• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Penguatan Lahan Tanaman Pangan dan Pemberdayaan Masyrakat di Daerah Kantong Migran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Penguatan Lahan Tanaman Pangan dan Pemberdayaan Masyrakat di Daerah Kantong Migran"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

(Laporan Akhir)

MODEL PENGUATAN LAHAN TANAMAN PANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYRAKAT DI DAERAH KANTONG MIGRAN

Pengusul

Didit Purnomo, SE, M.Si. (Ketua / NIDN: 0621097102)

Dibiayai oleh Koordinasi Perguruan Tinggi Wilayah VI, Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan RI, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor:

007/K6/KL/SP/PENELITIAN/2014, tanggal 8 Mei 2014

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)
(3)

Abstract

This study aims to formulate strategies for achieving food security in central migrant. Through the use of reinforcement cropland and strengthening institutional empowerment, strengthening the model formulated cropland and empowerment of migrant communities in the bag, which in turn can realize the achievement of food security. The experiment was conducted with the survey approach. Areas of research conducted in the Winton district is an area of research migran.Responden pockets are farmers who are members of farmer groups and have a family that is being migrated. The technique used in this study is in-depth interview, rapid rural appraisal, as well as quantitative and qualitative analysis (mixed method) to achieve results consistent with the objectives of the study. Activities carried out in several stages, the first, held in the beginning of the survey sample to obtain preliminary data on the characteristics and conditions of cropland in the study area; Secondly, map the potential and the role of community empowerment (village); The next phase of analysis and evaluation based on the findings in the field. The results or outputs from this research can provide enrichment to the front of the model of cropland strengthening and empowerment for farmers (farmer groups) through public institutions (village). In addition, with the strengthening of the model, able to make independent changes to society, especially in realizing the achievement of food security in central migrant.

(4)

BAB. I PENDAHULUAN

Tercapainya pembangunan ketahanan pangan tidak terlepas dari sektor pertanian

sebagai penyedia lahan pertanian dan tanaman pangan sebagai komoditas yang diunggulkan

dalam pencapaian ketahanan pangan, baik secara nasional maupun di tingkat daerah.

Pertanian merupakan salah satu sektor sangat penting bagi perekonomian Indonesia.

Keragaman karakteristik sumber daya lahan merupakan potensi bagi Indonesia untuk

memproduksi berbagai komoditas pertanian unggulan sesuai dengan kondisi agroekosistem.

Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat

besar dan beragam. Namun, sampai saat ini sektor pertanian belum handal dalam

mensejahterakan petani, memenuhi kebutuhan sendiri, menghasilkan devisa, dan menarik

investasi (Atman: 2009).

Hasil produksi tanaman pangan, perkembangan luas panen, produktivitas, dan

produksi padi menurut Subround 2009-2011 (Badan Pusat Statistik, 2012) menunjukkan,

produksi padi tahun 2011 (angka sementara) sebesar 65,74 juta ton Gabah Kering Giling

(GKG), mengalami penurunan sebesar 0,73 juta ton (1,10 persen) dibandingkan tahun 2010.

Penurunan produksi padi tahun 2011 tersebut terjadi di Jawa sebesar 1,97 juta ton, sedangkan

di luar Jawa mengalami peningkatan sebesar 1,24 juta ton. Penurunan produksi terjadi karena

penurunan luas panen seluas 52,13 ribu hektar (0,39 persen) dan produktivitas sebesar 0,35

kuintal/hektar (0,70 persen). Produksi jagung tahun 2011 sebesar 17,63 juta ton, turun 3,81

(5)

Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Menurut Subround, 2009-2011

Uraian Satuan 2009 2010 2011

1. Padi

Luas Panen Ha 12 883 576 13 253 450 13 201 316

Produktivitas ku/ha 49,99 50,15 49,80

Produksi (ton) Ton 64 398 890 66 469 394 65 740 946

2. Jagung

Luas Panen Ha 4 160 659 4 131 676 3 861 433

Produktivitas ku/ha 42,37 44,36 45,65

Produksi (pipilan kering) Ton 17 629 748 18 327 636 17 629 033

3. Kedelai

Luas Panen Ha 722 791 660 823 620 928

Produktivitas ku/ha 13,48 13,73 13,59

Produksi (biji kering) Ton 974 512 907 031 843 838

4. Kacang Tanah

Luas Panen Ha 622 616 620 563 539 230

Produktivitas ku/ha 12,49 12,56 12,81

Produksi (biji kering) Ton 777 888 779 228 690 949

5. Kacang Hijau

Luas Panen Ha 288 206 258 157 297 126

Produktivitas ku/ha 10,91 11,30 11,48

Produksi (biji kering) Ton 314 486 291 705 341 097

6. Ubi Kayu

Luas Panen Ha 1 175 666 1 183 047 1 182 637

Produktivitas ku/ha 187,46 202,17 203,02

Produksi (umbi basah) Ton 22 039 145 23 918 118 24 009 624

7. Ubi Jalar

Luas Panen Ha 183 874 181 073 177 857

Produktivitas ku/ha 111,92 113,27 123,26

Produksi (umbi basah) Ton 2 057 913 2 051 046 2 192 242

(6)

Penelitian ini akan mengkaji pemanfaatan tanaman pangan dan pemberdayaan

kelembagaan masyarakat (desa). Pengkajian tersebut akan menghasilkan penilaian baru

(evaluasi) terhadap bentuk atau model pemanfaatan lahan tanaman pangan dan pemberdayaan

kelembagaan masyarakat, dimana pada akhirnya dapat mendorong pencapaian ketahanan

pangan di daerah (Ariani, 2007; Purwaningsih, 2008; Wehrheim, 2006). Daerah yang

dimaksud merupakan daerah pedesaan yang banyak tersedia tenaga kerja untuk mengolah

lahan pertanian mereka. Namun, di sisi lain, banyak tenaga kerja pedesaan yang lebih suka

„boro‟ ke daerah lain (Purnomo, 2009), bahkan ke luar negeri untuk bekerja dengan harapan

akan mendapatkan pendapatan yang lebih besar daripada „hanya sekedar‟ mengolah lahan

pertanian di daerah asalnya. Keputusan logis mereka memang tidak bisa dicegah. Namun,

apabila kondisi ini dibiarkan maka akan terjadi semacam transfer tenaga kerja dari desa ke

kota. Secara tidak langsung keadaan tersebut dapat menyebabkan turunnya produktivitas

lahan pertanian, terutama tanaman pangan bagi daerah yang mempunyai potensi pertanian

dengan lahan tanaman pangan. Seterusnya apabila produktivitas lahan turun, hal ini dapat

memicu tidak tercapainya ketahanan pangan.

Sampai saat ini Pemda kabupaten Wonogiri belum memaksimalkan program-program

(khusus) yang menawarkan strategi ketahanan pangan melalui pemanfaatan lahan tanaman

pangan, padahal wilayah kabupaten Wonogiri memiliki potensi pemenuhan aspek ketahanan

pangan melalui komoditas tanaman pangan. Selain itu, pemerintah daerah setempat juga

belum mempunyai program khusus untuk mengupayakan bagaimana caranya menarik

perhatian para migran supaya lebih menyukai mengerjakan lahan di daerahnya dalam rangka

mewujudkan ketahanan pangan daripada boro keluar daerah.

Kondisi aktual keterlibatan pemerintah kabupaten Wonogiri dalam pemanfaatan lahan

tanaman pangan di daerah kantong migran, berdasarkan survey awal melalui diskusi dengan

pihak terkait (keyperson), menunjukan bahwa pemerintah daerah Wonogiri secara umum

sudah mem-backup supaya terwujud ketahanan pangan melalui tanaman pangan, diantaranya

dengan menaikkan“pamorubi kayu (cassava) melalui promosi komoditi lokal, namun belum

ada strategi khusus untuk pencapaian ketahanan pangan melalui pemanfaatan lahan tanaman

pangan. Kondisi ini salah satunya disebabkan sebagian masyarakat di Kabupaten Wonogiri

(7)

mboro”. Sebagai gambaran, berikut merupakan contoh produksi pangan di kabupaten

Wonogiri (WDA, 2011):

Tabel 2. Luas Panen Rata-Rata Produksi Dan Produksi Bahan Makanan di Kabupaten Wonogiri Tahun 2006-2010

