PENGEMBANGAN PEMILAHAN BAMBU UTUH
MENGGUNAKAN METODE DEFLEKSI DAN KECEPATAN
GELOMBANG BUNYI ULTRASONIK UNTUK JENIS BAMBU
HITAM (
Gigantochloa atroviolaceae)
DAN
BAMBU TALI
(
Gigantochloa apus)
INDAH PRATIWI HUTASUHUT
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul PEMILAHAN BAMBU UTUH MENGGUNAKAN METODE DEFLEKSI DAN KECEPATAN GELOMBANG BUNYI ULTRASONIK UNTUK JENIS BAMBU HITAM (Gigantochloa atroviolaceae) DAN BAMBU TALI (Gigantochloa apus) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Indah Pratiwi Hutasuhut
NIM E24110037
ABSTRAK
INDAH PRATIWI HUTASUHUT. Pengembangan Pemilahan Bambu Utuh Berdasarkan Metode Defleksi dan Kecepatan Gelombang Bunyi Ultrasonik untuk Jenis Bambu Hitam (Gigantochloa atroviolaceae dan Bambu Tali (Gigantochloa apus). Dibimbing oleh NARESWORO NUGROHO dan LINA KARLINASARI.
Bambu adalah salah satu jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan baku pengganti kayu. Bambu mempunyai masa panen yang pendek yaitu hanya 3 sampai 5 tahun, potensinya cukup besar dibeberapa daerah dan bersifat
renewable resources serta sangat sesuai dengan kebutuhan industri. Pemilahan
bambu dilakukan untuk mengevaluasi sifat mekanis bambu utuh. Pemilahan didasarkan pada penentuan sifat mekanis modulus elastisitas (MOE) melalui dua cara yaitu destruktif dan non destruktif. Cara destruktif dilakukan hingga merusak bambu berdasarkan pengujian lentur statis menggunakan UTM (Universal testing machine) untuk menentukan MOEs. Cara non destruktif dilakukan tanpa merusak
bambu dan tanpa mengurangi atau menghilangkan fungsi akhir dari bambu tersebut menggunakan mesin pemilah „Panter‟ yang berbasis pengujian defleksi (MOEp) dan alat „SylvatestDuo®‟ berbasis gelombang bunyi ultrasonic (MOEus).
Jenis bambu yang dipakai adalah bambu hitam (Gigantochloa atroviolaceae) dan
bambu tali (Gigantochloa apus). Hasil penelitian menunjukkan bambu hitam
memiliki karakteristik dinding pembuluh, kerapatan, kadar air, dan MOE yang lebih besar dibandingkan bambu tali. Pemilahan bambu menggunakan metode gelombang ultrasonik memiliki nilai MOEus ± 5 kali lebih besar daripada pemilahan defleksi MOEp dan ± 4 kali lebih besar dibandingkan pengujian statis (MOEs) baik pada bambu hitam maupun bambu tali. Sementara itu, pada pengujian metode defleski MOEs ± 1.0-1.44 kali lebih besar dibandingkan pengujian MOEp.
Kata kunci: bambu hitam, bambu tali, MOE, ultrasonik, pemilahan. ABSTRACT
INDAH PRATIWI HUTASUHUT. Development of Grading System on Culm of Hitam Bamboo (Gigantochloa atroviolaceae) and Tali Bamboo (Gigantochloa apus) Based on Deflection and Ultrasonic Wave Velocity Methods. Supervised by
NARESWORO NUGROHO and LINA KARLINASARI.
