LAPORAN PENELITIAN DISERTASI DOKTOR
(Laporan Akhir)
MODEL PENGUATAN LAHAN TANAMAN PANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYRAKAT DI DAERAH KANTONG MIGRAN
Pengusul
Didit Purnomo, SE, M.Si. (Ketua / NIDN: 0621097102)
Dibiayai oleh Koordinasi Perguruan Tinggi Wilayah VI, Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan RI, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor:
007/K6/KL/SP/PENELITIAN/2014, tanggal 8 Mei 2014
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Abstract
This study aims to formulate strategies for achieving food security in central migrant. Through the use of reinforcement cropland and strengthening institutional empowerment, strengthening the model formulated cropland and empowerment of migrant communities in the bag, which in turn can realize the achievement of food security. The experiment was conducted with the survey approach. Areas of research conducted in the Winton district is an area of research migran.Responden pockets are farmers who are members of farmer groups and have a family that is being migrated. The technique used in this study is in-depth interview, rapid rural appraisal, as well as quantitative and qualitative analysis (mixed method) to achieve results consistent with the objectives of the study. Activities carried out in several stages, the first, held in the beginning of the survey sample to obtain preliminary data on the characteristics and conditions of cropland in the study area; Secondly, map the potential and the role of community empowerment (village); The next phase of analysis and evaluation based on the findings in the field. The results or outputs from this research can provide enrichment to the front of the model of cropland strengthening and empowerment for farmers (farmer groups) through public institutions (village). In addition, with the strengthening of the model, able to make independent changes to society, especially in realizing the achievement of food security in central migrant.
BAB. I PENDAHULUAN
Tercapainya pembangunan ketahanan pangan tidak terlepas dari sektor pertanian
sebagai penyedia lahan pertanian dan tanaman pangan sebagai komoditas yang diunggulkan
dalam pencapaian ketahanan pangan, baik secara nasional maupun di tingkat daerah.
Pertanian merupakan salah satu sektor sangat penting bagi perekonomian Indonesia.
Keragaman karakteristik sumber daya lahan merupakan potensi bagi Indonesia untuk
memproduksi berbagai komoditas pertanian unggulan sesuai dengan kondisi agroekosistem.
Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat
besar dan beragam. Namun, sampai saat ini sektor pertanian belum handal dalam
mensejahterakan petani, memenuhi kebutuhan sendiri, menghasilkan devisa, dan menarik
investasi (Atman: 2009).
Hasil produksi tanaman pangan, perkembangan luas panen, produktivitas, dan
produksi padi menurut Subround 2009-2011 (Badan Pusat Statistik, 2012) menunjukkan,
produksi padi tahun 2011 (angka sementara) sebesar 65,74 juta ton Gabah Kering Giling
(GKG), mengalami penurunan sebesar 0,73 juta ton (1,10 persen) dibandingkan tahun 2010.
