POLITIK IDENTITAS ETNIS DI INDONESIA
Suatu Studi Terhadap Politik Identitas Etnis Tionghoa di Kota Medan
Maghfira Faraidiany 110906010
Dosen Pembimbing: Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
MAGHFIRA FARAIDIANY (110906010)
POLITIK IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DI KOTA MEDAN
Rincian isi Skripsi, 93 halaman, 5 tabel, 2 gambar, 27 buku, 5 jurnal, 5 situs internet.
ABSTRAK
Penelitian ini menguraikan tentang politik identias etnis Tionghoa di Kota Medan. Sebagai salah satu etnis terbesar di Kota Medan maka etnis ini berperan penting dalam kehidupan politik Kota Medan. Terbukanya akses etnis Tionghoa ke dalam dunia politik tentu memberikan dampak yang besar bagi politik Indonesia khususnya Kota Medan. Dalam penelitian digunakan teori politik identitas dan etnisitas untuk mengetahui sejauh mana etnis Tionghoa ikut terlibat di dalam dunia politik.
Teori politik identitas memaparkan tentang bagaimana etnis Tionghoa ikut dalam dunia politik melalui identitas politiknya serta etnisitas sebagai kesatuan untuk memajukan etnis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan studi kepustakaan. Informan dalam penelitian ini adalah anggota dari beberapa organisasi Tionghoa yaitu Perhimpunan INTI ( Indonesia Tionghoa ) dan PSMTI ( Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia ) serta informan yang berasal dari partai politik Perindo.
Politik identitas etnis Tionghoa di Kota Medan memang sangat mudah dijumpai pada masa pemilu. Penggunaan identitas etnik didalam perjuangan politik saat ini masih banyak terjadi dihampir seluruh daerah di Indonesia, termasuk di Kota Medan . Politik etnis lebih efektif digunakan untuk menarik perhatian masyarakat dalam Pemilu, karena politik etnis lebih bersifat kasat mata dari pada politik uang. Dapat dilihat bahwa etnis Tionghoa di Kota Medan memang dari dulu kekerabatannya kuat sehingga memberikan kesan bahwa mereka adalah etnis yang tertutup ataupun ekslusif di mata masyarakat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE
MAGHFIRA FARAIDIANY (110906010)
POLITCAL IDENTITY OF THE ETHNIC CHINESE IN MEDAN Content, 93 pages, 5 tables, 2 graphichs, 27 books, 5 journals, 5 websites.
ABSTRACT
This study describes the political identity of the ethnic Chinese in Medan . As one of the largest ethnic group in Medan , the ethnic groups play an important role in the political life of the city of Medan . Open access to the Chinese people in the political world is certainly a major impact for Indonesian politics , especially the city of Medan . In the study used the theory of identity politics and ethnicity to determine the extent to which the Chinese people involved in the world of politics .
Theory of identity politics explain how Chinese people participate in politics through political identity and ethnicity as to promote ethnic unity . Data was collected by interview and literature study . Informants in this study are members of several Chinese organizations , namely the Association INTI ( Chinese Indonesian ) and PSMTI ( Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Ondonesia ) as well as informants who come from political parties Perindo .
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara oleh:
Halaman Pengesahan
Nama : Maghfira Faraidiany
NIM : 110906010
Judul : Politik Identitas Etnis Di Indonesia
(Studi Kasus: Politik Identitas Etnis Tionghoa di Kota Medan)
Dilaksanakan pada:
Hari :
Tanggal :
Pukul :
Tempat :
Majelis Penguji:
Ketua :
Nama ( )
NIP
Penguji Utama:
Nama ( )
NIP
Penguji Tamu:
Nama ( )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Halaman Persetujuan
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh:
Nama : Maghfira Faraidainy
NIM : 110906010
Departemen : Ilmu Politik
Judul : Politik Identitas Etnis Di Indonesia
(Studi Kasus: Politik Identitas Etnis Tionghoa di Kota Medan)
Menyetujui:
Ketua Departemen Ilmu Politik Dosen Pembimbing
(Dra. T. Irmayani, M.Si)
NIP. 196806301994032001 NIP. 195207011985111001
(Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si)
Mengetahui:
Dekan FISIP USU
KATA PENGANTAR
Skripsi ini berjudul Politik Identitas Etnis Di Indonesia dengan studi kasus Politik Identitas
Etnis Tionghoa di Kota Medan). Skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan dalam
menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
Alhamdulillahirabbil alamin, atas berkah dan rahmat Allah SWT, penulis diberikan
kesehatan dan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam juga penulis
sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya, semoga para pengikutnya
mendapatkan syafaat di akhir zaman.
Skripsi ini menjelaskan tentang politik identitas etnis Tionghoa di Kota Medan. Politik
identitas etnis Tionghoa di Kota Medan memang sangat mudah dijumpai pada masa pemilu.
Penggunaan identitas etnik didalam perjuangan politik saat ini masih banyak terjadi dihampir
seluruh daerah di Indonesia, termasuk di Kota Medan . Politik etnis lebih efektif digunakan
untuk menarik perhatian masyarakat dalam Pemilu, karena politik etnis lebih bersifat kasat mata
dari pada politik uang. Dapat dilihat bahwa etnis Tionghoa di Kota Medan memang dari dulu
kekerabatannya kuat sehingga memberikan kesan bahwa mereka adalah etnis yang tertutup
ataupun ekslusif di mata masyarakat. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh keluarga tercinta, terutama Ayah
Faridsyah dan Bunda Dra. Keumala Ratna serta adik-adik Fadya Faurania dan Fauranda
Ramadhan. Tak lupa pula keluarga besar Zainal Arifin dan keluarga besar Thaib Usman yang
selalu memberikan do’a, semangat dan bantuan kepada penulis. Semoga Allah SWT membalas
kebaikan kalian dengan pahala yang berlipat ganda.
Dalam kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
2. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Drs. P. Anthonius Sitepu, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan
bantuan dan bimbingan berupa kritik dan saran yang membangun selama penulisan
skripsi ini
4. Dosen dan Staf pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara
5. Kak Ema, Kak Siti, dan Pak Burhan yang selalu membantu dalam setiap urusan
administrasi.
6. Informan dalam penelitian ini yaitu Bapak Acong, Ibu Yenni, Bapak , Bapak dan semua
yang membantu pada saat wawancara.
7. Teman-teman seperjuangan stambuk 2011 departemen ilmu politik Farah, Manda, Kevin,
Nufus, Irwindi , Dani, Sayed, Mujahid, Mezbah, Adam, April, Deni, Wulan, Desya, Rina,
Rezika, Qomaria, Noveli, Kristin, Pasrah, Hugo, Novzel, Hans, Christian, Joshua,
Nesyandri, Anugrah, Nota, Yakson, Efata, Reni, Mantily, dan teman-teman lainnya yang
tidak dapat disebutkan semua disini.
