• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gerakan sosial Buruh dan peranannya dalam proses Kebijakan publik. ( Studi kasus : Perlawanan SBMI Penetapan UMP Sumut ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gerakan sosial Buruh dan peranannya dalam proses Kebijakan publik. ( Studi kasus : Perlawanan SBMI Penetapan UMP Sumut )."

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Gerakan Sosial buruh dan Peranannya dalam proses

kebijakan publik

( Studi Kasus : Perlawanan SBMI dalam penetapan UMP

Sumut )

Gefri Siantuti 030906016 Ilmu Politik

Dosen Pembimbing : Drs. Ahmad Taufan Damanik M.A Dosen Pembaca : Indra Kesuma Nst, S.I.P M.Si

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Judul : Gerakan sosial Buruh dan peranannya dalam proses

Gerakan sosil buruh adalah sebuah realitas sosial yang semakin marak di Indonesia dalam melakukan perlawanan terhadap kebijakan Pemerintah, khususnya pasca Orde Baru. Banyak Serikat buruh yang muncul pasca rezim tersebut semakin menunjukkan eksitensinya terhadap realitas dalam melakukan perlawanan Neoliberalisme.

Adanya pergantian sistem pemerintahan pasca rezim orde baru ternyata membawa satu perubahan dalam tataran kapitalisme, yaitu semakin maraknya kepentingan kapitalisme global di Indonesia. Sehingga dalam hal ini belum terdapatnya sebuah perubahan yang berarti dalam realitas masyarakat miskin khususnya buruh. Oleh karena itu perlawanan adalah sebuah kata kunci yang harus diperankan oleh buruh di Indonesia untuk menuntut kesejahteraan yang layak bagi mereka sendiri.

Perlawanan yang dilakukan dalam bentuk gerakan sosial buruh adalah pada nantinya mengharapkan terjadinya perubahn dalam penetapan kebijakan yang menyangkut tentang perburuhan, termaksud salah satunya adalah penetapan UMP ( Upah Minimum Propinsi ). Merubah kebijakn publik adalah satu tantangan yang hareus dihadapi oleh geerakan buruh selama ini dan juga pada masa berikutnya. Sehingga dalam realitas gerakan sosial yang diperankan oleh buruh adalah sebuah realitas yang menunjukkan terjadinya sebuah kontradiksi dalam sistem ekonomi politik suatu Negara yang hanya menguntungkan sebuah domain kelas penguasa.

(3)

Kata Pengantar

Puji Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa Sang kausa Prima, atas KuasaNYa dalam penyelesaian skripsi ini. Dalam penyelesaian skripsi ini saya mengambil tema penelitian tenmtang gerakan sosial buruh yang meneliti tentyang relaitas perlawanan para buruh dalam menuntut kesejahteraan mereka sendiri.

Kiranya dalam hasil akhri skripsi yang saya tuliskan ini dapat bermanfaat bagi kita semua termaksud insan akademis, dan tak lupa juga saya mengucapakan banyak terima kasih kepada semua khalyak yang sudah banyak membantu saya dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata , tak ada gading yang tak retak, penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, yang pada nantinya saya mengharapak banyak masukan dari insan akademis dalam perbaikan kedepan. Sekian dan Terimakasih.

Medan, maret 2008

Hormat saya,

(4)

Judul : Gerakan sosial Buruh dan peranannya dalam proses

Gerakan sosil buruh adalah sebuah realitas sosial yang semakin marak di Indonesia dalam melakukan perlawanan terhadap kebijakan Pemerintah, khususnya pasca Orde Baru. Banyak Serikat buruh yang muncul pasca rezim tersebut semakin menunjukkan eksitensinya terhadap realitas dalam melakukan perlawanan Neoliberalisme.

Adanya pergantian sistem pemerintahan pasca rezim orde baru ternyata membawa satu perubahan dalam tataran kapitalisme, yaitu semakin maraknya kepentingan kapitalisme global di Indonesia. Sehingga dalam hal ini belum terdapatnya sebuah perubahan yang berarti dalam realitas masyarakat miskin khususnya buruh. Oleh karena itu perlawanan adalah sebuah kata kunci yang harus diperankan oleh buruh di Indonesia untuk menuntut kesejahteraan yang layak bagi mereka sendiri.

Perlawanan yang dilakukan dalam bentuk gerakan sosial buruh adalah pada nantinya mengharapkan terjadinya perubahn dalam penetapan kebijakan yang menyangkut tentang perburuhan, termaksud salah satunya adalah penetapan UMP ( Upah Minimum Propinsi ). Merubah kebijakn publik adalah satu tantangan yang hareus dihadapi oleh geerakan buruh selama ini dan juga pada masa berikutnya. Sehingga dalam realitas gerakan sosial yang diperankan oleh buruh adalah sebuah realitas yang menunjukkan terjadinya sebuah kontradiksi dalam sistem ekonomi politik suatu Negara yang hanya menguntungkan sebuah domain kelas penguasa.

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Saat ini, kita tengah menyaksikan semakin kurangnya peran utama Negara dalam tanggung jawabnya untuk mensejahterahkan kehidupan rakyat. Sebagian besar kebijakan publik yang dihasilkan oleh para Policy Maker tanpa mereka sadari sesungguhnya cenderung berpihak kepada kepentingan modal. Banyak kepentingan rakyat yang dulunya menjadi tanggung jawab Negara kini telah diatur oleh mekanisme Pasar bebas dalam desain demokratisasi yang membangun sistem hubungan Negara dengan rakyat dalam tatanan masyarakat neoliberalisme. Dan disinilah gerakan sosial hadir dalam rangka merespon kebijakan neoliberalisme yang pada kenyataannya menghilangkan paham kedaulatan rakyat. Perlawanan rakyat dari berbagai komunitas bergabung dalam sebuah konsep diri gerakan sosial. Gerakan sosial melakukan perlawanan terhadap hegemoni neoliberalisme dengan berbagai langkah dan strategi. Dan salah satunya adalah memasuki ruang ruang politik, yaitu mempengaruhi proses kebijakan publik. Karena dalam proses kebijakan publik tersebutlah menjadi arena pertarungan antara mereka yang mendukung kapitalisme liberal dengan mereka yang selalu menginginkan keadialan dan kedaulatan rakyat.

(6)

global liberal sejak tahun 1940-an. Yaitu untuk mempengaruhi dan merebut kembali

global governance dalam bidang ekonomi dan politik perdagangan. Sehingga peran utama negara dalam pembangunan semakin tergeser oleh kepentingan kapitalis liberal tersebut.

Dan terjadinya pergeseran paradigma dari model kapitalisme negara kepada kapitalisme liberal membawa dampak bagi banyak negara terutama bagi negara-negara yang ikut menandatangani konvensi WTO ( World Trade Organization )1. Karena sejak tahap inilah yaitu mulai tahun 1940-an mulai terjadinya perubahan peran negara, karena sistem governance telah dipengaruhi oleh kekuatan kapitalisme global. Negara tidak dapat lagi memenuhi tuntutan rakyat secara utuh. Karena banyak komoditas yang sangat penting bagi rakyat seperti air, hutan, pangan, kesehatan, dan layanan sosial kini telah diambil alih oleh kapitalisme global melalui kekuatan TNCs ( Trans National Corporation ) dan MNCs ( Multi National Corporation ).

Perkembangan kapitalisme saat ini yaitu yang telah melahirkan era neoliberalisme tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan kapitalisme itu sendiri. Yaitu mulai dari kapitalisme era kolonialisme, kapitalisme negara pasca kolonialisme sampai kepada kapitalisme era neoliberalisme yang ada seperti saat ini. Dan disetiap tahapan perkembangan kapitalisme tersebut selalu diikuti oleh perubahan dalam peran negara. Pada era kapitalisme kolonialisme misalnya kekuatan kapitalisme kuat dan posisi negara sangat dipengaruhi. Dan pada era kapitalisme negara yang sering disebut dengan era

State-led development maka kekuatan kapitalisme secara global sangat melemah. Karena

1 Mansour fakif, social movement sebagai alternatif terhadap civil society, wacana : menuju gerakan sosial

(7)

pada tahap inilah Negara mempunyai peran utama dalam pembangunan2.Model ini dulu ditetapkan sebagai alternatif sejak timbulnya krisis liberalisme pada era kapitalisme kolonialisme dan imperialisme sebelumnya pada tahun 1930-an3.

Sejak era State-led Development tersebut, negara menjadi aktor utama dan diberi wewenang sebagai pengendali ekonomi dan politik. Negara lah yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat dan juga dianggap bertanggung jawab dalam melindungi dan mencegah setiap bentuk pelanggran HAM. Dan gerakan sosial yang ada pada saat itu lahir dalam rangka merespon model kapitalisme negara atau State-led development. Sehingga banyak ornop pada saat itu menggunakan hak azasi manusia sebagai perisai untuk menuntut peran negara yang sesungguhnya sesuai dengan konvensi yang mereka tanda tangani.

Akan tetapi, pada saat itu yaitu sejak menguatnya ‘kapitalisme negara’ golongan kapitalisme liberal sangat menderita. Karena akumulasi dan investasi mereka menjadi lamban yang disebabkan oleh banyaknya negara melakukan kebijakan proteksionis demi melindungi golongan kapitalisme ‘pribumi’ dan GNP negara, sehingga hal ini menjadi penghalang utama yang membatasi gerakan dan ekspansi dari golongan kapitalisme transnasional.