Penurunan produksi padi tahun 2011 tersebut terjadi di Jawa sebesar 1,97 juta ton, sedangkan
di luar Jawa mengalami peningkatan sebesar 1,24 juta ton. Penurunan produksi terjadi karena
penurunan luas panen seluas 52,13 ribu hektar (0,39 persen) dan produktivitas sebesar 0,35
kuintal/hektar (0,70 persen). Produksi jagung tahun 2011 sebesar 17,63 juta ton, turun 3,81
Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Menurut Subround, 2009-2011
Uraian Satuan 2009 2010 2011
1. Padi
Luas Panen Ha 12 883 576 13 253 450 13 201 316
Produktivitas ku/ha 49,99 50,15 49,80
Produksi (ton) Ton 64 398 890 66 469 394 65 740 946
2. Jagung
Luas Panen Ha 4 160 659 4 131 676 3 861 433
Produktivitas ku/ha 42,37 44,36 45,65
Produksi (pipilan kering) Ton 17 629 748 18 327 636 17 629 033
3. Kedelai
Luas Panen Ha 722 791 660 823 620 928
Produktivitas ku/ha 13,48 13,73 13,59
Produksi (biji kering) Ton 974 512 907 031 843 838
4. Kacang Tanah
Luas Panen Ha 622 616 620 563 539 230
Produktivitas ku/ha 12,49 12,56 12,81
Produksi (biji kering) Ton 777 888 779 228 690 949
5. Kacang Hijau
Luas Panen Ha 288 206 258 157 297 126
Produktivitas ku/ha 10,91 11,30 11,48
Produksi (biji kering) Ton 314 486 291 705 341 097
6. Ubi Kayu
Luas Panen Ha 1 175 666 1 183 047 1 182 637
Produktivitas ku/ha 187,46 202,17 203,02
Produksi (umbi basah) Ton 22 039 145 23 918 118 24 009 624
7. Ubi Jalar
Luas Panen Ha 183 874 181 073 177 857
Produktivitas ku/ha 111,92 113,27 123,26
Produksi (umbi basah) Ton 2 057 913 2 051 046 2 192 242
Penelitian ini akan mengkaji pemanfaatan tanaman pangan dan pemberdayaan
kelembagaan masyarakat (desa). Pengkajian tersebut akan menghasilkan penilaian baru
(evaluasi) terhadap bentuk atau model pemanfaatan lahan tanaman pangan dan pemberdayaan
kelembagaan masyarakat, dimana pada akhirnya dapat mendorong pencapaian ketahanan
pangan di daerah (Ariani, 2007; Purwaningsih, 2008; Wehrheim, 2006). Daerah yang
dimaksud merupakan daerah pedesaan yang banyak tersedia tenaga kerja untuk mengolah
lahan pertanian mereka. Namun, di sisi lain, banyak tenaga kerja pedesaan yang lebih suka
„boro‟ ke daerah lain (Purnomo, 2009), bahkan ke luar negeri untuk bekerja dengan harapan
akan mendapatkan pendapatan yang lebih besar daripada „hanya sekedar‟ mengolah lahan
pertanian di daerah asalnya. Keputusan logis mereka memang tidak bisa dicegah. Namun,
apabila kondisi ini dibiarkan maka akan terjadi semacam transfer tenaga kerja dari desa ke
kota. Secara tidak langsung keadaan tersebut dapat menyebabkan turunnya produktivitas
lahan pertanian, terutama tanaman pangan bagi daerah yang mempunyai potensi pertanian
dengan lahan tanaman pangan. Seterusnya apabila produktivitas lahan turun, hal ini dapat
memicu tidak tercapainya ketahanan pangan.
Sampai saat ini Pemda kabupaten Wonogiri belum memaksimalkan program-program
(khusus) yang menawarkan strategi ketahanan pangan melalui pemanfaatan lahan tanaman
pangan, padahal wilayah kabupaten Wonogiri memiliki potensi pemenuhan aspek ketahanan
pangan melalui komoditas tanaman pangan. Selain itu, pemerintah daerah setempat juga
belum mempunyai program khusus untuk mengupayakan bagaimana caranya menarik
perhatian para migran supaya lebih menyukai mengerjakan lahan di daerahnya dalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan daripada boro keluar daerah.