No Jenis Tanaman Tahun Luas Panen (ha) Rata-rata (kw/ha) Produksi (kw)

1 Padi Sawah 2010 49,876 58.19 2,902,305

2009 47,970 59.73 2,865,267

2008 43,600 56.09 2,445,492

2007 45,015 53.90 2,435,101

2006 46,351 53.60 2,484,411

2 Padi Gogo 2010 13,299 44.13 586,892

2009 12,569 38.26 123,898

2008 12,957 32.89 426,151

2007 13,081 31.20 392,294

2006 12,232 30.81 376,868

3 Jagung 2010 66,742 57.56 3,841,721

2009 64,976 58.04 3,771,109

2008 71,259 53.41 3,805,950

2007 72,753 56.25 4,107,820

2006 74,582 56.15 4,187,465

4 Ubi Kayu 2010 62,269 193.14 12,026,738

2009 63,337 170.08 10,772,082

2008 66,226 153.65 10,175,989

2007 69,819 173.60 12,142,003

2006 67,688 173.18 11,722,332

5 Kacang Tanah 2010 44,021 12.44 547,677

2009 44,078 12.46 549,227

2008 45,725 12.96 592,714

2007 49,713 14.40 733,182

(8)

No Jenis Tanaman Tahun Luas Panen (ha) Rata-rata (kw/ha) Produksi (kw)

6 Kedelai 2010 27,439 12.49 34,275

2009 25,739 13.65 351,241

2008 22,765 13.11 29,855

2007 22,101 15.10 337,752

2006 22,788 15.02 342,284

7 Kacang Hijau 2010 260 9.07 2,429

2009 551 7.37 4,064

2008 516 7.25 3,740

2007 383 9.90 3,790

2006 270 8.56 2,311

8 Sorghum 2010 889 30.89 22,384

2009 687 57.35 6,894

2008 1,388 11.40 15,826

2007 1,289 12.15 16,031

2006 1,590 11.26 17,904

9 Ketela Rambat 2010 201 183.11 36,738

2009 173 180.57 31,239

2008 200 135.28 27,056

2007 251 146.90 37,273

2006 192 145.70 27,974

Sumber data Wonogiri Dalam Angka 2011

Turunnya produktivitas lahan memang tidak hanya dipengaruhi oleh kekurangan tenaga

kerja yang mengolah lahan pertanian (karena banyak tenaga kerja yang pergi meninggalkan

daerah asalnya). Kurangnya pemberdayaan masyarakat dan peran kelembagaan terkait dengan

potensi lahan pertanian, juga termasuk penyebab turunnya atau berkurangnya produktivitas

lahan pertanian. Dalam konteks penelitian ini,„lemahnya‟pemberdayaan masyarakat melalui

kelembagaan terhadap pemanfaatan lahan secara maksimal dalam rangka tercapainya

(9)

yang dimaksud adalah pemberdayaan terhadap masyarakat di daerah„kantong migran‟, bukan

terfokus pada pemberdayaan orang„boro‟atau migran yang sekedar bersifat adventurer.

Penelitian ini diajukan dalam rangka mendapatkan bantuan hibah penelitian disertasi,

sehinggafokus penelitian ini berusaha menyelesaikan sebagian peneliti disertasi yang sedang

dikerjakan, yaitu pemanfaatan lahan tanaman pangan dan peran kelembagaan petani.Peneliti

berasumsi bahwa kurangnya pemberdayaan masyarakat dan peran kelembagaan merupakan

penyebab turunnya atau berkurangnya produktivitas lahan pertanian, selain kurang

maksimalnya pemanfaatan lahan yang ada di lokasi penelitian.Konteks pembahasan penelitian

iniakan mengkajikurangnya pemanfaatan lahan tanaman pangan dan kurangnya

pemberdayaan lembaga masyarakat (desa)di kantong migran.

A. Perumusan Masalah

Berdasarkan deskripsi di atas, rumusan permasalahannya adalah bagaimana

pemanfaatan lahan tanaman pangan di kantong migran? Bagaimana bentuk pemberdayaan

lembaga masyarakat (desa: petani) di kantong migran?Bagaimamana upaya penguatan

penguatan lahan tanaman pangan dan pemberdayaan lembaga masyarakat di kantong migran?