Medan, 15 Oktober 2015
Maghfira Faraidiany
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Abstrak... ii
Abstract ... iv
Halaman Pengesahan... v
Halaman Persetujuan ... vi
Lembar Persembahan ... vii
Kata Pengantar ... viii
Daftar isi ... x
Daftar Tabel dan Gambar... xiv
BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tinjauan Pustaka ... 6
1.3 Perumusan Masalah ... 8
1.4 Pembatasan Masalah ... 8
1.5 Tujuan Penelitian ... 9
1.6 Manfaat Penelitian ... 9
1.7 Kerangka Teori ... 10
1.7.1 Teori Politik Identitas ... 10
1.8 Metodologi Penelitian ... 19
1.8.1 Jenis Penelitian... 20
1.8.2 Lokasi Penelitian ... 20
1.8.3 Teknik Pengumpulan Data ... 21
1.8.4 Teknik Analisa Data ... 22
1.9 Sistematika Penulisan ... 22
BAB II: PROFIL KOTA MEDAN DAN SEJARAH ETNIS TIONGHOA DI KOTA MEDAN 2.1 Profil Kota Medan... 24
2.1.1 Kota Medan Secara Geografis ... 26
2.1.2 Kota Medan Secara Demografis ... 29
2.1.3 Kota Medan Dalam Dimensi Sejarah ... 35
2.1.4 Kota Medan Secara Kultural ... 36
2.1.5 Kota Medan Secara Sosial ... 37
2.1.6 Kota Medan Secara Ekonomi ... 38
2.1.7 Lambang Kota Medan... 41
2.2 Sejarah Etnis Tionghoa ... 43
2.2.1 Etnis Tionghoa di Kota Medan ... 53
A. Sejarah Etnis Tionghoa di Kota Medan ... 53
B. Sosial Ekonomi Etnis Tionghoa di Kota Medan ... 55
3.1 Partisipasi Etnis Tionghoa pada Pemilu Legislatif ... 59
3.2 Politik Identitas Etnis Tionghoa... 63
3.3 Posisi Etnis Tionghoa dalam Politik di Kota Medan ... 66
3.4 Analisis Politik Identitas Etnis Tionghoa di Kota Medan ... 72
BAB IV: PENUTUP 4.1 Kesimpulan ... 84
Daftar Pustaka ... 87
Daftar Lampiran: Lampiran 1. Pedoman Wawancara Lampiran 2. Transkrip Wawancara dengan Bapak Irfan H Lampiran 3. Transkrip Wawancara dengan Ibu Yenny Lampiran 4. Transkrip Wawancara dengan Bapak Eric Chandra Lampiran 5. Transkrip Wawancara dengan Herman DAFTAR TABEL DAN GAMBAR Daftar Tabel Tabel 2.1 Jumlah Penduduk dan Kepdatan Penduduk ... 30
Tabel 2.2 Perbandingan Suku Bangsa di Kota Medan ... 31
Tabel 2.3 Jumlah Penduduk per Kecamatan berdasarkan Jenis Kelamin ... 32
Tabel 2.4 Jumlah Penduduk berdasarkan jenis pekerjaan ... 34
Daftar Gambar
Gambar 2.1 Peta Kota Medan ... 24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
MAGHFIRA FARAIDIANY (110906010)
POLITIK IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DI KOTA MEDAN
Rincian isi Skripsi, 93 halaman, 5 tabel, 2 gambar, 27 buku, 5 jurnal, 5 situs internet.
ABSTRAK
Penelitian ini menguraikan tentang politik identias etnis Tionghoa di Kota Medan. Sebagai salah satu etnis terbesar di Kota Medan maka etnis ini berperan penting dalam kehidupan politik Kota Medan. Terbukanya akses etnis Tionghoa ke dalam dunia politik tentu memberikan dampak yang besar bagi politik Indonesia khususnya Kota Medan. Dalam penelitian digunakan teori politik identitas dan etnisitas untuk mengetahui sejauh mana etnis Tionghoa ikut terlibat di dalam dunia politik.
Teori politik identitas memaparkan tentang bagaimana etnis Tionghoa ikut dalam dunia politik melalui identitas politiknya serta etnisitas sebagai kesatuan untuk memajukan etnis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan studi kepustakaan. Informan dalam penelitian ini adalah anggota dari beberapa organisasi Tionghoa yaitu Perhimpunan INTI ( Indonesia Tionghoa ) dan PSMTI ( Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia ) serta informan yang berasal dari partai politik Perindo.
Politik identitas etnis Tionghoa di Kota Medan memang sangat mudah dijumpai pada masa pemilu. Penggunaan identitas etnik didalam perjuangan politik saat ini masih banyak terjadi dihampir seluruh daerah di Indonesia, termasuk di Kota Medan . Politik etnis lebih efektif digunakan untuk menarik perhatian masyarakat dalam Pemilu, karena politik etnis lebih bersifat kasat mata dari pada politik uang. Dapat dilihat bahwa etnis Tionghoa di Kota Medan memang dari dulu kekerabatannya kuat sehingga memberikan kesan bahwa mereka adalah etnis yang tertutup ataupun ekslusif di mata masyarakat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE
MAGHFIRA FARAIDIANY (110906010)
POLITCAL IDENTITY OF THE ETHNIC CHINESE IN MEDAN Content, 93 pages, 5 tables, 2 graphichs, 27 books, 5 journals, 5 websites.
ABSTRACT
This study describes the political identity of the ethnic Chinese in Medan . As one of the largest ethnic group in Medan , the ethnic groups play an important role in the political life of the city of Medan . Open access to the Chinese people in the political world is certainly a major impact for Indonesian politics , especially the city of Medan . In the study used the theory of identity politics and ethnicity to determine the extent to which the Chinese people involved in the world of politics .
Theory of identity politics explain how Chinese people participate in politics through political identity and ethnicity as to promote ethnic unity . Data was collected by interview and literature study . Informants in this study are members of several Chinese organizations , namely the Association INTI ( Chinese Indonesian ) and PSMTI ( Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Ondonesia ) as well as informants who come from political parties Perindo .
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia sebagai negara multikultural yang didalamnya terdapat berbagai kehidupan
manusia yang memiliki berbagai perbedaan baik dari agama, ras, bahasa, dan etnis. Selain
dikenal sebagai negara multikuktural, Indonesia juga terkenal dengan negara multietnis1. Ada
berbagai etnis yang tinggal dan menetap di Indonesia, sebagian besar merupakan etnis asli dan
selebihnya adalah etnis pendatang. Beberapa etnis pendatang yang ada di Indonesia adalah etnis
Tionghoa, etnis Arab, etnis India2. Politik identitas dapat menjadi bahan kajian yang menarik
untuk ditelaah dengan keadaan yang ada di Indonesia. Politik identitas dapat diartikan sebagai
tindakan politis untuk mengedepankan kepentingan-kepentingan dari anggota suatu kumpulan
karena memiliki kesamaan identitas atau karakteristik, baik berbasiskan pada ras, etnisitas,
gender, atau keagamaan3
Dari berbagai etnis pendatang tersebut yang paling banyak terlihat membaur dalam
struktur masyarakat Indonesia adalah etnis Tionghoa. Menurut Leo Suryadinata, jumlah
penduduk Indonesia Tionghoa naik sekitar 1,45% sampai 2,04% setiap tahun .
4
1
Ma'rifah, Yusfirlana Nuri dan Warsono. 2014. “Orientasi Politik Politisi Etnis Cina”. Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Nomor 2 Volume 1 Tahun 2014, hal. 143
2
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT. Rineka Cipta, hal. 304
3
Triyono Lukmantoro. 2008. Kematian Politik Ruang. Jakarta : Kompas, hal. 2
4
Leo Suryadinata. 2010. Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia. Jakarta : Kompas, hal. 5
. Walaupun
Indonesia negara multietnis namun sikap prejudice terhadap etnis Tionghoa, masih berlangsung
sampai saat ini. Pada masa orde lama dan orde baru, kekuatan etnis Tionghoa ini sering
aspirasi politik mereka yang mengakibatkan terjadinya perubahan identitas etnis Tionghoa5
Jika dilihat dari sejarah etnis Tionghoa di Indonesia secara keseluruhan, kehidupan etnis
Tionghoa mengalami pasang surut yang diakibatkan oleh kondisi sosial politik dalam dan luar
negeri Indonesia. Sejarah bangsa Indonesia, selalu menjadikan etnis Tionghoa pada posisi yang
tidak menentu, dan cenderung menjadi korban atas situasi sosial politik Indonesia yang selalu
bergejolak. Hegemoni negara maupun dominasi etnis mayoritas atas etnis Tionghoa demikian
kuatnya, yang menyebabkan etnis Tionghoa selalu dihadapkan pada kondisi-kondisi yang sulit
yang mempengaruhi eksistensinya sebagai sebuah etnis
.
Bahkan, dalam urusan birokrasi, mereka sering mendapat perlakuan diskriminatif. Fenomena
perubahan identitas ini terlihat pada identitas etnis Tionghoa di Indonesia.
6
. Baru pada masa reformasi, timbul
usaha yang mulai dirintis pada masa pemerintahan Gus Dur dengan segala kelebihan dan
kekurangannya. Satu hal yang tidak dapat dipungkiri: Ia menghapus Inpres no.14 tahun 1967 dan
menggantinya dengan Keppres no. 6 tahun 2000. Perayaan tahun baru Imlek, Barongsai, Cap
Gomeh, Festival Peh Cun dan tradisi berperahu dikali Cisadane kembali mewarnai dinamika
kota-kota besar di Indonesia. Untuk pertama kalinya setelah 32 tahun, perayaan Imlek dapat
dilakukan dengan terbuka dan sah, tanpa harus sembunyi-sembunyi7
Pada dasarnya, sejak reformasi bergulir, terdapat lima kelompok politik utama dalam
masyarakat Tionghoa. Mereka adalah: (1) yang merasa perlu menonjolkan identitas dalam
berpolitik, dengan mendirikan partai Tionghoa, (2) yang merasa perlu memperjuangkan platform
persamaan hak dalam sebuah partai politik, misalnya dengan mendirikan partai Bhineka Tunggal
Ika, (3) kelompok yang menginginkan sebuah forum yang memberikan tekanan terhadap .