Kondisi aktual keterlibatan pemerintah kabupaten Wonogiri dalam pemanfaatan lahan
tanaman pangan di daerah kantong migran, berdasarkan survey awal melalui diskusi dengan
pihak terkait (keyperson), menunjukan bahwa pemerintah daerah Wonogiri secara umum
sudah mem-backup supaya terwujud ketahanan pangan melalui tanaman pangan, diantaranya
dengan menaikkan“pamorubi kayu (cassava) melalui promosi komoditi lokal, namun belum
ada strategi khusus untuk pencapaian ketahanan pangan melalui pemanfaatan lahan tanaman
pangan. Kondisi ini salah satunya disebabkan sebagian masyarakat di Kabupaten Wonogiri
“mboro”. Sebagai gambaran, berikut merupakan contoh produksi pangan di kabupaten
Wonogiri (WDA, 2011):
Tabel 2. Luas Panen Rata-Rata Produksi Dan Produksi Bahan Makanan di Kabupaten Wonogiri Tahun 2006-2010
No Jenis Tanaman Tahun Luas Panen (ha) Rata-rata (kw/ha) Produksi (kw)
1 Padi Sawah 2010 49,876 58.19 2,902,305
2009 47,970 59.73 2,865,267
2008 43,600 56.09 2,445,492
2007 45,015 53.90 2,435,101
2006 46,351 53.60 2,484,411
2 Padi Gogo 2010 13,299 44.13 586,892
2009 12,569 38.26 123,898
2008 12,957 32.89 426,151
2007 13,081 31.20 392,294
2006 12,232 30.81 376,868
3 Jagung 2010 66,742 57.56 3,841,721
2009 64,976 58.04 3,771,109
2008 71,259 53.41 3,805,950
2007 72,753 56.25 4,107,820
2006 74,582 56.15 4,187,465
4 Ubi Kayu 2010 62,269 193.14 12,026,738
2009 63,337 170.08 10,772,082
2008 66,226 153.65 10,175,989
2007 69,819 173.60 12,142,003
2006 67,688 173.18 11,722,332
5 Kacang Tanah 2010 44,021 12.44 547,677
2009 44,078 12.46 549,227
2008 45,725 12.96 592,714
2007 49,713 14.40 733,182
No Jenis Tanaman Tahun Luas Panen (ha) Rata-rata (kw/ha) Produksi (kw)
6 Kedelai 2010 27,439 12.49 34,275
2009 25,739 13.65 351,241
2008 22,765 13.11 29,855
2007 22,101 15.10 337,752
2006 22,788 15.02 342,284
7 Kacang Hijau 2010 260 9.07 2,429
2009 551 7.37 4,064
2008 516 7.25 3,740
2007 383 9.90 3,790
2006 270 8.56 2,311
8 Sorghum 2010 889 30.89 22,384
2009 687 57.35 6,894
2008 1,388 11.40 15,826
2007 1,289 12.15 16,031
2006 1,590 11.26 17,904
9 Ketela Rambat 2010 201 183.11 36,738
2009 173 180.57 31,239
2008 200 135.28 27,056
2007 251 146.90 37,273
2006 192 145.70 27,974
Sumber data Wonogiri Dalam Angka 2011
Turunnya produktivitas lahan memang tidak hanya dipengaruhi oleh kekurangan tenaga
kerja yang mengolah lahan pertanian (karena banyak tenaga kerja yang pergi meninggalkan
daerah asalnya). Kurangnya pemberdayaan masyarakat dan peran kelembagaan terkait dengan
potensi lahan pertanian, juga termasuk penyebab turunnya atau berkurangnya produktivitas
lahan pertanian. Dalam konteks penelitian ini,„lemahnya‟pemberdayaan masyarakat melalui
kelembagaan terhadap pemanfaatan lahan secara maksimal dalam rangka tercapainya
yang dimaksud adalah pemberdayaan terhadap masyarakat di daerah„kantong migran‟, bukan
terfokus pada pemberdayaan orang„boro‟atau migran yang sekedar bersifat adventurer.
Penelitian ini diajukan dalam rangka mendapatkan bantuan hibah penelitian disertasi,
sehinggafokus penelitian ini berusaha menyelesaikan sebagian peneliti disertasi yang sedang
dikerjakan, yaitu pemanfaatan lahan tanaman pangan dan peran kelembagaan petani.Peneliti
berasumsi bahwa kurangnya pemberdayaan masyarakat dan peran kelembagaan merupakan
penyebab turunnya atau berkurangnya produktivitas lahan pertanian, selain kurang
maksimalnya pemanfaatan lahan yang ada di lokasi penelitian.Konteks pembahasan penelitian
iniakan mengkajikurangnya pemanfaatan lahan tanaman pangan dan kurangnya
pemberdayaan lembaga masyarakat (desa)di kantong migran.
A. Perumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi di atas, rumusan permasalahannya adalah bagaimana
pemanfaatan lahan tanaman pangan di kantong migran? Bagaimana bentuk pemberdayaan
lembaga masyarakat (desa: petani) di kantong migran?Bagaimamana upaya penguatan
penguatan lahan tanaman pangan dan pemberdayaan lembaga masyarakat di kantong migran?
B. Tujuan Khusus
Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat pemanfaatan lahan tanaman
pangan dan pemberdayaan lembaga masyarakat (desa) dalam mewujudkan ketahanan pangan.
Untuk mencapai tujuan umum tersebut maka penelitan ini mempunyai tujuan khusus yaitu:
1. Mengevaluasi pemanfatan lahan tanaman pangan di kantong migran
2. Mengevaluasi pemberdayaan lembaga masyarakat di daerah kantong migran
3. Merumuskan model penguatan lahan tanaman pangan dan pemberdayaan lembaga
masyarakat di kantong migran
C. Urgensi Penelitian
Beberapa urgensi atau keutamaan dari penelitian ini adalah:
a. Dengan mengevaluasi pemanfatan lahan tanaman pangan di kantong migran, akan
lahan tanaman pangan, sehingga menjadi justifikasi dalam meningkatkan dan
menguatkan pemanfaatan lahan tanaman pangan.
b. Dengan mengevaluasi pemberdayaan lembaga masyarakat (desa) di daerah kantong
migran, akan menjadijustifikasi dalam meningkatkan dan menguatkan tingkat
keberdayaan kelembagaan masyarakat yang ada.
c. Dengan dirumuskannya model penguatan lahan tanaman pangan dan pemberdayaan
lembaga masyarakat (desa) di daerah kantong migran, akan memudahkan dalam
menentukan program kebijakan dalam rangka wujudnya ketahanan pangan daerah.
d. Dalam jangka panjang, adanya model penguatan lahan tanaman pangan dan
pemberdayaan lembaga masyarakat (desa) di daerah kantong migran tersebut,
diharapkan akan menjadi panduan dan diajukan sebagai rekomendasi kebijakan oleh
instansi terkait, dalam hal ini kantor atau dewan ketahanan pangan tingkat daerah
kabupaten maupun provinsi (bahkan nasional), yang berisi petunjuk praktis, saran,
serta indicator penguatan lahan tanaman pangan dan pemberdayaan dimana para
petani dan kelompok tani serta kelembagaan petani di masing-masing daerah dapat
penggunaan lahan yang lain.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR TEORITIS
1. Lahan Tanaman Pangan
Sumber daya alam, dikenal istilah tanah dan lahan yang pengertiannya seringkali
rancu. Sesungguhnya pengertian lahan lebih luas daripada tanah, sebagaimana dalam
pengertian berikut ini. Sumber daya lahan nerupakan suatu lingkungan fisik yang terdiri atas
iklim, topografi, tanah, hidrologi dan vegetasi dimana pada batas-batas tertentu
mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan (Rayes, 2007).
Untuk mengetahui adanya masalah penggunaan lahan, terlebih dahulu perlu diketahui
penggunaan lahan sekarang, kemudian dinilai apakah penggunaan lahan tersebut cukup optimal
(efisien) dan diidentifikasi bagaimana caranya agar keadaan tersebut dapat diperbaiki.