Maka sejak terjadinya krisis dalam tubuh kapitalisme liberal, muncul suatu strategi untuk merebut kembali global governance dalam bidang ekonomi dan politik dari model kapitalisme negara atau state-led development kepada model kapitalisme persaingan bebas atau liberal melalui perjanjian GATT yang juga turut melahirkan badan baru yang dikenal dengan WTO ( world trade Organization ). Dan dengan banyaknya

2Ibid, hal 62

(8)

negara yang menjadi anggota WTO merupakan awal dari kemenangan dan bangkitnya kembali kekuatan kapitalis liberal. Golongan kapitalis liberal sudah mulai dapat memegang kendali ekonomi global, mereka dapat menguasai SDA dari berbagai negara dan juga melakukan perdagangan bebas4. Hal ini dapat dengan bebas mereka lakukan karena negara-negara yang tergabung dalam WTO dilarang melakukan proteksi ekonomi seperti sebelumnya kepada golongan kapitalis liberal. Karena negara-negara yang tergabung dalam WTO harus meratifikasi semua konvensi trade and tariff, termasuk perjanjian investasi, hak cipta intelektual dan pertanian.

Sehingga dapat diasumsikan bahwa awal dari matinya peran utama negara sebagai pengendali ekonomi politik negara adalah ketika mereka tergabung dalam WTO dan harus mengikuti beberapa kesepakatan yang ada didalamnya. Kebijakan publik yang dihasilkan oleh negara harus disesuaikan dengan konvensi trade and tariff yang ada dalam WTO tersebut. Dan kekuasaan negara untuk mengontrol SDA dan ekonomi telah tergusur oleh paham neoliberalisme melalui diskursus good governance. Hal ini disebabkan oleh visi dan idiologi dari WTO tersebut ternyata bertentangan konvensi PBB yang masih mengindahkan akan keadilan dan kedaulatan rakyat pada era state-led development.

Dan yang lebih penting lagi saat ini adalah menguatnya paham persaingan bebas atau neoliberalisme dan tenggelamnya paham keadilan sosial dan kerakyatan. Karena berbagai kepentingan dan keadilan rakyat yang sesungguhnya harus direalisasikan oleh negara melalui kebijakan publik kini telah bergeser ke dalam arena persaingan bebas oleh kekuatan kapitalisme secara global5.

4 Mansour Fakih Ibid

(9)

Perkembangan kapitalisme dewasa ini sering juga disebut sebagai kapitalisme di era globalisasi. Karena sesuai dengan prinsip kepentingan kapitalisme yaitu bagaimana menyatukan ekonomi negara ke dalam ekonomi global seperti yang dicita-citakan oleh TNCs. Sehingga aktifitas ekonomi negara-negara terutama yang tergabung dalam WTO harus disesuaikan oleh grand design kapitalisme transnasional yaitu oleh kepentingan TNCs.

Dan secara teoritis memang tidak ada perbedaan idiologis antara model kolonialisme liberal dengan neoliberalisme saat ini yaitu di era globalisasi. Hanya saja pada saat ini proses globalisasi memiliki mekanisme yang lebih canggih dari kapitalisme sebelumnya. Dan dibangun secara global melalui kebijakan internasional, hingga tingkat nasional, kabupaten bahkan hingga pedesaan sehingga mempengaruhi sistem governance negara-negara Sehingga peranan rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri mulai tersingkir, kecuali jika rakyat melakukan perlawanan melalui gerakan sosial yang terorganisir.

Dan sesuai dengan perkembangan kapitalisme di era neoliberalisme saat ini. Maka perubahan yang begitu nyata dan berpengaruh bagi kehidupan rakyat adalah banyak kebutuhan rakyat yang tidak dapat dipenuhi oleh negara secara penuh. Karena sumber-sumber produksi seperti air, tanah, hutan dan lain sebagainya kini mayoritas dikuasai oleh TNCs. Sehingga banyak kebijakan neoliberalisme yang diterapkan negara-negara yang terbagung dalam WTO, salah satunya adalah Indonesia.

Banyaknya kebijakan neoliberalisme yang diterapkan di Indonesia juga tidak dapat dilepaskan dari banyaknya aktor yang berada di belakang neoliberalisme ataupun globalisasi tersebut. Seperti misalnya TNCs, IFIs ( International Financial Institutions )

(10)

Indonesia. Dan masih banyak IFIs yang terkenal, dua diantaranya adalah World Bank dan IMF. Di Indonesia salah satu proyek besar Bank Dunia adalah ‘Proyek Administrasi Pertanahan-Indonesia’ yang juga merupakan mega proyek 25 tahun ( 1995-2020 ). Tujuan dari proyek ini adalah mengembangkan desain untuk mengubah administrasi dan manajemen tanah di Indonesia. Dan objek utama dari proiyek ini adalah mempromosikan sebuah perdagangan tanah yang efisien dan meminalisir konflik sosial akibat dari persoalan tanah yaitu melalui percepatan pasar tanah dan perbaikan kerangka institusi administrasi tanah. Tentu hal ini juga menimbulkan perlawanan dari masyarakat karena banyak tanah rakyat yang dirampas akibat dari mega proyek ini. Dan gerakan sosial petani adalah konsekuensi dari hal ini. Karena rakyat harus melakukan perlawanan agar mereka dapat menghindari dampak negatif dari kebijakan neoliberalisme tersebut salah satunya adalah bagaimana memainkan peranan mereka dalam proses kebijakan publik baik dalam skala nasional maupun lokal.

Dan belakangan ini semakin banyak kebijakan neoliberalisme yang diterapkan di Indonesia. Seperti misalnya pemotongan subsidi negara dan pembebasan tarif bagi produk pertanian, privatisasi perusahaan-perusahaan negara, perguruan tinggi, serta pelayanan kesehatan dan pendidikan. Negara juga di tuntut untuk mengubah kebijakan publik termaksud hukum atas pajak, ekspor, paten dan ijin pemanfaatan GMO pertanian. Dalam bidang Industri kebijakan neoliberalisme selalu menginginkan upah buruh yang rendah yang tidak banyak memakan biaya produksi dengan adanya aturan hukum yang efisien sehingga dapat memudahkan ekspansi dari investasi oleh TNCs6. Sehingga dalam waktu kapan saja kekuatan modal TNCs dapat dipindahkan ke berbagai negara. Tentu hal ini juga menimbulkan kerugian bagi pihak buruh sendiri dan secara tidak langsung akan

(11)

menimbulkan gerakan sosial buruh sebagai wujud perlawanan terhadap kebijakan neoliberalisme di Indonesia.

Seperti kita ketahui banyak konsep yang muncul seiring dengan menguatnya paham neoliberalisme, baik yang mendukung maupun konsep yang bertentangan. Yang banyak muncul adalah good governance, demokratisasi, otonomi daerah dan civil society yang selalu ada menopang neoliberalisme. Tetapi di sisi lain ada sebuah konsep yang bertentangan dan bahkan kehadirannya berusaha mendemistifikasi akan mitos-mitos dari neoliberalisme, yaitu gerakan sosial ( Social Movement ). Kehadian gerakan sosial semakin banyak seiring dengan menguatnya paham neoliberalisme, karena banyak ornop/LSM ataupun serikat tani, buruh yang memilih konsep diri sebagai gerakan sosial dengan asumsi bahwa globalisasi hanya membawa keuntungan bagi golongan kapitalisme sedangkan bagi rakyat miskin hanya membawa dampak kemiskinan.

Sehingga jika kita amati perkembangan kapitalisme pada era neoliberalisme saat ini beserta konsekuensi yang ditimbulkannya maka kita akan mendapati suatu realitas yang lain, yaitu banyak ornop/LSM yang melakukan perlawanan terhadap penerapan kebijakan neoliberalisme tersebut. Karena sejak globalisasi ataupun neoliberalisme diterapkan di Indonesia telah banyak memakan korban khususnya kaum miskin seperti buruh dan petani dan juga menyingkirkan rakyat sebagai subjek sentral produksi ekonomi.

(12)

kebijakan negara. Walaupun banyak serikat buruh atau tani yang awal kehadirannya kurang mencermati hubungan neoliberal dengan kebijakan negara. Akan tetapi pembangunan kesadaran kritis yang mereka lakukan telah membawa perubahan.

(13)

Di Indonesia semakin banyak gerakan sosial yang menentang neoliberalisme atau globalisasi. Terlebih lagi pasca reformasi 1998 yang membuka ruang bagi masyarakat dalam partisipasi, seperti semakin mudah bagi buruh untuk membentuk serikat buruh. Walaupun pada awalnya hanya serikat tani akar rumput dan masyarakat adat saja yang memilih gerakan sosial sebagai bentuk perlawanan terhadap neoliberalisme, tetapi semakin hari semakin banyak bentuk gerakan sosial dari rakyat untuk menentang kebijakan neoliberalisme.

Diluar serikat petani, banyak gerakan sosial di Indonesia yang terus melakukan perlawanan. Seperti misalnya, protes para buruh menolak privatisasi perusahaan semen dan Telkom, protes mahasiswa menolak privatisasi perguruan tinggi, dan protes para karyawan Bank Central Asia ( BCA ) menolak divestasi BCA. Dan masih banyak lagi bentuk gerakan sosial di Indonesia yang memprotes penerapan kebijakan neoliberalisme. Terlebih lagi jika kita jauh melihat ke skala lokal, seperti tingkat propinsi atau kabupaten/kota maka kita akan menemukan banyak bentuk perlawanan terhadap kebijakan neoliberalisme dalam konsep gerakan sosial.

Sehingga dalam mengkaji gerakan sosial di Indonesia, maka kota Medan patut menjadi salah satu refrensi. Karena kota Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia ternyata memiliki sejarah penting dalam gerakan sosial buruh di Indonesia. Yaitu tepat pada bulan april 1994 sekitar 40.000 buruh melakukan protes menuntut pemberlakuan upah yang layak dan kebebasan berserikat bagi kaum buruh7. Walaupun gerakan buruh pada waktu itu memakan korban yang tidak sedikit ternyata dapat menjadi kemenangan

7 Tabloid protes, Edisi Mei thn 2005. sebuah tabloid yang diterbitkan oleh LSM kelompok pelita sejahtera (

(14)

kecil bagi buruh untuk terus melakukan perlawanan, yaitu telah mengilhami para buruh sampai saat ini untuk terus berada dalam gerakan sosial buruh menentang neoliberalisme.