5
Choirul Mahfud. 2013. Manifesto Politik Tionghoa di Indonesia.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 160
6
Ibid., hal. 155
7
pemerintah untuk membela hak-hak mereka, (4) mereka yang membentuk paguyuban, kelompok
atau organisasi massa karena rasa senasib dan sepenanggungan, (5) mereka yang bergabung ke
dalam partai-partai nasionalis, partai-partai Islam dan partai-partai Kristen yang ada dan bersedia
menerima mereka8
Organisasi-organisasi Tionghoa di Indonesia juga banyak memperjuangkan aspirasi dan
mengawal kepentingan warga Tionghoa. Dari sini dapat dilihat bahwa komunitas Tionghoa tetap
harus memiliki wadah politik efektif untuk membela hak dan memenuhi kewajibannya sebagai
Warga Negara Indonesia berbentuk hilangnya semua UU yang bersifat diskriminatif terhadap
komunitas Tionghoa dan dimungkinkannya Multiculturalism berkembang sebagai kebiasaan
hidup sehari-hari di Indonesia dengan adanya partai dan organisasi ini .
9
. Dan keterlibatan ini
harus merupakan bagian arus induk. Organisasi ini tetap mempertahankan identitas etnisnya10
Jumlah orang Cina-Indonesia yang mengikuti pemilihan anggota legislatif DPRD
(Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) atau Pilkada (Pemilihan kepada daerah), meningkat. Sejarah
Indonesia telah mencatat bahwa partisipasi dan peran aktif warga Tionghoa dalam dinamika
sosial, politik dan kultural di kawasan Medan kian membaik sejak Reformasi. Terlihat dari
kebebasan yang diberi pemerintah dalam segala aspek politik ataupun segala kegiatan Pemilu
dan ekonomi. Seiring desentralisasi dan peningkatan signifikansi politik lokal, partisipasi politik
komunitas Tionghoa di daerah dengan distribusi komunitas Tionghoa yang cukup besar bisa
menjadi studi kasus yang menarik. Tantangan terbesar adalah sejauh mana kader politik
Tionghoa bisa secara lintas etnis menyerap aspirasi lokal dan turut serta dalam proses problem-.
8
Juliastutik. 2010. “Perilaku Elit Politik Etnis Tionghoa Pasca Reformasi”. Humanity. Volume 6 No. 1 Tahun 2010, hal. 46-47.
9
http://id.inti.or.id/specialnews/10/tahun/2007/bulan/04/tanggal/21/id/248/ Diakses pada tanggal 11 Desember 2014 pada pukul 14:29 WIB
10
solving di lingkungan mereka melalui jalur politik lokal (partai politik, DPR-D, DPD, maupun
LSM).11
Kota Medan sendiri merupakan salah satu Kota dengan populasi etnis Tionghoa yang
berjumlah besar. Tionghoa yang dari dulu sudah menempati Medan sejak masa perdagangan
ketika zaman penjajahan menjadi suku terbanyak ketiga. Presentasi jumlah penduduk Medan dari
suku Tionghoa yakni sebanyak 11%12. Revitalisasi atas peran warga etnis Tionghoa di era
Reformasi sekarang ini semakin mendapat momentumnya setelah sejumlah tokoh Tionghoa
terpilih sebagai menteri kabinet dan sebagian lainnya terpilih menjadi wakil rakyat di DPR-RI
maupun DPRD. Bahkan Pemilukada kota Medan yang berlangsung pada tahun 2010, telah
menjadi wahana bagi warga suku Tionghoa untuk melakukan perubahan baik dalam bidang
sosial maupun politik. Melalui keikutsertaan dr. Sofyan Tan, seorang tokoh masyarakat
Tionghoa di kota ini, Pemilukada kota Medan yang berlangsung 12 Mei 2010 telah menjadi
momentum bagi etnis Tionghoa menunjukkan peran dan keberadaannya sebagai bagian integral
dalam kehidupan warga kota Medan. Dan pada pemilihan legislatif 2014 semakin banyak warga
Tionghoa yang ikut mencalonkan diri sebagai anggota legislatif baik pusat maupun daerah13
Bila dilacak dari sejarah Indonesia, politik identitas yang muncul cenderung bermuatan
etnisitas, agama dan ideologi politik. Terkait dengan kondisi bangsa Indonesia yang
multikulturalisme, maka politik identitas dapat menjadi bahan kajian yang menarik untuk
ditelaah. Menguatnya gejala politik identitas terutama akhir-akhir ini, lebih banyak dipengaruhi .
11
Tjhin, Christine Susanna. 2005. “Reflection on the Identity of the Chinese Indonesians”. CSIS Working Paper Series
12
http://www.ceritamedan.com/2013/09/mengenal-suku-di-medan.html Diakses pada tanggal 14 Januari 2015 pada pukul 20:20 WIB
13
kepentingan politik praktis. Dari deskripsi di atas maka timbul masalah mengenai etnis Tionghoa
yang ada di Indonesia khususnya di Kota Medan yaitu Bagaimana politik identitas etnis
Tionghoa di Kota Medan.
1.2Tinjauan Pustaka
Peneltian ini terkait pada penelitian sebelumya yaitu penelitian Tri Yudha Handoko.
Penelitian Tri Yudha Handoko mengenai Politik Identitas Etnis Cina di Indonesia mencoba
menguraikan fakta-fakta tentang adanya diskriminasi terhadap etnis Cina di Indonesia. Ketika
Republik Indonesia didirikan pada Agustus 1945, secara yuridis formal semua warga yang
berada di wilayah Republik Indonesia secara politis menjadi seorang warga Negara Republik
Indonesia, baik dia keturunan asli, indo, timur asing maupun asal-usul jenis ras, suku, agama,
daerah, atau lingkungan adat tertentu. Namun, di luar jangkauan tekad politik atau yuridis
formal, kehidupan warga negara Indonesia “keturunan” (Tionghoa, Arab, Indo-Eropa atau
“non-pribumi lainnya) tetap menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataan kehidupan
sehari-hari bahwa sebagian dari mereka menghadapi perlakuan diskriminasi yang dirasakan
menyakitkan. Hal ini tampak pada praktekpraktek diskriminatif di bidang administratif.
Pemerintah Indonesia menerapkan berbagai kebijakan diskriminatif (banyak yang tidak tertulis)
terhadap warga etnis Cina dalam aspek kehidupan dan kegiatan lain.
Otoritas pemerintah Indonesia juga mempersulit warga etnis Cina secara administratif,
seperti memperoleh Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI), Kartu Tanda
Penduduk (KTP), paspor, akta lahir, izin menikah, dan sebagainya kecuali bila melakukan
pembayaran “di balik pintu”.Padahal Undang-Undang Republik Indonesia tahun 2008
mempertegas dan memperluas penghapusan diskriminasi ras dan etnis, yang dilaksanakan
dengan memperhatikan nilai-nilai agama, social budaya dan hukum yang berlaku di Republik
Indonesia. Teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan tersebut adalah teori tentang
Nasionalisme dan Kewarganegaraan dari Koerniatmanto Soetoprawiro, Kansil, Harold J. Laski,
AS Hikam; Teori tentang Politik Identitas oleh Gabriel Almond; Teori Keadilan (Justice) dari
Thommas Hobbes, Ibnu Taimiyah, Jhon Rawls, Soerjono Soekanto; dan juga teori tentang
Persamaan (Equality) dan diskriminsi.
1.3Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang
dikemukakan dalam penilitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti.
Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan pertanyaan-pertanyaan
penelitian yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti
berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah14
1.4Pembatasan Masalah
.
Dari penjelasan pada latar belakang diatas maka yang menjadi pertanyaan penelitian adalah :
Bagaimana politik identitas etnis Tionghoa di Kota Medan?
Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini sebatas pada politik identitas masyarakat
etnis Tionghoa di kota Medan dan bagaimana pembentukan identitas politik tersebut.
1.5Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah :
14
1. Untuk mencari tahu politik identitas masyarakat etnis Tionghoa di Kota Medan.
2. Mendeskripsikan politik identitas masyarakat etnis Tionghoa di Kota Medan dan
mendeskripsikan politik identitas tersebut dari data yang telah diolah.
1.6Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan agar mampu memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang dapat memberikan
kontribusi pemikiran mengenai politik identitas etnis Tionghoa.
2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan bukan
hanya bagi peneliti tapi juga akademisi lainnya mengenaikajian politik identitas etnis
Tionghoa di Kota Medan melalui organisasi yang ada. Serta dapat menjadi referensi bagi
departemen ilmu politik FISIP USU.
3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu membantu masyarakat dalam
memamahi politik identitas etnis Tionghoa di Kota Medan serta dapat menambah
wawasan pembaca mengenai etnis Tionghoa di Indonesia khususnya di Kota Medan.
1.7Kerangka Teori
1.7.1 Teori Politik Identitas
Menurut Lukmantoro, politik identitas adalah tindakan politis untuk mengedepankan
kepentingan-kepentingan dari anggota suatu kumpulan karena memiliki kesamaan identitas atau
karakteristik, baik berbasiskan pada ras, etnisitas, gender, atau keagamaan15
15
Lukmantoro, Triyono. Op.Cit, hal. 2
. Kemunculan politik
diterapkan secara tidak adil. Lebih lanjut dikatakannya bahwa secara konkret, kehadiran politik
identitas sengaja dijalankan kumpulan- kumpulan masyarakat yang mengalami marginalisasi.
Hak-hak politik serta kebebasan untuk berkeyakinan mereka selama ini mendapatkan hambatan
yang sangat signifikan16. Politik Identitas ini terkait dengan upaya-upaya mulai sekedar
penyaluran aspirasi untuk mempengaruhi kebijakan, penguasaan atas distribusi nilai-nilai yang
dipandang berharga hingga tuntutan yang paling fundamental, yaitu penentuan nasib sendiri atas
asas keprimordialan17
Identitas menurut Jeffrey Week adalah berkaitan dengan belonging tentang persamaan
dengan sejumlah orang dan apa yang membedakan seseorang dengan yang lain. Pendapat Jeffrey
Week tersebut menekankan pentingnya identitas bagi tiap individu maupun bagi suatu kelompok
atau komunitas
.
18
Identitas sosial menentukan posisi subjek di dalam relasi atau interaksi sosialnya,
sedangkan identitas politik menentukan posisi subjek di dalam suatu komunitas melalui suatu
rasa kepemilikan (sense of belonging) dan sekaligus menandai posisi subjek yang lain di dalam . Namun demikian, sebenarnya akan lebih mudah bila kita memahami konsep
identitas ini dalam bentuk contoh. Ketika seseorang lahir, ia tentu akan mendapatkan identitas
yang bersifat fisik dan juga non-fisik. Identitas fisik yang terutama dimiliki adalah apakah ia
berjenis kelamin pria atau wanita. Sedangkan untuk identitas non-fisik adalah nama yang
digunakan, juga status yang ada pada keluarga pada saat dilahirkan. Identitas dalam sosiologi
maupun politik biasanya dikategorikan menjadi dua kategori utama, yakni identitas sosial (kelas,
ras, etnis, gender, dan seksualitas) dan identitas politik (nasionalitas dan kewarganegaraan
(citizenship).
16
Ibid., hal. 3-4
17
Abdilah S. Ubed. 2002. Politik Identitas Etnis : Pergulatan Tanda Tanpa Identitas. Magelang : Indonesiatera, hal 16
18
suatu pembedaan (sense of otherness)19. Identitas politik (political identity) secara konseptual
berbeda dengan “politik identitas” (political of identity). Identitas politik merupakan konstruksi
yang menentukan posisi kepentingan subjek di dalam suatu ikatan komunitas politik, sedangkan
pengertian politik identitas mengacu pada mekanisme politik pengorganisasian identitas (baik
identitas politik maupun identitas sosial) sebagai sumberdaya dan sarana politik20
Secara sederhana, apa yang dimaksud identitas didefinisikan sebagai karakteristik
esensial yang menjadi basis pengenalan dari sesuatu hal. Identitas merupakan karakteristik
khusus setiap orang atau komunitas yang menjadi titik masuk bagi orang lain atau komunitas lain
untuk mengenalkan mereka
.
21
. Ini adalah definisi umum yang sederhana mengenai identitas dan
akan kita pakai dalam pembahasan berikutnya mengenai politik identitas. Menurut Stuart Hall,
identitas seseorang tidak dapat dilepaskan dari sense (rasa/kesadaran) terhadap ikatan
kolektivitas. Dari pernyataan tersebut, maka ketika identitas diformulasikan sebagai sesuatu yang
membuat seseorang memiliki berbagai persamaan dengan orang lain, maka pada saat yang
bersamaan juga identitas memformulasikan otherness (keberbedaan) atau sesuatu yang diluar
persamaan-persamaan tersebut. Sehingga karakteristik identitas bukan hanya dibentuk oleh
ikatan kolektif, melainkan juga oleh kategori-kategori pembeda (categories of difference)22
19
Setyaningrum, Arie. 2005. “Memetakan Lokasi bagi ‘Politik Identitas’ dalam Wacana Politik Poskolonial”.
Jurnal Mandatory Politik Perlawanan. Edisi 2/ Tahun 2/ 2005, hal. 19
20
Ibid. hal, 20-21
21
Widayanti, Titik. Op.cit., hal 13
22
Setyaningrum, Arie. Loc.cit., hal 26
.
Stuart Hall membedakan identitas dalam tiga cara yaitu pertama, sebagai subyek pencerahan
yang memiliki kemampuan nalar dan bertindak dalam memahami dirinya. Identitas dalam artian
ini berpusat pada diri subyektif; kedua, sebagai subyek sosiologis yang dibentuk dalam kaitan di
luar kediriannya sebagai subyek pencerahan. Dia merupakan kedirian yang mengarah pada
nilai, makna dan simbol, kebudayaan di sekitarnya23. Dan yang ketiga adalah identitas sebagai
subyek paskamodern yang menempatkan subyek sebagai yang sama sekali berbeda, yang
merupakan kombinasi dari beragam sumber identitas dan tidak satu arah. Identitas adalah
biografi subyektif yang utuh dalam keragaman dan keberbedaannya24
1. Primodialisme.
.
Identitas selalu melekat pada setiap individu dan komunitas. Identitas merupakan
karekteristik yang membedakan antara orang yang satu dengan orang yang lain supaya orang
tersebut dapat dibedakan dengan yang lain. Identitas adalah pembeda antara suatu komunitas
dengan komunitas lain. Identitas mencitrakan kepribadian seseorang, serta bisa menentukan
posisi seseorang.
Ada 3 pendekatan pembentukan identitas, yaitu:
2. Konstruktivisme.
3. Instrumentalisme.
Perspektif primordialis melihat identitas sebagai sesuatu yang sudah pasti dan given serta
menekankan faktor kekuatan emosi sebagai penguat dalam afiliasi dengan melihat aspek agama,
bahasa, adat-istiadat, dan sebagainya. Perspektif instrumentalis melihat bahwa identitas adalah
sebuah alat untuk mencapai tujuan yang dibangun dengan proses manipulasi dan mobilisasi
dengan memanfaatkan atribut-atribut identitas yang sudah tersusun sejak awal. Sementara itu,
perspektif konstruktivis melihat bahwa identitas dikonstruksi, dipilih dan diberi penekanan
dalam interaksi-interaksi sosial, juga bahwa kelompok etnis dipandang sebagai sebuah unit yang
ditentukan oleh batas-batas sosialnya25
23
Stuart Hall, D. Held and T.McGrew.1992. Modernity and Its Future. Cambridge: Polity Press, hal. 275
24
Ibid., hal 277
25
Widayanti, Titik. Op.cit., hal 14-15
Agnes Heller mengambil definisi politik identitas sebagai konsep dan gerakan politik
yang fokus perhatiannya adalah perbedaan (difference) sebagai suatu kategori politik yang
utama26
Pemanfaatan identitas untuk mencapai sebuah tujuan disebut dengan politik identitas.
