• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembagian Kerja Secara Seksual (Publik & Domestik) Pada Ayah Tunggal dan Anak di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembagian Kerja Secara Seksual (Publik & Domestik) Pada Ayah Tunggal dan Anak di Kota Medan"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Draft Wawancara

1. Apakah bapak sudah lama menjadi ayah tunggal?

2. Apakah yang menyebabkan bapak menjadi ayah tunggal?

3. Berapa lama bapak menjadi ayah tunggal?

4. Berapa banyak anak bapak?

5. Apakah bapak yang merawat anak-anak bapak setelah ditinggalkan ibu

mereka?

6. Siapakah yang mencari nafkah?

7. Apa pekerjaan bapak?

8. Apakah pekerjaan bapak menyita waktu yang banyak?

9. Apakah merawat anak-anak seorang diri atau menjadi ayah tunggal

mengganggu pekerjaan bapak dalam mencari nafkah?

10. Apakah bapak merawat anak dan mengerjakan pekerjaan rumah sekaligus

mencari nafkah?

11. Bagaimana bapak menjalankan aktivitas keseharian bapak?

12. Apakah bapak mengalami kesulitan atau kendala dalam mengurus anak

bapak?

13. Apakah ada pembagian kerja yang bapak terapkan di dalam rumah?

14. Bagaimana sistem pembagian kerja untuk bapak dan anak-anak di dalam

rumah?

15. Apakah ada kesulitan dalam menerapkan sistem pembagian kerja di rumah?

16. Apakah ada pembedaan pembagian kerja untuk anak perempuan dan

laki-laki?

17. Apakah menurut bapak harus dibedakan jenis pekerjaan rumah untuk anak

(2)

18. Apa alasan bapak dalam membedakan pembagian pekerjaan rumah untuk

anak perempuan dan laki-laki?

19. Apakah bapak merasa sudah lebih memberikan kasih sayang kepada anak

bapak walaupun ia tidak memiliki kasih sayang dari seorang ibu?

20. Bagaimana cara bapak memberikan rasa kasih sayang tersebut?

21. Apa harapan bapak untuk kehidupan kedepannya?

22. Apa yang menjadi kesan suka cita maupun duka cita dalam menjadi seorang

ayah tunggal?

23. Bagaimana melihat sosok ayah tunggal di dalam kehidupanmu?

24. Apakah menurutmu sudah cukup mendapatkan kasih sayang hanya dari

seorang ayah?

25. Apakah menurutmu seorang ayah bisa menggantikan posisi ibu?

26. Apakah menurutmu pembagian kerja untuk dirumah yang telah diterapkan

ayah merupakan suatu beban (menyulitkan)?

27. Apa tanggapanmu dengan adanya pembagian kerja di rumah?

28. Apakah menurutu perlu adanya pembedaan anak laki-laki dan perempuan

dalam mengerakan pekerjaan di dalam rumah?

29. Apakah menurutmu jenis pekerjaan rumah hanya dapat di lakukan oleh anak

perempuan saja?

30. Apakah pernah ada rasa iri kepada teman-temanmu yang memiliki keluarga

utuh?

31. Apakah pernah ada terjadi diskriminasi kepadamu?

32. Bagaimana kamu menghadapi situasi seperti ini?

33. Apakah menurutmu ayah tunggal merupakan hal yang wajar atau tidak wajar?

34. Apakah menurutmu keluarga ini harus memiliki seorang ibu/istri?

35. Apakah kamu pernah merasa sendiri atau kesepian disaat ayah mu pergi

bekerja?

36. Bagaimana cara mu mngatasi rasa sepimu?

37. Apakah kamu merasa interaksi atau komunikasi dengan satu sama lain

(3)

38. Apakah pernah terjadi konflik di dalam rumah?

39. Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut?

40. Apa kesan dan pesan sebagai anak selama kamu hidup dengan keluarga ayah

(4)

PROFIL NARASUMBER

Narasumber 1

Nama : Budi Suhari

Usia : 52 Tahun

Jumlah Anak : 3 Orang

Pekerjaan : Wiraswasta

Narasumber 2

Nama : Muhammad Akib

Usia : 45 Tahun

Jumlah Anak : 2 Orang

Pekerjaan : Karyawan

Narasumber 3

Nama : Mulyo Triadi

Usia : 42 Tahun

Jumlah Anak : 3 Orang

(5)

Narasumber 4

Nama : Slamet Paiman

Usia : 52 Tahun

Jumlah Anak : 4 Orang

Pekerjaan : Buruh Pabrik

Narasumber 5

Nama : Samsudin

Usia : 58 Tahun

Jumlah Anak : 2 Orang

(6)

DaftarPustaka

Amato, P.R & Kane, J.B. (2011). Parent’s marital distress, divorce, and remarriage: Links with daughters early family formation transitions.Journal of Family Issues, 32(8), 1073-1103.

Azuka-Obieke, U. (2013). Single-parenting, psychological wellbeing and academic performance of adolescents in Lagos Nigeria. Journal of Emerging Trends in Educational Research and Social Studies, 4(1): 112-117.

Babbie, E.R., & Mouton, J. (2001). The practice of social research. Cape Town: Oxford University Press Southern Africa.

Bungin, M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Bandung: KencanaPradana Media.

Cavanagh, E.s., &Fomby, P. (2012). Family instability, school context and the academic careers of adolescents. Journal of Sociology in Education, 85(1): 81-97.

Copeland, D. B. (2010). Psychological differences related to parenting infants among single and married mothers. Issues in Comprehensive Pediatric Nursing,33: 129-148.

Creswell, J. W. (2014). Research Design: Qualitative, Quantitative and Mixed Approaches. (4th Edition). Thousand Oaks; California: Sage.

Davidson, J. (2000). Giftedness. Encyclopedia of psychology. New York: Jacksonville State University.

(7)

Deachon & Firebough (1988) dalam jurnal Rani Adriani Budi Kusumo dkk.,

“Analisis Gender di kehidupan Keluarga Nelayan di Kecamatan Pangandaran,

Kabupaten Ciamis”. Universitas Padjajaran, dalam jurnal Social Echonomic of Agriculture, Vol.2, No.1, April 2013.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang tua dan Anak dalam Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.

Doherty, W. J., & Beaton, J. M. (2004). Mother and fathers parenting Together. New Jersey; Erlbaum.

Duvall dan Miller. 1985. Keluarga dengan Orang Tua Tunggal. http://bustanova.wordpress.com. Di unduh pada tanggal 7 Agustus 2016.

Echols, John M. dan Hassan Shadily (1983). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia. Cet. XII.

Fakih, Mansour. 2001. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Karim, Erna. 1999. Pendekatan Perceraian dari Perspektif Sosiologi: Bunga Rampai SosiologiKeluarga, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Kelly, B. (2003). If you are a parent, you are a role mode. Clearing House, 81: 117-121.

Koentjoroningrat. 1989. Antropologisosial. AksaraBaru. Jakarta.

Megawangi, Ratna (1999). Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Bandung: Mizan. Cet. I.

Meleog.Lexy J. 2006. MetodePenelitianKualitatif. Bandung: RemajaKarya.

(8)

Naug, K. (2000). Maternal social network in an urban slum and its impact on cognitive and social development in children.Journal of Personality and Clinical Studies, 16(1): 53-62.

Neuman, W. L. (2006). Social Research Methods: Qualitative and Quantitave Approach (6th Ed) Allyn and Bacon. Boston.

O’Connor, T. G., & Scott, S. B. C. (2007). Parenting and outcomes for children. York, United Kingdom: Joseph Rowntree Foundation.

Prayoga, Agus Satria. Pola Pengasuhan Anak pada Keluarga Single Parent. Ejournal Sociology, Vol. 1, No. 2: 106-113.

Retnowati, Yuni. (2008). Pola Komunikasi Orangtua Tunggal Dalam Membentuk Kemandirian Anak. Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol 6, No. 3.

Rimm, Sylvia. 2003. Pola Asuh Anak Masa Kini. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Ritonga, A.H. 1996. Fungsi Keluarga Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia. Sumatera Utara. Sartina Medan.

Ritzer, George & Goodman, Douglas J. 2004.Teori Sosiologi Modern. Jakarta: PernadaKencana Media.

Roska, J., & Potter, D. (2011). Parenting and academic achievement: Intergenerational transmission of educational advantage. Journal of sociology in Education, 84: 299-318.

Rumini, S. dan Sundari, S. 2004. Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

(9)

Santrock, J. W. (2006). Life span development.Contemporary learning series, USA: McGraw-Hill.

Scott, M. E., &Lilja, E. (2010). Single custodial fathers’ involvement and parenting: Implications for outcomes in emerging adulthood. Journal of Marriage and Family, 72(10): 1107-1127.

Steinberg, L. D., & Silk, J. S. (2002). Parenting adolescents: Handbook of parenting (2nd.ed.). New Jersey: Erlbaum.

Strauss, R. S. (2001). Environmental tobacco smoke and serum vitamin C levels in children. Pediatrics, 107(3): 540-542.

Sugiono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Syafei, M. Sahlan. 2006. Bagaimana Anda Mendidik Anak. Bogor : Ghalia Indonesia.

Symeon, L. (2007). Cultural capital and family involving in children’s education: Tales from primary school in Cyprus. BritishJournal of Sociology in Education, 28(4): 473-487.

Thwala, S. (2011).The psychosocial world of orphans and vulnerable children: The implications of psychosocial support for orphans and vulnerable children in Swaziland. Germany: VDM Verlag Dr.