Serikat Buruh Medan Independen ( SBMI ) adalah salah satu dari serikat buruh yang ada di Medan yang kehadirannya dapat eksis dalam gerakan buruh dan memiliki beberapa karakteristik dari serikat buruh yang lain. Walaupun SBMI adalah serikat buruh yang masih muda, namum didirikannya SBMI pada tahun 2001 atas bantuan LSM Perhimpunan Kelompok Pelita Sejahtera ( PKPS ) mereka dapat melakukan perlawanan yang besar dalam menentang kebijakan neoliberalisme perburuhan. Perlawanan SBMI tidak hanya sebatas kampanye, melainkan juga mereka terlibat dalam proses kebijakan publik yang menyangkut kebijakan perburuhan, SBMI juga terlibat dalam pengambilan keputusan kebijakan perburuhan. Seperti dalam kebijakan Upah Minimum Propinsi ( UMP ) SBMI ikut mengambil keputusan yaitu dalam keterlibatannya dalam Dewan pengupahan Daerah ( DPD )8. Setiap gerakan yang dilakukan oleh SBMI tersebut pada intinya adalah sebuah perlawanan terhadap kebijakan neoliberalisme , sehingga mengubah kebijakan publik agar dapat berpihak pada buruh merupakan sebuah peranan yang harus mereka lakukan sebagai salah satu tugas utama dari gerakan sosial. Salah satu contoh adalah pada tahun 2005 SBMI melakukan perlawanan terhadap kebijakan UMP walaupun SBMI terlibat dalam DPD.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap peranan gerakan sosial buruh oleh SBMI dalam proses kebijakan publik di daerah Sumatera Utara. Tepatnya pada perlawanan SBMI dalam penetapan kebijakan UMP tahun 2005.

8 Tua H Hutabarat, Dilema keterlibatan serikat buruh kritis dalam dewan pengupahan, tabloid protes edisi

(15)

1.2PERUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah adalah usaha untuk menyatakan secara tersirat pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab ataudicari jalan pemecahannya. Perumusan masalah merupakan penjabarandari identifikasi masalah dan pembatasannya9.

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

 Bagaimanakah peranan Gerakan sosial buruh oleh SBMI menentang implementasi kebijakan neoliberalisme dalam dalam skala lokal

 Bagaimanakah kekuatan SBMI dalam penetapan kebijakan perburuhan

 Apakah SBMI berhasil dalam memasukkan agenda perburuhan dalam isu agenda dalam proses kebijakan publik di darerah.

 Apakah perlawanan SBMI hanya berhasil dalam tahap membangun isu saja seperti gerakan sosial oleh LSM pada umumnya.

1.3PEMBATASAN MASALAH

Suatu penelitian yang dilakukan baiknya mempunyai batasan masalah. Karena pembatasan masalah adalah usaha untuk menetapkan batasan-batasan dari masalah penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna bagi penulis untuk mengidentifikasi faktor mana saja yang termaksud dalam ruang lingkup masalah penelitian dan faktor mana saja yang tidak termaksud dalam ruang lingkup penulisan10.

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka penulis menetapkan batasan penelitian ini sebagai berikut :

9 Masri singarimbun, metode penelitian sosial, Pustaka pelajar, Jakarta.

(16)

a. Yang dimaksud dengan Gerakan sosial buruh adalah perlawanan Serikat Buruh Medan Independen ( SBMI ) dalam kasus penetapan Upah Minimum Propinsi ( UMP ) tahun 2005-2007.

b. Yang dimaksud dengan Proses Kebijakan Publik adalah Proses penetapan kebijakan Upah Minimun Propinsi ( UMP ) oleh Dewan pengupahan daerah ( Depeda ) yang melibatkan SBMI.

1.4TUJUAN PENELITIAN

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui bagaimanakah peranan SBMI dalam penetapan kebijakan yang menyangkut tentang perburuhan.

b. Untuk mengetahui sejauhmanakah keberhasilan gerakan buruh oleh SBMI dalam menentang kebijakan Neoliberalisme dalam skala lokal.

c. Untuk mengetahui bagaimanakah konsep dan strategi gerakan sosial yang dibangun oleh SBMI

1.5 MANFAAT PENELITIAN

a. Secara Akademis Penelitian ini dapat menambah refrensi ilmu pengetahuan dan karya ilmiah di Departemen Ilmu Politik khususnya dalam studi Gerakan Sosial ( Social Movement )

(17)

c. Secara praktis penelitian ini dapat diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi para pelaku gerakan sosial dalam menentang kebijakan neoliberalisme khususnya bagi serikat buruh.

d. Bagi penulis, penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan berpikir penulis melalui karya ilmiah dalam penelitian ini.

1.6 KERANGKA TEORI

Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian perlu ada pedoman dasar berpikir yaitu kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagi landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih11. Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi, dan proporsi untuk menrangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.

Oleh karena itu, dalam kerangka teori ini penulis akan memaparkan landasn berpikir dalam menggambarkan masalah penelitian yang sedang disoroti.

1.6.1 Gerakan Sosial

1.6.1.1 Sejarah dan pengertian Gerakan Sosial

Berbicara tentang gerakan sosial ( Social Movement ) maka tidak dapat dipisahkan dari perkembangan kapitalisme dunia, karena pada umumnya gerakan sosial lahir untuk merespon akan diskursus kapitalisme. Dan walaupun gerakan sosial merupakan gejala yang baru dalam ilmu sosial, namum gerakan sosial sudah ada sejak lama yaitu mulai abad 18, yaitu pada saat gereja Methodis di Amerika dan Inggris menjadi sebuah bentuk

(18)

gerakan sosial yang berbasis Agama. Di abad 19 terdapat gerakan sosial Internasional ( The International Socialist Movement ) yang tumbuh dan berkembang di berbgai tempat di Eropa juga di anggap sebagai gerakan sosial. Dan pada abad ke 20 juga terdapat gerakan hak-hak sipil di Eropa dan Amerika yang menentukan sejarah panjang diskriminasi rasial di negeri tersebut. Di tahun 1970 an gerakan anti perang dan gerakan anti kemapanan yang menggunjang kehidupan Amerika juga dianggap sebagai inspirasi dari gerakan sosial12.

Bagi Indonesia sendiri fenomena gerakan sosial bukanlah hal yang baru. Karena banyak terdapat model-model aksi sosial sebagai respon terhadap kebijakan publik yang tidak berpihak. Misalnya aksi sosial menentang penggusuran tanah di kedung ombo. Sehingga jika melihat beberapa kasus gerakan sosial di Indonesia maka dapat kita ambil kesimpulan sementara bahwa gerakan sosial merupakan gerakan yanglahir dari dan atas prakarsa masyarakat dalam rangka menuntut perubahan dalam institusi, kebijakan atau struktur pemerintah. Dan biasanya gejala gerakan sosial lahir karena kebijakan pemerintah tidak sesuai lagi dengan konteks masyarakat yang ada atau kebijakan itu bertentangan dengan kehendak sebagian rakyat.

Jelas bagi kita bahwa sejarah gerakan sosial itu sudah ada sejak lama dengan pengecualian terhadap konsep revolusi kelas yang berbau idiologis. Bahwa gerakan sosial hadir sebagai respon terhadap sistem sosial yang berkembang, terlebih lagi saat berkembangnya paham kapitalisme negara era state-led development hingga era neoliberalisme seperti saat sekarang.

Berdasarkan sejarah dari gerakan sosial tersebut maka banyak defenisi terhadap gerakan sosial. Menurut defenisi Tarrow ( 1996 ) dalam karyanya yang berjudul Social

(19)

Movement in Contentious Politics : A Review bahwa gerakan sosial diartikan sebagai tantangan-tantangan pada pemegang kuasa atas nama orang-orang tertindas/tersingkirkan yang hidup dibawah kawasan atau pengaruh pemegang kuasa itu. Dan gerakan sosial juga di defenisikan Tarrow ( 1994 ) sebagai tantangan kolektif yang diajukan sejumlah orang yang memiliki tujuan dan solidaritas yang sama, dalam konteks interaksi yang berkelanjutan dengan kelompok elit,lawan dan penguasa. Dan gerakan sosial memiliki beberapa karakteristik seperti (a) menyusun aksi mengacau melawan kelompok elit danm penguasa, (b) dilakukan atas nama tuntutan yang sama terhadap lawan, penguasa dan kelompok elit, (c) terus melanjutkan aksi kolektifnya sampai menjadi sebuah gerakan sosial yang terorganisir.

1.6.1.2Teori Gerakan Sosial

Secara teoritis terdapat teori gerakan sosial di luar teori gerakan yang berbasiskan idiologi Marxist. Walaupun teori lama tersebut sudah jarang digunakan sebagai bahan analisis gerakan sosial, tetapi tetap mempunyai sejarah sendiri dalam gerakan menuntut keadilan. Beberapa teori dalam gerakan sosial adalah sebagai berikut :

1.6.1.2.1 Teori Gerakan sosial Klasik/Lama

(20)

digantikan dengan pemerintahan diktator proletariat. Tetapi dalam konteks saat ini teori gerakan sosial klasik ini sudah jarang di jumpai di lapangan dan bahkan nyaris lenyap dari rohnya gerakan dan telah digantikan oleh tero gerakan sosial baru.

