,75 97,75 102,8 102,3 136,3

98

72,3

95,7 96,8 99,5 93 92,5 94,7 101,7 101,2

0

(70)

01 April 2016 146 136,6

Gambar 4.4 Grafik perbandingan Daya Nyata Pengirim dengan Daya Nyata Penerima pada Transmisi/Line 2

Pada tabel 4.6 menunjukkan nilai rata-rata Daya Nyata pada Transmisi/Line 2 dimana Daya Nyata yang dikirimkan sebesar 120,55 MW dan Daya Nyata yang diterima di GITET 275 kV Binjai sebesar 98,49 MW. Hal ini menunjukkan hilangnya daya pada SUTET sebesar 22 % dan pada gambar 4.3 menunjukkan grafik perbandingan Daya Nyata Pengirim dengan Daya Nyata Penerima pada Transmisi/Line 2 dimana pada 03 April 2016 terjadi hilang daya hampir 71 %.

146 138,4 143,8 141,0 140,3

109,8

96,4 102,8 102,4 102,8 102,4 136,6

98

72,3

95,7 96,8 99,6 94,5 92,3 94,7 101,7 101,2

0

(71)

01 April 2016 54,6 48

Gambar 4.5 Grafik perbandingan Daya Reaktif Pengirim dengan Daya Reaktif Penerima pada Transmisi/Line 1

Pada tabel 4.7 menunjukkan nilai rata-rata Daya Reaktif pada Transmisi/Line 1 dimana Daya Reaktif yang dikirimkan sebesar 61,55 Mvar dan Daya Reaktif yang diterima di GITET 275 kV Binjai sebesar 49,43 Mvar. Hal ini menunjukkan hilangnya daya pada SUTET sebesar 12 % dan pada gambar 4.5 menunjukkan grafik perbandingan Daya Reaktif Pengirim dengan Daya Reaktif Penerima pada Transmisi/Line 1 dimana pada 04 April 2016 terjadi hilang daya reaktif hampir 24 %.

54,6 52,0 59

(72)

01 April 2016 54,5 48,2

Gambar 4.6 Grafik perbandingan Daya Reaktif Pengirim dengan Daya Reaktif Penerima pada Transmisi/Line 2

Pada tabel 4.8 menunjukkan nilai rata-rata Daya Reaktif pada Transmisi/Line 2 dimana Daya Reaktif yang dikirimkan sebesar 61,55 Mvar dan Daya Reaktif yang diterima di GITET 275 kV Binjai sebesar 49,43 Mvar. Hal ini menunjukkan hilangnya daya pada SUTET sebesar 12 % dan pada gambar 4.6 menunjukkan grafik perbandingan Daya Reaktif Pengirim dengan Daya Reaktif Penerima pada Transmisi/Line 2 dimana pada 04 April 2016 terjadi hilang daya reaktif hampir 24 %.

54,5 51,8

(73)

01 April 2016 279,7 277,3

Rata-rata 278,22 274,46

Gambar 4.7 Grafik perbandingan Tegangan Pengirim dengan Tegangan Penerima pada Transmisi/Line 1

Pada tabel 4.9 menunjukkan nilai rata-rata Tegangan nominal pada Transmisi/Line 1 dimana Tegangan nominal yang dikirimkan sebesar 278,22 kV dan Tegangan nominal yang diterima di GITET 275 kV Binjai sebesar 274,46 kV. Hal ini menunjukkan jatuh tegangan pada SUTET sebesar 3,7 % dan pada gambar 4.7 menunjukkan grafik perbandingan Tegangan nominal Pengirim dengan Tegangan nominal Penerima pada Transmisi/Line 1 dimana pada 04 April 2016 terjadi jatuh tegangan hampir 7 %.

279,7 278,9

278,3 278,5 278 278,3

277,3 277,1 277,9

274,3 273,7 275,3 274,1

266

(74)

01 April 2016 279,7 277,3

Rata-rata 278,16 274,39

Gambar 4.8 Grafik perbandingan Tegangan Pengirim dengan Tegangan Penerima pada Transmisi/Line 2

Pada tabel 4.10 menunjukkan nilai rata-rata Tegangan nominal pada Transmisi/Line 2 dimana Tegangan nominal yang dikirimkan sebesar 278,16 kV dan Tegangan nominal yang diterima di GITET 275 kV Binjai sebesar 274,39 kV. Hal ini menunjukkan jatuh tegangan pada SUTET sebesar 3,7 % dan pada gambar 4.8 menunjukkan grafik perbandingan Tegangan nominal Pengirim dengan Tegangan nominal Penerima pada Transmisi/Line 2 dimana pada 04 April 2016 terjadi jatuh tegangan hampir 7 %.

279,7 278,9

278,3 278,4 277,9 278

277,3 277 277,9

(75)

02 April 2016 302,9 227,3

Rata-rata 283,19 229,74

Gambar 4.9 Grafik perbandingan Arus Pengirim dengan Arus Penerima untuk Phasa A pada Transmisi/Line 1

Pada tabel 4.11 menunjukkan nilai rata-rata Arus untuk Phasa A pada Transmisi/Line 1dimana Arus yang dikirimkan sebesar 283,19 A dan Arus yang diterima di GITET 275 kV Binjai sebesar 229,74 A. Hal ini menunjukkan turunnya arus pada SUTET sebesar 53 % dan pada gambar 4.9 menunjukkan grafik perbandingan Arus Pengirim dengan Arus Penerima pada Transmisi/Line 1 dimana pada 03 April 2016 terjadi penurunan arus hampir 150 %.

313 302,9

327,5 335,8

333,9

269,8

231

242,5 251,5 250,8256,4

296,6

227,3

175,5

221,4228,3 232,7 227,9

225,1 229,3 230,6232,4

0

(76)

02 April 2016 303,1 227,3

Rata-rata 283,21 228,90

Gambar 4.10 Grafik perbandingan Arus Pengirim dengan Arus Penerima untuk Phasa A pada Transmisi/Line 2

Pada tabel 4.12 menunjukkan nilai rata-rata Arus untuk Phasa A pada Transmisi/Line 2dimana Arus yang dikirimkan sebesar 283,21 A dan Arus yang diterima di GITET 275 kV Binjai sebesar 228,90 A. Hal ini menunjukkan turunnya arus pada SUTET sebesar 54 % dan pada gambar 4.10 menunjukkan grafik perbandingan Arus Pengirim dengan Arus Penerima pada Transmisi/Line 2 dimana pada 03 April 2016 terjadi penurunan arus hampir 152 %.

324,6 303,1

327,8 335,6 332,4

269,8

231 241,5 249,6 247,4 252,5 296,6

227,3

175,5

221,8 228 233,3 228,2 224,9 219,3 230,6 232,4

0

(77)

02 April 2016 304,6 227,3

Rata-rata 283,98 229,88

Gambar 4.11 Grafik perbandingan Arus Pengirim dengan Arus Penerima untuk Phasa B pada Transmisi/Line 1

Pada tabel 4.13 menunjukkan nilai rata-rata Arus untuk Phasa B pada Transmisi/Line 1dimana Arus yang dikirimkan sebesar 283,98 A dan Arus yang diterima di GITET 275 kV Binjai sebesar 229,88 A. Hal ini menunjukkan turunnya arus pada SUTET sebesar 54 % dan pada gambar 4.11 menunjukkan grafik perbandingan Arus Pengirim dengan Arus Penerima pada Transmisi/Line 1 dimana pada 03 April 2016 terjadi penurunan arus hampir 153 %.