(10)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian Kualitatif dengan metode

deskriptif. Pada penelitian sosial dengan menggunakan format deskriptif bertujuan

untuk menggambarkan, meringkaskan berbegai kondisi, berbagai situasi, berbagai

fenomena realitas sosial yang ada di dalam masyarakat sebagai objek penelitian

(Burngin, 2007: 68). Dan pada pendekatan kualitatif bertujuan untuk memahami

secara lebih mendalam bagi permasalahan yang akan diteliti. Bogdan dan Taylor

(Lexy Moleong, 2000) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata (baik secara tertulis dan

lisan) dan pelaku yang dapat diamati. Metode penelitian kualitatif ini dipilih karena

dapat menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden

serta lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan pola-pola nilai yang dihadapi

(Moleong, 2000). Pada penelitian dengan menggunakan metode deskriptif, dalam hal

ini peneliti mencoba menggambarkan bagaimana pembagian kerja secara seksual

(publik & domestik ) pada ayah tunggal dan anak.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini akan berada pada keluarga yang hanya memiliki ayah

tunggal yang ada di Kota Medan yaitu Medan Area, Medan Marelan, Medan

(11)

memilih lokasi penelitian yang luas ini adalah dikarenakan jarang di dalam suatu

keluarga terdapat atau yang menjadi single father. Peneliti ingin mengetahui lebih dalam lagi mengenai bagaimana pembagian kerja secara seksual (publik &domestik )

pada ayah tunggal dan anak.

3.3 Fokus Penelitian

Moleong (2006: 92) pada dasarnya penelitian kualitatif tidak di mulai dari

sesuatu yang kosong, tetapi dilakukan berdasarkan persepsi peneliti. Terkait dengan

hal ini subyek penelitiannya adalah single father yang memiliki anak di Kota Medan. Informan adalah invidu-individu tertentu yang diwawancarai untuk keperluan

informasi atau orang-orang yang memberikan informasi atau keterangan data yang

diperlukan oleh peneliti. Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah seorang

ayah tunggal dan anaknya.

3.4. Teknik Pengumpulan Data.

Untuk memperoleh data yang diperlukan oleh peneliti, maka dalam penelitian

ini peneliti menggunakan tekhnik-tekhnik sebagai berikut:

3.4.1 Data Primer

Data primer merupakan suatu data yang diperoleh langsung dari sumber

informan yang telah ditemukan di lapangan. Adapun langkah-langkah dalam

(12)

Observasi

Observasi adalah merupakan suatu pengamatan yang dilakukan secara

langsung terhadap objek yang akan diteliti, untuk mendapatkan gambaran yang tepat

mengenai objek yang akan diteliti yang tepat mengenai objek penelitian. Observasi

adalah teknik atau cara pengumpulan data melalui pengamatan fenomena-fenomena

sosial dan gejala-gejala alam (Kartono, 1996). Menurut Faisal (2001), pengamatan

dapat juga dilakukan terhadap benda, keadaan, kondisi, situasi, kegiatan, proses, dan

penampilan tingkah laku seseorang. Maksudnya disini peneliti ikut turun ke lapangan

yang mana untuk memahami fenomena yang ada di lapangan.

Teknik Snawball

Teknik Snawball adalah teknik yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh informan atau narasumber lain dari informasi yang diberikan oleh

informan sebelumnya, biasanya ini dilakukan dikarenakan sulit untuk mendapatkan

informan yang dimaksud.

Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

(13)

pertanyaan tesebut (Moleong, 2006: 186). Wawancaara dimulai dengan

mengemukakan topik yang umum untuk membantu peneliti memahami perspektif

makna yang akan diwawancarai. Hal ini sesuai dengan asumsi dasar penelitian

kualitatif, bahwa dari jawaban yang diberikan harus dapat memberikan perspektif

yang diteliti bukan sebaliknya, yaitu perspektif dari peneliti itu sendiri (Sarwono,

2006:225). Wawancara ini ditujukan kepada ayah tunggal dan anaknya. Untuk

mempermudah dalam pengumpulan data peneliti menggunakan teknik wawancara

terbuka. Wawancara terbuka adalah wawancara yang biasanya para subjek tahu

bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud dari wawancara itu

dilakukan (Moleong, 2006:137). Adapun alasannya menggunakan teknik wawancara

terbuka adalah:

i. Agar lebih mudah mendapatkan informasi sehingga jelas apa yang hendak

menjadi tujuan wawancara.

ii. Dalam penyusunan laporan hasil wawancara segera dapat dilakukan evaluasi.

iii. Untuk menghilangkan kesan yang kurang baik karena sudah diketahui maksud

dan tujuannya.

iv. Menciptakan kerjasama dan membina hubungan baik pada masa mendatang.

v. Dalam penelitian ini yang dijadikan subjek adalah ayah tunggal dan anaknya di

Kota Medan. Dari beberapa subyek diharapkan dapat terungkap kata-kata atau

tindakan orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama

(Moleong, 2006:112). Subjek penelitian yang penulis teliti terdiri dari ayah

(14)

Informan

Informan adalah individu-individu tertentu yang diwawancarai untuk

keperluan informasi atau orang-orang yang memberikan informasi atau

keterangan data yang diperlukan oleh para peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti

mencari data dari berbagai sumber antara lain melakukan wawancara dan

observasi pada keluarga ayah tunggal.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder berupa photo, Sumber Pustaka tertulis atau dokumentasi. Data

sekunder yang digunakan tentunya sesuai dengan fokus penelitian yaitu keluarga

yang memiliki ayah tunggal. Sumber pustaka tertulis dan dokumentasi digunakan

untuk melengkapi sumber data informasi, sumber data tertulis ini meliputi

laporan-laporan penelitian ilmiah, jurnal, skripsi, buku-buku yang sesuai dengan

topik, dan lain-lain. Dokumentasi yaitu pengumpulan data melalui peninggalan

tulisan berupa arsip-arsip, buku-buku, agenda, dan lain-lain sebagai bukti yang

menunjukkan peristiwa atau kegiatan yang berhubungan dengan penelitian

(15)

3.5. Unit Analisis dan Informan

3.5.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan ketentuan yang digunakan sebagai subjek penelitian

(Arikunto, 2006) ada sejumlah unit analisis yang lazim digunakan pada

kebanyakan penelitian sosial yaitu individu, kelompok, dan sosial.

3.5.2 Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi

tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian (Moleong, 2006). Peneliti

memilih informan dengan teknik Snowball Sampling (Sampling bola salju).

Teknik Snowball sampling didefenisikan sebagai teknik untuk memperoleh

informan dalam organisasi atau kelompok yang terbatas dan yang dikenal

sebagai teman dekat atau kerabat, kemudian informan tersebut bersedia

menunjukkan informan lainnya sampai peneliti menemukan konstelasi

persahabatan yang berubah menjadi suatu pola - pola sosial yang lebih lengkap

(dalam Burhan Bungin, 2007: 138). Informan merupakan orang yang

benar-benar yang mengetahui masalah yang akan diteliti.

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah:

(16)

3.6 Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan suatu tahap proses pengolahan data yang

dimulai dari tahap mengedit data sesuai dengan pokok permasalahan yang

diteliti kemudian diolah secara deskriptif berdasarkan apa yang terjadi di

lapangan. Menganalisis data menunjuk pada kegiatan mengorganisasikan data

ke dalam susunan-susunan tertentu dalam rangka penginterpretasian data

(Faisal, 2007: 34). Analisis data ditandai dengan pengolahan dan penafsiran

data yang diperoleh dari adanya setiap informasi baik pengamatan, wawancara

ataupun catatan lapangan lainnya yang kemudian ditelaah dan dipelajari. Maka

pada tahap selanjutnya adalah penyusunan data dalam satuan-satuan yang

kemudian dikategorikan. Kategori tersebut berkaitan antara satu sama lainnya

dan diinterpretasikan secara kualitatif.

3.7 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman

yang dimiliki oleh peneliti dalam melakukan penelitian ilmiah. Terutama dalam

melakukan wawancara mendalam terhadap informan. Hal ini dikarenakan

keterbatasan pengalaman dan keterbatasan waktu yang dimiliki informan dalam

proses wawancara dikarenakan kesibukan informan sehari-hari. Terlepas dari

permasalahan teknis penulisan dan penelitian, peneliti menyadari keterbatasan

mengenai metode menyebabkan lambatnya proses penelitian dilakukan, dan

(17)

narasumber dalam memberikan informasi mengenai masalah yang diteliti.

Walaupun demikian peneliti berusaha melakukan peneltian semaksimal mungkin

agar data bersifat valid dan tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan

(18)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Singkat Kota Medan

Pada Zaman dahulu kota Medan di kenal dengan nama Tanah Deli dan

keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 40.000 Ha. Dahulu orang

menamkan Tanah Deli mulai dari sungai ular (Deli Serdang) sampai ke sungai

Wampu di Langkat sedangkan

Kesultanan Deli yang berkuasa pada saat itu wilayah tidak mencakup di antara

kedua sungai tersebut. Kampung Medan Putri di bangun pada tahun 1590 oleh Guru

Patimpus, yang merupakan cucu Singa Maraja yang memerintah Negeri Berkerah di

daratan tinggi Karo termasuk dalam wilayah Raja Urung asal Karo di Deli.

