LAPORAN PENELITIAN
PENENTUAN HARGA JUAL PRODUK
DAN UKURAN LOT SECARA SIMULTAN UNTUK
PRODUK YANG BERGARANSI
Ag. Gatot Bintoro, ST., MT.
Dr. Pranowo, ST., MT.
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
HALAMAN PENGESAHAN
1. a. Judul Penelitian : Penentuan Harga Jual Produk dan Ukuran Lot Secara Simultan untuk Produk yang
Bergaransi
b. Macam penelitian : Lapangan
2. Personalia Ketua Penelitian
a. Nama : Ag. Gatot Bintoro, ST., MT.
b. Tempat, tanggal lahir : Klaten, 12 Agustus 1972
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. NPP : 03.97.617
e. Jabatan
akademik/Golongan
: Lektor / IIIc
Fakultas/Prodi : Fakultas Teknologi Industri / Teknik Industri
3. Jumlah Anggota : 1 orang
Nama Anggota : Pranowo NPP: 09.96.596 4. Lokasi Penelitian : Laboratorium Pemodelan dan Optimasi
Fakultas Teknologi Industri Universitas Atma Jaya Yogyakarta 5. Jangka waktu penelitian : 6 bulan
6. Biaya yang diperlukan : Rp. 3.740.000,00
Mengetahui, Yogyakarta, 30 September 2011
Dekan FTI UAJY Ketua Peneliti
Ir. B. Kristyanto, M.Eng., Ph.D. NPP: 05.91.343
Ag. Gatot Bintoro, ST., MT. NPP: 03.97.617
Menyetujui: Ketua LPPM UAJY
ABSTRAK
Penentuan Harga Jual Produk dan Ukuran Lot Secara Simultan
untuk Produk yang Bergaransi
Pemesanan dan pengiriman produk yang dilakukan oleh buyer dan produsen merupakan transaksi dalam sistem rantai pasok yag dipengaruhi banyak hal. Pada banyak kondisi buyer akan memesan produk dari produsen dengan menggunakan kebijakan pemesanan ekonomis atau economic order quantity
(EOQ). Kasus seperti ini akan membebani produsen karena harus mengirim produk dengan ukuran lot yang tidak sesuai dengan ukuran lot produksi. Ukuran lot pemesanan yang berbeda akan berpotensi memberikan ongkos yang berbeda sehingga harga jual produk dapat diset berbeda sesuai dengan ukuran lot pemesanan. Sehingga ukuran lot pemesanan dapat digunakan sebagai salah satu faktor penentuan harga jual produk. Banerjee telah menyususn model penentuan harga secara simultan dengan penentuan ukuran lot. Tetapi model ini belum memasukan faktor sistem produksi yang mengalami penurunan kinerja dan faktor garansi. Berdasarkan model tersebut, penelitian ini melakukan pengembangan model dengan memasukan faktor-faktor tersebut. Penelitian ini menghasilkan model beserta solusinya. Untuk memberikan ilustrasi yang lebih nyata juga disajikan contoh numerik.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat -Nya yang telah memberi kemudahan dan petunjuk kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak memberikan bantuan dalam menyelesaikan penelitian ini dengan baik terutama kepada :
1. Dekan Fakultas Teknologi Industri, Ketua LPPM, Ketua Program Studi Teknik Industri, Kepala Laboratorium Pemodelan dan Optimasi yang telah memberikan kesempatan penelitian.
2. Rekan-rekan komunitas Laboratorium Sistem Produksi dan Laboratorium Pemodelan dan Optimasi
3. Rekan-rekan dan patner kerja atas pengertian motivasi dan peluang serta bantuannya.
4. Rekan-rekan Staf Pengajar dan Karyawan Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu, yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhir kata, penulis mohon maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan penelitian ini dan semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak dan kepada penelitian-penelitian selanjutnya.
Yogyakarta, September 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN... ii
ABSTRAK... iii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI... v
DAFTAR GAMBAR... vii
DAFTAR TABEL... viii
Bab I Pendahuluan... 1
I.1. Latar Belakang... 1
I.2. Perumusan Masalah... 3
I.3. Tujuan Penelitian... 3
I.4. Manfaat Penelitian... 4
I.5. Asumsi... 4
I.6. Sistematika Penulisan... 4
Bab II Studi Literatur... 6
Bab III Metodologi Penelitian Dan Pengembangan Model... 9
III.1. Pemahaman Situasi Sistem Produsen dan Konsumen... 9
III.2. Studi Pustaka dan Observasi... 9
III.3. Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian... 9
III.4. Karakterisasi Sistem... 9
III.5. Pemodelan Matematik... 11
III.6. Analisis Model... 11
III.7. Contoh Numerik... 11
III.8. Validasi Model... 12
III.9. Solusi Permasalahan... 12
III.10. Kesimpulan... 12
Bab IV Dasar Teori... 13
IV.1. Sistem Inventori... 13
IV.2. Ukuran Pemesanan Ekonomis... 14
IV.4. Garansi... 17
IV.5. Taksonomi Kebijakan Garansi... 18
IV.6. Ongkos Garansi... 20
IV.7. Fungsi Distribusi Kegagalan... 21
Bab V Formulasi Model... 27
V.1. Karakterisasi Sistem... 27
V.2. Pemodelan Matematik... 29
Bab VI Analisis Model... 34
VI.1. Solusi Model... 34
VI.2. Contoh Numerik... 36
Bab VII Kesimpulan dan Saran... 38
DAFTAR GAMBAR
Gambar III.1 Diagram alir penelitian... 10
Gambar IV.1 Siklus dan transaksi inventori... 14
Gambar IV.2 Taksonomi kebijakan garansi... 19
DAFTAR TABEL
Bab I
Pendahuluan
I.1.Latar Belakang
Produksi dengan ukuran lot optimal akan lebih menguntungkan karena dapat menurunkan ongkos produksi, tetapi produsen selalu menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan pengiriman ke konsumen karena besarnya permintaan yang tidak sesuai dengan ukuran lot produksinya. Konsumen akan cenderung mengunakan kebijakan pemesan yang ekonomis atau economic order quantity (EOQ) yang ukuran lot pengirimannya tidak sinkon dengan lot produksi. Hal ini akan berakibat bertambahnya ongkos yang kemudian berdampak pada harga jual produk.
Penelitian tentang penentuan ukuran lot optimal atau economic manufacturing quantity (EMQ) telah lama mendapatkan perhatian, dan beberapa peneliti telah mengembangkan model EMQ klasik yang lebih aplikatif (Hax dan Candea, 1984; Silver dan Peterson, 1985). Model EMQ klasik menggunakan asumsi bahwa sistem produksi berjalan sempurna, sehingga semua produk merupakan produk conforming atau memenuhi persyaratan mutu (Silver, et.al.,1998). Tetapi pada banyak situasi, tidak semua produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu. Mutu produk yang dihasilkan sangat tergantung pada kondisi atau status proses produksi, dan proses produksi dapat mengalami deteriorasi (penurunan kemampuan) dengan bertambahnya jumlah produk yang dihasilkan. Deteriorasi ini mengakibatkan kondisi proses berubah dari status in control menjadi out-of-control. Pada saat berada pada status out-of-control, proses produksi akan menghasilkan lebih banyak produk non-conforming, yaitu produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu.
2 maintenance dan pengendalian kualitas. Status sistem produksi dapat dilakukan dengan inspeksi, dan jika sistem berada pada out-of-control maka dilakukan restorasi. Pemeriksaan lot sebelum dikirim juga dapat dilakukan untuk mengurangi produk non-conforming yang dikirim ke distributor. Konsekuensi dari tindakan-tindakan untuk mengurangi produk non-conforming ini dapat menimbulkan tambahan biaya produksi pada produsen.