313

304,6

328,7 337,6 336,6

271,6

232 243,1 250,9 250,4255,3

298,2

227,3

175,5

221,4 228,3 232,7 227,9 225,1 229,3 230,6 232,4

0

(78)

02 April 2016 306,0 227,3

Rata-rata 285,63 229,05

Gambar 4.12 Grafik perbandingan Arus Pengirim dengan Arus Penerima untuk Phasa B pada Transmisi/Line 2

Pada tabel 4.14 menunjukkan nilai rata-rata Arus untuk Phasa B pada Transmisi/Line 2dimana Arus yang dikirimkan sebesar 285,63 A dan Arus yang diterima di GITET 275 kV Binjai sebesar 229,08 A. Hal ini menunjukkan turunnya arus pada SUTET sebesar 56 % dan pada gambar 4.12 menunjukkan grafik perbandingan Arus Pengirim dengan Arus Penerima pada Transmisi/Line 2 dimana pada 03 April 2016 terjadi penurunan arus hampir 153 %.

324,6 306,0

328,7 338,4 337,2

271,7

232 243,1 250,9 251,8 257,5 298,2

227,3

175,5

221,8 228 233,3 228,2 224,9 219,3 230,6 232,4

0

(79)

02 April 2016 306,0 227,3

Rata-rata 283,99 229,87

Gambar 4.13 Grafik perbandingan Arus Pengirim dengan Arus Penerima untuk Phasa C pada Transmisi/Line 1

Pada tabel 4.15 menunjukkan nilai rata-rata Arus untuk Phasa C pada Transmisi/Line 1dimana Arus yang dikirimkan sebesar 283,99 A dan Arus yang diterima di GITET 275 kV Binjai sebesar 229,87 A. Hal ini menunjukkan turunnya arus pada SUTET sebesar 54 % dan pada gambar 4.13 menunjukkan grafik perbandingan Arus Pengirim dengan Arus Penerima pada Transmisi/Line 1 dimana pada 03 April 2016 terjadi penurunan arus hampir 155 %.

313 306,0 330,6 338,7 334,3 269,6

232 242,7 252,2 250,1 254,7

227,9 225,1 229,3 230,6 232,4

(80)

02 April 2016 306,7 227,3

Rata-rata 285,53 229,04

Gambar 4.14 Grafik perbandingan Arus Pengirim dengan Arus Penerima untuk Phasa C pada Transmisi/Line 2

Pada tabel 4.16 menunjukkan nilai rata-rata Arus untuk Phasa C pada Transmisi/Line 2dimana Arus yang dikirimkan sebesar 285,53 A dan Arus yang diterima di GITET 275 kV Binjai sebesar 229,04 A. Hal ini menunjukkan turunnya arus pada SUTET sebesar 56 % dan pada gambar 4.12 menunjukkan grafik perbandingan Arus Pengirim dengan Arus Penerima pada Transmisi/Line 2 dimana pada 03 April 2016 terjadi penurunan arus hampir 154 %.

324,6 306,7

330,2 339,2 335,5

269,64

232 243,3 252,6 251,1 256 298,1

227,3

175,5

221,8 228 233,3 228,2 224,9 219,3 230,6 232,4

0

(81)

Standard yang digunakan : IEC. 61089, SPLN 41:7:1981 R (Resistan / Phasa) : 0,0666 ohm/km

D (jarak line 1 dengan line 2) : 10 m d (Jarak antara konduktor) : 5 m Ɩ (panjang saluran) : 69,9 km A (luas penampang) : 439 mm2 E (tegangan nominal) : 275 KV

I (arus nominal) : 1700 A

t (Suhu udara) : 250 C r (Jari-jari kawat satu konduktor) : 28,8 mm2 f(Frekuensi sumber tenaga) : 50 Hz E (Tegangan phasa) : 380 V

Tipe Konduktor : DOUBLE ZEBRA/ACSR

Jumlah Stranded : Aluminium = 54 Lilit Steel = 7 Lilit

Ukuran Konduktor / Phasa : 2 x 435 mm2

(82)

r = 28,8 mm

2

Gambar 4.16 Susunan penghantar berkas 2 subkonduktor pada transmisi 275 kV Pangkalan Susu - Binjai

LINE 1 LINE 2

1C

1B

1A 2A

2B 2C

5 m

1 0 m

1 0 m 5 m

5 m

1 0 m

1 0 m 1 0 m

5 m

(83)

C

B

A

C’

A’

LINE 2 LINE 1

50 m

B’ 5 m 4 m

54 m

(84)

Rtotal = R x l

= 0,0666 x 69,9 = 4,65534 ohm

 Induktansi pada saluran transmisi : LX = 2 x 10-7 ln ���

��� H/m

Untuk mendapatkan nilai dari GMD dan GMR maka digunakan persamaan 2.19 dan persamaan 2.20 serta data dari gambar 4.17

 GMD (Geometri Mean Distance) :

GMD = 13��1��1��1��121A2B1B2A1B2B121212 �2���2���2��

1�� = �1�� =�2�� =�2�� = 5 m = 54 = 625 m

1�� = �2�� = 10 m = 102 = 100 m

12 = �1A2B = �12 = 10 m= 103 = 1000 m

1A2B = �1�2� = �1�2� = �1B2A = √52+ 102 = √125

= 11,18 m GMD = 13�(52)(102)(103)(1254/2)

= 13√625 � 100 � 1000 � 15.625

= 13√62.500.000 � 15.625

GMD = 8,36 m

 GMR (Geometri Mean Radius) : GMR = �(�1′ )2�

1�2��1�2�

(85)

= �(�1′ )2�1�2��1�2�

4

= �4 (0,0288)2� 14,14 14,14

= √4 0,00082944 � 14,14 � 14,14

= �4 0,165837

GMR = 0,64 m

Maka, persamaan 2.18 dapat digunakan untuk menghitung induktansi per phasa dari saluran tiga-phasa rangkaian tunggal :

LX = 2 x 10-7 ln

8,36 0,64

= 2 x 10-7 x ln 13,06 = 2 x 10-7 x 3,26 = 6,53 x 10-7 LX = 0,653 µH/m

Jadi, induktansi total yang terjadi pada saluran transmisi adalah LXtotal = LX x Ɩ

= 0,653 µH/m x 69,9 x 103 m = 0,4571 H/m x 12 kawat LXtotal = 5,48 H/m

(86)

 Menentukan nilai faktor daya

Untuk menentukan nilai faktor daya dapat menggunakan data pada tabel 4.5 dan tabel 4.7 dengan menggunakan nilai rata-rata Daya Nyata dan Daya Reaktif pada sisi penerimaan serta menggunakan nilai yang ada pada Transmisi/Line 1 dan Transmisi/Line 2 karena memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Dalam hal ini, kedua nilai tersebut dijumlahkan.