1.6.1.2.2 Teori Gerakan Sosial Baru

Teori gerakan sosial baru adalah muncul sebagai kritik terhadap teori lama sebelumnya yang selalu ada dalam wacana idiologis kelas. Gerakan sosial baru adalah gerakan yang lebih berorientasi isu dan tidak tertarik pada gagasan revolusi. Dan tampilan dari gerakan sosial baru lebih bersifat plural, yaitu mulai dari gerakan anti rasisme, anti nuklir, feminisme, kebebasan sipil dan lain sebagainya.Gerakan sosial baru beranggapan bahwa di era kapitalisme liberal saat ini perlawanan timbul tidak hanya dari gerakan buruh, melainkan dari mereka yang tidak terlibat secara langsung dalam sistem produksi seperti misalnya, mahasiswa, kaum urban, kaum menengah. Karena sistem kapitalisme telah merugikan masyarakat yang berada di luar sistem produksi. Ada beberapa hal yang baru dari gerakan sosial, seperti berubahnya media hubung antara masyarakat sipil dan negara dan berubahnya tatanan dan representasi masyarakat kontemporer itu sendiri13.

Gerakan sosial baru menaruh konsepsi idiologis mereka pada asumsi bahwa masyarakat sipil tengah meluruh, ruang sosialnya telah mengalami penciutan dan digerogoti oleh kemampuan kontrol negara. Dan secara radikal Gerakan sosial baru mengubah paradigma marxis yang menjelaskan konflik dan kontradiksi dalam istilah kelas dan konflik kelas.Sehingga gerakan sosial baru didefenisikan oleh tampilan gerakan yang non kelas serta pusat perhatian yang non materialistik, dan karena gerakan sosial baru tidak ditentukan oleh latar belakang kelas, maka mengabaikan organisasi serikat

(21)

buruh industri dan model politik kepartaian, tetapi lebih melibatkan politik akar rumput, aksi-aksi akar rumput. Dan berbeda dengan gerakan klasik, struktur gerakan sosial baru didefenisikan oleh pluralitas cita-cita, tujuan , kehendak dan orientasi heterogenitas basis sosial mereka.

Gerakan sosial baru pada umumnya merespon isu-isu yang bersumber dari masyarakat sipil, dan membidik domain sosial masyarakat sipil ketimbang perekonomian atau negara, dan membangkitkan isu-isu sehubungan demoralisasi struktur kehidupan sehari-hari dan memusatkan perhatian pada bentuk komunikasi dan identitas kolektif.

Jean Cohen ( 1985:669 ) menyatakan Gerakan Sosial Baru membatasi diri dalam empat pengertian yaitu, (a) aktor-aktor gerakan sosial baru tidak berjuang demi kembalinya komunitas-komunitas utopia tak terjangkau dimasa lalu (b) aktornya berjuang untuk otonomi, pluralitas (c) para aktornya melakukan upaya sadar untuk belajar dari pengalaman masa lalu, untuk merelatifkan nilai-nilai mereka melalui penalaran, (d) para aktornya mempertimbangkan keadaan formal negara dan ekonomi pasar14.

Dengan demikian tujuan dari gerakan sosial baru adalah untuk menata kembali relasi negara, masyarakat dan perekonomian dan untuk menciptakan ruang public yang di dalamnya terdapat wacana demokratis otonomi dan kebebasan individual.

1.6.1.2.3 Teori Mobilisasi Sumber Daya

Dalam perspektif ini gerakan sosial mensyaratkan sebentuk komunikasi dan organisasi yang canggih ketimbang terompet teriakan anti kapitalisme. Dan gerakan sosial muncul akibat dari adanya ketersedian sumber pendukung gerakan, tersedianya kelompok koalisi, adanya dukungan dana, adanya tekanan dan upaya pengorganisasian yang efektif, dan juga idiologi. Dan para teoritisi mobilisasi sumber daya mengawali

(22)

tesis mereka dengan menolak penekanan pada peran perasaan dan penderitaan dan kategori-kategori psikologisasi dalam menjelaskan fenomena gerakan sosial.

Tetapi teori mobilisasi sumber daya yang berbasiskan rasionalitas, tetaplah sebuah teori yang tidak persis dan tidak mencukupi, dan gagal dalam menjelaskan beberapa ekspresi kuat dari gerakan sosial baru, seperti feminisme, environmentalism, perdamaian, perlucutan senjata dan gerakan otonomi lokal.

1.6.1.2.4 Teori Orientasi Identitas

Teori ini menyuarakan asumsi dasarnya melalui sebuah kritik terhadap teori yang sudah ada. Dan bersifat non materialistik dan materialisme. Ia mengurai pertanyaan seputar integrasi dan solidaritas kelompok yang terlibat aksi kolektif. Teori ini juga menolak upaya yang menekankan model neo-utilitarian untuk menjelaskan gerakan sosial dan aksi kolektif.

(23)

1.6.1.3Fungsi Gerakan Sosial

Perubahan-perubahan besar dalam tatanan sosial dunia yang muncul dalam dua abad terakir sebagian besar secra lansung ataupun tidak langsung adalah hasil dari gerakan sosial. Meskipun misalnya gerakan sosial itu tidak mencapai tujuannya, sebagian dari programnya diterima dan digabungkan dalam tatanan sosial yang sudah berubah15. Inilah fungsi utama dari gerakan-gerakan sosial. Saat gerakan sosial tumbuh, fungsi sekunder atau laten dapat dilihat sebagai berikut :

a. Gerakan sosial memberikan sumbangsih kedalam pembentukan opini publik dengan memberikan diskusi-diskusi masalah sosial dan politik dan melalui penggabungan sejumlah gagasan-gagasan gerakan ke dalam opini publik yang dominan.

b. Gerakan sosial memberikan latihan para pemimpin yang akan menjadi bagian dari elit politik. Gerakan buruh sosialis dan kemerdekaan nasional menghasilkan banyak pemimpin yang sekarang memimpin negaranya. Para pemimpin buruh dan gerakan lainnya bahkan sekalipun mereka tidak memegang jabatan pemerintah juga menjadi elit politik di banyak negara.

Saat kedua fungsi ini mencapai titik dimana gerakan sesudah mengubah atau memodifikasi tatanan sosial, menjadi bagian dari tatanan itu maka siklus hidup gerakan sosial akan berakhir karena sudah melembaga.

(24)

1.6.2 Kebijakan Publik

1.6.2.1 Sejarah dan Pengertiannya

Studi kebijakan publik adalah sudah ada sejak abad XVIII sebelum masehi. Dimana pada masa itu sudah terbit sebuah peraturan pemerintah Babilonia yang disebut dengan kode Hammurabi yang ditulis oleh penguasa Babilonia pada abad XVIII sebelum masehi. Dalam kode Hammurabi tersebut adalah produk kebijakan publik pada masa itu yang mencantumkan sebuah persyaratan-persyaratan ekonomi dan sosial untuk sebuah permukiman urban yang stabil. Dan tanda-tanda keberadaan kebijakan publik ditemukan pada arkeologi masyarakat abad pertengahan. Pada masa itu, struktur masyarakat sudah menjadi demikian beragam16. Dan pada belahan dunia lain hingga kini, perkembangan studi kebijakan publik menjadi perbincangan yang menarik bagi para ilmuwan sosial.

Istilah kebijakan publik dalam kehidupan sehari-hari sering digunakan untuk menunjuk suatu kegiatan yang mempunyai maksud yang berbeda-beda. Dan banyak defenisi untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan kebijakan publik, namun suatu defenisi yang dianggap lebih tepat adalah suatu defenisi yang menekankan tidak hanya pada apa yang diusulkan oleh pemerintah, tetapi juga mencakup arah tindakan atau apa yang dilakukan pemerintah.

Dengan demikian kebijakan publik adalah adalah sebuah aktifitas negara yang menghasilkan keputusan-keputusan yang mengikat bagi masyarakat, dimana keputusan tersebut juga merupakan menjadi kepentingan bagi masyarakat. Hal ini karena kebijakan publik lebih berorientasi kepada pemecahan masalah riil yang dihadapi di tengah

(25)

masyarakat17. Oleh karenanya kebijakan publik pada dasarnya adalah ilmu terapan dan berperan sebagai problem solver.

1.6.2.2 Proses Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu, beberapa ahli kebijakan publik membagi proses-proses kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Tujuan ini adalah untuk memudahkan kita dalam menkaji kebijakan publik18. Adapun tahap-tahap atau proses dalam kebijakan publik adalah sebagai berikut19 :

a. Tahap penyusunan agenda

Para pejabat yang diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Dan pada akhirnya, beberapa maslah masuk ke dalam agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu maslah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.

b. Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut didefenisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada. Sama halnya dengan perjuangan

17Fadillah Putra Ibid

18 Charles Lindblom, Proses penetapan kebijakan publik, edisi kedua. Penerjemah Ardian Syamsudin,

Jakarta : Airlangga, 1986.

(26)

suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan bermain mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

c. Tahap adopsi kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, consensus antar direktur lembaga atau keputusan peradilan.

d. Tahap implementasi kebijakan

Suatu program kebijakn hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternative pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan birokrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya financial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan bersaing.

e. Tahap penilaian kebijakan

(27)

yang diinginkan. Dalam hal ini memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran atau kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.

1.6.2.3 Teori Penetapan Kebijakan

1.6.2.3.1 Teori Rasional Konprehensif

Model ini merupakan model perumusan kebijakan yang paling terkenal dan juga paling luas diterima di kalangan para pengkaji kebijakan publik. Pada dasarnya teori ini terdiri dari beberapa elemen, yakni20 :

1. Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu. Masalah ini dapat dipisahkan dengan masalah yang lain atau paling tidak masalah tersebut dapat dipandang bermakna bila dibandingkan dengan maslah-masalah yang lain.

2. Tujuan-tujuan, nilai-nilai atau sasaran-sasaran yang mengarahkan pembuat kebijakan dijelaskan dan disusun menurut arti pentingnya.