B. Tujuan Khusus

Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat pemanfaatan lahan tanaman

pangan dan pemberdayaan lembaga masyarakat (desa) dalam mewujudkan ketahanan pangan.

Untuk mencapai tujuan umum tersebut maka penelitan ini mempunyai tujuan khusus yaitu:

1. Mengevaluasi pemanfatan lahan tanaman pangan di kantong migran

2. Mengevaluasi pemberdayaan lembaga masyarakat di daerah kantong migran

3. Merumuskan model penguatan lahan tanaman pangan dan pemberdayaan lembaga

masyarakat di kantong migran

C. Urgensi Penelitian

Beberapa urgensi atau keutamaan dari penelitian ini adalah:

a. Dengan mengevaluasi pemanfatan lahan tanaman pangan di kantong migran, akan

(10)

lahan tanaman pangan, sehingga menjadi justifikasi dalam meningkatkan dan

menguatkan pemanfaatan lahan tanaman pangan.

b. Dengan mengevaluasi pemberdayaan lembaga masyarakat (desa) di daerah kantong

migran, akan menjadijustifikasi dalam meningkatkan dan menguatkan tingkat

keberdayaan kelembagaan masyarakat yang ada.

c. Dengan dirumuskannya model penguatan lahan tanaman pangan dan pemberdayaan

lembaga masyarakat (desa) di daerah kantong migran, akan memudahkan dalam

menentukan program kebijakan dalam rangka wujudnya ketahanan pangan daerah.

d. Dalam jangka panjang, adanya model penguatan lahan tanaman pangan dan

pemberdayaan lembaga masyarakat (desa) di daerah kantong migran tersebut,

diharapkan akan menjadi panduan dan diajukan sebagai rekomendasi kebijakan oleh

instansi terkait, dalam hal ini kantor atau dewan ketahanan pangan tingkat daerah

kabupaten maupun provinsi (bahkan nasional), yang berisi petunjuk praktis, saran,

serta indicator penguatan lahan tanaman pangan dan pemberdayaan dimana para

petani dan kelompok tani serta kelembagaan petani di masing-masing daerah dapat

(11)

penggunaan lahan yang lain.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR TEORITIS

1. Lahan Tanaman Pangan

Sumber daya alam, dikenal istilah tanah dan lahan yang pengertiannya seringkali

rancu. Sesungguhnya pengertian lahan lebih luas daripada tanah, sebagaimana dalam

pengertian berikut ini. Sumber daya lahan nerupakan suatu lingkungan fisik yang terdiri atas

iklim, topografi, tanah, hidrologi dan vegetasi dimana pada batas-batas tertentu

mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan (Rayes, 2007).

Untuk mengetahui adanya masalah penggunaan lahan, terlebih dahulu perlu diketahui

penggunaan lahan sekarang, kemudian dinilai apakah penggunaan lahan tersebut cukup optimal

(efisien) dan diidentifikasi bagaimana caranya agar keadaan tersebut dapat diperbaiki.

Apabila perencanaan diiakukan di daerah yang belum digunakan oleh penduduk.masalah

tersebut mungkin tidak ditemukan, tetapi di daerah yang telah digunakan oleh penduduk,

tahapan membuat diagnosa masalah penggunaan lahan tersebut adalah sangat penting. Tanpa

mengidentifikasi masalah dan menganalisis penyebabnya, orang tidak akan dapat membuat

rencana perbaikannya. Ada tiga metode yang digunakan untuk analisis masalah penggunaan

lahan, yaitu: (1) Farming system analysis (sistemusaha tani); (2) diagnosis and design dan (3)

Rapid rural appraisal (Hardjowigeno, 2007).

Farming system atau sistem usaha tani merupakan satu usaha pertanian dengan jenis

penggunaan lahan, lingkungan dan ekonomi yang sama, yang terdiri dari pemilik usaha, lahan

yang diusahakan dan sistem penanaman atau produksi ternak yang dilakukan apakah untuk

keperluan sendiri atau untuk dijual.Sistem usaha tani merupakan satuan pengambilan

keputusan dan merupakan sistem penggunaan lahan yang berbasiskan pertanian. Farming

system analysis (analisis usaha tani) adalah analisis tentang hambatan pada tingkat petani,

kemudian menterjemahkan hasil analisa tersebut kedalam teknologi untuk mengatasi

hambatan-hambatan tersebut dan penerapan teknologi tersebut di lapangan.