Daya penerimaan (Pr) = 98,34 + 98,49 = 196,83 MW Daya Reaktif penerimaan (Q) = 49,43 + 49,45 = 98,88 MVAR Sesuai persamaan 2.26 maka dapat didapatkan nilai Daya semu (S):

S = �196,832+ 98,882

= 220,27 MW Maka, faktor daya adalah

Faktor daya (cos φ) = �

� =

196,83 MW

220,27 �� = 0,89

 Jatuh Tegangan

Jatuh tegangan (drop voltage) pada saluran transmisi adalah selisih antara tegangan pada pangkal pengiriman (sending end) dan tegangan pada ujung pengirim (receiving end) tenaga listrik. Maka dari persamaan 2.29 jumlah jatuh tegangan yang terjadi disepanjang saluran transmisi PLTU Pangkalan Susu – GITET Binjai adalah

Vd = ��−��

(87)

membandingkannya. Sesuai persamaan 2.28, maka jumlah tegangan pengiriman (Vs) dengan sumber data dari spesifikasi komponen transmisi dan besar tegangan nominal adalah 275.000 Volt sehingga tegangan penerimaan (Vr) atau tegangan pada ujung beban dapat dihitung:

Vr = 275.000

√3

Vr = 158.000 Volt

Vs = 158.000 + 229,74 x 10,13 = 160.327,27 Volt

Maka,

Vd = 160.327,27 − 158.000

158.000 x 100%

= 0,01472 x 100% = 1,472 %

jumlah Tegangan pengiriman (Vs) dengan sumber data dari hasil penelitian atau dari tabel 4.10.

Vd = 278.220 − 274.460

274.460 x 100%

= 0,01369 x 100% = 1,369 %

(88)

 Saat sistem beroperasi, pada sub-sistem transmisi terjadi rugi-rugi daya. Untuk transmisi arus bolak-balik (AC) tiga phasa, rugi-rugi daya tersebut dapat menggunakan persamaan 2.13:

∆Pt = 3 x (229,742

) x 4,65534 = 737.133,07 W

∆Pt = 0,74 MW

 Rugi daya akibat korona

Saat peristiwa korona terjadi pada SUTET maka akan otomatisnya akan terjadi pula rugi-rugi daya di sepanjang SUTET tersebut dan rugi-rugi daya akibat korona akan semakin besar jika tegangan saluran terus dinaikkan melebihi tegangan kritis disruptif. Menurut Sato hilang-korona dapat dinyatakan oleh persamaan 2.32:

(89)

=

2,424

= 49,27 kV/cm m = m0 x m1

m0 = kondisi faktor permukaan kawat (ada pada Tabel 2.1) m1 = faktor untuk udara baik 1,0 dan untuk hujan 0,8

m = 0,85 x 1,0 m = 0,85 E′g0 = 21,1 kV/cm

Maka, rugi-rugi daya akibat korona adalah PKorona = 0,375 = 13.867,831 Watt = 13,867831 kWatt/km

Jadi, rugi-rugi daya total akibat korona adalah P Rugi Korona Total = P x Ɩ

= 13,867831 kWatt/km x 69,9 km = 969.361,387 Watt

 Rugi-rugi daya secara keseluruhan yang terjadi pada saluran adalah PRugi-rugi = ∆Pt + P rugi korona total

(90)

Daya pengiriman (Ps) = Pr + PRugi-rugi

= 196.830.000 + 1.706.494,457 = 198.536.494,457 Watt

 Untuk mengetahui nilai efisiensi pada Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) Pangkalan Susu – Binjai dapat menggunakan persamaan 2.33 :

η = ��

�� x 100% = 196.830.000

198.536.494,457 x 100%

= 0,9914 x 100 % = 99.14 %

Jatuh tegangan yang terjadi sepanjang saluran masih dikatakan kecil karena hanya 1,4 %. Hal ini disebabkan karena jarak saluran pendek yaitu 69,9 km, sehingga besar resistan pada kawat penghantar tidak begitu besar. Sedangkan efisiensi transmisi hampir mendekati 100 % yaitu 99,14 %, artinya kerugian daya yang terjadi yaitu sebesar 1.706.494,457 Watt masih dalam batas normal dan semua ini dipengaruhi oleh jumlah arus dan resistan pada Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) yang tidak begitu besar.

(91)

Kerugian korona total yang terjadi adalah 969.361,387 Watt sedangkan kerugian daya secara keseluruhan yang terjadi adalah sebesar 1.706.494,457 Watt sehingga kerugian daya pada Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) PLTU Pangkalan Susu – GITET Binjai yang diakibatkan oleh faktor korona adalah 56,80%. Sedangkan sisanya adalah kerugian yang diakibatkan oleh faktor lain misalnya rugi-rugi daya yang diakibatkan oleh penghantar, faktor alam, kekotoran isolator, pengikat yang kurang pas dan lain sebagainya.

Untuk memudahkan analisis tetang rugi daya akibat korona dan rugi-rugi daya yang terjadi disepanjang saluran dapat dihitung dalam persen dengan melihat batas kewajarannya. Berikut nilai rata-rata daya yang dikirimkan melalui saluran transmisi yang memiliki sedikit perbedaan daya yang dikirimkan antara Transmisi/Line 1 dengan Transmisi/Line 2 sehingga hanya satu saluran saja yang akan digunakan dalam menentukan batas kewajaran.

Daya pengirim (Ps) = 119,30 MW

Maka, rugi-rugi daya akibat korona dalam batas kewajaran adalah PRugi korona = �Rugi Korona Total

rugi-rugi daya keseluruhan dalam batas kewajaran adalah PRugi korona =

�Rugi Korona Total

�Pengirim

(92)

= 1,43 %

Rugi-rugi daya akibat korona hanya 0,81% dan rugi-rugi daya keseluruhan hanya 1,43% hal ini sangatlah kecil rugi-rugi daya dialami oleh saluran dikarenakan saluran transmisi merupakan saluran transmisi jarak pendek yaitu sepanjang 69,9 km dan ada kemungkinan bahwa transmisi tersebut masih baru dibangun dan dioperasikan jadi setiap komponen yang dipasang masih efektif untuk dilalui tegangan ekstra tinggi.

(93)

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis selama penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Jatuh tegangan dari spesifikasi transmisi sebesar 1,472% dan jatuh tegangan dari hasil penelitian sebesar 1,369%. Dalam hal ini membuktikan bahwa hasil perhitungan dan hasil penelitian hampir sama atau sangat kecil perbedaannya dan juga jatuh tegangan pada sisi penerimaan sangatlah kecil dan masih dibawah batas kewajaran karena masih dibawah 5%.