3. Berbagi alternative untuk mengatasi maslah perlu diselidiki,

4. Konsekuensi ( biaya dan keuntungan ) yang timbul dari setiap pemilihan alternaif diteliti.

5. Setiap alternatif dan konsekuensi yang menyertainya dapat dibandingkan dengan alternatif dengan alternatif lainnya.

Keseluruhan proses tersebut akan menghasilkan suatu keputusan rasional, yaitu keputusan yang efektif untuk mencapai tujuan tertentu. Namun demikian terdapat

(28)

beberapa keberatan dan kritik terhadap teori rasional konprefensif ini. Seperti misalnya kritik bahwa teori rasional komprehensif tidak realistis dalam tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh para pembuat keputusan. Karena menurut asumsi model ini pembuat keputusan akan mampu membuat perbandingan alternatif berdasarkan keuntungan yang tepat.

1.6.2.3.2 Teori Inkremental/Penambahan

Teori ini lahir dan berusaha menutupi kekurangan yang ada dalam model rasional komprehensif. Teori ini lebih bersifat deskriptif dalam pengertian, dan menggambarkan secara aktual cara-cara yang dipakai para pejabat dalam membuat keputusan. Inkrementalisme merupakan proses pembuatan keputusan yang khas dalam masyarakat yang plural seperti di Amerika Serikat. Keputusan dan kebijakan merupakan hasil kompromi dan kesepakatan bersama antara banyak partisipan. Sehingga pembuatan kebijakan atau keputusan secara inkrementalis adalah penting dalam rangka mengurangi konflik, memelihara stabilitas dan sistem politik itu sendiri.

Menurut kaum inkrementalis, para pembuat keputusan dalam menunaikan tugasnya berada di bawah keadaan yang tidak pasti yang berhubungan dengan konsekuensi dari tindakan mereka di masa depan, maka keputusan atau kebijakan inkrementalis dapat mengurangi resiko atau biaya ketidakpastian tersebut. Teori ini juga mempunyai sifat yang realistis dan menghaslikan keputusan yang terbatas, dapat dilakukan dan diterima.

1.6.2.3.3 Teori Penyelidikan Campuran

(29)

keputusan-keputusan pokok dan inkrementalis, menetapkan proses-proses pembuatan kebijakan pokok dan urusan tinggi yang menentukan petunjuk-petunjuk dasar, prose-proses yang mempersiapkan keputusan pokok dan menjalankannya setelah keputusan itu tercapai.

Dalam model penyelidikan campuran para pembuat keputusan dapat memanfaatkan teori-teori rasional komprehensif dan inkrementalisme dalam situasi-siyuasi yang berbeda. Dalam beberapa hal pendekatan inkrementalis telah cukup memadai namun dalam situasi yang lain dimana masalah yang dihadapi berbeda, maka pendekatan yang lebih cermat dengan menggunakan rasional komprehensif adalah jauh lebih memadai. Penyelidikan campuran juga memperhitungkan kemampuan-kemampuan yang berbeda dari para pembuata keputusan. Semakin besar kemampuan para pembuat keputusan memobilisasi kekuasaan untuk melaksanakan keputusan, maka semakin besar pula penyelidikan campuran dapat digunakan secara realistis oleh para pembuat keputusan. Dengan demikian, penyelidikan campuran merupakan suatu bentuk pendekatan kompromi yang menggabungkan penggunaan inkrementalisme dan rasionalisme komprehensif sekaligus.

1.6.2.4 Aktor-aktor dalam Penetapan Kebijakan

Aktor-aktor atau pemeran serta dalam penetapan kebijakan dapat dibagi kedalam dua kelompok, yakni Aktor resmi dan aktor tidak resmi21.

1.6.2.4.1 Aktor/Pemeran serta resmi :

1) Badan-badan administrasi ( agen-agen pemerintah )

Badan-badan administrasi dalam hal ini dapat membuat dan melanggar undang-undang, dan sering membuat

(30)

keputusan yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi politik dan kebijakan yang luas.

2) Lembaga Legislatif

Dalam hal ini yaitu dalam penetapan kebijakan, maka lembaga legislatif adalah yang lebih mempunayi kapasitas karena sesuai dengan tugas dan fungsinya. Legislatif dapat membahas dan megeluarkan sebuah kebijakan yang menyangkut tentang kepentingan masyarakat dalam bentuk Undang-undang.

1.6.2.4.2 Aktor/Pemeran serta tidak resmi 1) Kelompok-kelompok kepentingan.

Kelompok ini merupakan pemeran serta tidak resmi yang memainkan peran serta tidak resmi dalam pembuatan kebijakan di hampir semua Negara. Pengaruh kelompok kepentingan terhadap keputusan kebijakan tergantung pada banyak faktor yang menyangkut ukuran-ukuran keanggotaan kelompok, keuangan dan sumber lain. Seperti misalnya Serikat Buruh, Organisasi guru. Kamar dagang dan lain sebagainya.

2) Partai Politik

(31)

dari Partai Politik. Eksistensi partai politik ditunjukkan melalui kompetensi mereka dalam hal kebijakan publik, yaitu sejauh manakah parati politik yang ada respon terhadap tuntutan-tuntutan masyarakat.

1.7 Defenisi Konsep

Defenisi Konsep dirancang untuk memberikan batasan-batasan yang jelas mengenai konsep-konsep yang hendak di teliti sehingga tidak menimbulkan interprestasi ganda dari variable-variabel yang diteliti, adapun yang menjadi kosep dalam penelitian ini adalah :

1.7.1 Gerakan Sosial Buruh

(32)

1.7.2 Proses Kebijakan Publik

Proses kebijakan publik adalah proses penetapan kebijakan oleh para pengambil kebijakan yang menyangut tentang kepentingan rakyat banyak. Dalam penetapan kebijakan tersebut biasanya melibatkan banyak unsur diluar para pengambil kebijakan, hal ini dikarenakan banyak isu agenda yang dibahas berasal dari masyarakat yang disampaikan melalui konsep gerakan sosial. Sehingga dalam perspektif pluralisme proses kebijakan publik adalah sebuah arena dimana rakyat secara bebas dapat mengajukan kepentingannya karena semakin banyaknya jenis kebutuhan rakyat yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Hal ini misalnya terdapat dalam proses penetapan kebijakan upah buruh dalam Dewan Pengupahan Daerah ( Depeda ) yang menetapkan kebijakan Upah Minimum Propinsi ( UMP ) atau Upah Minimum Kota ( UMK ). Dan dalam Dewan Pengupahan Daerah, pihak-pihak yang terlibat tidak hanya para pengambil kebijakan saja yang dalam hal ini adalah pemerintah melaui Dinas tenaga kerja, tetapi banyak pihat yang terkait dalam perburuhan. Yaitu pihak buruk, dan pengusaha.

1.8 Defenisi Operasional

Defenisi Operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel dengan kata lain sebagai rincian dari indikator-indikator pengukuran suatu variabel. Dan dalam penelitian ini maka variabel yang akan diteliti adalah peranan Gerakan sosial buruh oleh Serikat Buruh Medan Independen ( SBMI ) dalam proses kebijakan publik, yaitu :

(33)

 Strategi gerakan buruh oleh SBMI  Posisi SBMI dalam agenda setting

 Agenda SBMI dalam membangun isu perburuhan di kota Medan

1.8 METODOLOGI PENELITIAN

1.8.1 Bentuk Penelitian

Untuk memberikan gambaran tentang bagaimana penelitian akan dilaksanakan para peneliti hendaknya menjelaskan akan metodologi penelitian yang digunakan dalam proposal secara singkat. Dan berdasarkan metode yang dipakai maka penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakn suatu cara yang digunakan untuk memcahkan masalah yang ada pada saat sekarang berdasrkan fakta-fakta dan data-data yang ada. Data yang ada dikumpulkan, diklasifikasikan kemudian dianalisa. Tetapi penelitian deskriptif bukan saja menjabarkan tetapi juga memadukan serta menganalisis.22

1.8.2 Lokasi Penelitian.

Penelitian yang akan dilakukan berlokasi di kota Medan, khususnya di fokuskan pada secretariat Serikat Buruh Medan Independen ( SBMI ) yang terletak di jln. Garu IV Simpang Limun Medan.

1.8.2 Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan objek yang terdiri dari manusia, benda, hewan, gejal, nilai atau peristiwa sebagi sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam penelitian23.

22Masri Singarimbun Ibid

(34)

Sedangkan sample merupakan bagian dar populasi yang menjadi sumber data yang sebenarnya dalam suatu penelitian. Pengambilan yang sebagian itu dimaksudkan sebagai representasi dari seluruh populasi.

Berdasarkan hal itu maka yang dimaksud populasi dalam penelitian ini adalah pengurus Serikat Buruh Medan Independen ( SBMI ) dan juga sekaligus sampel.

1.8.3 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data atau informasi, keterangan-keterangan atau fakta-fakta yang diperlukan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Data Primer : wawancara, yaitu suatu cara dalam pengumpulan data dengan dialog langsung dengan respondenyang berhubungan dengan objek penelitian. b. Data Sekunder : Penelitian Kepustakaan ( Library Research ), yaitu sumber data

yang berasal dari buku, jurnal, tabloid dan literatur lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

1.8.4 Teknik Analisa Data

(35)

1.9 SISTEMATIKA PENULISAN

BAB 1 : PENDAHULUAN

Bab ini akan menguraikan latar belakang masalah, pokok permasalahan yang akan dibahas, dan tujuan mengapa diadakan penelitian ini dan metode penelitian serta kerangka teori yang akan menjadi landasan pembahasan masalah.

BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini memberikan gambaran secara umum tentang sejarah singkat akan lokasi penelitian yang dalam hal ini adalah Sejarah berdirinya Serikat Buruh Medan Independen ( SBMI ) kota Medan, Struktur pengurus, perkembangan SBMI, Visi Misi SBMI, Tujuan, Program kerja SBMI, dan langkah strategi dalam gerakan buruh oleh SBMI.

BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

Bab ini akan memuat penyajian data yang diperoleh melalui penelitian ini dan setelah itu analisa terhadap data penelitian yang telah didapat melalui metode penelitian yang digunakan.