using grading machine “Panter” to determine MOEp and ultrasonic based method using “SylvatestDuo®” for determining MOEus. Bamboos known as hitam bamboo (Gigantochloa atroviolaceae) and tali bamboo (Gigantochloa lear) were
used in this study. The results showed that hitam bamboo had thickness wall characteristics, density, moisture content, as well as MOE larger than tali bamboo. Sorting bamboo using ultrasonic waves method revealed that MOEus was about 5 times higher than sorting based on deflection method of MOEp, and about 4 times larger than that static testing (MOES) for both hitam bamboo and tali bamboo. In addition, the deflection method testing of MOEs was about 1.0-1.44 times greater than MOEp testing.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Teknologi Hasil Hutan
PENGEMBANGAN PEMILAHAN BAMBU UTUH BERDASARKAN METODE DEFLEKSI DAN KECEPATAN GELOMBANG BUNYI
ULTRASONIK UNTUK JENIS BAMBU HITAM (Gigantochloa atroviolaceae) DAN BAMBU TALI (Gigantochloa apus)
INDAH PRATIWI HUTASUHUT
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi :Pengembangan Pemilahan Bambu Utuh Berdasarkan Metode
Deleksi dan Kecepatan Gelombang Bunyi Ultrasonik untuk J enis
Bambu Hi tam ( Gigantochloa atroviolaceae) dan Bambu Tali
( Gigantochloa apus)
Nama NIM
:Indah Pratiwi Hutasuhut
:E24110037
Dr Ir Naresworo Pembimbing I
Tanggal Lulus: . 0 B MAR 2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah pengembangan pemilahan bambu utuh menggunakan metode defleksi dan kecepatan gelombang bunyi ultrasonik untuk jenis bambu hitam (Gigantochloa atroviolaceae) dan bambu tali (Gigantochloa apus).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nareswowo Nugroho, Ms dan Ibu Lina Karlinasari, Shut Msc FTrop selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan masukan selama proses penelitian. Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada bapak Dr Ir Tutut Suminarto, MSi sebagai penguji pada sidang akhir saya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, mama, kakak dan adik-adik. Tidak lupa saya ucapkan banyak terimakasih kepada laboran rekayasa desain bangunan kayu yang sudah membantu saya mulai awal penelitian sampai akhir dan terimakasih pada rekan penelitian serta teman sebimbingan yang sudah membantu dalam penelitian ini dan ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada rekan-rekan keluarga besar IMATAPSEL Bogor khusus nya angkatan 48 dan keluarga besar Teknologi Hasil Hutan angkatan 48 atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Bahan 2
Alat 2
Proses Penelitian 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Hasil 7
Pembahasan 7
SIMPULAN DAN SARAN 14
Simpulan 14
Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 15
LAMPIRAN 16
DAFTAR TABEL
1. Karateristik bambu hitam dan bambu tali 6
2. Karakteristik diameter dan tebal dinding bambu 6 3. Kadar air dan kerapatan bambu hitam dan bambu tali 7 4. Perbandingan modulus elastisitas bambu hitam dan bambu tali 12
DAFTAR GAMBAR
1. Kegiatan pemilahan menggunakan mesin pemilah kayu panter (a), dudukan bambu ditengah bentang (b), model dudukan bambu (c) 3 2. Pengujian kecepatan gelombang bunyi ultrasonik 4
3. Pengujian Statis 5
4. Pengujian fisis bambu 5
5. MOEp bambu hitam dan bambu tali 8
6. Kecepatan rambat bunyi ultrasonik bambu hitam 9
7. Energi rambat gelombang bunyi bambu hitam 9
8. Kecepatan rambat bunyi ultrasonik bambu tali 10
9. Energi rambat gelombang bunyi bambu tali 10
10.MOEus bambu hitam 11
11.MOEus bambu tali 11
12.MOEs bambu hitam dan bambu tali 12
13.MOR bambu hitam dan bambu tali 14
DAFTAR LAMPIRAN
1. Karakteristik bambu utuh 16
2. MOE hasil pengujian bambu utuh menggunakan mesin pemilah
'Panter' 16
3. MOE hasil pengujian bambu utuh menggunakan alat NDT
ultrasonik 'SylvatestDuo' 17
4. MOE dan MOR pengujian bambu utuh menggunakan UTM dengan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bambu merupakan sumber daya alam yang dapat digunakan sebagai sumber bahan baku pengganti kayu. Beberapa kelebihan bambu ialah pertumbuhannya cepat dan mudah dibentuk (Dransfield dan Widjaja 1995). Penggunaan bahan baku yang sesuai dengan sifat dasarnya, yaitu sifat anatomi, fisis, dan mekanis akan memberi manfaat yang lebih besar sehingga penggunaan bahan baku akan menjadi lebih efisien dan efektif. Beberapa penelitian sifat-sifat dasar bambu untuk rekayasa bangunan telah banyak dilakukan, antara lain oleh Lestari (1994) dan Nuryatin (2000).
Pemanfaatan bambu untuk bahan konstruksi biasanya dalam bentuk bambu utuh (culm bamboo). Terdapat berbagai jenis bambu yang bisa dijadikan sebagai
bahan baku konstruksi. Kegiatan pemilihan atau pemilahan merupakan usaha untuk memilih bambu yang dapat dilakukan secara langsung dengan melihat visual fisik bambu yang terdiri dari ada tidaknya retak pada bambu, kondisi ruas dan buku serta warna bambu. Selain secara visual, pemilahan juga dapat dilakukan dengan pemilahan berdasarkan defleksi dan kecepatan gelombang bunyi ultrasonik.