Menurut Bagir, politik identitas setidaknya dicirikan oleh adanya persepsi penindasan masa lalu,
tuntutan untuk keadilan melalui perlakuan berbeda untuk mengkompensasikan penindasan
tersebut, dan penggunaan suatu identitas sebagai basis klaim
. Jadi dapat disimpulkan bahwa politik identitas adalah suatu tindakan politik yang
dilakukan individu atau sekelompok orang yang memliki kesamaan identitas baik dalam hal
etnis, jender, budaya, dan agama untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan anggotanya.
Kemunculan politik etnis diawali oleh tumbuhnya kesadaran yang mengidentikkan
mereka ke dalam suatu golongan atau kelompok etnis tertentu. Kesadaran ini kemudian
memunculkan solidaritas kekompakkan dan kebangsaan. Politik etnis mengacu pada politik
“kelompok etnis” dan “minoritas kecil”, sementara penafsiran kelompok etnis bisa mencakup
bangsa etnis (ethnic nation). Pada wacana politik kontemporer nuansanya lebih sempit. Dalam
konteks ini, biasanya kelompok etnis atau minoritas etnis tidak memiliki teritori tertentu. Tujuan
mereka pun berbeda dengan nasionalis klasik, mereka tidak menghendaki “determinasi diri
kebangsaan” dalam suatu wilayah bangsa (negara). Akan tetapi, lebih pada penerimaan proteksi
dan kemajuan bagi kelompok, khususnya bagi individu-individu dalam kelompok itu, dalam
suatu negara yang telah ada.
27
Adapun definisi politik identitas sebagai politik yang fokus utamanya menyangkut
perbedaan-perbedaan yang didasarkan atas asumsi-asumsi fisik dan karakter fisiologis, serta .
26
Abdilah S. Ubed. Op.cit., hal. 16
27
pertentangan-pertentangan yang muncul akibat asumsi-asumsi dan karakter tersebut28. Politik
yang dibangun atas basis etnis memang diawali oleh kesadaran untuk mengidentikkan diri ke
dalam suatu golongan atau kelompok etnis tertentu29
A. Etnisitas
. Kesadaran inilah yang memunculkan
solidaritas pengelompokkan tersebut sehingga eksklusivitas menjadi tidak terhindarkan.
Masalahnya identitas seringkali hanya menjadi pembungkus isu-isu lain yang sebetulnya lebih
berkaitan dengan distribusi sumber-sumber daya.
Dalam politik, etnis senantiasa menjadi perhatian besar terutama dalam hubungannya
dengan peran pengembangan kesadaran kolektif, kesukuan sampai dengan tingkat kebangsaan
dan negara bangsa. Makna yang terkandung dalam kata etnis ternyata mengalami evolusi.
Perubahan makna ini bisa dilihat dari kondisional dan disiplin ilmu : makna asal, kondisi primitif
dari sisi antropologis. Perkembangannya pada era modern seiring dengan perjalanan politik dan
interaksi sosiologis. Akan lain lagi maknanya dalam kacamata posmodernisme dan globalisme.
Menurut Em Zul Fajri dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia bahwa etnis berkenaan
dengan kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau
kedudukan karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Sedangkan menurut Ariyuno
Sunoyo dalam Kamus Antropologi, bahwa etnis adalah suatu kesatuan budaya dan territorial
yang tersusun rapi dan dapat digambarkan ke dalam suatu peta etnografi30
28
Abdillah S. Ubed. Op.cit., hal. 22
29
Ibid., hal. 17
30
Ariyuno Suyono. 1985. Kamus Antropologi. Jakarta : PT. Pressindo
. Setiap kelompok
lainnya. Menurut Koentjaraningrat, konsep yang tercakup dalam istilah etnis adalah golongan
manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan
kesadaran dan identitas seringkali dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga31
Ciri-ciri tersebut terdiri dari: Suku bangsa yang sering disebut etnik atau golongan etnik
mempunyai tanda-tanda atau ciri-ciri karekteristiknya
.
32
1. Memiliki wilayah sendiri. Hak memiliki itu diperoleh dari para pendahulu yang dianggap
sebagai pemilik pertama atau terdahulu. Wilayah yang dimiliki itu penting sekali karena
merpakan jaminan keabsahan dan kebenaran keanggotaan suku bangsa .
2. Mempunyai struktur politik sendiri berupa tata pemerintahan dan pengaturan kekuasaan
yang ada
3. Adanya bahasa sendiri yang menjadi alat komunikasi dalam interaksi. Selain alat
komunikasi bahasa tersebut dianggap juga sebagai idetintas sukubangsa. Bahasa
sukubangsa tersebut masih sering digunakan dalam interaksi antara anggota sukubangsa,
khususnya dalam acara dan upacara kesukubangsaan, seperti upacara perkawinan,
upacara kematian, dan lain-lain.
4. Mempunyai seni sendiri (seni tari lengkap dengan alat-alatnya, cerita rakyat, seni ragam
hias dengan pola khas tersendiri)
5. Seni dan teknologi arsitektur serta penataan pemukiman. Berbagai bentuk rumah dan
bangunan lain dapat ditemukan menunjukkan kekhasan arsitektur masing-masing
sukubangsa
31
Koentjaranigrat. 1982. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan, hal. 58.
32
6. Sistem filsafat sendiri yang menjadi landasan pandangan, sikap dan tindakan. Filsafat
tersebut terdapat sebagai kandungan kebudayaannya dan banyak yang merupakan nilai
yang menjadi pokok orientasi mereka
7. Mempunyai sistem religi (kepercayaan, agama) sendiri. Etnisitas secara substansial
bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya tetapi keberadaannya terjadi secara bertahap.
Etnisitas adalah sebuah proses kesadaran yang kemudian membedakan kelompok kita dengan
mereka. Basis sebuah etnisitas adalah berupa aspek kesamaan dan kemiripan dari berbagai unsur
kebudayaan yang dimiliki, seperti misalnya adanya kesamaan dan kemiripan dari berbagai unsur
kebudayaan yang dimiliki, ada kesamaan struktural sosial, bahasa, upacara adat, akar keturunan,
dan sebagainya. Berbagai ciri kesamaan tersebut, dalam kehidupan sehari-hari tidak begitu
berperan dan dianggap biasa. Dalam kaitannya, etnisitas menjadi persyaratan utama bagi
munculnya strategi politik dalam membedakan “kita” dengan “mereka”.33
Dalam politik, etnis senantiasa menjadi perhatian besar terutama dalam hubungannya dengan
peran pengembangan kesadaran kolektif, kesukuan sampai dengan tingkat kebangsaan dan
negara bangsa. Makna yang terkandung dalam kata etnis ternyata mengalami evolusi. Perubahan
makna ini bisa dilihat dari kondisional dan disiplin ilmu : makna asal, kondisi primitif dari sisi
antropologis. Perkembangannya pada era modern seiring dengan perjalanan politik dan interaksi
sosiologis. Akan lain lagi maknanya dalam kacamata posmodernisme dan globalisme. Agnes
Haller menguatkan hal ini, bahwa politik identitas sendiri merupakan milik dari budaya massa
dan erat kaitannya dengan revolusi kebudayaan yang terjadi pada era posmodern. Dengan
demikian, politik identitas dapat pula dikategorikan sebagai politik kebudayaan. Teoritisi lainnya
adalah Anthony D. Smith, yang mengemukakan teori tentang etnisistas sebagai awal dari
33
bangkitnya nasionalisme. Etnisitas memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
nasionalisme.
Menguatanya identitas kesukuan memepunyai berbagai konsekuensi. Dua jenis konsekuensi
antara lain pertama, adakah menjaukan diri atau bahkan keluar dari tatanan negara bangsa dan
kedua adalah berusaha mendudukkan orang sesuku dalam pemerintahan negara-bangsa, hal ini
dapat kita lihat dalam realitas kehidupan sehari-hari di dalam jajaran pemerintahan dari pusat
hingga ke daerah dimana para pejabat lebih senang mendudukkan orang di sekitarnya yaitu
orang yang seetnis atau sedaerah dengannya.
1.8Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitataif.
Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna
yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau
kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti
mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik
dari para partisan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema yang khusus ke
tema-tema yang umum, dan menafsirkan makna data.34
1.8.1 Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif.