BAB IV : PENUTUP

(36)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI

II. I Sejarah SBMI

Sejarah akan terbentuknya SBMI ( Serikat buruh medan independen ) tidak dapat dilepaskan dari peranan salah satu LSM yang bergerak dalam bidang perburuhan yaitu KPS ( Kelompok Pelita Sejahtera ) lewat pengorganisasian terhadap buruh di berbagai kawasan industri di Medan. Melalui pengorganisasian inilah KPS melahirkan beberapa aktifis buruh dan pada tahun 1994 terjadilah aksi buruh yang paling besar dalam sepanjang sejarah Orde Baru, dimana ketika itu sekitar sepuluh ribu-an buruh dari berbagai zona melakukan aksi massa yang menuntut pemerintah untuk memenuhi tuntutan akan hak-hak normatif buruh. Dan aksi tersebut memberikan dampak yang sangat besar yaitu upah buruh harus naiksekali dalam satu tahun dan THR ( Tunjangan Hari Raya ) minimal satu bulan upah buruh dan perbaikan jaminan sosial ketenagakerjaan.

Pasca gerakan buruh 1994, KPS terus melakukan pendampingan terhadap buruh di berbagai wilayah industri, dan buruh yang didampingi KPS tersebut disatukan dalam satu wadah yang ketika itu masih berbentuk forum buruh. Forum-forum buruh ini disesuaikan dengan basis-basis industri sehingga pada tahun 1998-2001 forum buruh telah lahir di tiga wilayah industri, yaitu wilayah Tanjung morawa ( STM Petaras ), Wilayah Mabar Belawan ( FABMI ) dan Wilayah Binjai ( FBZB ).24 Sehingga melalui forum buruh inilah KPS melakukan penyadaran terhadap banyak buruh untuk kemudian bergabung dalam suatu wadah forum buruh. Dan perkembangan akan Forum-forum buruh ketika itu tidak dapat dilepaskan dari peranan pengorganisasian KPS di berbagai

(37)

wilayah industri. Hubungan KPS denagn Forum-forum buruh ketika itu dapat diperlihatkan seperti dalam gambar 1 dibawah ini :

Gambar 1 hubungan forum buruh dengan KPS Sumber : Arsip Divisi Pengorganisasian SBMI

Pilihan untuk membentuk forum-forum buruh tersebut dilakukan karena kondisi pada saat itu ( Sebelum Reformasi ) belum memungkinkan untuk membenutuk serikat buruh karena belum adanya aturan hukum tentang perburuhan/ketenagakerjaan yang memperbolehkan adanya serikat serikat buruh diluar SPSI ( Serikat Pekerja Seluruh Indonesia ). Walaupun buruh pada saat itu masih disatukan dalam wadah forum buruh tetapi kesadaran buruh mulai bangkit dan banyak aktifis buruh lahir lewat pendidikan dan pendampingan yang dilakukan KPS dalam 3 wilayah tersebut. Pola pengorganisasian KPS dalam forum-forum buruh tersebut dilakukan lewat pendekatan kasus di masing-masing perusahaan. Setiap forum buruh yang ada dalam 3 wilayah tersebut berusaha

FBZB (BINJAI)

FABMI (MABAR)

KPS

(38)

untuk melakukan penyadaran terhadap buruh, karena pada saat itu buruh masih didominasi oleh SPSI. Sehingga ketika mulai banyaknya para buruh tergabung dalam forum tersebut,mereka mulai melakukan kritikan terhadap perusahaan tempat mereka bekerja untuk menuntut hak-hak normatif buruh yang pada saat itu masih sebatas pemberian upah yang layak, dan ketika forum buruh sudah mempunyai kapasitas yang cukup maka pemogokan pun terjadi di seluruh tiga wilayah tersebut yaitu zona Mabar,Binjai dan Tanjung Morawa.

Pasca reformasi 1998 ternyata juga memberikan ruang bagi buruh untuk lebih bebas dalam berserikat. Yaitu setelah dikeluarkannya Per/Men ( Peraturan Menteri ) 05 tahun 1998 yang mengatur tentang tata cara pembentukan serikat buruh dalam tingkatan pabrik. Dan dalam kondisi tersebut maka ketiga forum buruh tersebut terbuka peluang untuk mendaftarkan forum-forum buruh yang telah terbangun tersebut untuk menjadi serikat buruh tingkat pabrik. Dan hal ini memberikan hasil yang berarti bagi forum buruh tersebut yaitu dalam waktu 3 tahun sejak dikeluarkannya PerMen 05 tahun 1998 tersebut telah terbentuk 12 serikat buruh tingkat pabrik.

(39)

Sesuai dengan kuat perannya KPS dalam membentuk forum buruh dalam tiga wilayah tersebut, maka perkembangan forum-forum tersebut untuk menjadi serikat buruh juga tidak dapat dilepaskan dari peran aktif KPS sebagai LSM yang melakukan pengorganisasian. Maka sejak dikeluarkannya UU No. 21 tahun 2000, forum buruh yang ada di tiga wilayah mengiginkan akan terentuknya serikat buruh bagi mereka sendiri. Hal itu mereka lakukan dengan mendesak KPS untuk membentuk Komite yang tujuannya untuk mempersiapkan terbentuknya serikat buruh bagi mereka sendiri. Komite tersebut diberi nama KP-SBMI ( Komite Persiapan Serikat Buruh Medan Independen ). Tugas utama dari KP-SBMI ini adalah menyusun AD/ART SBMI dan pola hubungan SBMI-KPS. Ketika proses perumusan AD/ART dan pola hubungan SBMI-KPS belum selesai, KP-SBMI sudah melakukan uji coba yaitu dalam melakukan aksi May Day yang pertama sekali pasca tumbangnya rezim Soeharto. Hasilnya cukup signifikan yaitu pada May day tahun 2000 tersebut telah mampu menggalang massa sebanyak 40.000 orang yang terdiri dari para buruh yang ada dalam tiga wilayah tersebut.

Setelah KP-SBMI merampungkan AD/ART dan pola hubungan KPS-SBMI, maka ketiga forum buruh yang ada di wilayah Mabar Belawan, Binjai dan Tanjung Morawa melakukan kongres I SBMI yang dilaksanakan pada tanggal 9-11 November 2001 di Asrama Haji Medan. Kemudian setelah kongres tersebut SBMI mendeklarasikan keberadaannya yang termaksud juga melaporkannya kepada Pemerintah ( Disnaker ) dan Pengusaha yang pada saat itu PB ( Pengurus Basis ) yang tergabung dalam SBMI masih 14 PB.

(40)

II.II Program SBMI

Sesuai dengan sejarah lahirnya SBMI yaitu dalam rangka melakukan penyadaran terhadap kaum buruh, maka program-program SBMI selalu diupayakan demi berlangsungnya suatu gerkan buruh yang terorganisir, Adapun program-program SBMI terdapat dalam tiga bagian yaitu sebagai berikut :

Divisi Pengorganisasian

Adapun program SBMI dalam bidang pengorganisasian adalah mengutamakan Perluasan Wilayah, yang pada sebelumnya masih terfokus pada tiga wilayah yaitu Zona Mabar, Binjai dan tanjung Morawa. Pada Kongres I SBMI perluasan wilayah minimal mempertahankan ketiga wilayah yang ada sebelumnya. Tetapi pasca kongres II SBMI , perluasan wilayah SBMI telah mencapai ke wilayah Percut Sei Tuan, Deli tua, Namorambe.

Divisi Advokasi

(41)

Divisi Pengembangan Ekonomi

Adapun program pengembangan ekonomi SBMI adalah memperkuat/mempertahankan perekonomian buruh. Sebagian besar divisi ini bertugas dalam melakukan usaha menampung para buruh yang terkena PHK di pabrik masing-masing untuk kemudian diusahakan alternative pekerjaan setelah di PHK. Selain itu pengembanagan ekonomi SBMI dilakukan dengan mendirikan Koperasi Simpan Pinjam yang modal utama didapat dari KPS sebagai hibah ( Bukan pinjaman ) sebesar Rp. 42.000.000 ( Empat Puluh juta rupiah ). Hal ini dilakukan oleh SBMI untuk membantu perekonomian para buruh di luar upah yang didapat dari pabrik.

II.III Struktur Organisasi

SBMI yang awal terbentuknya tidak terlepas dari peranan KPS, maka memiliki pola hubungan antara SBMI-KPS yang diatur dalam MoU sebagai sebuah aliansi strategis.25 Sehingga dalam struktur organisasi SBMI sendiri terdapat tempat dimana KPS sendiri dapat bereperan. Hal itu dapat dilihat dalam struktur organisasi SBMI Pasca Kongres I dan Kongres II SBMI. Adapun struktur organisasi SBMI adalah sebagai berikut :

(42)

Hasil Kongres I :

Gambar 2 Struktur Organisasi SBMI hasil kongres I Sumber : Arsip Divisi Pengorganisasian SBMI

Badan Presidium Sekretaris Jendral

Sekretariat

Div. Advokasi Div. Peng. Organisasi

Pengurus Basis/Pengurus Basis/Pengurus Basis

(43)

Hasil Kongres II :

Gambar 2 Struktur Organisasi SBMI Sumber Arsip Divisi Pengorganisasian SBMI

Berdasarkan hasil kongres I, Badan Presidium diisi oleh utusan masing-masing forum buruh yang secara keseluruhan terdapat 5 dari buruh dan satu dari KPS yang menjadi Sekjend Yaitu Rika Rosmawaty Nainggolan. Dan divisi organisasi masih hanya dua , yaitu divisi pengembangan organisasi dan divisi advokasi. Tetapi setelah Kongres II SBMI , maka struktur organisasi SBMI berubah. Namun tetap memiliki kesamaan dengan hasil kongres I, yaitu KPS tetap memiliki tempat dalam struktur organisai yaitu pada struktur DPO yang diisi oleh Sahat Lumbanraja.