Produk yang dijual dengan garansi akan memerlukan ongkos tambahan jika terjadi klaim dari konsumen. Besarnya klaim yang terjadi pada masa garansi sangat tergantung dari kualitas produk. Produk non-conforming akan menimbulkan biaya yang lebih besar jika dibanding dengan produk conforming. Produk yang dihasilkan dari sistem produksi yang mengalami deteriorasi akan berpeluang mengalami kegagalan dalam masa garansi (early failure), terutama produk non-conforming yang dihasilkan sistem pada saat berada pada status out-of-control. Untuk menjamin produk yang dikirim adalah conforming, maka dapat dilakukan dengan pengendalian kualitas di lantai produksi. Selanjutnya produk non-conforming yang ditemukan dapat dilakukan perbaikan, sehingga menjadi produk yang conforming. Perbaikan ini dipandang lebih murah jika dibandingkan dengan ongkos klaim garansi, selain itu juga dapat mengurangi kesan negatif produk.
Koordinasi antara produsen dan konsumen dalam menentukan ukuran lot optimal telah dipelajari oleh oleh Ongsakul dan Liman (1998), Kosadat dan Liman (2000), dan Kim dan Ha (2003). Akan tetapi semua studi tersebut hanya fokus pada penentuan ukuran lot produksi untuk meminimasi total ongkos produksi dimana harga jual telah ditentukan. Pada kondisi produksi untuk make-to-order atau produksi berbasis kontrak, maka penting untuk melakukan penentuan harga pada model-model tersebut.
inventori dan akhirnya berpengaruh pada harga jual produk. Berdasarkan hal tersebut di atas maka penentuan harga dan kebijakan produksi perlu ditentukan secara simultan.
I.2.Perumusan Masalah
Ukuran lot produksi bagi produsen dan ukuran lot pemesanan dari konsumen sering kali tidak sesuai dan dalam hal ini akan berakibat bertambahnya ongkos dan pada akhirnya akan mempengaruhi harga jual produk. Harga jual produk merupakan faktor yang sensitif bagi kedua belah pihak, jika tidak sesuai maka kan berakibat kerugian pada salah satu pihak atau bahkan terjadinya pembatalan transaksi.
Koordinasi antara produsen dan konsumen dalam menentukan ukuran lot optimal telah dilakukan hanya fokus pada penentuan ukuran lot produksi dan pengiriman untuk meminimasi total ongkos, dimana harga jual telah ditentukan. Pada kondisi koordinasi tidak berjalan dengan baik dan nilai tawar buyer lebih tinggi, maka buyer akan menentukan kebijakan pembelian yang menguntungkan. Dalam kondisi seperti ini buyer akan menggunakan kebijakan EOQ, sehingga ukuran lot pemesanan sangat tergantung pada buyer. Ukuran lot yang tidak pasti akan mempengaruhi ongkos yang ditanggung produsen dan akhirnya akan berpengaruh kepada harga jual produk. Jika informasi ukuran lot pemesanan tidak pasti maka harga jual produk juga sulit ditentukan.
I.3.Tujuan Penelitian
Dengan memperhatikan penelitian sebelumnya dan permasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk:
4
2. Menentukan dan menganalisis harga jual produk dan ukuran lot untuk produk bergaransi antara model dengan pemeriksaan dan tanpa pemeriksaan.
I.4.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian merupakan model matematik yang disusun berdasarkan aktifitas sistem nyata, sehingga model yang dihasilkan diharapkan mampu digunakan sebagai solusi permasalahan sistem nyata dalam sistem rantai pasok untuk produk yang dijual dengan garansi. Selain itu dengan ketatnya persaingan dan tuntukan jaminan produk penelitian ini juga akan menganalisis pengaruh ongkos terhadap pemeriksaan produk sebelum dikirim. Oleh karena itu model ini diharapkan mampu menolong perusahan-perusahaan dan konsumen dalam mengambil keputusan.
I.5.Asumsi
Hal-hal berikut merupakan asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian yaitu:
1. Ukuran lot produksi sama dengan ukuran lot pemesanan
2. Komponen bersifat “repairable” dan dihasilkan dari satu sistem produksi
3. Masing-masing ongkos diketahui dan bersifat konstan.
4. Setiap terjadi kegagalan produk selalu berakibat klaim garansi. 5. Buyer menggunakan kebijakan pembelian EOQ
6. Tidak diperbolehkan ada stock-out
I.6.Sistematika Penulisan
Bab II
Studi Literatur
Penelitian untuk menentukan EMQ dan panjang siklus produksi dengan mempertimbangkan faktor deteriorasi proses produksi, telah banyak dilakukan [lihat Rossenblatt dan Lee (1986), Porteus (1986), Lee (1992), Groenevelt et. al. (1992), Kim dan Hong (1997)]. Rossenblatt dan Lee (1986) telah mempelajari pengaruh non-conforming item, yang disebabkan oleh proses yang mengalami deteriorasi, terhadap UBE. Sedangkan Groenevelt et. al. (1992) meneliti pengaruh kerusakan mesin terhadap UBE. Lee dan Rossenblatt (1987) mempertimbangkan model UBE dengan pengendalian siklus produksi dan inspeksi secara bersamaan dan variabel keputusan pada penelitian ini adalah kuantitas produksi dan jumlah inspeksi per siklus. Pada Affisco et. al. (2002), non-conforming item diminimasi dengan melakukan perbaikan terhadap mutu dari proses produksi. Untuk sistem yang mengalami deteriorasi, tindakan perawatan preventif biasanya efektif untuk menjaga status sistem tetap berada pada status in-control dan dapat mengurangi ongkos reparasi atau pengerjaan ulang produk (rework).
Tseng et. al. (1998) mengembangkan model UBE dengan mempertim- bangkan kebijakan perawatan preventif dan tindakan perawatan tidak selamanya sempurna dalam artian bahwa setelah dilakukan perawatan kondisi sistem dapat lebih buruk dari kondisi sebelumnya. Semua penelitian-penelitian tersebut menggunakan ukuran performansi total ongkos produksi dan rework dari non-conforming item. Wang dan Shue (2001a) menentukan ukuran batch dan kebijakan inpeksi secara simultan dengan menggunakan kriteria minimasi ekspektasi ongkos per unit waktu.
model Yeh et. al. (2000) tersebut, setiap produk yang rusak selama masa garansi diperbaiki dengan reparasi minimum (minimal repair), artinya kondisi produk setelah diperbaiki sama dengan kondisi sebelum rusak [Barlow dan Proschan (1965)]. Wang dan Shue (2001b) meneliti pengaruh ongkos garansi terhadap ukuran batch yang ekonomis. Mereka memodelkan perubahan proses produksi dari status in-control ke status out-of-control dan perubahan ini dimodelkan dengan distribusi probabilitas diskrit.
Ongkos perbaikan selama masa garansi sangat tergantung pada pola kerusakan produk. Karakteristik kerusakan produk dapat dijelaskan dengan fungsi laju kerusakan dan kurva fungsi laju kerusakan produk secara umum berbentuk bathtub (Ross, 1983). Pada phase awal laju kerusakan produk tinggi dan cenderung menurun, kemudian cenderung konstan pada phase pemakaian dan akan menaik. Salah satu penyebab laju kerusakan yang tinggi pada periode awal penggunaan adalah non-conforming item yang terjual ke konsumen. Dan ini selanjutnya mengakibatkan rata-rata jumlah klaim garansi untuk item ini relatif besar.
Pengendalian kualitas, baik pada tahap proses produksi maupun produk akhir, dapat dilakukan untuk mengurangi produk cacat, sehingga dapat menekan ongkos sebelum penjualan (atau ongkos rework) dan ongkos setelah penjualan (atau ongkos garansi). Arentsen et al (1996) menekankan pentingnya integrasi kontrol kualitas dengan aktivitas lantai produksi untuk menjamin kualitas dari produk yang dihasilkan. Penelitian UBE yang melibatkan faktor kualitas telah mendapatkan perhatian (Lihat diantaranya, Lee dan Rossenblatt (1987), Sung dan Ock (1992), dan Wang dan Sheu (2001b) ).
8
memiliki posisi tawar yang sama kuat sehingga kedua pihak bersedia memproduksi atau mengirim pesanan sesuai dengan hasil ukuran lot gabungan.