Jenis penilitian deskriptif adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan ihwal
34
masalah atau objek tertentu secara rinci. Penelitian deskriptif dilakukan untuk menjawab sebuah
atau beberapa pertanyaan mengenai keadaan objek atau subjek amatan secara rinci.35
1.8.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanan di :
1. Kantor organisasi INTI (Jl. T. Amir Hamzah Ruko Griya Riatur Indah Blok B
No.184-186 Medan)
2. Kantor organisasi PASTI (Jl. Jendral A. Yani No. 45-49 Medan)
1.8.3 Teknik Pengumpulan Data
a. Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi
penelitian atau objek penelitian.36 Dalam penelitian ini yang digunakan adalah
pengumpulan data dengan teknik wawancara. Dalam wawancara kualitatif, peneliti dapat
melakukan face to face interview ( wawancara berhadap-hadapan) dengan partisipan.
Wawancara-wawancara seperti ini tentu saja memerlukan pertanyaan-pertanyaan yang
secara umum tidak terstruktur dan bersifat terbuka yang dirancang untuk memunculkan
pandangan dan opini dari para partisipan.37
1. Ketua INTI Kota Medan
Adapun yang menjadi informan dalam
wawancara ini yaitu:
2. Ketua PASTI Kota Medan
3. Tokoh Masyarakat Tionghoa
35
Bagong Suyanto dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal. 17-18.
36
Burhan Bungin. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal 132.
37
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh peneliti dari sumber kedua atau data yang sudah
ada. Data tersebut dapat diperoleh melalui buku, jurnal, internet ataupun literature lain
yang berkaitan dengan judul penelitian.
1.8.4 Teknik Analisa Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik
analisis data kualitatif, yaitu dengan menekankan analisisnya pada sebuah proses pengambilan
kesimpulan secara induktif dan deduktif serta analisis pada fenomena yang sedang diamati
dengan menggunakan metode ilmiah.38
1.9Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini data dan informasi yang terkumpul
baik data primer maupun data sekunder selanjutnya disusun dan diuraikan dengan cara
menjelaskan fenomena yang ditemukan dalam proses pengumpulan data . Dari data yang telah
diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teori perwakilan dan sistem pemerintahan
untuk menghasilkan suatu analisa terkait masalah yang diteliti.
Bab I : Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab II : Sejarah dan Profil Etnis Tionghoa di Kota Medan
38
Dalam bab ini penulis akan menjelaskan mengenai sejarah etnis Tionghoa di Kota
Medan, perkembangannya dan juga profil organisasi yang menjadi studi kasus dalam penelitian
ini.
Bab III : Politik Identitas Etnis Tionghoa di Kota Medan
Bab ini berisi mengenai penyajian data dan analisis data yang diperoleh dari lapangan
mengenai politik identitas etnis Tionghoa di Kota Medan dan juga pengaruhnya terhadap
organisasi peranakan yang ada di Kota Medan.
Bab IV : Penutup
Bab ini terdiri dari kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data dan memberikan
BAB II
PROFIL KOTA MEDAN DAN SEJARAH ETNIS TIONGHOA DI KOTA MEDAN
[image:33.612.210.405.182.496.2]2.1Kota Medan
Gambar 2.1 Peta Kota Medan
Kota Medan secara geografis terletak di antara 2 27'-2 47' Lintang Utara dan 98 35'-98
44' Bujur Timur. Posisi Kota Medan ada di bagian Utara Propinsi Sumatera Utara dengan
topografi miring ke arah Utara dan berada pada ketinggian tempat 2,5-37,5 m di atas permukaan
laut. Luas wilayah Kota Medan adalah 265,10 km2 secara administratif terdiri dari 21
Kecamatan dan 151 Kelurahan. Sarana dan prasarana perhubungan di Kota Medan terdiri dari
juga telah tersedia prasarana listrik, gas, telekomunikasi, air bersih dan Kawasan Industri Medan
(KIM) I. Sebagai daerah yang berada pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Kota Medan
sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara memiliki posisi strategis.
Sebagai salah satu derah otonom berstatus kota di Propinsi Sumatera Utara, kedudukan, fungsi
dan peran Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota
Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan
dan penyelenggaraan pemerintah daerah.
Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota,
(1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3) faktor sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut
biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil
guna pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan penanaman modal (investasi)39
39
http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/12/name/sumatera-utara/detail/1271/kota-medan diakses pada tanggal 14 Januari 2015 pada pukul 14.44 WIB
.
2.1.1 Kota Medan Secara Geografis
Secara geografis Kota Medan terletak pada 30 30’-30 43’ Lintang Utara dan 980 35’-980
44’ Bujur Timur dengan luas wilayah 265,10 km2. Kota medan berapda pada ketinggian 2,5 –
37,5 meter di atas permukaan laut. Wilayah Kota Medan sebagian besar secara topografi
cenderung miring ke utara dan menjadi tempat pertemuan 2 sungai penting, yaitu sungai Babura
dan sungai Deli. Secara administratif Kota Medan terbagi menajdi 21 Kecamatan dan batas
wilayah Kota Medan adalah sebagai berikut :
Utara : Selat Malaka
Selatan : Kabupaten Deli Serdang
Timur : Kabupaten Deli Serdang
Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia
berkisar antara 22,70 C – 24,10 C dan suhu maksimum berkisar antara 31,00 C – 33,70 C serta
menurut stasiun Sampali suhu minimumnya berkisar antara 23,30C – 24,40C dan suhu
maksimum berkisar antara 30,90C – 33,60C.
Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat
Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota / negara yang lebih maju seperti
Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan
diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari
jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2010 diperkirakan telah mencapai
2.121.053 jiwa. Secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan
sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan
regional/nasional.
Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah
melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan
Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi
5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan
menyusul dikeluarkannya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21
September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat. Melaui Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami
Berdasarkan luas administrsi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam
Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran
Kelurahan menjadi 144 Keluarahan. Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan
Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September
1996 tentang pendefitipan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa
Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan
dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan
perkembangan administrative ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis
dan sosial ekonomis.
Secara administratif, wilayah kota medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan
Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah
Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur
lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya
dengan Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya
secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti
Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal,
Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu
mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling
memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.
Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka
Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan
geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan
secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.
2.1.2 Kota Medan Secara Demografis
Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, suku
etnis, budaya dan keragaman (plural) adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar
penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara Demografi, Kota Medan pada saat ini juga
sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran
dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat
kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses
penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fikir masyarakat dan perubahan sosial
ekonominya.
Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi
tingkat kematian. Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu
pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke
keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini
disebabkan oleh banyak faktor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan
yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan
tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan
pendapatan masyarakat.
Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun. Pada akhir proses transisi ini, baik
tingkat kelahiran maupun tingkat kematian sudah tidak banyak berubah, kecuali disebabkan
berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun cultural. Menurut
tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan
antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang balik (cummuters)
mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.
[image:38.612.133.473.264.497.2]Tabel: 2.1
Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Kota Medan Tahun 2005-2009.
Tahun
Jumlah Penduduk
Luas Wilayah
Kepadatan Penduduk (KM²) (Jiwa/KM²)
2005 2.036.185 265,10 7.681
2006 2.067.288 265,10 7.798
2007 2.083.156 265,10 7.858
2008 2.102.105 265,10 7.929
2009 2.121.053 265,10 8.001
Sumber : BPS Kota Medan
Keanekaragaman yang ada di Kota Medan membuat Kota Medan dinobatkan menjadi kota
multikultural yang damai dan berjalan harmonis (Waspada, 2007). Tidak heran, pengukuhan
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dilakukan di Kota Medan pada tanggal 31 Juli 2007
Tabel 2.2
Perbandingan Suku Bangsa di Kota Medan pada Tahun 1930, 1980, 2000
Suku bangsa Tahun 1930 Tahun 1980 Tahun 2000
Jawa 24,9% 29,41% 33,03%
Batak 10,7% 14,11% --
Tionghoa 35,63% 12,8% 10,65%
Mandailing 6,43% 11,91% 9,36%
Minangkabau 7,3% 10,93% 8,6%
Melayu 7,06% 8,57% 6,59%
Karo 0,12% 3,99% 4,10%
Aceh -- 2,19% 2,78%
Sunda 1,58% 1,90% --
Lain-lain 16,62% 4,13% 3,95%
Sumber: 1930 dan 1980; 2000: BPS Sumut
Dari data diatas dapat dilihat bahwa ditahun 1930-an etnid Tionghoa di Kota Medan
merupakan etnis terbesar bahkan melebihi etnis asli Kota Medan yaitu Melayu. Selanjutnya
seiiring perkembangan zaman etnis Tionghoa di Koa Medan mengalami penurunan walaupun
tetap menjadi salah satu etnis terbesar di Kota Medan.