Kongres

BPP Sekjend Dewan Pekerja

Organisasi ( DPO )/ KPS

Rapat Umum PB Rapat Umum PB

Peng. Basis Peng. Basis

(44)

II.IV Perkembangan Organisatoris SBMI

Dalam gambaran umum tentang perkembangan SBMI yaitu sejak dibentuknya forum buruh pasca gerakan buruh 1994, maka sedikitnya terdapat beberapa hal yang telah dicapai oleh SBMI, baik dari sisi organisasi, keanggotaan, pendidikan , gerakan dan jaringan. Perjalanan SBMI hingga saat ini tidak terlepas dari penyadaran ( Pendidikan ) yang dilakukan oleh SBMI terhadap sesama buruh yang dalam hal ini juga bertambahnya jumlah anggota SBMI. Dan jika di tinjau dari jumlah anggota tercatat sekitar 6.200 orang yang memiliki kartu tanda anggota yang dikeluarkan oleh DPP SBMI dan memiliki 30 PB ( Pengurus Basis ). Sehingga ketika semakin banyaknya jumlah anggota SBMI maka semakin banyak pula gerakan ( aksi ) yang dilakukan oleh SBMI dalam menuntut hak-hak buruh.

Setelah tiga tahun SBMI berdiri terdapat beberapa perkembangan yang sudah dicapai organisasi ini, salah satunya adalah SBMI sudah diakui keberadaannya oleh Pemerintah. Akan tetapi dalam waktu yang bersamaan juga banyak PB ( Pengurus Basis ) SBMI yang tutup. Hal ini dikarenakan oleh banyak pabrik-pabrik yang melakukan PHK dan ada juga gulung tikar ( Lock Out ).26 Semua hal tersebut mengakibatkan hal yang buruk bagi buruh, yaitu buruh tidak dapat lagi bekerja yang secara otomatis juga PB yang ada dalam pabrik tersebut akan di tutup. Selain itu kendala yang di hadapi SBMI adalah masih adanya perusahaan yang melarang berdirinya Serikat buruh di perusahaan kecuali SPSI, yang hal ini terjadi pada buruh di PT. Shamrock Manufacturing Corpora ( SMC ).

Para buruh yang tergabung dalam SBMI selalu mendapatkan pendidikan dan pelatihan secara berkala yang dilakukan oleh KPS sendiri . Pilihan ini dilakukan dalam

(45)

rangka proses penyadaran para buruh akan bagaimana kondisi buruh, sehingga banyak juga para buruh yang bergabung dalam SBMI mulai tergugah kesadarannya akan hak-hak normatif buruh. Pendidikan ini dilakukan bagi setiap PB yang berada di wilayah masing-masing. Model pendidikan yang didapatkan para anggota SBMI dari KPS ini adalah pada umumnya tidak sama dengan Serikat Buruh yang ada terlebih lagi serikat buruh bentukan rezim orde baru. Karena dari hal tersebutlah langkah awal dari bagaimana proses penyadaran dilakukan, yaitu nantinya para buruh mulai memahami akan keberadaan dan posisi buruh dalam perusahaan mereka masing-masing. Dan dengan adanya pendidikan bagi para buruh SBMI tersebut maka SBMI mulai mengkritisi akan hak-hak mereka masing-masing dalam pabrik tempat mereka bekerja. SBMI sudah mulai melakukan aksi yang pada awalnya masih dalam sekitar tuntutan upah, dan kemudian semakin berlanjut dengan aksi menuntut tunjangan hari raya, sampai kepada tuntutan kebebasan membentuk serikat buruh.

(46)

SBMI.di PHK. Hal inilah menimbulkan aksi secara besar-besaran oleh para buruh PT. SMC yang juga menimbulkan pemogokan ratusan buruh PT. SMC.

Dalam perjalanan SBMI, perkembangan SBMI tidak dapat dilepaskan dari peranan KPS karena terbentuknya SBMI juga adalah berkat hasil pengorganisasian KPS. Setelah terbentuknya SBMI, maka SBMI dengan KPS menjadi sebuah aliansi strategis yang dituangkan MoU antara SBMI dengan KPS. Walaupun pada akhir desember 2007 SBMI tidak lagi menjadi mitra dari KPS, dalam arti bahwa SBMI memutuskan menarik diri dari MoU yang disepakati sebelumnya. Hal ini akibat dari beberapa masalah internal organisasi yang sejak awal terbentuknya SBMI juga sudah mempunyai potensi jarak dengan KPS. Adapun bentuk dari MoU antara SBMI dengan KPS adalah sebagai berikut

 Kerjasama dalam dukungan dana  Kerjasama dalam dukungan program  Kerjasama dalam pengorganisasian buruh  Pembentukan Pengurus Basis ( PB )  Advokasi terhadap kasus buruh

(47)

SBMI pasca Kongres pertama dan Kedua KPS masih terlibat didalam komposisi kepengurusan.

Baginda Harahap mengatakan :

Sejak awal dibentuknya SBMI sebenarnya sudah memiliki potensi pertentangan antara SBMI dengan KPS. Dimana KPS selalu ingin

turut terlibat di dalam struktur SBMI sendiri. Yaitu pada konres I

sebenarnya Badan Presidium diisi oleh 6 orang utusan buruh, tetapi KPS

mendapat tempat didalam. Begitu juga dalam konres II, KPS masih terlibat

dalam struktur SBMI walaupun strukur mengalami perubahan, yaitu KPS

berada dalam posisi DPO ( Dewan Pekerja Organisasi ) yang diduduki

oleh Sahat Lumbanraja yang juga sebgai Direktur Eksekutif KPS.27

(48)

BAB III

ANALISA DATA

III.I Posisi dan Peranan SBMI dalam penetapan kebijakan UMP Sumut

III.I.I Proses penetapan UMP SUMUT 2005-2007

Proses penetapan UMP ( Upah Minimun Propinsi ) pada umumnya adalah sebuah proses yang sangat menarik dalam setiap tahapannya. UMP setiap tahunnya ditetapkan pada bulan Desember dan mulai dilaksanakan pada bulan Januari. Sebelum UMP ditetapkan pada setiap bulan Desember, maka terlebih dahulu harus melewati beberapa tahap dalam mekanisme penetapan upah yang diatur dalam Permenaker No 17 tahun 2005.

UMP tidaklah ditetapkan oleh pihak Pengusaha sendiri, tetapi selalu melibatkan stake holder yang ada seperti Pengusaha, Buruh dan Pemerintah. Walaupun pada akhirnya ketetapan UMP berada dalam keputusan Gubernur, namun rekomendasi UMP adalah berasal dari kinerja lembaga yang mempunyai kapasitas dalam bidang pengupahan yaitu Depeda ( Dewan Pengupahan Daerah ). Keberadaan lembaga Depeda ini adalah untuk memberikan alternatif terhadap minimnya peluang keterlibatan buruh dalam pengupahan.

(49)

Setiap kinerja Depeda adalah menyelesaikan tahapan penetapan UMP yang sebelumnya telah ditentukan oleh mekanisme pengupahan dalam peraturan hukum.

Dalam menentukan tingkat UMP Depeda haruslah melakukan kerja yang maximal yang melibatkan unsur di dalamnya. Sebelum memberikan rekomendasi upah minimum maka Depeda haruslah melakukan beberapa hal yang sudah diatur, seperti melakukan survey KHL ( Kebutuhan Hidup Layak ) dalam setiap Kabupaten/Kota, melakukan penelitian terhadap kemampuan perusahaan untuk menghitung dan mengusulkan UMP. Adapun yang menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan upah minimum adalah, KHL ( Kebutuhan Hidup Layak ), Indeks Harga Konsumen, Perluasan kesempatan kerja, Gambaran umum upah regional, Tingkat kemampuan perusahaan dan perkembanagan ekonomi ( Tingkat Inflasi ).

Di setiap wilayah Propinsi di Indonesia, penetapan UMP selalu melibatkan rekomendasi dari Depeda setiap tahun. Walaupun lembaga Depeda melibatkan unsur buruh, namun pihak buruh selalu sering melakukan perlawanan terhadap UMP yang ditetapkan oleh Gubernur. Hal ini adalah sering dikritisi oleh banyak pihak tentang bagaimana kinerja Depeda dalam setiap proses penetapan UMP.

(50)

ditetapkan oleh Gubernur adalah hasil final terhadap UMP dalam satu tahun yang didalamnya tidak memberikan peluang revisi terhadap UMP.

Proses penetapan UMP Sumatera Utara yang berdasarkan kinerja dari Depeda pada umumnya mengikuti mekanisme peraturan perburuhan. Dalam hal ini terutama Permenaker No 17 tahun 2005 tentang adanya komponen kebutuhan hidup layak dalam penetapan upah minimum. Sehingga UMP yang ditetapkan setiap tahunnya harus berdasarkan jumlah kebutuhan hidup layak seorang buruh yang didapatkan berdasarkan survey KHL ( Kebutuhan Hidup Layak ) Depeda pada setiap kabupaten/kota. Depeda Sumatera Utara dalam setiap tahun yaitu dalam memberikan rekomendasi pengupahan kepada Pemerintah selalu melakukan tahapan-tahapan yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu merumuskan tentang bagaimana upah yang layak bagi kaum buruh termaksud didalamnya adalah melakukan survey KHL.

(51)

selanjutnya Depeda akan merekomendasikannya kepada Gubernur pada setiap akhir tahun untuk ditetapkan menjadi UMP.

Disamping komponen KHL ada juga faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam penetapan UMP, yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi dalam wilayah propinsi. Kedua faktor tersebutlah yang menjadi dasar dalam penetapan UMP setiap tahunnya. Walaupun pada umumnya pihak buruh selalu menuntut UMP lebih dari yang direkomendasikan oleh Depeda tetapi keputusan ada dalam pihak pemerintah propinsi sendiri.