Bab III
Metodologi Penelitian Dan Pengembangan Model
Langkah-langkah penelitian, urutannya dan hubungan antar langkah, secara skematis ditunjukkan oleh Gambar 1. Masing-masing langkah akan dijelaskan pada bagian berikut ini:
III.1.Pemahaman
Situasi Sistem Produsen dan Konsumen
Pemahaman ini dilakukan untuk memberikan gambaran umum tentang sistem manufaktur di lapangan dan hubungan antara produsen dan konsumen. Tetapi untuk mengetahui secara riil kondisi sistem manufaktur peneliti akan melakukan dengan tahapan penelitian berikutnya secara terstruktur.
III.2.Studi Pustaka dan Observasi
Studi pustaka telah dihabas pada sub-bab sebelumnya, sedangkan observasi terhadap sistem manufaktur di lapangan telah banyak dilakukan oleh peneliti, seperti dalam kunjungan ke perusahaan, penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan pengamatan secara informal. Tetapi untuk mengetahui secara riil kondisi sistem manufaktur peneliti akan melakukan observasi lajutan yang terstruktur sehingga dapat mengumpulkan informasi yang terbaru dan sesuai dengan kebutuhan penelitian.
III.3.Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
Tahap ini bertujuan untuk memperjelas masalah yang akan dipilih sekaligus tujuan yang diinginkan dari pemecahan masalah tersebut. Permasalahan dan tujuan dalam penelitian ini telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya.
III.4.Karakterisasi Sistem
10
faktor-faktor yang mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap ukuran performasi. Dari studi pustaka dan kondisi nyata sistem manufaktur di lapangan, terdapat 7 (tujuh) faktor yang relevan untuk tujuan studi ini, yaitu: sistem produksi, pengendalian proses produksi, lot sizing, pemeriksaan produk, garansi produk, penentuan harga jual produk dan sistem rantai pasok. Faktor-faktor yang relevan ini akan dipertimbangan dalam langkah pemodelan sistem.
III.5.Pemodelan Matematik
Pengembangan model matematik ongkos ukuran batch ekonomis antara pemasok dan produsen untuk produk yang dijual dengan garansi akan dilakukan dengan mengusulkan beberapa alternatif model, sehingga dapat dipilih alternatif model yang paling relevan dengan kasus nyata.
III.6.Analisis Model
Model yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah model matematik, dan analisis model untuk mendapatkan solusi model dirancang sebagai berikut:
a. Untuk model yang masih sederhana, digunakan metode optimasi. Dalam prosesnya, teorema akan dikembangkan yang kemudian akan dijadikan sebagai basis bagi pengembangan metode dan algoritma pemecahan.
b. Untuk model yang lebih kompleks akan dikembangkan metode pemecahan yang bersifat heuristik dan numerik dengan memanfaatkan pola pikir solusi optimal. Pendekatan ini dilakukan jika metode optimasi tidak mungkin diterapkan.
III.7.Contoh Numerik
12
III.8.Validasi Model
Model yang telah dianalisis akan divalidasi, jika model yang diperoleh tidak valid maka akan dilakukan perubahan model yang disesuaikan dengan hasil analisis.
III.9.Solusi Permasalahan
Model yang telah valid dapat digunakan sebagai solusi permasalahan-permasalahan yang ada di lapangan. Sangat dimungkinkan adanya perubahan-perubahan kecil yang perlu dilakukan agar model sesuai dengan kondisi riil di lapangan.
III.10.Kesimpulan
Bab IV
Dasar Teori
Pada bagian ini akan dibahas konsep, teori, metode dan teknik yang diperlukan untuk mendukung penelitian ini. Pembahasan dalam hal ini meliputi sistem inventori, hubungan antara produsen dan buyer, ukuran pemesanan ekonomis, model UBE secara umum dan teori garansi.
IV.1.Sistem Inventori
Definisi inventori dituliskan oleh beberapa pakar inventori antara lain: Hadley dan Within (1960), Buchan dan Koenigsberg (1963), Buffa dan Miller (1978) dan Tersine (1992). Secara umum mereka mendefinisikan bahwa inventori merupakan sumber daya yang menganggur yang menunggu untuk diproses lebih lanjut. Bentuk inventori ini dapat meliputi bahan baku, produk setengah jadi atau produk jadi. Inventori dalam suatu organisasi/perusahan dibutuhkan karena adanya motif transaksi, motif berjaga-jaga dan motif berspekulasi. Hal ini lebih banyak untuk menjamin keberlangsungan proses bisnis dan keuntungan.
Kegiatan inventori membentuk sebuah siklus yang dimulai dari perencanaan kebutuhan, program pengadaan, penyimpanan, sampai ke pemakaian. Dalam keseluruhan kegiatan tersebut, akan melibatkan tiga macam transaksi yaitu: pembelian, penerimaan dan pengeluaran. Siklus dan transaksi dalam sistem inventori dapat dilihat seperti pada Gambar 4.1. Kegiatan dan transaksi tersebut di atas akan mempunyai kaitan erat antara komponen yang terlibat, utamanya pemasok dan pengelola (buyer).
14
Oleh sebab itu banyak perusahaan akan memperhatikan kinerja sistem inventori secara cermat.
Gambar IV.1 Siklus dan transaksi inventori
IV.2.Ukuran Pemesanan Ekonomis
Inventory digunakan untuk memudahkan perusahaan membeli atau memproduksi komponen dalam ukuran lot yang ekonomis. Dalam konsep pemesanan, ukuran pemesanan yang meminimumkan total ongkos inventory disebut dengan ukuran pemesanan ekonomis (UPE) atau economic order quantity (EOQ). Adapun asumsi model EOQ adalah (Tersine, 1994):
1. Laju permintaan diketahui, bersifat konstan dan kontinyu 2. Lead time diketahui dan bersifat konstan
3. Seluruh ukuran lot ditambahkan ke dalam inventory secara bersamaan 4. Tidak ada stockout, di mana hal ini disebabkan laju permintaan dan lead
time telah diketahui
5. Ongkos pesan dan ongkos setup sama, tidak tergantung pada ukuran lot. PEMASOK/SUPLIER
PEMAKAI/USER
PERENCANAAN KEBUTUHAN
PENYIMPANAN
PEMAKAIAN/PROSES PENGADAAN
1
2
3
6. Ongkos simpan merupakan fungsi linear dari rata-rata inventory dan ongkos pembelian konstan.
7. Tidak ada diskon pada pembelian pada kuatitas tertentu. 8. Kapasitas gudang tidak terbatas.
9. Kapasitas produksi dan modal dapat memenuhi seluruh permintaan 10.Komponen merupakan produk tunggal.
Total ongkos inventori adalah sebagai berikut:
Total ongkos inventori = ongkos pembelian + ongkos pesan + ongkos simpan
2 Q h Q
D A P D ) Q (
TC = ⋅ + ⋅ + ⋅ (IV.1)
di mana :
D = permintaan dalam unit,
P = ongkos pembelian komponen,
A = ongkos pesan untuk sekali pesan,
h = ongkos simpan per unit per tahun,
Q = ukuran lot atau jumlah pesanan dalam unit,
TC = total ongkos simpan.
Untuk memperoleh jumlah ukuran lot optimal yang meminimumkan total ongkos inventory, maka diambil turunan pertamanya terhadap Q.
0 Q
D A 2 h dQ
) Q ( dTC
2 = ⋅ −
= (IV.2)
Formula model EOQ untuk jumlah ukuran lot optimal adalah
h D A 2 *
Q = ⋅ ⋅ (IV.3)
IV.3.Model Dasar Ukuran Batch Ekonomis
16
secara bertahap daripada secara bersamaan. Model EOQ harus mampu mengatasi perubahan ini. Untuk itu, dikembangkan model ukuran batch ekonomis atau economic manufacturing quantity (EMQ) yang mengasumsikan penambahan inventory yang dilakukan secara bertahap dan kontinyu selama periode produksinya.