Pada awal pekembangannya kota Medan Merupakan sebuah kampung kecil

yang bernama Medan Putri. Perkembangan Kampung Medan Putri tidak terlepas dari

posisinya yang strategis karena terletak diantara pertemuan Sungai Deli dan Sungai

Babura, tidak jauh dari jalan Putri Ijo sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman

dahulu merupakan lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan

demikian kampung Medan Putri yang merupakan cikal bakal kota Medan, cepat

(19)

Perkembangan kota Medan selanjutnya tidak terlepas dari keberadaan

Kesultanan Deli yang diproklamirkan oleh Tuanku Panglima Perungit, yang

memisahkan diri dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669, dengan ibu kotanya di

Labuhan, kira-kira 20 meter dari kota Medan. Berdasarkan isi Politiek Contrac antara Kesultanan Deli dengan pemerintah Hindai Belanda pada tahun 1907, daerah

kekuasaan Kesultanan Deli meliputi :

1. Wilayah Deli Asli, yaitu wilayah yang sama dari sekitar kiri dan kanan

Sungai Deli, yang didalamnya terdapat bangsa Melayu, termasuk

kampung Medan Putri.

2. Wilayah-wilayah Urung yaitu wilayah Hamparan perak, Sunggal,

Kampung Baru, Patumbak, yang didiami suku Melayu Hilir dan suku

Karo.

Pesatnya perkembangan Kampung Medan Putri, tidak terlepas dari

perkebunan Tembakau yang sangat di kenal dengan Tembakau Delinya, yang

merupakan Tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Pada tahun 1863, Sultan

Deli memberikan kepada Nienhuys Van Der Falk dan Eliot dari Firma Van Keeuwen

en Mainz & Co, tanah seluas 4.000 bahu denga 1 bahu = 0,74 ha secara erfpacht 20

tahun di Tanjung Sepssi, dekat Labuhan untuk dijadikan lahan perkebunan

Tembakau. Maret 1864, Jannsen, P.W. Cremer dan Nienhuys mendirikan Deli

Maatscapji di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi perkebunan baru di daerah

Martubung, tahun 1869 di Sunggal, tahun 1875 di Sungai Beras dan Klumpang,

(20)

kegiatan perdagangan Tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang. Nienhuys

memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke Kampung Medan Putri.

Tahun 1879, ibukota Asisten Residen Deli dipindahkan dari Labuhan ke

Medan. Pada tanggal 1 Maret 1887, ibukota Residen Sumatera Timur dipindahkan

pula dari Bengkalis ke Medan, istana Kesultanan Deli yang semula berada di

kampung Bahari Labuhan juga dipindahkan dengan selesainya pembangunan Istana

Maimun pada tanggal 18 Mei 1891, yang menjadikan Ibukota Deli resmi pindah ke

Medan. Dengan Demikian perkembangan kota Medan menjadi pusat perdagangan

juga telah mendorong menjadi pusat pemerintahan.

Dibukanya perkebunan Tembakau ternyata mempekerjakan orang-orang Cina

dari Swatow (Tiongkok) , Singapura, Malaya Tamil dari Penang dan orang-orang

Pribumi yaitu Minangkabau dan Jawa. Dari kebijakan inilah yang kemudian

berdampak beranekaragamannya etnis yang berdomilisi di kota Medan saat ini. Oleh

karena itu, masyarakat kota Medan saat ini adalah campuran dari berbagai suku

bangsa yang ada di Indonesia seperti suku Melayu, Batak, Cina, Minang, Karo dan

sebagainya. Adanya keterogenitas suku yang berdiam di kota Medan juga

menimbulkan banyaknya corak budaya yang ada sehingga berdampak beragamnya

(21)

4.1.2 Demografi Kota Medan

Berdasarkan data kependudukan tahun 2010, penduduk kota Medan pada saat

ini diperkirakan telah mencapai sebanyak 12.985.075. jiwa, dengan jumlah wanita

lebih besar dari pria, wanita sebanyak 6.506.024 jiwa, sedangkan pria 6.479.051 jiwa.

Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan untuk

penduduk tidak tetap di perkirakan lebih dari 500.000 jiwa yang merupakan

penduduk communters. Dengan demikian kota Medan merupakan salah satu kota

dengan jumlah penduduk yang besar, sehingga memiliki deferensiasi pasar.

Di siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2.5 juta jiwa dengan

dihitungnya jumlah penglaju (komuter). Sebagian besar penduduk Medan berasal dari

kelompok umur 0-19 dan 20-29 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total

penduduk). Dilihat dari struktur umur penduduk , kota Medan di huni lebih dari

1.377.751 jiwa usia produktif, (15-19 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat

pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan

demikian kota medan secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat

bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri

manufaktur.

Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, di susul

Kecamatan Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang sedikit

(22)

kepadatan penduduk tertinggi ada di Kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area dan

Medan Timur.

Mayoritas penduduk kota Medan sekarang adalah suku Jawa dan Batak, tetapi

di kota ini juga banyak tinggal pula orang keturunan India dan Tionghoa. Komunitas

Tionghoa di Medan cukup besar, sekitar 25% jumlah total. Keanekaragaman etnis di

Medan terlihat dari jumlah mesjid, gereja, dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar

di seluruh kota. Daerah sekitaran jalan Zainun Arifin bahkan di kenal sebagai

kampung Madras (kampung India). Secara historis, pada tahun 1918 tercatat Medan

di huni 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang keturunan Eropa, 35.009

berketurunan Indonesia, 8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 berasal dari ras

Timur Lainnya.

4.1.3 Geografi Kota Medan

Kota Medan memiliki luas 26.510 Hektar (265,10 Km²) atau 3,6% dari

keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan

kota/kabupaten lainya, kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil, tetapi

dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak

pada 3ᴼ 30′- 3ᴼ 43′ Lintang Utara dan 98ᴼ 44′ Bujur Timur. Untuk itu topografi kota

Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas

permukaan laut.

Secara administratif, wilayah kota Medan hampir secara keseluruhan

(23)

Timur. Sepanjang wilayah Utara berbatasaan langsung dengan Selat Malaka, yang

diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli

Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA),

khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota

Medan di dukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam seperti Deli

Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing

Natal, Karo, Binjai, dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara

ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerja sama dan kemitraan yang sejajar,

saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat

Malaka, maka kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk)

kegiataan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar

negeri (ekspor-impor). Posisi geografis kota Medan ini telah mendorong

perkembangan kota dalam 2 kutup pertumbuhan fisik, yaitu daerah terbangun

(24)

4.2. Single Father di Kota Medan

Adapun lokasi penelitian ini atau lokasi tempat tinggal ayah tunggal terletak

pada lima kecamatan di Kota Medan, yaitu:

4.2.1 Medan Area

Kecamatan Medan Area merupakan salah satu dari

4.2.2 Medan Amplas

Kecamatan Medan Amplas adalah salah satu dari

4.2.3 Medan Denai

Kecamatan Medan Denai adalah salah satu dari

(25)

4.2.4 Medan Helvetia

Kecamatan Medan Helvetia adalah salah satu dari

4.2.5 Medan Marelan

Kecamatan Medan Marelan adalah salah satu dari

(26)

4.3 Mengenal Informan Ayah Tunggal (Single Father)

4.3.1 Pak Budi Seorang Ayah Tunggal Karena Istrinya Meninggal Dunia.

Seorang suami atau ayah yang ditinggal mati (meninggal dunia) oleh

istrinya akan disebut sebagai seorang duda atau single father. Seperti yang terjadi pada keluarga bapak Budi beralamat di Jalan Veteran Pasar IV

Helvetia, ia ditinggal wafat oleh istrinya yang bernama Ibu Dwi, dikarenakan

istrinya mengalami kecelakaan, yaitu terpeleset atau tergelincir di kamar

mandi. Sebelum kejadian ini terjadi, istri Pak Budi memang memiliki riwayat

penyakit darah rendah menyebabkan istrinya sering mengalami pusing dan

daya tahan tubuhnya lemah jika sudah terlambat untuk makan, baik itu untuk

sarapan, makan siang ataupun makan malam. Setelah diberi kabar oleh

tetangganya, bahwa istrinya jatuh di kamar mandi Pak Budi sempat membawa

istrinya ke Rumah Sakit Umum terdekat yaitu Martha Friska, yang mana

lokasi rumah sakit ini tidak begitu jauh dan akses yang mudah karena banyak

transportasi umum untuk menuju rumah sakit tersebut. Setelah sampai di

rumah sakit tersebut istri Pak Budi langsung mendapatkan penanganan darurat

dan masuk ke ruang ICU karena kondisinya yang sudah kritis, Pak Budi dan

keluarga hanya bisa berdoa dan menunggu dengan ketiga anaknya yang

pertama anak laki-laki Pak Budi yang bernama Jono yang pada saat itu telah

berusia 25 tahun, anak laki-laki yang kedua bernama Mantri yang pada saat

itu telah berusia 23 tahun, dan yang terakhir anak perempuan Pak Budi yang

(27)

tanda-tanda ibu mereka akan siuman atau sadar, mereka hanya bisa pasrah dan

berdoa untuk kesembuhan ibunya. Namun, sudah semalaman berlalu ibu

mereka tidak sadar juga dari masa kritisnya. Akhirnya pada malam kedua ibu

mereka berada di Rumah Sakit tersebut, ia menghembuskan nafas terakhirnya

tanpa adanya pesan ataupun kata-kata terakhir yang terucap untuk suami dan

anak-anaknya.

“Yang menyebabkan saya menjadi seorang ayah tunggal atau duda dikarenakan istri saya mengalami kecelakaan yang tiba-tiba terjadi tanpa disangka dan tidak pernah terfikirkan oleh saya sama sekali. Ia berada dirumah sendirian dan kami semua sedang beraktivitas seperti biasanya di luar, anak-anak sekolah dan saya bekerja. Ia terjatuh di kamar mandi, memang istri saya memiiki riwayat darah rendah dan kami masih sempat membawanya ke rumah sakit Martha Friska, dua harian juga disana dan tidak sadarkan diri lalu sampai Allah SWT menjemputnya.”