Selanjtnya adalah jumlah penduduk pada tiap kecamatan berdasarkan jenis kelamin (gender).
Tabel 2.3
Jumlah penduduk per kecamatan berdasarkan jenis kelamin
No Kecamatan
Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-Laki Perempuan
1 Medan Tuntungan 40. 097 42. 437 82. 534
2 Medan Selayang 49. 525 51. 532 101. 057
3 Medan Johor 62. 331 64. 336 126.667
4 Medan Amplas 57. 918 59. 004 116. 922
5 Medan Denai 71. 750 71. 100 142. 850
6 Medan Tembung 65. 761 68. 882 134. 643
7 Medan Kota 35. 422 37. 700 73. 122
8 Medan Area 48. 054 49. 200 97. 254
9 Medan Baru 17. 667 22. 150 39. 817
10 Medan Polonia 26. 321 27. 231 53. 552
11 Medan Maimun 19. 524 20. 379 39. 903
12 Medan Sunggal 55. 717 57.927 113. 644
13 Medan Helvetia 71. 586 74. 805 146. 391
14 Medan Barat 34. 931 36. 406 71. 337
15 Medan Petisah 29. 526 32. 701 62. 227
16 Medan Timur 52. 906 56. 539 109. 445
17 Medan Perjuangan 45. 405 48. 683 94. 088
19 Medan Labuhan 57. 635 55. 679 113. 314
20 Medan Marelan 75. 064 73. 133 148. 197
21 Medan Belawan 48. 917 46. 792 95. 709
Sumber: BPS Medan
[image:41.612.73.540.72.159.2]Penduduk Kota Medan memiliki beragam pekerjaan, dapat dilihat pada Tabel 2.4 :
Tabel 2.4.
Jumlah penduduk Kota Medan menurut Jenis Pekerjaan Tahun 2009
No Jenis pekerjaan Jumlah jiwa Presentase
1 Pegawai Negeri 18.670 4,88
2 Pegawai Swasta 14.570 3,81
3 TNI/ POLRI 3.562 0,93
4 Tenaga Pengajar 43.551 11,38
5 Tenaga Kesehatan 2.399 0,63
6 Lain-lain 300.000 78,37
Sumber : BPS Medan Dalam Angka, 2009
Penduduk Kota Medan berdasarkan tingkat pendidikan terdiri dari tamat SD,SLTP, SLTA,
dan Perguruan Tinggi. Untuk mengetahui lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5.
Jumlah Penduduk Kota Medan menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 SD 412.893 21,51
[image:41.612.97.446.278.480.2]3 SLTA 670.597 34,94
4 Perguruan Tinggi 209.246 10,90
[image:42.612.85.465.70.129.2]Sumber : BPS Medan Dalam Angka, 2009.
Tabel 2.5 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk Kota Medan paling besar berada
pada tingkat pendidikan menengah yaitu Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebesar
670.597 orang (34,94%), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebesar 626.617 orang
(32,65%), Sekolah Dasar (SD) berjumlah 412.893 orang (21,51%), dan perguruan tinggi (PT)
209.246 orang (10,90%).
2.1.3 Kota Medan dalam Dimensi Sejarah
Keberadaan Kota Medan saat ini tidak terlepas dari dimensi historis yang panjang,
dimulai dari dibangunnya Kampung Medan Puteri tahun 1590 oleh Guru Patimpus, berkembang
menjadi Kesultanan Deli pada tahun 1669 yang diproklamirkan oleh Tuanku Perungit yang
memisahkan diri dari Kesultanan Aceh. Perkembangan Kota Medan selanjutnya ditandai dengan
perpindahan ibukota Residen Sumatera Timur dari Bengkalis Ke Medan, tahun 1887, sebelum
akhirnya statusnya diubah menjadi Gubernemen yang dipimpin oleh seorang Gubernur pada
tahun 1915.
Secara historis, perkembangan Kota Medan sejak awal memposisikan nya menjadi jalur
lalu lintas perdagangan. Posisinya yang terletak di dekat pertemuan Sungai Deli dan Babura,
serta adanya Kebijakan Sultan Deli yang mengembangkan perkebunan tembakau dalam awal
perkembanganya, telah mendorong berkembangnya Kota Medan sebagai Pusat Perdagangan
medorong kota Medan berkembang menjadi pusat pemerintahan. Sampai saat ini, di samping
merupakan salah satu daerah Kota, juga sekaligus ibukota Propinsi Sumatera Utara.
2.1.4 Kota Medan Secara Kultural
Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak awal Kota Medan
telah memiliki keragaman suku (etnis), dan agama. Oleh karenanya, budaya masyarakat yang
ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya nilai – nilai budaya tersebut tentunya
sangat menguntungkan, sebab diyakini tidak satupun kebudayaan yang berciri menghambat
kemajuan (modernisasi), dan sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya
yang heterogen, dapat menjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan. Keragaman suku, tarian
daerah, alat musik, nyanyian, makanan, bangunan fisik, dan sebagainya, justru memberikan
kontribusi besar bagi upaya pengembangan industri pariwisata di Kota Medan.
Adanya prularisme ini juga merupakan peredam untuk munculnya isu-isu primordialisme
yang dapat mengganggu sendi-sendi kehidupan sosial. Oleh karenanya, tujuannya, sasarannya,
strategi pembangunan Kota Medan dirumuskan dalam bingkai visi, dan misi kebudayaan yang
harus dipelihara secara harmonis.
2.1.5 Kota Medan Secara Sosial
Kondisi sosial yang terbagi atas pendidikan, kesehatan, kemiskinan, keamanan dan
ketertiban, agama dan lainnya, merupakan faktor penunjang dan penghambat bagi pertumbuhan
ekonomi Kota Medan. Keberadaan sarana pendidikan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya,
merupakan sarana vital bagi masyarakat untuk mendapat pelayanan hak dasarnya yaitu hak
memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan serta pelayanan sosial lainnya .
utama pengembangan kota yang sifatnya kompleks dan multi dimensional yang penomenanya di
pengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain : tingkat pendapatan, kesehatan,
pendidikan, lokasi, gender dan kondisi lingkungan. Kemiskinan bukan lagi dipahami hanya
sebatas ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan
perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara
martabat.
Data SUSENAS tahun 2004, memperkirakan penduduk miskin di kota medan tahun 2004
berjumlah 7,13% atau 32.804 rumah tangga atau 143.037 jiwa. Dilihat dari persebarannya,
Medan bagian Utara (Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan)
merupakan kantong kemiskinan terbesar (37,19%) dari keseluruhan penduduk miskin.
2.1.6 Kota Medan Secara Ekonomi
Pembangunan ekonomi daerah dalam periode jangka panjang (mengikuti pertumbuhan
PDRB), membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional ke
ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor non primer, khususnya industri pengolahan
dengan increasing retunrn to scale (relasi positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan
produktivitas) yang dinamis sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi. Ada kecenderungan,
bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi membuat semakin cepat proses peningkatan
pendapatan masyarakat per kapita, dan semakin cepat pula perubahan struktur ekonomi, dengan
asumsi bahwa faktor-faktor penentu lain mendukung proses tersebut, seperti tenaga kerja, bahan
baku, dan teknologi, relatif tetap.
Perubahan struktur ekonomi umumnya disebut transformasi struktural dan didefinisikan
sebagai rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi
modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan. Berdasarkan perbandingan peranan dan kontribusi antar lapangan usaha terhadap
PDRB pada kondisi harga berlaku tahun 2005-2007 menunjukkan, pada tahun 2005 sektor tertier
memberikan sumbangan sebesar 70,03 persen, sektor sekunder sebesar 26,91 persen dan sektor
primer sebesar 3,06 persen. Lapangan usaha dominan yaitu perdagangan, hotel dan restoran
menyumbang sebesar 26,34 persen, sub sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 18,65
persen dan sub sektor industri pengolahan sebesar 16,58 persen.