Ukuran siklus produksi (production run) yang meminimumkan total ongkos inventory disebut dengan economic manufacturing quantity (EMQ). Adapun asumsi model EMQ adalah :
1. Laju permintaan diketahui, konstan dan kontinyu. 2. Laju produksi diketahui, konstan dan kontinyu. 3. Lead time diketahui dan konstan.
4. Seluruh ukuran lot ditambahkan ke dalam inventory secara bertahap. 5. Tidak ada stockout.
6. Struktur ongkosnya tetap, yaitu: ongkos pesan atau setup sama, tidak tergantung pada ukuran lot, ongkos simpan merupakan fungsi linear berdasarkan pada rata-rata inventori, ongkos produksi terdiri dari ongkos tenaga kerja langsung, ongkos bahan baku langsung dan ongkos overhead
pabrik.
7. Gudang, kapasitas produksi dan modal dapat memenuhi seluruh permintaan.
8. Komponen merupakan produk tunggal yang tidak mempengaruhi komponen lain.
Total ongkos inventori tahunan untuk model EMQ adalah sebagai berikut: Total ongkos inventori = ongkos produksi + ongkos setup + ongkos simpan
p 2
) d p ( Q h Q
D A P D ) Q ( TC
⋅ − ⋅ ⋅ + ⋅ + ⋅
= (IV.4)
di mana :
D = permintaan tahunan dalam unit,
A = ongkos setup untuk sekali setup,
h = ongkos simpan per unit per tahun,
Q = ukuran siklus produksi atau jumlah pesanan produksi dalam unit,
p = laju produksi,
d = laju permintaan.
Untuk memperoleh jumlah ukuran lot optimal (Q*) yang meminimumkan total ongkos inventory, maka diambil turunan pertamanya terhadap Q.
0 p 2
) d p ( h Q
D A dQ
) Q ( dTC
2 ⋅ =
− ⋅ + ⋅ −
= (IV.5)
Formula model EMQ untuk jumlah ukuran lot optimal adalah:
) d p ( h
p D A 2 * Q
−
⋅ ⋅ ⋅
⋅
= (IV.6)
IV.4.Garansi
Bischke dan Murthy (1994) mengemukakan beberapa definisi tentang garansi (warranty), yaitu:
“A warranty is the representation of the characteristic or quality of product”
“A warranty is an expression of the willingness of business to stand behind its products and services. As such it is a badge of business integrity”
Sedangkan menurut Dhillon dan Reiche (1985):
“A Warranty is a guarantee normally written into a contract, which furnishes the buyer with some assurance about the performance he should expect
from a product”
Perbedaan definisi ini dikarenakan adanya jenis-jenis garansi yang berbeda.
18
garansi adalah membuat pertanggungjawaban dalam hal kerusakan produk sebelum waktunya atau ketidakmampuan produk melakuakn fungsi seperti yang diharapkan.
Seringkali istilah warranty dan guarantee dianggap sinonim. Sebenarnya
warranty adalah tipe khusus dari guarantee. Guarantee menyangkut barang yang diberikan kepada konsumen oleh penjual. Warranty sering dipandang sebagai
Service contract (perjanjian pelayanan). Service contract dilakukan secara sukarela oleh konsumen, sedangkan warranty merupakan bagian dari jual beli produk dan merupakan bagian itegral dari proses jual beli. Aturan utama
warranty (garansi) adalah menjamin perbaikan produk pasca jual beli produk (after sele service). Garansi memberikan perlindungan terhadap konsumen jika produk yang digunakan sebagaimana mestinya, tetapi performansinya tidak seperti yang diharapkan atau dispesifikasikan oleh pabrik.
IV.5.Taksonomi Kebijakan Garansi
Bischke dan Murthy (1994) mengusulkan sebuah taksonomi dalam mengklasifikasikan perbedaan jenis garansi, seperti digambarkan pada gambar IV.4. Kebijakan garansi dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:
1. Kebijakan garansi yang menyangkut perbaikan produk
2. Kebijakan yang tidak menyangkut perbaikan produk
Gambar IV.2 Taksonomi kebijakan garansi
Kebijakan garansi kelompok kedua terbagi lagi menjadi dua sub kelompok. Sub kelompok pertama (Kelompok A) terdiri atas kebijakan yang berhubungan dengan penjualan produk tunggal, dimana setiap produk yang terjual memiliki kebujakan yang berbeda-beda. Sub kelompok kedua (Kelompok B) merupakan gabungan kebijakan dimana suatu kebijakan tunggal menjamin sekelompok produk sebagai tentangan kebijakan yang terpisah dari setiap produk.
Kebijakan kelompok A dibagi menjadi dua sub kelompok berdasarkan kebijakan yang diperbaharui (renewing) dan tidak diperbaharui (non-renewing). Bagian pada kebijakan yang dapat diperbaharui, jika produk mengalami kerusakan selama masa garansi, produk tersebut diganti dengan produk baru dengan garansi yang baru, menggantikan produk yang lama, sehingga bentuk kebijakan berubah. Sebaliknya untuk kebijakan tidak diperbaharui, penggantian produk tidak mengganti garansi awal. Masa garansi produk pengganti adalah sisa dari masa garansi produk lama.
20
kombinasi. Dua kebijakan garansi sederhana adalah free-replacement warranty
(FRW) dan pro-rata warranty (PRW). Kebijakan garansi free-replacement, perusahaan bersedia mengganti produk yang mengalami kerusakan tanpa membebankan biaya kepada konsumen. Kebijakan ini umumnya ditawarkan untuk produk-produk yang dapat diperbaiki (repairable), seperti sepeda motor. Kebijakan garansi pro-rata, jika produk gagal dalam periode garansi, maka produsen membayar kepada konsumen sejumlah proporsi sisa waktu periode garansi dari harga jual produk. Kebijakan ini biasanya ditawarkan untuk produk-produk yang tidak dapat diperbaiki (non-repairable), seperti ban mobil. Kebijakan kombinasi adalah kebijakan sederhana yang dikombinasikan dengan bentuk tambahan atau kebijakan yang menggabungkan dua tau lebih kebijakan sederhana.
Masing-masing kelompok kebijakan garansi di atas dibagi menjadi dua sub kelompok yaitu garansi satu dimensi (one dimension) dan dua dimensi (two dimension). Garansi satu dimensi dikarakterististikkan oleh interval satu dimensi yang disebut periode garansi, misalnya waktu atau jarak tempuh. Sedangkan garansi dua dimensi merupakan perluasan dari satu dimensi. Kebijakan ini dikarakteristikan oleh bidang dua dimensi, misalkan satu dimensi direpresentasikan dengan waktu dan dimensi yang lain direpresentasikan oleh jarak tempuh. Kebijakan pada Kelompk B juga dibagi menjadi sederhana dan kombinasi. Selanjutnya dibagi lagi berdasarkan dimensi, yaitu satu dimensi atau dua dimensi.
IV.6.Ongkos Garansi
Kegagalan item dalam periode garansi akan mengakibatkan klaim, sehingga produsen akan mengeluarkan ongkos untuk pelayanan. Setiap klaim baik klaim garansi akan mengakibatkan tambahan biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak yang bertanggung jawab. Menurut Blischke dan Murthy (1994) biaya garansi meliputi:
3. Biaya perbaikan/penggantian yang terdiri dari biaya material dan biaya tenaga kerja
4. Biaya penanganan dari pengecer 5. Biaya inventori spare part
Besarnya biaya pelayanan garansi per item merupakan jumlah dari semua biaya-biaya tersebut di atas sepanjang periode yang dijanjikan. Total biaya tergantung pada jumlah klaim/kegagalan dalam periode garansi dan biaya pelayanan setiap kegagalan. Karena jumlah kegagalan sepanjang periode garansi tidak tentu, karena kegagalan terjadi secara random, maka total biaya pelayanan garansi per item adalah sebuah variabel acak.