Apabila perencanaan diiakukan di daerah yang belum digunakan oleh penduduk.masalah
tersebut mungkin tidak ditemukan, tetapi di daerah yang telah digunakan oleh penduduk,
tahapan membuat diagnosa masalah penggunaan lahan tersebut adalah sangat penting. Tanpa
mengidentifikasi masalah dan menganalisis penyebabnya, orang tidak akan dapat membuat
rencana perbaikannya. Ada tiga metode yang digunakan untuk analisis masalah penggunaan
lahan, yaitu: (1) Farming system analysis (sistemusaha tani); (2) diagnosis and design dan (3)
Rapid rural appraisal (Hardjowigeno, 2007).
Farming system atau sistem usaha tani merupakan satu usaha pertanian dengan jenis
penggunaan lahan, lingkungan dan ekonomi yang sama, yang terdiri dari pemilik usaha, lahan
yang diusahakan dan sistem penanaman atau produksi ternak yang dilakukan apakah untuk
keperluan sendiri atau untuk dijual.Sistem usaha tani merupakan satuan pengambilan
keputusan dan merupakan sistem penggunaan lahan yang berbasiskan pertanian. Farming
system analysis (analisis usaha tani) adalah analisis tentang hambatan pada tingkat petani,
kemudian menterjemahkan hasil analisa tersebut kedalam teknologi untuk mengatasi
hambatan-hambatan tersebut dan penerapan teknologi tersebut di lapangan.
"Diagnosis and design"(D& D) adalah pendekatan dan metode untuk
mendiagnosispermasalahansistem penggunaan lahan dan merancang sistem penggunaan lahan
yang baik yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Metode ini pada mulanya
"Rapid rural appraisal' adalah prosedur survei eksplorasi yang dilakukan oleh
timmulti-disiplin untuk mendapatkan gambaran{overview) cepat terhadap situasi penggunaan lahan
setempat (lokal). Kegiatan ini meliputi evaluasi (review) terhadap data yang ada, penginderaan
jauh, pengamatan lapang dan wawancara dengan pengguna lahan, petugas pemerintah
setempat dan lain-lain. Kegiatan ini dapat mencakup aspek fisik dan sosial ekonomi.
2. Pemberdayaan
Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak
dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subjek dari upaya
pembangunannya sendiri. Berdasarkan konsep demikian, maka pemberdayaan masyarakat
harus mengikuti pendekatan sebagai berikut (Hadi, 2009) ; pertama, upaya itu harus terarah.
Ini yang secara populer disebut pemihakan.Upaya ini ditujukan langsung kepada yang
memerlukan, dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai
kebutuhannya. Kedua, program ini harus langsung mengikutsertakan atau bahkan
dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Mengikutsertakan masyarakat yang akan
dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan
kehendakdan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu, sekaligus
meningkatkan kemampuan masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan,
mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya. Ketiga,
menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri masyarakat miskin sulit
dapat memecahkan masalah- masalah yang dihadapinya. Juga lingkup bantuan menjadi terlalu
luas jika penanganannya dilakukan secara individu. Pendekatan kelompok ini paling efektif
dan dilihat dari penggunaan sumber daya juga lebih efisien.
Partisipasi merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemadirian dan
proses pemberdayaan. Pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat
potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial dan transformasi budaya. Proses ini,
pada akhirnya akan dapat menciptakan pembangunan yang berpusat pada rakyat.
Prinsip dalam partisipasi adalah melibatkan atau peran serta masyarakat secara
langsung, dan hanya mungkin dicapai jika masyarakat sendiri ikut ambil bagian, sejak dari
awal, proses dan perumusan hasil. Keterlibatan masyarakat akan menjadi penjamin bagi
proses pemberdayaan pada masyarakat sehingga mampu mengidentifikasi kebutuhannya
sendiri atau kebutuhan kelompok masyarakat sebagai suatu dasar perencanaan pembangunan.
Oleh karena itu, maka konsep pembangunan partisipatif mengandung tiga unsur penting,
yaitu : (1) Peningkatan peran masyarakat dalam perencanaan, implementasi pembangunan,
pemanfaatan hasil pembangunan, dan evaluasi proses pembangunan, (2) Orientasi
pemahaman masyarakat akan peran tersebut, dan (3) Peran pemerintah sebagai fasilitator.