Menurut Widjaja (1990) di Indonesia ada sekitar 70 jenis bambu yang tersebar luas baik berupa bambu budidaya maupun bambu yang berasal dari tanaman liar. Tercatat 32 jenis bambu yang penempatannya sudah teridentifikasi diantaranya 10 jenis adalah bambu yang belum diketahui namanya (Alrasyid 1990). Banyak jenis bambu yang bisa digunakan untuk konstruksi bahan bangunan seperti bambu hitam (Gigantochloa atriviolaceae) dan bambu tali
(Gigantochloa apus). Bambu tali banyak dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan
perkakas rumah tangga, atap, dinding rumah, anyaman, dan alat musik tradisional (Dransfield dan Widjaja 1995). Sedangkan bambu hitam sering dimanfaatkan sebagai bahan membuat alat musik, bahan kerajinan tangan, perangkat rumah dari bambu, dan furniture ( Widjaja et.al 2004).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemilahan bambu melalui evaluasi sifat mekanis lentur bambu utuh untuk jenis bambu tali dan bambu hitam berdasarkan metode defleksi dan kecepatan gelombang bunyi ultrasonik.
Manfaat Penelitian
2
METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni kemudian dilanjutkan kembali pada bulan Agustus hingga Oktober 2015 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah bambu hitam (Gigantochloa atroviolaceae)
dan bambu tali (Gigantochloa apus) berumur 5 tahun yang berasal dari daerah
Ciawi, Jawa Barat. Jumlah masing-masing bambu utuh pada pengujian ini adalah 10 buah dengan panjang bambu 600 cm. Bambu yang digunakan dalam kondisi baik dan tidak bengkok. Alat uji yang digunakan adalah Mesin pemilah kayu- bambu „Panter‟, alat uji kecepatan ultrasonik merek „SylvatestDuo‟, universal testing machine (UTM) merek „Baldwin‟ dengan kapasistas 30 ton, dudukan
bambu, tali, alat ukur dinamis, timbangan, dan alat tulis. Prosedur Penelitian
Pengukuran karakteristik bambu
Karakteristik bambu yang diamati adalah panjang bambu, jumlah buku, jarak antar buku, diameter dalam bambu (d), diameter luar bambu (D), dan tebal dinding bambu (t). Tebal dinding bambu diperoleh dari selisih diameter luar dan diameter dalam bambu.
Pemilahan bambu berdasarkan metode defleksi
Pemilahan bambu berdasarkan metode defleksi menggunakan mesin pemilah kayu - bambu „Panter‟. Pengujian dilakukan dengan menempatkan bambu utuh sepanjang 600 cm diatas mesin pemilah. Panjang bentang yang digunakan adalah 230 cm. Pada kedua ujung bentang mesin pemilah diletakkan dudukan bambu dengan tujuan agar bambu dalam kondisi stabil tidak jatuh pada saat pengujian pemberian beban. Pada bagian tengah bentang bambu, diletakkan dudukan bambu berbentuk persegi dengan bagian ujung-ujungnya berbentuk setengah lingkaran diatas bambu yang diikatkan pada bambu agar pada saat pembebanan dilakukan beban yang diletakkan tidak jatuh. Pengujian dilakukan dengan pemberian beban bertahap dan pembacaan defleksi yang timbul pada pita „Panter‟ akibat pembebanan beban tersebut. Pembebanan dilakukan dengan pembebanan tunggal ditengah bentang (OPL, one point loading). Beban yang
diberikan adalah 5 kg dan 10 kg. Parameter hasil pemilahan berupa nilai modulus elastisitas bambu yang dihitung berdasarkan persamaan:
3
dimana MOEp adalah modulus elastisitas panter (kg/cm2), P adalah beban (kg), L
adalah jarak sangga antar tumpuan (cm), y adalah defleksi pada mistar „Panter‟ (cm), D adalah diameter luar bambu dan d adalah nilai diameter dalam bambu. Pada nilai defleksi sebenarnya (y), nilai yang terbaca pada pita „Panter‟ terlebih dahulu dibagikan dengan faktor kalibrasi. Pada pengujian ini faktor kalibrasi yang digunakan sebesar 50.901 kg/cm2 berdasarkan kalibrasi menggunakan
deflektometer.