"Diagnosis and design"(D& D) adalah pendekatan dan metode untuk

mendiagnosispermasalahansistem penggunaan lahan dan merancang sistem penggunaan lahan

yang baik yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Metode ini pada mulanya

(12)

"Rapid rural appraisal' adalah prosedur survei eksplorasi yang dilakukan oleh

timmulti-disiplin untuk mendapatkan gambaran{overview) cepat terhadap situasi penggunaan lahan

setempat (lokal). Kegiatan ini meliputi evaluasi (review) terhadap data yang ada, penginderaan

jauh, pengamatan lapang dan wawancara dengan pengguna lahan, petugas pemerintah

setempat dan lain-lain. Kegiatan ini dapat mencakup aspek fisik dan sosial ekonomi.

2. Pemberdayaan

Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak

dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subjek dari upaya

pembangunannya sendiri. Berdasarkan konsep demikian, maka pemberdayaan masyarakat

harus mengikuti pendekatan sebagai berikut (Hadi, 2009) ; pertama, upaya itu harus terarah.

Ini yang secara populer disebut pemihakan.Upaya ini ditujukan langsung kepada yang

memerlukan, dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai

kebutuhannya. Kedua, program ini harus langsung mengikutsertakan atau bahkan

dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Mengikutsertakan masyarakat yang akan

dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan

kehendakdan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu, sekaligus

meningkatkan kemampuan masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan,

mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya. Ketiga,

menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri masyarakat miskin sulit

dapat memecahkan masalah- masalah yang dihadapinya. Juga lingkup bantuan menjadi terlalu

luas jika penanganannya dilakukan secara individu. Pendekatan kelompok ini paling efektif

dan dilihat dari penggunaan sumber daya juga lebih efisien.

Partisipasi merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemadirian dan

proses pemberdayaan. Pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat

potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial dan transformasi budaya. Proses ini,

pada akhirnya akan dapat menciptakan pembangunan yang berpusat pada rakyat.

Prinsip dalam partisipasi adalah melibatkan atau peran serta masyarakat secara

langsung, dan hanya mungkin dicapai jika masyarakat sendiri ikut ambil bagian, sejak dari

awal, proses dan perumusan hasil. Keterlibatan masyarakat akan menjadi penjamin bagi

(13)

proses pemberdayaan pada masyarakat sehingga mampu mengidentifikasi kebutuhannya

sendiri atau kebutuhan kelompok masyarakat sebagai suatu dasar perencanaan pembangunan.

Oleh karena itu, maka konsep pembangunan partisipatif mengandung tiga unsur penting,

yaitu : (1) Peningkatan peran masyarakat dalam perencanaan, implementasi pembangunan,

pemanfaatan hasil pembangunan, dan evaluasi proses pembangunan, (2) Orientasi

pemahaman masyarakat akan peran tersebut, dan (3) Peran pemerintah sebagai fasilitator.

3. Pemberdayaan Kelembagaan

Dalam kehidupan komunitas petani, posisi dan fungsi kelembagaan petani

merupakan bagian pranata sosial yang memfasilitasi interaksi sosial atau social interplay

dalam suatu komunitas.Pemahaman terhadap konsep lembaga atau kelembagaan (institusi)

sejauh ini lebih terpaku pada organisasi, baik organisasi formal maupun organisasi nonformal.

Dalam konteks kelembagaan pertanian, pemahaman terminologi “lokal” diinterpretasikan

sebagai sesuatu yang memiliki karakteristik tersendiri yang berkaitan dengan kondisi

setempat. Terminologi “lokal” meliputi dasar-dasar untuk melakukan tindak kolektif, energi

untuk melakukan konsensus, koordinasi tanggung jawab; serta menghimpun, menganalisis

dan mengkaji informasi. Hal-hal ini tidak terjadi secara otomatis, namun memerlukan

kehadiran institusi yang bersifat spesifik lokasi (Suradisastra, 2008).