2. Saat peristiwa korona terjadi pada Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) maka akan otomatisnya akan terjadi pula rugi-rugi daya di saluran tersebut maka rugi-rugi daya akibat koronayang terjadi pada SUTET PLTU Pangkalan Susu – GITET Binjaiadalah 969.361,387 Watt atau 0,81% hal ini sangat kecil rugi-rugi daya akibat korona yang dialami dan masih dibawah batas kewajaran 5%.

(94)

pada Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi 275 kVPLTU 2 SUMUT Pangkalan Susu – Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi Binjai Sistem Sumatera Bagian Utaraadalah sebagai berikut:

1. Karena Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi 275 kV masih baru diterapkan di sistem Sumatera khususnya di sistem SUMBAGUT maka bagi penelitian selanjutnya, sebaiknya dalam pengambilan data diambil beberapa bulan sehingga dapat dilihat hasil penelitiannya secara detail dan lebih akurat.

(95)

2.1 Umum

(96)

sedangkan saluran bawah tanah menyalurkan listrik melalui kabel-kabel bawah tanah. Kedua saluran ini mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, misalnya saluran udara lebih ekonomis biaya pembangunannya dan lebih mudah untuk perawatannya bila terjadi gangguan yang mengakibatkan kerusakan pada saluran transmisi serta kekurangannya lebih cenderung mengalami gangguan dari cuaca buruk atau sambaran petir.

Sedangkan saluran bawah tanah tidak terpengaruh cuaca buruk dan saluran bawah tanah lebih estetis karena tidak tampak. Saluran bawah tanah lebih disukai di Indonesia terutama untuk kota-kota besar, tetapi biaya pembangunannya lebih mahal dibandingkan dengan saluran udara dan perbaikannya lebih sukar jika terjadi hubung singkat. Peningkatan tegangan pada saluran transmisi mempunyai nilai ekonomis yang sangat penting dan keuntungannya sebagai berikut:

2 Penyaluran daya yang sama arus yang dialirkan menjadi berkurang, ini berarti penggunaan bahan tembaga pada kawat penghantar akan berkurang dengan bertambah besarnya tegangan transmisi;

3 Luas penampang konduktor yang digunakan berkurang, karena itu struktur penyangga konduktor lebih kecil;

4 Arus yang mengalir di saluran transmisi menjadi lebih kecil, maka jatuh tegangan juga menjadi kecil.

(97)

 Dapat menghasilkan medan magnet putar;

 Dengan sistem tiga phasa, daya yang disalurkan lebih besar dan nilai sesaatnya konstan [4].

2.2 Kebijakan Pengembangan Transmisi

Pengembangan saluran transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya keseimbangan antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya pada distribusi di sisi hilir secara efisien dengan kriteria keandalan tertentu. Disamping itu pengembangan saluran transmisi juga dimaksudkan sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran, perbaikan tegangan pelayanan dan fleksibilitas operasi. RUPTL 2010 – 2019 Sejalan dengan kebijakan pengembangan pembangkitan untuk mentransfer energi listrik dari wilayah yang mempunyai sumber energi primer tinggi ke wilayah lain yang mempunyai sumber energi primer terbatas, maka sistem Sumatera yang pada saat ini tengah berkembang pesat memerlukan jaringan interkoneksi utama (backbone) yang kuat mengingat jarak geografis yang sangat luas. Sebagai dampak dari kebijakan tersebut dalam RUPTL ini direncanakan pembangunan jaringan interkoneksi dengan tegangan 275 kV AC pada tahap awal dan tegangan 500 kV AC pada saat diperlukan, yaitu mulai tahun 2018.

(98)

keandalan N-1 akan dilaksanakan reconductoring dan uprating. Perluasan jaringan transmisi dari grid yang telah ada untuk menjangkau sistem isolated yang masih dilayani PLTD BBM (grid extension) dilaksanakan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi dan teknis. Penentuan lokasi GI dilakukan ataspertimbangan keekonomian biaya pembangunan fasilitas sistem transmisi tegangan tinggi, biaya pembebasan tanah, biaya pembangunan fasilitas sistem distribusi tegangan menengah dan harus disepakati bersama antara unit pengelola sistem distribusi dan unit pengelola sistem transmisi.

Pemilihan teknologi seperti jenis menara transmisi, penggunaan tiang, jenis saluran (saluran udara, kabel bawah tanah) dan perlengkapan (pemutus, pengukuran dan proteksi) dilakukan oleh manajemen unit melalui analisis dan pertimbangan keekonomian jangka panjang, dan pencapaian tingkat mutu pelayanan yang lebih baik, dengan tetap memenuhi standar SNI, SPLN atau standar internasional yang berlaku. Kebijakan lebih rinci mengenai pengembangan transmisi adalah sebagai berikut:

(99)

4 Trafo daya (TT/TM) pada dasarnya direncanakan mempunyai kapasitas sampai dengan 60 MVA, namun dalam situasi tertentu seperti pasokan untuk konsumen besar dan daerah padat beban dapat digunakan unit size hingga 100 MVA. Trafo IBT GITET (500/150 kV dan 275/150 kV) dapat dipasang hingga 4 unit per GITET dengan pola operasi terpisah dengan 2 unit per sub-sistem.

5 Spare trafo IBT 1 phasa disediakan per lokasi untuk GITET jenis GIS, dan 1 phasa per tipe per provinsi untuk GITET jenis konvensional [1].

2.3 Struktur Sistem Tenaga Listrik

Sistem ketenagalistrikan merupakan sekumpulan pusat pembangkit dan pusat beban dimana antara satu sama lain dihubungkan oleh jaringan transmisi. Oleh karena itu sistem tenaga listrik secara umum terdiri dari tiga komponen utama yaitu pusat pembangkit, transmisi, dan distribusi beban. Transmisi listrik menghubungkan pusat pembangkit dengan sistem distribusi. Pusat pembangkit dalam sistem tenaga listik terdiri dari beberapa unit pembangkit yang kerap kali tersebar luas pada pelayanan interkoneksi tersebut.

Dalam pengoperasian sistem tenaga listrik sangat perlu diperhatikan tiga aspek penting sebagai berikut:

(100)

Gambar 2.1 Aspek dalam operasi sistem tenaga listrik

Operasi ekonomis yang dimaksud tidak sekadar memaksimalkan pengoperasian pembangkit-pembangkit yang biaya operasinya murah namun juga harus menjaganya agar tidak melewati batasan keamanan dan kualitas sistem. Sistem bekerja aman apabila sistem dapat bertahan terhadap gangguan tak terduga tanpa menyebabkan terjadinya pemadaman pada sisi konsumen. Sistem disebut memiliki kualitas yang baik apabila sistem tersebut memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan dengan tegangan dan frekuensi yang sesuai standar.

Pada pelaksanaan pengendalian operasi sistem tenaga listrik ini, urutanprioritas dari ketiga aspek yang harus diperhatikan seperti yang telah di jelaskan diatas bisa berubah-ubah tergantung pada kondisi real time.Pada saat terjadi gangguan, maka keamanan adalah prioritas utama sedangkanmutu dan ekonomi bukanlah hal yang utama.