(a)
(b) (c)
Gambar 1 Kegiatan pemilahan menggunakan mesin pemilah kayu panter (a), dudukan bambu ditengah bentang (b), model dudukan bambu (c)
Pemilahan berdasarkan metode kecepatan gelombang bunyi ultrasonik
Pemilahan bambu utuh dengan metode gelombang bunyi ultrasonik dilakukan pada berbagai panjang bambu. Pengukuran kecepatan gelombang ultrasonik pada panjang 500 cm, 350 cm, dan 250 cm. Pengujian dilakukan pada permukaan bambu dengan menempatkan 2 buah transduser dari alat „SylvatestDuo‟ pada posisi 45o saling berhadapan sepanjang pengukuran bambu.
Kecepatan gelombang bunyi dibangkitkan dengan menyalakan alat.
ruas-4
ruas. Nilai yang diperoleh dari pengujian berupa kecepatan gelombang bunyi (V). Kecepatan gelombang bunyi digunakan untuk menentukan modulus elastisitas bambu dengan persamaan:
=
dimana MOEus adalah modulus elastisitas gelombang ultrasonik (kg/cm2), ρ
adalah kerapatan bambu (g/cm3),
adalah kecepatan rambat gelombang
ultrasonik (m/det) dan g adalah percepatan gravitasi bumi (9.8 m/det).
Gambar 2 Pengujian kecepatan gelombang bunyi ultrasonik Modulus elastisitas statis
Modulus elastisitas statis (MOEs) merupakan nilai sebenarnya dari kekuatan bambu utuh yang di uji menggunakan UTM. Pengujian modulus elastisitas dilanjutkan hingga contoh uji rusak untuk mendapatkan nilai kekuatan bambu utuh. Pengujian dilakukan secara destruktif, untuk panjang contoh uji 250 cm. Pengujian ini dilakukan dengan pembebanan dua titik atau two point loading
(TPL). Nilai MOEs dan modulus of repture (MOR) atau modulus patah bambu
utuh dihitung dengan persamaan yang mengacu pada ISO 22157-1 sebagai berikut.
MOEs = = [ ] MOR =
dimana MOEs adalah modulus elastisitas statis (kg/cm2), MOR adalah modulus
patah (kg/cm2), L adalah jarak sangga (cm), F adalah perubahan beban dibawah
batas proporsi (kg), adalah beban maksimum (kg), σ adalah defleksi (mm), D adalah diameter luar (cm), t merupakan tebal dinding bambu (cm) dan merupakan momen inersia bambu.
5
L
Gambar 3 Pengujian Statis
Pengujian sifat fisis bambu utuh
Pengujian sifat fisis terdiri atas nilai kadar air dan kerapatan bambu. Contoh uji yang digunakan adalah pada bagian buku dan ruas bambu. Pengujian dengan 3 kali pengulangan untuk tiap contoh uji. Ukuran contoh uji adalah 3 cm x 2 cm x tebal bambu.
Kadar air ditentukan dengan metode gravimetri, sedangkan kerapatan bambu dihitung berdasarkan berat bambu kering udara dibagi dengan volume kering udara . Kadar air dan kerapatan diperoleh dengan persamaan:
KA (%) = x 100 Kerapatan (ρ) =
dimana KA adalah kadar air (%), BA adalah berat awal (g), dan BKT adalah berat kering tanur (g). BKU adalah berat kering udara (g) dan VKU adalah volume kering udara (cm3).
Gambar 4 Pengujian fisis bambu Beban
0.5 P 0.5 P
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik bambu hitam dan bambu tali
Tabel 1 menyajikan hasil penelitian banyaknya buku sepanjang contoh uji 600 cm pada bambu hitam dan bambu tali yaitu masing-masing 14 dan 11 buku sehingga dalam 100 cm jumlah buku untuk bambu hitam adalah 2.3 buku sedangkan pada bambu tali sebanyak 1.8 buku. Jarak antar buku untuk bambu hitam 41 cm dan bambu tali 64 cm.
Tabel 1 Karateristik bambu hitam dan bambu tali
Keterangan Bambu hitam Bambu tali
Jumlah Bambu 10 10
Panjang Bambu (cm) 600 600
Jumlah buku 14 11
Jarak antar buku (cm) 41 64
Hasil penelitian menunjukkan jumlah buku pada bambu hitam lebih banyak dibandingkan bambu tali. Sementara dilihat dari jarak antar buku, bambu tali memiliki jarak antar buku yang lebih panjang (64 cm) daripada bambu hitam (41 cm). Morisco (1999) menyebutkan bahwa panjang ruas bambu hitam 40-50 cm. Tabel 2 Karakteristik diameter dan tebal dinding bambu
Jenis Bambu Diameter (cm) Tebal dinding (cm)
Luar
(L) Dalam (D) Rasio (L:D) Pangkal (P) Ujung (U) Rasio (P:U) Bambu Hitam 5.839 3.607 1.62 1.672 0.612 2.73 Bambu Tali 5.161 3.551 1.45 1.209 0.409 2.95
7 Haygreen dan Bower (1989) menyatakan bahwa sifat fisis yang terpenting adalah kadar air, kerapatan dan berat jenis. Pada Tabel 3 disajikan sifat fisis kadar air dan kerapatan bambu hitam dan bambu tali.