Begitu melihat ibu mereka telah tiada, anak-anak Pak Budi merasa

sangat terpukul dan tidak percaya akan meninggalnya ibu mereka dengan

waktu yang begitu singkat. Kasih sayang yang diperoleh dari seorang ayah

bagi anak-anak sebenarnya tidaklah mencukupi jika dibandingkan dengan

kasih sayang dari seorang ibu, namun semua ini tetap harus dijalani.

Sebagai seorang ayah tunggal (single father) atau duda haruslah memiliki pekerjaan yang menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan

(28)

menafkahi dirinya sendiri ia juga harus bertanggung jawab untuk menafkahi

anak-anaknya yang tinggal dan melanjutkan kehidupan dengan dirinya.

Seperti pada keluarga Pak Budi, seorang ayah tunggal yang harus

berjuang dan mencari nafkah untuknya dan anak-anaknya dalam melanjutkan

kehidupan ini. Pak Budi yang kesehariannya bekerja sebagai pedagang

(wiraswasta) yang berusaha sendiri berjualan makanan ringan atau snack di depan Sekolah Dasar (SD) swasta yang berlokasi di daerah Brayan.

“Saya hanyalah wiraswasta, saya membuka kios untuk berjualan jajanan anak-anak di dekat sekolah dasar (SD) swasta di daerah Brayan. Ya sehari-hari saya mendapatkan uang sekitar Rp. 100.000 – Rp. 250.000/hari, terkadang ya tergantung juga sama anak sekolah kalau sekolah seperti biasa penghasilan saya dapat segitu tapi kalau musim ujian agak sepi paling hanya dapat Rp.75.000 – Rp. 100.000 saja, karena mereka cepat pulang dan lebih banyak yang memilih pulang langsung ke rumah atau pulang ujian langsung di jemput orang tua mereka.”

Dalam sehari Pak Budi dapat menghasilkan uang berkisar Rp.100.000 –

Rp. 250.000/hari jika anak sekolah belajar seperti biasa masuk di pagi hari

dan pulang di sore harinya. Namun, penghasilan yang diperoleh Pak Budi

dapat menurun drastis hanya bekisar Rp. 75.000-Rp.100.000 saja perhari,

pendapatan yang menurun ini akan terjadi ketika suasana ujian telah tiba,

banyak anak-anak yang jarang sekali membeli dagangannya karena selain

(29)

biasa juga mereka setelah pulang ujian langsung dijemput orang tuanya

masing-masing yang telah menunggu mereka.

Dengan penghasilan yang tidak tetap atau konsisten tersebut tetap saya

Pak Budi harus dapat bertanggung jawab atas dirinya dan anak-anaknya.

Adanya bantuan dari segi ekonomi oleh anak pertama dan kedua Pak Budi

yang telah bekerja dan mendapatkan penghasilan tentunya sangat membantu

kehidupan keluarganya. Namun walaupun mendapatkan bantuan Pak Budi

tidak mau tergantung ataupun hanya menunggu untuk diberikan uang setiap

bulan oleh kedua anaknya. Sebagai seorang ayah tunggal ia merasakan sangat

sulit mengatur keuangan di dalam rumah tangga tanpa kehadiran seorang istri.

4.3.2 Pak Akib Seorang Ayah Tunggal Dari Dua Orang Anak Lelaki Remaja.

Tidak berbeda jauh dengan yang dialami oleh keluarga Pak

Muhammad Akib yang telah ditinggal wafat oleh sang istri dan sekarang

menjadi seorang ayah tunggal atau duda dengan merawat ke dua orang

anaknya, anak laki-laki pertama dari Pak Akib bernama Muhammad Agung

Irvandy yang sekarang berusia 21 tahun sedang menjalani pendidikan di

bangku kuliah, dan anak kedua laki-laki Pak Akib (yang paling kecil) adalah

Lutfi Ramadhan yang sekarang berusia 16 tahun yang sudah duduk di

bangku kelas 1 SMA.

Almarhumah istri dari Pak Akib sebelumnya diketahui telah lama

(30)

rutinitas hari-hari sebelumnya yaitu berangkat kerja dengan mengendarai

sepeda motor dan kedua anaknya juga melakukan aktivitas sehari-hari yaitu

pergi menimbah ilmu, bedanya yang anak pertama telah diberikan izin untuk

membawa kendaraan sendiri yaitu sepeda motor untuk berangkat menuju

sekolahnya (SMA), dan sang adik yang masih mengenyam pendidikan di

bangku Sekolah Dasar (SD) harus diantar oleh ayahnya (Pak Akib).

Sedangkan istrinya berada di rumah dan beraktivitas seperti biasa menjalani

pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga biasa. Lalu tidak tahu bagaimana istri

dari Pak Akib tiba-tiba mengalami kejang-kejang dan jatuh dari tempat tidur

saat hendak membereskan kamar tidur, disaat istri Pak Akib terjatuh seketika

itu juga kepalanya terbentur ke lantai hingga ia menjadi tidak sadarkan diri

lagi, dan beberapa saat adik perempuan Pak Akib atau adik ipar istri Pak

Akib mendengar suara dari kamar tidur tersebut dan langsung lari lalu

menemukan kakak iparnya sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri atau

pingsan.

Lalu pada saat itu juga adik Pak Akib menghubungi dan mengabari

tentang hal ini kepada abangnya yatu Pak Akib dan segera ia langsung

membawanya ke Rumah Sakit terdekat yaitu Permata Bunda dengan harapan

masih sempat dapatkan pertolonga dan perawatan namun takdir mengatakan

hal yang lain istri Pak Akib sudah menghembuskan nafas terakhirnya

sebelum suami dan anak-anaknya tiba di sana. Sampai sekarang anak-anak

Pak Akib mengatakan bahwa sosok ibu mereka tidak akan pernah

(31)

”Penyebabnya dari awalnya istri saya sakit dan juga istri saya memiliki darah tinggi, pada pagi hari ketika kami semua pergi beraktivitas, lalu istri saya membereskan kamar dan ia mengalami collapse jatuh dari tempat tidur di kamar lalu kepalanya terbentur lantai hingga tidak sadarkan diri, dan adik saya yang perempuan menemukannya lalu dibawa kerumah sakit dan sudah tidak tertolong lagi.” Jelas Pak Akib.

Setelah semuanya telah sampai dan hadir di RS. Permata Bunda dan

melihat istri dan ibu mereka telah meninggalkan mereka semua seketika

suasana duka menyelimuti ruangan tersebut, air mata dan isak tangis tidak

dapat dibendung lagi mengingat kejadian yang menimpa ibu mereka ini tidak

dapat diterima karena begitu mendadak meninggalkan mereka semua untuk

selamanya.

Pengalaman yang dialami oleh keluarga Pak Muhammad Akib yang

menjadi ayah tunggal yang memiliki dua orang anak laki-laki yang masih

membutuhkan dana untuk sekolah mereka, dengan bekerja sebagai karyawan

swasta di PT. Siantar Top yang bertempat di Tanjung Morawa ia dapat

menghasilkan pendapatan tetap Rp.5.000.000 – Rp. 7.000.000/ bulan.

Dengan penghasilan tetap yang di peroleh Pak Akib sudah sangat

cukup untuk membiayai sekolah anak-anaknya dan juga memenuhi kebutuhan

hidup untuk dirinya sendiri dan anak-anaknya. Pekerjaan yang digeluti

sehari-hari oleh Pak Akib menurutya tidak terlalu banyak menyita waktu untuk

membaginya dengan anak-anaknya, terkadang semua itu tergantung pada

(32)

Pekerjaan yang menjadi rutinitas sehari-hari Pak Akib dimulai pada

pukul 08.00 WIB dan berakhir pada pukul 17.00 WIB, namun tidak

sepenuhnya Pak Akib menghabiskan waktu hanya di tempat kerjanya, bahkan

tidak jarang ia sering pulang ke rumahnya jika jam makan siang berlangsung

hanya untuk melihat keadaan rumah sembari memantau rumah juga karena ia

tidak dapat sepenuhnya memberikan beban tersebut kepada anak pertama

laki-lakinya yang juga masih harus sembari berkuliah maka ia harus meminta

tolong kepada adik perempuannya yang juga bertempat tinggal tidak jauh dari

rumah Pak Akib, namun ada saalah satu hal yang paling sering dilakukan Pak

Akib yaitu menyuapi atau menyulangi anaknya yang paling kecil, padahal

sudah dapat makan sendiri. Namun, itulah salah satu bentuk pengaplikasian

kasih sayang dari seorang Pak Akib yang mana ia harus membagi waktunya

untuk tetap dapat bekerja secara optimal juga harus terus memantau dan

memberikan cukup kasih sayang kepada anak-anaknya.

(33)

4.3.3 Pak Mulyo Ayah Tunggal Dari Seorang Putera dan Puteri Remaja.

Peristiwa yang dialami oleh dua keluarga di atas ternyata di alami juga

oleh keluarga Pak Mulyo yang juga telah menjadi duda atau ayah tunggal

yang bertempat tinggal Jl. Menteng VII Gg. Garuda Medan Denai.

Pak Mulyo telah ditinggal wafat oleh almarhumah istrinya sejak bulan

oktober pada tahun 2012 yang dapat dihitung sudah hampir 4 tahun ia dan

kedua anak-anaknya melalui rutinitas keseharian mereka tanpa sosok seorang

istri dan ibu

Pak Mulyo menjadi seorang ayah tunggal atau duda dikarenakan

istrinya meninggal akibat penyakit yang telah lama diderita oleh almarhumah

istri Pak Mulyo yaitu mengidap penyakit gula basah, dimana pada awal tahun

2009 penyakit yang dideritanya semakin bertambah parah dan mengharuskan

untuk rutin melakukan chek kesehatan di RSU (Rumah Sakit Umum) Pringadi

Medan.