2.4 Tegangan Transmisi Tenaga Listrik

(101)

Kecuali itu, penentuan tegangan harus juga dilihat dari segi standarisasi peralatan yang ada. Penentuan tegangan merupakan bagian dari perancangan sistem secara keseluruhan. Meskipun tidak jelas menyebutkan keperluannya sebagai tegangan transmisi di Indonesia, pemerintah telah menyeragamkan deretan tegangan tinggi [6].

P

Pusat Pembangkit Tenaga Listrik (PLTU)

Gardu Pembangkit (SWITCHYARD)

Gardu Induk (PEMBAGI)

Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi 275 kV

Beban (Konsumen) Gardu

Distribusi

Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) 20 kV

Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) 380 V dan 220 V

Gambar 2.2 Diagram satu garis sistem tenaga listrik

(102)

itu tetap ada batasnya karena tegangan tinggi menimbulkan beberapa masalah, antara lain:

a. Tegangan tinggi dapat menimbulkan korona pada kawat transmisi. Korona ini menimbulkan rugi-rugi daya dan dapat menimbulkan gangguan terhadap komunikasi radio.

b. Jika tegangan transmisi semakin tinggi, maka peralatan transmisi dan peralatan gardu induk membutuhkan bahan isolasi yang volumenya semakin besar agar peralatan mampu memikul tegangan tinggi tersebut. Hal ini mengakibatkan kenaikan biaya investasi.

c. Saat terjadi pemutusan dan penutupan rangkaian transmisi (switching operation), timbul tegangan lebih surja hubung sehingga isolasi peralatan sistem tenaga listrik harus dirancang mampu memikul tegangan lebih tersebut. Hal ini juga mengakibatkan kenaikan biaya investasi.

(103)

hubung dan surja petir. Penambahan peralatan proteksi ini menambah biaya investasi dan perawatan.

Pada poin e di atas memberi kesimpulan, bahwa peninggian tegangan transmisi akan menambah biaya investasi dan perawatan sistem tenaga listrik. Tetapi, telah dijelaskan sebelumnya bahwa mempertinggi tegangan transmisi akan mengurangi biaya kerugian daya. Oleh karena itu, tegangan transmisi harus dipilih sedemikian rupa sehingga jumlah biaya investasi dan biaya kerugian daya pada pilihan tegangan tersebut minimum [8].

b. Saluran Transmisi

(104)

Gambar 2.3 (a) Saluran Transmisi Tunggal, (b) Saluran Tranmsisi Ganda

c. Penghantar Berkas

Pada tegangan ekstra tinggi (ekstra high voltage), yaitu tegangan diatas 200 kV, korona dengan akibatnya yang berupa rugi daya dan terutama timbulnya interferensi dengan saluran komunikasi, akan menjadi sangat berlebihan jika rangkaiannya hanya mempunyai sebuah penghantar per phasa. Dengan menggunakan dua penghantar atau lebih per phasa yang disusun berdekatan dibandingkan dengan jarak pemisah antar phasa-phasanya, maka gradien tegangan tinggi pada penghantar dalam daerah tegangan ekstra tinggi dapat banyak dikurangi. Dengan menggunakan dua atau lebih konduktor per phasa maka reaktansi saluran juga akan lebih kecil dan kapasitas hantar bertambah besar. Saluran sejenis ini dikatakan sebagai tersusun dari penghantar berkas (bundled conductor).

(105)

sudah cukup teliti untuk perhitungan-perhitungan. Keuntungan lain yang sama pentingnya yang diperoleh dari pemberkasan ialah penurunan reaktansi. Peningkatan jumlah penghantar dalam suatu berkas mengurangi efek korona dan mengurangi reaktansi. Pengurangan reaktansi disebabkan oleh kenaikan GMR berkas yang bersangkutan. Perhitungan GMR sudah tentu tepat sama dengan perhitungan untuk penghantar berupa lilitan [5].

Jarak (d)

Kawat 1

Kawat 2

Jari-jari (r)

Gambar 2.4 Susunan penghantar berkas 2 subkonduktor

d. Klasifikasi Saluran Transmisi

(106)

Penghantar dari campuran aluminium mempunyai kekuatan-tarik (tensile strenger) yang lebih besar dari daripada penghantar aluminium biasa. ACSR (Aluminium Conductor, Steel-Reinforced), penghantar aluminium yang diperkuat dengan baja. ACSR terdiri dari inti serat baja di tengah, yang dikelilingi oleh lapisan-lapisan dari serat aluminium. Lapisan-lapisan serat penghantar secara berturutan dipilin dan dililit dengan arah yang berlawanan agar tidak terlepas kembali dan supaya jari-jari luar suatu lapisan sesuai besarnya dengan jari-jari dalam lapisan berikutnya [9].

KULIT BAJA

LARUTAN ALUMINIUM

SUMBER DAYA

KARBON ANODA Biji aluminium oksida dilarutkan dalam cairan garam

Reduksi sel dari aluminium oksida untuk aluminium

LARUTAN CRYOLITE (1750 °F)

KARBON KATODA

Gambar 2.5 Bentuk fisik kawat penghantar pada Aluminium

Berikut beberapa keuntungan menggunakan kawat penghnatar aluminium: 1. Sepertiga lebih ringan dari baja

2. Suhu dan konduktivitas listriknya baik 3. Sangat kuat sebanding dengan beratnya 4. Tidak mengandung magnet

(107)

Gambar 2.6Penampang penghantar ACSR dengan penguatan baja, 7 serat baja, dan 55 serat aluminium

Pada gambar di atas menunjukkan bahwa penampang suatu penghantar ACSR yang banyak digunakan. Penghantar tersebut terdiri dari 7 serat baja yang membentuk inti tengah, sedangkan di sekelilingnya terdapat tiga lapisan serat aluminium. Diketiga lapisan tersebut terdapat 54 serat aluminium. Penghantar lilitan semacam ini dispesifikasikan sebagai 54 A1/7st, atau 55/7 saja. Dengan menggunakan bermacam-macam kombinasi baja dan aluminium diperoleh beraneka ragam kekuatan-tarik, kapasitas arus, dan ukuran penghantar.

(108)

diabaikan pada saluran transmisi pendek, maka saluran tersebut dapat dianggap sebagai rangkaian impedansi yang terdiri dari tahanan dan induktansi.

Rangkaian ekivalen saluran transmisi pendek seperti pada Gambar 2.7 dapat diselesaikan dengan perhitungan rangkaian arus bolak-balik biasa.

Vs VR

+

-+

-R

IS IR

Beban

jX

Z

Gambar 2.7 Rangkaian Ekivalen Saluran Transmisi Jarak Pendek

Dengan demikian maka impedansi (Ż) dan admitansinya (Ẏ) dinyatakan

oleh persamaan berikut ini:

Ż = żl = (r + jx) = R + jX ...(2.1)

Ẏ =ẏl = (g + jb) = G + jB ...(2.2) Dimana,

r = tahanan kawat (Ω/km)

(109)

ujung pengiriman dan penerima akan sama besarnya.