Tabel 3 Kadar air dan kerapatan bambu hitam dan bambu tali
Jenis Bambu Bagian Kadar air (%) Rata-rata kerapatan (g/cm3) bagian buku bambu memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan bagian ruasnya. Dilihat dari panjang permukaan bambu bagian ruas memiliki permukaan yang lebih panjang dibandingkan pada bagian buku hal ini diduga menjadikan kondisi penyerapaan air pada bagian ruas lebih besar daripada bagian bukunya. Nilai kadar air pada bambu hitam bagian ruas dan buku masing-masing 16.67% dan 12.47%, sedangkan pada bambu tali untuk bagian ruas dan bukunya masing-masing nilai sebesar 23.74% dan 11.68%.
Tabel 3 menunjukkan rata-rata kerapatan bambu hitam dan bambu tali masing-masing sebesar 0.52 g/cm3 dan 0.65 g/cm3. Kerapatan bambu bagian buku
lebih besar dibandingkan bagian ruas baik pada bambu hitam maupun bambu tali. Hal ini diduga pada bagian buku jumlah serabut yang mengisi buku bambu lebih banyak dibandingkan dengan ruas bambu. Sulthoni (1989) menyatakan bahwa serabut bambu dicirikan oleh sklerenkim yang berdinding tebal, panjang dan mati. Jika serabut berdinding tebal dan berongga kecil maka berat jenis atau kerapatan akan tinggi. Selain itu nilai kerapatan pada bambu menurut Lestari (2004) dipengaruhi oleh panjang serabut dan tebal dinding serabut. Semakin besar panjang serabut dan tebal dinding maka nilai kerapatan semakin tinggi. Penelitian ini sedikit berbeda, tebal dinding bambu tali lebih kecil dibandingkan bambu hitam, tetapi kerapatan bambu tali lebih besar dibandingkan bambu hitam. Hal ini kemungkinan berpengaruh pada panjang serabut bambu yang lebih dominan. Penelitian Haris (2008) melaporkan bahwa besar kerapatan bambu tali, andong, dan betung masing-masing sebesar 0.71 g/cm3, 0.75 g/cm3, dan 0.86 g/cm2.
Pemilahan bambu berdasarkan metode defleksi
8
menunjukkan rata-rata MOEp untuk bambu hitam dan bambu tali masing-masing sebesar 44579 kg/cm2 (standar deviasi, SD ± 20982/cm2) dan 41454 kg/cm2 (SD±
20978 kg/cm2). Pada pengujian defleksi statis, hasil penelitian Bahtiar (2015)
untuk bambu tali menunjukkan rata-rata MOE sebesar 38766 kg/cm2. Pengujian dilakukan secara pembebanan tunggal sama dengan penelitian yang dilakukan dengan mesin Panter.
Gambar 5 MOEp bambu hitam dan bambu tali
Pemilahan berdasarkan metode kecepatan gelombang bunyi ultrasonik
Gambar 6 dan 7 menunjukkan kecepatan rambatan gelombang bunyi dan energi rambatan pada bambu hitam dan untuk bambu tali pada Gambar 8 dan 9. Kecepatan gelombang ultrasonik akan semakin meningkat seiring berkurangnya dimensi panjang bambu yang dipakai pada pengujian. Hal ini berkaitan dengan panjangnya wilayah yang harus dijangkau oleh gelombang termasuk pengaruh hambatan internal yang dijumpai ketika gelombang merambat didalam bambu dengan kata lain intensitas gelombang ultrasonik akan berkurang terhadap jarak yang ditempuh (Karlinasari 2006). Gambar 6 dan 8 menunjukkan kecepatan rata-rata tertinggi bambu hitam dan tali pada jarak 250 cm dengan masing-masing nilai sebesar 6563 m/det dan 7208 m/det. Pada pengujian ini kecepatan tertinggi dihasilkan dari penempatan titik transduser buku-buku baik pada jenis bambu hitam maupun bambu tali. Jarak antara buku-buku lebih pendek dibandingkan antara ruas-ruas dan ruas-buku.