(34)

Pihak keluarga selalu berdoa dan menginginkan istri Pak Mulyo dapat

sembuh dan sehat kembali dari penyakit yang dideritanya namun Allah

berkata lain, sudah sebulan penuh ia menjalani rawat inap / opname di rumah

sakit tersebut, namun pada bulan Oktober 2012 istri Pak Mulyo sudah tidak

dapat bernafas lagi dan telah tiada, kepedihan mendalam pada saat itu tidak

dapat disembunyikan lagi, pecah tangis yang kian bersuara mengisi kamar

rumah sakit yang merawat almarhumah istri Pak Mulyo. Kini hanya Pak

Mulyo dan kedua anaknya yang paling besar adalah anak laki-laki bernama

Angga yang pada saat ditinggal ibunya berusia 16 tahun (2012) dan anak

perempuan bernama Putri yang paling kecil berusia 12 tahun (2012). Pak

Mulyo sempat tidak tahu lagi bagaimana harus mengurus anak-anaknya yang

masih kecil namun lambat laun semuanya jadi mulai terbiasa walaupun pada

awalnya masih sering membutuhkan bantuan dari saudara ataupun orang lain /

pembantu yang dibayar harian

Pak Mulyo yang saat ini sudah berjalan menuju 4 tahun menjalani

kehidupan sebagai seorang ayah tunggal atau duda yang masih terus berusaha

untuk tetap melangsungkan kehidupan untuk dirinya dan dua orang

anak-anaknya, tanpa bantuan seorang pendamping atau istri dan seorang ibu untuk

anak-anaknya.

(35)

menghidupi dan menyekolahkan anak-anak saya.” Jelas Pak Mulyo.

Pak Mulyo bekerja sebagai salah satu karyawan di sebuah Perusahaan

Asuransi khususnya dibagian marketing untuk merekrut calon nasabah baru

yang akan masuk dan bergabung untuk membuat program asuransinya.

Dengan mata pencaharian tersebut Pak Mulyo mendapatkan

penghasilan Rp. 2.000.000 per bulan. Dimana penghasilan tersebut

menurutnya belum memadai atau mencukupi untuk kebutuhan dirinya dan

kedua orang anaknya yang masih membutuhkan biaya untuk melanjutkan

pendidikannya, apalagi tidak adanya seorang istri yang seharusnya mengelola

pendapatan, pemasukkan dan pengeluaran per bulannya. Namun, tidak jarang

pula Pak Mulyo mendapatkan dana insentif atau tambahan dari hasil membuat

orang join atau bergabung ke perusahaan asuransi tempat ia bekerja.

“Pekerjan saya sudah memiliki jadwal tetap atau rutinitas sehari-hari. Dalam seminggu, Senin sampai jum’at saya masuk kantor pukul 08.30 WIB dan pulang kantor pukul 17.00 WIB. Pada hari Sabtu saya hanya sampai setengah hari saja, dan pulang kembali berkumpul bersama anak-anak saya.” Jelas Pak Mulyo.

Pak Mulyo melakukan rutinitas pekerjaannya pada hari Senin-Jumat

(36)

sedangkan di hari Sabtu Pak Mulyo hanya bekerja sampai setengah hari saja

yaitu sampai pukul 12.00 WIB, dan pada hari Minggu ataupun hari-hari besar

Nasional ia mendapatkan hari libur seperti karyawan pada umumnya. Di

waktu ia tidak bekerja inilah ia memanfaatkan waktu untuk menghabiskan

waktu tetap menjalin komunikasi yang baik dengan anak-anaknya juga

keluarga atau sanak saudara yang lainnya.

4.3.4 Pak Slamet Ayah Tunggal Karena Perceraian Dengan Alasan Ekonomi.

Perceraian adalah sebuah hal yang sangat dihindari dan tidak

diinginkan oleh setiap pasangan, namun adakalanya perceraian atau

perpisahan dalam hubungan pernikahan dapat terjadi, seperti yang dialami

oleh Pak Slamet yang beralamat di Marelan Pasar V Terjun. Ia mengakhiri

pernikahannya dengan perpisahan atau perceraian yang juga disetujui oleh ke

dua pihak yaitu istri dan suami (dirinya), bukan keputusan dari salah satu

pihak, keluarga yang telah dikaruniai 4 orang anak ini yang dapat dibilang

sudah memasuki masa usia dewasa, anak pertama Pak Slamet ialah bernama

Suci Rahmadani seorang anak perempuan yang usianya sudah 28 tahun, lalu

yang kedua anak Pak Slamet yaitu Bagus Prasetyo yang telah berumur 25

tahun, selanjutnya anak ketiga dari Pak Slamet yaitu Putra Rizkiansyah yang

telah berumur 15 tahun dan masih melanjutkan pedidikannya di bangku SMP

(37)

Slamet masih duduk di bangku SD (Sekolah Dasar) yang telah berusia 11

tahun.

Perpisahan ataupun perceraian yang terjadi ini sudah setahun

belakangan ini sudah sering sekali akan terjadi tapi karena mengingat

anak-anak maka mereka selalu mengurungkan niat itu, rumah tangga yang sudah

tidak harmonis ini sebelumnya pun sudah kerap kali mengalami konflik

rumah tangga antara lain sering bertengkar mulut atau cekcok bahkan sudah

tidak lagi saling memahami satu dengan yang lainnya, Pak Slamet

beranggapan bahwa pemicu konflik tersebut ialah dikarenakan istrinya mulai

bekerja di pabrik dan pendapatan yang didapat lebih besar dari pada dirinya,

sehingga menurutnya sudah tidak ada waktu lagi untuk berada di rumah dan

predikat sebagai ibu rumah tangga pun sudah tidak lagi dilakukannya.

“Ya yang menyebabkan saya menjadi ayah tunggal atau duda ya karena saya dan mantan istri saya memilih untuk berpisah atau bercerai sudah menjadi keputusan bersama. Karena menurut saya sudah tidak ada lagi keinginan untuk saling bersama dan menhargai saya selaku seorang suami, semenjak istri saya bekerja di pabrik semua menjadi berubah dari sisi tingkah lakunya dan tanggung jawabnya sebagai seorang istri dan ibu dari anak-anak kami.”

Maka pada pertengahan Januari 2016 Pak Slamet dengan istrinya

pun telah resmi bercerai dan menjalani kehidupan masing-masing yang telah

(38)

Pak Slamet yang telah menjadi single father atau duda sejak awal pertengahan Januari 2016, yang jika dihitung sudah 7 bulan dan apabila

dibandingkan dengan yang dijalani 3 single father atau duda yang lain yang tentunya sudah lebih lama menjalani kehidupan sendiri dengan anak-anaknya

karena telah ditinggal oleh istri mereka.

Pak Slamet memiliki mata pencaharian sebagai buruh pabrik di

sebuah pabrik yang bergerak dalam memproduksi tali yang tepatnya berada di

daerah KIM (Kawasan Industri Medan). Dengan bekerja sebagai buruh Pak

Slamet memiliki penghasilan Rp. 2.000.000 per bulan dan jika ada waktu

lembur dalam seminggu ia mendapatkan Rp. 2.500.000 per bulannya.

“ Setelah saya berpisah dengan mantan istri saya, ya saya sendiri yang mencari nafkah ntuk diri saya dan saya juga masih bertanggung jawab untuk menafkahi kebutuhan hidup anak-anak saya, kecuali yang nomer satu dan dua mereka sudah menikah, kalau untuk istri saya dia bekerja sendiri punya pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.”

Menurutnya dengan penghasilan yang di dapatkannya per bulan

tersebut ia masih bisa bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan

anak-anaknya, memang Pak Slamet memiliki 4 orang anak namun 2 orang sudah

berkeluarga yaitu Suci dan Putra sudah tidak lagi tinggal serumah dengan Pak

Slamet jadi hanya tinggal 2 orang anak lagi yang dia biayai yaitu anak ketiga

yang bernama Bagus yang memang masih tinggal bersama Pak Slamet,

(39)

bersama ibunya namun Pak Slamet masih sering memberikan kebutuhan

sekolahnya juga uang jajannya setiap bulan melalui anak ketiganya yang

terkadang sekaligus berkunjung ke rumah neneknya yang juga menjadi rumah

ibu dan adiknya.

4.3.5 Pak Samsudin Ayah Tunggal Karena Perceraian yang Isterinya Bekerja

sebagai TKW.

Begitu pula dengan keluarga yang telah bercerai pada bulan 10

(Oktober) 2015 ini, Pak Samsudin namanya yang beralamat di

Jl.Sisingamangaraja Medan Amplas ini yang telah ditinggal istrinya atau

sekarang lebih tepatnya disebut mantan istri dikarenkan bekerja di luar negri

dan menjadi seorang TKW (Tenaga Kerja Wanita) sejak tahun 2014 bulan

Januari. Mereka sudah memiliki dua orang anak dari hasil pernikahan yang

pertama anak perempuan Pak Samsudin yang telah berusia 20 tahun yang

sudah lulus dari SMA (Sekolah Menengah Akhir) dan belum melanjutkan ke

jenjang perguruan tinggi (kuliah) dikarenakan faktor biaya yang belum

memadai dan yang terakhir atau kedua adalah anak laki-laki Pak Slamet yaitu

Fikri yang masih berusia 14 tahun dan masih melanjutkan pendidikannya di

bangku SMP (Sekolah Menengah Pertama) yang ikut merasakan dampak dari

perpisahan dengan ibunya dan juga dampak dari perpisahan yang kandas

(40)

Lagi-lagi faktor ekonomi adalah salah satu alasan penyebab

perceraian ini terjadi yang mana seorang istri juga harus ikut andil bekerja

atau mencari tambahan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga

biaya atau keperluan anak-anaknya, maka dengan berharap bisa mendapatkan

uang yang cukup dengan gaji yang nominalnya diatas rata-rata PRT

(Pembantu Rumah Tangga) di Indonesia, ia (istri Pak Samsudin) harus pergi

dan menjadi TKW di negeri orang yaitu Malaysia.