Is = IR(Ampere) ... .(2.3)

Dimana Isdan IRmerupakan arus pada ujung pengirim dan ujung penerima.

Tegangan pada ujung pengiriman adalah

Vs = VR + IRZ(volt) ... .(2.4)

Dimana Z adalah zl, yaitu impedansi seri keseluruhan saluran dan Vsdan VR

merupakan tegangan saluran terhadap netral pada ujung pengiriman dan ujung penerima [3].

2.8.2Saluran Transmisi Jarak Menengah

Saluran transmisi jarak menengah seperti pada Gambar 2.8dimodelkan dengan memasukkan admitansi shuntnya. Admitansi shunt di sini merupakan kapasitansi murni.

Untuk mendapatkan suatu rumus untuk Vs kita lihat bahwa arus dalam

kapasitansi pada ujung penerima adalah VRY/2 dan arus dalam cabang seri

(110)

Vs VR

Gambar 2.8 Rangkaian Ekivalen Saluran Transmisi Jarak Menengah 2.5.1 Saluran Transmisi Jarak Jauh

Perhitungan parameter saluran transmisi menggunakan perhitungan saluran transmisi jarak panjang lebih sering digunakan karena hasil yang diperoleh lebih akurat.Pada perhitungan saluran transmisi panjang, parameter R, L dan C tidak dianggap sebagai lumped parameter

(tertumpuk), tetapi dianggap sebagai nilai yang nyata dengan artian bahwa nilai-nilai tersebut tersebar di sepanjang saluran(distributed parameter).

Saluran transmisi memiliki memiliki empat parameter lain yang digunakan dalam perhitungan arus dan tegangan di sisi pengirim dan penerima. Dalam saluran transmisi berlaku :

Sedangkan perhitungan parameter-parameter tersebut di atas adalah sebagai berikut :

(111)

Baik

γ

maupun Zckedua-duanya merupakan bilangan kompleks.

Dimana

γ

merupakan konstanta rambatan dan Zc merupakan impedansi karakterstik. Dari persamaan diatas, maka dapat diperoleh penyelesaian VR ,VS , IR,dan IS sebagai suku-sukunya.

Nilai tegangan pada persamaan di atas adalah tegangan saluran ke netral (line to neutral voltage) dan nilai arus adalah arus saluran. Dari persamaan di atas, maka dapat diketahui pengaruh parameter transmisi terhadap nilai tegangan dan arus baik dari sumber maupun penerima [5].

2.6Parameter Saluran Transmisi

Untuk menyalurkan tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat-pusat beban (gardu induk). Secara umum, kapasitas saluran transmisi diketahui melalui level tegangan saluran tersebut. Namun dalam pengoperasiannya, karakteristik saluran transmisi tersebut harus diketahui secara rinci agar rugi-rugi daya, jatuh tegangan,dan kapasitas saluran (kemampuan hantar arus) itu tidak melanggar batasan-batasan pengoperasian.

(112)

Pt= rugi-rugi daya total transmisi (Watt) I = arus pada kawat transmisi (Amper)

R = tahanan kawat transmisi per phasa (Ohm)

Dengan mengabaikan arus kapasitif pada transmisi, maka arus di sepanjang kawat transmisi dapat dianggap sama dan besarnya adalah sama dengan arus pada ujung penerima transmisi:

I = �

√3Vr Cos ϕ ...(2.14)

Dimana:

P = daya beban pada ujung penerima transmisi (Watt)

Vr = tegangan phasa ke phasa ujung penerima transmisi (Volt) Cos ϕ= faktor daya beban

Subsitusi persamaan 2.13 dengan persamaan 2.14, diperoleh: ∆Pt = �2R

(113)

loss) pada saluran transmisi. Rugi-rugi daya yang dihasilkan yaitu berupa panas. Resistansi suatu penghantar dirumuskan dengan:

2

I P

R= ∆ ...(2.16)

Dimana:

R = resistansi efektif pada penghantar(Ω/m)

ΔP = rugi-rugi daya pada saluran (Watt) I = arus transmisi (Amper)

Resistansi efektif suatu penghantar dipengaruhi oleh jenis arus yang mengalir pada penghantar dan konstruksi dari penghantar tersebut. Nilai resistansi efektif suatu jenis penghantar akan berbeda jika penghantar digunakan pada sistem dengan arus AC, jika arus diasumsikan tidak terdistribusi merata, maka resistansi tersebut disebut sebagai resistansi AC. Resistansi AC diberikan oleh rumus di bawah ini [5] :

R = ρ�

�(Ω) ...(2.17) dimana,

ρ = resistivitas penghantar (ohm-meter)

l = panjang konduktor (m)

A = luas penampang konduktor (m2) i. Induktansi

(114)

LX = 2 x 10-7 ln ������ H/m ...(2.18) dimana,

GMD = Geometri Mean Distance GMR = Geometri Mean Radius

(115)

1C

Gambar 2.9 Susunan konduktor dari suatu saluran ganda tiga phasa

Pada umumnya semua konduktor adalah identik dengan radius r1, Jadi:

I1A = I2C

I1B = I2B

I1C = I2A

(116)

GMD = 13��1��1��1��121A2B1B2A1B2B121212

2��2��2�� ...(2.19) dan GMR untuk penghantar dua berkas adalah

GMR = �(�1′ )2�1�2��1�2� 4

...(2.20) dimana,

�1′= GMR (jari-jari) masing-masing penghantar yang membentuk

berkas penghantar d = jarak antara penghantar ii. Kapasitansi

Kapasitansi saluran transmisi didefinisikan sebagai akibat adanyabeda potensial antar penghantar (konduktor) maupun penghantar dengan permukaan tanah, kapasitansi menyebabkan penghantar bermuatan seperti yang terjadi pada plat kapasitor bila terjadi beda potensial diantaranya. Kapasitansi antara penghantar adalah muatan perunit beda potensial. Kapasitansi antara penghantar sejajar adalah suatu konstanta yang tergantung pada ukuran dan jarak pemisah dan penghantar. Untuk saluran daya yang panjangnya kurang dari 80 km (50 mil),

(117)

v q

C= (F/m) ...(2.21)

dimana,

q = muatan pada saluran (coloumb per meter)

v = beda potensial antara kedua penghantar (volt) Kapasitansi ke netral di rumuskan sebagai berikut:

)

(118)

sephasa dan φ = 00

; maka persamaan daya (P) menjadi,

P = V⋅I cos φ (Watt) ...(2.23) Nilai maksimum dari daya yang selalu berubah-ubah, yang ditandai dengan

Q dinamakan daya reaktif atau daya voltamper yang akan sangat berpengaruh dalam melukiskan bekerjanya suatu sistem tenaga. Hal ini akan menjadi semakin mudah dalam pembahasan-pembahasan selanjutnya. Daya reaktif adalah

Q = V⋅Isin φ (VAR) ...(2.24) maka, Daya semu (S) merupakan akar dari jumlah kuadrat P dan Q sama dengan V dan I, karena

S = �(V⋅I cos φ)2+ (V⋅I sin φ)2 = V⋅I (VA) ...(2.25)

Atau

S = ��2 +�2 ...(2.26)

P dan Q mempunyai satuan dimensi yang sama, tetapi biasanya untuk Q

dinyatakan dengan voltamper reaktif. Satuan yang praktis Q adalah kilo voltamper reaktif atau mega voltamper reaktif [5].