Selain kecepatan, gelombang ultrasonik juga memerlukan energi untuk merambatkan gelombangnya pada permukaan bahan. Energi yang dimaksud merupakan kemampuan gelombang dalam menembus medium yang berkaitan dengan adanya gangguan yang menyebabkan kelemahan gelombang akustik (Karlinasari 2007). Energi tertinggi pada panjang 250 cm pada penempatan transduser ruas-ruas baik pada bambu hitam maupun bambu tali (Gambar 7 dan 9). Hal ini diduga karena besarnya energi berpengaruh pada panjangnya contoh uji. Semakin panjang jarak yang akan ditempuh gelombang bunyi maka energi yang dihasilkan akan semakin besar.
9
Gambar 6 Kecepatan rambat bunyi ultrasonik bambu hitam
Gambar 7 Energi rambat gelombang bunyi bambu hitam
5888
Bambu hitam Bambu hitam Bambu hitam
500cm 350cm 250cm
Bambu hitam Bambu hitam Bambu hitam
10
Gambar 8 Kecepatan rambat bunyi ultrasonik bambu tali
Gambar 9 Energi rambat gelombang bunyi bambu tali
Modulus elastisitas gelombang bunyi ultrasonik dapat dihitung berdasarkan nilai kecepatan dan kerapatan masing-masing bambu. Pada Gambar 10 dan 11 menunjukkan kekakuan lentur gelombang bunyi ultrasonik. Kekakuan lentur bambu hitam lebih besar dibandingkan dengan bambu tali. Pada penelitian ini besarnya nilai kekakuan lentur kecepatan gelombang bunyi ultrasonik diduga dipengaruhi panjang dimensi dan kerapatan bambu. MOEus tertinggi pada bambu hitam maupun bambu tali adalah pada panjang contoh uji sepanjang 250 cm masing-masing sebesar 262068 kg/cm2 dan 210905 kg/cm2. Hal ini diduga
semakin pendek contoh uji maka akan semakin besar nilai kekakuannya karena kekakuan bambu dipengaruhi juga dari nilai kecepatan rambat gelombang bunyi ultrasonik. Energi yang dihasilkan dari kecepatan rambat gelombang bunyi
5569 5726
Bambu tali Bambu tali Bambu tali
500cm 350cm 250cm
3921 3917 3929 3933 3929 3905 3922
4272
Bambu tali Bambu tali Bambu tali
11 ultrasonik juga mempengaruhi kekakuan bambu. Pada pengujian kecepatan gelombang bunyi ultrasonik nilai MOEus terbesar terdapat pada bagian buku-buku baik pada bambu hitam maupun bambu tali. Hal ini terkait dengan jarak penempatan transduser buku-buku lebih pendek dibandingakan ruas-ruas dan ruas buku. Semakin pendek jarak titik pengeboran diduga semakin cepat gelombang bunyi ultrasonik merambat dan MOEus juga semakin besar.
Gambar 10 MOEus bambu hitam
Gambar 11 MOEus bambu tali
Pengujian modulus elastisitas statis dan kekuatan lentur patah
12
Gambar 12 MOEs bambu hitam dan bambu tali
Gambar 12 menunjukkan kekakuan lentur statis pada bambu hitam lebih besar dibandingkan bambu tali. Nilai kekakuan lentur statis bambu hitam maupun bambu tali masing-masing sebesar 64486 kg/cm2 dan 42614 kg/cm2. Penelitian Haris (2008) untuk penentuan sifat mekanis bambu menggunakan metode yang sama yaitu ISO 22157-1: 2004 menghasilkan nilai MOEs bambu tali sebesar 234631 kg/cm2 hasil yang sangat berbeda pada penelitian ini. Penelitian Haris (2008) menggunakan panjang contoh uji 900 cm sedangkan pada penelitian ini menggunakan panjang 250 cm. Pada penelitian Bahtiar (2015) nilai MOEs bambu tali yang dihasilkan sebesar 38766 kg/cm2 hanya saja pengujiannya dilakukan menggunakan beban one point loading. Titik pembebanan yang berbeda antar ruas
dan buku bisa menjadi alasan mengapa nilai MOEs berbeda. Diduga panjang dan banyak buku bisa mempengaruhi nilai tersebut. Sifat mekanis bambu tali tanpa buku lebih besar dibandingkan bambu tali dengan bukunya (Haris 2008). Hal ini diduga pada penelitian ini pengujian pembebanan lebih banyak pada bagian buku sehingga nilai MOE bambu tali lebih kecil dibandingkan bambu hitam.