Awalnya tidak ada perselisihan ataupun pertengkaran yang terjadi di

dalam keluarga Pak Samsudin, semuanya masih berjalan seperti biasanya

yang hanya saja figur atau sosok seorang ibu/istri sudah tidak lagi terasa

berada di dalam rumah. Namun setelah setahun telah berlalu dan semuanya

menjadi berantakan dikarenakan Pak Samsudin menginginkan istrinya

pulang kembali ke Indonesia dan berhenti menjadi TKW mendapat

penolakkan dari sang istri yang mengatakan bahwa kontrak bekerjanya akan

diperpanjang dengan kenaikan gaji yang lumayan signifikan, Pak Samsudin

tidak bisa mentoleransi lagi jika istrinya akan bekerja lebih lama lagi di

Malaysia sebagai TKW.

(41)

pertengkaran hebat sehingga kami lebih memilih jalan masing-masing.”

Selanjutnya hari-hari berlalu dengan rasa hampa dan tidak ada lagi

rasa ingin melanjutkan kehidupan rumah tangga yang seharusnya ia lalui

dengan istrinya kini hanya menjalani kehidupannya dengan kedua anaknya

saja. Kesulitan yang dialami tanpa kehadiran sosok seorang istri merupakan

konsekuensi yang harus dirasakan dan dilalui disetiap harinya.

Pak Samsudin yang telah menjadi single father atau seorang duda selama lebih kurang 8 bulan, yang belum terlalu lama jika dibandingkan

pengalaman 3 orang single father lainnya.

“ Saya hanya bekerja sebagai tukang ojek saja, semenjak tahun lalu saya sudah tidak bekerja sebagai buruh bangunan lagi karena saya sudah tidak sanggup lagi dengan beban pekerjaan bangunan yang begitu berat.”

Pak Samsudin bermata pencaharian sebagai seorang tukang ojek

pangkalan yang penghasilannya juga tidak tetap dan tergantung banyak

tidaknya sewa atau orang yang menggunakan jasa ojek Pak Samsudin.

Dengan mata pencaharian sebagai tukang ojek Pak Samsudin memperoleh

penghasilan Rp. 50.000 – Rp. 100.000 per hari jika ia mulai bekerja dari

pukul 08.00 pagi sampai pukul 12.00 siang lalu dilanjutkan lagi pukul 16.00

sore samapai 21.00 malam dapat dikatakan Pak Samsudin dalam sehari

(42)

shift dari pagi sampai siang atau dari sore sampai malam saja ia hanya

mendapatkan penghasilan Rp. 20.000 – Rp. 50.000 per harinya. Pak Samsudin

lebih bersyukur apabila di hari biasa atau hari sekolah karena banyak anak

sekolah yang menggunakan jasa ojeknya. Namun jika hari libur hanya sedikit

orang yang melakukan aktivitas sehari-hari dan jarang sekali ada penumpang,

kecuali kalau di malam hari saja terkadang masih ada penumpang yang baru

pulang dan menggunakan jasa ojek Pak Samsudin.

Namun menurut penuturan diatas Pak Samsudin sebelum ia bekerja

sebagai seorang tukang ojek, ia bekerja sebagai buruh bangunan yang gajinya

atau penghasilannya lebih relatif banyak dibandingkan sebagai tukang ojek.

Hanya saja Pak Samsudin merasa sudah tidak sanggup lagi untuk bekerja

sebagai buruh bangunan yang pekerjaannya memiliki beban yang lebih berat

dibandingkan sebagai tukang ojek.

Dengan pendapaatan yang dapat dikatakan dibawah rata-rata untuk

memenuhi kebutuhan dirinya dan anak-anaknya Pak Samsudin tetap

bertanggung jawab untuk tetap memiliki penghasilan walaupun sering mantan

istri Pak Samsudin yang menjadi TKW di Malaysia sering mengirim uang

(43)
[image:43.792.54.749.160.502.2]

Tabel 2 Data Tentang Lima Ayah Tunggal di Kota Medan

No Nama Ayah Tunggal disebabkan oleh

Anak /usia sekarang Lama menjadi ayah tunggal

Pekerjaan Pendapatan/bulan

1 Pak Budi Kematian istri

Jono 26 thn anak lelaki pertama dan telah bekerja.

Mantri 24 thn anak kedua dan juga sudah bekerja.

Sella 20 thn anak pr terakhir dan masih berkuliah.

(2laki-laki dan 1perempuan).

1 tahun 6 bulan

Wiraswasta / berjualan dan membuka kios di depan SD swasta.

Rp.2juta-Rp.3juta/ bulan

2 Pak Akib Kematian istri

Agung 21 thn anak lelaki pertama dan baru saja lulus D3 di Perguruan Tinggi.

Lutfi 16 thn anak lelaki kedua dan masih duduk di kelas 1 SMA. (2laki-laki).

5 tahun 5 bulan

Karyawan Swasta di PT.Siantar TOP Rp.5juta-Rp.7juta / Bulan

3 Pak Mulyo Kematian istri

Angga 20 thn anak lelaki pertama dan masih melanjutkan kuliahnya. Putri 16 thn anak pr terakhir dan masih duduk dibangku SMP. (1laki-laki dan 1perempuan).

(44)

4 Pak Slamet Perceraian, karena masalah ekonomi

Suci 28 thn anak pertama pr dan sudah menikah.

Putra 25 thn anak kedua lelaki sudah bekerja dan telah menikah. Bagus 15 thn anak ketiga lelaki masih bersekolah di bangku SMP. Rika 11 thn anak keempat pr dan masih duduk di bangku SD.

(2orang laki-laki dan 2 orang perempuan).

7 bulan Buruh pabrik di pabrik tali KIM

Rp.2juta

-Rp.2,5juta/bulan.

5 Pak Samsudin

Perceraian, karena istri bekerja sebagai

TKW.

Dila 20 thn anak pr pertama dan sudah lulus SMA namun belum bekerja atau melanjutkan ke Universitas.

Fikri 14 thn anak kedua lelaki dan masih bersekolah di SMP.

(1perempuan dan 1laki-laki).

8 bulan Tukang ojek pangkalan

Rp.1juta-Rp.2juta/ bulan.

(45)

Keterangan dari tabel 2 yaitu masing-masing ayah tunggal memiliki

latarbelakang masalah yang berbeda, penyebab, jumlah tanggungan anak, dan

pekerjaan serta pendapatan yang juga sudah pasti berbeda pula. Dengan

lamanya jarak waktu, untuk menjalani hidup sebagai ayah tunggal dengan

tinggal bersama anak-anak justru lebih dapat menangani masalah-masalah dan

kesulitan yang terjadi di dalam maupun di luar rumah, begitu pula kaitannya

dengan jumlah anak yang ditanggung dan usia anak dari ayah tunggal.

4.4 Sistem Pembagian Kerja di rumah pada Anak (dibedakan atau tidak antara anak

perempuan dan laki-laki).

Sebagai Ayah tunggal atau duda yang sudah memiliki tanggung jawab akan

anak-anaknya yang tinggal bersama dengannya dan kewajiban untuk mencari

nafkah atau bekerja, pastilah tidak mudah untuk membagi waktu untuk di antara

keduanya, yaitu bekerja di luar rumah (publik) dan mengurus anak-anaknya juga

membereskan rumah (domestik), maka disini akan dipaparkan bagaimana seorang

ayah tunggal dan anak-anaknya bekerjasama khusus dalam hal pekerjaan rumah

tangga dimana yang biasanya hal tersebut dikerjakan atau dilakukan oleh seorang

ibu atau istri saja dan sekarang harus dilakukan dengan adanya kerjasama antara

(46)

4.4.1 Pak Budi dengan Tiga Orang Anak.

Pak Budi yang memiliki tiga orang anak yang mana terdiri atas 2 laki-laki

dan 1 perempuan yang pada saat ditinggal sang ibu mereka juga sudah pada besar

dan dapat mengurus diri masing-masing.

“Sistemnya gimana ya saya bilang kalau untuk membereskan rumah ya paling anak saya yang perempuan pas pulang kuliah dia tapi kalau untuk mencuci baju gitu kadang-kadang nyuci sendiri terkadang juga minta panggilkan orang untuk nyuci harian.”

Dalam hal urusan membereskan rumah menurut Pak Budi anak-anaknya

sudah mengerti porsi atau bagian masing-masing, karena selain sudah pada besar

juga sudah jarang sekali anak-anak ada di rumah apalagi anak laki-lakinya yang

sudah bekerja. Masalah urusan rumah seperti menyapu atau hanya beres-beres

sudah dilakukan oleh anak perempuan Pak Budi, sedangkan mencuci baju mereka

terkadang mencuci sendiri ataupun melaundry.

(47)

Menurut Pak Budi tidak harus ada pembagian peran ataupun

perbedaan untuk urusan rumah semuanya sama saja kecuali memasak Pak

Budi sudah ambil langkah yaitu menggunakan jasa kettringan atau rantangan. Karena memang tidak ada yang sempat juga tidak terlalu pandai dalam hal

memasak.