Tegangan dikalikan dengan arus disebut daya semu. Daya nyata dibagi daya semu disebut faktor daya. Untuk arus dan tegangan sinusoid, faktor daya dapat dihitung dengan rumus [4]:

Faktor daya (cos φ) = � �⋅ =

(119)

tegangan pada pangkal pengiriman (sending end) dan tegangan pada ujung pengirim (receiving end) tenaga listrik.

Vs = Vr + IZ ...(2.28) Dimana, Vs = Tegangan pengiriman

Vr = Tegangan penerimaan I = Arus (Ampere)

Z = Impedan (Ohm)

Pada saluran bolak-balik besarnya tergantung pada impedensi dan admitansi saluran serta pada beban dan faktor daya. Jatuh tegangan relativ dinamakan regulasi tegangan (voltage regulation), dan dinyatakan oleh rumus [3]:

Vd = ��−��

�� x 100% ...(2.29) dimana:

Vs = tegangan pada pangkal pengiriman Vr = tegangan pada ujung penerimaan

d. Korona

(120)

tergantung kepada [7]:

A. Besarnya tegangan pada kawat, B. Polaritas tegangan yang diberikan, C. Tekanan udara,

D. Diamater udara.

Dengan kata lain korona merupakan peluahan sebagian (partial discharge)

dan terjadi pada permukaan konduktor saluran transmisi ketika tekanan elektris yaitu intensitas medan listrik (gradien potensial permukaan) melampaui kekuatan breakdown pada udara sekitar. Korona ditandai dengan timbulnya cahaya violet, suara mendesis (hissing) dan bau Ozon (O3). Korona makin nyata kelihatan pada bagian yang kasar, runcing dan kotor. Peristiwa korona akan semakin sering terjadi jika pada saluran transmisi diterapkan tegangan yang lebih tinggi daripada tegangan kritis dan udara yang lembab. Penyaluran energi listrik dari pembangkit energi listrik ke beban membutuhkan saluran transmisi. Jauhnya jarak antara pembangkit energi listrik dengan pusat-pusat beban membutuhkan saluran transmisi energi listrik yang panjang.

(121)

berupa Audible Noise (AN) dan Radio Interference (RI). Nilai AN dan nilai RI perlu diperhatikan dalam perencanaan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) karena dikawatirkan dapat mengganggu lingkungan sekitar saluran transmisi udara. Jarak kawat antar phasa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai rugi korona. Meningkatnya jarak penghantar antar phasa berbanding terbalik dengan gradien tegangan permukaan konduktor sehingga mengurangi resiko terjadi korona. Rugi-rugi korona akan semakin besar jika tegangan saluran terus dinaikkan melebihi tegangan kritis disruptif. Besar rugi korona pada kondisi cuaca hujan akan menghasilkan rugi korona yang lebih besar.

(122)

1 Halus 1,0

2 Kawat padat yang kasar 0,93 − 0,98

3 Kawat tembaga rongga 0,90 − 0,94

4 Kawat lilit 7 0,82 − 0,87

5 Kawat lilit 19 - 61 0,80 − 0,85

2.12.1 Tegangan Kritis untuk Gejala Korona

Gradien tegangan yang menyebabkan gagalnya gaya dielektrik udara adalah 30 kV/cm pada keadaan standar. Tegangan dimana korona mulai terjadi disebut tegangan kritis. Gradien tegangannya pada permukaan kawat oleh [3],

(123)

Ada beberapa perhitungan-perhitungan teoritis dan empiris mengenai hilang-korona, tetapi teoritisnya masih belum diketahui dengan pasti. Menurut Sato hilang-korona dinyatakan oleh [3]:

�= �δ (f + 25)r2(Eg − mδE′g0)10-2 (kW/km-1 kawat) ...(2.32) dimana:

E′g0 = 21,1 kV/cm

A = 0,448 untuk kawat padat (solid) dan 0,375 untuk kawat lilitan

f = frekuensi sumber tenaga (Hz) r = jari-jari penghantar (cm) m = m0 x m1

m0 = kondisi faktor permukaan kawat

m1 = faktor untuk udara baik 1,0 dan untuk hujan 0,8 b. Daya Guna Transmisi

Daya guna (efficiency) saluran transmisi adalah perbandingan antara daya yang diterima dan daya yang disalurkan [3],

η = ��

�� x 100% ...(2.33)

Atau, η = ��

�� + � x 100% ...(2.34)

Dimana,

(124)

Daya guna transmisi rata-rata tahunan dinyatakan oleh, ηT = ���

��� x 100% ...(2.35)

Atau, ηT = ���

��� + ��� x 100% ...(2.36)

Dimana,

UrT = tenaga tahunan yang diterima (kWh) UsT = tenaga tahunan yang dikirimkan (kWh) UHT = hilang tenaga tahunan (kWh)

c. Pembumian Titik Netral

(125)

1.1 Latar Belakang

Pembangunan Proyek Percepatan Pembangkit Tenaga Listrik berbahan bakar Batubara berdasarkan pada Peraturan Presiden RI (Perpres) Nomor 71 Tahun 2006, tentang penugasan kepada PT. PLN (Persero) untuk melakukan Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang menggunakan batubara. Perpres ini menjadi dasar bagi pembangunan PLTU Pangkalan Susu berkapasitas 2 x 200 MW guna memenuhi pasokan tenaga listrik yang akan mengalami defisit sampai beberapa tahun mendatang, serta menunjang program diversifikasi energi untuk pembangkit tenaga listrik dari bahan bakar minyak (BBM) ke non BBM dengan memanfaatkan batubara berkalori rendah.

(126)

penanggung jawab ketersediaan energi listrik di dalam negara ini. Untuk menyalurkan daya listrik dari pusat pembangkit ke konsumen dibutuhkan suatu sistem jaringan tenaga listrik. Jaringan ini terdiri dari jaringan transmisi (meliputi sistem tegangan ultra, sistem tegangan ekstra tinggi dan sistem tegangan tinggi) dan jaringan distribusi (meliputi sistem tegangan menengah dan sistem tegangan rendah) pada pendistribusian energi listrik ini dapat dilakukan melalui jaringan udara, bawah tanah dan laut. Dalam pendistribusian daya listrik selalu mengalami rugi-rugi daya disepanjang penghatarnya. Hal ini dikarenakan sifat dari bahan penghatarnya dan seberapa jauh penghatar tesebut dipasang untuk dialiri arus listrik. Jika semakin panjang penghantarnya atau semakin jauh jarak antara pusat pembangkit tenaga listrik dengan pusat beban maka semakin besar pula rugi-rugi daya yang dialami pada penghantar dan begitu pula sebaliknya semakin pendek penghantarnya maka semakin kecil pula rugi-rugi daya yang dialami pada penghantar. Tegangan sistem yang digunakan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), bertujuan untuk keseragaman dalam produksi komponen-komponen atau peralatan-peralatan sistem tenaga listrik. Misalnya dengan standar Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 200 − 500 kVolt, Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 100 − 200 kVolt, Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) 20 − 100 kVolt, Saluran udara tegangan rendah (SUTR) 100 − 500 Volt

(127)

dan paling utama dilakukan oleh setiap peneliti, artinya agar peneliti tidak terjerumuskan dalam banyak data, penelitian yang dilakukan agar terarah dan melalui prosedur ilmiah.