3. Pemberdayaan Kelembagaan
Dalam kehidupan komunitas petani, posisi dan fungsi kelembagaan petani
merupakan bagian pranata sosial yang memfasilitasi interaksi sosial atau social interplay
dalam suatu komunitas.Pemahaman terhadap konsep lembaga atau kelembagaan (institusi)
sejauh ini lebih terpaku pada organisasi, baik organisasi formal maupun organisasi nonformal.
Dalam konteks kelembagaan pertanian, pemahaman terminologi “lokal” diinterpretasikan
sebagai sesuatu yang memiliki karakteristik tersendiri yang berkaitan dengan kondisi
setempat. Terminologi “lokal” meliputi dasar-dasar untuk melakukan tindak kolektif, energi
untuk melakukan konsensus, koordinasi tanggung jawab; serta menghimpun, menganalisis
dan mengkaji informasi. Hal-hal ini tidak terjadi secara otomatis, namun memerlukan
kehadiran institusi yang bersifat spesifik lokasi (Suradisastra, 2008).
Ada empat komponen kelembagaan yang dapat digunakan dalam konsep
pembangunan partisipatif. empat komponen kelembagaan yaitu, 1) Person (orang).
Orang-orang yang terlibat di dalam satu kelembagaan dapat diidentifikasi dengan jelas; 2)
Kepentingan. Orang-orang tersebut sedang diikat oleh satu kepentingan/tujuan, sehingga mereka terpaksa harus saling berinteraksi; 3) Aturan. Setiap kelembagaan mengembangkan
seperangkat kesepakatan yang dipegang secara bersama, sehingga seseorang dapat menduga
apa perilaku orang lain dalam lembaga tersebut; dan komponen terakhir adalah 4) Struktur.
Setiap orang memiliki posisi dan peran, yang harus dijalankannya secara benar. Orang tidak
DAFTAR PUSTAKA
Altman., M, T Hart and P Jacobs. 2009. Household food security status in South Africa. Agrekon, Vol 48, No 4, 2009.
Ariani, Mewa,.2007. Penguatan Ketahanan Pangan Daerah untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional.(Jurnal) Pusat Analisis Sosial Ekonomi (PSE) dan Kebijakan Pertanian, Vol. (?), No. (?) 2007.
BPS, 2012. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi. www.bps.go.id/booklet/Booklet_Mei_2012.pdf (diakses 26 September 2012)
Hadi, Agus Purbathin. 2009. Konsep Pemberdayaan, Partisipasi dan Kelembagaan Dalam Pembangunan.Artikel. Yayasan Agribisnis/Pusat Pengembangan Masyarakat Agrikarya (PPMA).
Hardjowigeno, Sarwono, dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mulyani., Anny, S. Ritung, dan Irsal Las, 2011. Potensi dan Ketersediaan Sumber Dayalahan untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 30 (2), 2011.
Purnomo, Didit., 2009. Fenomena Migrasi Tenaga Kerja dan Perannya Bagi Pembangunan Daerah Asal: Studi Empiris Di Kabupaten Wonogiri. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 10, No.1, Juni 2009, hal. 84–102.
Purwaningsih., Yunastiti. 2008. Ketahanan Pangan: Situasi, Permasalahan, Kebijakan, dan Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 9, No. 1, Juni 2008, hal. 1–27
Rayes, Luthfi. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta: CV. Andi Offset
Suradisastra, Kedi. 2008. Strategi Pemberdayaan Kelembagaan Petani (Farmer‟s Institutional Empowerment Strategy). Forum Penelitian Agro Ekonomi, Volume 26 No. 2, Desember 2008.
WDA, 2011. Wonogiri Dalam Angka.. Diterbitkan oleh Bapeda Wonogiri, 2011.