Kontribusi tersebut tidak mengalami perubahan berarti bila dibandingkan dengan kondisi
tahun 2006. Sektor tertier memberikan sumbangan sebesar 68,70 persen, sekunder sebesar 28,37
persen dan primer sebesar 2,93 persen. Masing-masing lapangan usaha yang dominan yaitu
perdagangan, hotel dan restoran sebesar 25,98 persen, sektor transportasi dan telekomunikasi
sebesar 18,65 persen, industri jasa pengolahan sebesar 16,58 persen dan jasa keuangan 13,41
persen. Demikian juga pada tahun 2007, sektor tertier mendominasi perekonomian Kota Medan,
yaitu sebesar 69,21 persen, disusul sektor sekunder sebesar 27,93 persen dan sektor primer
sebesar 2,86 persen. Masing masing lapangan usaha yang dominan memberikan kontribusi
sebesar 25,44 persen dari lapangan usaha perdagangan/hotel/restoran, lapangan usaha
transportasi/telekomunikasi sebesar 19,02 persen dan lapangan usaha industri pengolahan
sebesar 16,28 persen.
Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan tahun 2009 berdasarkan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 terjadi peningkatan sebesar 6,56 persen terhadap
tahun 2008. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor pengangkutan dan komunikasi 9,22
persen. Disusul oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran 8,47 persen, sektor bangunan 8,22
pertanian 4,18 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tumbuh sebesar 2,94
persen, sektor industri 1,71 persen, dan penggalian tumbuh 0,46 persen. Besaran PDRB Kota
Medan pada tahun 2009 atas dasar harga berlaku tercapai sebesar Rp.72,67 triliun, sedangkan
atas dasar harga konstan 2000 sebesar Rp. 33,43 triliun.
Terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Medan tahun 2009 sebesar 6,56 persen, sektor
perdagangan, hotel, dan restoran menyumbang perumbuhan sebesar 2,20 persen Disusul oleh
sektor pengangkutan dan komunikasi 1,85 persen, sektor bangunan 0,91 persen, sektor jasa-jasa
0,76 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 0,43 persen, sektor industri 0,25
persen, sektor pertanian 0,10 persen, sektor listrik ,gas dan air bersih 0,07 persen dan sektor
pertambangan dan penggalian menyumbang pertumbuhan 0,00 persen.
Dari sisi penggunaan, sebagian besar PDRB Kota Medan pada tahun 2009 digunakan
untuk memenuhi konsumsi rumah tangga yang mencapai 36,20 persen, disusul oleh ekspor neto
30,53 persen (ekspor 50,82 persen dan impor 20,29 persen), pembentukan modal tetap bruto
20,61 persen, konsumsi pemerintah 9,54 persen dan pengeluaran konsumsi lembaga nirlaba 0,64
persen. PDRB per Kapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2009 mencapai Rp. 34,26 juta,
2.1.7 Lambang Kota Medan
Gambar 2.2 Lambang Kota Medan
Pengertian lambang kota Medan adalah 17 biji padi berarti tanggal 17 dari hari
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. 8 bunga kapas berati bulan 8 dari tahun
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. 4 tiang dan 5 bahagian dari perisai berarti tahun
45 dari Proklamasi Indonesia. Satu bambu runcing yang terletak dibelakang perisai adalah
lambang perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia, dan lima bahan-bahan pokok yang
terpenting dihadapan bambu runcing berarti Kemakmuran serta Keadilan Sosial yang merata ada
dihadapan kita. Bintang yang bersinar lima adalah Bintang Nasional yang berarti bahwa hidup
penduduk Kota Medan khususnya dan Indonesia umumnya akan bersinar-sinar bahagia dan lepas
dari kemiskinan dan kemelaratan. Lima sinar bintang berarti lima bahan pokok terpenting yang
diekspor dari Kota Medan dan lima bahagian perisasi berarti Pancasila yang menjadi Dasar
Negara Republik Indonesia. Kota Medan juga mempunyai motto yaitu : BEKERJA SAMA DAN
SAMA-SAMA BEKERJA UNTUK KEMAJUAN DAN KEMAKMURAN MEDAN KOTA
Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak awal Kota Medan
telah memiliki keragaman suku (etnis), dan agama. Oleh karenanya, budaya masyarakat yang
ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya nilai – nilai budaya tersebut tentunya
sangat menguntungkan, sebab diyakini tidak satupun kebudayaan yang berciri menghambat
kemajuan (modernisasi), dan sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya
yang heterogen, dapat menjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan. Keragaman suku, tarian
daerah, alat musik, nyanyian, makanan, bangunan fisik, dan sebagainya, justru memberikan
kontribusi besar bagi upaya pengembangan industri pariwisata di Kota Medan. Adanya
prularisme ini juga merupakan peredam untuk munculnya isu-isu primordialisme yang dapat
mengganggu sendi-sendi kehidupan sosial. Oleh karenanya, tujuannya, sasarannya, strategi
pembangunan Kota Medan dirumuskan dalam bingkai visi, dan misi kebudayaan yang harus
dipelihara secara harmonis40
2.2Sejarah etnis Tionghoa
.
Istilah “Cina” dalam pers Indonesia tahun 1950-an telah diganti menjadi “Tionghoa” (sesuai
ucapannya dalam bahasa Hokkian) untuk merujuk pada orang Cina dan “Tiongkok” untuk
negara Cina dalam pers Indonesia 1950-an. Etnis Tionghoa menurut Purcell adalah seluruh
imigran negara Tiongkok dan keturunannya yang tinggal dalam ruang lingkup budaya Indonesia
dan tidak tergantung dari kewarganegaraan mereka dan bahasa yang mereka gunakan41
40
http://pemkomedan.go.id/new/hal-lambang-kota-medan.html diakses pada tanggal 15 Januari 2015 pada pukul 14.44
41
Leo Suryadinata. 2002. Negara dan Etnis Tionggghoa. Jakarta: LP3ES
. Etnis
Tionghoa adalah individu yang memandang dirinya sebagai “Tionghoa” atau dianggap demikian
perantauan lain atau negara Tiongkok secara sosial, tanpa memandang kebangsaan, bahasa, atau
kaitan erat dengan budaya Tiongkok. Menurut Liem, etnis Tionghoa di Indonesia yaitu orang
Indonesia yang berasal dari negara Tiongkok dan sejak generasi pertama/kedua telah tinggal di
negara Indonesia, dan berbaur dengan penduduk setempat, serta menguasai satu atau lebih
bahasa yang dipakai di Indonesia42
Orang Tionghoa Indonesia merupakan kelompok minoritas terbesar di Indonesia. Pada
tahun 1961, mereka diperkirakan berjumlah sekitar 2,45 juta orang atau kurang lebih dari
2,5 persen dari seluruh jumlah penduduk Indonesia pada waktu itu .
43
. Stereotip yang
beredar di Indonesia seringkali menggambarkan orang Tionghoa Indonesia sebagai kelompok
yang berada, khususnya bila dibandingkan dengan orang-orang Indonesia lainnya. Jika
sebagian besar orang Indonesia hidup sebagai masyarakat agraris di pedesaan, maka orang
Tionghoa Indonesia sebaliknya hidup terkonsentrasi sebagai pedagang menengah44
Para pendatang ini memiliki keahlian di bidangnya masing-masing seperti berdagang
barang-barang yang umumnya berupa keramik, alat rumah tangga dan kain sutra, dan juga
menjadi pengrajin ataupun menjadi pekerja perkebunan
.
Orang-orang Tionghoa mulai berdatangan ke Indonesia pada abad IX, yaitu pada zaman Dinasti
Tang untuk berdagang dan mencari kehidupan baru.
45
42
Liem, Dr. Yusiu. 2000. Prasangka Terhadap Etnis Cina. Jakarta: Djambatan, hal. x
43
Ibid., hal. 99
44
Ibid., hal. 87
45
Ibid., hal. 97
. Migrasi orang Tionghoa ke
Nusantara (kini disebut Indonesia) secara besar-besaran, yang mencapai puncaknya pada
abad XIX dan permulaan abad XX, merupakan bagian dari migrasi orang Tionghoa ke
seluruh dunia. Leluhur orang Tionghoa-Indonesia berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan
Nusantara telah berhubungan erat dengan dinastidinasti yang berkuasa d