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan diamati adalah sebagai berikut :

1. Berapa besar jatuh tegangan yang terjadi pada Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 275 kV dari PLTU 2 SUMUT Pangkalan Susu sampaiGardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Binjai 275 kV? 2. Berapa besar korona yang terjadi pada Saluran Udara Tegangan Ekstra

Tinggi (SUTET) 275 kV PLTU 2 SUMUT Pangkalan Susu sampaiGardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Binjai 275 kV? 3. Berapa besar rugi-rugi daya yang terjadi pada Saluran Udara Tegangan

Ekstra Tinggi (SUTET) 275 kV dari PLTU 2 SUMUT Pangkalan Susu sampaiGardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Binjai 275 kV? 4. Berapa besar efisiensi yang terjadi pada Saluran Udara Tegangan Ekstra

Tinggi (SUTET) 275 kV PLTU 2 SUMUT Pangkalan Susu sampaiGardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Binjai 275 kV?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah

(128)

saluran transmisi.

2. Mengetahui besar rugi-rugi daya akibat korona pada Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 275 kV dari PLTU 2 SUMUT Pangkalan Susu sampaiGardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Binjai 275 kV apakah masih batas kewajaran saat mengalami rugi-rugi daya akibat korona.

3. Mengetahui rugi-rugi daya pada Saluran Udara Tegangan Ekstra

Tinggi (SUTET) 275 kV dari PLTU 2 SUMUT Pangkalan Susu sampaiGardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Binjai 275 kV apakah masih batas kewajaran saat mengalami rugi-rugi daya yang terjadi sepanjang saluran transmisi.

1.4 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

1. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penambahan referensi yang berkaitan dengan analisis rugi-rugi daya pada Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

(129)

ambang batas kewajaran.

3. Secara Ekonomi, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak PT PLN di Sumatera Bagian Utara dengan mengetahui rugi-rugi daya yang terjadi pada Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 275 kV dari PLTU 2 SUMUT Pangkalan Susu sampaiGardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Binjai 275 kV. Maka akan dilakukan tindakan solusi yang lebih efisien dengan perawatan saluran transmisi untuk mengurangi biaya-biaya yang akan dikeluarkan.

1.5 Batasan Masalah

Agar suatu pembahasan tidak menyimpang dari tujuannya memerlukan adanya pembatasan ruang lingkup masalah pada satu pokok persoalan. Masalah yang akan dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah:

1. Studi dilakukan pada Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 275 kV PLTU 2 SUMUT Pangkalan Susu sampaiGardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Binjai 275 kV.

2. Analisis hanya menghitung rugi-rugi daya yang terjadi pada Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 275 kV PLTU 2 SUMUT Pangkalan Susu sampaiGardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Binjai 275 kV.

3. Metode yang digunakan hanya metode observasi.

(130)

1.6 Metodologi Penulisan

Metodologi yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah : 1. Studi Literatur

Yaitu dengan mempelajari buku referensi, artikel dari media cetak dan internet, bahan kuliah dan buku dari perpustakaan universitas yang mendukung serta berkaitan dengan topik Tugas Akhir ini.

2. Studi Bimbingan

Berupa tanya jawab dengan Dosen Pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihakJurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara mengenai masalah-masalah yang timbul selamapenulisan Tugas Akhir berlangsung.

3. Diskusi dan tanya jawab

Dengan mengadakan diskusi dan tanya jawab dengan staf dan karyawan PTPLN Unit Induk Pembangunan(UIP II-Medan), PLTU 2 SUMUT Pangkalan Susu, dan TRAGI 275 kV Binjai serta dengan rekan-rekan mahasiswa yang memahami masalah yang berhubungan dengan topik Tuga Akhir ini.

(131)

Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET). Adapun data-data yang dibutuhkan adalah parameter-parameter pada peralatan tenaga listrik seperti : spesifikasi transmisi, kubikel, komputer operator dan sebagainya. Data-data ini diambil pada PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan IIJalan Dr. Cipto No. 12, Medan Polonia, PT PLN (Persero), dan PLTU 2 SUMUT Pangkalan Susudi Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat PT PLN (Persero) P3B Sumatera Unit Pelayanan Transmisi Gardu Induk (TRAGI) Binjai Jalan MT Haryono, Lingkungan III, Kelurahan Jati Karya, Kecamatan Binjai Utara, Kotamadya Binjai.

1.7 Sistematika Penulisan

Penulisan Tugas Akhir ini ditulis dan disusun dalam urutan sebagai berikut:

BAB 1: PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

Gambar

Gambar 3.1 Flowchart Perhitungan Rugi-rugi Daya pada Transmisi
Tabel 4.1 Perkembangan Saluran Transmisi Wilayah Operasi
Tabel 4.2 Kebutuhan Transmisi Indonesia Barat 2010 − 2019
Gambar 4.1 Peta Pengembangan Penyaluran Sistem Kelistrikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rugi-rugi daya merupakan selisih antara daya kirim dan daya terima yang di sebabkan oleh saluran transmisi maupun saluran distribusi.Saluran transmisi antara G.I Jajar dan

Nilai keluaran hasil simulasi berupa grafik V-t yang menunjukkan nilai tegangan pada saat tertentu. Grafik V-t ditunjukkan oleh gambar – gambar berikut. Setiap

ekstra tinggi (200-500kV) adalah tegangan lebih transien yang terjadi pada saat.. operasi hubung buka atau biasa disebut

Konstruksi transmisi terdiri dari dua jenis yaitu, Saluran udara dan Saluran kabel yang dimana terdiri dari, Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), Saluran Udara Tegangan

Berdasarkan hasil penilitian dan perhitungan rugi – rugi daya dan jatuh tegangan pada saluran transmisi tegangan tinggi GI Palur – GI Masaran yang terjadi di bulan

Demikianlah, semoga Laporan Kerja Praktek yang berjudul ”Analisa Rugi Daya dan Jatuh tegangan pada Penyulang Besi di PT PLN (Persero) UP3 Palembang” akan dapat bermanfaat

1) Rugi-rugi daya yang tertinggi selama bulan Oktober 2017 pada saat siang hari terjadi pada tanggal 24 Oktober sebesar 0,181516 MW, untuk rugi-rugi daya tertinggi saat malam hari

TERHADAP TEGANGAN TRANSIEN AKIBAT PELEPASAN BEBAN DI GARDU INDUK 275 kV PANGKALAN SUSU-BINJAI.. Tugas Akhir ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua yang