IV.7.Fungsi Distribusi Kegagalan
Distribusi kegagalan merupakan salah satu alat untuk menggambarkan panjang umur suatu sistem secara matematis. Model kegagalan dapat digambarkan dengan baik melalui fungsi densitas, fungsi distibutif kumulatif, fungsi keandalan dan fungsi hazard. Jika f
( )
τ menyatakan fungsi densitas darivariabel acak τ yang kontinyu menggambarkan waktu antar kegagalan suatu sistem, maka f
( )
τ memiliki sifat f( )
τ ≥0 dan ditunjukkan oleh persamaanberikut:
∫
∞
= 0
1 d ) (
f τ τ (IV.7)
Fungsi distribusi kumulatif, F
( )
τ yang sering disingkat dengan fungsi distribusimenyatakan probabilitas bahwa sistem akan gagal dalam interval waktu
[ ]
0,τyang dirumuskan oleh persamaan berikut:
∫
∞
= =
≤ =
0
1 d ) ( f ) T ( P ) (
F τ τ τ τ (IV.8)
ττ τ
d ) ( dF ) (
22
Fungsi keandalan,F
( )
τ menyatakan probabilitas sistem akan berfungsi (tidakrusak) pada interval waktu
[ ]
0,τ atau probabilitas sistem akan gagal setelah saatτ . Fungsi keandalan diberikan oleh persamaan berikut ini :
∫
∞ = > = τ ττ) P(T ) f(x)dx
(
F (IV.10)
ττ τ d ) ( F d ) (
f = (IV.11)
Karena F
( )
τ dan F( )
τ bersifat mutually exclusive, maka berlaku persamaanberikut: ) ( F 1 ) (
F τ = − τ (IV.12)
Fungsi laju kegagalan r
( )
t menyatakan jumlah kegagalan sesaat pada saat τdengan syarat sistem masih berfungsi sampai saat τ seperti yang dirumuskan persamaan berikut :
) ( F ) ( f ) ( r τ τ
τ = (IV.13)
Probabilitas bersyarat bahwa sistem akan gagal selama interval waktu
(
τ +dτ)
dengan syarat bahwa sistem tersebut tidak gagal hingga waktu τ dinyatakan sebagai r( )
τ dτ yang dirumuskan oleh persamaan berikut :) T | d T ( P d ) (
r τ τ = τ < <τ + τ >τ (IV.14)
Hubungan antara fungsi keandalan, fungsi distribusi dan fungsi densitas dengan fungsi hazard dengan asumsi F(0) = 0 dapat dituliskan oleh persamaan berikut:
] dx ) x ( r exp[ ) ( F 0
∫
− = τ τ (IV.15) ] dx ) x ( r exp[ ) ( r ) ( f 0∫
− = τ τ τ (IV.16) ] dx ) x ( r exp[ 1 ) ( F 0∫
− − = ττ (IV.17)
digunakan dalam bidang maintenance seperti distribusi weibull, distribusi eksponensial dan distribusi gamma.
4.7.1.Distribusi Weibull
Distribusi weibull umumnya digunakan untuk menggambarkan kegagalan dalam penelitian tentang maintenance dan memodelkan kekuatan bahan, waktu rusak bangunan, peralatan serta sistem elektronik dan mekanik. Bentuk fungsi densitas, fungsi distribusi, fungsi keandalan, fungsi hazard, mean dan variansi dari distribusi weibull adalah sebagai berikut :
a. Fungsi densitas
Variabel acak τ yang mengikuti distribusi weibull dengan parameter λ dan β mempunyai fungsi kepadatan probabilitas sebagai berikut:
( )
λ β λ ββ λ
τ)= t ⎜⎝⎛ −1⎟⎠⎞e−⎜⎝⎛ t⎞⎟⎠ (
f (IV.18)
dengan
λ= parameter skala
β= parameter bentuk untuk λ > 0, β >0, τ ≥0
b. Fungsi distribusi
Fungsi distribusi dari variabel acak τ yang mengikuti distribusi weibull dengan parameter λ dan β adalah:
β λ τ)=1−e−⎜⎝⎛ t⎟⎠⎞ (
F (IV.19)
c. Fungsi keandalan
Fungsi keandalan dari variabel acak τ yang mengikuti distribusi weibull dengan parameter λ dan β adalah:
β λ τ)=e−⎜⎝⎛ t⎟⎠⎞ (
F (IV.20)
d. Fungsi laju kegagalan
24
( )
⎜⎝⎛ − ⎟⎠⎞ = t 1 )(
r τ λβ λ β (IV.21)
dari variabel acak τ yang mengikuti distribusi weibull dengan parameter
λ dan β adalah:
r(τ) merupakan fungsi menaik terhadap τ jika β > 1dan fungsi menurun
jika 0 < β < 1 . Untuk β =1 , r
( )
τ konstan terhadap τ . Dengandemikian distribusi weibull bersifat IFR (Increasing Failure Rate) jika
1
>
β dan DFR (Decreasing Failure Rate) jika 0 < β <1. e. Rata-rata dan Variansi
Rata-rata dan variansi dari variabel acak τ yang mengikuti distribusi weibull dengan parameter λ dan β adalah:
β λ β Γ µ 1 1
1 ⎟⎠⎞
⎜⎝ ⎛ + = (IV.22) ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ + − ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ + −
= 1 2 1 2 2 2 2 β Γ β Γ β λ
σ (IV.23)
4.7.2. Distribusi Eksponensial
Distribusi eksponensial umumnya digunakan untuk menggambarkan waktu antar kedatangan kegagalan. Distribusi ini memiliki laju kegagalan konstan.
a. Fungsi densitas
Variabel acak τ yang mengikuti distribusi eksponensial dengan parameter λ memiliki fungsi kepadatan probabilitas sebagai berikut
⎟⎠ ⎞ ⎜⎝ ⎛ − =λ λ τ
τ) e
(
f (IV.24)
dengan λ >0, τ ≥0 b. Fungsi distribusi
Fungsi distribusi kumulatif variabel acak τ yang mengikuti distribusi eksponensial dengan parameter λ adalah:
⎟⎠ ⎞ ⎜⎝ ⎛ − − = λτ
τ) 1 e
(
c. Fungsi keandalan
Fungsi keandalan variabel acak τ yang mengikuti distribusi eksponensial dengan parameter λ adalah:
⎟⎠ ⎞ ⎜⎝ ⎛ − = λ τ
τ) e
(
F (IV.26)
d. Fungsi laju kegagalan
Fungsi laju kegagalan variabel acak τ yang mengikuti distribusi eksponensial dengan parameter λ adalah:
λ τ)=
(
r (IV.27)
Distribusi eksponensial memiliki laju kegagalan yang konstan. Jadi laju kegagalan sistem yang mempunyai distribusi kegagalan eksponensial tidak bertambah maupun berkurang seiring dengan berubahnya waktu e. Rata-rata dan Variansi
Rata-rata dan variansi variabel acak τ yang mengikuti distribusi eksponensial dengan parameter λ adalah:
λ
µ = 1 (IV.28)
2 2 1
λ
σ = (IV.29)
4.7.3. Distribusi Gamma
Distribusi gamma cukup sering digunakan untuk memodelkan waktu antar kegagalan sistem. Bentuk fungsi densitas, fungsi distribusi, fungsi keandalan, fungsi hazard, mean dan variansi dari distribusi gamma adalah sebagai berikut :
a. Fungsi densitas
Variabel acak τ yang mengikuti distribusi gamma dengan parameter λ dan k memiliki fungsi kepadatan probabilitas sebagai berikut:
(
)
) k (
k e 1 k k ) ( f
Γ
λ τ
λ
τ ⎟⎠
⎞ ⎜⎝ ⎛ − −
= (IV.30)
dengan λ >0, k > 0, τ ≥ 0
26
Fungsi distribusi kumulatif variabel acak τ yang mengikuti distribusi gamma dengan parameter λ dan k adalah:
(
)
∫
⎟⎠ ⎞ ⎜⎝ ⎛ − − =τ Γ λ λ τ 0 dx ) k ( k e 1 k x k ) (F (IV.31)
c. Fungsi keandalan
Fungsi keandalan variabel acak τ yang mengikuti distribusi gamma dengan parameter λ dan k adalah:
(
)
∫
⎟⎠ ⎞ ⎜⎝ ⎛ − −= 0 dx
) k ( k e 1 k x k ) ( F τ Γ λ λ
τ (IV.32)
d. Fungsi laju kegagalan
Fungsi laju kegagalan variabel acak τ yang mengikuti distribusi gamma dengan parameter λ dan k adalah:
(
)
(
)
∫
∞ ⎜⎝⎛ ⎟⎠⎞ ⎟⎠ ⎞ ⎜⎝ ⎛ − − − − = τ Γ τ λ λ Γ τ λ τ λ τ dx ) k ( e 1 k x k ) k ( e 1 k k ) (r (IV.33)
( )
τr merupakan fungsi menaik terhadap τ jika k >1 dan fungsi
menurun jika 0 < k <1. Untuk k =1, r
( )
τ konstan terhadap τ . Dengandemikian distribusi gamma bersifat IFR (Increasing Failure Rate) jika
1
k > dan DFR (Decreasing Failure Rate) jika 0 < k <1. e. Rata-rata dan Variansi
Rata-rata dan variansi variabel acak τ yang mengikuti distribusi eksponensial dengan parameter λ adalah:
λ
µ= k (IV.34)
2 2 k
λ
Bab V
Formulasi Model
Pada bagian ini akan menjelaskan formulasi model untuk menentukan harga Jual produk dan ukuran lot produksi secara simultan untuk produk yang bergaransi Pada sub bab 5.1 dibahas karakterisasi sistem dan selanjutnya akan disusun formulasi modelnya pada sub bab 4.2 untuk memperoleh ekspresi matematik model. Langkah langkah selanjutnya akan dibahas sebagai berikut.