Nilai perbandingan antara MOEp (Modulus of Elasticity panter), MOEus (Modulus of Elasticity ultrasonic), MOEs (Modulus of Elasticity statis)
Nilai perbandingan antara modulus elastisitas defleksi „Panter‟, modulus elastisitas kecepatan gelombang bunyi ultrasonik dan modulus elastisitas statis pada bambu hitam dan bambu tali ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Perbandingan modulus elastisitas bambu hitam dan bambu tali
13 MOE metode kecepatan gelombang bunyi ultrasonik (MOEus) memiliki nilai lebih besar dibandingkan pada nilai MOEp dan MOEs baik pada bambu hitam maupun bambu tali. Pemilahan bambu menggunakan metode gelombang ultrasonik memiliki nilai MOEus ± 5 kali lebih besar daripada pemilahan defleksi (MOEp) dan ± 4 kali lebih besar dibandingkan pengujian statis (MOEs) baik pada bambu hitam maupun bambu tali. Sementara itu, MOEs defleksi statis menggunakan UTM ± 1.0-1.44 kali lebih besar dibandingkan pengujian menggunakan mesin pemilah „Panter‟ (MOEp). Metode defleksi MOEp memiliki nilai terkecil dibandingkan nilai MOEs pada bambu hitam maupun bambu tali. Nilai MOEp dan MOEs pada bambu hitam masing-masing sebesar 44576 kg/cm2
dan 64486 kg/cm2. Sedangkan pada bambu tali nilai MOEp dan MOEs sebesar 41454 kg/cm2 dan 42614 kg/cm2. Nilai MOEus yang tinggi terkait sifat viskos-
elastis yang proporsional terhadap kecepatan dan kerapatan bambu (Karlinasari 2007).
Adanya perbedaan nilai antara MOEp dan MOEs yang keduanya diuji berdasarkan metode defleksi diduga karena perbedaan mekanisme laju pembebanan alat juga diduga disebabkan faktor pembebanan yang dilakukan. Pengujian menggunakan “Panter” (MOEp) dilakukan pembebaban secara one point loading, sedangkan pada pengujian statis MOEs dilakukan pembebanan
secara two point loading. Pada mesin Panter pembebanan dilakukan di titik tengah
bentang sementara pada UTM Baldwin pembebanan dilakukan pada dua titik pembebanan. Handrian (2007) menyatakan bahwa perbedaan tersebut akibat defleksi (lenturan) yang terjadi. Pada pengujian MOEs dua titik pembebanan defleksi total dipengaruhi oleh defleksi akibat momen lentur dan defleksi akibat pengaruh gaya geser. Gaya geser pada dua titik pembebanan hanya terjadi pada bentang diantara tumpuan dan beban dikedua sisinya, sedangkan pembebanan ditengah beban gaya geser terjadi di sepanjang bentang. Hal ini diduga gaya geser memberikan sumbangan defleksi yang lebih besar pada pembebanan ditengah bentang dibandingkan pembebanan dua titik. Selain itu, panjang contoh uji juga sangat mempengaruhi nilai modulus elastisitas bambu. Panjang contoh uji pada pengujian MOEp adalah 600 cm sedangkan MOEs adalah 250 cm.
Tegangan pada batas patah
Tegangan pada batas batah (MOR) merupakan ukuran kekuatan suatu bahan pada saat menerima beban maksimum yang menyebabkan terjadinya kerusakan. Pembebanan yang terus menerus pada pengujian MOR maka bambu akan mengalami kerusakan. Kekuatan lentur bambu tertinggi adalah bambu hitam dengan MOR sebesar 1054 kg/cm2 dibandingkan bambu tali (660 kg/cm2).
14
Gambar 13 MOR bambu hitam dan bambu tali
Haris (2008) menyatakan bahwa besarnya nilai MOR bambu tali adalah 768 kg/cm2. Jika dibandingkan dengan MOR pada penelitian ini nilainya tidak jauh berbeda, karena pengujian pada pembebanan yang dilakukan sama yaitu two point loading dan menggunakan formula yang mengacu pada ISO 22157-1: 2004.
Hasil penelitian yang dilakukan Bahtiar (2015) menyebutkan MOR dari pengujian
one point loading bambu tali sebesar 778 kg/cm2.