Setiap tahunnya dalam penetapan UMP Sumatera Utara tidak ada perbedaan dengan tahun sebelumnya. Semua melalui tahapan yang sama setiap tahun kecuali besarnya jumlah UMP yang selalu naik setiap tahun walaupun tidak sesuai dengan tuntutan buruh. Yaitu sejak dibentuknya lembaga Depeda mulai tahun 2005 maka penetapan UMP Sumatera Utara mengikuti mekanisme tersebut. Tahapan dalam penetapan UMP Sumatera Utara dimulai dari kinerja Depeda yang melakukan survey KHL dalam setiap Kabupaten/Kota. Sejak tahun 2005 sampai dengan 2007 proses penetapan UMP selalu melibatkan kinerja dari Depeda Sumut. Setiap tahun Depeda Sumut memberikan rekomendasi /usulan tingkat UMP yang layak bagi buruh. Usulan Depeda Sumut adalah salah satu pertimbangan Gubernur dalam menetapkan UMP disamping factor dunia usaha dan tingkat pertumbuhan ekonomi.

(52)

buruh melakukan perlawanan untuk menuntut kenaikan UMP yang layak bagi memenuhi kebutuhan buruh baik buruh lajang maupun yang sudah berkeluarga.

Adanya mekanisme yang sama dalam penetapan UMP Sumut setiap tahun dapat dilihat dari besarnya jumlah UMP yang ditetapkan, yang selalu mengalami kenaikan setiap tahun. Karena hal ini juga memperhatikan besarnya biaya kebutuhan hidup layak kaum buruh. Pada tahun 2006 UMP Sumut adalah Rp 737.794 yang hanya naik sekitar 22,97 %. Ketetapan UMP Sumut 2006 tersebut ditetapkan oleh Pemprovsu melalui Surat Keputusan Nomor 561/2624.K/Tahun 2005 pada tanggal 14 desember 2005 yang ditandatangani oleh wakil Gubernur Sumatera Utara Rudolf M Pardede.28

Kenaikan UMP Sumut 2006 tersebut ternyata tidak sesuai dengan tuntutan kaum buruh yang menginginkan UMP Rp. 1.000.000. Pemprovsu menegaskan bahwa dalam penetapan UMP 2006 tersebut adalah sudah memperhatikan usulan Depeda dan mengerti akan kondisi buruh, namun Pemerintah juga harus memperhatikan aspek dunia usaha. Besarnya UMP tersebut hanya berlaku bagi buruh yang memiliki masa kerja dibawah satu tahun. Sedangkan bagi buruh yang masa kerjanya diatas satu tahun maka penentuan besaran upah yang akan diterima dilakukan dengan cara perundingan Bipartit antara buruh dengan pihak perusahaan.

Penetapan UMP Sumut tahun 2006 adalah berdasarkan hasil rapat dengan Depeda Sumut yang terdiri dari unsur buruh, Pengusaha, Pemerintah dan Perguruan Tinggi. Pemerintah juga menegaskan bahwa dalam penetapan UMP 2006 sudah memperhatikan usulan Depeda dan merujuk pada ketentuan Menakertrans No 17/MEN/VIII/2005 sebagai pelaksana pasal 88 dan 89 UU No 13 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa penetapan

(53)

UMP suatu Propinsi adalah berdasarkan hasil survey KHL terendah yang dilakukan oleh Depeda dalam wilyah propinsi tersebut. Survey KHL terendah di wilayah Sumut adalah di Mandailing Natal sebesar Rp. 683.142 tiap bulan.

Walaupun pihak buruh menuntut UMP sebesar Rp. 1.000.000, namum Pemerintah tetap tidak bisa memnuhi tuntutan buruh tersebut. Pemerintah beralasan bahwa penetapan UMP Sumut tahun 2006 sudah sesuai dengan mekanisme, yaitu sudah memperhatikan usulan Depeda. Dalam survey Depeda didapat jumlah KHL terendah adalah sebesar Rp. 683.142 di Mandailing Natal. Sehinngga UMP yang ditetapkan adalah diatas jumlah KHL terendah yaitu diatas KHL wilayah Mandailing Natal, dan tepatnya menjadi sebesar Rp. 737.794 tiap bulan.

Mekanisme dalam proses penetapan UMP Sumut pada tahun berikutnya juga sama, yaitu merujuk kepada hasil survey Depeda tentang KHL. Pada penghujung tahun 2006, Pemerintah juga menetapkan UMP Sumut yang baru yang akan dijalankan sejak Januari 2007. UMP Sumut tahun 2007 adalah sebesar Rp. 761.000 yang hanya naik sekitar 3,3 peresen dari tahun 2006. Dan sama seperti tahun sebelumnya, yaitu penetapan UMP Sumut tahun 2007 adalah hanya berlaku bagi kaum buruh yang memiliki masa kerja dibawah satu tahun, sedangkan yang sudah bekerja diatas satu tahun maka besarnya upah yang diterima akan ditentukan oleh ketentuan Bipartit. Hal tersebut ditegaskan oleh Pemerintah dan juga menyatakan bahwa besaran UMP untuk Tahun 2007 adalah sudah mempertimbangkan usulan/rekomendasi dari Depeda.

(54)

keputusan tersebut maka Surat Keputusan Gubsu No 561/3244.K/Tahun 2005 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Sehingga UMP Sumut yang sebelumnya hanya sebesar Rp. 737.794 tidak berlaku lagi dan berlaku UMP yang baru yaitu sebesar Rp. 761.000.

Gambaran umum dalam penetapan UMP Sumut pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 sekilas adalah tampak sudah memenuhi tuntutan buruh akan kenaikan upah. Tetapi setiap UMP yang ditetapkan selalu menimbulkan perlawanan dari pihak buruh, karena besarnya UMP tidak pernah sesuai dengan yang dituntut oleh pihak buruh. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi polemik dalam proses penetapan UMP walaupun pada realitasnya seperti sudah memenuhi mekanisme pengupahan yang telah ditetapkan peraturan perundang undangan lainnya. Polemik tersebut selalu menimbulkan ketidaksetujuan dari pihak buruh akan UMP yang ditetapkan tidak sesuai dengan tuntutan mereka. Yaitu terletak kepada mekanisme pengupahan yang masih memberi peluang kepada pihak pengusaha untuk menekan upah buruh.

(55)

Mekanisme voting dalam Depeda merupakan salah satu penyebab dari lemahnya posisi buruh dalam proses penetapan UMP Sumut. Penyebab lain misalnya adalah rendahnya kualitas survey yang dilakukan oleh Depeda Sumut terhadap kebutuhan hidup layak buruh setiap bulannya. Para anggota Depeda Sumut yang diluar mewakili buruh cenderung melakukan survey asal-asalan sehingga data KHL yang didapatnya adalah tidak valid atau data KHL tersebut tidak sesuai dengan biaya KHL para buruh yang sebenarnya. Dan data KHL tersebutlah yang menjadi UMP setiap tahunnya yang menunjukkan bahwa UMP Sumut tidak sesuai dengan tuntutan buruh.

Dalam proses penetapan UMP yang telah dilakukan oleh Depeda Sumut tersebut seperti dalam melakukan survey KHL ternyata menimbulkan keraguan dari pihak buruh sendiri akan validitas data KHL yang diperoleh oleh Depeda Sumut. Sehingga hal ini mendorong para buruh melalui organisasi buruh untuk melakukan survey KHL tandingan di setiap wilayah kabupaten/Kota. Dan ternyata hasilnya berbeda dengan hasil dari pihak Depeda. Sehingga sebelum UMP ditetapkan setiap tahunnya pihak buruh sudah melakukan unjuk rasa untuk menuntut UMP yang layak bagi mereka, dan tentunya juga berbeda dengan ususlan UMP yang direkomendasikan oleh pihak Depeda Sumut. Proses tersebutlah yang cenderung terjadi dalam penetapan UMP Sumut setiap tahun, termaksud juga dalam tahun 2005 sampai dengan 2007. Dan penolakan terhadap usulan UMP dari Depeda Sumut selalu dilakukan oleh pihak buruh dan menuntut UMP yang layak kepada Pemerintah.

(56)

III.I.II Posisi SBMI dalam Depeda Sumut

Sejak dikeluarkannya Permenaker No 17 tahun 2005 maka mekanisme pentapan upah buruh tidal lagi seperti sebelumnya yang hanya memakai komponen KHM ( Komponen Hidup Minimum ). Mekanisme baru tersebut adalah komponen KHL ( Kebutuhan Hidup Layak ) yang dihitung oleh Depeda. Hasil jumlah dari KHL tersebutlah yang akan menjadi usulan UMP di tingkatan propinsi.

Permenaker No 17 Tahun 2005 tersebut juga telah menjadi sebuah acuan baru dalam hal pengupahan yaitu penentuan upah tidak lagi melibatkan kalangan internal Perusahaan saja tetapi telah membentuk sebuah mekanisme yang mengikutsertakan pihak buruh dalam pengupahan. Keberadaan stake holder dalam proses penentuan UMP disatukan dalam sebuah lembaga baru yang khusus membidangi masalah pengupahan, yaitu Depeda ( Dewan pengupahan Daerah ). Melalui Depeda inilah pihak buruh dikutsertakan dalam proses penetapan UMP, walaupun masalah keterbatasan peranan pihak buruh dalam Depeda adalah salah satu hal yang diragukan oleh pihak buruh sendiri.

Gambar

Gambar 1 hubungan forum buruh dengan KPS Sumber : Arsip Divisi Pengorganisasian SBMI
Gambar 2 Struktur Organisasi SBMI hasil kongres I Sumber : Arsip Divisi Pengorganisasian SBMI
Gambar 2 Struktur Organisasi SBMI Sumber Arsip Divisi Pengorganisasian SBMI

Referensi

Dokumen terkait