V.1.Karakterisasi Sistem
Pada bagian ini akan dijelaskan delapan faktor relevan terhadap tujuan penelitian dan hubungan dari faktor-faktor tersebut yaitu:
1. Produsen
2. Buyer/Konsumen 3. Sistem Produksi 4. Sistem Rantai Pasok 5. Kebijakan Garansi
[image:35.612.97.520.189.565.2]Hubungan antar faktor dapat digambarkan seperti Gambar V.1, sedangkan penjelasan masing-masing faktor dapat akan diuraikan pada bagian selanjutnya.
Gambar V.1 Hubungan antara produsen dan buyer
28
al.(2000)). Apabila produk mengalami kerusakan selama W atau tidak sesuai dengan spesifikasi, maka produsen dapat mengajukan klaim garansi kepada Produsen.
Perbaikan produk yang rusak ditanggung produsen tanpa dikenakan ongkos kepada buyer. Namun jika produk sudah sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan, maka tidak ada tindakan perbaikan atau dengan kata lain produsen tidak mengeluarkan ongkos garansi untuk produk tersebut. Setiap produk yang mengalami kerusakan akan diperbaiki dengan minimal repair, sehingga kondisi produk setelah diperbaiki sama seperti kondisi komponen sesaat sebelum terjadi kerusakan. Dengan demikian, kerusakan produk selama masa garansi dapat diasumsikan akan mengikuti proses non-homogeneous poisson process (NHPP) dengan intensitas r(τ).
Sistem yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sistem untuk menentukan harga jual produk yang diproduksi oleh produsen. Dalam hal ini asumsi yang dipakai yaitu ukuran lot produksi sama dengan ukuran lot pengiriman produk ke buyer/konsumen. Buyer memesan produk pada produsen sebesar D unit per periode waktu yang diproduksi dalam beberapa siklus produksi dengan ukuran pemesanan sebesar Q unit.
Produsen memulai setup yang dilanjutkan dengan proses produksi dengan kecepatan produksi sebesar P untuk lot berukuran Q unit. Selama berproduksi,
V.2.Pemodelan Matematik
Berdasarkan permasalahan dan solusi tujuan yang akan dicapai dan mempertimbangkan asumsi dan batasan-batasan masalah yang ada, maka model matematik dapat disusun sesuai dengan sistem relevan yang ada. Model yang diusulkan merupakan model yang dikembangkan dari model Banerjee (2005) dengan memasukan garansi sebagai kebijakan pelayanan purna jual. Prasetya dan Fauza (2006) juga telah mengembangkan alternatif solusi penyelesaian model yang lebih efisien. Pada penelitian ini akan dikembangkan model yang mempertimbangkan garansi dengan menggunakan referensi dari model sebelumnya (Banerjee (2005), Prasetya dan Fauza (2006)).
V.2.1.Notasi Model
Notasi-notasi yang akan digunakan dalam penulisan model menggunakan notasi yang dipakai oleh Banerjee (2005), adalah sebagai berikut:
D : Permintaan produk (unit waktu)
P : Laju produksi produsen (unit waktu)
1
S : Ongkos sekali pesan untuk buyer ($/pesan)
2
S : Ongkos sekali setup untuk produsen ($/setup)
1
h : Rata-rata ongkos simpan buyer ($/time waktu)
2
h : Rata-rata ongkos simpan produsen($/time waktu)
1
C : Harga jual produk (produsen)/harga beli produk (buyer) per produk ($)
2
C : Ongkos produksi produsen ($)
1
TCR : Total ongkos buyer per periode ($)
2
TCR : Total ongkos produsen per periode ($)
G : Keuntungan produsen ($/unit produk)
Q : Ukuran lot pemesanan dari buyer (unit)
K : Faktor pengali ukuran lot
30 q : Probabilitas sistem tetap berada pada kondisi in-control selama sistem
berproduksi
η : Ongkos per sekali restorasi ($/restorasi)
r
c : Ongkos perbaikan (minimal repair) setiap unit produk ($/unit)
W : Periode garansi (unit waktu)
r
g : Ongkos garansi setiap unit produk yang diklaim ($/unit)
p : Probabilitas produk mengalami kerusakan pada periode garansi
V.2.2.Asumsi Model
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 7. Ukuran lot produksi sama dengan ukuran lot pemesanan
8. Komponen bersifat “repairable” dan dihasilkan dari satu sistem produksi
9. Masing-masing ongkos diketahui dan bersifat konstan.
10.Setiap terjadi kegagalan produk selalu berakibat klaim garansi. 11.Buyer menggunakan kebijakan pembelian EOQ
12.Tidak diperbolehkan ada stock-out
V.2.3.Model Matematik
Model ini mengasumsikan bahwa buyer akan menggunakan kebijakan pembelian ekonomi atau menggunakan kebijakan EOQ. Kebijakan pembelian dengan ukuran kuantitas pemesanan/ukuran lot pemesanan sebesar Q ini yang akan meminimalkan total ongkos yang relevan yang ditanggung buyer. Ongkos-ongkos relevan yang ditanggung buyer dan diperhatikan dalam penelitian ini antara lain meliputi: pembelian, pemesanan, dan memegang barang/ simpan. Oleh karena itu, total yang relevan bagi buyern per periode dapat dinyatakan sebagai:
Q C h Q
D S D C
TCR 1 1
1 1 1
2 1
+ +
= (V.1)
mencari turunan pertama dan kemudian set sama dengan nol. Maka nilai akar persamaan adalah ukuran pemesanan yang ekonomis Q*.