Memang di dalam rumah tidak dituntut untuk membeda-bedakan jenis

pekerjaan mau anak laki-laki atau perempuan ya sama saja selagi bisa

dikerjakan, tetapi jika ada hal yang agak sulit dilakukan oleh anak perempuan

Pak Budi ia dapat meminta tolong kepada abang-abangnya juga, ya intinya

saling tolong menolong sajalah sama-sama mengerti.

“Tidak ada alasan saya kan ga membedakan saya serahkan sama mereka saja itu kan sudah pada besar asalkan jangan berantam saja.”Jelas Pak Budi.

Dari anak Pak Budi pun tidak ada merasa keberatan atau menganggap

beban mengerjakan pekerjaan rumah, karena memang rumah yang

ditinggalkan juga tidak terlalu berantakan dan jarang juga anak-anak Pak Budi

berada di rumah karena masing-masing sibuk dengan urusannya.

(48)

4.4.2 Pak Akib dengan Dua orang anak lelakinya.

Selanjutnya akan membahas ada tidaknya masalah pembagian kerja di

keluarga Pak Akib. Pada keluarga Pak Akib anak pertamanya yang

bertanggung jawab untuk mengurus pekerjaan rumah yang ringan saja, seperti

menyapu, membersihkan rumah dan mengontrol adik laki-lakinya setelah

pulang sekolah, sedangkan untuk pekerjaan rumah yang lumayan berat seperti

mencuci dan menyetrika pakaian Pak Akib menggunakan jasa orang lain, dan

untuk makan pagi biasanya Pak Akib lebih sering membeli sarapan di

warung-warung terdekat untuk dirinya sekaligus untuk anak-anaknya.

“Kalau pagi hari anak saya yang pertama kuliah dan anak kedua saya pergi sekolah jadi adik saya yang membereskan rumah, kalau siang yang anak kedua saya pulang sekolah dan anak pertama saya juga sudah pulang kuliah maka mereka yg mengurus rumah. Anak saya yang pertama yang mengontrol adiknya, yang nyuruh makan adiknya, sorenya saat saya pulang dari aktivitas saya yang mengontrol anak saya untuk belajar.” Jelas Pak Akib.

Pak Akib memiliki dua orang anak laki-laki, yang mana anak pertama

lebih bertanggung jawab dan ikut membantu ayahnya mengurus rumah dan

mengawasi adik laki-lakinya, dan ia menganggap itu adalah sebuah hobinya

dan bukan karena terpaksa. Agung sebagai anak pertama Pak Akib

beranggapan bahwa sudah seharusnya anak tertua ikut membantu ayahnya

(49)

ada menerapkan pembedaan pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki

dikarenakan anak Pak Akib keduanya adalah laki-laki.

4.4.3 Pak Mulyo dengan Dua Orang Anaknya.

Selanjutnya akan dideskrikpsikan tentang pembedaan pembagian kerja

di keluarga Pak Mulyo. Pak Mulyo memiliki seorang anak laki-laki dan

seorang anak perempuan, yang mana Pak Mulyo tidak mengharuskan mereka

untuk melakukan pekerjaan rumah jika mereka tidak sempat, namun Pak

Mulyo menerapkan sistem tanggung jawab untuk masing-masing pekerjaan

pribadi atau urusan pribadi mereka yaitu misalnya membersihkan kamar

sendiri.

“Oh pembagian kerja sih ada tapi ya saya tidak memaksakan apabila mereka tidak sempat tetapi setidaknya mereka memiliki tanggungjawab atas masing-masing pekerjaan pribadi mereka seperti kebersihan kamar mereka.” Jelas Pak Mulyo.

Pak Mulyo menerapkan sistem pembagian kerja seperti si abang (anak

pertama) membersihkan rumah atau pekerjaan yang agak rumit seperti

mencuci pakaian ke mesin cuci dan menyetrika. Sedangkan si adek (anak

perempuan) tidak terlalu dipaksa karena ia belum bisa menerima beban

(50)

selebihnya Pak Mulyo ikut turun tangan (membantu) jika ada waktu, kalau

tidak sempat maka ia akan meminta bantuan dari orang lain.

“Sistemnya ya gitu kadang si abang beresi rumah atau hal yang agak rumit lah seperti mencuci baju ke mesin atau menyetrika. Si adek paling sapu-sapu rumah ya selebihnya saya juga ikut turun tangan atau kadang panggil orang juga untuk bantuin.” Kata Pak Mulyo.

Menurut tanggapan anak pertama Pak Mulyo yaitu Angga tentang

adanya pembagian kerja di dalam rumah, yang telah diterapkan ayahnya tidak

merupakan suatu beban, karena menurutnya ia bisa sekaligus belajar dari

sekarang untuk membiasakan diri melakukan pekerjaan rumah dan membantu

ayah juga adiknya. Angga dan Ayahnya tidak setuju tentang adanya

pembedaan pembagian pekerjaan antara anak laki-laki dan perempuan, karena

menurut Angga jika pekerjaan dilakukan bersama maka akan terasa lebih

ringan dan pastinya lebih cepat selesai, tidak menanggung sendiri, walaupun

awalnya Angga merasa sulit untuk melakukannya tapi lama kelamaan ia

terbiasa.

(51)

4.4.4 Pak Samsudin dengan Dua Orang Anaknya.

Selanjutnya akan membahas ada tidaknya pembedaan pembagian kerja

antara anak laki-laki dan perempuan pada keluarga Pak Samsudin. Di dalam

keluarga Pak Samsudin yang memiliki sepasang anak yaitu perempuan dan

laki-laki. Dila yang saat ini berumur 20 tahun dan Fikri yang berumur 14

tahun telah menjalani kehidupan bersama ayahnya, tanpa didampingi oleh ibu

mereka yang bekerja sebagai TKW dan memutuskan untuk berpisah dengan

Pak Samsudin.

Di dalam keluarga Pak Samsudin pembagian kerja atau tanggung

jawab atas pekerjaan rumah seluruhnya dilakukan oleh Dila (anak pertama

Pak Samsudin) yang pada dasarnya ia sudah tamat sekolah (SMA) dan ia

belum ada keinginan melanjutkan ke jenjang universitas atau memutuskan

untuk kerja. Pekerjaan rumah ini diberikan kepada Dila karena Pak Samsudin

sendiri tidak terbiasa membersihkan (menyapu, mencuci, dan menata rumah)

seperti yang dilakukan Dila. Sedangkan adiknya yang bernama Fikri tidak

dapat diharapkan bantuannya karena ia lebih sering bermain, jarang berada di

rumah dan tidak mau membantu kakaknya.

(52)

Jadi di keluarga Pak Samsudin yang menjadi tumpuan mengelola

pekerjaan rumah atau yang bertanggung jawab sepenuhnya adalah Dila.

4.4.5 Pak Slamet dengan Empat Orang Anaknya.

Dan yang terakhir akan dibahas mengenai keluarga Pak Slamet yang

memiliki 4 orang anak, dua orang sudah menikah dan tidak tinggal bersama

Pak Slamet lagi dan dua orang lagi masih dalam pengawasan dan tanggung

jawab Pak Slamet karena masih berada di bangku sekolah.

Anak ketiga Pak Slamet (Bagus) lebih memilih tinggal bersama

ayahnya sedangkan adiknya (Rika) masih tinggal bersama ibunya yang juga

bertempat tinggal dirumah nenek mereka (orangtua dari ibunya).

“Ya ga ada, paling cuma saya dan si Bagus aja di rumah, paling bagi kerjaan sama dia ajalah.” Singkat Pak Slamet.

Menurut Bagus, pembagian kerja yang diterapkan oleh ayahnya

terkadang merupakan suatu kesulitan baginya karena ia menganggap itu

adalah pekerjaan perempuan salah satunya mencuci pakaian, tapi karena

Bagus takut jika ayahnya marah maka ia melakukannya walaupun

(53)

“Iya kadang-kadang aku disuruh nyapu rumah sama nyuci baju malas kali rasanya ga pande aku trus pun itu kerjaan perempuan, tapi karena takut aku kenak marah sama bapakku yaudah ku kerjakan kak tapi ga bersih kali mungkin.” Kata Bagus.

Tidak ada pembagian kerja yang terlalu signifikan (jadwal pasti) pada

keluarga Pak Slamet yang hanya tinggal dengan satu anak lelakinya. Ketika

Pak Slamet mendapat shift pagi dan Bagus pergi sekolah maka rumah ditinggalkan dalam keadaan belum dibersihkan, pada siang harinya setelah

Bagus pulang sekolah biasanya Bagus hanya dapat mengerjakan pekerjaan

rumah yang ringan seperti hanya menyapu dan merapikan rumah saja,

sedangkan untuk mencuci baju akan dilakukan Pak Slamet ketika sudah

pulang kerja. Sedangkan untuk pekerjaan lainnya seperti memasak biasanya

Pak Slamet lebih sering membeli diluar saat mendapat shift pagi, dan ketika ia mendapatkan shift sore Pak Slamet hanya dapat memasak masakan yang terlalu menyita waktu seperti menggoreng telur ataupun merebus sayur.

“Tergantung kalau dapat shift pagi saya beli aja sarapan dekat tempat kerja sana sudah ada langganan kalau anak saya mau pigi sekolah ya sekalian saya belikan juga memang baru dia berangkat sekolah. Kalau saya masuk shift sore atau malam ya lebih enak lagi masih ada waktu nyantai di pagi hari masak sendiri saya paling goreng telur saja.” Jelas Pak Slamet.