Ada empat komponen kelembagaan yang dapat digunakan dalam konsep

pembangunan partisipatif. empat komponen kelembagaan yaitu, 1) Person (orang).

Orang-orang yang terlibat di dalam satu kelembagaan dapat diidentifikasi dengan jelas; 2)

Kepentingan. Orang-orang tersebut sedang diikat oleh satu kepentingan/tujuan, sehingga mereka terpaksa harus saling berinteraksi; 3) Aturan. Setiap kelembagaan mengembangkan

seperangkat kesepakatan yang dipegang secara bersama, sehingga seseorang dapat menduga

apa perilaku orang lain dalam lembaga tersebut; dan komponen terakhir adalah 4) Struktur.

Setiap orang memiliki posisi dan peran, yang harus dijalankannya secara benar. Orang tidak

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Altman., M, T Hart and P Jacobs. 2009. Household food security status in South Africa. Agrekon, Vol 48, No 4, 2009.

Ariani, Mewa,.2007. Penguatan Ketahanan Pangan Daerah untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional.(Jurnal) Pusat Analisis Sosial Ekonomi (PSE) dan Kebijakan Pertanian, Vol. (?), No. (?) 2007.

BPS, 2012. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi. www.bps.go.id/booklet/Booklet_Mei_2012.pdf (diakses 26 September 2012)

Hadi, Agus Purbathin. 2009. Konsep Pemberdayaan, Partisipasi dan Kelembagaan Dalam Pembangunan.Artikel. Yayasan Agribisnis/Pusat Pengembangan Masyarakat Agrikarya (PPMA).

Hardjowigeno, Sarwono, dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mulyani., Anny, S. Ritung, dan Irsal Las, 2011. Potensi dan Ketersediaan Sumber Dayalahan untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 30 (2), 2011.

Purnomo, Didit., 2009. Fenomena Migrasi Tenaga Kerja dan Perannya Bagi Pembangunan Daerah Asal: Studi Empiris Di Kabupaten Wonogiri. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 10, No.1, Juni 2009, hal. 84–102.

Purwaningsih., Yunastiti. 2008. Ketahanan Pangan: Situasi, Permasalahan, Kebijakan, dan Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 9, No. 1, Juni 2008, hal. 1–27

Rayes, Luthfi. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta: CV. Andi Offset

Suradisastra, Kedi. 2008. Strategi Pemberdayaan Kelembagaan Petani (Farmer‟s Institutional Empowerment Strategy). Forum Penelitian Agro Ekonomi, Volume 26 No. 2, Desember 2008.

WDA, 2011. Wonogiri Dalam Angka.. Diterbitkan oleh Bapeda Wonogiri, 2011.

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Menurut
Tabel 2. Luas Panen Rata-Rata Produksi Dan Produksi Bahan Makanan di

Referensi

Dokumen terkait

Bakteri ini memiliki gen-gen pada kromosomnya yang mengkode resistensi intrinsik terhadap banyak antibiotik, termasuk aminoglikosida, flourokuinolon, β-laktam, bahkan

Superkapasitor merupakan alat penyimpan energi yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan baterai dan kapasitor konvensional, diantaranya adalah waktu

Berdasarkan pada sumber yang di dapatkan pH optimum untuk bakteri tumbuh adalah pada pH 7, dan jika pH di atas 8 bakteri akan mati.. Berarti hasil

Edutainment Park yang edukatif dan rekreatif melalui tata ruang dan bentuk.. Anak-anak dalam mempelajari hal-hal tentang pertanian serasa

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di MTs Menaming seperti yang di uraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa, model Pembelajaran

Moga Narayudha, SP1, selaku Ketua Program Reguler II Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro serta selaku dosen wali kami yang telah memberi masukan dan

– Memberi penjelasan tentang distribusi chi kuadrat, tujuan dan penggunaan uji chi kuadrat pada kondisi atau kasus yang tepat Tujuan Instruksional KhususB. Mahasiswa

Dengan program tes kepribadian ini, seseorang dapat mengetahui bagaimana profil kepribadian yang dimilikinya untuk melihat kemampuan kepemimpinan, mengukur imajinasi, keyakinan