1 1 1 2 * C h D S
Q = (V.2)
Dalam kasus ini produsen tidak mempunyai cukup tentang ongkos simpan (h1)
dan ongkos pemesanan (S1) buyer. Dengan mengetahui ukuran pemesanan
ekonomis maka secara estimasi ongkos-ongkos tersebut dapat diperkirakan. Dari sudut pandang produsen ongkos-ongkos yang relevan dan diperhatikan dalam penelitian ini antara lain meliputi: ongkos setup, ongkos produksi dan ongkos simpan. Menggunakan model Banerjee (2005) maka total ongkos tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
(
) (
)
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + − + += 2 1
2 1 2 2 2 2
2 K K
P D Q C h KQ D S D C
TCR (V.3)
Jika m adalah produk yang diproduksi selama sistem berada pada status
in-control dan q adalah probabilatas sistem tetap berada pada status ini-control, maka probabilitas untuk memproduksi m produk adalah:
{
}
( )
⎩ ⎨ ⎧ == − − = = KQ , 1 ... 2 , 1 , 0 , 1 m q KQ m q q m M P m m (V.4)Dimana K adalah bilangan integer pengali ukuran lot pemesanan (buyer), sehingga ukuran kot produksi adalah KQ. Ekspektasi jumlah produk yang diproduksi selama status in-control adalah:
[ ]
q(
qq)
M E KQ − − = 1 1 (V.5)
Sehingga jumlah dapat dituliskan bahwa jumlah produk yang diproduksi selama status out-of control adalah: KQ−E
[ ]
M untuk ukuran lot produksi KQ.Restorasi akan dilakukan jika sistem berubah ke status out-of-control. Sehingga total ongkos restorasi merupakan perkalian antara ongkos per sekali restorasi dan probabilitas terjadinya perubahan status. Karena probabilitas sistem
tetap berada pada status in-control adalah KQ
32
(
)
KQ q
D − KQ
=η 1
Pada akhir produksi akan menghasilkan dua kategori produk, yaitu
conforming dan non-conformning. Produk non-conforming akan dihasilkan dari sistem yang berada pada status out-of-control dengan probabilitas θ. Produk ini akan diperbaiki dengan minimal repair, dengan biaya ce per unit. Maka biaya
total perbaikan produk agar menjadi conforming item adalah crθD
(
1−E[ ]
M)
,atau dapat dituliskan:
(
)
⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − − = q q q D c KQ r 1 1 1θ (V.6)
Setelah produk dijual dan digunakan selama periode w maka ada probabilitas bahwa produk akan mengalami kegagalan. Produk yang gagal akan diperbaiki secara minimal repair dengan ongkos cguntuk setiap klaim. Ongkos
garansi yang ditanggung produsen karena produk yang tidak memenuhi syarat/mengalami kegagalan (defektif) adalah: ongkos minimal repair dikalikan dengan ekspektasi klaim garansi.
Jika produsen menerapkan keijakan garansi free-minimal repair, untuk semua produk yang mengalami kerusakan pada periode garansi. Dengan mengunakan asumsi bahwa kerusakan produk conforming dan non-conforming
mengikuti non-homogeneous process (NHPP) dengan intensitas r(τ ), maka
espektasi jumlah pelayanan garansi dalam periode garansi w adalah:
τ τ ω d r g
Confor =
∫
0 1( )
min (V.7)
τ τ ω d r g confor
Non− =∫
0 2( )
min (V.8)
Bintoro (2010) telah menuliskan ongkos garansi untuk produk yang dikirim dengan ukuran lot Q, sehingga jika ukuran lot yang digunakan adalah KQ, maka ekspektasi klaim garansi selama periode garansi w adalah:
(
)
⎥⎦⎤⎢⎣
⎡ − +
⋅
=Q p
∫
wr d pw∫
r d0 2 0
1( ) ( )
1 τ τ τ τ . Ekspektasi total ongkos garansi produk
(
)
⎥⎦⎤⎢⎣
⎡ − +
= g w
∫
w∫
g KQc p r d p r d
C
0 2 0
1( ) ( )
1 τ τ τ τ (V.9)
Berdasarkan uraian di atas maka total ongkos pada produsen yang mempertimbangkan sistem produksi mengalami deteriorasi dan pelayanan garansi setelah purna jual adalah:
( )
(
) (
)
(
)
(
)
(
)
⎥⎦⎤ ⎢⎣ ⎡ − + + ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − − + − + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + − + + =∫
∫
w w g KQ r KQ d r p d r p KQc q q q D c KQ q D K K P D Q C h KQ D S D C Q K TCR 0 2 0 1 2 2 2 2 2 ) ( ) ( 1 1 1 1 1 1 2 2 1 , τ τ τ τ θη (V.10)
34
Bab VI
Analisis Model
Bab VI akan membahas analisis model total ongkos produsen yang telah diperoleh pada Bab V. Selain itu juga akan disajikan analisis model yang tidak mempertimbangkan garansi. Contoh numerik masing-masing model akan diberikan, sehingga analisis tentang model beserta perilakunya dapat lebih komprehensif.
VI.1.Solusi Model
Solusi model total ongkos yang diperoleh dari pemodelan akan digunakan pendekatan yang dipakai oleh Banerjee (2005). Model total ongkos TCR2(K,Q)
akan memberikan nilai minimum jika memenuhi kondisi berikut:
Nilai minimum TCR2(K,Q) diperoleh jika K* ada dan memenuhi kondisi berikut:
(
* 1,)
2(
*,)
02 K + Q −TCR K Q ≥
TCR ; dan
(
* 1,)
2(
*,)
02 K − Q −TCR K Q ≥
TCR
Jika nilai q sangat kecil atau dekat dengan nol, maka dapat digunakan
aproksimasi bahwa qKQ =1+KQlnq+
(
KQlnq)
2, sehingga diperoleh:(
* 1)
*(
* 1)
* − ≤ 22 ≤K K +
Z Q
D S K
K (VI.1)
Dimana: q q c q P D C h D Z r − − − ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = 1 ln ln 1 1 2
1 2 2
2 2
θ η
Karen buyer menggunakan kebijakan EOQ maka dengan mengganti Q yang ada pada Persamaan VI.1 yaitu Q dengan kebijakan EOQ seperti pada Persamaan V.2, maka diperoleh:
(
)
*(
* 1)
2 1 *
* − ≤ 2 1 ≤K K +
Z C S K
K
ρ (VI.2)
Dimana ρadalah rasio antara ongkos pesan dengan ongkos simpan buyer yang
Berdasarkan Persamaan VI.2 diketahui bahwa K* tidak bisa dicari tanpa mengetahui besarnya C1. Sehingga K* dan C1* harus dicari secara bersamaan.
Jika produsen menginginkan keuntungan sebesar G per unit produk. Keuntungan ini merupakan sisa selisih dari penjualan produk dikurangi dengan ongkos-ongkos yang relevan atau dapat dituliskan G = DC1−TRC2
( )
K,Q .(
)
(
)
0.51 0 2 0 1 5 . 0 1 5 . 0 1 2 2 5 . 0 1 2 2 1 ) ( ) ( 1 1 1 1 2 2 1 5 . 0 1 − ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ − + − ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − − − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + − − − − =
∫
∫
r d p r d Cp D KQc K q C q q c c C D K P K C h C K S C C G w w g C K r r τ τ τ τ α α θ η θ α α α (VI.3)
Persamaan VI.3 mempunyai dua variabel yang belum diketahui, yaitu K
dan C1yang harus diselesaikan secara simultan. Penyelesaian persamaan tersebut
dapat dilakukan dengan algoritma yang berikan oleh Banerjee (2005), untuk mendapatkan K* dan C1*. Langkah demi langkah algorima tersebut adalah
sebagai berikut:
Langkah 1 : Inisialisasi C1 =C2+G
Langkah 2 : Cari K* dengan menggunakan pembatasan persamaan VI.2 dan nilai C1 baru.
Langkah 3 : Masukan nilai K* yang diperoleh dari Langkah 2 ke dalam persamaan VI.3 untuk mendapatkan nilai C1 baru
dengan menggunakan metode Newton-Raphson.
Langkah 4 : Ulangi Langkah 2 dan hitung kembali K* menggunakan C1 yang diperoleh dari Langkah 3. Jika nilai K* lama
dan baru sudah sama maka STOP, dan sebaliknya jika belum sama maka ulangi Langkah 2 dan 3 sampai nilai K* sama.
Algoritma di atas akan memberikan hasil perhitungan K* dan C1* yang
36
contoh numerik. Sebagai bahan analisis dan pembanding maka data untuk contoh numerik juga diambil dari data yang dipakai oleh Banerje (2005).