Berdasarkan penjelasan dari anak Pak Slamet si Bagus beranggapan

(54)

karena jika perempuan yang membersihkan rumah seperti kakak dan ibunya

maka kondisi rumah lebih bersih dan rapi dari pada ketika ayahnya yang

mengurus rumah.

(55)
[image:55.792.48.756.107.463.2]

Tabel 3 Data Penerapan Pembagian Kerja oleh Ayah Tunggal dengan Anaknya.

No Nama Ada/tidak pembagian kerja di dalam rumah

Sistem pembagian kerja dibedakan secara

seksual/tidak

Ada/tidak terjadi kesulitan Alasan adanya pembedaan(pr&lk) dalam pembagian kerja

1 Pak Budi

Tidak ada, karena anak-anak sudah pada besar.

Tidak, namun lebih sering anak pr saya yang membereskan rumah.

Tidak ada kesulitan, hanya sulit berkomunikasi karena kesibukan.

Tidak ada alasan apapun,hanya terkadang bila si adek lelah maka abangnya juga ikut membantu.

2 Pak Akib

Ada,pembagian kerja dipercayakan kepada anak lelaki pertama.

Tidak, karena dua-duanya anak lelaki.

Tidak ada kesulitan, karena yang paling besar sudah mengerti akan peran dan tanggungjawabnya hanya terkadang perlu juga bantuan orang lain.

Tidak ada alasan.

3 Pak Mulyo

Ada, hanya saja tidak terlalu diterapkan.

Tidak ada pembedaan karena si adek juga belum mau sepenuhnya menanggung jawabi tugasnya.

Tidak ada, karena abangnya juga sudah besar. Hanya adeknya saja yang agak sulit diatur.

Tidak ada alasan, karena siapa pun bisa melakukan tugas rumah, apabila tidak sempat bisa meminta bantuan.

4 Pak Slamet

Tidak ada, hanya tinggal dengan putra nya.

Tidak ada hanya terkadang anak lelakinya diminta tolong untuk membantunya.

Tidak ada, hanya terkadang ada merasa lelah karena semua sebagian besar dikerjakan sendiri.

Tidak ada yang harus dibagi, hanya Pak Slamet dan anak lelakinya yang tinggal bersama.

5 Pak Samsudin

Ada, diserahkan kepada anak perempuan yang paling besar.

Harus dibedakan, karena jenis pekerjaan untuk pr dan laki harus dibedakan (dalam/luar) rumah.

Tidak ada, selama anak perempuannya masih mau mengurus rumah.

Iya harus dibedakan, krna laki tidak pantas mengerjakan tugas rumah sperti mencuci atau masak.

(56)

Keterangan tabel 3 yaitu pada masing-masing keluarga (5keluarga)

ayah tunggal, ada yang telah menerapkan sistem pembagian kerja di dalam

rumah yang dibagi dengan anak-anaknya dan ada pula yang tidak menerapkan

sistem tersebut, yang pada akhirnya hanya ditanggung jawabi oleh seorang

anak dan biasanya anak pertama lah yang menanggungnya. Karena ada

beberapa ayah tunggal yang merasa bahwa pekerjaan rumah hanya dapat

dilakukan oleh anak perempuan saja, dan ada pula yang berpendapat semua

bisa melakuannya apalagi ada kerja sama.

4.5 Situasi Dan Kondisi Yang Dialami Single Father Dalam Membagi Pekerjaan Rumah dengan Anak.

Dalam sub bab ini akan membahas tentang situasi dan kondisi yang di

alami oleh seorang ayah tunggal dalam membagi pekerjaan rumah dengan

anaknya, dimana setiap keluarga memiliki cara ataupun situasi yang

berbeda-beda.

Pada keluarga Pak Budi, situasi dan kondisi dalam membagi pekerjaan

dengan tiga orang anaknya tidak terlalu menyulitkannya selain dikarenakan

anaknya sudah pada dewasa, 2 orang sudah bekerja dan 1 orang lagi masih

(57)

“ Alhamdulillah anak-anak juga sudah pada bias mandiri kalau bisa dibilang tinggal si adek yang kuliah ini saja yang menjadi tanggungan saya, ga ada sih kalo mengalami kendala paling kadang ada kebutuhan ekonomi saja, pas pulak saya juga belum punya uang kalau ada keperluan di kampusnya. ” jelas Pak Budi.

Pak Budi merasa dalam hal menerapkan sistem pembagian kerja

dirumah dengan anaknya tidak terlalu mengalami kesulitan karena

mempunyai kesadaran masing -masing hanya saja Pak Budi merasa sulit

berkomunikasi atau jarang bertatap muka disebabkan mereka memiliki

kesibukan masing-masing kecuali dihari libur.

“ Tidak ada kesulitan kalau untuk membagi pekerjaan rumah, hanya sulit berkomunikasi saja karena kesibukkan masing-masing.” Kata Pak Budi.

Menurut anak pertama Pak Budi yaitu Jono, interaksi dan komunikasi

yang terjalin antara ia dan adik-adiknya tetap berjalan dengan baik, walaupun

pernah terjadi konflik hanya karena masalah kecil mengenai rumah yang

berantakan dan saling melempar tanggung jawab, masalah tersebut akan

selesai dengan sendirinya dan tidak berlarut-larut.

(58)

perempuan karena masalah rumah berantakan atau yang lain juga. Ya ga ada palingan selesai sendiri sih karena adek saya juga sering ada apa-apa cerita ke saya, kalau adik laki-laki saya orangnya memang pendiam dan tertutup dia.” Jelas Jono.

Berikut akan dijelaskan situasi dan kondisi dalam pembagian

pekerjaan rumah yang dialami oleh Bapak Akib dan 2 orang anaknya. Dalam

mengerjakan rumah, Pak Akib terkadang dibantu oleh adik perempuanya

yang juga tinggal tidak jauh dari rumahnya. Tidak ada kesulitan dalam

menerapkan sistem pembagian kerja kepada anaknya saat ini, karena mereka

sudah mengerti dan memahami bahwa sudah seharusnya membantu Pak Akib.

“Tidak ada kesulitan karena anak saya sudah besar dan mengerti bahwa mereka lah yg seharusnya membantu saya, dan mereka sudah mengerti ibu mereka sudah tiada dan mereka harus belajar mandiri.” Kata Pak Akib

Menurut anak pertama Pak Akib yaitu Agung, pembagian kerja yang

diterapkan oleh ayahnya tidak merupakan suatu beban dan tidak

menyulitkannya. dalam proses interaksi dan komunikasi satu sama lain

(59)

“ Ya, keluarga saya selalu menjaga komunikasi antara kami agar tidak adanya perselisihan. Ga pernah karena adik saya juga tidak bandel dan selalu menurut jika saya menyuruhnya makan atau pun hal-hal lain. Ya karena tidak ada masalah ya hanya menjaga komunikasi dan sama-sama saling mengerti saja.” Kata Agung

Selanjutnya akan dibahas situasi dan kondisi dalam pembagian

pekerjaan rumah yang dialami oleh Bapak Mulyo dan 2 orang anaknya. Pak

Mulyo tidak mengalami kesulitan dalam membagi pekerjaan rumah dengan

anak-anaknya sekarang karena mereka sudah lebih mandiri dan memang

sudah diajarkan untuk melakukan semua pekerjaannya sendiri termasuk

mengerjakan pekerjaan rumah.

(60)

Dan begitu pula menurut Angga pembagian kerja yang diterapkan oleh

ayahnya tidak menyulitkannya, karena dapat sekaligus membantu Pak Mulyo

dan adiknya. Dalam proses interaksi dan komunikasi satu sama lain semua

berjalan dengan baik, walaupun intensitas bertemu dengan ayahnya tidak

terlalu sering (di pagi hari saat berangkat kerja, dan malam hari saat pulang

kerja), adapun konflik yang pernah terjadi antara Pak Mulyo dengan

anak-anaknya hanya sebatas salah paham saja, dan menyelesaikannya dengan

mencari solusi bersama.

“ Iya Alhamdulillah baik karena walaupun jarang jumpa di pagi hari dan sore kami selalu membiasakan berkumpul pada makan malam atau malam hari sebelum tidur. Pernah saya dengan ayah ataupun saya

Gambar

Tabel 2 Data Tentang Lima Ayah Tunggal di Kota Medan
Tabel 3 Data Penerapan Pembagian Kerja oleh Ayah Tunggal dengan Anaknya.
Tabel 4 Data mengenai tanggapan anak melihat sosok ayahnya dan tentang adanya pembagian kerja
Tabel 1.1  Penelitian Relevan
+2

Referensi

Dokumen terkait

[17] Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian tentang Tuhan menurut pendapat Al Farabi adalah, Tuhan adalah wujud yang wajib, wujud yang wajib

dengan judul “ Perbandingan efektivitas penggunaan kompres ekstrak lidah buaya ( gel aloe vera ) dengan kompres air hangat pada penurunan tingkat skala nyeri phlebitis pada

Berkat taufik dan petunjuk Illahi Rabbi, penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Pengaruh Kemampuan Baca Tulis Al-Qur’an Terhadap Hasil Belajar

[r]

Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang- undangan dan

[r]

penyebab lain dari kurangnya kedisiplinan aparatur sipil negara yaitu tidak adanya reward bagi mereka yang selalu disiplin dan taat terhadap aturan, sehingga ini

Ketahanan Atas Kolisi dan Preimage : Pembuktian terhadap ketahanan atas kolisi dari MD6 dilakukan secara langsung dan dengan kontradiksi dengan membuktikan bahwa jika