SIMPULAN dan SARAN
Simpulan
Karakteristik bambu hitam memiliki jumlah buku yang lebih banyak dengan jarak antar bambu yang lebih pendek dibandingkan bambu tali. Kadar air dan kerapatan pada bambu hitam lebih kecil dibandingkan pada bmbu tali dengan masing-masing nilai kadar air sebesar 14.57% dan 17.71%. untuk kerapatan pada bambu hitam dan bambu tali sebesar 0.52 g/cm2 dan 0.65 g/cm2. Kekuatan bambu
hitam lebih tinggi dibandingkan bambu tali karena bambu hitam memiliki diameter yang lebih besar dan tebal dinding yang lebih kecil. Nilai pengujian statis MOEus menunjukkan nilai yang terbesar diikuti oleh MOEs dengan pengujian two point loading dan terkecil adalah MOEp yang diuji dengan
pembebanan terpusat. Pemilahan bambu menggunakan metode gelombang ultrasonik memiliki nilai MOEus ± 5 kali lebih besar daripada pemilahan defleksi (MOEp) dan ± 4 kali lebih besar dibandingkan pengujian statis (MOEs) baik pada bambu hitam maupun bambu tali. Sementara itu, pemilahan bambu berdasarkan metode defleksi, MOEs pengujian statis menggunakan UTM ± 1.0-1.44 kali lebih besar dibandingkan pengujian menggunakan mesin pemilah „Panter‟(MOEp).
Saran
15 DAFTAR PUSTAKA
Alrasyid H. 1990. Segi-segi Penelitian dan Pengembangan Silvikultur Bambu untuk Menunjang Industri dalam Gatra Pengembangan Industri dan kerajinan Bambu. Hal: 22-24.
Bahtiar ET. 2015. Keandalan bambu untuk material konstruksi hijau [disertasi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Handrian I. 2007. Pengujian kekakuan kayu secara nondestruktif gelombang ultrasonik dan kekuatan lentur secara destruktif contoh kecil kayu jati (Tectona grandis. Linn. f.) [skripsi]. Bogor (ID) Fakultas Kehutanan IPB.
Haris A .2008. Pengujian sifat fisis dan mekansi buluh bambu sebagai bahan konstruksi menggunakan ISO 22157-1: 2004 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Haygreen JG, dan JL Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Diterjemahkan
oleh Sutjipto A Hadikusumo. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. [ISO] International Organization for Standarization. 2004. Part 1 ISO 22157
Bamboo Determination of physical and mechanical ptalirties
Karlinasari L, Surjokusumo S, Nugroho N, Hadi YS. 2006. Pengujian non destruktif gelombang ultrasonik pada balok tiga jenis kayu. JTHH. 19(1):
16. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Karlinasari L. 2007. Analisis kekakuan kayu berdasarakan pengujian nondestruktif metode gelombang ultrasonik dan kekuatan lentur kayu berdasarkan pengujian destruktif [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Lestari B. 1994. Hubungan sifat anatomi terhadap sifat fisis dan mekanis bambu betung (Dendrocalamus asper Backer) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Lestari B. 2004. Hubungan sifat anatomis terhadap sifat fisis dan mekanis bambu betung (Dendrocalamus asper Backer) [skripsi] Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Morisco. 1999. Rekayasa Bambu. Yogyakarta (ID): UGM Press.
Nuriyatin N. 2000. Studi analisa sifat-sifat dasar bambu pada beberapa tujuan penggunaan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rushandiana A. 2004. Hubungan pertumbuhan rebung terhadap pemanenan bambu betung (Dendrocalamus asper (Schult.f.) Backer ex Heyne) dan
bambu tali (Gigantochloa apus (Bl. Ex Schult.f.)Kurz) [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor..
Sulthoni. 1989. Bamboos: Physical ptalirties testing methods and means of preservation. Pp 4: 1-15 in Brassili, A.V. and Davies, W.G, (Eds.) A Workshop on Design and Manufacturing of Bamboo and Rattan Furniture . 3-14 March 1989. Jakarta (ID): Indonesia.
Widjaja A. 1990. Kemajuan penelitian untuk menunjang pengembangan industri dan kerajinan bambu di Indonesia dalam Gatra Pengembangan Industri dan
Kerajinan Bambu. Hal 28-32.
Widjaja NW, Utami, Saefudin. 2004. Panduan Membudi Dayakan Bambu. Bogor
16
LAMPIRAN
Lampiran 1 Karakteristik bambu utuh
Jenis Bambu
Diameter (cm) Tebal Dinding (cm)
17 Lampiran 3 MOE hasil pengujian bambu utuh menggunakan alat NDT ultrasonik
18
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padangsidimpuan pada tanggal 22 Oktober 1992, putri ke dua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak H. Darusmin Hutasuhut dan Ibu Hj. Nurhotdima Siregar. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 4, Padangsidimpuan 2011 dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN) undangan.