VI.2.Contoh Numerik
[image:44.612.98.518.245.653.2]Bagian ini akan membahas contoh numerik untuk model yang telah dikembangkan. Langkah ini digunakan untuk memberikan ilustrasi solusi optimal dan untuk mengetahui perilaku model yang telah dibuat dengan menetapkan beberapa nilai parameter. Parameter-parameter yang digunakan diambil dari data Banerjee (2005) dan dapat dilihat pada Tabel VI.1.
Tabel VI.1 Nilai parameter model
Notasi Nilai Notasi Nilai
D 10.000 unit/tahun C2 $5 per unit
P 20.000 unit/tahun G $1,5 per unit
S1 $20 per order h1 $0,2 per unit/tahun
S2 $200 per setup h2 $0,2 per unit/tahun
Langkah 1 : C1 =C2 +G, maka C1 =5+1,5=6,5
Maka diperoleh C1=6,5
Langkah 2 : Dengan nilai C1=6,5, selesaikan persamaan:
( )
(
) (
)
(
)
(
)
(
)
⎥⎦⎤ ⎢⎣ ⎡ − + + ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − − + − + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + − + + =∫
∫
w w g KQ r KQ d r p d r p KQc q q q D c KQ q D K K P D Q C h KQ D S D C Q K TCR 0 2 0 1 2 2 2 2 2 ) ( ) ( 1 1 1 1 1 1 2 2 1 , τ τ τ τ θ ηdengan kondisi pembatas:
*
(
*−1)
≤ 22 ≤K*(
K*+1)
Z Q D S K K
Langkah 3 : Masukan nilai K* =4 ke dalam persamaan VI.3:
(
)
(
)
0.51 0 2 0 1 5 . 0 1 5 . 0 1 2 2 5 . 0 1 2 2 1 ) ( ) ( 1 1 1 1 2 2 1 5 . 0 1 − ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ − + − ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − − − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + − − − − =
∫
∫
r d p r d Cp D KQc K q C q q c c C D K P K C h C K S C C G w w g C K r r τ τ τ τ α α θ η θ α α α
Dengan menyelesaian persamaan tersebut dengan metode Newton-Raphson.
Maka diperoleh C1=7,1287
Langkah 4 : Ulangi Langkah 2 dan hitung kembaliK* menggunakan C1=7,1287. Hasil perhitungan K*=4
Karena nilai K* sudah sama maka STOP.
Berdasarkan contoh numerik di atas dengan algoritma Banerjee diperoleh nilai
38
Bab VII
Kesimpulan dan Saran
6.1Kesimpulan
Berdasarkan pemodelan dan analisis solusi model serta contoh numerik yang telah dibuat, maka dapat ditemukan beberapa hal:
1. Penambahan layanan garansi mengakibatkan ongkos yang ditanggung oleh produsen lebih tinggi, sehingga akan meningkatkan harga jual produk.
2. Jika ingin harga jual produk tetap kompetitif maka produsen harus mengurangi keuntungan.
3. Harga jual produk dapat dipengaruhi oleh ukuran lot pemesanan
buyer.
4. Potensial penghematan atau tambahan keuntugan dapat diperoleh dengan strategi penentuan ukuran lot yang sesuai antar kedua belah pihak (lot sizing).
6.2Saran Penelitian Lanjutan
DAFTAR PUSTAKA
Affisco, J., F., Paknejad, M., J., Nasri, F., 2002, Quality improvement and
setup reduction in the joint economic lot size model, European Journal of Operational Research, Vol. 142, 497-508.
Barlow, R. E. dan Proschan, F., 1965, Mathematical theory of reliability, John Wiley, New York.
Banerjee, A., 1986, A Supplier’s Pricing Model Under a Customer’s Purchasing Policy, Omega, 14, 409-414.
Banerjee, A., (2005), Concurrent Pricing and Lot Sizing for Make-to-order Contract Production, International Journal of Production Economics, 93-94, 189-195.
Buchan, Joseph dan Koenigsberg, E., 1963, Scientific Inventory Management, Prentice Hall, Englewood Cliffs.
Buffa, Elwood S. dan Miller, J.F., 1979, Production-inventory system: Planning and control, Third Edition, Irwin Inc.
Cao, Q. dan Schniederjans, M.J., 2004, A Revised EMQ/JIT Production-Run Model: An Examination of Inventory and Production Costs, International Journal of Production Economics, Vol.87, 83-95.
Groenevelt, H.A., Seidmann, A. dan Pintelon, L., 1992, Production lot sizing with machine breakdown, Management Science, Vol 38, 104-123.
Hadley, G. dan Whitin T.M., 1963, Analysis of inventory system Prentice Hall, Englewood Cliff.
Hax, A.C. dan Candea, D., 1984, Production and Inventory Management, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Jamal, A.M.M and Sarker, B.R., 1993, An Optimal Batch Sice for a Production System Operating Under a Just-in Time Delivery System, International Journal of Production Economics, Vol.32, 255-260.
40
Kosadat, A., and Liman, S.D., 2000, Joint Economic Lot-Size Model with Backordering Policy, Thesis Review, Department of Industrial Engineering, Texas Tech University, Lubbock, Texas.
Nieuwenhuyse, I.V., dan Vandaele, N., 2006, The Impact of delivery lot splitting on delivery reliability in a two-stage supply chain, International Journal of Production Economics, 104, 694-708.
Nguyen, D.G dan Murthy, D.N.P., 1982, Optimal Burn-in Time to Minimize Cost for Product Sold Under Warranty, IIE Transactions, Vol.14, No.3, 167-174.
Lee, H.L., 1992, Lot Sizing to Reduce Capacity Utilization in A production Process with Defective Items, Process Correction, and Rework,
Management Science, Vol.38, 1314-1328.
Porteus, E.L., 1986, Optimal Lot Sizing, Process Quality Improvement and
Setup Cost Reduction, Operations Research, Vol.34, 137-144.
Prasetya, H. dan Fauza G., 2006, Simultaneous Pricig and Lot Zising for a Deteriorating Process, Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol 5, No 1, hal 1-6.
Pyke, D.F dan Peterson, R., 1998, Inventory Management and Production Scheduling, John Wiley & Sons, New York.
Ross, S.M., 1983, Stochastics Processes, Willey, New York.
Rossenblatt, M.J. dan Lee, H.L., 1986, Economic Production Cycles with Imperfect Production Process, IIE Transaction, Vol.18, 48-55.
Silver, Kim, H.C. dan Hong, Y., 1997, An Extended EMQ Model for Failure Prone Machine with general Lifetime Distribution, International Journal Production Economics, Vol.49, 215-223
Silver, E.A., Pyke, D.F., dan Peterson, R., 1998, Inventory Management and Production Sceduling, John Willey and Sons.
Silver, E.A., dan Peterson, R., 1985, Decision System for Inventory Management and Production Planning, Willey, New York.
Sung, C.S., and Ock, Y.S. 1992, Optimal Production Policy for a Single-Product Single-Machine Problem With Intermediate Machine Inspection Allowed, International Journal of Production Economics, Vol. 28, 85-94.
Tersine, Richard. J., 1998, Principles of inventory and materials management, Nort Holland.
Tseng, S., T., Yeh, R., H., Ho, W., T., 1998, Imperfect maintenance policies for deteriorating production systems, International Journal of Production Economics, Vol. 55, 191-201.
Wang, C., H., and Sheu, S., H., 2001a, The effect of the warranty cost on the imperfect EMQ model with general discrete shift distribution, Production Planning and Control, Vol. 12, No. 6, 621-628.
Wang, C., H., and Sheu, S., H., 2001b, Simultaneous determination of the optimal production-inventory and product inspection policies for a deteriorating production system, Computer and Operation Research, Vol. 28, 1093-1110.
White, R., Pearson, J., dan Wilson, J., 1990, The Composition and Scope of JIT, Operation Management Riview, 7 (3&4), 9-18.
Yeh, R.H., Ho, W.T. dan Tseng, S.T., 2000, Optimal Production Run Length for Products Sold with Warranty, European Journal of Operational Research, Vol.120, 575-582.